PERILAKU DAN EFEK MENONTON PROGRAM BERITA SEPUTAR INDONESIA RCTI PADA PETANI
SANTI ARISONA
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perilaku dan Efek Menonton Program Berita Seputar Indonesia RCTI pada Petani adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2013 Santi Arisona NIM I34090068
ABSTRAK SANTI ARISONA. Perilaku dan Efek Menonton Program Berita Seputar Indonesia RCTI pada Petani. Dibimbing oleh SUTISNA RIYANTO. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perilaku dan efek menonton program berita Seputar Indonesia beserta faktor-faktor yang mengarahkannya. Penelitian ini melibatkan 40 petani Desa Cibatok Satu Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Perilaku menonton petani terhadap program berita Seputar Indonesia adalah tergolong sering dengan durasi yang cukup lama. Petani sebagian besar menonton pada waktu pagi dan sore hari bersama keluarga dalam suasana yang tenang. Petani memiliki efek menonton yang tergolong tinggi dari setiap jenis efek dan efek menonton paling tinggi adalah efek kognitif. Karakteristik petani yang berhubungan dengan perilaku menonton meliputi usia, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan. Karakteristik petani yang berhubungan dengan efek menonton ditunjukkan oleh tingkat pendidikan. Perilaku menonton yang berhubungan dengan efek menonton meliputi frekuensi menonton, durasi menonton, dan waktu menonton. Kata Kunci : efek, perilaku, petani menonton televisi
ABSTRACT SANTI ARISONA. Behavior and Viewing Effects Television News Program Seputar Indonesia RCTI to the Farmers. Supervised by SUTISNA RIYANTO. This study aims to examine the behavior and effects of watching a news program Seputar Indonesia and the factors which direct. The study involved 40 farmers village district Cibatok Satu Cibungbulang Bogor regency. Farmers viewing behavior against news programs Seputar Indonesia is relatively frequency with a fairly long duration. Farmers mostly watching in the morning and evening with family in a quiet atmosphere. Farmers have to watch the effect of a relatively high of each type effect and effect of watching the highest cognitive. Farmer characteristics related to viewing behavior include age, education level, and income level. Farmer characteristics associated with watching the effects indicated by the level of education. Farmers viewing behavior related to the effect of covering the frequency watch, watch duration, and time to watch. Keywords: effects, behavioral, farmers viewing television
PERILAKU DAN EFEK MENONTON PROGRAM BERITA SEPUTAR INDONESIA RCTI PADA PETANI
SANTI ARISONA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Perilaku dan Efek Menonton Program Berita Seputar Indonesia RCTI pada Petani Nama : Santi Arisona NIM : I34090068
Disetujui oleh
Ir Sutisna Riyanto, MS Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penulisan yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ialah Perilaku dan Efek Menonton Program Berita Seputar Indonesia RCTI pada Petani. Penulis mengucapkan rasa terima kasih dan hormat yang mendalam kepada Ir Sutisna Riyanto, MS sebagai dosen pembimbing yang telah memberi banyak masukan, inspirasi, dan sabar membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, serta kepada Ir Yatri Indah Kusumastuti, MS dan Iman K Nawiredja SP, M.Si atas ketersediannya menjadi dosen penguji pada sidang skripsi. Penulis juga berterima kasih kepada seluruh warga Desa Cibatok Satu, khususnya warga RT 02/06. Tidak lupa penulis menyampaikan hormat dan rasa terimakasih kepada (alm) ayahanda Asmad, Ibunda Tunminah, David Hariyanto, Novarita, Erwin Yuliawan, kakak tersayang yang selalu memberi semangat, doa, dan dukungan kepada penulis dengan penuh keikhlasan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Brian, Lansa, Karin, Fandy, Nita, Novia, Tri, Hilda, Hesti, Fina, Ela, Zela dan teman-teman KPM 46 yang telah memberikan dukungan, semangat dan kebersamaan kepada penulis selama di KPM. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak. Penulis menyadari bahwa karya ini masih mengandung berbagai kelemahan. Kritik dan saran Pembaca akan digunakan untuk memperbaiki karya ilmiah ini.
Bogor, Juni 2013 Santi Arisona
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
5
Siaran Televisi
5
Perilaku dan Efek Menonton Siaran Televisi
12
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku dan Efek Menonton Program Televisi pada Khalayak
20
Kerangka Pemikiran
22
Hipotesis
23
Definisi Operasional
23
METODE PENELITIAN
27
Metode Penelitian
27
Lokasi dan Waktu Penelitian
27
Teknik Pengumpulan Data
27
Teknik Penyusunan Responden/Sampling
28
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
28
Validitas dan Reliabilitas
29
GAMBARAN UMUM PENELITIAN
31
Gambaran Umum Wilayah Penelitian
31
Program Seputar Indonesia RCTI
33
Karakteristik Responden
34
PERILAKU MENONTON PROGRAM BERITA SEPUTAR
37
INDONESIA RCTI Perilaku Menonton
37
Hubungan Karakteristik Petani dengan Perilaku Menonton
38
EFEK MENONTON PROGRAM BERITA SEPUTAR INDONESIA
41
RCTI PADA PETANI Efek Menonton
41
Hubungan Karakteristik Petani dengan Efek Menonton
44
Hubungan Perilaku Menonton dengan Efek Menonton
45
SIMPULAN DAN SARAN
53
Simpulan
53
Saran
53
DAFTAR PUSTAKA
55
LAMPIRAN
61
RIWAYAT HIDUP
75
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Perbedaan berita keras (hard news) dan berita lunak (soft news) program informasi berdasarkan sifatnya Jumlah dan persentase penduduk Desa Cibatok Satu menurut kelompok umur tahun 2011 Jumlah dan persentase mata pencaharian Desa Cibatok Satu tahun 2011 Jumlah dan persentase tingkat pendidikan Desa Cibatok Satu tahun 2011 Sebaran responden berdasarkan karakteristik sosial ekonomi di Desa Cibatok Satu Sebaran responden berdasarkan perilaku menonton Seputar Indonesia Korelasi antara karakteristik petani dengan perilaku menonton Seputar Indonesia Persentase responden menurut usia dengan waktu menonton Seputar Indonesia Persentase responden menurut tingkat pendapatan dengan Kehadiran orang lain Seputar Indonesia Rataan skor efek menonton responden terhadap program berita Seputar Indonesia RCTI Korelasi antara karakteristik petani dengan efek menonton Seputar Indonesia Korelasi antara perilaku menonton dengan efek menonton Seputar Indonesia Persentase responden menurut waktu menonton dengan efek total menonton Persentase responden menurut waktu menonton dengan efek kognitif Persentase responden menurut waktu menonton dengan efek afektif Persentase responden menurut waktu menonton dengan efek behavioral
8 31 32 32 35 37 38 39 40 41 44 45 49 49 50 51
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5
Kerangka pemikiran Logo RCTI Persentase responden berdasarkan efek kognitif Persentase responden berdasarkan efek afektif Persentase responden berdasarkan efek behavioral
22 33 41 42 43
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6
Denah lokasi penelitian Jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2013 Hasil uji validitas dan reliabilitas Surat penelitian Rataan skor efek menonton program berita Seputar Indonesia Hasil tabulasi silang
61 62 63 65 66 68
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan siaran televisi di Indonesia semakin pesat, ditunjukkan oleh munculnya beragam stasiun televisi terutama swasta. Hal ini berarti semakin banyak pilihan bagi khalayak dalam mengakses informasi melalui media massa sesuai dengan kebutuhan dan fungsinya. Fungsi dasar media penyiaran adalah sebagai sarana informasi, media pendidikan dan hiburan yang sehat bagi masyarakat serta sebagai kontrol dan perekat sosial. Fungsi televisi tersebut, menurut Mahfudz Siddiq (ketua komisi I DPR RI) menyebabkan isi siaran dapat menimbulkan efek besar bagi kehidupan masyarakat, sehingga terlalu banyaknya porsi tayangan hiburan dan kurangnya media informatif menjadikan siaran televisi menjadi destruktif1. Pendapat tersebut diperkuat dengan peraturan KPI tentang Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) tahun 2012 mengenai prinsip-prinsip jurnalistik pasal 22 ayat 1 yang menyebutkan bahwa lembaga penyiaran wajib menjalankan dan menjunjung tinggi idealisme jurnalistik yang menyajikan informasi untuk kepentingan publik dan pemberdayaan masyarakat, membangun dan menegakkan demokrasi, mencari kebenaran, melakukan koreksi dan kontrol sosial, dan bersikap independen. Salah satu program televisi yang dikenal luas dalam penyajian informasi adalah program berita yang merujuk pada penyebaran informasi mengenai isu-isu penting. Di era ini, program berita harus bersaing dengan program lain dalam menarik perhatian khalayaknya. Suatu pertanyaan menarik adalah sampai sejauh mana program berita masih menjadi salah satu pilihan khalayak dalam menikmati program televisi? Disinilah proses pemberitaan dikemas semenarik mungkin yang memerlukan pengkondisian materi visual sebagai penyeimbang materi audio dalam bentuk narasi (Kansong 2009). Kehadiran stasiun televisi RCTI sejak tahun 1989 sebagai stasiun televisi swasta telah memberikan arti penting bagi masyarakat Indonesia. Di satu sisi, RCTI sebagai media yang paling banyak menampilkan hiburan sementara di sisi lain juga dipandang sebagai media informasi. Salah satu program informasi yang dikenal luas adalah Seputar Indonesia yang memperioritaskan program acaranya untuk memberikan informasi kepada khalayak. Penelitian ini mengungkapkan program berita Seputar Indonesia secara spesifik pada petani karena televisi mengalami perkembangan pesat sampai ke pedesaan sehingga petani juga memiliki kebutuhan dan akses terhadap informasi mengenai isu-isu penting. Dalam penelitian ini ingin mengungkapkan bahwasannya petani menonton televisi bukan hanya pada program hiburan semata saja yang telah dipikirkan oleh orang kebanyakan, tetapi petani pun menonton program berita televisi. Kasus petani menonton berita televisi disini adalah petani menonton program berita Seputar Indonesia.
1
Diunduh 2013 Maret 1. Tersedia pada: http://www.kpi.go.id/index.php/lihat-terkini/22-literasimedia/31129-literasi-media-membentuk-pemahaman-dan-kepedulian-masyarakat-terhadap-isisiaran.
2 Menonton program berita Seputar Indonesia pada petani menimbulkan efek, yang meliputi perubahan pengetahuan, perubahan sikap atau perasaan, dan perubahan perilaku atau tindakan nyata dalam berperilaku. Menonton program berita Seputar Indonesia dapat diarahkan kepada upaya mengkaji efek tersebut yang muncul di kalangan petani. Timbulnya efek menonton diawali dari perilaku menonton petani terhadap program berita Seputar Indonesia.
Perumusan Masalah Efek menonton program berita televisi adalah spesifik, berbeda antara individu petani satu dengan lainnya. Efek tersebut akan terkait dengan perilaku menonton dan faktor-faktor lain khalayak. Penelitian ini berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan: bagaimana perilaku menonton petani dalam menonton program berita Seputar Indonesia dan faktor-faktor apa yang mengarahkannya? apa efek yang muncul dikalangan petani yang menonton program berita Seputar Indonesia dan faktor-faktor apa yang mengarahkannya? apakah terdapat hubungan antara karakteristik petani dengan perilaku menonton dan efek menonton program berita Seputar Indonesia? apakah terdapat hubungan antara perilaku menonton dengan efek menonton program berita Seputar Indonesia pada petani?
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengkaji perilaku dan efek menonton program berita Seputar Indonesia pada petani. Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mendeskripsikan perilaku menonton program berita Seputar Indonesia pada petani. 2. Menganalisis hubungan karakteristik petani dengan perilaku menonton program berita Seputar Indonesia. 3. Mengkaji efek yang muncul di kalangan petani dari program berita Seputar Indonesia. 4. Menganalisis hubungan karakteristik petani dan efek menonton program berita Seputar Indonesia. 5. Menganalisis hubungan perilaku menonton dan efek menonton program berita Seputar Indonesia.
Manfaat Penelitian
1.
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pihak-pihak sebagai berikut: Bagi sivitas akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan tambahan literatur bagi penelitian lebih lanjut mengenai perilaku dan efek menonton program berita televisi pada petani.
3 2.
3. 4.
Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat, meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap program berita yang bersifat memberdayakan masyarakat. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam penentuan kebijakan mengenai tayangan televisi yang berkualitas. Bagi pihak televisi swasta, penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan untuk semakin mengembangkan program-program tayangan yang memberdayakan masyarakat pedesaan.
4
5
TINJAUAN PUSTAKA Siaran Televisi Televisi Sebagai Media Massa Media adalah alat-alat teknologi yang meningkatkan kemampuan alamiah manusia untuk menciptakan, mentransmisikan, menerima, serta memproses pesan-pesan komunikasi baik secara visual, terdengar, tercium, terperaga, terasa, atau tersentuh (Rubben 1992). Pengertian serupa dikemukakan oleh Leeuwis (2004) yang mendefinisikan media komunikasi sebagai alat-alat yang membantu untuk mengombinasikan saluran-saluran komunikasi yang berbeda untuk menjadi pengangkut (transportation) sinyal-sinyal yang terbentuk tulisan (teks), visual, terdengar, tersentuh dan tercium. Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan dari sumber kepada penerima dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, film, radio, dan televisi. Karakteristik media massa menurut Cangara (2008) ialah: 1. Bersifat melembaga Pihak yang mengelola media terdiri dari banyak orang, yakni mulai dari pengumpulan, pengelolaan sampai dari pada penyajian informasi. 2. Bersifat satu arah Komunikasi yang dilakukan kurang memungkinkan terjadinya dialog antara pengirim dan penerima. Jika terjadi reaksi atau umpan balik, biasanya memerlukan waktu dan tertunda. 3. Meluas dan serempak Mengatasi rintangan waktu dan jarak karena media massa memiliki kecepatan. Bergerak secara luas dan simultan, dimana informasi yang disampaikan diterima oleh banyak orang pada saat yang sama. 4. Memakai peralatan teknis atau mekanis, seperti radio, televisi, surat kabar, dan semacamnya. 5. Bersifat terbuka Pesannya dapat diterima oleh siapa saja dan dimana saja tanpa mengenal usia, jenis kelamin, dan suku bangsa. Teori komunikasi massa yang sesuai dengan media massa televisi adalah model jarum suntik (hypodermic needle model) dan model komunikasi satu tahap (one step flow model), yang dijelaskan sebagai berikut (Severin dan Tankard 1979): 1. Model jarum suntik (hypodermic needle model) Model jarum suntik merupakan model komunikasi searah yang intinya merupakan model satu tahap dimana media massa membawa pesan kepada khalayak dan menimbulkan pengaruh langsung pada khalayak. Model ini beranggapan bahwa media massa berpengaruh langsung, segera, dan sangat kuat terhadap khalayak massa. Anggapan bahwa pengaruh media massa itu langsung terjadi pada khalayak, dikembangkan atas dasar prinsip teori Stimulus-Response (S-R). Model jarum suntik sesuai dengan pemikiran para ahli yang beranggapan bahwa: (1) semua media massa yang berpengaruh
6
2.
sangat kuat dapat memberi kesan mendalam terhadap khalayak yang tidak berdaya, (2) khalayak massa bersifat atomis, yang berhubungan hanya kepada media massa tapi tidak satu kepada sama lainnya (tidak ada interaksi sosial). Model ini juga didukung oleh berkembangnya konsep masyarakat massa (mass society) yang diartikan sebagai suatu khalayak massa yang individuindividu di dalamnya berperilaku serupa (standar) dan bersifat atomis. Model komunikasi satu tahap (one step flow model) Model komunikasi satu tahap menyatakan bahwa saluran komunikasi media massa mengkomunikasikan pesan-pesan secara langsung kepada khalayak, tanpa harus melalui pemuka pendapat; dan bahwa pesan-pesan tidak secara merata menjangkau semua penerima, serta juga tidak berpengaruh sama kepada setiap individu khalayak. Model ini merupakan perbaikan terhadap model jarum suntik, yang mengakui bahwa: (1) media massa tidak semuanya kuat terhadap khalayak, (2) adanya aspek penyaringan berupa selektivitas dalam keterdedahan, persepsi, dan retensi yang mempengaruhi dampak pesan pada individu, (3) adanya perbedaan pengaruh bagi beragam anggota khalayak penerima, dan (4) lebih jauh, model ini memungkinkan pengaruh langsung dari komunikasi yang berasal dari saluran media massa. Model komunikasi satu tahap menjelaskan secara lebih tepat berkenaan dengan aliran pesan-pesan kepada suatu khalayak massa manakala sifat kepentingan pesan dalam kondisi ekstrim tinggi atau sangat rendah.
Peran media dalam komunikasi massa adalah mediasi. Media berada antara khalayak dengan sesuatu yang lain. McQuail (1987) mengungkapkan terdapat sejumlah pandangan tentang peran media dalam komunikasi massa. Peran media massa adalah (1) jendela (window) yang memungkinkan orang melihat lingkungan yang ada di sekitarnya, (2) penerjemah (interpreter) yang membantu membuat pengalaman orang menjadi bermakna, (3) pijakan atau pembawa (flatform or carrier) yang mengangkut informasi, menjadikan komunikasi interaktif (interactive communication) karena memungkinkan adanya umpanbalik, (4) penyaring (filter) yang menyeleksi bagian-bagian pengalaman orang dan memfokuskan pada lainnya, dan (5) cermin (mirrors) yang merefleksikan kembali diri seseorang kepada dirinya sendiri, serta (6) hambatan (barriers) yang menutupi kebenaran atau truth. Melalui media massa kita memperoleh informasi tentang benda, orang atau tempat yang belum pernah kita lihat atau belum pernah kita kunjungi secara langsung. Realitas yang ditampilkan oleh media adalah realitas yang sudah diseleksi. Beberapa asumsi dasar bahwa media massa memiliki fungsi penting antara lain (McQuail 1987): 1. Media merupakan industri yang berubah dan berkembang yang menciptakan lapangan kerja, barang dan jasa serta menghidupkan industri lain yang terkait. Media juga merupakan industri tersendiri yang memiliki peraturan dan norma-norma yang menghubungkan institusi tersebut dengan masyarakat dan institusi sosial lainnya. Di lain pihak, institusi media diatur oleh masyarakat. 2. Media massa merupakan sumber kekuatan alat kontrol, manajemen, dan inovasi dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai pengganti kekuatan atau sumber daya lainnya.
7 3.
4.
5.
Media merupakan lokasi (forum) yang semakin berperan untuk menampilkan peristiwa-peristiwa, kehidupan masyarakat, baik yang bertaraf nasional maupun internasional. Media seringkali berperan sebagai wahana pengembangan kebudayaan, bukan saja dalam pengertian pengembangan bentuk seni dan simbol, tetapi juga dalam pengertian pengembangan tata, mode, gaya hidup, dan normanorma. Media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi masyarakat dan kelompok secara kolektif, media menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian normatif yang dibaurkan dengan berita dan hiburan.
Salah satu media massa yang populer di seluruh lapisan masyarakat adalah media televisi. Televisi merupakan media massa yang mengalami perkembangan paling fenomenal di dunia. Meski lahir lebih belakangan dibanding media massa cetak dan radio, namun pada akhirnya media televisi yang paling banyak diakses oleh masyarakat. Alasan utama adalah karena televisi memiliki keunggulan karakteristik, yaitu mampu menyampaikan pesan audio visual dalam waktu yang bersamaan dan berkala (McQuail 1987). Televisi merupakan salah satu contoh media elektronik. Televisi yang muncul di awal dekade 1960-an semakin lama semakin mendominasi komunikasi massa dikarenakan sifatnya yang memenuhi kebutuhan dan keinginan khalayak. Kelebihan televisi dari media massa lainnya ialah bersifat audiovisual, dapat dilihat dan didengar hidup menggambarkan kenyataan, dan langsung menyajikan peristiwa yang tengah terjadi ketiap rumah para pemirsa (Effendy 2003). Pengaruh televisi begitu kuat terhadap kehidupan manusia sudah diduga dan disadari ketika media massa itu pada tahun 1962 mulai dimunculkan di tengahtengah masyarakat. Pengaruh dari media massa tersebut bisa positif dan negatif tergantung pengelolaanya. Nuruddin (2009) mengungkapkan bahwa pengaruh positif dari media massa adalah: 1. To inform (menginformasikan) Komponen paling penting untuk mengetahui fungsi informasi adalah melalui berita-berita, baik berita yang bersifat aktual maupun hiburan. 2. To entertain (memberi hiburan) Fungsi hiburan bagi media massa khususnya televisi mendukung posisinya pada tingkat yang paling tinggi karena didukung oleh masyarakat yang telah menjadikan televisi menjadi media hiburan. 3. To persuade (membujuk) Banyak bentuk tulisan yang jika diperhatikan sekilas hanya berupa informasi, tetapi jika diperhatikan lebih jeli ternyata terdapat fungsi persuasi. Tulisan pada tajuk rencana, artikel, dan surat pembaca adalah contoh tulisan persuasi. 4. Transmission of the culture (transmisi budaya) Transmisi budaya mengambil tempat dalam dua tingkatan yaitu kontemporer dan historis. Di dalam kontemporer media memperkuat konsensus nilai masyarakat dengan selalu memperkenalkan bibit perubahan secara terusmenerus. Secara historis, manusia telah dapat melewati atau menambah pengalaman baru untuk membimbingnya ke masa depan.
