LAPORAN PENELITIAN
PERILAKU SADARI WANITA PEDESAAN DAN WANITA PERKOTAAN Erniyati*, Suci Seniartika**
ABSTRAK Penyakit kanker payudara menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat. Upaya penanggulangan masih banyak menemukan kendala karena sebagian besar penderita datang berobat pada stadium lanjut yang sulit disembuhkan. Dan sadari merupakan metoda yang paling efektif dan efisien untuk menemukan penyakit kanker payudara pada stadium dini. Wanita didapati beresiko lebih besar terkena kanker payudara dibandingkan laki-laki. Informasi dan edukasi memberi arah pada terbentuknya perilaku individu. Kemudahan akses informasi dan edukasi tentang sadari antara mereka yang tinggal desa dan kota dapat menyebabkan adanya perbedaan perilaku antara wanita desa dan wanita kota terhadap perilaku sadari. Penelitian deskriptif eksploratif untuk mengetahui gambaran dan perbedaan perilaku wanita desa dan kota terhadap perilaku sadari. Beberapa faktor yang terkait dengan pembentukan perilaku juga dianalisa pengaruhnya. Metoda ”convinient sampling” digunakan untuk melibatkan seratus dua puluh enam wanita dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan rerata skor kognitif dan psikomotor responden desa dan kota termasuk dalam kategori tidak baik dan kurang baik. Namun demikian kecenderungan sikap responden desa dan kota terhadap sadari berada dalam rentang positif. Analisa t-test menunjukkan bahwa perbedaan skor kognitif, psikomotor dan afektif responden desa dan kota terhadap sadari tidak bermakna (ρ>0,05). Kata kunci: Kanker payudara, perilaku sadari, kognitif, psikomotor dan afektif
Penulis adalah * Dosen Keperawatan Maternitas PSIK FK USU ** Mahasiswa Program S-1 Keperawatan PSIK FK USU
Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara, Volume 1, Mei 2005
1
PENDAHULUAN Berbagai laporan penelitian menunjukkan bahwa kanker cenderung menjadi salah satu penyebab utama kematian pada usia produktif (Tambunan, 1993). Dalam dua dasawarsa terakhir di Sumatera Utara penyakit ini menunjukkan angka kasus yang semakin meningkat. Dua puluh tahun yang lalu, sebagaimana angka nasional, kanker payudara baru menempati urutan kedua setelah kanker nasofaring (nasional, urutan kedua setelah kanker leher rahim) (Depkes RI, 1983). Informasi terkini yang dicatat dari laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, kanker payudara pada tahun 2002 menunjukkan kenaikan drastis dan menjadikannya sebagai kasus kanker yang terbanyak (16,07%, n=50 kasus). Sementara itu upaya penanggulangan kanker payudara masih banyak menemui kendala. Sebagian besar (75,5%) penderita datang berobat ke rumah sakit dalam stadium lanjut (Sukardja, 1984 dikutip dari Tambunan, 1993). Pada stadium ini, kanker payudara cenderung sukar atau praktis tidak dapat disembuhkan lagi (Arjoso, 1992). Padahal diberikan pengobatan yang tepat dan adekuat sebenarnya kanker payudara pada stadium dini memiliki prognosis yang baik. Oleh karena itu upaya penanggulangan kanker payudara sebaiknya dititik beratkan pada deteksi dini saat kanker masih berukuran kecil (Tambunan, 1993). Metode yang paling efektif digunakan adalah metode pemeriksaan payudara sendiri (sadari). Selain tanpa biaya, cara ini relatif mudah dilakukan. Keberhasilan sadari tergantung pada pengetahuan, keterampilan dan sikap individu dalam melakukan sadari. Ketiganya merupakan domain perilaku sadari yang seharusnya dimiliki oleh mereka yang beresiko terkena kanker payudara. Dari sebaran kasus di Sumatera Utara menunjukkan bahwa wanita mempunyai resiko lebih tinggi dibanding laki-laki. Selain itu, belum ada penelitian yang dapat memberikan informasi sejauh mana
2
