PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET SEBAGAI BENTUK REVITALISASI KAWASAN PADAT PENDUDUK DI SURYAKENCANA, BOGOR
Oleh : ARIF APRIANTO A 34202027
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET SEBAGAI BENTUK REVITALISASI KAWASAN PADAT PENDUDUK DI SURYAKENCANA, BOGOR
Oleh ARIF APRIANTO A34202027
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN
ARIF APRIANTO. Perencanaan Lanskap Pedestrian Shopping Street sebagai Bentuk Revitalisasi Kawasan Padat Penduduk di Suryakencana Bogor. Dibimbing oleh ARIS MUNANDAR Perencanaan kawasan pedestrian shopping street merupakan salah satu bentuk studi perencanaan suatu revitalisasi kawasan padat penduduk menjadi suatu kawasan baru yang dapat meningkatkan kualitas fisik, lingkungan, dan visual tapak. Selain itu perencanaan kawasan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pemukim di dalamnya, baik dari segi sosial maupun ekonomi. Bagi pemerintah Kota Bogor, diharapkan hasil studi ini dapat berguna bagi peningkatan Pendapatan Asli Daerah Kota Bogor. Lokasi studi perencanaan ini terletak pada kawasan pemukiman sekitar daerah perniagaan Jalan Suryakencana dan Jalan Roda, Kelurahan Babakan Pasar, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Luas tapak penelitian adalah ±41,6 ha dengan jumlah penduduk 11.560 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 281,45 jiwa/ha. Kawasan ini memiliki kepadatan dan jumlah penduduk yang sangat tinggi karena terletak pada kawasan niaga dan terdapat akses masuk yang mudah ke dalam tapak. Masyarakat pada tapak didominasi oleh penduduk dengan golongan usia produktif. Masyarakat pada lokasi studi tinggal dalam suatu lokasi permukiman yang padat dengan kondisi bangunan yang kurang baik. Kondisi ini menjadi halangan bagi mereka dalam beraktivitas terutama dalam menyalurkan aktivitas sosialisasi dan rekreasi mereka. Kurangnya kepemilikan pekarangan dan ruang terbuka umum bagi masyarakat menyebabkan kedua aktivitas tersebut dilakukan di jalan- jalan umum. Proses perencanaan pada studi ini meliputi beberapa tahapan menurut Gold (1980) dengan beberapa penyesuaian Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder yang diperoleh baik dari pengamatan langsung di lapang, wawancara, pengambilan gambar, maupun studi pustaka yang dapat mendukung studi. Data yang digunakan dalam studi meliputi data sosial dan data fisik kawasan. Data sosial masyarakat meliputi:Kondisi demografis pemukim yang diperoleh melalui studi pustaka dari pihak pemerintah daerah yang terkait. Data ini untuk mengetahui jumlah penduduk yang menetap, golongan umur, tingkat pendidikan, dan pekerjaan dari masyarakat pemukim. Hal ini akan berkaitan dengan studi perilaku dan kondisi dari masyarakat pemukim, dimana dapat berpengaruh langsung terhadap pemanfaatan lanskap yang akan direncanakan. Aktivitas masyarakat pemukim diperoleh melalui survey dan pengamatan langsung pada tapak. data ini kemudian dispasialkan ke dalam bentuk peta aktivitas yang akan menunjukan intensitas serta lokasi aktivitas dari masyarakat pemukim. Kebutuhan dan keinginan masyarakat diperoleh melalui wawancara dengan beberapa masyarakat pemukim untuk menginventarisasi keinginan masyarakat terhadap hasil akhir perencanaan tapak. Kegiatan ini juga menjadi peran serta aktif masyarakat dalam proses perencanaan tapak.
Untuk data fisik kawasan, data yang diperoleh berupa data tata guna lahan yang diperoleh melalui pengamatan lapang dan disesuaikan dengan peta tapak dari dinas yang terkait. Keinginan masyarakat adalah agar tercipta suatu kawasan baru yang dapat meningkatkan kualitas fisik dan visual lingkungan serta kualitas hidup mereka. Perencanaan kawasan niaga berupa kawasan pedestrian shopping street dan kawasan hunian vertikal dan penyediaan fasilitas- fasilitas umum menjadi alternatif pemecahan masalah tersebut. Peran serta aktif masyarakat dalam tahapan perencanaan ini menjadi masukan dan pertimbangan dalam tahapan studi. Konsep perencanaan kawasan baru ini terbagi ke dalam empat sub konsep perencanaan yaitu perencanaan lanskap pedestrian shopping street, tata ruang total, ruang terbuka dan fasilitas penunjang. Perencanaan tata ruang umum membagi ruang ke dalam tiga jenis fungsi ruang yaitu ruang bangunan umum, hunian, dan ruang terbuka. Untuk ruang terbuka sendiri terbagi lagi ke dalam fungsi ruang terbuka umum bagi pengunjung tapak dan penghuni rumah susun, jalur pedestrian, dan ruang terbuka hijau berupa taman dan ruang terbuka hijau konservasi. Aspek- aspek yang dibandingkan antara lain: Pertambahan luas ruang terbuka hijau, perbaikan lingkungan sosial, perbaikan kualitas lingkungan, perbaikan aktivitas ekonomi pada tapak, perbaikan kualitas visual, dan perbaikan intensitas infrasturuktur. Dari perbandingan keenam aspek tersebut diperoleh konsep yang akan digunakan adalah konsep kedua yang memiliki jumlah poin paling besar dari perbandingan tersebut. Perencanaan kawasan niaga dan hunian baru yang terpadu memerlukan keterlibatan antara pemerintah kota, perencana, pelaksana, dan masyarakat sendiri. Hal ini penting dilakukan agar hasil yang didapat sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat pengguna tapak dan rencana alternatif dari pihak perencana. Penyediaan fasilitas- fasilitas penunjang sangat dibutuhkan untuk mendukung segala aktivitas yang berlangsung pada tapak.
PERENCANAAN PEDESTRIAN SHOPPING STREET SEBAGAI BENTUK REVITALISASI PERMUKIMAN PADAT PENDUDUK DI SURYAKENCANA, BOGOR (Planning of Pedestrian Shopping Street as a Revitalitation for High Density Settlement in Suryakencana, Bogor) 1
Arif Aprianto1/ Dr. Ir. Aris Munandar, MS2 Mahasiswa Departemen Arsitektur Lanskap 2 Staf Pengajar Arsitektur Lanskap
Abstract This research study has been conducted with a purpose to plan an economic area, entitled Pedestrian Shopping Street. It is a concept of an economic area built in a residence region which will create a proper living environment in social and economic aspect as well as psichological, towards the community within. This idea is also expected to contribute the increament of real regional revenue. The restructuring of overpopulated residence is needed to create an area which not only provide a space to live but also a business area which will stimulate economic growth for the surroundings. The space utilization in a pedestrian concept of the developed countries is used as the prototype of this project. And the implementations in those countries has occured a good result. Moreover, choosing to build a pedestrian concept as the center of commerce and service will create more open spaces than buldings concept. Keyword: pedestrian, settlement, open space
Judul
: PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET SEBAGAI BENTUK REVITALISASI KAWASAN PADAT PENDUDUK DI SURYAKENCANA, BOGOR
Nama
: Arif Aprianto
NRP
: A34202027
Proram Studi
: Arsitektur Lanskap
Menyetujui,
Dr.Ir Aris Munandar,MS NIP: 19561228 198303 1 003
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr NIP: 19571222 198203 1 002
Tanggal Lulus: . . . . . . . . . . . . .
RIWAYAT HIDUP
Arif Aprianto lahir di Jakarta 9 April 1984 merupakan putra pertama dari tiga bersaudara pasangan Jupriyanto dan Ely Amaliah. Pendidikan dasar diselesaikan di SDN 04 Pagi, Jakarta pada tahun 1996. Pada tahun 1999 penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 161 Jakarta dan pada tahun 2002 menyelesaikan pendidikannya di SMU Negeri 47 Jakarta. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Arsitektur Lanskap melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama masa studi penulis menjadi Asisten Mata Kuliah Dasardasar Arsitektur Lanskap pada tahun ajaran 2006/2007. Penulis juga aktif pada Unit Kegiatan Mahasiswa Paduan Suara Mahasiswa Agriaswara IPB. Pada tahun kepengurusan 2003/2004 dan 2004/2005 penulis menjadi pengurus pada Departemen Pengembangan Sumberdaya Manusia. Bersama paduan suara tersebut, pada tahun 2005 penulis meraih Gold Diplome dan Silver Diplome untuk kategori Folksong dan Mixed Choir pada The 4th International Choir Competition and Festival yang diadakan di Wernigerode, Jerman. Penulis kembali meraih dua buah Golden Diplome untuk kategori Mixed Choir dan Folksong pada The 11th Budapest International Choir Competition and Festival, di Hungaria bersama PSM Agriaswara.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Rasul Allah SWT yang paling mulia Muhammad SAW. Penelitian ini berjudul “Perencanaan Lanskap Pedestrian Shopping Street sebagai Bentuk Revitalisasi Kawasan Padat Penduduk di Suryakencana Bogor”. Penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan S1 pada Program Studi Arsitektur Lanskap. Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada banyak pihak yang telah membantu jalannya penelitian ini: 1. Bapak dan ibu atas segala curahan kasih sayang, doa, usaha, dan airmata untuk penulis. Kepada Fandy & Tati, dan Deny untuk persaudaraannya. 2. Dr. Ir. Aris Munandar, MS selaku dosen pembimbing skripsi untuk semua ilmu, arahan, dan pertolongan yang sangat berguna. 3. Dr. Ir. Nurhayati HSA, MSc dan Ir. Vera Dian Damayanti, MLA selaku dosen penguji atas segala masukan yang berguna. 4. Ir. Indung Sitti Fatimah, Msi selaku dosen pembimbing akademik untuk semua nasehat dan semangat yang diberikan. 5. Dosen danStaf Departemen Arsitektur Lanskap. 6. Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor atas dukungan dan kemudahan dalam memperoleh data. 7. Harlan Taufik, SP dan Asep Aryanto, STP yang selalu siap repot dan ada saat dibutuhkan bantuannya. 8. My Bridge: Ary, Paulina, Hestie, Helmy, Budya, Dhiemas, Pute, Inge, Hardy, Fahmi, dan Hilma. Sahabat- sahabat ku yg selalu siap menghibur dikala susah dan yang selalu berbagi keceriaan. 9. Teman-teman Arsitektur Lanskap 2002, terima kasih untuk kerja sama dan persahabatannya. 10. Teman-teman menyanyiku di PSM Agria Swara IPB. Terlalu banyak kenangan manis saat berada di antara kalian. Untuk Mas Arvin, smoga ilmu yang mas punya jadi berkah selalu.
11. Teman-teman Infinito Singers yang selalu ceria dan hobi makan. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada umumnya. Semoga apa yang telah dilakukan bernilai ibadah dalam pandangan Allah SWT dan mendapat pahala, amin.
Bogor, Januari 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ ix DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... x I. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1 Latar Belakang .......................................................................................... 1 Tujuan Penelitan ........................................................................................ 2 Manfaat Penelitian .................................................................................... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 5 Permukiman Padat Kumuh ....................................................................... 5 Kondisi dan Permasalahan Masyarakat pada Permukiman Padat ............ 6 Revitalisasi Kawasan .................................................................................8 Pedestrian Walk ......................................................................................... 9 Pedestrian Shopping Street ...................................................................... 10 III. METODOLOGI ........................................................................................... 13 Waktu dan Tempat .................................................................................. 13 Batasan Studi ........................................................................................... 13 Tahapan Penelitian .................................................................................. 13 Bentuk Hasil Studi ................................................................................... 19 IV. DATA, ANALISIS DAN SINTESIS ........................................................... 22 Aspek Sosial Masyarakat Pengguna Tapak ............................................. 23 Aspek Fisik Kawasan .............................................................................. 30 Sintesis ..................................................................................................... 33 V. KONSEP ......................................................................................................... 36 Konsep Dasar ........................................................................................... 36 Pengembangan Konsep............................................................................ 36 VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET .... 42 Rencana Lanskap Pedesrian Shopping Street .......................................... 42 Rencana Tata Ruang Total ...................................................................... 49 Rencana Ruang Terbuka .......................................................................... 50 Rencana Fasilitas ..................................................................................... 52 VII. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 57 Kesimpulan .............................................................................................. 57 Saran ........................................................................................................ 58 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 59
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Jenis, Bentuk, Satuan, Tipe, dan Sumber Data ..................................... 20 Tabel 2. Kepadatan Penduduk Kecamatan Bogor Tengah.................................. 21 Tabel 3. Kelas Usia Penduduk Kelurahan Babakan Pasar, Kecamatan Bogor Tengah....................................................................................................23 Tabel 4. Jenis Pekerjaan Penduduk Kelurahan Babakan Pasar, Kecamatan Bogor Tengah…………………………………………………………………..24 Tabel 5. Aktivitas Ruang Luar ............................................................................. 27 Tabel 6.Tabulasi Keingininan Masyarakat terhadap Perubahan dan Perbaikan Tapak......................................................................................................28 Tabel 7. Perbandingan Kondisi Eksisting Tapak dengan Kebutuhan dan Keinginan Masyarakat……………………………………………………………...30 Tabel 8. Jenis Fasilitas Umum pada Lokasi Studi ................................................ 31 Tabel 9. Permasalahan, dan Pemecahan Masalah pada Tapak ............................. 35
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Kerangka Pikir....................................................................................... 4 Gambar 2. Lokasi Studi......................................................................................... 13 Gambar 3. Delineasi Tapak Sebelum Perencanaan............................................... 16 Gambar 4. Metodologi penelitian ......................................................................... 21 Gambar 5. Kondisi Eksisting Jalan Roda .............................................................. 27 Gambar 6. Aktivitas pada Tapak ........................................................................... 30 Gambar 7. Kondisi eksisting pada Tapak ............................................................. 33 Gambar 8. Kondisi Lingkungan yang Diharapkan ............................................... 38 Gambar 9. Konsep ................................................................................................ 42 Gambar 10. Aspek enclosure pada tapak diciptakan oleh vegetasi. ..................... 45 Gambar 11. Rencana peruntukan ruang pada area pedestrian shopping street………...…………………………………47 Gambar 12. Area display produk kerajinan .......................................................... 47 Gambar 13. SITEPLAN ........................................................................................ 53 Gambar 14. Ruang Terbuka Utama 1 ................................................................... 54 Gambar 15. Ruang Terbuka Utama 2 ................................................................... 55
1 I. PENDAHULUAN
Latar Belakang Salah satu kebutuhan hidup manusia yang paling mendasar adalah kebutuhan akan tempat tinggal. Dalam pemenuhan kebutuhannya tersebut, manusia berupaya untuk mendapatkan tempat tinggal yang layak bagi diri dan keluarganya. Pengelompokan tempat tinggal tersebut dikenal dengan istilah permukiman. Permukiman inipun idealnya juga harus memberikan lingkungan hidup yang layak bagi orang- orang yang tinggal di dalamnya. Dalam Suparlan (2000) dijelaskan bahwa dalam kerangka hubungan ekologis antara manusia dengan lingkungan permukimannya, terlihat bahwa kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang dipengaruhi oleh kualitas permukiman dimana masyarakat tersebut tinggal. Lingkungan yang baik adalah lingkungan yang dapat memberikan kenyamanan baik dari segi estetika maupun kebersihan dan mempunyai daya dukung yang seimbang dan baik terhadap jumlah penduduk yang tinggal di atasnya. Kota merupakan area terbangun dengan struktur jalan- jalan, dan sebagai suatu pemukiman yang terpusat pada suatu area dengan kepadatan tertentu yang membutuhkan sarana dan pelayanan pendukung yang lengkap (Branch, 1985). Dijelaskan lagi, kebersihan perkotaan, bangunan, ruang terbuka, vegetasi dan perancangan perkotaan merupakan unsur fisik perkotaan yang mendukung kualitas estetika kota. Dalam perkotaan terdapat tiga tingkatan aktivitas, yaitu: kegiatan yang terjadi di atas atau dekat dengan permukaan tanah, instalasi infrastruktur di bawah tanah dan aktivitas di ruang kosong atau angkasa. Permukiman merupakan jenis aktivitas yang pertama. Ketersediaan lahan di perkotaan sebagai tempat tinggal kini menjadi suatu permasalahan karena meningkatnya jumlah penduduk, baik secara demografis maupun proses migrasi, meningkatkan pula kebutuhan akan tempat tinggal. Namun peningkatan kebutuhan tersebut tidak diimbangi oleh ketersediaan lahan
2 yang dimiliki oleh kota tersebut, akibatnya timbulah permukiman padat kumuh yang sangat tidak layak baik secara ekologis maupun estetika. Penataan kembali permukiman padat pemukim ini sangat diperlukan terutama dalam hal peningkatan kualitas hidup masyarakat di dalamnya termasuk peningkatan aktivitas ekonomi. Lingkungan ditata kembali sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu kawasan baru yang dapat memberikan nilai tambah bagi kualitas dan taraf hidup manusia yang tinggal di dalamnya baik dari segi sosial, ekonomi, maupun psikologisnya, juga bagi pemerintahan kota dalam hal peningkatan ekonomi dan pendapatan asli daerah. Penataan ulang kawasan permukiman padat dilakukan dengan tujuan menciptakan suatu kawasan yang tidak hanya menyediakan ruang sebagai tempat tinggal tapi juga menyediakan ruang sebagai tempat usaha yang memiliki nilai ekonomis seperti kawasan di sekitarnya. Pemilihan bentuk ruang pedestrian dilatarbelakangi oleh fakta bahwa bentuk pedestrian sudah banyak diterapkan oleh banyak negara maju sebagai alternatif pemanfaatan ruang. Pedestrian juga menciptakan lebih banyak ruang- ruang terbuka dibandingkan dengan bangunan gedung sebagai pusat aktivitas niaga dan jasa. Bentuk ruang pedestrian juga dapat menghilangkan kesan kaku dan terkurung bagi pengguna yang disebabkan oleh bangunan berupa gedung dan perubahan selera masyarakat yang cenderung menyukai aktivitas luar ruangan dalam menyalurkan kebutuhan rekreasinya.
