PERENCANAAN LANSKAP PANTAI ALAM INDAH KOTA TEGAL SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA
KHARIS FATKHUSSALAM
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan Lanskap Pantai Alam Indah Kota Tegal Sebagai Kawasan Ekowisata adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2013 Kharis Fatkhussalam NIM A44080052
ABSTRAK KHARIS FATKHUSSALAM. Perencanaan Lanskap Pantai Alam Indah Kota Tegal Sebagai Kawasan Ekowisata. Dibimbing oleh AFRA DN MAKALEW. Pantai Alam Indah (PAI) merupakan salah satu tempat wisata yang terletak di kawasan pesisir Kota Tegal. Terjadinya beberapa masalah lingkungan, seperti banjir, abrasi pantai dan pencemaran laut, secara terus menerus mengakibatkan kualitas lanskap kawasan wisata ini mengalami degradasi, baik dari segi kualitas lingkungan ataupun estetika kawasan wisata. Oleh karena itu, PAI membutuhkan penataan kawasan wisata yang lebih mengutamakan aspek lingkungan. Caranya adalah dengan mengembangkan wisata yang berbasis alam, yakni ekowisata. Penelitian ini bertujuan membuat rencana lanskap Pantai Alam Indah sebagai kawasan ekowisata. Metode penelitian yang digunakan merupakan modifikasi dari metode perencanaan tapak yang dikemukakan oleh Gold (1980). Metode ini meliputi lima tahapan, yaitu persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis dan perencanaan. Adapun metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis kualitatif dan kuantitatif. Hasil dari penelitian ini berupa rencana lanskap Pantai Alam Indah sebagai kawasan ekowisata yang meliputi rencana ruang, rencana sirkulasi, rencana vegetasi, rencana aktivitas dan fasilitas, serta rencana daya dukung kawasan. Rencana ruang Ekowisata PAI terdiri dari enam ruang, yaitu ruang penerimaan, transisi, wisata, pendidikan alam, pelayanan dan konservasi. Rencana sirkulasinya dibedakan menjadi tiga jalur, yaitu jalur primer, sekunder dan tersier. Pada rencana vegetasinya, menggunakan tanaman yang memenuhi fungsi sebagai pengontrol iklim, rekayasa lingkungan, keperluan arsitektural dan keindahan. Kata kunci: pantai, daerah pesisir, ekowisata, degradasi lingkungan
ABSTRACT KHARIS FATKHUSSALAM. The Landscape Planning of Alam Indah Beach as an Ecotourism Area in Tegal City. Supervised by AFRA DN MAKALEW. Alam Indah Beach is one of the tourist attractions located in coastal area of Tegal City. The occurrence of some environmental problems, such as floods, coastal abrasion and marine pollution, continually effects the degradation of either the environmental and aesthetic qualities of this tourist area. Therefore, Alam Indah Beach area requires a special planning of tourist attraction which emphasizes on environmental aspect. The way to overcome this problem is by developing a tourist attraction based on the natural concept, i.e. ecotourism. This study was aimed at planning the landscape of Alam Indah Beach as an area of ecotourism. The research method used in this study was a modification from site planning method proposed by Gold (1980). This method includes five stages namely preparation, inventory, analysis, synthesis and planning. The data analysis methods used in this study were quantitative and qualitative methods. The result of this study was the landscape planning of Alam Indah Beach as an ecotourism area which consisted of space, circulation, vegetation, facilities and activities plans, and also plan of carrying capacity for tourist area. Ecotourism Alam Indah Beach space plan consisted of six space, namely the acceptance, transition, tourist area, natural education, services and conservation spaces. The circulation plan it self was divided into three lines, namely primary, secondary and tertiary lines. Meanwhile, the plants which could be served as climate control, environmental angineering, architectural and aesthetic purposes were used in the vegetation plan. Key words: beach, coastal region, ecotourism, environmental degradation
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PERENCANAAN LANSKAP PANTAI ALAM INDAH KOTA TEGAL SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA
KHARIS FATKHUSSALAM
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Perencanaan Lanskap Pantai Alam Indah Kota Tegal Sebagai Kawasan Ekowisata Nama : Kharis Fatkhussalam NIM : A44080052
Disetujui oleh
Dr Ir Afra DN Makalew, MSc Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Siti Nurisjah, MSLA Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2012 ini ialah wisata berbasis ekologi, dengan judul Perencanaan Lanskap Pantai Alam Indah Kota Tegal Sebagai Kawasan Ekowisata. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Afra DN Makalew, MSc selaku pembimbing, serta Ibu Dr Ir Tati Budiarti, MS dan Ibu Dr Ir Indung Sitti Fatimah, MSi yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada segenap staf Bappeda, Disporabudpar, KLH dan Kantor Administrasi Pelabuhan Kota Tegal, yang telah banyak membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, Rahmedia Alfi Rahmi serta seluruh keluarga, atas segala doa, kasih sayang dan dukungannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2013 Kharis Fatkhussalam
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
i
DAFTAR GAMBAR
ii
DAFTAR LAMPIRAN
iv
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Kerangka Pikir
2
TINJAUAN PUSTAKA
4
Lanskap Pesisir dan Pantai
4
Ekosistem Pantai dan Peranannya
5
Ekowisata
6
Perencanaan Lanskap
8
Perencanaan Lanskap Pantai Sebagai Kawasan Ekowisata
9
METODOLOGI
10
Lokasi dan Waktu
10
Batasan Studi
10
Alat dan Bahan
11
Metode Penelitian
11
KONDISI UMUM WILAYAH
16
Administratif dan Geografis
16
Kondisi Fisik dan Lingkungan
17
Pola Penggunaan Lahan
20
Kondisi Sosial
21
HASIL DAN PEMBAHASAN
23
Data dan Analisis
23
Sintesis
54
Konsep Perencanaan
54
Perencanaan Lanskap
60
SIMPULAN DAN SARAN
76
Simpulan
76
Saran
77
DAFTAR PUSTAKA
79
LAMPIRAN
81
RIWAYAT HIDUP
89
DAFTAR TABEL 1. Jenis data yang diperlukan dalam penelitian 2. Asumsi peringkat dan bobot kualitas sumberdaya PAIa 3. Penggunaan Lahan di Kota Tegal Tahun 2010a 4. Jenis Mata Pencaharian Penduduk Kota Tegal Tahun 2010a 5. Hasil Penilaian Tingkat Kenyamanan Pada Tapak 6. Mata Pencaharian Masyarakat Kelurahan Mintaragen Tahun 2010a 7. Tingkat kesesuaian tapak untuk pengembangan kegiatan ekowisata 8. Hubungan jenis ruang dengan fungsi vegetasi yang dibutuhkan 9. Jenis ruang, alokasi masing-masing ruang serta fungsi dan luas areanya dalam kawasan Ekowisata PAI 10. Tipe jalur sirkulasi dalam kawasan Ekowisata PAI 11. Alternatif vegetasi yang dapat digunakan dan fungsinya 12. Rencana aktivitas dan fasilitas berdasarkan jenis ruang. 13. Daya dukung masing-masing fasilitas dalam setiap ruang
12 14 20 22 28 51 52 58 60 66 67 69 73
ii
DAFTAR GAMBAR 1. Kerangka Pikir Penelitian 2. Pola zonasi mangrove dan asosiasinya dengan hewan air lainnya 3. Peta Lokasi Penelitian 4. Proses Perencanaan Lanskap (Gold 1980) 5. Peta Administrasi Kota Tegal 6. Peta Topografi Kota Tegal 7. Peta Batimetri Perairan Kota Tegal 8. Perkembangan Jumlah Penduduk Kota Tegal Tahun 2006-2010 9. Peta Batas Lokasi Studi 10. Peta Topografi Lokasi Studi 11. Peta Landform Lokasi Studi 12. Peta Analisis Tanah 13. Grafik Fluktuasi Unsur Iklim Mikro Pada Tapak 14. Peta Analisis Iklim 15. Genangan – genangan air di tapak pada musim hujan 16. Peta Analisis Hidrologi 17. (a) Burung Tekukur (Streptopelia sp.) dan (b) Burung Trinil Pantai (Actitis hypoleucos) 18. Peta Analisis Vegetasi dan Satwa 19. Peta Analisis Penutupan Lahan 20. Kondisi mangrove di kawasan obyek wisata PAI 21. Peta Analisis Area Rawan Bencana 22. Peta Analisis Kawasan Lindung 23. Peta Aksesibilitas Menuju Tapak 24. Kondisi jalan utama menuju tempat wisata yang tergenangi air ketika musim hujan 25. Lama perjalanan dari beberapa kota besar menuju Kota Tegal 26. Peta Analisis Atraksi Wisata 27. Sun set dan Sun rise yang terlihat dari Objek Wisata PAI 28. Tenda – tenda pedagang yang berjejer di tepi pantai 29. Kondisi anjungan wisata yang mengalami kerusakan 30. Fluktuasi jumlah pengunjung Obyek Wisata PAI Kota Tegal tahun 2006-2010 31. Peta Analisis Variasi Kegiatan 32. Peta Komposit 33. Peta Rencana Blok 34. Diagram Konsep Ruang 35. Diagram Konsep Sirkulasi 36. Rencana Lanskap Ekowisata PAI 37. Rencana Lanskap Parsial A 38. Rencana Lanskap Parsial B 39. Rencana Lanskap Parsial C 40. Rencana Lanskap Parsial D 41. Contoh ilustrasi rencana jalur sirkulasi 42. Rencana Jalur Sirkulasi Ekowisata PAI
3 6 10 11 16 17 19 21 24 26 27 29 30 32 33 34 36 37 39 40 41 43 44 45 45 46 47 47 48 49 50 53 55 56 57 61 62 63 64 65 67 68
iii
43. Ilustrasi Potongan Rencana Vegetasi di Kawasan Ekowisata PAI 44. Ilustrasi aktivitas dan fasilitas pada ruang wisata 45. Ilustrasi aktivitas dan fasilitas pada ruang pendidikan alam 46. Ilustrasi aktivitas dan fasilitas pada ruang pelayanan
70 72 72 73
iv
DAFTAR LAMPIRAN 1. Kuisioner Penelitian 2. Karakteristik Pengunjung 3. Persepsi dan Preferensi Pengunjung
81 84 84
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki 17.508 pulau dengan panjang garis pantai 81.000 km serta memiliki potensi sumberdaya pesisir dan lautan yang sangat melimpah (Dahuri et al. 2008). Sumberdaya pesisir dan lautan yang dapat ditemui di Indonesia, antara lain hutan mangrove, terumbu karang, populasi satwa air dan berbagai bentang alam pesisir yang unik. Kondisi pemandangan alamiah tersebutlah yang menjadi daya tarik bagi wisatawan saat ini, khususnya wisatawan manca negara. Oleh karena itu, bagi beberapa daerah pesisir berkesempatan untuk mengembangkan wisata yang dimiliki berdasarkan potensi sumberdaya pesisir dan lautan yang ada di daerahnya masing-masing. Kota Tegal merupakan salah satu daerah yang berada di kawasan pesisir utara Pulau Jawa dengan garis pantai sepanjang ± 7,5 km dari Sungai Gangsa di bagian barat sampai Sungai Ketiwon di bagian timur. Obyek wisata yang menjadi andalan kota ini yaitu Pantai Alam Indah (PAI) yang terletak di daerah pesisir Kelurahan Mintaragen, Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal. Obyek wisata yang memiliki luas ± 21 Ha ini dikelola oleh Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Seni Budaya Kota Tegal dan telah diresmikan sejak tahun 1978 (SAMPAN 2009). Sejak pertama kali dibuka, objek wisata PAI menjadi tempat yang cukup favorit untuk berlibur bagi masyarakat Kota Tegal dan sekitarnya. Kondisi topografi objek wisata ini relatif datar dengan kemiringan pantai yang landai. Pantainya terdiri dari pasir laut yang padat berwarna coklat dengan kadar garam yang cukup tinggi. Arus dan gelombang lautnya juga relatif kecil. Selain itu, keindahan panorama alamnya juga cukup bagus. Pengunjung dapat menikmati deburan air laut dan pemandangan lepas pantai serta sun rise dari atas anjungan. Meningkatnya pemanfaatan kawasan PAI sebagai obyek wisata menyebabkan semakin banyak arus wisatawan yang datang untuk menikmati keindahan panorama alamnya. Seiring dengan itu, permintaan wisatawan terhadap kelengkapan fasilitas juga terus meningkat. Hal itu semakin menekan persediaan sumberdaya alam yang ada. Kondisi tersebut diperburuk oleh masalah lingkungan yang melanda kawasan objek wisata. Beberapa masalah lingkungan, seperti rob, abrasi pantai dan pencemaran, juga terus melanda kawasan objek wisata ini dan daerah sekitarnya. Masalah-masalah tersebut menyebabkan kualitas lanskap kawasan PAI mengalami penurunan, baik dilihat dari kualitas ekologi atau pun estetika kawasan. Kawasan PAI membutuhkan suatu penataan kawasan wisata yang lebih mempertimbangkan aspek lingkungan untuk menanggulangi masalah-masalah yang ada. Caranya adalah dengan mengembangkan wisata yang berbasis alam, yakni ekowisata. Ekowisata merupakan kegiatan pariwisata berbasis lingkungan yang berkaitan dengan pendidikan serta menaruh perhatian besar terhadap lingkungan alam dan budaya lokal (Damanik dan Weber 2006). Perencanaan kawasan PAI sebagai kawasan ekowisata diharapkan akan meningkatkan kualitas lingkungannya serta melindungi dan menjaga sumberdaya alam yang ada. Dengan demikian, sumberdaya alam yang menjadi aset wisata dapat dimanfaatkan secara optimal dan tetap terjaga.
