PERILAKU NARSIS SOPHIE DALAM NOVEL THE SCHOOL FOR GOOD AND EVIL KARYA SOMAN CHAINANI: SUATU ANALISIS KARAKTER
JURNAL SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Sastra
PAKASI KAREN KIRSTEN 120912005
SASTRA INGGRIS
UNIVERSITAS SAM RATULANGI FAKULTAS ILMU BUDAYA MANADO 2016
ABSTRACT Upon the title “Perilaku Narsis Sophie dalam Novel The School for Good and Evil karya Soman Chainani: Suatu Analisis Karakter” this study analyze the narcissistic behavior of Sophie in the story. Sophie as one of the main character in The School for Good and Evil (2013). Sophie is a beautiful girl who shows traits of narcissists. How is Sophie’s narcissist potrayed through the novel and how does Sophie’s narcissist affect other characters are the problem of this research. Thus, the objective of this research is to identify and analyze Sophie’s narcissistic behavior and to analyze and potray how’s Sophie’s narcissistic behavior affect other characters. The purpose of this research is to describe the behavior of narcissistic which Sophie possessed. The data were taken by reading the novel, then identifying, classifying and categorizing them. This research uses objective theory from the book of The Mirror and the Lamp (1976) by M.H. Abrams and uses Edgar V. Roberts (1964) theory of character. The data that has been obtained are analyzed by using an intrinsic approach. The intrinsic approach will be used to analyze Sophie narcissistic behavior and her interactions with other characters in this novel. The result of this research conveys that Sophie’s narcissistic behavior shows that the lack of empathy and loving herself excessively lead her to her own destruction and it’s affect other characters to alienated her. As the effect of Sophie’s narcissists towards other characters is differ with each other. The result is having positive and negative effect to the other characters.
Keywords: Behavior, Narcissistic, The School for Good and Evil, Character Analysis.
PENDAHULUAN Latar Belakang Kesusasteraan adalah sebuah karya seni yang ditulis berdasarkan pengalaman manusia, perasaan dan imajinasi. Menurut Wellek dan Warren “Another way of defining literature is to limit it to ‘great books’ which, whatever their subject, are ‘notable for literary form or expression’ ”(1977:10). Novel adalah satu bentuk kesusasteraan yang diciptakan berdasarkan pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, kepercayaan dan semangat. Novel is a picture of real life and manner and of time which is written (Wellek & Warren, 1977:216). Salah satu novel yang menarik perhatian penulis yaitu novel Th School for Good and Evil karya Soman Chainani. Novel ini menceritakan mengenai seorang gadis bernama Sophie yang cantik dan bermimpi untuk menjadi seorang Putri. Sophie sendiri 1
sebenarnya memiliki perilaku narsis yang ia tidak sadari sama sekali. Narcissists menurut kamus Oxford online (2016) “Narcissists is a person who has an excessive interest in or admiration of themselves. Narcissists who think the world revolves around them. Narcissists preening themselves in front of the mirror.” Menurut Ronald J. Comer dalam bukunya yang berjudul Abnormal Psychology (2015:544), seseorang yang memiliki perilaku narsis memiliki pola sifat yang menginginkan hal-hal yang hebat, membutuhkan kekaguman dari orang lain, dan kurangnya rasa empati. Pengertian sederhananya, orang narsistik berpikir mereka lebih rupawan, pintar dan lebih penting dari orang lain, dan mereka layak menerima perlakuan spesial. Dalam hal ini Sophie menunjukkan perilaku-perilaku yang narsis. Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah,
menulis,
membaca,
dan
sebagainya.
(dianhusadanuruleka.blogspot.com/p/konsep-perilaku-manusia.html) Alasan mengapa penulis memilih topik ini, dikarenakan pada semester enam penulis mengikuti kelas Contemporary Literature yang membahas mengenai karyakarya sastra modern. Berangkat dari hal tersebut membuat penulis tertarik akan novel kontemporer. The School for Good and Evil adalah sebuah karya kontemporer yang dipublikasikan pada abad ke dua puluh satu. Dalam hal ini perilaku narsis Sophie yang menonjol dalam novel. Berdasarkan pada hal tersebut, penulis tertarik dengan perilaku Sophie yang narsistik dalam novel The School for Good and Evil. Penulis ingin mengetahui bagaimana narsis Sophie mempengaruhi tokoh lainnya. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan: 1. Mengidentifikasi dan menganalisis perilaku narsis Sophie yang tergambar di The School for Good and Evil. 2. Menganalisis dan menggambarkan perilaku narsis Sophie yang mempengaruhi tokoh lainnya dalam The School for Good and Evil.
