PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERISTIWA “15 JANUARI 1974” SEBAGAI PERILAKU KOLEKTIF MAHASISWA INDONESIA 1973-1974
SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sejarah pada Program Studi Sejarah
Oleh: Yohanes de Britto Wirajati NIM: 114314002
PROGRAM STUDI SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk Papa, Mama, Kakak dan kedua Adik saya yang dengan sabar, tabah dan penasaran menantikan saya dapat menjadi seorang Sarjana.
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MOTTO
“Tertawalah Sebelum Tertawa Itu Dilarang”
-WARKOP DKI
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi ini merupakan karya sendiri dan belum pernah saya ajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi. Skripsi ini tidak memuat karya orang lain atau suatu lembaga atau bagian dari karya orang lain atau suatu lembaga, kecuali bagian-bagian tertentu yang dijadikan sumber.
Yogyakarta, Maret 2016
Yohanes de Britto Wirajati
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama
: Yohanes de Britto Wirajati
Nomor mahasiswa
: 114314002
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: PERISTIWA “15 JANUARI 1974” SEBAGAI PERILAKU KOLEKTIF MAHASISWA INDONESIA 1973-1974 beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan ke dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 1 Juni 2016 Yang menyatakan
(Yohanes de Britto Wirajati)
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Menulis sebuah skripsi ternyata tidak semudah yang saya bayangkan. Semula saya merencanakan skripsi ini dapat selesai dalam waktu singkat. Namun kenyataan berkata lain. Saya ternyata membutuhkan waktu selama tiga semester untuk menyelesaikannya. Butuh komitmen dan kedisiplinan yang kuat agar skripsi yang sedang dikerjakan dapat selesai tepat waktu dengan hasil yang maksimal. Hal lain yang mempengaruhi proses penulisan skripsi ini adalah pengendalian diri. Kerap kali saya merasakan kepala saya diisi oleh banyak sekali ide dan ingin rasanya seluruh ide itu saya tuliskan agar skripsi saya menjadi sempurna. Namun pengendalian diri membuat saya menjadi sadar, bahwa pengejaran kesempurnaan yang saya lakukan justru akan membuat skripsi saya menjadi semakin jauh dari kata sempurna. Selama menulis skripsi, semangat saya tak selalu berkobar. Ada kalanya semangat itu surut, bahkan menghilang. Namun lingkungan di sekeliling saya selalu memberikan motivasi dan inspirasi sehingga saya dapat kembali bersemangat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu perkenankanlah saya untuk mengucapkan terima kasih kepada : -
Bapak Simon Hasiholan Tambunan dan Ibu Maria Monica Luminang Birati yang dengan segala daya dan upayanya memotivasi dan menginspirasi saya dalam menyelesaikan skripsi ini.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
Allah Bapa di Surga dan Putra-Nya yang tunggal Yesus Kristus atas seluruh anugerah yang telah diberikan.
-
Kakak saya, Agathonica Deriana Kamabana Putri dan kedua Adik saya, Elizabeth Kamaratri dan Gemma Bunga Kamarasti atas doa dan dukungannya sehingga skripsi ini bisa selesai.
-
Segenap Dosen Jurusan Sejarah Sanata Dharma ; Dr. H.Purwanta,M.A., Drs Sandiwan Suharso, Drs Hb. Hery Santosa, M.Hum., Dr. Lucia Juningsih, M.Hum., Drs. Silverio Raden Lilik Aji Sampurno,M.Hum., Dr. Yerry Wirawan atas segala bimbingan dan pelajaran yang diberikan.
-
Palupi Sulistyomurni atas kesabaran dan dukungannya.
-
Teman-teman alumni SMP Tarakanita IV Jakarta ; Ndoy, Amang, Todo, Agay, Jarwo, Gaban, Buntu, Ocep yang selalu memberikan dukungan jarak jauh.
-
Teman-teman alumni SMAN 77 Jakarta ; Momon, Ungay, Dion, Rijat, Rezzy, Aji, Bayu, Jon, Kibul, Pade, Uba, Catur yang selalu bersedia menjadi teman bertukar pengalaman.
-
Teman-teman Orkes Keroncong Dangdut Tombo Gelo ; Pita, Saka, Adul, Destyan, Boncel, Fauzan, Penyik, Samsul atas kesempatannya untuk menghibur diri ditengah tekanan tuntutan perkuliahan.
-
Amor, Belo, Riko, Yasmine, Deslin, Juan, Erik, Ndoi, Lalong, Jeray, Toni, Luiz, Berang, Tiur, Edut, Rosma, Omi, Aldy atas penerimaannya yang hangat sebagai keluarga Lorong Sejarah.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
Keluarga Kontrakan ; Papam, Rendy, Remon WO, Ega, Fariz, Iyos atas pengertian dan kebersamaannya dalam memberikan ruang dan bantuan.
-
Duet Maut ; Hernowo Adi Saputro dan Yogi Hanindito yang selalu memancing diskusi sehingga membuat saya memeras otak dan keringat.
Yogyakarta, Maret 2016 Penulis,
Yohanes de Britto Wirajati
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ..........................................................iii HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ iv HALAMAN MOTTO ......................................................................................... v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................ vi LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI........................................................ vii KATA PENGANTAR .....................................................................................viii DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiv ABSTRAK ........................................................................................................ xv ABSTRACT ..................................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1 A. Latar Belakang........................................................................................... 1 B. Identifikasi Masalah................................................................................... 3 C. Rumusan Masalah ...................................................................................... 7 D. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 7 E. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 8 F. Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 8 G. Landasan Teori .......................................................................................... 9 H. Metode Penelitian .................................................................................... 14 I. Sistematika Penulisan ............................................................................... 16 BAB II MODAL ASING DI TANAH IBU PERTIWI TAHUN 1973-1974 ... 17 xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
A. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Indonesia Tahun 1970an .............. 17 1. Kontroversi Strategi Pembangunan di Indonesia Awal Orde Baru 18 B. Munculnya Gerakan Mahasiswa di Indonesia 1973-1974....................... 24 1. Golongan Mahasiswa di Tengah Konflik Jenderal ORBA ............. 25 2. Forum Diskusi dan Safari Kampus ................................................. 29 3. Organisasi Mahasiswa Intra dan Ekstra Kampus............................ 31 4. Pembangunan Jaringan Mahasiswa ................................................ 34 BAB III PERKEMBANGAN GERAKAN MAHASISWA DI INDONESIA 19731974 ............................................................................................................. 35 A. Faktor Pendukung Terjadinya Peristiwa “15 Januari 1974”.................. 35 1. Aksi Protes 15 Januari 1974 Sebagai Akumulasi Aksi-Aksi Sebelumnya ....................................................................................................... 35 2. Perkembangan Gerakan Mahasiswa Menuju Aksi ........................ 42 BAB IV PERISTIWA “15 JANUARI 1974” : AKSI PROTES BERUJUNG MALAPETAKA ............................................................................................... 46 A. Konsolidasi, Eksekusi dan Konsekuensi Aksi 15 Januari 1974 .............. 46 1. Dialog Mahasiswa – Presiden di Bina Graha ................................. 47 2. Demo di Halim Perdanakusuma dan Pertemuan Student Center.... 49 3. Hari Eksekusi Telah Tiba................................................................ 52 B. Pelemahan Pengaruh Politik Mahasiswa ................................................. 64 BAB V PENUTUP ............................................................................................ 67 A. Kesimpulan .............................................................................................. 67 B. Pemaknaan Ulang Peristiwa “15 Januari 1974” .................................... 68 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 73
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Daftar Tahanan Aktivis Mahasiswa dalam Peristiwa “15 Januari 1974” ...... 57
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK Yohanes de Britto Wirajati, Peristiwa “15 Januari 1974” sebagai Perilaku Kolektif Mahasiswa Indonesia 1973-1974. Skripsi. Yogyakarta : Program Studi Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma, 2016. Skripsi ini mengambil tema seputar gerakan mahasiswa, yaitu Peristiwa 15 Januari 1974. Tujuan dari skripsi ini adalah untuk menjawab tiga buah pertanyaan. Pertanyaan pertama adalah bagaimana proses terbentuknya jaringan mahasiswa 1973-1974? Kedua, Bagaimana jalannya aksi yang diinisiasi oleh gerakan mahasiswa 1973-1974? Dan ketiga, tindakan apa yang digunakan pemerintah untuk melemahkan pengaruh dari kekuatan politis dari jaringan dan aksi mahasiswa 1973-1974?. Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah studi pustaka. Sumber yang diteliti berupa biografi dari para pelaku sejarah Peristiwa 15 Januari 1974. Sumber tersebut didapatkan dari perpustakaan dan juga koleksi pribadi. Dalam menganalisa Peristiwa 15 Januari 1974, sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang mahasiswa. Selain itu teori yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah teori Perilaku Kolektif dari Neil J. Smelser. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terbentuknya jaringan mahasiswa 1973-1974 dilatar belakangi oleh kondisi sosial perekonomian di Indonesia pada periode tersebut. Merajalelanya investasi modal asing mendorong para mahasiswa untuk berkonsolidasi, membentuk sebuah jaringan yang bertujuan untuk membahas permasalahan tersebut secara serius. Jaringan mahasiswa 19731974 dibentuk melalui beragam aktifitas diskusi, aksi dan safari ke berbagai kampus. Selain itu, sebagai sebuah bentuk tindakan konkret para mahasiswa dalam memecahkan permasalahan yang mendera rakyat di Indonesia, dirumusukanlah sebuah aksi terencana yang melibatkan massa. Aksi tersebut berupa long march dan apel akbar. Bentuk aksi tersebut dipilih agar pengaruh dan dampak gerakan mahasiswa semakin dirasakan oleh pemerintah sehingga tuntutan mereka lebih besar kemungkinannya untuk terealisasikan. Namun hasil akhir dari aksi mahasiswa Indonesia 1973-1974 ternyata tidak sesuai harapan. Pemerintah Orde Baru yang berkuasa pada waktu itu, dengan menggunakan kekuasaannya berusaha untuk menggembosi jaringan dan aksi mahasiswa tersebut melalui berbagai macam cara. Kata Kunci: Mahasiswa, Orde Baru, Perilaku Kolektif.
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
Yohanes de Britto Wirajati, The “15 Januari 1974” Affair as Collective Behaviour of Indonesian Student 1973-1974. Thesis. Yogyakarta : Departemnet of History, Faculty of Letters, Sanata Dharma University, 2016. This thesis discussed a theme about students movement, which was The 15 January 1974 Affair. The aim of this thesis is to answer three questions. First question is how the student affiliation in 1973-1974 take a form? Second, How the action initiated by the students movement in 1973-1974 was done? And the third, What is the government's action to weaken the influence of the political power from the students affiliation and movement in 1973-1974?. The method used in this thesis was literature study. The sources observed were the biographies of the historic participants of The 15 January 1974 Affair. Those sources were taken from the library and private collections. In analyzing The 15 January 1974 Affair, the point of view used was the students' point of view. Besides, the theory used to write the thesis was Collective Behaviour theory by Neil J. Smelser. The result of this research pointed out that the formation of students affiliation in 1973-1974 was caused by the social economic condition in Indonesia at that period. The spread of the foreign capital investment triggered the students to consolidate, form an affiliation which goal is to discuss about that issue seriously. The students affiliation in 1973-1974 was formed through varies discussion activity, action, and campuses visit. Beside that, as a form of concrete action from the students in solving the problem which makes the Indonesians suffer, the planned action which included people was formulated. That action was a long march and jamboree. These kinds of action were chosen so that the influence and effect of the students movement could be delivered to the government therefore the possibility that their demand will be realized was bigger. But the final result of their movement in 1973-1974 was not as they had expected. The New Order government which throned at that period using his authority tried to weaken the students affiliation and action through many ways. Key words: Students, New Order, Collective Behaviour.
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sejarah Indonesia, terdapat satu golongan yang memegang peranan penting dalam menggagas perubahan di banyak aspek kehidupan bernegara, yaitu golongan mahasiswa. Kaum intelektual muda tersebut terlibat dalam berbagai peristiwa sejarah, yang membentuk alur perjalanan sejarah Indonesia, khususnya bidang sosial dan politik. Mahasiswa, yang kerap disebut sebagai agen perubahan pada umumnya bergerak dan bereaksi setelah melakukan refleksi terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat sekitarnya. Segala macam ketidakadilan, keprihatinan dan kekurangan yang melingkupi masyarakat sekitar menjadi isu penting bagi mahasiswa, untuk kemudian diperjuangkan dan dicari bersama solusi terbaiknya. Secara garis besar, terdapat beberapa gerakan mahasiswa di Indonesia yang memiliki gaung dan pengaruh yang cukup luas terhadap masyarakat ataupun pemerintahan yang sedang berkuasa. Gerakan mahasiswa yang pertama kali muncul di Indonesia pasca kemerdekaan adalah gerakan mahasiswa Angakatan ’66. Gerakan protes yang dilancarkan mahasiswa Indonesia Angkatan ’66 terjadi pada saat akhir pemerintahan Presiden Soekarno. Selain itu, aksi turun ke jalan yang dilakukan oleh Angkatan ’66 tersebut terjadi saat kondisi politik dalam negeri sedang kacau pasca Peristiwa G30S. Tuntutan yang disuarakan oleh para aktivis Angkatan ’66 berkutat pada pembubaran PKI, penurunan harga barang dan
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
reshuffle kabinet.1 Dalam kesatuan aksi protes yang digagas Angkatan ’66, secara terang-terangan golongan Militer memberikan dukungan kepada aksi protes mahasiswa ini.2 Setelah kemunculan gerakan mahasiswa Angkatan ’66, muncul gerakan mahasiswa Angkatan ’74. Isu yang menjadi fokus dari gerakan mahasiswa Angkatan ’74 tersebut adalah anti modal asing dan praktek korupsi, kolusi serta nepotisme dikalangan pejabat yang memiliki kedekatan dengan Presiden Soeharto. Tokoh-tokoh mahasiswa yang muncul antara lain adalah Hariman Siregar, Judilherry Justam, Gumilar Kartasasmita dan Theo L. Sambuaga. Gerakan mahasiswa Angkatan ’74 ditutup dengan kerusuhan yang terjadi di kawasan Proyek Senen dan penangkapan para tokoh mahasiswa. Gerakan mahasiswa yang memiliki dampak cukup luas selain Angkatan ’66 dan Angkatan ’74 adalah gerakan mahasiswa Reformasi ’98. Gerakan mahasiswa yang muncul di masa krisis moneter tersebut bertujuan untuk menggulingkan rezim Orde Baru yang sudah terlalu lama berkuasa. Mahasiswa berhasil meraih kesuksesan dalam gerakan mahasiswa Reformasi ’98, ditandai dengan lengsernya Soeharto dari kursi kepresidenan. Namun perubahan nyata atas penyelenggaraan negara ke arah yang lebih baik belum terlalu signifikan. Tokoh-tokoh yang muncul di era Reformasi ’98 antara lain adalah Budiman Sudjatmiko dan Ardian Napitupulu. Berdasarkan penjelasan tentang gerakan mahasiswa tersebut maka dapat dilihat bahwa tiap periode memiliki keunikannya tersendiri. Pemilihan gerakan 1
Tuntutan ini dikenal dengan nama TRITURA. Sundhaussen, Ulf. (1988). Politik Militer Indonesia 1945-1967 : Menuju Dwi Fungsi ABRI cetakan ke-2. Jakarta : LP3ES.Hml. 397. 2
2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mahasiswa 1974 sebagai topik dari skripsi ini didasarkan pada dua hal. Pertama, gerakan mahasiswa 1974 adalah gerakan protes mahasiswa pertama kali di era kepemimpinan rezim Orde Baru. Kondisi tersebut membuat gerakan mahasiswa di era Orde Baru yang muncul setelah periode 1974, orientasi gerakan dan bentuknya tidak jauh berbeda dengan gerakan mahasiswa 1974. Kedua, berbeda dengan gerakan mahasiswa 1966 atau 1998 yang muncul diakhir kepemimpinan sebuah rezim (akhir Orde Lama dan akhir Orde Baru), gerakan mahasiswa 1974 justru sebaliknya. Gerakan mahasiswa 1974 muncul di awal kepemimpinan Orde Baru. Hal ini menunjukkan bahwa gerakan mahasiswa 1974 mampu secara cepat membaca situasi penyelenggaraan negara yang dianggap tidak memihak kepada usaha penyejahteraan rakyat.