2
Tujuan Penelitian a) mendeskripsikan kondisi fisik, biofisik, sosial dan ekologi kawasan objek wisata Pantai Alam Indah, b) mengidentifikasi dan menganalisis potensi sumberdaya alam dan sumberdaya wisata serta permasalahan yang ada di kawasan objek wisata Pantai Alam Indah, c) merencanakan lanskap Pantai Alam Indah sebagai kawasan ekowisata.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu bahan pertimbangan bagi Pemerintah Kota Tegal, khususnya Dinas Pariwisata Kota Tegal, dalam mengembangkan kawasan wisata pantai yang berbasis ekowisata. Secara umum, penelitian ini harapannya dapat dimanfaatkan sebagai bahan informasi dalam pengembangan ekowisata di kawasan pesisir.
Kerangka Pikir Kota Tegal memiliki objek wisata andalan, yaitu Pantai Alam Indah (PAI). Sebagai tempat wisata tentunya tidak lepas dari permasalahan, khususnya masalah lingkungan. Di kawasan PAI, permasalahan lingkungan yang sering terjadi di antaranya, seperti rob, abrasi pantai dan pencemaran pantai. Masalah-masalah tersebut menyebabkan kualitas lanskap kawasan PAI mengalami penurunan, baik dilihat dari kualitas ekologi atau pun estetika kawasan. Kawasan PAI membutuhkan suatu penataan kawasan wisata yang lebih mempertimbangkan aspek lingkungan untuk mengatasi masalah-masalah yang ada. Caranya adalah dengan mengembangkan wisata yang berbasis alam, yakni ekowisata. Oleh karena itu, perlu dikaji kembali beberapa aspek yang terkait dengan tapak, seperti aspek fisik, biofisik, ekologi dan sosial serta aspek wisata. Aspek-aspek tersebut dikaji dengan tujuan untuk mengetahui potensi dan kenyamanan pada tapak yang masih dapat dikembangkan, serta mencari solusi terbaik untuk menangani kendala dan bahaya yang ada pada tapak. Selanjutnya, dibuat rencana blok dalam bentuk zonasi pada kawasan wisata untuk menentukan area-area yang seharusnya digunakan dan area-area yang seharusnya dilindungi supaya keseimbangan ekosistem pantai tetap terjaga. Kemudian konsep yang telah ditetapkan dikembangkan untuk mewujudkan rencana lanskap Pantai Alam Indah sebagai kawasan ekowisata. Gambar 1 berikut menunjukkan kerangka pikir penelitian untuk memperoleh suatu bentuk perencanaan lanskap Pantai Alam Indah (PAI) Kota Tegal.
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
3
4
TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Pesisir dan Pantai Menurut Rakhman dalam Ariani (2000), lanskap adalah wajah dan karakter lahan/tapak dengan segala kegiatan kehidupan didalamnya yang merupakan bagian atau total lingkungan hidup manusia beserta makhluk lainnya sejauh mata memandang, sejauh indra dapat menangkap dan sejauh imajinasi dapat membayangkan. Elemen-elemen lanskap dibagi menjadi dua macam, yaitu elemen utama dan elemen penunjang (Simonds 1983). Elemen lanskap utama adalah elemen lanskap dominan yang tidak dapat diubah, seperti bentukanbetukan gunung dan pantai. Elemen lanskap penunjang adalah elemen lanskap yang dapat diubah, seperi bukit-bukit dan sungai-sungai kecil. Berdasarkan kedua definisi tersebut, manusia hanya diperbolehkan melakukan modifikasi terhadap elemen lanskap utama untuk kepentingannya dan dibebaskan melakukan perubahan terhadap elemen lanskap penunjang dengan tetap memperhatikan keberlanjutannya. Adapun definisi pesisir menurut Depdagri (2007) dalam UU RI No.27 Tahun 2007 Pasal 1, yaitu daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, dimana batas ke arah laut adalah 12 mil wilayah kewenangan provinsi atau sepertiganya wilayah kewenangan kabupaten/kota, dan batas ke arah daratan adalah kecamatan pesisir. Menurut Soegiarto dalam Dahuri et al. (2008), pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut. Wilayah pesisir ke arah darat meliputi daratan yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut, seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air laut. Sementara wilayah pesisir ke arah laut mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat, seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Sementara definisi pantai menurut Waryono (2000) yaitu wilayah pesisir ke arah darat yang dipengaruhi oleh batas pasang tertinggi dan berfungsi sebagai tanggul. Landform khas yang dapat ditemui di pantai menurut Wiradisastra et al. dalam Ariani (2000), antara lain dataran pasang surut (tidal flat), gisik (beach), beting gisik (beach ridge), swale, bura (spit), karang (sea cliff), marine terraces, delta dan gumuk pasir (sand dunes). Gisik (beach) adalah daerah tepi pantai yang agak landai dan terdiri dari material-material lepas seperti pasir. Bagian ini dibentuk mulai dari garis pantai terendah hingga daratan dimana ombak masih dapat mencapainya. Adapun beting gisik (beach ridge) yaitu gundukan-gundukan (mounds) yang membentang sepanjang pantai di belakang gisik. Sementara cekungan di antara dua beting gisik disebut swale. Beting gisik biasanya ditumbuhi oleh vegetasi. Akan tetapi, pada beting tua yang letaknya sudah jauh dari garis pantai sering dimanfaatkan sebagai area pemukiman penduduk, sedangkan swale dimanfaatkan untuk area persawahan.
5
Ekosistem Pantai dan Peranannya Menurut Dahuri (2003), pada wilayah pesisir secara umum terdapat dua ekosistem, yaitu ekosistem alami dan ekosistem buatan. Ekosistem alami yang terdapat di wilayah pesisir, antara lain terumbu karang (coral reefs), hutan mangrove, padang lamun (seagrasses), pantai berpasir (sandy beach), pantai berbatu (rocky beach), formasi pescaprae, formasi barrigtonia, estuaria, laguna dan delta. Adapun ekosistem buatan di wilayah pesisir, antara lain tambak, sawah pasang surut, kawasan pariwisata, kawasan industri, kawasan agroindustri dan kawasan pemukiman. Pantai merupakan salah satu ekosistem alami yang ada di wilayah pesisir yang biasanya ditumbuhi oleh tumbuhan pionir. Selain itu, komunitas tumbuhan di kawasan pantai memiliki keanekaragaman jenis yang rendah dan sebagian besar merupakan tumbuhan yang telah menyesuaikan diri terhadap habitat pantai. Jenis tumbuhan yang umum dijumpai, yaitu Casuarina equisetifolia. Jika kondisi pantai terbuka, maka tumbuhan yang muncul adalah pakis-pakisan, rumput, jahejahean dan herba (Dahuri 2003). Adapun formasi pescaprae yaitu tumbuhan yang mendominasi zona tebing pantai yang terakresi. Ekosistem ini umumnya terdapat di belakang pantai berpasir dan didominasi oleh vegatasi pionir, khususnya kangkung laut (Ipomoea pescaprae). Biasanya di bagian belakangnya diikuti rerumputan, seperti Cyperus, Fimbristylis dan Ischaemum (Dahuri 2003). Daun dari tanaman formasi pescaprae memiliki kemampuan menjerat dan mengendapkan pasir yang terbawa oleh angin. Akarnya dapat berperan dalam menstabilkan deposit pasir dan mengurangi intrusi air laut karena kemampuannya menyerap garam. Sementara formasi barringtonia, yaitu komunitas rerumputan dan semak belukar serta pepohonan yang biasanya tumbuh dan berkembang di pantai berbatu tanpa deposit pasir dimana formasi pescaprae tidak dapat tumbuh. Komposisi ekosistem ini sangat seragam di seluruh Indonesia. Meskipun ekosistem ini terdiri dari berbagai macam spesies, umumnya didominasi oleh beberapa jenis pepohonan, seperti Casuarina equisetifolia dan Callophyllum innopphyllum (Dahuri et al. 2008). Formasi barringtonia berperan sebagai stabilisator beting pasir dan memberi nilai estetik yang khas pada pantai. Selain dua ekosistem yang telah dijelaskan sebelumnya, ada satu ekosistem yang juga sering dijumpai di kawasan pantai dan memiliki peranan penting yaitu hutan mangrove. Menurut Dahuri et al. (2008), hutan mangrove merupakan tipe hutan tropika dan subtropika yang khas, tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove banyak dijumpai di wilayah pesisir yang terlindung dari gempuran ombak dan daerah yang landai. Pembentukan zonasi hutan mangrove dimulai dari arah laut menuju daratan, terdiri dari zona Avicennia dan Sonneratia yang berada paling depan dan berhadapan langsung dengan laut. Kemudian di belakangnya berturut-turut tegakan Rhizophora dan Bruguiera, seperti yang terlihat pada Gambar 2. Beberapa jenis pohon mangrove yang umum dijumpai di wilayah pesisir Indonesia adalah Bakau (Rhizopora sp.), Api-api (Avicennia sp.), Pedada (Sonneratia sp.), Tanjang (Bruguiera sp.), Nyirih (Xylocarpus sp.), Tengar (Ceriops sp.) dan Buta-buta (Exeocaria sp.).
6
Gambar 2. Pola zonasi mangrove dan asosiasinya dengan hewan air lainnya Secara ekologis, hutan mangrove memiliki peran yang sangat banyak, antara lain: melawan dan mengendalikan abrasi pantai, mengurangi tiupan angin kencang dan terjangan ombak laut, menyerap dan mengurangi bahan pencemar (polutan) dari air, mempercepat laju sedimentasi yang akhirnya menimbulkan tanah timbul sehingga daratan bertambah luas dan mengendalikan intrusi air laut. Selain itu, hutan mangrove juga sebagai tempat tumbuh berbagai jenis tumbuhan dan satwa, tempat asuhan (Nursery ground), tempat memijah (Spawning ground), penghasil kayu dan non kayu seperti madu, obat-obatan, tonik, minuman, ikan, udang, kepiting serta dapat dijadikan sebagai tempat rekreasi.
Ekowisata Pada UU RI No.10 Tahun 2009 Pasal 1 disebutkan bahwa, pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah (Debudapar 2009). Adapun definisi dari wisata menurut Gunn (1994) dalam bukunya yang berjudul Tourism Planning: Basics, Conceps, Cases yaitu perpindahan sementara dari orang atau sekelompok orang ke tempat tujuan wisata yang terletak di luar tempat mereka biasa tinggal atau bekerja, dimana aktivitas dilakukan selama berada di tempat wisata dan fasilitas dibuat untuk memenuhi kebutuhan mereka. Sementara menurut Cooper et al. (1998), definisi wisata dapat dilihat dari segi permintaan atau pun penawaran. Dilihat dari segi permintaan, Cooper sependapat dengan Gunn. Dari segi penawaran, Cooper berpendapat bahwa wisata diartikan sebagai industri wisata yang meliputi semua perusahaan wisata, organisasi dan fasilitas yang dimaksudkan untuk melayani kebutuhan dasar dan keinginan wisatawan. Adapun pengertian ekowisata yaitu suatu kegiatan pariwisata yang secara lingkungan (ekologis) berkesinambungan serta terkait dengan pemahaman, penghargaan serta pelestarian lingkungan dan budaya lokal (Monintja et al. 2002). Sementara menurut The International Ecotourism Society (TIES), ekowisata yaitu
7
perjalanan wisata alam yang bertanggung jawab dengan cara mengkonservasi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Pada dasarnya ekowisata memiliki tiga konsep dasar yaitu (1) perjalanan outdoor di kawasan alam yang tidak menimbulkan kerusakan lingkungan, (2) mengutamakan penggunaan fasilitas transportasi yang diciptakan dan dikelola masyarakat kawasan wisata itu sendiri dan (3) menaruh perhatian besar pada lingkungan alam dan budaya lokal (Damanik dan Weber 2006). Bentuk-bentuk wisata dapat direncanakan dan dikembangkan berdasarkan enam hal, yaitu (1) kepemilikan atau pengelola area wisata, (2) sumberdaya, (3) perjalanan wisata/lama tinggal, (4) tempat kegiatan, (5) wisata utama atau wisata penunjang, dan (6) daya dukung tapak dengan tingkat penggunaan pengunjung. Sebuah daerah tujuan wisata juga harus terdapat elemen-elemen wisata, seperti transportasi dan akses bagi satu masyarakat atau lebih, satu masyarakat atau lebih dengan keperluan umum dan layanan wisata yang mencukupi, sekelompok atraksi wisata yang memenuhi kebutuhan pasar, serta transportasi yang dapat menghubungkan antara kota-kota dan atraksi wisata (Gunn 1994). Suatu tempat direncanakan dan dikembangkan sebagai tempat wisata karena memiliki potensi khas. Adapun definisi dari potensi wisata yaitu semua objek (alam, budaya, buatan) yang memerlukan banyak penanganan agar dapat memberikan nilai daya tarik bagi wisatawan. Daya tarik utama yang mendorong kehadiran para wisatawan di suatu tempat wisata dan menentukan keberhasilan kawasan wisata tersebut adalah objek dan atraksi wisata. Objek wisata merupakan suatu keadaan alam dan perwujudan ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya serta sejarah dari suatu tempat, sehingga memiliki daya tarik untuk dikunjungi wisatawan. Kualitas objek wisata yang baik terkait dengan empat hal, yaitu keunikan, otentisitas, originalitas dan keragaman. Keunikan diartikan sebagai kombinasi kelangkaan dan daya tarik yang khas melekat pada suatu objek wisata, misalnya komodo dan habitatnya di Pulau Komodo. Originalitas mencerminkan keaslian atau kemurnian, yakni seberapa jauh suatu objek wisata tidak terkontaminasi oleh atau tidak mangadopsi model atau nilai yang berbeda dengan nilai aslinya. Otentisitas sering dikaitkan dengan derajat keantikan atau eksotisme budaya sebagai atraksi wisata. Otentisitas juga merupakan sebuah kategori nilai yang memadukan sifat alamiah, eksotis dan bersahaja dari suatu daya tarik wisata. Keragaman (diversitas) artinya keanekaragaman objek wisata yang disuguhkan kepada wisatawan (Damanik dan Weber 2006). Adapun definisi dari atraksi wisata menurut Damanik dan Weber (2006), yaitu objek wisata, baik bersifat tampak (tangible) atau pun tidak tampak (intangible), yang memberikan kenikmatan kepada wisatawan. Gunn (1994) menambahkan, bahwa atraksi wisata memiliki dua fungsi utama. Pertama, atraksi wisata membangkitkan rasa ketertarikan pada tempat wisata. Kedua, atraksi wisata memberikan kepuasan kepada para pengunjung. Atraksi wisata dapat dibagi menjadi tiga, yaitu alam, budaya dan buatan. Atraksi alam meliputi pemandangan alam, seperti gunung, danau, sungai, hutan dan lain-lain. Atraksi budaya meliputi peninggalan sejarah, seperti candi dan adat istiadat. Adapun atraksi buatan dapat dimisalkan Kebun Raya Bogor. Ekowisata dapat dilihat dari tiga perspektif, yaitu ekowisata sebagai produk, ekowisata sebagai pasar, dan ekowisata sebagai pendekatan pengembangan.
