PERENCANAAN MATERIAL RECOVERY FACILITY DI KECAMATAN SUKOLILO, KOTA SURABAYA DESIGN MATERIAL RECOVERY FACILITY IN SUKOLILO DISTRICT, SURABAYA CITY LINA PRATIWI RAHMADEWI dan YULINAH TRIHADININGRUM Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya email:
[email protected] Abstrak Luas wilayah Kecamatan Sukolilo sebesar 23,66 km2 dengan jumlah penduduk tahun 2009 sebanyak 98.469 jiwa. Jumlah penduduk yang besar berkontribusi menambah beban sampah Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Benowo. Maka dari itu dibutuhkan Material Recovery Facility (MRF) sebagai salah satu unit pengolah sampah untuk mereduksi jumlah sampah di Kecamatan Sukolilo. Metode sampling didasarkan pada SNI 19-3964-1995. Jumlah sampah yang dihasilkan sebesar 2823,6 kg/hari, 1754,47 kg/hari sampah basah dapat dijadikan kompos. Sampah kering yang dapat dijual sebesar 329,53 kg/hari dan residu sebesar 739,64 kg/hari. Hasil evaluasi Lahan Pembuangan Sementara (LPS) menunjukkan bahwa LPS Keputih layak dikembangkan sebagai MRF di Kecamatan Sukolilo dan membutuhkan lahan seluas 242 m2. Jumlah emisi karbon yang tereduksi jika MRF ini dioperasikan sebesar 347,79 MTCE/tahun dengan keuntungan mencapai Rp. 197.616.378,- per tahun. Kata kunci : MRF, reduksi emisi karbon, sampah Kecamatan Sukolilo Abstract The area and total population of Sukolilo District in 2009 are 23.66 km2 and 98,469 people, respectively. Due to the high of people density, Municipal Solid Waste (MSW) generated
1
contributes a high MSW loading to Benowo Landfill. Material Recovery Facility (MRF) is one of MSW installation process to reduce MSW. Sampling method was based on SNI 19-3964-1995. About 2823,6 kg/day, MSW was produced with 1754,47 kg /day of garbage can be used as compost. Rubbish that can be reused was 329,53 kg/day and residue produced 739,64 kg/day. Based on evaluation of condition transfer station, Keputih transfer station is feasible to be develop as MRF in Sukolilo District with area of designed was 242 m2. A carbon emission of 347.58 MTCE/year was reduced. Income if this MRF was operated can reach Rp. 197.616.378,- per year . Keywords: MRF, MSW of Sukolilo District, reduction of carbon emissions.
1. Pendahuluan Timbunan sampah yang berada di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Benowo setiap hari semakin bertambah. Semakin banyaknya sampah ini diikuti dengan semakin sulitnya mencari daerah yang dapat digunakan sebagai TPA. Usaha penanganan sampah di sumber semakin banyak dilakukan oleh pemerintah Kota Surabaya. Hasil dari usaha pemerintah ini cukup bagus untuk mengurangi jumlah timbulan sampah yang masuk ke TPA Benowo. Berdasarkan data monografi kantor Kecamatan Sukolilo tahun 2009, jumlah penduduk Kecamatan Sukolilo mencapai 98.469 orang dengan luas area 23,66 km2. Kepadatan penduduk di kecamatan ini adalah 4010 jiwa/km2. Potensi timbulan sampah di Kecamatan ini cukup besar jika dilihat dari jumlah penduduk yang juga cukup besar. Maka dari itu, perlu adanya unit pengelolaan sampah untuk mereduksi jumlah sampah yang ada di Kecamatan Sukolilo. Material Recovery Facility (MRF) merupakan salah satu cara untuk mereduksi jumlah sampah di Kecamatan Sukolilo. MRF merupakan salah satu bagian dari pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah yang baik selain dapat mereduksi sampah namun juga dapat mereduksi Gas Rumah Kaca (GRK),
2