8 Program Siaran Televisi Stasiun televisi setiap harinya menyajikan berbagai jenis program yang jumlahnya sangat banyak dan jenisnya sangat beragam. Pengelola stasiun penyiaran dituntut untuk memiliki kreativitas seluas mungkin untuk menghasilkan program yang menarik. Jenis program televisi dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar berdasarkan jenisnya yaitu program informasi (berita) dan program hiburan (entertainment). Program informasi kemudian dibagi menjadi dua jenis yaitu (1) berita keras (hard news) yang merupakan laporan segala informasi penting dan menarik yang harus segera disiarkan oleh media penyiaran karena sifatnya yang segera untuk diketahui oleh khalayak, seperti straight news, infotainment dan (2) berita lunak (soft news) yang merupakan segala informasi yang penting dan menarik yang disampaikan secara mendalam (indepth) namun tidak bersifat harus ditayangkan, seperti news magazine, current affair, talk show Morissan (2005). Program informasi dalam kategori berita keras (hard news) dapat dibedakan dengan berita lunak (soft news) berdasarkan sifatnya sebagaimana dijelaskan dalam tabel berikut ini: Tabel 1 Perbedaan berita keras (hard news) dan berita lunak (soft news) program informasi berdasarkan sifatnya Hard news Soft news Harus ada peristiwa terlebih dahulu Tidak mesti ada peristiwa terlebih dahulu Peristiwa harus aktual (baru terjadi) Tidak mesti harus aktual Harus segera disiarkan Tidak bersifat segera (timeless) Mengutamakan informasi terpenting Menekankan pada detail Tidak menekankan sisi human interest Sangat menekankan segi human interest Laporan tidak mendalam (singkat) Laporan bersifat mendalam Teknik tulisan piramida tegak Teknik penulisan piramida terbalik Ditayangkan dalam program berita Ditayangkan dalam program lainnya Sumber: Morissan (2005)
Program hiburan adalah segala bentuk siaran yang bertujuan untuk menghibur khalayak dalam bentuk musik, lagu, cerita, dan permainan. Program yang termasuk dalam kategori hiburan adalah drama, musik, dan permainan (game). 1. Drama Pertunjukkan (show) yang menyajikan cerita mengenai kehidupan atau karakter seseorang atau beberapa tokoh yang diperankan oleh pemain yang melibatkan konflik dan emosi. Program televisi yang termasuk dalam program drama adalah sinema elektronik (sinetron) dan film. a. Sinetron Drama yang menyajikan cerita dari berbagai tokoh secara bersamaan yang masing-masing tokoh memiliki alur cerita sendiri-sendiri tanpa harus dirangkum menjadi suatu kesimpulan.
9
2.
b. Film Film layar lebar yang dibuat oleh perusahaan-perusahaan film, biasanya film baru bisa ditayangkan di televisi setelah terlebih dahulu dipertunjukkan di bioskop atau bahkan film telah didistribusikan atau dipasarkan. Permainan Suatu bentuk program yang melibatkan sejumlah orang baik secara individu ataupun kelompok yang saling bersaing untuk mendapatkan sesuatu, menjawab pertanyaan, dan memenangkan suatu bentuk permainan. Program permainan dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu: a. Quiz show Program permainan yang paling sederhana dimana sejumlah peserta saling bersaing untuk menjawab sejumlah pertanyaan yang melibatkan peserta dari kalangan orang biasa bahkan selebritis. b. Ketangkasan Permainan yang menunjukkan kemampuan fisik atau ketangkasannya untuk melewati suatu rintangan dalam melakukan suatu permainan yang membutuhkan perhitungan dan startegi. c. Reality Show Program yang mencoba menyajikan suatu situasi seperti konflik, persaingan atau hubungan berdasarkan realitas yang sebenarnya dengan cara yang sealamiah mungkin tanpa rekayasa. Terdapat bentuk reality show yaitu: Hiden Camera, Competition Show, Relationship Show, Fly on the wall, dan Program Mistik. d. Musik Program musik dapat ditampilkan dalam dua format yaitu videoklip atau konser. Program musik berupa konser dapat dilakukan di lapangan (outdoor) ataupun di dalam studio (indoor). e. Pertunjukkan Siaran yang menampilkan satu atau banyak pemain yang berada di atas panggung yang menunjukkan kemampuannya kepada sejumlah orang atau hanya kepada audiens televisi.
Program Berita Program berita merupakan salah satu program televisi yang dapat menjadi pilihan khalayak untuk memenuhi kebutuhan informasi karena program berita berisi tentang informasi mengenai realitas sosial yang sedang terjadi. Berita televisi berisikan informasi mengenai peristiwa terbaru melalui media televisi. Stasiun televisi biasanya menyajikan program-program berita sebagai bagian dari acara berkalanya dan disiarkan setiap hari pada waktu-waktu tertentu. Selama beberapa tahun terakhir ini, berita televisi menjadi sebuah permasalahan yang sangat menarik dalam penelitian ilmu sosial dan kemanusiaan. Sebagai sebuah subjek yang layak diperiksa, berita televisi ini seringkali dikategorikan dalam pembahasan yang berhubungan dengan studi media (media studies) dan budaya media (media culture). Tujuan dari studi media dan budaya media adalah bahwa melalui pengetahuan mengenai rangkaian proses produksi berita, publik dapat teredukasi dan berpikir kritis. Pada gilirannya, hal ini dapat memberikan
10 kontribusi yang sangat besar pula bagi perkembangan televisi sebagai ruang publik dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, sehingga publik tidak lagi sekedar menjadi pihak yang pasif dalam memaknai kehidupan sendiri (Tim Redaksi LP3ES 2006). Secara umum, stasiun televisi terdiri atas televisi generalis dan televisi spesialis. Televisi generalis menyajikan program atau acara yang beragam, mulai dari sinetron, musik, film, acara anak-anak, hingga berita. Televisi nasional yang termasuk dalam kategori televisi generalis adalah RCTI, SCTV, MNC TV, Indosiar, Anteve, Trans TV, Trans 7, termasuk TVRI. Televisi spesialis menitikberatkan pada program tertentu. Metro TV dan TV One adalah televisi khusus yang cenderung atau menspesialisasikan diri pada program berita, akan tetapi sebagaimana kita saksikan selama ini, televisi generalis maupun televisi berita, semuanya menyajikan program berita. Tak ayal, televisi yang sebelumnya dipandang sebagai media hiburan, kini juga harus dipandang sebagai media informasi. Berita televisi sekarang dapat dikatakan telah menjadi kebutuhan masyarakat (Kansong 2009). Miller dan Steinberg (1975) kemasan berita berisikan fakta atau pendapat dalam bentuk langsung dan berita mendalam. Berita langsung adalah uraian fakta yang makna beritanya kuat (penting). Berita mendalam adalah berita kompherensif, interpretatif, dan investigatif. 1. Berita kompherensif adalah uraian secara terperinci tentang peristiwa atau fakta dan pendapat yang mengandung nilai berita di dalam suatu sistem sosial tertentu. 2. Berita interpretatif adalah uraian fakta atau pendapat yang mengandung nilai berita dengan menempatkan fakta sebagai mata rantai atau konteks permasalahan yang lebih luas, ragam sumber informasi dapat memberikan pendapat menurut interpretasi masing-masing. 3. Berita investigatif adalah uraian fakta atau pendapat yang mengandung nilai berita dengan membandingkan antara fakta di permukaan dengan fakta tersembunyi yang diperoleh dengan menelusuri jejak melalui investigasi. Perbedaan berita langsung dan berita mendalam adalah dari isi uraian, kecepatan penyajian kepada khalayak, kepadatan dan rincian fakta atau pendapat yang disajikan. Uraian berita mendalam apapun bentuknya akan memberikan informasi lebih lengkap dan menyeluruh bila dibandingkan dengan uraian berita langsung. McQuail (1987) mengungkapkan berfokus pada proses pengumpulan berita yang dipandangnya sebagai upaya menemukan isyarat jelas yang objektif yang memberartikan suatu peristiwa. Berita bukanlah cermin kondisi sosial, tetapi laporan tentang salah satu aspek yang telah menonjolkan sendiri. Perhatian kita diarahkan pada hal-hal yang menonjol (bernilai diperhatikan) sebagai laporan berita dalam bentuk yang sesuai bagi pemuatan terencana dan rutin. McQuail (1987) menyatakan lebih menaruh perhatiannya pada kandungan berita yang esensial. Titik tolaknya adalah perbandingannya dengan sejarah bentuk pengetahuan lainnya yang juga merupakan dokumen tentang berbagai peristiwa masa lalu dan menempatkan berita pada suatu kontinum. Hasil perbandingan Park antara berita dengan sejarah dapat disaring menjadi beberapa hal penting sebagai berikut:
11 1. 2.
3.
4.
5.
6. 7.
Berita tepat pada waktunya, tentang peristiwa yang paling akhir atau berulang. Berita tidak sistematis, berurusan dengan berbagai peristiwa dan kejadian yang berlainan dan dunia dipandang melalui berita itu sendiri terdiri atas berbagai kejadian yang tidak bertalian, yang bukan merupakan tugas pokok berita untuk menafsirkannya. Berita dapat sirna, berita hanya hidup pada saat terjadinya peristiwa itu serta bagi keperluan dokumentasi dan sumber acuan di kemudian hari dan bentuk informasi lain akan menggantikan berita. Semua peristiwa yang dilaporkan sebagai berita seyogianya bersifat luar biasa atau paling sedikit tidak terduga, sebagai syarat yang lebih penting ketimbang signifikansi nyata berita sendiri. Di samping ketidakterdugaan, peristiwa berita dicirikan oleh nilai berita lainnya yang relatif dan melibatkan kata putus tentang kemungkinan minat audiens. Berita terutama bagi orientasi dan arahan-perhatian, bukan pengganti pengetahuan. Berita dapat diperkirakan.
Berita televisi adalah laporan tentang peristiwa atau pendapat yang memiliki nilai penting, menarik bagi sebagian khalayak, masih baru, dan dapat dipublikasikan melalui media massa periodik (Kansong 2009). Terdapat unsurunsur yang menjadi nilai berita televisi, diantaranya: 1. Aktual, segera (timeliness) Aktualitas berita televisi adalah perdetik, bersifat simbolis untuk menggambarkan betapa ketatnya aktualitas berita televisi. Breaking news, live report, headline news atau laporan terkini merupakan sarana untuk mencapai aktualitas suatu berita televisi. 2. Berguna (impact) Memberi pengaruh bagi penonton atau pemirsa, mempunyai pengaruh yang lebih besar dibandingkan berita media cetak. 3. Menonjol (prominent) Memiliki magnitude sehingga bisa menarik perhatian penonton dengan kekuatan gambarnya, berita televisi tentu lebih menonjol dibandingkan berita media cetak. 4. Kedeketan (proximity) Gambar dalam berita televisi bisa membuat penonton merasa makin dekat dengan suatu peristiwa. 5. Konflik (conflict) Konflik senantiasa menarik perhatian, hal ini diperkuat oleh berita televisi yang menyajikan suatu konflik untuk diinformasikan kepada khalayak dengan adanya gambar, maka khalayak makin tertarik menyaksikannya. 6. Sedang menjadi pembicaraan (currency) Kekuatan gambar pada berita televisi akan lebih besar kemungkinannya menjadi pembicaraan publik dibanding berita media cetak.
12 7.
Mengandung unsur manusiawi (human interest) Berita televisi yang baik adalah berita yang mengandung unsur manusiawi (human interest).
Perilaku dan Efek Menonton Siaran Televisi Khalayak Siaran Televisi Khalayak biasa disebut dengan istilah penerima, sasaran, pembaca, pendengar, pemirsa, audiensce, decorder atau komunikan. Khalayak dalam studi komunikasi bisa berupa individu, kelompok, dan masyarakat (Canggara 2008). Khalayak dapat diartikan sebagai masyarakat yang menggunakan media massa sebagai sumber pemenuhan kebutuhannya. McQuail (1987) mendefinisikan khalayak sebagai pasar, sekumpulan calon konsumen dengan profil sosial ekonomi yang diketahui dan merupakan sasaran suatu medium atau pasar. Selain itu, pengertian lain menurut Sari (1993), khalayak merupakan pengguna jasa media massa, seperti pendengar radio atau penonton televisi yang memiliki empat karakter, antara lain: 1. Heterogen Suatu masayarakat sosial yang berasal dari berbagai lapisan sosial, pendidikan, serta aneka budaya dan agama 2. Anonim Tidak kenal satu sama lain, baik antara komunikator dengan khalayak maupun antara khalayaknya sendiri. 3. Unbound each other Tidak terikat satu sama lain, baik antar individu maupun antar komunikator dengan khalayak. 4. Isolated from one another Tertutup satu sama lain sehingga mereka seperti atom-atom yang terpisah, namun tetap merupakan suatu kesatuan, yaitu sama-sama pengguna media massa. Pada prinsipnya terdapat tiga sub kelompok dasar khalayak, yaitu The Illiterate, The Pragmatis, dan The Intelecctual (Sari 1993) sebagai berikut: 1. The illiterate merupakan kelompok khalayak yang lebih tertarik pada media audio visual dengan orientasi pada pesan superficial dan full action program, mereka kurang berorientasi pada ide. 2. The pragmatis mencakup khalayak yang senang melibatkan diri pada masyarakat, memiliki mobilitas cukup tinggi, berpendidikan menengah atas, berpendapatan cukup dan bergaya hidup modern. 3. The intellectual merupakan segmen terkecil dari khalayak massa Segmentasi audiens adalah suatu proses untuk membagi-bagi atau mengelompokan audiens ke dalam kotak-kotak yang lebih homogen (Morissan 2005). Khalayak audiens umum memiliki sifat yang sangat heterogen, maka akan sulit bagi media penyiaran untuk melayani semuanya. Oleh karena itu, harus dipilih segmen-segmen tertentu saja. Bagian atau segmen yang dipilih adalah bagian yang homogen yang memiliki ciri-ciri yang sama dan cocok dengan kemampuan media penyiaran untuk memenuhi kebutuhan khalayak. Segmentasi
13 audiens berdasarkan demografi pada dasarnya adalah segmentasi yang didasarkan pada peta kependudukan, misalnya: usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, pendapatan, agama, suku dan kebangsaan. 1. Usia Biasanya audiens dibedakan menurut usia anak-anak, remaja, dewasa, dan orang tua. Pembagian ini masih dianggap terlalu luas. 2. Jenis kelamin Tidak semua program dapat dibedakan menurut segmen ini. Pada umumnya wanita lebih banyak menonton televisi daripada pria. Saat ini, jumlah penduduk pria dan wanita di Indonesia tidak jauh berbeda. 3. Pekerjaan Audiens yang memiliki jenis pekerjaan tertentu umumnya mengkonsumsi barang-barang tertentu yang berbeda dengan jenis pekerjaan lainnya. Selera khalayakpun umumnya berbeda dalam mengkonsumsi program. 4. Pendidikan Pendidikan yang berhasil diselesaikan audiens biasanya menentukan tingkat intelektualitas, yang pada gilirannya tingkat intelektualitas akan menentukan pilihan program yang akan diikutinya. 5. Pendapatan Pendapatan seseorang akan menentukan di kelas sosial mana dia berada dan kedudukan seseorang dalam kelas sosial akan mempengaruhi kemampuannya berakses pada program acara yang akan disaksikan. 6. Agama Segmentasi audiens berdasarkan agama telah digunakan untuk membuat program-program tertentu, misalnya sinetron religius, ceramah agama, dan sebagainya. 7. Suku dan kebangsaan Segmentasi audiens berdasarkan yang mencolok dalam hal kebiasaankebiasaan dan kebutuhan-kebutuhannya bila dibandingkan dengan suku-suku lainnya.
