Prosiding Seminar Ilmiah Dies Natalis USU ke-60 (SI-Dies 2012). Medan, 18 Juli 2012
PERFUME BOTTLE’S DESIGN AND ITS INFLUENCED TO PURCHASING INTENTION IN ADOLESCENTS Evy Deliani and Zulkarnain Departemen Psikologi Industri dan Organisasi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara (USU) Jl. dr. Mansur No. 7, Medan e-mail:
[email protected]
Abstract Aesthetic and functional products design have been booming in recent years and impact to consumers’ purchasing intention and behaviors today. There are some factors that influence of purchasing intention to perfume beside the fragrance, its also influenced by other elements such as shapes of bottles, packaging, and advertising. This study aims to determine the influence of perfume bottles design to purchase intention in adolescents. The method used in this study was pre-experimental design, one shot case study. This study was involved 96 students at Faculty of Psychology, University of Sumatera Utara. The sampling technique used in this study was purposive sampling. Data collected trough a questionnaire, and measuring instrument was used the scale of purchasing intention. Data analyzed statistically using paired sample t-test. The results showed that there was a significant difference in purchasing intention between perfume bottles Aesthetic design and perfume bottles functional design. it showed that perfume bottles Aesthetic design influenced to purchasing intention. The implication of study that it contributes to understanding the way by adolescent to purchase perfume based on bottle’s design.
Keywords: perfume bottles design, Aesthetic and functional design, purchasing intention
1.
Pendahuluan
Parfum adalah produk yang sudah tidak asing lagi dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi saat ini aroma parfum yang ditawarkan sudah semakin beragam, baik yang dikhususkan untuk pria, wanita, ataupun untuk keduanya. Kata parfum sendiri berasal dari bahasa latin “per fumum” yang berarti melalui asap. Riwayat parfum telah ada sejak zaman Mesopotamia kuno sekitar lebih dari 4000 tahun yang lalu. Pada zaman dahulu, orangorang menggunakan tanaman herbal, rempah-rempah dan bunga dan dicampurkan bersama untuk membuat wewangian. Selanjutnya pada pertengahan abad ke-15 parfum mulai dicampur minyak dan alkohol. Meskipun demikian, parfum baru mengalami kemajuan pesat pada abad ke-18 dengan munculnya beragam aroma wewangian dan botol yang indah [1]. Dalam 20 tahun terakhir ini terdapat peningkatan yang pesat pada jumlah produksi parfum [2]. Bahkan industri parfum
diperkirakan dapat memperoleh hasil penjualan tahunan sebesar 25-30 juta dollar [3]. Hal tersebut menunjukkan adanya kebutuhan masyarakat akan parfum yang semakin hari semakin meningkat. Salah satu konsumen parfum adalah para remaja. Dari hasil penelitian Borgave & Chaudari, remaja merasa lebih baik dan merasa lebih percaya diri setelah menggunakan parfum [4]. Hal ini sesuai bagi remaja yang memerlukan kepercayaan diri yang tinggi dalam pergaulannya dan pada masa ini remaja mulai terjun dan berperan di masyarakat [5]. Hasil penelitian lainnya dari Borgave & Chaudari adalah remaja menilai wangi parfum berada di urutan pertama yang dipertimbangkan oleh remaja pada saat akan membeli parfum [4]. Urutan selanjutnya adalah merek, harga, dan kemasan parfum itu sendiri. Selain sebagai konsumen, remaja juga merupakan terget market yang potensial bagi produsen parfum. Hal ini disebabkan karena remaja memiliki sifat dasar ingin tahu dan ingin mencoba yang tinggi, termasuk
618
Prosiding Seminar Ilmiah Dies Natalis USU ke-60 (SI-Dies 2012). Medan, 18 Juli 2012
