Aplikasi Fuzzy Pada Pengaturan Rumah Kaca Tanaman Dataran Tinggi Dimas Seto Irawan#1, Akhmad Hendriawan -1#2, Dedit Cahya H.-2#3, Edy Satriyanto -3#4 # Jurusan Teknik Elektronika, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Kampus PENS-ITS Sukolilo, Surabaya 1
[email protected] 2
[email protected] 3
[email protected] 4
[email protected]
ABSTRAK Budidaya tanaman selama ini dilakukan pada kondisi lingkungan (iklim) yang sesuai dengan tanaman. Jika tanaman dipindah ke daerah dengan kondisi lingkungan (iklim) yang berbeda maka tanaman tersebut tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik atau bahkan mati. Pembuatan rumah kaca (Greenhouse) merupakan solusi yang baik untuk media budidaya tanaman dan merekayasa unsur-unsur fisik lingkungan. Penelitian mengenai rumah kaca sendiri sudah banyak sekali dilakukan mulai dari pembuatan desain rumah kaca sampai dengan pengontrolan otomatis aktuator seperti lampu, alat penyiraman dan mesin pendingin agar sesuai dengan lingkungan yang dibutuhkan. Merujuk dari penelitian yang sudah ada maka pada paper ini menawarkan sesuatu yang baru dalam proses rekayasa rumah kaca dimana akan dikontrol suhu dan kelembaban rumah kaca yang disesuaikan dengan keadaan iklim dataran tinggi. Kemudian untuk proses pengontrolannya menggunakan metode logika fuzzy. Berdasarkan dari hasil pengujian menggunakan elemen pendingin peltier yang digabungkan dengan prinsip kerja heat exchanger untuk pengaturan suhu dan kelembaban pada dataran rendah yang dikondisikan seperti dataran tinggi hanya bisa mencapai kisaran suhu 25oC - 27oC hal ini dipengaruhi oleh peletakan sensor dan sistem pendingin yang digunakan. Kata kunci : Suhu udara, Kelembaban udara, Rumah kaca, Logika Fuzzy, Peltier
1.
Pendahuluan Lingkungan merupakan faktor terpenting dalam dunia pertanian karena kondisi lingkungan akan mempengaruhi keberhasilan kualitas dan kuantitas produksi. Oleh sebab itu kondisi lingkungan pertanian sangat diperhatikan sesuai dengan jenis produknya. Salah satu faktor lingkungan adalah udara. Kondisi udara ditentukan oleh kombinasi dua faktor yaitu suhu dan kelembaban. Hampir semua proses pertanian atau pembudidayaan tanaman sangat memperhatikan suhu dan kelembaban. Dalam praktek, suhu dan kelembaban sangat sulit untuk dimodifikasi/dikendalikan sesuai dengan kebutuhan, ditambah lagi dengan fenomena pemanasan global akibat radiasi matahari yang penyinarannya jatuh secara total akibat lapisan ozon yang telah menipis. Kalaupun bisa memerlukan biaya dan teknologi yang tinggi. Suhu dan kelembaban seakan-akan menjadi faktor pembatas produksi pertanian. 2.