B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah Melalui latar belakang tersebut, penelitian ini kemudian membatasi analisa pada proses terbentuknya aksi protes mahasiswa Indonesia, khususnya pada Peristiwa 15 Januari 1974, mulai dari terbentuknya jaringan sampai dengan usaha pemerintah melakukan stabilisasi keamanan dan ketertiban pasca Peristiwa 15 Januari 1974. Pemahaman tersebut berpengaruh terhadap sudut pandang sekaligus judul dari karya tulis ini, yaitu “Peristiwa “15 Januari 1974” sebagai Perilaku Kolektif Mahasiswa Indonesia 1973-1974”. Pada Peristiwa 15 Januari 1974 jaringan mahasiswa antar kampus dan organisasi melancarkan aksi protes kepada pemerintah Orde Baru, karena melihat adanya
kebijakan-kebijakan
pemerintah
3
yang
tidak
memihak
kepada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kesejahteraan rakyat. Namun lebih kepada kepentingan golongan tertentu, termasuk investor asing. Pernyataan bahwa kebijakan pemerintah tidak memihak rakyat dapat dibuktikan dengan merajalelanya penanaman modal asing di Indonesia pada awal tahun 1970-an. Pertama-tama adalah merebaknya produk-produk merek dagang Jepang di Indonesia. Tidak hanya di bidang otomotif, restoran-restoran yang menyajikan masakan Jepang pun menyebar di pusat-pusat perbelanjaan3. Melihat hal ini, golongan mahasiswa yang pada masa itu posisinya cukup kuat dalam peta politik Indonesia4, merasa perlu melakukan sebuah gerakan protes atas kondisi yang ada. Berbagai perundingan dan pertemuan, baik oleh sesama Mahasiswa dalam sebuah Universitas, ataupun antar Dewan Mahasiswa dari beberapa Universitas yang mayoritas berada di pulau Jawa, dilakukan secara bergelombang. Tujuannya adalah menghimpun ide-ide yang akan menjadi konsep pergerakan nantinya. Demonstrasi dengan skala kecil pun dilancarkan berkala, memanfaatkan momentum yang ada seperti kedatangan Ketua dari IGGI (Intergovernmental Group on Indonesia), J.P. Pronk pada tanggal 11 November 1973 dan Perdana Menteri Jepang Kakue Tanaka pada tanggal 14 januari 1974. Semua aksi demonstrasi dan diskusi yang digelar kemudian bermuara pada aksi long march yang dilakukan oleh para mahasiswa, dari kampus UI Salemba menuju kampus Universitas Trisakti pada tanggal 15 Januari 1974. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan nama MALARI 1974. Nama MALARI tersebut 3 Jopie Lasut. Malari Melawan Soeharto & Barisan Jenderal Orba. 2011. Yayasan Penghayat Keadilan:Depok. Hlm. 87 4 Pasca gerakan mahasiswa tahun ’66 yang berujung pada duduknya beberapa aktivis mahasiswa di kursi MPR/DPR, Golongan mahasiswa dianggap cukup berpengaruh pada peta politik Indonesia.
4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
merupakan singkatan dari Malapetaka Lima Belas Januari. Penamaan MALARI diberikan oleh rezim Orde Baru. Hal ini dilakukan unutk memberikan kesan bahwa aksi protes mahasiswa, yang tujuannya adalah membela hak rakyat, justru menjadi sebuah malapetaka (karena terjadinya kerusuhan dan jatuhnya korban jiwa) bagi rakyat itu sendiri. Para mahasiswa yang terlibat pada gerakan protes tersebut antara lain Hariman Siregar, Theo L. Sambuaga, Gurmilang Kartasasmita, Judil Hery Justam keempatnya dari Universitas Indonesia, dan juga Jesse A. Monintja (dari Universitas Trisakti ), Hatta Albani (dari Universitas Padjadjaran), Komarudin (dari ITB), John Pangemanan (dari Sekolah Tinggi Olahraga ) dan Policarpus Lopez ( dari Atmajaya Jakarta ). Sedangkan dari pihak aktivis non-mahasiswa terdapat nama-nama seperti Jusuf A.R. dan Jopie Lasut. Selain karena kebijakan pemerintah yang dianggap terlalu memihak investor asing, berkembang juga wacana bahwa Peristiwa 15 Januari 1974 disebabkan oleh adanya ketegangan di kalangan militer, khususnya TNI (pada saat itu masih ABRI) Angkatan Darat. Ketegangan tersebut terjadi di antara kubu Mayjend Ali Moertopo dengan kubu Jendral Soemitro. Muncul kecurigaan bahwa kedua perwira tinggi tersebut ingin merebut jabatan presiden dari Soeharto dengan cara menggunakan pengaruh golongan mahasiswa. Kelompok-kelompok mahasiswa diberi dukungan dan fasilitas oleh kedua perwira tersebut, agar kemudian dapat
5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
melengserkan Soeharto dan melancarkan jalan salah satu perwira tinggi TNI tersebut menuju kursi jabatan presiden.5 Dari penjabaran pada sub bab Latar Belakang, maka dapat dipahami bahwa Peristiwa 15 Januari 1974 memiliki keunikan tersendiri dibanding gerakangerakan mahasiswa sebelum atau sesudah peristiwa tersebut. Selain itu, Peristiwa 15 Januari 1974 juga menjadi penting untuk diteliti karena pengaruhnya terhadap perubahan sikap dan perlakuan pemerintah terhadap gerakan-gerakan mahasiswa Indonesia yang hampir sama bentuknya. Aksi protes dengan ruang lingkup dan jumlah partisipan sebesar Peristiwa 15 Januari 1974 sudah pasti membutuhkan jaringan pergerakan mahasiswa yang solid dan luas. Jaringan mahasiswa yang di maksud di sini adalah sebuah pola komunikasi yang terbentuk antar mahasiswa (baik organisasi atau individu) dengan tujuan mewujudkan kepentingan bersama, sebagai reaksi atas kondisi sosial yang ada. Proses terbentuknya jaringan ini menarik untuk diteliti karena pada era 1970-an media komunikasi belum secanggih dan sepraktis sekarang ini, sehingga bukan hal yang mudah untuk membentuk sebuah jaringan antar mahasiswa di beberapa wilayah di pulau Jawa, atau bahkan di luar pulau Jawa. Selain itu, terlibatnya banyak organisasi mahasiswa dengan orientasinya masing-masing dapat menimbulkan sebuah proses konsepsi gerakan yang cukup rumit dan kompleks. Silang pendapat dan perbedaan pola pikir tentu kerap kali mewarnai perencanaan gerakan yang akan dilakukan. Proses pendamaian tujuan bersama ini kemudian juga menjadi hal yang menarik untuk diteliti. 5
A. Yogaswara. Dalang Peristiwa 15 Januari1974 (Malari). 2009. Media Presindo : Yogyakarta. Hlm. 51.
6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tidak kalah menariknya, reaksi dan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap Peristiwa 15 Januari 1974 juga menjadi tonggak penting bagi ruang gerak mahasiswa di masa mendatang. Kebijakan yang diambil pemerintah untuk menstabilkan kondisi negara pasca peristiwa tersebut membatasi aktifitas politik mahasiswa pada era selanjutnya.
C. Rumusan Masalah Dari data yang dikumpulkan, dan kemudian dilakukan pembacaan satu per satu, maka muncul beberapa rumusan masalah, yaitu; 1. Bagaimana proses terbentuknya sebuah jaringan mahasiswa pada “Peristiwa 15 Januari 1974”? 2. Bagaimana proses terjadinya aksi-aksi yang diinisiasi oleh jaringan-jaringan mahasiswa pada “Peristiwa 15 Januari 1974”? 3. Langkah apa yang ditempuh pemerintahan di Indonesia untuk melemahkan kekuatan politik mahasiswa pasca “Peristiwa 15 Januari 1974”?
D. Tujuan Penelitian Penelitian ini, pada garis besarnya bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan bagaimana Peristiwa 15 Januari 1974 terbentuk sebagai perilaku kolektif mahasiswa di Indonesia pada awal kepemimpinan rezim Orde Baru. Jika diuraikan lebih detail, maka penelitian ini bertujuan untuk ; a) Menjelaskan proses terbentuknya jaringan mahasiswa pada “Peristiwa 15 Januari 1974”.
7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
b) Merekonstruksi proses terjadinya aksi-aksi yang diinisiasi oleh jaringanjaringan mahasiswa di Indonesia. c) Menganalisa langkah yang ditempuh pemerintahan di Indonesia untuk melemahkan kekuatan politik pasca “Peristiwa 15 Januari 1974”.
E. Manfaat Penelitian Melalui skripsi saya ini, saya berharap dapat memperkaya ataupun menambah referensi tentang Sejarah Pergerakan Mahasiswa Indonesia. Selain itu melalui skripsi ini juga, dapat menambah jumah dari karya tulis sejarah yang menerapkan pendekatan teori-teori ilmu sosial, khususnya teori-teori sosiologi.
F. Tinjauan Pustaka Buku Massa Misterius Malari yang disusun oleh tim Tempo Publishing menyoroti tentang sabotase yang dilakukan oleh sekumpulan massa di daerah Proyek Senen, Jakarta Pusat. Sabotase tersebut ditujukan untuk menimbulkan suasana yang kacau sehingga jalannya protes mahasiswa pada Peristiwa 15 Januari 1974 menjadi anarkis dan destruktif dengan cara melakukan pembakaran di daerah Proyek Senen. Hariman Siregar, salah satu tokoh mahasiswa dalam Peristiwa 15 Januari 1974 juga mencoba untuk merekonstruksi peristiwa tersebut, melalui buku Hariman & MALARI yang disusun oleh Amir Husin Daulay dan Imran Hasibuan. Dalam buku tersebut, Peristiwa 15 Januari 1974 di narasikan ulang dengan
8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bersumber pada kesaksian Hariman Siregar sebagai pelaku sejarah dalam peristiwa tersebut. Selain kedua buku tersebut, ada juga buku yang berjudul MALARI Melawan Soeharto dan Barisan Jenderal ORBA yang ditulis oleh Jopie Lasut. Dalam buku ini, Jopie Lasut menaruh perhatian besarnya kepada peranan para aktifis nonmahasiswa (wartawan, pelajar, seniman, dan sebagainya) dalam Peristiwa 15 Januari 1974. Buku ini terkesan ingin menunjukan bahwa pelaku sejarah dari Peristiwa 15 Januari 1974 bukan hanya berasal dari kalangan mahasiswa. Dari pembacaan yang dilakukan terhadap sumber-sumber diatas, dapat dilihat bahwa banyak penulis dari buku-buku tentang Peristiwa 15 Januari 1974 berusaha untuk merekonstruksi peristiwa tersebut sesuai dengan pengalaman dan sumber-sumber mereka masing-masing. Tujuannya untuk menunjukkan peranan dari individu-individu ataupun kelompok-kelompok tersebut dalam Peristiwa 15 Januari 1974. Selain itu, juga dapat dipahami bahwa beberapa buku hanya berkutat pada pencarian dalang kerusuhan yang muncul pada Peristiwa 15 Januari 1974 tersebut. Masih sedikit referensi mengenai Peristiwa 15 Januari 1974
yang membahas khusus tentang
proses para mahasiswa membangun
sebuah jaringan untuk melakukan aksi protes serta pengaruhnya terhadap kebijakan pemerintah Indonesia.
G. Landasan Teori Dalam menggagas sebuah gerakan protes untuk membela nasib dan hak-hak rakyat dibutuhkan sebuah jaringan yang luas dan terkoordinir baik. Hal ini guna
9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
memperluas gaung dari isu gerakan dan pergerakannya itu sendiri sehingga dampaknya akan semakin dirasakan bagi obyek protes mereka. Perjuangan semacam ini kemudian dipandang sebagai perilaku kolektif yang muncul karenan rangsangan tertentu dan tidak bersifat rutin. Munculnya sebuah jaringan yang erat dan solid di antara para peserta gerakan, selain didukung
oleh perasaan senasib dan sepenanggungan akibat
tekanan dari rezim yang berkuasa, dipengaruhi juga oleh aspek lainnya. Salah satunya adalah adanya dukungan yang bersifat struktural, yang kadang muncul dari luar kehendak individual, misal dengan adanya pembiaran yang dilakukan instansi (golongan) sosial tertentu. Sebuah pergerakan yang masif dan fundamental pasti melibatkan banyak kelompok dan juga ide atau gagasan. Kelompok-kelompok yang terlibat ini tidak selamanya memiliki ide atau gagasan yang sama, namun dialog dan pertukaran pikiran dapat menjadi jalan keluar untuk mengatasi perbedaan-perbedaan tersebut. Terlepas dari hal itu, kontrol atau pengawasan terhadap sebuah gerakan yang melibatkan banyak pihak tentunya sangatlah sulit. Pelaksanaan sebuah aksi yang telah lemah fungsi kontrolnya terkadang menjadi sangat mudah sekali disusupi oleh agenda terselubung dari pihak-pihak yang hanya mau mengambil keuntungan bagi dirinya atau kelompoknya semata. Hal ini dapat menciderai cita-cita pergerakan yang telah terkonsepsikan secara matang. Analisa terhadap terbentuknya sebuah jaringan dan lahirnya sebuah aksi menjadi sangat dibutuhkan untuk menjawab rasa ingin tahu terhadap hal-hal diatas. Melalui analisa dalam skripsi ini diharapkan dapat menimbulkan
10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pemahaman atas proses penyatuan ide dan gagasan antar kelompok didalam sebuah pergerakan yang sama. Selain itu melalui analisa terhadap terbentuknya jaringan dan aksi, juga dapat memberikan kemampuan untuk mengidentifikasi agenda-agenda “terselubung” yang sesungguhnya kontradiktif dengan cita-cita pergerakan. Mengutip dari Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo (1992), dalam bukunya Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, muncul kecenderungan bahwa ilmu sejarah dan ilmu sosial mengarah kepada gerakan saling mendekati.6 Masih dalam buku yang sama, Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo menjelaskan bahwa pendekatan sosiologis sebagai sudut pandang sebuah penelitian sudah pasti menyoroti aspek-aspek sosial, seperti golongan sosial mana yang berperan dalam sebuah peristiwa sejarah, hubungan golongan tersebut dengan golongan masyarakat lain, konflik kepentingan, ideologi dan aspek-aspek sosial lainnya.7 Berdasarkan kutipan-kutipan dalam paragraf sebelumnya, maka dapat dipahami untuk melakukan analisa terhadap sebuah peristiwa sejarah, dari sudut pandang sosiologis diperlukan alat analisa yang berupa teori-teori sosiologi. Hal tersebut dilakukan agar aspek-aspek sosiologis dalam sebuah peristiwa sejarah dapat diidentifikasi satu per satu sehingga dapat dihasilkan sebuah penulisan sejarah sosial yang komprehensif. Oleh sebab itu, dalam penelitian skripsi ini, untuk menjawab pertanyaanpertanyaan yang telah dirumuskan, dipakai salah satu teori dari cabang ilmu sosiologi yaitu perilaku kolektif (collective behaviour) yang dikembangkan oleh 6 Sartono Kartodirdjo (1992). Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta : Gramedia. Hlm. x 7 Ibid., Hlm. 2.
11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Neil J. Smelser. Dalam teorinya tersebut, Smelser merumuskan 6 indikator untuk menganalisa sebuah perilaku kolektif. Keenam indikator tersebut adalah structural conduciveness, structural strain, growth and spread of a generalized belief, precipitating factors, mobilization of participants for action dan the operation of social control. Structural conduciveness, seperti yang sempat disebutkan pada bagian sebelumnya, adalah sebuah situasi struktural yang muncul karena dorongan kondisi sosial pada tempo tertentu dan terbentuk dengan cara tidak disengaja sebagai akibat dari kebijakan pemerintah atau pihak-pihak pemegang otoritas lainnya. Contoh dari tahapan tersebut dalam konteks gerakan protes mahasiswa adalah kurangnya kesejahteraan sosial bagi masyarakat akibat kebijakan pemerintah, pengaruh politik yang kuat dari golongan mahasiswa terhadap pemerintahan, dan lain sebagainya. Structural strain adalah sebuah ketegangan struktural yang merupakan tahapan lebih lanjut dari munculnya kondusifitas struktural. Contoh dari ketegangan struktural dalam konteks gerakan mahasiswa antara lain adalah kesenjangan ekonomi antara rakyat kecil dan pejabat wakil rakyat yang mencolok, gulung tikarnya sejumlah besar industri lokal karena merajalelanya modal asing dan lain sebagainya. Growth and spread of generalized belief atau berkembang dan menyebarnya kepercayaan umum adalah fase selanjutnya dalam sebuah proses terbentuknya perilaku kolektif menurut Smelser. Dalam bukunya, Smelser menuliskan : “Before collective action can be taken to reconstitute the situation brought on by structural strain, this situation must be made meaningful to the potential actors. This meaning was supplied in a generalized belief, which identifies the
12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
source of strain, attributes certain characteristics to this source, and specifies certain responses to the strain as possible of appropriate.8
Melalui kutipan di atas maka dapat dipahami bahwa faktor pendukung perilaku kolektif yang muncul dari kondusifitas dan ketegangan struktural kemudian perlu disebarkan dan diolah seluas mungkin guna membentuk sebuah kesepakatan bersama bahwa perlu dilakukan sebuah gerakan untuk mengatasi itu semua, yang dipercayai betul oleh pihak-pihak yang terkait gerakan tersebut. Dalam konteks “Peristiwa 15 Januari 1974”, maka tahapan ini merujuk pada munculnya forum-forum diskusi dan seminar yang digagas oleh organisasi mahasiswa. Precipitating factors adalah faktor-faktor pendukung yang telah mendahului terjadinya gerakan yang akan digagas. Pada tahapan ini isu-isu ketegangan yang telah tersebar luas perlu dipertegas dengan menimbang relevansi peristiwaperistiwa sebelumnya. Dalam konteks ini setidaknya ada aksi mahasiswa angkatan ’66, forum-forum diskusi mahasiswa tahun 1973 dan kunjunga PM Jepang yang mendahului dan berpengaruh terhadap “Peristiwa 15 Januari 1974”. Mobilization of participants for actions adalah proses menggerakkan peserta ataupun massa dari sebuah gerekan yang baru dikonsepsikan ke dalam sebuah aksi nyata. Mahasiswa Indonesia pada awal tahun ’70-an menjadi peserta inti dari “Peristiwa 15 Januari 1974” yang akan dibahas pada fase ini. The operation of social control adalah tahapan berlangsungnya kontrol sosial terhadap gerakan yang telah berubah bentuk dari konsep menjadi aksi nyata. Tahapan ini dapat menjadi pencegah, penghambat dan penggangu dari akumulasi 8
Smelser, Neil J. (1971). Theory of Collective Behaviour. New York : The Free Press. Hlm.