Perilaku Menonton Khalayak DeFleur dan Lowery (1994) menyatakan bahwa setiap individu memiliki perilaku tertentu dalam menggunakan media massa. Perilaku tersebut selanjutnya dapat dijadikan sebagai dasar untuk melihat pengaruh media massa terhadap individu tersebut. Selain itu, pola penggunaan televisi dipengaruhi oleh faktor usia, kemampuan mental yang diukur dengan Intelligence Quotient (IQ) atau nilai akademis, status sosial ekonomi dan pengaruh media massa lain. Dapat disimpulkan bahwa perilaku menonton televisi merupakan tindakan suatu acara yang ditayangkan di televisi. Selanjutnya pola tersebut dapat digunakan dalam mengidentifikasi efek dan perubahan perilaku pemirsa yang mungkin terjadi akibat menyaksikan suatu tayangan tertentu. DeFleur dan Lowery (1994) menyatakan bahwa terdapat hal-hal dalam perilaku menonton televisi yaitu: (1) pilihan acara, (2) frekuensi menonton, dan (3) durasi menonton. Disamping konsep DeFleur dan Lowery (1994), peneliti lain juga menambahkan aspek perilaku menonton lainnya, seperti penelitian
14 Hadiyanto (2004), Sari (2008), dan Mulyana (2010) yang menambahkan aspek waktu menonton, Kehadiran orang lain, dan suasana menonton. Hasil penelitian Kusumah (2010) menunjukkan bahwa sebagian besar responden memilih acara Dinamika Bogor untuk memenuhi kebutuhan informasi dari Megaswara TV. Selain itu, hasil penelitian Hadiyanto (2004) menunjukkan bahwa responden di desa urban lebih menyukai acara-acara hiburan, sedangkan di desa rural juga menyukai acara berita yang proporsinya cukup tinggi. Frekuensi menonton adalah tingkat keseringan khalayak dalam menonton tayangan televisi publik. Hasil penelitian Silitonga (2009) menunjukkan bahwa mahasiswa dan mahasiswi Komunikasi Bisnis menonton program Jelajah hanya 1 kali seminggu dari 4 kali tayangan seminggu. Harikedua (2009) menunjukkan bahwa siswa SMP sering menonton berita kriminal di televisi dengan frekuensi lebih dari 5 kali perminggu, hal ini karena responden memiliki waktu luang diatas 5 jam perhari sepulang dari sekolah. Nurfalah (2007) menunjukkan bahwa ibu rumah tangga di komplek perumahan maupun di perkampungan menonton sinetron religius rata-rata 10 kali menonton dalam satu minggu. Durasi menonton adalah rata-rata total waktu yang dipakai untuk menonton televisi publik. Hasil penelitian Harikedua (2009) menunjukkan bahwa siswa SMP menonton berita kriminal dengan lama waktu yang cukup 15 menit/tayangan, hanya sebatas untuk mengetahui informasi tanpa harus memperhatikan apakah seberapa dalam isi berita kriminal. Silitonga (2009) menunjukkan bahwa mahasiswa menonton Jelajah di Trans TV memiliki waktu menonton dari awal tayang sampai selesai yang diperkirakan 30 menit waktu tayang. Hadiyanto (2004) menunjukkan bahwa responden di desa urban jauh lebih intensif menonton televisi, terbukti dengan curahan waktu yang jauh lebih banyak untuk menonton televisi dibandingkan dengan responden di desa rural. Waktu menonton adalah saat yang diluangkan khalayak dalam menyaksikan televisi. Hasil penelitian Nurfalah (2007) menunjukkan bahwa waktu tayang sinetron religius menurut ibu rumah tangga di komplek perumahan maupun di perkampungan tidak jauh berbeda yaitu sekitar pukul 14.00 WIB. Ibu rumah tangga di komplek perumahan lebih sepakat sekitar pukul 13.00 WIB, sedangkan ibu rumah tangga di perkampungan lebih sepakat sekitar 14.30 WIB yang berdasarkan wawancara, ibu rumah tangga memilih sekitar pukul tersebut karena dekat dengan jam tidur anak-anak, sehingga anak-anak tidak ikut menonton karena dalam sinetron religius masih banyak adegan dewasa yang ditampilkan. Suasana menonton adalah keadaan hati dan sekitar responden dalam menonton program acara televisi. Hasil penelitian Mulyana (2010) mengungkapkan bahwa suasana responden dalam menonton program Jika Aku Menjadi sebagian besar suasananya tenang/kondusif, hal ini dapat dikaitkan dengan lokasi menonton responden, karena kalau menonton di tempat sendiri akan lebih kondusif dibandingkan menonton di tempat umum. Kehadiran orang lain adalah kebiasaan khalayak dalam menonton, dengan siapa khalayak menonton, apakah menonton sendirian atau ditemani dengan orang lain. Hasil penelitian Silitonga (2009) menunjukkan bahwa mahasiswa dan mahasiswi Komunikasi Bisnis lebih tertarik atau lebih sering untuk menonton program Jelajah secara sendiri dibandingkan secara bersama-sama, hal ini dapat disebabkan sifat manusia pada zaman ini yang individual, dimana setiap orang
15 dapat memiliki televisi sendiri dan menonton acara yang diinginkan tanpa harus beramai-ramai. Efek Menonton Program Televisi pada Khalayak Donald K.Robert dalam Karlinah dan Komala (1999) mengungkapkan bahwa efek hanyalah perubahan perilaku manusia setelah diterpa pesan media massa. Fokusnya pesan, maka efek harus berkaitan dengan pesan yang disampaikan media massa. Penilaian yang dilakukan oleh khalayak terhadap suatu media akan memicu menimbulkan efek terhadap kahalayaknya. Efek merupakan perubahan perilaku manusia setelah diterpa pesan media massa (Schramm dan Roberts 1977) dalam (Rakhmat 2005). Efek media sebagai evaluasi kemampuan media untuk memberikan kepuasan, sebagai dependensi media (kepada media mana atau isi yang bagaimana khalayak sangat bergantung untuk tujuan informasi) dan sebagai pengetahuan (apa yang diketahui khalayak perihal persoalan tertentu), Rosengren (1974) dalam Rakhmat (2005). Efek kehadiran media massa identik dengan teori yang dikemukakan oleh McLuhan yaitu teori perpanjangan alat indera. Teori ini menyatakan bahwa media adalah perluasan dari alat indera manusia. Teori McLuhan juga menyatakan bahwa secara operasional dan praktis, medium adalah pesan. Ini berarti bahwa akibat-akibat personal dan sosial dari media timbul karena skala baru yang dimasukkan pada kehidupan oleh perluasan diri oleh teknologi baru. Media adalah pesan karena media membentuk dan mengendalikan skala serta bentuk hubungan dan tindakan manusia (McLuhan 1964 dalam Rakhmat 2005). Terdapat tiga pendekatan yang dapat digunakan dalam melihat efek media massa baik yang berkaitan dengan pesan maupun dengan media itu sendiri. Pendekatan pertama adalah melihat efek media massa. Pendekatan kedua adalah melihat jenis perubahan yang terjadi pada diri khalayak komunikasi massa dalam penerimaan informasi (efek kognitif), perubahan perasaan atau sikap (efek afektif), dan perubahan perilaku (efek behavioral/konatif). Pendekatan ketiga adalah meninjau satuan observasi yang dikenai efek komunikasi massa-individu, kelompok, organisasi, masyarakat atau bangsa (Rakhmat 2005). Efek kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami atau dipersepsi khalayak yang berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan informasi. Efek afektif timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi atau dibenci khalayak yang berhubungan dengan emosi, sikap atau nilai. Efek behavioral atau konatif merujuk pada perilaku nyata yang diamati meliputi pola-pola tindakan, kegiatan atau kebiasaan berperilaku. Umumnya khalayak lebih tertarik bukan kepada apa yang khalayak lakukan pada media, tetapi kepada apa yang dilakukan media pada khalayak. Khalayak ingin tahu bukan untuk apa khalayak membaca surat kabar atau menonton televisi, tetapi bagaimana surat kabar dan televisi menambah pengetahuan, mengubah sikap, atau menggerakkan perilaku khalayak. Inilah yang disebut sebagai efek komunikasi massa (Rakhmat 2005). Wilbur Schramm dalam bukunya “How Communication Work?”, menyatakan alasan utama mempelajari proses komunikasi adalah untuk mengetahui bagaimana komunikasi itu mendapatkan efek. Mengetahui efek dari suatu jenis komunikasi atas seseorang atau sekelompok orang. Berbagai jenis
16 saluran komunikasi bagi berbagai jenis persoalan yang menarik perhatian bagi berbagai jenis orang yang berada dalam berbagai jenis kondisi menimbulkan berbagai efek. Dari formula Berelson, dikatakan jenis efek yang timbul bervariasi dan berubah-ubah menurut jenis salurannya, jenis persoalan, jenis orang serta jenis kondisinya. Sebagai tambahan, Effendy (1984) mengungkapkan efek komunikasi juga dapat dilihat dari beberapa seperti: 1. Efek jangka panjang dan efek jangka pendek 2. Efek yang mengubah dan efek yang mempertahankan 3. Efek yang diharapkan dan efek yang tidak diharapkan 4. Efek yang langsung dan efek tidak langsung 5. Efek yang disengaja dan efek yang tidak disengaja 6. Efek besar dan efek kecil 7. Efek dari segi komunikator dan efek dari segi komunikan Chaffee dalam Rakhmat (2005) menngungkapkan efek komunikasi massa terdiri atas efek kognitif, efek afektif dan efek konatif/behavioral yang diuraikan sebagai berikut: 1) Efek kognitif Efek kognitif adalah akibat yang timbul pada diri komunikan yang sifatnya informatif bagi dirinya. Dalam efek kognitif ini dibahas tentang bagaimana media massa dapat membantu khalayak dalam mempelajari informasi yang bermanfaat dan mengembangkan keterampilan kognitifnya. Melalui media massa, kita memperoleh informasi tentang benda, orang atau tempat yang belum pernah kita kunjungi secara langsung (Komala dan Ardianto 2004) Efek kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami atau dipersepsi khalayak yang berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan atau informasi. Segala informasi yang diperoleh dari luar diri subyek yang disertai pemahaman pada informasi yang diterima. Hal tersebut berhubungan dengan pengetahuan, pemahaman, khalayak mengenai nilainilai. Rakhmat (2005) merinci efek kognitif kedalam 3 macam meliputi pembentukan dan perubahan citra, agenda setting, dan efek prososial kognitif. Komunikasi tidak secara langsung menimbulkan perilaku tertentu, tetapi cenderung mempengaruhi cara mengorganisasikan citra tentang lingkungan, dan citra inilah yang mempengaruhi cara berperilaku, demikian pula komunikasi massa. Citra terbentuk berdasarkan informasi yang diterima. Media massa bekerja untuk menyampaikan informasi untuk khalayak. Informasi itu dapat membentuk, mempertahankan atau mendefinisikan citra. Media massa menampilkan realitas tangan kedua, memberikan status, dan menciptakan stereotipe dengan singkat, menceritakan peranan media massa dalam membentuk citra. Tetapi pengaruh media massa tidak berhenti pada itu. Media massa juga mempertahankan citra yang sudah dimiliki khalayaknya. Media massa memberikan perincian, analisis, dan tinjauan mendalam tentang berbagai peristiwa. Penjelasan itu tidak mengubah tetapi menjernihkan citra mengenai lingkungan. Media massa mempengaruhi khalayak, kemampuan media massa untuk mempengaruhi apa yang dianggap penting oleh masyarakat disebut agenda setting. Dampak media massa akan kemampuan untuk menimbulkan perubahan kognitif diantara individu-individu telah dijuluki sebagai fungsi agenda setting dari komunikasi massa. Disinilah teletak efek komunikasi massa yang terpenting,
17 kemampuan media untuk menstruktur dunia. Efek agenda setting pada media massa mempengaruhi perilaku khalayak tentang apa yang dianggapnya penting, dimulai dengan suatu asumsi bahwa media massa menyaring berita, artikel, atau tulisan yang akan disiarkannya. Pembaca, pemirsa, dan pendengar memperoleh kebanyakan informasi melalui media massa, maka agenda media tentu berkaitan dengan agenda masyarakat (public agenda). Agenda masyarakat diketahui dengan menanyakan kepada anggota-anggota masyarakat apa yang mereka pikirkan, apa yang mereka bicarakan dengan orang lain, atau apa yang mereka anggap sebagai masalah yang tengah menarik perhatian masyarakat (community salience). Bila media massa terbukti sanggup membentuk citra orang tentang lingkungan dengan menyampaikan informasi, khalayak juga dapat menduga media massa tertentu berperan dalam menyampaikan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang baik. Hal ini dibicarakan dalam bagian efek prososial kognitif. Efek prososial kognitif terjadi bila televisi, radio, dan surat kabar menyampaikan informasi atau nilai-nilai yang berguna, bagaimana media massa memberikan manfaat yang dikehendaki oleh masyarakat. Hasil penelitian Feberia (2012) menunjukkan bahwa masyarakat di Kelurahan Cigending dan Kelurahan Ujungberung terkena efek kognitif berupa penambahan pengetahuan pada responden setelah menonton program Bentang Parahyangan Bandung TV, penambahan pengetahuan tersebut meliputi penambahan pengetahuan mengenai lagu-lagu Sunda, profil tokoh/budayawan Sunda dan penyanyi Sunda, Kebudayaan lokal Sunda, kesenian tradisonal Sunda, obyek wisata sekitar Bandung dan Jawa Barat tempat kuliner di Bandung. Harikedua (2009) menunjukkan bahwa tayangan berita kriminal di televisi memberikan efek yang paling signifikan pada persepsi responden terhadap isi berita kriminal. Persepsi responden terbentuk berdasarkan pemahaman responden mengenai kriminalitas berdasarkan alur cerita, kemasan, gambar atau ilustrasi pada tayangan berita kriminal, sehingga mampu memberikan pemaknaan mengenai kasus-kasus kriminal. Napitupulu (2011) menunjukkan bahwa responden terkena efek kognitif setelah menonton tayangan Sulanjana pengetahuannya akan lagu-lagu Sunda bertambah. 2) Efek afektif Efek afektif timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi atau dibenci khalayak yang berhubungan dengan emosi, sikap atau nilai. Sesuatu kecenderungan berhubungan dengan kemauan menerima dan menanggapi tentang nilai-nilai yang saling berkaitan. Efek ini kadarnya lebih tinggi daripada efek kognitif. Tujuan dari komunikasi massa bukan sekedar memberitahu khalayak tentang sesuatu, tetapi lebih dari itu, khalayak diharapkan dapat turut merasakan iba, terharu, sedih, gembira, marah, dan sebagainya. Suasana emosional seperti gembira, sedih atau takut sebagai akibat dari menonton atau membaca media massa sangat sulit untuk di teliti. Emosi tidak dapat diukur dengan air mata penonton. Kegembiraan juga tidak dapat diukur dengan air mata penonton. Kegembiraan juga tidak dapat diukur dengan tertawa keras ketika menyaksikan adegan lucu, Ardianto et al. (2007). Rakhmat (2005) merinci efek afektif kedalam 3 macam yaitu pembentukan dan perubahan sikap, ransangan emosional, dan rancangan seksual. Semua sikap bersumber pada organisasi kognitif pada informasi dan pengetahuan yang
18 khalayak miliki. Sikap selalu diarahkan pada objek, kelompok, atau orang. Hubungan khalayak dengan mereka pasti didasarkan pada informasi yang diperoleh tentang sifat-sifat atau dengan menggunakan istilah yang telah khalayak uraikan, sikap pada seseorang atau sesuatu bergantung pada citra khalayak tentang orang atau objek tersebut. Secara singkat, sikap ditentukan oleh citra. Pada gilirannya, citra ditentukan oleh sumber-sumber informasi. Media massa tidak mengubah sikap secara langsung. Media massa mengubah terlebih dahulu citra, dan citra mendasari sikap. Pada tahun 1960, Joseph Klapper melaporkan hasil penelitian yang komprehensif tentang efek media massa. Dalam hubungannya dengan pembentukan dan perubahan sikap, pengaruh media massa dapat disimpulkan pada 5 prinsip umum: a. Pengaruh komunikasi massa diantarai oleh faktor-faktor seperti predisposisi personal, proses selektif, keanggotaan kelompok (faktor personal). b. Faktor-faktor komunikasi massa biasanya berfungsi memperkokoh sikap dan pendapat yang ada, walaupun kadang-kadang berfungsi sebagai media pengubah (agent of change). c. Bila komunikasi massa menimbulkan perubahan sikap, perubahan kecil pada intensitas sikap lebih umum terjadi daripada “konversi” (perubahan seluruh sikap) dari satu sisi masalah ke sisi yang lain. d. Komunikasi massa cukup efektif dalam mengubah sikap pada bidang-bidang dimana pendapat orang lemah, misalnya pada iklan komersial. e. Komunikasi massa cukup afektif dalam menciptakan pendapat tentang masalah-masalah baru bila tidak ada predisposisi yang harus diperteguh. Rangsangan emosional merupakan perasaan yang diungkapkan ketika menyaksikan adegan di media massa. Faktor yang mempengaruhi rancangan emosional yaitu intensitas emosional, suasana terpaan (setting of exposure), faktor predisposisi individual, dan faktor identifikasi orang yang terlibat dengan tokoh yang ditampilkan dalam media massa. Sejenis rangsangan emosional yang banyak dibicarakan orang adalah rangsangan seksual akibat adegan-adegan merangsang dalam media massa. Seringkali efek imajinasi yang dibantu oleh memori yang ada, stimuli erotis pada media massa menimbulkan tingkat rangsangan yang berlainan bagi orang yang mempunyai pengalaman yang berbeda. Semakin banyak pengalaman seksual seseorang, makin mudah ia terangsang oleh adegan-adegan seksual. Terdapat halhal yang relatif yang telah disepakati juga ada materi erotis yang dapat merangsang setiap orang. Materi inilah yang sering ditampilkan dalam media massa dan anehnya disenangi banyak orang. Media massa memang dapat menjadi stimuli erotis eksternal. Hasil penelitian Novilena (2004) menunjukkan bahwa adanya hubungan sikap terhadap tayangan berita kriminal di televisi. Selain itu, hasil penelitian mengenai dampak tayangan berita kriminal di televisi menunjukkan bahwa dampak positif yang dirasakan yaitu timbulnya sikap waspada dan hati-hati terhadap bahaya, sedangkan dampak negatifnya adalah menjadi mudah curiga. Perasaan takut, dan ngeri bahkan mencekam sampai berhari-hari lamanya. Harikedua (2009) menunjukkan bahwa tayangan berita kriminal tersebut secara nyata menimbulkan rasa cemas di kalangan responden namun tidak cukup kuat untuk menimbulkan rasa takut. Tidak ada responden yang betul-betul menyatakan
19 takut akibat menonton berita kriminal sementara responden lainnya mengungkapkan perasaan menjadi cemas setelah menonton berita kriminal. 3) Efek behavioral Efek behavioral atau konatif merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati meliputi pola-pola tindakan, kegiatan, atau kebiasaan berperilaku. Berhubungan dengan kesiapan dan respon terarah mengenai apa yang dilakukan berkaitan dengan kebiasaan berperilaku. Rakhmat (2005) merinci efek behavioral kedalam 2 macam yaitu efek prososial behavioral dan agresi sebagi efek komunikasi massa. Pada waktu membicarakan efek kehadiran media massa, secara sepintas khalayak juga telah menyebutkan efek konatif seperti pengalihan kegiatan dan penjadwalan pekerjaan sehari-hari. Efek pesan media massa pada perilaku khalayak meliputi efek komunikasi massa pada perilaku sosial yang diterima (efek prososial behavioral) dan pada perilaku agresi. Salah satu perilaku prososial ialah memiliki keterampilan yang bermanfaat bagi dirinya dan bagi orang lain. Belajar dari media massa memang tidak bergantung hanya pada unsur stimuli dalam media massa saja. Satu proses belajar yang rumit berlangsung memerlukan teori psikologi yang menjelaskan peristiwa belajar semacam ini. Teori psikologi yang menjelaskan efek prososial media massa adalah teori belajar sosial dari Bandura. Belajar bukan saja dari pengalaman langsung, tetapi dari peniruan atau peneladanan (modeling). Perilaku merupakan hasil faktor-faktor kognitif dan lingkungan. Artinya, khalayak mampu memiliki keterampilan tertentu, bila terdapat jalinan positif antara stimuli yang khalayak amati dan karakteristik diri khalayak. Peristiwa yang menarik perhatian ialah yang tampak menonjol dan sederhana, terjadi berulang-ulang atau menimbulkan perasaan positif pada pengamatannya (artinya, memuaskan kebutuhan psikologisnya). Khalayak juga akan terdorong melakukan perilaku teladan bila melihat orang lain yang berbuat sama mendapat ganjaran karena perbuatannya. Akhirnya tindakan teladan akan khalayak lakukan bila diri khalayak sendiri yang mendorong tindakan itu. Dorongan dari diri sendiri itu mungkin timbul dari perasaan puas, senang, atau terpenuhinya citra diri yang ideal. Adegan kekerasan dalam film dan televisi meningkatkan kadar agresi penontonnya. Secara singkat, hasil penelitian tentang efek adegan kekerasan dalam film atau televisi dapat disimpulkan pada 3 tahap: (1) mula-mula penonton mempelajari metode agresi setelah meilhat contoh (observational learning); (2) selanjutnya, kemampuan penonton untuk mengendalikan dirinya berkurang (disinhibition); dan (3) akhirnya, mereka tidak lagi tersentuh oleh orang yang menjadi korban agresi (desensitization). Jadi, film kekerasan mengajarkan agresi, mengurangi kendali moral penontonnya, dan menumpulkan perasaan mereka. Pada dasarnya, manusia itu agresif, senang merusak, membunuh, dan menghancurkan. Dorongan agresif tentu tidak seluruhnya dibenarkan masyarakat. Jahja dan Irvan (2006) menyatakan bahwa efek pesan media massa pada tahap behavioral meliputi: a. Exposure (jangkauan pengenaan), jika sebagian besar masyarakat telah terekspos oleh media massa. b. Kredibilitas, jika pesan media massa mempunyai kredibilitas tinggi dimata masyarakat.
20 c. d. e. f. g.
Konsonansi, jika isi informasi yang disampaikan oleh beberapa media massa seimbang atau serupa. Signifikansi, jika materi pesan media massa signifikan, dalam arti berkaitan langsung dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Sensitif, jika materi dan penyajian pesan menyentuh hal-hal yang sensitif. Situasi kritis, jika ada ketidakstabilan struktural yang menyebabkan masyarakat berada dalam situasi kritis. Dukungan komunikasi antar pribadi, jika informasi melalui media massa menjadi topik pembicaraan karena didukung oleh komunikasi antar pribadi.
Hasil penelitian Feberia (2012) menunjukkan bahwa masyarakat Kelurahan Cigending dan Kelurahan Ujungberung terkena efek behavioral setelah menonton program Bentang Parahyangan yang dilihat dari tindakan responden untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan suatu indakan dalam menerapkan nilainilai budaya lokal Sunda dalam kehidupan sehari-hari, yaitu sering atau tidaknya responden mengoleksi dan membeli VCD/CD lagu-lagu Sunda, sering atau tidaknya menyanyikan lagu-lagu Sunda, sering atau tidaknya memainkan alat musik tradisional, sering atau tidaknya menggunakan busana Sunda sesuai tata cara Sunda serta sering atau tidaknya responden mengunjungi tempat-tempat obyek wisata dan beberapa tempat kuliner sekitar Bandung dan Jawa Barat. Napitupulu (2011) menunjukkan bahwa responden terkena efek behavioral setelah menonton tayangan Sulanjana, responden mampu menghafal lirik lagu, mengajak orang lain menonton tayangan Sulanjana serta mau menyanyikan lagu Sunda dalam kehidupan sehari-hari.
