PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL NEGERI 5 MENARA KARYA A. FUADI Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd)
Disusun oleh : Mustika Wenny (1111011000057)
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA 2017
ABSTRAK Mustika Wenny, NIM 1111011000057. Pendidikan Karakter dalam Novel negeri 5 Menara Karya Ahmad Fuadi. Penelitian ini bertujuan untuk mendreskripsikan nilai-nilai pendidikan karakter dan pola penanaman karakter yang terdapat dalam novel Negeri 5 Menara. Penelitian yang digunakan adalah library research (penelitian kepustakaan) dengan sumber primer Novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi dan didukung oleh buku sekunder lainnya seperti buku-buku, artikel, atau dokumendokumen lainnya. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan metode dokumentasi, yaitu suatu cara pencarian data melalui hal-hal atau variabel berupa catatan, transkip, buku, dan sebagainya. Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan metode deskriptif. Analisis isi digunakan untuk membahas objek penelitian secara apa adanya sesuai dengan data-data yang diperoleh. Hasil dari peneliian ini adalah nilai karakter yang terdapat dalam novel Negeri 5 Menara yaitu: religius religius, kerja keras, kreatif, mandiri, peduli, sabar, ikhlas, tegar, disiplin. Dan penanaman karakter yang terdapat dalam novel meliputi: menaati peraturan-peraturan yang telah ditetapkan, pendidikan dengan model asrama, penghuni kamar yang di rolling, dengan mengarahkan bakat dan minat, menjadikan mereka imam sholat dan jasus, dan dengan meneriakkan kalimat Man jadda wa jada. Kata kunci: Nilai-Nilai Pendidikan Karakter
v
ABSTRACT Mustika Wenny, NIM 1111011000057. Character Education in The Novel Negeri 5 Menara Work Ahmad Fuadi. The aims of the research of the novel Negeri 5 Menara are to describe the values of character education and the pattern of planting character. This research used library research with primary sources novel Negeri 5 Menara work A. Fuadi and supported by the book other secondary such as books, articles, or other documents. Technique of collecting data in this research used documentation method. It is one of the way in collecting the data through things or variable in the form of notes, transcripts, books, and so on. In analyzing the data, the researcher used descriptive method. This descriptive method is used to describe object of the research according to the data obtained. The result of the study showed the character educational values of novel Negeri 5 Menara such as: religious, hard work, creative, independently, social care, patient, sincerely, unruly, discipline. And planting characters contained in the novel ar obey regulations that has been set, education model with the hostel, residents rooms in rolling with direct talent and interest, making them priest prayers and spies, with a shout sentence Man Jadda Wa Jada. Key word: Character Educational Value
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, tidak ada ungkapan yang maha dahsyat, yang lebih indah, untk diungkapkan selain rasa syukur yang sedalam-dalamnya kepada Allah SWT, sang pemilik takdir. Yang memberikan nikmat dan hidayah Nya sehinnga penulis dapat menyelesaikan skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Allahumma Shalli ‘ala Muhammad, shalawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan mulia Nabi Muhammad saw. seorang revolusioner, sang pemimpin, sang pencerah bagi umat Islam. Banyak tantangan dan hambatan yang penulis hadapi dalam penulisan skripsi ini, namun berkat kesungguhan hati, kerja keras, dorongan dan juga bantuan dari berbagai pihak sehingga penulisan skripsi inidapat diselesaikan. Hambatan dan kesulitan tersebut tidak ada yang sia-sia selamat kita tetap berusaha. Penulis akui hambatan dan kesulitan itu merupakan sebuah pengalaman sekaligus menjadi sebuah pelajaran yang berharga. Selanjutnya penulis menyadari sepenuhnya bahwa kemampuan dan pengetahuan penulis sangat terbatas namun, dengan adanya bimbingan dan arahan serta motivasi dari berbagai pihak sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini Oleh sebab itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih sedalam dalamnya kepada pihak yang telah berjasa dalam penulisan skripsi ini, kepada yang semua yang tercinta dan tersayang: 1.
Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
2.
Bapak Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag selaku Kepala Jurusan Pendidikan Agama Islam.
3.
Ibu Marhamah Saleh, Lc. MA selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam.
4.
Bapak Bahrissalim, MA selaku Dosen Pembimbing yang selalu meluangkan waktunya dan membimbing serta mengajarkan kepada penulis dengan sabar.
vii
5.
Ibu Marhamah Saleh, Lc. MA selaku Dosen Penasehat Akademik yang selalu meluangkan waktu mendengarkan permasalahan selama masih aktif diperkuliahan serta semua nasehat dan suport untuk menjalankan perkuliahan dengan baik.
6.
Seluruh Dosen dan Staff jurusan Pendidikan Agama Islam.
7.
Teristimewa dan tercinta untuk ayahanda Kartimun, ibunda Djohariah Markendan, dan Kakak saya Anggie Eka Maulani yang selalu memberikan cinta kasih, dukungan, nasehat dan doa serta restu kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
8.
Orang-orang terkasih dan teman-tema terbaik, Ade Firda Mas’ud, S. Pd. I, Ima Malia, S. Pd. I, Atik Ulfa Adawiyah, S. Pd. I, Syifa Aulia, S. Pd. I, Desni Purwanti, S. Pd.i, Resti Wahyu Susanti, S. Pd. I dan Rif’ah Awaliyah yang selalu memberikan nasehat, saran dan motivasi serta turut membantu penulis dalam menyusun penelitian ini.
9.
Keluarga besar jurusan Pendidikan Agama Islam Kelas B angkatan 2011, yang tidak bisa disebutkan satu persatu tetapi tidak mengurangi rasa terima kasih penulis terhadap kalian semua dan telah berusaha bersama-sama menyelesaikan studi S1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 24 Oktober 2016
Penulis
viii
DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii UJI REFERENSI ................................................................................................ iii SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH .................................................... iv ABSTRAKS ......................................................................................................... v ABSTRACT ......................................................................................................... vi KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii DAFTAR ISI ....................................................................................................... x BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1 B. Identifikasi Masalah ........................................................................ 5 C. Pembatasan Masalah ....................................................................... 6 D. Perumusan Masalah ........................................................................ 6 E. Tujuan Penelitian ............................................................................ 6 F. Kegunaan Penelitian ....................................................................... 6 BAB II : LANDASAN TEORI A. Deskripsi Teoritik 1. Pengertian Pendidikan Karakter ................................................. 8 2. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Karakter .......................................... 11 3. Ruang Lingkup Pendidikan Karaketer ............................................. 12 4. Pendidikan Karakter Berbasis Agama ............................................. 15 B.
Deskripsi Novel
1. Pengertian Novel .......................................................................... 17 2. Macam-macam Novel ................................................................. 19 3. Unsur-unsur Novel ...................................................................... 21 C. Penelitian Yang Relevan ................................................................. 23
x
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu Penelitian .............................................................................. 26 B. Sumber Penelitian ............................................................................ 26 C. Metode Penelitian ............................................................................ 27 D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ................................ 27 E. Teknik Pengumpulan Data............................................................... 28 F. Teknik Analisis Data ....................................................................... 28 BAB IV : HASIL PENELITIAN A. Sinopsis Novel Negeri 5 Menara ..................................................... 30 B. Unsur Instrinsik Novel ..................................................................... 33 C. Unsur Ekstrinsik Novel(Biografi Ahmad Fuadi) ............................. 39 D. Nilai-nilai Karakter dalam Novel Negeri 5 Menara ........................ 41 E. Pembahasan Hasil Analisis Data ..................................................... 48 BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ..................................................................................... 66 B. Implikasi ......................................................................................... 66 C. Saran ............................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan pilar terpenting dalam kemajuan suatu bangsa, bahkan menjadi peran paling utama dalam kemajuan kehidupan manusia. Keadaan suatu bangsa tentunya sangat dipengaruhi bagaimana kondisi manusia yang berada dalam bangsa tersebut. Maju atau tidaknya suatu bangsa dipengaruhi oleh kondisi orang-orangnya, karena pada dasarnya yang berperan dalam menjalankan suatu bangsa adalah orang-orang yang menempati bangsa itu sendiri. Hal ini sangatlah bergantung dari pendidikan yang diperoleh orang itu sendiri. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mendefinisikan pendidikan sebagai “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.1 Dari pengertian di atas, dapat dilihat bahwa seorang peserta didik harus memiliki pengendalian diri dan kepribadian yang baik, dimana hal yang telah disebutkan dapat ditentukan melalui pendidikan karakter. Pendidikan seorang anak berawal dari dukungan orang tua dan keluarga, dan dilanjutkan dengan madrasah atau sekolah. 2 Keluarga disebut sebagai lingkungan pertama karena dalam keluarga inilah anak pertama kalinya mendapat pendidikan dan bimbingan. 1
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasiona l: (UU RI No. 20 Tahun 2003), (Jakarta: Redaksi Sinar Grafika, 2013), h. 3. 2 Silvianti Syarif, Pendidikan Berkarakter di Negeri 5 Menara, 2013, (www.jendelasastra.com akses internet pada hari Senin tanggal 10 Mei 2015 pukul 10.57)
1
2
Dan keluarga disebut sebagai lingkungan pendidikan yang utama karena sebagian besar hidup anak berada dalam keluarga. Bahkan sifat dan tabiat seorang anak sebagian besar diambil dari kedua orang tuanya dan anggota keluarga lainnya. Karakter seorang peserta didik juga dibentuk oleh madrasah yang idealnya memiliki sistem pendidikan berkarakter yang komposisinya jelas dan terpadu. Optimalnya kerja madrasah sangat tergantung pada kekompakan segenap tenaga pendidik dan non kependidikan serta dukungan orang tua peserta didik. Karakter sangat dibutuhkan sebagai panutan diri sendiri untuk selalu berbuat baik terhadap keburukan. Terutama dalam lingkungan, karena lingkungan selalu rentan dengan keburukan. Jadi, karakter sangat dibutuhkan untuk mengatur hidup manusia dengan segala sifat keburukannya. Komitmen
Kementrian
Agama
telah
ditunjukkan
dengan
memprogramkan pendidikan berkarakter di setiap madarasah. Sebagai langkah awal adalah pemberian rapor berkarakter kepada peserta didik. Program jangka panjangnya, rapor berkarakter kelak akan berperan sebagai penentu kenaikan kelas dan kelulusan peserta didik. Apabila diamati bagaimana keadaan dunia pendidkan dewasa ini, tampak adanya gejala-gejala yang menunjukkan rendahnya kualitas karakter para peserta didik. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa kasus, misalnya narkotika, pelecehan seksual, hubungan seks di luar nikah, pencurian, pembunuhan dan tawuran. Sementara itu ketua Komisi Perlindungan Anak Aris Merdeka Sirait mengungkapkan, saat ini setidaknya terdapat sekitar 7000 lebih anak yang mendekam di penjara. Ada empat kasus yang kebanyakan melibatkan mereka, yaitu narkoba, pelecehan seksual, pencurian dan pembunuhan.3 Dan dengan seiring berkembangnya zaman, telah terjadi perubahan yang cukup drastis yang sudah mempengaruhi karakter anak bangsa. Salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan karakter adalah teknologi yang semakin berkembang atau gedget. Gedget sangat berperan penting bagi kehidupan, begitu 3
Al-Islam, Penerapan Syari’ah Islam, 2012, (www.al-khilafah.org akses internet pada hari Senin tanggal 23 Januari 2017 pukul 23.45)
3
pula dikalangan remaja. Seperti yang diketahui, gedget dapat digunakan untuk berkomunikasi, menambah wawasan dan pengetahuan, pendidikan, dan lain-lain. Tetapi, di sisi lain gedget juga dapat memberikan dampak yang buruk bagi seseorang yang salah menempatkan pemakaian gedget. Seperti kasus yang telah terjadi, kasus-kasus tersebut dipengaruhi juga oleh perkembangan media komunikasi baik media massa cetak maupun elektronik. Karena pengaruh perkembangan media komunikasi, akan dapat memberikan perubahan yang buruk terhadap prilaku seorang pendidik Seperti yang dikatakan Richard E. Palmer, bahwa televisi pada hakikatnya telah menimbulkan masalahmasalah kesehatan mental dan lingkungan. Contoh pengaruh negatif yang diakibatkan media telivisi, antara lain:4 1. Acara-acara TV dapat membuyarkan konsentrasi dan minat belajar anak. 2. Kerusakan moral anak, akibat menonton acara yang sebenarnya belum pantas ia saksikan. 3. Timbul kerenggangan timbal balik antara orang tua dan anaknya. 4. Kesehatan anak dapat terganggu. 5. Timbulnya kecenderungan untuk meniru gaya hidup mewah seperti yang sering diperlihatkan para artis televisi. Dan masih banyak lagi kasus yang diakibatkan oleh penggunaan media yang salah. Oleh karena itu, pendidikan karakter harus ditanamkan sedari dini guna untuk membentuk kepribadian yang baik. Dengan begitu, karakter yang positif akan muncul dengan sendiriya. Hal tersebut mucul karena pembentukan karakter itu sendiri sudah menjadi kebiasaan. Jika pendidikan karakter tidak dilakukan sejak dini, maka dikhawatirkan nantinya pada saat sudah besar, si anak akan memiliki karakter yang kurang baik dan memiliki karakter yang negative. Terlebih dalam era global yang mana pemimpin bangsa berusaha memberi karakter kepada warganya dalam hal pergaulan, begitu pula di sekolah yang menanamkan pendidikan karakter terhadap siswa-siswanya. Karakter sendiri adalah cara berprilaku seseorang yang menjadi khas untuk hidup. Tetapi, 4
Azyumardi Azra, Esai-esai Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1998), h. 169-174
4
penanaman pendidikan tidak harus melalui pendidikan formal seperti sekolah saja, akan tetapi buku-buku bacaan pun banyak sekali nilai-nilai pendidikan yang bisa dipetik dan dicontoh oleh peserta didik. Salah satunya karya sastra dalam bentuk novel. Kehadiran novel karya A. Fuadi ini sangat tepat dengan pendidikan karakter yang saat ini sedang diutamakan di sekolah-sekolah. Novel yang berlatar belakang pendidikan pesantren ini menceritakan pengalaman sebuah penulisnya selama belajar di sebuah pesantren di Jawa Timur. Novel ini merupakan sebuah teks yang terinspirasi dari pengalaannya sendiri. Novel sebagai sebuah karya fiksi yang di dalamnya menawarkan sebuah dunia, berupa model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif, kemudian dibangun melalui berbagai unsur instrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang dan lain-lain.5 Novel Negeri 5 Menara ini meceritakan Alif Fikri, seorang pemuda Minangkabau lulusan Madrasah Tsanawiyyah(MTs) yang tidak pernah menginjak tanah di luar Miangkabau dan menghabiskan masa kecilnya bermain bola bersama temanya, tiba-tiba saja dia harus naik bus tiga hari tiga malam melintasi Sumatra dan Jawa menuju sebuah desa di pelosok Jawa Timur dengan setengah hati. Karena ia ingin bersekolah bersama temannya di sekolah umum yang bagus dan terkenal. Tetapi, ibunya ingin ia menjadi Buya Hamka walau ia ingin menjadi Habibie. Di kelas hari pertamanya di pondok, Alif terkesima dengan mantera sakti “man jadda wajada”. Kemudian dia mendengar anak yang mengigau dengan bahasa Inggris, komentator bola dengan bahasa Arab dan lain-lain. Dan pada suatu hari ia bersama teman-temannya(Raja, Said, Dulmajid, Atang dan Baso), di bawah menara mesjid yang menjulang, mereka berenam kerap menunngu maghrib sambil menatap awan lembayung yang berarak pulang ke ufuk. Di mata belia mereka, awan-awan itu menjelma menjadi negara dan benua impian masing-masing. Kemana impian jiwa muda ini membawa mereka? Mereka tidak ada yang tahu. Yang mereka tahu adalah jangan pernah 5
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2010), h. 4
5
meremehkan impian, walau setinggi apapun dan tetaplah bekerja keras dan berusaha agar impian itu tercapai. Dari novel ini, dapat membuka pandangan kepada pembaca tentang seluk beluk pendidikan pesantren yang selama ini hanya menjadi cerita dari mulut ke mulut. Pahit dan getir, riang dan bahagia kaum santri dengan humor khas pesantren yang ditandaskan dengan modus pengisahan yang menakjubkan. Sebagai sekolah berbasis agama, karakter yang ditanamkan dalam pesantren pun tidak main-main. Salah satunya karakter cinta Allah SWT tentu menjadi hal yang mutlak, bahkan setiap gerak dan langkah para santri harus dilandakan sebagai ibadah yang merupakan disiplin, kemandirian, tanggung jawab dan lain-lain. Bahkan, pimpinan pesantren menegaskan bahwa belajar di pesantren tidak akan santai-santai. Semua harus mau bekerja keras agar dapat berhasil. Untuk bisa segera lancar berbahasa inggris dan arab, para santri harus rajin belajar, rajin membuka kamus. Setelah itu, para santri yang masih menggunakan bahasa Indonesia berarti melanggar aturan dan akan mendapatkan hukuman. Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti ingin mencoba untuk mengkaji lebih dalam lagi dalam judul mengenai “PENDIDIKAN KARAKTER DI PESANTREN DALAM NOVEL NEGERI 5 MENARA KARYA A. FUADI”.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut: 1. Kemerosotan moral yang dialami oleh anak bangsa Indonesia 2. Peran dari perkembangan Iptek yang berdampak negatif . 3. Masih ada beberapa nilai karakter yang belum diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. 4. Maraknya tawuran, narkoba, kejahatan seksual yang terjadi antara peserta didik.