16.
13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kelima tahapan sebelumnya. Pada tahapan ini muncul pihak yang kemudian berwenang untuk melakukan kontrol sosial atas perilaku kolektif yang terjadi. Sesuai dengan pernyataan Smelser, “the study of social control is the study of those counter-determinants which prevent, interrupt, deflect, or inhibit the accumulation of the determinants just reviewed.”9 Dengan meminjam indikator-indikator perilaku kolektif tersebut, penelitian ini berusaha untuk menganalisa “Peristiwa 15 Januari 1974” sebagai sebuah gerakan sosial yang didasari oleh perilaku kolektif dan sekaligus menjawab pertanyaan mengenai proses terjadinya peristiwa tersebut.
H. Metode Penelitian Terkait metode, Prof. Kuntowijoyo menjelaskan dalam bukunya Pengantar Ilmu Sejarah bahwa terdapat lima tahapan dalam sebuah penelitian sejarah. Tahapan tersebut berturut-turut adalah (1) pemilihan topik, (2) pengumpulan sumber, (3) verifikasi (kritik sumber), (4) interpretasi (analisis dan sintesis) dan (5) penulisan.10 Sesuai dengan rumusan Prof. Kuntowijoyo tersebut, maka setelah topik ditentukan ( topik adalah Peristiwa “15 Januari1974”), dilakukan pengumpulan sumber berupa karya biografi dari para pelaku sejarah Peristiwa “15 Januari 1974”. Pilihan sumber dijatuhkan kepada karya biografi dalam rangka pengumpulan data yang bersifat primer. Karya-karya biografi yang terkumpul 9
Smelser, Neil J. (1971). Theory of Collective Behaviour. New York : The Free Press. Hlm.
17. 10
Kuntowijoyo (2013). Pengantar Ilmu Sejarah Edisi Baru Cetakan ke-I. Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya.. Hlm. 69.
14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
didapatkan dari koleksi pribadi ataupun perpustakaan. Metode penelitian ini dikenal dengan metode penelitian studi pustaka. Verifikasi data (kritik sumber) dilakukan dengan cara pembacaan menyeluruh terhadap sumber-sumber yang berhasil dikumpulkan. Hasil dari pembacaan sumber akan diperbandingkan satu sama lain. Dari perbandingan tersebut akan didapatkan data yang valid dan saling mendukung. Setelah verifikasi dilakukan maka tahapan selanjutnya adalah interpretasi. Tahapan interpretasi terbagi dua, yaitu analisis dan sintesis.11 Dalam fase analisis, data hasil verifikasi sumber diuraikan satu per satu. Dari uraian yang dilakukan akan didapatkan fakta. Data dan fakta yang terkumpul kemudian dipersatukan dalam fase sintesis. Rangkaian interpretasi (analisis dan sintesis) tersebut dilakukan untuk mendapatkan konsep umum dari data dan fakta yang terkumpul. Tahapan penelitian sejarah kemudian akan ditutup dengan penulisan sejarah. Dalam penulisan sejarah, aspek kronologis menjadi konten yang sangat penting. Hal ini guna memperlihatkan perbedaan dari penjelasan sejarah yang diakronis (menekankan proses) dengan penjelasan ilmu sosial yang sinkronis (menekankan struktur).12
I. Sistematika Penulisan Penelitian mengenai Peristiwa MALARI 1974 ini akan disusun dalam empat bab, dengan urutan sebagai berikut :
11
Ibid.,Hlm. 78-80. Prof. Kuntowijoyo. Metodologi Sejarah edisi ke-2. 2003. Tiara Wacana : Yogyakarta. Hlm. 174. 12
15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Bab I Pendahuluan. Bab ini terdiri dari; Latar Belakang, Identifikasi dan Pembatasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Landasan Teori, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. Bab II Modal Asing di Tanah Ibu Pertiwi Tahun 1973-1974. Dalam bab kedua ini akan dibahas kondisi sosial yang mendesak terbentuknya sebuah jaringan aktif diantara para mahasiswa Indonesia pada periode 1970-an. Bab III Perkembangan Gerakan Mahasiswa di Indonesia 1973-1974. Bab ini menyoroti tentang realisasi dari konsep-konsep aksi dan pergerakan yang telah dirumuskan oleh jaringan mahasiswa Indonesia. Bab IV Peristiwa “15 Januari 1974” Aksi Protes Berujung Malapetaka. Dalam bab ini akan dipapar mengenai langkah-langkah yang dilakukan pemerintah untuk melemahkan pengaruh dan posisi dari gerakan mahasiswa di Indonesia, agar tidak terulang peristiwa yang serupa dengan Peristiwa 15 Januari 1974. Bab V Penutup. Pada bab terakhir ini akan dipaparkan kesimpulan dari penjelasan sejarah atas Peristiwa 15 Januari 1974. Kesimpulan yang dipaparkan dalam bab terakhir ini berupa pemaknaan kembali Peristiwa 15 Januari 1974 dan kaitannya dengan perkembangan gerakan mahasiswa di Indonesia.
16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II MODAL ASING DI TANAH IBU PERTIWI TAHUN 1973-1974
A. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Indonesia Tahun 1970an Dalam teori collective behaviour yang dikemukakan oleh Neil J. Smelser, tahapan pertama yang menjadi syarat bagi kemunculan sebuah perilaku kolektif adalah adanya dukungan berupa stuctural conducieveness. Pada Peristiwa 15 Januari 1974, adanya structural conducieveness dibuktikan melalui munculnya keprihatinan atas merajalelanya modal asing dan juga konflik internal di kalangan Militer. Modal asing yang mendominasi sektor ekonomi Indonesia pada tahun 1973 menyebabkan industri lokal terhimpit. Keterbatasan teknologi yang dimiliki industri lokal mengakibatkan produk mereka kehilangan daya saing terhadap produk asing di pasar dalam negeri.13 Kondisi yang sedemikian rupa kemudian memicu terjadinya kelesuan dalam industri lokal. Produk merek dagang yang dihasilkan oleh para investor asing, mulai dari kendaraan bermotor sampai dengan makanan menguasai pasar barang dagangan dalam negeri. Pada lain pihak, usaha dari para petinggi Militer yang saling bersinggungan justru memberikan angin segar kepada pergerakan mahasiswa. Fasilitas-fasilitas pelatihan dan juga janji-janji yang diberikan para tokoh Militer, membuat para 13
A. Yoghaswara (2009). Dalang Malapetaka 15 Januari ( MALARI). Yogyakarta : Penerbit Media Pressindo. Hlm. 32.
17
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mahasiswa menjadi semakin percaya diri dan terhadap pengaruh yang mereka miliki dalam mengkritisi dan mempengaruhi kebijakan pemerintah. Salah satu contoh dari usaha para tokoh militer memfasilitasi para aktifis mahasiswa adalah berbagai program yang diselenggarakan oleh CSIS (Center for Strategic and International Studies). Salah satu tokoh CSIS, yaitu Sofjan Wanandi dikenal memiliki hubungan dekat dengan para aktifis mahasiswa seperti Hariman Siregar.14 Dalam sub bab ini akan dijelaskan mengenai hubungan antara kondisi penyelenggaraan negara, beserta seluruh elemennya dengan gerakan mahasiswa yang juga berkembang di Indonesia pada tahun 1973.
1. Kontroversi Strategi Pembangunan di Indonesia di Awal Orde Baru
Memasuki tahun 1973, Orde Baru (rezim yang sedang berkuasa di Indonesia) sedang sibuk dengan berbagai macam rencana pembangunan. Pembangunan menggambarkan orientasi dari penyelenggaraan negara pada era Orde Baru. Pembangunan yang digalakkan pada saat rezim Orde Baru berkuasa merambah berbagai sektor, mulai dari sektor sosial sampai dengan sektor ekonomi. Seluruh program pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah dinamakan Rencana Pembangunan Lima Tahun, atau disingkat REPELITA.15
14
Daulay, Amir Husin & Imran Hasibuan (Ed.) (2011). Hariman & Malari, Gelombang Menentang Modal Asing. Jakarta : Q-Communication. Hlm.31. Karena kedekatan Hariman dengan ali Moertopo, sosoknya dapat diteima dengan baik di CSIS. 15 REPELITA bertujuan untuk mewujudkan pembangunan bagi terciptanya masyarakat yang adil dan makmur. Pembangunan masyarakat yang adil dan makmur tersebut tidak dapat dilakukan dengan cara singkat, maelainkan harus melalui beberapa tahapan pembangunan yang terwujud melalui REPELITA I, II dan III.
18
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Produk-produk dari REPELITA dan juga kebijakan lain yang dipraktekan oleh pemerintahan Orde Baru tidak selamanya mendapatkan respon positif dari kalangan masyarakat. Salah satu contoh program pembangunan yang berkembang menjadi sebuah polemik adalah program pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Pembangunan kompleks taman replika kepualuan Indonesia yang digagas oleh Ibu Tien Soeharto ini menuai respon negatif dari masyarakat 16. Hal ini dikarenakan pembangunan TMII dipandang sebagai sebuah proyek pembangunan
yang
menghambur-hamburkan
uang,
ditengah
sedang
diterapkannya program penghematan di berbagai departemen pemerintahan. Pembangunan TMII dirasa tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Perkembangan pembangunan yang sangat pesat sudah pasti membutuhkan biaya yang besar pula. Dalam rangka menjamin ketersediaan biaya pembangunan, maka pemerintah Indonesia membuka peluang masuknya investasi modal asing selebar-lebarnya. Masuknya gelombang investasi besar-besaran ke Indonesia memang menjamin pertumbuhan ekonomi negara, namun juga mengancam kesejahteraan rakyat Indonesia. Dominasi dari produk industri modal asing menggilas eksistensi dari industri lokal, yang modalnya “cekak” dan skalanya pun kecil. Berkembangnya pembangunan Indonesia justru memakan korban anak bangsanya sendiri. Kondisi seperti ini kemudian memunculkan keprihatinan dari berbagai kalangan, termasuk kalangan mahasiswa Indonesia. Keprihatinan para mahasiswa 16
A.Yoghaswara. Dalang Malapetaka 15 Januari ( MALARI). 2009. Penerbit Media Pressindo:Yogyakarta. Hlm.45.
19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ini berimbas pada orientasi pergerakan mereka yang berubah konsentrasinya pada wacana-wacana kesejahteraan dan ketimpangan pendapatan. Fenomena ini ditangkap dan dituliskan dengan jelas oleh Fachry Ali, dalam bukunya Mahasiswa, Sistem Politik di Indonesia dan Negara terbitan tahun 1985, sebagai berikut ; “Pada awal dekade ’70-an tema-tema gerakan mahasiswa dipengaruhi betul oleh ide-ide tentang pembangunan alternatif dan ketimpangan pendapatan, seperti hal yang kerap muncul didalam tulisan-tulisan Mahbub Ul-Haq, Ander Gunter Frank, dan beberapa penulis dari Amerika Latin. Mahasiswa berpandangan bahwa strategi pembangunan Indonesia dengan melakukan industrialisasi dan pertumbuhan ekonomi telah menimbulkan jurang pemisah yang makin dalam antara kaya dan miskin, kota dan desa serta sektor modern dan tradisional.”17
Dari kutipan diatas dapat dipahami bahwa, mahasiswa Indonesia pada awal dekade ’70-an telah menangkap betul adanya ketimpangan ekonomi yang melanda rakyat, diakibatkan oleh pembangunan yang tidak merata dan justru menambah masalah perekonomian dalam negeri. Permasalahan tersebut antara lain matinya industri lokal dan meningkatnya pengangguran. Memang fenomena merajalelanya modal asing, khususnya dari negara Jepang sangat terlihat bahkan dalam kondisi kasat mata. Lambang Toyota, yang merupakan salah satu pabrikan otomotif dari Jepang terpampang di puncak gedung Wisma Nusantara, gedung tertinggi di Indonesia pada masa itu. Tidak hanya di bidang otomotif, restoran-restoran yang menyajikan masakan Jepang pun menyebar di pusat-pusat pertokoan18.
17 Fachry Ali. (1985). Sistem Politik di Indonesia dan Negara. Jakarta : Inti Sarana Aksara. Hlm. 23-24. 18 Jopie Lasut (2011). Malari Melawan Soeharto & Barisan Jenderal Orba. Depok : Yayasan Penghayat Keadilan. Hlm. 87
20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Secara kronologis, masuknya modal asing di Indonesia berawal dari usaha pemerintah untuk memperbaiki kondisi perekonomian dalam negeri yang mengalami kemerosotan pasca berakhirnya Orde Lama (masa pemerintahan Soekarno). Dalam rangka meningkatkan pendapatkan negara dan melancarkan sektor-sektor pendapatan yang macet, Kabinet pada masa itu, Kabinet Ampera ditugaskan Presiden Soeharto untuk mencari solusi atas kondisi permasalahan ekonomi tersebut. Salah satu solusi yang ditempuh adalah dibukanya kesempatan bagi modal asing untuk ditanamkan di Indonesia. Kebijakan ini diambil dalam rangka untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia dari bahaya kehancuran yang diwariskan oleh pemerintahan sebelumnya, pimpinan Presiden Soekarno. Undang-undang yang menjadi landasan dari aktifitas penanaman modal asing ini adalah UU No.1 tahun 1967, tentang Penanaman Modal Asing. Bicara tentang kebijakan ekonomi negara pada awal ’70-an, maka nama Widjojo Nitisastro tak mungkin dapat dilepaskan. Widjojo Nitisastro adalah ahli ekonomi lulusan Universitas Berkeley di Amerika Serikat. Karena kompetensinya sebagai seorang ahli ekonomi, Widjojo Nitisastro kemudian banyak dimintai pendapatnya mengenai pembangunan sektor perekonomian negara oleh Presiden Soeharto.19 Namun pemaparan fakta mengenai merajalelanya modal asing tersebut belum cukup untuk menjawab mengenai tendensi yang menyebabkan para mahasiswa mengangkat isu perekonomian, khususnya anti modal asing sebagai isu utama 19
A. Yoghaswara (2009). Dalang Malapetaka 15 Januari ( MALARI). Yogyakarta : Penerbit Media Pressindo.. Hlm. 20.
21
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
gerakan mereka. Wacana anti modal asing menjadi rutin didiskusikan oleh para aktifis mahasiswa tak lepas dari pengaruh para mantan aktifis pada periode sebelumnya dan juga para aktifis non-kampus. Argumen tersebut dibuktikan oleh beberapa hal. Grup Diskusi Universitas Indonesia (GDUI) yang bergerak menginisiasi ruang-ruang-diskusi di kalangan para akademisi pernah menyelenggarakan sebuah diskusi bertajuk “28 Tahun Kemerdekaan Indonesia” pada tanggal 13-16 Agustus 1973. Dalam diskusi tersebut hadir pembicara dari kalangan negarawan dan politis, antara lain Soebadio Sastrosatomo, Sjafruddin Prawiranegara, Ali Sastroamidjojo dan T.B. Simatupang.20 Salah satu kesimpulan dari diskusi tersebut adalah “perlunya serangkaian tindakan”, tentunya yang bersifat konkret untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang mendera Indonesia. Kesimpulan tersebut kemudian dipahami oleh Hariman Siregar, sebagai representasi aktifis mahasiswa periode ‘70an sebagai “aksi terencana yang melibatkan massa”.21 Pemahaman tersebut kemudian menginspirasi Hariman untuk mendalami wacana-wacana tentang permasalahan yang mendera rakyat kecil dengan cara menjalin kontak dengan para aktifis non-kampus, terutama para aktifis buruh dan kaum marginal perkotaan.Situasi ini kemudian mendukung terjadinya transfer informasi berupa keluhan dari masyarakat ekonomi bawah akan nasib mereka, khusunya dari sudut pandang ekonomi kepada Hariman Siregar, baik secara personal ataupun kelembagaan (DMUI). Aktifitas sosial ini kemudian mendapat 20 Daulay, Amir Husin & Imran Hasibuan (Ed.) (2011). Hariman & Malari, Gelombang Menentang Modal Asing. Jakarta : Q-Communication. Hal.40. 21 Ibid.,
22
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dukungan dan apresiasi dari para mantan aktifis angkatan ’66, salah satunya kelompok Barisan Golongan Putih (Golput).22 Dalam bidang kerja sama internasional, kedatangan Ketua dari IGGI, J.P. Pronk ke Indonesia memicu reaksi negatif dari masyarakat, khususnya golongan mahasiswa. Kedatangan dari ketua lembaga yang mengatur bantuan internasional bagi Indonesia pada tanggal 11 November 1973 tersebut, disambut dengan demonstrasi mahasiswa anti modal asing di bandara Halim Perdanakusuma23. Faktor eksternal lain yang berpengaruh dengan kondisi sosial politik di dalam negeri Indonesia adalah aksi mahasiswa di Thailand yang mampu menggulingkan Marsekal Thanon Kittakachorn dari tampuk kekuasaan. Hal ini kemudian menambah kepercayaan diri dari golongan mahasiswa Indonesia untuk bergerak dan melancarkan sebuah aksi protes yang mampu berdampak positif bagi usaha stabilisasi kondisi sosial, politik dan ekonomi di dalam negeri. Masih terkait dengan pengaruh luar negeri, Jopie Lasut dalam bukunya MALARI Melawan Soeharto dan Barisan Jenderal ORBA menuturkan bahwa munculnya kebencian terhadap asing pada periode 1973 juga dipengaruhi oleh rasa sakit hati yang dialami oleh salah seorang wartawan Indonesia, yaitu Mochtar Lubis. Dalam bukunya tersebut, Jopie menceritakan tentang kunjungan seminar ke Jepang yang dihadiri oleh tokoh-tokoh muda dan budayawan dari beberapa daerah di Asia Tenggara. Mochtar Lubis turut menghadiri seminar tersebut. Singkat kata, Mochtar Lubis merasa tersinggung dengan pernyataan Presiden Komisaris Mitsui yang dianggapnya sombong. Presiden Komisaris Mitsui 22
Ibid., Hlm. 41. Jopie Lasut (2011). Malari Melawan Soeharto & Barisan Jenderal Orba. Depok : Yayasan Penghayat Keadilan..Hlm. 49. 23
23
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
membandingkan persentasi eksport Jepang ke Asia Tenggara, yang kala itu berada pada angka 40% dengan eksport Asia Tenggara ke Jepang yang berada pada angka 5%.24 Perasaan tersinggung itu kemudian menumbuhkan rencana untuk memberi pelajaran kepada pihak Jepang. Moctar Lubis, yang pada periode tersebut juga memiliki kedekatan dengan para aktifis mahasiswa mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi para mahasiswa terkait isu anti Jepang.
