PERIODE PASCA MERDEKA: PAKISTAN
B. Musidi Abstract The emergence of the Indian Moslem began through socio-cultural movement throughout the eighteenth and nineteenth century. The political emergence of the Indian Moslem was begun by Sayed Ahmad Khan by establishing the Mohammadan Anglo-Oriental College which at the first decade of twenty century was changed to be a university. The political consciousness of the Indian Moslem was indicated with establishing the Moslem League in 1906. The consciousness as an entity was preceded by Choudhry Rahmat Ali by calling the Indian Moslem as Pakistan. Mohammad Iqbal indicated North-West India as fatherland of Pakistani Moslem, and on 23 March 1940 was appointed to be “Pakistani Resolution”. Mohammad Ali Jinnah realized Pakistan’s idea which consisted of West and East Pakistan. At the beginning, Pakistan was dominated politically by the refugee from the town of North India who moved to Pakistan as a response of Mohammad Ali Jinnah’s plea. Pakistan capital was Karachi, and then by General Mohammad Ayub Khan was moved to Rawalpindi. The domination of the refugee ended and was succeeded by military regime.
Pengantar Menelusuri keberadaan kaum Muslimin di India perlu mundur delapan abad ke belakang, yaitu ketika kaum Muslimin di bawah panji-panji Islam memperluas wilayah pengaruhnya ke arah Timur, khususnya ke India pada abad XI. Berangkat dari aktivitasaktivitas penjarahan sampai kepada pendudukan wilayah dan membangun kesultanan Islam di Delhi, yang diawali oleh Mohammad Ghauri dan mencapai kejayaannya di bawah para Sultan Moghul I dan II dan mulai terpuruk sepeninggal Aurangzeb pada tahun 1707. Titik terendah kehadiran para penguasa Muslim terjadi ketika terjadi Indian Mutiny pada tahun 1857. Kaum Muslimin yang pada awalnya adalah kelas penguasa atau Very Important Person lalu berubah menjadi unwanted people (persona non grata) . Berikut ini dicoba menelusuri liku-liku perjuangan kaum Muslimin untuk bangkit kembali menjadi orang yang diperhitungkan kendati tidak mungkin kembali berjaya seperti ketika di bawah Kesultanan Moghul abad XVI dan XVII. India pada abad XVIII Munculnya kaum Muslim India sebagai bangsa terpisah perlu dipahami dengan melihat kondisi India setelah jatuhnya imperium Moghul pada abad XVIII. Sepeninggal Aurangzeb para sultan Moghul tidak lagi memperlihatkan semangat dan kecerdikan para pendahulunya. Muncul kekuatan-kekuatan baru yang juga perlu diperhitungkan. Kaum Muslim sudah lama berperang dengan orang-orang Rajput dan itu sudah berlalu, tetapi ada dua penguasa Hindu baru yaitu orang Marata dan kaum Sikh, dan dua kekuatan asing yaitu Abdali dan Inggris, sedang mulai muncul. Orang Marata muncul Drs. B. Musidi, M. Pd., adalah dosen tetap pada Program Studi Pendidikan Sejarah, FKIP - Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
lebih dulu, sebab kaum Sikh harus melawan orang-orang Afghan selama kurun waktu abad XVIII. Tetapi di daerah antara Lahore dan Delhi kaum Sikh tidak membiarkan sesuatu ras untuk menegakkan dirinya dengan mudah. Orang-orang Moghul kemudian harus berjuang melawan mereka terus menerus. Di timur dan selatan Inggris muncul, setelah berjuang selama lima belas tahun dengan Perancis dan Belanda, sebagai sebuah unsur politik yang kuat di India, pada pertengahan abad XVIII. Berhadapan dengan mereka itu orang Moghul menjadi hancur. Kelemahan Orang Moghul dari Dalam Jika kelas kaum Muslim yang memerintah menahan tenaganya, jatuhnya tidak akan mendadak. Tetapi kaum bangsawan Muslim melemahkan stamina mereka dengan hidup berkemewahan, dan kesatuan politik mereka digerogoti oleh iri hati dan intrik. Pandangan mereka sudah menjadi sempit dan sikap cinta diri mereka. Kaum bangsawan asli Turani dan Irani saling bertikai di kursi kekuasaan dan tidak satu kelompok pun sangat bersahabat dengan kaum bangsawan kelahiran India. Kebaktian mereka terhadap Islam sudah melemah dan kemampuan mereka untuk mengurbankan kepentingan diri mereka sendiri untuk kepentingan negara atau agama mereka hampir lenyap (Mahmud, 1988, p. 261)
Kebangunan Kembali Keagamaan Banyak bangsawan yang mencoba untuk mnghentikan kemerosotan ini, banyak orang melihat jauh ke depan datang kepada rakyat untuk berpikir, tetapi selalu ada sebuah periode dalam sejarah sebuah bangsa ketika energi mereka berada pada sebuah titik terendah dan mereka memerlukan waktu untuk menemukannya kembali (Mahmud, 1988, p. 264) . Hampir selama abad XVIII kondisi seperti itu. Seperti sudah dicatat sebelumnya, pertama Shah Waliullah dari Delhi, kemudian anaknya Shah Abdul Aziz, dan sesudahnya adalah cucunya Sah Mohammad Ishaq, keluarga dan para murid mereka memperjuangkan nafas Muslim selama periode itu. Shah Waliullah menulis banyak hal dan semua tulisannya ditandai dengan kecendikiawanan dan suatu pandangan yang realistik dan seimbang. Putranya yang tertua, Shah Abdul Aziz, dikenal sebagai Muhaddis (penulis komentar-komentar atas Quran), melanjutkan karyanya dan ada sejumlah besar tokoh pendidikan dan keagamaan pada zaman itu. Dalam kenyataannya, seluruh keluarga adalah sebuah kekuatan dinamis dalam kehidupan kaum Muslim India. Usaha-usaha mereka berbuah setelah satu abad dan pada abad XIX kaum Muslim India mulai membuat usaha-usaha mereka sendiri untuk menentukan jalan hidup mereka. Gerakan jihad diorganisasi oleh Shah Mohammad Ishaq dan Sayyid Ahmad Brelvi menandai kesempatan hidup baru ini. Quran sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Urdu baik oleh Shah Rafiuddin dan Shah Abdul Qadir, saudara dari Shah Abdul Aziz. Sejumlah besar madrasah muncul di Delhi dan di kotakota lain yang sekarang bernama Uttar Pradesh. Sir Sayyid Ahmad memberi sebuah catatan tentang mereka dalam appendix bukunya yang terpelajar: Asar-us-Sanadid (Monumen-monumen Kuno) . Kejahatan-kejahatan sosial seperti hidup boros, minum, berjudi, perjuangan yang cabar hati, perkawinan yang royal dan upacara-upacara kematian dikutuk. Moralitas perdagangan dan resmi, cinta belajar dan pengabdian Islam dan kebajikan-kebajikan sosial lainnya dikotbahkan kepada para pendengar yang besar dengan bahasa Urdu, yang mana sudah menjadi sebuah bahasa yang amat luwes pada pertengahan abad XIX. Kebanguan Kembali di Benggala Kebangunan kembali keagamaan dan sosial terjadi di Benggala (Mahmud, 1988, p. 264) pada saat yang bersamaan. Sebuah sekte baru bernama Faraidhi didirikan oleh Haji Shariat-ulla dari Faridpur, yang telah menghabiskan masa mudanya di al-Hijaz dan sudah pulang dengan pandangan-pandangan yang sangat kuat mengenai kebangunan kembali Islam. Ia menyatakan bahwa anak benua tidak lama akan menjadi Dar-al-Islam (Negeri kaum Muslim) . Ia mendapatinya menjadi sebuah basis pertempuran antara kekuatan Islami dan bukan Islami dan menamainya Dar-al-Harb (Negeri Perang) . Ia bahkan sudah terlalu jauh untuk menyatakan bahwa doa-doa Id dan Jumat tidak akan diucapkan, karena kaum Muslim sedang hidup dalam sebuah keadaan perang. Haji Shariat-ulla adalah seorang puritan dan ajaran-ajarannya agak keras, tetapi para petani kecil dan para buruh tani terkesan oleh kata-katanya dan perlawanan keras dibangun melawan para tuan tanah Hindu yang berkuasa. Karena gerakan agraris ini, yang mana memperbaiki moral orang Muslim, kaum zamindar mengusirnya dan ia menjadi seorang pengembara. Perlahan-lahan sektenya menjadi butir-butir kecil hukum Islam dan mengambil cara-cara ekstrim tertentu.