6
C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka pembatasan masalah yang akan dikaji dan diteliti dalam tulisan ini adalah : 1. Nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam novel Negeri 5 Menara. 2. Penanaman karakter dalam novel Negeri 5 Menara
D. Rumusan Masalah Dari pembatasan masalah diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apa saja nilai-nilai karakter yang terdapat dalam novel Negeri 5 Menara? 2. Bagaimana penanaman karakter yang terdapat novel Negeri 5 Menara?
E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut: 1. Untuk mendeskripsikan nilai-nilai karakter yang terdapat dalam novel Negeri 5 Menara 2. Untuk menanalisis penanaman karakter yang terdapat novel Negeri 5 Menara
F. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu meberikan manfaat bagi para pembaca baik bersifat teoritis maupun praktis. Adapun manfaat tersebut adalah: 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu pendidikan karakter. b. Hasil penelitian ini dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan tentang pendidikan karakter, akhlak, dan karya sastra. 2. Manfaat Praktis a. Dapat menerapkan nilai pendidikan karakter dalam kehidupan sehari-hari dengan benar.
7
b. Mampu menanamkan nilai karakter dalam diri seseorang atau siswa. c. Dapat meningkatkan kesadaran pada instansi pendidikan dan masyarakat akan pentingnya pendidikan karakter. d. Kegunaan penelitian ini untuk menyelesaikan program studi S1
BAB II LANDASAN TEORI
A. Deskriptif Teoritik 1. Pengertian Pendidikan Karakter Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau pedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Selanjutnya, pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental.1 Pendidikan adalah sebuah proses untuk mengubah jati diri seorang peserta didik untuk lebih maju. Menurut para ahli, ada beberapa pengertian yang mengupas tentang definisi dari pendidikan itu sendiri, diantaranya: a. Menurut H. Horne, “Pendidikan adalah proses yang terjadi terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental yang bebas dan sadar kepada Tuhan, seperti termanifestasi dalam ala sekitar, intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia”.2 b. Menurut Ahmad Tafsir “Pendidikan ialah pengembangan pribadi dalam semua aspeknya, dengan penjelasan bahwa yang dimaksud pengembangan pribadi ialah yang mencakup pendidikan oleh diri sendiri, pendidikan oleh 1
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan,(Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2006), h. 1 Retno Listyatri, Pendidikan Karakter dalam Metode Aktiv, Inovatif dan Kreatif, (Jakarta: Erlangga, 2012), h. 2 2
8
9
lingkungan, dan pendidikan oleh orang lain (guru). Seluruh aspek mencakup jasmani, akal, dan hati.”3 c. Menurut Poerbakawatja dan Harahap, pendidikan adalah usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk dengan pengaruhnya meningkatkan so anak ke kedewasaan yang selalu diartikan mampu menimbulkan tanggung jawab moril dari segala perbuatannya.4 d. Menurut Brubacher dalam bukunya “education is the process in which these powers (abilities, capacities) of men which are susceptible to habituation are perfected by good habits, by means artiscally contrived, and employed by a men to help another or hiself achieve the end in view. Pendidikan ialah proses dalam mana potensi-potensi ii (kemampuan, kapasitas) manusia yang mudah dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan supaya disempurnakan oleh kebiasaan-kebiasaan yang baik, oleh alat (media) yang disusun sedemikian rupa dan dikelola oleh manusia untuk menolong orang lain atau diriya sendiri mencapai tujuan yang ditetapkan.5 Dari definisi-definisi di atas, penulis dapat memahami bahwa pendidikan adalah usaha yang dilakukan secara sadar oleh si pendidik untuk mengembangkan jasmani dan rohani peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, atau latihan menuju terbentuknya kepribadian dalam diri peserta didik menuju peranannya dimasa yang akan datang, agar nantinya peserta didik menjadi manusia yang bertanggung jawab. Setiap individu harus memiliki karakter mulia, yang berarti memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti percaya diri, kritis, kreatif dan inovatif, mandiri, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, adil, rendah hati, pemaaf, malu berbuat salah, setia, tekun, gigih, disiplin,
3
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2007), h. 26 4 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), Cet. I, h. 11 5 Tim Dosen FIP-IKIP Malang, pengantar Dasar-Dasar Kependidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), h. 6
10
berpikir positif, bersahaja, menghargai waktu, pengendalian diri, ramah, cinta keindahan, tabah, terbuka dan tertib. 6 Dalam konteks pemikiran Islam, karakter berkaitan dengan iman dan ikhsan. Hal ini sejalan dengan ungkapan Aristoteles, bahwa karakter erat kaitannya dengan “habit” atau kebiasaan yang terus menerus dipraktikkan dan diamalkan. Scerenko mendefinisikan karakter sebagai atribut atau ciriciri yang membentuk dan membedakan ciri pribadi, ciri etis, dan kopleksitas mental dari seseorang, suatu kelompok atau bangsa.7 Dan Koesoema A menyatakan bahwa karakter sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai “ciri atau atau karakteristik atau gaya atau sifat khususdari diri seseorang yang bersumber dari bentukanbentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil dan juga bawaan seseorang dari sejak lahir.”8 Wynne mengemukakan bahwa karakter berasal dari Bahasa Yunani yang berarti “to mark” (menandai) dan memfokuskan pada bagaimana menerapkan nilai-nilai kebaikan dalam tindakan nyata atau prilaku seharihari. Oleh sebab itu, seseorang yang berprilaku tidak jujur, curang kejam dan rakus dikatakan sebagai orang yang memiliki karakter jelek, sedangkan yang berprilaku baik, jujur dan suka menolong dikatakan sebagai orang yang meiliki karakter baik/ mulia.9 Menurut Gordon W. Aliport, karakter erupakan suatu organisasi yang dinamis dari sistem psiko-fisik individu yang enentukan tingkah laku dan pemikiran individu secara khas. Interaksi psiko-fisik mengarahkan tingkah laku manusia. Karakter bukan sekedar kepribaian (personality) karena sesungguhnya karakter adalah kepribadian yang ternilai (personality evaluated).10 Dari paparan definisi-definisi di atas, karakter merupakan cara berpikir dan berprilaku seseorang yang menjadi ciri khas dari tiap individu dan menjadi kebiasaan yang akan terus dipraktikkan dan diamalkan dala kehidupan sehari-hari. 6
Zainal Aqib dan Sujak, Panduan Aplikasi Pendidikan Karakter, (Bandung: Yrama Widya, 2011), Cet. I, h. 3 7 Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), Cet. I, h. 42 8 Masnur Muslich, Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisi Multidimensional, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), Cet 2, h. 70 9 E. Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013), Cet. III, h. 3 10 Sri Narwati, Pendidikan Karakter, (Yokyakarta: Familia, 2011), h. 2
11
Dengan dua pemahaman dasar tentang pendidikan dan karakter, maka dibuatlah sintesis tentang konsep pendidikan karakter. Karakter lebih besifat subjektif, sebab berkaitan dengan struktur antropologis manusia dan tindakannya
dalam
memaknai
kebebasannya.
Sementara
pendidikan
senantiasa berkaitan dengan dimensi sosialitas manusia, yang mana selalu mebutuhkan kehadiran orang lain dalam menopang hidupnya. Oleh karena itu, pendidikan karakter merupakan keseluruhan dinamika relasional antar pribadi dengan berbagai macam dimensi, baik dari dalam maupun dari luar dirinya, agar pribadi tersebut semakin dapat menghayati kebebasannya dan ia dapat semakin bertanggung jawab atas pertumbuhan dirinya.11 Menurut Megawangi, pendidikan karakter adalah usaha sadar untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi positif kepada lingkungannya.12 Pendidikan karakter ialah upaya sadar untuk mebentuk kepribadian seseorang agar menjadi manusia yang baik dengan cara menghayati nilai-nilai dan keyakinan dan mampu melaksanan tugas-tugas hidupnya secara selaras.
2. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Karakter Adapun tujuan pendidikan karakter secara umum adalah untuk membangun dan mengembangkan karakter peserta didik pada setiap jalur, jenis dan jenjang pendidikan agar dapat menghayati dan mengamalkan nilainilai luhur menurut ajaran agama dan nilai-nilai luhur dari setiap butir sila dari Pancasila. Secara khusus pendidikan karakter bertujuan menembangkan potensi anak didik agar berhati baik, berpikiran baik, berkelakuan baik,
11
Doni Koesoema A, Pendidikan Karakter: Srategi Mendidik Anak di Zaman Global, (Jakarta: Grasindo, 2010), Cet 2, h. 3 12 Muhammad Jafar Anwar dan Muhammad A. Salam As, Membumikan Pendidikan Karakter: Implementasi Pendidikan Berbobot Nilai dan Moral, (Jakarta: CV Suri Tatu‟uw, 2015), Cet 1, h. 32
12
memiliki sikap percaya diri, bangga pada bangsa dan negara, mencintai sesama umat manusia.13 Sedangkan fungsi pendidikan karakter adalah sebagai berikut:14 a. Pengembangan potensi dasar, agar “berhati baik, berpikiran baik dan berprilaku baik”. b. Perbaikan prilaku yang kurang baik dan penguatan prilaku yang sudah baik. c. Penyaring budaya yang kurang sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila
3. Ruang Lingkup Pendidikan Karakter Pendidikan karakter di Indonesia didasarkan pada sembilan pilar karakter dasar. Karakter dasar menjadi tujuan pendidikan karakter. Kesembilan pilar karakter dasar ini antara lain:15 a. Cinta kepada Allah SWT dan semesta beserta isinya Cinta kepada Allah SWT dan semsta beserta isinya merupakan buah dari keimanan. Apabila seseorang telah mengenal Tuhannya dengan segenap hati, maka akan menimbulkan rasa cinta, tenang dan nyaman dalam jiwanya sendiri. Dengan memiliki sikap ini, seseorang akan selalu menjaga dan memelihara kelestarian alam yang telah diciptakan oleh Allah SWT. b. Tanggung jawab, disiplin dan mandiri 1) Tanggung
jawab
adalah
sikap
dan
prilaku
seseorang
untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), Negara dan Tuhan.16
13
Maswardi Muhammad Amin, Pendidikan Karakter Anak Bangsa, (Jakarta: Baduose Media Jakarta, 2011), Cet 1, h. 37 14 Anas Salahudin dan Irwanto Alkrienciehie, Pendidikan Karakter (Pendidikan Berbasis Agama dan Budaya Bangsa), (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), Cet. I, h. 43 15 Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2011), Cet. I, h. 72 16 Mohamad Mustari, Nilai Karakter: Refleksi untuk Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), Cet 1, h. 19
13
2) Disiplin adalah kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu sistem yang mengharuskan orang untuk tunduk kepada keputusan, perintah, dan peraturan yang berlaku.17 3) Mandiri adalah sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.18 c. Jujur, Tegar 1) Jujur merupakan prilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan, baik terhadap diri sendiri dan pihak lain.19 2) Tegar berarti tabah dalam mengahadapi segala cobaan yang terjadi dalam kehidupan. d. Hormat dan santun 1) Hormat ialah suatu sikap penghargaan (perhatian yang tinggi dan khusus tinggi atau khusus), kekaguman, atau penghormatan kepada pihak lain.20 2) Santun adalah sifat yang halus dan baik hati dari sudut pandang tata bahasa maupun tata prilakunya ke semua orang21 e. Kasih sayang, peduli dan kerja sama 1) Peduli adalah sifat yang membuat pelakunya merasakan apa yang dirasakan orang lain, mengetahui bagaimana rasanya jadi orang lain, kadang ditunjukkan dengan tindakan memberi atau terlibat dengan orang lain tersebut.22
17