8
Sebagai produk, ekowisata merupakan semua atraksi yang berbasis pada sumberdaya alam. Sementara dari perspektif pasar, ekowisata merupakan perjalanan yang diarahkan pada upaya-upaya pelestarian lingkungan. Adapun sebagai pendekatan pengembangan, ekowisata merupakan metode pemanfaat dan pengelola sumberdaya wisata secara ramah lingkungan (Damanik dan Weber 2006).
Perencanaan Lanskap Di dalam Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 2008 Pasal 1 disebutkan bahwa, perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumberdaya yang tersedia (Bappenas 2008). Perencanaan juga dapat diartikan sebagai suatu bentuk alat yang sistematis dan diarahkan untuk mendapatkan tujuan serta maksud tertentu melalui pengaturan, pengarahan, dan pembangunan (Nurisyah 2000). Adapun perencanaan lanskap yaitu suatu kegiatan penataan yang berbasis lahan (land based planning) melalui kegiatan pemecahan masalah dan proses pengambilan keputusan jangka panjang guna mendapatkan suatu model lanskap yang fungsional estetik dan lestari. Perencanaan lanskap dapat dilakukan melalui pendekatan sumberdaya, yaitu penentuan tipe-tipe serta alternatif aktivitas rekreasi berdasarkan pertimbangan kondisi sumberdaya yang tersedia. Menurut Gold (1980) dalam bukunya yang berjudul Recreation Planning and Design, proses perencanaan tapak terdiri atas lima tahap yaitu tahap persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, dan perencanaan tapak. Pada tahap persiapan disusun tujuan perencanaan dan pengumpulan informasi yang relevan. Selanjutnya, pada tahap inventarisasi dilakukan pengambilan data awal melalui survei lapang, pengukuran dan wawancara. Data-data yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif dan spasial untuk mengetahui potensi pengembangan, kendala, kenyamanan dan bahaya yang terdapat pada tapak serta zona-zona kesesuaian pengembangan lahan. Kemudian pada tahap sintesis dilakukan pemasukan konsep yang akan dikembangkan pada tapak, sehingga menghasilkan rencana blok. Setelah itu, rencana blok dikembangkan menjadi rencana lanskap (Landscape plan) pada tahap perencanaan tapak yang disesuaikan dengan tujuan perencanaan. Pada proses perencanaan lanskap umumnya dilakukan suatu perbaikan terhadap elemen-elemen yang kurang mendukung atau mengganggu fungsi dan estetika suatu tapak. Jika hal tersebut tidak mungkin untuk dilakukan, elemen pengganggu tersebut dihilangkan atau digantikan dengan elemen yang lebih sesuai atau mendukung. Sebaliknya, elemen yang mendukung fungsi dan estetika suatu tapak harus tetap dipertahankan. Keberadaan elemen yang menjadi keunikan atau kekhasan suatu tapak juga harus ditonjolkan, sehingga semua elemen dalam tapak menjadi suatu kesatuan yang harmonis.
9
Perencanaan Lanskap Pantai Sebagai Kawasan Ekowisata Pendekatan perencanaan yang utama pada lanskap pesisir yang akan dikembangkan sebagai suatu kawasan wisata adalah perhitungan daya dukung tiap ekosistem atau sub-ekosistem pembentuk kawasan pesisir. Hal tersebut didasarkan pada karakeristik kawasan pesisir, termasuk pantai, yang rentan terhadap gangguan dan perubahan fisik. Selain daya dukung kawasan, menurut Damanik dan Weber (2006), pada perencanaan suatu kawasan sebagai ekowisata harus memperhatikan aksesibilitas dan fasilitas dalam kawasan tersebut. Aksesibilitas menuju objek dan atraksi wisata harus memudahkan wisatawan saat berkunjung. Adapun fasilitas dan pelayanan dalam kawasan wisata diharapkan mampu memberikan kenyamanan dan memenuhi kebutuhan wisatawan. Menurut Stewart et al. dalam Gunn (1994), perencanaan dan pengembangan ekowisata memerlukan dua hal penting, yaitu integrasi dengan tujuan/sasaran yang tidak bersifat keuangan dan sebuah proses perencanaan yang dapat mendorong partisipasi para stakeholder, seperti para pengusaha, pengelola lahan, tokoh masyarakat serta menarik wisatawan atau pengunjung.
10
METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di kawasan obyek wisata Pantai Alam Indah (PAI) yang terletak di Kelurahan Mintaragen, Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal (Gambar 3). Luas tapak yang menjadi objek penelitian ± 21 hektar. Kegiatan penelitian yang meliputi persiapan, pengumpulan data dan pengolahan data dilaksanakan selama empat bulan, yaitu mulai dari bulan Februari 2012 hingga Mei 2012.
Sumber: Bappeda Kota Tegal (2011) Sumber: Bappeda Kota Tegal (2011)
Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian
Batasan Studi Batas kawasan studi dari penelitian ini yaitu hanya pada area yang masuk kedalam kawasan objek wisata Pantai Alam Indah (PAI), sesuai dengan rencana yang telah dibuat oleh Dinas Pariwisata Kota Tegal. Kegiatan studi ini dilaksanakan sampai pada tahap perencanaan lanskap (landscape plan). Adapun hasil studi dari penelitian ini berupa rencana lanskap kawasan wisata Pantai Alam Indah (PAI) sebagai kawasan ekowisata yang dilengkapi dengan beberapa gambar ilustrasi.
11
Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam inventarisasi tapak antara lain peta satelit lokasi studi, kamera digital, kuisioner serta alat gambar dan alat tulis. Sementara untuk mengolah data menggunakan laptop beserta software (AutoCad, Sketchup dan Adobe Photoshop). Bahan yang dibutuhkan dalam penelitian antara lain petapeta tematik, data fisik dan biofisik tapak (topografi, tanah, iklim, hidrologi, vegetasi dan satwa), data ekologis dan data kuisioner.
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah modifikasi dari metode perencanaan tapak yang dikemukakan oleh Gold (1980). Metode tersebut terdiri atas lima tahapan, yaitu persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis dan perencanaan.
Gambar 4. Proses Perencanaan Lanskap (Gold 1980) Persiapan Hal terpenting pada tahap ini, yaitu penetapan tujuan perencanaan. Adapun hal-hal lain yang perlu dilakukan pada tahap ini, antara lain pengajuan usulan penelitian, konsultasi dengan dosen pembimbing, pengurusan dokumen-dokumen yang diperlukan selama penelitian dan pengumpulan informasi yang relevan. Inventarisasi Pada tahap inventarisasi dilakukan pengambilan data awal melalui survei lapang, pengukuran dan wawancara. Data yang dibutuhkan meliputi data fisik, biofisik, ekologi dan sosial serta wisata (Tabel 1). Data tersebut terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan, pengukuran dan wawancara langsung, sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi pustaka seperti buku, laporan, jurnal atau pun dokumen-dokumen lain yang berhubungan dengan tapak.
12
Tabel 1. Jenis data yang diperlukan dalam penelitian Jenis data Lokasi Letak geografis dan batas wilayah Fisik Topografi dan kemiringan lahan Geologi dan tanah Iklim Hidrologi Hidro-oceanografi Biofisik Vegetasi dan satwa Ekologi Penutupan lahan Sumberdaya kritis Daerah rawan bencana Kawasan lindung Sosial Keadaan sosial masyarakat Budaya masyarakat Pengunjung Potensi wisata Atraksi dan objek wisata Aksesibilitas Transportasi Fasilitas wisata
Interpretasi data
Sumber data
Bentuk data
Batas wilayah studi dan luas wilayah studi
Disporabudpar Kota Tegala
Sekunder, Spasial
Elevasi, relief dan kemiringan. Struktur geologi, batuan, jenis tanah dan tekstur tanah. Curah hujan, kecepatan angin, suhu dan kelembaban. Kualitas air, aliran permukaan dan drainase. Batimetri, Pasang surut, arus dan gelombang.