2
Manfaat Penelitian Secara teoretis, penelitian ini memberikan kontribusi pada bidang kesusasteraan yang berhubungan dengan penerapan Objective theory. Pembaca dapat menggunakan penelitian ini untuk menganalisis isi dari sebuah karya sastra tersebut tanpa berkaitan dengan latar belakang penulis, sejarah tulisan tersebut dan apapun di luar teks yang dianalisis. Secara praktis, penelitian ini dapat memberikan data yang bermanfaat bagi pembaca yang belajar kesusasteraan Inggris, terlebih lagi pada mahasiswa Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sam Ratulangi. Penelitian ini bermanfaat memberikan pemahaman mengenai perilaku manusia yang narsis, khususnya di dalam karya sastra melalui karya sastra itu sendiri. Serta dari penelitian ini, pembaca dapat memahami lebih baik tokoh Sophie dan jalan cerita dari novel yang di analisis ini. Landasan Teori Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori dari Edgar V. Roberts dalam bukunya yang berjudul Writing about Literature menyatakan “Character in literature is an extended verbal representation of human being especially the inner self that determines thoughts, speech, and behavior” (1964:54). Dari buku yang sama ia mengatakan bahwa ada empat cara untuk menganalisis karakter, yaitu: 1. Apa yang dikatakan tokoh tersebut tentang dirinya 2. Apa yang dilakukan tokoh tersebut 3. Apa yang dikatakan tokoh lain tentang dirinya 4. Apa yang dikatakan oleh pengarang tentang tokohnya, baik sebagai penutur maupun pengamat. Buku dari M.H.Abrams dengan judul The Mirror and the Lamp (1953) menjadi dasar dari penelitian ini dengan menggunakan teori objektif. Penulis memilih teori objektif, sebagai sebuah karya seni yang mempelajari isinya, dimana dititik beratkan pada unsur ‘intrinsik’ daripada ‘ekstrinsik’. Intinya dari teori ini adalah karya yang memfokuskan pada karya itu sendiri, tanpa melihat dunia, penulis atau pembaca.
3
Dalam artikel yang penulis temukan dengan judul What is A Personality Disorder (2004) oleh Joanna M. Ashmun, artikel tersebut memaparkan bahwa seseorang yang memiliki perilaku narsis pada umumnya merasa dirinya lebih penting, memiliki dunianya sendiri, percaya bahwa dirinya “spesial”, menginginkan kekaguman dari orang-orang, merasa berhak untuk mendapatkan sesuatu, secara egois mengambil keuntungan dari orang lain untuk mencapai apa yang ia mau, kurang empati, cemburu akan pencapaian orang lain dan menunjukkan perilaku arogan, angkuh atau merendahkan.
Pernyataaan dan ciri-ciri perilaku narsis di atas untuk memberikan
pemahaman tentang narsis. Penulis memfokuskan
penelitiannya pada pendekatan
secara intrinsik bukan secara ekstrinsik. Metodologi Dalam penelitian ini, ada beberapa langkah yang dilakukan penulis yakni: 1. Persiapan Pertama, penulis membaca novel The School for Good and Evil beberapa kali hingga bisa mendapatkan pemahaman yang lebih baik akan keseluruhan ceritanya. Kedua, penulis mencari informasi mengenai arti narsis beserta contohnya melalui observasi kehidupan sehari-hari, buku-buku, artikel dan beberapa sumber dari Internet. Yang terakhir, penulis membaca buku lainnya atau skripsi yang berkaitan dengan karakter analisis yang pernah dilakukan sebelumnya. 2. Pengumpulan Data Penulis mengumpulkan data dari dalam novel The School for Good and Evil. Sebelum menelaah dan membaca novel The School for Good and Evil, penulis menyiapkan beberapa lembar kertas untuk setiap sub-judul yang akan dianalisis. Kemudian penulis memulai membaca lagi novel The School for Good and Evil untuk mencatat setiap dialog, ucapan dan tindakan Sophie yang menunjukkan perilaku narsis. Kemudian, penulis mengkategorikan data yang telah ditemukan dalam novel antara Agatha, Tedros, Dot, Anadil, dan Hester pada lembaran-lembaran kertas yang ada. Data-data yang diperoleh kemudian dicatat sesuai dengan halaman data tersebut. Data yang ditemukan yang menunjukkan perilaku narsis Sophie berjumlah 81 kutipankutipan dalam novel The School for Good and Evil.