Ngainun Naim, Character Building: Optimalisasi Peran Pendidikan dalam Pengembangan Ilmu & Pembentukan Karakter Bangsa, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 142 18 Mohamad Mustari, Op cit, h. 77 19 Zainal Aqib dan Sujak, Op cit, h. 6 20 Muhammad Yaumi, Pendidikan Karakter: Landasan, Pilar dan Implementasi, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), Cet 1, h. 69 21 Heri Gunawan, Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasi, (Bandung: Alfabeta, 2012), Cet 2, h. 34 22 Fatchul Mu‟in, Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoritik dan Praktik, (Jogjakarta: ArRuzz Media, 2011), h. 231
14
2) Kerja sama ialah mau melakukan suatu pekerjaan bersama-sama, tidak memperhitungkan tenaga untuk saling berbagi dengan sesama, mendapatkan hasil yang terbaik, dan tidak egoistik.23 f. Percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah 1) Percaya diri merupakan sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapannya.24 2) Kreatif ialah mampu menyelesaikan masalah secara inovatif, luwes, kritis, berani mengambil keputusan dengan cepat dan tepat, menampilkan sesuatu secara luar biasa (unik), memiliki ide baru, ingin terus berubah, dapat membaca situasi dan memanfaatkan peluang baru.25 3) Kerja keras adalah suatuu upaya yang terus dilakukan (tidak pernah menyerah) dalam menyelesikan pekerjaan atau yang menjadi tugasnya sampai tuntas.26 g. Keadilan dan kepemipinan a) Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai suatu hal, baik menyangkut benda atau orang, atau sikap membeikan hak-hak orang lain secara sama.27 b) Kepemimpinan adalah segenap kegiatan dalam usaha mempengaruhi orang lain yang ada di lingkungannya pada situasi tertentu agar orang lain melalui kerjasama au bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.28
23
Muchlas Samani dan Hariyanto, Op cit, h. 51 Heri Gunawan, Op cit, h. 33 25 Muchlas Samani dan Hariyanto, Ibid, h. 51 26 Dharma Kesuma, Cepi Triatna dan Johar Permana, Pendidikan Karakter: Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), Cet 1, h. 17 27 Fatchul Mu‟in, Op cit, h. 225 28 U. Husna Asmara, Pengantar Kepemimpinan Pendidikan, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), h. 17 24
15
h. Baik dan rendah hati a) Rendah hati adalah bagian dari pemahaman diri. Sesuatu bentuk keterbukaan murni terhadap kebenaran sekaligus kehendak untuk berbuat sesuatu dei memperbaiki kegagalan kita.29 i. Toleransi, cinta damai dan persatuan a) Toleransi ialah sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.30 b) Perdamai adalah terjadinya harmoni yang ditandai dengan kurangnya kekerasan, prilaku konflik dan kebebasan dari rasa takut tentang kekerasan.31 c) Persatuan secara bahasa dapat diartikan sebagai gabungan (ikatan, kumpulan dan lain-lain), beberapa bagian yang sudah bersatu.32
4. Pendidikan Karakter Berbasis Agama Menurut Munir Mulkhan (2002) dalam buku Nalar Spiritual Pendidikan, Allah SWT sekaligus “rabbun” zat Maha Pendidik, menjadi rujukan utama dalam sebuah pendidikan, seperti dijelaskan dalamfirman Allah:
“Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu”. (Qs. Al-Ikhlash: 2) Dalam Paradigma Qurani melalui ayat di atas, output sebuah
pendidikan selain meningkatkan kecerdasan, menambah kepekaan sosial,
29
Thomas Lickona, Pendidikan Karakter: Panduan Lengkap Mendidik Siswa Menjadi Pintar dan Baik, (Bandung: Nusa Media, 2013), Cet 1, h. 85 30 Muhammad Yaumi, Op cit, h. 83 31 Muhammad Yaumi, Ibid, h. 108 32 Bacaan Madani, Pengertian Persatuan, Kerukunan dan Toleransi Dalam Islam, 2016, (www.bacaan madani.com akses internet pada hari Selasa tanggal 18 Oktober 2016 pukul 06. 09)
16
sekaligus juga meningkatkan ketakwaan. Dengan kata lain, pendidikan mengembangkan kesalehan sosial dan kesalehan spiritual.33 Jadi, tujuan pendidikan karakter adalah mengoptimalkan potensi manusia yang diberikan Allah SWT kepada makhluk-Nya dan menyelaraskan fungsi akal, emosi (rasa) dan nurani. Hasil pendidikan karakter bervisi Islam menurut Tubagus Maan Suherman adalah sebagai berikut:34 a. Generasi yang berkarakter sholeh, seperti yang dijelaskan Allah SWT dalam firman-Nya:
“Maka Kami telah menyesatkan kamu, Sesungguhnya Kami adalah orangorang yang sesat”. (Qs. As-Saffat: 32) b. Generasi thayyibah. Seperti yang dijelaskan Allah SWT dalam firman-Nya:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”. (Qs. Ali Imran: 110) c. Generasi ibadurrahman. Seperti yang dijelaskan Allah SWT dalam firman-Nya:
33 34
Anas Salahudin dan Irwanto Alkrienciehie, op cit, h. 201 Ibid, h. 202
17
“Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Qs. Al-„Asr: 3)
“Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka.” (Qs. Al-Furqon: 64) Ciri ibadurrahman adalah orang yang senantiasa dalam keimanan, gemar beramal shaleh, suka memberikan nasehat untuk kebenaran dan kesabaran, serta orang-orang yang shalat tahajud pada malam hari sematamata karena Allah SWT. d. Generasi sosialistiki. Seperti yang dijelaskan Allah SWT dalam firmanNya:
“Mereka (orang-orang yang beriman dan saling berpesan itu) adalah golongan kanan.” (Qs. Al-Balad: 18)
B. Deskripsi Novel 1. Pengertian Novel Dalam dunia pendidikan karya sastra dapat digolongkan kedalam suatu sarana pendidikan. Sarana pembelajaran dalam dunia pendidikan tidak terbatas hanya pada buku-buku (text book) pelajaran dan kurikulum yang diajarkan di sekolah, namun dapat berupa apa saja, termasuk karya sastra. Karya sastra yang dimaksud bisa berbentuk novel, cerpen, puisi, pantun, guridam, dan bentuk karya sastra lainnya. Kata sastra menurut A. Teeuw, sebagaimana dikutip oleh Atmazaki, “berasal dari bahasa Sansekerta: akar kata sas-, dalam kata kerja turunan berarti „mengarah, mengajar, memberi petunjuk atau instruksi‟. Akhiran –tra
18
biasa menunjuk alat, sarana. Maka dari itu, sastra dapat berarti „alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi atau pengajaran”. Dunia kesusastraan secara secara garis besar mengenal tiga jenis teks sastra, yaitu teks naratif (prosa), teks monolog (puisi), dan teks dialong atau (drama).35 Novel merupakan salah satu ragam teks naratif (prosa). Novel (Inggris: novel) dan cerita pendek (disingkat: cerpen; Inggris: short story) merupakan dua bentuk karya sastra yang sekaligus disebut fiksi. Bahkan dalam perkembangannya kemudian, novel dianggap bersinonim dengan fiksi. Sebutan novel dalam bahasa Inggris- dan inilah yang kemudian masuk ke Indonesia- berasal dari bahasa Italia novella (yang dalam bahasa Jerman; novelle). Secara harfiah, novella berarti “sebuah barang baru yang kecil”, dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek atau prosa”.36 Menurut tarigan sebagaimana yang dikutip oleh widjojoko berpendapat bahwa : “istilah novel berasal dari bahasa Latin “novellus” yang berarti baru: cerita yang baru muncul kemudian sesudah drama, puisi, dll”.37 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, novel diartikan sebagai “karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.” Novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia, berupa model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif, kemudian dibangun melalui berbagai unsur instrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain.38 Bagi pembaca, kegiatan membaca karya fiksi seperti novel berarti menikmati cerita dan menghibur diri untuk memperoleh kepuasan batin. Betapapun saratnya pengalaman dan permasalahan kehidupan yang ditawarkan, sebuah novel haruslah tetap merupakan cerita yang menarik, tetap merupakan bangunan struktur yang koheren, dan tetap mempunyai tujuan estetik.
35
Widjojoko & Endang Hidayat, Teori & Sejarah Sastra Indonesia, (Bandung : Upi Press, 2006), h. 14 36 Burhan Nurgiyantoro, op cit, h. 9 37 Widjojoko & Endang Hidayat, op.cit, h. 41 38 Burhan Nurgiyantoro, op.cit, h. 4
19
Daya tarik inilah yang pertama-tama akan memotivasi orang untuk membacanya. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya setiap orang senang dengan cerita, baik yang diperoleh dengan cara membaca ataupun mendengarkan. Melalui sarana cerita ini pembaca secara tidak langsung dapat belajar dan menghayati berbagai permasalahan kehidupan yang sengaja ditawarkan oleh pengarang. Oleh karena itu, cerita, fiksi atau karya sastra pada umumnya sering dianggap dapat membuat manusia menjadi lebih arif, atau dapat dikatakan sebagai “memanusiakan manusia”.39 Dari beberapa penjelasan diatas penulis dapat memahami bahwa novel merupakan sebuah cerita fiksi yang di dalamnya terdapat tema, tokoh, latar dan lainnya. Novel merupakan sebuah karya sastra yang menggambarkan atau melukiskan kehidupan tokoh-tokohnya melalui alur sebuah cerita. Melalui gambaran alur cerita dalam sebuah novel yang ditawarkan oleh pengarangnya maka, secara tidak langsung seorang pembaca dapat mengambil sebuah pelajaran yang dapat diterapkan dalam realitas kehidupan.
2. Macam-macam Novel Widjojoko dalam bukunya Teori dan sejarah sastra Indonesia menggolongkan novel atas beberapa jenis, yaitu: a. Novel Populer Novel populer merupakan jenis sastra populer yang menyuguhkan problema kehidupan yang berkisar pada cinta asmara yang bertujuan menghibur. Novel-novel Indonesia mempunyai ciri-ciri : 1) Temanya cinta asmara 2) Meskipun utuh alurnya datar dan sering mengabaikan karakterisasi tokoh sehingga terasa dangkal. 3) Menggunakan bahasa yang aktual, lincah,dan gaya cerita yang sentimental. Banyak novelis muda sekarang memakai bahasa anak muda dengan segala jargon rahasia mereka. 39
Ibid, h. 3-4
20
4) Bertujuan hiburan sehingga cerita yang disuguhkan dengan cara yang mengasikan, ringan, namun tetap memiliki ketegangan, penuh aksi, warna, dan humor. 5) Punya pembaca massal karena sifat komersial dan komunikatifnya.40 Dari kelima ciri diatas, jelas bahwa novel populer adalah jenis novel yang bersifat komersial, memiliki bahasa yang komunikatif, pembaca ikut serta dalam cerita, bahasa yang ringan dan mudah dipahami menjadi nilai lebih untuk jenis novel ini. Kelebihan inilah yang membuat pembaca tidak menemukan kesulitan yang berarti dalam mengikuti sebuah alur cerita yang disuguhkan oleh pengarangnya. Hal ini pula yang membuat novel jenis ini mempunyai banyak pembaca. b. Novel Literer Novel literer adalah novel bermutu sastra, atau disebut juga novel serius. Novel literer menyajikan persoalan-persoalan kehidupan manusia secara serius. c. Novel Picisan Novel picisan isinya cenderung mengeksploitasi selera dengan suguhan cerita yang mengisahkan asmara yang menjurus kepornografi. Novel ini mempunyai ciri-ciri bertemakan cinta asmara, ceritanya cengderung cabul, alurnya datar, jalan ceritanya ringan dan mudah di ikuti pembaca. d. Novel Absurd Novel absurd merupakan sejenis fiksi yang ceritanya menyimpang dari logika biasa, irrasional, realitas, bercampur angan-angan dan mimpi. e. Novel Horor Novel horor (dalam bahasa Inggris disebut Gothic Fiction) merupakan cerita yang melukiskan kejadian-kejadian yang bersifat horor.41
40 41
Widjojoko & Endang Hidayat, op.cit, h. 43 Ibid, h. 44
21
f. Unsur-Unsur Novel Sebuah novel merupakan sebuah totalitas, suatu keseluruhan yang bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, novel mempunyai unsur-unsur yang saling berkaitan satu dengan yang lain secara erat. Unsur-unsur sebuah pembangun novel dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik. Kedua unsur inilah yang sering digunakan para kritikus dalam mengkaji dan membicarakan novel atau karya sastra. Adapun penjelasannya sebagai berikut: 1) Unsur Instrinsik Unsur Instrinsik adalah unsur-unsur yang secara langsung membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-nsur inilah yang secara faktual akan dijumpai oleh pembaca saat membaca karya sastra. Kepaduan antar unsur instriksik inilah yang membuat sebuah novel berwujud.42 Unsur instrinsik dalam novel terdiri dari : a) Tema Tema adalah dasar cerita atau gagasan umum dari sebuah novel. Gagasan dasar umum inilah - yang tentunya telah ditentukan sebelumnya oleh pengarang – yang digunakan untuk mengembangkan cerita. Tema dalam sebuah cerita dapat dipahami sebagai sebuah makna yang mengikat keseluruhan unsur cerita sehingga cerita itu hadir sebagai sebuah kesatuan yang padu.