penguasaan ketiga domain perilaku sadari dimiliki para wanita. Hasil penelitian Depdikbud (19961997) menunjukkan bahwa 50% responden mendapatkan informasi kesehatan melalui surat kabar. Bisa jadi hal yang sama juga berlaku pada perilaku sadari. Padahal akses informasi kesehatan bagi wanita pedesaan dan wanita perkotaan tidaklah sama. Wanita pedesaan di sebagian besar wilayah di Indoensia, termasuk Sumatera Utara, cenderung lebih sulit mendapatkan informasi dibandingkan wanita perkotaan. Dengan demikian perilaku sadari wanita pedesaan kemungkinan berbeda yaitu lebih rendah nilainya dibanding wanita kota. Ironisnya kanker payudara menyerang tanpa mengenal batas geografis tempat wanita tinggal. Wanita di pedesaan maupun perkotaan mempunyai resiko yang sama menderita kanker payudara. Oleh karena itu, seharusnya wanita di pedesaan maupun perkotaan harus mempunyai perilaku sadari yang sama. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi perbedaan perilaku sadari wanita yang bertempat tinggal di desa dan wanita yang tinggal di kota. Jika terdapat perbedaan, maka akan dieksplorasi perbedaan perilaku sadari dalam 3 domain, yaitu: pengetahuan, keterampilan dan sikap. KERANGKA PENELITIAN Desain dan Hipotesa Penelitian Daerah pedesaan dan daerah perkotaan memiliki perbedaan dalam ciriciri fisik dan sosial. Sarana informasi daerah perkotaan lebih banyak kemudahan jika dibandingkan dengan daerah pedesaan. Sarana informasi seperti koran, Jurnal, internet dan televisi lebih mudah untuk diperoleh di perkotaan. Perbedaan sarana informasi yang dapat diakses wanita pedesaan dan wanita perkotaan akan dapat menyebabkan perbedaan perilaku sadari.
Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara, Volume 1, Mei 2005
kuesioner dinyatakan reliabel jika memiliki nilai reliabilitas lebih dari 0,7.
Wanita Pedesaan
Perilaku Sadari • • •
Kognitif Afektif Psikomotor
Ada/tidaknya perbedaan perilaku sadari ?
Wanita Perkotaan
Hipotesis penelitian (H1) dirumuskan untuk membuktikan adanya perbedaan perilaku sadari antara wanita perkotaan dengan wanita pedesaan. Uji hipotesa dilakukan dengan menggunakan independent t-test. Skor perilaku sadari wanita perkotaan secara kognitif, afektif dan psikomotor adalah lebih tinggi dari wanita pedesaan. 1. Definisi Operasional dan Instrumen Variabel yang menjadi fokus penelitian adalah perilaku sadari, baik yang dipersepsikan (kognitif dan afektif) oleh wanita pedesaan dan wanita perkotaaan maupun keterampilan psikomotor yang diobservasi oleh peneliti. Pertanyaan dan pernyataan instrumen dalam penelitian ini dimodifikasi dari penelitian Lita Andayani (1998) yang berjudul efektifitas ceramah latihan sadari terhadap pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam upaya deteksi dini kanker payudara. Model pertanyaan domain kognitif diubah menjadi pilihan berganda. Untuk afektif dibedakan menjadi 3 kecenderungan sikap, yaitu: positif, negatif dan netral. Sedangkan psikomotor didesain menjadi daftar tilik tindakan yang seharusnya terlihat ketika responden diminta untuk mendemonstrasikannya di hadapan peneliti. Boneka, cermin dan bantal kecil digunakan sebagai alat bantu responden dalam mendemonstrasikan perilaku sadari. Koefisien reliabilitas intrumen berturut-turut untuk domain pengetahuan, keterampilan dan sikap adalah 0,55, 0,553, dan 0,8325. Menurut Polit & Hungler (1995)