Bappeda Kota Tegal Bappeda Kota Tegal
Sekunder, Spasial Sekunder
BMKG Kota Tegal
Sekunder
Bappeda Kota Tegal, KLH Kota Tegal KAP Kota Tegal
Sekunder
Jenis vegetasi dan satwa
Observasi, KLH Kota Tegal
Primer, Sekunder
Jenis tutupan lahan pantai Jenis ekosistem pantai, Ekosistem yang terancam Jenis bencana alam, Area rawan bencana Area lindung
Observasi Observasi, KLH Kota Tegal, Studi pustaka KLH Kota Tegal, Bappeda Kota Tegal Bappeda Kota Tegal
Primer Primer, Sekunder Sekunder
Kepadatan penduduk, Demografi, Mata pencaharian, persepsi Jenis dan bentuk kebudayaan masyarakat setempat Persepsi dan preferensi terhadap tapak
BPS Kota Tegal, Wawancara
Sekunder, Primer
Disporabudpar Kota Tegal Wawancara
Sekunder
Observasi, Disporabudpar Kota Tegal Observasi
Primer, Sekunder
Observasi Observasi, Disporabudpar Kota Tegal Disporabudpar Kota Tegal
Primer Primer, Sekunder
Jenis atraksi dan objek wisata Ketersediaan jalur dan kondisi Jenis kendaraan Jenis dan kondisi
Asal dan jumlah pengunjung Pengunjung potensial
Spasial, Sekunder
Sekunder, Spasial
Primer
Primer
Sekunder
13
Lanjutan Tabel 1. Jenis data yang diperlukan dalam penelitian Jenis data Peraturan Tata guna lahan
Interpretasi data
Sumber data
Bentuk data
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Bappeda Kota Tegala
Sekunder, Spasial
a
Bappeda : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, BMKG : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, BPS : Badan Pusat Statistik, Disporabudpar : Dinas Pemuda Olah Raga Budaya dan Pariwisata, KAP : Kantor Administrasi Pelabuhan, KLH : Kantor Lingkungan Hidup
Analisis Data dan informasi yang terkumpul dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis secara kualitatif berupa analisis deskriptif mengenai potensi, kenyamanan, kendala dan bahaya yang terdapat pada tapak. Hal-hal yang berkaitan dengan potensi dan kenyamanan dikembangkan untuk mencapai tujuan perencanaan, sedangkan hal-hal yang termasuk kendala dan bahaya dicarikan alternatif penyelesaiannya. Tingkat kenyamanan pengguna dapat ditentukan dengan menggunakan suatu rumus yang diperkenalkan oleh Nieuwolt (1977) sebagai berikut:
𝑇𝐻𝐼 =
0,8 𝑇 + (𝑅𝐻 𝑥 𝑇) 500
dimana, THI : Temperature Humidity Index T : Suhu Udara (0C) RH : Kelembaban Relatif (%) Jika melihat rumus tersebut, unsur suhu dan kelembaban menjadi faktor utama yang mempengaruhi kenyamanan dan aktifitas manusia pada suatu area. Sementara analisis secara kuantitatif berupa analisis spasial yang dilakukan terhadap beberapa faktor, baik dari aspek fisik, biofisik, ekologi dan wisata. Analisis spasial dilakukan dengan menggunakan teknik overlay, yaitu penggabungan beberapa peta tematik. Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam teknik overlay yaitu: 1. penentuan kategori dan pemeringkatan, Pada langkah ini setiap faktor dari setiap aspek dikategorikan berdasarkan tingkat dampak faktor terhadap tapak. Kemudian masing-masing kategori pada setiap faktor diberikan peringkat atau nilai berdasarkan kemungkinan pengembangan yang mengacu pada kepuasan pengunjung. Pemeringkatan dilakukan dengan memberi nilai antara 1 (satu) sampai 3 (tiga) terhadap masing-masing kategori pada setiap faktor. Kategori dan peringkat dari setiap faktor disajikan dalam Tabel 2. 2. penentuan bobot, Selanjutnya pembobot diberikan pada setiap faktor dengan nilai yang berbeda, karena masing-masing faktor memiliki dampak dan tingkat kepentingan yang
14
berbeda serta akan berubah berdasarkan waktu. Pada kasus perencanaan lanskap kawasan wisata PAI diasumsikan bahwa faktor-faktor dari aspek ekologi memiliki dampak yang lebih tinggi dari pada aspek wisata (adaptasi Gunn 1994). Besarnya nilai bobot dari setiap faktor disajikan dalam Tabel 2. 3. pemberian skor Pemberian skor dilakukan dengan cara mengalikan nilai masing-masing kategori dari setiap faktor dengan bobot faktornya. Hasil dari teknik ini berupa peta komposit yang menggambarkan klasifikasi kesesuaian tapak untuk pengembangan ekowisata. Peta tersebut pada awalnya berupa area-area dengan jumlah skor yang berbeda-beda. Oleh karena itu, diperlukan rentang skor untuk menyederhanakan dan memudahkan dalam membuat klasifikasi kesesuaian. Menurut Walpole (1995), untuk mendapatkan rentang skor dari sekumpulan angka dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. menentukan banyaknya selang kelas yang diperlukan, 2. menentukan wilayah data yang akan dibuat selang, dengan cara skor terbesar dikurangi skor terkecil, 3. membagi wilayah tersebut dengan banyaknya selang kelas untuk mendapatkan lebar selang, 4. menentukan batas bawah kelas pada selang pertama, kemudian menambahkan lebar selang untuk mendapatkan batas atas kelasnya, 5. sementara untuk batas-batas selang kelas yang lainnya dapat diperoleh dengan menambahkan lebar selang. Ini dilakukan sampai mendapatkan selang kelas yang terakhir. Tabel 2. Asumsi peringkat dan bobot kualitas sumberdaya PAIa Aspek
Faktor
Kategori
Peringkat
Bobot (%)
%
Fisik dan Biofisik
Tanah
Sangat peka Peka Tidak peka Tingkat radiasi tinggi Tingkat radiasi sedang Tingkat radiasi rendah Run off lambat Run off sedang Run off cepat Spesies non-endemik Spesies endemik Masuk RKL – KTb Tidak masuk RKL – KT
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 1 2
10
40
Area rawan bencana
Rawan bencana Cukup rawan bencana Tidak terkena bencana
1 2 3
13.3
Penutupan lahan
Non-alami / Terbangun Semi alami Alami
1 2 3
13.3
Iklim
Hidrologi
Vegetasi dan Satwa Ekologi
Area lindung
10
10
10 13.3
40
15
Lanjutan Tabel 2. Asumsi peringkat dan bobot kualitas sumberdaya PAI Aspek Wisata
a
Faktor
Kategori
Peringkat
Bobot (%)
%
Atraksi wisata
Non-alami / Buatan Alami / Asli
1 2
10
20
Variasi kegiatan
≥ 7 Kegiatan 4-6 Kegiatan ≤ 3 Kegiatan
1 2 3
10
Sumber: Roslita (2001) dimodifikasi, bRKL – KT : Rencana Kawasan Lindung Kota Tegal
Sintesis Peta komposit dari hasil analisis dijadikan acuan dalam menentukan alternatf pengembangan ruang yang direncanakan dalam bentuk rencana blok. Kemudian, pada tahap ini perlu dibuat juga konsep dasar perencanaan yang menjadi dasar dalam pengembangan konsep perencanaan selanjutnya. Konsep dasar perencanaan dalam penelitian ini, yaitu rencana lanskap Pantai Alam Indah sebagai kawasan ekowisata. Adapun pengembangan konsep yang dibuat berupa konsep ruang, konsep vegetasi, konsep sirkulasi serta konsep fasilitas dan aktivitas. Perencanaan Lanskap Pada tahap ini dilakukan pengembangan rencana blok secara lebih detail menjadi sebuah rencana lanskap (landscape plan). Adapun rencana lanskap yang dibuat meliputi rencana ruang, rencana vegetasi, rencana sirkulasi serta rencana aktivitas dan fasilitas. Selain itu, dibuat juga rencana daya dukung kawasan dengan tujuan untuk menjaga keberlanjutan ekologi kawasan wisata. Menurut Boulon (1985) dalam Soebagio (2004), untuk menentukan daya dukung pengunjung dalam sebuah area wisata dengan standar individu (m2/orang) dapat ditentukan dengan rumus berikut: 𝐷𝐷 =
𝐴 𝑆
𝑇 = 𝐷𝐷 𝑥 𝐾
dimana: DD = Daya Dukung A = Luas area yang digunakan wisatawan S = Standar rata-rata individu T = Total kapasitas kunjungan yang diperkenankan
𝐾=
𝑁 𝑅
K = Koefisien rotasi N = Jam kunjungan per area yang diijinkan R = Rata-rata waktu kunjungan
16
KONDISI UMUM WILAYAH Administratif dan Geografis Kota Tegal secara geografis terletak pada posisi 109008’ BT sampai 109010’ BT dan 6050’ LS sampai 6053’ LS. Secara administrasi, batas wilayah Kota Tegal adalah sebagai berikut (Gambar 5):
Sebelah Utara : Laut Jawa Sebelah Timur : Kabupaten Tegal Sebelah Selatan : Kabupaten Tegal Sebelah Barat : Kabupaten Brebes
Sumber: Bappeda Kota Tegal (2011)
Gambar 5. Peta Administrasi Kota Tegal Berdasarkan laporan tahunan Survei Pertanian (SP-VA) yang dilakukan BPS, luas wilayah Kota Tegal adalah 39,68 km2 atau 0,11% dari luas Provinsi Jawa Tengah. Secara administrasi, Kota Tegal dibagi menjadi 4 kecamatan dengan 27 kelurahan. Adapun luasan wilayah dari keempat kecamatan tersebut, yaitu Kecamatan Tegal Barat sebesar 15,13 km2, Kecamatan Margadana sebesar 11,76 km2, Kecamatan Tegal Selatan sebesar 6,43 km2 dan Kecamatan Tegal Timur sebesar 6,36 km2 (BPS 2011).
17
Kondisi Fisik dan Lingkungan Posisi Kota Tegal dapat dikatakan sangat strategis karena terletak di jalur Pantura yang menghubungkan beberapa kota besar di bagian utara Pulau Jawa. Selain itu, wilayahnya juga berbatasan langsung dengan Laut Jawa sehingga memiliki kekayaan laut yang cukup melimpah. Jika dilihat dari kondisi topografinya, Kota Tegal terbagi dalam dua bagian yaitu daerah pantai dan daerah dataran rendah. Sebelah utara merupakan daerah pantai yang relatif datar dan sebelah selatan merupakan daerah dataran rendah. Arah kemiringan topografi yaitu dari selatan ke utara dengan rata-rata ketinggian antara 0-3 meter di atas permukaan air laut (KLH 2011).
Sumber: Bappeda Kota Tegal (2011)
Gambar 6. Peta Topografi Kota Tegal Sementara kondisi fisiografi Kota Tegal dan sekitarnya berdasarkan zonasi fisiografi Jawa Tengah oleh Van Bemmelen (1949) terletak pada Zona Dataran Pantai Utara. Zona ini tersusun oleh satuan endapan alluvial dan alluvial pantai yang didominasi oleh endapan pasir dan lempung. Endapan Alluvial tersusun atas lempung, lanau dan pasir, sedangkan endapan alluvial pantai berupa endapan pasir di dataran pantai yang bersifat lepas (Bappeda 2010). Berdasarkan data dari BPDAS Pemali Jratun (2009), jenis tanah untuk wilayah Kota Tegal ada dua macam, yaitu tanah Alluvial dan tanah Regosol. Tanah Alluvial yaitu tanah yang terbentuk dari pengendapan lumpur sungai yang terdapat di dataran rendah. Tanah ini berwarna kelabu dan tergolong sangat subur sehingga baik untuk pertanian. Secara umum, sifat tanah ini mudah digarap, dapat menyerap air dan permeabilitasnya cukup baik. Sementara tanah Regosol yaitu
18
tanah yang terbentuk dari hasil pelapukan batuan beku dan batuan sedimen. Tanah ini kadang disebut juga tanah pasir. Ciri dari tanah ini antara lain butirannya kasar, berkerikil dan kurang subur sehingga kurang baik untuk pertanian. Jika dilihat dari struktur tanahnya, secara umum Kota Tegal memiliki struktur tanah berupa tanah pasir dan tanah liat (Bappeda 2010). Adapun kondisi iklim Kota Tegal tergolong kedalam iklim tropis. Setiap tahun hanya ada dua musim, yaitu musim kemarau antara bulan April sampai dengan bulan September dan musim penghujan antara bulan oktober sampai dengan bulan Maret. Jika dilihat dari tipe iklimnya, berdasarkan klasifikasi Smith dan Ferguson wilayah Kota Tegal termasuk kedalam tipe C dimana jumlah bulan basah tidak pernah kurang dari 6 bulan (BPDAS 2009). Pada tahun 2010, rata-rata jumlah curah hujan dalam setahun sebesar 131 mm dengan rata-rata hari hujan per bulan sebanyak 13 hari. Sementara temperatur udara rata-rata per bulannya mencapai 27,90oC dengan kelembaban rata-rata per bulan yaitu 81,5%. Adapun kecepataan udara maksimal rata-rata di Kota Tegal pada tahun 2010 yaitu sebesar 20 knot atau 37,04 km/jam (BPS 2011). Berdasarkan masterplan drainase Kota Tegal dapat diketahui bahwa Kota Tegal diapit oleh dua sungai besar sebagai drainase utama, yaitu Sungai Ketiwon di sebelah timur dan Sungai Gangsa di sebelah barat. Dua sungai tersebut merupakan batas alam yang memisahkan Kota Tegal dengan wilayah tetangganya. Selain itu, kota ini juga dialiri oleh tiga sungai lainnya yaitu Sungai Kemiri, Sungai Sibilis dan Sungai Gung. Sungai Sibilis dan Sungai Kemiri merupakan drainase kota untuk wilayah Tegal Barat, Tegal Selatan dan Margadana. Sementara Sungai Gung merupakan drainase kota untuk wilayah Tegal Timur. Namun, sayangnya kelima sungai tersebut lebih cenderung menjadi tempat pembuangan limbah oleh masyarakat yang tinggal di sekitar sungai-sungai tersebut (Bappeda 2010). Sebagai kota pesisir, Kota Tegal memiliki garis pantai sepanjang ± 7,5 km dari Sungai Gangsa sampai Sungai Ketiwon. Kondisi pantainya terdiri dari pasir laut yang padat berwarna coklat dengan tingkat kemiringan yang landai. Pantai tersebut memiliki arti yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat Kota Tegal, baik secara ekologis maupun ekonomis. Secara ekologis, pantai Kota Tegal merupakan ekosistem yang dapat memberikan jaminan terhadap keberlangsungan daur makanan, terutama sebagai nursery ground bagi berbagai bentuk kehidupan laut, seperti ikan, udang, kepiting dan sebagainya. Secara ekonomi, pantai Kota Tegal berperan dalam menunjang mata pencaharian penduduk, tempat perdagangan, maupun sebagai sumber pendapatan asli daerah. Sementara kondisi perairan laut Kota Tegal berdasarkan peta batimetri tahun 2004 (Gambar 7), wilayah perairan Kota Tegal memiliki kedalaman laut antara 0-20 meter. Pada bagian pinggir pantai kedalaman berkisar antara 0-5 meter. Secara umum kondisi topografi dasar laut di perairan Kota Tegal memiliki tingkat kemiringan yang relatif landai. Akan tetapi, terdapat tonjolan yang berupa terumbu karang. Terumbu karang tersebut lebih dikenal masyarakat dengan nama Karang Jeruk, karena bentuknya mirip seperti Buah Jeruk. Karang Jeruk adalah gugusan karang dengan panorama bawah air yang menawarkan keindahan dasar laut beserta berbagai ekosistem biota lautnya. Lokasi karang jeruk mempunyai jarak tempuh ± 30 menit perjalanan dari tepi pantai. Luas karang tersebut sekitar 925 m2 di bagian tengah ke arah permukaan
19
Sumber: KAP Kota Tegal (2004)
Gambar 7. Peta Batimetri Perairan Kota Tegal dan sekitar 3.600 m2 di bagian dasar. Kedalaman rata-rata karang tersebut berkisar antara 3-7 meter. Kondisi tutupan karang hidup pada Terumbu Karang Jeruk telah mengalami penurunan, yaitu hanya berkisar antara 20% - 49,37%. Kondisi tersebut disebabkan oleh gelombang dan arus yang tinggi pada saat terjadi musim barat serta aktivitas nelayan di sekitar perairan Karang Jeruk (Isdarmawan 2008). Berdasarkan data pasang surut dari Kantor Administrasi Pelabuhan Kota Tegal, dapat diketahui bahwa sifat pasang surut perairan Kota Tegal termasuk kedalam tipe campuran dominan ganda. Maksudnya yaitu dalam sehari semalam lebih sering terjadi dua kali pasang dan dua kali surut. Akan tetapi, dalam sehari tingkat pasang dan surutnya berbeda. Keadaan pasang surut di wilayah perairan Indonesia ditentukan oleh penjalaran pasang surut dari Samudra Pasifik dan India serta morfologi pantai dan batimetri perairan (Diposaptono 2007). Kondisi arus suatu perairan dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti angin, pasang surut, gradien tekanan atau pun Gaya Coriolis. Arus permukaan di Laut Jawa lebih dipengaruhi oleh angin, sedangkan arus-arus di kedalaman laut yang lebih dalam lebih banyak dipengaruhi oleh keadaan pasang surut dan sifatsifat fisik lainnya seperti perbedaan temperatur, salintas dan tekanan (Diposaptono 2007). Pada musim barat (musim penghujan) di bulan Desember – Maret, bertiup angin dari barat ke timur di atas permukaan Laut Jawa sehingga arus permukaan Laut Jawa secara umum bergerak ke arah timur dengan kecepatan rata-rata 0,705 km/jam. Adapun pada musim timur (musim kemarau) di bulan Juni – September, bertiup angin dari timur ke barat di atas permukaan Laut Jawa sehingga arus permukaan Laut Jawa secara umum bergerak ke arah barat dengan kecepatan ratarata 0,561 km/jam. Sementara pada musim peralihan dari barat ke timur,
20
kecepatan arus rata-rata 0,366 km/jam, dan saat musim peralihan timur ke barat kecepatan arus rata-rata mencapai 0,322 (BPDAS 2009). Selain mempengaruhi gerakan arus permukaan laut, angin juga mempengaruhi besarnya gelombang laut. Adapun gelombang laut yang timbul di perairan laut Kota Tegal relatif tenang dengan ketinggian kurang dari satu meter. Pada musim peralihan di bulan Maret – Mei dan bulan September – November, gelombang laut yang terjadi dari arah utara relatif lemah. Sementara pada musim timur di bulan Juni – Agustus, gelombang laut di perairan Kota Tegal cukup besar dengan ketinggian mencapai 1,5 meter. Namun, kondisi gelombang ini relatif kecil dibanding angin barat yang mempunyai potensi gelombang lebih besar (BPDAS 2009).
