PERENCANAAN LANSKAP GUNUNG KAPUR CIBADAK CIAMPEA BOGOR SEBAGAI KAWASAN WISATA TERPADU
PUPUT NOVIANA
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN PUPUT NOVIANA. Perencanaan Lanskap Gunung Kapur Cibadak Ciampea Bogor Sebagai Kawasan Wisata Terpadu. (Dibawah bimbingan AFRA D. N. MAKALEW dan VERA DIAN DAMAYANTI) Lanskap Gunung Kapur Cibadak (GKC) merupakan salah satu kawasan karst yang berada di Jawa Barat. Kawasan ini berpotensi dijadikan kawasan wisata melihat sumberdaya wisata yang sangat beragam. Sumberdaya tersebut meliputi sumberdaya alam dan sumberdaya budaya. Kawasan ini terletak di bagian barat Kota Bogor dan waktu tempuh dari Kota Bogor ±1 jam. Saat ini Kawasan GKC dimanfaatkan sebagai area penambangan dan perkebunan, akibatnya kelestarian GKC ini terancam. Di beberapa bagian gunung kapur tinggal tersisa bekas-bekas penambangan. Agar potensi wisata dapat dikembangkan dan kelestariannya dapat dipertahankan maka sangat diperlukan suatu perencanaan lanskap pada kawasan ini. Studi ini bertujuan untuk merencanakan kawasan GKC sebagai kawasan wisata terpadu dengan menyediakan ruang-ruang wisata yang disertai dengan jalur-jalur sirkulasi dan fasilitas penunjang. Metode yang digunakan dalam studi ini mengikuti tahapan perencanaan yang dikemukakan oleh Gold (1980). Tahapan ini meliputi, persiapan, pengumpulan data, analisis, sintesis, dan perencanaan. Analisis yang digunakan mengacu pada Gunn (1994) berdasarkan nilai kepekaan dan kelangkaan sumberdaya yang ada di GKC. Studi ini dibatasi pada tahap perencanaan dengan hasil akhir berupa landscape plan. GKC secara administratif terletak di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Secara geografis GKC terletak pada 106˚ 32’ 0” BT – 106˚ 35’ 46” BT dan 6˚ 36’ 0” LS – 6˚ 55’ 46” LS. Kawasan ini memiliki luas ±470 Ha dan dikelilingi oleh perkebunan, permukiman dan sawah. Tapak terletak di ketinggian 200 m dpl dengan titik tertinggi 354 m dpl. Secara umum kondisi iklim kawasan GKC cukup sesuai sebagai kawasan wisata. Analisis yang dilakukan meliputi analisis biofisik, budaya, dan sumberdaya wisata baik alam maupun budaya berdasarkan nilai kepekaan dan kelangkaan. Dilihat dari kemiringan lahan dan jenis tanah maka didapatkan kepekaan lahan untuk erosi. Area yang tidak peka dapat dijadikan area wisata intensif, dan dapat dibangun fasilitas wisata, sedangkan area yang peka dijadikan kawasan konservasi. Tapak dialiri oleh Sungai Ciaruteun dengan air terjun dan mata air hangatnya. Vegetasi dan satwa yang terdapat di GKC terbagi menjadi dua yaitu satwa endemik dan non endemik. Terdapat bekas peninggalan kerajaan Siliwangi dan kesejarahan, dengan aspek sosial budaya yang bernilai tinggi. GKC juga dijumpai potensi sosialbudaya unik dan langka, hal ini ditandai dengan situs kesejarahan dan cerita mitos-mitos yang ada mengenai Gunung Kapur ini. Banyaknya potensi sumberdaya manusia yang ada di kawasan ini dapat mendukung adanya penyediaan tenaga kerja pendukung kegiatan pelayanan (service) bagi wisata. Aspek budaya yang potensial di kawasan ini antara lain: pasar, kehidupan masyarakat tani, kegiatan penambangan, dan perkebunan. Budaya tersebut dapat dijadikan atraksi bagi pengunjung.
Sumberdaya wisata yang terdapat di GKC ini terbagi menjadi dua, yaitu sumberdaya wisata alam dan budaya. Sumberdaya wisata alam antara lain: Gunung Kapur, Batu Roti, Sungai Ciaruteun, air terjun Ciaruteun, mata air hangat, camping ground, tebing Ciampea, Gua AC, dan kualitas visual tapak. Sumberdaya wisata budaya meliputi kesejarahan budaya dan sosial budaya Gunung Kapur, pasar, sawah, pertambangan dan perkebunan. Berdasarkan analisis faktor biofisik, sosial-budaya-ekonomi, dan sumber daya wisata maka diperoleh skor terendah sebesar 5-7. Area ini dapat dikembangkan untuk pendukung wisata. Area yang memiliki skor 8-10 dapat dikembangkan untuk wisata penunjang. Daerah yang dikembangkan untuk wisata utama adalah area yang memiliki nilai skor 11-13, yang mencakup seluruh GKC. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan maka diperlukan beberapa upaya agar nilai kealamiahan dan budaya tetap bertahan atau lestari. Usaha tersebut dilakukan dengan cara mempertahankan dan mengembangkan potensi pada tapak serta memecahkan masalah melalui berbagai alternatif tindakan, sehingga kawasan GKC tetap terjaga kelestariannya. Nilai kealamiahan dibentuk dengan mempertahankan kondisi yang telah ada dan mengkonservasi area-area yang rawan longsor. Selain itu dengan membatasi aktivitas wisata pada area yang rawan seperti mata air dan Gunung Kapur. Fungsi budaya dijaga dengan memelihara bekas-bekas peninggalan zaman kerajaan, mempertahankan area persawahan dan perkebunan. Konsep dasar perencanaan yang dibuat yaitu mengembangkan kawasan GKC sebagai kawasan wisata terpadu yang memadukan wisata dengan kegiatan yang menunjang keberlanjutan kondisi biofisik Gunung Kapur. Selain itu perencanaan ini juga mengembangkan fungsi-fungsi seperti : fungsi wisata, fungsi konservasi, fungsi pendidikan. Pengembangan konsep dasar terdiri dari pengembangan konsep ruang, sirkulasi, aktivitas wisata, dan fasilitas. Penataan ruang dimaksudkan untuk mengakomodasikan fungsi-fungsi pada tapak agar tidak saling mengganggu. Konsep sirkulasi yang dikembangkan pada dasarnya ditujukan untuk menghubungkan ruang-ruang pada tapak untuk menunjang aktivitas di dalam tapak, dengan mempertimbangkan fungsi-fungsi yang telah ditentukan. Konsep aktivitas wisata yang dikembangkan merupakan wisata pendidikan dan petualangan, sehingga kawasan ini mampu memberikan pengetahuan mengenai kawasan karst serta pengetahuan konservasi dan pengalaman berkunjung ke kawasan wisata alam dan budaya. Untuk mendukung aktivitas wisata perlu direncanakan fasilitas pada area penunjang wisata seperti penyediaan pintu gerbang, pusat informasi dan tempat pengelola atau pengawasan, tempat parkir, tempat makan dan penyewaan alat-alat wisata alam, mushala, toilet dan lain sebagainya. GKC direncananakan sebagai suatu kawasan wisata terpadu yang mampu mengakomodasikan kegiatan wisata alam dan budaya namun turut melestarikan nilai ekologis bagi keberlangsungan biofisik tapak. Perencanaan meliputi rencana tata ruang, rencana sirkulasi dan tata letak fasilitas penunjang. Perencanaan ruang penerimaan adalah seluas 6.9 Ha. Ruang pelayanan direncanakan seluas 18.4 Ha. Area wisata seluas 14 Ha, sedangkan area terbesar adalah area penyangga 329,4 Ha dan area konservasi seluas 142,1 Ha.
Jalur sirkulasi pada tapak ini ada dua bagian, yaitu jalur sirkulasi primer dan sekunder. Jalur sirkulasi primer merupakan jalur utama yang dapat dilalui kendaraan dengan bebas secara dua arah. Sirkulasi sekunder menghubungkan antar ruang pada tapak, jalur ini berupa jalur pejalan kaki dan jalur interpretasi. Jalur interpretasi berfungsi untuk memudahkan pengunjung untuk memilih sendiri objek wisata mana yang akan dikunjungi. Jalur ini juga terbagi menjadi jalur sebagai trotoar dan jalur untuk interpretasi atau jalur untuk hiking. Aktivitas wisata yang dikembangkan pada tapak merupakan aktivitas yang bersifat rekreatif dan edukatif, selain itu juga menanamkan nilai-nilai mengenai kelestarian. Kegiatan wisata dibagi menjadi paket wisata yang dibedakan berdasarkan jarak tempuh dan ketersediaan waktu untuk berwisata. Paket pertama ditujukan untuk pengunjung yang tidak mampu menjelajah kawasan GKC atau hanya ingin melakukan aktifitas wisata tertentu. Paket ini diberikan alternatif objek atau aktivitas yang dikunjungi. Paket wisata kedua diperuntukkan bagi pengunjung yang ingin mengunjungi keseluruhan kawasan GKC ini. Perencanaan berbagai fasilitas disesuaikan dengan berbagai aktifitas yang dikembangkan dalam masing-masing ruang. Fasilitas yang dialokasikan dalam tapak harus dapat menunjang tujuan pengembangan tapak serta mampu menampung kebutuhan pengunjung. Adapun fasilitas yang direncanakan antara lain: pintu gerbang, area parkir, gedung pengelola, pusat informasi, ruang multimedia, bangku taman, shelter, menara pandang, jalan setapak, kios-kios, mushola, dan toilet.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2010 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya
PERENCANAAN LANSKAP GUNUNG KAPUR CIBADAK CIAMPEA BOGOR SEBAGAI KAWASAN WISATA TERPADU
PUPUT NOVIANA
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
Judul Penelitian Nama Mahasiswa NRP Departemen
: Perencanaan Lanskap Gunung Kapur Cibadak Ciampea Bogor Sebagai Kawasan Wisata Terpadu : Puput Noviana : A44053759 : Arsitektur Lanskap
Disetujui, Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Afra D. N. Makalew, MSc. NIP. 19650119 198903 2 001
Vera Dian Damayanti, SP. MLA NIP. 19740716 200604 2 004
Diketahui, Ketua Departemen Arsitektur Lanskap
Dr. Ir. Siti Nurisjah, M.SLA NIP. 19480912 197412 2 001
Tanggal Lulus: 18 Januari 2010
RIWAYAT HIDUP Puput Noviana lahir di Jakarta pada tanggal 17 Januari 1987. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Eko Henri Martanto dan Ibu Ningrum. Pendidikan sekolah dasar diselesaikan di SDN Batan Indah pada tahun 1999. Pada tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan menengah di SLTPN 4 Serpong, kemudian melanjutkan pendidikannya di SMUN 1 Serpong dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selanjutnya pada tahun 2006, penulis memilih Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian sebagai urutan pertama dalam pemilihan Mayor Minor, dan akhirnya diterima. Selama masa kuliah, penulis ikut serta dalam Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (HIMASKAP) sebagai staf divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) pada tahun 2006-2007. Penulis juga aktif ikut serta dalam organisasi teater serta berbagai kepanitiaan di tingkat departemen fakultas serta IPB. Pada pertengahan tahun 2007 penulis melakukan magang di Damai Indah Golf. Pada tahun 2008 Penulis mengikuti beberapa perlombaan perancangan taman kota di Jakarta. Selain itu penulis menjadi asisten mahasiswa mata kuliah Pengantar Seni dan Arsitektur tahun 2008 serta Dasar-Dasar Arsitektur Lanskap pada tahun 2009.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Pertanian pada Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1.
Ibu Dr. Ir. Afra D. N. Makalew, MSc dan Ibu Vera Dian Damayanti, SP. MLA selaku dosen pembimbing skripsi atas arahan, saran serta kesabaran dalam membimbing penulis sejak penyusunan usulan penelitian, pelaksanan, hingga penyusunan skripsi ini.
2.
Bapak Ir. Qadarian Pramukanto, MS selaku dosen penguji atas masukan bagi perbaikan skripsi ini.
3.
Dosen pembimbing akademik, Dr.Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr. Terimakasih atas arahan dan bimbingannya selama masa perkuliahan.
4.
Bapak Taing di Ciampea dalam proses pengambilan data.
5.
Mama, Papa, serta adik-adikku tercinta Pipit Enggartati dan Galih Ingkang Rahayu untuk dukungan dan kesabarannya.
6.
Endri Priyanto untuk setiap kebaikan dan semangat yang diberikan kepada penulis. Never Give Up!!!
7.
Rekan Penelitian Lia, Iqbal, Oteph yang berjuang bersama.
8.
Bapo, Rindha, Unee, Ian, Indah, Sammy, Azi, Nanang, terimakasih telah menjadi sayap disaat-saat terapuh..
9.
Kostan Diastin, Engkist, Nila, Tanjung, Poppy, Uut, Dianty, Pipeh, Chika, Novi, Nisha, Tata, Fanny, Liza, Nopi, Echi untuk kebersamaan dan keceriaannya.
10. Landscape 42 (Thicute, Boep, Dinong, Nando, M, Diar, Mas Bay, Tika, Chan2, Rizka, Dhofir, Hudi, Matz, Nawir, CF, Dara, Bang Dian, Oom, Anya, Dika, Fajar, Nina, Arsyad, Echa, Megami, Lovega, Zai, Phe2l, Cindy, Frans, Icha, Farida, Uli, Imoet, Endah, Jane, Joko, Ferbi, Uthe, Vabi, Dewi, Manda, Danand, Yola, Heru), terimakasih atas hari-hari yang akan menjadi kisah klasik untuk masa depan.
i
11. Mas Imam LA 38 (terimakasih atas printernya), mas Zaenal LA 39, mas Yudi LA 39 atas bantuan dan pengertiannya. 12. Kakak dan adik tingkat LA 39, LA 40, LA 41, LA 43, LA 44, LA 45 untuk kekompakannya di Arsitektur Lanskap. 13. Staff Departemen Arsitektur Lanskap atas bantuan dan dukungannya. 14. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu kelancaran studi ini. Penulis berharap agar hasil penelitian ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan sebagai masukan bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Januari 2010
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................
i
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
ii
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
ii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
iv
I. PENDAHULUAN 1.1 1.2 1.3 1.4
Latar Belakang ................................................................................... Tujuan Penelitian ............................................................................... Manfaat Penelitian ............................................................................. Kerangka Berpikir ..............................................................................
1 2 3 3
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6
Lanskap ............................................................................................. Wisata Terpadu .................................................................................. Potensi Wisata .................................................................................... Perencanaan Lanskap dan Proses Perencanaan Lanskap ................. Perencanaan Lanskap Wisata ............................................................. Karst ...................................................................................................
4 5 6 8 11 12
III. METODOLOGI 3.1 3.2 3.3 3.4
Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ Bahan dan Alat ................................................................................... Batasan Studi...................................................................................... Metode Penelitian ..............................................................................
14 14 14 15
IV. KONDISI UMUM TAPAK 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6
Letak, Luas dan Batas Tapak ............................................................. Iklim ................................................................................................... Kenyamanan....................................................................................... Akustik ............................................................................................... Penggunaan Lahan ............................................................................. Pengunjung.........................................................................................
20 20 24 25 25 27
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Data dan Analisis ............................................................................... 5.1.1 Aksesibilitas ............................................................................. 5.1.2 Faktor Biofisik ......................................................................... 5.1.3 Faktor Budaya .......................................................................... 5.1.4 Sumber Daya Wisata ............................................................... 5.1.5 Fasilitas Wisata Eksisting ........................................................ 5.1.6 Hasil Penilaian Analisis ............................................................ 5.2 Sintesis ............................................................................................... 5.3 Konsep Dasar .....................................................................................
28 28 28 43 47 56 58 61 63
5.4 Konsep Pengembangan ...................................................................... 5.4.1 Konsep Ruang .......................................................................... 5.4.2 Konsep Sirkulasi ...................................................................... 5.4.3 Konsep Aktivitas Wisata.......................................................... 5.4.4 Konsep Fasilitas ....................................................................... 5.5 Perencanaan ........................................................................................ 5.5.1 Rencana Ruang ......................................................................... 5.5.2 Rencana Sirkulasi...................................................................... 5.5.3 Rencana Aktifitas ...................................................................... 5.5.4 Rencana Fasilitas ...................................................................... 5.5.5 Rencana Daya Dukung .............................................................
65 65 67 69 70 70 80 82 83 85 89
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ........................................................................................ 6.2. Saran...................................................................................................
92 93
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
94
LAMPIRAN ....................................................................................................
97
DAFTAR GAMBAR Nomor
Teks
Halaman
1. Kerangka Pikir Penelitian ....................................................................
3
2. Peta Lokasi Penelitian ..........................................................................
14
3. Proses perencanaan menurut Gold (1980) ...........................................
15
4. Peta Luas dan Batas .............................................................................
21
5. Grafik Rata-Rata Suhu Tahun 1998-2008............................................
22
6. Grafik Rata-Rata Curah Hujan Tahun 1998-2008 ...............................
22
7. Grafik Rata-Rata Hari Hujan Tahun 1998-2008 ..................................
22
8. Grafik Rata-Rata Kelembaban Udara Tahun 1998-2008 .....................
23
9. Grafik Rata-Rata Lama Penyinaran Tahun 2008 .................................
23
10. Grafik Rata-Rata Kecepatan Angin Tahun 2008 ................................
24
11. Peta Tata Guna Lahan ..........................................................................
26
12. Pengunjung Gunung Kapur ..................................................................
27
13. Peta Aksesibilitas .................................................................................
29
14. Aksesibilitas Menuju Tapak.................................................................
28
15. Peta Tanah ............................................................................................
31
16. Peta Topografi ......................................................................................
33
17. Peta kemiringan Lahan.........................................................................
34
18. Peta Analisis Kepekaan Lahan .............................................................
36
19. Peta Analisis Hidrologi ........................................................................
37
20. Vegetasi Sekitar Gunung Kapur...............................................................
38
21. Vegetasi Gunung Kapur yang didominasi semak .......................................
39
22. Peta Analisis Vegetasi dan Satwa ........................................................
42
23. Peta Tapak Arkeologi...........................................................................
44
24. Peta Potensi Kebudayaan .....................................................................
46
25. Peta Sosial Ekonomi ............................................................................
48
26. Mulut Gua di Puncak Gunung Kapur...................................................
50
27. Batu Roti ..............................................................................................
51
28. View menuju tapak ...............................................................................
52
29. View dari Gunung Kapur ke arah Selatan ............................................
52
30. Peta Sumber Daya Wisata ....................................................................
55
31. Tracking menuju puncak Gunung Kapur .............................................
56
32. Pendopo ................................................................................................
57
33. Mushala di puncak Gunung Kapur ......................................................
57
34. Peta Komposit ......................................................................................
60
35. Block Plan ............................................................................................
62
36. Konsep Wisata Terpadu .......................................................................
64
37. Diagram konsep ruang .........................................................................
65
38. Diagram konsep sirkulasi .....................................................................
68
39. Concept Plan ........................................................................................
71
40. Rencana Lanskap .................................................................................
72
41. Detail Plan Area 1 ................................................................................
73
42. Detail Plan Area 2 ................................................................................
74
43. Detail Plan Area 3 ................................................................................
75
44. Detail Plan Area 4 ................................................................................
76
45. Detail Plan Area 5 ................................................................................
77
46. Potongan Tampak 1 .............................................................................
78
47. Potongan Tampak 2 .............................................................................
79
48. Aktifitas yang dapat dikembangkan pada tapak...................................
85
49. Ilustrasi Gerbang Masuk Kawasan Gunung Kapur ..............................
86
50. Parkir Kendaraan 45˚ (Chiara dan Koppelman, 1997)........................
87
51. Ilustrasi Tong Sampah Kawasan Gunung Kapur .................................
89
DAFTAR TABEL Nomor
Teks
Halaman
1. Jenis, Bentuk dan Sumber Data ............................................................
16
2. Asumsi Spasial untuk Peta Faktor Sumber Daya Gunung Kapur Cibadak Ciampea ..........................................................