Tujuan Studi ini bertujuan untuk merencanakan suatu kawasan jalur pejalan kaki sebagai kawasan ekonomi di dalam kawasan permukiman, yang dapat memberikan lingkungan hidup yang layak baik dari segi sosial, ekonomi dan psikologis bagi orang- orang yang tinggal di dalamnya dan memberikan tambahan nilai ekonomi bagi pendapatan asli daerah.
3 Manfaat Hasil studi ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak Pemerintah Kota Bogor mengenai perencanaan kawasan ekonomi dalam meningkatkan pendapatan asli daerah dan bermanfaat pula dalam perkembangan ilmu Arsitektur Lanskap khususnya lanskap perkotaan. Kerangka Pikir Perencanaan lanskap pedestrian shopping streets ini dipengaruhi oleh dua aspek yang berpengaruh di dalam tapak. Dua aspek tersebut adalah aspek sosial masyarakat (pengguna tapak) dan aspek fisik kawasan (lokasi tapak). Aspek sosial masyarakat yang dipertimbangkan antara lain kondisi demografis, aktivitas sehari- hari serta kebutuhan dan keinginan pengguna terhadap tapak di masa yang akan datang. Kedua aspek tersebut kemudian diterjemahkan dalam bentuk spasial ruang yang disebut peta sosial masyarakat. Aspek fisik kawasan diperlukan dalam proses perencanaan guna mengetahui pola tata guna lahan kawasan. Pola tata guna lahan ini membentuk rancangan spasial yang disebut peta fisik kawasan. Perencanaan kawasan pedestrian shopping streets ini diharapkan dapat menciptakan suatu kondisi yang lebih baik dari tapak sehingga dapat mengakomodasi kebutuhan- kebutuhan pengguna tapak di dalamnya, baik bagi pemukim maupun pendatang. Kerangka pikir studi perencanaan lanskap pedestrian shopping streets dapat dilihat pada Gambar 1.
4
PERMUKIMAN PADAT
Aspek Sosial Masyarakat (Pengguna Tapak)
Kondisi Demografis
Aktivitas Harian
Aspek Fisik Kawasan (Lokasi Tapak)
Kebutuhan Masa Depan
Tata Guna Lahan
Peta Fisik
Peta Sosial
KONSEP Pedestrian way
PERENCANAAN Pedestrian Shopping Street
Gambar 1. Kerangka Pikir Perencanaan
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
Permukiman Padat Kumuh Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992, permukiman merupakan bagian dari lingkungan hidup, di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal yang mendukung prikehidupan dan penghidupan. Selanjutnya lagi didefinisikan bahwa permukiman merupakan sumber informasi tentang manusia dan aktivitasnya dalam suatu habitat (Van der Zee, 1986). Permukiman merupakan kelompok tempat tinggal yang berada di sekitar ruang terbuka yang dapat digunakan secara bersama. Ukuran suatu lingkungan permukiman relatif besar dimana di dalamnya mencakup lebih dari 1200 keluarga, dan dipusatkan oleh sarana umum seperti sekolah, taman, dan pusat perbelanjaan. Gibberd dalam Simonds (1978) menjelaskan permukiman pada dasarnya merupakan kelompok sosial yang terbentuk dengan sendirinya dan tidak dapat diciptakan oleh seorang perencana. Yang dapat dilakukan oleh seorang perencana adalah membuat ketentuan mengenai kebutuhan-kebutuhan fisik utama serta merancang suatu daerah dimana dapat membuat penghuninya menghargai nilai kehidupan pada suatu tempat yang berbeda dengan tempat lainnya serta menyediakan sarana sosial seperti lapangan bermain dan fasilitas pendidikan. Permukiman padat kumuh merupakan suatu kawasan pemukiman yang terabaikan baik dari segi penyediaan fasilitas pendukung maupun daya dukung lingkungan terhadap kebutuhan orang- orang yang tinggal di dalamnya. Dalam Saefuddin dan Kusumoarto (2005) dijelaskan bahwa permukiman padat kumuh adalah kawasan pemukiman yang mempunyai ciri- ciri antara lain, kondisi prasarana dan sarana dasar yang kurang memadai, kondisi bangunan dan lokasi yang kurang layak serta kondisi sosial ekonomi penghuni yang rendah. Bappedalda DKI Jakarta menyatakan bahwa suatu permukiman dikatakan padat jika per hektarnya dihuni lebih dari 500 jiwa. Permukiman padat kumuh muncul akibat
ketidakseimbangan
antara peningkatan jumlah penduduk dengan
peningkatan sarana dan prasarana pemukiman yang mengakibatkan merosotnya kondisi fisik lingkungan.
6
Berkenaan dengan kebutuhan hidup, semua manusia memiliki kebutuhan dasar yang sama antar individunya (Porteous,1977), yakni kebutuhan fisiologi dasar, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan bersosialisasi, kebutuhan penghargaan diri, kebutuhan akan kreativitas maupun keindahan, dan kebutuhan untuk
mengaktualisasikan
dirinya.
Kawasan
padat
kumuh
tidak
dapat
mengakomodasikan semua atau sebagian besar dari kebutuhan mendasar ini. Hampir semua negara bekembang tidak cukup memiliki sumber daya untuk memulai program pembangunan perumahan yang bertujuan untuk menyediakan perumahan dengan standar yang memadai untuk sebagian besar penduduknya. Pendapatan perkapita yang relatif rendah menjadi hambatan utama sehingga subsidi pemerintah akan sangat tinggi. Kondisi seperti inilah yang belum dapat teratasi saat ini di negara berkembang (Lippsmeier, 1980).
Kondisi dan Permasalahan Masyarakat pada Permukiman Padat Permukiman kumuh merupakan permukiman yang terjadi atau tumbuh secara spontan tanpa adanya perencanaan yang jelas. Hal ini dapat terjadi karena meningkatnya kebutuhan akan lahan tempat tinggal yang semakin tinggi. Permukiman seperti ini biasanya tidak memiliki struktur yang jelas dalam tata ruangnya dan memiliki kepadatan yang tinggi per meter perseginya serta prasarana yang sangat kurang dalam mendukung aktivitas orang- orang yang tinggal di dalamnya (Lippsmeier, 1980). Lingkungan permukiman yang padat mengakibatkan kurang atau tidak tersedianya ruang gerak bagi masyarakat yang tinggal di dalamnya. Dalam Hester (1984) dijelaskan bahwa masyarakat dalam lingkungan ini merupakan masyarakat dengan golongan ekonomi menengah ke bawah. Hal ini dapat dilihat dari cara mereka bersosialisasi, merefleksikan dirinya dan aktivitas rekreasi yang dilakukan di depan rumah, pinggir jalan, perempatan dan jalan- jalan umum. Dalam McHarg (1969) disebutkan bahwa faktor sosial ekonomi sangat berpengaruh pada kawasan ini seperti, pendapatan, tingkat kemiskinan, tenaga kerja, kualitas tempat tinggal, kepadatan dan jumlah penduduk, dan menimbulkan stress bagi orang- orang yang tinggal di dalamnya.
7
Umumnya, dalam suatu lingkungan permukiman perlu terdapat sebuah ruang terbuka umum yang berfungsi sebagai tempat melakukan aktivitas rekreasi, berkumpul, pendidikan dan penghubung antar beberapa lokasi dalam maupun sekitar tapak (Hester, 1984). Kondisi ideal seperti inilah yang belum dapat terpenuhi pada kawasan permukiman padat penduduk karena sebagian besar lahannya digunakan sebagai tempat tinggal. Terdapat empat permasalahan utama yang ditemukan dalam permukiman yaitu kualitas permukiman, harga rumah relatif terhadap pendapatan, kualitas lingkungan, dan diskriminasi rasial (White dalam Catanese dan Snyder, 1988). Kualitas lingkungan mengacu pada berbagai hal, meliputi kualitas lingkungan fisik, kualitas sarana dan prasarana umum, dan prilaku anti-sosial. Prasarana umum menunjuk pada barang-barang modal yang secara langsung dimiliki, disewa-beli, atau dengan suatu cara dikendalikan oleh pemerintah, dan selama jangka waktu panjang (lebih dari satu tahun) menyebabkan terjadinya arus pendapatan dan biaya. Prasarana ini terdiri dari fasilitas- fasilitas umum seperti jalan raya, jembatan, sistem drainase, dan bangunan umum. Prasarana umum mempunyai dampak besar terhadap taraf atau mutu kehidupan masyarakat, pola pertumbuhan, dan prospek perkembangan ekonominya. (Stein dalam Catanese dan Snyder, 1988). Akibatnya tidak terpenuhinya kebutuhan dasar yang paling mendasar yaitu kebutuhan fisiologis (Maslow dalam Porteous,1977) Secara fisik, masalah yang sering ditemukan dalam kawasan ini antara lain adalah masalah saluran pembuangan, MCK dan sanitasi, serta ketertiban wilayah. Masalah saluran pembuangan berhubungan langsung dengan pengelolaan sampah, dimana sering dijumpai banyak sampah menyumbat aliran air kotor sehingga menyebabkan masalah- masalah seperti air menggenang dan mengeluarkan bau tidak sedap. Lingkungan yang padat juga berpengaruh dalam lokasi penampungan kotoran (septic tank) yang terlalu dekat dengan lokasi sumur resapan air sehingga sanitasi tidak terjamin pada kawasan ini. Masalah-masalah ini merepresentasikan belum terpenuhinya kebutuhan dasar yang paling mendasar yaitu kebutuhan fisiologis (Maslow dalam Porteous, 1977). Ketertiban wilayah merupakan satu masalah sosial yang sering ditemui dalam kawasan ini yang diakibatkan oleh kemajemukan masyarakat yang tinggal di dalamnya sehingga tak jarang
8
menimbulkan bentrokan- bentrokan sosial ataupun pelanggaran peraturanperaturan maupun hukum- hukum yang berlaku pada kawasan tersebut.
Revitalisasi Kawasan Peningkatan kepadatan penduduk yang diiringi dengan meningkatnya permintaan akan kawasan pemukiman membutuhkan kecermatan dari pemerintah dan pihak perencana kota dalam merencanakan pengembangan kota sehingga menghindarkan dari timbulnya kawasan- kawasan kumuh di tengah maupun di sekitar kota. Apabila di dalam ataupun di sekitar kota telah terbentuk suatu kawasan pemukiman kumuh maka perlu dilakukan suatu tindakan revitalisasi atau penataan ulang perkotaan guna meningkatkan nilai lingkungan baik secara ekologis maupun visual sehingga kawasan tersebut layak untuk ditinggali. Suatu langkah yang sangat dibutuhkan dalam penataan kembali ini adalah perencanaan kota yang memunculkan kembali suatu paradigma baru tata ruang kota yang manusiawi dan berkelanjutan (Saefuddin dan Kusumoarto, 2005). Dalam Simonds (1983) disebutkan bahwa lingkungan hidup yang ideal adalah lingkungan yang dapat mengurangi atau bahkan menghindarkan tegangan- tegangan yang terjadi antar masyarakat yang tinggal di dalamnya sehingga tercipta perkembangan yang optimum dalam hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan, alam, dan sesamanya. Revitalisasi sendiri bertujuan untuk menciptakan suatu kawasan baru yang sesuai dengan teori pemukiman yang sebenarnya dan juga untuk menciptakan suatu kawasan yang dapat memberikan nilai tambah, terutama dari segi ekonomi, bagi masyarakat maupun pemerintah kota sehingga meningkatkan taraf hidup penghuninya dengan menatanya kembali dari kondisi awal yang tidak sesuai dengan teori. Selain itu revitalisasi juga bertujuan untuk menciptakan suatu kawasan yang dapat dikatakan bermakna saat orang- orang yang berada di dalamnya merasa nyaman (Weinheimer III, 1997). Revitalisasi diarahkan ke dalam pengembangan kawasan yang berkelanjutan. Revitalisasi yang mengarah pada perkembangan ekonomi kawasan bertujuan untuk menciptakan kawasan ekonomi baru bagi kota sehingga dapat menambah pemasukan bagi kota. Terdapat empat area komersil menurut Eisner,
9
Gallion, dan Eisner (1993) yaitu, central business district yang melayani kebutuhan vital dan utama dari perkotaan serta menjadi pusat perekonomian kota tersebut. Yang kedua adalah small business district yang berfungsi sebagai kawasan perekonomian kota- kota satelit. Tipe yang ketiga merupakan tipe yang diwakili oleh area pertokoan dan perbelanjaan yang jauh dari kota. Yang terakhir, merupakan unit komersil terkecil, yaitu pusat ketetanggaan yang menyediakan aktivitas perekonomian berupa pusat perbelanjaan dalam skala kecil. Pada umumnya bentuk mal merupakan bentuk umum dari kawasan ini dimana area tersebut dirancang bagi kepentingan pedestrian yang bebas dari kendaraan (Eisner, et al., 1993). Elemen- elemen penting dalam tahapan revitalisasi adalah elemen fisik dari kawasan tersebut, politik dari pemerintah pusat, ekonomi, dan kondisi atau suasana lingkungan kawasan itu sendiri ( APA, 2002 ). Elemen- elemen tersebut menjadi fokus pemikiran dalam perencanaan revitalisasi suatu kawasan. Saat ini kriteria dari kualitas lingkungan fisik tempat tinggal kita harus dibangun dari tiga kriteria yang saling berkaitan yaitu; struktur, dimana di dalamnya terdapat bangunan, jalan, utilitas dan fasilitas terbangun lainnya; ruang terbuka khusus pejalan kaki; dan tapak alami yang diwakili oleh bentuk lahan, batuan, tanaman, air dan lain sebagainya (Lippsmeier, 1980).