terutama dalam konsumsi bahan bakar untuk transportasi sampah dan sampah yang ditimbun di TPA (US EPA, 2009). Tujuan dari perencanaan ini, antara lain: 1. Mengidentifikasi laju timbulan, komposisi dan potensi daur ulang sampah permukiman di Kecamatan Sukolilo. 2. Menganalisis kelayakan pengembangan LPS eksisting menjadi MRF di Kecamatan Sukolilo. 3. Merencanakan desain bangunan MRF yang sesuai dengan kondisi sampah yang ada di Kecamatan Sukolilo. 4. Menghitung analisis kelayakan finansial dari sistem MRF di Kecamatan Sukolilo. 5. Menentukan jumlah karbon yang dapat direduksi jika dilakukan sistem MRF di Kecamatan Sukolilo. Sampah Menurut Undang-Undang nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, pengertian sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Jenis sampah berbagai macam, namun pada umumnya sampah dibagi menjadi 2 jenis, yaitu: 1. Sampah organik : yaitu sampah yang mengandung senyawa-senyawa organik, karena itu tersusun dari unsur-unsur seperti C, H, O, N (umumnya sampah organik dapat terurai secara alami oleh mikroorganisme, contohnya sisa makanan, dan lain sebagainya). 2. Sampah anorganik : sampah yang bahan kandungan non organik, umumnya sampah ini sangat sulit terurai oleh mikroorganisme. Contohnya kaca dan logam-logam lain (Hadiwiyoto, 1983). Sampah organik banyak dijumpai di Indonesia adalah sampah sisa makanan dan kebun. Komposisi sampah ini cukup besar karena prosentasenya lebih dari 50%. Pengolahan sampah jenis
3
ini sebagian besar dengan pengomposan. Pengomposan adalah suatu cara untuk menghancurkan sampah secara biologis menjadi pupuk alami sehingga dapat mengembalikan sampah ke tanah dimana telah terdegradasi oleh mikroorganisme pengurai dan hasilnya tidak berbahaya bagi lingkungan (Polprasert,1989). Kompos adalah hasil dari dekomposisi bahan organik (C, H, O, N, S, P, S) oleh mikoroorganisme pengurai baik secara aerobik (dengan penambahan oksigen) maupun secara anaerobik (tanpa bantuan oksigen). Beberapa jenis sampah organik lain seperti plastik akan dipilah menjadi beberapa jenis. Jenis sampah plastik dibagi menjadi 7 jenis. Pengelompokan jenis sampah ini berdasarkan bahan yang digunakan dengan mengurutkan berdasarkan kode resin. Jenis-jenis sampah plastik tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jenis-Jenis Plastik Menurut Kode Resin Kode Resin
Keterangan 1.Polyethylene Terephthalate (PET, PETE) PET didaur ulang sebagai botol minuman (air mineral, jus, soft drink) tetapi tidak untuk air hangat atau panas. PET yang telah dibersihkan dan didaur ulang dapat digunakan untuk membuat serat benang karpet, fiberfill, dan geotextile. Nama lain: Polyester. 2. High Density Polyethylene (HDPE). Penggunaan HDPE dalam tergantung dari produk yang yang dihasilkan. Salah satunya adalah botol susu yang terbuat dari HDPE dengan titik leleh yang rendah. Botol tidak diberi pigmen bersifat tembus cahaya, kaku, dan cocok untuk mengemas produk yang memiliki umur pendek seperti susu. Sedangkan HDPE yang keras berasal dari bahan HDPE yang memiliki titik leleh tinggi. HDPE jenis ini digunakan untuk mengemas deterjen dan pemutih karena memiliki ketahan kimiawi yang bagus. Hasil daur ulangnya dapat digunakan sebagai kemasan produk non-pangan seperti shampo,dll. 3. Polyvinyl Chloride (PVC) PVC digunakan untuk peralatan elektronik dan pembungkus kabel serta pipa. Bahan ini memiliki karakter fisik yang stabil dan tahan terhadap bahan kimia, pengaruh cuaca, aliran, dan sifat elektrik. Bahan ini paling sulit untuk didaur ulang dan biasanya daur ulang bahan ini hanya dapat digunakan untuk pipa, pot bunga, mainan anak-anak, dan kontruksi bangunan. 5. Polypropylene (PP) PP memiliki daya tahan yang baik terhadap bahan kimia, kuat, dan memiliki titik leleh yang tinggi sehingga cocok untuk produk yang berhubungan dengan makanan dan minuman seperti tempat menyimpan makanan, botol minum, tempat obat dan botol minum untuk bayi. Bahan ini biasanya didaur ulang menjadi casing baterai, sapu, sikat, dan lain-lain.