18
3. Perhitungan Nilai THI ...........................................................................
24
4. Jenis tanaman bawah di GKC ...................................................................
40
5. Hasil Skoring Kawasan GKC.................................................................
58
6. Luas Penggunaan Ruang di GKC .........................................................
80
7. Hubungan Antara Fungsi, Aktivitas, dan Fasilitas................................
81
8. Rencana Sirkulasi dalam Kawasan Gunung Kapur ..............................
83
9. Alternatif Paket Wisata Kawasan GKC ................................................
84
10. Rencana Fasilitas pada Kawasan GKC ...............................................
85
11. Daya Dukung Fasilitas .........................................................................
90
12. Daya Dukung Kawasan ........................................................................
90
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Teks
Halaman
1. Tabel Iklim Kawasan GKC ....................................................................
98
2. Kuisioner Pengunjung Kawasan GKC ...................................................
99
3. Hasil kuisioner tentang identitas, persepsi, dan preferensi pengunjung kawasan GKC ..................................................................... 102
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata di Indonesia semakin berkembang, yang ditunjukkan dengan bertambahnya daerah wisata yang ada di Indonesia. Selain itu bertambahnya jenisjenis wisata yang baru membuat wisatawan menjadi tertarik untuk mencoba wisata tersebut. Indonesia
memiliki
beragam
sumberdaya
yang
mampu
dijadikan
sumberdaya wisata. Sumberdaya yang dimiliki antara lain sumberdaya alam dan kekayaan budayanya. Beragamnya kekayaan sumberdaya alam dan budaya seharusnya dapat dikembangkan sebagai aset untuk industri wisata, apalagi setiap daerah memiliki daerah yang berpotensi dijadikan kawasan wisata. Kawasan wisata memiliki keadaan alam dengan sumberdaya wisata yang dibangun dan dikembangkan sehingga mempunyai daya tarik untuk dikunjungi wisatawan (Gunn, 1994). Sumberdaya wisata dapat dikembangkan menjadi berbagai jenis wisata, antara lain wisata alam, wisata sejarah, wisata bahari dan sebagainya. Pada setiap wilayah terdapat beberapa sumberdaya wisata yang berbeda-beda. Banyak konsep wisata yang telah dikembangkan, salah satunya adalah wisata terpadu. Wisata terpadu adalah memadukan berbagai jenis wisata ataupun memadukan wisata dengan kegiatan lain yang mendukung wisata tersebut sehingga benilai lebih. Ada konsep lain yang serupa dengan wisata terpadu yaitu geotourism dimana, wisata yang praktis seperti di Iguazu Falls, Amerika Selatan. Wisata ini menawarkan karakter geografi tempat seperti budaya, lingkungan, warisan sejarah. Terdapat 13 prinsip dalam geotourism, salah satunya adalah konservasi (Wikipedia, 2010). Berdasarkan konsep wisata ini maka konsep wisata terpadu yang dibuat mngacu pada konsep geotourism. Suatu obyek wisata akan mempunyai akses pasar apabila dapat dikemas dalam suatu paket wisata bersama objek-objek lain di lokasi tersebut ataupun bersama obyek lain yang dapat dikaitkan menjadi satu kemasan/paket kunjungan bagi orang yang berwisata. Dengan dikemasnya beberapa objek wisata, akan memudahkan bagi para penyelenggara kegiatan wisata (tour operators) maupun
2
para wisatawan (tourist) untuk memilih sesuai dengan waktu yang tersedia dan persiapan yang dimiliki. Kabupaten Bogor adalah salah satu wilayah yang memiliki sumberdaya wisata yang berpotensi dijadikan sebagai kawasan wisata. Ada beberapa kecamatan yang telah dijadikan sebagai kawasan wisata. Kecamatan Ciampea merupakan daerah di bagian barat Kabupaten Bogor yang dijadikan kawasan wisata. Potensi wisata yang banyak terdapat di Ciampea rata-rata adalah jenis wisata alam, namun adapula jenis wisata budaya yang jumlahnya tidak sebanyak wisata alam. Kawasan Gunung Kapur Cibadak (GKC) yang terletak di Ciampea ternyata menyimpan banyak potensi yang masih belum diketahui banyak wisatawan. Sumberdaya wisata yang terdapat di Ciampea antara lain, sungai, air terjun, sumber air panas, gua dan gunung kapur yang terletak di Ciampea. Berbagai potensi yang ada di kawasan ini dapat dikembangkan sebagai kawasan wisata terpadu namun belum dikelola dengan baik. Perencanaan pada daerah GKC perlu dilakukan agar tercipta suatu lanskap yang dapat memanfaatkan potensi wisata yang telah ada agar meningkatkan pendapatan daerah dan memberi nilai jual yang lebih terhadap suatu daerah serta mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar GKC. Selain itu dengan adanya perencanaan ini GKC akan lestari.
1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk merencanakan lanskap GKC sebagai kawasan wisata terpadu, dengan menyediakan ruang-ruang wisata yang dilengkapi dengan jalur sirkulasi dan sarana penunjang. Adapun tujuan khusus antara lain: 1. Mengidentifikasi
aspek
biofisik,
sejarah-sosial-budaya
serta
sumberdaya wisata di GKC dan sekitarnya. 2. Menganalisis aspek biofisik, sejarah-sosial-budaya serta sumberdaya wisata berdasarkan kepekaan, keunikan dan kelangkaan pada lanskap GKC dan sekitarnya. 3. Merencanakan lanskap GKC dan sekitarnya sebagai kawasan wisata terpadu dengan mempertimbangkan daya dukung kawasan.
3
1.3 Manfaat Hasil penelitian ini berupa rencana kawasan wisata diharapkan dapat berguna sebagai: 1. Masukan
rencana
pengembangan
kawasan
wisata
bagi
pemerintah setempat. 2. Bahan pertimbangan dalam usaha pelestarian sumberdaya wisata. 3. Masukan
bagi
masyarakat
setempat
untuk
peningkatan
kesejahteraan.
1.4 Kerangka Pikir Adapun kerangka pikir dalam melakukan penelitian ini sebagai berikut.
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Menurut Simond (1983) lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dengan karakter lanskap tersebut. Dalam hal ini indera manusia memegang peranan penting dalam merasakan suatu lanskap. Menurut Hubbard dan Kimball dalam Laurie (1990), arsitektur lanskap adalah seni yang fungsi terpentingnya untuk menciptakan dan melestarikan keindahan lingkungan di sekitar tempat hidup manusia dan pada pemandangan alam yang lebih luas lagi. Setiap tempat memiliki bentukan dan karakter lanskap yang berbeda baik terbentuk secara alami ataupun buatan. Karakter lanskap alami terdiri atas banyak tipe, antara lain: gunung, bukit, lembah, hutan, padang rumput, aliran air, rawa, laut danau, dan padang pasir. Karakter ini terbentuk oleh adanya kesan harmoni atau kesatuan antara elemen-elemen lanskap yang ada di alam seperti suatu bentuk lahan, formasi batuan, vegetasi, dan fauna. Derajat dari harmoni atau kesatuan dari bermacam elemen lanskap tidak hanya diukur dari kesan menyenangkan yang akan ditimbulkan, tetapi juga dari ukuran kualitas yang disebut dengan keindahan. Keindahan dapat diartikan sebagai hubungan harmoni yang nyata dari keseluruhan komponen perasaan (Simonds, 1983).
2.2 Wisata Terpadu Menurut Organisasi Wisata Dunia dalam Holden (1991) wisata terdiri dari aktivitas perjalanan seseorang dan tinggal pada tempat di luar lingkungan mereka juga tidak berkaitan dengan liburan tahunan, bisnis, atau tujuan lain. Kawasan wisata memiliki keadaan alam dengan sumberdaya wisata yang dibangun dan dikembangkan sehingga memiliki daya tarik untuk dikunjungi wisatawan (Gunn, 1994). Aktifitas wisata merupakan pergerakan sementara dari manusia dengan jarak lebih dari 80-160 km dari tempat tinggal atau pekerjaan rutinitasnya menuju suatu tempat tertentu, dimana aktifitas tersebut dilakukan pada saat mereka berada
5
pada
tempat
yang
dituju
dan
ada
fasilitas
yang
disediakan
untuk
mengakomodasikan keinginan mereka (Gunn, 1994). Menurut Susantio (2003) perlu dikembangkan jenis-jenis pariwisata sesuai kondisi suatu daerah. Misalnya wisata bahari/tirta, wisata sejarah, wisata arkeologi, wisata budaya, wisata agama, wisata ziarah, wisata kesehatan, wisata werdha (orang tua), wisata remaja, wisata perkebunan (wisata agro), wisata nostalgia, wisata pendidikan/ilmiah, wisata alam, wisata petualangan, wisata dirgantara, wisata berburu, wisata belanja, dan wisata industri. Adapun bentuk-bentuk wisata menurut Gunn (1994) dikembangkan dan direncanakan berdasarkan hal berikut: a. Kepemilikan (ownership) atau pengelolaa areal wisata tersebut yang dapat dikelompokkan ke tiga sektor yaitu badan pemerintah, organisasi nirlaba, dan perusahaan komersial. b. Sumberdaya, yaitu: alam dan budaya c. Perjalanan wisata/lama tinggal d. Tempat kegiatan yaitu di dalam ruangan atau di luar ruangan e. Wisata utama/wisata penunjang f. Daya dukung tapak dengan tingkat penggunaan pengunjung yaitu: intensif, semi intensif, dan ekstensif Wisata terpadu merupakan usaha memadukan berbagai jenis wisata dengan potensi wisata yang terdapat pada suatu kawasan. Wisata terpadu menjadi salah satu dari usaha wisata yang berkembang saat ini. Jenis wisata ini memadukan berbagai wisata yang dikemas dalam satu paket wisata. Kawasan wisata terpadu adalah suatu kawasan wisata yang menyediakan berbagai sarana, obyek dan daya tarik wisata serta jasa pariwisata yang terletak di suatu kawasan (Perda Batam, 2003). Banyak daerah di Indonesia yang telah mengembangkan wisata terpadu seperti Provinsi Banten dengan menawarkan cagar budaya, wisata air dan wisata taman batu di Kecamatan Sajira Kabupaten Lebak. Selain daerah Banten adapula wisata terpadu yang ditawarkan di daerah Lamongan yaitu wisata terpadu bahari dimana menawarkan jenis wisata air. Selain kedua daerah tersebut banyak daerah yang mengembangkan jenis wisata ini, salah satu yang sudah berjalan adalah Batam. Dari setiap daerah yang telah
6
mengembangkan jenis wisata ini yang terpenting adalah perlunya suatu studi pendahuluan agar dalam mengembangkan kawasan ini tidak sulit karena masalah yang
timbul
di
kawasan
ini
adalah
masalah
pengelolaan
(Wisata nusantara.com, 2009).
2.3 Potensi Wisata Langkah pokok dalam melakukan kajian potensi objek dan daya tarik wisata adalah lewat identifikasi dan tidak terlepas dari objek tersebut. Daya tarik memiliki sifat relatif dan tergantung dari orang yang melihat, dalam hal ini wisatawan. Dengan demikian, menarik tidaknya suatu objek berkaitan erat dengan latar belakang budaya wisatawan, dan ini perlu diperhatikan pada saat tahap identifikasi objek wisata (Raharjana, 2009). Menurut Raharjana (2009) ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan berkenaan dengan daya tarik dari suatu objek wisata. Aspek-aspek ini merupakan sisi objek yang dapat dikatakan menarik. Beberapa diantaranya adalah: (1) Keunikan Suatu objek wisata biasanya menjadi menarik antara lain karena keunikannya, kekhasannya, keanehannya. Artinya objek ini sulit didapatkan kesamaannya atau tidak ada dalam masyarakat-masyarakat yang lain. Aspek keunikan ini seringkali terkait dengan sejarah dari objek itu sendiri, baik itu sejarah dalam arti yang sebenarnya maupun sejarah dalam arti yang lebih mitologis. Oleh karena itu dalam mengidentifikasi objek-objek wisata aspek keunikan ini perlu diperhatikan, karena ini dapat menjadi daya tarik yang kuat bagi wisatawan. (2) Estetika Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah aspek keindahan, dan ini merupakan unsur yang paling penting dari suatu objek wisata untuk dapat menarik wisatawan. Aspek keindahan ini sangat perlu diperhatikan dalam proses pengembangan suatu objek wisata. Suatu objek yang tidak unik dapat saja menarik banyak wisatawan karena keindahan yang dimilikinya. Bilamana
7
keindahan ini menjadi sangat menonjol, maka keindahan tersebut kemudian menyatu dengan keunikan, dan membuat objek tersebut semakin menarik. (3) Keagamaan Suatu objek wisata bisa saja tidak unik, tidak menarik, namun mempunyai nilai keagamaan yang tinggi. Artinya, objek tersebut dipercaya sebagai objek yang bersifat suci, wingit, atau mempunyai kekuatan supernatural tertentu, yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Aspek keagamaan ini perlu diperhatikan ketika identifikasi dan promosi dilakukan, karena wisatawan tertentu seringkali tertarik oleh hal-hal semacam ini. (4) Ilmiah Suatu objek wisata juga dapat menarik banyak wisatawan karena nilai ilmiah atau nilai pengetahuan yang tinggi, yang dimilikinya, walaupun unsur unik, estetis, dan keagamaannya kurang. Namun demikian, nilai ilmiah yang tinggi dari objek wisata tersebut pada dasarnya juga merupakan bagian dari keunikannya. Aspek ilmiah ini juga perlu diperhatikan dalam proses identifikasi, pengembangan dan promosi objek wisata tersebut, karena ini merupakan salah satu potensi yang dapat dimanfaatkan untuk menarik lebih banyak wisatawan. Daya tarik sebuah objek wisata akan semakin kuat bilamana berbagai elemen penarik tersebut hadir bersama-sama. Jika tidak, maka dalam proses pengembangan dan promosi elemen-elemen yang masih kurang menonjol hendaknya diperkuat lagi agar objek tersebut mampu menarik wisatawan lebih banyak
lagi.
Selanjutnya
dalam
mengidentifikasi
suatu
objek
perlu
memperhatikan tiga hal, yakni: kriteria atau patokan yang digunakan dalam identifikasi, metode identifikasi, dan dokumentasi hasil identifikasi. Bagian pertama, kriteria identifikasi didasarkan kepada sifat objek yang diidentifikasi. Berdasarkan sifatnya, objek wisata terbagi menjadi dua : a. Objek material (benda) Sebagai contoh, objek budaya material adalah objek-objek yang mencakup hasil perilaku manusia, seperti rumah, barang kerajinan, ataupun objek alam yang direkayasa manusia.
8
b. Objek non material (aktivitas) Objek non material sifatnya lebih mengarah pada aktivitas manusia, baik itu aktivitas yang rutin, ataupun yang jarang dilakukan dan berlangsung karena ada sesuatu atau waktu-waktu yang khusus. Kedua, metode identifikasi objek wisata yang dilakukan seperti halnya ketika melakukan penelitian diantaranya pengamatan dan survai lapangan, pengamatan dengan partisipasi observasi, dan wawancara mendalam.
4.4 Perencanaan Lanskap dan Proses Perencanaan Lanskap Perencanaan adalah suatu proses sintesis yang kreatif tanpa akhir dan dapat ditambah, juga merupakan proses yang rasional dan evolusi yang teratur. Perencanaan merupakan urutan-urutan pekerjaan yang panjang dan terdiri dari bagian-bagian pekerjaan yang saling berhubungan dan berkaitan. Semua bagian tersebut tersusun sedemikian rupa sehingga apabila terjadi perubahan pada satu bagian, maka akan mempengaruhi bagian yang lain (Simonds, 1983). Perencanaan tapak (lanskap) adalah suatu kompromi antara penyesuaian tapak dan adaptasi program terhadap kondisi tapaknya. Kemudian dijelaskan dengan lebih rinci bahwa perencanaan lanskap merupakan suatu proses melengkapi, menempatkan dan menghubungkan program-program satu dengan lainnya, dengan kerusakan minimum, dilengkapi dengan imajinasi serta kepekaan terhadap implikasi-implikasi pada analisis tapak. Hubungan timbal balik antara program dan tapak akan menghasilkan rencana tata guna lahan. Rencana ini akan memperihatkan dimana program secara spesifik dapat ditampung dalam tapak dan bagaimana proyek tersebut dihubungkan dengan lingkungan di sekitarnya (Laurie, 1990). Perencanaan lanskap merupakan suatu penyesuaian antara lanskap dan program yang akan dikembangkan untuk menjaga ekosistem dan pemandangan lanskap sehingga tercapai penggunaan terbaik (Mars,1983). Perencanaan tapak adalah sebuah proses dimana analisa tapak dan persyaratan-persyaratan program untuk maksud kegunaan tapak dibahas secara bersama didalam proses sintesa yang kreatif. Elemen-elemen dan fasilitas-fasilitas ditempatkan pada tapak sesuai
9
dengan perhubungan fungsionalnya dan dalam suatu cara yang benar-benar tanggap terhadap karakteristik-karakteristik tapak dan wilayahnya (Laurie,1990). Nurisjah
dan
Pramukanto
(1995)
menyatakan
bahwa
pendekatan
perencanaan harus efektif untuk menyediakan segala bentuk pelayanan dan ruang bagi manusia dan penggunanya. Pada awal proses perencanaan dimulai dengan memperhatikan, menafsirkan, dan menjawab kepentingan dan kebutuhan manusia dan mengakomodasi berbagai kepentingan ke produk (lahan) yang direncanakan seperti antara lain untuk mengkreasikan dan merencanakan secara fisik berbagai bentuk pelayanan, fasilitas, dan berbagai bentuk pelayanan sumber daya yang tersedia lainnya serta nilai-nilai budaya manusia. Menurut Nurisjah dan Pramukanto (1995), pada awalnya, proses perencanaan dimulai dengan memperhatikan, menafsirkan dan menjawab kepentingan
dan
kepentingan
ini
kebutuhan ke
produk
manusia, (lahan)
dan yang
mengakomodasikan direncanakan,
berbagai
seperti
untuk
mengkreasikan dan merencanakan secara fisik berbagai bentuk pelayanan, fasilitas, dan berbagai bentuk pemanfaatan sumber daya tersedia lainnya serta nilai-nilai
budaya
manusia.
Pada
tahapan
perencanaan
selalu
terdapat
kemungkinan adanya perubahan yang diakibatkan oleh penyesuaian kepentingan dan beberapa hal yang tidak dapat dihindari. Sejauh tetap menunjang tujuan yang direncanakan pada awal, perubahan-perubahan ini masih dapat ditoleransi atau diakomodasikan. Adapun tahapan dalam proses perencanan lanskap menurut Nurisjah dan Pramukanto (1995) : 1. Persiapan Tahap ini merupakan tahap awal sebelum memasuki tahapan proses perencanaan. Produk utama dari tahapan ini adalah suatu usulan kegiatan kerja, yang memuat : a. Jadwal kerja kegiatan perencanaan b. Rencana biaya pelaksanaan kegiatan perencanaan c. Produk perencanaan yang akan dihasilkan
10
2. Pengumpulan Data dan Informasi Pada tahap ini dikumpulkan semua data dan informasi pembentuk tapak serta data dan informasi lain yang diduga akan mempengaruhi tapak dan perencanaan yang akan mempengaruhi tapak dan perencanaan yang akan dibuat pada tapak. Seluruh data yang dikumpulkan, dalam bentuk data primer maupun data sekunder, dapat berasal atau diukur secara fisik dari tapak sendiri atau dapat berasal dari luar tapak. Semua data yang terkumpul dapat disajikan dalam berbagai bentuk (gambar, peta, tulisan dan lainnya) sejauh memberikan informasi terpakai mengenai kondisi tapak. Data yang dikumpulkan dapat dibagi lima kelompok: a. Data fisik b. Data biota dan habitat c. Data sosial d. Data finansial e. Data mengenai berbagai peraturan dan undang-undang 3. Analisis Berdasarkan data dan informasi yang dikumpulkan dilakukan analisis terhadap berbagai aspek dan faktor yang berperan terhadap keindahan dan kelestarian rencana pada tapak/lahan tersebut sehingga dapat diketahui masalah, hambatan, potensi serta berbagai tingkat kerawanan dan kerapuhan dari lahan atau lanskap tersebut. Secara kualitatif deskriptif, data dikelompokkan menjadi kelompok yang menyajikan: a. Potensi tapak b. Kendala tapak c. Amenities tapak d. Danger signal tapak Secara kuantitatif, dihitung daya dukung dari sumberdaya yang akan dikembangkan untuk tujuan dan fungsi yang diinginkan. Suatu tapak atau lanskap sebaiknya dikembangkan sampai batas daya dukungnya terutama untuk menjaga kelestarian dan keindahan alamnya. Hasil dari analisis ini yaitu disajikannya berbagai kemungkinan atau alternatif pengembangan
11
tapak/lanskap, baik yang bersifat total maupun hanya merupakan bagian dari tapak direncanakan. 4. Sintesis Pada tahap ini, hasil yang diperoleh dari tahap analisis yang dikristalisasi dan dikembangkan sebagai input untuk mendapatkan rencana lanskap yang sesuai dengan tujuan dan program yang diinginkan. Hasil dari tahap sintesis adalah alternatif-alternatif rencana penggunaan lahan dengan berbagai kekuatan dan kelemahannya. 5. Perencanaan Lanskap Dari hasil sintesis ditentukan alternatif terpilih. Alternatif ini dapat berupa satu alternatif, modifikasi atau kombinasi dari beberapa alternatif pra perencanaan. Alternatif terpilih ini dinyatakan sebagai rencana lanskap (landscape plan), yang dapat disajikan dalam bentuk rencana lanskap total atau rencana tapak. Bentuk hasil akhir dari kegiatan perencanaan lanskap ini bukanlah suatu pendugaan atau pra konsep yang masih mentah, tetapi konsep yang dihasilkan merupakan suatu kumpulan kebijakan atau kriteria yang dapat mewakili nilai, aspirasi dan keinginan dari masyarakat yang menggunakan lanskap tersebut.