43
Berbagai unsur fiksi lainnya akan saling berkaitan dan
bersinergi dalam mendukung eksistensi tema. b) Alur Alur merupakan rangkaian peristiwa dalam sebuah cerita. Atau lebih jelasnya, alur merupakan peristiwa-peristiwa yang disusun satu persatu dan saling berkaitan menurut hukum sebab akibat dari awal hingga akhir cerita.44
42
Burhan Nurgiyantoro, op.cit, h. 23 Ibid, h. 70 44 Robert Stanton, Teori Fiksi, Terj. Dari An Ontroduction to fiction oleh Sugihastuti dan Rossi Abi Al Irsyat, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007), h.26 43
22
Dari pengertian diatas terlihat bahwa setiap peristiwa tidak berdiri sendiri. Maksudnya adalah apabila ada sebuah peristiwa dalam sebuah cerita maka akan mengakibatkan timbulnya peristiwa yang lain, peristiwa yang lain akan menyebabkan timbulnya peristiwa-peristiwa baru dan akan terus berlanjut hingga cerita berakhir. c) Penokohan Istilah penokohan lebih luas cakupannya dari pada tokoh. Sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh dalam cerita, bagaimana perwatakannya, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca.45 Sebuah novel tanpa sebuah penokohan nyaris mustahil, karena penokohan merupakan unsur paling penting dalam sebuah novel. Maka apabila kita membaca sebuah novel, bagian paling penting adalah kita harus berusaha memahami nilai yang disuguhkan pengarang pada setiap tokoh. d) Latar Unsur prosa cerita yang disebut sebagai latar ini menyangkut tentang lingkungan geografi, sejarah, sosial, dan bahkan kadang-kadang lingkungan politik atau latar belakang tempat kisah itu berlangsung.46 2) Unsur Ekstrinsik Unsur Ekstrinsik adalah unsur-unsur diluar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Namun ia sediri tidak ikut menjadi bagian didalamnya. Walaupun demikian unsur ekstrinsik cukup berpengaruh (untuk dikatakan cukup menentukan) terhadap totalitas bangun cerita yang dihasilkan. Oleh karena itu unsur ekstrinsik sebuah novel haruslah tetap dipandang sebagai suatu yang penting. Unsur ini meliputi latar belakang penciptaan, sejarah, biografi pengarang, dan lain-lain diluar instrinsik. Unsur-unsur yang ada diluar tubuh karya sastra. Perhatian terhadap unsur-unsur ini akan membantu keakuratan dalam menafsirkanisi suatu karya sastra. 45 46
Burhan Nurgiyantoro, op.cit, h.166 B.Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, (Yogyakarta : Kanisius, 1992), h. 71
23
C. Penelitian Yang Relevan Penelitian yang relevan ini disebut juga sebagai tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka berfungsi untuk memeberikan paparan tentang penelitian sebelumnya yang telah dilakukan. Dengan tinjauan pustaka ini penelitian seseorang dapat diketahui keasliannya dengan cara mempertegas perbedaan dan persamaan di antara masing-masing judul dan masalah yang akan dibahas oleh penulis. Pada penelitian ini penulis menggunakan novel Negeri 5 Menara Karya A. Fuadi sebagai objek penelitian yang terasuk novel national best seller dan menjadikan peneliti ini memiliki perbedaan tersendiri. Sepanjang penelitian yang penulis lakukan, ada beberapa tulisan yang berkaitan dengan skripsi yang penulis tulis, di antaranya adalah: 1. “Konsep Pendidikan Karakter Menurut KH Zainudin Fananie dan Aplikasinya Pada Pendidikan Islam”. Sripsi ini disusun oleh Yopi Fajar Suryadi, mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2013. Penelitian dibatasi pada pemikiran KH Zainudin Fananie tentang pendidikan Karakter dan aplikasinya pada pendidikan Islam di Indonesia. Yopi mengungkapkan bahwa konsep karakter yang diusung oleh KH Zainusin Fananie pengintegrasian antara tiga komponen pendidikan, yaitu pendidikan rumah, pendidikan sekolah dan pendidikan masyarakat. Persamaan penelitian Yopi Fajar Suryadi dengan penelitian ini terletak pada aspek pengkajian yang mengkasi aspek pendidikan karakter. Sedangkan perbedaannya terletak pada objek kajiannya. Penelitian Yopi menggunakan objek kajian pemikiran KH Zainudin Fananie tentang pendidikan karakter, sedangkan penulis menggunakan objek kajian novel Negeri 5 Menara. Penelitian Yopi juga membatasi aspek kajian pada aplikasi pendidikan karakter, sedangkan penulis menetapkan pada aspek kajian sistem pendidikan karakter di pesantren. 2. “Pendidikan Karakter Menurut Ki Hadjar Dewantara”. Sripsi ini disusun oleh Siska Mumsika Turahmah, mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada
24
tahun 2013. Penelitian dibatasi pada konsep pendidikan karakter menurut Ki Hadjar Dewantara. Siska mengungkapkan bahwa konsep pendidikan karakter Ki Hadjar Dewantara adalah pendidikan yang berasakan kemerdekaan, kebebasan, keseimbangan dan kesesuaian. Persamaan penelitian Siska Mumsika Turahmah dengan penelitian ini terletak pada aspek pengkajian yang mengkasi aspek pendidikan karakter. Sedangkan perbedaannya terletak pada objek kajiannya. Penelitian Yopi menggunakan objek kajian pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan karakter, sedangkan penulis menggunakan objek kajian novel Negeri 5 Menara. 3. “Nilai Moral dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih Karya Habiburrahman El Shirazy”. Skripsi ini disusun oleh Hena Khaerunnisa, mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2011. Penelitiannya dibatasi pada kajian nilai moral dalam novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrahman El Shirazy. Hena mengungkapkan delapan nilai moral dalam novel Ketika Cinta Bertasbih yang meliputi optimis, toleransi, santun, memelihara lisan, sabar, tanggung jawab, kuasai emosi, dan tolong menolong. Dalam penelitian tersebut terdapat pesamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan peneliti kaji. Persamaan penelitian Hena Khaerunnisa dengan penelitian ini terletak pada objek kajiannya, yaitu sama-sama mengkaji novel namun beda judulnya. Sedangkan perbedaannya terletak pada aspek kajiannya. Penelitian Hena Khaerunnisa mengkaji aspek moral yang menggunakan tolak ukur norma Pancasila, sedangkan dalam penelitian ini penulis mengkaji aspek nilai-nilai pendidikan karakter berdasarkan sembilan pilar karakter dasar di indonesia. 4. “Nilai-nilai Akhlak dalam Novel Negeri 5 Menara Karya A. Fuadi”. Skripsi ini disusun oleh Rihlaturrizqa Attamimi, mahasiswi Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2013. Penelitiannya dibatasi pada kajian nilai-nilai akhlak dalam novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi. Rihlaturrizqa membahas tentang nilai akhlak terpuji dan tercela yang terkandung dalam novel Negeri 5 Menara.
25
Nilai akhlak terpuji tersebut adalah akhlak terhadap Allah yang terdiri dari berdoa, syukur, tawakal dan sabar. Akhlak terhadap orang tua meliputi berbakti kepada orang tua. Akhlak terhadap diri sendiri yang terdiri dari optimis dan membuka cakrawala wawasan dengan menguasai bahasa asing, serta akhlak terhadap sesama manusia yang meliputi saling mendoakan teman, tolongmenolong, menjaga harga diri untuk tidak meminta-minta, dan suka menerima tamu. Dan kajian tentang akhlak tercela yang terdiri dari iru dan putus asa. Dalam penelitian tersebut terdapat pesamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan peneliti kaji. Persamaan penelitian Rihlaturrizqa Attamimi dengan penelitian saya terletak pada objek kajiannya, yaitu sama-sama mengkaji novel Negeri 5 Menara tetapi beda pembahasan. Sedangkan perbedaannya terletak pada aspek pembahasannya. Penelitian Rihlaturrizqa Attamimi membahas tentang nilainilai akhlak, sedangkan dalam penelitian ini penulis membahas tentang nilai pendidikan karakter yang terdiri dari dari religius, peduli, mandiri, Bersungguh-sungguh, sabar, pantang menyerah, tegar, kerja keras, ikhlas dan disiplin.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu Penelitian Penelitian yang berjudul “Pendidikan Karakter dala Novel Negeri 5 Menara Karya A. Fuadi” ini dilaksanakan sejak tanggal 11 Januari 2016 sampai 13 Oktober 2016 digunakan untuk mengumpulkan data mengenai sumber-sumber tertulis yang diperoleh dari teks books yang ada di perpustakaan, internet, serta sumber lain yang mendukung penelitian.
B. Sumber Penelitian Menurut Lofland sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.1 Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Data Primer Data primer merupakan sumber data utama yaitu Novel Negeri 5 Menara Karya A. Fuadi yang diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta. pada bulan Juli tahun 2009 cetakan pertama, dan yang saya gunakan cetakan kesembilan, November 2010, buku tersebut terdiri dari 419 halaman. 2. Data Sekunder Data sekunder merupakan penunjang yang dijadikan alat untuk membantu penelitian, yaitu berupa bahan-bahan pustaka. Bahan-bahan pustaka yang dimaksud seperti: dokumen, koran, majalah, jurnal ilmiah, buku-buku, laporan tahunan dan lain sebagainya.
1
Lexy J.Meloeng, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), h.
157
26
27
C. Metode Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif, metode penelitian kualitatif
adalah
metode
penelitian
yang
berlandaskan
pada
filsafat
postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowbaal, teknik pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.2 Penulis menggunakan metode kualitatif dengan penelitian studi naskah. Metode kualitatif dipilih sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis ataupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Sedangkan dipilihnya penelitian studi naskah karena peneliti harus membaca teks dari awal sampai akhir, kemudian mendeskripsikan teks itu dan memahami teks agar dapat menjelaskan isi dari teks tersebut.
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data Sebelum penulis menjelaskan mengenai teknik pengumpulan data, perlu dikethui bahwa penelitian penulisan ini bersifat kepustakaan (Library Research). Prosedur pengumpulan dan pengolahan data terdiri dari: 1.
Pengumpulan data dari berbagai sumber, penelitian ini dilakukan melalui kajian pustaka. Kajian pustaka adalah proses pendalaman, penelaahan, dan pengidentifikasian pengetahuan yang ada dalam kepustakaan (sumber bacaan, buku-buku referensi, atau hasil penelitian lain) yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.3
2.
Dari data-data yang telah terkumpul kemudian digabungkan dan dilakukan kajian mendalam terhadap data-data tersebut dengan menganalisanya. 2
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D), (Bandung: Alfabeta, 2013), Cet. XVIII, h. 15 3 Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), cet 10, h. 121
28
3.
Menuangkan hasil analisis data dalam bentuk deskriptif
4.
Setelah data-data telah terkumpul, kemudian disajikan. Dan langkah terakhir adalah menarik kesimpulan. Kegiatan yang dilakukan peneliti untuk pengambilan data, yaitu
kegiatan membaca novel “Negeri 5 Menara” dan peneliti bertindak sebagai pembaca yang aktif membaca, mengenal dan mengidentifikasi gagasan-gagasan yang terdapat di dalamnya agar menjadi sebuah keutuhan makna.
E. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan langkah yang paling penting dalam penelitian, karena tujuan dalam penelitian adalah mendapatkan data sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti. Dalam penulisan ini, peneliti melakukan beberapa teknik pengumpulan data. Adapun teknik pengumpulan data tersebut berupa: 1.
Riset
kepustakaan
(library
research)
memanfaatkan
sumber
perpustakaan untuk memperoleh data penelitiannya. Tegasnya riset pustaka membatasi kegiatannya hanya pada bahan-bahan koleksi perpustakaan saja tanpa melakukan riset lapangan.4 2.
Dokumentasi yaitu suatu cara pencarian data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, agenda dan sebagainya.5 Dari pencarian data model dokumentasi tersebut, diharapkan terkumpulnya dokumen atau berkas untuk seluruh unit kajian data yang akan diteliti dan dianalisis lebih lanjut.
F. Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini metode analisis yang digunakan adalah metode analisis isi (Content Analysis). Analisis Isi (Content Analysis) yaitu sebuah analisis yang digunakan untuk mengungkapkan, memahami, dan menangkap isi 4
Mestika Zed, Metodologi Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), cet 1, h. 1 5 Suharmini Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 206
29
karya sastra. Dalam karya sastra, isi yang dimaksud adalah pesan-pesan yang disampaikan pengarang melalui karya sastranya. Analisis isi didasarkan pada asumsi bahwa karya sastra yang bermutu adalah karya sastra yang mampu mencerminkan pesan positif kepada para pembacanya. 6 Analisis isi secara sederhana yaitu telaah sistematis atas catatan-catatan atau dokumen-dokumen sebagai sumber data, dan salah satu tujuannya adalah untuk mengenali gaya sastra, konsep atau keyakinan. 7 Sebuah analisis yang digunakan untuk mengungkap, memahami dan menangkap isi karya sastra. Karya sastra, isi yang dimaksud adalah pesan-pesan yang disampaikan pengarang melalui karya sastranya. Analisis isi didasarkan pada asumsi bahwa karya sastra yang bermutu adalah karya sastra yang mampu mencerminkan pesan positif kepada para pembaca.8
6
Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 48. 7 Sanapiah faisal, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), h. 135-136 8 Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Sastra, (Yogyakarta: Medpress, 2008), h. 160
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Sinopsis Novel Negeri 5 Menara Novel Negeri 5 Menara berkisah tentang enam orang sahabat yang bersekolah di Pondok Madani (PM), Ponorogo, Jawa Timur. Mereka dengan sungguh-sungguh akhirnya berhasil meraih mimpinya yang awalnya dinilai terlalu tinggi. Mereka adalah Alif Fikri Chaniago, Raja Lubis, Said Jufri, Dulajid, Atang, dan Baso Salahuddin. Alif adalah seorang anak dari sebuah kampung yaitu Desa Bayur yan terletak di dekat Danau Maninjau, Sumatera Barat. Alif adalah seorang pemuda yang memiliki cita-cita suatu saat nanti bisa seperti pak Habibie. Alif baru saja lulus dari SMP dan ia ingin melanjutkan pendidikannya di SMA Negeri dan kemudian ke ITB Bandung untuk mewujudkan impiannya menjadi seorang pakar dan ahli iptek. Ia tak ingin seumur hidupnya tinggal di kampung dan mempunyai cita-cita untuk merantau. Ia ingin melihat dunia luar dan ingin sukses seperti sejumlah tokoh yang ia baca di buku atau mendengar cerita temannya di desa. Tapi orang tuanya menginginkan Alif mendalami ilmu agama dan menjadi seseorang yang bermanfaat bagi masyarakat sekitar. Melalui Amak (ibunya), Alif diminta untuk meneruskan pendidikan ke pesantren yaitu Pondok Madani di sudut Kota Ponorogo, Jawa Timur. Keinginan itu juga merupakan keinginan ayahnya, yang juga diperkuat oleh pernyataan dari “Pak Etek” atau paman yang sedang kuliah di Kairo. Keluarga mengharapkan Alif bisa bermanfaat bagi masyarakat seperti Bung Hatta dan Bung Hamka. Namun Alif sendiri ingin menjadi seseorang yang menguasai teknologi tingi seperti B.J. Habibie. Kondisi tersebt
30
31
membuat Alif dilanda kekalutan, antara berbakti pada orang tua dengan mengikuti keinginan ibunya, yaitu melanjutkan bersekolah di Madrasah Aliyah ataukah melanjutkan mipinya untuk sekolah di SMA umum. Dengan setengah hati, Alif memenuhi permintaan orang tuanya untuk menempuh jalur pendidikan agama Islam tetapi dengan satu suatu syarat. Alif tidak mau masuk sekolah Madrasah Aliyah (MA) di Minang, tetapi ia memilih mendalami ilu aama ke Pondok Madani (PM), sebuah pesantren di Jawa Timur. Akhirnya, berangkat juga Alif ke Pondok Pesantren atas saran dari keluarganya. Dia bersama ayahnya naik bus tiga hari tiga malam melintasi Sumatera dan Jawa menuju sebuah pesantren yang bernama Gontor. Dan perjalanan hidup Alif sebagai salah satu siswa pondok pesantren pun dimulai. Kesan pertama yang Alif dapatkan yaitu tempat yang aturannya sangat ketat, jadwal kegiatan yang padat, kewajiban memakai bahasa Inggris dan Arab dalam setiap kegiatan, serta hukuman yang siap menanti sekecil apapun kesalah yang diperbuat. Apalagi ada keharusan mundur setahun untuk kelas adaptasi, membuat Alif tidak tahan pada saat awal-awal bersekolah di pondok pesantren. Gelobang emosi Alif yang naik turun menghiasi hariharinya pada saat menimba ilu di pondok pesantren tersebut.