4
Kode Resin
Keterangan 6. Polystyrene (PS) PS biasa dipakai sebagai bahan tempat makan sterofoam, tempat CD, dan lainlain. Pemakaian bahan ini sangat dihindari untuk mengemas makanan karena bahan styrine dapat masuk ke dalam makanan ketika makanan tersebut bersentuhan. Bahan styrine berbahaya untuk otak dan sistem syaraf manusia. Banyak negara yang sudah melarang pemakaian tempat makanan berbahan sterofoam. 7. Lainnya Plastik yang menggunakan kode ini terbuat dari bahan yang tidak termasuk enam golongan yang lainnya, atau terbuat dari lebih dari satu jenis resin dan digunakan dalam kombinasi bermacam-macam lapisan. Bahan ini tidak menguntungkan dari segi ekonomi karena tidak ada pasar yang mau menerima produk jenis ini. Namun untuk membuat prosessor menggunakan campuran antara bahan polyetilen dan polypropylen. Sumber : Tchobanoglous, Theisen, dan Vigil, 1993 MRF (Material Recovery Facility) Material Recovery Facility (MRF) atau instalasi pengolahan sampah terpadu (MRF) merupakan fasilitas mengenei pengelolaan sampah dimana yang bertujuan untuk mengolah sampah dan memanfaatkannya kembali dengan harapan dapat mereduksi jumlah sampah yang dihasilkan (Wibowo,2007). Menurut Tchobanoglous, Theisen dan Vigil, 1993, Tahapan yang dilakukan sebelum mendesain MRF, yaitu: 1. Analisa Kelayakan Analisa kelayakan merupakan suatu tahap untuk menentukan layak atau tidaknya suatu lahan untuk MRF yang berkaitan dengan studi analisis yang menyangkut: •
Rencana pengelolaan sampah Merupakan hubungan antara MRF dengan pengelolaan sampah.
•
Desain konsep Berkaitan dengan : Tipe MRF yang dibangun Jenis material yang akan diproses
5
Besar kapasitas desain MRF •
Pertimbangan ekonomi Termasuk biaya : Biaya operasi dan perawatan Perkiraan balik modal dari hasil MRF
•
Sistem pemilikan dan pengoperasian
•
Sistem usaha, menyangkut : Desain MRF dibangun secara tradisional dan konstruksi dilakukan oleh kontraktor. desain dan konstruksi dibuat oleh suatu perusahaan sedangkan proses pengambilan menggunakan sistem kontrak. Mulai dari desain, konstruksi, dan pengoperasian menggunakan sistem kontrak.
2. Perancangan Awal Perancangan awal meliputi : •
Pembuatan diagram alir material Merupakan pengumpulan unit operasi, fasilitas dan operasi manual untuk menyelesaikan tujuan pemilahan sampah atau tujuan lainnya. Adapun faktor-faktor yang melatarbelakangi pembuatan diagram alir material, yaitu : a. Identifikasi karakteristik sampah. b. Jenis-jenis sampah yang akan diproses c. Ketersediaan perlengkapan dan fasilitas yang sesuai.
•
Mass balance material Dalam mass balance ini akan diuraikan proses yang terjadi pada pengelolaan dengan fasilitas daur ulang MRF, dimana proses perhitungan massa dimulai dari input sampah sampai output yang dihasilkan dalam fasilitas daur ulang.
•
Loading rate untuk unit operasi 6
Loading Rate merupakan perhitungan untuk mengetahiu beben sampah yang dapat diolah setiap jamnya. Loading rate (ton/jam) = •
berat sampah (ton/hari) waktu proses (jam/hari)
Lay out dari komponen fisik MRF Lay out merupakan tata letak komponen fisik daur ulang dan fasilitas penunjang lainnya seperti; kantor, parkir, pos, dan sebagainya.