2.5 Perencanaan Lanskap Wisata Menurut Gunn (1994), perencanaan kawasan wisata merupakan proses pengintegrasian komponen-komponen kawasan yang meliputi daya tarik, pelayanan, informasi, transportasi dan promosi. Pada proses ini, ditujukan untuk memberikan kepuasan bagi para pengunjung, meningkatkan aspek ekonomi, melindungi sumberdaya alam dan integrasi aspek sosial ekonomi dari komuniti dan kawasan. Hal ini dapat dicapai dengan perencanaan yang baik dan terintegrasi pada semua aspek pengembangan wisata. Lebih lanjut dikatakan Gunn (1994) bahwa berdasarkan skala perencanaan kawasan wisata terbagi atas tiga yaitu skala tapak, skala tujuan dan skala regional. Pertama adalah skala tapak, yang telah banyak dilakukan pada tapak dengan luasan tertentu seperti pada resort, marina, hotel, taman dan tapak wisata lainnya.
12
Skala kedua adalah tujuan, dimana atraksi-atraksi wisata dikaitkan dengan keberadaan masyarakat sekitar, pemerintah daerah, dan sektor swasta juga dilibatkan. Skala yang ketiga adalah wilayah, dimana pengembangan lebih terarah pada kebijakan tata guna lahan yang terkait dengan jaringan transportasi, sumberdaya yang harus dilindungi dan dikembangkan sebagai daerah yang sangat potensial. Gunn (1994) juga mengungkapkan pengembangan daerah tujuan wisata harus memperhatikan semua sumberdaya alam dan budaya, serta lingkungan agar tidak terjadi degradasi. Pengembangan kawasan wisata harus selalu melindungi sumberdaya yang ada karena penting sekali bagi keberhasilan wisata, selain hal tersebut juga harus menonjolkan kualitas asli atau lokal dari suatu tempat. Perencanaan kawasan yang baik harus dapat melindungi badan air dan menjaga air tanah, mengkonservasi hutan, dan sumberdaya mineral, menghindari erosi, menjaga kestabilan iklim, menyediakan tempat yang cukup untuk aktifitas rekreasi dan suaka margasatwa, serta dapat melindungi tapak yang memiliki keindahan dan ekologis (Simond, 1983). 2.6 Karst Karst adalah jenis batuan gamping yang telah mengalami proses pelarutan dengan batuan asam karbonat dan asam lainnya sebagai hasil dari proses pembusukan sisa-sisa tumbuhan di atasnya. Pembentukan Fisiografis secara umum berupa bukit-bukit dengan besar dan ketinggian yang beragam. Ciri khas bentang alam ini selain pembukitan, adanya dekokan/cekungan dengan berbagai ukuran. Pengasatan permukaan yang terganggu, serta gua dan sistem pengasatan bawah tanah. Perlindungan kawasan karst dan gua-gua di bawahnya dalam UU No. 24 th 1992 bahwa yang termasuk kawasan lindung diantaranya kawasan resapan air dan kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan (pasal 7) yang merupakan kawasan yang memberikan perlindungan kawasan dibawahnya (pasal 3) (Rahmadi, 2007). Menurut Purnomo (2005), Topografi karst adalah bentukan rupa bumi yang unik dengan kenampakan atau fenomena khas akibat proses pelarutan dan pengendapan kembali CaCO3 diatas dan dibawah permukaan bumi. Selain itu,
13
bentang alam seperti karst juga dapat terjadi dari proses pelapukan, hasil kerja hidrolik misalnya pengikisan, pergerakan tektonik, pencairan es dan evakuasi dari batuan beku (lava). Karena proses utama pembentukanya bukan pelarutan, maka bentang alam demikian disebut pseudokarst. Sementara itu karst yang terbentuk oleh pelarutan disebut truekarst. Lebih Lanjut dikatakan Purnomo (2005), salah satu potensi yang ada di daerah karst adalah air bawah tanah yang tersimpan dalam bentukan morfologi karst, dimana batuan karbonat bertindak sebagai akuifer dengan jumlah penyimpanan air tanah yang melebihi akifer jenis lain. Air tanah merupakan salah satu unsur sumber daya alam (“Natural Resources”) yang sangat penting keberadaanya untuk kehidupan makhluk hidup (manusia, hewan dan tumbuhtumbuhan) karena menunjang berbagai aktivitas kehidupan. Maka dari itu pengoptimalan pemanfaatan dan perlindungan karst dengan pembagian daerah karst perlu diperhatikan untuk menunjang kelestarian daerah karst.
III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea Bogor, Propinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian terlihat pada Gambar 2. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai September 2009. Kecamatan Ciampea dan sekitarnya Jawa Barat
Kabupaten Bogor
U Tanpa skala
Gambar 2. Peta lokasi penelitian. 3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam kegiatan studi ini adalah peta rupa bumi tahun 2008 skala 1:25000, peta tanah semi detail daerah Parung-Depok-Bogor-Ciawi tahun 1979 skala 1:50000, peta geologi tahun 1998 skala 1:100000, sedangkan alat yang digunakan adalah GPS Garmin untuk mengambil titik koordinat, kamera digital, serta kuisioner untuk mengambil data responden. Untuk pengolahan datanya menggunakan perangkat komputer grafis dan alat gambar.
3.3 Batasan Penelitian Studi perencanaan ini dilakukan sampai dengan tahapan perencanaan yang meliputi tata ruang dan tata letak elemen dan fasilitas yang menunjang kegiatan wisata tanpa merusak kondisi alami tapak.
15
3.4 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap yang meliputi : inventarisasi data, analisis, dan sintesis untuk memformulasikan hasil analisis, selanjutnya dibuat suatu perencanaan. Tahapan tersebut ditunjukan dalam Gambar 3.
Gambar 3. Proses perencanaan menurut Gold (1980) 1. Inventarisasi Inventarisasi merupakan tahap pengambilan data biofisik, data sosial-ekonomibudaya serta sumberdaya wisata. Data-data yang akan dicari ditabulasikan dalam Tabel 1. Inventarisasi data dilakukan dengan cara : a. Observasi lapang. Hal ini dilakukan untuk mengetahui langsung kondisi tapak, yaitu kondisi biofisik lanskap, karakter lanskap dan lingkungan sekitarnya, dan aktivitas pengguna lanskap. b. Wawancara dan kuisioner untuk memperoleh data dan informasi dari pihak-pihak yang bersangkutan. Wawancara dilakukan kepada masyarakat sekitar, pengelola, tokoh masyarakat mengenai kondisi lanskap, sejarah kawasan, persepsi masyarakat, pengelolaan, pengembangan dan kebijakan dan pihak-pihak yang bersangkutan sedangkan kuisioner diberikan pada pengunjung untuk mengetahui persepsi dan preferensi terhadap perencanaan GKC sebagai kawasan wisata terpadu.
16
c. Studi Pustaka melalui kepustakaan/dokumen, untuk mendapatkan data dan informasi sekunder sebagai penunjang yang tidak didapatkan dari observasi lapang.
Tabel 1. Jenis, Bentuk dan Sumber Data No 1.
Jenis Data Topografi Kemiringan Lahan
Bentuk Data
Sumber Data
Spasial
Bakosurtanal
Iklim Curah hujan Suhu udara rata-rata Kelembaban relatif udara Kecepatan angin Arah angin
Kuantitatif Kuantitatif Kuantitatif Kuantitatif Kuantitatif
BMG BMG BMG BMG BMG
Geologi Bahan Induk Batuan
Deskriptif
Puslitbangtanak Studi Pustaka
Spasial Deskriptif
Puslitbangtanak Studi Pustaka
Hidrologi Pola sirkulasi air Kualitas air Debit air
Deskriptif dan spasial Deskriptif Deskriptif
Survey lapang Survey lapang Survey lapang
Vegetasi dan Satwa Jenis Vegetasi Jenis Satwa
Deskriptif Deskriptif
Survey lapang Studi Pustaka
Sensuous Quality Sound Kenyamanan Visual
Deskriptif Deskriptif Deskriptif
Survey lapang Survey lapang Survey lapang
Kondisi Masyarakat Sosial-budaya masyarakat Sosial-ekonomi masyarakat
Deskriptif Deskriptif
Survey lapang Wawancara
Sumber daya Wisata Atraksi/obyek wisata Aksesibilitas Informasi dan Promosi potensi tapak
Deskriptif Deskriptif Deskriptif
Survey lapang Wawancara
Kebijakan pengelolaan /aspek legal Tata ruang
Deskriptif
Tanah Kepekaan tanah
2.
4
3.
Keterangan: BMG Bakosurtanal Puslitbangtanak
Instansi terkait Studi pustaka Wawancara Observasi lapang
: Badan Meteorologi dan Geofisika : Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional : Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat
17
2. Analisis Analisis dilakukan terhadap data yang sudah didapatkan. Aspek yang dianalisis adalah faktor alam, budaya, dan sumberdaya wisata. Faktor alam meliputi: 1. Hidrologi, dikategorikan berdasarkan bentuk badan air. Pada tapak hanya terdapat sungai dan mata air. Dilihat dari keunikan dan kelangkaan maka mata air mendapat skor lebih tinggi. 2. Flora dan fauna, dikategorikan berdasarkan keunikan, dimana vegetasi dan satwa dibagi menjadi vegetasi dan satwa endemik dan non endemik. Skor untuk endemik lebih tinggi dikarenakan satwa endemik tidak ditemukan di kawasan sekitar Gunung Kapur. 3. Kepekaan tanah, dikategorikan berdasarkan kepekaan terhadap erosi. Analisis kepekaan tanah didapatkan dari overlay peta kemiringan dan jenis tanah. Selain faktor alam, faktor budaya yang dianalisis yaitu: 1. Tapak arkeologi dan peninggalan sejarah, dikategorikan berdasarkan titik lokasi dan kepekaan, dimana tapak kecil mendapatkan skor lebih tinggi dibandingkan dengan tapak sedang. Hal ini dikarenakan tapak kecil lebih peka terhadap kerusakan. 2. Sejarah, sosial, dan budaya, dikategorikan berdasarkan keunikan. Dimana tapak yang memiliki budaya lebih unik akan mendapatkan skor lebih tinggi. 3. Potensi sosial ekonomi, dikategorikan berdasarkan pada kegiatan ekonomi dengan alam. Skor tinggi diberikan kepada kegiatan ekonomi yang dekat dengan memanfaatkan alam secara langsung Analisis sumberdaya wisata dilakukan dengan melihat potensi sumberdaya yang dapat dikembangkan sebagai atraksi. Dalam menganalisis sumberdaya wisata, atraksi atau objek wisata dinilai berdasarkan peluang kegiatan wisata yang dapat dilakukan pada objek wisata. Skor tertinggi adalah 2 yang akan diberikan pada faktor yang memiliki keunikan, kelangkaan, kepekaan serta kedekatan dengan alam yang tinggi. Nilai 1 diberikan pada faktor yang sebaliknya.
18
Selanjutnya mengingat masing-masing faktor memiliki dampak dan tingkat kepentingan yang berbeda dan akan berubah berdasarkan waktu maka diberi faktor pembobot. Jumlah faktor pembobot pada masing-masing sumberdaya akan memiliki total 50 untuk sumberdaya alam, 30 untuk sumberdaya budaya, dan 20 untuk sumberdaya wisata. Hal ini dengan asumsi bahwa faktor sumberdaya alam pada perencanaan Gunung Kapur akan lebih tinggi dampaknya (Adaptasi Gunn, 1994) (Tabel 2) . Tabel 2. Asumsi Spasial untuk Penilaian Kualitas Sumberdaya GKC Faktor
Kategori
Bentuk
Alam
Hidrologi Flora & Fauna, vegetasi Kepekaan Tanah
Budaya
Tapak Arkeologi Peninggalan Sejarah Sejarah Sosial Budaya Potensi Sosial Ekonomi
dan
Skor
Asumsi Pembobot
Sungai Mata Air Spesies non endemik
1 2 1
16,7
Spesies endemik
2
Tidak Peka Peka Sangat Peka Tapak Sedang
1 2 3 1
Tapak Kecil Unik Sedang Industri Rakyat Pertanian dan perkebunan Banyak Kegiatan <2 kegiatan
2 2 1 1 2
Potensi Alam dan Budaya Sumberdaya Wisata Sumber: Gunn, 1994 dan Roslita, 2001 (dimodifikasi)
2 1
16,7 16,7
10
10 10
20
Penilaian skoring mengacu pada Gunn (1994) dan Roslita (2001), dimana kriteria terbagi menjadi (A= Tinggi 4), (B=Cukup Tinggi 3), (C= agak buruk 2), (D= Buruk 1). Untuk memudahkan maka dikonversi sesuai dengan bentuk yang telah dibuat sehingga dapat dilihat secara kualitatif sehingga digunakan angka 1 dan 2, 1 mewakili B, dan 2 mewakili A. Selain itu daya dukung kawasan juga dihitung untuk mengetahui kemampuan kawasan agar dalam pengembangan kawasan wisata tidak merusak kelestarian kawasan tersebut.
19
Pendugaan nilai daya dukung wisata berdasarkan pada standar rata-rata individu dalam m2/orang (Boulon dalam WTO dan UNEP, 1992 dalam Siti Nurisjah et. al., 2003): DD = A S T = DD x K K=N R
3.
DD A S T K N R
: Daya Dukung tapak : Area yang digunakan sebagai wisata : Standar rata-rata individu : Total hari kunjungan yang diperkenankan : Koefisien rotasi : Jam kunjungan per hari yang diijinkan : Rata-rata waktu kunjungan
Sintesis Hasil dari tahap sintesis akan disajikan berupa pembagian dan rencana pengembangan ruang untuk mendapatkan perencanaan lanskap Kawasan GKC dalam bentuk block plan yang akan tercipta zona wisata dan zona non wisata.
4. Perencanaan Dari hasil tahap sintesis dibuat suatu konsep pengembangan dari konsep dasar yang terbaik untuk dikembangkan lebih lanjut sebagai produk perencanaan sehingga menghasilkan Landscape Plan.
IV KONDISI UMUM TAPAK 4.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Secara geografis kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea terletak pada 106˚ 32’ 0” BT – 106˚ 35’ 46” BT dan 6˚ 36’ 0” LS – 6˚ 55’ 46” LS. Secara administratif terletak di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. GKC ini memiliki luas ±470 ha, dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara : Desa Ciaruteun Hilir dan Desa Ciampea Sebelah Selatan : Jalur jalan Darmaga-Ciampea-Jasinga, Desa Leuwiliang Kolot dan Bojong Rangkas Sebelah Timur : Jalur jalan Bantar kambing-Ciampea-Jasinga, Desa Ciampea Sebelah Barat : Sungai Ciaruteun Menurut pembagian administrasi pengelolaan hutan, Kawasan GKC berada dalam wilayah RPH Gobang, BKPH Leuwiliang, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Letak, luas, dan batas tapak ditunjukkan pada Gambar 4.
4.2 Iklim Data iklim Ciampea diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Balai Besar Wilayah II stasiun klimatologi klas I Darmaga. Data iklim lokasi studi berada pada elevasi 190-360 m dpl, dengan letak astronomis antara 6˚ 33' LS dan 106˚ BT. Data diambil pada kisaran waktu 1998-2008. Suhu berada pada kisaran 24˚C-32˚C dengan suhu rata-rata 26˚C dan hampir merata sepanjang tahun (Gambar 5). Dari Gambar 6 terlihat bahwa kisaran curah hujan tahunan dalam tapak adalah 12-291 mm,
dengan rata-rata 129,5 mm. Curah hujan tertinggi pada
Januari dan curah hujan terendah pada bulan Agustus. Hari hujan terbanyak terdapat pada bulan Januari sebesar 28 hari dan terendah pada bulan Agustus dan September, dengan hari hujan rata-rata 14 hari (Gambar 7).
GAMBAR.4 LUAS BA
Suhu minimum rata‐ rata Suhu rata‐rata
Desember
November
Oktober
September
Agustus
Juli
Juni
Mei
April
Maret
Februari
Januari
suhu rata‐rata
40 30 30 30 31 31 30 30 31 31 32 32 31 26 24 26 24 26 25 26 26 26 25 26 25 25 26 25 26 26 25 30 20 10 0
Suhu maksimum rata‐ rata
Curah hujan(mm)
Gambar 5. Grafik Rata-Rata Suhu Tahun 1998-2008 (Sumber BMG Bogor, 2009)
400 291 256 238 300 152 105 200 100 0
237 52
27
14
122
48
12
Hari hujan (Hari)
Gambar 6. Grafik Rata-Rata Curah Hujan Tahun 1998-2008 (Sumber BMG Bogor, 2009)
30 25 20 15 10 5 0
28
25
25
24
20 11
16 7
4
9 0
0
Gambar 7. Grafik Rata-Rata Hari Hujan Tahun 1998-2008 (Sumber BMG Bogor, 2009)
21
Kelembaban udara Kawasan GKC sekitar 66%-83% dengan rata-rata kelembaban tahunan 74,75%, kelembaban tertinggi bulan Januari dan kelembaban terendah
Kelembaban udara (%)
pada bulan September (Gambar 8). 100 83 80 60 40 20 0
81
79
79
76
73
71
68
69
66
74
78
Gambar 8. Grafik Rata-Rata Kelembaban Udara Tahun 1998-2008 (Sumber BMG Bogor, 2009) Intensitas penyinaran adalah lamanya matahari bersinar dalam satu hari yang turut mempengaruhi terciptanya kelembaban udara dan suhu. penyinaran bulanan Kawasan GKC 18%-93% dengan rata-rata 65%. Intensitas radiasi terbanyak pada bulan Juli dan intensitas terendah pada bulan Februari (Gambar 9).
Lama penyinaran (%)
100 83 80 60 40 20 0
81
79
79
76
73
71
68
66
69
74
78 74,75
Gambar 9. Grafik Rata-Rata Lama Penyinaran Tahun 2008 (Sumber BMG Bogor, 2009)
Kecepatan angin rata-rata 2,5 km/jam, dimana kecepatan angin terbesar 3,2 km/jam pada bulan Februari dan kecepatan angin terendah 2 km/jam terjadi pada bulan Juni. Angin bergerak dari arah Timur Laut (Gambar 10).
22
kecepatan angin (km/jam)
4 3,1 3 2 1 0
3,2
2,5
2,3
2,2
2
2,4
2,2
2,6
2,4
2,8
2,8
Gambar 10. Grafik Rata-Rata Kecepatan Angin Tahun 2008 (Sumber BMG Bogor, 2009) 4.3 Kenyamanan Kenyamanan bersifat subjektif, namun dapat dihitung sehingga diperoleh nilai standar yang dapat dikuantifikasi. Sebagai acuan dalam penataan lanskap untuk kepentingan pengguna kondisi iklim awal dapat ditinjau melalui kuantifikasi kenyamanan salah satunya dengan Thermal Humidity Index (THI). THI= 0.8 T + (RH*T) 500 dimana, T
: Temperatur (°C)
RH
: Kelembaban Relatif (%) Tapak nyaman THI< 27°C
Tabel 3. Perhitungan Nilai THI Temperatur (°C)
Kelembaban (%)
THI
Keterangan
25 26 26
83 74.75 66
24.15 24.687 24.232
< 27 < 27 < 27
Dari Tabel 3 terlihat bahwa pada suhu rata-rata maksimum dan minimum menunjukkan tapak berada dalam kondisi yang nyaman dengan nilai THI kurang dari 27. Hal ini disebabkan karena masih banyaknya penutupan lahan oleh vegetasi terutama di seluruh bagian Gunung Kapur. Kondisi iklim di Gunung Kapur ini berpotensi untuk menunjang pengembangan kawasan sebagai area wisata.
23
4.4 Akustik Bunyi yang terdapat di GKC adalah bunyi alami dan bunyi non-alami. Suara kicauan burung dan satwa kera, gesekan daun, semilir angin, dan aliran air sungai merupakan bunyi alami yang terdengar di dalam tapak, sedangkan bunyi nonalami antara lain bunyi yang berasal dari aktivitas kegiatan penambangan baik dari pabrik besar dan penambangan milik warga. Bunyi alami yang terdengar pada tapak menjadi pendukung kealamiahan serta dapat menentramkan hati pengunjung yang terbiasa dengan kebisingan perkotaan.