Kebangunan kembali keagamaan sangat diwarnai oleh tokoh-tokoh berikut ini. a. Dudhu Mian Putranya, Muhammad Mohsin (Dudhu Mian) meneruskan pekerjaan ayahnya (Mahmud, 1988, p. 265) . Ia adalah seorang organisator yang baik dan ia mengangkat para pembantunya (khalifah) di berbagai tempat di Benggala Timur. Semua pembantunya berhubungan erat dan Dudhu Mian tidak diberi tahu mengenai kemajuan yang dibuat oleh mereka di kalangan kelas menengah dan bawah. Oposisi dari kaum zamindar lalu diperkuat, tetapi gerakan, sama seperti sebuah kebangunan minat keagamaan, meluas. Dudhu Mian juga mengurus masalah-masalah sosial dan keuangan dari para pengikutnya. Ketika para zamindar yang berpengaruh atau penanam indigo memperberat kewajiban-kewajiban yang besar terhadap hasil para petani, Dudhu Mian mengatur protes dan membuat para pengikutnya menolak tuntutan-tuntutan yang berat itu. Dudhu Mian tidak gentar akan kerusuhan-kerusuhan dan penindasan. Ia membujuk para pengikutnya dan bahkan kaum Muslim lainnya untuk membawa kasus mereka kepadanya, demikian sehingga ia dapat menyelesaikan pertikaian itu. Ia terus bekerja sampai tahun 1860 dan mengerjakan sejumlah besar untuk membangkitkan kaum Muslim di Benggala. b. Titu Mir dan Benggala Barat Seorang pembaharu sosial yang lebih aktif di Benggala Barat (24 Pargana) pada dekade letiga abad XIX. Ia adalah Nisar Ali, seorang murid Ahmad Brelvi (Mahmud, 1988, p. 265) Karyanya adalah pada dasarnya setengah politik. Ia mengorganisasi para petani Muslim untuk menghadapi dengan tegas para zamindar Hindu yang berkuasa yang di bawah perlindungan para penguasa Inggris, mengganggu para petani. Contoh Krishna Deva Rai, seorang zamindar yang berkuasa dari 24 Pargana membebani pajak atas janggut. Pajak yang menggelikan ini diartikan untuk merendahkan kaum Muslim. Titu Mir menentang kewajiban yang jahat ini dan membuat kaum Muslim menolak untuk membayarnya. Ia mendorong kaum Muslim uutuk bersatu dan menghadapi seorang tuan tanah, entah Inggris atau Hindu, bila menindas mereka. Titu Mir kemudian mengumpulkan suatu pasukan kecil bersenjata dan mendirikan semacam pemerintahan miliknya sendiri di pedesaan Narkel Baiya. Para pejabat Kumpeni India Timur tidak dapat mentolerir ini dan sebuah detasemen dikirim untuk melawan Titu Mir, yang dikalahkan; ia meninggal dalam pertempuran, seorang martir untuk idenya. Tetapi ia telah mengerjakan karyanya dalam membangunkan kaum Muslim Benggala Barat. c. Shaikh Karamat Ali dari Jaunpur Pembaharu lain yang bersemangat dan murni keagamaan di Benggala adalah Shaikh Karamat Ali dari Jaunpur, yang juga seorang murid dari Sayyid Ahmad Brelvi (Mahmud, 1988, p. 266) . Ia adalah seorang organisator yang baik dan menghabiskan waktu hidupnya hilir mudik di sungai-sungai Benggala Timur, dengan mendorong, berkotbah, membangunkan kaum Muslim terhadap kewajiban-kewajiban dan tanggung jawab mereka. Ia biasa bepergian dengan tiga perahu besar, di dalam salah satunya ia
dan keluarganya hidup; perahu kedua mengangkut para muridnya, sementara pada perahu yang ketiga ia mengadakan ajaran dan doa-doanya. Ia bekerja di kebanyakan daerah sebelah selatan, tetapi ia tinggal paling jauh di Noakhali. Ajarannya meninggalkan suatu kesan terakhir atas rakyat dari negeri dan kebanyakan dari semangat keagamaan ditemukan di Benggala Timur sekarang dapat dihubungkan dengannya. Ia mengajarkan sikap tidak berlebihan dan yang masuk akal dalam praktekpraktek keagamaan; ia bukan seorang ekstremis, seperti Shariat-ulla atau putranya Dudhu Mian. Ia bertanggung jawab terhadap godaan dari wilayah yang banyak berhala dan kebiasaan-kebiasaan Hindu yang pelan-pelan muncul ke dalam keyakinan rakyat. d. Revolusi 1857 Semua itu perlahan-lahan tetapi menentukan usaha-usaha berarti bahwa kaum Muslim India siap pada pertengahan abad untuk bangkit melawan Inggris pada tahun 1857 (Majumdar, 1958, p. 772-775, Cf. Lamb, 1963, p. 66; Kulke, 1986, p. 253-254) Suatu perhitungan gerakan nasional telah diberikan sebelumnya. Itu cukup untuk mengatakan di sini bahwa mayoritas pemberontak adalah kaum Muslim. Ketika revolusi dipadamkan, Inggris menghukum kaum Muslim jauh lebih keras dari pada orang-orang Hindu. Kemudian langkah pembalasan dendam begitu kejam sehingga kaum Muslim takut dan ditindas untuk kira-kira satu generasi, sedemikian banyak sehingga pada pertama kalinya mereka tidak akan ambil bagian dalam suatu aktivitas yang membawa mereka berhubungan dengan Inggris. Mereka menolak pendidikan baru, menolak pelayanan Pemerintah, tidak akan memasuki perdagangan atau mengatur sebuah industri. Inilah memang sebuah politik pembunuhan. e. Sir Sayed Ahmad Khan (1817-1898) Seorang besar, Sir Sayed Ahmad Khan lalu muncul untuk membangunkan mereka dari ketidakpedulian yang membahayakan ini. Ia mengatakan kepada mereka bahwa itu tidak bijaksana untuk memalingkan muka ke dinding. Mereka akan mengambil suatu bagian khusus dalam kegiatan-kegiatan bangsa. Sebagian kaum Muslim mereka adalah pewaris dari masa silam yang gemilang dan harus berusaha untuk memenangkan kembali kemuliaan ini. Ini, katanya, mereka dapat berbuat, dengan menerima pendidikan baru, merevisi jalan hidup mereka, membersihkan kejahatan-kejahatan sosial, dan dengan menjadi manusia yang rasional pengganti tahayul dan keterbelakangan (Kulke, 1986, p. 266-267) . Ia bahkan menafsirkan Quran atas garis-garis itu. Ia menghimpun orang-orang di sekitarnya, orang-orang yang berkaliber besar; organisator seperti Mohsin-ul-Mulk dan Viqar-ul-Mulk; para penulis seperti Nazir Ahmad, Altaf Husain Hali, Munshi Zakaullah, Maulana Sibli, Maulvi Chiragh Ali dan lain-lainnya. Ia mengorganisir sebuah masyarakat penerjemah dan mulai menulis masalah-masalah keagamaan, politik, sosial, dan isu-isu moral pada halaman-halaman jurnal mingguannya Tahzib-al-Akhlaq (Latihan-latihan Moral) . Itulah yang ia dorong untuk memperbaiki bahasa Urdu dan menulis prosa sederhana dan langsung di dalamnya. Ia membangun masyarakat untuk Educational Progress of Muslims dan setelah pensiun dari menjadi pegawai Pemerintah mendirikan sebuah sekolah di Aligarh pada tahun 1875. Dua tahun kemudian sekolah itu dinaikkan statusnya menjadi kolese dan disebut the Mohammadan Anglo-Oriental College (M. A. O. College) . Ketika