PERTIMBANGAN ETIK Tujuan dan prosedur pelaksanaan penelitian dijelaskan kepada masing-masing responden yang sebelumnya telah menyatakan kesediaaannya untuk menjadi subyek penelitian. Lembar informed consent digunakan sebagai bukti persetujuan. Responden diperbolehkan mengundurkan diri selama proses pengumpulan data berlangsung. Kerahasiaan catatan mengenai responden dijamin dengan menggunakan kode responden dan memusnahkan instrumen penelitian setelah proses penelitian selesai. Data-data yang diperoleh dari responden juga hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. METODOLOGI PENELITIAN Desain penelitian deskriptif komparatif melibatkan populasi wanita pedesaan di Desa Nagajaya Kecamatan Bandar Huluan Kabupaten Simalungun dan wanita perkotaan di Kelurahan Tegal Sari 1 kecamatan Medan Area Medan. Kriteria sampel adalah wanita berusia di atas 30 tahun, dipilih dengan teknik convenience sampling. Jumlah subyek yang direkrut dalam penelitian ini sudah memenuhi jumlah sampel minimal yang ditentukan power analisis dengan level of significance (α) sebesar 0,05, power sebesar 80% dan estimated effect (γ) sebesar 50% (Polit & Hungler, 1995). Total subyek adalah 126 wanita, masing-masing 63 wanita perkotaan dan 63 wanita pedesaan. Pengumpulan data yang digunakan adalah self report dan observasi. Izin penelitian diperoleh dari PSIK FK USU, Kepala Desa Nagajaya dan Lurah Kelurahan Tegal Sari 1. Karaketristik demografik responden dianalisa menggunakan uji Mann Whitney U. Pengujian normalitas data tidak dilakukan pada tahapan eksplorasi analisa, karena jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 126 orang. Menurut Sudjana (1989) dan
Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara, Volume 1, Mei 2005
3
Hadi (1986) data yang diperoleh dianggap sudah normal dan dapat dilakukan uji Independent t-test apabila jumlah sampel lebih dari 100 orang (Usman & Akbar, 1995).
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian Penelitian dilaksanakan 9 – 23 April 2004. Kelurahan Tegal Sari 1 terdiri dari 12 lingkungan, dengan luas keseluruhan 18,9 Ha dan jumlah penduduk 9.879 jiwa. Sebagian besar masyarakat di daerah ini mencari nafkah dalam bidang perdagangan. Sarana transportasi yang terdapat didaerah ini lancar, beraspal dan memadai. Untuk fasilitas pendidikan, ada 1 SD dan 1 SMP Swasta. Tepat diperbatasan kelurahan ini, terdapat pasar yang cukup besar, yaitu pasar Sukaramai (wawancara dengan Sekretaris lurah, Kelurahan Tegal sari 1 pada tanggal 25 maret 2004). Desa Nagajaya adalah satu dari 9 desa yang ada di Kecamatan Bandar Huluan dan terdiri dari 14 dusun. Luas desa ini adalah 900 Ha dengan jumlah penduduk 5.224 jiwa. Desa Nagajaya merupakan daerah agraris, sebahagian besar penduduknya memenuhi kebutuhan ekonomi dari pertanian. Untuk memenuhi kebutuhan pendidikan masyarakat, di desa ini terdapat 4 SD Negri, 1 SD Swasta, 2 SLTP Swasta dan 2 SMU Swasta. Sarana transportasi di desa ini masih sangat terbatas. Hanya terdapat tiga jenis mobil angkutan umum yang melalui jalan utama desa ini dan keberadaan angkutan ini hanya sampai pukul 18.00 WIB. Ikatan kekerabatan di daerah ini masih sangat erat. Hal ini terlihat dari masih adanya budaya gotong royong yang dilakukan masyarakat dalam membangun rumah ataupun masak bersama ketika ada acara pesta seperti pernikahan. Tabel 1 Distribusi frekuensi karakteristik responden desa dan kota
4
Kategori Usia a. 30 – 34 b. 35 – 39 c. 40 – 44 d. > 44 Pendidikan a. Tdk tamat SD b. SD c. SLTP d. SLTA & Diploma Status Perkawinan a. Blm menikah b. Menikah c. Janda Pekerjaan a. Tidak bekerja b. Bekerja
Wanita pedesaan f %
Wanita perkotaan f %
14 18 14 17
22.2 28.5 22.2 26.8
17 17 14 15
26.9 26.9 22.2 23.3
10 33 10 10
15.9 52.4 15.9 15.9
4 15 16 28
6.3 23.8 25.4 40.5
59 4
93.7 6.3
5 56 2
7.9 88.9 3.2
55 16
87.3 12.7
38 25
60,3 39,7
Tabel 1. Distribusi frekuensi pengetahuan responden desa dan kota Variabel 1. 2.
3.
4.
5. 6.