4.5 Penggunaan Lahan Kawasan GKC terbagi menjadi beberapa penggunaan lahan, seperti hutan (103 Ha), perkebunan (72 Ha), tegalan (29 Ha), sawah (10 Ha), pemukiman (60 Ha), dan tanah kosong (18 Ha). Area yang paling luas adalah hutan dimana terdapat pada bagian GKC. Selanjutnya, area persawahan masih tergolong luas hampir sebanding dengan permukiman warga (Gambar 12). Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor yang berlaku selama 20 tahun dari tahun 2005-2025, Kecamatan Ciampea masuk dalam arahan pemanfaatan zona B-2 yaitu sebagai perumahan hunian rendah (pedesaan), pertanian/ladang, dan industri berorientasi tenaga kerja. Peraturan daerah (Perda) mengenai RTRW ini telah disahkan oleh Gubernur Jawa Barat. Perda nomor 17 tahun 2000 telah disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Nasional. Dibuatnya rencana penataan terhadap GKC mampu mendukung RTRW. Adanya sejumlah pemukiman dan industri maka perlu mempertahankan ruang terbuka hijau seperti Gunung Kapur tersebut. Selain itu perencanaan GKC mampu memberikan alternatif wisata. Adanya pemekaran Bogor bagian Barat yang akan memiliki otonomi daerah sendiri, maka perencanaan wisata ini dapat memberikan kontribusi pemasukan kepada pemerintah.
GAMBAR 11 TGL
4.5 Pengunjung Dikarenakan kawasan ini belum secara resmi dijadikan kawasan wisata maka pengunjung yang terbanyak berasal dari sekitar kawasan sebesar 73% dan 20% berasal dari luar Bogor seperti Jakarta. Banyaknya potensi wisata yang belum diketahui oleh masyarakat menyebabkan pengunjung di kawasan ini tergolong sedikit. Kawasan ini hanya ramai dikunjungi pada hari libur. Pengunjung datang ke kawasan ini untuk rekreasi, baik hiking, camping, ataupun menikmati keindahan dari Gunung Kapur ini. Bagi pengunjung yang akan menaiki Gunung Kapur mereka datang pada pagi hari mulai pukul 7. Pada area Camping Ground hanya dikunjungi pada hari libur. Objek wisata seperti air terjun dan mata air juga jarang dikunjungi, dikarenakan akses menuju objek tersebut cukup sulit. Di hari selain libur pun kawasan ini dikunjungi oleh siswa sekolah menengah atas untuk praktikum dan orang dewasa yang percaya mitos mengenai Gunung Kapur. Berdasarkan hasil wawancara dan kuisioner diperoleh bahwa objek yang paling sering dikunjungi dan disukai adalah Gunung Kapur. Pengunjung berharap dapat dibangun banyak fasilitas yang dapat menunjang kegiatan wisata, karena saat ini fasilitas dinilai kurang memadai. Secara terperinci karakteristik, persepsi dan preferensi pengunjung dapat dilihat pada Lampiran 3.
Gambar 12. Pengunjung Gunung Kapur
28
V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Data dan Analisis 5.1.1 Aksesibilitas Lokasi GKC dapat dicapai dari beberapa jalur, antara lain dari arah Jalan Raya Darmaga-Ciampea, Jalan Raya Banten-Ciampea dan Jalan Raya DarmagaJasinga (Gambar 13). Waktu tempuh menuju tapak menggunakan kendaraan dari kota Bogor kurang lebih 1 jam. Akses menuju tapak tidak sulit karena dapat dicapai dengan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum. Namun untuk masuk ke dalam tapak agak sulit karena terdapat beberapa jalan alternatif dan belum terlihat jalan utamanya. Untuk itu perlu dilakukan pemilihan jalan yang sesuai untuk dijadikan jalur utama dengan penempatan pintu gerbang. Pada jalan menuju Leuwikancah tidak terdapat kendaraan umum sehingga pengadaan kendaraan sebagai sarana transportasi sangat diperlukan. Tidak terdapatnya sarana parkir juga menjadi kendala bagi pengunjung yang membawa kendaraan pribadi. Aksesibilitas tapak dapat dilihat pada Gambar 14.
10 Menit
Gunung Kapur Ciampea
Darmaga
1 jam Kota Bogor
Gambar 14. Aksesibilitas Menuju Tapak
5.1.2 Faktor Biofisik 5.1.2.1. Geologi Berdasarkan Peta Geologi lembar Bogor tahun 1998, kawasan GKC termasuk ke dalam anggota batu gamping formasi Bojong Manik. Batu gamping ini mengandung moluska. Satuan ini berupa lensa-lensa dalam formasi Bojong Manik yang umurnya setara dengan miosen tengah. Sedangkan berdasarkan peta jenis batuan untuk wilayah Jawa Barat tahun 2005, GKC terbagi menjadi beberapa jenis batuan diantaranya yang paling dominan adalah batuan gamping kuarter, selain itu ada jenis batuan sedimen plio-plistosen.
28
GAMBAR 13 AKSESIBILITAS
30
Zona Bogor menempati bagian selatan Zona Dataran Pantai Jakarta, membentang mulai dari Tangerang, Bogor, Purwakarta, Sumedang, Majalengka dan Kuningan. Zona Bogor umumnya bermorfologi perbukitan yang memanjang barat-timur dengan lebar maksimum sekitar 40 km. Batuan penyusun terdiri atas batuan sedimen Tersier dan batuan beku baik intrusif maupun ekstrusif. Morfologi perbukitan terjal disusun oleh batuan beku intrusif, seperti yang ditemukan di komplek Pegunungan Sanggabuana, Purwakarta.
Van Bemmelen (1949),
menamakan morfologi perbukitannya sebagai antiklinorium kuat yang disertai oleh pensesaran (Wibowo, 2009). Kedua batuan ini termasuk batuan yang peka terhadap erosi, namun batu kapur lebih peka daripada batuan sedimen. Menurut Rencana Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Bogor 2007, secara umum wilayah Bogor terbentuk oleh batuan vulkanik yang bersifat piroklastik, yang berasal dari endapan (batuan sedimen) dua gunung berapi, yaitu Gunung Pangrango (berupa batuan breksi tufaan/kpbb) dan Gunung Salak (berupa aluvium/kal dan kipas aluvium/kpal).
5.1.2.2 Tanah Berdasarkan peta tanah semi detail tahun 1979, tanah di kawasan GKC terbagi menjadi 3 jenis, yaitu Rendzina, Aluvial coklat kelabu dan Latosol kemerahan (Gambar 15). Menurut Atmosentono (1968) kawasan ini termasuk tipe kompleks Rendzina dan Litosol dengan bahan induk berupa batu kapur bertuf andesit. Litosol merupakan batuan kukuh dengan lapisan tanah sangat tipis di atasnya sedangkan Rendzina bersolum agak dangkal sampai dangkal. Tanah ini bereaksi netral dan agak bervariasi pada berbagai kedalaman. Adapun kadar bahan organik dan Nitrogen di lapisan atas tinggi, P2O5 sedang, K2O rendah, sedangkan kadar CaO di seluruh lapisan tanah tinggi yang mana semakin ke bawah kandungannya semakin meningkat. Sifat fisik tanah ini adalah peka terhadap erosi dan bahaya longsor sehingga diperlukan pengaturan saluran drainase dan pengolahan tanah untuk memperbaiki stuktur tanah. Tanah Latosol bersifat granular sehingga merangsang drainase dalam yang sangat baik. Kapasitas tukar kation tanah ini rendah dikarenakan kadar bahan organik yang kurang dan adanya
28
GAMBAR 15 TANAH
32
sifat liat hidro-oksida. Namun dibandingkan dengan tanah yang lain tanah ini tergolong subur (Soepardi, 1983). Di daerah dekat sungai tanah tergolong Aluvial coklat kelabu. Tanah ini bertekstur halus dan berdrainase sedang dan jika didrainasekan dengan sempurna maka tanah tersebut sangat produktif untuk daerah pertanian (Soepardi, 1983). Tanah ini mendukung kegiatan pertanian dan perkebunan karena sifatnya yang subur.
5.1.2.3 Topografi dan Kemiringan Lahan Topografi Gunung Kapur Cibadak Ciampea relatif curam dengan persen kelerengan 25-30% (Puslitbangtanak, 2008), dengan titik tertinggi berdasarkan peta rupa bumi terletak pada ketinggian 354 m dpl (Gambar 16). Kemiringan yang dijumpai pada tapak bervariasi antara 3-65%. Berdasarkan klasifikasi kemiringan (Hardjowigeno dan Widiamaka, 2001) tapak penelitian termasuk dalam kemiringan 0-3%, 3-8%, 8-15%, 15-30%, 30-45%, >45. Daerah datar tidak ditemukan dalam tapak. Lahan yang paling dominan adalah lahan dengan kemiringan 3-8% yaitu sebesar 3.209.483,8 m2, lahan dengan kemiringan 8-15% yaitu agak miring memiliki luas 225.474,9 m2, lalu untuk kemiringan 1530% sebesar 371.144,8 m2. Kemiringan 30-45% yang berada di kawasan gunung kapur memiliki luas 954.296.7 m2 dan untuk daerah curam (45-65%) memiliki luas sebesar 3.800,8 m2 (Gambar 17). Secara visual topografi yang berbukit dan curam menjadi daya tarik dan variasi bentukan Gunung Kapur memberikan kesan dinamis dan tidak monoton sehingga dapat dieksploitasi keindahannya, selain itu perbedaan ketinggian akan memberikan arah pandang yang luas ke daerah yang rendah. Tapak lebih dominan dengan kemiringan landai (3-8%). Pada daerah ini dapat dikembangkan berbagai bentuk kegiatan wisata dan fasilitas penunjangnya. Pada bagian kaki Gunung Kapur kemiringan bervariasi antara agak miring (8-15%) dengan miring (15-30%). Pada area ini tanah tergolong subur sehingga peka terhadap erosi. Adapun cara untuk menanggulangi hal tersebut adalah dilakukan penanaman tanaman penutup tanah dan dihutankan. Area ini dapat dijadikan sebagai area penyangga.
32
GAMBAR 16 TOPOGRAFI
33
GAMBAR 17 KEMIRINGAN LAHAN
35
Pada bagian Gunung Kapur kemiringan relatif curam (30-45%). Hal ini sangat mendukung untuk wisata alam seperti panjat tebing dan hiking. Namun daerah ini peka terhadap erosi sehingga perlu dilakukan pembatasan aktivitas wisata, selain itu untuk menanggulangi longsor area ini tetap dipertahankan kealamian hutan yang sudah ada. Area ini juga tidak memungkinkan untuk dibangun fasilitas atau kemungkinan dibangun hanya di titik tertentu dengan konstruksi yang sesuai. Ditemukan juga daerah yang curam (>45%) dengan luasan terkecil. Area ini merupakan area yang sangat peka. Pada daerah ini tidak dapat dijadikan area wisata karena berbahaya bagi pengunjung. Untuk itu daerah ini dijadikan sebagai area konservasi. Dilihat dari kemiringan lahan dan jenis tanah maka didapatkan peta analisis kepekaan lahan untuk erosi (Gambar 18). Berdasarkan peta tersebut dibuatlah skoring dimana nilai tertinggi adalah lahan yang sangat peka dengan nilai 3, lalu nilai 2 untuk lahan yang peka, dan nilai 1 untuk lahan yang tidak peka. Area yang tidak peka dapat dijadikan area wisata intensif, dan dapat dibangun fasilitas wisata
5.1.2.4 Hidrologi Kawasan karst merupakan sumber mata air yang dihasilkan dari aliran sungai bawah
tanah. Berdasarkan wawancara dengan seorang masyarakat,
sumber mata air yang keluar dari Kawasan Gunung Kapur tidak pernah kekeringan, mata air tersebut mengalir menuju Sungai Cikarang. Kualitas air sungai menurun akibat tercemar sampah-sampah semenjak terbangunnya pasar Ciampea pada tahun 2007. Peta Hidrologi disajikan pada Gambar 19. Selain itu kawasan ini dialiri oleh Sungai Ciaruteun. Kedalaman Sungai Ciaruteun bervariasi dari 0,5 sampai 3 m dengan debit 72 l/dtk, ada pula yang mencapai lebih dari 3 m, dengan kecepatan aliran air sekitar 0,03 m/dtk. Sungai ini digunakan untuk pengairan ladang dan sawah sekitar. Kondisi sungai yang banyak sampah menimbulkan polusi atau pencemaran air serta mengurangi nilai visual pada tapak.
35
GAMBAR 18 ANALISIS KEPEKAAN TANAH
36
GAMBAR 19 ANALISIS HIDROLOGI
38
Sungai Ciaruteun dengan debit dan kecepatan air sungai yang terbilang tidak cukup deras dapat dijadikan objek wisata air menggunakan kano atau rakit. Pada bagian tengah sungai terdapat air terjun yang dapat dijadikan objek wisata karena nilai estetiknya. Pada Sungai Ciaruteun juga terdapat mata air hangat, namum belum dikelola dengan baik. Mata air tersebut merupakan potensi karena dapat dijadikan objek wisata pemandian air hangat. Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No.8 Tahun 2005 tentang Batas garis sempadan sungai dan mata air, bahwa batas sempadan mata air sekurang-kurangnya dengan radius 200 m. Batas sempadan sungai menurut Keppres No.32 Tahun 1990 dan PP No.47 Tahun 1997 menetapkan lebar sempadan sungai besar di luar pemukiman minimal 100 m dan pada anak sungai minimal 50 m dikedua sisinya. Berdasarkan penilaian analisis untuk faktor alam nilai 1 diberikan pada sungai, sedangkan nilai 2 diberikan pada mata air. Hal ini disebabkan karena nilai keunikan dan kelangkaan dari mata air lebih tinggi.
5.1.2.5 Vegetasi Vegetasi yang ditemukan pada tapak bervariasi dari vegetasi endemik dan introduksi. Vegetasi introduksi terdiri dari tanaman pertanian dan tanaman perkebunan (Gambar 20), sedangkan yang endemik ditemukan di daerah Gunung Kapur (Gambar 21). Sawah yang digarap masyarakat merupakan sawah irigasi. Kebun atau ladang ditanami tanaman palawija seperti jagung (Zea mays), pisang (Musa sp.), ketela (Ipomoea sp.), karet (Hevea brasiliensis) sampai pada tanaman jati (Tectona grandis).
Tanaman Palawija Pisang
Tanaman Hutan Jati
Gambar 20. Vegetasi Intoduksi sekitar Gunung Kapur
39
Gambar 21. Vegetasi endemik Gunung Kapur yang didominasi semak Penutupan vegetasi di kawasan karst Gunung Kapur Cibadak Ciampea didominasi oleh tumbuhan semak dan perdu, sebaliknya penutupan oleh jenis pohon sangat jarang. Adapun jenis pohon yang ditemukan sebanyak 19 jenis, yang termasuk dalam 16 genus dan 11 famili. Jenis-jenis pohon yang terdapat di Gunung Kapur Cibadak Ciampea terdiri dari famili Euphorbiaceaa, Leguminosae, Moraceae, Meliaceae, Sapindaceae, Apocynaceae, Ebenaceae, Rubiaceae, dan sebagainya. Bukit dengan dinding yang bercelah ditumbuhi oleh aneka litofit dan epifit selain itu terdapat pula tumbuhan liar seperti paku-pakuan (Nephrolepis sp.), kantong semar (Nephentes sp.), begonia (Begonia sp.). Dengan kondisi gunung kapur yang memiliki daya dukung rendah terhadap biota akibat kondisi iklim yang ekstrim, kondisi tanah yang beragam, dan permukaaan gunung kapur yang bercelah, maka hanya jenis tertentu saja yang dapat bertahan hidup di kawasan ini sehingga kawasan ini memiliki tingkat endemisme vegetasi yang tinggi seperti pohon kersen (Munthingia calabura) dan jenis paku-pakuan (Nephrolepis sp.). Vegetasi yang hidup di Gunung Kapur ini berbeda dengan vegetasi yang hidup di kawasan yang bukan karst. Biasanya pohon yang hidup di kawasan karst adalah pohon kecil dan bertajuk jarang, adapula yang jenis perakarannya dalam, berkelok-kelok dan menempel pada dinding batuan kapur. Adapun jenis-jenis tanaman semak disajikan pada Tabel 4.
40 Tabel 4. Jenis tanaman semak dan Groundcover di GKC No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
Nama Jenis Abutilon sp. Alchornea rugosa (Lour.) Muell. Arg. Allophyllus cobbe (L.) Raeusch Asplenium macrophyllum Asplenium nichus L. Aonopus compressus (Swartz) Beauv. Barreria laevis (Lamk.) Griseb Breynia cernua (Poir.) Muell.Arg. Centrosema pubescens Bth. Chromolaena odorata (L.) R. M. King & H. Robinson Clerodendrum macrotegium Schad. Clerodendrum serratum (L.) Moon Clibadium surinamense L. Clibadium hirta (L.) D. Don Cyperus kyllingia Endl. Cyrtococum accrescens (Trin.) Stapf Cyrtococum axyphyllum (Hochst. ex Steud) ----Erycibe rheendii Blume Ficus obscura Blume Gleichenia linearis Clarke Jasminum bifarium all. Kalanchoe pinnata (Lmk) Pers. ----Lantana camara L. ---Lygodium flexuosum Sw. Melastoma malabatathricun Auct. Non L. Mimosa invisa Mart. Nephrolepis bierrata Schott. Nephrolepis exaltata Schott. Pennisetum polystachyon (L.) Schult. Phanera sp. de Wit Phyllanthus niruri L. Physalis minima L. Piper aduncum L. Pagonatherum paniceum (Lamk) Hack. Porophyllum ruderale (Jacq.) Cass Rubus moluccanus L. Saccharum spontaneus Linn. Salvia riparia H.B.K Seleria purpurascens Steud. Selaginella wildenowii Back. Tachytarpheta indica (L.) Vahl. Themeda arguens (L.) Hack. Urena lobata L. Wedelia iriloba Hitch.
**) Belum ditemukan nama ilmiah Sumber: Sartika (2007) dan Survey Lapang (2009)
Nama Lokal Pulus ayam Ki ronyok Cukilah/Asa-asa Pakis Paku sarang burung Papahitan ---Kakatuan Kacang-kacangan Kirinyuh Waru-waruan Singuguan Ki bodas Harendong Srengseng Kretekan/kasup Kretekan/kasup Dondong leuweung** Nyamplung-nyamplungan Buah ara Paku areuy Gambir hutan Sosor bebek Ki beling** Sente Linggem** Ki keris Harendong Riutan Pakis Paku harupat Ayam-ayaman Ki laban Meniran Cecenet Seseureuhan Rumput ---Murbei hutan Kaso Pulus ---Paku rane Babadotan Kakasangan Pulutan Seruni
Famili Malvaceae Euphorbiaceae Sapindaceae Polypodiaceae Polypodiaceae Poaceae Rubiaceae Euphorbiaceae Fabaceae Asteraceae Verbenaceae Verbenaceae Asteraceae Melastomataceae Cyperaceae Poaceae Poaceae ---Convolvulaceae Moraceae Gleicheniacea Oleaceae Crassulaceae ---Verbenaceae ---Schizaeaceae Melastomataceae Fabaceae Polypodiaceae Polypodiaceae Poaceae Fabaceae Euphorbiaceae Solanaceae Piperaceae Poaceae Asteraceae Rosaceae Poaceae Lamiaceae Cyperaceae Selanellaceae Verbenaceae Poaceae Malvaceae Asteraceae
41
Keragaman famili yang tumbuh di kawasan gunung kapur ini dipengaruhi oleh ketinggian, iklim, dan tanah. Pada bagian puncak akan lebih banyak didominasi oleh tanaman litofit dan epifit. Dengan keanekaragaman yang tinggi maka kawasan karst potensial dijadikan sebagai tempat penelitian dan studi mengenai vegetasi kawasan karst. Dengan adanya aktivitas penambangan maka kondisi penutupan vegetasi semakin berkurang. Selain itu masalah penebangan liar yang dilakukan beberapa oknum menjadikan beberapa kawasan di bagian selatan menjadi gundul. Penebangan yang merusak ini membuat longsor di beberapa bagian karena vegetasi yang menyerap air dan menahan erosi menjadi berkurang, sehingga diperlukan
suatu
pembatasan
dalam
penebangan
pohon
dan
kegiatan
penambangan. Pada analisis vegetasi, nilai tertinggi diberikan pada vegetasi yang endemik karena memiliki nilai kekhasan lebih tinggi, sedangkan vegetasi introduksi mendapatkan nilai 1.