Lord Curzon berkuasa, kolese itu ditingkatkan menjadi sebuah universitas (Lamb. 1959, p. 86; cf. Mulia, 1959, p. 181) f. Pandangan-pandangan Politik Sir Sayed Ahmad Khan Sir Sayed mendirikan the Mohammadan Educational Conference pada tahun 1886 (Mahmud, 1988, p. 267) dan pada salah satu sidang tahunannya pada tahun 1893 bahwa anak Sir Sayed yang cemerlang Justice Mahmud membacakan pidatonya yang terkenal dalam mana ia melihat keadaan pendidikan Muslim yang menyedihkan selama seratus tahun terakhir (1793-1893) . Sir Sayed memiliki tinjauan ke masa depan untuk melihat bahwa kaum Hindu sedang mengikuti sebuah jalan yang akan mengambil mereka jauh dari kaum Muslim. Ia bertemu dan berbicara dengan para pemimpin Hindu seperti Gokhale dan Surendranath Bennerji, tetapi menasehati kaum Muslim untuk berjuang buat hak-hak mereka sendiri secara terpisah. Ia adalah orang Islam India pertama yang berkata kepada orang Inggris bahwa bila mengadakan pembaharuan politik kepada bangsa India kaum Muslim akan diberi pertimbangan terpisah. Ia tidak mengemukakan teori dua bangsa, tetapi ia memperlihatkan benihnya dalam pikiran kaum Muslim. g. Syed Amir Ali Seorang pengacara dan hakim terkenal, Syed Amir Ali diangkat menjadi anggota the British Privy Council. Ia menulis A Short History of the Saracens dan the Spirit of Islam, keduanya menjadi klasik (Mahmud, 1988, p. 267-268) . Ia yakin terhadap modernisme agama dan mengatakan kepada kaum Muslim bahwa tidak satu pun dalam Islam yang tidak sesuai dengan kemajuan. Pada perempat pertama abad XX dialah pengaruh yang membebaskan pada kaum Muslim di mana-mana, dan banyak kebangunan sosial dan keagamaan dari kaum Muslim India berhutang budi padanya. h. Sir Mohammad Iqbal Orang yang menyirami benih dan membuatnya tumbuh adalah seorang penyair yang filsuf besar dari Timur, Alama Mohammad Iqbal, yang mulai menulis sebuah jenis puisi baru yang menggemparkan pada dekade pertama abad XX (Wolpert, 1989, p. 316317, dan 319) . Seorang yang amat terpelajar, Sir Mohammad Iqbal mencoba untuk pertama kalinya untuk percaya bahwa rakyat dari anak benua yang luas ini telah menjadi sebuah bangsa setelah 800 tahun hidup bersama. Tetapi ia mendapati bahwa nasionalisme Hindu mempunyai ciri-ciri baru, yang tidak dikenal di kalangan kaum Muslim. Ia mulai takut bahwa jika kaum Muslim membiarkan mereka sendiri dikeluarkan oleh sentimen-sentimen murah hatinya sendiri mereka akan membuat pengurbanan besar dan berjuang untuk dekade-dekade saja untuk membuat kaum Hindu rakyat yang dominan. Gerakan Shuddi dan Sanghtan di kalangan kaum Hindu, kefanatikan dari pengikut Mahasabha, yang secara terbuka mengajarkan Akhand Bharat, membuat kaum Muslim yang lain berhenti. Bahkan Ali bersaudara yang dengan kuat pro Kongres pada akhirnya meninggalkan Kongres. Iqbal mengilhami kaum Muslim dengan suatu keyakinan baru, sebuah semangat baru, tenaga baru, dan membuat Islam sebagai agama yang hidup bagi mereka. Secara terbuka ia mulai menuntut teori bahwa Kaum Muslim adalah sebuah bangsa yang terpisah dan akan
diperlakukan sebagai kesatuan politik terpisah. Ide Pakistan asal usulnya hanya sebuah tema akademik dengan Choudhri Rahmat Ali, menjadi sebuah tujuan yang inspiratif ketika Iqbal memberinya kehidupan dan bentuk. i. Sir Salimullah dari Dacca Selama sepuluh tahun pemisahan Benggala seorang pemimpin Muslim terkemuka muncul di Benggala Timur. Dialah Salimullah Khan, Nawab Dacca, yang mencurahkan dirinya sendiri tanpa berhenti terhadap tugas memperkuat kaum Muslim Benggala. Ia bekerja dalam banyak bidang. Ia adalah salah seorang pendiri Liga Muslim tahun 1906; ia adalah pendukung kuat dari pendidikan kaum Muslim yang lebih tinggi; dan ia berbuat banyak untuk memperluas Universitas Dacca. Dalam bidang sosial pengaruhnya menonjol. Kenyataannya, ia dan keluarganya memainkan peranan penting dalam kebangunan kaum Muslim Benggala dan memberi mereka sebuah kesadaran nasional. j. Abul Kalam Azad dan Al-Hilal dari Calcutta Kekuatan lain dalam kebangunan kultural kaum Muslim adalah Abul Kalam Azad (1889-1958), seorang penulis Muslim yang sangat terpelajar, yang dalam dekade pertama abad XX mulai mempublikasikan dari Calcutta sebuah majalah mingguan bernama Al-Hilal (Bulan Sabit) dalam bahasa Urdu. Selanjutnya bahasa Urdu diucapkan lebih baik dan dimengerti di Calcutta dari pada sekarang dan kaum Muslim Benggali belajar keras bahasa itu. AL-Hilal menjadi sangat populer (Mahmud, 1988, p. 269) . Abul Kalam menulis dalam gaya yang bagus dan itu tidak meragukan apakah seorang jurnalis Urdu yang lebih berpengaruh sudah pernah muncul di anak benua. Ia menulis masalah-masalah agama, sosial, kebudayaan, dan politik dan majalahnya untuk mana semua penulis India kenamaan memberikan sumbangan, dibaca dengan suka sekali. Sedikitnya sekali, ketika Pemerintah menyita majalah karena opini-opini politiknya, Abul Kalam memulai sebuah majalah baru bernama Al-Balagh. Majalah ini juga berakhir diedarkan ketika Abul Kalam dipenjarakan selama PD I. Pada tahun 1926 ia memulai Al-Hilal lagi dan waktu ini juga popularitasnya menonjol. k. The Comrade dari Delhi Menjelang dekade kedua Maulana Mohammad Ali Jauhar (1878-1931) memulai mingguan berbahasa Inggrisnya yang terkenal: the Comrade dari Delhi. Ia adalah seorang penulis yang kuat, baik dalam bahasa Inggris maupun dalam bahasa Urdu, dan juga lebih tidak takut dan terang-terangan dari pada Abul Kalam. The Comrade sama hakekatnya dengan Al-Hilal dalam kebangunan kaum Muslim. Maulana Mohammad Ali (Mahmud, 1988, p. 269) diadili dan dihukum karena mempublikasikan suatu rangkaian artikel dalam the Comrade pada tahun 1915 tentang ‘The Choice of the Turks’, dalam mana ia mensahkan keputusan orang Turki untuk berperang melawan Inggris dalam PD I. Itu suatu kekang yang tidak berbahaya dari tulisan historis, tetapi Inggris menganggapnya subversif. Mereka tidak menghendaki orang-orang India mengetahui bahwa mereka dapat dianggap salah oleh rakyat Muslim lainnya. Mereka berpikir bahwa ini akan mencegah pasukan Muslim dalam Angkatan Perang India berjuang