Pedestrian Walk Pedestrian walk merupakan jalur pejalan kaki yang disediakan untuk memberikan pelayanan kepada pejalan kaki sehingga dapat meningkatkan kelancaran, keamanan dan kenyamanan pejalan kaki tersebut (Direktorat Jenderal Bina Marga, 1995). Dalam Simonds (1983) disebutkan bahwa karakter dari pedestrian walk diibaratkan seperti aliran air atau sungai yang pergerakannya mencari hambatan terkecil demi mencapai aspek fungsional dan estetik. Dua faktor utama dari pedestrian walk antara lain adalah faktor orientasi dan faktor negosiasi. Faktor yang pertama berkaitan dengan pedestrian walk sebagai landmark (ciri khas dari suatu wilayah dimana terdapat pedestrian walk tersebut di dalamnya), formalitas (pedestrian walk sebagai footways yang secara tidak langsung mengatur perilaku pejalan kaki yang berjalan di atasnya,
10
implementasinya dapat berupa penggunaan perkerasan dengan pola- pola tertentu), dan material (penggunaan material- material dalam pedestrian walk tersebut). Faktor yang kedua berkaitan dengan konflik- konflik yang terjadi antar pengguna pada pedestrian walk tersebut . Harris dan Dines (1988) menyebutkan bahwa sistem sirkulasi terbagi ke dalam dua kategori, yaitu sistem sirkulasi yang telah memiliki struktur dasar sehingga hanya perlu meningkatkan estetikanya saja dan sistem sirkulasi yang belum memiliki struktur atau bahkan belum ada sirkulasinya sehingga perlu direncanakan sesuai dengan fungsinya. Perencanaan pedestrian walk merupakan suatu proses yang kompleks dalam mengidentifikasi permasalahan- permasalahan yang potensial dan solusi- solusi yang memungkinkan dengan menganalisis keadaan fisik tapak, ekonomi dan sumberdaya sosial
(Brambilla dan Longo,
1977 ).
Pedestrian Shopping Streets Salah satu cara dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah Kota Bogor adalah tersedianya kawasan ekonomi pada satu titik dalam kota. Kawasan tersebut dapat berupa koridor maupun area. Dalam bentuk koridor dapat berupa kawasan pinggir jalan utama ataupun pada jalur pedestrian. Pedestrian Shopping Streets merupakan kawasan perekonomian, umumnya perdagangan, yang membatasi jumlah atau laju kendaraan sehingga pengguna utama kawasan ini adalah pejalan kaki. Secara umum Pedestrian Shopping Streets mampu mengurangi kepadatan kendaraan, menjaga stabilitas perdagangan barang- barang retail dalam kota, mendorong aktivitas pejalan kaki umumnya wanita, anak- anak, maupun orang tua, meningkatkan penghargaan publik bagi kawasan bersejarah, dan ikut memberikan kontribusi bagi kepentingan pengelolaan pusat kota dalam menetralkan dampak migrasi penduduk dari luar (Berdichevsky, 1984). Pada perencanaan, perlu diperhatikan berbagai aspek, salah satunya adalah pemenuhan kebutuhan. Kebutuhan berubah menurut waktu dan harus ditentukan berbeda-beda untuk setiap lokasi. Kebutuhan ini tergantung pada standar yang berlaku, kebudayaan, tuntutan ekonomi, dan faktor- faktor setempat lainnya (Lippsmeier, 1980). Tujuan dari penggunaan lahan komersial antara lain adalah untuk melayani
11
kebutuhan berbelanja masyarakat secara efisien dan lazim dengan menyediakan fasilitas pusat perbelanjaan (Eckbo, 1964). Penampilan dari Pedestrian Shopping Streets ini tidak hanya terbatas pada segi pengendalian jumlah dan laju kendaraan, perekonomian, maupun pelestarian lanskapnya saja tetapi juga menyangkut aspek ‘fungsi kesehatan mental’ pengguna (Gehl and Gehl, dalam Berdichevsky, 1984). Selanjutnya dikatakan pula dalam Gehl and Gehl (1966a,1966b) bahwa ‘fungsi kesehatan mental’ dari ruang publik adalah memuaskan kebutuhan sosial. Gaya hidup aktivitas ruang terbuka ini berakar dari budaya selatan Eropa, dalam penggunaan mereka akan lapangan terbuka, pasar, monumen, archway, dan cafe- cafe terbukti dapat memuaskan kebutuhan masyarakatnya akan kontak sosial, termasuk di dalamnya aktivitas window shopping dan aktivitas rekreasi lainnya, pertukaran pengetahuan antar sesama, dukungan, dan penegasan status pada area publik tersebut. Penggunaan
lain Pedestrian Shopping Streets dapat menjadi tempat
penyelenggaraan festival dengan mengambil tema pada event tertentu seperti Lebaran, Natal, Tahun Baru, dan lain sebagainya. Penyelenggaran kegiatan seni juga dapat dilakukan pada Pedestrian Shopping Streets ini dimana kawasan ini bisa berfungsi sebagai panggung
atau teater terbuka. Dalam Hester (1984)
dijelaskan bahwa ruang terbuka umum juga merupakan kebutuhan bagi setiap orang. Menyangkut dengan pernyataan tersebut, Pedestrian Shopping Streets dapat menjadi alternatif bagi penyediaan ruang terbuka umum. Brambilla dan Longo (1977 ) menjelaskan bahwa konsep free-zone atau sistem pedestrian walk telah diterapkan pada ruang- ruang dalam kehidupan kota seperti pada taman – taman, plaza, dan jalan- jalan kota. Pedestrian walk sendiri terbagi atas : 1. Pedestrian District Pada pedestrian jenis ini lalu lintas kendaraan dari sebagian daerah perkotaan ditiadakan dengan mempertimbangkan unit arsitektural, komersil, dan sejarah.
12
2. Pedestrian Streets Pada pedestrian jenis ini kendaraan bermotor ditiadakan atau dilarang masuk
sepanjang
waktu
kecuali
kendaraan-
kendaraan
yang
berkepentingan dalam perawatan dan pengelolaan tapak tersebut. Seluruh badan jalan ditutup dengan perkerasan, jalan keluar masuk tapak dekat dengan akses transportasi umum. 3. Partial Pedestrianization Pada pedestrian jenis ini terjadi pengurangan jenis kendaraan bermotor, khususnya kendaraan pribadi karena prioritas utama kawasan ini adalah pejalan kaki. Jalur pejalan kaki diperlebar dan jalur kendaraan bermotor dipersempit, maksimal dua jalur. Pada kawasan ini laju kendaraan dibatasi pada kecepatan tertentu.
III. METODOLOGI
Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor dengan mengambil sampel lokasi pada kawasan padat pemukim Jalan Roda, Kelurahan Babakan Pasar, Kecamatan Bogor Tengah. Penelitian dilakukan pada beberapa titik pengamatan dari kawasan tersebut (Gambar 2). Penelitian ini dilaksanakan dari Maret 2007 sampai Maret 2008 dan dilanjutkan dengan penyusunan laporan akhir.
Lokasi Studi
Gambar 2. Lokasi Studi
Batasan Studi Studi ini dibatasi pada pengaturan ruang luar kawasan permukiman padat Jalan Roda. Perencanaan dilakukan untuk menghasilkan suatu alternatif kawasan Pedestrian Shopping Streets yang dapat mengakomodasi kebutuhan pemukim dan pendatang pada tapak dan meningkatkan pendapatan asli daerah Kota Bogor. Hasil akhir perencanaan kawasan ini berupa rencana tertulis dan rencana grafis.
Tahapan Perencanaan Proses perencanaan pada studi ini meliputi beberapa tahapan menurut Gold (1980) dengan beberapa penyesuaian, antara lain : 1. Persiapan Studi Pada tahapan ini dilakukan perumusan masalah, studi pustaka, serta pembuatan usulan studi dalam bentuk proposal penelitian dan perijinan pada pihak- pihak terkait, diantaranya adalah pihak Fakultas Pertanian dan Departemen Arsitektur Lanskap dan Kelurahan Babakan Pasar, guna melaksanakan studi perencanaan lanskap ini. Pada tahap ini diperolaeh hasil berupa izin melaksanakan penelitian dan pengenalan tapak. Lokasi dipilih adalah daerah permukiman yang memiliki potensi pengembangan. Potensi fisik yang dimiliki oleh lokasi ini adalah jalurjalur gang yang dapat dikembangkan menjadi jalur pedestrian. Selain itu lokasi jg berada di dekat daerah perekonomian Kota Bogor. Selain potensi fisik, terdapat juga potensi potensial dimana pada tapak terdapat kelas usia produktif yang tidak atau belum bekerja. Pengembangan kawasan permukiman menjadi kawasan ekonomi ini diharapkan mebuka lapangan kerja dan menekan angka pengangguran. Dalam RDTRK Bogor (2000) dijelaskan bahwa kawasan ini masuk ke dalam
daftar
kelurahan
dengan
tingkat
kepadatan
tertinggi.
Penggunaan lahan untuk kawasan ini adalah sebagian besar untuk permukiman dan sisanya sebagai kawasan perniagaan dan penyediaan jasa. Pengembangan kawasan ini dilakukan dengan merencanakan suatu hunian vertikal dengan distribusi penyebaran penduduk dengan pengembangan kawasan permukiman diarahkan ke arah selatan Kecamatan Bogor Selatan, ke arah utara Kecamatan Bogor Barat, ke arah timur Kecamatan Bogor Timur, ke arah timur dan utara Kecamatan Bogor Utara, dan ke arah utara dari Kecamatan Tanah Sareal (Rencana Detail Tata Ruang Kota Bogor, 2000).
Kawasan Suryakencana berbatasan langsung dengan Jalan Otto Iskandar Dinata, Jalan Bondongan, Jalan Batutulis, dan Jalan Suryakencana. Kawasan ini terletak di kota Bogor, Propinsi Jawa Barat yang memiliki letak astronomis pada 106o43’30” BT – 106o51’00” BT dan 6o30’30” LS – 6o41’00” LS. Ketinggian kota ini dari permukaan laut berkisar antara 190 m – 350 m dengan kelerengan sebesar
0 – 15 % dan sebagian kecil 15 – 35 %. Suhu udara rata-
rata kota ini adalah 26oC dengan kelembaban rata- rata 20 %. Lokasi studi berada di bawah wilayah administratif Kelurahan Babakan Pasar, Kecamatan Bogor Tengah. Luas tapak
adalah 41,6 ha dengan
kepadatan penduduk 281,45 jiwa/ ha. Tapak lokasi studi terletak di pusat Kota Bogor dan dekat dengan Pasar Bogor serta Pusat Perniagaan Suryakencana. Jalur sirkulasi pada tapak banyak dilalui oleh orang menuju Pasar Bogor dan Pusat Perniagaan Suryakencana. Kemudahan aksesibilitas tersebut menjadi daya tarik bagi orang- orang unutuk bermukim dan melakukan kegiatan perdagangan
dan jasa pada tapak. Akses langsung dapat
dilakukan melalui Jalan Suryakencana yang merupakan jalan dengan jalur satu arah menuju kawasan Sukasari, Bogor dari Jalan Otto Iskandar Dinata. Untuk masuk ke dalam lokasi, dapat melalui Jalan Roda I dan Roda II yang berbatasan langsung dengan Jalan Roda. Terdapat jaringan jalan berupa gang yang terdapat di dalam lokasi studi.
2. Pengumpulan Data Pengumpulan data meliputi aspek sosial pengguna dan aspek fisik kawasan. Pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka, survey lapang, wawancara serta pengambilan gambar untuk mendukung studi. Studi pustaka diperoleh dari sumber- sumber pustaka yang terdapat di perpustakaan kampus dan website- website dari internet seperti http://planning.org; dan www.kimpraswil.go.id. Survey lapangan
dilakukan dengan peninjauan langsung ke dalam tapak untuk memperoleh data eksisting tapak, dalam kegiatan ini juga dilakukan wawancara lisan terhadap beberapa warga setempat untuk mengetahui pendapat mereka mengenai studi ini. Pengambilan gambar berupa foto pada lokasi studi dilakukan untuk memperoleh gambar eksisting lokasi studi. Seperti terlihat pada Gambar 1, delineasi tapak terbagi atas tiga kategori yaitu daerah permukiman, ruang tidak terpakai (no.1), dan pusat aktivitas (no.2).
Gambar 1. Delineasi Tapak Sebelum Perencanaan.
Data dikelompokan dalam bentuk nominal, deskriptif, kategorik, dan grafis, yang masing-masing dibagi ke dalam dua tipe, yaitu data primer hasil survei langsung berupa foto dan hasil wawancara lisan terhadap warga, serta data sekunder yang diperoleh dari pustaka tersedia. Data yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 1. Pada tahap ini diperoleh hasil berupa data yang diperlukan untuk penelitian dan pengenalan tapak lebih dalam.
3. Analisis dan Sintesis Analisis pada proses ini dilakukan dengan melakukan kegiatan menguraikan secara deskriptif data yang diperoleh dalam bentuk
gambar dan tulisan. Analisis data berfungsi untuk menemukan potensi dan kendala dari tapak, dimana potensi yang ada dipertahankan dan dikembangkan
dan
kendala
yang
ditemukan
dicari
alternatif
penanggulangan yang terbak untuk menciptakan keteraturan yang lebih baik. Kegiatan analisis meliputi pengolahan dan pengkajian data terkait yang telah ada berupa foto dan hasil wawancara lisan terhadap warga. Analisis dilakukan pada aspek sosial pengguna dan aspek fisik kawasan menghasilkan peta sosial dan peta fisik kawasan. Dari aspek sosial dianalisis mengenai kelas usia pemukim, jenis pekerjaan, dan pola aktivitas. Sintesis merupakan hasil dari analsis yang dikembangkan sebagai masukan untuk mendapatkan hasil perencanaan yang sesuai dengan yang diinginkan. Sintesis dilakukan berdasarkan data yang diperoleh pada tapak maupun hasil wawancara dengan warga setempat serta dengan memperhatikan aspek sosial maupun aspek fisik aspek sosial dan fisik kawasan dengan konsep yang telah dikembangkan sehingga menghasilkan suatu model block plan serta peta zonasi kawasan. Sintesis dilakukan untuk menghasilkan pemecahan masalah jika ditemukan kekurangan pada tapak dan pengembangan jika tapak memiliki kelebihan. 4. Konsep Setelah
data
yang tersedia dikelompokan,
penentuan konsep
pengembangan kawasan ditetapkan. Konsep terbagi atas konsep dasar dan pengembangan konsep. Pengembangan konsep terbagi ke dalam empat sub-konsep, yaitu konsep pedestrian shopping streets, konsep tata ruang, konsep ruang terbuka, dan konsep fasilitas. 5. Perencanaan Proses perencanaan
adalah alat sistematik yang digunakan untuk
menentukan saat awal, keadaan yang diharapkan, dan cara terbaik untuk mencapai keadaan yang diharapkan dengan menilai setiap objek melaluli pengamatan yang berinspirasi. Lebih lanjut dikatakan bahwa
perencanaan juga merupakan suatu proses dalam menyelesaikan masalah melaluli konsep yang tegas untuk menciptakan lingkungan serta cara hidup yang lebih baik bagi manusia (Simonds,1983). Tahapan ini dilakukan untuk menghasilkan rencana lanskap Pedestrian Shopping Streets yang mencakup perancangan ulang tata ruang, fasilitas penunjang dan ruang terbuka untuk menunjang aktivitas yang terjadi di dalamnya. Perencanaan kawasan ini mengacu pada konsep yang telah ditetapkan sebelumnya. Output dari studi ini berupa rencana grafis kawasan pedestrian shopping street dan rencana ruang terbuka.