5.1.2.6 Satwa Sekitar tahun 1950-an di GKC ini hidup berbagai jenis satwa liar diantaranya owa jawa, burung kakatua, monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), lutung, ular, kelelawar, burung walet (Collocalia fuchipaga) sampai pada jenis reptil seperti kadal (Whitten dalam Sartika, 2007). Namun yang tersisa sekarang hanyalah jenis lutung, ular, kelelawar, burung walet, berbagai jenis reptil dan serangga. Keberadaan satwa utama berupa kera dan burung walet serta jenis burung lainnya perlu dilestarikan karena merupakan satwa endemik. Untuk melindungi dan melestarikan satwa tersebut yang perlu dilakukan adalah menyediakan habitat dan sumber makanan bagi hewan tersebut serta memberikan nilai tambah bagi perencanaan sebagai kawasan wisata. Dengan membuat spot pengamatan dan jalur sirkulasi yang
tepat, pengunjung
akan dapat mengamati satwa tanpa
mengganggu satwa tersebut. Analisis terhadap faktor alam yang berupa vegetasi dan satwa dinilai berdasarkan nilai kekhasan biota (Gambar 22). Vegetasi dan satwa yang endemik
42
GAMBAR 22 ANALISIS VEGETASI DAN SATWA
43
mendapat nilai tinggi yaitu 2 dikarenakan nilai kelangkaan yang tinggi, sedangkan untuk vegetasi dan satwa yang non endemik akan mendapat nilai 1.
5.1.3 Faktor Budaya Menurut Sumarjan dalam Nugroho (1995) Budaya adalah semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Bentuk budaya dapat berupa material (dapat dilihat) maupun immaterial (tidak dapat dilihat). Budaya yang akan dibahas meliputi tapak arkeologi dan peninggalan sejarah, potensi kebudayaan, dan sosialekonomi.
5.1.3.1 Tapak Arkeologi dan Peninggalan Sejarah Tapak arkeologi dan peninggalan sejarah berada pada tapak kecil yaitu hanya ada di puncak GKC. Dahulu di Gunung Kapur ditemukan peninggalan Kerajaan Siliwangi. Berdasarkan informasi dari juru kunci di puncak Gunung Kapur, dahulu di puncak GKC termasuk ke dalam wilayah Kerajaan Siliwangi. Peninggalan kerajaan ini yang berupa 5 buah arca ditemukan pada tahun 1981 kemudian oleh pemerintah setempat dipindahkan menuju museum. Menurut warga setempat, pada tahun 1971 juga pernah ditemukan harta peninggalan Purnawarman yang terbuat dari emas putih. Pada bagian lain dari kawasan gunung kapur belum di temukan peninggalan atau sejarah lainnya. Peninggalan kesejarahan dan benda arkeologi merupakan potensi wisata sehingga menciptakan atraksi yang menarik pengunjung untuk berwisata ke dalam tapak. Selain itu Peninggalan tersebut dapat dijadikan sumber pengalaman dan pendidikan bagi para pengunjung ataupun peneliti. Analisis penilaian terhadap faktor budaya arkeologi dan peninggalan sejarah yaitu untuk tapak arkeologi kecil adalah 2, sedangkan nilai 1 diberikan untuk tapak sedang. Hal ini dikarenakan tapak kecil lebih rawan sehingga perlu dilestarikan (Gambar 23).
44
GAMBAR 23 TAPAK ARKEOLOGI
45
5.1.3.2 Sejarah dan Sosial-Budaya Kawasan GKC memiliki aspek sosial budaya dengan nilai tinggi. Pada bagian Gunung Kapur potensi sosial-budaya unik dan langka, hal ini ditandai dengan situs kesejarahan dan cerita mitos-mitos yang ada mengenai Gunung Kapur ini. Banyak pengunjung yang datang ke Gunung Kapur untuk sekedar membuktikan mitos tersebut bahkan ada pula yang percaya sehingga mereka melakukan ritual-ritual agar keinginan tertentu menjadi terkabul. Pada bagian selain Gunung Kapur aspek budaya nilainya tidak begitu unik atau dapat dikatakan sedang. Budaya tersebut meliputi keragaman etnis antara Etnis Sunda dan Cina. Bahasa daerah yaitu Bahasa Sunda juga dapat dijadikan potensi kebudayaan. Berdasarkan Data monografi Kecamatan Ciampea tahun 2008 diketahui bahwa jumlah peduduk di Kecamatan Ciampea sekitar 140.000 jiwa. Sebagian besar merupakan Suku Sunda dan beberapa diantaranya adalah Etnis Cina sebesar 953 jiwa. Sebagian besar penduduk memeluk Agama Islam. Etnis yang berbeda menambah kekayaan kebudayaan bagi kawasan tersebut. Analisis dengan penilaian terhadap aspek sejarah dan sosial-budaya dilihat dari keunikan budaya setempat,dimana keunikan dilihat dari nilai kelangkaan atau budaya khas yang ada di kawasan GKC. Nilai 2 diberikan pada area yang memiliki potensi kebudayaan yang unik, sedangkan area yang mendapat nilai 1 memiliki potensi budaya sedang (Gambar 24).
5.1.3.3 Potensi Sosial Ekonomi Adapun tingkat pendidikan formal penduduk Ciampea yang paling banyak berdasarkan Data monografi Kecamatan Ciampea tahun 2008 adalah tamatan Sekolah Dasar (54.502 jiwa), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (9.973 jiwa), lalu Sekolah Menengah Atas (6.707 jiwa) serta beberapa diantaranya adalah tamatan universitas (218 jiwa). Banyaknya potensi sumber daya manusia maka hal ini mendukung adanya penyediaan tenaga kerja pendukung kegiatan pelayanan (service) bagi wisata. Di kawasan ini terdapat budaya yang potensial antara lain: pasar, kehidupan masyarakat tani, kegiatan penambangan, dan
perkebunan.
Budaya sosial-ekonomi tersebut dapat dijadikan atraksi bagi pengunjung.
46
GAMBAR 24 POTENSI BUDAYA
47
Mata pencaharian penduduknya antara lain Pegawai Negeri Sipil (944 jiwa), TNI (180 jiwa), petani/peternak (8.978 jiwa), pengrajin (9.737 jiwa), dan lain-lain. Sebagian besar penduduk desa di Kecamatan Ciampea bermata pencaharian sebagai pedagang (10.871 jiwa). Untuk desa yang berdekatan dengan Gunung Kapur, masyarakatnya adalah penambang kapur (605 jiwa). Penduduk yang bertani atau berladang biasanya menggarap lahan pertanian yang berada di sekitar kaki GKC. Lahan garapan ini umumnya milik orang lain, sedangkan petani hanya sebagai penggarap saja. Pertambangan dan perkebunan dapat dijadikan atraksi bagi pengunjung. Para pekerja bekas penambang dan pekebun sekaligus dapat dijadikan service dalam pengadaan wisata. Pada tapak terdapat pasar Ciampea. Pasar ini merupakan pusat perekonomian warga Ciampea dan sekitarnya. Pasar ini baru dibangun pada tahun 2007 sedangkan pengoperasiannya dimulai pada tahun 2008. Pasar ini dapat dijadikan service dalam penyediaan kawasan wisata. Analisis faktor budaya yang berupa aspek sosial-ekonomi dinilai berdasarkan kedekatan dengan alam. Nilai 2 diberikan pada perkebunan dan pertanian sedangkan nilai 1 diberikan pada industri rakyat yang lebih mengarah pada perusakan alam terutama Gunung Kapur (Gambar 25).
5.1.4 Sumber Daya Wisata 5.1.4.1 Sumber Daya Wisata Alam (a) Gunung Kapur Cibadak Ciampea GKC dahulu dikenal sebagai batuan karang yaitu karang laut. Masyarakat meyakini bahwa daerah tersebut merupakan bagian dari laut yang terendam sesudah jaman es mencair, dan ada peradaban pada saat air laut mulai surut. Kawasan GKC tergolong unik dan langka karena hanya ada sedikit kawasan karst yang ada di Jawa Barat. Karst menyimpan banyak potensi sumberdaya alam seperti sumberdaya mineral, sumberdaya lahan, sumberdaya air, sumber daya hayati, dan sumberdaya lanskap. Salah satu karst yang ada di Bogor selain karst Cibinong dan Ciseeng ialah karst yang ada di Ciampea. Kawasan karst juga diyakini sebagai habitat berbagai jenis fauna yang unik dan khas.
48
GAMBAR 25 SOSIAL EKONOMI
49
Potensi karst lainnya adalah untuk penambangan, baik penambangan kapur untuk industri semen, gips, maupun tambang batu gamping. Selain potensi sumberdaya alamnya, karst juga menyimpan potensi sumberdaya wisata seperti Dengan potensi yang besar dan beragam ini Gunung Kapur semestinya dapat dikembangkan untuk kesejahteraan masyarakat dan dilestarikan kelangsungan ekologinya.
(b) Tebing Ciampea Gunung Kapur menjadi objek utama dalam kawasan ini. Batu kapur di Gunung Kapur ini menjadi daya tarik karena nilai kekhasan dan kelangkaannya. GKC oleh pengunjung dibuat sebagai arena panjat tebing pada beberapa titik. Tinggi tebing berkisar antara 10 – 15 m. Ada banyak jalur pemanjatan terdapat di sini, dari mulai yang berada di sebelah kiri tebing dengan jalur ‘SS’ yang menurut para pemanjat adalah jalur yang paling mudah untuk dilalui. Di sebelah jalur ‘SS’ ada jalur ‘Kambing’ yang akan membuat pengunjung lelah. Kemudian berturutturut ada jalur ‘Intifadhah’, ‘Bicycle’, dan ‘Tokek’. Disebut jalur ‘Tokek’ karena terdapat hewan tokek yang muncul di sela-sela batuan. Jalur yang paling sulit dilalui adalah jalur ‘One moment in time’ yang khusus dipanjat satu kali bila pengunjung masih punya banyak energi (Prasetyo, 2002). Menurut Prasetyo (2002), terdapat dua jalur bernama ‘Taliban’ dan ‘Strawbery’ yang baru dibuat tahun 2001. Ada juga daerah khusus untuk latihan rapelling di sebelah kiri jalur ‘SS’ yang biasa dipakai para pemanjat pemula untuk berlatih. Selain untuk arena panjat tebing Gunung Kapur juga dikunjungi oleh pengunjung yang ingin melakukan lintas alam, meneliti dan juga mengamati satwa yang ada seperti burung. Dilain pihak, masyarakat turut memanfaatkan Gunung Kapur ini dengan menambang, namun ada perusahaan yang menambang dalam jumlah banyak. Hal ini menyebabkan kelestarian Gunung Kapur perlu diperhatikan.
50
(c) Gua AC/ Gua Cibiuk Gua AC atau Gua Cibiuk telah lama menjadi objek wisata di kawasan ini. Dinamakan Gua AC karena dari dalam gua ini berhembus angin yang sejuk seperti AC (Air Conditioner). Gua ini merupakan gua vertikal dan horizontal, namun kebanyakan adalah gua vertikal. Gua ini dijadikan sarang walet oleh pemilik pendopo yang berada di puncak gunung . Gua yang termasuk berumur tua itu menyimpan banyak ornamen indah, seperti stalagmit, stalagtit, collumn (stalagmite dan stalagtite yang telah bersatu), gordijn (endapan kalsit di dinding gua), rhimestone pool (endapan kalsit yang berbentuk tangga). Tetapi karena proses pengendapan kalsit yang biasa terjadi di tiap gua sudah tidak terjadi lagi di sini, maka gua ini bisa dikategorikan sebagai gua mati. Ruangan rata-rata di dalam gua ini besar dengan tinggi atap berkisar antara 20 – 45 m dan lebar kiri dan kanan antara 5-8 meter, sedangkan kedalamannya berkisar 45 m (Prasetyo, 2002).
Gua vertikal
Gua horizontal
Gambar 26. Mulut Gua di Puncak Gunung Kapur (d) Batu Roti Batu Roti merupakan tebing di ujung Gunung Kapur. Biasanya pengunjung dan penduduk setempat sering mengunjungi tempat ini. Dari tebing ini pengunjung dapat melihat pemandangan yang indah. Ketinggian dari batu roti ini sekitar 260 m dpl. Batu roti juga dijadikan arena panjat tebing bagi pengunjung. Belum adanya sistem keamanan bagi pengunjung seperti pijakan atau pegangan, membuat area ini rawan. Pengunjung yang datang ke Batu Tulis rata-rata berusia 6-18 tahun.
51
Batu Roti dari atas
Batu Roti dari bawah
Gambar 27. Batu Roti (e) Camping Ground Camping Ground terletak di dekat sungai, area ini adalah berupa lapangan luas yang sering dipakai oleh siswa sekolah untuk berkemah. Selain siswa sekolah, pengunjung dari luar Bogor pun ada yang berkemah di sini. Fasilitas yang terdapat pada Camping Ground ini terbilang minim hanya lapangan yang datar, namun tetap saja banyak yang berkemah di tempat ini terutama di hari libur. (f) Sungai Ciaruteun Sungai Ciaruteun dapat dijadikan potensi wisata air yaitu Berperahu dan berakit. Aliran yang tidak terlalu deras menunjang wisata air ini. Sungai ini memiliki kedalaman berkisar 0,5-3 m. Kualitas air dikatakan kurang baik karena banyak sampah yang menjadikan sungai ini tercemar.
(g) Air Terjun Air Terjun yang dijumpai di lokasi penelitian terletak di Sungai Ciaruteun. Ketinggiannya sekitar 3-4 meter dengan aliran yang cukup deras. Suara dari limpasan air menjadi potensi dari air terjun ini. Selain itu air terjun ini memiliki nilai visual yang indah. (h) Mata Air Hangat Sungai Ciaruteun Mata air ini berada di aliran sungai Ciaruteun. Masyarakat hanya membuatkan tempat penampungan yang berupa drum agar mata air tersebut tidak bercampur dengan aliran sungai. Mata air ini mampu menjadi potensial untuk
52
dijadikan objek wisata, namun saat ini belum dikelola dan dikembangkan secara maksimal oleh masyarakat dan pemerintah setempat.
(i) Kualitas Visual Tapak Secara visual pemandangan dari dan menuju tapak merupakan view yang bagus. View menuju tapak akan terlihat Gunung Kapur yang menjulang dengan hijaunya, sedangkan view dari arah tapak akan terlihat pemandangan daerah sekitarnya yang berupa hamparan sawah, pemukiman dan gunung. Sayangnya aktivitas penambangan yang menimbulkan asap terkadang menutupi view.
Gambar 28. View menuju tapak dari pintu masuk I
Gambar 29. View pemukiman dari Gunung Kapur ke arah Selatan
5.1.4.2 Sumber Daya Wisata Budaya Menurut Anagnostopoulos (1985) dalam Umar (2006), kategori sumber daya budaya meliputi tapak pra-sejarah, tapak bersejarah, tempat berbagai etnik dan tempat suatu pengetahuan dan pendidikan, lokasi industri, pusat perbelanjaan dan pusat bisnis, tempat pementasan kesenian, museum dan galeri, tempat hiburan, kesehatan, olah raga dan keagamaan.
53
(a) Sejarah GKC Pada bagian puncak GKC terdapat pendopo yang dijaga oleh juru kunci, yang menurut juru kunci tersebut pemilik pendopo tersebut adalah keturunan dari Raden Cempala Dirja yaitu Ibu Aneng. Pendopo merupakan padepokan yang bernama Sri Asih yang sering dikunjungi oleh masyarakat sekitar dan dari luar kota Bogor untuk tujuan ziarah dan bertapa. Nuansa mistik yang ada di GKC sangatlah tajam karena masyarakat sekitar percaya dengan mitos-mitos yang ada seperti Lutung yang hanya turun ke pemukiman setiap hari selasa atau sabtu, dan lutung tersebut merupakan hewan jadi-jadian. Di bagian puncak terdapat Gua Cibiuk yang dikenal sebagai gua AC. Gua tersebut digunakan untuk bertapa bagi tamu-tamu yang ingin mengharapkan sesuatu, biasanya para pejabat atau orang yang mengharapkan kekayaan secara instan.
(b) Pasar Ciampea Pasar Ciampea merupakan pusat perekonomian masyarakat Ciampea. Pasar yang baru di bangun ini potensial dijadikan sebagai fasilitas pendukung wisata yaitu berupa penyediaan service.
Pasar ini juga merupakan bagian dari
kebudayaan masyarakat Ciampea dimana mayarakat Ciampea melakukan interaksi komunikasi atau sosialisasi dengan masyarakat lainnya melalui kegiatan jual beli. Pembangunan pasar tersebut menimbulkan masalah lain yaitu pencemaran Sungai Cikarang sehingga terjadi penurunan kualitas air sungai. Diperlukan suatu usaha untuk menanggulangi hal tersebut dengan pelarangan pembuangan limbah ke dalam sungai.
(c) Area Persawahan Sawah di kawasan ini tergolong sawah irigasi. Area persawahan di kawasan ini mulai berkurang dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan adanya konversi lahan dari area persawahan menjadi pemukiman. Padahal sawah merupakan bagian dari budaya masyarakat setempat dan berpotensi dijadikan atraksi wisata budaya. Sawah telah menjadi atraksi yang menguntungkan di tempat wisata lain dengan menawarkan selain nilai keindahan juga pengalaman akan kegiatan bertani.
54
(d) Pertambangan Rakyat Kegiatan pertambangan di kawasan ini terbagi menjadi 2 yaitu pertambangan yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan dan oleh masyarakat sekitar GKC. Namun demikian kegiatan penambangan lama-lama akan merusak nilai alami dari Gunung Kapur tersebut. Kegiatan yang bertolak belakang dengan prinsip kelestarian ini perlu dibatasi, sehingga tidak merusak kelestarian Gunung Kapur. Dengan perencanaaan kawasan ini sebagai kawasan wisata maka bekas pekerja tambang dapat diberdayakan sebagai pendukung kegiatan service, sehingga menciptakan lapangan pekerjaan baru. Area bekas penambangan juga dapat dijadikan atraksi wisata mengenai sejarah kawasan.
(e) Perkebunan Rakyat Perkebunan digarap oleh masyarakat sekitar GKC. Kebun ini biasanya ditanam dengan tanaman palawija seperti ketela, pisang, jagung, dan sebagainya ataupun pohon. Tanah yang ditanami oleh masyarakat bukan milik pribadi melainkan milik pemerintah dan TNI, sedangkan masyarakat hanya sebagai penggarap saja. Kebun ini dapat dijadikan sumber daya wisata dan penggarap dapat dilibatkan dalam kegiatan service untuk menunjang wisata seperti penyediaan tenaga kerja dan bahan baku makanan bagi wisatawan. Penilaian mengenai analisis sumber daya wisata dengan memberikan nilai 1 bagi area yang memiliki kegiatan wisata hanya 1. Nilai 2 diberikan pada area yang memiliki kegiatan wisata lebih atau sama dengan 2. Berdasarkan hasil analisis maka area yang memiliki kegiatan wisata lebih atau sama dengan 2 adalah Gunung Kapur dan area dimana terdapatnya Sungai Ciaruteun, camping ground, dan mata air hangat (Gambar 30).
55
GAMBAR 30 SUMBER DAYA WISATA
56
5.1.5 Fasilitas Wisata Eksisting Dikarenakan kawasan GKC belum secara resmi dijadikan kawasan wisata maka fasilitas yang terdapat di Gunung Kapur dibuat seadanya. Untuk menunjang kegiatan wisata maka diperlukan pengembangan terhadap fasilitas yang ada. Adapun fasilitas yang sudah ada dalam kawasan adalah sebagai berikut:
5.1.5.1 Penunjuk Arah Penunjuk arah yang buat hanya berupa goresan cat berwarna putih dan merah pada batu-batuan menuju puncak Gunung Kapur, jika pengunjung melalui jalur Selatan. Pada bagian jalur Utara tidak ada satupun penunjuk arah menuju Gunung Kapur. Begitupun dengan area yang menuju mata air hangat. Untuk itu perlu dibuat sistem penandaan agar memudahkan wisatawan mengunjungi objek yang diinginkan.
5.1.5.2 Jalan Setapak Jalan setapak untuk menuju atas gunung merupakan jalan yang biasa digunakan masyarakat sehari-hari untuk mencari kayu, dan berkebun. Jalan tersebut sangat curam, sehingga ketika hujan jalan tersebut akan sulit dilalui. Sedangkan jalur jalan masuk sebelah selatan sudah terdapat batu pijakan, namun karena tidak adanya pengelolaan maka jalan masuk tersebut ditutupi oleh semaksemak. Oleh karena diperlukan jalan setapak untuk tracking agar memudahkan pengunjung menanjak atau menuju puncak Gunung Kapur.