dengan baik melawan orang-orang Turki di Mesopotamia. Setelah dibebaskan pada 1919, Mohammad Ali memulai the Hamdard dalam bahasa Urdu dan untuk beberapa tahun itu berlaku sebagai sebuah bunyi yang nyaring, memberi pendidikan politik yang sangat dibutuhkan bagi kaum Muslim. l. Zamindar dari Lahore Di Punjab jurnalis dan penulis politik yang sangat serba guna baik dalam prosa maupun dalam puisi adalah Zafar Ali Khan (1870-1956), editor harian berbahasa Urdu yang sangat populer Zamindar dari Lahore sebuah majalah yang telah didirikan ayahnya pada awal abad XX. Zafar Ali Khan (Mahmud, 1988, p. 270) adalah seorang juru bicara sekuat Maulana Mohammad Ali, dan meskipun tidak seterpelajar seperti Abul Kalam atau bukan sebagai pemikir tunggal, ia mempunyai keuntungan menjadi penyair politik yang amat lancar. Ia dapat menulis syair dalam satu meter atas suatu pokok politik atau sosial atau pribadi pada maklumat terpendek. Untuk 20 tahun ia mendominasi jurnalisme Urdu di Punjab untuk pendidikan politik kaum Muslim barat laut. m. Muhammad Ali Jinnah (1876-1948) Kaum Muslim India telah mendirikan Liga Muslimin pada tahun 1906, tetapi pada awalnya organisasi itu loyo. Hanya kaum Muslim yang bergelar bangsawan yang dapat menjadi anggotanya, dan meskipun Agha Khan pada akhirnya membantunya untuk tumbuh pada tahap-tahap awalnya, dan untuk membuat suatu perbuatan yang baik, dan meskipun Pemerintah Inggris mulai menyatakan bahwa lewat organisasi itu kaum Muslim anak benua mempunyai sebuah suara, hanya setelah Pakta Lucknow antara Kongres dan Liga tahun 1916 bahwa baik Inggris maupun orang-orang Hindu menyatakan kekuatan suara ini. Inilah hasil dari usaha-usaha pemimpin politik baru Mohammad Ali Jinnah. Jinnah adalah politisi liberal yang selanjutnya dikenal sebagai Quaid-i-Azam terus mencoba selama lima belas tahun untuk membawa kaum Hindu dan kaum Muslim bersama, tetapi setelah gagal pada tahun 1928 di Calcutta dan pada tahun 1930 di KMB, ia demikian letih dari perdebatan yang ia putuskan untuk tinggal di London. Ia mulai praktek sebagai pengacara di sana pada tahun 1930. Kaum Muslim segera merasa kekurangan seorang pemimpin politik puncak seperti Mahatma Gandhi, demikian mereka meminta Quaid kembali ke India dan menjadi ketua Liga Muslim. Ia menerima persembahan itu dan pada tahun 1935 kembali untuk mmencurahkan seluruh hidupnya untuk pelayanman kaum Muslim (Sachchidananda Bhattacharya, 1967, p. 495) . Berdasarkan perunutan di atas untuk selanjutnya terjadilah perkembangan seperti berikut ini. a. Teori Dua Bangsa Quaid dan Alama Iqbal lebih sering bertemu dan surat menyurat juga atas isuisu politik. Iqbal mengilhami Quaid dengan ide sebuah negeri terpisah bagi kaum Muslim India. Mereka setuju bahwa sejak kaum Muslim dan Hindu tidak memiliki kebersamaan, entah bahasa, agama, kebudayaan; adat istiadat, mitos atau cerita rakyat, mereka tidak pernah akan bersatu. Kaum Muslim sudah mencoba untuk bersatu dengan
orang-orang Hindu, tetapi kaum Hindu menghendaki supremasi dalam segala hal dan bahkan tidak ingin menerima bahasa Urdu yang mana sudah berkembang sebagai suatu akibat dari percampuran antara kaum Muslim dan Hindu. Teori dua bangsa lalu didiskusikan dalam koran-koran dan dari program, demikian kaum Muslim menjadi lebih kuat dalam sikap mereka, sampai pertemuan tahunan dari Liga Muslim di Lahore pada tanggal 23 Maret 1940, Resolusi Pakistan yang terkenal disahkan (Mulia, 1959, p. 258-259; cf. Wolpert, 1989) . b. Di antara Dua Perang Dunia Dalam 20 tahun jeda antara dua perang dunia kaum Muslim memperoleh pendidikan yang lebih tinggi, perwakilan-perwakilan lebih dalam pelayanan, kemungkinan-kemungkinan yang lebih baik dalam industri dan pedagangan, dan latihan yang sangat berguna dalam prosedur parlementer. Liaqat Ali Khan, sekretaris jendral Liga Muslimin, dan Quaid, berkumpul di sekeliling mereka kaum Muslim Uttar Pradesh dan propinsi-propinsi lain yang kenamaan, seperti Maharaja Mahmudabad, Nawab Muhammad Ismail, Nawab Mamdot, Bahadur Yar Yung, Kwaja Nazimuddin, Sir Aziz-ul-Haque dan yang lain-lainnya. Di Punjab dan Benggala, koalisi menterimenteri yang dipimpin kaum Muslim terwujud setelah the Government of India Act of 1935 dan pemilu tahun 1937. Liga Muslimin menjadi organisasi yang populer dan para mahasiswa membantu untuk mempopulerkan ide sebuah negara Islam terpisah. Tetapi di perbatasan Kongres memenangkan dua pengikut yang sangat kuat dalam diri Khan bersaudara, Abdul Gaffar Khan dan Dr. Khan Sahib. Setelah tahun 1937, ketika kementerian Kongres berkuasa di tujuh propinsi dari sebelas propinsi, kaum Muslim mulai merasa ditekan. Ada protes dan permohonan kepada para pemimpin Muslim, demikian sehingga para menteri utama dari Punjab dan Benggala – Sikander Hyat Khan dan Mr. H. S. Suhrawardy – menerima kepemimpinan Quaid-i-Azam dan setuju untuk berjuang buat sebuah negeri Muslim (Wolpert, 1989, 331) . c. Proposal Misi Kabinet (1946) Liga Muslimin kemudian menekankan tuntutan mereka untuk Pakistan. Sejak usaha-usaha Pemerintah India untuk sampai pada suatu rencana yang dapat diterima tidak berhasil, Misi Kabinet yang sampai ke India pada 1946 mengusulkan rencananya sendiri, yaitu anjuran untuk membagi anak benua menjadi tiga zona, dua dari yang mana kaum Muslim akan berada pada mayoritas (Mahmud, 1988, 271) . Sejak ini adalah sebuah langkah ke arah Pakistan, Liga Muslimin memberi kuasa kepada Quaid untuk menerimanya, tetapi Kongres mulai memberikan tiap penafsiran yang asing dari tiga hal itu yang disediakan untuk pemerintah pusat – masalah luar negeri, pertahanan, dan komunikasi. Perbedaan-perbedaan muncul dan Quaid dipaksa untuk menarik penerimaannya akan rencana itu. d. Kekuatan Pertahanan Sementara itu sebuah pemerintahan sementara dibentuk pada bulan Oktober 1946 di bawah mana pertahanan dinasionalisasi. Portofolio dipegang oleh Sardar Baldev Singh, yang mulai memobilisasi pasukan AB India. Pada akhir perang kaum Muslim