B. Munculnya Gerakan Mahasiswa di Indonesia 1973-1974 Desakan
untuk
menyuarakan
ketidakadilan
yang
muncul
karena
merajalelanya modal asing dan ketimpangan sosial terkait taraf hidup masyarakat membuat para mahasiswa menjadi semakin yakin dalam merancang aksi protes secara masif. Selain meningkatkan keyakinan mahasiswa dalam merancang sebuah aksi protes secara masif, mencoloknya ketimpangan sosial antara rakyat kecil dengan pejabat wakil rakyat serta para konglomerat dan banyaknya industri lokal yang mati karena dominasi modal asing telah membawa gerakan mahasiswa tahun 1973 pada tahap lebih lanjut bagi terwujudnya perilaku kolektif. Tahapan tersebut adalah structural strain atau ketegangan struktural. Pada tahapan structural strain, kondisi sosial di Indonesia pada tahun 1973 telah menimbulkan sebuah ketegangan. Merosotnya kesejahteraan sosial dan matinya industri lokal akibat dominasi modal asing secara perlahan telah membakar semangat para mahasiswa di Indonesia umtuk melakukan sebuah aksi yang dapat menyalurkan aspirasi mereka. 24
Ibid., Hal. 165.
24
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pada dasarnya, besarnya keinginan untuk melakukan aksi protes kepada pemerintah sebagai reaksi atas kondisi ketidakadilan tidak semata-mata muncul karena dorongan dari adanya ketegangan atau kepanikan di masyarakat, khususnya mahasiswa.
Dorongan untuk melakukan aksi protes secara masif
muncul karena adanya sifat saling mendukung antara kepanikan yang muncul karena permasalahan ekonomi (matinya industri lokal, kesenjangan taraf hidup masyarakat) dengan structural conducieveness (merajalelanya modal asing, konflik di kubu militer).
1. Golongan Mahasiswa di Tengah Konflik Jenderal ORBA Dalam masa pemerintahan Orde Baru, Militer25 masih memiliki pengaruh yang kuat dalam membentuk kondisi kehidupan bernegara pada tahun 1973. Pengaruh tersebut dimiliki oleh kalangan Militer karena berlakunya UU No. 16/1969 yang isinya menjamin kalangan Militer (ABRI) mendapatkan jatah kursi di DPR/MPR untuk mengimbangi peran politisi sipil.26
Konsekuensi dari
duduknya tokoh-tokoh Militer di kursi anggota legislatif adalah terbukanya akses bagi kalangan Militer untuk ikut menentukan produk undang-undang yang nantinya akan ditetapkan di masa mendatang. Selain partisipasi politik pada ruang lingkup legislatif, kalangan Militer juga terlibat aktif dalam ruang lingkup penelitian-penelitian akademis pada tahun 1973. Hal ini dibuktikan oleh eksistensi Centre for Strategic and International Studies 25 Militer mampu membangun jaringan dengan mahasiswa pada era sebelumnya (era Soekarno) sehingga dapat mengakhiri rezim Orde Lama yang dianggap korup dan terlalu dekat dengan komunis. 26 Daulay, Amir Husin & Imran Hasibuan (Ed.) (2011). Hariman & Malari, Gelombang Menentang Modal Asing. Jakarta : Q-Communication. Hlm. 38.
25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(CSIS) yang didirikan pada tahun 1971 dan memiliki titik fokus pada aktifitas penelitian akademis terhadap kebijakan publik, baik dalam lingkup nasional ataupun internasional. Berdirinya CSIS adalah prakarsa dari Asisten Pribadi (Aspri) Presiden Soeharto, Ali Moertopo dan Soedjono Hoemardani27 (keduanya memiliki latar belakang sebagai seorang perwira Militer). Walaupun semakin terlihat nyata pengaruh kalangan Militer dalam penentuan kebijakan di Indonesia pada tahun 1973, konflik justru terjadi diantara mereka. Konflik yang terjadi di kalangan Militer ini melibatkan kubu Ali Moertopo (Asisten Pribadi Presiden) dengan kubu Jenderal Soemitro (Panglima Komando Keamanan dan Ketertiban). Pemicu dari konflik tersebut adalah adanya perasaan saling mencurigai di antara Ali Moertopo dan Jenderal Soemitro. Kedua perwira militer ini saling menganggap satu sama lain berambisi untuk menggeser posisi Presiden Soeharto. Dalam konflik tersebut, Soedjono Humardani dan Jendral M. Panggabean (Menhankam sekaligus Panglima ABRI) merapat ke kubu Ali Moertopo, sedangkan Sutopo Juwono (Kepala Bakin) mendekat kepada Jendral Soemitro.28 Konflik di kalangan Militer ini kemudian berpengaruh kepada kondisi mahasiswa di Indonesia. Kedua kubu militer yang berkonflik seakan memperebutkan simpati dari golongan mahasiswa. Ali Moertopo dengan Opsusnya membina kader-kader mahasiswa untuk kemudian disalurkan kepada organisasi-organisasi intra kampus. Pada lain pihak, Jendral Soemitro melakukan 27
Background and Development. http : // www .csis.or.id / about / background_and_development.html. Diunduh : 08/06/2015 pukul 14:29 WIB. 28 A. Yoghaswara (2009). Dalang Malapetaka 15 Januari ( MALARI). Yogyakarta : Penerbit Media Pressindo. Hlm. 39-40.
26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kunjungan ke berbagai perguruan tinggi. Dalam kunjungannya tersebut, Soemitro melakukan dialog dengan aktifis-aktifis mahasiswa pada masa itu. Kedekatan kedua kubu militer yang berseteru dengan kelompok mahasiswa juga menimbulkan pandangan negatif terkait afiliasi gerakan mahasiswa. Muncul anggapan bahwa kemunculan pergerakan mahasiswa di Indonesia tergantung pada sejauh mana militer dapat mempertahankan stabilitasnya. Sehingga dengan kata lain, pergerakan mahasiswa baru terwujud jika terjadi perpecahan di dalam tubuh golongan militer. Namun argumen tersebut rasanya tidak cocok jika diterapkan pada konteks Peristiwa 15 Januari 1974. Memang, tersebar fakta bahwa Ketua Umum DMUI periode 1973-1974, Hariman Siregar bisa menduduki jabatannya akibat dukungan Ali Moertopo. Lewat siasat yang disusun oleh Opsus, dengan lancar Hariman dapat menduduki kursi Ketua Umum DMUI. Hariman Siregar dipilih oleh Opsus sebagai calon Ketua Umum DMUI dalam rangka memutus mata rantai dominasi mahasiswa aktivis HMI dalam lingkungan Dewan Mahasiswa UI. Tetapi anggapan bahwa Hariman Siregar dikooptasi oleh Ali Moertopo beserta Opsusnya seakan gugur ketika Hariman justru menunjuk Judilherry Justam, aktivis mahasiswa dari HMI sebagai Sekertaris Jenderal DMUI. Fakta lain juga menunjukkan independensi DMUI, sebagai representasi organisasi mahasiswa yang terlibat Peristiwa 15 Januari 1974 dari kooptasi Ali Moertopo. Menjelang perumusan dan pengerahan massa mahasiswa menuju aksi 15 Januari 1974, 10 orang fungsionaris DMUI mengajukan mosi tidak percaya kepada Hariman Siregar selaku Ketua Umum. Belakangan diketahui bahwa
27
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kesepuluh fungsionaris DMUI tersebut merupakan anggota binaan Opsus dan sengaja mengeluarkan mosi tidak percaya tersebut untuk menghentikan sepak terjang hariman dalam membentuk jaringan untuk mengkritisi pemerintah. Tak ayal, kesepuluh fungsionaris tersebut dipecat oleh Hariman. Kesepuluh fungsionaris tersebut juga diduga terlibat dengan kemunculan massa misterius yang melakukan pembakaran di Proyek Senen ketika long march aksi mahasiswa digelar, 15 Januari 1974. Secara lebih umum, Jopie Lasut dalam bukunya MALARI Melawan Barisan Jenderal ORBA menuturkan bahwa argumen tentang pergerakan mahasiswa 19731974 dikooptasi oleh kubu militer adalah keliru. Sebagai seorang aktivis yang saat itu sedang gencar menggeluti wacana-wacana anti Jepang, Jopie beranggapan justru para Jenderal ABRI yang sedang berseteru tersebut diperalat oleh para mahasiswa.29 Berdasarkan susunan fakta diatas, terkait independensi gerakan mahasiswa dalam konteks Peristiwa 15 Januari 1974, maka dapat kita meminjam teori gerakan sosial baru yang mendefinisikan bahwa sebuah gerakan sosial baru tidak menganggap pemerintah sebagai sekutu mereka dalam merealisasikan perubahan. Para Jenderal ABRI yang berseteru dalam konteks Peristiwa 15 Januari 1974 dapat digolongkan sebagai perpanjangan tangan pemerintah, sehingga sesuai dengan definisi gerakan sosial baru, independensi gerakan mahasiswa 1973-1974 terbukti dengan fakta yang menunjukkan bahwa gerakan mahasiswa justru mengkritisi dan menyerang para petinggi ABRI yang berseteru tersebut. 29
Jopie Lasut (2011). Malari Melawan Soeharto & Barisan Jenderal Orba. Depok : Yayasan Penghayat Keadilan. Hal. 164.
28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Forum Diskusi dan Safari Kampus Dalam
kerangka
perilaku
kolektif,
setelah
munculnya
structural
conducieveness dan structural strain, pada tahapan selanjutnya kedua hal tersebut perlu disebarluaskan. Tahapan ini oleh Smelser dinamakan growth and spread of generalized belief. Pada tahapan ini, faktor pendukung perilaku kolektif yang muncul dari structural conducieveness dan structural strain kemudian perlu disebarkan dan diolah seluas mungkin guna membentuk sebuah kesepakatan bersama bahwa perlu dilakukan sebuah gerakan untuk mengatasi itu semua, yang dipercayai betul oleh pihak-pihak yang terkait gerakan tersebut. Dalam konteks gerakan mahasiswa Indonesia 1974, khususnya dalam Peristiwa 15 Januari 1974, penyebarluasan kepanikan yang disebabkan kondisi sosial ekonomi pada periode tersebut dilakukan dengan beragam cara. Salah satunya melalui beberapa forum diskusi dan seminar yang digagas oleh para mahasiswa di beberapa daerah. Dalam forum diskusi dan seminar tersebut, wacana yang dibahas terkait dengan modal asing, refleksi terhadap kondisi pemerintahan negara dan beragam isu-isu yang berorientasi kepada kondisi sosial dan ekonomi masyarakat pada periode tersebut (1973 s/d. 1974). Hal ini bertujuan untuk mengarahkan wacana publik kepada kondisi negara, sehingga muncul kesadaran untuk segera mengambil tindakan demi stabilitas penyelenggaraan negara.
29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sejalan dengan pemaparan Smelser mengenai tahapan growth and spread of generalized belief, maka dalam konteks Peristiwa 15 Januari 1974 wacana yang dibangun oleh mahasiswa ditujukan untuk mendorong munculnya reaksi terhadapan kondisi negara demi kehidupan bernegara yang lebih baik, berupa sebuah gerakan protes, dari para agent of change (mahasiswa). Sebelum pembahasan dikhususkan pada usaha penyebarluasan isu protes yang dilakukan oleh mahasiswa, terlebih dahulu akan dipaparkan penjelasan mengenai
kelompok-kelompok
mahasiswa
yang
terlibat
dalam
usaha
penyebarluasan isu tersebut.
3. Organisasi Mahasiswa Intra dan Ekstra Kampus Dalam dunia kemahasiswaan pada tahun 1970-an, bermunculan organisasiorganisasi mahasiswa yang aktif dalam menggagas diskusi dan wacana-wacana tentang isu-isu sosial, politik dan ekonomi di Indonesia pada periode tersebut. Pada tatanan intra kampus dikenal sebuah bentuk organisasi mahasiswa yang bernama Dewan Mahasiswa. Salah satu Dewan Mahasiswa yang mencolok kiprahnya pada periode 1970an adalah DMUI (Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia). Pada periode 1973 sampai dengan 1974, Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia diketuai oleh Hariman Siregar, mahasiswa Universitas Indonesia dari Fakultas Kedokteran. Terpilihnya Hariman Siregar sebagai ketua dari DMUI menjadi sebuah anomali ditengah dominasi organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) atas kursi kepemimpinan DMUI. Selain Hariman Siregar, tokoh mahasiswa dari DMUI
30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang terlibat dalam perumusan aksi 15 Januari 1974 adalah Theo L. Sambuaga dan Judilhery Justam. Organisasi mahasiswa yang muncul di Universitas Indonesia tidak hanya DMUI. Sebuah grup diskusi juga lahir di Universitas Indonesia, yaitu Grup Diskusi Universitas Indonesia (GDUI). Tokoh mahasiswa yang muncul dari GDUI adalah Dr. Syahrir, atau akrab disapa dengan nama Ci’il. Selain DMUI dan GDUI, bermunculan pula organisasi mahasiswa intra kampus lain yang berperan aktif dalam membangun wacana keprihatinan terhadap kondisi sosial ekonomi Indonesia pada periode 1970-an, antara lain Dewan Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB), Dewan Mahasiswa Universitas Trisakti Jakarta, Dewan Mahasiswa Universitas Atma Jaya Jakarata, Dewan Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Dewan Mahasiswa Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung. Selain dewan mahasiswa dan kelompok diskusi yang berafiliasi pada universitas tertentu, Pada era 1970-an muncul juga beberapa organisasi mahasiswa yang beranggotakan mahasiswa dari antar kampus. Secara umum, organisasi mahasiswa ekstra kampus yang eksis dalam mengkritisi kebijakan pemerintah dan kondisi sosial masyarakat pada masa itu terbentuk melalui kesamaan ideologi pergerakan dan konsentrasi kejuruannya masing-masing. Pada saat isu mengenai penanaman modal asing di Indonesia merebak, organisasi-organisasi ekstra kampus juga bereaksi dan secara aktif mengolah wacana-wacana atas isu tersebut. Organisasi mahasiswa ekstra kampus tersebut antara lain adalah KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia), KAPI
31
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia), HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), GMNI, PMKRI dan GMKI.30 Selain organisasi ekstra kampus yang dibentuk berdasarkan kesamaan ideologi pergerakan para anggotanya, muncul juga organisasi ekstra kampus yang dibentuk berdasarkan profesi dan konsentrasi kejuruannya. Organisasi tersebut antara lain adalah Ikatan Mahasiswa Kedokteran Indonesia (IMKI), Ikatan Mahasiswa Kedokteran Gigi Indonesia (IMKGI), Ikatan Mahasiswa Ekonomi Indonesia, Ikatan Mahasiswa Teknik Indonesia (IMTI) dan Ikatan Mahasiswa Farmasi Indonesia (Imafi). Organisasi-organisai mahasiswa berdasarkan profesi dan konsentrasi kejuruan tersebut terbentuk berdasarkan prakarsa Opsus (Ali Moertopo/Aspri) oleh sebab itu gelontoran dana dari pemerintah mengalir kepeada mereka untuk mendanai kegiatan yang mereka rancang. Berbagai faktor, baik dari dalam ataupun luar negeri yang memepengaruhi kondisi sosial, politik dan ekonomi Indonesia kemudian dibahas secara intens oleh golongan mahasiswa dan akademisi di Indonesia tersebut. Forum demi forum dibentuk untuk dapat menemukan jalan keluar dari berbagai permasalahan yang timbul di dalam negeri. Forum tersebut melibatkan berbagai organisasi mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia. 4. Pembangunan Jaringan Mahasiswa
30
Daulay, Amir Husin & Imran Hasibuan (Ed.) (2011). Hariman & Malari, Gelombang Menentang Modal Asing. Jakarta : Q-Communication. Hal. 38. Dalam struktur kepengurusan DMUI pada masa kepemimpinan Hariman Siregar, banyak para pengurus yang terlibat dalam organisasi ekstra kampus seperti HMI, GMNI, PMKRI, GMKI. Hal tersebut merupakan usaha DMUI untuk memiliki akses ke berbagai gerakan mahasiswa ekstra kampus.