3. Perancangan Akhir Perancangan akhir merupakan persiapan akhir dari MRF dan spesifikasi yang akan digunakan dalam pengoperasian serta perkiraan biaya akhir. Potensi Reduksi Emisi Karbon Pengelola sampah mempunyai beberapa pilihan yang berbeda dalam menangani sampah (contohnya seperti reduksi sampah di sumber, daur ulang, pembakaran sampah dan pemrosesan akhir) yang akan menghasilkan jumlah emisi karbon yang berbeda. Dalam mengukur perubahan iklim dari reduksi sampah, EPA melakukan studi komperhensif tentang emisi GRK dan pengelolaan sampah. Pengelolaan ini meliputi pencegahan timbulan sampah, daur ulang, komposting, pembakaran, dan pemrosesan akhir (landfilling) (U.S. EPA, 2009). Faktor emisi karbon dari material tersebut dalam sistem pengelolaan sampah dapat dilihat dalam satuan metric ton of carbon equivalent (MTCE). Sebagai catatan, faktor emisi mempresentasikan emisi GRK dengan 1 ton sampah permukiman. Reduksi GRK dapat dihitung dengan membandingkan emisi karbon awal yang dihasilkan dengan emisi karbon oleh tiap alternatif pilihan yang telah ada lalu mengalikan emisi dari tiap alternatif tersebut dengan faktor emisi. Untuk lebih jelasnya reduksi GRK dapat dihitung dengan rumus: •
Reduksi daur ulang – Reduksi di landfill = Reduksi emisi karbon
7
(1 ton sampah x faktor emisi daur ulang dalam metrik ton karbon ekuivalen/ton sampah) – (1 ton sampah x faktor landfilling tanpa recovery dalam metrik ton karbon ekuivalen/ton sampah) = (-) jumlah emisi dalam metrik ton karbon ekuivalen 2. Gambaran Umum Wilayah Perencanaan Umum Wilayah perencanaan tugas akhir ini berada di koordinat 07o12 – 21o21 Lintang Selatan dan 112,54o Bujur Timur. Wilayah Kecamatan Sukolilo ini yang memiliki luas sebesar 23,66 km2. Batas- batas pada Kecamatan Sukolilo ini adalah sebagai berikut: - Di sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Mulyorejo. - Di sebelah Timur berbatasan dengan Selat Madura. - Di sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Rungkut dan Kecamatan Tenggilis Mejoyo. - Di sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Gubeng. Peta wilayah perencanaan dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Peta Wilayah Perencanaan
8
Kondisi Eksisting LPS di Kecamatan Sukolilo Jumlah LPS di Kecamatan Sukolilo sekitar 7 LPS tersebar di setiap kelurahan. LPS tersebut adalah LPS Klampis Ngasem, LPS Menur Pumpungan, LPS Gebang Putih, LPS Keputih, LPS Semolowaru, LPS Medokan Semampir, dan LPS ITS. Luas tiap TPS bervariasi tergantung lahan yang ada namun rata-rata ukuran LPS sekitar 15 m x 10 m. Semua LPS di Kecamatan Sukolilo menggunakan sistem HCS (Hauled Container System) dengan kapasitas kontainer 14 m3. Rata-rata jumlah pengambilan haul tiap hari di LPS adalah 1 sampai 3 kali trip. LPS Keputih merupakan LPS yang berlokasi dekat dengan bekas TPA Keputih dan berada tepat didepan IPLT (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja) Keputih. LPS Keputih juga dekat dengan lokasi pengepul barang lapak di Surabaya sehingga untuk penjualan sampah kering lebih mudah. Pengepul mendatangi LPS Keputih untuk membeli
sampah kering dari para
pekerja pemilah sampah setiap 1 minggu sekali. 3. Hasil Perencanaan Komposisi sampah Komposisi sampah yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 2. Sampah basah yang dihasilkan sebesar 73,38% dari total sampah yang dihasilkan. Sampah kering yang dihasilkan paling banyak adalah sampah plastik mencapai 9,38%. Tabel 2. Hasil Analisis Rata-rata Komposisi Sampah
No