terdiri dari 45% dari pasukan. Pada saat pemisahan terjadi prosentase mereka menurun menjadi 29%. Untungnya selama perang banyak Muslim telah bergabung ke AU dan AL India. Oleh karena itu, ketika pemisahan Pakistan memiliki sejumlah ofsir terlatih yang berguna dan orang-orang yang berada baik dalam AU maupun AL. Di AL, kaum Muslim sudah memegang komisi untuk beberapa waktu dan dalam AD ada banyak opsir senior Muslim, sebagai tambahan untuk J. C. Os dan jajaran-jajaran lainnya. e. Pemisahan (Bulan Agustus 1947) Bulan-bulan perundingan dan pertikaian yang sengit yang mendahului pemisahan anak benua pada tanggal 14 Agustus 1947 (Burki, 1986, p. 9; cf. Bolitho, 1954, p. 177-190) lebih lanjut menyakiti hubungan antara kedua pihak yang bertikai. Selain desakan para pemimpin mereka untuk mempertahankan tata tertib, mengatur pembunuhan masa, perampokan dan pembakaran rumah terjadi di utara India. Bertentangan dengan latar belakang dari keadaan kekacauan pemindahan rakyat dengan damai dan aset menjadi tidak mungkin. Sebuah perang saudara yang tidak diduga menghancukan seluruh administrasi dan mempesulit tugas-tugas yang dihadapi kedua negara, terutama Pakistan, yang mana memiliki sumber-sumber yang lebih miskin baik orang maupun material. Bagaimana perkembangan Pakistan selanjutnya setelah berpisah dari India. Marilah disimak secara lebih teliti sebagai berikut. a. Pemerintah Pakistan dan Kashmir Pemerintah Pakistan pertama dibentuk oleh Mr. Liaqat Ali Khan, yang adalah pemimpin partai Liga Muslimin. Quaid-Azam diangkat menjadi Gubernur Jendral. Dewan Konstituante yang terdiri dari 80 anggota berfungsi sebagai sebuah Dewan Legislatif. Pada bulan September 1947 Komisi Perbatasan mengumumkan hadiahnya, memberikan daerah Gurdaspur kepada India berlawanan dengan semua prinsip-prinsip keadilan. Ini dibuat untuk tiga alasan. Gurdaspur memberikan sebuah mata rantai dengan, sebuah jalan ke Kashmir; itu menguasai sumber-sumber keempat sungai, Chenab, Ravi, Bias dan Sutlej buat India; dan itu memberi suatu perbatasan umum untuk India dan Kashmir. Banyak yang bertentangan dengan the Independence Act of 1947, pada tanggal 27 Oktober Maharaja Kashmir bergabung ke India, tanpa berkonsultasi dengan kehendak penduduk yang beragama Islam di kerajaan yang luas ini, yang mana meningkat menjadi lebih dari 4/5 dari keseluruhan jumlah penduduk (Burki, 1986, p. 7; cf Bolitho, 1954, p. 206) . b. Aksi Kashmir (Oktober 1947-Maret 1949) Sebagai sebuah akibat, rakyat suku North West Frontier Province (NPWP) menyerbu ke daerah Punch di Kashmir sebelah barat sebagai protes. Pemerintah India menerjunkan pasukan mereka di Srinagar. Rakyat Punch, ribuan mana telah menjadi tentara dalam pasukan India yang baru saja dibubarkan, bangkit untuk melindungi negeri mereka (cf. Mulia, 1959, p. 331-336) . Pakistan mengirim tentara untuk melindungi perbatasan-perbatasannya. India kemudian meminta bantuan kepada Dewan Keamanan. Pertempuran berlanjut antara kaum nasionalis di Kashmir, yang
sudah membentuk Azad Kashmir Government di Muzzaffarabad, dengan pasukan India. Di tengah-tengah kekerasan besar pasukan Azad Kashmir, diperkuat oleh sukarelawan Pakistan, berjuang dengan berani dan berhasil melawan pasukan AB India yang dilengkapi dengan baik dan berdisiplin. Pasukan Azad Kashmir setelah sebelas bulan berjuang keras telah membebaskan Mirpur dan Jhangar, lalu siap untuk suatu pertempuran besar, ketika Dewan Keamanan memerintahkan suatu gencatan senjata pada tanggal 1 Maret 1949 (Schchidananda Bhattacharya, 1967, p. 513) . Perundinganperundingan dimulai antara perwakilan-perwakilan PBB, Pakistan dan India, dan pada tanggal 26 Maret 1949 sebuah garis gencatan senjata ditetapkan antara Pakistan dan India, di Kashmir, dan kedua negara diijinkan untuk menahan apa yang telah mereka pegang. Itu berarti sudah dipecahkan bahwa nasib Kashmir akan diputuskan oleh sebuah plebisit di bawah pengawasan PBB, dan Admiral Nimitz ditunjuk sebagai Administrator Plebisit. c. Meninggalnya Quaid dan Liaqat Ali Khan Pada tanggal 13 September 1948 Pemerintah India menggerakkan pasukannya ke Heyderabad. Kaum nasionalis mengadakan suatu pertarungan, tetapi mereka tidak dapat menang melawan pasukan India yang kuat untuk memaksa Nizam bergabung ke India. Pasukan India menang dan memaksa Nizam menandatangani penggabungan. Tindakan serupa diambil melawan kerajaan-kerajaan Junagadh dan Manavadar di Gujarat Kathiawar. Kerajaan-kerajaan itu telah memilih Pakistan. Pakistan memprotes tetapi India meragukannya. Sebuah bencana lalu menyebabkan kesukaran besar di Pakistan Barat. Quaid, yang meskipun kesehatannya yang buruk siang malam telah memerangi bencana itu, sarat dengan kerja yang luar biasa berat, dan akhirnya meninggal pada tnggal 11 September 1948 (Wolpert, 1984, p. 370) . Kwaja Nazimuddin, pemimpin veteran dari Pakistan Timur dan politisi yang amat senior, ditunjuk menjadi Gubernur Jendral menggantikannya dan Liaqat Ali Khan melanjutkan pekerjaannya sebagai Perdana Menteri. Sejak itu ia memegang selengkapnya masalah-masalah luar dan dalam negeri Pakistan, dan mulai memperlihatkan bukti ciri-ciri pemahaman politik dan kenegarawanan. Tetapi ia jatuh menjadi kurban sebuah peluru pembunuh di Rawalpindi pada tanggal 16 Oktober 1951, yang mana berarti bahwa negeri telah kehilangan dua orang besar dalam waktu yang singkat. d. Nazimuddin sebagai Perdana Menteri (Oktober 1951) Kwaja Nazimuddin lalu diminta menduduki kursi Perdana Menteri, dan Mr. Ghulam Mohammad, Menteri Keuangan pada kabinet Liaqat, ditunjuk menjadi Gubernur Jendral. Nazimuddin adalah orang yang bijaksana, baik, jujur dan takut kepada Tuhan, tetapi didapati bahwa Dewan Konstituante, yang telah disusun sebagai sebuah badan yang berdaulat, bekerja dalam suatu cara yang lambat dan tidak nampak menjadi sangat cemas untuk melengkapi tugasnya. Waktu lebih membuat Dewan merancang Konstitusi, yang lebih besar menumbuhkan perbedaan-perbedaan antara Pakistan Barat dan Pakistan Timur dan antar propinsi di Pakistan Barat. Segera hal-hal mulai menumpuk secara nembahayakan, dan ketidakpastian politik tumbuh. Inilah waktu yang kritis untuk negeri itu.