Pola Penggunaan Lahan Pola pemanfaatan lahan di Kota Tegal dapat diklasifikasikan sebagai berikut : kawasan pemerintahan, kawasan permukiman, kawasan perdagangan dan jasa, kawasan sarana kesehatan, kawasan sarana pendidikan, kawasan sarana peribadatan, kawasan transportasi, kawasan industri, kawasan pertanian dan perikanan, kawasan pelabuhan perikanan (PPP), kawasan konservasi pantai, kawasan rekreasi pantai. Permukiman terpusat pada wilayah Tegal Timur dan bagian Timur dari Tegal Barat, sedangkan areal persawahan terbentang dengan luas sebagian besar pada wilayah Margadana. Sementara pertambakan dapat ditemukan pada daerah pesisir disebelah Utara kota dan pada bagian Barat dari Tegal Barat, berbatasan dengan Kabupaten Brebes (KLH 2011). Adapun berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan Pertanian (DKP) Kota Tegal tahun 2010, pola penggunaan lahan di Kota Tegal terbagi atas lahan sawah dan lahan bukan sawah (BPS 2011). Tabel 3 menyajikan secara rinci penjabaran dari kedua pola penggunaan lahan tersebut. Tabel 3. Penggunaan Lahan di Kota Tegal Tahun 2010a Penggunaan Lahan Lahan Sawah a. Pengairan Teknis b. Pengairan Semi Teknis c. Pengairan Sederhana Lahan Bukan Sawah a. Bangunan/Pekarangan b. Tegal/Kebun c. Tambak d. Lain-Lain Total a
Sumber: DKP Kota Tegal dalam BPS (2011)
Luas Lahan (ha)
Persentase (%)
891,55 -
22,47 -
1.721,97 42,57 441,34 870,57 3.968,00
43,40 1,07 11,12 21,94 100,00
21
Kondisi Sosial Demografi Menurut BPS Kota Tegal (2011), jumlah penduduk Kota Tegal berdasarkan hasil registrasi penduduk pada tahun 2010 tercatat berjumlah 240.540 jiwa yang terdiri dari 119.367 jiwa penduduk laki-laki (49,62%) dan 121.173 jiwa penduduk perempuan (50,38%). Angka pertumbuhan penduduk Kota Tegal untuk tahun 2010 mengalami penurunan cukup drastis, yaitu mencapai -5,03% bila dibandingkan dengan angka pertumbuhan tahun-tahun sebelumnya. Perkembangan penduduk Kota Tegal pada tahun 2006-2010 disajikan dalam grafik berikut ini:
Jumlah Penduduk (Jiwa)
128000 Laki-Laki
126000
Wanita
124000 122000 120000 118000 116000 114000 2006
2007
2008
2009
2010
Tahun
Gambar 8. Perkembangan Jumlah Penduduk Kota Tegal Tahun 2006-2010
Kepadatan penduduk rata-rata di Kota Tegal pada tahun 2010 sebesar 6.062 jiwa/Km². Kepadatan penduduk tertinggi berada di Kelurahan Debong Kidul sebesar 14.357 jiwa/Km², sedangkan kepadatan terendah di Kelurahan Muarareja sebesar 692 jiwa/Km². Jumlah rumahtangga di Kota Tegal pada tahun 2010 mencapai 63.948 dengan rata-rata jumlah anggota per rumahtangga sebanyak 3,76 orang (BPS 2011). Adapun jumlah penduduk usia kerja di Kota Tegal pada tahun 2010 tercatat sebanyak 156.390 jiwa yang terdiri dari 78.210 jiwa laki-laki dan 78.180 jiwa perempuan. Namun, berdasarkan data yang ada jumlah penduduk yang bekerja pada masing-masing lapangan kerja yang ada sebanyak 125.412 jiwa (80,19%). Sementara total pencari kerja mencapai 4.893 jiwa (BPS 2011). Berdasarkan data dari BPS Kota Tegal tahun 2010, mata pencaharian penduduk Kota Tegal yaitu petani sendiri, buruh tani, nelayan, pengusaha, buruh industri, buruh bangunan, pedagang, pengangkutan, PNS/ABRI, pensiunan dan lain-lain. Jumlah penduduk untuk setiap jenis mata pencaharian disajikan dalam Tabel 3 di bawah ini. Selain memberikan gambaran ekonomi masyarakat Kota Tegal, informasi yang terkandung dalam Tabel 4 juga dapat menggambarkan pola hidup masyarakat Kota Tegal pada umumnya.
22
Tabel 4. Jenis Mata Pencaharian Penduduk Kota Tegal Tahun 2010a Mata Pencaharian Petani Sendiri Buruh Tani Nelayan Pengusaha Buruh Industri Buruh Bangunan Pedagang Angkutan PNS/ABRI Pensiunan Lainnya Total a
Jumlah Penduduk (jiwa)
Persentase (%)
2.779 5.841 11.784 2.294 21.634 20.791 23.675 6.217 8.253 5.423 16.721 125.412
2,21 4,66 9,40 1,83 17,25 16,58 18,88 4,96 6,58 4,32 13,33 100
Sumber: BPS Kota Tegal (2011)
Pariwisata Adanya pariwisata membuat Kota Tegal memiliki nilai lebih dibandingkan daerah sekitarnya. Selain menambah pendapatan daerah, pariwisata juga dapat mendukung berkembangnya potensi alam maupun buatan yang dimiliki Kota Tegal. Obyek wisata yang ada di Kota Tegal meliputi Pantai Alam Indah (PAI) Kota Tegal di Kelurahan Mintaragen yang tergolong wisata alam dan Bahari Water Park di Kelurahan Pesurungan Lor yang tergolong wisata buatan. Wisatawan yang berkunjung ke kedua objek wisata tersebut kebanyakan adalah wisatawan domestik. Pada tahun 2011, wisatawan domestik tercatat sejumlah 282.554 orang. Wisatawan umumnya ramai berkunjung pada hari libur dan akhir pekan (Bappeda 2011). Selain itu, Kota Tegal juga memiliki berbagai potensi wisata budaya dan wisata kuliner yang sayang untuk ditinggalkan oleh para wisatawan. Potensi Wisata budaya yang ada di Kota Tegal diantaranya, yaitu Tradisi Baritan (Sedekah Laut), Tarian Jaran Kepang, Tarian Topeng Endel, Wayang Golek Tegalan, Jathilan, serta souvenir khas berupa batik tulis tegalan dengan berbagai corak pesisiran. Adapun aneka jenis makanan khas Tegal yang menjadi potensi wisata kuliner diantaranya, yaitu soto tegal, kupat glabet, kupat dan sate blengong, tahu aci, krupuk antor, kacang klitik, kacang bogares, pilus, latopia tegal dan minum khas tegal berupa teh poci (Bappeda 2011).
23
HASIL DAN PEMBAHASAN Data dan Analisis Kondisi Tapak 1) Batas Tapak Kawasan obyek wisata Pantai Alam Indah (PAI) terletak di Kelurahan Mintaragen, Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal. Kawasan objek wisata ini berjarak sekitar 3 km dari pusat kota. Secara administratif, kawasan wisata PAI memiliki batas-batas sebagai berikut (Gambar 9): sebelah utara : Laut Jawa, sebelah timur : Jalan Halmahera dan Sungai Gung, sebelah selatan : Jalan Jawa dan pemukiman, sebelah barat : Jalan Jawa dan pelabuhan. Jika dilihat dari kondisi fisik di lapangan, antara kawasan wisata ini dan daerah sekitarnya dibatasi oleh tembok yang terbuat dari beton dan susunan batu bata dengan tinggi sekitar 2,5 meter. Batas suatu kawasan wisata umumnya dibuat dalam bentuk pagar oleh pihak pengelolanya. Namun, beberapa tempat wisata ada juga yang menggunakan batas alam sebagai batasan wilayahnya. Selain memberikan kejelasan antara kawasan wisata dengan tata guna lahan yang ada di sekitarnya, batas tapak juga dibuat untuk memberikan keamanan bagi para pengunjung di dalam area wisata. Pagar yang dibuat sebaiknya tidak tertutup rapat dan masih memungkinkan pandangan orang di luar area wisata tetap dapat menikmati keindahan laut. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan kesatuan ruang antara area wisata dengan lingkugan sekitarnya. Kawasan objek wisata PAI Kota Tegal pada awalnya hanya memiliki luas lahan sekitar 4 Ha. Kemudian seiring dengan adanya pembangunan sarana pendukung kegiatan wisata, luasnya ditambah hingga menjadi 7 Ha. Kini, kawasan objek wisata ini telah memiliki luas lahan sekitar 21 Ha. Hal tersebut disesuaikan dengan rencana pengembangan kawasan objek wisata PAI yang telah dibuat oleh Dinas Pariwisata Kota Tegal. Adapun rincian kepemilikan lahan seluas 21 Ha tersebut, yaitu 75% merupakan tanah milik PT PELINDO III dan 25% merupakan tanah milik Pemerintah Daerah Kota Tegal. Status lahan yang belum sepenuhnya menjadi milik pemerintah daerah Kota Tegal merupakan salah satu kendala yang cukup berarti dalam proses pengembangan objek wisata PAI. Sampai saat ini, objek wisata yang telah dibuka sejak tahun 1978 ini baru terbangun sekitar 50% dari rencana yang telah dibuat. Bahkan, terdapat beberapa fasilitas wisata yang dibangun sudah tidak sesuai lagi dengan master plan objek wisata PAI. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah Kota Tegal perlu berkoordinasi kembali dengan pihak PT PELINDO III untuk mengurus masalah status lahan tersebut. Pemerintah Kota Tegal harus mengusahakan supaya lahan seluas 21 Ha tersebut dapat menjadi milik pemerintah sepenuhnya. Dengan begitu proses pembangunan dapat berjalan dengan maksimal dan para investor tidak perlu berpikir panjang untuk berkerjasama dengan pemerintah.