Gambar 31. Tracking menuju puncak GKC
57
5.1.5.3 Pendopo Di bagian atas GKC terdapat fasilitas pendopo untuk beristirahat, namun kepemilikan pendopo adalah milik pribadi. Para pengunjung yang sudah lelah mendaki sampai puncak dapat duduk-duduk beristirahat setelah diijinkan oleh penjaga atau juru kunci pendopo tersebut. Untuk itu diperlukan shelter untuk beristirahat di beberapa titik lokasi yang relatif datar.
Gambar 32. Pendopo yang berada di puncak GKC
5.1.5.4 Mushola Pada kawasan GKC ini terdapat mushola yaitu di dekat mata air hangat Sungai Ciaruteun dan di puncak Gunung Kapur. Mushola yang berada didekat Sungai Ciaruteun dikelola oleh masyarakat sekitar. Mushola yang berada di puncak Gunung Kapur hanya terbuat dari kayu yang dikelola oleh juru kunci. Untuk memenuhi kebutuhan pengunjung untuk beribadah disela-sela aktivitas wisata maka perlu dibuat mushola di lokasi yang stategis seperti di area pelayanan.
Gambar 33. Mushala di puncak GKC
58
5.1.5.5 Toilet Sarana Toilet terletak di dekat mata air hangat, dekat dengan mushola. Toilet ini dikelola bersama mushola oleh warga sekitar. Toilet terbagi menjadi 2 yaitu toilet pria dan wanita. Terbatasnya ketersediaan toilet menghambat pelayanan terhadap pengunjung. Oleh karena itu perlu disediakan toilet pada area pelayanan dengan jumlah yang memadai.
5.1.5.6 Warung/kios Di beberapa lokasi di sekitar GKC terdapat kios atau warung penjual makanan dan minuman. Kios atau warung tersebut tidak teratur dan sederhana karena hanya menggunakan bambu tanpa dinding. Untuk mendukung pelayanan terhadap wisatawan maka dibuatlah beberapa kios tambahan dengan beragam fungsi seperti kios makanan, kios cinderamata, kios penyewaan alat-alat wisata, dan sebagainya. Pengaturan tata letak kios sangat diperlukan untuk menjaga estetika dan membuat pengunjung merasa nyaman.
5.1.6 Hasil Penilaian Analisis Setelah dilakukan analisis berdasarkan faktor alam, sejarah-sosial-budayaekonomi, serta sumber daya wisata maka didapatkan jumlah skor untuk masingmasing area yang disajikan dalam Tabel 5 yang kemudian digambarkan dalam bentuk peta komposit (Gambar 34). Tabel 5. Hasil Skoring Kawasan GKC Area
Nilai skor
I
13
II
7
III
10
IV
8
V
6
VI
5
Setelah dihitung jumlah skor masing-masing area maka dibuat selang klasifikasi pengembangan area.
59
Klasifikasi penilaian akan dihitung berdasarkan jumlah total dari penilaian biofisik, sosial, dan sumberdaya wisata. Selang dari klasifikasi penilaian akan dihitung dengan menggunakan persamaan berdasarkan Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam dalam Mulyati (2007): S = Smaks-Smin K
Keterangan:
S Smaks Smin K
: Selang dalam penetapan selang klasifikasi penilaian : Skor Maksimal : Skor Minimum : Banyaknya Klasifikasi Penilaian
Sehingga, S=
13 – 5
= 2,67
dibulatkan menjadi 3
3 Selang dibuat menjadi 5-7
: dikembangkan sebagai wisata inti
8-10
: dikembangkan sebagai wisata penunjang
11-13
: dikembangkan sebagai pendukung wisata
Skor terendah berkisar 5-7. Area ini dapat dikembangkan untuk pendukung wisata. Area yang memiliki skor 8-10 dapat dikembangkan untuk wisata penunjang. Wisata penunjang merupakan kawasan wisata namun hanya penunjang dari wisata utama. Daerah yang dikembangkan untuk wisata utama adalah area yang memiliki nilai skor 11-13, dimana kawasan ini mencakup seluruh Gunung Kapur.
60
GAMBAR 34 KOMPOSIT
61
5.2 Sintesis Berdasarkan analisis yang telah dilakukan maka diperlukan beberapa upaya agar nilai kealamiahan dan budaya tetap lestari. Usaha tersebut dilakukan dengan cara mempertahankan dan mengembangkan potensi pada tapak serta memecahkan masalah melalui berbagai alternatif tindakan, sehingga kawasan GKC tetap terjaga kelestariannya. Kawasan GKC perlu dilestarikan nilai kealamiahan dan budayanya. Nilai kealamiahan dibentuk dengan mempertahankan kondisi yang telah ada dan mengkonservasi area-area yang rawan longsor. Selain itu dengan membatasi aktivitas wisata pada area yang rawan seperti mata air dan Gunung Kapur. Fungsi budaya dijaga dengan memelihara bekas-bekas peninggalan zaman kerajaan, mempertahankan area persawahan dan perkebunan. Sawah perlu dipertahankan karena selain memiliki nilai budaya, sawah juga mampu menjaga air tanah. Sedangkan perkebunan perlu dibatasi apakah area tersebut terletak pada area yang peka terhadap erosi atau tidak. Jika terletak di kawasan peka erosi maka perlu dilakukan pengalihan menjadi kawasan konservasi dengan penanaman tanaman yang memiliki perakaran yang kuat untuk meminimalisasi longsor. Penyediaan fasilitas di area yang peka juga dilakukan seperti menara pandang dan shelter, namun jumlahnya terbatas dan disesuaikan dengan kondisi tapak. Berdasarkan hasil analisis dan sintesis, maka perlu dibuat area-area yang dapat menunjang fungsi wisata dengan memperhatikan nilai kelestarian dan budaya dari tapak tersebut. Sesuai dengan hasil analisis, maka pada sintesis dibuat block plan (Gambar 35), dimana tapak terbagi atas area yang dapat dikembangkan untuk wisata utama, wisata penunjang dan pendukung wisata a. Zona wisata utama Ruang ini merupakan ruang wisata utama dimana terdapat atraksi yang memiliki nilai tinggi. Ruang wisata ini tergolong wisata non-intensif dikarenakan objek wisata yang dikunjungi rentan terhadap kerusakan sehingga perlu pembatasan terhadap aktivitas wisata. Selain itu pada ruang ini terdapat ruang konservasi yang dapat melindungi area wisata .
62
GAMBAR 35 BLOCK PLAN
63
b. Zona wisata penunjang Ruang
ini
merupakan
ruang
yang
mampu
mengakomodasikan
pengunjung apabila daya tampung pengunjung zona wisata utama telah penuh. Wisata yang dikembangkan adalah jenis wisata intensif namun tetap ada pembatasan seperti aktivitas yang diizinkan adalah aktivitas yang tidak merusak alam. c. Zona pendukung wisata Ruang ini terletak pada area yang memiliki nilai sumberdaya wisata yang rendah serta nilai biofisik yang tidak peka terhadap kerusakan. Ruang ini juga diletakkan pada lahan yang sesuai karena akan dibangun fasilitas yang mendukung kegiatan wisata. Pada area yang dapat dikembangkan sebagai wisata utama berisi objek atau atraksi yang memiliki nilai keunikan tinggi yang jarang ditemui pada tempat lain seperti batu-batuan kalsit, lubang-lubang pada batuan, gua, batuan untuk panjat tebing, nilai kesejarahan, satwa dan vegetasi di puncak Gunung Kapur serta batu roti, sedangkan wisata penunjang diisi oleh objek wisata, camping ground, sungai, mata air hangat, air terjun, bekas pertambangan, perkebunan. Untuk area yang memiliki nilai potensi terkecil dapat dijadikan area penunjang wisata yang diarahkan menjadi service area. Area ini meliputi perkebunan.
5. 3 Konsep Dasar GKC merupakan lanskap yang masih alami dengan potensi alam dan budayanya namun belum dijadikan kawasan wisata maka dibuatlah konsep dasar perencanaan yaitu mengembangkan kawasan GKC sebagai kawasan wisata terpadu yang memadukan wisata dengan kegiatan yang menunjang keberlanjutan kondisi fisik Gunung Kapur. Perencanaan suatu kawasan wisata tidak jarang membawa dampak negatif bagi kelestarian sumber daya fisik tapak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan mengembangkan wisata terpadu ini maka diharapkan tapak tetap lestari dan nilai kealamiahannya terjaga (Gambar 36). Penataan kawasan ini dilakukan dengan mengembangkan atraksi wisata dan sarana penunjang wisata namun tanpa mengurangi nilai ekologis dari tapak
64
sehingga selain pengguna tapak merasa puas, juga memberikan dan meningkatkan pengetahuan. Kawasan Gunung Kapur
Langka dan Unik
Sumber Ilmu Pengetahuan
Potensi Sumber Daya Wisata Alam dan Budaya
Wisata Terpadu
Lestari
Kawasan Wisata Terpadu
Gambar 36. Konsep Wisata Terpadu di Kawasan GKC Dalam perencanaan ini dikembangkan fungsi-fungsi yang mampu mengakomodasikan kepentingan pengguna gunung kapur seperti: a. Fungsi Wisata, dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan wisata masyarakat lokal dan non lokal dengan aktivitas wisata yang dikembangkan berdasarkan potensi tapak dan ditunjang dengan fasilitas penunjang wisata. b. Fungsi Konservasi, dikembangkan melihat kondisi gunung kapur yang semakin rusak akibat kegiatan penambangan, selain itu flora dan fauna khas gunung kapur yang menjadi daya tarik tersendiri. Perencanaan wisata terhadap kawasan ini juga memberikan dampak negatif terhadap kelestarian Gunung Kapur, sehingga kegiatan konservasi dipadukan dalam kegiatan wisata untuk menekan dampak negatif dapat dikurangi dari adanya pengembangan kegiatan wisata. c. Fungsi Pendidikan, dikembangkan untuk meningkatkan pengetahuan dan pengalaman pengunjung mengenai kecintaan terhadap alam dan budaya
65
seperti pengetahuan mengenai sejarah budaya lokal, sejarah geologi, biota karst, sampai dengan pendidikan konservasi.
5.4 Konsep pengembangan Kawasan GKC
merupakan kawasan yang rentan atau peka terhadap
kerusakan. Meskipun begitu
kawasan ini tetap dapat dikembangkan sebagai
kawasan wisata dengan adanya pembatasan sesuai dengan daya dukungnya. Pengembangan konsep dasar terdiri dari pengembangan konsep ruang, sirkulasi, fasilitas. Penataan ruang dimaksudkan untuk mengakomodasikan fungsi-fungsi pada tapak agar tidak saling mengganggu
5.4.1 Konsep Ruang Pada GKC, ruang merupakan wadah untuk melakukan aktivitas yang akan dilakukan disesuaikan dengan fungsi yang akan dikembangkan, namun luas dan posisi ruang disesuaikan dengan kondisi dan sumber daya alam terhadap aktivitas (Gambar 38).
Keterangan:
Ruang penerimaan
Ruang konservasi
Ruang pelayanan
Ruang penyangga
Ruang wisata inti
Ruang wisata penunjang
Gambar 37. Diagram konsep ruang
66
Berdasarkan konsep dasar yang telah dibuat maka ruang-ruang tersebut dibagi ke dalam sub-sub ruang seperti:
1. Ruang wisata inti Ruang wisata inti adalah ruang wisata yang terletak di Gunung Kapur. Objek wisata yang terdapat di area ini adalah gua, tebing, sejarah Gunung Kapur. Aktivitas wisata tergolong non intensif seperti pengamatan, pendakian dengan jumlah pengunjung yang tidak banyak. Hal ini dikarenakan objek wisata yang terdapat di Gunung Kapur bersifat rentan. Untuk meminimalisasi kerusakan dibuatlah ruang konservasi yang mengelilingi ruang inti ini. Selain itu dengan meletakkan ruang konservasi dapat mendukung konsep wisata terpadu yang ingin dikembangkan, dimana pada ruang ini dilakikan kegiatan konservasi yang melibatkan pengunjung, baik secara langsung maupun tidak langsung.
2. Ruang wisata penunjang Pada ruang ini terdapat objek dan atraksi wisata penunjang seperti Sungai Ciaruteun, camping ground, mata air hangat, area outbond, area berakit, sehingga ruang ini digunakan sebagai ruang yang bertujuan untuk wisata pendidikan dan wisata petualangan. Ruang wisata terbagi menjadi beberapa ruang antara lain: a. Wisata Pendidikan Ruang ini dibuat dengan fungsi pendidikan dimana pengunjung dapat melakukan aktivitas seperti pengamatan maupun penelitian terhadap objek yang terdapat di sekitar kawasan Gunung Kapur seperti kegiatan pertanian dan perkebunan. Selain itu pengunjung juga mendapat pendidikan konservasi pada akhir perjalanan. b. Wisata Petualangan Ruang ini ditujukan bagi pengunjung yang gemar berpetualang. Ruang ini terbagi menjadi, camping area, outbond area dan area wisata sungai. Adapun ruang wisata petualangan terdapat di beberapa titik yang menyebar di bagian barat kawasan GKC.
67
3. Ruang pendukung wisata dapat dibagi menjadi dua sub ruang, yaitu: a.
Ruang Penerimaan Ruang ini berfungsi untuk menyambut dan melayani pengunjung yang baru datang di GKC.
b.
Ruang Pelayanan Ruang pelayanan merupakan ruang yang berfungsi untuk memberikan pelayanan terhadap pengunjung yang berwisata dalam kawasan.
4. Ruang Konservasi Ruang ini merupakan ruang yang digunakan untuk mengkonservasi tapak atau area yang berbahaya yang didatangi oleh pengunjung. Berdasarkan konsep wisata terpadu yang memadukan wisata dengan kegiatan yang menunjang kelestarian dan keberlanjutan tapak.
5. Ruang Penyangga Ruang ini sebagai buffer dimana berfungsi melindungi tapak dari gangguan luar tapak seperti polusi, konversi penggunaan lahan dari perkebunan dan sawah menjadi pemukiman. Selain itu ruang penyangga juga berfungsi untuk mengurangi aktivitas wisata yang diakomodasikan pada ruang wisata sehingga kerusakan yang mungkin timbul pada ruang wisata dapat ditekan.
5.4.2 Konsep Sirkulasi Konsep sirkulasi yang dikembangkan pada dasarnya ditujukan untuk menghubungkan ruang-ruang pada tapak untuk menunjang aktivitas di dalam tapak, dengan mempertimbangkan fungsi-fungsi yang telah ditentukan. Sirkulasi dikembangkan menjadi sirkulasi pejalan kaki dengan pola mengikuti pola yang telah ada dengan titik-titik pemberhentian untuk menikmati objek wisata. Jalur pejalan kaki dibagi menjadi beberapa jalur alternatif yang nantinya pengunjung akan menentukan sendiri objek yang ingin dikunjungi. Sirkulasi ini pada akhirnya akan bertujuan di ruang konservasi karena konsep yang ingin dikembangkan
68
adalah wisata terpadu yang memadukan antara wisata dengan konservasi (Gambar 38). Jalur sirkulasi terbagi dua yaitu: 1. Jalur sirkulasi primer Merupakan jalur utama keluar masuk tapak, yang dapat dilewati kendaraan secara bebas. 2. Jalur sirkulasi sekunder Merupakan sirkulasi yang menghubungkan ruang-ruang dalam tapak serta objek wisata dan hanya dilalui oleh pejalan kaki.
Akses Utama
Gerbang 1 Main Gate
Gerbang 2
Gerbang 3
Penerimaan
Penerimaan
Penerimaan
Pelayanan
Pelayanan
Pelayanan
Objek wisata Gunung kapur
Objek wisata Sekitar Gunung kapur
Objek wisata Lain
Konservasi
Gerbang 1 Main Gate
Keterangan:
Gerbang 2
Gerbang 3
sirkulasi primer sirkulasi sekunder Gambar 38. Diagram konsep sirkulasi
69
Jalan masuk (entrance) menuju kawasan dibagi menjadi 3 arah, hal ini dimaksudkan agar tercipta pengalaman yang berbeda seperti pada gerbang utama pengunjung akan melewati bekas penambang sedangkan di gerbang 2 pengunjung akan melewati area pemukiman, dan pada gerbang 3 pengunjung akan melewati area perkebunan. Selain itu sebagai alternatif pencapaian suatu objek wisata tertentu dan tidak terjadi penumpukan lalu lintas. Pengunjung akan keluar pada pintu gerbang pertama, yang merupakan gerbang utama. Hal ini agar pengelola dapat memantau kendaraan yang masuk, selain itu pengunjung dapat menikmati view yang berbeda dengan jalur masuk.
5.4.3 Konsep Aktivitas Wisata Konsep aktivitas wisata yang dikembangkan merupakan wisata pendidikan dan petualangan, sehingga kawasan ini mampu memberikan pengetahuan dan pengalaman. Berdasarkan pertimbangan luas kawasan dan keterbatasan waktu pengunjung, maka nantinya akan dibuat 2 alternatif paket wisata. Wisata
pertama diperuntukkan bagi wisatawan yang memilih beberapa
jenis objek wisata. Perjalanan ini dimulai dari ruang pelayanan menuju objek yang diinginkan sesuai dengan kedekatan pintu gerbang, seperti panjat tebing, caving, hiking, berakit. Aktivitas yang dapat dilakukan pengunjung bersifat intensif namum terbatas seperti kegiatan yang dekat dengan alam dan tidak merusak lingkungan. Selain itu sesuai dengan konsep wisata terpadu, maka di akhir perjalanan maka pengunjung akan diberi pemahaman mengenai konservasi dan dapat turut serta malakukan kegiatan konservasi. Paket wisata kedua merupakan perjalanan menjelajah keseluruhan objek. Waktu kunjungan lebih dari satu hari dikarenakan tapak yang luas. Untuk itu pengunjung dibebaskan untuk memilih menginap di penginapan yang telah disediakan atau mendirikan tenda di camping ground. Aktivitas pada paket kedua adalah penelitian, hiking, penelusuran kawasan Gunung Kapur ini. Selanjutnya pengunjung dapat menikmati aktivitas pada area wisata penunjang. Seperti paket satu, pada paket dua ini di akhir perjalanan pengunjung akan diberi pemahaman mengenai konservasi.
70
5.4.4 Konsep Fasilitas Untuk mendukung aktivitas wisata perlu direncanakan fasilitas pada area penunjang wisata seperti penyediaan pintu gerbang, pusat informasi dan tempat pengelola atau pengawasan, tempat parkir, tempat makan dan penyewaan alat-alat wisata alam, mushala, toilet dan lain sebagainya. Bangunan dibuat dengan konsep ekologis sehingga tidak menonjol dan menghalangi pemandangan menuju Gunung Kapur. Fasilitas yang direncanakan adalah fasilitas yang sesuai dengan kondisi dan dapat menunjang aktivitas dari pengunjung dan pengguna tapak. Fasilitas yang dibangun adalah fasilitas yang tahan terhadap kondisi iklim, serta mudah perawatannya. Fasilitas yang direncanakan disesuaikan dengan standar dan daya dukung kawasan. Adapun fasilitas yang dikembangkan antara lain: fasilitas pelayanan dan fasilitas untuk aktivitas wisata. Fasilitas yang dibangun harus mampu mengakomodasikan kegiatan atau aktivitas pengunjung, sehingga fasilitas diletakkan pada tempat-tempat yang strategis, memiliki titik pandang yang menarik, dan pada area pelayanan. Berdasarkan konsep wisata terpadu maka fasilitas yang dibuat harus ramah lingkungan atau tidak merusak lingkungan. Berdasarkan konsep dasar maka dibuatlah konsep pengembangan seperti ruang, sirkulasi, aktivitas, sampai dengan fasilitas. Dari konsep pengembangan dapat dibuat Concept Plan sebagai dasar dalam tahap perencanaan yang disajikan pada gambar 39.
5.5 Perencanaan GKC direncananakan sebagai suatu kawasan wisata terpadu yang mampu mengakomodasikan kegiatan wisata alam dan budaya namun turut melestarikan nilai ekologis bagi keberlangsungan biofisik tapak. Perencanaan meliputi rencana tata ruang, rencana sirkulasi dan tata letak fasilitas penunjang. Hasil akhir berupa gambar rencana (Landscape Plan) dapat dilihat pada Gambar 40 dan detail plan yang merupakan perbesaran area wisata (Gambar 41-45), serta gambar tampak potongan (Gambar 45-47).