32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dalam membentuk sebuah gerakan mahasiswa, jumlah simpatisan jelas berpengaruh dengan keberhasilan gerakan mahasiswa tersebut meraih tujuannya. Ketika semakin banyak mahasiswa yang terlibat dalam sebuah gerakan, maka pengaruh dari gerakan tersebut akan menjadi semakin luas. Hal ini dibuktikan dengan safari kampus yang dilakukan, khususnya oleh aktifis-aktifis gerakan mahasiswa tahun 1973 sampai dengan 1974. Salah satu organisasi mahasiswa yang anggotanya aktif melakukan safari kampus adalah DMUI. Tercatat, setidaknya Hariman Siregar (Ketua DMUI pada tahun 1973-1974) melakukan kunjungan ke Yogyakarta dan Bandung. Dalam kunjungannya tersebut, Hariman terlibat diskusi dengan Dewan Mahasiswa IAIN Sunan Kalijaga di Yogyakarta dan para seniman, akademisi serta mahasiswa di Bandung. Dalam kunjungannya di Bandung, Hariman kerap bertemu dengan Ketua DM-Unpad, Hatta Albanik dan DM-ITB, Komarudin. Pada saat melakukan kunjungannya tersebut, baik di Yogyakarta ataupun di Bandung, Hariman terlibat pembahasan tentang isu-isu aktual pada periode tersebut. Isu-isu tersebut antara lain mengenai modal asing, RUU Perkawinan, dan dugaan kudeta terhadap Presiden Soeharto oleh kekuatan militer. Selain kunjungan yang dilakukan Hariman, mewakili DMUI ke daerahdaerah, kunjungan dari aktifis-aktifis mahasiswa daerah ke Jakarta juga terjadi. Menjelang pergantian tahun, tepatnya tanggal 31 Desember 1973 diselenggarakan malam tirakatan dengan tema “Malam Keprihatinan” di halaman depan kampus UI Salemba. DMUI sebagai pihak penyelenggara mengundang mahasiswa dari berbagai daerah seperti mahasiswa Bogor dan Bandung untuk ikut serta dalam
33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
acara tersebut. Dalam acara ini, Hariman membacakan pidatonya yang berjudul “Pidato Pernyataan Diri Mahasiswa”. Pidato Hariman itulah, yang menurut Theo L. Sambuaga (Wakil Ketua DMUI ketika Hariman menjadi Ketua DMUI dan peserta “Malam Keprihatinan”) dianggap pemerintah sebagai upaya provokasi untuk melakukan gerakan makar. Aktifitas saling mengunjungi antar aktifis mahasiswa sepanjang tahun 1973 tersebut menjadi bukti adanya usaha yang rutin dan serius untuk membangun interpretasi bersama atas isu-isu aktual yang beredar di masyarakat. Komunikasi yang dibangun melalui forum-forum diskusi mahasiswa ini kemudian membentuk sebuah jaringan mahasiswa antar daerah.
34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III PERKEMBANGAN GERAKAN MAHASISWA DI INDONESIA 1973-1974
A. Faktor Pendukung Terjadinya Peristiwa “15 Januari 1974” Setelah dibangunnya wacana mengenai kondisi negara pada periode tersebut serta pengarahan respon kepada sebuah gerakan protes, maka dalam kerangka identifikasi perilaku kolektif, tahapan selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah precipitating factors atau faktor-faktor pendukung terjadinya respon yang diharapkan. Faktor-faktor pendukung dari terjadinya gerakan turun ke jalan yang dilakukan oleh para mahasiswa pada Peristiwa 15 Januari 1974 adalah beragam demonstrasi dengan isu seputar permasalahan sosial ekonomi dan sosial pada periode tersebut. Mulai dari merajalelanya modal asing yang mematikan pasar industri lokal, korupsi pejabat pemerintah yang merugikan keuangan negara dan rakyat, wacana RUU Perkawinan yang mengatur soal poligami serta pembangunan Taman Mini Indonesia Indah yang dianggap pemborosan ditengah menyebarluasnya kemiskinan di Indonesia. 1. Aksi Protes 15 Januari 1974 Sebagai Akumulasi Aksi-Aksi Sebelumnya Melalui berbagai demonstrasi yang cukup intens dilakukan secara berkala, kesadaran terhadap dibutuhkannya sebuah respon atas kondisi negara, didorong dengan lebih keras oleh para mahasiswa. Berbagai demonstrasi yang dilakukan oleh para mahasiswa juga menunjukkan adanya usaha untuk menyebarluaskan
35
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kepanikan dan juga kewaspadaan terhadap kondisi negara yang dianggap semakin memburuk dengan cara yang lebih konkret dan radikal. Demonstrasi Menolak Pembangunan Taman Mini Indonesia Indah Salah satu proyek yang dianggap sebagai bukti nyata mislokasi dana pembangungan adalah proyek pembangunan Taman Mini Indonesia Indah. Proyek pembangunan taman yang berisikan anjungan-anjungan dari berbagai provinsi di Indonesia tersebut dianggap penghambur-hamburan uang rakyat ditengah kondisi sosial ekonomi masyarakat yang berada pada situasi memprihatinkan. Rencana pembangunan Taman Mini Indonesia Indah tersebut kontan menuai reaksi dan kritik yang keras dari golongan mahasiswa. Aksi-aksi protes menentang pembangunan Taman Mini Indonesia Indah digelar oleh para mahasiswa. Berbagai kelompok aksi mahasiswa pun bermunculan, seperti Gerakan Penghematan, Gerakan Akal Sehat samapi dengan Gerakan Penyelamat Uang Rakyat.31 Terkait polemik pembangun Taman Mini Indonesia Indah, Jenderal Soemitro sendiri pernah merasakan teguran karena mempertanyakan sumber dana proyek tersebut kepada Presiden Soeharto. Teguran bukan datang dari Presiden Soeharto namun dari istrinya, Tien Soeharto. Ibu negara tersebut mempertanyakan mengapa Jenderal Soemitro tidak suka dengan rencana pembangunan Taman Mini Indonesia Indah. Namun perselisihan kecil itu selesai ketika Jenderal Soemitro
31
Widiarsi Agustina et al.( 2014) Massa Misterius Malari Rusuh Politik Pertama dalam Sejarah Orde Baru. Jakarta : Tempo. Hlm. 19.
36
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
meluruskan mengatakan bahwa dirinya hanya mempertanyakan sumber pendaan Taman Mini Indonesia Indah, dan juga sudah merasa jelas ketika Presiden Soeharto menjelaskan bahwa dana pembangunan didapat dari pihak Swasta.
Razia Dilarang Gondrong Pada hari Senin, 1 Oktober 1973 Pangkopkamtib Jenderal Soemitro memberikan sebuah pernyataan pers di TVRI yang mencengangkan banyak pihak. Jenderal bertubuh besar tersebut membahas tentang gaya rambut gondrong yang marak dikalangan anak muda pada periode itu. Dikutip dari buku Dilarang Gondrong! yang ditulis oleh Aria Wiratma Yudhistira, pada bagian kata pengantar Asvi Warman Adam, Sejarawan UI menuliskan bahwa Jenderal Soemitro menyatakan rabut gondrong mengakibatkan para pemuda bersikap onverschillig, atau mungkin jika diterjemahkan dalam konteks zaman sekarang menjadi bersikap cuek. Hal ini menjadi sebuah anomali yang menggelikan, karena ternyata seorang Jenderal besar dengan lambang kepangkatan di pundaknya justru membicarakan masalah rambut gondrong, hal yang terkesan remeh. Namun jika ditarik kebelakang, ternyata pernyataan itu yang menjadi alasan penyelenggaraan razia rambut gondrong di beberapa wilayah di Indonesia pada periode tersebut. Warga sipil yang kedapatan berambut gondrong ketika razia digelar langsung diberikan hukuman potong rambut ditempat. Tidak hanya itu beberapa kantor pemerintahan bahkan tidak memberikan pelayanan bagi warga sipil yang berambut gondrong. Selain itu, beberapa artis berambut gondrong
37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
seperti Sophan Sophiaan, Trio Bimbo, W.S. Rendra juga terkena dampaknya melalui pencekalan seniman rambut gondrong untuk tampil di TVRI. Golongan mahasiswa, yang waktu itu rata-rata berambut gondrong merasa perlu ada reaksi konkret terhadap, yang mereka anggap bentuk kesewenangwenangan pemerintah itu. Para mahasiswa di Bandung misalnya, membalas razia rambut gondrong itu dengan menggelar razia orang gendut. Hariman berkisah, dalam buku Massa Misterius Malari terbitan Tempo bahwa mahasiswa di Bandung reaksinya memang paling keras. Razia orang gendut mereka lakukan untuk menyindir Jenderal Soemitro yang memang berbadan tambun.32
Kerusuhan Anti-Cina di Kota Kembang Pada awal bulan Agustus, tepatnya tanggal 5 Agustus 1973 terjadi kerusuhan etnis di Bandung. Kerusuhan yang terjadi menyasar orang-orang Tionghoa. Francois Raillon, dalam bukunya Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia memaparkan kronologi terjadinya tragedi Kerusuhan Anti-Cina di Bandung tersebut.33 Diawali oleh sebuah peristiwa kecelakaan, yang melibatkan seorang PKL, Asep Tosi yang pada saat itu berusia 17 tahun dengan 3 orang warna keturunan Tionghoa. Mobil milik 3 orang warga keturunan Tionghoa tersebut di senggol oleh Asep. Terjadi tindak kekerasan yang dilakukan oleh ke-3 warga keturunan Tionghoa tersebut. Saksi peristiwa tersebut menduga bahwa Asep meninggal, namun ternyata dirawat dirumah sakit. Menjelang maghrib (17:30 WIB), 32
Ibid., Hlm. 35. Raillon, Francois (1985). Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia. Jakarta : LP3ES. Hlm.101-102. 33
38
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kerusuhan tak dapat dihindarkan. Terjadi penganiayaan terhadap warga keturunan Tionghoa. Terjadi pembiaran oleh alat negara(aparat). Penganiayaan berkembang menjadi perampokan, penjarahan dan penghancuran pabrik-pabrik tekstil milik warga keturunan Tionghoa. Menjelang pukul 02:00 pagi keesokan harinya situasi berangsur tenang. Alat negara negara baru muncul saat itu. Francois Raillon, yang pada saat itu melihat betul bagaimana terjadinya kerusuhan, menangkap adanya 3 hal yang janggal. Pertama, usia dari para pelaku kerusuhan masih sangat muda yaitu 10 sampai dengan 20 tahun. Kedua, Sikap agresif terhadap orang Tionghoa, berbeda sekali dengan perlakuan yang diterima Raillon, padahal keduanya sama-sama warga negara asing. Ketiga, tidak adanya aparat keamanan, baru muncul saat situasi sudah tenang. Memang jika dilihat dari isu yang melatar belakangi Kerusuhan Anti-Cina di Bandung maka tipis sekali relevansinya dengan Peristiwa 15 Januari 1974. Namun paling tidak kerusuhan yang pecah di Bandung tersebut menunjukkan bahwa golongan mahasiswa di Bandung tidak kalah hebat dalam bereaksi terhadap kondisi negara dibanding mahasiswa di Jakarta.34 Kerusuhan di Bandung tersebut juga menunjukkan bahwa virus kebencian dan iri hati telah menyebar luas dikalangan masyarakat menengah ke bawah. Kaum miskin yang tidak merasakan kesejahteraan menyimpan kebencian terhadap warga asing tertentu, khususnya mereka yang tergolong dalam kelas menengah.
34
Ibid., Hlm. 101
39
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Demonstrasi Menolak RUU Perkawinan Suhu politik di dalam negeri Indonesia semakin memanas menjelang Peristiwa 15 Januari 1974. Penyebabnya adalah kemunculan rancangan undangundang perkawinan atau disingkat RUUP. Rancangan undang-undang tersebut memicu reaksi protes karena isinya dianggap cukup progresif bagi tatanan masyarakat pada saat itu.35 Isi dari rancangan tersebut antara lain mengesahkan perkawinan yang tidak dihadiri oleh wali dari pihak perempuan. Dengan kata lain sebuah perkawinan dianggap sah walaupun hanya dihadiri oleh petugas kantor catatan sipil. Rancangan undang-undang ini juga mengatur tentang poligami. Protes terhadap RUUP ini dilancarkan oleh golongan mahasiswa dengan melakukan demonstrasi di gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Senayan. Kurang lebih ada 300 mahasiswa yang menggelar demonstrasi pada tanggal 27 September 1973. Demonstrasi dilakukan di Senayan karena pada saat yang bersamaan Menteri Agama Mukti Ali sedang melakukan dialog dengan anggota dewan membahas RUUP tersebut. Anggapan yang santer terdengar dimana-mana terkait wacana pengesahan RUUP tersebut adalah adanya campur tangan isteri Presiden Soeharto, Tien Soeharto dan Ali Moertopo (Aspri) dalam rancangan undang-undang tersebut. Sosok Tien Soeharto dikenal sangat tidak menyukai praktek poligami, sedangkan Ali Moertopo adalah pendiri CSIS (Center for Strategic and International Studies) lembaga yang melahirkan naskah RUUP tersebut. 35
Widiarsi Agustina et al.( 2014) Massa Misterius Malari Rusuh Politik Pertama dalam Sejarah Orde Baru. Jakarta : Tempo.Hlm. 23.
40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Malam Tirakatan Pada penghujung tahun 1973, tepatnya pada tanggal 31 Desember sebuah pertemuan akbar di gelar di halaman Fakultas Kedokteran UI, Salemba. Tak tanggung-tanggung, peserta yang datang jumlahnya kurang lebih 1500 orang. Tidak hanya mahasiswa, hadir pula budayawan dan para aktivis pada periode itu. Mereka tidak hanya berasal dari Jakarta, namun juga Bogor, Bandung dan Padang.36 Malam tirakatan yang digelar oleh DMUI tersebut merupakan sebuah bentuka refleksi keprihatinan atas kondisi penyelenggaraan negara. Dalam malam tirakatan tersebut Hariman muncul membacakan pidatonya yang berjudul “Pidato Pernyataan Diri Mahasiswa”. Dalam pidatonya tersebut Hariman Siregar menkritik kebijakan ekonomi serta politik yang di produksi oleh rezim pimpinan Presiden Soeharto tersebut. Hariman menyampaikan bahwa pemerintah merupakan penyebab dari tidak meratanya kesejahteraan ekonomi di dalam negeri. Proyek-proyek pembangunan yang dikerjakan oleh pemerintah dianggap hanya memeperkaya segelintir orang saja, yang tentunya mereka adalah orangorang dari golongan elit yang dekat dengan pemerintahan saat itu. Ketergantungan pemerintahan Presiden Soeharto terhadap suntikan modal asing dalam melakukan pemulihan perekonomian dalam negeri juga tak ketinggalan dikoreksi oleh Hariman dalam pidatonya. Malam Tirakatan atau dikenal juga dengan nama “Malam Keprihatinan” ini kemudian terbukti membakar semangat mahasiswa, bahkan sampai ke daerah36