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku dan Efek Menonton Program Televisi Pada Khalayak Terdapat beberapa hasil penelitian yang mengungkapkan mengenai faktorfaktor yang berhubungan dengan perilaku dan efek menonton khalayak terhadap program siaran televisi. Hasil penelitian penelitian Harahap (2001), Harahap (2004), Silitonga (2009), Harikedua (2009), Napitupulu (2011) dan Feberia (2012), terdiri atas faktor jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan. 1. Jenis kelamin, berhubungan dengan frekuensi menonton karena khalayak yang berjenis kelamin perempuan cenderung menonton program acara televisi setiap hari yaitu sekitar 57.69%, bila dibandingkan dengan laki-laki hanya 42.31% sehingga secara statistika, jenis kelamin mempengaruhi frekuensi menonton acara televisi setiap hari dalam seminggu, hal ini terjadi karena perempuan memiliki intensitas dan Kehadiran orang lain yang jauh lebih besar, baik menonton sendiri maupun menonton bersama teman, keluarga atau orang lain dibandingkan laki-laki yang kurang menyukai menonton. Selain itu, jenis kelamin berhubungan dengan efek kognitif, afektif, dan konatif karena persentase perempuan dalam menonton jauh lebih besar dibandingkan dengan laki-laki. 2. Usia, berhubungan dengan intensitas menonton karena semakin tinggi usia responden maka semakin tinggi jumlah frekuensi dan durasi menonton, dan
21
3.
4.
sebaliknya semakin rendah usia responden maka semakin rendah jumlah frekuensi dan durasi menonton. Hal ini terjadi karena responden yang berusia lebih tua memiliki waktu luang yang cukup banyak dan sangat membutuhkan acara hiburan, sehingga frekuensi dan durasi menontonnya lebih banyak dan lama dibandingkan responden yang berusia lebih muda. Selain itu, usia tidak berhubungan dengan efek kognitif, afektif, dan konatif. Tingkat pendidikan, berhubungan dengan frekuensi, durasi menonton, dan Kehadiran orang lain responden. Semakin rendah pendidikannya akan lebih sering menonton televisi untuk menghabiskan waktu dan sebaliknya bagi yang berpendidikan tinggi akan semakin berkurang intensitas menonton karena responden tersebut cenderung memilih untuk mendapatkan informasi dari berbagai media lain, selain televisi. Responden yang berpendidikan tinggi kebiasaan menontonnya sendirian dibandingkan dengan yang berpendidikan rendah. Faktor tingkat pendidikan berhubungan dengan waktu menonton responden, responden yang tingkat pendidikannya tinggi menonton televisi pada sore dan malam hari ketika pulang dari aktivitas rutinnya. Selain itu, hasil penelitian mengungkapkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka efek menonton yang dirasakan akan semakin rendah dan sebaliknya responden yang memiliki pendidikan rendah terkena efek kognitif, afektif, dan konatif yang tinggi. Tingkat pendapatan, responden yang pendapatannya rendah dan memiliki intensitas menonton yang tinggi mengetahui lamanya tayangan acara setiap kali tayang, berbeda dengan yang pendapatannya tinggi yang intensitas menontonnya rendah. Selain itu, responden yang pendapatannya tinggi maka efek menonton yang dirasakan akan semakin rendah dan sebaliknya responden yang pendapatannya rendah terkena efek kognitif, afektif, dan konatif yang tinggi.
Mengacu pada hasil penelitian DeFleur dan Lowery (1994), Hadiyanto (2004), Sari (2008), dan Mulyana (2010) perilaku menonton televisi pada khalayak meliputi frekuensi menonton, durasi menonton, waktu menonton, Kehadiran orang lain, dan suasana menonton. Frekuensi menonton adalah tingkat keseringan khalayak dalam menonton tayangan televisi publik. Durasi menonton adalah rata-rata total waktu yang dipakai untuk menonton televisi publik. Waktu menonton adalah saat yang diluangkan khalayak dalam menyaksikan televisi. Kehadiran orang lain adalah kebiasaan khalayak dalam menonton, dengan siapa khalayak menonton, apakah menonton sendirian atau ditemani dengan orang lain. Suasana menonton adalah keadaan hati dan sekitar responden dalam menonton program acara televisi. Efek yang timbul di kalangan khalayaknya, umumnya dalam bentuk efek kognitif, afektif dan behavioral. Efek-efek tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Berbagai faktor akan mempengaruhi reaksi (efek) orang terhadap media massa (Rakhmat 2005). Faktor-faktor ini meliputi organisasi personal psikologis individu, seperti potensi biologis, sikap, nilai, kepercayaan serta bidang pengalaman kelompok-kelompok sosial dimana individu menjadi anggota, dan hubungan interpersonal pada proses penerimaan, pengelolaan, dan penyampaian informasi.
22 Kerangka Pemikiran Di Indonesia, sistem penyiaran televisi berada langsung dibawah kendali atau kontrol serta pengaturan dari pemerintah untuk digunakan sebagai instrumen penyebarluasan kebijakan pemerintah demi tujuan pembinaan bangsa. Proses atau cara pengendalian dapat dilihat melalui berbagai kebijakan atau bahkan intervensi pemerintah dalam bidang ini (Wahyuni 2000). Kebijakan Pemerintah dengan mengeluarkan UU Penyiaran No.32 Tahun 2002 memberikan warna baru dalam industri pertelevisian terutama bagi televisi swasta. Salah satu televisi swasta pertama yang hadir di Indonesia pada tahun 1989 adalah RCTI yang terletak di Jakarta. RCTI menghadirkan tayangan-tayangan yang meliputi hiburan dan berita (news). Meskipun RCTI banyak menampilkan program hiburan dibandingkan dengan program beritanya, tetapi stasiun televisi pertama swasta tersebut tidak kalah saing dengan televisi yang memang mengkhususkan pada program berita dalam menampilkan isu-isu up to date yang sedang terjadi. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya penghargaan Nasional dan Internasional yang di dapat RCTI karena program beritanya. Salah satu program berita unggulan yang ditayangkan di RCTI adalah Seputar Indonesia, yaitu program yang menayangkan isu-isu penting yang sedang terjadi. Menonton program berita Seputar Indonesia menimbulkan efek pada khalayak, dalam kasus ini adalah efek menonton pada petani. Efek menonton televisi merupakan perubahan yang terjadi pada diri khalayak sebagai akibat dari menonton televisi yang meliputi penerimaan informasi (efek kognitif), perubahan perasaan atau sikap (efek afektif) dan perubahan perilaku (efek konatif/behavioral), (Rakhmat 2005). Timbulnya efek tersebut diawali dari perilaku menonton petani terhadap program berita Seputar Indonesia. Perilaku menonton adalah melihat gambar hidup yang dilakukan dalam rangka untuk mempertahankan, meningkatkan, dan mengaktualisasikan diri yang dipengaruhi faktor internal dan eksternal (Moeliono 1990). Apabila dikaitkan dengan penelitian, yang dimaksud dengan perilaku menonton pada petani adalah kebiasaan petani menonton program berita Seputar Indonesia. Hasil penelitian DeFleur dan Lowery (1994), Hadiyanto (2004), Sari (2008), dan Mulyana (2010) yang mengungkapkan perilaku menonton khalayak meliputi aspek frekuensi menonton, durasi menonton, waktu menonton, kehadiran orang lain, dan suasana menonton. Efek menonton dan perilaku menonton program berita Seputar Indonesia sangat spesifik sifatnya tergantung situasi dan kondisi karena petani mempunyai karakteristik spesifikasi sendiri. Karakteristik spesifik petani tersebut didasari dengan teori Morissan (2005) menyatakan bahwa karakteristik individu berdasarkan segmentasi demografi meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan. Keterkaitan berbagai variabel tersebut secara rinci disajikan pada Gambar 1 sebagai berikut:
23
Perilaku Menonton 1. 2. 3. 4. 5.
Karakteristik Petani 1. 2. 3. 4.
Jenis Kelamin Usia Tingkat Pendidikan Tingkat Pendapatan
Frekuensi Menonton Durasi Menonton Waktu Menonton Kehadiran orang lain Suasana Menonton
Efek Menonton 1. Efek Kognitif 2. Efek Afektif 3. Efek Behavioral Keterangan: Berhubungan Gambar 1 Kerangka pemikiran Hipotesis 1. 2. 3.
Hipotesis yang disusun berdasarkan kerangka pemikiran di atas yaitu: Ada hubungan antara karakteristik petani dengan perilaku menonton program berita televisi Seputar Indonesia pada petani. Ada hubungan antara karakteristik petani dengan efek menonton program berita televisi Seputar Indonesia pada petani. Ada hubungan antara perilaku menonton dengan efek menonton program berita televisi Seputar Indonesia pada petani.
Definisi Operasional Penelitian ini menggunakan beberapa istilah operasional untuk mengukur berbagai peubah. Masing-masing peubah terlebih dahulu diberi batasan sehingga dapat ditentukan indikator pengukurannya. Istilah-istilah tersebut yaitu: 1. Karakteristik petani adalah kondisi atau keadaan spesifik individu petani yang berkaitan langsung dengan dirinya, meliputi: a. Usia adalah jumlah tahun sejak responden lahir hingga penelitian dilakukan, dibedakan sebagai: dewasa awal (18-29 tahun), dewasa pertengahan (30-50 tahun), dan dewasa akhir (>50 tahun), (Havighurst 1950 dalam Mugniesyah 2006). b. Jenis kelamin adalah identitas responden berdasarkan faktor biologis, terdiri atas laki-laki dan perempuan.
24 c. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang diikuti responden, dikategorikan ke dalam: rendah (tidak sekolah–SD), sedang (SMP), dan tinggi (SMA–Perguruan Tinggi). d. Tingkat pendapatan adalah jumlah rupiah yang diperoleh responden perbulan, yang dihitung dengan rumus kurva sebaran normal (rata-rata pendapatan responden ± ½ standar deviasi) dan dikategorikan ke dalam: rendah (pendapatan ≤ Rp706 487/bulan), sedang (Rp706 487/bulan < pendapatan
Perilaku menonton adalah tindakan yang dilakukan oleh khalayak dalam menyaksikan program berita Seputar Indonesia RCTI yang meliputi: a. Frekuensi menonton yaitu tingkat keseringan responden dalam menyaksikan program berita Seputar Indonesia yang diukur dalam satuan kali/minggu dan dikategorikan ke dalam: rendah (≤ 13 kali/minggu) dan tinggi (> 13 kali/minggu). Dasar penentuan adalah tayangan Seputar Indonesia yang hadir 26 kali/minggu. b. Durasi menonton adalah lama waktu yang digunakan responden dalam menyaksikan program berita Seputar Indonesia yang diukur dalam satuan menit/tayangan dan dikategorikan ke dalam: rendah (≤ 15 menit/tayangan) dan tinggi ( > 15 menit/tayangan). Dasar penentuan adalah waktu tayang Seputar Indonesia dengan durasi 30 menit/tayangan. c. Waktu menonton adalah saat yang diluangkan khalayak dalam menyaksikan program berita Seputar Indonesia dan dikategorikan ke dalam: sore hari, pagi dan sore hari. Dasar penentuan adalah jadwal tayang program berita Seputar Indonesia dalam sehari yaitu pagi hari, siang hari, sore hari, dan malam hari (terkecuali hari sabtu dan minggu). d. Kehadiran orang lain adalah kebiasaan responden dalam menonton, dengan siapa menonton program berita Seputar Indonesia dan dikategorikan ke dalam: sendirian dan bersama keluarga. e. Suasana menonton adalah keadaan hati dan sekitar responden dalam menonton program berita Seputar Indonesia dan dikategorikan ke dalam: tenang/kondusif dan berisik/ada gangguan.
3.
Efek menonton program berita Seputar Indonesia adalah pengaruh yang muncul di kalangan responden sebagai akibat dari menyaksikan program berita Seputar Indonesia, metode yang digunakan adalah semantic differential yaitu skala perbedaan semantik berisikan serangkaian biopolar (dua kutub) dengan rentang kisaran 1-6 (Singarimbun dan Effendi 2006) dengan nilai kategorisasi rendah (1-3) dan tinggi (4-6), dikategorikan ke dalam: a. Efek kognitif merupakan perubahan pada apa yang diketahui, dipahami atau dipersepsi khalayak yang berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan atau informasi (Rakhmat 2005). Terdapat tiga indikator yang mencakup: 1. Pembentukan citra merupakan tambahan pemahaman khalayak tentang berbagai aspek kehidupan yang tercakup dalam informasi Seputar Indonesia untuk memahami kejadian-kejadian penting, mengetahui tentang apa yang dipikirkan orang-orang terhadap isu-isu penting, memahami informasi-informasi penting menambah wawasan tentang
25 berbagai peristiwa, menambah wawasan tentang peristiwa-peristiwa penting, memperoleh banyak “ilmu” untuk memahami kondisi atau kejadian di lingkungan sendiri, 2. Agenda setting merupakan pengaruh media massa yang terjadi di kalangan khalayak yang mencakup kepentingan isu berita yang terjadi, terdiri atas mendorong pembicaraan isu-isu penting, mengarahkan perhatian terhadap isu-isu penting, dan mengarahkan minat terhadap isu-isu penting. 3. Prososial kognitif merupakan kriteria pembenaran umum. Sejauh mana media massa mempengaruhi responden dalam menetapkan kriteria dan aspek-aspek kebenaran, terdiri atas paham mengenai bahasa Indonesia yang baik dan benar, menambah keterampilan dalam berpikir mengenai isu-isu penting dan menambah berbagai macam manfaat mengenai isuisu penting. b. Efek Afektif merupakan perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi atau dibenci khalayak yang berhubungan dengan emosi, sikap atau nilai (Rakhmat 2005). Terdapat tiga indikator yang mencakup: 1. Pembentukan dan perubahan sikap merupakan pengaruh media massa dalam menemukan perubahan sikap yang terjadi pada responden yang terdiri atas mempertegas sikap tentang berbagai isu-isu penting, meningkatkan rasa keingintahuan mengenai isu-isu penting, membentuk sikap disiplin mengenai segala hal, membentuk sikap sosial terhadap isu-isu penting, mengubah sikap tentang orang-orang penting, mengubah sikap tentang kejadian-kejadian penting, meningkatkan tenggang rasa kepada orang lain, dan membentuk sikap peduli terhadap orang sekitar. 2. Rangsangan emosional merupakan pengaruh media massa yang menunjukkan sejauh mana perasaan responden dalam menanggapi program berita televisi yang terkait dengan menimbulkan benci atau marah terhadap kejahatan-kejahatan yang diberitakan, membuat sedih tentang kejadian memilukan yang diberitakan, dan menimbulkan rasa senang tentang berita-berita mengembirakan. 3. Rangsangan seksual merupakan pengaruh media massa pada adegan merangsang yang dapat menyebabkan respon tertentu pada khalayak terkait dengan isu-isu yang diberitakan yang terdiri atas merangsang untuk meniru cara-cara berpakaian, membangkitkan keinginan untuk dicintai lawan jenis, membangkitkan keinginan merias diri, dan membangkitkan hasrat seksual. c. Efek Behavioral merupakan perilaku nyata yang dapat diamati meliputi pola-pola tindakan, kegiatan, atau kebiasaan berperilaku yang berhubungan dengan kesiapan dan respon terarah mengenai apa yang dilakukan berkaitan dengan kebiasaan berperilaku (Rakhmat 2005). Terdapat dua indikator yang mencakup: 1. Efek prososial behavioral merupakan tindakan dan keterampilan yang dimiliki responden yang diperoleh dari menonton Seputar Indonesia yang terdiri atas memiliki keterampilan berbahasa Indonesia yang baik dan benar, mengajak orang lain untuk menonton berita, berpakaian secara sopan, berperilaku baik terhadap orang sekitar, akan tetap
26 menonton Seputar Indonesia kedepannya, mampu memberikan saran dan pendapat dalam musyawarah di kelompok tani dan organisasi lainnya, dan merekomendasikan atau menyarankan kepada orang lain untuk menonton berita. 2. Agresi sebagai efek komunikasi massa merupakan pengaruh media massa dalam bentuk perilaku yang diarahkan untuk merusak atau melukai orang lain yang menghindari perlakuan seperti itu. Sejauh mana aktivitas responden dalam menggalakkan agresi terhadap isu-isu yang diberitakan yaitu meniru adegan kekerasan.
27
METODE Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan data kualitatif untuk memperkaya analisis. Metode yang digunakan adalah survei yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang menggambarkan suatu masalah yang hasilnya dapat digeneralisasikan. Unit analisis dari penelitian ini adalah individu. Penelitian ini juga bersifat eksplanatori karena menjelaskan hubungan antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa (Singarimbun dan Effendi 2006).
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Cibatok Satu, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan observasi melalui studi langsung dan melalui pencarian informasi dengan internet. Pemilihan tempat dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan (1) kualitas komoditas pertanian di Desa Cibatok Satu terbaik di Kabupaten Bogor, hal ini dibuktikan dengan perolehan berbagai penghargaan dari pemerintah provinsi Jawa Barat dalam kategori kualitas komoditas terbaik dan mendapatkan peringkat ketiga di Kabupaten Bogor, (2) letak Desa Cibatok Satu yang cukup stategis dari kampus IPB Dramaga dan di desa tersebut sering dijadikan desa implementasi program pertanian baik dari pemerintah maupun IPB, (3) wilayahnya tidak jauh dari kota sehingga akses terhadap media komunikasinya lebih luas, (4) petani memiliki televisi, dan (5) program acara yang ditayangkan oleh RCTI dapat dilihat dengan jernih dan jelas tanpa ada gangguan sinyal. Pengambilan data penelitian dilakukan dalam waktu 3 minggu pada bulan Maret sampai dengan April 2013.
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi observasi, wawancara terstruktur dengan instrumen berupa angket, kuesioner, dan wawancara terbuka/mendalam dengan acuan pedoman wawancara. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder, baik kuantitatif maupun kualitatif. Data primer kuantitatif dikumpulkan langsung dari sumbernya di lokasi penelitian terhadap informan dan responden yang mencakup data mengenai karakteristik individu petani, perilaku menonton petani terhadap program berita Seputar Indonesia serta efek menonton petani dari program berita Seputar Indonesia. Data primer kualitatif yang mencakup data berupa informasi yang lebih mendalam lagi dari informan seperti ketua kelompok tani Silih Asuh Desa Cibatok Satu yang tinggal di RT 02/06 untuk mengetahui informasi mengenai petani di lingkungan tersebut secara lebih lanjut. Selain itu, data secara kualitatif sebagai pendukung dengan mengutip hasil pembicaraan dengan responden atau
28 informan dan disampaikan secara deskriptif untuk memperkuat data seperti antusiasme petani dalam menonton program berita Seputar Indonesia yang meliputi isu-isu penting yang ditontonnya. Data sekunder dikumpulkan melalui Studi Pustaka dan kajian dokumen terhadap sumber-sumber sekunder di RCTI, data monografi kantor Desa Cibatok Satu, serta berbagai literatur yang relevan dengan penelitian ini, yakni buku, tesis, skripsi, jurnal penelitian, dan website.
Teknik Penentuan Responden/Sampling Data dikumpulkan dari responden televisi yang diambil sebagai contoh dari populasi yaitu seluruh warga RT 02 RW 06 Desa Cibatok Satu, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor yang berprofesi sebagai petani. Teknik pengambilan sampel menggunakan multistage sampling (sampling gugus bertahap) yaitu pengambilan sampel yang dilakukan melalui tahap-tahap tertentu (Singarimbun dan Effendi 2006) yang dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: 1. Pemilihan RW secara acak dari daftar RW di Desa Cibatok Satu yang berjumlah 9 RW dan terpilih RW 06 2. Pemilihan RT secara acak dari daftar RT di RW 06 yang berjumlah 2 RT dan terpilih RT 02 3. Pemilihan Responden yang dilakukan dengan cara: (a) penyebaran angket kepada 96 petani di RT 02/06 Desa Cibatok Satu, (b) penyusunan sampling frame berdasarkan pengembalian dari penyebaran angket sebanyak 63 petani, (b) pemilihan 40 responden secara acak dari sampling frame karena dengan pemilihan 40 responden sudah dianggap sudah mewakili petani di RT02/06 Desa Cibatok Satu yang menonton program berita Seputar Indonesia.