Komposisi Sampah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sampah makanan Sampah plastik Sampah kertas dan karton Sampah logam Sampah kebun Sampah karet Sampah kain Sampah kaca Sampah kayu Sampah residu Jumlah Total
Kuantitas Berat (kg) Berat (%) 73,38 73,38 9,38 9,38 5,73 5,73 0,97 0,97 4,29 4,29 0,48 0,48 1,04 1,04 1,49 1,49 0,73 0,73 2,77 2,77 100 100 9
Evaluasi Prototipe MRF Eksisting di Surabaya Adanya kajian UDPK sebagai pengembangan LPS sebagai MRF perlu dilakukan untuk menentukan tipe MRF dalam perencanaan ini. Beberapa prototipe pengolahan sampah yang berada di Surabaya yang saat ini masih beroperasi dan lahannya juga berfungsi sebagai LPS adalah UDPK Bibis Karah dan UDPK Jambangan. Penjelasan mengenai kajian prototipe tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Evaluasi Prototipe MRF Eksisting di Surabaya Uraian 1. Lokasi
2. Daerah Pelayanan
UDPK Bibis Karah
UDPK Jambangan
- Terletak di belakang kantor - Terletak disebelah jalan tol Surabaya-Mojokerto (daerah kelurahan Karah Jambangan) 1 kelurahan - Melayani 9 RW Kawasan Karah - Melayani Jambangan (termasuk pasar dan Gung dan Bibis Karah dan 3 RW taman) dari luar Karah. - 4 alat pencacah kompos (3 rusak dan 1 beroperasi) masih dipakai setiap hari. - 15 Komposter Unesa (Komposter tong Biru) - 1 Komposter angin dengan volume 6 m3 dan 2 buah dengan volume 4 m3 - Bak penampung lindi berbentuk sumur plesteran - 1 alat pengayak kompos manual - Kantor pengelola - 1 Kontainer Sampah dengan kapasitas 14 m3
3. Fasilitas yang tersedia
- 1 alat pencacah kompos, dipakai 3x dalam seminggu selama 1 jam menghabiskan 5 L solar/minggu. - Bak penampung lindi dengan volume 1,5 m3 - 1 Kontainer sampah ukuran 14 m3 - Kantor pengelola - 1 Alat pengayak kompos manual
4. Jumlah sampah yang masuk
- Volume sampah yang masuk 25 - Volume sampah yang masuk 13 m3/hari. m3/hari - Pengangkutan ke TPA Benowo - Luas Lahan 2280 m2 termasuk 27 trip dalam 1 bulan lahan penempatan kontainer - Luas lahan 117 m2 termasuk sampah, lahan daur ulang lahan pengomposan dan daur sampah kering, lahan komposter ulang sampah kering serta tong biru dan komposter angin. bangunan kantor. - Sampah organik diolah 3 - Sampah organik diolah 100 m3/hari menjadi kompos kg/hari dengan komposter tong dengan sistem open windrow biru menjadi kompos. Ada 1 - Sampah kering menjadi barang komposter angin tidak lapak dikumpulkan kemudian digunakan karena baling-baling dijual kembali, seperti : plastik rusak, tapi 2 komposter masih
5. Pengolahan sampah
10
Uraian
UDPK Bibis Karah bekas, koran bekas, makanan, logam,
6. Kompos yang dihasilkan
UDPK Jambangan kardus
dapat digunakan (volume 6 m3 dan 4 m3) - Sampah kering, antara lain : kertas koran, kertas duplex, kardus, kaleng, besi super, botol kaca, macam plastik bekas dikumpulkan lalu dijual kembali.
- Sampah organik yang diolah sebanyak 3 m3/hari - Sampah organik yang diolah - Kompos yang diproduksi sebanyak 100 kg/hari dan hasil sebanyak 1,5 m3/hari kompos sekitar 50 kg/hari
7. Tenaga kerja - Tenaga Kerja : 2 orang
- Tenaga Kerja : 3 orang
8. Waktu pematangan kompos
- 6-8 minggu
9. Harga jual kompos
- 4-6 minggu - Kompos kasar Rp. 1000-1200/kg - Kompos halus Rp. 1500/kg
- Kompos kasar Rp. 1500/kg - Kompos halus Rp.2000/kg
10. Tipe - Tranfer depo tipe II transfer depo**) - Tranfer depo tipe II Sumber: Hasil pengamatan dan wawancara lapangan Kelayakan Pengembangan LPS menjadi MRFdi Kecamatan Sukolilo Penentuan kelayakan LPS yang dipilih untuk dikembangkan sebagai MRF terdapat pada beberapa parameter. Parameter tersebut diantaranya luas lahan yang tersedia serta letak lokasi LPS yang disajikan pada Tabel 4.