7. 8.
9.
Sifat kanker Benar Salah Tanda-tanda kanker Benar Salah Manfaat sadari Benar Salah Waktu sadari Benar Salah Frekuensi sadari Benar Salah Wajib sadari Benar Salah Pelaksanaan Benar Salah Cara melihat Benar Salah Cara meraba Benar Salah
10. Pelaksana sadari Benar Salah
f
%
f
%
44 19
69,8 30,2
45 18
71,4 28,6
27 36
42,9 57,1
31 32
49,2 50,8
21 42
33,3 66,7
25 38
39,7 60,3
12 51
19,0 81,0
18 45
28,6 71,4
46 17
73,0 27,0
35 28
55,6 44,4
54 9
85,7 14,3
50 13
79,4 20,6
23 40
36,5 63,5
30 33
47,6 52,4
10 53
15,9 84,1
16 47
25,4 74,6
19 44
30,2 69,8
13 50
20,6 79,4
20 43
31,7 68,3
20 43
31,7 68,3
Tabel 5 Distribusi Sikap Responden Desa dan Kota
Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara, Volume 1, Mei 2005
Pernyataan 1. Pantang sadari Negatif Netral Positif 2. Biaya Sadari Negatif Netral Positif 3. Menyita waktu Negatif Netral Positif 4. Bahaya kanker Negatif Netral Positif 5. Bentuk Negatif Netral Positif 6. Sulit dilakukan Negatif Netral Positif 7. Malu Negatif Netral Positif 8. Melihat Negatif Netral Positif 9. Meraba Negatif Netral Positif 10. Manfaat sadari Negatif Netral Positif 11. Payudara lembek Negatif Netral Positif 12. Melakukan sadari Negatif Netral Positif
f
%
f
%
14 1 48
22.2 1.6 76.2
15 1 47
23.8 1.6 74.6
2 5 56
3.2 7.9 88.9
6 1 56
9.5 1.6 88.9
8 0 55
12.7 0 87.3
6 1 56
9.5 1.6 88.9
4 0 59
6.3 0 93.6
13 3 47
20.6 4.8 74.6
8 9 46
12.7 14.3 73.0
10 6 47
15.9 9.5 74.6
8 6 49
12.7 9.5 77.8
14 9 40
22.3 14.3 63.5
2 1 60
3.2 1.6 95.3
3 0 60
4.8 0 95.2
0 0 63
0 0 100
0 0 63
0 0 100
1 0 62
1.6 0 98.4
3 1 59
4.8 1.6 93.7
4 0 59
6.3 0 93.7
2 6 55
3.2 9.5 86.3
5 7 51
1.6 11.1 81
10 2 51
15.9 3.2 81
8 1 54
12.7 1.6 85.5
16 0 47
25.4 0 74.6
Tabel 6 Distribusi Tindakan Responden Desa dan Kota Melakukan sadari: a. Tidak pernah b. Pernah Frekuensi Sadari a. 1 bulan b. 2 bulan c. 3 bulan d. Setiap hari e. Ketika nyeri Usia Pertama Sadari a. ≤ 24 tahun
f
%
f
%
8 55
12.7 87.3
19 44
30.2 69.8
25 4 1 21 2
39.7 6.3 1.6 33.3 3.2
21 3 4 12 2 1
33.3 4.8 6.3 19.1 3.2 1.6
27
42.9
19
30.2
b. 25-29 tahun c. 30-34 tahun d. ≥ 35 tahun Ketrampilan responden a. Nilai 0 b. Nilai 1 c. Nilai 2 d. Nilai 4 e. Nilai 6 f. Nilai 8
6 10 10
9.5 15.9 15.9
7 10 8
11.1 15.9 12.7
44 4 9 3 2 1
69.8 6.3 14.3 4.8 3.2 1.6
11 4 7 12 15
17.5 6.3 11.1 19 23.8
Perbedaaan perilaku sadari wanita Desa dan wanita Kota Hasil analisa data dengan menggunakan Independen t-test menunjukkan bahwa pengetahuan secara keseluruhan dari responden desa dan kota tidak berbeda (t = 0,355, p=0,761, 2-tailed). Jika dilihat dari pengetahuan tentang kanker payudara (pertanyaan no 1 dan 2) dan tehnik pelaksanaan pemeriksaan payudara sendiri (pertanyaan no 3,4,5,6,7,8,9,10) hasilnya juga tidak menunjukkan adanya perbedaan. Ketrampilan responden desa dan kota dalam melaksanakan pemeriksaan payudara sendiri juga tidak berbeda secara signifikan (lihat tabel 10). Tidak berbeda dengan pengetahuan, sikap responden desa dan kota juga tidak berbeda secara signifikan, yaitu t = 1,786, p=0,076 (2-tailed). Keikutsertaan responden dalam melaksanakan pemeriksaan payudara sendiri berbeda antara responden desa dan kota, yaitu t = 2,425, p=0,006 (2-tailed). Jumlah responden desa yang pernah melakukan pemeriksaan payudara sendiri lebih banyak jika dibandingkan dengan responden kota (lihat tabel 10). Keterampilan responden dalam melakukan pemeriksaan payudara sendiri juga tidak berbeda secara signifikan. Dari hasil analisa data ditemukan bahwa nilai t = -2,274, p=0,029 (2-tailed). Frekuensi pelaksanaan pemeriksaan payudara sendiri tidak berbeda antara responden kota dan desa (t = 1,912, p=0,063, 2-tailed).
Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara, Volume 1, Mei 2005
5
Tabel 10 Hasil Uji Independen t-test Terhadap Perilaku Responden desa dan kota Variabel
Mean
Mean difference
t
p (2-tailed)
Pengetahuan Desa Kota
4.38 4.26
.0952
.355
.761
Sikap Desa Kota
48.01 46.36
1.6508
1.786
.076
Keikutsertaan Desa Kota
1.12 1.30
.2063
2.425
.006
Frekuensi Desa Kota
1.87 1.63
.2434
1.912
.063
Keterampilan Desa Kota
2.84 4.45
-1.6124
-2.274
.029
2. Pembahasan Penulisan pembahasan secara sistematika untuk membuktikan hipotesa dari masing-masing domain perilaku, yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan. Hipotesa null (Ho) dalam penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan antara pengetahuan, sikap dan tindakan ibu-ibu di desa dan di kota dalam upaya pemeriksaan payudara sendiri. Sedangkan hipotesa alternatif (Ha) adalah terdapat perbedaan antara pengetahuan, sikap dan tindakan ibu-ibu di desa dan di kota dalam upaya pemeriksaan payudara sendiri. 2.1 Perbedaan Pengetahuan Responden Uji statistik dengan menggunakan Independen t-test yang dilakukan terhadap hasil penelitian diperoleh nilai t untuk pengetahuan responden adalah 0,355 (p=0,761, 2-tailed). Hal ini berarti bahwa Ho diterima dan H1 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara pengetahuan ibu-ibu yang bertempat tinggal di kota dan di desa. Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Lita Andayani (1998). Hasil penelitian ditemukan bahwa pengetahuan ibu-ibu tentang pemeriksaan payudara sendiri masuk dalam kategori kurang baik, karena persentase kebenaran ibu-ibu dalam
6
menjawab pertanyaan (Arikunto,1998).