e. Ghulam Mohammad Mengambil Tindakan (April 1953) Pada saat ini Ghulam Mohammad, Gubernur Jendral yang merana, bertindak. Mendapati bahwa rasa hormat pada pemerintah berada pada titik yang rendah dan bahwa prestise Pemerintah sedang menderita, ia membubarkan Kabinet Nazimuddin pada tanggal 17 Aril 1953 dan memanggil Mr. Mohammad Ali Bogra, Duta Besar Pakistan untuk AS, untuk membentuk sebuah Kementerian Liga Muslimin. Selama Mr. Mohammad Ali Bogra berkuasa Pakistan menerima bantuan dari AS berupa gandum, dan pada tanggal 17 Mei 1954 Pakistan dan AS menandatangani sebuah Persetujuan Bantuan Pertahanan Bersama: AS setuju untuk memberi bantuan militer dalam bentuk perlengkapan dan fasilitas-fasilitas latihan buat pasukan pertahanan Pakistan (cf. Wolpert, 1989, p. 373) . . f. Perubahan yang cepat dalam Pemerintahan Propinsi Pada bulan Mei 1954, Bab 92a dibebankan kepada Pakistan Timur dan Pemerintah Pusat mengambil alih pemerintahan dari kementerian yang dipimpin oleh Mr. A. K. Fazlul Haque. Mayor Jendral Iskandar Mirza sampai kemudian Menteri Pertahanan Pemerintah Pakistan, ditunjuk Menjadi Gubernur Pakistan Timur. Di Pakistan Barat, berkenaan dengan pembukaan Dam Bhakra, yang dibangun oleh India di sungai Sutlej, air sungai Ravi, Bias dan Sutlej mulai dihabiskan dari saluran-saluran yang mana mengalir ke daerah sebelah timur daerah-daerah Pakistan Barat (Mahmud, 1988, p. 274-275) . Ini menyebabkan kegelisahan besar di Pakistan Barat dan dinyatakan bahwa agresi India berlanjut dalam daerah pendudukan Kashmir dan usaha-usahanya ditentukan untuk membelokkan semua proposal yang dibuat para penengah yang dikirim oleh PBB, sama seperti pengalihan sungai Sutlej, adalah sebuah ancaman yang besar bagi perdamaian. Pada tanggal 16 Agustus 1954 Pemerintah Pakistan mengakui Lagu Kebangsaan disusun oleh Ahmad Chagla dan ditulis oleh Hafiz Jullandri. Bulan berikutnya Pakistan menandatangani Pakta S. E. A. T. O. (Burki, 1991, p. 200) bersama dengan tujuh penguasa Timur Jauh lainnya, untuk bertempur melawan agresi dan subversi di Asia Tenggara. Kemudian bulan itu akhirnya Dewan Konstituante mengambil prinsip-prinsip pokok Konstitusi, tetapi Gubernur Jendral tidak puas dengan kemajuan yang dibuat oleh Dewan Konstituante dan membubarkannya pada tanggal 24 Oktober 1954. Ia juga menyatakan suatu keadaan darurat dalam negeri, tetapi menahan delapan anggota kabinet di Pusat, dipimpin oleh Mr. Mohammad Ali Bokra. Pada tanggal 30 November, Dewan Legislatif Punjab secara bulat mengambil sebuah resolusi yang mendukung penggabungan propinsi-propinsi Pakistan Barat menjadi satu kesatuan administratif. Sebulan kemudian Gubernur Jendral mengumumkan Perintah Pakistan tahun 1954 dengan mana dia mendirikan sebuah Dewan untuk Pemerintahan Pakistan Barat. Sementara itu Mayor Jendal Iskandar Mirza telah menyerahkan kewajiban-kewajibannya kepada Mr. Shahabuddin dan menerima jabatan sebagai Menteri Dalam Negeri dalam kabinet Baru Pusat. Pada tanggal 10 mei 1955 Gubernur Jendral, Mr. Ghulam Mohammad, memanggil sejumlah enam puluh anggota Konvensi Konstitusi di Murree. Ia juga memberi kekuasaan kepada Konvensi di bawah Bab 8 dari the Independence Act untuk berfungsi bukan hanya sebagai sebuah badan pembuat konstitusi tetapi juga sebagai badan legislatif. Pada tanggal 5 Juni 1955 pemerintahan parlementer dipulihkan di Pkistan Timur, dan Mr. A. K. Fazlul Haque memenangkan mayoritas kursi Muslim di Dewan Konstituante dari Pakistan Timur. Mr. H. S.