Ragu dan
menyesal sempat terbesit di benaknya Alif, apalagi ketika Alif menerima surat dari sahabat dekat yang sekaligus rivalnya ketika sekolah dulu, yaitu Randai, yang kini seolah sedang berjaya di sebuah SMA favorit di Bukit Tinggi, sebuah SMA impian Alif. Tetapi, Alif menguatkan hati untuk mencoba menjalankan setidaknya tahun pertama di Pondok Madani ini. Seiring berjalannya waktu Alif mulai bersahabat dengan teman sekamarnya, Baso dari Goa, Atang dari Bandung, Raja dari Medan, Said dari Surabaya, dan Dulmajid dari Madura. Keenam anak yang menuntut ilmu di Pondok Madani Gontor ini setiap sore mempunyai kebiasaan yang unik, yaitu menjelang adzan maghrib berkumpul di bawah menara mesjid sambil melihat ke awan. Ketika membayangkan awan itulah mereka melambungkan impiannya. Misalnya Alif membayangkan awan itu seperti negara Arab Saudi, Mesir dan Benua Eropa.bersama, mereka saling menasehati, saling berbagi
32
mimpi, dan saling membantu satu sama lain. Kehidupan PM yang ketat membuat mereka harus saling mendukung agar kerasan menyelesaikan 4 tahun sekolah. Berawal dari kebiasaannya berkumpul di bawah menara mesjid tadi, mereka berenam pun menamakan diri mereka Shohibul Menara, artinya sahabat menara. Di Pondok Madani itu ada ungkapan luar biasa yang selau diingat oleh Alif. Ungkapan itu disampaikan oleh salah seorang guru bernama Ustadz Salman yang berbunyi “Man Jadda wa Jadda” yang artinya siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil. Ungkapan tersebut sangat bermakna bagi enam sahabat ini. Kemudian mereka mulai memiliki impian dan bertekad untuk meraihnya. Di Pondok Pesantren mereka dididik sangat ketat. Mulai dari keharusan berbicara menggunakan bahasa Arab atau Inggris, dan akan dihukum jika menggunakan bahasa Indonesia. Mereka juga dilatih dengan disiplin yang sangat ketat. Semua siswa harus tepat waktu dalam segala aktivitas. Kalau terlambat beberapa menit saja langsung mendapatkan hukuman. Dari proses belajar dan ungkapan dari Pondok Madani itulah keenam sahabat jadi memiliki cita-cita yang amat tinggi. Mereka masingmasing memiliki ambisi untuk menaklukkan dunia. Mulai dari Tanah Indonesia lalu ke Amerika, Asia atau Afrika. Di bawah menara Madani, mereka berjanji dan bertekad untuk menaklukkan dunia dan menjadi orang besar yang bermanfaat bagi banyak orang. Tapi sayang, salah seorang dari sahabat tersebut yaitu Baso harus keluar dari pesantren. Ia meninggalakan Pondok Madani untuk menjaga neneknya dan berusaha menghafal Al-Quran di kampungnya. Waktu terus berjalan, Shohibul Menara yang lain terus melanjutkan pendidikan di Pondok Madani. Hari ke hari terasa makin indah bagi mereka. Makin banyak manfaat yang mereka peroleh, baik dari persahabatan mereka maupun dari siste pendidikan yang sangat baik. Hingga akhirnya mereka bisa meraih mimpi yang selaa ini hanya bayangan. Mereka membuktikan bahwa mereka bisa menaklukkan dunia. Mereka keudian bernostalgia dan
33
membuktikan impian mereka ketika melihat awan di bawah menara mesjid di Pondok Pesantren Madani, Jawa Timur. Ternyata bagi mereka menempuh pendidikan di pesantren mempunyai makna indah yang tak ternilai. Alif yang tadinya menganggap pesantren itu kampungan dan kuno, ternyata salah besar.
B. Unsur Instrinsik Novel 1. Tema Tema yang disampaikan pengarang melalui novel Negeri 5 Menara adalah: a. Pendidikan. Yang dapat dilihat dari latar tempat yaitu pondok pesantren, dimana kegiatan utama yang dilakukan sehari-hari adalah belajar. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut: Bagai sebuah konspirasi besar untuk mencuci otak, metode total immersion bahasa ini cocok dengan lingkungan yang sangat mendukung. Tidak cukup dengan itu, entah siapa yang menyuruh, banyak di antara kami yang membawa kamus. Kalau bukan kamus cetak, kami pasti membawa buku mufrodhat, buku tulis biasa yang dipotong kecil sehingga lebih tipis dan gampang dibawa kemanamana. Murid dengan buku mufrodhat di tangan gampang ditemukan sedang antri mandi, antri makan, berjalan, bahkan di antara kegiatan olahraga sekalipun.1 b. Sebuah kerja keras yang menghasilkan kesuksesan. Hal ini dapat dibuktikan dari halaman awal, yaitu kutipan dari Imam Syafi’i dan kalimat “MAN JADDA WA JADDA”, yang diteriakkan ustadz Salman pada awal pertemuan Alif di Pondok Madani, yang memiliki arti siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil.2
135
1
A. Fuadi, Negeri 5 Menara, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010), h. 133-
2
Ibid, h. 40-41
34
2. Tokoh Adapun tokoh dan penokohan dalam Novel Negeri 5 Menara adalah sebagai berikut: a. Alif(tokoh utama) Dalam novel ini, Alif adalah tokoh protagonis. Alif digambarkan sebagai sosok generasi muda yang penuh motivasi, bakat, penurut, teliti, dan semangat untuk maju dan tidak kenal menyerah. Tetapi dia juga memiliki sifat yang negative, yaitu raguragu akan suatu hal. b. Baso Baso dalam novel ini sama seperti Alif, dia merupakan tokoh yang protagonis. Baso adalah teman Alif yang paling rajin dan paling cepat ketika disuruh ke mesjid. c. Raja Raja juga merupakan tokoh protagonis dalam novel ini. Dia teman Alif sesama shohibul menara. Raja adalah seseorang yang percaya diri dan pantang menyerah. d. Said Said dalam novel ini adalah seseorang baik berpikiran dewasa, seseorang yang dapat megambil kebaikan dari suatu kejadian, tetapi dia juga memiliki sifat kurang percaya diri. e. Dulmajid Dulmajid dalam novel ini adalah sosok protagonis, juga teman Shohibul Menara Alif. Dia digambarkan sebagai seseorang yang mandiri, semangat, jujur, dan setia kawan. f. Atang Atang juga merupakan sosok yang protagonis. Atang digambarkan sebagai sosok seorang yang humoris dan menepati janji. g. Ustadz Salman Beliau dalam novel ini digambarkan sebagai sosok seseorang yang kreatif.
35
h. Kyai Rais Pemimpin Pondok Madani yang dihormati banyak kalangan. Beliau memberi kalimat yang tertanam kuat di hati para santrinya. i. Amak Amak adalah ibu Alif. Beliau digambarkan sebagai sosok seorang wanita yang penyayang, rela berkorban, ramah, dan peduli. j. Ayah Ayah dalam novel ini digambarkan sebagai sosok seorang pria paruh baya yang peduli kepada anaknya dan orang yang dapat dipercaya. k. Randai Sahabta alif fikri, mereka berdua bersahabta, keduanya samasama bersaing untuk menduduki ranking tertinggi dalam kelas. Tetapi dia beruntung karna mendapat sekolah di SMA. Dalam novel ini, Randai diceritakan sebagai pelajar yang pintar, baik hati namun sombong. 3. Alur Alur dari novel Negeri 5 Menara adalah alur maju mundur. Dimana cerita adalah kilas balik ingatan tokoh utama akan masa silam ketika menimba ilmu di Pondok Madani hingga membuahkan hasil yang menyenangkan di masa kini. Berikut adalah kutipan novel yang membuktikan alur tersebut: Washington DC, Desember 2003, jam 16.00 Iseng saja, aku mendekat ke jendela kaca dan menyentyuh permukaannya dengan ujung telunjuk kananku. Hawa dingin segera menjalari wajah dan lengan kananku. Tidak jauh, tampak The Capitol, gedung parlemen Amerika Serikat yang anggun putih gading, bergaya klasik dengan tonggak-tonggak besar. Aku tersenyum. Pikiranku
36
langsung terbang jauh ke masa lalu. Masa yang sangat kuat terpatri dalam hatiku.3 Alur Mundur: Aku tegak di atas panggung aula madrasah negeri setingkat SMP. Sambil mengguncang-guncang telapak tanganku, Pak Sikumbang Kepala Sekolahku memberi selamat karena nilai ujianku termasuk sepuluh yang tertinggi di Kabupaten Agam.4 Alur Maju: London, Desember 2003 Gigiku gemeletuk. London yang berangin berasa lebih menggigil daripada Washington DC. Tapi langitnya biru benderang dan buminya bermandikan warna matahari sore yang kekuning-kuningan.5 Alur Mundur: Dulu kami melukis langit dan membebaskan imajinasi itu lepas membumbung tinggi setelah kami mengerahkan segala ikhtiar dan menggenapkan dengan doa, Tuhan mengirim benua impian ke pelukan masing-masing.6 4. Latar a. Latar Tempat Latar tempat dalam novel Negeri 5 Menara ini di antaranya adalah: 1) Kantor Alif (Washington DC) Kutipan novel: “Aku mendekat ke jendela kaca dan menyentuh permukaan dengan ujung telunjuk kananku. Hawa dingin segera menjalari wajah dan lengan kananku. Dari balik kerai tipis di lantai empat ini, .........”7 2) Rumah Alif (Maninjau, Bukit Tinggi)
3
Ibid, h. 1 Ibid, h. 5 5 Ibid, h. 400 6 Ibid, h. 405 7 Ibid, h. 1 4
37
Kutipan novel: “Sampai sekarang kami masih tinggal di rumah kontrakan beratap seng dengan dinding dan lantai kayu.”8 3) Trafalgar Square (London) Kutipan novel: “Tidak lama kemudian aku sampai di Trafalgar Square, sebuah lapangan beton yang amat luas. Square ini dikelilingi museum berpilar tinggi, gedung opera, dan kantorkantor berdinding kelabu, tepat di tengah kesibukan London.” 9 4) Pondok Madani Kutipan novel: “Tidak terasa, hampir satu jam kami berkeliling Pondok Madani.”10 5) Menara Mesjid Kutipan novel: “Di bawah menara, kami merencanakan amal kebaikan, mempertengkarkan karya Rumi, .....”11 6) Rumah Atang (Bandung) Kutipan novel: “ Kaca depan rumahnya menempel sebuah stiker hijau dengan gambar matahari di tengahnya. Dinding rumahnya dipenuhi lukisan, rak buku disesaki buku teater, melukis, dan tari,”12 7) Rumah Said (Surabaya) Kutipan novel: “Rumah said bertingkat dan furniturnya terbuat dari kayu kokoh yang dipelitur hitam. “Ini kayu jati,” kata said waktu
aku
tanya.
kaligrafi, ......”13
8
Ibid, h. 7 Ibid, h. 400 10 Ibid, h. 35 11 Ibid, h. 94 12 Ibid, h. 218 13 Ibid, h. 223 9
Dinding
rumahnya
peenuh
lukisan
38
8) Apartemen Raja (London) Kutipan novel: “Malam itu kami menginap di apartemen Raja di dekat Stadion Wembley, stadion kebanggaan tim sepakbola nasional Inggris.”14 b. Latar Waktu 1) Dini Hari Kutipan novel: “Dalam perjalananku dari Padang ke jawa Timur, aku sempat sekilas melewati Jakarta jam tiga dini hari.”15 2) Pagi Hari Kutipan novel: “Sejak pagi buta suasana Pondok Madani sudah heboh.”16 3) Sore Hari Kutipan novel: “ sore itu pintu kayu kamar diketuk dua kali. “Nak, ada sesuatu dari Pak Etek Gindo,” kata Amak sambil mengangsurkan sebuah amplop di bawah daun pintu.”17 4) Malam Hari Kutipan novel: “Malam itu aku tidur besesak-sesak di lantai beralaskan karpet, di kamar calon pelajar beserta anak-anak lain.”18 5. Sudut Pandang Dalam novel Negeri 5 Menara ini penulis menggunakan sudut pandang orang pertama. Hal ini dikarenakan tokoh utama selalu menyebut dirinya dengan kata aku. Kutipan novel: Aku baca suratnya sekali lagi. Senang mendapat surat dari kawan lama dan melihat kebahagiaannya masuk sekolah baru. Tapi aku juga iri dan bercampur sedih. Rencana masuk SMAnya juga rencanku dulu. Ketika Randai senang dengan maprasnya, aku malah kalut dijewer dan menjadi
14
Ibid, h. 402 Ibid, h. 47 16 Ibid, h. 214 17 Ibid, h. 11 18 Ibid, h. 37 15
39
jasus. Dia bebas di luar jam sekolah, aku di sini didikte oleh bunyi lonceng. Dia akan mengejar mimpinya menjadi insinyur yang membangun pesawat atau proyek seperti PLTA Maninjau. Sementara aku di sini, mungkin menjadi ustadz dan guru mengaji. Aku menghela napas dan menatap kosong ke puncak pohon kelapa. Awan hitam bergumpal-gumpal siap mencurahkan hujan. Lonceng besar bertalu-talu mengabarkan waktu ke masjid telah tiba. Aku tidak boleh terlambat lagi. Aku kapok jadi jasus. Aku jera menjadi drakula. Tyson pasti telah siap menyergap lagi.19 6. Amanat Amanat yang terkandung dalam novel Negeri 5 Menara ini adalah bahwa mengejar cita-cita dan impian tidak selalu berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Tetapi, seiring berjalannya waktu, dengan usaha yang semaksimal mungkin, walaupun banyak rintangan yang harus dihadapi demi mencapai cita-cita tidaklah boleh menyerah, bahkan terkadang ada yang harus dikorbankan demi impian yang akan diraih. Seperti kutipan dalam novel: Jangan pernah remehkan impian, walau setinggi apapun. Tuhan sungguh Maha Mendengar. Man jadda wa jada, siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil…..20
C. Unsur Ekstrinsik Novel (Biografi Penulis) 1. Biografi Ahmad Fuadi Ahmad fuadi lahir di Bayur, kampung kecil di pinggir Danau Maninjau tahun 1972, tidak jauh dari kampug Buya Hamka. Fuadi merantau ke Jawa mematuhi permintaan ibunya untuk masuk sekolah agama. Di Pondok Modern Gontor dia bertemu dengan kyai dan ustadz yang biberkasi keikhlasan mengajarkan ilmu hidup dan ilmu akhirat. Gontor pula yang mengajarkan kepadanya mantra sederhana yang sngat 19 20
Ibid, h. 102-103 Ibid, h. 405
40
kuat, man jadda wa jadda, siapa yang bersungguh-sungguh akan sukses. Lulus kuliah Hubungan Internasional UNPAD , dia enjadi wartawan majalah Tempo. Kelas jurnalistik pertamanya dijalani dalam tugas-tugas reportase di bawah bimbingan para wartawan senior Tempo. Tahun 1999 dia mendapat beasiwa Fullbright untuk kuliah S2 di School of Media and Public Affairs, George Washington University, USA. Merantau ke Washington DC bersama Yayi istrinya yang juga wartawan. Tempo adalah masa kecilnya yang menjadi kenyataan. Sambil kuliah, mereka menjadi koresponden Tempo dan wartawan Voice of America (VOA). Tahun 2004 Ahmad Fuadi mendapatkan beasiswa Chavening Award untuk belajar di Royal Holloway, University of London untuk bidang film dokumenter. Seorang scholarship hunter, Fuadi selalu bersemangat melanjutkan sekolah dengan mencari beasiswa. Sampai sekarang, Fuadi telah mendapatkan 9 beasiswa untuk belajar di luar negeri. Dia telah mendapatkan kesempatan tinggal dan belajar di Kanada, Singapura, Amerika Serikat, inggris, dan Italia. Penyuka fotografi ini pernah menjadi Direktur Komunikasi The Nature Conservancy, sebuah NGO konservasi Internasional. Novel perdananya “Negeri 5 Menara” telah mendapatkan beberapa penghargaan, antara lain Nominasi Khatulistiwa Awward 2010, Penulis dan Buku Fiksi Terfavorit versi Anugrah Pembaca Indonesia, Buku Fiksi dan Penulis Fiksi Terbaik 2011 dari Perputakaan Nasional. Negeri 5 Menara juga telah diadaptasi ke layar lebar dengan judul yang sama, dan menjadi salah satu film terlaris tahun 2012. Selain Negeri 5 Menara, novel Ahmad Fuadi yang lainnya yaitu Ranah 3 Warna (2011) dan Rantau Satu Muara (2013) yang merupakan lanjutan dari novel sebelumnya, Negeri 5 Menara. Ahmad Fuadi kini sibuk menulis, jadi pembicara dan motivator serta membangun yayasan sosial untuk membantu pendidikan orang yang tidak mampu (Komunitas Menara).
41
D. Nilai-nilai Karakter dalam Novel Negeri 5 Menara Adapun nilai-nilai karakter yang terdapat dalam novel Negeri 5 Menara adalah sebagai berikut. No. 1.