71
GAMBAR 39 CONCEPT PLAN
72
GAMBAR 40 LANDSCAPE PLAN
73
GAMBAR 41 DETAIL PLAN 1
74
GAMBAR 42 DETAIL PLAN 2
75
GAMBAR 43 DETAIL PLAN 3
76
GAMBAR 44 DETAIL PLAN 4
77
GAMBAR 45 DETAIL PLAN 5
78
GAMBAR 46 POTONGAN 1
79
GAMBAR 47 POTONGAN 2
80
5.5.1 Rencana Ruang Kawasan GKC dibagi menjadi lima ruang yaitu ruang penerimaan, ruang pelayanan, ruang penyangga, ruang konservasi dan ruang wisata. Adapun Luasan penggunaan ruang dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Luas Penggunaan Ruang di GKC No Rencana Peruntukan Ruang 1 2 3 4 5
Ruang Penerimaan Ruang Pelayanan Ruang Wisata Ruang Penyangga Ruang Konservasi
Luas (Ha) 6,9 18,4 14,0 329,4 142,1 510
(%) 1,4 3,6 2,7 64,5 27,8 100
Perencanaan ruang penerimaan adalah seluas 6,9 Ha dengan fungsi menerima pengunjung yang datang pada tapak, meliputi gerbang, area parkir, gedung pengelola, ruang informasi dan multimedia. Ruang pelayanan merupakan ruang yang mengakomodasikan keperluan pengunjung selama berwisata. Ruang ini direncanakan seluas 18,4 Ha. Penyediaan pelayanan melibatkan masyarakat sekitar sebagai pengelola kawasan wisata seperti tenaga pemandu wisata/interpreter, penyediaan konsumsi dan petugas keamanan, maupun mengelola kios cinderamata. Perencanaan ruang wisata seluas 14,0 Ha yang terbagi menjadi 2 sub ruang, yaitu wisata inti dan wisata penunjang. Pada wisata inti terdapat objek dan atraksi wisata berupa karst, gua, peninggalan sejarah, vegetasi alami dan satwa khas Gunung Kapur terutama lutung dan berbagai jenis burung. Aktivitas wisata yang direncanakan bersifat non-intensif seperti mendaki, penelusuran gua, panjat tebing. Pada wisata penunjang objek yang ditawarkan antara lain Sungai Ciaruteun, mata air hangat, camping ground dengan aktivitas meliputi Camping, Climbing, hiking, Caving, berakit dan outbond. Ruang penyangga merupakan ruang yang diperuntukkan sebagai ruang untuk melindungi keberadaan objek dan atraksi wisata pada ruang wisata utama dari pengaruh luar kawasan maupun aktivitas berlebih pengunjung. Sehingga keseimbangan dan kelestarian kawasan Gunung Kapur dapat terjaga. Untuk membatasi jumlah pengunjung yang ingin naik ke Gunung Kapur maka
81
pengunjung dapat diarahkan menuju ruang penyangga yang direncanakan seluas 329,4 Ha. Aktivitas wisata yang dapat dilakukan penunjung berupa duduk-duduk, bersantai, berdiskusi maupun berfoto, melihat aktivitas pekebun dan petani di perkebunan dan persawahan. Adapun hubungan antara fungsi , aktivitas, dan fasilitas disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Hubungan Antara Fungsi, Aktivitas, dan Fasilitas Ruang
Sub-ruang
Fungsi
Aktivitas
Fasilitas
Wisata
Wisata Inti
Wisata non intensif
Menara pandang, jalur sirkulasi, shelter, Papan informasi
Wisata Penunjang
Wisata intensif
Pengamatan vegetasi dan satwa, fotografi, hiking, penelusuran gua, penelitian geologi, panjat tebing sejarah budaya lokal piknik, bersantai, camping, berakit, mandi air hangat, olahraga, outbond, menikmati keindahan, fotografi.
Penerimaan
Penerimaan
Registrasi kunjungan, parkir kendaraan, melihat-lihat, beristirahat, membaca informasi, fotografi
Pelayanan
Pelayanan
Makan & Minum, berbelanja, fotografi, beristirahat, bersantai, menginap. Pemanfaatan Tradisional oleh masyarakat, bersantai, menikmati keindahan, jogging Perbanyakan bibit, penanaman pohon
Pendukung wisata
Penyangga
Penyangga dari gangguan luar kawasan
Konservasi
Konservasi
Papan informasi, area piknik, camping area, toilet, mushola, bangku, shelter, jalur sirkulasi, penyewaan peralatan camping dan berakit, pos jaga, dek, lapangan olahraga Tempat parkir, pintu gerbang, ruang penerima, aula, kantor pengelola, pos jaga, ruang multi media, pos tiket Kantin, shelter, toilet, penginapan, klinik, mushala, souvenir shop Perkebunan dan sawah, shelter, kios, jogging track Kebun pembibitan Tempat Peralatan pertanian, rumah kaca.
Ruang konservasi memiliki luas lebih besar dibandingkan dengan kawasan wisata yaitu 142,1 Ha. Berdasarkan konsep wisata terpadu maka keberadaan ruang ini menjadi sangat penting untuk melindungi kawasan inti dari kerusakan. Dengan luasnya ruang ini diharapkan kelestarian kawasan GKC tetap terjaga. Pada ruang ini aktivitas yang dapat dilakukan pengunjung antara lain hanya berjalan, pengamatan dan pembibitan sebagai salah satu aktivitas yang bersifat konservasi.
82
5.5.2 Rencana Sirkulasi Jalur sirkulasi pada tapak ini ada dua bagian, yaitu jalur sirkulasi primer dan sekunder. Jalur sirkulasi primer merupakan jalur utama yang dapat dilalui kendaraan dengan bebas secara dua arah. Jalur ini direncanakan mulai dari jalan utama hanya sampai area parkir pada ruang penerimaan dengan lebar 4-6 m dan berupa jalan aspal. Menurut Chiara dan Koppelman (1997) lebar jalan masuk mobil berkisar antara 2,7-3,6 m untuk jalan masuk satu kendaraan dan untuk dua kendaraan minimal 4,6-5,5 m Jalur akses terbagi menjadi tiga dengan pintu gerbang utama berada di sebelah utara, masing-masing pintu gerbang merupakan akses keluar masuk
dua arah. Untuk membatasi pengunjung yang menuju
Gunung Kapur maka dibuat pintu gerbang khusus menuju gunung kapur seperti gerbang 1 dan 2 saja. Sirkulasi sekunder menghubungkan antar ruang pada tapak, jalur ini berupa jalur pejalan kaki. Jalur pejalan kaki dapat dikembangkan sebagai jalur interpretasi. Pada tapak terdapat beberapa alternatif jalur pejalan kaki untuk memudahkan pengunjung memilih sendiri objek wisata mana yang akan dikunjungi. Jalur ini juga terbagi menjadi tiga yaitu jalur sebagai trotoar, jalur jalan dari tiap-tiap area, dan jalur untuk hiking. Jalur trotoar menggunakan bahan konblok dengan lebar 1,5-2,0 m, jalur trotoar juga dapat dipakai sebagai jalur jogging. Jalur jalan antar area memiliki panjang 1.525,0 m dan lebar 2,0 m dengan perkerasan berupa paving. Jalur hiking pada bagian Gunung Kapur memiliki lebar 1,0 m dan pada daerah yang bersebelahan dengan jurang maka dilengkapi handrailing untuk mengurangi bahaya terhadap pengunjung. Panjang jalur ini adalah 6.370,0 m . Pengunjung
berkeliling
mengikuti
jalur
yang
telah
ada
untuk
menginterpretasikan vegetasi, satwa, kondisi geologi, sejarah dan budaya. Pada awal perjalanan pada gerbang 1 dan 2, pengunjung akan dibekali mengenai kondisi kawasan serta objek atau atraksi apa saja yang ada di kawasan ini, sehingga pengunjung bebas untuk melakukan dan memilih sendiri kegiatan wisata yang sesuai dengan tujuan kunjungan. Selesai mengunjungi objek wisata maka pengunjung diarahkan menuju ruang konservasi sebagai bagian dari konsep wisata terpadu. Pada ruang ini pengunjung akan dibekali pemahaman mengenai
83
konservasi, selanjutnya pengunjung dapat kembali melalui pintu masuk. Apabila pengunjung ingin menikmati keseluruhan objek maka disediakan jalur jalan bagi pejalan kaki dari gerbang 1 menuju gerbang 3. Untuk menghindari kerusakan gunung kapur akibat tekanan dari kendaraan maka dibuat jalan untuk pengelola yang mengantar pengunjung dari gerbang 1 dan gerbang 3 ataupun sebaliknya melalui jalan Leuwikanca. Adapun rencana sirkulasi tertuang pada Tabel 8. Tabel 8. Rencana Sirkulasi dalam Kawasan Gunung Kapur no 1
2
Sirkulasi Primer Jalan masuk kawasan Sekunder Pedestrian
Pengguna
Panjang (m)
Lebar (m)
Material
Penempatan
Kendaraan
4.551,0
10,0
Aspal
Antar jalur masuk
Pejalan kaki
2.326,0
4,0
Paving
Pedestrian Pedestrian
Pejalan kaki pengunjung
678,0 1.525,0
1,6 2,0
Paving Paving
pendaki
pengunjung
6.370,0
1,0
Jalur berakit
Rakit
433,0
18,0
Batu pijakan -
Gerbang 1 menuju gerbang 3 Jalur masuk Sepanjang jalur antar ruang Gunung Kapur
Sungai Ciaruteun
5.5.3 Rencana Aktivitas Aktivitas wisata yang dikembangkan pada tapak merupakan aktivitas yang bersifat rekreatif dan edukatif, selain itu juga menanamkan nilai-nilai mengenai konservasi alam dan budaya. Kegiatan wisata dibagi menjadi paket wisata yang dibedakan berdasarkan jarak tempuh dan ketersediaan waktu untuk berwisata. Paket pertama ditujukan untuk pengunjung yang tidak mampu menjelajah kawasan GKC atau hanya ingin melakukan aktivitas wisata tertentu. Pada paket ini diberikan beberapa alternatif objek yang dapat dikunjungi. Paket wisata kedua diperuntukkan bagi pengunjung yang ingin menjelajah keseluruhan kawasan GKC ini. Berdasarkan konsep wisata terpadu, setelah mengunjungi objek wisata pengunjung akan diarahkan untuk menuju ruang konservasi yang merupakan bagian dari paket wisata. Pada ruang ini aktivitas yang direncanakan adalah
84
aktivitas konservasi seperti pembibitan. Pengunjung juga diperkenankan memilih membibit sendiri, menanam atau hanya melihat prosesnya. Dari aktivitas ini diharapkan pengetahuan pengunjung tentang konservasi meningkat. Selain itu akan lebih baik jika pengunjung sadar akan pentingnya lingkungan dan menerapkan aktivitas melestarikan lingkungan di tempat tinggalnya. Adapun paket wisata ini dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Alternatif Paket Wisata Kawasan GKC ∑ kegiatan ∑ hari
Alam 1
2
3
4
5
Konservasi
Budaya 6
7
8
1
2
3
1 hari Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3 >1 hari
Keterangan: Objek Wisata Alam: 1. Gunung Kapur 2. Batu Roti 3. Gua AC 4. Perkebunan Karet 5. camping Ground 6. Sungai Ciaruteun
(a) Outbond
(d) Permainan anak
7. Air Terjun 8. Mata air Hangat
Objek Wisata Budaya: 1. Balakasuta 2. Pertambangan 3. Perkebunan
(b) Panjat tebing
(c) Penelusuran gua
(e) Pengamatan satwa
(f) Berakit
85
(g) Camping (h) Piknik (Sumber: http:// www. Google.com/tourism activity)
Gambar 48. Aktivitas yang dapat dikembangkan pada tapak 5.5.4 Rencana Fasilitas Perencanaan berbagai fasilitas disesuaikan dengan berbagai aktivitas yang dikembangkan dalam masing-masing ruang. Fasilitas yang dialokasikan dalam tapak harus dapat menunjang tujuan pengembangan tapak serta mampu menampung kebutuhan pengunjung. Rencana fasilitas dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Rencana Fasilitas yang Digunakan pada Kawasan GKC No Fasilitas Fasilitas Pelayanan 1 Pintu gerbang utama 2 Pintu gerbang penunjang 3 Pos Tiket 4 Parkir 1 5 Parkir 2 6 Parkir 3 7 Kantor Pengelola dan pusat informasi 8 Aula dan Ruang Multimedia 9 Kios 10 Payung makan 11 Mushala 12 Toilet 13 Klinik 14 Shelter 15 Tong sampah Fasilitas Wisata 1 Bangku taman 2 Gazebo 3 Permainan anak-anak 4 Jogging track 5 Lapangan olah raga 6 Menara Pandang 7 Darmaga rakit 8 Rakit 9 Kolam air hangat 10 Lapangan Outbond 11 Camping Ground Fasilitas Konservasi 1 Rumah kaca
Ukuran (m)
Jumlah
P= 10,0 , L=2,0, T=8,0 P= 3,0 , L=0,5, T=3,0 P= 4,0 , L=4,0 Ls= 8.836,6 Ls= 8.344,6 Ls= 5.184,3 P= 15,0 , L=7,0 P= 15,0 , L=10,0 P= 4,0 , L=3,0 D= 3,0 Ls= 100,0 P= 6,0 , L=3,0 P= 6,0 , L=6,0 P= 3,0 , L=1,0 P= 0,5 , L=0,5
1 2 3 1 1 1 3 1 40 24 3 4 3 30 24
P= 3,0 , L=1,0, T=0,8 D= 3,0 P= 930,0 , L=2,0 Ls= 7.000,0 P= 5,0 , L=5,0, T=10,0 80,0 P= 3,0 , L=2,0 D=21,0 Ls= 5000 Ls= 400,0
30 13 3 set 1 1 2 2 10 1 1 1
P= 20,0 , L=10,0
9
Ket: P= Panjang, L= Lebar, T= Tinggi, D= Diameter, Ls= Luas (dalam m2)
86
5.5.4.1 Pintu Gerbang Pintu masuk atau gerbang yang direncanakan berkesan alami melalui pemilihan material kayu atau paduan kayu dan besi. Pintu gerbang merupakan daya tarik pertama yang dilihat pertama kali oleh pengunjung. Lebar gerbang sesuai dengan lebar jalan masuk dua arah kendaraan 10,0 m dengan median yaitu sekitar 2,0 m dengan tinggi 8,0 m. Pada pintu gerbang kedua dan ketiga bentuk gerbang lebih sederhana dibandingkan dengan pintu gerbang utama serta hanya terdapat satu jalur jalan masuk pada gerbang kedua dan ketiga. Hal ini menandakan bahwa Pintu 1 merupakan gerbang utama. (Sumber:http://images.google.co.id/images?hl=id&um=1&q=natural+gate&sa= N&start=252&ndsp=18)
Gambar 49. Ilustrasi Gerbang Utama Masuk Kawasan Gunung Kapur 5.5.4.2 Area Parkir Area parkir disediakan pada ruang penerimaan. Area parkir direncanakan untuk menampung kendaraan motor, mobil dengan pola 90˚ sedangkan bus dibuat dengan pola parkir 45˚, dengan jalan antara cukup lebar yaitu sebesar 8 m untuk memungkinkan masuk langsung tanpa menyulitkan kendaraan lain yang parkir. Untuk area penerimaan di gerbang utama, area parkir dapat menampung seluruh jenis kendaraan dengan jumlah 96 mobil dan 150 motor. Area parkir gerbang 2 memiliki kapasitas 23 bus wisata, 96 mobil, dan 150 motor. Area parkir gerbang 3 hanya untuk kendaraan motor dan mobil saja dengan daya tampung 96 mobil dan 150 motor. Pada tempat parkir untuk kendaraan diberikan pohon peneduh, dan peneduh beratap untuk motor. Kapasitas parkir per area dibatasi jumlah kendaraan yang akan masuk terutama di area gerbang 1 dan 2. Hal ini
87
dikarenakan untuk membatasi pengunjung mengunjungi objek utama yang bersifat rentan.
6m
3,4 m
2,4
4,9 m
6,1
Gambar 50. Parkir Kendaraan 45˚ (Chiara dan Koppelman, 1997)
5.5.4.3 Loket Tiket dan Pos Jaga Sebelum masuk menuju kawasan GKC, pengunjung diharuskan membeli tiket di loket. Dikarenakan terdapat tiga pintu gerbang maka terdapat tiga loket tiket, letak loket tiket terletak di sebelah kanan jalan ketika masuk kawasan. Untuk loket yang berada di gerbang utama letaknya berada di tengah median jalan antara jalan masuk dan keluar. Hal ini dimaksudkan agar mengurangi kemacetan dan antrian yang panjang serta kemudahan dalan pengawasan keluar masuknya kendaraan. Loket direncanakan berukuran 4x4 m.
5.5.4.4 Kantor Pusat Informasi dan Pengelola Untuk mengetahui informasi tentang kawasan terdapat ruang informasi yang menyediakan berbagai macam informasi tentang keadaan umum kawasan GKC secara keseluruhan. Didalam ruang ini pengunjung dibekali informasi mengenai kawasan GKC sehingga pengunjung mendapatkan gambaran awal mengenai objek yang dapat ditemui dalam berwisata. Ruang ini berukuran 15x7 m dengan pembagian ruang pusat informasi sebesar 7x7 m. Pada ruang informasi terdapat beberapa display mengenai objek dan atraksi wisata Kawasan GKC, selain itu diruang ini diberitahukan peraturan yang terdapat pada tapak. Penyampaian informasi dilakukan dalam bentuk panel, brosur, dan poster. Ruang ini juga juga dipakai sebagai ruang pengelola dengan luas 8x7 m. Hal ini dimaksudkan agar pihak pengelola mampu melayani dan memberi informasi kepada pengunjung.
88
5.5.4.5 Aula dan Ruang Multimedia Ruang ini dipergunakan untuk pengunjung yang berkelompok. Pada ruang ini pengunjung dibekali informasi mengenai kawasan GKC melalui pemutaran film berdurasi singkat, foto-foto dan slide. Sehingga pengunjung mendapatkan gambaran awal mengenai objek yang dapat ditemui dalam berwisata. Ruang ini berukuran 15x10 m dan dapat menampung kurang lebih 50 pengunjung.
5.5.4.6 Kios- kios Pada kawasan GKC terdapat berbagai jenis kios. Kios terdiri dari kios makanan, kios souvenir, kios penyewaan alat-alat wisata untuk camping, berakit, dan climbing. Peletakan kios makanan dan kios souvenir ini berada di setiap area pelayan. Kios penyewaan alat terletak di area pelayanan yang berdekatan dengan objek wisata tertentu. Kios ini direncanakan memiliki ukuran 3x4m.
5.5.4.7 Mushala Mushala ini disediakan bagi pengunjung dan pengelola untuk melakukan ibadah. Penempatan mushala ini adalah pada setiap ruang pelayanan. Mushola ini memiliki luas sebesar 100 m2. Keberadaan mushala ini ditunjang juga dengan toilet serta tempat wudhu.
5.5.4.8 Toilet Toilet merupakan fasilitas yang penting. Penempatan toilet menyebar pada tapak terutama pada setiap area pelayanan, camping ground, dan area canoing. Toilet dibagi menjadi toilet pria dan wanita. Ukuran toilet yang di rencanakan adalah sebesar 6x3m. Letak toilet tidak dekat dengan sumber air sebab dapat mencemari sumber air tersebut.
5.5.4.9 Shelter Shelter dibangun sebagai fasilitas untuk beristirahat bagi pengunjung yang lelah saat berwisata. Bangunan ini juga berfungsi sebagai tempat berteduh dari sengatan matahari dan hujan. Fasilitas ini diletakkan pada area pelayanan, dan
89
beberapa tempat sepanjang sirkulasi yang berfungsi sebagai stop area. Shelter ini berukuran 3x1 m.
5.5.4.10 Tong Sampah Kebersihan secara tidak langsung mendukung kelestarian lingkungan ,maka perlu adanya fasilitas untuk menunjang konsep tersebut yaitu pengadaan tong sampah dan upaya pengelolaan sampah. Penentuan jumlah tong sampah disesuaikan dengan aktivitas dan intensitas pada masing-masing ruang. Tong sampah diletakkan pada area yang mudah terjangkau dan terlihat. Jenis tong sampah dibedakan menjadi tong sampah organik dan anorganik.
(Sumber:http://image63.webshots.com/163/8/16/29/524281629lZhMZh_fs.jpg)
Gambar 51. Ilustrasi Tong Sampah Kawasan Gunung Kapur 5.5.4.11 Menara Pandang Menara pandang dibangun sebagai fasilitas bagi pengunjung untuk melihat pemandangan atau melakukan pengamatan. Fasilitas ini diletakkan pada area yang dapat melihat keseluruhan view seperti di bagian datar di puncak Gunung Kapur, selain itu fasilitas ini terdapat di area outbond. Menara ini memiliki tinggi sekitar 8 m.
5.5.5 Rencana Daya Dukung Daya dukung wisata dihitung berdasarkan penggunaan intensif tapak. Dimana pengunjung benar-benar melakukan aktivitas pada fasilitas yang disediakan. Kebutuhan ruang untuk aktivitas wisata dan fasilitas pendukung dapat dilihat pada Tabel 11.