keinginan membeli berbagai produk baru. Bahkan, remaja termasuk salah satu kelompok yang cukup banyak menghabiskan uang untuk membeli berbagai produk yang diinginkan melebihi orang yang memiliki penghasilan [6]. Perilaku membeli merupakan salah satu contoh dari perilaku yang tampak (overt behavior). Faktor penentu dari perilaku yang tampak adalah besarnya intensi untuk menampilkan atau tidak menampilkan perilaku tersebut [7]. Menurut Schiffman, intensi adalah hal yang berkaitan dengan kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau perilaku tertentu [8]. Ajzen mengemukakan bahwa intensi terdiri dari tiga aspek yaitu sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan kontrol terhadap perilaku [7]. Menurut Ajzen hampir setiap perilaku manusia didahului oleh adanya intensi untuk berperilaku [9]. Sehingga, bisa ditarik kesimpulan bahwa sebelum terbentuk perilaku membeli pada remaja, maka didahului adanya dorongan untuk membeli atau disebut sebagai intensi membeli. Howard dan Sheth mendefenisikan intensi membeli sebagai kemungkinan seorang konsumen berencana membeli produk tertentu pada jangka waktu tertentu dan hal itu terjadi setelah konsumen menyimpan informasi yang relevan untuk menentukan keputusan membeli [10]. Intensi membeli terbentuk dari sikap konsumen terhadap produk dan keyakinan konsumen terhadap kualitas produk [6]. Intensi membeli juga berguna untuk melihat segmen pasar produk tertentu dan seberapa efektif promosi suatu produk yang dilakukan terhadap individu yang berbeda. Banyak hasil penelitian melaporkan adanya hubungan positif dan signifikan antara intensi membeli dan perilaku membeli yang sebenarnya [10]. Faktor-faktor yang mempengaruhi intensi membeli produk parfum selain karena keharuman parfum tersebut juga dipengaruhi unsur-unsur lain seperti bentuk botol parfum, kemasan, dan cara pengiklanan parfum [11]. Bentuk dari botol parfum merupakan salah satu poin penjualan parfum itu sendiri dan dipertimbangkan memegang peranan penting terhadap intensi membeli parfum pada konsumen [12]. Hal ini dikarenakan ada konsumen yang membeli parfum karena
alasan keindahan bentuk botol sebuah parfum [13]. Keindahan bentuk botol sebuah parfum adalah salah satu contoh dari desain estetis suatu produk. Desain estetis suatu produk dapat mempengaruhi intensi membeli pada konsumen. Hal ini dikarenakan selain menarik, produk dengan desain estetis dipersepsikan dapat menunjukkan performa yang lebih baik [14]. Desain adalah elemen kunci yang digunakan untuk mempersiapkan dasar pemasaran baru yang dapat meningkatkan nilai produk dan nilai kompetitif suatu produk [15]. Menurut Klimchuk dan Krasovec, desain kemasan produk merupakan bisnis kreatif yang mengkaitkan bentuk, struktur, material, warna, citra, tipografi, dan elemen-elemen desain dengan informasi produk agar produk dapat dipasarkan [16]. Desain suatu produk berfungsi menyampaikan maksud produk tersebut kepada konsumen. Konsumen memperoleh maksud produk tersebut melalui kombinasi tampilan fisik produk, seperti warna, bentuk, dan material yang digunakan [15]. Desain produk juga berfungsi untuk menciptakan keuntungan terhadap adanya tekanan persaingan suatu produk di pasaran dan berkontribusi untuk menciptakan kesuksesan produk tersebut. Hal ini senada dengan hasil penelitian Gemser dan Leenders yang mengatakan bahwa desain produk yang baik akan mempengaruhi kesuksesan penjualan produk tersebut[17]. Selain itu, penampilan suatu produk dapat meningkatkan nilai produk itu sendiri, karena banyak konsumen yang suka membeli produk yang terlihat estetis [17]. Desain produk melibatkan beberapa pertimbangan mulai dari melindungi isi, membuat isi produk mudah dipakai dan mudah disimpan, sampai mengkomunikasikan kesan yang diinginkan suatu produk. Desain kemasan juga berperan dalam semua proses periklanan, promosi, dan usaha pemasaran yang bertanggung jawab untuk membentuk citra perusahaan. Tujuan utama desain kemasan adalah fungsional dan promosi. Tujuan fungsional didapat karena kemasan melindungi produk dari mulai dikemas sampai ke tangan konsumen. Tujuan promosi didapat karena kemasan bisa digunakan sebagai alat yang bisa
619
Prosiding Seminar Ilmiah Dies Natalis USU ke-60 (SI-Dies 2012). Medan, 18 Juli 2012