Gambar 9. Peta Batas Lokasi Studi
24
25
2)
Topografi dan Kemiringan Lahan Kawasan objek wisata PAI merupakan bagian dari daerah pantai Kota Tegal di bagian utara, sehingga memiliki kondisi topografi yang relatif datar. Jika dilihat pada peta topografi Kota Tegal, objek wisata ini berada di atas area dengan ketinggian sekitar 0 – 0,5 meter di atas permukaan laut (Gambar 10). Kondisi tapak yang demikian sebenarnya membawa keuntungan tersendiri, karena dapat digunakan untuk berbagai aktivitas dan kegiatan rekreatif manusia serta mudah untuk peletakkan berbagai sarana penunjang kegiatan wisata. Namun, di sisi lain kondisi tapak yang demikian juga mudah terkena luapan air laut (rob), terutama ketika air laut mengalami pasang cukup tinggi. Hal ini disebabkan posisinya yang tepat berhadapan langsung dengan laut sehingga dampak rob begitu nyata. Oleh karena itu, diperlukan penanganan khusus untuk mencegah bencana rob tersebut. Misalnya, dengan membangun tanggul penghalang dari beton untuk mencegah luapan air laut atau dengan menanam barisan tanaman pada jarak tertentu dari bibir pantai untuk membentuk tanggul secara alami. Dari hasil survey di lapangan, landform khas pantai yang dapat ditemukan di kawasan objek wisata PAI antara lain dataran pasang surut (tidal flat), gisik (beach) dan beting gisik (beach ridge) (Gambar 11). Dataran pasang surut yang ada di objek wisata ini normalnya berjarak ± 50 meter dari garis pantai terendah. Akan tetapi, ketika terjadi pasang air laut yang cukup tinggi, daratan kawasan objek wisata ini dapat terkena dampak luapan air laut. Adapun area gisik berada pada area yang hampir sama dengan area dataran pasang surut dan di belakangnya merupakan area beting gisik. Gundukan pasir yang membentang sepanjang pantai di belakang gisik sudah tidak tampak lagi, karena telah dibuat datar oleh pihak pengelola untuk dijadikan tempat aktivitas para pengunjung. Pada beberapa bagian juga telah dimanfaatkan para pedagang untuk membangun saung-saung yang dijadikan tempat istirahat para wisatawan sambil menikmati makanan. 3)
Geologi dan Tanah Ditinjau dari aspek geologi, kawasan objek wisata PAI Kota Tegal termasuk kedalam Zona Dataran Pantai Utara, dimana zona ini tersusun atas satuan endapan Alluvial dan Alluvial pantai. Akan tetapi, pada tapak lebih didominasi oleh endapan Alluvial pantai yang berupa endapan pasir di dataran pantai yang bersifat lepas. Hal ini disebabkan posisinya yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Adapun jenis tanah di kawasan objek wisata PAI tergolong kedalam jenis tanah Alluvial. Tanah ini sering dijumpai di daerah pinggiran sungai besar atau pantai. Tanah ini berwarna kelabu dan tergolong sangat subur sehingga baik untuk pertanian. Secara umum, sifat tanah ini mudah digarap, dapat menyerap air dan permeabilitasnya cukup baik. Bila didrainasekan dengan baik, tanah ini akan sangat produktif. Berdasarkan klasifikasi tanah menurut Thorp dan Smith (1941) dalam Soepardi (2002), tanah Alluvial tergolong kedalam jenis tanah azonal, yaitu tanah yang tidak mempunyai diferensiasi horizon. Lapisan pada profil tanah sebagai hasil pembentukan bersifat tidak nyata. Umumnya tanah ini terbentuk dari bahan alluvial. Pengaruh salinitas air laut yang menyebabkan tanah memiliki kadar garam yang tinggi, berdampak nyata pada fisiologis tanaman. Hanya tanaman yang mempunyai toleransi tinggi terhadap garam yang dapat tumbuh dengan baik di
Gambar 10. Peta Topografi Lokasi Studi
26
Gambar 11. Peta Landform Lokasi Studi
27
28
daerah pantai. Di sisi lain, vegetasi yang tumbuh di sepanjang pantai mempunyai kemampuan mengurangi intrusi air laut sehingga konsentrasi tanah di belakang daerah pantai dapat terlindung dengan baik. Gambar 12 menunjukkan hasil analisis tanah berdasarkan tingkat kepekaan tanah terhadap erosi. 4)
Iklim Mikro dan Kenyamanan Iklim mikro adalah keadaan atmosfer ruang luar (outdoor space) pada luasan area tertentu yang terdiri dari unsur radiasi matahari, angin, suhu udara, kelembaban udara dan curah hujan (Ariani 2000). Unsur – unsur iklim tersebut berhubungan erat dengan tingkat kenyamanan dan aktivitas manusia. Oleh karena itu, keadaan iklim mikro suatu tapak perlu diperhitungkan ketika akan direncanakan untuk tujuan tertentu. Gambar 13 menunjukkan fluktuasi suhu udara, kelembaban udara, curah hujan serta kecepatan dan arah angin pada tapak dan daerah sekitarnya pada periode tahun 2010. Berdasarkan data dari BMKG Kota Tegal tahun 2010, suhu maksimum pada tapak dan daerah sekitarnya berkisar antara 30,3 oC – 32,2 oC dan suhu minimum berkisar antara 24,6 oC – 25,9 oC (Gambar 13a). Sementara kelembaban udara berkisar antara 79% - 85%, dimana kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Januari dan Desember (Gambar 13b). Adapun curah hujan teringgi terjadi pada bulan April dengan jumlah curah hujan sebanyak 308,2 mm dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli dengan jumlah curah hujan sebanyak 91,9 mm (Gambar 13c). Tingkat kenyamanan di suatu area dapat dilihat secara kuantitatif melalui besarnya nilai THI (Temperature Humidity Index). Menurut Fandeli (2009) dalam Azmi (2010), di Indonesia suatu area dikatakan nyaman apabila memiliki nilai THI antara 21 - 27. Tabel 5 berikut ini menunjukkan hasil penilaian tingkat kenyamanan pada tapak berdasarkan rumus THI, yang diperoleh dengan memasukkan nilai suhu (T) minimum dan maksimum serta kelembaban udara (RH). Tabel 5. Hasil Penilaian Tingkat Kenyamanan Pada Tapak Suhu (oC) 24.6 25.2 25.7 30.3 31.5 32.2
RH (%)
THI
Keterangan
85.0 81.5 79.0 85.0 81.5 79.0
23.86 24.27 24.62 29.39 30.33 30.85
> 21 > 21 > 21 > 27 > 27 > 27
Hasil perhitungan tersebut menunjukkan, bahwa iklim mikro pada tapak masih berada pada batasan standar kenyamanan bagi pengguna jika dalam keadaan suhu rendah. Tetapi ketika dalam keadaan suhu tinggi, iklim mikro tapak berada di atas batasan standar kenyamanan bagi pengguna. Oleh karena itu, perlu dilakukan penambahan elemen peneduh pada tapak, baik yang bersifat alami seperti pohon maupun yang bersifat buatan seperti gazebo dan shelter.
Gambar 12. Peta Analisis Tanah
29
30
Gambar 13. Grafik Fluktuasi Unsur Iklim Mikro Pada Tapak
31
Berdasarkan pengamatan di lapangan, para pengunjung ramai beraktivitas di pinggir pantai ketika pagi dan sore hari. Pada saat menjelang siang hari sekitar pukul 10.00 WIB sampai pukul 15.00 WIB, tingkat radiasi matahari dan suhu udara dirasakan cukup tinggi sehingga para pengunjung mencari tempat-tempat yang teduh seperti di bawah pohon dan saung-saung. Elemen peneduh berupa pohon berkanopi dirasakan efektif dalam memodifikasi iklim mikro pada lahan terbuka, seperti pantai. Selain memberi naungan dan mereduksi efek radiasi matahari, pohon juga mampu menurunkan suhu yang ada di sekitarnya sampai beberapa derajat serta mengurangi penetrasi air hujan dan mengontrol kecepatan angin. Gambar 14 menunjukkan penyebaran tingkat radiasi pada tapak. Kecepatan angin maksimal rata-rata yang melintasi kawasan objek wisata PAI dan daerah sekitarnya yaitu sebesar 20 knot (37,04 km/jam). Kecepatan angin tertinggi terjadi pada bulan Februari dengan kecepatan maksimal 43 knot (79.64 km/jam) menuju arah tenggara. Sementara kecepatan angin terendah terjadi pada bulan Juli dengan kecepatan maksimal 12 knot (22,22 km/jam) menuju arah timur laut. Meskipun kecepatan angin tertinggi terjadi pada bulan Februari, hal ini tidak sampai menimbulkan masalah pada tapak dan daerah sekitarnya, karena arah angin menuju tenggara. Justru yang harus diwaspadai yaitu pada bulan April, dimana kecepatan angin berada pada kecepatan maksimal rata-rata (20 knot) dengan arah menuju barat daya. Inilah salah satu penyebab sebagian wilayah Kelurahan Mintaragen, khususnya yang dekat dengan laut (termasuk tapak) sering terkena bencana rob setiap tahunnya. Oleh karena itu, diperlukan penambahan sabuk hijau pantai untuk mengurangi resiko terjadinya bencana tersebut. 5)
Hidrologi Sungai Gung merupakan salah satu drainase kota yang melintasi Kelurahan Mintaragen dan juga menjadi batas alam bagi kawasan objek wisata PAI. Panjang Sungai Gung sekitar 7,5 km dengan debit air sekitar 0,875-116 m3/detik. Sungai Gung banyak mendapatkan limbah dari buangan kota, limbah domestik (rumah tangga) dan buangan dari industri kecil (logam, tahu dan krupuk). Menurut pihak KLH Kota Tegal, kualitas air Sungai Gung digolongkan ke dalam Mutu Air Kelas II, dimana air hanya dapat digunakan untuk sarana rekreasi air, budidaya ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi tanaman dan peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Hal ini didasarkan pada Peraturan Pemerintah RI No.82 Tahun 2001. Dari hasil pengamatan pihak KLH tahun 2011, beberapa parameter sudah berada di atas baku mutu air kelas II, seperti BOD, COD, DO, total fosfat, belerang sebagai H2S, MBAS, Fecal Coliform dan total coliform. Oleh karena itu, keberadaan mangrove di muara sungai dan sabuk hijau sungai perlu dijaga supaya polutan-polutan tersebut dapat diendapkan sebelum sampai ke Laut Jawa. Dengan begitu dampak pencemaran laut dapat dikurangi. Air yang digunakan sebagian besar warga Kelurahan Mintaragen dan para pedagang di kawasan PAI bersumber dari air tanah dangkal dengan kedalaman berkisar antara 5-14 meter. Peningkatan jumlah penduduk mengakibatkan pemanfaatan air tanah juga meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini dapat menyebabkan penurunan muka air tanah, penurunan mutu air tanah dan penyusupan air laut di daerah pantai. Bahkan dapat menyebabkan terjadinya
Gambar 14. Peta Analisis Iklim
32
33
amblesan tanah. Semua itu dapat dicegah dengan cara memaksimalkan penyerapan air hujan ke dalam tanah, sehingga ketersediaan air tanah akan selalu tercukupi. Cara ini dapat ditempuh melalui pembuatan lubang – lubang resapan biopori, sumur – sumur resapan serta memperbanyak tegakan pohon dan mempertahankan pohon – pohon yang telah dewasa. Relief tapak yang relatif datar menyebabkan aliran air di permukaan tanah (run off) berjalan kurang baik. Setiap musim hujan datang sering kali terjadi genangan air di beberapa titik pada tapak, seperti Gambar 15. Kondisi ini tentunya sangat mengganggu para pengunjung yang datang. Adapun Gambar 16 yaitu hasil analisis spasial aspek hidrologi lokasi studi berdasarkan parameter run off.