Latar Belakang Untuk bisa memodifikasi atau mengendalikan suhu dan kelembaban tanaman, dalam hal ini untuk mengatasi faktor pembatas produksi pertanian khususnya tanaman dataran tinggi yang ditanam pada dataran rendah maka salah satu teknologi yang dipakai adalah teknologi pertanian rumah kaca (greenhouse) yang dikondisikan seperti pada lingkungan dataran tinggi. Pertanian rumah kaca sendiri merupakan kegiatan pertanian yang dilakukan pada suatu bangunan yang dapat digunakan untuk melakukan budidaya tanaman di dalam ruangan. Pada paper ini merujuk [2], [4], [6] yang juga membahas tentang pengontrolan greenhouse, akan tetapi terdapat beberapa kelemahan anatara lain hanya mengontrol intensitas cahaya dengan kontrol waktu [2], hanya
1
mengontrol suhu greenhouse yang dibandingkan dengan suhu diluar greenhouse saja [4], dan masih menggunakan kontrol on off untuk mengontrol AC sehingga kalau diimplementasikan cost yang dibutuhkan tinggi karena menggunakan AC[6]. Sedangkan pada paper ini menawarkan pengontrolan suhu dan kelembaban greenhouse yang dikondisikan seperti pada lingkungan dataran tinggi dengan menggunakan syitem pendingin yang lebih terjangkau dari pada AC dan digunakan logika fuzzy yang lebih stabil dalam proses pengontrolannya. Oleh karena itu dibutuhkan juga suatu sistem pendingin yang efektif dan efisien untuk diimplementasikan, selain dari AC. Paper [5] mengenalkan suatu elemen peltier yang bisa digunakan untuk pendingin juga. Untuk pengaturannya akan diterapkan suatu metode berbasis logika fuzzy yang mempunyai parameter utama suhu dan kelembaban ruang. Diharapkan dengan metode ini dapat diatur suhu dan kelembaban ruang yang dibutuhkan. Oleh karena itu telah dirancang suatu sistem kontrol dan pengondisian ruangan berdasarkan suhu dan kelembaban ruang yang digunakan dalam bidang pertanian sesuai keinginan kita. Pada paper ini merupakan pengembangan dari [2], [4], [6] dan penelitian [5] dalam pembuatan sistem pendingin baru untuk ruangan. 3. Perancangan Sistem Secara garis besar sistem pengaturan suhu dan kelembaban menggunakan logika fuzzy dapat dilihat pada blok diagram gambar 3.1 berikut ini:
Pengontrol suhu dan kelembaban (mikrokontroler+sensor+aktuator)
LCD
GUI
User
LCD Buka GUI
Sensor
µC
RS 232
MinSys On Lihat A1: Sensor bekerja
Aktuator
Kipas
Deteksi suhu dan kelembaban awal
Sistem pendingin peltier
Menampilkan nilai suhu dan kelembaban awal
Spray
Menampilkan nilai suhu dan kelembaban awal
Gambar 3.1 Blok diagram sistem pengontrolan suhu dan kelembaban
User menentukanset poin suhu dan kelembaban yang di inginkan
Pada gambar 3.1 menunjukan sistem yang digunakan untuk mengkondisikan suhu dan kelembaban sesuai dengan set poin yang diharapkan sehingga perlu adanya gabungan beberapa komponen yang terdiri dari sensor, mikrokontroler, aktuator serta sistem pendingin yang tergabung menjadi satu dalam sebuah plant greenhouse untuk mengatur suhu dan kelembaban plant. Yang mana hasil dari pengaturan suhu dan kelembaban di tampilkan melalui LCD dan GUI pada komputer. Perlu diketahui bagian yang penting disini merupakan sistem pendingin, karena tanpa pendingin logika fuzzy yang digunakan tidak akan bekerja, untuk pendinginnya sendiri digunakan aplikasi dari peltier. Peltier sendiri digunakan untuk mendinginkan air, air yang dingin ini nantinya digunakan untuk mendinginkan pipa aluminum yang mana bagian dalam pipa aluminium dialirkan udara dari kipas yang mana hasil dari semburan kipas digunakan untuk mengatur suhu plant, sedangkan untuk pengaturan kelembaban digunakan spray penyembur air yang dihubungkan dengan kompresor. Yang kecepatan putaran kipas dan on off kompresor dikontrol oleh ada dan tidaknya sinyal listrik mikrokontroler. Mikrokontroler ini memberikan perintah pada kipas dan spray sesuai dengan logika fuzzy yang dibuat. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada skenario sistem gambar 3.2 berikut ini:
Menampilkan nilai suhu dan kelembaban Menampilkan nilai suhu dan kelembaban Lihat A2: Fuzzy logic & Aktuator aktif compare Menampilkan nilai hasil aktuator dan grafik MinSys OFF
Gambar 3.2 Main success scenario Pada gambar 3.2 dijelaskan proses atau alur dari kerja sistem ini. Awalnya user mengaktifkan mikrokontroler, setelah itu alat pengontrol suhu dan kelembabannya akan aktif, sensor pun juga demikian. Kemudian sensor melakukan pembacaan suhu dan kelembaban yang hasil dari pembacaan ini ditampilkan pada LCD dan GUI pada komputer. Dari tampilan yang ada ini user bisa melakukan seting set poin sesuai keinginan, kemudian besar nilai set poinnya dibandingkan dengan nilai suhu dan kelembaban yang terbaca sensor untuk diproses menggunakan logika fuzzy yang output pemrosesannya digunakan untuk mengontrol suhu dan kelembaban sesuai dengan set poin yang ditentukan. Dan semua informasi yang ada ditampilkan lagi di LCD dan GUI.