mempengaruhi keputusan membeli individu, kemasan bisa membuat suatu produk berbeda dengan produk lainnya dan menciptakan citra perusahaan dan bisa bertindak sebagai penjual produk yang diam ketika orang melewati produk tersebut [18]. Dengan banyaknya pilihan produk parfum di pasaran, maka muncullah kompetisi antar produk. Kompetisi pada akhirnya mendorong kebutuhan untuk berbeda dari pasaran. Idealnya, ketika desain kemasan mampu memberikan informasi yang jelas dan spesifik kepada konsumen (baik langsung ataupun tidak langsung), dan satu poin pembanding (suatu produk tampak merupakan produk yang lebih efektif, nilainya lebih baik, dan kemasannya lebih nyaman), hal ini dapat memotivasi pembelian terhadap produk tersebut. Penampilan fisik kemasan produk sering menjadi alasan utama terjualnya suatu produk, tidak hanya pada pembelian yang diperhitungkan, tetapi juga pada pembelian yang dilakukan secara spontan [16]. Bentuk desain dari botol parfum penting untuk meningkatkan nilai parfum tersebut [19]. Selain itu, pemasar bahkan percaya bahwa desain kemasan sebenarnya lebih berpengaruh daripada iklan dan memiliki dampak langsung pada bagaimana konsumen merasa dan mengalami produk itu. Oleh karena itu, produk parfum dikemas sedemikian rupa agar menarik konsumen untuk membeli. Berdasarkan uraian di atas, tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh desain botol parfum terhadap intensi membeli pada remaja.
1.2 Intensi Membeli Howard dan Sheth mendefenisikan intensi membeli sebagai kemungkinan seorang konsumen berencana membeli produk tertentu pada jangka waktu tertentu dan hal itu terjadi setelah konsumen menyimpan informasi yang relevan untuk menentukan keputusan membeli [10]. Sedangkan menurut Mowen dan Minor intensi membeli merupakan intensi perilaku yang berkaitan dengan keinginan konsumen untuk berperilaku menurut cara tertentu guna memiliki, membuang, dan menggunakan produk [20]. Menurut Assael intensi membeli adalah tahap terakhir dari rangkaian proses
keputusan pembelian konsumen [8]. Proses ini akan dimulai dari munculnya kebutuhan akan suatu produk (need arousal), dilanjutkan dengan pemrosesan informasi oleh konsumen (consumer information processing), selanjutnya konsumen akan mengevaluasi produk tersebut. Hasil evaluasi inilah yang akhirnya memunculkan niat atau intensi untuk membeli. Menurut Ajzen, Intensi memiliki korelasi yang tinggi dengan perilaku, oleh karena itu dapat digunakan untuk meramalkan perilaku [7]. Hal ini dapat juga berlaku pada perilaku membeli. Dengan mengukur intensi membeli individu, dapat meramalkan bahwa individu tersebut akan melakukan perilaku membeli. Terdapat 3 aspek intensi membeli yang berasal dari aspek-aspek intensi berperilaku dari Ajzen, yaitu sebagai berikut; pertama, Sikap konsumen terhadap perilaku membeli [7]. Seseorang yang yakin bahwa sebuah tingkah laku dapat menghasilkan outcome yang positif, maka individu tersebut akan memiliki sikap yang positif, begitu juga sebaliknya. Sehingga apabila individu yakin perilaku membeli yang dia lakukan akan menghasilkan outcome yang positif, maka individu tersebut memiliki sikap yang positif terhadap perilaku membeli, begitupun sebaliknya. Kedua norma subjektif terhadap perilaku membeli. Aspek ini berkenaan dengan harapan-harapan yang berasal dari referent atau orang dan kelompok yang berpengaruh bagi individu (significant others) seperti orang tua, pasangan, teman dekat, rekan kerja atau lainnya, tergantung pada perilaku yang terlibat. Sehingga individu yang yakin bahwa kebanyakan referent akan menyetujui dirinya menampilkan perilaku membeli, dan adanya motivasi untuk melakukan perilaku membeli pada suatu produk, maka hal ini akan menyebabkan individu tersebut memiliki subjective norm yang menempatkan tekanan pada dirinya untuk melakukan pembelian terhadap suatu produk. Ketiga kontrol perilaku terhadap perilaku membeli. Kontrol perilaku merupakan keyakinan tentang ada atau tidaknya faktor-faktor yang memfasilitasi dan menghalangi individu untuk melakukan suatu perilaku [7]. Dalam hal ini, contoh dari faktor-faktor yang memfasilitasi adalah misalnya adanya uang yang dapat digunakan individu untuk membeli suatu produk. Contoh lainnya
620
Prosiding Seminar Ilmiah Dies Natalis USU ke-60 (SI-Dies 2012). Medan, 18 Juli 2012
adalah adanya transportasi dan waktu yang memungkinkan individu untuk membeli suatu produk. Sedangkan contoh faktorfaktor yang menghalangi individu untuk membeli suatu produk adalah tidak adanya dana, waktu dan habisnya suatu produk yang ingin dibeli seseorang.