Teknik Pengolahan dan Analisa Data Pengolahan data dilakukan dengan cara pengkodean, tabulasi silang atau tabel frekuensi, pendeskripsian, dan pengujian hubungan antarvariabel (Singarimbun dan Effendi 2006). Data hasil kuesioner ditabulasi menggunakan Microsoft Excel 2007 dan pengolahan dilakukan dengan SPSS 17. Pengujian dilakukan dengan prosedur uji Chi-Square dan uji Rank Spearman sebagai berikut: (1) Uji Chi-Square digunakan untuk melihat hubungan antara variabel dalam skala nominal dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan: : nilai chi-kuadrat fe : frekuensi yang diharapkan fo : frekuensi yang diperoleh/diamati Keeratan hubungan antara variabel ditentukan dengan rumus kontigensi (C) berkisar antara 0-1 dan menunjukkan semakin besar C berarti hubungan antara dua variabel makin erat (Singarimbun dan Effendi 2006).
29
Keterangan: C : koefisien Kontingensi : kai Kuadrat N : jumlah Data (2) Uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk melihat hubungan antara variabel dalam skala ordinal, dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan: ρ atau rs : koefisien korelasi spearman rank di : determinan n : jumlah data atau sampel Korelasi dapat menghasilkan angka positif yang menunjukkan hubungan yang searah antara dua variabel yang diuji atau negatif yang menunjukkan hubungan tidak searah. Keeratan hubungan dari koefisien rs dan C ditetapkan dari korelasi dengan kriteria yang dikemukakan Guilford (1956) dalam Rakhmat (2002) sebagai berikut: < 0.20 : hubungan rendah sekali 0.20-0.40 : hubungan rendah tetapi pasti 0.40-0.70 : hubungan yang cukup berarti 0.70-0.90 : hubungan yang tinggi > 0.90 : hubungan sangat tinggi Tingkat kesalahan yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan pada ilmu statistik adalah 1% (p atau α 0.01) dengan tingkat kepercayaan 99%, 5% (p atau α 0.05) dengan tingkat kepercayaan 95%, dan berdasarkan pada ilmu sosial adalah 10% (p atau α 0.1) dengan tingkat kepercayaan 90%, karena dalam ilmu sosial tingkat kesalahan 10% masih bisa ditoleransi. Hipotesis diterima apabila diperoleh hubungan sangat nyata (p < 0.01), nyata (p < 0.05), atau cukup nyata (p < 0.1), (Rakhmat 2002).
Validitas dan Reliabilitas Validitas menunjukkan apakah instrumen yang digunakan tersebut mampu mengukur apa yang akan diukur dan informasi yang dikumpulkan sesuai dengan konsep yang digunakan (Kerlinger 2004). Validitas instrumen dihitung menggunakan rumus teknik korelasi product moment Pearson (Singarimbun dan Effendi 2006) dengan rumus sebagai berikut:
30
Keterangan: r : nilai koefisien validitas N : jumlah responden X : skor pertanyaan pertama Y : skor total Reliabilitas menunjukkan tingkat kepercayaan suatu alat pengumpulan data karena tidak bersifat tendensius mengarahkan responden untuk memilih jawabanjawaban tertentu (Arikunto 1998). Reliabilitas instrumen menggunakan perhitungaan korelasi belah dua (Singarimbun dan Effendi 2006) dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan: r.tot : angka reliabilitas keseluruhan item r.tt : angka korelasi belahan pertama dan belahan kedua Kriteria keputusan dalam uji validitas yaitu jika nilai koefisien tersebut < 0.6 kurang baik, = 0.7 cukup baik, dan ≥ 0.8 adalah baik (Sekaran 1992 dalam Priyatno 2009). Pengujian validitas dan reliabilitas dilakukan melalui coba kuesioner kepada 10 responden diluar kerangka contoh yang memiliki karakteristik relatif sama dengan calon responden penelititan. Uji coba menghasilkan nilai koefisien validitas dan reliabilitas masing-masing 0.961 dan 0.957 menunjukkan bahwa kuesioner penelitian ini adalah valid dan reliabel.
31
GAMBARAN UMUM PENELITIAN Gambaran Umum Wilayah Penelitian Wilayah dan Penduduk Lokasi penelitian adalah Desa Cibatok Satu. Desa Cibatok Satu termasuk dalam wilayah Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor, dengan luas wilayah 174.4 ha, terdiri dari 9 RW dan 28 RT. Dilihat dari topografi dan kontur tanah, Desa Cibatok Satu secara umum berupa dataran yang berada pada ketinggian ratarata antara 270 meter dpl dengan suhu rata-rata berkisar antara 200 s/d 320 Celcius dan tinggi curah hujan 236 mm³. Aksesibilitas Desa Cibatok Satu cukup baik karena berada dipinggir jalan raya propinsi, pertaniannya juga cukup menonjol karena diapit oleh dua sungai besar yaitu sungai Ciaruten dan sungai Cibungbulang. Desa Cibatok Satu memiliki jumlah penduduk sebanyak 8 030 jiwa dan terdiri dari 2 000 KK. Tabel 2 Jumlah dan persentase penduduk Desa Cibatok Satu menurut kelompok umur tahun 2011 Kelompok umur (tahun) 0-4 5-9 10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 65-69 70-ke atas Jumlah
Jumlah jiwa Laki-laki Perempuan 377 411 361 398 349 350 323 445 343 450 346 328 324 294 430 360 302 270 250 149 250 127 208 127 140 128 39 73 18 60 4 060 3 970
Jumlah (jiwa) 788 759 699 768 793 674 618 790 572 399 377 335 268 112 78 8 030
Persentase (%) 9.81 9.45 8.70 9.56 9.88 8.39 7.69 9.84 7.12 4.97 4.69 4.42 3.33 1.39 0.97 100.00
Sumber: Data monografi Desa Cibatok Satu tahun 2011
Komposisi penduduk terdiri dari 4 060 laki-laki dan 3 970 perempuan dengan mayoritas berada pada kelompok usia dewasa pertengahan (30-50 tahun) dengan jumlah 2 465 jiwa yang masing-masing terdiri dari 1 362 jiwa laki-laki dan 1 103 jiwa perempuan.
32
Tabel 3 Jumlah dan persentase mata pencaharian Desa Cibatok Satu tahun 2011 Mata pencaharian Petani Buruh tani PNS Pedagang Peternak Wirausaha POLRI Karyawan Jumlah
Jumlah (jiwa) 650 550 400 55 40 432 30 426 2 583
Persentase (%) 25.16 21.29 15.49 2.13 1.55 16.72 1.16 16.49 100.00
Sumber: Data monografi Desa Cibatok Satu tahun 2011
Mayoritas penduduk di Desa Cibatok Satu bekerja di sektor pertanian yang masih didominasi oleh petani dan buruh tani. Hal ini dibuktikan dari hasil komoditas pertanian Desa Cibatok Satu dengan kualitas terbaik di Kabupaten Bogor. Tabel 4 Jumlah dan persentase tingkat pendidikan Desa Cibatok Satu tahun 2011 Tingkat pendidikan SD/sederajat SMP/sederajat SMA/sederajat DI/DII/DIII S1/S2 Jumlah
Jumlah (jiwa) 2 000 2 200 1 800 140 46 6 186
Persentase (%) 32.33 35.56 29.09 2.26 0.74 100.00
Sumber: Data monografi Desa Cibatok Satu tahun 2011
Tingkat pendidikan Desa Cibatok Satu sudah cukup baik dibuktikan dengan adanya penduduk yang lulus S1/S2, namun mayoritas penduduk berpendidikan SMP/sederajat. RT 02 RW 06 Desa Cibatok Satu Pada penelitian ini dipilih RT 02 RW 06 Desa Cibatok Satu, Kecamatan Cibungbulang sebagai populasi penelitian dimana pemilihan dilakukan menggunakan teknik multistage sampling. Jumlah penduduk di RT 02 RW 06 adalah 295 orang dengan 88 KK. Sebagian besar penduduk memiliki tingkat pendidikan sampai tamat SD dan berprofesi sebagai petani, sisanya sebagai buruh, pedagang, peternak dan lainnya. Kepemilikan media massa televisi di masyarakat tergolong cukup tinggi. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya pesawat televisi yang ada hampir disetiap rumah penduduk. Saluran televisi sudah mampu dijangkau di lokasi penelitian, sehingga banyak saluran yang dapat ditangkap dengan jernih tanpa gangguan sinyal, diantaranya televisi nasional dan swasta yang meliputi TVRI, RCTI, MNC TV, SCTV, Trans TV, Trans 7, Indosiar, dan lainnya, serta televisi lokal yang meliputi Megaswara TV dan lainnya. Saat Observasi awal di lokasi
33 penelitian, sebagian masyarakat menyatakan lebih sering menonton program berita yang ditayangkan oleh stasiun televisi RCTI karena lebih menarik dan berbeda dengan program berita yang ditayangkan oleh stasiun televisi lainnya.
Program Seputar Indonesia RCTI UU No 32 tahun 2002 tentang penyiaran dan peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengenai Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) menyebutkan kategori media penyiaran terdiri dari empat yaitu penyiaran publik, penyiaran swasta, penyiaran komunitas, dan penyiaran berlangganan atau berbayar. Salah satu media penyiaran swasta adalah Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) yang merupakan stasiun televisi swasta pertama di Indonesia yang lahir dari gagasan dua perusahaan besar, yaitu Bimantara Citra Tbk dan Rajawali Corporations dan diresmikan pada tanggal 24 Agustus 1989 oleh Presiden Soeharto. Visi PT Rajawali Citra Televisi Indonesia adalah media utama hiburan dan informasi, maka visi yang diemban RCTI adalah bersama menyediakan layanan prima, yang memiliki makna interaksi kerja di perusahaan yang lebih mengutamakan semangat kebersamaan sebagai sebuah tim kerja yang kuat. Ciri khas RCTI terlihat dari logo dengan bentuk burung rajawali yang ditambah garis merah pada sorot mata burung rajawali, dipertegas dengan Huruf RCTI berwarna biru.
Gambar 2 Logo RCTI Sumber: rcti.tv (2013)
Logo dari RCTI menggambarkan sikap RCTI yang selalu tanggap serta sigap setiap saat, turut serta mencerdaskan bangsa dalam era pembangunan semesta nasional. Simbol Burung Rajawali menggambarkan tekad RCTI bahwa dengan kegiatan teknologi, komunikasi dan visual televisi khususnya yang berwawasan nasional. Menginjak usia yang ke-23 tahun, RCTI mampu menghadirkan berbagai program yang menarik. Program acara yang ditayangkan oleh RCTI terbagi menjadi beberapa kategori, antara lain movie, sport, drama, talent show, awarding, music, kids, infotainment, religi, variety show, dan news RCTI2. Salah satu kategori news yang dikenal luas dan menjadi program unggulan dalam segmentasi informasi adalah Seputar Indonesia. Seputar Indonesia adalah program berita berdurasi 30 menit yang ditayangkan langsung setiap pagi (pukul 05.00), siang (pukul 12.00), sore (pukul 16.30), dan malam hari (pukul 01.30, terkecuali hari sabtu dan minggu) dari studio news RCTI di MNC Plaza, Jakarta Pusat. Program ini merupakan program
2
Diunduh 2013 Maret 10. Tersedia pada: http://www.rcti.tv/
34 berita pertama yang ditayangkan oleh sebuah stasiun televisi swasta di Indonesia. Embrionya adalah program Seputar Jakarta yang pertama mengudara pada 1 November 1989 dan menyajikan berbagai perkembangan utama Ibukota. Seputar Indonesia bertujuan mencerdaskan pemirsa dengan menyajikan berita yang seimbang, kontekstual, dan durasi secara sederhana dengan sasaran pemirsanya adalah perempuan dan laki-laki dengan jangkauan usia 15 hingga 40 tahun. Program berita Seputar Indonesia hingga kini masih menjadi program berita yang terdepan dan paling banyak ditonton pemirsa di tanah air. Beberapa perubahan dari konten berita dan tampilan dari Seputar Indonesia Pagi menyajikan berita yang ramah dikemas dengan format yang mudah dicerna. Topik-topik dipilih dan direlaborasi untuk disampaikan menjadi berita yang singkat dan padat. Seputar Indonesia Siang menyampaikan berita headline dengan tempo yang cepat. Menyampaikan berita secara live dari lokasi-lokasi kejadian disertai gambar terbaru dan perkembangan berita terkini. Seputar Indonesia Sore menyampaikan berita dari pagi hingga sore hari. Acara ini memberikan informasi kepada pemirsa tentang “what’s important today” yang dikemas dengan cerdas, supaya bisa dijadikan referensi dan acuan, tidak hanya sebatas informasi bagi pemirsanya. Seputar Indonesia Malam menyajikan rangkuman informasi dari pagi hingga malam hari dalam bentuk berita singkat dilengkapi features dan berita ringan. Karakter program berita Seputar Indonesia bisa diklasifikasikan sebagai program non-hiburan dan mengangkat topik-topik “serius”. Namun program ini tetap berupaya menyajikan berbagai topik berat tersebut dengan cara yang membumi dan mudah dicerna bagi pemirsa pada umumnya. Seputar Indonesia mendedikasikan diri untuk menjaga karakter yang bersahabat dan tidak berjarak bagi pemirsa. Berita-berita yang disajikan Seputar Indonesia yaitu mulai dari politik, ekonomi, pendidikan dan kebudayaan, keamanan dan pertahanan, sosial, wirausaha, kuliner. Proses produksi program berita Seputar Indonesia dilakukan relatif sama dengan program berita di stasiun televisi swasta lainnya yakni mulai dari tahap pre production planning (ide, perencanaan, dan persiapan), set up and rehearsel (tahap pengesetan), production, dan pasca production (editing, mixing, review, revisi, hasil akhir, on air). Pengemasan program berita Seputar Indonesia dibagi menjadi empat segmen (bagian). Masing-masing segmen umumnya berisi topik sebagai berikut: 1. Segmen 1: berita utama (topik-topik utama) 2. Segmen 2: berita-berita lain/penjabaran topik utama 3. Segmen 3: berita-berita yang melengkapi 4. Segmen 4: berita ringan
Karakteristik Responden Responden penelitian sebagian besar laki-laki dengan usia dewasa pertengahan yang memiliki tingkat pendidikan tidak sekolah hingga SD dan memiliki tingkat pendapatan yang diperoleh setiap bulannya Rp706 487 hingga Rp1 078 513 (Tabel 5).
35 Tabel 5 Sebaran responden berdasarkan karakteristik sosial ekonomi di Desa Cibatok Satu Karakteristik Kategori Jumlah Persentase petani (orang) (%) Jenis kelamin Laki-laki 23 57.5 Perempuan 17 42.5 Dewasa awal (18-29 tahun) 10 25.0 Usia Dewasa pertengahan (30-50 tahun) 23 57.5 Dewasa tua ( > 50 tahun) 7 17.5 Rendah (tidak sekolah-tamat 31 77.5 Tingkat SD/sederajat) pendidikan Sedang (SMP/sederajat) 3 7.5 Tinggi (SMA/sederajat dan perguruan 6 15.0 tinggi) Rendah (≤ Rp706 487/bulan) 15 37.5 Sedang (Rp706 487/bulan 17 42.5 Tingkat Rp1 078 513/bulan) pendapatan Tinggi (≥ Rp1 078 513/bulan) 8 20.0
Petani RT 02/06 Desa Cibatok Satu lebih banyak laki-laki dibandingkan perempuan, karena laki-laki sebagai pencari nafkah utama dan yang bertanggungjawab menghidupi keluarganya (Franklin 1998). Petani berusia 28 tahun hingga 78 tahun dengan rata-rata berusia 48 tahun berada pada kategori usia pertengahan sebagai usia produktif sehingga potensial aktif mencari informasi penting. Tingkat pendidikan mayoritas petani rendah, disebabkan oleh faktor keterbatasan ekonomi. Tingkat pendapatan sebagian besar petani termasuk sedang pada kategori berdasarkan sebaran pendapatan responden yang berkisar Rp400 000 hingga Rp2 400 000 dengan rata-rata Rp892 500, namun jika dibandingkan dengan Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Bogor sebesar Rp2 002 000 (jabar.bps.go.id 2013), tingkat pendapatan sebagian besar responden sebenarnya termasuk rendah. Hal tersebut disebabkan oleh kontribusi utama pendapatan adalah dari usahatani dalam skala usaha, luasan lahan, dan produktivitas yang terbatas, serta minimnya kesempatan memperoleh pekerjaan tambahan.
36
37
PERILAKU MENONTON PROGRAM BERITA SEPUTAR INDONESIA RCTI Perilaku Menonton Responden penelitian cukup sering menonton program berita Seputar Indonesia lebih dari 13 kali setiap minggunya dengan durasi yang cukup lama lebih dari 15 menit dalam sekali tayang. Responden sebagian besar menonton pada waktu pagi dan sore hari bersama keluarga dalam suasana yang tenang (Tabel 6). Tabel 6 Sebaran responden berdasarkan perilaku menonton Seputar Indonesia Perilaku menonton Kategori Persentase (%) Frekuensi menonton Rendah ( ≤ 13 kali/minggu) 47.5 Tinggi ( > 13 kali/minggu) 52.5 Durasi menonton Rendah ( ≤ 15 menit/tayangan) 42.5 Tinggi ( > 15 menit/tayangan) 57.5 Waktu menonton Sore hari 47.5 Pagi dan sore hari 52.5 Kehadiran orang lain Sendiri 40.0 Bersama keluarga 60.0 Suasana menonton Tenang/kondusif 82.5 Berisik/ada gangguan 17.5 Frekuensi menonton responden berkisar 2-14 kali/minggu dengan rata-rata 9 kali/minggu, sebagian besar responden menonton program berita Seputar Indonesia setiap hari untuk memperoleh informasi penting. Durasi menonton responden berkisar 5-30 menit/tayangan dengan rata-rata 17 menit/tayangan. Apabila dibandingkan dengan durasi tayang program ini yang 30 menit (20 menit berita dan 10 menit slot komersial), berarti responden menonton hampir semua bagian tayangan berita. Hal tersebut disebabkan oleh format program berita tersebut disajikan secara inovatif sehingga responden selalu meluangkan waktu lebih banyak untuk menonton Seputar Indonesia. Secara keseluruhan responden menonton program berita Seputar Indonesia pada sore hari meskipun ada sebagian yang menonton pada pagi hari. Waktu menonton pada pagi dan sore hari digunakan responden ketika sebelum melakukan aktivitas dan setelah melakukan aktivitas di sawah maupun tempat lain serta sore hari merupakan waktu berkumpul bersama keluarga. Secara keseluruhan responden telah berkeluarga dan biasanya menonton program berita Seputar Indonesia bersama keluarga sambil bercengkrama dan melakukan pekerjaan ringan. Sebagian besar responden menonton dalam suasana tenang. Hal tersebut disebabkan oleh lingkungan yang kondusif karena jauh dari pusat keramaian (pasar) serta faktor keadaan jiwa atau diri individu petani sendiri ketika menonton program berita Seputar Indonesia.
38 Hubungan Karakteristik Petani dengan Perilaku Menonton Hasil pengujian membuktikan bahwa karakteristik petani berhubungan dengan perilaku menonton yang ditunjukkan oleh hubungan nyata (p < 0.05) antara usia dengan frekuensi menonton, tingkat pendapatan dengan Kehadiran orang lain serta hubungan cukup nyata (p < 0.1) antara usia dengan waktu menonton, tingkat pendidikan dengan frekuensi menonton (Tabel 7). Tabel 7 Korelasi antara karakteristik petani dengan perilaku menonton Seputar Indonesia Karakteristik petani Jenis kelamin Usia Tingkat pendidikan Tingkat pendapatan
Koefisien* 2 C s 2 C s 2 C s 2 C
Frekuensi menonton 1.766 0.206 -0.344b 0.280c 0.054 -
Perilaku menonton Durasi Waktu Kehadiran menonton menonton orang lain 0.628 1.766 1.381 0.124 0.206 0.183 -0.259 4.841c 0.031 0.329 0.028 0.228 3.198 3.441 0.272 0.281 0.012 0.497 7.955b 0.111 0.407
Suasana menonton 0.000 0.003 1.449 0.187 0.564 0.118 0.764 0.137
*
2 = koefiesien Chi Square, s= koefisien Rank Spearman, C= koefisien kontigensi b= hubungan nyata (p < 0.05), c= hubungan cukup nyata (p < 0.1)
Kasus yang membuktikan hubungan karakteristik petani dengan perilaku menonton diuraikan sebagai berikut: 1) Hubungan Usia dengan Frekuensi Menonton Usia responden berhubungan nyata negatif (p= 0.030 < 0.05) dengan frekuensi menonton pada tingkat keeratannya rendah tetapi pasti (s= -0.344). Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tua usia responden, semakin rendah frekuensi menonton program berita Seputar Indonesia. Responden usia tua cenderung lebih tertarik pada program hiburan daripada informasi. Fakta tersebut dapat dilihat dari pernyataan responden sebagai berikut: “Nonton berita Seputar Indonesia dalem seminggu paling juga bapak nonton 2 kali aja neng, kalo nonton ovj tuh bapak setiap hari nontonnya abis lucu neng” (Sr, 76 tahun). Hasil pemaparan fakta tersebut membuktikan bahwa responden yang berusia tua lebih tertarik menonton program hiburan di televisi dibandingkan menonton program yang berisi informasi seperti program berita Seputar Indonesia. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Harahap (2001) yang menyatakan bahwa semakin tua usia seseorang kecenderungan frekuensi menonton program di TPI lebih rendah. 2) Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Frekuensi Menonton Tingkat pendidikan berhubungan cukup nyata (p= 0.080 < 0.1) dengan frekuensi menonton pada tingkat keeratannya rendah tetapi pasti (s= 0.280).