3.1 Plant (Rumah Kaca/ greenhouse) Rumah kaca pada gambar 3.3 merupakan plant dari proyek akhir ini, merupakan suatu bangunan yang dapat digunakan untuk melakukan budidaya tanaman di dalam ruangan. Bangunan ini mempunyai atap yang terbuat dari kaca atau bisa diganti dengan plastik yang bening, yang mana dapat berfungsi untuk menahan energi panas matahari yang dipancarkan sehingga energi panas tetap berada di dalam bangunan rumah kaca tersebut. Dengan rumah kaca ini bisa dilakukan suatu pengkondisisan ruangan yang sesuai dengan keadaan sebenarnya. Untuk pembuatan prototipe rumah kaca dibutuhkan spesifikasi dan ukuran sebagai berikut :
2
-
mana bertujuan untuk memindahkan kalor dari peltier agar peltier dapat menghasilkan dingin yang maksimal, kemudian bejana aluminium ini di isi dengan air dan ditutup rapat agar tidak terpengaruh oleh udara luar.
Bahan Besi untuk kerangka Plastik mika untuk penutup Ukuran Panjang : 120 cm Lebar : 60 cm Tinggi : 80 cm
Heat exchanger yang berisikan air dari bejana
Gambar 3.3 Plant
Air dalam bejana
greenhouse
Selang sirkulasi
Gambar 3.5 Sususnan peletakan system pendingin pada plant greenhouse
3.2 Sistem pendingin Untuk pendinginnya sendiri digunakan sistem seperti radiator atau heat exchanger yang dikombinasikan dengan peltier. Heat exchanger merupakan alat yang prinsip dasarnya adalah melakukan proses pertukaran kalor antara dua fluida yang berbeda suhunya tanpa pencampuran kedua fluida. Dari prinsip dasar heat exchanger yang dikombinasikan dengan peltier dapat digunakan untuk menghasilkan udara dingin, yang nantinya udara dingin ini disalurkan ke plant sebagai pendingin ruangan. Prinsip kerja dari sistem pendingin ini adalah mula-mula pipa paralon besar yang dijadikan seperti pipa heat exchanger diletakan pada plant greenhouse untuk di isi air dari bejana (gambar 3.5). Untuk pipa paralon sendiri didalamnya terdiri dari pipa-pipa aluminium sebanyak 22 buah dan panjangnya 30 cm yang disusun didalam pipa paralon, yang mana pipa-pipa aluminium diberi jarak renggang sebagai tempat untuk diisi air. Setelah itu ujung dari pipa paralon ditutup dengan lem agar air yang berada dalam pipa paralon tidak bocor keluar. Sehingga pipa-pipa aluminium tadi bersentuhan langsung dengan air. Kemudian dialirkan udara dari kipas melewati lubang-lubang pipa aluminium. Karena pipa aluminium yang ada bersentuhan langsung dengan air dingin, maka dengan sendirinya pipa aluminum juga akan menjadi dingin. Dari sinilah udara dari kipas dialirkan melewati lubang aluminium sehingga udara yang melewati lubang juga akan menjadi dingin. Desain dari pipa paralon ini bisa dilihat pada gambar 3.4.