4
3. Analisis Data Dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode deskriptif, teori objektif dari buku The Mirror and The Lamp (1976) sebagai pendekatan intrinsik dan teori dari Edgar V. Roberts akan karakter. Penulis menganalisis perilaku narsis Sophie yang tergambar dalam novel The School for Good and Evil lewat inter-aksi dialog dan narasi antara Agatha, Tedros, Dot, Anadil, dan Hester. PEMBAHASAN DAN HASIL PERILAKU NARSIS SOPHIE DALAM NOVEL THE SCHOOL FOR GOOD AND EVIL Perkataan Sophie Mengenai Dirinya Sophie adalah seorang gadis cantik yang tinggal di desa kecil bernama Gavaldon bersama ayahnya. Sebagai gadis yang cantik, Sophie memiliki kepercayaan yang tinggi dan mempunyai mimpi menjadi seorang Putri sejak masih kecil. Merasa bahwa dirinya cantik, Sophie kadang kala bertingkah bahwa dirinya tidak layak untuk berteman atau bergaul dengan orang yang kurang rupawan. “Because I can’t live here,” Sophie said, voice catching. “I can’t live an ordinary life.” (Chainani, 2013:16) Dalam kutipan di atas, tergambar jelas kenarsisan Sophie. Bagi seseorang yang narsis mereka menginginkan untuk menjadi pusat perhatian dan tidak mau hidup normal selayaknya orang pada umumnya. ‘ “Shouldn’t you be studying for challenges?” Dot asked. “Beauty is a full-time job,” sighed Sophie, lathering herself in a bright green balm.’ (Chainani, 2013:252) Dalam kutipan di atas, tergambar bahwa Sophie lebih mementingkan penampilannya daripada belajar untuk tantangan berikutnya. Bermula dari mimpinya untuk menjadi seorang Putri hingga menjadi penyebab akan meningkatnya tingkat kenarsissan Sophie. Sophie merasa memang sudah sepantasnya ia menjadi pusat perhatian, bahwa ia ditakdirkan untuk memiliki hidup yang luar biasa. Hidup yang berbanding terbalik dengan kehidupan yang normal, seperti menjadi ibu rumah tangga 5
dan memiliki keluarga kecil yang bahagia. Hidup yang normal tidak ada pada kamus seorang gadis bernama Sophie, terlahir sebagai gadis yang cantik membuat dia memupuk sifat-sifat narsis. Bahkan dalam keadaan apapun Sophie terlalu memikirkan penampilannya padahal yang seharusnya ia lakukan adalah belajar untuk tes selanjutnya. Sifat narsis Sophie yang terlalu mementingkan diri sendiri dapat berakibat buruk pada akhirnya jika terus dilakukan. Tindakan Sophie Bahkan hal baik yang dilakukan Sophie untuk orang di sekitarnya mengandung unsur narsis dari dirinya. Perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan selama seminggu bukanlah tanpa tujuan. Dipilih dan dibawa ke Sekolah Kebaikan merupakan tujuan utama Sophie, dengan menunjukkan kebaikannya selama seminggu dia berharap dapat memukau School Master. ‘Feeling anxious, Sophie distracted herself by counting her good deeds from the day before. First, she had fed the lake’s geese a blend of lentis and leeks (a natural laxative to offset cheese thrown by oafish children). Then she had donated homemade lemonwood face wash to the town orphanage (for, as she insistd to the befuddled benefactor, “Proper skin care is the greatest deed of all”). Finally she had put up a mirror in the church toilet, so people could return to the pews looking their best. Was this enough?’ (Chainani, 2013:5-6) Dalam kutipan di atas, tergambar bahwa kebaikan-kebaikan yang Sophie buat semua berpusat pada preferensinya. Apa yang menurut dia penting, bukan apa yang dibutuhkan. Tindakan-tindakan narsis Sophie membuat ia pantang menyerah untuk mencapai mimpinya. Tindakan yang dilakukan Sophie berakibat perseturuanperseturuan antara dia dan Agatha. Namun tidak semua sifat narsis yang dimiliki Sophie memiliki hal yang negatif. Ada kalanya sifat narsis Sophie memiliki hal yang positif seperti pantang menyerah, Perkataan Tokoh-tokoh Lainnya Mengenai Sophie. Di sisi lain, orang-orang di sekitar Sophie mempunyai penilaian dan pandangan sendiri terhadap seorang Sophie yang berada di tengah-tengah mereka. Perilaku Sophie yang eksklusif, sombong dan egois kadang kala membuat sikap orang-orang memberikan respon yang negatif atau hanya mengabaikannya. Tapi itu tidak selalu terjadi, seperti ibunya yang mengasihinya sebelum dia meninggal dan meninggalkan 6
Sophie dan ayahnya sendiri. Perkataan ibunya sebelum meninggal itu memicu akan perilaku Sophie yang narsis. ‘Her father couldn’t see she was special, but her mother had. “You are too beautiful for this world, Sophie,” she said with her last breaths. Her mother had gone somewhere better and now would she.’ (Chainani, 2013:3) Menurut Kenberg (2010, 1992, 1989) dalam buku Abnormal Psychology oleh Comer (2015:545), research has found that children who are abused or who lose parents through adoption, divorce, or death are at particular risk for the later development of narcissistic. Perkataan Narator Mengenai Sophie Sebagai seorang penulis, Chainani merasa keterkaitan yang lebih pada tokoh Sophie. Kesungguhannya, kelucuan-nya, kekejamannya, ia hampir mirip seperti tokoh yang menjadi bahan tertawaan (burlesque), selalu mengerjakan dan melaksanakannya. Chainani bahkan memiliki dialog favorit dari Sophie, dimana Sophie menjawab dengan pedas pada Agatha saat ia menjadi populer di Sekolah : ‘The next day, Agatha hid in the Tunnel of Trees, waited for the sound of high heels on dead leaves, and tackled Sophie in a flying leap. “What is it today? Cuticle creams? Teeth whiteners! More abdominal exercises!” “If you want to talk to me, you can wait in line with everyone else.” Sophie yelled. Dari kutipan di atas menunjukkan kenarsissan Sophie. Dimana dia merasa seperti seorang selebriti ketika semua murid-murid menginginkan saran-sarannya untuk menjadi lebih cantik. PENGARUH PERILAKU NARSIS SOPHIE TERHADAP TOKOH-TOKOH LAINNYA Pengaruh Terhadap Agatha Sophie mengenal Agatha sejak kecil, mereka tumbuh besar bersama di desa yang sama bernama Gavaldon. Kedua gadis ini sangat berbeda dengan satu sama lain, Sophie yang cantik dan Agatha yang tampak suram.