Jenis Data Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder yang diperoleh baik dari pengamatan langsung di lapang, wawancara, pengambilan gambar, maupun studi pustaka yang dapat mendukung studi (Tabel 1). Data yang digunakan dalam studi meliputi data sosial dan data fisik kawasan. Data sosial masyrakat meliputi: 1. Kondisi demografis pemukim yang diperoleh melalui studi pustaka dari pihak pemerintah daerah yang terkait. Data ini untuk mengetahui jumlah penduduk yang menetap, golongan umur, tingkat pendidikan, dan pekerjaan dari masyarakat pemukim. Hal ini akan berkaitan dengan studi perilaku dan kondisi dari masyarakat pemukim, dimana dapat berpengaruh langsung terhadap pemanfaatan lanskap yang akan direncanakan. 2. Aktivitas masyarakat pemukim diperoleh melalui survey dan pengamatan langsung pada tapak. data ini kemudian dispasialkan ke dalam bentuk peta aktivitas yang akan menunjukan intensitas serta lokasi aktivitas dari masyarakat pemukim. 3. Kebutuhan dan keinginan masyarakat diperoleh melalui wawancara dengan beberapa masyarakat pemukim untuk menginventarisasi keinginan masyarakat terhadap hasil akhir perencanaan tapak. Keinginan masyarakat ini dapat dilihat pada Tabel 6 pada bab
berikutnya. Kegiatan ini juga menjadi peran serta aktif masyarakat dalam proses perencanaan tapak. Untuk data fisik kawasan, data yang diperoleh berupa data tata guna lahan yang diperoleh melalui pengamatan lapang dan disesuaikan dengan peta tapak dari dinas yang terkait.
Bentuk Hasil Studi Hasil studi ini berupa suatu perencanaan kawasan Pedestrian Shopping Street yang mencakup: 1. Rencana Tertulis Deskripsi rencana lanskap Pedestrian Shopping Street, Deskripsi rencana tata ruang pada lanskap, Deskripsi rencana ruang terbuka pada tapak, Deskripsi rencana fasilitas penunjang. 2. Rencana Grafis Rencana lanskap Pedestrian Shopping Street: Rencana tata ruang pada tapak, Rencana ruang terbuka pada tapak.
Tabel 1. Jenis, Bentuk, Satuan, Tipe, dan Sumber Data KELOMPOK DAN BENTUK JENIS DATA DATA DATA SOSIAL MASYARAKAT 1. Kondisi Demografis Jumlah Penduduk Nominal Kelas Usia
TIPE DATA
SUMBER DATA
Jiwa
Sekunder
Kategorik
Jiwa
Sekunder
Tingkat Pendidikan
Kategorik
Jiwa
Sekunder
Jenis Pekerjaan
Kategorik
Jiwa
Sekunder
Pemerintah Daerah Setempat Pemerintah Daerah Setempat Pemerintah Daerah Setempat Pemerintah Daerah Setempat
2. Aktivitas Aktivitas Penduduk
Deskriptif
Primer
Peta Aktivitas
Peta
Primer
3. Kebutuhan dan Keinginan Kebutuhan dan Keinginan Deskriptif Pengguna Tapak
SATUAN DATA
Survei dan Wawancara Survei dan Wawancara
Primer
Survei dan Wawancara dan Diskusi
Verifikasi Peta Dinas dan Pemetaan Pengukuran Tanah Verifikasi Peta Dinas dan Pemetaan Pengukuran Tanah Verifikasi Peta Dinas dan Pemetaan Pengukuran Tanah Verifikasi Peta Dinas dan Pemetaan Pengukuran Tanah
DATA FISIK KAWASAN 1. Tata Guna Lahan Sirkulasi
Deskriptif
Primer
Perumahan
Deskriptif
Primer
Ruang Terbuka
Deskriptif
Primer
Fasilitas Umum
Deskriptif
PERSIAPAN STUDI
PENGUMPULAN DATA
ANALISIS DAN SINTESIS
Perumusan masalah, pembuatan usulan studi, perijinan
1. ASPEK SOSIAL MASYARAKAT Kondisi Demografis, Aktivitas harian, dan Keinginan di Masa yang Akan Datang 2. ASPEK FISIK KAWASAN Tata Guna Lahan
1. Peta Sosial Masyarakat dan Peta Fisik Kawasan 2. Zonasi Kawasan
KONSEP
Konsep Pedestrian Shopping Streets
PERENCANAAN
RENCANA LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREETS DAN HUNIAN VERTIKAL
Gambar 3. Metodologi penelitian.
22
IV. DATA, ANALISIS DAN SINTESIS
Studi perencanaan lanskap pedestrian shopping street ini mengambil kawasan pada daerah perniagaan dan permukiman Suryakencana, Kelurahan Babakan Pasar, Kecamatan Bogor Tengah, Bogor. Lokasi studi perencanaan merupakan bagian dari Kelurahan Babakan Pasar yang merupakan kelurahan dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi. lokasi yang strategis dengan Pasar Bogor dan kawasan perniagaan Suryakencana menyebabkan lokasi ini mempunyai daya tarik yang cukup besar sebagai lokasi permukiman dan banyak dipilih oleh golongan masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. Akibatnya, kondisi tapak saat ini menjadi daerah permukiman padat penduduk dengan tingkat kepadatan 282 jiwa/ha dengan luas wilayah mencapai 41,6 ha.
Tabel 2. Kepadatan Penduduk Kecamatan Bogor Tengah Kelurahan Babakan Sempur Tegallega Babakan Pasar Gudang Paledang Panaragan Pabaton Kebon Kelapa Cibogor Ciwaringin Jumlah
Luas Wilayah (ha)
1996
Kepadatan Penduduk (jiwa/ha) 1997 1998 1999 2000
122 63 123
66,3 149,2 128,6
66,3 153,8 128,4
67 152,1 125,6
66,3 153,9 127,8
65,9 154,8 127,5
41 32 178 27
283,3 275,7 66 273,8
282 273,6 65,9 284,6
282 273,5 65,5 282
283 284,9 65,3 279
282 270 65,1 277,6
63 46 44
65,7 206,5 183,6
64,2 206,3 181,5
65,5 206,2 181,8
66,8 207,3 181,1
64,9 207,1 181,9
74 813
123,1 127,6
123,8 127,9
123,6 127,4
125,6 128,4
122,2 127,2
Sumber : Kota Bogor Dalam Angka, 2000
Dalam Rencana Detail Tata Ruang Kota Bogor (2005) mengenai kependudukan, disebutkan bahwa Kelurahan Babakan Pasar termasuk dalam wilayah yang perlu pengaturan jumlah penduduk. Dalam pengembangan kawasan perniagaan dan jasa kebijaksanaannya telah diatur dalam RDTRK Bogor.Untuk mendukung
sektor
perekonomian
Kota
pengembangan perdagangan dan jasa yaitu:
Bogor,
maka
kebijaksanaan
1. Penempatan diatur berdasarkan skala kegiatannya dan sesuai dengan potensi serta karakteristik daerahnya. 2. Pengaturan tata ruangnya dapat dikelompokkan berdasarkan pada skala kegiatan atau sifat kegiatan dan pelayanan. 3. Penataan dan pembinaan pedagang kali lima (PKL). Mengenai hal ini, lokasi studi merupakan kawasan yang strategis bagi pusat perniagaan dan jasa dikarenakan lokasi dan aksesnya yang mudah karena dekat dengan jalur tol Jakarta- Bogor dan berada pada area pusat Kota Bogor dekat dengan Kebun Raya Bogor. Perencanaan
lanskap
kawasan
ini
juga
memperhatikan
dan
mempertimbangkan aspek sosial dan diharapkan dapat melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan. Peran serta masyarakat dalam studi ini sebagai sumber informasi mengenai kondisi tapak baik fisik dan sosial yang dibutuhkan dalam tahapan studi. Masyarakat juga memberi pendapat dan masukan mengenai studi perencanaan tapak ini melalui wawancara lisan tentang keinginan mereka terhadap tapak ke depannya. Menurut Pemerintah Kota Bogor (2005), kebijaksanaan pengembangan kegiatan permukiman agar terpadu dengan kegiatan lainnya adalah sebagai berikut: 1. Pengembangan kawasan permukiman diarahkan ke arah Selatan Kecamatan Bogor Selatan, ke arah Utara dari kecamatan Bogor Barat, ke arah Timur dari Kecamatan Bogor Timur, ke arah Timur dan Utara dari Kecamatan Bogor Utara dan ke arah Utara dari Kecamatan Tanah Sareal dengan konsep 1 : 3: 6 2. Perbaikan, peremajaan dan pengaturan keserasian dengan tata ruang bagi permukiman yang telah ada serta relokasi permukiman di daerah bantaran sungai. 3. Pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah diarahkan secara vertikal (rumah susun).
Lokasi studi ini memiliki kesamaan kebijakan dengan kawasan pada beberapa kelurahan yang terdapat pada Kecamatan Bogor Tengah. Beberapa kawasan tersebut berada pada Kelurahan Ciwaringin, Kebon Kelapa, Paledang, Tegalega,
24
dan Pabaton yang telah ditetapkan sebagai kawasan yang memiliki fasilitas perdagangan dan jasa. Kesamaan yang lain dengan lokasi studi adalah kawasankawasan tersebut bersisian dengan kawasan permukiman padat sehingga memiliki masalah- masalah sosial yang sama pula. Arah dari studi ini terhadap tapak adalah perbaikan, peremajaan dan pengaturan keserasian dengan tata ruang bagi permukiman yang telah ada di daerah bantaran sungai. Hal ini sesuai dengan tujuan Pemerintah Kota Bogor nomor dua dalam Rencana Detail Tata Ruang Kota Bogor (2005).
Aspek Sosial Masyarakat dan Pengguna Tapak Kondisi demografis masyarakat merupakan aspek penting dalam proses perencanaan karena berkaitan dengan kondisi penduduk pada lokasi studi, mencakup jumlah, jenis pekerjaan, dan aktivitas. Lokasi penelitian terletak dalam wilayah administratif Kelurahan Babakan Pasar menempati posisi paling atas dalam tingkat kepadatan penduduk per hektar yaitu sebesar 282 jiwa/ha. Lokasi penelitian sendiri mempunyai jumlah penduduk 11.560 jiwa dengan mayoritas kelas usia produktif. Kondisi tapak yang didominasi oleh kelompok kerja menggambarkan keadaan masyarakat dimana sebagian besar waktunya banyak digunakan untuk bekerja.
Tabel 3. Kelas Usia Penduduk Kelurahan Babakan Pasar, Kecamatan Bogor Tengah. Kelas Usia 0 - 5 tahun
Jumlah 652 jiwa
6 – 18 tahun
3. 051 jiwa
19 – 25 tahun
2.842 jiwa
26 – 50 tahun
4.266 jiwa
> 50 tahun
719 jiwa
Sumber: Kelurahan Babakan Pasar Tahun 2000
Pada lokasi penelitian pola penyebaran permukiman tidak merata. Pemukiman memusat pada area yang dibatasi oleh Jalan Roda I dan Jalan Roda II, sementara itu penyebaran permukiman sepanjang Jalan Roda tidak sepadat pada area tadi. Tingkat kepadatan yang tinggi, baik bangunan untuk bermukim maupun
jumlah penduduknya, pada area yang dibatasi oleh Jalan Roda I dan Jalan Roda II menyebabkan tapak terlihat sangat tidak teratur. Kehidupan masyarakat pada lingkungan dengan intesitas kepadatan tinggi seperti yang terdapat pada tapak, berpotensi menimbulkan konflik lebih besar dibandingkan dengan lingkungan yang memiliki initensitas kepadatan lebih rendah. Hal ini diakibatkan lahan terbatas yang ditempati oleh jumlah penduduk yang tinggi menciptakan peluang yang tinggi pula terhadap munculnya masalah akibat frekuensi interaksi sosial maupun singgungan- singgungan sosial yang tinggi. Jenis pekerjaan penduduk dalam tapak terbagi ke dalam tiga kelompok besar yaitu bekerja, pelajar dan pengangguran. Kelompok yang bekerja menempati posisi pertama disusul oleh pelajar dan tidak/ belum bekerja. Kelompok yang bekerja terbagi lagi ke dalam sektor formal dan informal dimana sektor formal memiliki angka perbandingan yang lebih tinggi.
Tabel 4. Jenis Pekerjaan Penduduk Kelurahan Babakan Pasar, Kecamatan Bogor Tengah. Jenis Pekerjaan
Jumlah
Pegawai Negeri
2.215 jiwa
Karyawan Swasta
1.906 jiwa
Pelajar dan Mahasiswa
4.526 jiwa
Wiraswasta: berdagang, bengkel, rumah makan, dll
624 jiwa
Tidak Bekerja karena Menganggur
942 jiwa
Tidak Bekerja karena Bukan Usia Produktif
1.347 jiwa
Sumber: Kelurahan Babakan Pasar Tahun 2000; bagian yang diblok menunjukan segmen usia yang membutuhkan akomodasi. Dapat dilihat pada tapak bahwa terdapat beberapa penduduk yang memiliki mata pencaharian sebagai pedagang, baik yang menetap maupun tidak. Hal ini dapat dilihat pada tapak dari adanya warung- warung sederhana, gerobak dagang maupun aktivitas penduduk yang mencirikan bahwa pekerjaan mereka adalah pedagang. Kegiatan persiapan sebelum berdagang biasanya dilakukan di dalam rumah masing- masing maupun memakai jalur sirkulasi umum seperti gang- gang depan rumah.
26
Kelompok belum/ tidak bekerja didominasi oleh kaum perempuan yang berprofesi sebagi ibu rumah tangga dan anak- anak. Aktivitas yang dilakukan biasanya adalah duduk- duduk bercengkerama dan dilakukan pada saat siang hari dimana pada waktu itu mayoritas suami mereka sedang bekerja. Kegiatan ini biasa dilakukan di teras rumah masing- masing maupun pada fasilitas- fasilitas umum yang ada di lingkungan tempat tinggal mereka. Pengangguran juga masuk dalam kelompok penduduk belum/ tidak bekerja. Pengangguran berpotensi menimbulkan masalah sosial dalam masyarakat. Tindakan-tindakan yang biasa dilakukan umumnya adalah sesuatu yang bersifat negatif dan menimbulkan kerugian bagi anggota masyarakat lainnya di sekitar mereka. Hal ini disebabkan usia mereka yang relatif muda sehingga membutuhkan penyaluran energi ke arah yang positif. Aktivitas masyarakat biasanya terpusat pada aktivitas sore dan malam hari. Hal ini disebabkan mayoritas dari penduduk umumnya memiliki aktivitas rutin pada siang hari seperti bekerja dan sekolah sehingga waktu luang yang dimiliki hanya pada waktu sore dan malam hari. Pemusatan aktivitas pada sore dan malam hari juga didukung oleh aktivitas perdagangan seperti warung-warung tenda mulai buka pada waktu-waktu ini. Walaupun begitu aktivitas pada pagi dan siang hari masih dapat ditemukan terutama pada sepanjang Jalan Roda yang merupakan akses utama kawasan ini. Kegiatan yang dilakukan umumnya adalah kegiatan yang bersifat pemenuhan terhadap kebutuhan sosialisasi yang biasa dilakukan di teras- teras rumah, pinggir jalan, fasilitas-fasilitas umum jalan. Masyarakat pada lokasi studi umumnya termasuk ke dalam masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Hal ini dapat dilihat dari jenis pekerjaan dan tingkat ekonomi mereka. Tingkat kepadatan penduduk yang tinggi pada lokasi juga menyebabkan aktivitas banyak dilakukan di ruang luar seperti jalan maupun ruang terbuka lainnya baik yang kepemilikannya bersifat pribadi maupun milik umum yang dikelola pemerintah. Dalam Tabel 5. dapat dilihat pola aktivitas pada ruang luar dari penduduk.