Nilai Karakter
Dialog
Halaman
Religius
“Bulatkanlah niat di hati kalian.
Hal. 50
Niatkan menuntut ilmu hanya harena Allah, Lillahi Ta’ala. Menuntut ilmu di PM bukan buat gagah-gagahan dan bukan biar bisa bahasa asing. Tetapi menuntut ilmu karena Tuhan semesta. Karena itulah kalian tidak akan kami beri ijazah, tidak akan kami beri ikan, tapi akan kami berikan ilmu dan kail. Kami, para ustadz, ikhlas mendidik kalian dan kalian ikhlaskan pula niat untuk dididik.” “Aku
membentang
sajadah
dan
melakukan shalat tahajud. Di akhir rakaat, aku benamkan ke sajadah sebuah sujud yang panjang dan dalam.
Aku
perhatian
coba
memusatkan
kepada-Nya
dan
menghilang selain-Nya. Pelan-pelan aku
merasa
mengecil
badanku
dan
semakin
mengecil
dan
mengkerut hanya menjadi setitik debu
yang
melayang-layang
di
semesta luas yang diciptakan-Nya. Betapa kecil dan tidak berartinya
Hal. 197
42
diriku,
dan
betapa
kekuasaan-nya. kerendahan
luasnya
Dengan
hati,
aku
segala bisikkan
doaku.” “Amak
ingin
anak
laki-lakiku
Hal. 8
menjadi seorang pemimpin agama yang hebat dengan pengetahuan yang luas. Seperti Buya Hamka yang sekampung Melakukan
dengan amar
kita
itu.
ma’ruf
nahi
munkar, mengajak orang kepada kebaikan
dan
meninggalkan
kemungkaran.” 2.
Disiplin
“.... ingat juga bahwa aturan di sini
Hal. 51
punya konsekuensi hukum yang berlaku tanpa pandang bulu. Kalau tidak bisa mengikuti aturan, mungkin kalian tidak cocok di sini. Malam ini akan
dibacakan
qanun,
aturan
komando. Simak baik-baik, tidak ada yang tertulis, karena itu kalian harus tulis
dalam
ingatan.
Setelah
mendengar qanun, setiap orang tidak punya alasan tidak tahu bahwa ini aturan.” “Kalian sekarang di Madani, tidak
Hal. 66
ada istilah terlambat sedikit. 1 menit atau
1
jam,
terlambat
adalah
terlambat. Ini pelanggaran.” “Satu hal: pertandingan di PM tidak
Hal. 278
43
pernah
ditunda
dengan
situasi
apapun. Jadwal adalah jadwal.” 3.
Peduli Sosial
“Akhi, sekarang semakin banyak Hal. 78 orang menjadi tak acuh terhadap kebobrokan yang terjadi di sekitar mereka.
Metode
membangkitkan
jasus
adalah
semangat
untuk
aware dengan ketidakberesan di masyarakat.
Penyimpangan
harus
diluruskan. Itulah inti dari qulil haqqa
walau
kaana
murran.
Katakanlah kebenaran walau itu pahit. Ini self correction, untuk membuar efek jera. Dan yang paling penting, memastikan semua warga PM sadar sesadar-sadarnya, bahwa jangan pernah meremehkan aturan yang sudah dibuat. Sekecil apa pun, itulah aturan dan aturan ada untuk ditaati.” “Yang aku syukuri, dua kawan Hal. 194 cerdasku ini orang baik yang selalu mau membantu dan berbagi ilmu. Mereka masih bersedia berulangulang menerangkan bab-bab yang aku tidak paham-paham berkali-kali. Aku mencoba menghibur diri bahw aku tidak sendiri. Atang, Dulmajid dan Said juga punya masalah yang mirip, dan kami sangat berterima
44
kasih kepada Baso dan Raja.” 4.
Mandiri
“Nasihat
Kiai
Rais
bertalu-talu
Hal. 81
terdengar di kepalaku, “Mandirilah, maka kamu akan jadi orang merdeka dan
maju.
I’timad
‘ala
nafsi,
bergantung pada diri sendiri, jangan dengan orang lain. Cukuplah bantuan Tuhan yang menjadi anutanmu. Ya, aku tidak boleh tergantung kepada belas kasihan orang lain.” 5.
Sabar
“Man shabara zafira. Siapa yang
Hal. 106
bersabar akan beruntung. Jangan risaukan penderitaan hari ini, jalani saja dan lihatlah apa yang akan terjadi di depan. Karena yang kita tuju bukan sekarang, tapi ada yang lebih besar dan prinsipil, yaitu menjadi
manusia
yang
telah
menemukan misinya dalam hidup.” 6.
Tegar
“Jangan biarkan bagian keamanan menghancurkan
mental
Hal. 108
terdalam
kalian. Jangan biarkan diri kalian kesal dan marah, hanya merugi dan menghabiskan
energi.
Hadapi
dengan lapang dada, belajar darinya. Bahkan kalian bisa tertawa, karena ini hanya gangguan sementara.” 7.
Kerja keras
“Raja dan Baso mengucek-ngucek mata sambil menguap lebar. Mereka segera mengundurkan diri masuk
Hal. 199
45
kamar. Said sudah sulit ditolong dari cengkraman kantuk, tapi dia tidak mau menyerah. Setiap buku yang dipegangnya jatuh ke lantai karena tertidur, dia kembali memungutnya dan
melanjutkan
Sementara
Atang
membaca. dan
Dulmajid
tampak masih cukup kuat melawan kantuk. Aku juga tidak mau kalah. Walau
mata
berat,
aku
ingin
menjalankan tekad yang sudah aku tulis di buku. Aku akan bekerja keras habis-habisan” “Menurut buku yang saya baca, ada
Hal. 107
dua hal yang palng penting dalam mempersiapkan diri untuk sukses, yaitu going to the extra miles. Tidak menyerah dengan rata-rata. Kalau orang belajar 1 jam, dia akan belajar 5 jam, kalau orang berlari 2 kilo, dia akan berlari 3 kilo. Kalau orang menyerah di detik ke 10, dia tidak akan menyerah sampai detik 20. Selalu berusaha meningkatkan diri lebih dari orang biasa. Karena itu mari kita budayakan going the extra miles, lebih usaha, waktu, upaya, tekad, dan sebagainya dari orang lain. Maka kalian akan sukses.” “Persis. Kita perlu bertekad belajar
Hal. 384
46
lebih banyak dari orang kebanyakan. Kalau umumnya orang belajar pagi, siang dan malam, maka aku akan menambah dengan bangun lagi dini hari untuk mengurangi ketinggalan dan menutupi kelemahanku dalam hapalan. Di atas semua itu ketika semua usaha telah kita sempurnakan, kita berdoa dengan khusyuk kepada Allah. Dan hanya setelah usaha dan inilah kita bertawakal,menyerahkan semuanya kepada Allah.” 8.
Ikhlas
Di akhir acara, pengurus mesjid berbaju koko yang mengenalkan dirinya kepada kami bernama Yana, menyelipkan sebuah amplop ke saku Atang. “Hatur nuhun Kang Atang dan teman semua. Punten, ini sedikit infaq dari para jamaah untuk pejuang agama,
mohon
diterima
dengan
ikhlas.” Kami kaget dan tidak siap dengan pemberian ini. Mandat dan pesan
PM
pada
kami
adalah
melakukan sesuatu dengan ikhlas, tanpa embel-embel imbalan. Atang dengan kikuk berusaha menolak dengan
mengangsurkan
amplop
kembali ke Kang Yana. Tapi dengan tatapan
sungguh-sungguh,
dia
memaksa Atang untuk menerimanya.
Hal. 220
47
“Semuanya. Semua waktu, pikiran, Hal. 253 dan tenaga saya, saya serahkan hanya
untuk
kepentingan
PM. pribadi,
Tidak
ada
tidak
ada
harapan untuk dapat imbalan dunia, tidak gaji, tidak rumah, tidak segalagalanya. Semuanya ikhlas hanya ibadah
dan
pengabdian
pada
Allah..... Bukankah di Al-Quran disebutkan
bahwa
manusia
diciptakan untuk mengabdi?” “Guru-guru kami yang tercinta dan Hal. 296 hebat-hebat menerima
sama gaji
sekali
untuk
tidak
mengajar.
Mereka semua tinggal di dalam PM dan diberi fasilitas hidup yang cukup, tapi tidak ada gaji. Dengan tidak adanya ekspetasi gaji dari semenjak awal, niat mereka menjadi khalis.
Mengajar
hanya
karena
ibadah, karena perintah Tuhan.” 11.
Kreatif
“Masih segar ingatanku bagaimana Hal. 338 senior
kelas
membuat
enam
gempar
tahun
dengan
lalu show
mereka. Di tengah gelapnya aula, tahu-tahu sesosok tubuh terbang! Benar-benar terbang di atas kepala penonton.
Lebih
hebat
lagi,
badannya diliputi api yang menyalanyala.
Ini
adegan
yang
48
mempersonifikasikan melayang-layang
iblis
siap
yang
membakar
nafsu manusia. Rahasia efek itu adalah membaluri baju pemadam keakaran
dengan
spiritus
untuk
menyulut api, dan mencantolkan baju berisi pemberat ini ke kabel berjalan. Untuk keamanan, tentu saja tidak ada orang di dalam baju ini. Selama berbulan-bulan, kami tidak bosan membahasnya. Kelas enam tahun lalu
bahkan
disebut
“The
Fire
Maker”
E. Pembahasan Hasil Analisis Data Pendidikan karakter dalam novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi ditunjukkan dalam bentuk deskripsi cerita dan dialog antar tokoh. Dalam buku ini terdapat dialog seperti percakapan langsung pada umunya. Namun percakapan ini berbentuk tulisan sehingga lebih mudah untuk dilihat dan dibaca berulang-ulang. 1. Pendidikan Karakter dalam Novel Negeri 5 Menara a. Religius Pada novel Negeri 5 Menara, tampak bahwa novel ini menampilkan beberapa nilai karakter yang tergolong dalam sikap religius. Bulatkanlah niat di hati kalian. Niatkan menuntut ilmu hanya harena Allah, Lillahi Ta’ala. Menuntut ilmu di PM bukan buat gagah-gagahan dan bukan biar bisa bahasa asing. Tetapi menuntut ilmu karena Tuhan semesta. Karena itulah kalian tidak akan kami beri ijazah, tidak akan kami beri ikan, tapi akan kami berikan ilmu dan kail. Kami, para ustadz, ikhlas mendidik kalian dan kalian ikhlaskan pula niat untuk dididik.21
21
Ibid, h. 50
49
Kutipan di atas mengandung nilai karakter religius yang terlihat pada kalimat, “Niatkan menuntut ilmu hanya karena Allah, Lillahi Ta’ala.” Menuntut ilmu berarti beribadah. Seorang muslim sejati ialah muslim yang beribadah
dengan
ikhlas
kepada
Allah
SWT
semata
dan
tidak
menyekutukan-Nya, serta bertauladan kepada Nabi Muhammad SAW. Seorang manusia dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan polos dan buta ilmu pengetahuan. Allah SWT memberikan kita pendengaran, penglihatan dan akal untuk digunakan memperoleh pengetahuan. Oleh karena itu, kita harus menggunakan sebaik-baiknya dalam menuntut ilmu. Seperti yang tercakup dalam hadits berikut:
“Telah menceritakan kepada kami Musaddad bin Musarhad telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Daud aku mendengar 'Ashim bin Raja bin Haiwah menceritakan dari Daud bin Jamil dari Katsir bin Qais ia berkata, "Aku pernah duduk bersama Abu Ad Darda di masjid Damaskus, lalu datanglah seorang laki-laki kepadanya dan berkata, "Wahai Abu Ad Darda, sesungguhnya aku datang kepadamu dari kota Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam karena sebuah hadits yang sampai kepadaku bahwa engkau meriwayatannya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Dan tidaklah aku datang kecuali untuk
50
itu." Abu Ad Darda lalu berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan mempermudahnya jalan ke surga. Sungguh, para Malaikat merendahkan sayapnya sebagai keridhaan kepada penuntut ilmu. Orang yang berilmu akan dimintakan maaf oleh penduduk langit dan bumi hingga ikan yang ada di dasar laut. Kelebihan seorang alim dibanding ahli ibadah seperti keutamaan rembulan pada malam purnama atas seluruh bintang. Para ulama adalah pewaris para nabi, dan para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham,
mereka
hanyalah
mewariskan
ilmu.
Barangsiapa
mengambilnya maka ia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR. Abu Daud, hadits no. 3157) Gambaran lain yang mengandung nilai religius yaitu: Amak ingin anak laki-lakiku menjadi seorang pemimpin agama yang hebat dengan pengetahuan yang luas. Seperti Buya Hamka yang sekampung dengan kita itu. Melakukan amar ma’ruf nahi munkar, mengajak orang kepada kebaikan dan meninggalkan kemungkaran.22 Kutipan yang menggambarkan sikap religius terlihat pada kata “melakukan amar ma’ruf nahi munkar”.