90
Tabel 11. Daya Dukung Fasilitas Aktivitas Penerimaan : Keluar masuk Retribusi Parkir Mobil Kecil dan Sedang Parkir motor Parkir Bus Wisata Informasi Pelayanan : Makan Kesehatan Belanja Keamanan Ibadah Membersihkan diri Persiapan wisata Wisata : Jalan-jalan Diskusi Bersantai Viewing Piknik Olahraga Panjat tebing Camping Berakit Pemandian air hangat
Fasilitas
Standar Kebutuhan Ruang (m2/orang)
Satuan ∑
Luas (m2)
Total Luas (m2 )
Daya Dukung (Orang)
Gerbang Loket/pos Area parkir 90˚
2 2 16
3 3 3
20 1.800
60 400 5.400
200 338 unit
Area parkir Area Parkir 45˚ Pusat informasi
1.8 23 2
3 2 3
500 12
1.500 1.500 36
833 unit 65 unit 18
1.5 1.5 1.5 2 2 2.25 2
3 3 20 3 3 5 3
36 12 9 100 18 -
2.800 108 240 27 300 90 1.500
1.866 72 160 14 150 40 700
2 8 8 10 8 8 8 6 4
4 2 1 1 1 1 1
1.525 7.056,6 25 1.700 400 2.000 365
1525 7.056,6 100 4.000 7.000 1.700 400 2.000 365
762,5 882 13 400 875 212 50 333 92
warung makan Klinik Kios cinderamata Pos jaga Mushalla Toilet Ruang persiapan Jalan Setapak Shelter/gazebo Menara pandang, Area piknik Lapangan Tebing terjal Area terbuka Rakit Kolam pemandian
Sumber : Gold (1980), Chiara dan Koppelman (1997).
Selain dibuat pendugaan daya dukung berdasarkan aktivitas dan fasilitas, dibuat juga pendugaan nilai daya dukung pada masing-masing area. Hal ini dikarenakan daya dukung pada tiap area berbeda. Berikut pendugaan daya dukung kawasan dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Daya Dukung Kawasan Ruang Wisata Inti Area Sirkulasi Wisata Penunjang Area Sirkulasi
Luas(m2)/Panjang(m)
Standar Kebutuhan Ruang (m2/orang)*
Daya Dukung (Orang)
2.349,0 6.370,0
40 40
59 160
110.121,0 4.529,0
40 40 Total Ket : *) Dua kali standar kebutuhan ruang pada umumnya (Hartanti, 2008)
2753 382 3354
91
Berdasarkan tabel diperoleh pada tabel daya dukung kawasan wisata dengan standar kebutuhan ruang manusia pada kawasan konservasi ini dihipotesiskan dengan asumsi 50% dari daya dukung pada umumnya (Hartanti, 2008). Pendugaan nilai daya dukung dilakukan untuk menentukan jumlah pengunjung. Jumlah pengunjung yang sedikit akan menyebabkan perencanaan kawasan menjadi tidak produktif. Sebaliknya jumlah pengunjung yang terlalu banyak akan menyebabkan fungsi ekologis kawasan terganggu. Penentuan nilai daya dukung berdasarkan standar kebutuhan luas terhadap individu pengunjung pada masing-masing ruang, sehingga daya dukung maksimum kawasan adalah 3.354 orang per hari. Jam kunjungan perhari 8 jam, rata-rata waktu kunjungan 5 jam, dan koefisien rotasi 2.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Kawasan GKC berpotensi sebagai kawasan wisata sesuai dengan kondisi sumberdaya, baik sumberdaya alam maupun kondisi budaya. Perencanaan ini dimaksudkan agar dapat memenuhi kebutuhan wisatawan dan diharapkan agar kelestarian dari Gunung Kapur ini dapat terjaga. GKC terletak di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor dan memiliki luas ±470 ha. Kondisi iklim di Gunung Kapur
ini berpotensi untuk menunjang
pengembangan kawasan sebagai area wisata. Keindahan kawasan GKC juga menjadi daya tarik bagi wisatawan. GKC belum secara resmi di jadikan kawasan wisata sehingga fasilitas sangat terbatas. Selain itu jumlah pengunjung masih sedikit yang datang ke kawasan ini. Berdasarkan hasil analisis dari kondisi biofisik dan sosial-ekonomisejarah-budaya maka terdapat zona berdasarkan kesesuaian lahan yang dapat dikembangkan untuk wisata, wisata penunjang dan pendukung wisata. Kondisi GKC perlu mendapat perhatian akibat adanya kegiatan penambangan
serta
penebangan.
Kerusakan
diberbagai
tempat
dapat
mengakibatkan kepunahan atau hilangnya kelestarian Gunung Kapur. Konsep wisata terpadu yang memadukan wisata dengan kegiatan konservasi yang menunjang kelestarian biofisik Gunung Kapur dibuat agar wisata yang direncanakan tidak menambah kerusakan yang telah ada. Dalam perencanaan ini dikembangkan tiga fungsi antara lain: fungsi wisata, konservasi dan pendidikan. Untuk mengembangkan fungsi-fungsi tersebut maka dilakukan pembagian ruang
menjadi ruang wisata inti, ruang wisata
penunjang dan ruang pendukung wisata. Dalam ruang penunjang wisata terdapat ruang penerimaan dan pelayanan. Perencanaan ruang penerimaan adalah sebesar 6,9 Ha. Ruang pelayanan direncanakan sebesar 18,4 Ha. Area wisata sebesar 14 Ha, sedangkan area terbesar adalah area penyangga 329,4 Ha dan area konservasi sebesar 142,1 Ha. Perencanaan ini dimaksudkan agar dapat memenuhi kebutuhan wisatawan dan diharapkan agar kelestarian dari Gunung Kapur ini dapat terjaga.
93
Aktifitas yang dikembangkan di dalam tapak dibagi sesuai dengan fungsi yang dikembangkan yaitu, aktifitas petualangan, pendidikan, dan konservasi. Aktifitas yang ditawarkan dalam tapak selain untuk menghilangkan kepenatan, juga menambah dan meningkatkan ilmu pengetahuan dan kesadaran akan cinta lingkungan. Adapun aktifitas petualangan antara lain, camping, hiking, climbing, canoing, caving, sedangkan aktivitas pendidikan diantaranya pengamatan biota karst, sejarah geologi, sejarah budaya lokal, dan lain sebagainya. Kegiatan penanaman dan pembibitan termasuk kedalam kegiatan konservasi yang dipadukan dalam bagian wisata. Fasilitas sebagai sarana dalam melakukan kegiatan wisata sangat diperlukan. Fasilitas terbagi menjadi fasilitas wisata dan penunjang wisata. Fasilitas wisata tersebut antara lain menara pandang, jalan setapak, shelter, area camping. Fasilitas penunjang wisata terdiri dari, pintu gerbang, loket, gedung pengelola, tempat parkir, aula, papan informasi, mushola, toilet, menara pandang, shelter, gazebo, camping ground, area berakit, penginapan, lapangan olah raga.
6.2 Saran Kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea selain berpotensi menjadi kawasan wisata,
tapak ini juga menjadi ruang terbuka hijau di wilayah
Kecamatan Ciampea, sehingga perlu dilestarikan. Fasilitas dan aktifitas yang dikembangkan hendaknya sesuai dengan daya dukung tapak. Perencanaan kawasan ini dapat dikembangkan lebih detail pada tahap desain. Pengelolaan kawasan ini sangat dibutuhkan terutama dengan melibatkan peran masyarakat sekitar dan pemerintah daerah agar kawasan ini tetap terjaga kelestarian dan keberlanjutannya.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2009.
Pengembangan Terpadu Kawasan Karst, Sedikit Harapan
Diambang Kerusakan. http:// www. Geografiana.com. [17 Juni 2009]. Anonim. 2009. Perda No. 3 Tahun 2003 http://skpd.batamkota.go.id/hukum/ files/ 2009/08/Perda-No-3-Tahun-2003.pdf. [20 Juni 2009]. Anonim. 2009. Banten Kembangkan Wisata Terpadu. http://indotim.net/about/ wisata terpadu banten.htm.[20 Juni 2009]. Anonim. 2009. http:// www. Google.com. [24 Agustus 2009]. Anonim.2009.http://www.images.google.co.id/images?hl=id&um=1&q=natural+ gate&sa=N&start=252&ndsp=18). [24 Agustus 2009]. Anonim.2009.http://image63.webshots.com/163/8/16/29/524281629lZhMZh_fs.j pg. [24 Agustus 2009]. Atmosentono, H. 1968. Tanah Sekitar Bogor. Bogor: Lembaga Penelitian Tanah. [Bakosurtanal] Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. 2008. Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1: 25000, lembar 1209-134: Leuwiliang, Bogor. Bakosurtanal. Bruun, M. 1995. Landscape as a resource for Leisure, threathened by explotion or by exclusion. Preceendings The 32nd IFLA World Congress, Bangkok, 21-24 Oktober 1995. TALA, Thailand. 330p. Bupati Jawa Barat. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No.8 Tahun 2005 Tentang Batas Garis Sempadan Sungai. Chiara dan Koppelman. 1997. Standar Perencanaan Tapak (Terjemahan) . Erlangga: Jakarta Dewan Perwakilan Rakyat. 1997. Peraturan Pemerintah No.47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Effendi, AC, Kusnama, Hermanto. 1998. Peta Geologi Bersistem Indonesia Lembar Bogor, 1209-1. skala 1: 100000 Ed.ke 2. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Gold, SM. 1980. Recreation Planning and Design. New York: McGraw Hill Book Company.
95
Gunn, CA. 1994. Tourism Planning: Basic, Concept, Cases. Washington: Taylor Francis. Hardjowigeno, S. dan Widiatmaka. 2001. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Tanah. Bogor: Jurusan Tanah IPB. Hartanti, A. 2008. Perencanaan Ekowisata di Zona Penyangga Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Banten. (Skripsi). Program Studi Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor Holden, A. 2000. Environment and Tourism. New York: Taylor and Francis Group. Laurie, M. 1990. Pengantar Kepada Arsitektur Pertamanan (Terjemahan). Intermata: Bandung. Marsh, WM. 1983. Landscape Planning. Canada: John Willey and Sons. Inc. 341p. Mulyati, T. 2007. Kajian kondisi gua untuk pengembangan wisata minat Khusus di Kawasan Karst Gudawang, Kabupaten Bogor. (Skripsi). Departemen Konservasi sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Nugroho, W. 1995. Seri Diktat Kuliah: Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Gunadarma. Nurisjah, S dan Pramukanto. 1993. Daya Dukung dalam Perencanaan Tapak. Program Studi Arsitektur Lanskap. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Nurisjah, S dan Pramukanto. 1995. Penuntun Praktikum Perencanaan Lanskap. 1995. Program Studi Arsitektur Lanskap. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Prasetyo, S. 2002. Ciampea, Objek Wisata Lingkungan yang Potensial. http://www.Sinarharapan.com. [6 Juli 2009] Presiden Republik Indonesia. Keputusan Presiden No.32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Purnomo, H. 2005. Klasifikasi Kawasan Karst Menggunakan Landsat TM 7 Daerah
Wonosari
Yogyakarta.
Didalam:
Pemanfaatan
Efektif
Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa. Prosiding
96
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember. [Puslitbangtanak] Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. 1979. Peta Tanah semi Detail Daerah Parung-Depok-Bogor-Ciawi skala 1: 50000. Bogor. Lembaga Penelitian Tanah. Raharjana, D. 2009. Identifikasi Potensi Kawasan Pedesaan Sebagai Kawasan Wisata. http://www.Google.com. [4 Februari 2009]. Rahmadi, C. 2007. Karst di Jawa Barat Perlu Dilestarikan. http://cavernicoles. wordpress.com /2007/11/. [ 6 Juli 2009]. Roslita. 2001. Perencanaan Lanskap Wisata di Kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat Propinsi Jambi menggunakan Sistem Informasi Geografi. (Tesis). Program Pascasarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Sartika, M. 2007. Keanekaragaman Jenis Flora di Kawasan Karst Gunung Cibodas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. (skripsi). Program Studi Budidaya Hutan. Fakultas Kehutanan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Simond, JO. 1983. Landscape Architecture. McGraw-Hill Book Co, Inc: New York. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian, Bogor: IPB. Susantio,
D.
2003.
Memaksimalkan
Potensi
Pariwisata
di
Indonesia.
http://www.Sinarharapan.com. [3 Februari 2009]. Umar, F. 2006. Rencana Pengembangan Koridor Sungai Kapuas sebagai Kawasan Interpretasi Wisata Budaya Kota Pontianak. (Tesis). Sekolah Pasca Sarjana. Bogor: IPB. Wibowo. 2009. Tektonik Regional Jawa Barat. http://earthfactory.wordpress.com. [4 Agustus 2009]. Wikipedia. 2010. Geotourism. http://en.wikipedia.org/wiki/Geotourism. [20 Januari 2010].
LAMPIRAN
98
Lampiran 1. Tabel Iklim Kawasan GKC Data Iklim Rata-Rata Bulanan di Wilayah Penelitian Bulan Curah Hari Suhu Kelembaban Lama Hujan Hujan (˚C)*) relatif udara Penyinaran (mm)*) (Hari)*) (%)*) (%)**) Januari 291 28 25 83 61
Kecepatan Angin (km/jam)**) 3.1
Februari
256
25
25
81
18
3.2
Maret
238
25
26
79
53
2.5
April
152
20
26
79
65
2.3
Mei
105
11
26
76
81
2.2
Juni
52
7
26
73
79
2.0
Juli
27
4
26
71
93
2.4
Agustus
14
0
26
68
72
2.2
September
12
0
26
66
82
2.6
Oktober
48
9
26
69
70
2.4
November
122
16
26
74
57
2.8
Desember
237
24
26
78
44
2.8
Rata-rata
129.5
14.083
26
74.75
65
2.5
Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika Bogor, 2009. *) Data rata-rata tahun 1998-2008 **) Data rata-rata tahun 2008
99
Lampiran 2. Kuisioner Pengunjung Kawasan GKC
IDENTITAS RESPONDEN Usia : Jenis Kelamin : a. Laki-Laki Asal : a. Kota Bogor b. Kabupaten Bogor c. Luar Bogor Pekerjaan : a. Pegawai b. Pelajar/ Mahasiswa c. Lainnya...........
b.Perempuan
PERTANYAAN
1. Frekuensi mengunjungi lokasi/objek wisata: a. kurang dari 3 (jarang) b. kurang dari 5 (sering) c. lebih dari 5 (sangat sering) 2. Tujuan responden mengunjungi lokasi/objek wisata: a. wisata biasa (melihat pemandangan, melepas lelah) b. wisata khusus (wisata alam, wisata sejarah) c. studi/Penelitian d. bekerja e. lainnya, sebutkan:....................... 3. Kehadiran responden didampingi oleh: a. teman b. keluarga c. sendiri d. lainnya, sebutkan:........................ 4. Objek wisata mana yang paling responden sukai: a. batu roti b. air terjun dan sungai Ciaruteun c. mata air panas d. gunung kapur (gua dan batu alam) e. camping ground 5 .Objek wisata mana yang paling sering responden datangi: a. batu roti b. air terjun dan sungai Ciaruteun c. air panas d. gunung kapur (gua dan batu alam) e. camping ground
100
6. Alasan responden mengunjungi lokasi/objek wisata: a. tertarik pada lokasi/objek wisata b. kemudahan akses c. memperoleh informasi tentang lokasi/objek wisata d. kedekatan dengan objek lain e. lainnya, sebutkan:....................... 7. Lama kunjungan terhadap lokasi/objek wisata: a. kurang dari 2 jam b. 5 jam c. lebih dari 5 jam 8. Pengetahuan responden mengenai informasi lokasi/objek wisata sebelum berkunjung: a. mengetahui b. tidak mengetahui 9. Asal informasi mengenai lokasi/objek wisata: a. teman. b. guru/dosen c. media informasi, sebutkan:............................ d. lainnya, sebutkan:......................................... 10. Aktivitas yang dilakukan responden di lokasi/objek wisata: a. melihat pemandangan b. melihat objek sejarah c. olahraga d. studi/meneliti e. lainnya, sebutkan:...................... 11. Kelengkapan fasilitas yang telah ada pada lokasi/objek wisata: a. cukup b. baik c. kurang 12. Fasilitas yang harus ada pada lokasi/objek wisata (boleh memilih lebih dari satu): a. pintu gerbang b. pos tiket c. gedung pengelola d. toilet e. Mushola f. kios-kios g. lainnya.............. 13. Aksesibilitas (jalur tempuh) menuju lokasi/objek wisata; a. mudah ditempuh b. sulit ditempuh
101
14. Persepsi responden terhadap pengelolaan lokasi/objek wisata: a. sangat baik b. cukup baik c. baik d. buruk e. sangat buruk 15. Saran responden untuk rencana penataan kawasan Ciampea sebagai kawasan wisata terpadu: ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ Ket. Wisata Terpadu: wisata yang memadukan wisata dengan kegiatan yang menunjang kelestarian Gunung Kapur Cibadak Ciampea Bogor.
102
Lampiran 3. Hasil kuisioner tentang identitas, persepsi, dan preferensi pengunjung kawasan GKC. No Variabel Karakteristik Pengunjung 1 Jenis Kelamin: a. Laki-laki b. Perempuan 2
3
4
5
6
7
8
Frekuensi Orang
Frekuensi Relatif (%)
16 14
53.3 46.7
Usia a.<15 tahun b. 15-25 tahun c. >25 tahun
5 17 8
16.6 56.6 26.6
Daerah Asal: a. Kota Bogor b. Kabupaten Bogor c. Luar Bogor
2 22 6
6.6 73.3 20
Pekerjaan: a. Pegawai b. Pelajar/ Mahasiswa c. Petani
6 22 2
20 73.3 6.6
Frekuensi mengunjungi lokasi/objek wisata: a. kurang dari 3 (jarang) b. kurang dari 5 (sering) c. lebih dari 5 (sangat sering)
8 13 9
26.6 43.3 30
Tujuan mengunjungi lokasi/objek wisata: f. wisata biasa (melihat pemandangan, melepas lelah) g. wisata khusus (wisata alam, wisata sejarah) h. studi/Penelitian i. bekerja j. lainnya
4
13.3
16 6 2 2
53.3 20 6.6 6.6
Kehadiran responden didampingi oleh: a. teman b. keluarga c. sendiri d. Pasangan
20 8 2
66.6 26.6
6 2
20 6.6
18
60
4
13.3
Objek wisata mana yang paling responden sukai: a. batu roti b. air terjun dan sungai Ciaruteun c. air panas d. gunung kapur (gua dan batu alam) e. camping ground
6.6
103
9
10
11
12
13
14
15
16
Objek wisata mana yang paling sering responden datangi: a. batu roti b. air terjun dan sungai Ciaruteun c. air panas d. gunung kapur (gua dan batu alam) e. camping ground
10 16
33.3
4
13.3
18 1 8
60 3.3 26.6
3
10
5 16 9
16.6 53.3 30
24 6
80 20
23 3 4 -
76.6 10 13.3
Aktivitas yang dilakukan responden di lokasi/objek wisata: a. melihat pemandangan b. melihat objek sejarah c. olahraga d. studi/meneliti e. lainnya
9 2 8 7 4
30 6.6 26.6 23.3 13.3
Kelengkapan fasilitas yang telah ada pada lokasi/objek wisata: a. cukup b. baik c. kurang
30
100
Alasan responden mengunjungi lokasi/objek wisata: a. tertarik pada lokasi/objek wisata b. kemudahan akses c. memperoleh informasi tentang lokasi/objek wisata d. kedekatan dengan objek lain e. lainnya Lama kunjungan terhadap lokasi/objek wisata: a. kurang dari 2 jam b.5 jam c.lebih dari 5 jam Pengetahuan responden mengenai informasi lokasi/objek wisata sebelum berkunjung: a. mengetahui b. tidak mengetahui Asal informasi mengenai lokasi/objek wisata: a. teman. b. guru/dosen c. media informasi d. lainnya
Fasilitas yang harus ada pada lokasi/objek wisata (boleh memilih lebih dari satu):
53.3
104
17
18
a. pintu gerbang b. pos tiket c. gedung pengelola d. toilet e. Mushola f. kios-kios
10 25 16 30 28 24
33.3 83.3 53.3 100 93.3 80
Aksesibilitas (jalur tempuh) menuju lokasi/objek wisata; a. mudah ditempuh b. sulit ditempuh
9 21
30 70
Persepsi responden terhadap pengelolaan lokasi/objek wisata: a. sangat baik b. cukup baik c. baik d. buruk e. sangat buruk
11 19 -
36.6 63.3