Gb 5. Kondisi Eksisting Jalan Roda
Aktivitas pengguna tapak non pemukim tidak jauh berbeda dengan penduduk setempat. Umumnya kegiatan yang dilakukan mengarah pada kegiatan jual beli maupun jasa mengingat kawasan ini merupakan kawasan perniagaan dan jasa. Pemusatan waktu juga biasa terjadi pada sore dan malam hari walaupun tak jarang pada pagi dan siang hari aktivitas tersebut banyak dijumpai. Pengguna tapak non pemukim sifatnya tidak rutin seperti para pemukim pada umumnya. Hal ini dikarenakan pengguna tapak non pemukim mendatangi tapak hanya unutk tujuan- tujuan tertentu pada waktu tertentu pula. Pengguna tapak non pemukim biasanya berasal dari dalam Kota Bogor sendiri maupun dari luar Kota Bogor yang sedang melakukan kunjungan. Tujuan mereka seperti telah dijelaskan di awal adalah lebih banyak beraktivitas dalam kegiatan perniagaan dan jasa, baik sebagai pedagang dan penyedia jasa maupun sebagai pembeli atau konsumen. Aktivitas para pengguna tapak non pemukim biasanya bukan bersifat pemenuhan kebutuhan sosialisasi tapi lebih ke arah pemenuhan kebutuhan jasmani maupun rohani. Pemenuhan kebutuhan rohani telah diakomodasi dengan adanya masjid, gereja dan klenteng di dalam tapak. Kebutuhan dan keinginan masyarakat merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan kawasan pedestrian shopping street ini. Faktor sosial tersebut merupakan bentuk peran serta dari masyarakat dalam proses perencanaan. Semakin besar peran serta masyarakat maka semakin besar pula rasa memiliki mereka terhadap tapak dan keinginan mereka untuk mewujudkan tapak baru yang lebih baik dari segi sosial maupun fisiknya. Selain
28
itu peran serta masyarakat juga mencerminkan seberapa besar kebutuhan dan keinginan mereka terhadap tapak yang baru. Kebutuhan dan keinginan masyarakat baik pemukim maupun non pemukim terhadap perencanaan kawasan ini adalah ingin terciptanya suatu kawasan baru yang lebih berkualitas terutama dari segi fisik kawasan. Masyarakat mengharapkan agar tapak baru ini dapat meningkatkan penghasilan mereka melalui perencanaan kawasan niaga pada tapak. Mereka juga mengharapkan adanya suatu ruang terbuka yang dapat megakomodasi aktivitas rekreasi para pemukim.
Tabel 5. Aktivitas Ruang Luar Ruang Jalan Utama
Aktivitas Ruang Luar
Sosial
Duduk- duduk
Rekreasi, sosial Rekreasi, sosial Rekreasi, sosial Ekonomi
Bermain gitar Persiapan dagang Jual beli
Sosial
Duduk- duduk
Rekreasi, sosial Rekreasi, sosial Rekreasi, sosial Ekonomi
Bermain gitar
Teras dan halaman rumah
Ekonomi
Bersosialisasi
Bermain
Persiapan dagang Bersosialisasi Duduk- duduk
Waktu
Pengguna A1
Bersosialisasi
Bermain
Gang
Fungsi
Sosial Rekreasi, sosial Ekonomi
A2
Siang, malam Siang Pagi, siang
■
■
Siang, malam Pagi, siang Pagi, siang malam Siang, malam Siang
■
Pagi, siang
■
Siang, malam Pagi, siang Siang, malam Siang
■
■
B1 ■
B2 ■
C1 ■
C2
■
■
■
■
■
■
■
■
■
■
■
■
■
■
■
■
■
■
■
■
■
■
■
■
■
■
■
■
■
■
■
■
■
■
■
■
■
■
■
Persiapan Pagi, siang ■ ■ ■ ■ dagang Sumber: hasil pengamatan dan wawancara pada tapak (2006) Keterangan: A1- Anak- anak laki; A2- Anak- anak perempuan; B1- Remaja laki; B2- Remaja perempuan; C1- Dewasa laki; C2- Dewasa perempuan Pagi (06.00-12.00) Siang (12.00- 18.00) Malam (18.00-00.00)
Masyarakat menginginkan pada tapak yang baru nanti tersedia fasilitasfasilitas penunjang dan pemenuhan kebutuhan mereka baik yang bersifat jasmani maupun rohani (Tabel 6). Dalam hal ini pemenuhan kebutuhan akan ruang terbuka sangat mereka harapkan terutama untuk menunjang aktivitas sosialisasi mereka. Kebutuhan akan ruang terbuka ini dapat berupa taman maupun lapangan olahraga yang dapat digunakan oleh masyarakat dari segala golongan usia. Lapangan olahraga diharapkan mampu digunakan untuk beragam jenis olahraga seperti bulu tangkis, voli, basket dan futsal dengan jumlah yang memadai. Ruang terbuka yang berfungsi dengan baik akan menciptakan suatu hubungan langsung diantara ruang dan orang-orang yang berada disekelilingnya (Rogers,1999). Hester (1984) menjelaskan beberapa hal yang menyebabkan terjadinya perbedaan aktivitas dalam kehidupan masyarakat sehari-hari adalah perbedaan kelas sosial, usia, etnik dan budaya serta perbedaan lokasi dan wilayah, pada tapak sebelumnya terdapat tempat ibadah berupa masjid/ mushola dan gereja.
Tabel 6. Keingininan Masyarakat terhadap Perubahan dan Perbaikan Tapak. Perubahan pada Tapak
Keinginan Masyarakat Setuju
Tidak Setuju
Tidak Tahu
Ruang Terbuka Hijau
15
-
3
Perbaikan drainase
18
-
-
3
12
3
Fasilitas rekreasi dan sosialisasi
18
-
-
Kegiatan perekonomian di dalam tapak
13
3
2
Perbaikan sirkulasi
18
-
-
Relokasi permukiman
Penataan ruang terbuka hijau juga diharapkan dapat menciptakan sebuah kualitas lingkungan yang baik dari sebelumnya. Kebutuhan akan kenyamanan dapat dipenuhi dengan penataan ruang terbuka hijau ini. Penyediaan tanamantanaman peneduh sangat diharapakan untuk menciptakan iklim mikro yang nyaman, selain itu tanaman- tanaman hias juga menjadi kebutuhan untuk dinikmati terutama untuk kebutuhan psikologis para pengguna tapak.
30
Gambar 6. Aktivitas pada Tapak
Satu hal penting yang tidak dapat diabaikan pula adalah penataan utilitas pada tapak terutama untuk tiga jenis utilitas yaitu listrik, air, dan telepon. Fasilitas penerangan sangat berkaitan dengan penyediaan jaringan listrik. Dalam tapak yang baru, diharapkan fasilitas penerangan dapat berfungsi selain memberikan penerangan pada tapak tapi juga dapat menjaga kemanan dan keselamatan pengguna tapak treutama pada waktu malam hari. Selain fungsi utama tersebut, fungsi estetika juga diharapkan dapat menambah semarak suasana tapak dengan menghadirkan araksi- atraksi pencahayaan. Untuk jaringan air, diharapkan agar pemenuhan kebutuhan akan air bersih dapat terus tersedia secara lancar. Selain pemenuhan akan kebutuhan air bersih, penanganan terhadap limbah buangan dan pengelolaan limbah cair agar dapat ditangani dengan baik. Penataan saluran pembuangan diperbaiki dengan menambah kedalamannya, dibuat dengan cor beton dan diberi kawat pengaman serta di bagian atasnya ditutup dengan papan sehingga bisa dipakai untuk meletakan tanaman-tanaman dalam pot. Hal ini bertujuan agar tidak menimbulkan gangguan-gangguan seperti mampet, banjir dan menimbulkan bau ataupun pemandangan yang kurang sedap. Untuk jalur sirkulasi berupa jalan, mereka mengharapkan agar terjadi pelebaran jalan dan pengawasan penggunaan jalan agar fungsi utama jalan hanya
sebagai jalur sirkulasi saja. Selain itu perbaikan kualitas fisik jalan juga sangat diharapkan terutama dalam pemilihan material jalan agar dipilih material yang awet dan kuat. Untuk pengelolaan segala fasilitas pada tapak, mulai dari perancangan, pengelolaan dan pendanaan diharapkan dikelola oleh pemerintah maupun perencana secara baik dan menjadi tanggung jawab pemerintah dan pengelola. Tapi tidak menutup kemungkinan juga masyarakat akan turut berperan serta aktif dalam tahapan pengelolaan ini. Dari hasil analisis kebutuhan dan keinginan masyarakat pada lokasi studi dapat diambil kesimpulan pada Tabel 7.
Tabel 7. Perbandingan Kondisi Eksisting Tapak dengan Kebutuhan dan Keinginan Masyarakat No 1.
Sarana Ruang Terbuka
Kondisi Eksisting
Kebutuhan keinginan
2.
Jalur jalan
Aktivitas
dan
Kondisi Eksisting
Kebutuhan keinginan
dan
Olahraga, bermain, berkumpul, bersosialisasi, kegiatan rumah tangga, istirahat Olahraga, bermain, berkumpul, bersosialisasi, istirahat Jual beli, bermain, berkumpul, sosialisasi, persiapan dagang Sirkulasi
Fasilitas Tidak ada
Lapangan olahraga, taman lingkungan
Tidak ada
Perbaikan kualitas material perkerasan, pencahayaan, peneduh
Aspek Fisik Kawasan Tata guna lahan pada tapak penelitian terbagi ke dalam ruang terbangun seperti rumah, fasilitas umum (masjid/mushola, gereja, sekolah dasar, toko) dan ruang tidak terbangun seperti jalan raya dan ruang terbuka. Penggunaan lahan sebagai tempat tinggal menempati proporsi tertinggi. Kondisi pemukiman pada tapak sangat tinggi dan padat yang diakibatkan jumlah penduduk yang besar pada luas lahan yang terbatas. Luasan tiap-tiap rumah antar satu pemilik dengan pemilik yang lain juga sangat beragam. Jarak antar rumah hampir berdempetan dan mayoritas rumah penduduk tidak memiliki halaman depan akibat tidak
32
tersedianya lahan yang cukup. Akibatnya, kondisi lingkungan serta pemukiman kurang memadai. Kondisi jalan dan drainase pada daerah ini juga sangat buruk. Lebar gang hanya sebesar 1,5-2 meter akibat padatnya pemukiman. Pada Gambar.7 dapat dilihat kondisi eksisting tapak yang padat dengan kondisi jalan yang buruk. Begitu pula dengan saluran air yang rata- rata hanya selebar 30-45 cm yang berpotensi untuk terjadinya banjir akibat daya tampung dan aliran air yang rendah. Terdapat perbedaan ketinggian kontur pada lokasi studi. Kawasan timur dan timur laut lokasi mempunyai ketinggian kontur lebih rendah dibanding bagian barat. Bagian tapak yang menurun agak curam membatasi dua bagian tapak lainnya yang relatif landai. Kemiringan lahan pada tapak tidak menjadi hambatan bagi para pengguna tapak dan dapat menjadi potensi tersendiri pada tapak. Penggunaan tapak sebagai fasilitas umum menempati posisi kedua. Fasilitas-fasilitas yang ada dapat berupa fasilitas yang diberikan dan dikelola oleh negara seperti bangunan pelayanan pemerintahan, sekolah dasar, puskesmas maupun yang secara swadaya dibangun oleh masyarakat seperti fasilitas peribadatan, warung, toko dan taman kanak-kanak. Jenis dan keterangan mengenai fasilitas umum yang terdapat pada tapak dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Jenis Fasilitas Umum pada Lokasi Studi No.
Jenis Fasilitas
Keterangan
Jumlah
Masjid (1), mushola (2), gereja (1),
5 buah
Umum 1.
Fasilitas Peribadatan
vihara (1) 2.
Fasilitas Pelayanan
kantor RW (1)
1 buah
Pemerintah 3.
Fasilitas Pendidikan
TK (1), SD (1)
2 buah
4.
Fasilitas Kesehatan
Posyandu (1), klinik dokter (2), apotek
4 buah
(1) 5.
Fasilitas Perekonomian
Toko (9), warung (4), rumah makan (3)
16 buah
Sumber: Survei Lapang (2006)
Ketersediaan ruang terbuka hijau pada tapak sangatlah kurang bahkan bisa dikatakan tidak ada. Vegetasi yang ditemukan pada tapak biasanya ditemukan
dalam bentuk pekarangan dengan luasan yang tidak terlalu luas dan tidak semua rumah memiliki pekarangan, hanya beberapa rumah di pinggir jalan saja. Vegetasi berupa pohon ditemukan tidak dalam bentuk mengelompok melainkan tumbuh secara individu. Keberadaan tanaman eksisting tersebut sangat kurang mengingat kawasan ini kawasan padat penduduk yang amat membutuhkan tingkat kenyamanan tinggi terutama dalam hal kenyaman iklim mikro. Hal ini terjadi karena sebagian besar penggunaan lahan adalah untuk permukiman.
Gambar 7. Kondisi Eksisting pada Tapak
Lokasi studi berada pada jalur jalan arteri utama dan sekunder menyebabkan lokasi studi mudah dijangkau baik dengan kendaraan bermotor maupun pejalan kaki. Kondisi jalan yang kurang baik juga menjadi kendala akibat jalan yang bergelombang menyebabkan arus kendaraan kurang lancar dan adanya pusat perniagaan yang berpotensi menimbulkan kemacetan. Kemudahan akses ini pula yang menjadi penyebab tingginya tingkat kepadatan penduduk pada lokasi studi. Kondisi trotoar pada beberapa bagian jalan juga sudah mulai rusak ditambah lagi dengan penggunaan trotoar sebagai tempat berjualan membuat kenyaman para pejalan kaki sedikit terganggu. Kondisi jalan dan trotoar yang rusak biasanya berupa retakan maupun bagian jalan yang bolong sehingga
34
berpotensi menimbulkan genangan air jika hujan. Kondisi jalan dan trotoar pada saat ini membutuhkan perbaikan baik dari segi kualitas fisik maupun visualnya. Pada tapak juga tidak tersedia ruang terbuka umum yang dapat mengakomodasi aktivitas sosilalisasi dan rekreasi bagi para penduduk. Hal ini menjadi penyebab beberapa aktivitas sosialisasi dan rekreasi masyarakat dilakukan pada jalan- jalan umum. Fasilitas yang adapun tidak dapat mendukung segala aktivitas sosialisasi dan rekreasi tersebut. Beberapa aktivitas sosialisasi dilakukan di tempat ibadah yang terdapat pada tapak dan rumah- rumah penduduk.
Sintesis Berdasarkan hasil analisis secara deskriptif dan spasial maka diperoleh deskripsi masalah lingkungan pada tapak serta peta alternatif penyelesaian permasalahan menuju lingkungan yang lebih baik, sehat, dan nyaman. Permasalahan yang terdapat pada tapak adalah permasalahan sosial dan fisik. Permasalahan sosial yang terjadi antara lain jumlah penduduk yang tinggi pada lahan yang terbatas dan aktivitas-aktiviatas sosial penduduk yang dilakukan tidak pada tempat yang seharusnya. Perlu diadakan pengaturan ruang pada tapak terutama ruang untuk pemukiman yang nantinya jumlahnya akan banyak berkurang. Pengaturan ruang ini berfungsi untuk menghindari ketegangan yang terjadi di dalam masyarakat sehingga bisa tercipta hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, alam dan sesamanya (Simonds, 1983). Pengaturan ruang pada tapak akan menghasilkan terjadinya perubahan pola aktivitas dari orang- orang yang tinggal di dalamnya. Hal ini dapat dilihat dari aktivitas rekreasi yang tadinya dilakukan pada tempat-tempat seperti jalanan umum atau gang-gang, kini mereka memiliki lahan tersendiri berupa ruang terbuka yang dapat mengakomodasi aktivitas rekreasi tersebut. Seperti telah dijelaskan dalam Hester (1984) pada umumnya suatu lingkungan permukiman perlu memiliki sebuah ruang terbuka umum yang berfungsi sebagai tempat bersosialisasi dan rekreasi. Dengan adanya ruang terbuka ini diharapkan terpenuhinya kebutuhan fisiologis dasar dari masyarakat (Porteous,1977).