39 Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan responden, semakin tinggi frekuensi menonton program berita Seputar Indonesia. Responden berpendidikan tinggi cenderung memiliki rasa keingintahuan mengenai isu-isu penting sehingga sering menonton Seputar Indonesia untuk memperoleh informasi. Fakta tersebut dapat dilihat dari pernyataan responden sebagai berikut: “Kalo nonton Seputar Indonesia mah pak Us setiap hari teh, soalnya bahasanya mudah dicerna, beda sama berita di TV One yang bahsanya tingkat tinggi, ya selain itu buat nambah informasi pak Us juga nonton berita Seputar Indonesia” (Us, 49 tahun). Hasil penelitian ini membuktikan hal yang berbeda dengan pendapat Rakhmat (2005), bahwa berbagai faktor akan mempengaruhi reaksi orang terhadap media massa. Orang yang berpendidikan terbatas akan lebih sering menonton berita untuk menghabiskan waktu dan sebaliknya bagi yang berpendidikan tinggi. 3) Hubungan Usia dengan Waktu Menonton Hasil menunjukkan bahwa usia berhubungan cukup nyata (p= 0.089 < 0.1) dengan waktu menonton pada tingkat keeratan rendah tetapi pasti (C= 0.329). Artinya terdapat perbedaan usia responden dengan waktu menonton program berita Seputar Indonesia pada pagi hari serta pagi dan sore hari (Tabel 8). Tabel 8 Persentase responden menurut kategori usia dan waktu menonton Seputar Indonesia Usia Waktu menonton Total (%) Sore (%) Pagi dan sore (%) Dewasa awal 5.0 20.0 25.0 Dewasa pertengahan 30.0 27.5 57.5 Dewasa tua 12.5 5.0 17.5 Total 47.5 52.5 100.0 Responden dengan usia dewasa pertengahan dan dewasa tua cenderung menonton Seputar Indonesia pada waktu sore hari setelah melakukan aktivitas dari sawah dan pekerjaan lain. Responden dengan usia dewasa awal menonton Seputar Indonesia pada pagi dan sore hari karena memiliki waktu luang dalam menonton televisi sebelum dan sesudah melakukan aktivitas di sawah maupun tempat lain sekaligus memiliki keinginan menambah informasi penting. Fakta tersebut dapat dilihat dari pernyataan responden sebagai berikut: “Ibu mah nonton berita Seputar Indonesia di waktu pagi sama sore neng, sebelum dan abis dari sawah, soalnya kan butuh informasi juga kan neng” (Im, 28 tahun). Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Black dan Whitney dalam Nuruddin (2009) yang mengungkapkan bahwa komponen paling penting untuk mengetahui fungsi informasi adalah melalui berita-berita, baik berita yang bersifat aktual maupun hiburan.
40 4) Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Kehadiran orang lain Hasil menunjukkan bahwa tingkat pendapatan berhubungan nyata dengan kehadiran orang lain (p= 0.019 < 0.05) pada tingkat keeratan cukup berarti (C= 0.407). Artinya ada perbedaan tingkat pendapatan diantara responden dengan kehadiran orang lain dalam menyaksikan program berita Seputar Indonesia (Tabel 9). Tabel 9 Persentase responden menurut kategori tingkat pendapatan dan kehadiran orang lain dalam menonton Seputar Indonesia Kehadiran orang lain Tingkat pendapatan Total (%) Sendiri Bersama keluarga (%) (%) Rendah 10.0 27.5 37.5 Sedang 27.5 15.0 42.5 Tinggi 2.5 17.5 20.0 Total 40.0 60.0 100.0 Responden dengan tingkat pendapatan rendah dan tinggi dengan kehadiran orang lain lebih sering bersama keluarga, karena dapat bercengkrama membahas isu-isu penting. Sementara responden dengan tingkat pendapatan sedang cenderung menonton sendiri karena anggota keluarga tidak suka menonton program berita. Fakta tersebut dapat dilihat dari pernyataan responden sebagai berikut: “Bapak kan cuma petani neng, istri juga kan engga kerja cuma ngurusin anak di rumah jadi kalo nonton ya bareng-bareng neng, bapak nonton berita, anak sama istri juga ikutan nonton” (Un, 50 tahun). Kasus karakteristik petani dengan perilaku menonton lainnya tidak menunjukkan hubungan tetapi beberapa korelasi menunjukkan tingkat keeratan yang rendah tetapi pasti (C= 0.20-0.40) yaitu jenis kelamin dengan frekuensi menonton (C= 0.206), jenis kelamin dengan waktu menonton (C= 0.206), usia dengan durasi menonton (s= -0.259), tingkat pendidikan dengan durasi menonton (s= 0.228), tingkat pendidikan dengan waktu menonton (C= 0.272) dan tingkat pendidikan dengan kehadiran orang lain (C= 0.281). Secara umum, tidak ada perbedaan perilaku menonton diantara responden yang berbeda karakteristik individu. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Canggara (2008) yang menyatakan bahwa salah satu karaktersitik media massa adalah bersifat terbuka, artinya pesannya dapat diterima oleh siapa saja dan dimana saja tanpa mengenal jenis kelamin, usia, dan suku bangsa. Hasil pengujian yang diuraikan diatas membuktikan bahwa karakteristik petani berhubungan dengan perilaku menonton. Hipotesis yang berbunyi “ada hubungan antara karakteristik petani dengan perilaku menonton program berita Seputar Indonesia RCTI” dapat diterima.
41
EFEK MENONTON PROGRAM BERITA SEPUTAR INDONESIA RCTI Efek Menonton Secara keseluruhan program berita Seputar Indonesia menimbulkan efek yang cukup tinggi di kalangan responden (rataan skor= 4.13). Bila dibandingkan dengan ketiga efek tersebut, maka rataan efek tertinggi adalah efek kognitif yang diikuti efek behavioral dan efek afektif (Tabel 10). Tabel 10 Rataan skor efek menonton responden terhadap program berita Seputar Indonesia RCTI Efek menonton Kognitif Afektif Behavioral Seluruh efek menonton
Rataan skor * 4.59 3.87 3.96 4.13
*Rentang skor 1-6
Efek Kognitif Sebagian besar responden memiliki efek kognitif yang tergolong cukup tinggi dari menonton program berita Seputar Indonesia sehingga dikatakan responden sudah terkena pada semua aspek kognitif, sementara sebagian kecil responden lainnya memiliki efek kognitif yang rendah. Hal ini karena mereka tidak memperhatikan dengan fokus isu-isu penting yang disampaikan (Gambar 3).
Gambar 3 Persentase responden berdasarkan efek kognitif Efek kognitif yang dirasakan responden setelah menonton program berita Seputar Indonesia yakni lebih memahami kejadian-kejadian penting, lebih tertarik menceritakan kejadian-kejadian penting tersebut ketika berbicara dengan orang lain, menambah wawasan tentang peristiwa-peristiwa penting, mengetahui tentang apa yang dipikirkan orang-orang terhadap isu-isu penting, mengarahkan minat menonton terhadap isu-isu penting, lebih memahami informasi-informasi penting, menambah berbagai manfaat mengenai isu-isu penting, mengarahkan perhatian terhadap isu-isu penting, menambah pemahaman mengenai bahasa Indonesia yang baik dan benar, memperoleh banyak “ilmu” untuk memahami kondisi atau
42 kejadian di lingkungan sendiri, dan menambah keterampilan dalam berfikir mengenai isu-isu penting. Fakta tersebut dapat dilihat dari pernyataan responden sebagai berikut: “Nonton Seputar Indonesia yang didapet mah teh banyak kaya tau soal korupsi, tau daerah yang belom pernah pak Us denger dan kunjungin teh, tau soal harga bahan dapur yang naek, paham tentang informasi-informasilah teh intinya, jadinya pak Us juga terampil berpikir apa-apa aja isu yang ada sekarang-sekarang ini teh, ya alhamdulillah teh pak Us jadi paham bahasa Indonesia” (Us, 49 tahun). “Setiap hari nonton berita Seputar Indonesia ibu mah neng, yang didapet ya kaya tau berita tentang Pilkada Jawa Barat tuh neng, terus tau juga berita korupsi neng yang banyak koruptor ditangkep KPK” (Uy, 29 tahun). Efek Afektif Sebagian besar responden memiliki efek afektif yang tergolong cukup tinggi dari menonton program berita Seputar Indonesia. Sebagian besar responden memiliki efek afektif yang tinggi karena responden merasa berita yang disampaikan memiliki tujuan baik, sementara beberapa responden memiliki efek afektif yang rendah karena kurang memahami beberapa maksud isu-isu penting (Gambar 4).
Gambar 4 Persentase responden berdasarkan efek afektif Efek afektif yang dirasakan responden setelah menonton program berita Seputar Indonesia yakni mengubah sikap tentang kejadian-kejadian penting, meningkatkan tenggang rasa terhadap orang lain, menimbulkan benci atau marah terhadap kejahatan-kejahatan yang diberitakan, meningkatkan rasa ingin tahu tentang berita-berita atau informasi-informasi, mengubah sikap tentang orangorang penting, mempertegas sikap tentang berbagai masalah/isu penting, menimbulkan rasa senang tentang berita-berita mengembirakan, membentuk sikap disiplin mengenai segala hal, membuat sedih tentang kejadian memilukan yang diberitakan, dan membentuk sikap peduli terhadap orang lain. Fakta tersebut dapat dilihat dari pernyataan responden sebagai berikut: “Suka kesel teh kalo lagi nonton berita di Seputar Indonesia, ada berita pembunuhan yang dilakuin sama sodaranya sendiri, jadi benci
43 sama tersangkanya teh, tapi kalo ada berita tentang jalan-jalan kuliner tuh teh ya bapak jadi seneng” (Nn, 29 tahun). “Jadi lebih pedulilah neng gitu sama orang lain kalo ada berita tentang peduli kasih sama orang yang sakit tapi engga bisa berobat gitu neng, terus juga paling sikap bapak lebih hati-hati aja neng jagain anak bapak, soalnya diberita lagi marak penculikan anak neng gitu”(Ei, 50 tahun). Efek Behavioral Sebagian besar responden memiliki efek behavioral yang tergolong cukup tinggi dari menonton program berita Seputar Indonesia. Sebagian besar responden memiliki efek behavioral yang tinggi karena isu-isu penting yang disampaikan memiliki tujuan baik sehingga turut menerapkannya, sementara beberapa responden memiliki efek behavioral rendah karena menonton Seputar Indonesia diselingi dengan program lain (Gambar 5).
Gambar 5 Persentase responden berdasarkan efek behavioral Efek behavioral yang dirasakan responden setelah menonton program berita Seputar Indonesia berpakaian secara sopan, akan tetap menonton Seputar Indonesia untuk kedepannya, mengajak orang lain untuk menonton Seputar Indonesia, mampu memberikan saran dan pendapat dalam musyawarah di kelompok tani dan organisasi lainnya, terampil berbicara bahasa Indonesia yang baik dan benar, berperilaku baik terhadap orang sekitar, dan merekomendasikan atau menyarankan kepada orang lain untuk menonton berita. Fakta tersebut dapat dilihat dari pernyataan responden sebagai berikut: “Lumayan seringlah neng nyaranin temen bapak nonton Seputar Indonesia soalnya kan isi beritanya bagus neng mudah juga dimengerti sama petani kita-kita ini, terus bapak juga bakalan nonton terus neng Seputar Indonesia abis beda banget sama berita yang laennya kaya berita yang di Metro TV tuh neng, bapak mah engga ngerti sama bahasa pembawa beritanya, ketinggian neng, maklum bapak kan lulusan SD” (Ms, 49 tahun). “Bapak si setiap hari neng kalo mau nonton berita Seputar Indonesia ngajak anak sama istri tapi mereka pada engga suka berita jadi nonton sendiri aja, terus juga ya alhamdulillah neng, bapak jadi terampil bahasa Indonesia gitu, udah engga pake bahasa Sunda lagi kalo lagi ngurus rapat di organisasi desa neng” (Ah, 47 tahun).
44 Hubungan Karakteristik Petani dengan Efek Menonton Hasil pengujian membuktikan bahwa terdapat hubungan yang cukup nyata (p < 0.1) antara tingkat pendidikan dengan efek behavioral menonton (Tabel 11). Tabel 11 Korelasi antara karakteristik petani dengan efek menonton Seputar Indonesia Karakteristik Efek menonton petani Koefisien* Kognitif Afektif Behavioral Total Jenis kelamin 0.307 0.628 0.474 0.175 2 0.087 0.124 0.108 0.066 C Usia -0.160 -0.251 -0.264 -0.257 s c Tingkat 0.045 0.228 0.280 0.254 s pendidikan Tingkat -0.132 0.130 -0.021 -0.080 s pendapatan *
2 = koefiesien Chi Square, s= koefisien Rank Spearman, C= koefisien kontigensi c= hubungan cukup nyata (p < 0.1)
Kasus yang menunjukkan hubungan cukup nyata (p= 0.080 < 0.1) yaitu tingkat pendidikan dengan efek behavioral pada tingkat keeratannya rendah tetapi pasti (s= 0.280). Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan responden, semakin tinggi perubahan perilaku dan tindakan atau kebiasaan berperilaku yang timbul akibat menyaksikan program berita Seputar Indonesia. Responden dengan pendidikan tinggi lebih terpengaruh gaya berpakaian secara sopan, akan tetap menonton Seputar Indonesia untuk kedepannya, mengajak orang lain untuk menonton Seputar Indonesia, mampu memberikan saran dan pendapat dalam musyawarah di kelompok tani dan organisasi lainnya, terampil berbicara bahasa Indonesia yang baik dan benar, berperilaku baik terhadap orang sekitar, serta merekomendasikan atau menyarankan kepada orang lain untuk menonton berita. Hal ini disebabkan oleh responden dengan tingkat pendidikan tinggi cenderung memilih untuk menonton program berita, sehingga timbul efek behavioral setelah menonton program berita Seputar Indonesia. Fakta tersebut dapat dilihat dari pernyataan responden sebagai berikut: “Sering rekomendasiin nonton Seputar Indonesia ke anggota kelompok tani juga teh kalo lagi kumpul rapat, terus juga teh bahasa Indonesia pak Us jadi lebih baik juga setelah nonton Seputar Indonesia setiap hari” (Us, 49 tahun). Kasus karakteristik petani dengan efek menonton lainnya tidak menunjukkan hubungan tetapi beberapa korelasi menunjukkan tingkat keeratan yang rendah tetapi pasti (s= 0.20-0.40) yaitu usia dengan efek afektif (s= -0.251), usia dengan efek behavioral (s= -0.264), dan usia dengan efek total (s= -0.257), tingkat pendidikan dengan efek afektif (s= 0.228) dan tingkat pendidikan dengan efek total (s= 0.254). Secara umum, responden dengan karakteristik individu yang berbeda memiliki efek menonton yang relatif sama. Hal ini diperkuat dengan pendapat Raymond Little John dalam Vera (2007) yang menyatakan bahwa media massa tidak langsung menimbulkan efek bagi khalayak. Banyak variabel yang
45 terlibat dalam proses terjadinya efek, bukan hanya dari faktor personal tetapi juga karena faktor situasional. Hasil pengujian yang diuraikan diatas membuktikan bahwa karakteristik petani berhubungan dengan efek menonton. Hipotesis yang berbunyi “ada hubungan antara karakteristik petani dengan efek menonton program berita Seputar Indonesia RCTI” diterima.