A. Yoghaswara (2009). Dalang Malapetaka 15 Januari ( MALARI). Yogyakarta : Penerbit Media Pressindo. Ha l.50.
41
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
daerah. Salah satunya adalah deklarasi Tritura Baru pada tanggal 10 Januari 1974.37 Selain itu aksi pembakaran patung Aspri (Soedjono Hoemardani) dan demonstrasi anti-Jepang merebak di berbagai daerah seperti Bogor, bandung, Yogyakata dan Makassar.38
2. Perkembangan Gerakan Mahasiswa Menuju Aksi Seperti yang telah dijelaskan bagian-bagian sebelumnya, rangkaian aksi dalam Peristiwa 15 Januari 1974 sesungguhnya telah dibangun jauh hari sebelumnya melalui forum-forum diskusi dan seminar-seminar yang digelar oleh para mahasiswa baik di Jakarta ataupun di beberapa kota disekitarnya. Melalui forum diskusi dan seminar-seminar ini lah, para mahasiswa membahas berbagai wacana tentang dampak dari kebijakan pemerintah bagi kesejahteraan rakyat Indonesia pada masa itu. Berbagai forum diskusi yang terbentuk pada periode tersebut antara lain adalah Petisi 24 Oktober, Ikrar Bersama 10 November dan Seminar “Untung-Rugi Modal Asing”. Seluruh forum diskusi tersebut diselenggarakan pada tahun 1973. Selain keempat forum tersebut sesungguhnya masih ada peristiwa-peristiwa lain yang mendahului Peristiwa MALARI 1974. Namun di antara seluruh peristiwa yang mendahului MALARI 1974, ketiga forum diskusi yang dipilih
37 Widiarsi Agustina et al.( 2014) Massa Misterius Malari Rusuh Politik Pertama dalam Sejarah Orde Baru. Jakarta : Tempo. Hlm. 47. 38 Ibid.,
42
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tersebut dirasa memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan konsepsi gerakan yang menjadi semangat dari aksi MALARI 1974. Petisi 24 Oktober 1973 Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia, disingkat DMUI, merupakan salah satu organisasi mahasiswa yang cukup aktif pada awal periode 1970-an. Hal ini dapat dilihat dari berbagai forum diskusi mahasiswa yang diselenggarakannya. Salah satu forum diskusi yang diselenggarakan oleh DMUI adalah Petisi 24 Oktober 1973. Sesuai dengan namanya, Forum diskusi tersebut bertujuan untuk merumuskan berbagai kritik dan gagasan para mahasiswa terhadap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, dalam sebuah petisi yang sudah pasti ditujukan bagi pemerintahan tersebut. Dalam buku Dalang Peristiwa 15 Januari 1974 (MALARI), A. Yoghaswara menuliskan bahwa isi dari Petisi 24 Oktober adalah pembahasan mengenai kepincangan
hasil
pembangunan,
pemaksaan
hukum,
praktik
korupsi,
penyalahgunaan kekuasaan, melonjaknya harga bahan pokok, dan juga pengangguran.39 Pembacaan dari petisi tersebut dilakukan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Pada awalnya, Petisi 24 Oktober direncakan untuk diselenggarakan pada tanggal 28 Oktober 1973, dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda. Namun, dikarenakan pada saat itu berlangsung bulan Ramadhan dan tanggal 28
39
A. Yoghaswara (2009). Dalang Malapetaka 15 Januari ( MALARI). Yogyakarta : Penerbit Media Pressindo. Hlm. 48
43
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Oktober 1973 bertepatan dengan hari raya Idul Fitri, maka aksi tersebut dipercepat tanggal pelaksanaannya menjadi 24 Oktober 1973.40 Tokoh-tokoh yang terlibat dalam Petisi 24 Oktober 1973 adalah Sudiro (perwakilan Angkatan ’28), Adam Malik dan B.M. Diah (perwakilan Angkatan ’45), Cosmas Batubara (perwakilan Angkatan ’66) dan Hariman Siregar (Ketua DMUI).
Ikrar Bersama 10 November 1973 Dalam rangka menjaga momentum pergerakan mahasiswa, maka pada bulan November tahun 1973 dikumandangkan sebuah ikrar yang berisikan sebuah pernyataan sikap mau berkorban bagi terwujudnya keadilan dan keamanan bagi rakyat. Ikrar tersebut dibacakan oleh perwakilan dari delapan Dewan Mahasiswa, tepatnya pada tanggal 10 November 1973 bertepatan dengan Hari Pahlawan.41 Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia, Universitas Padjadjaran dan Institut Teknologi Bandung turut terlibat dalam aksi tersebut. Mengutip dari buku Hariman & MALARI, isi dari Ikrar Bersama 10 November tersebut sebuah pernyataan sikap dari golongan mahasiswa sebagai reaksi atas kondisi tanah air. Kutipan dari ikrar tersebut adalah :42 Kami, generasi muda Indonesia, setelah merenungkan setelah merenungkan sedalam-dalamnya kenyataan yang terjadi dalam perkembangan kehidupan bangsa, yang semakin menjauh dari yang dicita-citakan, merasa terpanggil kesadaran tanggung jawab kami selaku pewaris hari depan bangsa untuk turut serta melibatkan diri dalam proses kehidupan masyarakat, menyatakan: 40 Daulay, Amir Husin & Imran Hasibuan (Ed.) (2011). Hariman & Malari, Gelombang Menentang Modal Asing. Jakarta : Q-Communication. Hlm 41. 41 Ibid., Hlm. 42. 42 Ibid., Hlm. 43.
44
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kesatu, meningkatkan solidaritas diantara sesama generasi muda dalam menghadapi kenyataan-kenyataan, sebagai konsekuensi dari keterlibatan kami dalam proses kehidupan kemasyarakatan; Kedua, menyatakan satu tekad untuk mengadakan langkah-langkah perubahan dalam usaha mewujudkan cita-cita kemerdekaan yang telah dirintis oleh para pahlawan bangsa. Kiranya Tuhan Tang Maha Esa menyertai perjuangan kami.
Dari kutipan Ikrar Bersama 10 November, dapat dipahami bahwa yang menjadi rumusan dasar adalah peningkatan solidaritas antar mahasiswa Indonesia dan penyelengaraan aksi-aksi mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Kedua hal tersebut muncul sebagai hasil dari refleksi para mahasiswa terhadap situasi dan kondisi rakyat Indonesia pada saat itu.
Seminar “Untung-Rugi Modal Asing” Pada tanggal 30 November 1973, digelar sebuah seminar di Balai Budaya Jakarta dengan tema “Untung-Rugi Modal Asing”. Diskusi ini dihadiri oleh berbagai golongan intelektual, mulai dari mahasiswa sampai dengan para akademisi. Kehadiran tokoh-tokoh akademisi dalam diskusi ini menunjukkan adanya usaha dari para mahasiswa untuk menghimpun dukungan dari golongan non-mahasiswa tersebut. Tokoh-tokoh akademisi yang hadir antara lain adalah Adnan Buyung Nasution, Yap Thiam Hien dan Mochtar Lubis. Jumlah peserta diskusi yang hadir pada saat itu mencapai 152 orang43. Hasil dari dialog dalam seminar tersebut berupa penandatangan sebuah manifesto yang berjudul “Ikrar Warga Negara Indonesia”. Manifesto tersebut
43
Ibid., Hlm. 46.
45
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
didasari
oleh
sebuah
semangat
untuk
mengembalikan
kebanggan
atas
nasionalisme Indonesia yang dianggap telah direndahkan dan dinodai oleh segelintir orang. Semangat tersebut memiliki keterkaitan dengan keresahan sosial yang muncul akibat dominasi modal asing dalam aktifitas perekonomian negara Indonesia.
46
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV PERISTIWA “15 JANUARI 1974” AKSI PROTES BERUJUNG MALAPETAKA
A. Konsolidasi, Eksekusi dan Konsekuensi Aksi 15 Januari 1974 Dalam rangka menggelar sebuah aksi yang mengekspresikan kegelisahan dan keprihatinan terhadap kondisi penyelenggaraan kehidupan bernegara, maka diperlukan pengerahan massa, atau dalam konsep perilaku kolektif milik Smelser disebut dengan tahapan Mobilization of participants for actions. Pengerahan massa sangat penting dalam penyelenggaraan aksi. Hal itu berguna untuk memberikan efek tekanan atau desakan yang lebih besar kepada sasaran protes, yaitu rezim pemerintahan yang tengah berkuasa (Orde Baru). Pada Peristiwa 15 Januari 1974, kelompok massa yang digerakkan untuk menggelar aksi protes berasal dari kelompok mahasiswa. Posisi kelompok mahasiswa yang pada masa itu masih sangat strategis dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah, berdasar pada kajian-kajian ilmiah yang mereka hasilkan. Keuntungan posisi ini diharapkan dapat memberikan tekanan serta dampak perubahan yang cukup besar dan konkret
bagi penyelenggaraan kehidupan
bernegara. Pengerahan aksi mahasiswa dimulai dengan melakukan kunjungan ke kampus-kampus. Aktifitas saling mengunjungi ini kemudian berpuncak pada Peristiwa 15 Januari 1974, yaitu long march yang dilakukan dari kampus
47
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Universitas Indonesia di Salemba, menuju kampus Universitas Trisakti di Grogol, Jakarta. Dalam aksi long march, sebuah rute khusus dipersiapkan. Ketika rombongan mahasiswa melewati rute tersebut, berbagai aspirasi dan tuntutan, yang disampaikan lewat berbagai jargon dan spanduk terus diteriakkan oleh para mahasiswa. Hal ini dilakukan untuk memberikan dampak yang lebih dari pengerahan massa mahasiswa terhadap pemerintah. Sehingga misi yang mereka lakukan, dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat akan lebih mudah tercapai. Dalam sub-sub bab di bab ke-IV ini selanjutnya akan dibahas secara lebih mendalam proses terjadinya aksi protes 15 Januari 1974 secara berurutan sesuai dengan tanggal kejadiannya. Penjelasan proses terjadinya aksi protes Peristiwa 15 Januari 1974 bertujuan untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai usaha pengerahan massa dalam sebuah perilaku kolektif. 1. Dialog Mahasiswa – Presiden Soeharto di Bina Graha Beberapa hari sebelum tanggal 15 Januari 1974, tepatanya pada tanggal 11 Januari 1974 sebuah dialog terjadi antara para perwakilan Dewan Mahasiswa dengan Presiden Soeharto di Bina Graha, Jakarta. Agenda dialog ini diselenggarakan akibat maraknya demonstrasi yang menyerang modal asing dan Aspri, seperti yang terjadi di Jakarta ( Istana Merdeka dan Jalan Cendana) dan Makassar.44 Inisiatif mengundang delegasi mahasiswa diambil oleh Presiden
44
Daulay, Amir Husin & Imran Hasibuan (Ed.) (2011). Hariman & Malari, Gelombang Menentang Modal Asing. Jakarta : Q-Communication. Hlm. 62
48
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Soeharto. Dalam dialog tersebut, 35 Universitas se-Indonesia mengirimkan perwakilan Dewan Mahasiswa mereka. Dialog tertutup yang berjalan sekitar 2 jam tersebut dihadiri oleh sekitar 100 orang delegasi mahasiswa.45 Dalam dialog tersebut, Presiden Soeharto melayani pertanyaan-pertanyaan para perwakilan Dewan Mahasiswa seputar kebijakan-kebijakan pemerintah dan birokrasi pemerintahan pada saat itu. Dari mulai masuknya modal asing besarbesaran sampai sepak terjang Aspri (Ali Moertopo dan Soedjono Hoemardani) tak luput dari kritik para perwakilan Dewan Mahasiswa. Aspri diserang, bahkan dimaki-maki oleh para mahasiswa karena tindakan memperkaya diri sendiri secara tidak sah. Selain itu muncul beberapa pertanyaan-pertanyaan bersifat kritik dari mahasiswa yang diarahkan kepada Presiden Soeharto, seputar dugaan ali Moertopo adalah calo politik, keberadaan surat-surat dari Opsus yang mendahului pemilihan kepala daerah dibeberapa daerah samapi dengan penyaluran modal asing yang tidak melalui jalur resmi, namun melalui Soedjono Hoemardani.46 Namun dialog di Bina Graha pada hari itu ternyata tidak menghasilkan respon yang memuaskan pihak mahasiswa. Selama dialog terjadi Presiden Soeharto lebih banyak mendengarkan kritik-kritik dari mahasiswa dibanding bereaksi atau menjelaskan mengapa kondisi negara bisa menjadi sedemikian rupa waktu itu. Bahkan ketika diminta untuk menjawab pertanyaan mahasiswa terkait sepak terjang Aspri, yang dianggap mahasiswa kerap memperkaya diri sendiri melalui serangkaian proyek pemerintah, Presiden Soeharto malah terkesan pasang badan 45
Ibid.,. Hlm. 62. Widiarsi Agustina et al. Massa Misterius Malari , Rusuh Politik Pertama pada Masa Orde Baru. 2014. Tempo Publishing : Jakarta. Hlm.51-52. 46
49
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dan membela kedua Aspri-nya tersebut dengan mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh kedua Aspri-nya tersebut menjadi tanggung jawabnya sebagai Presiden.47 Dialog yang awalnya bertujuan untuk menyatukan visi antara kelompok mahasiswa dengan pemerintah tersebut justru malah semakin membulatkan tekad para mahasiswa untuk melakukan protes besar-besaran dalam rangka menyambut datangnya Perdana Menteri Jepang, Kakuei Tanaka. 2. Demo Halim Perdanakusuma dan Pertemuan di Student Center UI Menanggapi kedatangan PM Tanaka dalam rangka kunjungannya ke Indonesia pada tanggal 14 Januari, para mahasiswa telah merencanakan beberapa agenda dialog dan demonstrasi. Dialog antara perwakilan mahasiswa dengan PM Tanaka dijadwalkan melalui prakarsa Jenderal Soemitro. Hal ini sesungguhnya dialkukan oleh Soemitro agar para mahasiswa tidak melakukan aksi demonstrasi di jalanan. Namun dalam rancangan aksi mahasiswa, dialog dilakukan sebagai pelengkap aksi turun ke jalan yang akan mereka lakukan. Mendahului rencana dialog dan aksi turun ke jalan yang akan dilakukan tanggal 15 Januari 1974, demonstrasi menyambut kedatangan PM Tanaka di bandar udara Halim Perdanakusuma digelar. Pada tanggal 14 Januari 1974, kondisi di luar bandara Halim Perdanakusua saat itu sudah ramai dipenuhi oleh mahasiswa. Jalan utama menuju bandara di blokade oleh para mahasiswa. Alhasil menteri-menteri yang diutus Presiden untuk menyambut tamu negara tersebut kesulitan untuk memasuki area bandara. 47
Ibid., Hlm. 52.
50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kekisruhan di luar bandara ini ternyata mampu mengalihkan perhatian para penjaga keamanan di sekitar bandara Halim Perdanakusuma. Ternyata ketika para aparat keamanan tersebut sibuk mentertibkan aksi blokade jalan yang dilakukan para mahasiswa, beberapa mahasiswa yang lain berhasil menyusup ke dalam bandara, bahkan sampai ke landasan pacu. Bukannya mendapatkan sambutan karpet merah atau karangan bunga, Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka malah disambut oleh spanduk-spanduk dan poster-poster bernada protes. Poster dan spanduk tersebut dibawa oleh para mahasiswa yang berhasil menyusup ke landasan pacu. Melihat hal ini para aparat keamanan segera bertindak cepat mengamankan para mahasiswa tersebut. Setelah melakukan aksi di bandara Halim Perdanakusuma, konsentrasi mahasiswa bergerak menuju kampus UI, Salemba. Student Center UI malam itu akan dijadikan tempat oleh perwakilan Dewan Mahasiswa dari berbagai universitas di Jawa untuk melakukan rapat persiapan aksi long march dan orasi keesokan harinya, tanggal 15 Januari 1974. Tokoh-tokoh mahasiswa yang hadir antara lain adalah Hariman Siregar, Sjahrir (Grup Diskusi UI), Jesse A. Monintja (Aktivis KAPPI/Mahasiswa Fakultas Psikologi Trisakti), John Pangemanan (Ketua Dewan Mahasiswa Sekolah Tinggi Olahraga) dan Pataniari Siahaan (Ketua Dewan Mahasiswa Universitas Trisakti).48
48
Daulay, Amir Husin & Imran Hasibuan (Ed.) (2011). Hariman & Malari, Gelombang Menentang Modal Asing. Jakarta : Q-Communication. Hlm. 64.
51
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Jalannya pertemuan diwarnai dengan berbagai silang pendapat, setidaknya menurut penuturan Judilherry Justam, Sekjen DMUI.49 Dalam pertemuan tersebut terjadi banyak perbedaan pendapat di antara para mahasiswa peserta pertemuan. Beberapa mahasiswa berkeras hati terkait aksi harus dilakukan di Istana negara, dengan tujuan agar aksi yang mereka lakukan dapat langsung menyasar kepada Presiden dan tamunya, PM Tanaka. Namun beberapa mahasiswa lain merasa aksi di depan Istana Negara justru tidak efektif dan hanya memeberikan alasan kuat bagi para aparat untuk membubarkan aksi yang telah mereka rancang. Pertemuan pada awalnya dipimpin oleh Hariman Siregar selaku Ketua Umum DMUI, namun ditengah jalan pimpinan rapat diserahkan kepada Gurmilang Kartasasmita, Wakil Ketua II DMUI. Hariman nampaknya hari itu sudah terlalu lelah sehabis melakukan aksi demo di bandara Halim Perdanakusuma. Pertemuan yang membahas rute long march tersebut berlangsung bertele-tele dan menguras tenaga. Hal ini menurut Miang, sapaan akrab Gurmilang Kartasasmita juga dikarenakan para mahasiswa telah lelah akibat demo di Halim Perdanakusuma beberapa jam sebelumnya. Dalam pertemuan ini disetujui beberapa hal, yaitu ; Monas akan menjadi titik temu para peserta long march. Para mahasiswa yang berangkat dari berbagai kampus akan bertemu di Monas dan setelah itu baru massa akan bergerak kembali bersama-sama menuju ke kampus Trisakti Grogol untuk menggelar apel. Selain itu, disetujui juga untuk melibatkan pelajar dan golongan aktifis non kampus
49
Widiarsi Agustina et al. Massa Misterius Malari , Rusuh Politik Pertama pada Masa Orde Baru. 2014. Tempo Publishing : Jakarta. Hlm. 54.