Air yang ada didalam bejana lama kelamaan akan menjadi dingin suhunya karena pengaruh dari sisi peltier yang dingin. Air yang dingin ini nantinya digunakan untuk pipapipa pada heat exchanger dan dibantu dengan kipas juga untuk membantu menyebarkan udara dingin ke seluruh ruangan. Dalam proses pendinginan air didalam bejana peltier juga mengeluarkan kalor yang cukup tinggi di sisi panasnya, oleh karena itu untuk mendinginkan sisi panas ini digunakan hetasink yang di rendam dalam air guna mengurangi pengaruh panas pada heatsink sehingga sisi dingin dari peltier bisa tetap menjaga kondisi dinginnya tanpa terpengaruhi kalor dari sisi panas peltier. 3.3 Algoritma Perancangan Pengendali Fuzzy Dalam merancang pengendali fuzzy ini, kita membaginya ke dalam beberapa bagian yaitu : fuzzyfikasi, if then rule, dan defuzzyfikasi. Logika fuzzy pada sistem ini digunakan untuk mengontrol suhu dan kelembaban plant berupa greenhouse, dimana suhu dan kelembaban plant dipertahankan konstan sesuai dengan set oin yang diinginkan. Untuk lebih jelasnya mengenai penggunaan fuzzy pada sistem ini bisa dilihat dalam blok diagram gambar 3.7 berikut Fuzzy Logic Controller Error suhu dan Error kelembaban Rule 1 (untuk suhu)
Gambar 3.4 Desain heat exchanger
outputuntuk suhu
Pada proses pendinginan air sendiri digunakan peltier. Peltier sisi dinginnya ditempelkan pada bejana aluminium dan sisi panasnya ditempelkan pada heatsink yang
Rule 2(untuk kelembaban)
output untuk kelembaban
Gambar 3.7 Blok diagram perencanaan fuzzy
3
Fuzzyfikasi Dalam proses fuzzyfikasi ini menggunakan masukan berupa error suhu dan error kelembaban. Nilai crips masukan dari error suhu , error kelembaban ini diubaha menjadi nilai fuzzy masukan. Untuk membership function (MF) error suhu: -
negative big (NB) = sangat kecil negative small (NS)= kecil almost zero (AZ) = sedang positive small (PS) = besar positive big (PB) = sangat besar
PS PB
PS PS
PS PS
PS PB
PB PB
PB PB
Keterangan : NB sampai dengan PB adalah label untuk MF defuzzyfikasi kelembaban yang mempresentasikan berapa kali semprotan yang diberikan pada spary.
(-15 sampai -5) (-10 sampai 0) (-5 sampai 5) (0 sampai 10) (5 sampai 15)
Defuzzyfikasi Setelah itu akan diproses ke defuzzyfikasi mengubah nilai keluaran fuzzy kedalam nilai keluaran nyata. Berikut ini membership function untuk keluaran kipas dan spray. Untuk membership function kipas (dalam volt): - negative big (NB) = sangat lambat - negative small (NS)= lambat - almost zero (AZ) = sedang - positive small (PS) = cepat - positive big (PB) = sangat cepat
Gambar 3.8 Tipe MF masukan error dari suhu
(0 sampai 4,5) (2 sampai 7) (4,5 sampai 9,5) (7 sampai 12) (9,5 sampai 14)
untuk membership function (MF) error kelembaban: - negative big (NB) = sangat kecil (-25 sampai -10) - negative small (NS)= kecil (-20 sampai 0) - almost zero (AZ) = sedang (-10 sampai 10) - positive small (PS) = besar (0 sampai 20) - positive big (PB) = sangat besar (10 sampai 25) Gambar 3.10 Tipe MF keluaran kipas Untuk membership function spray(dalam berapa kali): - negative big (NB) = 0 kali (-1 sampai 2) - negative small (NS)= 2 kali (0 sampai 4) - almost zero (AZ) = 4 kali (2 sampai 6) - positive small (PS) = 6 kali (4,5 sampai 8) - positive big (PB) = 8 kali (6 sampai 9)