Perubahan pola penggunaan lahan yang tadinya mayoritas berupa lahan permukiman, yang memiliki pemasukan lebih sedikit bagi pendapatan asli daerah kota Bogor, menjadi suatu lahan niaga yang mayoritas aktivitasnya adalah pada kegiatan niaga ataupun jasa sehingga pemasukan bagi pendapatan asli daerah akan jauh lebih meningkat. Satu contohnya adalah pemasukan dari segi pajak daerah, pada lahan permukiman pemasukan pajak hanya berasal dari Pajak Bumi dan Bangunan saja, tetapi pada kawasan Pedestrian Shopping Street ini pemasukan pajak dapat berasal tidak hanya dari Pajak Bumi dan Bangunan saja tetapi juga ada tambahan dari Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan objek- objek pajak lainnya. Pemecahan masalah pada tapak dilakukan berdasarkan masukan dari masyarakat
pemukim
maupun
pengguna
tapak
non
pemukim
dengan
pertimbangan terhadap kondisi fisik dan aspek teknis. Hasil analisis terhadap aspek sosial masyarakat diperoleh fakta bahwa tapak terbagi ke dalam dua kategori, yaitu tapak dengan kondisi ruang yang baik dan tapak dengan kondisi ruang yang buruk. Tapak dengan kondisi ruang yang baik memiliki kepadatan penduduk lebih rendah dibandingkan dengan yang kondisi ruangnya buruk. Kepadatan penduduk yang tinggi menyebabkan tingginya resiko terjadi konflik dan singgungan-singgungan sosial masyarakat pemukimnya. Hal ini juga mempengaruhi pola perilaku pemukimnya yang cenderung mengarah pada ketidakteraturan. Sementara tapak dengan kondisi ruang yang baik memiliki kepadatan rendah dan penataan bangunan dengan kondisi yang cenderung lebih rapi dan teratur. Tapak dengan kondisi ruang yang lebih teratur berada pada jalur jalan utama yang merupakan akses utama pada tapak. Seperti telah dijelaskan dalam Lippsmeier (1980) bahwa kriteria kualitas lingkungan fisik tempat tinggal dibangun dari tiga kriteria yang berkaitan yaitu struktur,ruang terbuka khusus dan tapak alami maka analisis fisik pada tapak membagi tapak ke dalam dua kategori tata guna lahan yaitu lahan terbangun dan tidak terbangun. Lahan terbangun berupa area permukiman dan bangunan umum. Sementara itu lahan tidak terbangun berupa jalur sirkulasi dan ruang terbuka hijau dengan presentasi yang amat kecil. Dari hasil analisis yang didapat dapat ditarik kesimpulan bahwa tapak pada lokasi studi ini sangat memerlukan ruang terbuka
36
hijau. Selain perlunya ketersediaan lahan untuk ruang terbuka hijau, perlu juga adanya perbaikan fisik dan penambahan fasilitas umum pada tapak. Permasalahan, dan pemecahan masalah pada tapak disajikan dalam Tabel 9.
Tabel 9. Permasalahan, dan Pemecahan Masalah pada Tapak No. 1.
2.
Aspek Data Sosial
Fisik
Permasalahan Peningkatan kebutuhan akan ruang terbuka hijau. Peningkatan kebutuhan akan ruang terbuka dan fasilitas umum penunjang aktivitas sosial masyarakat pemukim maupun pengguna tapak non pemukim. Peningkatan kebutuhan akan rasa aman, kenyamanan, dan keselamatan beraktivitas pada tapak. Lebar jalan pada tapak tidak memadai. Lebar jalan 3 meter dan lebar gang 1,5 – 2 meter terlalu sempit. Saluran drainase sering mampet akibat lebarnya terlalu sempit dan dangkal. Lebar saluran drainase 30- 45cm dengan kedalaman 30 cm. Ruang pandang terbatas akibat padatnya permukiman. Titik- titik penerangan daerah rawan kurang. Penerangan hanya terdapat pada jalan kolektor per 20 meter. Penerangan pada gang memanfaatkan cahaya dari penerangan dalam rumah. Tidak tersedianya ruang terbuka umum untuk aktivitas.
Pemecahan masalah Penyedian ruang terbuka hijau pada tapak. Penyedian ruang terbuka umum pada tapak dengan fasilitas penunjang yang memadai. Penataan tata letak fasilitas untuk meningkatkan rasa aman, kenyamanan, dan keselamatan dalam beraktivitas pada tapak Perbaikan kualitas fisik jalan berupa perbaikan kualitas material dan pelebaran jalan serta melakukan penghijauan pada jalan. Perbaikan sistem dan kualitas drainase pada tapak dengan membuat saluran drainase bawah tanah. Perbaikan kualitas visual pada tapak baik dari segi soft material maupun hard materialnya. Penyedian fasilitas penerangan jalan, gang, dan pada ruang- ruang terbuka umum. Penyediaan lampu jalan per 10 meter. Penambahan ketersediaan ruang terbuka umum dan ruang terbuka hijau.
37
V. KONSEP
Konsep Dasar Konsep dasar dalam perencanaan ini adalah merencanakan suatu lanskap pedestrian shopping streets yang dapat mengakomodasi segala aktivitas yang terjadi di dalamnya, khususnya kegiatan ekonomi dan rekreasi dari penggunanya. Studi ini juga merencanakan suatu lanskap yang dapat mengakomodasi suasana ketetanggaan (neighborhood) pada kawasan permukiman padat. Melalui tahap perencanaan ini diharapkan tercipta suatu lanskap yang dapat mengakomodasi kegiatan ekonomi dan rekreasi pada kawasan tersebut dan dapat menjadi ruang terbuka alternatif dalam kawasan. Konsep dasar perencanaan pedestrian shopping streets ini tidak hanya memperhatikan kualitas visual dan peningkatan aktivitas ekonomi saja, tetapi juga memperhatikan masalah kualitas lingkungan dan sosial. Dalam studi ini, skenario konsep tata ruang yang akan direncanakan pada tapak dibagi menjadi empat sub-konsep. Skenario konsep tata ruang tersebut nantinya akan membandingkan aspek- aspek sebagai berikut: a. Pertambahan luas ruang terbuka hijau, b. Perbaikan lingkungan sosial, c. Perbaikan kualitas lingkungan, d. Perbaikan aktivitas ekonomi pada tapak, e. Perbaikan kualitas visual, dan f. Perbaikan intensitas infrastruktur. Keenam aspek tersebut diukur berdasarkan kualitas aspek-aspek tersebut. Lalu dibandingkan antara konsep yang akan dikembangkan dengan kondisi eksisting tapak untuk menciptakan suatu lanskap yang lebih baik dibandingkan lanskap sebelumnya. Pengembangan Konsep Konsep dasar perencanaan pedestrian shopping streets ini terbagi ke dalam empat sub-konsep, yaitu konsep pedestrian shopping streets, konsep tata ruang, konsep ruang terbuka, dan konsep fasilitas.
38
a. Konsep tata ruang total Pengembangan konsep dasar ke dalam sub-konsep ini bertujuan untuk mendapatkan penataan ruang yang efisien sehingga dapat mengakomodasikan kebutuhan dan keinginan pengguna. Hal ini dilakukan untuk menghasilkan perbaikan kondisi dan kualitas lingkungan kawasan dan juga kualitas kehidupan masyarakat pengguna tapak maupun masyarakat yang tinggal di sekitar tapak. Pengembangan konsep tata ruang total ini mengacu pada kebijakan pemerintah setempat tentang RDTRK Bogor (2000) yang telah ditetapkan. Berdasarkan hal tersebut tapak dibagi ke dalam tiga jenis ruang yaitu ruang bangunan umum, ruang pemukiman dan ruang terbuka. Dalam studi perencanaan ini akan dilakukan perencanaan terhadap ruang bangunan umum dan ruang terbuka pada tapak.
Gambar 8. Kondisi Lingkungan yang Diharapkan
Ruang permukiman direncanakan tetap pada fungsinya sebagai area permukiman. Perencanaan dilakukan pada perbaikan kualitas lingkungannya saja seperti perbaikan jalur jalan dan penambahan vegetasi untuk menambah estetika area tersebut (Gambar.8). Ruang bangunan umum adalah ruang permukiman yang direncanakan akan berbagi fungsi dengan ruang ekonomi berupa kawasan industri rumah tangga. Bangunan umum akan mengalami perubahan bentuk muka bangunan. Perubahan bentuk ini bertujuan menunjang kegiatan ekonomi yang akan terjadi di dalam tapak seperti bentuk etalase display produk. Ruang terbuka hijau direncanakan menyatu dengan ruang terbuka utama, dimana ruang terbuka hijau ini berbagi fungsi dengan ruang terbuka utama
39
sebagai area rekreasi dan memperbaiki kualitas lingkungan. Selain itu penanaman vegetasi di sepanjang sisi jalan, dari Jalan Roda I sampai Jalan Roda II diharapkan dapat memperbaiki kualitas lingkungan kawasan ini.
b. Konsep pedestrian shopping streets Pengembangan konsep ini bertujuan untuk menciptakan lanskap pedestrian yang dapat menjadi lanskap penunjang bagi kegiatan ekonomi dalam peningkatan pendapatan asli daerah Kota Bogor dan sebagai ruang terbuka alternatif bagi aktivitas-aktivitas pengguna tapak seperti aktivitas rekreasi, berjalan kaki, window shopping dan lain sebagainya. Jenis pedestrian yang ditetapkan dalam perencanaan ini adalah jenis pedestrian street, dimana kendaraan bermotor dilarang masuk kecuali yang berkepentingan dalam pengelolaan tapak. Pedestrian shopping street ini dibagi ke dalam dua jenis lokasi perniagaan, yaitu perniagaan yang memerlukan bangunan sebagai penunjang aktivitasnya dan perniagaan yang tidak memerlukan bangunan atau lebih dikenal dengan kaki lima. Akses pedestrian dalam perencanaan ini pun dekat dengan jalan umum. Dalam Simonds (1983) disebutkan bahwa karakter dari pedestrian walk diibaratkan seperti aliran air atau sungai yang pergerakannya mencari hambatan terkecil demi mencapai aspek fungsional dan estetik. Jalur pedestrian yang masuk ke dalam kawasan permukiman berfungsi sebagai akses ke area industri rumah tangga dan display produk-produknya. Lebar jalur pedestrian ini disesuaikan dengan kondisi tapak yang sudah ada sehingga tidak ada penambahan atau pengurangan lebar jalan. Area niaga di dalam tapak diharapkan dapat menjadi alternatif lokasi niaga yang biasanya berlokasi di pinggir jalan.
c. Konsep ruang terbuka Konsep ruang terbuka dibuat untuk menciptakan hubungan yang harmonis antar pengguna tapak dan masyarakat yang tinggal di sekitar tapak seperti yang telah direncanakan. Ruang terbuka yang berfungsi dengan baik akan menciptakan suatu hubungan langsung antara ruang dan orang-orang yang berada di dalamnya (Rogers, 1999). Disebutkan pula oleh Hester (1984) bahwa penyediaan terbuka
40
umum dalam lingkungan permukiman sangat penting dilakukan karena merupakan kebutuhan bagi setiap orang. Berdasarkan konsep hierarki ruang terbuka, ruang terbuka dalam studi perencanaan ini akan terbagi ke dalam dua jenis, yaitu ruang terbuka utama dan ruang terbuka pelengkap. Ruang terbuka utama adalah ruang terbuka yang dapat mengakomodasi aktivitas-aktivitas penggunanya terutama masyarakat sekitar tapak dan pengunjung. Aktivitas pada ruang terbuka ini adalah aktivitas pasif dan aktif. Ruang terbuka utama memiliki radius pelayanan mencakup seluruh tapak yang direncanakan. Dalam ruang terbuka ini disediakan fasilitas olahraga seperti lapangan olahraga (lapangan voli dan bulutangkis) dan jogging track. Sedangkan untuk aktivitas pasif disediakan fasilitas berupa gazebo dan tempat duduk-duduk. Ruang terbuka utama berbagi fungsi dengan ruang terbuka hijau, dimana ruang terbuka hijau ini mengelilingi fasilitas-fasilitas pada ruang terbuka utama ini. Yang kedua adalah rung terbuka pelengkap. Ruang terbuka ini memiliki luas yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan luas ruang terbuka utama sehingga ruang terbuka ini memiliki radius pelayanan yang lebih sempit pula. Letak ruang terbuka pelengkap ini terdapat di dalam tapak dan hanya berfungsi sebagai ruang aktivitas pasif. Fasilitas yang disediakan pada ruang terbuka ini adalah fasilitas yang hanya mendukung aktivitas pasif seperti tempat dudukduduk.
d. Konsep fasilitas Konsep fasilitas dalam perencanaan kawasan ini dibuat untuk mendukung fungsi dan aktivitas pada tiap-tiap ruang yang telah direncanakan. Konsep fasilitas pada bangunan umum adalah fasilitas yang bersifat fisik yang dapat mendukung berlangsungnya aktivitas komersil, jasa, edukasi, perkantoran, ibadah, dan keamanan dalam tapak. Jenis fasilitas pada ruang ini antara lain pertokoan, sekolah, perkantoran, rumah ibadah, fasilitas kesehatan dan fasilitas penunjang lainnya. Konsep fasilitas pada ruang terbuka didasarkan pada jenis ruang terbuka tersebut. Untuk jenis ruang terbuka utama, fasilitas yang disediakan merupakan
41
fasilitas fisik yang dapat mendukung kegiatan rekreasi dan sosial seperti lapangan olahraga, permainan dan fasilitas berupa tempat duduk-duduk dan jogging track. Ruang terbuka pelengkap fasilitas yang disediakan berupa fasilitas yang mengakomodasi aktivitas pasif yaitu bangku dan lampu penerangan. Untuk jenis ruang terbuka sebagai pedestrian, fasilitas fisik yang disediakan bertujuan agar pengunjung merasa betah dan nyaman berada di dalam tapak. Fasilitas yang disediakan dapat berupa fasilitas yang bersifat estetika seperti penyediaan bak-bak tanaman, permainan pola perkerasan dan fasilitasfasilitas seperti penunjuk arah, penerangan, tempat beristirahat dan fasilitas penunjang lainnya. Untuk semua fasilitas fisik penunjang aktivitas aktif dan pasif dipilih material yang kuat dan tahan lama (Harris and Dines,1988)
42
VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET
Pengembangan konsep dalam studi perencanaan kawasan ini akan terbagi ke dalam empat sub konsep, yaitu perencanaan lanskap pedestrian shopping street, perencanaan tata ruang pada tapak, perencanaan ruang terbuka, dan perencanaan fasilitas penunjang. Dengan adanya pengembangan konsep ke dalam empat sub konsep tersebut diharapkan nantinya akan tercipta suatu lanskap baru yang lebih baik dari segi kualitas fisik maupun sosialnya.
Rencana Lanskap Pedestrian Shopping Street Pengembangan konsep ini bertujuan untuk menciptakan lanskap pedestrian yang dapat menjadi lanskap penunjang bagi kegiatan ekonomi dalam peningkatan pendapatan asli daerah Kota Bogor dan sebagai ruang terbuka alternatif bagi aktivitas-aktivitas pengguna tapak seperti aktivitas rekreasi, berjalan kaki, window shopping dan lain sebagainya. Dalam pengembangannya, perencanaan kawasan ini akan memakai luasan tapak paling besar dari lokasi studi. Lokasi berada pada area permukiman antara Jalan Roda I dan Jalan Roda II. Bangunan yang disediakan ditata berderet mengikuti pola koridor yang telah ada sebelumnya. Bangunan-bangunan ini merupakan bangunan rumah yang sudah ada sebelumnya dan telah dilakukan perbaikan bentuk muka bangunan guna memperbaiki tampilan kawasan tersebut. Pembagian
kawasan
dalam
perencanaan
kawasan
ini
ditentukan
berdasarkan jenis aktivitas niaga yang ditawarkan. Kawasan yang akan direncanakan antara lain kawasan industri rumah tangga yang terbagi kedalam kategori kuliner (restoran, kafe, toko makanan ringan), kerajinan tangan khas, dan produk non-kerajinan. Selain terbagi ke dalam dua kategori tersebut, kawasan pedestrian ini juga terbagi ke dalam peruntukan area yaitu area display/niaga dan area produksi dari produk-produk tersebut. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pengunjung dalam mendapatkan barang-barang kebutuhan dan jasa yang diperlukan karena adanya pengelompokan jenis-jenis perniagaan dan jasa.