1.3 Desain Botol Parfum Sejarah awal disain kemasan produk dimulai dari adanya kebutuhan manusia untuk memiliki barang. Sejak tahun 8000 SM material-material alami seperti anyaman rumput dan kain, kulit pohon, daun, kerang, kerajinan tanah liat, dan peralatan kaca yang kasar digunakan sebagai peti kemas untuk menyimpan barang. Sayur labu yang berongga dan kandung kemih binatang mengilhami bentuk botol kaca, dan kulit binatang serta daun merupakan asal muasal kantung kertas dan pembungkus plastik [16]. Menurut Cenadi, kunci utama untuk membuat sebuah desain kemasan yang baik adalah kemasan tersebut harus sederhana, fungsional dan menciptakan respons emosional positif yang secara tidak langsung berkata, “Belilah Saya.” Kemasan harus dapat menarik perhatian secara visual, emosional dan rasional. Sebuah desain kemasan yang bagus memberikan sebuah nilai tambah terhadap produk yang dikemasnya [21]. Dari seluruh kegiatan penginderaan manusia, 80% adalah penginderaan melalui penglihatan atau kasatmata (visual). Karena itulah, unsurunsur grafis dari kemasan antara lain: warna, bentuk, merek, ilustrasi, huruf dan tata letak merupakan unsur visual yang mempunyai peran terbesar dalam proses penyampaian pesan secara kasatmata (visual communication). Agar berhasil, maka penampilan sebuah kemasan harus mempunyai daya tarik. Daya tarik pada kemasan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu daya tarik estetika dan daya tarik fungsional [21]. Daya tarik estetika mengacu pada penampilan kemasan. Semua unsur grafis pada tampilan kemasan tersebut dikombinasikan untuk menciptakan suatu kesan dan dapat memberikan daya tarik visual secara optimal. Daya tarik visual sendiri berhubungan dengan faktor emosi dan psikologis yang terletak pada bawah sadar manusia. Sebuah
desain yang baik harus mampu mempengaruhi konsumen untuk memberikan respons positif tanpa disadarinya. Sering terjadi konsumen membeli suatu produk yang tidak lebih baik dari produk lainnya walaupun harganya lebih mahal. Daya tarik fungsional merupakan efektivitas dan efisiensi suatu kemasan yang ditujukan kepada konsumen maupun distributor. Misalnya, untuk kemudahan penyimpanan atau pemajangan produk. Beberapa daya tarik fungsional lainnya yang perlu dipertimbangkan antara lain; dapat melindungi produk, memudahkan pemakai untuk menghabiskan isinya dan mengisi kembali dengan jenis produk yang dapat diisi ulang. Pada akhirnya desain kemasan suatu produk berfungsi dalam memasarkan produk dengan mengkomunikasikan kepribadian atau fungsi produk konsumsi secara unik [16].