hanya
42,8
%
Ibu-ibu paling banyak menjawab salah pada pertanyaan tentang waktu yang tepat untuk melakukan pemeriksaan payudara sendiri, cara melihat payudara dan posisi tubuh saat meraba payudara. Padahal ketiga pertanyaan ini merupakan kunci keberhasilan dari usaha deteksi dini kanker payudara melalui pemeriksaan payudara sendiri. Karena secara teoritis pemeriksaan payudara sendiri dilakukan melalui 3 tahapan, yaitu melihat, meraba dan memijit puting susu (Manuaba, 1998; Tambunan, 1993). Apabila terjadi kesalahan pada tehnik pelaksanaan maka kemungkinan untuk menimbulkan hasil yang salah akan sangat besar. Waktu yang tepat untuk melakukan pemeriksaan payudara sendiri sangat penting untuk dipertimbangkan. Hal ini berhubungan dengan sifat payudara yang sangat dipengaruhi oleh hormon progesteron dan estrogen. Peningkatan kedua jenis hormon ini akan menyebabkan payudara lebih ‘keras’ dan sulit untuk diraba. Oleh karena itu pemeriksaan payudara sendiri sebaiknya dilakukan pada saat kadar hormon ini paling minimal dalam siklus kehidupan seorang wanita, yaitu satu minggu setelah hari terakhir haid (Manuaba, 1998; Tambunan, 1993; http://situs.thebeelive.org/ external_link.asp/mei/2004) Cara melihat payudara sendiri pada pemeriksaan payudara sendiri juga perlu mendapatkan perhatian khusus. Sebahagian besar ibu-ibu berpendapat bahwa melihat payudara dapat dilakukan tanpa menggunakan cermin. Hal ini tidak dapat diterima, karena secara teori seorang individu tidak akan dapat melihat semua bagian dari payudara tanpa bantuan cermin. Apabila seorang ibu melihat payudara dengan tanpa menggunakan cermin, maka kemungkinan untuk dapat menemukan adanya perubahan pada payudara bagian bawah akan berkurang dan ini berarti pula bahwa efektifitas sadari untuk menemukan kanker payudara sedini mungkin menjadi berkurang Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara, Volume 1, Mei 2005
(http://situs.thebeelive.org/externallink.asp/ mei/2004). Tanggapan tidak tepat lain yang diungkapkan oleh sebagian besar ibu-ibu adalah bahwa meraba payudara pada pemeriksaan payudara sendiri dapat dilakukan pada posisi duduk ataupun berdiri. Tanggapan ini sangat tidak sesuai, karena meraba payudara pada pemeriksaan payudara sendiri baru akan efektif apabila dilakukan pada posisi tidur terlentang. Alasan yang mendasari pernyataan ini adalah karena dalam posisi tidur jaringan payudara akan tersebar pada lapisan dinding dada sehingga mudah untuk diraba dan apabila terdapat perubahan maka akan lebih terasa. Berbeda dengan ketika meraba payudara dalam posisi berdiri atau duduk. Dalam kedua posisi tersebut, terdapat kemungkinan tidak terabanya benjolan yang masih berukuran kurang dari 2 cm, sehingga usaha untuk mendeteksi payudara sedini mungkin sedikit terlambat 2.2. Perbedaan Sikap Responden Tidak berbeda dengan pengetahuan, sikap ibu-ibu di desa dan di kota juga tidak berbeda secara signifikan (t = 1,786, p=0,076, 2-tailed). Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Andayani (1998). Dari hasil penelitian juga diperoleh informasi bahwa secara rata-rata sikap ibu-ibu di kota dan desa terhadap pemeriksaan payudara sendiri berada dalam rentang sikap positif (Mueller, 1996). Sikap yang positif dari ibu-ibu terhadap pemeriksaan payudara sendiri tidak sejalan dengan pengetahuan ibu-ibu yang masih sangat rendah. Padahal menurut Notoatmodjo (2003) sikap yang positif terhadap suatu objek baru akan muncul ketika seseorang memiliki pengetahuan yang baik tentang objek tersebut. Oleh karena itu, perlu perhatian khusus dari Petugas kesehatan khususnya perawat komunitas untuk memberikan pendidikan kesehatan tentang pemeriksaan payudara sendiri sehingga pengetahuan ibu-ibu menjadi lebih baik. Karena menurut Notoatmodjo (2003), pendidikan kesehatan merupakan intervensi utama terhadap pengetahuan.