52
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dalam aksi long march. Keterlibatan pelajar dan golongan aktifis non kampus merupakan hasil dari negosiasi antara beberapa aktifis mahasiswa seperti Hariman Siregar, John Pangemanan dan Pataniari Siahaan dengan perwakilan dari pihak aktifis pelajar.50 3. Hari Eksekusi Telah Tiba Pagi hari, 15 Januari 1974, para mahasiswa telah memenuhi halaman kampus Universitas Indonesia di daerah Salemba, Jakarta. Mereka telah menunggu cukup lama untuk datangnya hari itu. Berbagai atribut telah disiapkan, koordinasi sudah dijalankan dan long march menuju kampus Universitas Trisakti di Grogol tinggal menunggu ditiupnya peluit, tanda dimulainya aksi. Hariman Siregar, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) dan juga Ketua Dewan Mahasiswa UI ditunjuk sebagai koordinator aksi yang diselenggarakan pada tanggal 15 Januari 1974 tersebut. Selain Hariman Siregar, ada pula nama Judilherry Justam dan Gurmilang Kartasasmita (keduanya mahasiswa dan pengurus Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia) yang dipercaya untuk memimpin barisan long march
menuju kampus Universitas
Trisakti di Grogol. Sebelum massa peserta long march diberangkatkan, sebuah helikopter terbang rendah di atas kampus UI Salemba, selain itu sejumlah polisi telah bersiap di luar pagar kampus UI Salemba. Namun hal tersebut tak menyurutkan semangat dan tekad mahasiswa untuk melancarkan aksi.
50 Daulay, Amir Husin & Imran Hasibuan (Ed.) (2011). Hariman & Malari, Gelombang Menentang Modal Asing. Jakarta : Q-Communication. Hlm. 64.
53
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Aksi long march mahasiswa nantinya akan menempuh rute yang telah disepakati malam sebelumnya. Mulai dari kampus UI di Salemba, barisan berturut-turut berjalan menuju daerah Kramat Raya-Raden Saleh-Cikini-Tugu Tani-Merdeka Selatan-Merdeka Barat-Museum Nasional-Tanah Abang IIICideng-Roxy dan akhirnya berkumpul di Kampus Trisakti Grogol.51 Acara lanjutan yang digelar di kampus Trisakti Grogol adalah berbagai macam aksi teaterikal seperti orasi, pembacaan puisi, bernyanyi. Jumlah mahasiswa yang terlibat sekitar 500 orang.52 Mahasiswa dari beberapa universitas (UI, UKI, Univ. Trisakti, Univ. Atma Jaya dan beberapa kampus yang berlokasi di Jakarta) telah bersiap melakukan apel di halaman Fakultas Kedokteran UI, Salemba mulai pukul 08.00 WIB.53 Menjelang digelarnya long march sesuai dengan rute yang telah disetujui, upacara singkat dilakukan. Pada saat diberangkatkan, para peserta long march menuju Kampus Trisakti Grogol dibagi dalam beberapa barisan. Judilherry, Gurmilang dan Hariman Siregar masing-masing memimpin barisan secara berurutan.54 Barisan-barisan tersebut dibedakan dengan atribut yang dipakai, ada barisan yang memakai tameng tengkorak dan ada yang memegang bendera Merah Putih. Barisan-barisan tersebut diikuti oleh truk yang berisikan para peserta long march lainnya, berjalan dengan kecepatan rendah. 51 Daulay, Amir Husin & Imran Hasibuan (Ed.) (2011). Hariman & Malari, Gelombang Menentang Modal Asing. Jakarta : Q-Communication. Hlm.59-60. 52 Ibid., Hlm. 59. 53 Ibid., Hlm. 58 54 Ibid., Hlm. 59
54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Aksi-aksi spontan sempat dilakukan di beberapa pemberhentian, seperti penurunan bendera Jepang di Jalan Merdeka Selatan dan penurunan bendera Indonesia menjadi setengah tiang di halaman Mabes ABRI/Dephankam. 55 Sempat terjadi kejar-kejaran antara mahasiswa yang nekat menerobos kantor Dephankam dengan para aparat yang mengamankan gedung tersebut. Selain itu, ketika massa sampai di jalan Tanah Abang III, tepatnya di kantor Golkar, para mahasiswa sempat memaki-maki orang-orang yang berada di kantor tersebut. Nyanyian “Aspri dan Komisi” sempat pula dinyanyikan disana, tentunya untuk menyindir Aspri Persiden Soeharto, Ali Moertopo dan Soedjono Hoemardani. Rombongan long march akhirnya sampai di kampus Trisakti Grogol pada sekitar pukul 10.30 WIB.56 Di pelataran kampus Trisakti Grogol berbagai kegiatan digelar mulai dari apel, orasi sampai dengan aksi teaterikal. Sampai pada akhir agenda aksi mahasiswa di pelataran kampus Universitas Trisakti sebetulnya seluruh rencana berjalan lancar. Namun sesungguhnya di lokasi berbeda terjadi peristiwa lain, yang mencederai aksi mahasiswa hari itu. Rektor Universitas Indonesia kala itu, Prof. Mahar Mardjono mencatat bahwa kebakaran di Proyek Senen tersebut terjadi sekitar pukul 11.00 WIB, saat para mahasiswa masih menggelar apel di Trisakti.57 Pada saat massa bubar menuju kampus masingmasing, berita terjadinya kerusuhan dan pembakaran di daerah Pasar Senen mulai beredar di kalangan peserta apel.
55
Ibid., Hlm. 59 Ibid., Hlm. 60 57 Ibid., Hlm. 58 56
55
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kerusuhan dan pembakaran di Pasar Senen membuat situasi di Ibukota pada saat itu menjadi mencekam. Judilherry Justam menuturkan, yang dikutip dari buku Massa Misterius Malari terbitan Tempo, ketika kembali dari kampus Trisakti di Grogol menuju kampus UI di Salemba, Ia melihat mobil-mobil dibakar di daerah Jalan Juanda, Jakarta Pusat.58
Judilherry juga melaporkan kepada
Hariman setibanya di kampus UI, bahwa terdengar suara tembakan dimanamana.59 Data serupa juga didapatkan dari sumber lain. Dalam buku Hariman & MALARI, yang disunting oleh Amir Husin Daulay, Hariman Siregar juga menuturkan bahwa ada sekelompok massa, yang menurutnya merupakan orangorang binaan Opsus melakukan pembakaran di sekitar wilayah Proyek Senen. Memang benar apa yang dituturkan oleh Judilherry Justam dan Hariman Siregar. Beberapa titik di kawasan Pasar Senen telah terbakar. Situasi yang kacau akibat kebakaran juga ditunggangi dengan aksi penjarahan oleh massa. Kerusuhan kemudian melebar sampai ke Jalan Juanda, Jalan Hayam Wuruk, Jalan Gajah Mada dan Kawasan Jakarta Kota. Korban jiwa tercatat 11 orang tewas, 17 orang luka berat dan 120 orang luka ringan, sedangkan kerugian lain berupa terbakarnya 144 gedung, 807 mobil dan 187 sepeda motor.60 Terjadinya kerusuhan di daerah Pasar Senen dan beberapa wilayah di sekitarnya jelas mencederai aksi mahasiswa menyuarakan aspirasi mereka pada 58 Widiarsi Agustina et al.( 2014) Massa Misterius Malari Rusuh Politik Pertama dalam Sejarah Orde Baru. Jakarta : Tempo.Hlm. 60. 59 Ibid., Hlm. 60 60 Ibid., Hlm. 8
56
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tanggal 15 Januari 1974 tersebut. Adanya aksi pembakaran dan penjarahan didaerah Pasar Senen di saat yang bersamaan dengan aksi mahasiswa menyampaikan kritik mereka terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap tidak pro rakyat kecil seakan menggugurkan peranan golongan mahasiswa sebagai pembawa perubahan bagi kondisi buruk kesejahteraan rakyat kecil. 4. Konsekuensi Peristiwa Kerusuhan 15 Januari 1974 Pasca pecahnya kerusuhan di beberapa kawasan pada tanggal 15 Januari 1974, berbagai langkah dilakukan untuk mengembalikan kondusifitas situasi dan kondisi di daerah Ibukota, Jakarta. Tindakan-tindakan pemulihan kondisi tidak hanya dilakukan oleh pemerintah melalui instrumennya, namun juga dilakukan oleh kelompok-kelomppok yang merasa ikut bertanggung jawab atas terjadinya kerusuhan, terutama kelompok mahasiswa. Hariman Siregar, sebagai salah satu inisiator aksi long march yang dilakukan mahasiswa, melakukan pernyataan pers sehari setelah kerusuhan yang terjadi pada tanggal 15 Januari 1974. Pernyataan pers Hariman disiarkan langsung oleh stasiun televisi TVRI. Dalam pernyataannya, Hariman menyatakan sikapnya mewakili Dewan Mahasiswa UI yang mengutuk kerusuhan sehari sebelumnya di daerah Senen.
Hariman merasa dampak dari kerusuhan tersebut mengaburkan
perjuangan mereka terhadap pemerintahan. Pernyataan Hariman ini disusul dengan pernyataan dari Dewan Mahasiswa se-Jakarta yang juga dikeluarkan pada hari yang sama, 16 Januari 1974. Senada dengan pernyataan pers yang dilakukan Hariman, Dewan Mahasiswa se-Jakarta 57
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
juga mengecam aksi kerusuhan yang terjadi. Dalam pernyataannya ini, Dewan Mahasiswa se-Jakarta juga menghimbau golongan mahasiswa dan masyarakat umum untuk saling menjaga ketertiban dan mengacuhkan usaha-usaha provokasi yang dilakukan oleh oknum tertentu. Pernyataan pers dilakukan oleh petinggi-petinggi ABRI sehari setelah kerusuhan MALARI. Petinggi-petinggi ABRI yang melakukan pernyataan pers antara lain adalah Pangkopkamtib Jenderal Soemitro dan wakilnya Sudomo beserta Ali Moertopo dan Sudjono Hoemardani. Inti dari pernyataan pers petinggi-petinggi ABRI tersebut adalah menginformasikan akan dilakukannya penangkapan terhadap pihak-pihak yang dianggap bertanggung jawab atas aksi kerusuhan MALARI. Penangkapan tersebut benar-benar dilakukan. Tabel 1. Daftar Tahanan Aktivis Mahasiswa dalam Peristiwa “15 Januari 1974” Nama
Jabatan dalam
Keterangan Penahanan
Organisasi Kemahasiswaan Hariman Siregar
Ketua Dewan Mahasiswa -Ditahan selama 22 bulan Universitas
Indonesia di
1973-1974
3
rumah
tahanan
berbeda, yaitu Rumah Tahanan Gang Buntu di Kebayoran
Lama,
Rumah Tahanan Pusat
58
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan Ragunan
Agung dan
RTM
Boedi Oetomo. -Dipenjara
di
Penjara
Nirbaya Pondok Gede, Jakarta setelah divonis 1 tahun 8 bulan dalam pengadilannya. Judilherry Justam
Sekjen Dewan Mahasiswa -Ditahan selama 22 bulan Universitas
Indonesia di
1973-1974
3
rumah
tahanan
berbeda, yaitu Rumah Tahanan Gang Buntu di Kebayoran
Lama,
Rumah Tahanan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan Ragunan
Agung dan
RTM
Boedi Oetomo. Sjahrir
Anggota
Grup
Diskusi -Ditahan selama 22 bulan
Universitas Indonesia
di
3
rumah
tahanan
berbeda, yaitu Rumah Tahanan Gang Buntu di
59
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kebayoran
Lama,
Rumah Tahanan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan Ragunan
Agung dan
RTM
Boedi Oetomo. -Dipenjara
di
Penjara
Nirbaya Pondok Gede, Jakarta setelah divonis 6 tahun 6 bulan dalam pengadilannya. Salim Hutajulu
Ketua Senat Mahasisswa -Ditahan selama 22 bulan Fakultas Ilmu Sosial dan di
3
rumah
Ilmu Politik Universitas berbeda, Indonesia
tahanan
yaitu Rumah
Tahanan Gang Buntu di Kebayoran
Lama,
Rumah Tahanan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan Ragunan
Agung dan
RTM
Boedi Oetomo. Gurmilang Kartasasmita Wakil Ketua Umum II -Ditahan selama 22 bulan Dewan
Mahasiswa di
60
3
rumah
tahanan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Universitas
Indonesia berbeda, yaitu Rumah
1973-1974
Tahanan Gang Buntu di Kebayoran
Lama,
Rumah Tahanan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan Ragunan
Agung dan
RTM
Boedi Oetomo. Theo L. Sambuaga
Wakil Ketua Umum I -Ditahan selama 22 bulan Dewan
Mahasiswa di
3
rumah
tahanan
Universitas
Indonesia berbeda, yaitu Rumah
1973-1974
Tahanan Gang Buntu di Kebayoran
Lama,
Rumah Tahanan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan Ragunan
Agung dan
RTM
Boedi Oetomo. Aini Chalid
Aktifis
Mahasiswa -Ditahan selama 22 bulan
Universitas Gajah Mada di Yogyakarta
3
rumah
tahanan
berbeda, yaitu Rumah Tahanan Gang Buntu di Kebayoran
61
Lama,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Rumah Tahanan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan Ragunan
Agung dan
RTM
Boedi Oetomo. -Dipenjara
di
Penjara
Nirbaya Pondok Gede, Jakarta setelah divonis 2 tahun 2 bulan dalam pengadilannya. Bambang Sulistomo
Sekjen
Majelis -Ditahan selama 22 bulan
Permusyawaratan Mahasiswa
di
3
rumah
tahanan
Universitas berbeda, yaitu Rumah
Indonesia 1973-1974
Tahanan Gang Buntu di Kebayoran
Lama,
Rumah Tahanan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan Ragunan
Agung dan
RTM
Boedi Oetomo. John Pangemanan
Ketua
Umum
Mahasiswa Tinggi
Dewan -Ditahan selama 22 bulan Sekolah di
Ilmu
62
3
rumah
tahanan
Olahraga berbeda, yaitu Rumah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Jakarta
Tahanan Gang Buntu di Kebayoran
Lama,
Rumah Tahanan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan Ragunan
Agung dan
RTM
Boedi Oetomo. Eko Djatmiko
Ketua Senat Mahasiswa -Ditahan selama 22 bulan Fakultas Kedokteran Gigi di Universitas Indonesia
3
rumah
tahanan
berbeda, yaitu Rumah Tahanan Gang Buntu di Kebayoran
Lama,
Rumah Tahanan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan Ragunan
Agung dan
RTM
Boedi Oetomo. Remy Leimena
Ketua
Umum
Mahasiswa
Dewan -Ditahan selama 22 bulan
Universitas di
Kristen Indonesia
3
rumah
tahanan
berbeda, yaitu Rumah Tahanan Gang Buntu di Kebayoran
Lama,
Rumah Tahanan Pusat
63
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan Ragunan
Agung dan
RTM
Boedi Oetomo.
Selain penangkapan aktifis mahasiswa, pemerintah juga melakukan pembredelan terhadap beberapa media cetak. Francois Raillon, dalam bukunya Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia, terbitan LP3ES tahun 1985 menuliskan tentang peristiwa pembredelan sebagai berikut; “Sebagai bentuk reaksi pemerintah atas kerusuhan yang terjadi pada saat aksi protes 15 Januari 1974, beberapa terbitan surat kabar dan majalah ditarik surat izin terbitnya. Terbitan-terbitan tersebut antara lain : Mahasiswa Indonesia, Nusantara ( keduanya ditutup pada tanggal 15 Januari 1974), Harian KAMI, Indonesia Raya, Abadi dan Jakarta Times (semuanya ditutup tanggal 21 Januari 1974) dan Pedoman, Ekspres (ditutup 23 Januari 1974). Khusus harian Mahasiswa Indonesia ditutup dengan alasan melakukan provokasi-provokasi yang mengganggu ketertiban dan keamanan.”61
Berbagai media cetak tersebut dibredel dan ditutup secara bertahap dalam beberapa hari dengan garis besar alasan penutupan berupa tuduhan melakukan provokasi terhadap masyarakat. Pemulihan kondisi yang dilakukan oleh pemerintah tidak hanya ditujukan kepada pihak luar pemerintahan. Beberapa kebijakan dikeluarkan pemerintah sebagai bentuk usaha pemulihan kondisi di dalam tubuh pemerintahan itu sendiri. Pasca kerusuhan MALARI, terjadi reorganisasi dalam tubuh pemerintahan. Jenderal Soemitro mundur dari pos Pangkopkamtib, Aspri dibubarkan Presiden 61
Francois Raillon. POLITIK DAN IDEOLOGI MAHASISWA INDONESIA, Pembentukan dan Konsolidasi Orde Baru 1966-1974. 1985. LP3ES : Jakarta. Hlm. 113.
64
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dan juga pergantian pemangku jabatan ketua BAKIN, dari Sutopo Juwono kepada Yoga Sugama.