1.4 Desain Botol Parfum dan Intensi Membeli Pada Remaja Salah satu aspek psikologis dari adanya perubahan fisik pada masa remaja adalah para remaja menjadi sangat memperhatikan tubuh mereka dan membangun citranya sendiri mengenai bagaimana tubuh mereka [22]. Menggunakan parfum adalah salah satu cara yang dilakukan para remaja untuk memperhatikan tubuh mereka. Menurut penelitian Borgave & Chaudari, baik remaja laki-laki maupun perempuan mempunyai karakteristik dan kecenderungan yang serupa terhadap parfum [4]. Hasil penelitian tersebut juga mengatakan bahwa para remaja merasa lebih baik saat menggunakan parfum, dan beberapa remaja lainnya merasa jadi lebih percaya diri dan merasakan kesenangan ketika menggunakan parfum. Dari hasil penelitian tersebut juga didapat bahwa wangi parfum adalah alasan utama remaja memilih parfum yang akan mereka gunakan. Tetapi selain wangi parfum, desain botol parfum juga berperan sebagai daya tarik parfum yang dapat mempengaruhi pembelian parfum pada remaja. Hasil penelitian Safiq, Raza, dan Rehman juga menunjukkan bahwa desain suatu produk berpengaruh secara signifikan dalam meningkatkan intensi membeli
621
Prosiding Seminar Ilmiah Dies Natalis USU ke-60 (SI-Dies 2012). Medan, 18 Juli 2012
konsumen [23]. Intensi membeli merupakan tahap terakhir dari rangkaian proses keputusan pembelian konsumen. Proses ini akan dimulai dari munculnya kebutuhan akan suatu produk (need arousal), dilanjutkan dengan pemrosesan informasi oleh konsumen (consumer information processing), selanjutnya konsumen akan mengevaluasi produk tersebut. Hasil evaluasi konsumen inilah yang akhirnya memunculkan niat atau intensi untuk membeli [8]. Agar sebuah produk bisa dilihat dan dikenali oleh konsumen, suatu produk harus dapat menarik perhatian konsumen terlebih dahulu. Desain kemasan yang terdapat pada suatu produk adalah salah satu cara yang dapat digunakan untuk menarik perhatian konsumen [24]. Desain yang baik dapat memberikan kontribusi dalam hal kegunaan produk dan juga penampilannya. Selain itu, desain yang baik juga dapat menarik perhatian, meningkatkan kinerja produk, memotong biaya produksi, dan memberikan keunggulan bersaing pada produk di pasaran [25]. Beberapa penelitian menunjukkan adanya pengaruh desain produk yang baik pada kesuksesan penjualan. Bahkan untuk produk industri, penampilan suatu produk memiliki pengaruh terhadap pilihan konsumen terhadap produk tersebut [17]. Hasil penelitian Bloch menyatakan bahwa botol suatu produk dapat digunakan untuk menarik perhatian konsumen [26]. Warna cerah, kemasan yang lebih tinggi, dan bentuk yang tidak biasa dapat digunakan untuk menarik perhatian konsumen dan mempengaruhi pembelian terhadap suatu produk [27]. Hal ini menunjukkan bahwa penampilan fisik dan tekstur dari permukaan botol parfum sama pentingnya dengan parfum itu sendiri [28]. Penelitian juga menunjukkan bahwa bentuk-bentuk yang tidak biasa dan unik pada suatu produk dipersepsikan oleh konsumen memiliki isi yang lebih banyak daripada saat produk tersebut dikemas dengan bentuk yang khas [27]. Hal tersebut dikarenakan kebanyakan konsumen yang sibuk tidak berhenti untuk melihat secara rinci terhadap suatu produk. Hal ini membuktikan bahwa kemasan suatu produk adalah faktor penting yang mempengaruhi keputusan membeli konsumen. Desain produk dapat menjadi alat promosi yang
dapat menarik perhatian konsumen dan telah terbukti dalam meningkatkan jumlah penjualan. Bahkan jika produk tersebut tidak diiklankan, jumlah penjualan dapat terus tumbuh dengan baik karena kemasannya [24]. Berdasarkan penjelasan di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: ada pengaruh desain botol parfum terhadap intensi membeli pada remaja.