43
Penataan kaki lima dilakukan dengan pemberlakuan waktu operasional untuk mereka menggelar dagangannya. Konsep untuk kaki lima ini adalah konsep bazar, dimana dilakukan pada hari- hari dan waktu tertentu. Pemberlakuan waktu operasional ini bertujuan untuk mengatur ketertiban dari pedagang kaki lima itu sendiri. Pengaturan waktu operasional pedagang kaki lima berdasarkan pertimbangan-pertimbangan seperti beberapa hari kerja, atau hari-hari perayaan khusus lain. Pedagang kaki lima menempati lokasi pada Jalan Roda, Jalan Roda I dan II, sehingga pada waktu-waktu tersebut kendaraan dilarang masuk ke kawasan ini. Pemilihan hari kerja bertujuan untuk memperpanjang waktu kunjungan wisatawan yang berkunjung ke Kota Bogor. Pasar kaki lima pada kawasan ini diharapkan dapat menjadi atraksi menarik bagi para wisatawan. Pemilihan waktu operasional dimulai dari sore hari hingga dini hari menjelang pagi. Pada waktuwaktu ini, aktivitas perniagaan yang menggunakan sarana bangunan diatur waktu buka tutupnya agar tidak bentrok dengan pasar kaki lima. Perencanaan desain arsitektur bangunan dan perkerasan lahan disesuaikan dengan
kondisi
eksisting
tapak
dimana
pembangunan
bangunan
baru
diminimalisasikan. Dalam perencanaan kawasan ini, bangunan eksisting akan tetap dipertahankan keberadaan dan kepemilikannya. Bangunan eksisting yang sudah ada hanya akan mengalami perbaikan bentuk muka bangunan saja sehingga dapat lebih menarik pengunjung yang datang. Bangunan eksisting yang mengalami perubahan fungsi menjadi tempat niaga akan mengalami penambahan lantai ke atas untuk mengganti ruang yang terpakai. Ruang terbuka pedestrian ini didesain agar orang yang ada di dalamnya tidak mengalami kejenuhan ataupun terjadi kemonotonan. Desain material perkerasan pada setiap jarak tertentu dilakukan agar menimbulkan suatu kejutan sehingga pengguna tapak tidak merasa jenuh melalui permainan pola perkerasan maupun fasilitas di atasnya. Perencanaan ruang terbuka pedestrian ini selain memperhatikan aspek fisik dan sosial kondisi awal tapak dan skenario konsep yang telah ditetapkan, terdapat beberapa aspek lagi yang dijadikan pertimbangan dalam studi ini. Aspekaspek tersebut antara lain adalah imageability, legibility, enclosure, linkage,
44
transparency, dan complexity. Keenam aspek tersebut menjadi pertimbangan dasar dalam studi perencanaan ini.
Tabel 7. Aspek yang Dibandingkan Pada Tapak Sebelum dan Sesudah Perencanaan. Aspek yang Dibandingkan Imageability
Sebelum Perencanaan
Setelah Perencanaan
Keterangan
Tidak ada ciri khas pada tapak.
Konsep pedestrian shopping street di dalam tapak. Ada penunjuk arah, navigasi warna, perencanaan jalur pedestrian yang mudah diakses. Diciptakan oleh vegetasi dan bangunan pada tapak. Jalur pedestrian yang dapat saling menghubungkan tiap area yang direncanakan di dalam tapak. Jalur pedestrian yang sederhana tidak berkelok-kelok sehingga tidak menghalangi pandangan. Penambahan elemen lanskap seperti vegetasi, perencanaan taman lingkungan,
Ciri khas tapak sehingga mudah diingat. Kemudahan navigasi dalam tapak.
Legibility
Jaringan jalan yang ruwet tanpa penunjuk arah.
Enclosure
Diciptakan oleh bangunan tempat tinggal. Ruang permukiman dihubungkan oleh jaringan jalan di dalamnya.
Linkage
Trasparency
Kondisi tapak sempit, pandangan terbatas.
Complexity
Tapak didominasi oleh bangunan tempat tinggal.
Definisi visual tapak melalui elemen vertikal. Koneksi antar ruang.
Kualitas mengakses pemandangan dari dan ke tapak.
Keragaman lingkungan fisik.
Imageability berkaitan dengan kemampuan tapak dalam menciptakan suatu pemandangan yang berbeda dan khas serta mudah dingat oleh pengunjung yang datang. Suatu tapak dapat memiliki kemampuan ini apabila terdapat elemen fisik yang spesifik dan memiliki susunan yang mampu menarik perhatian, menimbulkan perasaan dan menciptakan suatu kenangan. Dalam studi perencanaan ini, aspek imageability lebih diarahkan pada bentuk akhir dari perencanaan yaitu suatu pedestrian shopping street yang merupakan suatu konsep baru bagi aktivitas perniagaan, jasa, dan rekreasi yang dapat dilakukan dalam waktu yang besamaan. Telah disebutkan sebelumnya bahwa ruang pedestrian shopping street ini nantinya akan terbagi ke dalam dua area yaitu: area niaga dan produksi kuliner, dan area niaga dan produksi barang-barang kerajinan dan kebutuhan lainnya.
45
Aspek legibility merupakan aspek yang mengarah pada kemudahan navigasi ke dalam maupun di dalam tapak. Jaringan pedestrian yang akan dibuat dalam studi perencanaan ini akan dibuat secara simpel dan sederhana, yaitu berupa jalur jalan yang sudah ada sebelumnya atau eksisting. Untuk kemudahan navigasi di dalam tapak digunakan konsep warna pada perkerasan tapak dan pengarah jalan yang mudah dimengerti. Untuk akses ke dalam tapak, tapak terletak pada suatu kawasan yang aksesibilitasnya sangat mudah yaitu berada di sisi jalan kolektor di tengah kota. Enclosure merupakan definisi visual dari tapak yang dijelaskan melalui elemen vertikal pada tapak tersebut seperti dinding, bangunan atau pohon. Ruang dengan elemen vertikal yang proporsional dengan elemen horisontalnya dapat menciptakan efek ruang dari tapak tersebut dengan kualitasnya masing- masing. Untuk menghindari kesan terkurung di dalam tapak, bangunan infrastruktur yang ada dibuat tidak melebihi dua lantai. Keberadaan bangunan ini diimbangi dengan lebar jalur pedestrian sehingga tercipta suatu ruang yang proporsional.
Gambar 10. Aspek enclosure pada tapak diciptakan oleh vegetasi.
Konsep pedestrian shopping street ini bertujuan untuk menciptakan suatu konsep rekreasi dan belanja pada ruang terbuka secara bersamaan. Maka dari itu, setiap toko yang ada pada kawasan pedestrian ini diwajibkan memiliki bentuk muka bangunan yang dapat memudahkan pengunjung mengakses pemandangan dari dan ke luar tapak. Kemudahan dalam mengakses pemandangan dari maupun
46
ke tapak merupakan definisi dari aspek tranparency yang berkaitan dengan kualitas desain tapak tersebut. Antar ruang dalam kawasan pedestrian shopping street ini akan dihubungkan oleh suatu jaringan pedestrian yang terpadu dimana tiap bangunan, ruang terbuka, dan jalur pedestrian itu sendiri terkoneksi dengan baik tanpa menciptakan lanskap yang membingungkan. Jalur pedestrian ini mengikuti kondisi eksisting yang sudah ada sehingga tidak diperlukan penambahan jalur baru. Koneksi antar ruang ini berkaitan dengan kualitas lanskap dari aspek linkage yang memberikan kemudahan akses antar ruang tersebut. Kompleksitas yang terdapat di dalam tapak bergantung pada keragaman dari lingkungan fisik, jumlah dan jenis gedung, keragaman ornamen dan gaya arsitektur, elemen lanskap serta aktivitas yang terjadi di dalamnya. Kondisi fisik pada tapak telah dijelaskan dalam bab sebelumnya. Dalam tapak yang baru kondisi ini akan diperbaiki dengan pembagian tata guna lahan di dalam tapak. Pembagian tata guna lahan tersebut dikelompokan berdasarkan jenis aktivitas yang ada di dalamnya. Sungai yang berada pada sisi tapak merupakan contoh lain dari keragaman yang dimiliki oleh tapak. Keragaman aktivitas jelas dapat terlihat di dalam tapak. Aktivitas yang diharapkan adalah aktivitas niaga, sosialisasi dan rekreasi. Aktivitas ini dapat ditemui pada area permukiman maupun area pedestrian. Aktivitas yang terdapat pada area pedestrian merupakan dari pengembangan konsep rekreasi dan belanja pada ruang terbuka secara bersamaan. Area pedestrian shopping street terbagi ke dalam enam segmen dimana tiap segmennya memiliki fungsi untuk mendukung aktifitas yang berbeda satu sama lain (Gambar.11). Pembagian area tersebut bertujuan untuk memudahkan navigasi pengunjung dalam tapak. Tiap segmen mendukung jenis aktifitas yang berbeda, aktifitas tersebut terbagi ke dalam dua kategori yaitu aktifitas niaga dan produksi dari produk-produk kuliner dan produk-produk kerajinan dan nonkerajinan. Area niaga merupakan area display dan jual-beli dari produk-produk tersebut, sedangkan area produksi merupakan area dimana barang-barang yang akan ditawarkan dan dijual diproduksi.
47
Gambar 11. Rencana peruntukan ruang pada area pedestrian shopping street.
Aktifitas pengunjung pada area niaga (Segmen 1, 5, dan 6) diarahkan pada aktifitas perdagangan. Produk yang ditawarkan merupakan produk hasil produksi dari area produksi (Segmen 2, 3, dan 4) ataupun produk yang berasal dari luar kawasan ini. Pada area produksi pengunjung dapat melihat dan ikut serta dalam proses produksi komoditas yang tersedia sehingga fungsi kawasan ini selain sebagai kawasan rekreasi dan niaga dapat pula menjadi kawasan edukasi.
Gambar 12. Area display produk kerajinan.
48
Dalam Tabel 8. dijelaskan jenis aktifitas pada tiap segmen sebelum dan sesudah perencanaan di dalam kawasan pedesrian shopping street. Sebelum perencanaan tiap segmen memiliki jenis aktifitas yang sama yaitu sosialisasi. Aktifitas perdagangan hanya ditemukan pada segmen 1 dan 5, dan hanya berupa pedagang keliling atau warung kecil. Area ini memiliki lebar jalur jalan yang relatif lebih lebar yaitu selebar 2,5–3m sehingga memungkinkan pedagang keliling masuk ke dalam jalan tersebut. Jalur ini nantinya akan direncanakan sebagai area perdagangan produk kuliner (Segmen 1) dan produk non-kerajinan (Segmen 5). Tabel 8. Perbandingan aktifitas dan akomodasi pada tapak sebelum dan sesudah perencanaan. Segmen
2.
Kondisi awal Aktifitas Akomodasi Pedagang keliling, Penerangan jalan pedagang kaki lima dan warung kecil, sosialisasi. Sosialisasi Tidak ada
3.
Sosialisasi
Tidak ada
4.
Sosialisasi
Tidak ada
5.
Pedagang keliling, sosialisasi, warung
Penerangan jalan
6.
Sosialisasi
Tidak ada
Node 1 (N1)
Tidak ada
Tidak ada
Node 2 (N2)
Tidak ada
Tidak ada
Node 3 (N3) Node 4 (N4)
Sosialisasi
Tidak ada
Sosialisasi
Tidak ada
1.
Kondisi yang diharapkan Aktifitas Akomodasi Area perniagaan Bangunan dan produk kuliner (toko, infrastruktur kafe, dan restoran) penunjang, perkerasan dan penerangan Area produksi produk Bangunan dan kuliner infrastruktur penunjang, perkerasan dan penerangan Area produksi Bangunan dan kerajinan khas daerah infrastruktur penunjang, perkerasan dan penerangan Area produksi produk Bangunan dan non-kerajinan infrastruktur penunjang, perkerasan dan penerangan Area perniagaan Bangunan dan produk non-kerajinan infrastruktur penunjang, perkerasan dan penerangan Area perniagaan Bangunan dan produk kerajinan khas infrastruktur daerah penunjang, perkerasan dan penerangan Ruang terbuka umum 1 Fasilitas olahraga, fasilitas rekreasi pasif, taman lingkungan Ruang terbuka umum 2 Fasilitas olahraga, fasilitas rekreasi pasif, taman lingkungan Ruang terbuka Fasilitas rekreasi pasif pelengkap 1 Ruang terbuka Fasilitas rekreasi pasif pelengkap 2
49
Untuk menambah kenyamanan pengunjung, jalur ini akan dinaungi oleh kanopi jalan sebagai peneduh, hal ini dikarenakan pada jalur ini tidak ada vegetasi yang berfungsi sebagai peneduh. Node 1 dan 2 merupakan ruang terbuka utama yang juga berfungsi sebagai ruang terbuka hijau pada tapak. Aktivitas yang diharapkan pada area ini adalah aktivitas aktif dan sosialisasi. Radius pelayanan ruang terbuka utama ini mencakup seluruh kawasan perencanaan, berbeda dengan Node 3 dan 4 yang merupakan ruang terbuka pelengkap yang radius pelayanannya lebih sempit. Pada ruang terbuka pelengkap aktivitas yang diharapkan terjadi hanya aktivitas sosialisasi.
Rencana Tata Ruang Total Perencanaan tata ruang total pada lokasi studi terbagi kedalam tiga jenis ruang berdasarkan jenis penggunaan ruang. Ketiga jenis ruang tersebut adalah 1) ruang permukiman, 2) ruang bangunan umum, dan 3) ruang terbuka. Penjelasan untuk tata ruang terbuka dijelaskan dalam sub bab berikutnya. 1. Ruang permukiman adalah area yang bangunan di dalamnya tidak dijadikan penunjang aktivitas dalam pengembangan konsep perencanaan ini. Area ini tetap pada fungsi awalnya sebagai area permukiman. 2. Ruang bangunan umum diperuntukan sebagai ruang untuk bangunan tempat usaha perniagaan/ jasa, dan tempat ibadah. bangunan umum dapat digunakan baik oleh para pemukim maupun pengguna tapak non pemukim. Bangunan- bangunan umum ditempatkan pada lokasi- lokasi strategis agar dapat dengan mudah diakses oleh para pengguna. Bangunan umum berada sepanjang jalur yang direncanakan pada penelitian ini. Pengembangan ruang bangunan umum ini diharapkan dapat mengoptimalisasi nilai tapak. Pengelolaan bangunan umum ini menjadi tanggung jawab pihak kontraktor/pengembang tapak. Bangunan umum yang sifat kepemilikannya pribadi
menjadi
tanggung
jawab
pemiliknya.
Dalam
kasus
ini
kontraktor/pengembang tapak hanya bertanggung jawab terhadap pengelolaan lanskap sekitar bangunan tersebut. Peran serta aktif masyarakat maupun
50
pengunjung sangat diharapkan dalam proses pengelolaan dan pemeliharaan bangunan umum ini.
Tabel 9. Tata Ruang Total pada Tapak No. 1.
Peruntukan Ruang Ruang Permukiman
Luas (m2)
2.
Ruang bangunan umum (Pedestrian Shopping Streets)
3.