Amar ma’ruf nahi munkar
merupakan perintah untuk mengajak atau menganjurkan hal-hal yang baik dan mencegah melakukan hal-hall yang dilarang. Seperti firman Allah SWT:
22
Ibid, h. 8
51
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Qs. Ali Imran: 110) Dari paparan di atas, Dengan mengajak dan memberi peraturan tentang beribadah kepada para santri akan menimbulkan sikap religius dalam diri mereka. Termasuk juga dalam kegiatan menuntut ilmu yang memang menjadi tujuan utama para santri Pondok Madani. Berdasarkan pada kutipan berikut. Menuntut ilmu di PM bukan buat gagah-gagahan dan bukan biar bisa bahasa asing. Tapi menuntut ilmu karena Tuhan semesta. Karena itulah kalian tidak akan kami beri ijazah, tidak akan kami beri ikan, tapi akan mendapat ilmu dari kail. Kai, para ustadz, ikhlas mendidik kalian dan kalian ikhlaskan pila niat untuk mau dididik.23 b. Disiplin Disiplin merupakan suatu karakter yang harus dimiliki seseorang untuk menjadi seorang pribadi yang matang dan sukses. Kesuksesan akan sulit diraih tanpa kedisiplinan yang tinggi. Dalam islam sendiri sikap disiplin sangat dianjurkan. Karena dalam kehidupan sehari-hari manusia hidup dalam aturan-aturan yang harus ditaati. Apabila seseorang tidak dapat menggunakan waktu dengan dengan sebaik-baiknya, maka waktu itu sendiri yang akan membuat kita sengsara. Oleh
karena
itu,
hendaknya
seseorang
dapat
menggunakan
dan
memanfaatkan waktu dengan baik, termasuk waktu dalam belajar. Seperti kutipan di bawah ini: Kalian sekarang di Madani, tidak ada sitilah terlambat sedikit. 1 menit atau 1 jam, terlambat adalah terlambat. Ini pelanggaran.24
23 24
Ibid, h. 50 Ibid, h. 66
52
Kutipan diatas menggambarkan bahwa disiplin sangat ditegakkan di Pondok madani. Walaupun mereka telambat sedikit, tetapi peraturan tetaplah peraturan yang mana peraturan itu harus diaati. Bahkan Islam juga memerintahkan umatnya untuk selalu konsisten terhadap peraturan Allah SWT yang telah ditetapkan. Seperti firman Allah SWT:
“Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan.” (Qs. Huud: 12) Ayat di atas menjelaskan bahwa disiplin bukan hanya tepat waktu saja, tetapi juga patuh pada peraturan-peraturan yang ada. Melaksanakan yang diperintahkan dan meninggalkan segala yang dilarang-Nya. di samping itu juga melakukan perbuatan secara teratur dan terus menerus. Disiplin dalam kutipan lain: Ingat juga bahwa aturan di sini punya konsekuensi hukum yang berlaku tanpa pandang bulu. Kalau tidak bisa mengikuti aturan, mungkin kalian tidak cocok di sini. Malam ini akan dibacakan qanun, aturan komando. Simak baik-baik, tidak ada yang tertulis, karena itu kalian harus tulis dalam ingatan. Setelah mendengar qanun, setiap orang tidak punya alasan tidak tahu bahwa ini aturan.25 Kutipan di atas menggambarkan agar setiap siswa harus memiliki disiplin pribadi (self discipline), sehingga setiap siswa dapat displin dalam menggunakan waktu, baik waktu dalam belajar maupun mengerjakan tugas, serta menaati tata tertib lainnya. Dari paparan di atas, Aturan-aturan yang wajib dipaatuhi oleh para santri akan menanamkan sikap disiplin. Dan dengan memberikan hukuman yang tidak pandang bulu (tidak ada perbedaan antara santri junior
25
Ibid, h. 51
53
dan senior) akan mengajarkan tentang keadilan. Berdasarkan pada kutipan berikut. Selain itu, ingat juga bahwa aturan di sini punya konsekuensi hukum yang berlaku tanpa pandang bulu. Kalau tidak bisa mengikuti aturan, mungkin kalian tidak cocok di sini. Malam ini akan dibacakan qanun, aturan komando. Simak baik-baik, tidak ada yang tertulis, karena itu kalian harus tulis dalam ingatan. Setelah mendengar qanun, setiap orang tidak punya alasan tidak tahu bahwa ini aturan.26 Sebelum tidur, kami akan bacakan qanun, aturan tidak tertulis yang tidak boleh dilanggar. Pelanggaran pasti akan diganjar sesuai kesalahannya. Dan ganjaran paling berat adalah dipulangkn dari PM selama-lamanya.27
c. Ikhlas Ikhlas merupakan wujud kepasrahan dan kecintaan seorang manusia kepada Tuhannya dan mengerahkan seluruh perkataan, perbuatan dan jihadnya hanya untuk Allah SWT serta mengharapkan ridha-Nya. Dalam menjalani hidup, semua yang dilakukan manusia semata-mata hanya untuk beribadah dan pengabdian kepada Allah SWT. Seperti firman Allah SWT:
“Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (Qs. Al-An’am: 162)
26 27
Ibid, h. 51 Ibid, h. 54
54
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”(Qs. Al-ulk: 2) Seseorang bisa saja tidak dianggap beragama dengan benar jika tidak ikhlas. Jika amal dilakukan dengan ikhlas tetapi tidak benar, maka tidak diterima. Dan jika amal itu benar, tetapi tidak ikhlas, juga tidak diterima. Sehingga, amal yang dilakukan itu harus ikhlas dan benar. Ikhlas karena melakukannya hanya karena Allah SWT, dan benar karena amal yang dilakukan sesuai dengan sunnah. Seperti kutipan berikut: Semuanya. Semua waktu, pikiran, dan tenaga saya, saya serahkan hanya untuk PM. Tidak ada kepentingan pribadi, tidak ada harapan untuk dapat imbalan dunia, tidak gaji, tidak rumah, tidak segala-galanya. Semuanya ikhlas hanya ibadah dan pengabdian pada Allah..... Bukankah di Al-Quran disebutkan bahwa manusia diciptakan untuk mengabdi?28 Gambaran lain dari sifat ikhlas yang terdapat novel adalah sebagai berikut: Guru-guru kami yang tercinta dan hebat-hebat sama sekali tidak menerima gaji untuk mengajar. Mereka semua tinggal di dalam PM dan diberi fasilitas hidup yang cukup, tapi tidak ada gaji. Dengan tidak adanya ekspetasi gaji dari semenjak awal, niat mereka menjadi khalis. Mengajar hanya karena ibadah, karena perintah Tuhan.29 Seperti yang sudah kita ketahui, nilai keikhlasan seseorang itu seringkali terkikis oleh berbagai ambisi dan kepentingan dunia. Ambisi terhadap kedudukan, pujian, pangkat, jabatan dan lain-lain. Tetapi, dalam kutipan novel tersebut memberikan gambaran bahwa guru-guru di Pondok Madani tidak pernah mengharapkan imbalan dari hasil mengajarnya. Semua yang mereka lakukan semata-mata hanya untuk Allah SWT dan mengharapkan ridho-Nya. Dan dilakukan dengan keikhlasan walaupun mereka tidak mendapatkan gaji atau imbalan.
28 29
Ibid, h. 253 Ibid, h. 296
55
d. Sabar Sabar berarti menahan diri kita dari segala sesuatu yang tidak disukai karena mengharap ridha dari Allah SWT seperti tidak mudah marah, tidak mudah cepat putus asa, dan lain-lain. Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” (Qs. Ali Imran: 200) Dalam beribadah kepada Allah SWT juga diperlukan kesabaran mengingat akan ada banyak godaan dalam melakukan setiap perbuatan, baik dari dalam maupun dari luar diri kita seperti malas, mengantuk, dan kesibukan lain yang dapat menyita waktu kita untuk beribadah. Firman Allah SWT:
“Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, Maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?” (Qs. Maryaam: 65) Dalam novel Negeri 5 Menara, tampaklah Ahmad Fuadi menampilkan nilai pendidikan karakter tentang sabar. Sebagai gambaran, penulis akan menampilkan bagian dari novel tersebut yang menggambarkan tentang sikap sabar. Man shabara zafira. Siapa yang bersabar akan beruntung. Jangan risaukan penderitaan hari ini, jalani saja dan lihatlah apa yang akan
56
terjadi di depan. Karena yang kita tuju bukan sekarang, tapi ada yang lebih besar dan prinsipil, yaitu menjadi manusia yang telah menemukan misinya dalam hidup.30 Kutipan diatas menggambarkan sikap sabar dalam menjalani hidup. Kutipan tersebut merupakan perkataan ustadz Salman kepada para santri untuk sabar dalam menghadapi penderitaan. Dan setelah mendengar nasihat dari beliau, salah seorang santri yang bernama Said yang mulanya sering merasa mengantuk saat di kelas, mulai berusaha melawan rasa kantuknya. Ia pun sabar untuk menerima pelajaran sulit hari ini walaupun terasa berat baginya. Dan ia pun berusaha melewati kesulitan dengan rasa sabar. Akhirnya kesabarannya membuahkan hasil, ia lulus dengan nilai yang cukup baik. e. Kerja Keras Kerja keras merupakan salah satu ajaran Islam yang harus dibiasakan oleh umatnya. Islam menganjurkan umatnya agar selalu bekerja keras untuk mencapai harapan dan cita-cita. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah SWT:
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Qs. AlQashash: 77) 30
Ibid, h. 106
57
Ayat diatas mengandung empat nasihat, pertama, ketika orang dianugerahi kekayaan yang belimpah, nikmat yang banyak hendaklah ia memanfaatkannya dijalan Allah, menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Kedua, jangan lupa kesenangan di dunia, yaitu makan, minum, tidur, dan lain-lain selama tidak bertentangan ajaran Allah. Karena tubuh manusia mempunyai hak yang harus dipenuhi demi meningkatkan ibadah kepada Allah. Ketiga, berbuat baiklah kepada orang lain seperti Allah telah berbuat baik kepada dirinya. Keempat, jangan melakukan kerusakan di muka bumi, karena Allah sangat benci orang yang berbuat kerusakan. Secara tegas ayat tersebut telah mengingatkan bahwa kita dilarang hanya mementingkan kehidupan akhirat dan melupakan kehidupan dunia. Islam mengajarkan agar manusia menjaga keseimbangan antara urusan dunia dan urusan akhirat. Bekerja untuk dunia wajib seimbang dengan beribadah untuk akhirat. Khusus untuk meraih kesuksesan dalam kehidupan dunia, syaratnya kita harus melakukannya dengan usaha dan kerja keras. Seperti kutipan berikut: Persis. Kita perlu bertekad belajar lebih banyak dari orang kebanyakan. Kalau umumnya orang belajar pagi, siang dan malam, maka aku akan menambah dengan bangun lagi dini hari untuk mengurangi ketinggalan dan menutupi kelemahanku dalam hapalan. Di atas semua itu ketika semua usaha telah kita sempurnakan, kita berdoa dengan khusyuk kepada Allah. Dan hanya setelah usaha dan inilah kita bertawakal,menyerahkan semuanya kepada Allah.31 Kutipan diatas menggambarkan sikap kerja keras. Untuk menuju kesuksesan seseorang harus berada satu langkah di depan orang lain agar dia bisa berhasil. Tetapi, kutipan tersebut juga menjelaskan, selain usaha yang dilakukan, kita juga harus menyeimbangkan usaha yang kita lakukan dengan beribadah kepada Allah SWT agar usaha itu menjadi berkah. Dan dengan bekerja keras, kita dapat menunujukkan sikap tanggung jawab dengan memenuhi kebutuhan diri sendiri seperti yang dialami Said. Dengan menambah belajar Said bisa menmbah hapalnnya sedikit demi sedikit. 31
Ibid, h. 384
58
Dari paparan di atas, Man jadda wa jada. Kalimat ini menjadi mantra sakti bagi para santri dalam menanamkan karakter kerja keras. Cara menanakannya pun terbilang cukup unik, yaitu dengan cara meneriakkannya secara berulang-ulang yang secara tidak langsung kalimat tersebut tertanam dan menempel di hati para santi. Dan menimbulkan rasa semangat yang menggebu-gebu. Berdasarkan pada kutipan berikut. Berkali-kali, berulang-ulang, sampai tenggorokanku panas dan suara serak. Ingar bingar ini berdesibel tinggi. Telingaku panas dan berdenging-denging sementara wajah kami erah padam memforsir tenaga. Kaca jendela yang tipis sampai bergetar-getar di sebelahku. Bahkan, meja kayuku pun berkilat-kilat basah, kuyup oleh air liur yang ikut berloncatan setiap berteriak lantang.32 Inilah pelajaran hari pertaa kami di PM. Kata mutiara sederhana tapi kuat. Yang menjadi kompas kehidupan kami kelak.33 f. Kreatif Pada novel Negeri 5 Menara, tampak bahwa novel ini menampilkan nilai karakter yang tergolong dalam sikap kreatif. Masih segar ingatanku bagaimana senior kelas enam tahun lalu membuat gempar dengan show mereka. Di tengah gelapnya aula, tahutahu sesosok tubuh terbang! Benar-benar terbang di atas kepala penonton. Lebih hebat lagi, badannya diliputi api yang menyala-nyala. Ini adegan yang mempersonifikasikan iblis yang melayang-layang siap membakar nafsu manusia. Rahasia efek itu adalah membaluri baju pemadam keakaran dengan spiritus untuk menyulut api, dan mencantolkan baju berisi pemberat ini ke kabel berjalan. Untuk keamanan, tentu saja tidak ada orang di dalam baju ini. Selama berbulan-bulan, kami tidak bosan membahasnya. Kelas enam tahun lalu bahkan disebut “The Fire Maker”.34 Kutipan di atas mengandung sikap kreatif, peneliti melihat pada maksud kutipan, di tengah gelapnya aula, tahu-tahu sesosok tubuh terbang! Benar-benar terbang di atas kepala penonton. Lebih hebat lagi, badannya diliputi api yang menyala-nyala. Dan semua para santri terkagum-kagum menyaksikan pertunjukan tersebut.
32
Ibid, h. 40 Ibid, h. 41 34 Ibid, h. 338 33
59
Kita sebagai kaum muslim memang harus kreatif dengan segala potensi anugerah Allah SWT dan al-Quran sebagai jalan hidup yang diturunkan Allah SWT. Islam sendiri merupakan sebuah jalan kreativitas untuk menggagas sebuah kemajuan. Kutipan lain tentang kreatif dalam novel: Jadi kawan-kawan, aku ingin kita membuat teater yang panggungnya juga tidak terbatas di panggung depan, tapi panggungnya juga adalah tempat duduk penonton. Kalau ibnu batutah sedang berjalan menembus topan badai, maka penonton akan ikut diterpa angin kencang, kalau dia sedang kena hujan tropis , penonton ikut basah oleh percikan air, kalau dia sedang menembus kabut Himalaya, penonton juga harus ikut terseret bersamanya.35 Setahuku ada alatnya. Tapi kalau mau bikin sendiri kita butuh karbon dioksida kering.36 Kutipan di atas adalah potongan-potongan kalimat di dalam novel. Sikap kreatif yang ditampilkan oleh para tokoh dalam novel tersebut adalah mereka berinisiatif dan berani mementaskan pertunjukan drama kolosal tentang kisah perjalanan Ibnu Batutah dengan ide-ide yang cemerlang. Salah satunya adalah dengan menggunakan karbon dioksida untuk menghasilkan asap saat di atas panggung. Dan agar para santri dapat merasakan efek dari dari drama tersebut, mereka juga membagi teman-temannya berbaur dengan penonton untuk menyemprotkan asap, air dan angin kepada para penonton.
“Maka Apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa) ?. Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran.” (Qs. An-Nahl: 17) Ayat di atas menerangkan tentang perbedaan antara orang-orang yang mampu menciptakan sesuatu dengan orang yang tidak menghasilkan karya apa-apa. Juga perintah untuk berpikir tentang hal-hal yang baru.
35 36
Ibid, h. 340 Ibid, h. 342
60
Dari paparan di atas, Di Mondok Madani, para santri diarahkan bakat dan minatnya pada berbagai hal, seperti musik, seni lukis, pentas seni, fotografi, jurnalistik. Di sinilah karakter kreatif para santri dibentuk dan dikembangkan. karakter kreatif para santri dibentuk dan dikembangkan. Dan tugas-tugas lain seperti pidato bahasa Arab dan Inggris di depan umum akan menimbulkan rasa percaya diri mereka. Berdasarkan pada kutipan berikut. Saya ingin perlihatkan apa yang kami pelajari di luar kamar dan di liar kelas. Semua ini menjadi bgian penting dari pendidikan 24 jam di sini. Dan setiap murid bebas mau mengembangkan bakatnya.37 Baiklah, ini akhir dari tur kita. Semoga Bapak dan Ibu menikmati tur singkat ini. Seperti bisa dilihat, Pondok Madani ini mempunyai beberapa kegiatan, kira-kira mungkin seperti warung serba ada. Hampir semua ada, tergantung apa minat murid, mereka bebas memilih.38 g. Peduli Sosial Pada novel Negeri 5 Menara, tampak bahwa novel ini menampilkan nilai karakter yang tergolong dalam sikap peduli sosial. Yang aku syukuri, dua kawan cerdasku ini orang baik yang selalu mau membantu dan berbagi ilmu. Mereka masih bersedia berulang-ulang menerangkan bab-bab yang aku tidak paham-paham berkali-kali. Aku mencoba menghibur diri bahwa aku tidak sendiri. Atang, Dulmajid dan Said juga punya masalah yang mirip, dan kami sangat berterima kasih kepada Baso dan Raja.39 Kutipan di atas mengandung sikap peduli sosial, peneliti melihat pada maksud kutipan, dua kawan cerdasku ini orang baik yang selalu mau membantu dan berbagi ilmu. Kelima sahabat itu saling terbuka satu sama lainnya. Apabila salah satu membutuhkan bantuan, makan yang lainnya akan siap membantu walaupun salah satunya juga sedang berada dalam kesulitan. Semuanya demi kemajuan mereka.