Gambar 3.9 Tipe MF masukan error dari kelembaban
If Then Rule Setelah nilai derajat keanggotaan MF masukan dari error suhu dan error kelembaban itu akan dimasukkan ke dalam proses penentuan aturan atau biasa disebut dengan if then rule untuk didapatkan rule strength dengan operasi AND. If then rule ini mempunyai 2 aturan untuk masing-masing aktuator yang digunakan yaitu aturan untuk mengatur suhu dengan kipas dan aturan untuk mengatur kelembaban dengan spray. Tabel 3.1 If then rule untuk suhu e h et NB NS Z PS PB esNB PB PB PS Z NS NS PB PS Z Z NS Z PB PS Z NS NB PS PB PS Z NS NB PB PB PS Z NS NB
Gambar 3.11 Tipe MF keluaran kelembaban
4. Hasil dan Analisa 4.1 Pengujian Peltier Tabel 4.1 Tabel pengukuran peltier sisi dingin menggunakan pendingin heatsink dan tanpa air pada peltier sisi panas
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Keterangan : NB sampai dengan PB adalah label untuk MF defuzzyfikasi suhu yang mempresentasikan PWM yang diberikan pada kipas. Tabel 3.2 If then rule untuk kelembaban e h et NB NS Z PS PB esNB NB NB NB NB NB NS NB NS NS Z Z Z NB NS NS Z PS
4
Tegangan (volt) 1,5 3 4,5 6 7,5 9 10,5 12
Arus (ampere) 0,25 0,61 1,05 1,33 1,68 1,91 2,38 3,04
Suhu (celcius) 22,8 19,7 18,9 15,4 12,9 13,2 14,4 15,6
Dari hasil pengujian peltier diatas dapat dilihat bahwa suhu yang ada pada tabel 4.1 dan tabel 4.2 merupakan suhu terkecil yang bisa dihasilkan oleh peltier pada saat diberikan besar tegangan tertentu.
5. 6. 7. 8. 9. 10.
Tabel 4.2 Tabel pengukuran peltier sisi dingin menggunakan pendingin heatsink dan air pada peltier sisi panas No. Tegangan (volt) Arus (ampere) Suhu (celcius) 1. 1,5 0,42 22,5 2. 3 0,8 17,4 3. 4,5 1,35 12,8 4. 6 1,84 11,2 5. 7,5 2,27 10,7 6. 9 2,65 11,1 7. 10,5 2,93 12,7 8. 12 3,10 13,9
10 cm 10 cm 10 cm 10 cm 10 cm 10 cm
23,1 22,5 21,9 21,2 20,7 19,8
26,98 26,63 26,33 26,04 25,88 25,21
78 78 78 77 77 77
Dari tabel 4.3 dan 4.4 hasil pengujian dan pengamatan sistem pendingin bisa diketahui beberapa faktor yang mempengaruhi keluaran dari sistem pendingin yaitu yang pertama dalam mendapatkan suhu ruangan yang rendah (dingin) diperlukan bantuan air yang juga harus bersuhu dingin dan yang kedua adalah peletakan posisi sensor suhu dan kelembaban pada sistem pendingin, yang mana semakin jauh dari sumber dingin maka hasil suhu yang terbaca sensor semakin tinggi. Serta ukuran besar kecilnya ruangan dari plant juga mempengaruhi dari pembacaan sensor terhadap suhu dan kelembaban yang dihasilkan sistem pendingin.Tetapi pada kenyataannya sistem pendingin ini hanya bisa bekerja efektif dalam mempertahankan suhu kisaran 25o C – 27o C, kalupun kurang dari 25o C dibutuhkan suhu air yang lebih dingin dan konstan.