2. Metode Penelitian Dalam penelitian ini, desain botol parfum sebagai variabel bebas dan intensi membeli sebagai variabel tergantung. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa pada Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang berusia antara 17 – 21 tahun. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Penelitian eksperimen merupakan penelitian yang dilakukan dengan melakukan manipulasi dengan memberikan treatment atau menciptakan sebuah kondisi atau rangsangan pada subjek yang ditelitinya [29]. Dalam metode eksperimen terdapat beberapa bentuk desain yang dapat digunakan dalam penelitian, salah satunya adalah preexperimental design. Salah satu rancangan pre-experimental design adalah One-Shot Case Study. Penelitian dengan desain OneShot Case Study ini pada dasarnya adalah penelitian yang secara eksperimen tanpa rancangan yang lengkap. Disebut tanpa rancangan lengkap karena rancangan eksperimen yang digunakan tidak sepenuhnya mampu mengisolasi pengaruh faktor lain yang sebenanrnya tidak diinginkan dalam penelitian ini [30]. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah within subject design.
T2
X Eksperimen
Postest
Gambar 1. rancangan penelitian One-Shot Case Study
2.1 Instrumen pengukuran Intensi membeli responden akan diukur berdasarkan skala intensi membeli
622
Prosiding Seminar Ilmiah Dies Natalis USU ke-60 (SI-Dies 2012). Medan, 18 Juli 2012
berdasarkan aspek-aspek intensi dari Ajzen, yaitu sikap konsumen terhadap perilaku membeli, norma subjektif terhadap perilaku membeli dan kontrol perilaku terhadap perilaku membeli [7]. Pada kuesioner intensi membeli, setiap pernyataan mempunyai empat alternatif jawaban yakni STS (sangat tidak sesuai), TS (tidak sesuai), N (netral), S (sesuai), dan SS (sangat sesuai). Skala ini terdiri dari 15 item dengan koefisien alpha sebesar (rxx’ = 0.924). Sementara untuk bentuk disain botol parfum digunakan gambar-gambar botol parfum sesuai dengan karakteristiknya yaitu yaitu daya tarik estetika dan daya tarik fungsional.
Gambar 2. Desain botol parfum estetika
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh desain botol parfum (dalam hal ini botol parfum yang dikategorikan fungsional dan botol parfum yang dikategorikan estetik) terhadap intensi membeli pada remaja, sehingga metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistika dengan menggunakan uji paired sample t-test.
3. Hasil Berdasarkan hasil perhitungan dan pengujian statistik yang menggunakan teknik Paired Samples t-test dengan bantuan SPSS for Windows versi 16.0 seperti yang tertera pada Tabel 1, didapatkan t = 4.414, p < 0.01 (Min estetik = 49.42, Min fungsional = 46.42). hasil ini menunjukkan bahwa ada pengaruh desain botol parfum terhadap intensi membeli. Tabel 1. Deskripsi statistik skor intensi membeli Disain Rerata Standar N deviasi Estetika 49.42 7.90 96 Fungsional 46.42 96 7.79
4. Pembahasan
Gambar 3. Desain botol parfum fungsional
2.2 Prosedur penelitian Penelitian ini hanya menggunakan satu kelompok subjek yang akan diberi perlakuan dengan menunjukkan gambar-gambar disain botol parfum berdasarkan estetika dan fungsional yang merupakan hasil polling yang dilakukan oleh 54 mahasiswa yang masih berusia remaja. Subjek penelitian diminta mengisi skala intensi membeli berdasarkan gambar-gambar disain botol parfum berdasarkan estetika dan fungsional yang ditunjukkan. Prosedur penelitian dilakukan selama 2 hari.