11
Tabel 4. Kelayakan Pengembangan LPS menjadi MRF LPS
Kelayakan (layak/tidak)
LPS ITS
Luas Lahan yang tersedia 300 m2
Tidak Layak
LPS Keputih
120 m2
Layak
LPS Gebang 192 m2 Putih
Tidak Layak
150 m2
Tidak Layak
60 m2
Tidak Layak
160 m2
Tidak Layak Tidak Layak
LPS Klampis Ngasem LPS Galaksi Bumi Permai LPS Semolowaru LPS Medokan Semampir
120 m2
Alasan
Lokasi berada di sempadan sungai Masih tersedia lahan kosong di sebelah kanan kiri LPS dan lokasi ini bukan berada di permukiman penduduk yang padat Lokasi ini berada di permukiman penduduk yang padat Lokasi ini berada di tengahtengah pertokoan yang padat Tidak tersedia lahan dan berada di sempadan sungai Lokasi berada di sempadan sungai Tidak tersedia lahan dan berada di permukiman penduduk yang padat
Sumber : hasil survei di lapangan
Mass Balance Material Sampah Timbulan sampah di Kecamatan Sukolilo sebesar 0,3 kg/orang.hari atau 2 L/orang.hari. densitas sampah rata-rata yang didapat darin hasil sampling sebesar 149,47 kg/m3. Hasil perhitungan menunjukkan jumlah berat sampah MRF yang masuk kedalam MRF sebesar 2.823,6 kg/hari dengan berat sampah yang dapat didaur ulang sebesar 2.084,06 kg/hari, dan untuk residu yang dihasilkan sebesar 739,64 kg/hari. Gambaran alur mass balance sampah yang masuk MRF dapat dilihat pada Gambar 2.
12
Gambar 2. Diagram Alir Mass Balance Material Lahan yang Dibutuhkan Untuk MRF Sampah kering yang telah dilakukan pemilahan berdasarkan komposisi dilahan pemilahan sampah akan dilakukan pengemasan kemudian disimpan digudang sampah kering. Gudang sampah kering dihitung berdasarkan jumlah sampah kering yang telah dipilah. Sampah basah yang akan dikompos diproses di komposter angin yang telah direncanakan. Jumlah komposter angin yang direncanakan sebanyak 6 unit. Total lahan yang dibutuhkan dalam
13
perencanaan tempat pengolahan sampah terpadu ini yaitu 242 m2. Luas lahan yang dibutuhkan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Luas Kebutuhan Lahan MRF
Lokasi Lahan pemilahan dan pengepakan Lahan penyimpanan sampah kering Lahan composting - Lahan penampungan - Lahan pencacah - Lahan pengomposan - Lahan pengayakan - Lahan bak lindi Lahan parkir kontainer dan gerobak Toilet dan kantor Lahan penyimpanan peralatan Total
Luas Lahan (m2) 18,3 33 4,5 3 121,5 8 1,67 40 4,5 7,2 242
Tenaga Kerja yang Dibutuhkan dalam Perencanaan MRF Tenaga kerja yang dibutuhkan dalam proses terdiri dari tenaga untuk pemilahan dan pengemasan sampah kering, pencacahan, pengomposan, pengayakan, administrasi dan keamanan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Kebutuhan Tenaga Kerja MRF Uraian
Jumlah Pekerja (orang)
Pemilahan Sampah
5
Pencacahan
1
Pengomposan
2
Pengayakan dan Pengemasan
3
Administrasi
1
Cadangan
1
Keamanan
1 Jumlah
14
14
Analisis Ekonomi Analisis biaya dilakukan untuk mengetahui biaya yang dibutuhkan termasuk pemasukan dan pengeluran dalam MRF. Hal ini juga dapat memperlihatkan keuntungan atau kerugian dalam 5 tahun kedepan. Biaya yang dibutuhkan untuk menganalisis ekonomi yaitu kebutuhan modal tetap dan
biaya operasional. Kebutuhan modal tetap terdiri atas modal pembangunan dan modal peralatan tetap. Peralatan tetap berupa peralatan yang diperkirakan tidak akan mengalami penggantian selama 5 tahun.