Hubungan Perilaku Menonton dengan Efek Menonton Hasil pengujian membuktikan bahwa terdapat hubungan yang sangat nyata (p < 0.01) antara frekuensi menonton dengan efek menonton, durasi menonton dengan efek menonton, serta waktu menonton dengan efek menonton (Tabel 12). Tabel 12 Korelasi antara perilaku menonton dengan efek menonton Seputar Indonesia Perilaku Koefisien* Efek menonton menonton Kognitif Afektif Behavioral Total a a a Frekuensi 0.491 0.803 0.900 0.850a s menonton Durasi 0.555a 0.693a 0.803a 0.849a s menonton Waktu 9.657a 25.765a 32.382a 28.922a 2 menonton 0.441 0.626 0.669 0.648 C Kehadiran 0.556 0.017 0.150 0.017 2 orang lain 0.117 0.021 0.061 0.021 C Suasana 0.519 0.674 0.316 0.505 2 menonton 0.113 0.129 0.089 0.112 C *
2 = koefiesien Chi Square, s= koefisien Rank Spearman, C= koefisien kontigensi a= hubungan sangat nyata (p < 0.01)
Kasus yang membuktikan hubungan perilaku menonton dengan efek menonton diuraikan sebagai berikut: 1) Hubungan Frekuensi Menonton dengan Efek Frekuensi petani menonton program berita Seputar Indonesia terbukti berhubungan dengan efek menonton yaitu efek kognitif, efek afektif, efek behavioral, maupun efek total. Kasus yang membuktikan hubungan tersebut, diuraikan sebagai berikut: a) Hubungan Frekuensi Menonton dengan Efek Total Frekuensi menonton berhubungan sangat nyata (p= 0.000 < 0.01) dengan efek total pada tingkat keeratan yang tinggi (s= 0.850). Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi frekuensi menonton, semakin tinggi efek total yang terjadi pada responden. Responden yang sering menonton Seputar Indonesia selalu fokus memperhatikan isu-isu penting sehingga pengaruh yang timbul besar. Fakta tersebut dapat dilihat dari pernyataan responden sebagai berikut:
46 “Kalo bapak nonton Seputar Indonesia setiap hari neng, jadi bapak tau informasi, suka kesel juga kalo harga apa-apa naek, trus bapak juga suka ngajakin tetangga nonton Seputar Indonesia, kalo lagi rapat kelompok tani juga suka ngajak” (Es, 49 tahun). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Feberia (2012) yang menyatakan bahwa responden yang sering menonton Bentang Parahyangan setiap minggunya menyatakan bahwa acara tersebut memberikan efek/pengaruh yang besar dalam kehidupan responden. b) Hubungan Frekuensi Menonton dengan Efek Kognitif Frekuensi menonton berhubungan sangat nyata (p= 0.001 < 0.01) dengan efek kognitif pada tingkat keeratan yang cukup berarti (s= 0.491). Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi frekuensi menonton, semakin tinggi perubahan pengetahuan yang didapat pada responden terkait dengan isu-isu penting. Seringnya responden menonton Seputar Indonesia dapat memberikan informasi penting. Fakta tersebut dapat dilihat dari pernyataan responden sebagai berikut: “Kalo ibu mah neng sering nonton berita Seputar Indonesia biar nambah pengetahuan ibu, nambah informasilah gitu neng”(En, 29 tahun). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Mazdalifah (1999), bahwa adegan kekerasan di televisi jika ditonton secara teratur dalam waktu yang panjang akan berpengaruh pada pengetahuan anak tentang kekerasan. c) Hubungan Frekuensi Menonton dengan Efek Afektif Frekuensi menonton berhubungan sangat nyata (p= 0.000 < 0.01) dengan efek afektif dan tingkat keeratan yang tinggi (s= 0.803). Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi frekuensi menonton, semakin tinggi perubahan sikap atau perasaan yang terjadi pada responden terkait dengan isu-isu penting. Menonton Seputar Indonesia dapat memberikan ketertarikan tersendiri, responden mengakui dengan semakin sering menonton Seputar Indonesia maka semakin bertambah efek afektif terhadap isu-isu penting. Fakta tersebut dapat dilihat dari pernyataan responden sebagai berikut: “Bapak mah paling sebel neng kalo ada berita korupsi, kalo bisa mah neng, tuh koruptor tangannya dipotong kaya hukuman di Arab gitu neng” (Sn, 49tahun). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Harikedua (2009) yang menyatakan bahwa semakin sering responden menonton beritan kriminal maka semakin tinggi toleransi responden akan tindak kejahatan. d) Hubungan Frekuensi Menonton dengan Efek Behavioral Frekuensi menonton berhubungan sangat nyata (p= 0.000 < 0.01) dengan efek behavioral pada tingkat keeratan yang tinggi (s= 0.900). Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi frekuensi menonton, semakin tinggi perubahan perilaku atau tindakan yang dilakukan responden terkait dengan isu-isu penting. Seringnya responden menonton Seputar Indonesia dapat
47 menimbulkan perubahan perilaku. Fakta tersebut dapat dilihat dari pernyataan responden sebagai berikut: “Bapak nonton Seputar Indonesia setiap hari neng, makanya bapak bisa bahasa Indonesia, biasanya mah bapak pake bahasa Sunda” (Sn, 49 tahun). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Kurniasih (2006) menyatakan bahwa semakin tinggi frekuensi menonton, semakin tinggi perubahan perilaku yang baik terhadap agama Islam. 2) Hubungan Durasi Menonton dengan Efek Menonton Durasi petani menonton program berita Seputar Indonesia terbukti berhubungan dengan efek menonton yaitu efek kognitif, efek afektif, efek behavioral, maupun efek total. Kasus yang membuktikan hubungan tersebut, diuraikan sebagai berikut: a) Hubungan Durasi Menonton dengan Efek Total Durasi menonton berhubungan sangat nyata (p= 0.000 < 0.01) dengan efek total pada tingkat keeratan yang tinggi (s= 0.849). Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi durasi menonton, semakin tinggi efek total yang terjadi pada responden. Responden yang memiliki durasi menonton tinggi menyatakan bahwa menonton Seputar Indonesia menimbulkan pengaruh yang besar karena responden selalu memperhatikan secara detail isu-isu penting. Fakta tersebut dapat dilihat dari pernyataan responden sebagai berikut: “Ibu nonton Seputar Indonesia mah neng sampe abis, soalnya yang didapet informasi, terus juga ibu kadang sedih neng kalo ada berita harga-harga sembako yang naek terus jadinya ibu harus ngirit-ngirit pengeluaran dapur neng” (En, 29 tahun). Hasil penelitian ini sesuai penelitian Feberia (2012) yang menyatakan bahwa responden dengan durasi tinggi menonton Bentang Parahyangan setiap minggunya menyatakan bahwa acara tersebut memberikan efek/pengaruh yang besar dalam kehidupan responden. b) Hubungan Durasi Menonton dengan Efek Kognitif Durasi menonton berhubungan sangat nyata (p= 0.000 < 0.01) dengan efek kognitif pada tingkat keeratan yang cukup berarti (s= 0.555). Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi durasi menonton, semakin tinggi penerimaan informasi yang terjadi pada responden terkait dengan isu-isu penting. Lamanya responden menonton Seputar Indonesia dapat memberikan penambahan informasi penting. Fakta tersebut dapat dilihat dari pernyataan responden sebagai berikut: “Nonton Seputar Indonesia sampe selesai neng, biar bapak tau ada berita-berita apa aja yang lagi baru-baru, kaya berita tentang Ujian Nasional tuh neng, bapak kan punya anak SMP jadi bapak tau juga tentang kelulusan sekarang” (Ot, 50 tahun). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Awaliyah (2012), bahwa durasi menonton berhubungan dengan efektivitas komunikasi yaitu tingkat pengetahuan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu petani
48 menonton televisi yang menyiarkan tentang informasi akan meningkatkan pengetahuan mengenai usaha tani padi. c) Hubungan Durasi Menonton dengan Efek Afektif Durasi menonton berhubungan sangat nyata (p= 0.000 < 0.01) dengan efek afektif pada tingkat keeratan yang cukup berarti ((s= 0.693). Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi durasi menonton, semakin tinggi perubahan sikap atau perasaan yang terjadi pada responden terkait dengan isu-isu penting. Menonton Seputar Indonesia dapat memberikan daya tarik tersendiri bagi responden karena semakin lama menonton, semakin tinggi perubahan sikap dan perasaan responden terhadap isu-isu penting. Fakta tersebut dapat dilihat dari pernyataan responden sebagai berikut: “Nonton Seputar Indonesia sampe abis teh, soalnya saya seneng kalo liat ada berita tentang Jokowi, teh”(Mw, 48 tahun). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Feberia (2012) yang menyatakan bahwa semakin tinggi durasi menonton atau semakin lama responden menonton Bentang Parahyangan, semakin tinggi rasa suka responden pada kesenian tradisonal dari program Bentang Parahyangan Bandung. d) Hubungan Durasi Menonton dengan Efek Behavioral Durasi menonton berhubungan sangat nyata (p= 0.000 < 0.01) dengan efek behavioral pada tingkat keeratan yang tinggi (s= 0.803). Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi durasi menonton, semakin tinggi perubahan perilaku atau tindakan berperilaku yang dilakukan responden. Menonton Seputar Indonesia dapat menimbulkan perubahan perilaku (efek behavioral) karena lamanya responden menonton program berita tersebut. Fakta tersebut dapat dilihat dari pernyataan responden sebagai berikut: “Sering ngajak temen nonton Seputar Indonesia neng kalo di pengajian, soalnya beritanya beda sama yang lain, kalo yang lain kan bahasanya ada bahasa Inggrisnya neng kaya di Metro TV tuh neng, ibu mah engga ngerti, ngertinya ya di Seputar Indonesia, jadi ibu nonton terus tiap sore sampe selesai”(Es, 48 tahun). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Kurniasih (2006) menyatakan bahwa semakin tinggi durasi menonton atau total waktu menonton, semakin tinggi komponen konatif terhadap agama Islam. 3) Hubungan Waktu Menonton dengan Efek Menonton Waktu petani menonton program berita Seputar Indonesia terbukti berhubungan dengan efek menonton yaitu efek kognitif, efek afektif, efek behavioral, maupun efek total. Kasus yang membuktikan hubungan tersebut, diuraikan sebagai berikut: a) Hubungan Waktu Menonton dengan Efek Total Hasil menunjukkan bahwa waktu menonton berhubungan sangat nyata dengan efek total menonton (p= 0.000 < 0.01) pada tingkat keeratan yang cukup berarti (C= 0.648). Artinya terdapat perbedaan waktu menonton diantara efek total menonton yang rendah dan tinggi (Tabel 13).
49 Tabel 13 Persentase responden menurut waktu menonton dan efek total menonton Seputar Indonesia Waktu Efek total menonton Total (%) menonton Rendah (%) Tinggi (%) Sore 42.5 5.0 47.5 Pagi dan sore 2.5 50.0 52.5 Total 45.0 55.0 100.0 Responden yang menonton pada dua waktu (pagi dan sore hari) lebih banyak yang memperoleh efek total yang tinggi dibandingkan dengan responden yang menonton pada waktu sore hari. Hal tersebut disebabkan beberapa responden yang menonton dalam satu waktu (sore hari), menyaksikan program berita Seputar Indonesia diselingi dengan melakukan pekerjaan lain dan seringnya bertindak outflow (mengganti channel ke program lain). Hal ini menyebabkan efek total yang timbul rendah pada diri responden yang menonton pada satu waktu (sore hari). Fakta tersebut dapat dilihat dari pernyataan responden yang menonton Seputar Indonesia pada pagi dan sore hari sebagai berikut: “Kalo Pak Us nonton berita setiap hari pagi dan sore teh, ya biar nambah pengetahuan, terus bisa nilai mana pejabat yang bener atau engga, buat kedepannya mah Pak Us bakalan nonton Seputar Indonesia terus teh soalnya beritanya bagus” (Us, 49 tahun). b) Hubungan Waktu Menonton dengan Efek Kognitif Hasil menunjukkan bahwa waktu menonton berhubungan sangat nyata dengan efek kognitif menonton (p= 0.002 < 0.01) pada tingkat keeratan yang cukup berarti (C= 0.441). Artinya terdapat perbedaan waktu menonton diantara efek kognitif menonton yang rendah dan tinggi (Tabel 14). Tabel 14 Persentase responden menurut kategori waktu menonton dan efek kognitif menonton Seputar Indonesia Waktu menonton Efek kognitif Total (%) Rendah (%) Tinggi (%) Sore 22.5 25.0 47.5 Pagi dan sore 2.5 50.0 52.5 Total 25.0 75.00 100.00 Responden yang menonton dalam dua waktu (pagi dan sore hari) lebih banyak yang memperoleh efek kognitif tinggi dibandingkan dengan responden yang menonton pada waktu sore hari. Hal tersebut disebabkan pada waktu sore hari banyak pilihan program televisi yang menarik sehingga beberapa responden sering mengganti channel ke program lain. Selain itu, pada sore hari biasanya ada beberapa responden yang mengikuti kumpul kegiatan SLPHT/SLPTT atau organisasi lain, sehingga responden menonton program Seputar Indonesia hanya pada bagian awal saja. Hal ini
50 menyebabkan perubahan perilaku yang timbul rendah pada diri responden yang menonton hanya satu waktu (sore hari). Fakta tersebut dapat dilihat dari pernyataan responden yang menonton Seputar Indonesia pada pagi dan sore hari sebagai berikut: “Setiap pagi dan sore hari mah bapak nonton Seputar Indonesia neng, biar nambah pengetahuan bapak tentang berita-berita yang lagi hangat gitu neng, kaya berita tentang Pilkada Jawa Barat neng” (Es, 49 tahun). c) Hubungan Waktu Menonton dengan Efek Afektif Hasil menunjukkan bahwa waktu menonton berhubungan sangat nyata dengan efek afektif menonton (p= 0.000 < 0.01) pada tingkat keeratan yang cukup berarti (C= 0.626). Artinya terdapat perbedaan waktu menonton diantara efek afektif menonton yang rendah dan tinggi (Tabel 15). Tabel 15 Persentase tabel silang hubungan waktu menonton dengan efek afektif Waktu menonton Efek afektif Total (%) Rendah (%) Tinggi (%) Sore 40.0 7.5 47.5 Pagi dan sore 2.5 50.0 52.5 Total 42.5 57.5 100.00 Responden yang menonton dalam dua waktu (pagi dan sore hari) lebih banyak memperoleh efek afektif tinggi dibandingkan dengan responden yang menonton pada waktu sore hari. Hal ini disebabkan oleh banyaknya pilihan program menarik pada waktu sore hari sehingga beberapa responden sering mengganti channel ke program lain, mengakibatkan responden tidak terlalu fokus menonton program berita Seputar Indonesia, maka afek afektif yang timbul dalam diri responden yang menonton pada sore hari rendah. Fakta tersebut dapat dilihat dari pernyataan responden yang menonton Seputar Indonesia sore hari sebagai berikut: “Kalo bapak nonton Seputar Indonesia dalam seminggu paling cuma 3 kali aja neng, itu pun cuma sore doang neng, jadi bapak engga tau berita apa yang lagi marak, jadi sikap bapak ya biasa-biasa aja nilai berita-berita yang ditayangin” (Rs, 50 tahun). d) Hubungan Waktu Menonton dengan Efek Behavioral Hasil menunjukkan bahwa waktu menonton berhubungan sangat nyata dengan efek behavioral menonton (p= 0.000 < 0.01) dan tingkat keeratannya cukup berarti (C= 0.669). Artinya terdapat perbedaan waktu menonton diantara efek behavioral menonton yang rendah dan tinggi (Tabel 16).
51 Tabel 16 Persentase responde menurut waktu menonton dan efek behavioral menonton Seputar Indonesia Waktu menonton Efek behavioral Total (%) Rendah (%) Tinggi (%) Sore 45.0 2.5 47.5 Pagi dan sore 2.5 50.0 52.5 Total 47.5 52.5 100.0 Responden yang menonton dalam dua waktu (pagi dan sore hari) lebih banyak memperoleh efek behavioral tinggi dibandingkan dengan responden yang menonton pada waktu sore hari. Hal ini disebabkan pada waktu sore hari beberapa responden menonton program berita Seputar Indonesia tidak fokus karena diselingi dengan melakukan pekerjaan lain, sehingga efek behavioral yang timbul pada diri responden rendah. Fakta tersebut dapat dilihat dari pernyataan responden yang menonton Seputar Indonesia pada pagi dan sore hari sebagai berikut: “Sering nyampein ide-ide kalo rapat kelompok tani teh, ya karena pak Us setiap pagi dan sore nonton berita, jadi punya gambaran ide-ide gitu, pak Us kan juga ketua kelompok tani teh, jadi harus banyak referensi informasi gitu teh, salah satunya dengan nonton Seputar Indonesia teh” (Us, 49 tahun). Kasus perilaku menonton dengan efek menonton lainnya tidak menunjukkan hubungan. Secara umum, responden dengan perilaku menonton yang berbeda memiliki efek menonton yang relatif sama. Hal ini diperkuat dengan teori Whitney dalam Nuruddin (2009) yang mengungkapkan bahwa pengaruh televisi begitu kuat terhadap kehidupan manusia sudah diduga dan disadari ketika media massa itu pada tahun 1962 mulai dimunculkan di tengah-tengah masyarakat. Pengaruh dari media massa tersebut bisa positif dan negatif tergantung dari perilaku khalayak menonton dan pihak pengelolaanya. Jadi, tidak ada perbedaan yang berarti diantara beberapa perilaku menonton dengan efek menonton Seputar Indonesia. Hasil pengujian yang diuraikan diatas membuktikan bahwa perilaku menonton berhubungan dengan efek menonton. Hipotesis yang berbunyi “ada hubungan antara perilaku menonton dengan efek menonton program berita Seputar Indonesia RCTI” dapat diterima.
52
53
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Perilaku menonton petani terhadap program berita Seputar Indonesia RCTI adalah tergolong sering dengan durasi yang cukup lama. Petani sebagian besar menonton pada waktu pagi dan sore hari bersama keluarga dalam suasana yang tenang. Petani memiliki efek menonton yang tergolong cukup tinggi dari setiap jenis efek. Efek menonton paling tinggi adalah efek kognitif yang diikuti efek behavioral dan efek afektif. Hal ini terlihat dari tingginya pemahaman petani RT 02/06 Desa Cibatok Satu terhadap informasi penting, tingginya kecenderungan berperilaku setelah menyaksikan program berita Seputar Indonesia, serta tingginya perubahan sikap atau perasaan petani terhadap isu-isu penting dari program berita Seputar Indonesia. Secara keseluruhan karakteristik petani yang menunjukkan hubungan dengan perilaku menonton meliputi usia berhubungan nyata negatif dengan frekuensi menonton, usia berhubungan cukup nyata dengan waktu menonton, tingkat pendidikan berhubungan cukup nyata dengan frekuensi menonton, dan tingkat pendapatan berhubungan nyata dengan kehadiran orang lain. Karakteristik petani yang berhubungan dengan efek menonton ditunjukkan oleh tingkat pendidikan berhubungan cukup nyata dengan efek behavioral. Sebagian besar perilaku menonton menunjukkan hubungan dengan efek menonton, diantaranya frekuensi menonton berhubungan sangat nyata dengan efek menonton, durasi menonton berhubungan sangat nyata dengan efek menonton, dan waktu menonton berhubungan dengan efek menonton.
Saran Saran yang diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah 1. Pihak televisi swasta (RCTI), agar menambah durasi tayang berita Seputar Indonesia atau slot beritanya lebih diperpanjang dan sebaiknya menambah segmentasi khalayak yang menonton berdasarkan faktor usia, segmentasi khalayak yang menonton tidak dipatokan pada usia 15 tahun hingga 40 tahun saja. 2. Pihak masyarakat diharapkan aktif mencari tontonan yang mengandung unsur informasi tidak hanya aktif dalam mencari program hiburan yang saat ini sifatnya banyak yang tidak mendidik. 3. Pihak akademisi dan pihak-pihak yang berminat meneliti efek menonton program berita sebaiknya perlu mengembangkan penelitian ini untuk menguji konsep efek menonton program berita pada media penyiaran publik, berlangganan, dan komunitas. Penelitian ini menunjukkan perlunya pihak akademisi dalam memilih media massa yang pengaruhnya sangat kuat terhadap publik. Bagi pihak yang ingin melakukan penelitian terhadap efek menonton program berita perlu mengkaji lebih dalam terhadap efek menonton. 4. Pihak pemerintah, sebaiknya bekerjasama dengan pihak televisi swasta dalam membuat regulasi dalam rangka mensinergikan beragam program tayangan televisi dengan efek yang ditimbulkan kepada khalayaknya.
54
55
DAFTAR PUSTAKA Ardianto E, Komala L, Karlinah S. 2007. Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung (ID): Simbiosa Rekatama Media. Arikunto S. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta (ID): Rineka Cipta. Awaliyah R. 2012. Efektivitas Media Komunikasi Bagi Petani Padi di Kecamatan Gandus Kota Palembang (Kasus Program Ketahanan Pangan). [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Cangara HF. 2008. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta (ID): Rajagrafindo Persada. DeFleur ML, Lowery SA. 1994. Milestones in Mass Communication Research: Media Effects, Third Ed. USA (US): Longman Publishers. Desa Cibatok Satu. 2011. Data Monografi Desa Cibatok Satu. Bogor (ID): Kantor Desa Cibatok Satu. Effendy OU. 1984. Televisi Siaran Teori dan Praktek. Bandung (ID): Bina Cipta. __________. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunkasi. Bandung (ID): Citra Aditya Bakti. Feberia P. 2012. Efek Program Siaran “Bentang Parahyangan” Bandung TV Terhadap Khalayak (Kasus: RW 04 Kelurahan Cigending, Kecamatan Ujungberung, Kota Bandung dan RW 12 Kelurahan Tamansari, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Franklin CD. 1998. Better Understanding of Impact of Work Interferences on Organizational Commitment. Marriage and Family Review. Chicago (US): The University of Chicago Press. Hadiyanto. 2004. Perilaku dan motif menonton televisi pada peternak di dua tipologi desa di Kabupaten Bogor [catatan penelitian]. Jurnal Media Peternakan. 27(1): 30-37 [internet]. 10.42 [diunduh 2012 Oktober 28]. Tersedia pada: http://journal.ipb.ac/index.php/mediapeternakan/article/vi ew/708/ 187.pdf. Harahap AS. 2001. Hubungan Karakteristik Guru dengan Perilaku Menonton dan Persepsinya terhadap Program Hiburan TPI: Kasus Guru SMU Negeri Kodya Depok. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Harikedua VV. 2009. Efek Berita Kriminal Terhadap Perilaku Khalayak Terhadap Remaja (Kasus: SMP Taman Siswa, Jakarta Pusat). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Jahja R, Irvan M. 2006. Menilai tanggungjawab sosial televisi. Depok (ID): Piramedia. Kansong U. 2009. Television News Reporting and Writing: Panduan Praktis Menjadi Jurnalis Televisi. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia. Karlinah S, Komala S. 1999. Komunikasi Massa. Jakarta (ID): Universitas Terbuka. Kerlinger FN. 2004. Asas-Asas Penelitian Behavioural. Landung RS, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Foundation of Behavioural Research Third Edition.