B. Pelemahan Pengaruh Politik Mahasiswa Tahapan terakhir dalam kerangka teori perilaku kolektif Smelser adalah The operation of social control. Hal yang dilakukan pada tahapan ini adalah penerapan kontrol sosial terhadap gerakan yang telah berubah bentuk dari konsep menjadi aksi nyata. Smelser merumuskan bahwa tahapan ini
dapat menjadi
pencegah, penghambat dan penggangu dari akumulasi kelima tahapan sebelumnya. Pada tahapan ini muncul pihak yang kemudian berwenang, dalam hal ini aparat pemerintah untuk melakukan kontrol sosial atas perilaku kolektif yang terjadi. Kontrol sosial yang dilakukan pada Peristiwa 15 Januari 1974 sudah pasti diinisiasi oleh instrumen pemerintah. Beberapa pejabat pemerintah, yang semuanya berlatar belakang perwira militer didaulat untuk menciptakan stabilitas serta menetralisir keadaan yang sempat kacau karena aksi protes pada tanggal 15 Januari 1974 tersebut sekaligus melemahkan jaringan gerakan mahasiswa.62 Salah satu pejabat yang diberi tugas mengembalikan keamanan
dan menciptakan
stabilitis pasca kerusuhan adalah Pangkopkamtib Jenderal Soemitro. Kontrol sosial ini dilakukan dengan cara menangkap dan mengamankan para aktifis
62
A. Yoghaswara (2009). Dalang Malapetaka 15 Januari ( MALARI). Yogyakarta : Penerbit Media Pressindo. Hlm. 85
65
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mahasiswa, yang dicap sebagai provokator atau inisiator aksi protes pada Peristiwa 15 Januari 1974. Namun jika analisis dilakukan dengan lebih memperhatikan kronologis peristiwa pecahnya kerusuhan pada Peristiwa 15 Januari 1974 dapat kita lihat adanya 2 jenis kontrol sosial yang dilakukan oleh rezim pemerintahan yang berkuasa (melalui instrumennya). Berdasar pada sifatnya, kontrol sosial pada Peristiwa 15 Januari 1974 dibedakan menjadi kontrol formal, yang dilakukan berdasar instruksi pemerintah dan juga dilaksanakan secara terang-terangan, dan kontrol informal, yang dilakukan secara diam-diam dan terselubung. Sebelum memasuki pemaparan tetang tata cara kontrol sosial (baik formal atau informal) akan dijelaskan terlebih dahulu alasan pembagian kontrol sosial yang diterapkan pada Peristiwa 15 Januari 1974 berdasarkan sifat tindakannya. Pada puncak aksi protes Peristiwa 15 Januari 1974 terjadi kerusuhan di bilangan Senen yang mengakibatkan jatuhnya korban dan kerugian material. Sekelompok masa bergerak menuju daerah Pasar Senen dan melakukan pembakaran di pusat pertokoan. Kerusuhan yang terjadi kemudian membuat kondisi pada saat itu menjadi mencekam dan cenderung sarat dengan tindakan kekerasan. Kelompok mahasiswa yang menjadi motor penggerak dalam aksi protes Peristiwa 15 Januari 1974
menolak untuk bertanggung jawab atas
kerusuhan yang terjadi dan berkeyakinan bahwa ada kelompok lain yang memiliki niat melakukan sabotase atas gerakan protes yang mereka lakukan hari itu. Hal ini kemudian memaksa pemerintah mengambil tindakan guna mengembalikan stabilitas keamanan.
66
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tanda tanya besar muncul pada fase penerapan kontrol sosial Perisitiwa 15 Januari 1974. Lantas siapakah yang harus bertanggung jawab terhadap tindakan pembakaran pusat pertokoan di Pasar Senen? Apa yang menjadi motif dari aksi pembakaran tersebut?. Sumber-sumber yang ditemukan dalam penelitian memberikan titik terang. Ketika penyelidikan terhadap kerusuhan di Pasar Senen pada tanggal 15 Januari 1974 dilakukan, muncul beberapa nama yang diindikasikan sebagai eksekutor pembakaran pusat pertokoan tersebut. Nama Bambang Trisulo, anggota Opsus bentukan Ali Moertopo muncul sebagai pimpinan komando operasi pembakaran di Pasar Senen.63 Selain itu ada nama Roy Simanjuntak, yang juga binaan Opsus, yang bertugas mengerahkan para tukang becak untuk menambah unsur kekacauan di daerah Proyek Senen.64 Dari penjabaran tersebut maka dapat dipahami bahwa, selain kontrol sosial formal yang dilakukan berdasarkan perundang-undangan dan prosedur hukum yang berlaku, ada pula kontrol sosial informal yang dilakukan secara diam-diam dan tertutup. Hal tersebut dilakukan, selain untuk menggagalkan perjuangan aspirasi mahasiswa di Indonesia pada tahun 1974, juga untuk melemahkan posisin politis mahasiswa sehingga di masa mendatang sulit bagi kelompok mahasiswa untuk menggelar aksi-aksi serupa dalam rangka menyampaikan aspirasi dan keprihatinan mereka. Selain penangkapan dan pengamanan sejumlah aktifis mahasiswa yang kemudian diadili terkait Peristiwa 15 Januari 1974, ada pula skenario sabotase 63 Daulay, Amir Husin & Imran Hasibuan (Ed.) (2011). Hariman & Malari, Gelombang Menentang Modal Asing. Jakarta : Q-Communication.Hlm.67 64 Ibid.,
67
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
aksi protes yang dilancarkan guna melegitimasi tindakan pembubaran aksi tersebut agar tidak mengganggu stabilitas rezim pemerintahan yang sedang berkuasa sekaligus melemahkan kekuatan politis mahasiswa.
68
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan masalah yang dipaparkan pada Bab I Pendahuluan, maka diperoleh beberapa butir jawaban atas pertanyaan tersebut :
1. Jaringan Mahasiswa Indonesia yang terbentuk pada peristiwa 15 Januari 1974 merupakan hasil dari berbagai kegiatan diskusi dan safari kampus yang dilakukan oleh tokoh-tokoh pergerakan mahasiswa pada periode tersebut. Salah satu tokoh mahasiswa yang sering melakukan diskusi dan safari kampus adalah Hariman Siregar, mahasiswa Universitas Indonesia Fakultas Kedokteran. Selain tokoh perseorangan, ada pula organisasi yang berperan dalam membangun jaringan mahasiswa pra peristiwa 15 Januari 1974. Organisasi tersebut antara lain adalah DMUI dan GDUI.
2. Jaringan yang telah terbentuk diantara para mahasiswa pada periode 1973-1974 kemudian menginisiasi berbagai aksi yang bersifat mendukung dan menguatkan isu yang diusung dalam peristiwa 15 Januari 1974. Aksi-aksi pendukung dan penguat tersebut antara lain adalah Petisi 24 Oktober 1973, Ikrar Bersama Mahasiswa Indonesia, Seminar “Untung-Rugi
69
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Modal Asing”, Pertemuan dengan Presiden di Bina Graha dan Aksi Demo Halim Perdanakusuma serta Pertemuan di Student Center UI. Aksi 15 Januari 1974 sendiri dilakukan dalam bentuk acara long march dan apel akbar di halaman kampus Trisakti Jakarta. Aksi ini kemudian disusupi oleh beberapa oknum (Bambang Trisusilo, Roy Simanjuntak, 10 Fungsionaris DMUI yang dipecat Hariman Siregar) yang melakukan pembakaran di kawasan Proyek Senen. Insiden pembakaran tersebut kemudian memaksa para mahasiswa untuk menanggung konsekuensi atas tindakan yang sesungguhnya tidak mereka rencankan dan lakukan.
3. Konsekuensi atas munculnya insiden pembakaran di Proyek Senen adalah penangkapan dan penahanan aktifis mahasiswa yang terlibat aksi 15 Januari 1974. Nama-nama aktifis tersebut antara lain Hariman Siregar, Judilherry Justam, Gurmilang Kartasasmita, Aini Chalid dan Salim Hutajulu. Namun dari namanama aktifis tersebut hanya Hariman Siregar yang divonis penjara dan menjalanai hukuman kurungan. Selain pengankapan dan penahanan aktifis, beberapa surat kabar juga di cabut iin terbitnya. Hal ini berdampak kepada semakin sedikitnya media bagi para aktifis mahasiswa untuk memunculkan isu-isu kesejahteraan rakyat ke permukaan.
B. Pemaknaan Ulang Peristiwa “15 Januari 1974” Mengamati sejarah gerakan mahasiswa di Indonesia memberikan pelajaran baru yang dapat melengkapi narasi sejarah tentang Republik Indonesia. Hal
70
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tersebut menunjukkan bahwa sejarah berkembangnya Republik Indonesia tidak hanya dibentuk oleh tokoh-tokoh Negarawan, Teknokrat, Militer, kaum Ulama, namun juga melibatkan golongan Mahasiswa, yang relatif lebih muda baik secara umur ataupun pemikiran. Usia dan pemikiran yang relatif muda dan sederhana tidak lantas menyurutkan pengaruh gerakan dari golongan yang dianggap sebagai agen perubahan ini. Terjadinya Peristiwa 15 Januari 1974 menunjukkan bahwa kesatuan aksi mahasiswa di Indonesia pernah memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap jalannya pemerintahan di dalam negeri. Dalam konteks Peristiwa 15 Januari 1974, kelompok mahasiswa telah bertransformasi menjadi pengawas terhadap segala bentuk kebijakan pemerintah yang dirasa tidak memihak rakyat kecil. Kelompok mahasiswa menjadi barisan terdepan dalam melindungi kesejahteraan dan hak rakyat kecil. Berbagai ekspresi kritik pasti dilakukan oleh golongan mahasiswa selama hal tersebut berpengaruh terhadap kesejahteraan dan nasib rakyat kecil. Namun pada kenyataannya, gerakan mahasiswa dalam Peristiwa 15 Januari 1974 hampir tanpa hasil positif. Kerugian, baik berupa kerugian material atau korban jiwa jumlahnya cukup besar. Pengaruh politis mahasiswa juga praktis digembosi oleh pemerintah yang berkuasa pada periode tersebut. Kondisi ini diperparah dengan sikap pemerintah yang juga tidak bergeming dalam membatasi aktivitas investasi modal asing di dalam negeri. Singkat kata, setelah seluruh perjuangan yang dilakukan mahasiswa dengan berkorban moral maupun material, sedikitpun tuntutuan mereka tidak terealisasikan.
71
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tanpa bermaksud untuk menafikan fakta tentang babak akhir Peristiwa 15 Januari 1974, seyogianya sebuah analisa sejarah mampu memaknai ulang segala peristiwa yang diteliti. Dalam Peristiwa 15 Januari 1974 tetap dapat dipetik pelajaran yang berguna bagi kehidupan di masa mendatang. Pelajaran tersebut dikelompokkan dalam beberapa poin yang menjadi kata kunci dalam memaknai kembali gerakan mahasiswa Indonesia pada Peristiwa 15 Januari 1974.
Berikut adalah beberapa poin kesimpulan atas pemaknaan ulang terhdap Peristiwa 15 Januari 1974;
1. Perintis Gerakan Mahasiswa Era Orde Baru. Terjadinya Peristiwa 15 Januari 1974 secara tidak langsung mengawali gelombang
aktifitas
gerakan
mahasiswa
Indonesia,
mengkritisi
kinerja
pemerintahan yang sedang berjalan, Pemerintahan Orde Baru. Gerakan mahasiswa era Pemerintahan Orde Baru yang berkembang pada periode selanjutnya tidak jauh berubah orientasi tuntutannya dengan tuntutan mahasiswa dalam Peristiwa 15 Januari 1974 yang dingeruhi oleh ide-ide tentang pembangunan alternatif dan ketimpangan pendapatan. Munculnya aksi mahasiswa pada Peristiwa 15 Januari 1974 mempengaruhi corak gerakan mahasiswa Indonesia era Pemerintahan Orde Baru di kemudian hari.
72
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Pelajaran Berharga Bagi Perkembangan Gerakan Mahasiswa Era Pemerintahan Orde Baru. Sesuai dengan tendensi dari penelitian tentang perilaku kolektif mahasiswa Indonesia ini, dalam Peristiwa 15 Januari 1974 terbukti para mahasiswa mampu mempertahankan independensi gerakan mereka di tengah tekanan dari pihakpihak yang berkuasa. Dengan kata lain, gerakan mahasiswa dalam Peristiwa 15 Januari 1974 tidak memihak pada pemangku kekuasaan manapun, kecuali rakyat. Gerakan mahasiswa dalam Peristiwa 15 Januari 1974 tidak kehilangan komitmen untuk memperjuangkan cita-cita ideal mereka, walaupun ancaman bermunculan. Independensi gerakan mahasiswa 1974 di tengah himpitan para pemegang kekuasaan menjadi sebuah pelajaran berharga bagi gerakan mahasiswa era Pemerintahan Orde Baru yang berkembang kemudian.
3. Solidaritas di antara para mahasiswa dalam memperjuangkan nasib rakyat. Dalam Peristiwa 15 Januari 1974, dapat dilihat adanya solidaritas di antara para mahasiswa dalam memperjuangkan nasib rakyat. Solidaritas tersebut ditunjukkan melalui kesediaan para mahasiswa, yang berasal dari berbagai wilayah berbeda untuk salong menjaga dan mendukung satu sama lain selama proses perumusan dan eksekusi aksi mereka, bahkan sampai dengan beberapa di antara para aktifis mahasiswa tersebut ditangkap dan ditahan. Salah satu contohnya terlihat ketika para aktifis mahasiswa yang tidak terkena penahanan pasca Peristiwa 15 Januari 1974 tetap memberikan dukungan moral dan material
73
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bagi teman-teman akfitisnya yang ditahan dengan secara rutin menjenguk mereka di rumah tahanan.
74
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA BUKU
A. Yoghaswara (2009). Dalang Malapetaka 15 Januari ( MALARI). Yogyakarta : Penerbit Media Pressindo. Abd Rahman Hamid & Muhammad Saleh Madjid (2011). Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta : Penerbit Ombak. Altbach, Philip G. (Ed.) (1988). Politik Dan Mahasiswa Perspektif dan Kecenderungan Masa Kini. Jakarta : PT. Gramedia. Aria Wiratma Yudhistira. (2010). Dilarang Gondrong! Praktik Kekuasaan Orde Baru terhadap Anak Muda Awal 1970-an. Banten : Marjin Kiri. Arif Zulkifli (Ed.) (2015). Rahasia-rahasia Ali Moertopo cetakan ke-4. Jakarta : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia). Asvi Warman Adam. (2007). Seabad Kontroversi Sejarah. Yogyakarta : Ombak. Carr, E. H. (1964). What Is History?. England : Penguin Books. Daulay, Amir Husin & Imran Hasibuan (Ed.) (2011). Hariman & Malari, Gelombang Menentang Modal Asing. Jakarta : Q-Communication. Denny J.A (2006). Gerakan Mahasiswa dan Politik Kaum Muda Era 80-an. Yogyakarta : LKiS. Fachry Ali. (1985). Sistem Politik di Indonesia dan Negara. Jakarta : Inti Sarana Aksara. Frederick, William H. Et al. (Ed.). (1984). Pemahaman Sejarah Indonesia cetakan ke-2. Jakarta : LP3ES. Jopie Lasut (2011). Malari Melawan Soeharto & Barisan Jenderal Orba. Depok : Yayasan Penghayat Keadilan. Kuntowijoyo (2013). Pengantar Ilmu Sejarah Edisi Baru Cetakan ke-I. Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya. (2003). Metodologi Sejarah. Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya. (2008). Penjelasan Sejarah (Historical Explanation). Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya.
75
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lewis, Bernard. (2009). Sejarah Diingat, Ditemukan Kembali, Ditemu-Ciptakan. Yogyakarta : Ombak. Max Diaz Riberu et al. (2015). Anak Tentara Melawan Orba : Biografi Judilherry Justam. Jakarta : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia. Moustakas, Clark (1990). Heuristic Research Design, Methodology, and Applications. Newbury Park : SAGE Publication. R. Moh Ali. (2012). Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia cetakan ke-I. Yogyakarta : LKiS. Raillon, Francois (1985). Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia. Jakarta : LP3ES. Revrisond Baswir. (2006). Mafia Berkeley Indonesia.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
dan
Krisis
Ekonomi
Ricklefs, M.C. (2011). Sejarah Indonesia Modern cetakan ke-10. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Sartono Kartodirdjo (1992). Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta : Gramedia. Smelser, Neil J. (1971). Theory of Collective Behaviour. New York : The Free Press. Soe Hok Gie (1983). Catatan Seorang Demonstran. Jakarta : LP3ES. Storey, William Kelleher (2011). Menulis Sejarah: Panduan untuk Mahasiswa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sundhaussen, Ulf. (1988). Politik Militer Indonesia 1945-1967 : Menuju Dwi Fungsi ABRI cetakan ke-2. Jakarta : LP3ES. Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia (2010). Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI, Edisi Pemutakhiran Cetakan ke-4. Jakarta : Penerbit Balai Pustaka. Widiarsi Agustina et al.( 2014) Massa Misterius Malari Rusuh Politik Pertama dalam Sejarah Orde Baru. Jakarta : Tempo. Wineburg, Sam (2006). Berpikir Historis : Memetakan Masa Depan, Mengajarkan Masa Lalu. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
76
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78