Pernyataan sikap yang paling menarik untuk dibahas adalah pernyataan nomor satu, yaitu pernyataan bahwa wanita yang belum menikah pantang untuk melakukan pemeriksaan payudara sendiri. Terdapat 22 – 23% ibu-ibu di desa dan kota yang setuju dengan pernyataan ini. Berdasarkan hasil ini, maka peneliti merekomendasikan untuk dilakukan penelitian lanjutan untuk menyelidiki apakah faktor-faktor yang menyebabkan masih adanya wanita yang menyatakan bahwa pemeriksaan payudara sendiri dilarang dilakukan pada wanita yang belum menikah. 2.3. Perbedaan Tindakan Responden Tindakan ibu-ibu yang bertempat tinggal di desa maupun di kota tidak berbeda secara signifikan jika dipandang dari keterampilan dan frekuensi pelaksanaan (lihat tabel 10). Keterampilan ibu-ibu di desa maupun di kota dalam upaya pemeriksaan payudara sendiri masih sangat rendah (tidak baik; kurang baik), terlihat dari hasil yang menunjukkan bahwa nilai rata-rata keterampilan ibu-ibu desa adalah 2,84 dan ibu-ibu kota adalah 4,45. Hal ini mungkin dapat dihubungkan dengan sumber responden dalam mempelajari cara melakukan pemeriksaan payudara sendiri (lihat tabel 6 dan 9). Untuk memastikan dugaan ini, penulis merekomendasikan untuk dilakukan penelitian yang berfokus pada faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya keterampilan ibu-ibu dalam upaya pemeriksaan payudara sendiri. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa ibu-ibu di desa lebih banyak yang pernah melakukan pemeriksaan payudara sendiri dibandingkan dengan ibu-ibu di kota. Sehingga rekomendasi peneliti untuk dilakukan penelitian lanjutan yang bertujuan untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi ibu-ibu di kota sehingga tidak ikut serta dalam upaya pemeriksaan payudara sendiri. Rendahnya keterampilan ibu-ibu sejalan dengan rendahnya pengetahuan. Kesalahan ibu-ibu dalam menjawab pertanyaan tentang cara pelaksanaan pemeriksaan payudara sendiri, dibuktikan
Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara, Volume 1, Mei 2005
7
dengan buruknya keterampilan ibu-ibu. Hal ini sesuai dengan teori perubahan perilaku yang menyebutkan bahwa seseorang akan mempraktekkan apa yang diketahui setelah orang tersebut mengetahui stimulus atau objek kesehatan dan mengadakan penilaian terhadap apa yang diketahui tersebut (Notoatmodjo, 2003). Terdapat sebagian kecil ibu-ibu yang melakukan pemeriksaan payudara sendiri sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Sebagian besar dari ibu-ibu meraba payudara pada pemeriksaan payudara sendiri dalam posisi berdiri ataupun duduk. Yang lebih menarik adalah bahwa beberapa orang ibu-ibu (2 responden desa, 1 responden kota) ada yang menyatakan bahwa pemeriksaan payudara cukup dilakukan pada satu payudara saja, karena menurut mereka satu payudara telah mewakili keduanya. Padahal menurut Tambunan (1993) meraba payudara harus dilakukan dalam posisi tidur terlentang dan harus pada kedua payudara. Karena kanker payudara sering terjadi hanya pada satu payudara. Sehingga perabaan payudara yang hanya dilakukan pada satu payudara, tidak dapat mewakili keduanya. Tidak terdapatnya perbedaan pengetahuan dan keterampilan yang signifikan antara ibu-ibu yang bertempat tinggal di desa dan di kota, menunjukkan bahwa kemudahan sarana informasi yang terdapat di kota tidak mempengaruhi pengetahuan dan keterampilan ibu-ibu tentang pemeriksaan payudara sendiri. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa hanya 19% ibu-ibu di kota yang memperoleh informasi tentang pemeriksaan payudara sendiri dari televisi (media massa). Angka ini tidak jauh berbeda dengan keadaan di desa, sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang disebutkan oleh bintarto (1989) tentanng terdapatnya perbedaan dalam kemudahan memperoleh sarana informasi (media massa) antara daerah pedesaan dan perkotaan. Terdapatnya ketidaksesuaian antara sikap dan tindakan ibu-ibu sangat disayangkan. Dari hasil penelitian ini 8
ditemukan bahwa meskipun secara rata-rata semua ibu bersikap positif dan pernah melakukan pemeriksaan payudara sendiri, tetapi tehnik pelaksanaan yang dilakukan tidak tepat. Sehingga manfaat dari pelaksanaan pemeriksaan payudara sendiri masih perlu dipertanyakan. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil pembahasan dapat diambil kesimpulan dan saran mengenai perilaku ibu-ibu yang bertempat tinggal di desa dan di kota dalam upaya pemeriksaan payudara sendiri sebagai berikut: Kesimpulan 1. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan (t = 0,355, p = 0,761, 2-tailed ) antara pengetahuan ibu-ibu yang tinggal di desa dan di kota tentang pemeriksaan payudara sendiri. Pengetahuan ibu-ibu baik di kota maupun di desa masih rendah. 2. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan (t = 1,786, p = 0,076, 2-tailed) antara ibu-ibu yang bertempat tinggal di desa dan di kota dalam menyikapi pemeriksaan payudara sendiri. Jika dibandingkan dengan ibuibu di kota, Ibu-ibu di desa lebih bersikap positif terhadap pemeriksaan payudara sendiri. 3.