Gambar 15. Genangan – genangan air di tapak pada musim hujan Kondisi sistem aliran drainase yang kurang baik semakin memperburuk keadaan tersebut. Limbah yang dihasilkan para pedagang dan sampah – sampah penduduk yang terbawa aliran air hujan menyebabkan penyumbatan pada saluran drainase. Kondisi ini menyebabkan pendangkalan dan juga menimbulkan bau tidak sedap akibat sampah organik yang terurai. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembangunan kembali jalan utama dalam tapak dengan menggunakan material yang masih memungkinkan air hujan dapat meresap ke dalam tanah. Selain itu, perlu didukung juga dengan pengendalian sampah dan limbah yang dihasilkan para pedagang serta pembuatan sistem saluran drainase yang dikombinasikan dengan lubang resapan biopori. 6)
Hidro-oceanografi Secara keseluruhan, kecepatan arus permukaan air laut di PAI dan sekitarnya ± 0,1 m/detik. Menurut Diposaptono (2007), kondisi arus permukaan air laut di Laut Jawa lebih dipengaruhi oleh angin. Oleh karena itu, ketika bulan April, dimana angin bergerak menuju arah barat daya dengan kecepatan 20 knot, terjadi musim timur laut. Kondisi ini mengakibatkan arus Laut Jawa secara umum mengalir dari timur laut menuju barat daya. Karena angin bergerak dengan kecepatan maksimum rata-rata, maka kecepatan arus permukaan air laut juga lebih besar dari biasanya dan membawa gelombang laut yang cukup besar. Hal inilah yang harus diwaspadai oleh pihak pengelola atau pun para pengunjung. Apalagi kondisi air laut di kawasan PAI dan sekitarnya ketika bulan April mengalami pasang cukup tinggi. Berdasarkan data dari Kantor Administrasi Pelabuhan Kota Tegal, permukaan air laut di perairan Kota Tegal mengalami kenaikan sekitar 0,6 – 1 meter. Jika kondisi permukaan air laut saat pasang
Gambar 16. Peta Analisis Hidrologi
34
35
mencapai ketinggian ≥ 1 meter, dapat berpotensi menimbulkan rob pada kawasankawasan yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Inilah salah satu penyebab sebagian wilayah Kelurahan Mintaragen, khususnya yang dekat dengan laut (termasuk tapak) sering terkena bencana rob setiap tahunnya. Beberapa alternatif penyelesaian yang dapat diambil untuk menanggulangi masalah – masalah tersebut di antaranya, melakukan penambahan sabuk hijau pantai, membuat pemecah gelombang dan membuat kanal untuk menampung luapan air laut. Selain itu, pihak pengelola objek wisata PAI harus menghimbau para pengunjungnya untuk selalu waspada ketika melakukan aktivitas di tepi pantai, khususnya saat bulan April. Pihak pengelola juga harus terus meningkatkan pengamanan dan pengawasan di kawasan objek wisata PAI untuk menanggulangi terjadinya masalah – masalah yang tidak diharapkan. 7)
Vegetasi dan Satwa Secara umum, vegetasi yang dijumpai di kawasan objek wisata PAI tersusun atas vegetasi dari formasi pescaprae, formasi barringtonia dan formasi mangrove. Adapun vegetasi dari formasi pescaprae di kawasan PAI yaitu tumbuhan yang mendominasi bagian gisik pantai. Formasi vegetasi ini didominasi oleh vegatasi pionir, seperti kangkung laut (Ipomoea pescaprae) yang di belakangnya diikuti rerumputan, seperti Cyperus, Fimbristylis dan Ischaemum. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan tepi pantai yang terdapat formasi ini memiliki deposit pasir lebih banyak dari pada tepi pantai yang terbuka dan resiko terkena abrasi air laut juga lebih kecil. Hal ini sesuai dengan pendapat Dahuri (2003) yang menyebutkan bahwa akar dari tanaman formasi pescaprae memiliki kemampuan dalam menstabilkan deposit pasir dan mengurangi intrusi air laut karena kemampuannya menyerap garam. Daunnya mampu menjerat dan mengendapkan pasir yang terbawa oleh angin. Sementara vegetasi dari formasi barringtonia di kawasan objek wisata PAI yaitu komunitas rerumputan, semak belukar serta pepohonan yang tumbuh dan berkembang di bagian beting gisik pantai. Formasi vegetasi ini didominasi oleh jenis pepohonan, seperti Cemara laut (Casuarina equisetifolia) dan Waru laut (Thespesia populnea). Selain itu, di lapangan juga ditemukan beberapa jenis pohon lainnya, seperti Akasia (Acacia mangium), Glodogan (Polyathia longifolia), Ketapang (Terminalia catappa) dan Palem putri (Veitchia merillii). Pepohonan tersebut merupakan tumbuhan yang telah menyesuaikan diri terhadap habitat pantai. Secara ekologis, formasi barringtonia dapat berperan sebagai stabilisator beting pasir, mengurangi intrusi air laut dengan tingkat toleransi yang sedikit lebih rendah dari formasi pescaprae, pengendali iklim mikro dan habitat satwa, terutama burung. Adapun fungsi estetika yang tidak kalah pentingnya yaitu memberi nilai keindahan visual yang khas pada pantai. Selanjutnya, formasi hutan mangrove di kawasan objek wisata PAI dijumpai pada area pantai yang dekat dengan muara Sungai Gung. Formasi ini lebih didominasi oleh pohon mangrove jenis Bakau (Rhizopora sp.) dan Api-api (Avicennia sp.). Adapun sebagian kecil lainnya, seperti Tanjang (Bruguiera sp.), Nyirih (Xylocarpus sp.) dan Buta-buta (Exeocaria sp.). Secara ekologis, hutan mangrove memiliki peran yang sangat banyak, antara lain: melawan dan mengendalikan abrasi pantai, mengurangi kecapatan angin dan terjangan ombak laut, menyerap dan mengurangi bahan pencemar (polutan) air, mempercepat laju
36
sedimentasi yang akhirnya menimbulkan tanah timbul sehingga daratan bertambah luas dan mengendalikan intrusi air laut. Selain itu, hutan mangrove juga dapat dijadikan sebagai tempat rekreasi berbasis pada pendidikan. Mengingat pentingnya nilai ekologi dan estetika yang dimiliki oleh formasi – formasi vegetasi yang ada di sepanjang pantai PAI, maka lebih tepat bila area tersebut dikonservasi. Apabila ingin dilakukan pengembangan untuk kepentingan wisata, sebaiknya hanya bersifat non-intensif. Pengembangan pada area yang relatif labil (zona formasi pantai) harus dibatasi, sedangkan pada area yang stabil (zona budidaya) dapat dilakukan pengembangan secara leluasa dengan tetap memperhatikan dampak yang akan ditimbulkan. Dengan begitu, kualitas ekologi dan estetika kawasan objek wisata PAI dapat tetap terjaga dan memungkinkan untuk terus ditingkatkan menjadi lebih baik. Sementara jenis satwa yang ditemukan di kawasan PAI saat pengamatan diantaranya, yaitu Burung Gereja (Passer montanus), Burung Tekukur (Streptopelia sp.), Cucak Kutilang (Pycnonotus aurigaster) dan Burung Trinil Pantai (Actitis hypoleucos). Pada saat pengamatan juga dijumpai beberapa biota laut seperti Kepiting, Ubur – ubur, Kerang dan ikan. Ubur – ubur muncul ke permukaan air sekitar pukul 09.00 – 10.00 WIB, namun kondisi sekarang ini jumlahnya sudah sedikit. Padahal sebelumnya berjumlah cukup banyak, menurut salah satu pengunjung. Jika komunitas Ubur – ubur ini dapat dipulihkan kembali seperti kondisi semula, tentu dapat menjadi salah satu potensi atraksi wisata yang cukup menarik untuk dikembangkan.
(a)
(b) Gambar 17. (a) Burung Tekukur (Streptopelia sp.) dan (b) Burung Trinil Pantai (Actitis hypoleucos)
Jika ingin menghadirkan komunitas burung dalam suatu lanskap pantai, tentunya perlu diciptakan ruang hidup yang senantiasa mampu menopang rantai hidupnya. Habitat yang telah ada di kawasan Objek Wisata PAI saat ini adalah komunitas vegetasi mangrove, namun jumlahnya masih sangat terbatas. Oleh karena itu, jumlah mangrove di kawasan PAI harus terus ditingkatkan untuk meningkatkan jumlah keanekaragaman jenis burung yang ada, mengingat jenis burung yang berasosiasi dengan mangrove cukup banyak dan unik. Gambar 18 merupakan hasil analisis spasial untuk persebaran vegetasi dan satwa di kawasan objek wisata PAI.
Gambar 18. Peta Analisis Vegetasi dan Satwa
37
38
Aspek Ekologi 1) Penutupan Lahan Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, kondisi penutupan lahan di kawasan obyek wisata PAI dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu lahan terbangun (non-alami), lahan semi alami dan lahan alami (Gambar 19). Penutupan lahan berupa lahan terbangun yaitu struktur bangunan dan fasilitas-fasilitas wisata yang dibangun oleh pihak pengelola. Sementara penutupan lahan berupa lahan alami yaitu hutan pantai (mangrove), semak belukar dan hamparan pasir pantai. Adapun penutupan lahan berupa lahan semi alami yaitu sawah dan tambaktambak ikan. Walaupun obyek wisata PAI telah dibuka sejak tahun 1978, tapi proses pembangunan masih belum berjalan 100% sehingga tutupan lahan yang ada di tapak masih berupa hutan pantai, semak belukar, sawah, tambak ikan dan hamparan pasir pantai. Hal ini menunjukkan bahwa alih fungsi lahan alami menjadi lahan terbangun masih dalam persentase yang sedikit, sehingga kawasan obyek wisata PAI masih berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan ekowisata. Upaya ini akan mendukung rencana pemerintah Kota Tegal untuk menjadikan area sepanjang garis pantai kota sebagai sabuk hijau (green belt) pantai bagi kawasan pesisir Kota Tegal. 2)
Sumberdaya Kritis Berdasarkan informasi yang didapat dari KLH Kota Tegal, sumberdaya yang termasuk dalam kategori kritis yaitu ekosistem mangrove. Luas tutupan mangrove di Kota Tegal hanya sekitar 11 hektar. Padahal ekosistem ini memiliki peranan penting bagi daerah pesisir Kota Tegal. Mangrove dapat berfungsi sebagai pelindung pantai melalui sistem perakarannya yang dapat meredam keganasan ombak dan arus air, menahan sedimen dan mencegah intrusi air laut. Hutan mangrove selebar 200 meter dengan kerapatan yang memadai dapat meredam kekuatan gelombang pasang surut termasuk gelombang tsunami setinggi 30 meter hingga 50%. Selain itu, mangrove juga dapat berfungsi sebagai pengendap polutan, habitat mahluk hidup lainnya, penyedia hasil hutan berupa kayu dan berpotensi menjadi kawasan wisata alam. Kelurahan Mintaragen dengan garis pantai sepanjang ± 1,5 km hanya memiliki luasan hutan mangrove sebesar 1,2 hektar dan kondisinya berada dalam kawasan obyek wisata PAI. Jumlah tersebut paling sedikit jika dibandingkan dengan jumlah mangrove di tiga kelurahan lainnya, yaitu Muarareja, Tegalsari dan Panggung. Data dari KLH Kota Tegal tahun 2011 menunjukkan bahwa depalan petak mangrove dari 76 petak di Kelurahan Mintaragen mengalami kerusakan, sehingga yang tersisa tinggal 68 petak. Penyebab kerusakan tersebut di antaranya yaitu abrasi pantai pada saat musim barat dan timur, pengikisan pohon muda oleh gelombang air laut dan kurangnya kesadaran masyarakat pesisir akan pentingnya tanaman mangrove sehingga sering terjadi kasus penebangan Pohon Bakau secara illegal. Kondisi ini diperburuk dengan belum adanya peraturan daerah yang mengatur tentang sanksi penebangan mangrove yang merupakan aset pemerintah daerah tanpa izin. Hal ini menunjukkan bahwa pemberdayaan pohon tersebut belum berjalan dengan maksimal.
Gambar 19. Peta Analisis Penutupan Lahan
39
40
Gambar 20. Kondisi mangrove di kawasan obyek wisata PAI Adapun solusi yang dapat ditempuh untuk mengatasi permasalahan tersebut, yaitu memadukan budidaya perikanan dengan usaha pelestarian mangrove dalam bentuk silvofishery. Selain itu, dapat juga dengan cara mengembangkan tempat wisata dengan konsep ekowisata. Selain mendukung pelestarian mangrove, konsep ini juga mampu meningkatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Tentunya membutuhkan kerjasama yang baik antara pengelola tempat wisata, pemerintah dan masyarakat supaya berjalan dengan baik. 3)
Area Rawan Bencana Berdasarkan informasi dari KLH Kota Tegal, bencana alam yang sering melanda daerah pesisir Kota Tegal yaitu rob dan abrasi pantai. Adapun daerah di Kota Tegal yang rawan terkena kedua bencana tersebut mencakup empat kelurahan, yaitu Kelurahan Panggung, Kelurahan Mintaragen, Kelurahan Tegalsari dan Kelurahan Muarareja. Mengingat kawasan PAI berada di wilayah Kelurahan Mintaragen dan berbatasan langsung dengan laut, maka akan terkena juga dampak dari kedua bencana tersebut. Gambar 21 menggambarkan pembagian area rawan bencana pada kawasan PAI. Dari hasil pengamatan, tepi pantai bagian barat tapak akan mengalami kerusakan lebih parah dari pada bagian timur. Hal ini disebabkan karena pada tepi pantai bagian timur tapak masih terdapat tanaman, sehingga tingkat abrasi air laut tidak begitu besar. Rob terjadi ketika hujan deras atau ketika muka air laut mengalami pasang cukup tinggi. Sebelum rob sampai ke pemukiman warga, tentunya obyek wisata PAI akan terkena lebih dahulu. Data terbaru menjelaskan bahwa waktu terjadinya rob tidak dapat diprediksi, karena air rob bisa naik ke permukaan sewaktu-waktu. Secara keseluruhan lama genangan rob diprediksi sekitar 4 – 5 jam dengan tinggi rob berkisar dari 30 – 40 cm dan jangkauan air sejauh 50 – 100 meter (Bappeda 2010). Sampai saat ini, belum ada upaya yang berarti dari pemerintah kota dalam menangani masalah ini. Keberadaan mangrove beserta formasi vegetasi pantai lainnya merupakan pelindung alami kawasan pantai yang sangat penting. Jika keberadaannya saat ini cukup memadai dan dalam kondisi terjaga, dampak dari bencana rob dan abrasi pantai tentunya dapat dikurangi. Oleh karena itu, program rehabilitasi yang diikuti oleh program konservasi sangat diharapkan dapat dilaksanakan pada kawasan obyek wisata PAI dan daerah sepanjang garis pantai Kota Tegal.