7
‘ “Who asked yout to show up? I was perfectly fine alone.” “You always let me in.” “Because you always seem so lonely,” said Agatha. “And I feel sorry for you.” “Sorry for me?” Sophie’s eyes flashed. “You’re lucky that someone would come see you when no one else will. You’re lucky that someone like me would be your friend. You’re lucky that someone like me is such a good person.” “I knew it!” Agatha flared. “I’m your Good Deed! Just a pawn in you stupid fantasy!”.’ (Chainani, 2013:14-15) Pada kutipan di atas menunjukkan sikap Sophie yang arogan dan merasa bahwa Agatha lah seharusnya merasa beruntung karena Sophie mau berteman dengan Agatha. Percakapan di atas menunjukkan dengan jelas sikap narsisme dari seorang Sophie, sehingga Agatha menjadi berang dan mengetahui bahwa berteman dengannya merupakan salah satu bidak bagi Sophie. Pengaruh yang diberikan Sophie kepada Agatha membuatnya menjadi lebih dewasa dan penyabar menghadapi perilaku Sophie yang narsis. Pengaruh Terhadap Tedros Dalam novel ini, Tedros yang menjadi pujaan hati dari Sophie merupakan karakter yang akhirnya memicu semua sifat buruk yang ada pada Sophie secara gamblang. Pengaruh perilaku narsis Sophie bagi Tedros, dimana pada akhirnya membenci Sophie, bahkan menjauhinya setelah mengetahui bahwa Sophie telah membohonginya selama ini. Tedros tidak bisa memaksakan kata hatinya untuk seseorang yang ia tidak cintai. Tedros leapt to his feet in shock. “But ... you’re not even in...what are you...” He saw a shrub quievering behind her. Tedros stabbed his glowing gold fingertip “Corpadora volvera!” Sophie fell forward and hid her body behind a shrub “Agatha, I need clothes! Teddy, could you turn around?” Tedros shook his head. “But the librarythat book...You did cheat!” “Teddy, we had to...Agatha, help!” Agatha pointed her seared, glowing finger at Sophie to wrap her in vines but Tedros stayed her hand. “You said you’d fight with me!” he cried, eyes locked on Sophie behind the shrub. “You said you’d have my back!” “I knew you’d be fineAgatha, please” 8
“You lied!” he said, voice breaking. “Everything you said was a lie! You were using me!” “That’s no true, Tedros! No princess would risk her own life! Even your truest love” Tedros glowered, red hot. “Then why did she?” Sophie followed the prince’s eyes to Agatha, raw with burns. (Chainani, 2013:338) Pengaruh Terhadap Anadil, Hester dan Dot. Tiga teman Sophie yaitu Anadil, Hester dan Dot yang tinggal bersama dalam kamar asrama nomor 66. Mereka masing-masing memiliki kepribadian yang berbeda antar satu sama lain. Di sini perilaku narsis Sophie membuat Hester dan Anadil bahkan terlihat sebagai orang yang lebih baik daripada Sophie sendiri. Pengaruh perilaku narsis Sophie membuat teman-temannya menjadi sadar diri akan keburukan mereka. ‘ “This is about a Ball?” said a voice. Sophie turned to glowering Hester and Anadil. “This is about what’s right,” she said. “You’re on your own,” Hester snarled, and Anadil followed her way.’ (Chainani, 2013:358) Dalam novel ini Anadil, Hester dan Dot yang merupakan teman sekamar 66, Sophie. Secara penampilan, mereka bertiga sangat berbeda dengan Sophie. Pengaruh perilaku Sophie terhadap merekapun berbeda antar satu sama lain. Perilaku narsis Sophie memberikan pengaruh yang cukup besar bagi Hester, Anadil dan Dot. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada bab II dan bab III , maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut: 1.
Perilaku narsis Sophie dalam novel The School for Good and Evil. Sophie sebagai gadis yang berani, memiliki sifat-sifat narsis seperti yang
dipaparkan dalam landasan teori. Dimana Sophie melalui pemikiran dirinya, tindakan yang ia lakukan, perkataan tokoh-tokoh lain mengenai Sophie dan perkataan narator
9
menunjukkan sifat-sifat yang dimiliki seseorang pribadi narsistik. Sophie seorang gadis yang ingin menjadi pusat perhatian, kurangnya empati kepada sesama, menginginkan pujian, pujaan, dan memanfaatkan orang lain demi mendapatkan apa yang ia mau. Perilaku narsis Sophie yang sudah melekat dengan dirinya seakan menjadi identitas dirinya dan seringkali perilaku tersebut merugikan dirinya sendiri. 2.