Suhrawardy, pemimpin partai Liga Awami. menjadi pemenang kedua dengan dua belas kursi. g. Iskander Mirza sebagai Gubernur Jendral (Oktober 1955) Pada bulan Juli 1955 Mr. Ghulam Mohammad absen dari pemerintahan selama dua bulan sakit, dan Mayor Jendral Iskndar Mirza ditunjuk menjadi pejabat Gubernur Jendral. Bulan berikutnya ada perubahan dalam kepemimpinan partai Liga Muslimin, yang mana memilih Choudri Rahmat Ali menjadi Menteri Keuangan, sebagai pemimpinnya. Pada saat ini Mr. Bokra mengundurkan diri, dan Choudri Rahmat Ali, pemimpin baru Liga Muslimin, diminta oleh Jendral Iskander Mirza untuk membentuk pemerintahan. Ia membentuk pemerintahan koalisi terdiri dari 9 anggota Liga Muslimin-Front Bersatu. Ketika keseharan Mr. Ghulam Mohammad makin memburuk, Jendral Iskader Mirza ditunjuk menjadi Gubernur Jendral tetap pada tanggal 6 Oktober 1955 (Burki, 1991, p. 46) . Selanjutnya pada bulan itu Pakistan menjadi anggota Pakta Bagdad, anggota lainnya adalah Irak, Iran, Turki, dan Inggris Raya. Pada saat ini, Badan Konstituante mensahkan RUU Pembentukan Pakistan Barat, dan memberi kekuasaan kepada Gubernur Jendral untuk mengintegrasikan Pakistan Barat. Pada akhir bulan Januari 1956 Badan Konstituante memutuskan bahwa Pakistan akan menjadi Republik Federal, dikenal sebagai Republik Islam Pakistan. Pada bulan Februari, Jendral Iskander Mirza dipilih menjadi Presiden Republik Islam Pakistan. Tindakannya yang pertama sebagai Presiden adalah untuk menunjuk Mr. A. K. Fazlul Haque sebagai Gubernur Pakistan Timur. Pada tanggal 23 Maret 1956 Dominion Pakistan diumumkan sebagai Republik Islam Pakistan. h. Kementerian-Kementerian Baru Pada kenyataannya Liga Muslim telah menjadi kacau pada tahun 1956 dan partai Republik baru kebanyakan disusun dari orang-orang Liga Muslimin musiman, yang telah mencapai kekuasaan di Pakistan Barat. Di Pakistan Timur Liga Awami menjadi penting Mahmud, 1988, p. 276-277) . Pemimpin politik di Pakistan lalu mulai berubah dengan cepat, dan tidak ada kementerian yag bertahan lebih dari setahun. Dr. Khan diangkat menjadi Perdana Menteri dari Pemerintah Propinsi yang pertama dari Pakistan Barat, dengan kaum republik yang membentuk suatu mayoritas dan di Pakistan Timur ada kementerian koalisi dengan Liga Awami, kelompok satu-satunya yang terbesar, di puncak. Mr. Ataur Rahman, seorang calon dari Mr. Suhrawardy, menjadi Menteri Utama. Di pusat juga ada koalisi antara kaum Republiken dan Liga Awami, dan pemimpin Liga Awami menjadi Perdana Menteri, pada tanggal 12 September 1956. Mr. Suhrawardy, adalah seorang politisi yang cerdik dan orang yang sangat mampu. Ia membuat pekerjaan yang berguna untuk Pakta Bagdad, yang lalu juga termasuk Iran. Selama krisis Suez pada 1956, ketika Inggris Raya, Perancis, dan Israel menyerbu Mesir, Mr. Suhrawardy dengan diplomasi yang besar menjunjung tinggi Pakta. Tetapi posisi partai dalam negeri selalu berubah. Pada tanggal 9 Mei 1958 Dr. Khan Sahib, selanjutnya menjadi menteri di pusat, dibunuh. Meskipun ini bukan kejahatan politik, hal itu lolos dari pemerintahan. Menteri Utama Pakistan Barat, Mr. Abdul Rashid Khan, tidak memiliki baik pengalaman maupun kepribadian Dr. Khan Sahib, dan ada keresahan di kalangan Republiken, terutama ketika Presiden Iskander
Mirza sedang mempengaruhi peristiwa-peristiwa politik dari belakang layar. Segera partai-partai terpecah belah dan para pemimpin politik memisahkan diri dari organisasi induk mereka dalam mengejar jabatan dan perolehan politik. Ada kabinet Liga Muslimin di pusat yang hidup sebentar, dengan Mr. I. I. Chundrigar sebagai Perdana Menteri, tetapi segera diusir tidak kurang dari dua bulan dan kaum Republik menduduki pemerintahan di Pakistan Barat dan Pusat. Malik Firoz Khan Noon, politisi kawakan, lalu menjadi pimpinan partai Republik, diminta untuk membentuk sebuah kabinet di pusat (Desember 1957) . Di Pakistan Barat Mr. Muzzafar Ali Qisibalsh membentuk sebuah kabinet Republik (Maret 1956), tetapi di Pakistan Timur satusatunya partai yang dapat membentuk sebuah koalisi adalah Liaga Awami., sehingga Mr. Ataur Rahman kembali berkuasa. i. Keadaan Pemerintah Inilah sebuah rencana yang sukar dan, menurut Konstitusi, pemilu diselenggarakan pada tahun 1958. Oleh karena itu kaum politisi mencoba memenangkan para pemilih yag mungkin dengan tebar pesona (jual tampang) . Pemerintah menjadi korup dan reputasi Pakistan di luar negeri menderita. Inefisiensi bergandengan dengan korupsi, dan penyelundupan, pasar gelap, nepotisme, dan penipuan menandai urusan mereka. Rakyat putus asa dan negeri berada di tepi jurang kebangkrutan. j. Revolusi Bulan Oktober 1958 Pada tanggal 7 Oktober 1958, Mayor Jendral Iskander Mirza mengumumkan suatu keadaan darurat, membubarkan menteri-menteri dan menunda Konstitusi dan menyatakan keadaan darurat di seluruh negeri (Burki, 1991, p. 48) . Ia menunjuk Jendral Mohammad Ayub Khan sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata, Administrator Utama Keadaan Darurat, dan Perdana Menteri. Propinsi-propinsi ditempatkan di bawah pemerintahan Gubernur dan sebuah kabinet terdiri dari dua belas orang yang ditunjuk untuk membantu Perdana Menteri. Jendral Mirza tetap Presiden dan Pemerintahan revolusioner bekerja siang malam untuk mensahkan perintah-perintah dan peraturan-perturan untuk peralatan Pemerintahan dalam mosi, dan membiarkan peradilan untuk melanjutkan pekerjaannya. Kebanyakan kerja mendadak dilanjutkan dan Pemerintahan baru mulai menguasai keadaan. k. Jendral Mohammad Ayub Khan sebagai Presiden (27 Oktober 1958) Tetapi Mayor Jendral Iskander Mirza tidak akan berhenti campur tangan dalam politik dan mulai untuk mencampuri kerja Pemerintah yang baru. Oeh karena itu Kabinet baru memutuskan untuk menggesernya. Ia diminta untuk memasuki kepentingan negeri dan Jendral Mohammad Ayub Khan mejadi Presiden. Segera tindakan diambil untuk menghentikan penyelundupan, pasar gelap, dan penyalahgunaan sosial yang jelas. Rakyat diminta untuk menyatakan penghasilan mereka yang berlebih dan sejumlah seratus lima laksa rupee diminta juga. Para penyelundup ditangkap. Bahkan para opsir tinggi dan para politisi yang melanggar perintah-perintah keadaan darurat dan peraturan-peraturan ditahan. Langkah-langkah