2.3 Analisis Data
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh desain botol parfum terhadap intensi membeli pada remaja. Hal ini ditunjukkan dengan nilai t = 4.414, p < 0,01 yang berarti desain botol parfum memiliki pengaruh terhadap intensi membeli pada remaja. Dilihat dari perbedaan mean antara botol parfum yang memiliki desain fungsional dan yang memiliki desain estetik. Desain botol estetik parfum memiliki mean lebih tinggi dibandingkan desain fungsional. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Safiq, Raza, dan Rehman yang menunjukkan bahwa desain suatu produk berpengaruh secara signifikan dalam meningkatkan intensi membeli konsumen [23]. Ada sejumlah alasan yang dapat menjelaskan kaitan desain estetik dengan intensi membeli parfum. Pertama, Portel mengatakan bahwa produk estetik yang menarik secara visual menghasilkan respon yang lebih disukai dan
623
Prosiding Seminar Ilmiah Dies Natalis USU ke-60 (SI-Dies 2012). Medan, 18 Juli 2012
berdampak pada adanya harapan terhadap produk tersebut [24]. Hal ini disebabkan karena daya pikat suatu produk dapat menghasilkan affective expectation (kepercayaan mengenai adanya hubungan antara pengalaman mengkonsumsi suatu produk dengan kesenangan dan hal-hal positif lainnya yang akan didapat). Kedua, seperti yang dikemukakan oleh Kotler dan Keller terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen, yaitu faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologis [32]. Faktor psikologi terdiri dari beberapa subfaktor lainnya. Salah satu subfaktor psikologis adalah emosi. Respon individu tidak hanya didasarkan pada pengaruh kognitif dan rasional saja, tetapi juga dipengaruhi oleh emosi. Suatu produk bisa membuat konsumen merasa bangga, bersemangat, atau percaya diri. Oleh karena itu, pemasar harus bisa menciptakan iklan produk yang dapat membuat individu merasa tertarik terhadap suatu produk secara emosional. Ketiga, berdasarkan hasil penelitian Gemser dan Leenders yang mengatakan bahwa desain produk yang baik akan mempengaruhi kesuksesan penjualan produk tersebut [17]. Penampilan suatu produk dapat meningkatkan nilai produk itu sendiri, hal ini disebabkan karena banyak konsumen yang suka membeli produk yang terlihat estetis. Keempat, menurut Hawkins, et al, warna cerah, kemasan yang lebih tinggi, dan bentuk yang tidak biasa dapat digunakan untuk menarik perhatian konsumen dan mempengaruhi pembelian terhadap suatu produk [27]. Hal ini menunjukkan bahwa penampilan fisik dan tekstur dari permukaan botol parfum sama pentingnya dengan parfum itu sendiri [28].
5. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Kemasan suatu produk adalah faktor penting yang mempengaruhi keputusan membeli konsumen konsumen. Desain produk dapat menjadi alat promosi yang dapat menarik perhatian konsumen dan telah terbukti dalam
meningkatkan jumlah penjualan. Bentuk dari botol parfum merupakan salah satu poin penjualan parfum itu sendiri dan dipertimbangkan memegang peranan penting terhadap intensi membeli parfum pada konsumen. Saran Desain botol parfum memberi pengaruh intensi membeli pada remaja, diharapkan pihak-pihak yang terlibat dalam industri parfum dapat mempertimbangkan peranan kemasan secara umum dan desain botol parfum untuk meningkatkan intensi membeli pada produk parfum. Selanjutnya untuk remaja dalam membeli produk tidak hanya melihat dari desain kemasan produknya saja, tetapi juga mempertimbangkan kualitas dari produk tersebut.
Referensi [1]. Perfumes. www.wikipedia.org Diunduh tanggal 26 Oktober 2011. [2]. Albano, J., Goodelman, J., Kunes, L. & O’Rourke, B. (2010). A Parfume Purchase Behavior, A Gender Study. [3]. Perfumers Breathe in Sales Data, and Strategize (2009). Diakses di www.nytimes.com pada tanggal 26 Oktober 2011. [4]. Borgave, S. & Chaudari, J.S. (2010). Adolescents’ Preferences and Attitudes towards Perfumes in India. Journal of Policy and Organizational Management ISSN: 0976–7738 & E-ISSN: 0976–7746, Vol. 1, Issue 2, 2010, PP-01-08. [5]. Koran-jakarta. (2011). Parfum. Diakses di www.koran-jakarta.com pada tanggal 26 Oktober 2011. [6]. Nugroho. (2009). Pengaruh Pesan Iklan Televisi terhadap Intensi Pembelian Produk Pemutih Kulit pada Remaja Putri. [7]. Ajzen, I. (2005). Attitude, Personality and Behavior Second Edition. Milton-Keynes, England: Open University Press/McGraw-Hill. [8]. Barata, D. D. (2007). Pengaruh Penggunaan Strategi Brand Extension pada Intensi Membeli Konsumen. Jurnal Manajemen Vol. 2 No. 1 Januari 2007.