37
Ibid, h. 33-34 Ibid, h. 35 39 Ibid, h. 194 38
61
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.” (Qs. Al-Maidah: 2) h. Mandiri Pada novel Negeri 5 Menara, tampak bahwa novel ini menampilkan nilai karakter yang tergolong dalam sikap peduli sosial. Nasihat Kiai Rais bertalu-talu terdengar di kepalaku, “Mandirilah, maka kamu akan jadi orang merdeka dan maju. I’timad ‘ala nafsi, bergantung pada diri sendiri, jangan dengan orang lain. Cukuplah bantuan Tuhan yang menjadi anutanmu. Ya, aku tidak boleh tergantung kepada belas kasihan orang lain.40 Kutipan di atas mengajarkan bahwa kita jangan meminta-minta atau berpangku tangan kepada orang lain. Lakukan semuanya sendiri selama kita bisa melakukannya. Manusia diberi kelebihan berupa akal, dengan akal itu manusia bisa mengolah pikiran dan tenaga demi meraih kehidupan yang lebih baik.
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (Qs. An-Najm: 39) Dari paparan di atas, Pendidikan dengan model Asrama (pondok) akan melatih sikap mandiri dan tanggung jawab. Dimana para santri dituntut harus mampu mengusrus dirinya sendiri dan barang-barang miliknya. Berdasarkan pada kutipan berikut.
40
Ibid, h. 81
62
Semua murid harus menjaga milik mereka sendiri dengan baik. Lemari dikunci, sandal, buku dan barang lain diberi nama.41 Ingat, kamar ini sekarang milik kalian bersama. Kamar ini tempat kalian tidur, sholat, dan belajar. Maka jagalah seperti menjaga rumah kalian sendiri. Besok kita akan pilih ketua kamar serentak dan membuat jadwal piket kebersihan.42 i. Tegar Pada novel Negeri 5 Menara, tampak bahwa novel ini menampilkan nilai karakter yang tergolong dalam sikap peduli sosial. Jangan biarkan bagian keamanan menghancurkan mental terdalam kalian. Jangan biarkan diri kalian kesal dan marah, hanya merugi dan menghabiskan energi. Hadapi dengan lapang dada, belajar darinya. Bahkan kalian bisa tertawa, karena ini hanya gangguan sementara.43 Kutipan diatas menjelaskan untuk tidak pernah mengizinkan diri kalian dipengaruhi oleh unsur di luar diri kalian. Oleh siapapun, apapun, dan suasana bagaimanapun. Artinya jangan mau bersedih, marah, kecewa dan takt karena ada faktor luar. Kita yang berkuasa terhadap diri kita sendiri, jangan serahkan kekuasaan diri kita kepada orang lain. Dan jangan menyulitkan diri kita sendiri, karena Allah SWT selalu memberikan kemudahan bukan kesukaran bagi kita.
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (Qs. Al-Baqarah: 185) 41
Ibid, h. 55 Ibid, h. 57 43 Ibid, h. 107-108 42
63
j. Toleransi Agama Islam diterima oleh masyarakat yang berbeda suku, bangsa dan budaya. Perbedaan pengetahuan dan pemahaman masingmasing suku dan bangsa mendorong munculnya beberapa aliran dalam agama. Tetapi, perbedaan paham tersebut merupakan dinamika umat islam, sehingga Islam benar-benar menjadi rahmatan lil ‘alamiin. Manusia dianegerahi Allah SWT berupa nafsu. Dengan nafsu tersebut, manusia dapat merasakan cinta dan benci. Dan dengan nafsu pula manusia dapat melakukan persahabatan dan permusuhan serta mencapai kesempurnaan dan kesengsaraan. Permusuhan berasal dari rasa benci yang dimiliki oleh manusia yang bertumpu pada akal. Permusuhan di antara manusia terkadang karena kedengkian pada hal-hal yang duniawi yang dapat menyebabkan terjadinya pembunuhan dan sebagainya. Allah SWT berfirman:
“Oleh
karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa:
Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul
64
Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.”(Qs. Al-Maidah: 32) Dari ayat di atas, terdapat beberapa pelajaran yang dapat dipetik, yaitu: pertama, nasib kehidupan manusia sepanjang sejarah memiliki kaitan dengan orang lain. Sejarah kemanusiaan merupakan mata rantai yang saling berhubungan. Kedua, nilai suatu pekerjaan berkaitan dengan tujuan. Pembunuhan seseorang dengan maksud jahat merupakan pemusnahan sebuah masyarakat, tetapi keputusan pengadilan untuk melakukan eksekusi terhadap seorang pembunuh merupakan sumber kehidupan masyarakat. Ketiga, mereka yang memiliki pekerjaan yang berhubungan dengan pentelamatan jiwa manusia, seperti dokter, polisi, dan lain-lain harus mengerti nilai pekerjaan mereka. Menyelamatkan atauh menyembuhkan orang sakit dari kematian bagaikan menyelamatkan sebuah masyarakat dari kehancuran. Oleh karena itu, kita sesama manusia harus menjaga ketentraman hidup dengan cara mencintai tetangga dan orang-orang yang berada di sekitar kita. Dan dari toleransi itulah persatuan pun dapat terwujud. Dari paparan diatas, dalam novel Negeri 5 Menera, juga terdapat penanaman karakter dapat memperkuat sikap toleransi dan persatuan, yaitu: dengan mengatur sedemikian rupa para santri yang berasal dari berbagai suku, daerah, bahkan negara agar dapat membaur satu sama lain. Berdasarkan pada kutipan: Eh, kenalkan nama saya Atang. Saya dari Bandung. Urang sunda. ... Raja yang berasal dari pinggir kota Medan ini tahun lalu gagal masuk PM karena terlambat mendaftar.
Makhluk paling raksasa di kelas adalah Said Jjufri yang berasal dari Surabaya. “Saya berasal dari Sulawesi,” kata Baso Salahuddin yang berlayar sari Goa.
65
Kawanku yang lain adalah Dulmajid dari Madura. Dia satu bus denganku ketika sampai di PM. Kawan yang duduk di belakangku adalah Teuku. Anak yang berkulit keling ini berasal dari Banda Aceh.
Tapi dia antara semua teman baru ini yang membuatku paling kagum adalah Saleh. “Gue dari Jakarte, anak Betawi asli. Tahu Monas, kan? Nah, rumah gue gak jauh dari sana.”44 Walaupun mereka berasal dari daerah dan suku yang berbeda tetapi mereka saling menyayangi dan menjaga persahabatan mereka tanpa mempedulian perbedaan itu. k. Pemimpin Islam telah menempatkan persoalan pemimpin dan kepemipinan sebagai salah satu persoaalan pokok dalam ajarannya. Beberapa generasi telah ditakdirkan untuk melahirkan kepemimpinan yang diridhai Allah SWT yang membawa kemaslahatan. Pentingnya pemimpin dan kepemimpinan ini perlu dipahami dan dihayati oleh setiap umat Islam. Allah juga telah memberi tahu kepata manusia tentang pentingnya kepemimpinan dalam Islam, sebagaimana firman Allah SWT:
“Ingatlah
ketika
Tuhanmu
berfirman
kepada
Para
Malaikat:
"Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka 44
Ibid, h. 42-47
66
bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.".”(Qs. Al-Baqarah: 30) Ayat di atas mengisyaratkan bahwa khilafah(pemipin) adalah pemegang
perintah
Allah
SWT
untuk
mengemban
amanah
dan
kepemimpinan. Dari paparan di atas, dalam novel Negeri 5 Menara terdapat penanaman karakter yang dapat menumbuhkan jiwa kepemimpinan, yaitu: Dengan menjadikan mereka imam shalat, jasus (mata-mata), ketua kamar dan ketua kegiatan. Berdasarkan pada kutipan: Setiap orang akan mendapat giliran menjadi imam. Setiap kalian harus merasakn menjadi imam yang baik. Semua orang boleh memberi masukan kalau ada yang salah.45
Kalian kami angkat menjadi jasus. Dengankan instruksi ana baik-baik. Saya tidak akan mengulangi, hanya sekali saja. Kertas yang kalian pegang itu sangat menentukan masa dengan PM. Di tangan kalianlah penegakan dan kepastian hukum PM terletak.46
45 46
Ibid, h. 57 Ibid, h. 75
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan Pada bab terakhir ini, penulis akan menyimpulkan nilai-nilai pendidikan karakter dalam novel Negeri 5 Menara berdasarkan hasil analisis. Dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Nilai-nilai pendidikan karakter dalam novel Negeri 5 Menara digambarkan melalui kisah yang terinspirasi dari kisah nyata yang diceritakan oleh tokoh. Nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam novel tersebut meliputi religius, kerja keras, kreatif, mandiri, peduli, sabar, ikhlas, tegar, disiplin. 2. Dalam novel negeri 5 Menara ditanamkan karakter yang berbagai macam, diantaranya: wajib menaati peraturan-peraturan yang telah ditetapkan, pendidikan dengan model asrama, penghuni kamar yang di rolling, mengarahkan bakat dan minat, menjadikan para santri imam sholat dan jasus, dan meneriakkan kalimat Man jadda wa jada.
B. Implikasi Penelitian ini memiliki implikasi terhadap aspek lain yang relevan dam memiliki hubungan positif. Implikasi tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1. Implikasi Teoritis a. Membuka wawasan yang dapat digunakan sebagai media pembelajaran. b. Membuka peluang dilakukannya penelitian-penelitian tentang pendidikan karakter
67
68
2. Implikasi Pedagogis Novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi dapat digunakan sebagai media pembelajaran yang isinya mudah dipahami dan banyak mengandung nilainilai pendidikan karakter, moral, dan akhlak. 3. Implikasi Praktis a. Memperkaya khazanah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan penelitian pendidikan, sehingga peneliti lain akan termotivasi untuk melakukan penelitian yang nantinya dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari b. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk lebih mencermati media pembelajaran yang tepat bagi siswa.
C. Saran Setelah menganalisis data tentang nilai-nilai pendidikan karakter dalam novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi, maka diakhir kajian penulis rekomendasikan beberapa poin penerapan hasil penelitian ini.. 1. Kepada para mahasiswa hendaknya ditingkatkan intensitasnya dalam melakukan kajian novel. Hemat penulis, kajian novel masih kurang peminat dibanding kajian PTK dan kuantitatif. 2. Kepada para pendidik, hendaknya lebih memperluas wawasan dengan banyak membaca karya para tokoh bangsa, seperti karya Ahmad Fuadi. Dengan banyak mengetahui dan memahami karya tersebut, kita dapat mengetahui lebih banyak teori-teori pembelajaran yang efektif dan efisien, dan menambah pengetahuan. 3. Kepada para pendidik, khususnya para guru dan dosen hendaknya lebih intensif lagi dalam menkaji leteratur-literatur yang terkait dengan pendidikan. 4. Kepada para siswa, hendaknya membaca bacaan yang dapat membangkitkan semangat untuk turut serta menjadi bagian dalam perubahan bangsa menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Maswardi Muhammad. Pendidikan Karakter Anak Bangsa. Jakarta: Baduose Media Jakarta, Cet. 1, 2011. Anwar, Muhammad Jafar. dan Salam As, Muhammad A. Membumikan Pendidikan Karakter: Implementasi Pendidikan Berbobot Nilai dan Moral. Jakarta: CV Suri Tatu’uw, Cet. 1, 2015. Aqib, Zainal. dan Sujak. Panduan Aplikasi Pendidikan Karakter. Bandung: Yrama Widya, Cet. 1, 2011. Arikunto, Suharmini. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta, 2002. Asmara, U. Husna. Pengantar Kepemimpinan Pendidikan. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982. Azra, Azyumardi. Esai-esai Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam. Jakarta: Logos, 1998. B.Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta : Kanisius, 1992. Fuadi, A. Negeri 5 Menara. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010 Gunawan, Heri. Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta, Cet. 2, 2012. Hasbullah. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2006. Kesuma, Dharma., Triatna, Cepi. dan Permana, Johar. Pendidikan Karakter: Kajian Teori dan Praktik di Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, Cet. 1, 2011. Kh, U. Maman. Metodologi Penelitian Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006. Koesoema A, Doni. Pendidikan Karakter: Srategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo, Cet. 2, 2010. Kutha Ratna Nyoman. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.
Lickona, Thomas. Pendidikan Karakter: Panduan Lengkap Mendidik Siswa Menjadi Pintar dan Baik. Bandung: Nusa Media, Cet. 1, 2013. Listyatri, Retno. Pendidikan Karakter dalam Metode Aktiv, Inovatif dan Kreatif. Jakarta: Erlangga, 2012. Madani, Bacaan. Pengertian Persatuan, Kerukunan dan Toleransi Dalam Islam, 2016, www.bacaan madani.com 18 Oktober 2016. Mahmud. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia, Cet. 10, 2011. Meloeng, Lexy J. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda karya, 2000. Mu’in, Fatchul. Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoritik dan Praktik. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011. Mulyasa, E. Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: PT Bumi Aksara, Cet. III, 2013. Muslich,
Masnur.
Pendidikan
Karakter:
Menjawab
Tantangan
Krisi
Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara, Cet. 2, 2011. Mustari, Mohamad. Nilai Karakter: Refleksi untuk Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers, Cet. 1, 2014. Naim, Ngainun. Character Building: Optimalisasi Peran Pendidikan dalam Pengembangan Ilmu & Pembentukan Karakter Bangsa. Jogjakarta: ArRuzz Media, 2012. Narwati, Sri. Pendidikan Karakter. Yokyakarta: Familia, 2011. Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2010. Salahudin, Anas. dan Alkrienciehie, Irwanto. Pendidikan Karakter (Pendidikan Berbasis Agama dan Budaya Bangsa). Bandung: CV Pustaka Setia, Cet. 1, 2013. Samani, Muchlas. dan Hariyanto. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, Cet. I, 2011. Stanton, Robert. Teori Fiksi, Terj. Dari An Ontroduction to fiction oleh Sugihastuti dan Rossi Abi Al Irsyat. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta, Cet. XVIII, 2013. Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, Cet. 1, 2011 Syarif, Silvianti. Pendidikan Berkarakter di Negeri 5 Menara, 2013, www.jendelasastra.com 10 Mei 2015. Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2007 Tim Dosen FIP-IKIP Malang. Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan. Surabaya: Usaha Nasional, 1981. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasiona l: (UU RI No. 20 Tahun 2003). Jakarta: Redaksi Sinar Grafika, 2013. Widjojoko. dan Hidayat, Endang. Teori & Sejarah Sastra Indonesia. Bandung : Upi Press, 2006. Yaumi, Muhammad. Pendidikan Karakter: Landasan, Pilar dan Implementasi. Jakarta: Prenadamedia Group, Cet. 1, 2014. Zed, Mestika. Metodologi Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, Cet. 1, 2008. Zubaedi. Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kencana, Cet. 1, 2011.