Modal pembangunan yang dibutuhkan yaitu sebesar Rp 472.000.000,- .Modal peralatan tetap yang dibutuhkan sebesar Rp 11.465.000,-. Maka total modal tetap yang dibutuhkan yaitu sebesar Rp 483.465.000,-. Kebutuhan peralatan tetap yang dibutuhkan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Rincian Modal Peralatan Berdasarkan Survei Jumlah Satuan Harga satuan (Rp) 1 Mesin pencacah Unit 7.750.000 2 Timbangan duduk Unit 425.000 2 Timbangan 50 kg Unit 275.000 2 Gerobak roda Unit 120.000 1 Buah Meja 125.000 3 Buah Kursi 50.000 1 Pompa Unit 1.200.000 2 Buah Tangga 300.000 Total Modal Peralatan Uraian
Jumlah (Rp) 7.750.000 850.000 550.000 240.000 125.000 150.000 1.200.000 600.000 11.465.000
Biaya operasional meliputi gaji pegawai, biaya pengadaan peralatan tahunan, biaya listrik, bahan bakar, dan biaya air PDAM. Biaya pengadaan peralatan tahunan dapat dilihat pada Tabel 8. Rekapitulasi biaya operasional disajikan pada Tabel 9. Total modal awal yang dibutuhkan terdiri dari modal tetap dan biaya operasional selama 6 bulan. Hal ini dikarenakan pada perencanaan ini pembangunan MRF dilakukan di awal tahun pertama.
Perhitungan jumlah biaya operasional pada tahun pertama dihitung selama 6 bulan.
15
Tabel 8 Rincian Biaya Peralatan Pendukung Berdasarkan Survei
Peralatan Ayakan manual Termometer Sekop Sekop kecil Lampu Sepatu boots Sarung tangan Peralatan tulis Buku nota Buku kas Masker kain Kemasan kompos 5 kg Kemasan kompos 15 kg
Jumlah
Harga Satuan (Rp) 50.000 45.000 20.000 12.500 30.000 20.000 10.000 10.000 3.000 10.000 12.000 350 200
Satuan
2 Buah 2 Buah 6 Buah 4 Buah 6 Buah 180 Sepasang 180 Sepasang 10 Buah 5 Buah 3 Buah 36 dus(isi 1 lusin) 23.856 Buah 11.424 Buah Total
Jumlah (Rp) 100.000 90.000 120.000 50.000 180.000 3.600.000 1.800.000 100.000 15.000 30.000 432.000 8.349.600 2.284.800 6.517.000
Tabel 9. Hasil Perhitungan Biaya Operasional Uraian Gaji pegawai Biaya pengadaan peralatan tahunan Biaya bahan bakar Biaya listrik Biaya air Total Biaya Operasional
Biaya (Rp) 202.174.000 6.517.000 14.580.000 631.032 355.800 224.257.832
Pengeluaran tahun pertama = modal tetap + biaya operasional 6 bulan = (modal untuk pembangunan + modal peralatan) + biaya operasional 6 bulan = (Rp. 472.000.000,- + Rp. 11.465.000,-) + (0,5 x Rp. 224.257.832) = Rp. 595.593.916,Keuntungan dari penjualan kompos dan sampah kering mencapai Rp 421.954.400/tahun. Perhitungan laba-rugi tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 10. Menurut Siregar, 1987, apabila NSB
16
> 0 maka suatu proyek dapat direalisasikan. Dari perhitungan didapat NSB sebesar Rp. 624.627.718,- , maka perencanaan MRF ini dapat direalisasikan. Perhitungan aliran kas menunjukkan bahwa periode pengembalian modal MRF akan kembali pada awal tahun ketiga. Tabel 10 Laba-rugi Tiap Tahun Laba-Rugi (Rp) Tahun-1 Tahun-2 Tahun-3 Tahun-4 Tahun-5 162.383.200 421.954.400 421.954.400 421.954.400 421.954.400 595.593.916 224.257.832 224.257.832 224.257.832 224.257.832 -433.210.716 197.696.568 197.696.568 197.696.568 197.696.568
Uraian Pemasukan Pengeluaran Laba bersih
Potensi Reduksi Emisi Karbon Reduksi karbon merupakan perhitungan jumlah karbon berdasarkan perhitungan US EPA. Perhitungan ini mengacu pada perbandingan jumlah karbon yang terdapat di landfill tanpa recovery dengan jumlah karbon yang dapat didaur ulang dan dijadikan kompos. Perhitungan emisi karbon jika dilakukan proses MRF dapat dihitung adalah sebagai berikut. Sampah makanan (sisa makanan) : = Reduksi daur ulang – jumlah emisi landfill tanpa recovery = Reduksi emisi karbon = (605 ton sampah/tahun x -0.05 MTCE/ton sampah) – (605 ton sampah/tahun x 0,39 MTCE/ton sampah)= - 266,20 MTCE/tahun Perhitungan jumlah emisi karbon untuk komponen sampah lainnya dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Hasil Perhitungan Reduksi Emisi Karbon dalam MRF Material Sampah Sisa Makanan Sampah Kebun Kertas campuran dari permukiman