624
Prosiding Seminar Ilmiah Dies Natalis USU ke-60 (SI-Dies 2012). Medan, 18 Juli 2012
[9]. Teo, T. & Lee C. B. (2010). Examining the efficacy of the Theory of Planned Behavior (TPB) to understand preservice teachers’ intention to use technology. Singapore: Nanyang Technology University. [10].Tirtiroglu, E. & Elbeck M. 2008. Qualifying Purchase Intentions Using Queueing Theory. Journal of Applied Quantitative Methods Vol. 3 No. 8 Summer 2008. [11].Sejarah Parfum. (2011). Diakses di www.indonesia.fmworld.com pada tanggal 26 Oktober 2011. [12].Classen, C., Howes, D., & Synott, A. (1994). Aroma: The Cultural History of Smell. Diakses di www.ehow.com pada tanggal 26 Oktober 2011. [13].Parfum Bisa Menunjukkan Indentitas Penggunanya. (2011). Diakses di www.tribunnews.com pada tanggal 26 Oktober 2011. [14]. Hjelm, S.I. (2003). The Dysfunctionality of Everyday Things-on Stress, Design and Artifacts. Proceedings of 5th European Academy of Design Conference: Techne Design Wisdom, Barcelona. [15].Blijlevens, J., Mugge, R & Schoormans, JPL (2009). Are Modern Products Curved or Angular? The Effect of the Prototype Shape on the Received Product Meaning. In JP Helfer & JL Nicolas (Eds.), EMAC 38th conference marketing and the core disciplines-conference proceedings (pp. 1-5). Nantes: Audencia. [16].Klimchuk, M. R. & Krasovec, S. A. (2007). Desain Kemasan: Perencanaan Merek Produk yang Berhasil Mulai dari Konsep sampai Penjualan. Jakarta : Penerbit Erlangga. [17].Schoorman, J. P.L., & Creusen, M. E. H. (2005). The Different Roles of Product Appearance In Consumer Choice. Journal of Product Innovation Management 2005;22:6381. [18]. Patsula, P. J., (2001). Successful Business Planning in 30 Days 3rd Edition. Patsula Media. [19].Wu, F. G., Chen, C. H., Hsiao, H. C., (2006). The Perception of Perfume
Bottle’s Image by Using Neural Network. [20].Mowen, J. C., & Minor, M. (2002). Perilaku Konsumen. Jakarta : Penerbit Erlangga. [21].Cenadi, C. S. (2000). Peranan Desain Kemasan dalam Dunia Pemasaran. Universitas Kristen Petra : NIRMANA Vol. 2, No. 1, Januari 2000. [22].Santrock, J. W. (2003). Adolescence, Perkembangan Remaja Edisi Keenam. Jakarta : Erlangga. [23].Shafiq, R., Raza, I., & Rehman, M. Z. (2011). Analysis of the Factors Affecting Customer’s Purchase Intention: The Mediating Role of Perceived Value. African Journal of Business Management Vol. 5(26), pp. 10577-10585. [24].Wang, R. W. Y., & Chou, M. C. (2010). The Comprehension Modes of Visual Elements: How People Know About the Contents by Product Packaging. International Journal of Business Research and Management (IJBRM), Volume (1): Issue (1). [25].Kotler, P. & Amstrong, G. (2001). Dasar-Dasar Pemasaran Edisi Kesembilan Jilid Satu. Jakarta : PT Indeks. [26].Ricardo, P. G., (2008). Consumer Behavior: Product Characteristics and Quality Perception. Universitat Aut`onoma de Barcelona. [27].Hawkins, D. I., Mothersbaugh, D. L., & Best, R. J. (2007). Consumer Behavior: Building Marketing Strategy. New York: McGraw Hill Company Inc. [28]. Liu, Y. (2003). The Aesthetic and the Ethic Dimensions of Human Factors and Design. ERGONOMICS, 2003, VOL. 46, NOS 13/14, 1293 – 1305. [29].Prasetyo, B. & Jannah, M. L. (2005). Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. [30]. Sinulingga, S. (2011). Metode Penelitian. Medan : USU Press. [31].Kotler, P. & Keller, K. L. (2012). Marketing Management 14th Edition. New Jersey : Pearson Education, Inc.
625