Terdapat perbedaan yang signifikan (t = 2,425, p = 0,006, 2-tailed) antara ibu-ibu yang tinggal di desa dan kota dalam keikutsertaan pemeriksaan payudara sendiri. ibu-ibu di desa lebih banyak yang pernah melakukan pemeriksaan payudara sendiri jika dibandingkan dengan ibu-ibu di kota.
4.
Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara frekuensi ibu-ibu di desa dan di kota dalam upaya pemeriksaan payudara sendiri (t = 1,912, p = 0,063, 2-tailed).
5.
Tidak terdapat perbedaan yang signifikan (t = -2,274, p=0,029, 2-
Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara, Volume 1, Mei 2005
tailed) antara ketrampilan ibu-ibu di desa dan di kota dalam pemeriksaan payudara sendiri.
agar dilakukan penelitian wilayah yang lebih luas.
pada
KEPUSTAKAAN
Saran Berdasarkan hasil yang diperoleh dan keterbatasan-keterbatasan yang ada dalam penelitian ini, maka disarankan sebagai berikut: 6.
Mengingat rendahnya pengetahuan dan ketrampilan ibu-ibu di desa dan di kota dalam upaya pemeriksaan payudara sendiri, maka disarankan kepada petugas pelayanan kesehatan komunitas, khususnya wilayah yang menjadi tempat penelitian ini untuk melaksanakan program pemberian informasi, edukasi dan motivasi kepada masyarakat tentang pemeriksaan payudara sendiri. Untuk meningkatkan efektifitas dari program ini maka perlu dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi rendahnya pengetahuan dan keterampilan ibu-ibu dan untuk mengidentifikasi model pendekatan yang lebih efektif.
7.
Perlu untuk dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mencari tahu faktor-faktor yang menyebabkan wanita yang lebih tua beranggapan bahwa wanita yang belum menikah pantang untuk melakukan pemeriksaan payudara sendiri.
8.
Karena cara pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah convenience sampling, maka terdapat kemungkinan terjadinya bias dalam pengambilan keputusan. Sehingga untuk penelitian selanjutnya penulis menyarankan untuk dilakukan tehnik probability sampling.
9.
Penelitian ini hanya dilakukan pada satu wilayah desa dan satu wilayah kota, sehingga hasil penelitian tidak dapat digeneralisasikan untuk wilayah Sumatera Utara. Oleh karena itu peneliti menyarankan
Alisyawiya, R., dkk. (1983). Registrasi kanker di 15 pusat patologi anatomi fakultas kedokteran/Rumah Sakit di Indonesia. Jakarta: Balitbangkes Depkes RI. Baum, M. (1988). Breast cancer: The facts (2Ed.). Britain: Biddles Ltd. Beratha, N. (1982). Desa, masyarakat desa dan pembangunan desa. Jakarta: Ghalia Indonesia. Bintarto, R. (1989). Interaksi desa-kota dan permasalahannya. Jakarta: Ghalia Indonesia. Cornain, S., dkk. (1986). Tumor ganas pada wanita. Jakarta: Patologi Anatomi FKUI. Donegan, W.L., Spratt, J.S. (1979). Cancer of the breast Second edition. Barcelona: Saunders Co. Jahi, A. (1993). Komunikasi massa dan pembangunan pedesaan di Negaranegara dunia ketiga: suatu pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Koestoer, R.H. (1997). Perspektif lingkungan desa-kota: teori dan kasus. Jakarta: UI Press. Manuaba, I.B.G. (1989). Memahami kesehatan reproduksi wanita. Jakarta: Arcan. Mueller, D.J. (1996). Mengukur sikap sosial. Jakarta: Bumi Aksara. Sugihen, B.T. (1996). Sosiologi pedesaan: Suatu pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Suryabrata, S. (2000). Pengembangan alat ukur psikologis. Yogyakarta: Andi.
Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara, Volume 1, Mei 2005
9