Ruang Terbuka
Jalur sepanjang 865,2 m 3557 m2
Keterangan Area yang bangunan di dalamnya tidak dijadikan penunjang aktivitas dalam pengembangan konsep perencanaan ini. Terbagi ke dalam enam segmen yang berfungsi sebagai area niaga dan produksi. Terdiri dari dua buah ruang terbuka utama seluas 2211,27 m2 dan 1120,73 m2. Berbagi fungsi antara taman lingkungan dengan ruang terbuka hijau. Ruang terbuka pelengkap terdapat di dalam tapak, akomodasi bagi aktifitas sosial masyarakat pemukim.
Rencana Ruang Terbuka Konsep ruang terbuka dibuat untuk menciptakan hubungan yang harmonis antar pengguna tapak dan masyarakat yang tinggal di sekitar tapak seperti yang telah direncanakan. Ruang terbuka yang berfungsi dengan baik akan menciptakan suatu hubungan langsung antara ruang dan orang-orang yang berada di dalamnya (Rogers, 1999). Disebutkan pula oleh Hester (1984) bahwa penyediaan terbuka umum dalam lingkungan permukiman sangat penting dilakukan karena merupakan kebutuhan bagi setiap orang. Berdasarkan konsep hierarki ruang terbuka, ruang terbuka dalam studi perencanaan ini akan terbagi ke dalam dua jenis, yaitu ruang terbuka utama dan ruang terbuka pelengkap. Ruang terbuka utama adalah ruang terbuka yang dapat mengakomodasi aktivitas-aktivitas penggunanya terutama masyarakat sekitar tapak dan pengunjung. Aktivitas pada ruang terbuka ini adalah aktivitas pasif dan aktif. Yang kedua adalah ruang terbuka pelengkap. Ruang terbuka ini memiliki luas yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan luas ruang terbuka utama. Letak ruang terbuka pelengkap ini terdapat di dalam tapak dan hanya berfungsi sebagai ruang aktivitas pasif.
51
1. Ruang terbuka utama terletak pada sisi dan ujung Jalan RodaI yang berfungsi untuk mendukung aktivitas sosial pengguna tapak untuk bersosialisasi dan berekreasi. Ruang terbuka umum ini direncanakan berbentuk taman lingkungan sehingga selain dapat menampung aktivitas rekreasi dan sosial pengunjung juga dapat berfungsi sebagai perbaikan kualitas lingkungan. Ruang terbuka utama yang ada pada lokasi pedestrian shopping street dapat diakses oleh siapa saja yang berada dalam tapak tersebut. Berbeda halnya dengan ruang terbuka pelengkap yang berada di dalam kawasan permukiman yang peruntukannya hanya bagi penghuni yang menetap di dalamnya saja. Hal ini bertujuan untuk menciptakan privasi para penduduk dalam area tersebut .Untuk dapat mendukung segala aktivitas yang terjadi di dalamnya maka ruang terbuka umum ini membutuhkan fasilitas- fasilitas pendukung. Ruang terbuka ini memilik luas 1120,73m2 (terletak di sisi Jalan Roda I) dan 2211,37 m2 (terletak di ujung Jalan Roda I). Sesuai dengan yang dikatakan Rutledge (1995) bahwa aktivitas rekreasi luar ruang (outdoor recreation) banyak dilakukan oleh manusia dibandingkan dengan aktivitas rekreasi dalam ruangan (indoor recreation) dikarenakan sifat manusia itu sendiri yang pada dasarnya lebih senang menghabiskan waktu luangnya untuk dapat melihat dan dilihat orang lain. Rekreasi ini biasa dilakukan pada ruang terbuka seperti taman. Fasilitas yang disediakan pada ruang terbuka ini adalah fasilitas yang dapat mengakomodasi kegiatan rekreasi aktif maupun pasif seperti lapangan olahraga, jogging track, bangku taman, gazebo dan fasilitas penerangan dan kebersihan. Karena bentuknya berupa taman lingkungan maka ruang terbuka utama ini berbagi fungsi antara ruang rekreasi dengan ruang terbuka hijau., sehingga ruang terbuka ini juga memiliki fungsi memperbaiki kualitas lingkungan disamping fungsi utamanya sebagai area rekreasi. Bentuk ruang terbuka hijau ini lebih sebagai buffer bagi area aktivitas di dalamnya dengan penanaman vegetasi yang mengelilingi area ruang terbuka utama ini. Perkerasan tapak pada ruang terbuka ini juga diminamlisasikan sehingga mayoritas penutupan lahan menggunakan vegetasi rumput. Penggunaan bata conblock dilakukan karena sifatnya yang masih dapat meloloskan air sehingga dapat diserap tanah dan pemasangannya yang
52
mudah serta awet (Harris and Dines, 1988). Penggunaan perkerasan berupa beton cor hanya digunakan bagi lapangan olahraga dan alas gazebo. Selain penanaman vegetasi pada ruang terbuka utama, dilakukan juga pada sisi jalan sepanjang Jalan Roda antara Jalan Roda I dan II. Jalur tanaman ini berfungsi sebagai peneduh dan memperbaiki kualitas lingkungan jalur tersebut. Vegetasi yang digunakan adalah tanaman Bauhinia purpurea dan ditanam berderet lima meter sepanjang jalan tersebut. 2. Ruang terbuka pelengkap adalah ruang terbuka yang terletak di dalam area permukiman. Ruang terbuka ini memiliki luas yang relatif lebih sempit dibanding ruang terbuka utama karena ruang terbuka ini hanya sebagai fasilitator bagi aktivitas sosial warga. Selain itu radius pelayanan ruang terbuka ini hanya melingkupi wilayah-wilayah yang letaknya dekat dengan ruang terbuka pelengkap ini dan tidak seluas ruang terbuka utama yang radius pelayanannya melingkupi seluruh area yang direncanakan. Fasilitas yang disediakan pada ruang terbuka ini hanya fasilitas yang mengakomodasi aktifitas sosialisasi seperti bangku dan fasilitas penerangan.
Rencana Fasilitas Fasilitas yang direncanakan pada tapak dibuat sesuai dengan konsep yang telah ditetapkan, yaitu untuk mengakomodasikan aktivitas-aktivitas yang berlangsung pada tiap jenis ruang sesuai dengan fungsinya. desain fasilitas pada tapak direncanakan menggunakan bentuk yang sederhana, kuat, dan tahan lama untuk mempermudah pemeliharaan. Penyediaan fasilitas disesuaikan dengan jenis penggunaan ruang dan aktivitas yang terjadi di dalamnya pada tapak. fasilitas yang perlu disediakan antara lain adalah fasilitas penerangan, tempat sampah, tempat duduk, fasilitas olahraga, pot-pot dan bak tanaman. Peningkatan kualitas lingkungan pada kawasan ini juga dapat disertai dengan peremajaan lingkungan seperti perbaikan fisik jalan dan saluran pembuangan. saluran pembuangan dibuat dengan sistem yang terpadu. Fasilitas-fasilitas pendukung ditempatkan pada lokasi-lokasi yang strategis pada tiap-tiap pedestrian dengan jumlah yang sesuai. Penggunaan tanaman dan
53
vegetasi juga dibutuhkan dalam perencanaan pedestrian ini untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan menurunkan iklim mikro dari pedestrian ini.
Tabel 10. Perbandingan Kondisi Awal Tapak dengan Kondisi Tapak yang Akan Datang. Aspek yang Dibandingkan
Kondisi Awal
Kondisi Tapak yang Akan Datang
Ruang Terbuka Hijau
Tidak ada
3332 m2
Lingkungan Sosial
Aktivitas sosial biasa dilakukan di jalan dan gang.
Kualitas Lingkungan
Kurang baik akibat kurangnya vegetasi dan lingkungan yang padat. Kondisi saluran drainase yang kotor ikut memperparah kondisi tersebut. Pedagang kaki lima banyak terdapat di sepanjang jalan roda, warung- warung kecil milik penduduk ada di dalam area permukiman Buruk akibat lingkungan yang padat dan tidak teratur.
Taman lingkungan seluas 3332 m2 yang dapat menampung kegiatan rekreasi dan sosial pemukim dan pengunjung tapak Penambahan vegetasi pada beberapa titik area dalam tapak dan pembersihan berkala saluran drainase.
Aktivitas Ekonomi
Kualitas Visual
Intensitas Infrastruktur
Kondisi eksisting, bangunan permukiman dan jaringan listrik dan telepon.
Keterangan.
RTH pada taman lingkungan (ruang terbuka utama) dan jalur hijau sepanjang 305,6 m. Terdiri dari dua buah ruang terbuka utama seluas 2211,27 m2 dan 1120,73 m2 dan dua buah ruang terbuka pelengkap di dalam tapak. Penambahan vegetasi pada Ruang terbuka hijau, jalur tanaman pinggir jalan dan tanaman penutup saluran drainase.
Perencanaan kawasan industri rumah tangga dan display produkproduknya di dalam area permukiman.
Menambah intensitas kegiatan ekonomi dalam tapak.
Dilakukan perbaikan kondisi muka bangunan, perencanaan taman lingkungan Perubahan fungsi beberapa bangunan permukiman menjadi bangunan untuk aktivitas ekonomi, perbaikan kondisi jalan dan perencanaan kawasan parkir
Memperbaiki kualitas estetika pada tapak.
Perencanaan jalur pedestrian shopping street di dalam area permukiman sepanjang 865,2 m
53
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Perencanaan kawasan pedestrian shopping street merupakan salah satu bentuk studi perencanaan suatu revitalisasi kawasan padat penduduk menjadi suatu kawasan baru yang dapat meningkatakan kualitas fisik, lingkungan, dan visual tapak. Selain itu perencanaan kawasan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pemukim di dalamnya, baik dari segi sosial maupun ekonomi. Bagi pemerintah Kota Bogor, diharapkan hasil studi ini dapat berguna bagi peningkatan Pendapatan Asli Daerah Kota Bogor. Lokasi studi perencanaan ini terletak pada kawasan pemukiman sekitar daerah perniagaan Jalan Suryakencana dan Jalan Roda, Kelurahan Babakan Pasar, Kecamatan Bogor, Tengah Kota Bogor. Luas tapak penelitian adalah ±41,6 ha dengan jumlah penduduk 11.560 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 281,45 jiwa/ha. Kawasan ini memiliki kepadatan dan jumlah penduduk yang sangat tinggi karena terletak pada kawasan niaga dan terdapat akses masuk yang mudah ke dalam tapak. Masyarakat pada tapak didominasi oleh penduduk dengan golongan usia produktif. Masyarakat pada lokasi studi tinggal dalam suatu lokasi permukiman yang padat dengan kondisi bangunan yang kurang baik. Kondisi ini menjadi halangan bagi mereka dalam beraktivitas terutama dalam menyalurkan aktivitas sosialisasi dan rekreasi mereka. Kurangnya kepemilikan pekarangan dan ruang terbuka umum bagi masyarakat menyebabkan kedua aktivitas tersebut dilakukan di jalan- jalan umum. Keinginan masyarakat adalah agar tercipta suatu kawasan baru yang dapat meningkatkan kualitas fisik dan visual lingkungan serta kualitas hidup mereka. Perencanaan kawasan niaga berupa kawasan pedestrian shopping street dan kawasan hunian vertikal dan penyediaan fasilitas- fasilitas umum menjadi alternatif pemecahan masalah tersebut. Peran serta aktif masyarakat dalam tahapan perencanaan ini menjadi masukan dan pertimbangan dalam tahapan studi.
Konsep perencanaan kawasan baru ini terbagi ke dalam empat sub konsep perencanaan yaitu perencanaan lanskap pedestrian shopping street, tata ruang total, ruang terbuka dan fasilitas penunjang. Perencanaan tata ruang umum membagi ruang ke dalam tiga jenis fungsi ruang yaitu ruang bangunan umum, hunian, dan ruang terbuka. Untuk ruang terbuka sendiri terbagi lagi ke dalam fungsi ruang terbuka umum bagi pengunjung tapak dan penghuni rumah susun, jalur pedestrian, danm ruang terbuka hijau berupa taman dan ruang terbuka hijau konservasi. Dalam studi ini dibuat tiga skenario konsep tata ruang yang akan direncanakan pada tapak. Aspek- aspek yang dibandingkan antara lain a. Pertambahan luas ruang terbuka hijau, b. Perbaikan lingkungan sosial, c. Perbaikan kualitas lingkungan, d. Perbaikan aktivitas ekonomi pada tapak, e. Perbaikan kualitas visual, dan f. Perbaikan intensitas infrasturuktur. Dari perbandingan keenam aspek tersebut diperoleh konsep yang akan digunakan adalah konsep kedua yang memiliki jumlah poin paling besar dari perbandingan tersebut.
Saran Perencanaan kawasan niaga dan hunian baru yang terpadu memerlukan keterlibatan antara pemerintah kota, perencana, pelaksana, dan masyarakat sendiri.hal ini penting dilakukan agar hasil yang didapat sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat pengguna tapak dan rencana alternatif dari pihak perencana. Penyediaan fasilitas- fasilitas penunjang sangat dibutuhkan untuk mendukung segala aktivitas yang berlangsung pada tapak.
DAFTAR PUSTAKA
APA. 2002. Community Revitalization. http://planning.org. [ 9 Jan 2006]. Berdichevsky, N. 1984. Gågade, The Danish Pedestrian Shopping Street. Landscape Journal. Vol 3. The University of Wisconsin Press. 15- 23p. Brambilla, R and G Longo. 1977. For Pedestrian Only.New York. WatsonGuptill Publications. New York. 208p. Branch, M.C. 1985. Perencanaan Kota Komprehensif (terjemahan). Pengantar dan Penjelasan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 293 hal. Catanese, A. J and J. C. Snyder. 1988. Urban Planning, Second Edition. McGraw Hill Book Co., New York. 452p Eckbo,G. 1964. Urban Landscape Design. Mc- Graw Hill Book Co., New York. 248p. Eisner, S., A. Gallion., and S. Eisner.1993. Urban Pattern. John Willey and Sons Inc. New York. 658p. Gold, S.M. 1980. Recreation Planning and Design. Mc- Graw Hill Book Co., New York. 239p. Harris, C.W and N.T. Dines. 1988. Time Saver Standard for Landscape Architecture. Mc- Graw Hill Book Co., New York. 800p. Hester Jr, R.T. 1984. Planning Neighborhood Space with People. Second Edition. Van Nostrand Reinhold Co. New York. 205p. Lippsmeier, G. 1980. Tropenbau Building in Tropics. Muenchen. Verlg Georg D.W. Callwey. 235p. Mc Harg, I. L 1969. Design with Nature. New York: Natural History Press. 198p. Pemerintah Kota Bogor. 2005. Rencana Detail Tata Ruang Kota. (Tidak Dipublikasikan). Porteous, J.D. 1977. Environment and Behavior: Planning and Everyday Urban Life. Michigan. Addison- Wesley Publishing Company. 430p. Rogers. 1999. Towards an Urban Task Force Chaired Urban Task Force. London. 328p.
60
Saefuddin, A dan A, Kusumoarto. 2005 Evolusi Struktur, Fungsi, dan Dinamika Sebagai Suatu Model Rencana Induk Penataan Kawasan Kumuh di Kota Bogor: ( Sebagai suatu Kerangka Pemikiran Keterhubungan Keberagaman antara Kualitas dan Bentuk Fisik) dalam Diskusi Terbatas Penataan Lingkungan Kota Bogor. Desember 2005. Simonds, J.O. 1983. Landscape Architecture. New York. Mc- Graw Hill Book Co., 331p Suparlan,
P.
2000.
Segi
Sosial
dan
Ekonomi
Permukiman
Kumuh.
http://www. kimpraswil.go.id. [15 Jan 2006.] Van der Zee, D. 1986. Human Settlement Analisys. Netherland.International Institute for Aerospace Survey and Earth Sciences. 47 p. Weinheimer III, J. F. 1997. A Place of Our Own. Thesis. Virginia: Virginia Polytechnic Institute and State University, Virginia. USA.