56 Komala L, Ardianto E. 2004. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung (ID): Remaja Rosdakarya Offset. Kurniasih E. 2006. Hubungan antara Perilaku Menonton Tayangan Sinetron Religius dengan Sikap Remaja Terhadap Agama Islam (Kasus Siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 22, Kelurahan Utan Kayu Selatan, Kecamatan Matraman, Kotamadya Jakarta Timur, Propinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kusumah FA. 2010. Motivasi dan Perilaku Menonton serta Penilaian Khalayak terhadap Program Acara Televisi (Kasus Pemirsa Megaswara TV di RW 01 Kelurahan Bojong Rangkas Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor dan RW 17 Kelurahan Tegal Gundil Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Leeuwis C. 2004. Communication for Rural Innovation. Rethinking Agricultural Extension. Blackwell Science Ltd. Kundli-India (IN): Replika Press Pvt. Ltd. Mazdalifah. 1999. Hubungan Keterdedahan Tayangan Kekerasan di Televisi dengan Aspek Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Anak Kasus Murid SD Negeri 1 Gunung Batu Bogor Barat. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. McQuail D. 1987. Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar Ed ke-2. Dharma A dan Ram A, penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Mass Communication Theory. Miller RG, Steinberg. 1975. A New Analysis of Antarpribadi Communication. Chicago (US): Science Research Associates, Ltd. Moeliono AM. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta (ID): Balai Pustaka. Morissan MA. 2005. Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio dan Televisi. Tanggerang (ID): Raminda Prakarsa. Mugniesyah SS. 2006. Modul Mata Kuliah Pendidikan Orang Dewasa. Bogor (ID): Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Mulyana D. 2010. Persepsi Khalayak Terhadap Program Acara Televisi Reality Show Jika Aku Menjadi” di Trans TV (Kasus Mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Pengikut Mata Kuliah Psikologi Sosial Angkatan 2006, 2007, dan 2008). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Napitupulu DK. 2011. Efek Tayangan Sulanjana di Megaswara TV Dalam Pelestarian Kebudayaan Lokal (Kasus: Desa Babakan RW. 01, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Novelina P. 2004. Hubungan Karakteristik Individu, Sikap dan Perilaku Menonton Tayangan Berita Kriminal di Televisi (Kasus Desa Tambun Raya, Kecamatan Basarang, Kabupaten Kapuas, Propinsi Kalimantan Tengah). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nurfalah F. 2007. Pengaruh Tayangan Sinetron Religius Terhadap Perilaku Beragama Ibu Rumah Tangga Muslimah (di Desa Kedung dan Desa Tuk Kecamatan Kedawung Kabupaten Cirebon). [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nuruddin. 2009. Komunikasi Massa. Jakarta (ID): Rajawali Press. Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tentang Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) Tahun 2012 [internet]. 10.30
57 [diunduh 2013 Maret 10]. Tersedia pada: http://www.kpi.go.id/index. php/2012-05-03-16-16-23/peraturan-kpi. Priyatno D. 2009. Lima Jam Belajar Olah Data dengan SPSS 17. Yogyakarta (ID): Andi Offset. Purnamawati ND. 2007. Gambaran psychological well-being pegawai negeri sipil pria yang pensiun di usia dewasa madya (Studi kasus pada empat pria pensiunan pegawai negeri sipil). [skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia [internet]. 10.30 [diunduh 2013 Mei 5]. Tersedia pada: http://www.lontar.ui.ac.id/opac/ui/template.jsp?inner=detail.jsp?id=1244 51&lokasi=lokal. Rakhmat J. 2002. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung (ID): Remaja Rosdakarya. _________. 2005. Psikologi Komunikasi Ed Revisi. Bandung (ID): Remaja Rosdakarya. RCTI. Profil RCTI [internet] 14.50 [diunduh 2013 Maret 10]. Tersedia pada: http://www.rcti.tv. Ruben BD. 1992. Communication and Human Behavior. Thrid Edition. New Jersey (US): Prentice-Hall, Inc. Sari ES. 1993. Audience Research Pengantar Studi Peneltian Terhadap Pembaca, Pendengar dan Pemirsa. Yogyakarta (ID). Andi Offset. Sari RP. 2008. Efektivitas Iklan Sosis di Televisi dalam Membentuk Citra Produk Sosis (Kasus Siswa SMA Negeri 5 Bogor). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Severin WJ, Tankard JR. 1979. Communication Theories. Origins, Method. Uses. New York (US): Hasting House, Publishers. Siagan E. 2000. Analisis Isi Berita Pembangunan di Rajawali Citra Televisi Indonesia dalam Tahun 1997. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Silitonga RE. 2009. Perilaku Menonton dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Program Jelajah di Trans TV (Kasus: Mahasiswa Institut Pertanian Bogor Pengikut Mata Kuliah Komunikasi Bisnis, Semester Genap Tahun Ajaran 2008/2009). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Singarimbun M, Effendi S. 2006. Metode Penelitian Survai. Jakarta (ID): Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES). Tim Redaksi LP3ES. 2006. Jurnalisme: Antara Peristiwa dan Ruang Publik. Jakarta (ID): Pustaka LP3ES Indonesia. Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran [Internet]. 23.50 [diunduh 2013 Maret 10]. Tersedia pada: http://www.kpi.go.id/index.php/2012-05-03-16-16-23/undang-undang. Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Bogor Tahun 2013 [internet]. 20.00 [diunduh 2013 Mei 20]. Tersedia pada: http://www.jabar.bps.go.id. Vera N. 2007. Kekerasan dalam Media Massa; Perspektif Kultivasi. Fakultas ilmu Komunikasi Universitas Budi Luhur [internet]. 09.57 [diunduh 2013 Mei 10]. Tersedia pada: http://209.85.175.104?q=cache: lbhh4195j98j: jurnal.bl.ac.id. Wahyuni HI. 2000. Televisi dan Intervensi Negara: Konteks Politik Kebijakan Publik Industri Penyiaran Televisi pada Era Orde Baru. Yogyakarta (ID): Media Pressindo.
58
59
LAMPIRAN
60
61 Lampiran 1 Denah lokasi penelitian
Sumber: Data monografi Desa Cibatok Satu (2011)
62 Lampiran 2 Jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2013 Kegiatan Penyusunan proposal skripsi Kolokium Penyebaran angket Perbaikan proposal Pengambilan data lapangan Pengolahan dan analisis data Penulisan draft skripsi Uji petik Sidang skripsi Perbaikan laporan penelitian
Februari Maret April Mei Juni 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
63
Lampiran 3 Hasil uji validitas dan reliabilitas Validitas efek menonton program berita Seputar Indonesia RCTI Item-Total Statistics Squared Scale Mean if Scale Variance if Corrected ItemMultiple Item Deleted Item Deleted Total Correlation Correlation Pertanyaan 1 Pertanyaan 2 Pertanyaan 3 Pertanyaan 4 Pertanyaan 5 Pertanyaan 6 Pertanyaan 7 Pertanyaan 8 Pertanyaan 9 Pertanyaan 10 Pertanyaan 11 Pertanyaan 12 Pertanyaan 13 Pertanyaan 14 Pertanyaan 15 Pertanyaan 16 Pertanyaan 17 Pertanyaan 18 Pertanyaan 19 Pertanyaan 20 Pertanyaan 21 Pertanyaan 22 Pertanyaan 23 Pertanyaan 24 Pertanyaan 25 Pertanyaan 26 Pertanyaan 27 Pertanyaan 28 Pertanyaan 29 Pertanyaan 30 Pertanyaan 31 Pertanyaan 32 Pertanyaan 33
125.4000 125.9000 125.9000 125.7000 126.2000 128.7000 125.4000 126.3000 129.1000 125.1000 129.1000 125.5000 125.8000 129.0000 125.6000 127.9000 126.4000 125.8000 125.6000 125.5000 125.9000 126.7000 126.6000 126.6000 126.4000 126.4000 127.2000 126.6000 125.9000 126.1000 126.1000 126.4000 126.0000
455.600 467.211 444.989 452.233 452.622 480.233 458.267 453.344 468.989 468.100 482.100 463.833 441.289 472.000 462.933 460.767 462.711 456.400 454.933 451.389 451.433 453.344 457.822 438.044 463.156 456.489 453.067 452.711 449.878 428.989 442.544 461.600 440.000
.816 .556 .846 .539 .585 .105 .737 .821 .522 .553 .112 .640 .787 .402 .623 .491 .752 .663 .738 .765 .783 .393 .584 .878 .509 .602 .787 .797 .822 .864 .837 .791 .880
Cronbach's Alpha if Item Deleted . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
.959 .961 .958 .961 .960 .963 .959 .959 .961 .961 .962 .960 .959 .961 .960 .961 .960 .960 .959 .959 .959 .964 .960 .958 .961 .960 .959 .959 .959 .958 .958 .960 .958
64 Cronbach's Alpha Based on Cronbach's
Standardized
Alpha
Items
N of Items
.961
.963
33
Reliabilitas efek menonton program berita Seputar Indonesia RCTI Reliability Statistics Cronbach's Alpha
Part 1
Value N of Items
Part 2
Value N of Items
Total N of Items
.895 17a .943 16b 33
Correlation Between Forms
.966
Spearman-Brown Coefficient Equal Length
.983
Unequal Length Guttman Split-Half Coefficient
.983 .957
a. The items are: Pertanyaan 1, Pertanyaan 2, Pertanyaan 3, Pertanyaan 4, Pertanyaan 5, Pertanyaan 6, Pertanyaan 7, Pertanyaan 8, Pertanyaan 9, Pertanyaan 10, Pertanyaan 11, Pertanyaan 12, Pertanyaan 13, Pertanyaan 14, Pertanyaan 15, Pertanyaan 16, Pertanyaan 17. b. The items are: Pertanyaan 18, Pertanyaan 19, Pertanyaan 20, Pertanyaan 21, Pertanyaan 22, Pertanyaan 23, Pertanyaan 24, Pertanyaan 25, Pertanyaan 26, Pertanyaan 27, Pertanyaan 28, Pertanyaan 29, Pertanyaan 30, Pertanyaan 31, Pertanyaan 32, Pertanyaan 33.
Nilai koefisien validitas (alpha) sebesar 0.961, sedangkan nilai koefisien reliabilitas (Guttman Split-Half Coefficient) di atas adalah 0.957. Sesuai kriteria, nilai ini sudah lebih besar dari 0.80, maka hasil uji coba kuesioner memiliki tingkat validitas dan reliabilitas yang baik, atau dengan kata lain data hasil uji coba kuesioner dapat dipercaya.
65 Lampiran 4 Surat penelitian
66 Lampiran 5 Rataan skor efek menonton program berita Seputar Indonesia
A 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. B 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. C 1. 2.
Efek menonton Kognitif Lebih memahami kejadian-kejadian penting Menambah wawasan tentang peristiwa-peristiwa penting Lebih memahami informasi-informasi penting Mengetahui tentang apa yang dipikirkan orangorang terhadap isu-isu penting Memperoleh banyak “ilmu” untuk memahami kondisi atau kejadian di lingkungan sendiri Menambah pemahaman mengenai bahasa Indonesia yang baik dan benar Menambah berbagai macam manfaat mengenai isu-isu penting Menambah keterampilan dalam berpikir mengenai isu-isu penting Mendorong pembicaraan isu-isu penting dengan orang lain Mengarahkan perhatian terhadap isu-isu penting Mengarahkan minat menonton terhadap isu-isu penting Afektif Menimbulkan benci atau marah terhadap kejahatankejahatan yang diberitakan Mengubah sikap tentang kejadian-kejadian penting Membangkitkan keinginan untuk dicintai lawan jenis Membangkitkan keinginan merias diri Membentuk sikap peduli terhadap orang lain Mengubah sikap tentang orang-orang penting Meningkatkan tenggang rasa terhadap orang lain Membangkitkan hasrat seksual Meningkatkan rasa ingin tahu tentang berita-berita atau informasi-informasi Merangsang untuk meniru cara-cara berpakaian Membentuk sikap disiplin mengenai segala hal Mempertegas sikap tentang berbagai masalah/isu penting Membuat sedih tentang kejadian memilukan yang diberitakan Menimbulkan rasa senang tentang berita-berita mengembirakan Behavioral Berpakaian secara sopan Mengajak orang lain dan anggota keluarga lainnya
Rataan skor* 4.59 4.80 4.65 4.63 4.65 4.43 4.53 4.58 4.40 4.70 4.55 4.65 3.87 4.80 4.90 1.33 1.78 4.63 4.78 4.83 1.15 4.78 2.38 4.73 4.75 4.70 4.73 3.96 4.53 4.28
67
3. 4. 5. 6.
7. 8.
untuk menonton Seputar Indonesia Berperilaku baik terhadap orang sekitar Meniru tindakan kekerasan yang diberitakan Terampil berbicara bahasa Indonesia yang baik dan benar Mampu memberikan saran dan pendapat dalam musyawarah di kelompok tani dan organisasi lainnya Merekomendasikan atau menyarankan kepada orang lain untuk menonton berita Akan tetap menonton Seputar Indonesia untuk kedepannya
*Rentang skor: 1-6
4.25 1.48 4.25 4.28
4.20 4.45
68 Lampiran 6 Hasil tabulasi silang Jenis kelamin*frekuensi menonton Count Frekuensi Menonton Rendah Jenis Kelamin
Tinggi
Total
Laki-laki
13
10
23
Perempuan
6 19
11 21
17 40
Total
Jenis kelamin*durasi menonton Count Durasi Menonton Rendah Jenis Kelamin
Tinggi
Total
Laki-laki
11
12
23
Perempuan
6 17
11 23
17 40
Total
Jenis kelamin*waktu menonton Count Waktu Menonton Sore Jenis Kelamin
pagi dan sore
Total
Laki-laki
13
10
23
Perempuan
6 19
11 21
17 40
Total
Jenis kelamin*Kehadiran orang lain Count Kehadiran orang lain Sendiri Jenis Kelamin
Bersama keluarga
Total
Laki-laki
11
12
23
Perempuan
5 16
12 24
17 40
Total
Jenis kelamin*suasana menonton Count Suasana Menonton Tenang/kondusif Jenis Kelamin Total
Berisik/ada gangguan
Total
Laki-laki
19
4
23
Perempuan
14 33
3 7
17 40
69 Jenis kelamin*efek kognitif Count Efek Kognitif Rendah Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
Total
Tinggi
Total
5
18
23
5 10
12 30
17 40
Jenis kelamin*efek afektif Count Efek Afektif Rendah Jenis Kelamin
Tinggi
Total
Laki-laki
11
12
23
Perempuan
6 17
11 23
17 40
Total
Jenis kelamin*efek behavioral Count Efek Behavioral Rendah Jenis Kelamin
Tinggi
Total
Laki-laki
12
11
23
Perempuan
7 19
10 21
17 40
Total
Jenis kelamin*efek total Count Efek Total Rendah Jenis Kelamin
Tinggi
Total
Laki-laki
11
12
23
Perempuan
7 18
10 22
17 40
Total
Usia*waktu menonton Count Waktu Menonton Sore Usia
Total
Dewasa Awal
pagi dan sore
Total
2
8
10
Dewasa Pertengahan
12
11
23
Dewasa Tua
5 19
2 21
7 40
70 Usia*Kehadiran orang lain Count Kehadiran orang lain Sendiri Usia
Bersama keluarga
Total
Usia Muda
4
6
10
Usia Pertengahan
9
14
23
3 16
4 24
7 40
Usia Tua Total
Usia*suasana menonton Count Suasana Menonton Tenang/kondusif Usia
Usia Muda
Berisik/ada gangguan
Total
7
3
10
Usia Pertengahan
20
3
23
Usia Tua
6 33
1 7
7 40
Total
Tingkat pendidikan*waktu menonton Count Waktu Menonton Sore Tingkat Pendidikan
pagi dan sore
Total
Rendah
17
14
31
Sedang
1
2
3
Tinggi
1 19
5 21
6 40
Total
Tingkat pendidikan*Kehadiran orang lain Count Kehadiran orang lain Sendiri Tingkat Pendidikan
Total
Bersama keluarga
Total
Rendah
10
21
31
Sedang
2
1
3
Tinggi
4 16
2 24
6 40
71 Tingkat pendidikan*suasana menonton Count Suasana Menonton Berisik/ada gangguan
Tenang/kondusif Tingkat Pendidikan
Total
Rendah
26
5
31
Sedang
2
1
3
Tinggi
5 33
1 7
6 40
Total
Tingkat pendapatan*waktu menonton Count Waktu Menonton Sore Tingkat Pendapatan
pagi dan sore
Total
Rendah
8
7
15
Sedang
7
10
17
Tinggi
4 19
4 21
8 40
Total
Tingkat pendapatan*Kehadiran orang lain Count Kehadiran orang lain Sendiri Tingkat Pendapatan
Bersama keluarga
Total
Rendah
4
11
15
Sedang
11
6
17
Tinggi
1 16
7 24
8 40
Total
Tingkat pendapatan*suasana menonton Count Suasana Menonton Tenang/kondusif Tingkat Pendapatan
Total
Berisik/ada gangguan
Total
Rendah
12
3
15
Sedang
15
2
17
Tinggi
6 33
2 7
8 40
72 Waktu menonton*efek kognitif Count Efek Kognitif Rendah Waktu Menonton
Sore pagi dan sore
Total
Tinggi
Total
9
10
19
1 10
20 30
21 40
Waktu menonton*efek afektif Count Efek Afektif Rendah Waktu Menonton
Tinggi
Total
Sore
16
3
19
pagi dan sore
1 17
20 23
21 40
Total
Waktu menonton*efek behavioral Count Efek Behavioral Rendah Waktu Menonton
Tinggi
Total
Sore
18
1
19
pagi dan sore
1 19
20 21
21 40
Total
Waktu menonton*efek total Count Efek Total Rendah Waktu Menonton
Tinggi
Total
Sore
17
2
19
pagi dan sore
1 18
20 22
21 40
Total
Kehadiran orang lain*efek kognitif Count Efek Kognitif Rendah Kehadiran orang lain
Sendiri Bersama keluarga
Total
Tinggi
Total
5
11
16
5 10
19 30
24 40
73 Kehadiran orang lain*efek afektif Count Efek Afektif Rendah Kehadiran orang lain
Sendiri Bersama keluarga
Total
Tinggi
Total
7
9
16
10 17
14 23
24 40
Kehadiran orang lain*efek behavioral Count Efek Behavioral Rendah Kehadiran orang lain
Sendiri Bersama keluarga
Total
Tinggi
Total
7
9
16
12 19
12 21
24 40
Kehadiran orang lain*efek total Count Efek Total Rendah Kehadiran orang lain
Sendiri Bersama keluarga
Total
Tinggi
Total
7
9
16
11 18
13 22
24 40
Suasana menonton*efek kognitif Count Efek Kognitif Rendah Suasana Menonton
Tenang/kondusif Berisik/ada gangguan
Total
Tinggi
Total
9
24
33
1 10
6 30
7 40
Suasana menonton*efek afektif Count Efek Afektif Rendah Suasana Menonton Total
Tinggi
Total
Tenang/kondusif
15
18
33
Berisik/ada gangguan
2 17
5 23
7 40
74 Suasana menonton*efek behavioral Count Efek Behavioral Rendah Suasana Menonton
Tinggi
Total
Tenang/kondusif
15
18
33
Berisik/ada gangguan
4 19
3 21
7 40
Total
Suasana menonton*efek total Count Efek Total Rendah Suasana Menonton Total
Tinggi
Total
Tenang/kondusif
14
19
33
Berisik/ada gangguan
4 18
3 22
7 40
75
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 10 Januari 1990 dari ayah Asmad (alm) dan ibu Tunminah. Penulis adalah putri keempat dari empat bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 53 Jakarta dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi Asisten Praktikum Komunikasi Massa tahun 2013, selain itu juga penulis aktif mengikuti beberapa organisasi serta kegiatan kepanitiaan. Penulis pernah tergabung kedalam organisasi Koran Kampus sebagai staf perusahaan. Organisasi Samisaena Bina Desa Ekologi Manusia dibawah naungan BEM Fakultas Ekologi Manusia dengan posisi sebagai sekretaris khusus divisi pengembangan masyarakat. Selanjutnya pada tahun 2010-2011 penulis aktif dalam kepanitian seperti kepanitiaan sebagai penanggung jawab anggota pada Masa Perkenalan Departemen dan kepanitiaan communication day. Selain itu, penulis juga aktif dalam kegiatan komunitas di luar kampus IPB, seperti menjadi anggota dalam komunitas Nikon Team Photography, Nikonly Photography, MCB (Masyarakat Cinta Bogor) Community, dan komunitas Pecinta Anak Jalanan sebagai pembimbing dan pengajar bagi anak-anak jalanan dalam mendapatkan ilmu pengetahuan. Selama menjadi mahasiswa penulis sering mengikuti magang pada liburan semester di berbagai perusahaan BUMN, Bank dan pertelevisian, diantaranya menjadi staf kebijakan fungsional di Departemen Kesehatan Indonesia, staf administrasi di Pertamina, staf account executive Bank UOB, staf skip picture pada program Orang Pinggiran Trans 7 melalui Studio Samuan, staf Lighting Person pada program Reportase Sore Trans TV, staf asisten produksi pada program Berita Siang MNC TV.
76
77