Pengaruh perilaku narsis Sophie pada tokoh-tokoh lainnya. Hubungan yang terjalin antara Sophie dengan tokoh-tokoh lainnya dalam novel
The School for Good and Evil membawa pengaruh yang cukup signifikan. Perilaku narsis Sophie yang suka mementingkan dirinya sendiri membuat dirinya sempat dijauhi oleh teman-temannya. Pengaruh yang diberikan Sophie kepada Agatha membuatnya menjadi lebih dewasa dan penyabar menghadapi perilaku Sophie yang narsis. Pengaruh yang perilaku narsis Sophie bagi Tedros, dimana pada akhirnya Tedros membenci Sophie, bahkan menjauhinya setelah mengetahui bahwa Sophie telah membohonginya selama ini. Perilaku narsis Sophie memberikan pengaruh yang cukup besar bagi Hester, dimana dia jadi lebih giat belajar demi mengalahkan Sophie. Pengaruh perilaku Sophie pada Anadil, tidak membawa dampak yang besar bagi hubungan antara Sophie dan Anadil. Pengaruh perilaku narsis Sophie pada Dot membuat Dot menjadi lebih rendah diri. Dalam hal ini kepercayaan diri Dot berkurang dan dia tidak dapat membela dirinya sendiri. Sehingga sering kali, Dot menjadi teman Sophie yang paling lemah. Pengaruh perilaku narsis Sophie membawa dampak yang berbeda-beda bagi setiap penerimanya, entah itu hasil yang baik atau buruk. Saran Penulis menyarankan kepada pembaca untuk meneliti novel The School for Good and Evil yang memiliki penggambaran karakter yang menarik oleh Soman Chainani. 10
Pembaca dapat meneliti karakter-karakter lain, baik dari segi intrinsik atau ekstrinsik. Serta penulis menyarankan untuk dapat meneliti atau menganalisis lebih dalam mengenai perilaku narsis dalam displin ilmu psikologi, dengan menggunakan pendekatan secara ekstrinsik. DAFTAR PUSTAKA Abrams, M. H. 1976. The Mirror and The Lamp. New York : W. W. Norton and Company, Inc. Ashmun, J. M. 2004. What is A Personality Disorder. Online Article. Available on : http://www.halcyon.com/jmashmun/npd/dsm-iv.html (19 Agustus 2016) Baktes, S. N. 2009. “Analisis Karakter Jim Casy dalam Novel The Grapes of Wrath Karya John Steinbeck”. Skripsi. Manado : Fakultas Ilmu Budaya, UNSRAT. Chainani, S. 2014. The School for Good and Evil. U.S.A : HarperCollins Childrens Comer, R. J. 2015. Abnormal Psychology :Ninth Edition. U.S.A : WorthPublishers. E-book. Available on: http://www.aazea.com/book/abnormal-psychology-9thedition/ (26 Oktober 2016) Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2016. “Narsisme” Indonesia : Gitamedia Press Available on: http://kkbi.web.id (17 Oktober 2016) Mitchell, J. J. 1998. The Natural Limitations of Youth. U.S.A : Ablex Publishing Corporation. E-book. Available on: http://e-bookrights.com/2015/05/the-naturallimitations-of-youth-the-predispositions-that-shape-the-adolescent-characterdevelopments-in-clinical-psychology-by-john-j-mitchell/ (26 Oktober 2016) Oxford Dictionary. 2012. “Narcissistic”. United Kingdom : Oxford University Press. Available on : http://en.oxforddictionaries.com (17 Oktober 2016) Pongajow, M. L. 2008. “Tokoh Frederick Henry dalam Novel A Farewell to Arms karya Ernest Hemingway: Suatu Analisis Karakter”. Skripsi. Manado : Fakultas Ilmu Budaya, UNSRAT. Roberts, V. E. 1964. Writing Themes about Literature. New Jersey : Prentice-Hall, Inc. Stanton, R. 1965. An Introduction to Fiction. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Waney, J. F. 2007. “Keberanian dalam Novel Oliver Twist karya Charles Dickens: Suatu Analisis Karakter”. Skripsi. Manado : Fakultas Ilmu Budaya, UNSRAT. Wangkanusa, M. N. 2015. “ ‘Anxietas’ Tokoh-tokoh utama dalam Novel The Great Gatsby Karya F.Scott Fitzgerald”. Skripsi. Manado : Fakultas Ilmu Budaya, UNSRAT.
11
Wellek, R., Austin, W. 1977. Theory of Literature. Florida : Harcourt Brace Javanovich, Inc http://dianhusadanuruleka.blogspot.com/p/konsep-perilaku-manusia.html (26 Oktober 2016) https://en.wikipedia.org/wiki/Narcissism. (19 Agustus 2016 ) http://harvardmagazine.com/2013/05/princess-not-so-charming (19 Agustus 2016) http://somanchainani.net/ (19 Agustus 2016)
12