Suhu peltier pada sisi dingin dengan perilakuan berbeda memiliki nilai yang berbeda pula. Ini dapat dilihat dalam mendinginkan peltier sisi panas, jika dalam mendinginkannya menggunakan heatsink dan air suhu yang didapat lebih dingin daripada tanpa menggunakan air. Selanjutnya untuk besar arus yang dihasilkan masing-masing peltier tidak sama meskipun besar tegangannya sama , yang mana dalam pengujian ini digunakan 2 buah peltier yang berbeda dimana besar arus yang ada tidak sama (seperti terlihat pada tabel 4.1 dan tabel 4.2).
4.3 Pengujian Kontrol Fuzzy Untuk yang pertama dibandingkan hasil dari kontrol suhu dengan set poin suhu 25oC yang menggunakan 3 membership function dan 5 membership function. Hasilnya disajikan dalam bentuk grafik suhu sebagai berikut
4.2 Pengujian Sistem Pendingin Tabel 4.3 Tabel pengukuran suhu dan kelembaban pada sistem pendingin dengan jarak sensor 5 cm dari output udara No Jarak sensor dari Suhu Suhu Kelembaban keluaran pipa air Udara udara pendingin 1. 5 cm 24,5 27,93 79 2. 5 cm 23,2 27,53 79 3. 5 cm 22.4 27.11 79 4. 5 cm 22,1 26,89 78 5. 5 cm 21,8 26,78 78 6. 5 cm 21,4 26,54 77 7. 5 cm 20,9 25,98 77 8. 5 cm 20,3 25,81 77 9. 5 cm 19,8 25,24 77 10. 5 cm 19,2 24,81 76
Gambar 4.1 Grafik suhu set poin 25 oC dengan 3 membership function
Pada gambar 4.1bisa dilihat bahwa dalam mencapai nilai set poin yang ditentukan perlu adanya waktu, dimana waktu ini juga berpengaruh pada rule dan nilai dari defuzzyfikasi yang diberikan. Selain itu pada gambar 4.1 terlihat masih adanya overshoot dengan nilai yang besar sehingga terlihat kurang halus grafik yang dihasilkan, hal disebabakan karena rule yang digunakan kurang teliti. Selain itu juga nilai output suhu relatif sulit untuk dijaga konstan berbeda dengan nilai output motor yang tidak dipengaruhi oleh faktor alam.
Tabel 4.4 Tabel pengukuran suhu dan kelembaban pada sistem pendingin dengan jarak sensor 10 cm dari output udara No Jarak sensor dari Suhu Suhu Kelembaban keluaran pipa air Udara udara pendingin 1. 10 cm 25,2 28,43 80 2. 10 cm 24,9 27,91 79 3. 10 cm 24.2 27.66 79 4. 10 cm 23,7 27,13 79
Gambar 4.2 Grafik suhu set poin 25 oC dengan 5 membership function
5
Kemudian untuk hasil dari kontrol fuzzy dengan 5 membership function pada gambar 4.2, dapat dilihat bahwa waktu yang dibutuhkan untuk mencapai set poin lebih lama dan nilai overshoot yang dihasilkan relatif lebih kecil dari pada hasil grafik gambar 4.2. Hal ini dikarenakan semakin banyak jumlah membership fuction yang digunakan semakin banyak pula rule yang ditentukan, yang mengakibatkan semakin teliti juga kontrol fuzzy dalam melakukan aksinya. Dalam hal ini ditunjukan pada nilai range tegangan kipas yang bekerja untuk menurunkan suhu.
Dari gambar 4.4 dapat dilihat bahwa grafik suhu mulai dalam keadaan sesuai set poin dalam waktu 320 detik dan saat itu juga untu kelembaban masih mendekati nilai dari set poin yang ditentukan. Karena dalam proses pendinginannya sendiri memang membutuhkan waktu yang lama dan dalam hal ini juga kadang faktor lingkungan dari luar juga mempengaruhui hasil dari sistem pendinginnya sendiri, sehingga membuat kerja dari pendingin tidak maksimal.
4.4 Pengujian Keseluruhan Sistem Pada awalnya suhu mula-mula ruangan terdeteksi 29,76 oC ketika sistem pendinginnya aktif suhu udara didalam plant lama-kelamaan akan turun dan kelembaban akan naik.