diambil untuk merehabilitasi para pengungsi dan penyaringan para opsir pada semua jenjang diperintahkan. l. Land Reforms dan Pembaharuan Lainnya Sebuah Komisi Land Reform yang didirikan pada tanggal 18 Oktober 1948 menyerahkan laporan terakhirnya kepada Pemerintah pada tanggal 20 Januari 1959. Pada tanggal 24 Januari Presiden mengumumkan Land Reforms baru, menurut mana tidak seorangpun tuan tanah dapat di masa datang memegang lebih dari 20 hektar tanah (500 acre) atas namanya sendiri. Ini adalah langkah yang bermanfaat dari resim baru, ketika dengannya akan mengakhiri kekuasaan feodal dari para zamindar besar. Pemerintah membebaskan negeri dari korupsi dan membuat inefisiensi suatu kejahatan. Semua cara hidup diselidiki dan komisi-komisi ditunjuk untuk merekomendasi perbaikan-perbaikan dalam pendidikan, riset ilmu pengetahuan, metode-metode pertanian dst. Negeri melihat ke depan sebuah masa depan yang cerah di bawah resim ini. m. Pencapaian-Pencapaian Rejim Baru Rejim baru telah memutuskan untuk mulai dengan hal-hal dasar. Telah memukul golongan feodal kuno, dengan memperkecil kekuasaan, pada akhirnya secara legal, para tuan tanah, yang sudah lama menahan perintang pada politik, dan memberikan keyakinan, harga diri, kedudukan sosial bagi kaum pengungsi yang tidak punya tempat tinggal dengan membangun kota-kota satelit bagi mereka di mana-mana, rejim baru mencoba membersihkan pemerintah pusat dan propinsi. Tetapi tidak seorang pun di tempat yang mulia, aman jika ia korupsi, dan bahkan para pejabat yang tidak efisien dihukum. Ketika penyelundupan telah dihentikan dan pasar telah dikekang, Pemerintah menuju ke karya penting mendidik masa secara politik. Tujuannya adalah untuk membuat rakyat Pakistan betul-betul demokratik. Setelah memutuskan bahwa hak pilih orang dewasa akan menjadi fundasi lembaga-lembaga demokrasi mendatang di negeri, rencana demokrasi dasar digariskan. Kesatuan-kesatuan pemerintahan sendiri oleh kaum dewasa yang bertanggung jawab akan mulai dengan Dewan-dewan Uni di pedesaan dan kota-kota. Di atas mereka ada Dewan-dewan Distrik, dan selanjutnya Dewan-dewan Divisi. Paling atas akan ada Dewan-dewan Penasehat Propinsi. Presiden mengumumkan pada awal bulan September 1959 di Dacca bahwa ia akan segera menunjuk sebuah Komisi Konstitusi, dan pada tanggal 10 September, Mr. Justice M. Munir, Hakim Agung dari Mahkamah Agung ditunjuk menjadi Ketua Komisi Konstitusi. Selanjutnya tugas diberikan Mr. Justice Shahabuddin. Dijanjikan bahwa rancangan Konstitusi Baru akan siap pada tahun 1960-61 dan segera setelah konstitusi disahkan dan diumumkan, pemilu akan diselenggarakan dan lembaga-lembaga demokratik dipulihkan. Komisi Konstitusi menyerahkan laporannya pada bulan Mei 1961, dan segera sebuah sub komite Kabinet ditunjuk untuk memeriksa rancangan itu secara teliti. n. Pemindahan Ibu kota Rezim baru tidak menganggap Karachi sebagai tempat yang ideal untuk sebuah
ibu kota, sebab secara strategi tidak terlindung dan dipengaruhi oleh industri sama seperti kepentingan perdagangan. Setelah dipikirkan secara masak, dataran tinggi Potwar di utara Rawalpindi dipilih sebagai tempat ibu kota yang baru, karena cocok dalam setiap hal. Ibu kota itu diberi nama Islamabad. Presiden memutuskan bahwa sebagai sebuah langkah pertama staf pembuat kebijakan dari Pemerintah pusat akan pindah ke Rawalpindi pada bulan Oktober 1959, dan bahwa sebuah komisi diketuai oleh Mayor Jendral Yahya Khan, Panglima Staf Umum, ditunjuk untuk merumuskan dan memfinalkan rencana-rencana untuk membangun ibu kota baru. Diyakini bahwa ibu kota akan siap dalam waktu lima tahun. Presiden Mohammad Ayub Khan dimenangkan oleh semua langkah-langkah itu kesetiaan orang-orang Pakistan dan kekaguman dunia. Secara umum dipercaya bahwa dengan mengambil kekuasaan unsur kekayaan dan kekerasan akan muncul dalam politik Pakistan Timur. o. Demokrasi Dasar (Oktober 1959) Pemerintah telah menggerakkan personalia dari para menteri pembuat kebijakan pada bulan Oktober 1959, ulang tahun rvolusi, yang dapat disebut the’Glorious Revolution’, dirayakan di Rawalpindi pada tanggal 27 Oktober 1959. The Basic Democracies Scheme Order (Aturan Skema Demokrasi Dasar) diumumkan pada hari yang sama. Skema mengemukakan lima tingkatan pemerintahan: pada tingkat terbawah akan menjadi Pedesaan atau Uni Kota-kota: di atasnya akan menjadi Thana atau Komisikomisi Tahsil: tingkat ketiga akan disusun dari Dewan-dewan Komisioner atau Divisi yang mana akan mengkoordinasi kerja Komisi-komisi Tahsil: berikut akan sampai pada Dewan-dewan Komisioner atau Divisi, dan di atasnya akan menjadi Dewan-dewan Penasehat Provinsial. Sistem pertanggungjawaban dan pemerintahan sendiri ini dimaksudkan untuk memberi latihan yang perlu dalam kerja politik dan legislatif bagi rakyat dari negeri. Untuk menghargai kerja pengamanan bangsa yang dibuat oleh Presiden Hohammad Ayub Khan, kabinet mengusulkan agar ia diangkat menjadi Marsekal, sebuah anugerah yang mana mulai berlaku pada tanggal 27 Oktober 1959. Penutup Kebangkitan kaum Muslimin India diawali oleh usaha-usaha banyak orang, terutama kebangkitan mereka secara sosio-kultural selama abad XVIII dan XIX. Kebangkitan politik dirintis oleh Sayed Akhmad Khan senyampang kaum Hindu mulai membangun Kongres. Sayed Akhmad Khan membangun jati diri kaum Muslimin India dengan mendirikan sekolah di Aligarh bernama Mohammadan Anglo-Oriental College yang kemudian menjadi universitas pada zamannya Lord Curzon berkuasa. Kaum Muslimin sebagai entitas yang terpisah dari kaum Hindu mulai mekar, diberi nama Pakistan oleh seorang mahasiswa Muslim di London bernama Choudhri Rahmat Ali, diberi cakupan wilayah oleh Mohammad Iqbal, seorang penyair yang filosof dan diangkat menjadi sebuah resolusi pada tanggal 23 Maret 1940. Cakupan wilayah Pakistan menurut Mohammad Iqbal adalah India Barat Laut, oleh Mohammad Ali Jinnah diperluas menjadi daerah-daerah yang didiami oleh kaum Muslimin. Ketika Pakistan lahir maka wilayahnya meliputi Pakistan Barat dan Pakistan Timur (sekarang menjadi Bangladesh) . Awalnya Pakistan didominasi oleh para pengungsi yang pindah ke Pakistan
Barat akibat permintaan dari Mohammad Ali Jinnah dengan ibu kotanya di Karachi, tetapi setelah Jendral Mohammad Ayub Khan berkuasa ibu kota dipindah ke Rawalpindi. Dominasi kaum pengungsi berakhir dan digantikan oleh resim militer yang bekerjasama dengan para tuan tanah di Pakistan barat laut. Daftar Bacaan Bolitho, Hector, 1954, Jinnah, Creator of Pakistan, London, John Murray, Albemale Street, W. Burki, Shahid Javed, 1986, Pakistan, The Continuing Search for Nationhood, II, Oxford, Westview Press. Kulke, Hermann & Rothermund, Dietmar, 1986, A History of India, New Jersey, Barnes & Noble Books. Lamb, Beatrice Pitney, 1963, India, A World In Transition, New York, Frederick Praeger, Publishers.
A.
Mahmud, S. F. (1988), A Concise History of Indo-Pakistan, Oxfopr, Oxford Unibversity Press. Majumdar, R. C. (1958), An Advanced History of India, London, MacMillan & Co Ltd. McDonough, Sheila (Ed), 1970, Mohammad Ali Jinnah, Maker of Modern Pakistan, Massachuesetts, D. C. Heath And Company. Mulia, T. S. G., 1959, India, Sedjarah Politik dan Pergerakan Kebangsaan, Djakarta, Dinas Penerbitan Balai Pustaka Sachchidananda Bhattacharya, (1967), A Dictionary of Indian History, New York, George Braziller. Wolpert, Stanley, A New History of India, Oxford, Oxford University Press.