Daur Ulang *)
Landfill tanpa recovery*)
Komposting *)
Berat Recovery sampah (ton/tahun)
Perhitungan Reduksi karbon MRF (MTCE/tahun)
-
0,39
-0,05
605,00
-266,20
-
0,02
-0,05
35,38
-2,48
-0,96
0,33
-
29,55
-38,11
17
Tabel 11. Hasil Perhitungan Reduksi Emisi Karbon dalam MRF Material Sampah Logam campuran Kayu Kaca HDPE LDPE PET
Daur Ulang *) -1,43
Landfill tanpa recovery*) 0,01
Komposting *)
Berat Recovery sampah (ton/tahun)
-
Perhitungan Reduksi karbon MRF (MTCE/tahun)
9,01
-12,97
-0,55 0,02 0,37 -0,21 -0,08 0,01 9,95 -0,90 -0,38 0,01 31,94 -12,46 -0,47 0,01 16,28 -7,81 -0,42 0,01 15,45 -6,65 Jumlah 752,93 -347,79 Sumber: *) berdasarkan U.S. Environmental Protection Agency, Warm Emissions Carbon, 2009 4. Kesimpulan Kesimpulan yang didapat dari hasil dan pembahasan pengelolaan sampah terpadu di Kecamatan Sukolilo sebagai upaya untuk mengurangi jumlah sampah di Kota Surabaya, yaitu: 1.
Timbulan sampah rumah tangga yang dihasilkan sebesar 0,3 kg/orang.hari atau 2 L/orang.hari. Komposisi sampah di Kecamatan Sukolilo adalah sampah makanan (73,38%), plastik (9,38%), kertas dan karton (5,73%), logam (0,97%), sampah kebun (4,29%), karet (0,48%), kain (1,04%), kaca (1,49%), kayu (0,73%), dan residu (2,77%). Jumlah sampah yang dihasilkan sebesar 2823,6 kg/hari, Sekitar 1754,47 kg/hari sampah basah dapat dijadikan kompos. Sampah kering yang dapat didaur ulang sebesar 329,53 kg/hari dan residu yang dihasilkan 739,64 kg/hari.
2.
Hasil evaluasi kelayakan LPS di Kecamatan Sukolilo yang dapat dikembangkan menjadi MRF adalah LPS Keputih. Perencanaan pengembangan LPS menjadi MRF di LPS
Keputih
mengacu pada UDPK Jambangan. 3.
Luas lahan yang dibutuhkan untuk perencanaan MRF sebesar 242 m2. Pengolahan sampah basah dengan sistem aerobik menggunakan komposter angin. Tenaga kerja baru yang dibutuhkan untuk pengoperasian MRF sebanyak 14 orang.
18
4.
MRF ini membutuhkan modal awal sebesar Rp. 595.593.916,-. Keuntungan yang didapat sebesar
Rp. 197.616.378,- per tahun. Hasil perhitungan untuk kelayakan MRF mempunyai
Nilai NSB > 0 sehingga perencanaan MRF ini dapat direalisasikan. Periode pengembalian modal MRF ini kembali pada awal tahun ketiga. Potensi reduksi karbon yang mengacu pada perhitungan EPA untuk MRF prototipe skala kelurahan di Kecamatan Sukolilo dalam 1 tahun sebesar 347,79 MTCE. 5. Daftar Pustaka Anonim. 2008. Undang-undang RI nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Hadiwiyoto, S. 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Yayasan Idayu. Jakarta. Monografi Kecamatan Sukolilo, Surabaya. 2009.
Polprasert, C. 1989. Organik Waste Recycling. Environmental Enginering Division Asia Institute of Technology Bangkok. Thailand.
Siregar, Ali Basyah. 1987. Manajemen. ITB. Bandung.
Tchobanoglous, G., Theisen, H. Dan Vigil, S. 1993. Integrated Solid Waste Management: Engineering Principles and Management Issues. McGraw-Hill, Inc. Singapore.
US, EPA. 2009. Waste Home - Measuring Greenhouse Gas Emissions from Waste_ Climate Change - What You Can Do.
Wibowo, Arianto dan Darwin T Djajawinata. 2007. Penanganan Sampah Terpadu. Jakarta.
19