Dari hasil pengamatan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Berdasarkan dari hasil pengujian dengan spek hardware elemen pendingin peltier yang digabungkan dengan prinsip kerja seperti heat exchanger untuk pengaturan suhu dan kelembaban pada dataran rendah yang dikondisikan seperti dataran tinggi hanya bisa mencapai kisaran suhu 25oC - 27o C dan kelembaban kisaran 88% - 90 % sesuai dengan kemampuan fuzzy logic yang dibuat dalam proyek akhir ini. 2. Peletakan sensor dan sistem pendingin yang digunakan menjadi faktor penentu utama keberhasilan sistem ini. Semakin dekat peletakan sensor semakin mudah bisa terbaca nilai suhu dan kelembaban yang ada. 3. Sistem pendingin dengan menggunakan peltier kurang bisa diaplikasikan untuk pendingin ruangan dengan suhu yang lebih rendah. 4. Banyaknya jumlah membership function yang digunakan mempengaruhi hasil dari output fuzzy.
5. Kesimpulan
Gambar 4.3 Grafik hasil pembacaan suhu dan kelembaban kisaran 140 detik
DAFTAR PUSTAKA Pada gambar 4.3 diatas bisa dilihat bahwa grafik dari suhu lama-kelamaan akan mengalami penurunan yang mana proses penurunannya juga dikontrol dengan logika fuzzy untuk hasil kontrol bisa dilihat bahwa ketika kondisi seperti diatas untuk respon kipas (PWM) memiliki 242,7 dan respon spary 6 kali sempot. Lama-kelamaan respon kipas dan spray ini akan mengikuti sendiri sesuai dengan perubahan suhu dan kelembaban yang terjadi pada plant greenhouse.
[1] Hadianto, 1997, Kontroler Fuzzy Logic untuk DC-DC Converter dengan Menggunakan Bahasa Pemrograman Visual C++ Beroerientasi Obyek, proyek akhir, PENS-ITS, Surabaya, Indonesia. [2] Hariswati, Lusi, 2002, Uji Kinerja Alat Pengontrol Suhu dan Kelembaban Udara Greenhouse Menggunakan Mikrokontroler AT89C51, SHT 75, dan Personal Computer, proyek akhir, Sarjana Pertanian UB, Malang, Indonesia [3] Kumar, Anuj., Singh, Abhishek., Singh I.P., and Sud S.K., (2010). Prototype Greenhouse Environment Monitoring System. Proceeding of the International MultiConference of Engineers and Computer Scientists 2010 Vol II, Hong Kong. [4] Saptoto, Eko P., 1997, Pengaturan Suhu Rumah Tanaman Dengan Kontrol Logika Fuzzy, proyek akhir, Sarjana Pertanian IPB, Bogor, Indonesia [5] Reza, Deddy, 2010, Perhitungan Heat Rate Heatsink Pada Sisi Panas Thermoelektik TEC 12706 Pada Daya 22,4 watt, proyek akhir, D3 Mesin ITS, Surabaya, Indonesia
Gambar 4.4 Grafik hasil pembacaan suhu dan kelembaban kisaran 320 detik
6
[6] Sunardi, 2004, Sistem Pengaturan Intensitas Cahaya Pada Iklim Buatan Dalam Rumah Kaca (Greenhouse),proyek akhir,Sarjana Elektronika Undip, Semarang, Indonesia [7] malvino albert paul, hanapi gunawan, (1989). Prinsipprinsip elektronika. Jakarta: Erlangga. [8] Shoim, Achmad, 2006, Desain Pengaturan Proses Multiloop Dengan Kontrol Fuzzy, proyek akhir, PENSITS,Surabaya, Indonesia [9] Takhfifur, Farid, Perancangan Pengendalian Logika Fuzzy Untuk Kelembaban Ruang, proyek akhir, Sarjana Fisika FMIPA ITS, Surabaya, Indonesia
7