Gambar 21. Peta Analisis Area Rawan Bencana
41
42
4)
Kawasan Lindung Sabuk Hijau (green belt) pantai merupakan pelindung alami daerah pesisir dari bencana-bencana yang datang dari laut, seperti tsunami atau gelombang pasang yang tinggi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.47 Tahun 1997, kriteria kawasan lindung untuk sempadan pandai yaitu daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi. Jika peraturan pemerintah tersebut dilaksanakan, dampak yang ditimbulkan dari bencana-bencana alam dari laut dapat dikurangi. Baru-baru ini, Pemerintah Kota Tegal telah memperbarui rencana tata ruang wilayahnya untuk periode tahun 2011-2031. Gambar 22 menggambarkan area pada kawasan PAI yang termasuk dalam kawasan lindung berdasarkan Rencana Kawasan Lindung Kota Tegal tahun 2011-2031. Area yang masuk kedalam kawasan lindung seharusnya bebas dari segala bentuk pemanfaatan. Jika area tersebut ingin tetap dimanfaatkan, harus memperhatikan batasan daya dukungnya. Oleh karena itu, pengembangan obyek wisata PAI sebagai kawasan ekowisata merupakan tindakan yang tepat dan akan mendukung rencana pemerintah tersebut. Dari hasil pengamatan, kondisi sempadan pantai di kawasan obyek wisata PAI dapat dikategorikan kedalam tiga macam, yaitu baik, cukup baik dan tidak baik (rusak). Jika dibagi kedalam tiga bagian, kondisi sempadan pantai bagian timur PAI masih dalam keadaan baik, karena merupakan percontohan sabuk hijau pantai. Sementara sempadan pantai bagian tengah PAI dalam kondisi cukup baik, walaupun di bawah pohon digunakan juga untuk tempat berjualan para pedagang. Adapun sempadan pantai bagian barat PAI dalam kondisi rusak, karena telah dibuka untuk dijadikan tempat utama kegiatan para pengunjung dan berdirinya warung-warung semi permanen. Kondisi inilah yang menyebabkan area bagian barat PAI sering diterjang air laut ketika permukaan air laut mengalami pasang cukup tinggi. Aspek Wisata 1) Aksesibilitas Posisi Kota Tegal yang sangat strategis, dimana berada pada Jalur Pantura yang menghubungkan beberapa kota besar di Pulau Jawa bagian utara, membawa keuntungan tersendiri bagi Objek Wisata PAI (Gambar 23). Jika dikembangkan dengan baik, objek wisata PAI dapat dijadikan tempat persinggahan sementara bagi masyarakat umum yang ingin beristirahat dan menikmati keindahan alami pantai di tengah-tengah perjalanan. Kondisi ini juga didukung oleh infrastruktur jalan yang sudah cukup baik, dimana akses utama menuju lokasi wisata sudah berupa jalan beraspal, sehingga dapat dicapai dengan mudah oleh kendaraan bermotor. Namun ketika musim hujan datang ada sedikit kendala, yaitu genangan air pada jalan yang menjadi akses utama menuju objek wisata (Gambar 24). Hal ini disebabkan oleh buruknya sistem saluran drainase yang ada dan belum cukup memadai. Kondisi ini tentu mengganggu pengunjung yang hendak berkunjung ke objek wisata PAI. Oleh karena itu, perlu dibuat saluran drainase di setiap sisi jalan untuk memaksimalkan run off ketika musim hujan. Namun, solusi ini perlu didukung oleh peran masyarakat dan pemerintah kota.
Gambar 22. Peta Analisis Kawasan Lindung
43
Gambar 23. Peta Aksesibilitas Menuju Tapak
44
45
Gambar 24. Kondisi jalan utama menuju tempat wisata yang tergenangi air ketika musim hujan Lama perjalanan dari pusat kota menuju Objek Wisata PAI sekitar 15 menit, sedangkan dari pusat kecamatan sekitar lima menit. Sementara dari terminal bus menuju PAI menghabiskan waktu sekitar 30 menit dan dari stasiun sekitar 10 menit. Adapun lama perjalanan dari beberapa kota besar yang berada di Jalur Pantura menuju Kota Tegal ditunjukkan pada Gambar 25.
Gambar 25. Lama perjalanan dari beberapa kota besar menuju Kota Tegal Akses menuju objek wisata PAI dapat ditempuh melalui dua jalan, yaitu melalui Jalan Sangir dan Jalan Halmahera. Bagi para pengunjung yang tidak menggunakan kendaraan & malas berjalan kaki, dapat memanfaatkan jasa becak atau ojek yang disediakan oleh warga setempat. Akan tetapi, antara pengelola PAI dengan bapak-bapak penyedia kedua jasa tersebut belum ada kerjasama. Jadi, ketika tukang becak & tukang ojek tidak ada, pengunjung yang tidak memakai kendaraan terpaksa harus berjalan kaki. Oleh karena itu, perlu dijalin kerjasama antara pengelola PAI dan warga setempat yang menyediakan kedua jasa tersebut, misalnya dalam bentuk penyediaan shelter pangkalan becak dan ojek. Dengan begitu, para pengunjung akan merasa terfasilitasi dengan baik. 2)
Objek dan Atraksi Wisata Objek wisata merupakan suatu keadaan alam dan perwujudan ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya serta sejarah dari suatu tempat, sehingga memiliki daya tarik untuk dikunjungi wisatawan (Damanik dan Weber 2006). Berdasarkan definisi tersebut, maka yang dimaksud objek wisata disini yaitu Pantai Alam Indah dengan segala sumberdaya wisata yang dimilikinya. Adapun definisi dari atraksi wisata, yaitu objek wisata, baik bersifat tampak (tangible) atau pun tidak tampak (intangible), yang memberikan kenikmatan kepada wisatawan (Damanik dan Weber 2006). Atraksi wisata di kawasan PAI dapat dibagi menjadi dua, yaitu atraksi alam dan atraksi buatan. Secara spasial, atraksi wisata di kawasan PAI dipetakan dalam Gambar 26.
Gambar 26. Peta Analisis Atraksi Wisata
46
47
Sekarang ini, atraksi alam yang ada di kawasan PAI dan dapat dinikmati oleh para wisatawan di antaranya, yaitu keindahan laut, panorama alam pantai, sun rise dan sun set serta irama gelombang dan deburan air laut. Adapun beberapa potensi yang belum termanfaatkan sebagai atraksi wisata, seperti burung-burung pantai dan mangrove, karena jumlahnya masih terbatas. Jika vegetasi di kawasan PAI ditata sedimikian rupa supaya kawanan burung datang, tentu ini akan menambah kualitas lanskap PAI. Kemudian, kumpulan mangrove yang berfungsi sebagai pelindung pantai dan habitat satwa, dapat difungsikan pula sebagai sarana pendidikan bagi para pengunjung. Sementara atraksi buatan yang ada di kawasan PAI, berupa Monumen Bahari dan Wahana Water Boom. Pada pagi hari, para pengunjung Objek Wisata PAI dapat menikmati pemandangan terbitnya matahari yang muncul dari balik barisan pepohonan di ufuk timur. Suara hempasan ombak ke arah pantai semakin menambah kenyamanan para pengunjung dalam menikmati suasana keheningan pantai di pagi hari. Dari jam delapan pagi sampai menjelang siang, para pengunjung dapat duduk – duduk di tepi pantai sambil menikmati pemandangan gulungan ombak yang diiringi dengan hembusan angin segar dan menyejukkan dari arah laut. Ketika para pengunjung ingin mangarungi laut dan menikmati keindahannya, dapat menyewa perahu yang disediakan oleh para nelayan. Saat menjelang malam, para pengunjung juga dapat menikmati pemandangan matahari yang mulai terbenam di ufuk barat.
Gambar 27. Sun set dan Sun rise yang terlihat dari Objek Wisata PAI Keberadaan warung – warung makan di sebuah tempat wisata memang penting. Namun, jika tidak diatur dan ditata dengan baik, justru hanya akan mengurangi nilai estetika tempat wisata yang bersangkutan, seperti yang terjadi di kawasan Objek Wisata PAI. Warung – warung makan yang berada di bagian
Gambar 28. Tenda – tenda pedagang yang berjejer di tepi pantai
48
beting gisik pantai, khususnya bagian barat, sangat mengganggu pemandangan. Apalagi ketika hari minggu, tenda – tenda pedagang berjejer di tepi pantai pada area perbatasan pasang surut. Ini tentu menjadi pemandangan yang tidak enak. Tempat – tempat wisata yang mengusung tema konservasi dan pendidikan telah banyak berkembang di Indonesia. Tentu tujuannya untuk meningkatkan rasa kepedulian dan kesadaran para pengunjung terhadap lingkungan. Di beberapa negara maju, hutan mangrove telah dikembangkan menjadi sebuah kawasan ekowisata dan dilindungi dengan peraturan pemerintah, sehingga tetap terjaga dengan baik. Dari sisi pendapatan negara, ekowisata juga mampu mendorong pertumbuhan perekonomian negara melalui sektor wisata. Oleh karena itu, keberadaan mangrove di Objek Wisata PAI perlu dikembangkan menjadi salah satu atraksi wisata alam yang dipadukan dengan unsur pendidikan. Harapannya, para pengunjung menjadi lebih paham akan pentingnya peran mangrove terhadap ekosistem pantai. 3)
Fasilitas Wisata Sejak awal berdiri sampai saat ini, beberapa fasilitas wisata telah dibangun di kawasan obyek wisata PAI sebagai sarana pendukung kegiatan wisata. Fasilitas yang telah dibangun yaitu, seperti panggung hiburan, taman, anjungan wisata, perahu wisata, mainan anak, mushola, warung, kamar mandi, toilet dan pos keamanan. Kondisi fasilitas yang ada saat ini mungkin dapat dikatakan sudah cukup memadai, namun beberapa fasilitas tidak berfungsi sebagaimana mestinya dan mulai kurang terawat. Misalnya, anjungan wisata yang berada di bibir pantai sudah mengalami kerusakan yang cukup parah, namun belum ada upaya perbaikan dari pihak pengelola. Oleh karena itu, pihak pengelola PAI harus terus menerus melakukan pembenahan terhadap fasilitas-fasilitas wisata yang ada supaya aktivitas para pengunjung dapat terakomodasi dengan baik. Dengan demikian, pengunjung akan merasa puas dengan pelayanan yang disuguhkan.
Gambar 29. Kondisi anjungan wisata yang mengalami kerusakan 4)
Potensi Pengunjung Pada umumnya, obyek wisata PAI ramai dikunjungi oleh para wisatawan hanya pada waktu-waktu tertentu saja, yaitu hari sabtu dan minggu, hari libur dan masa-masa liburan sekolah. Pada hari-hari biasa pengunjungnya relatif sedikit. Kegiatan para wisatawan berlangsung dari pagi sampai sore hari. Obyek wisata PAI sesekali digunakan untuk kegiatan malam seperti pagelaran musik, namun sangat jarang sekali.
49
Wisatawan obyek wisata PAI kebanyakan dari warga Kota Tegal sendiri dan daerah sekitarnya, seperti Brebes dan Kabupaten Tegal. Sebagian kecil wisatawan berasal dari daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah lainnya. Jika dikelompokkan, wisatawan obyek wisata PAI terdiri dari anak-anak, remaja, orang dewasa dan orang lanjut usia yang biasanya ditemani keluarganya. Alat transportasi yang digunakan para wisatawan, umumnya menggunakan sepeda motor. Akan tetapi, jika mereka datang dalam jumlah banyak atau rombongan, biasanya menggunakan mobil pribadi, mobil pick up dan bus pariwisata. Berdasarkan data dari BPS Kota Tegal (2010), fluktuasi jumlah pengunjung PAI dari tahun 2006-2010 ditunjukkan seperti Gambar 30 berikut ini.
Jumlah Pengunjung
500000
436284
408533
400000 295533 300000
241877
263499
200000 100000 0 2006
2007
2008
2009
2010
Tahun
Gambar 30. Fluktuasi jumlah pengunjung Obyek Wisata PAI Kota Tegal tahun 2006-2010 Jika gambar tersebut diperhatikan, peningkatan jumlah pengunjung PAI sebenarnya tidak cukup signifikan, hanya pada tahun 2009 mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Hal ini terjadi karena dibangunnya dua atraksi wisata baru yang pengelola suguhkan kepada pengunjung, yaitu monumen bahari dan wahana water boom. Dua atraksi tersebut merupakan hal yang baru bagi warga Kota Tegal dan sekitarnya, sehingga wisatawan lokal berbondongbondong mengunjungi PAI untuk menikmati dua atraksi tersebut. Oleh karena itu, pihak pengelola harus terus menjaga dan merawat fasilitas wisata yang ada saat ini serta menghadirkan inovasi-inovasi baru untuk menjaga kepuasan wisatawan. Para wisatawan umumnya menghabiskan waktu sekitar 2-3 jam untuk berkunjung. Ada satu kegiatan menarik yang dilakukan orang-orang lanjut usia yang menderita penyakit syaraf atau kulit yaitu terapi penyakit menggunakan pasir pantai. Menurut salah satu pengunjung, hamparan pasir di tepi pantai obyek wisata PAI mengandung kadar garam yang cukup tinggi. Selain kegiatan terapi, aktivitas lain yang dilakukan wisatawan di antaranya, seperti olah raga, belajar, bersepeda, bermain pasir dan air laut, berenang, memancing ikan, duduk-duduk, makan dan menikmati pemandangan lepas pantai. Secara spasial, variasi kegiatan pengunjung di kawasan Objek Wisata PAI dipetakan dalam Gambar 31.
Gambar 31. Peta Analisis Variasi Kegiatan
50
51
Kondisi Sosial 1) Demografi Berdasarkan data dari BPS Kota Tegal (2011), jumlah penduduk di Kelurahan Mintaragen sebanyak 15.576 yang terdiri atas 7.485 laki-laki dan 8.091 perempuan. Penduduk di Kelurahan Mintaragen terbagi kedalam 11 Rukun Warga (RW) dan 90 Rukun Tetangga (RT). Adapun jumlah Rumah Tangga di Kelurahan Mintaragen yaitu sebanyak 4.213 dengan rata-rata anggota rumah tangga sebanyak 4 orang. Mayoritas penduduknya beragama Islam dan sebagian kecil lainnya memeluk agama Kristen Protestan, Katholik, Budha dan Hindu. Sebagian besar warga Kelurahan Mintaragen bekerja sebagai nelayan, buruh industri, buruh bangunan dan pedagang. Hal ini menunjukkan nelayan bukan merupakan satu-satunya mata pencaharian warga yang utama. Beberapa pekerjaan lain yang menjadi mata pencaharian warga Kelurahan Mintaragen disajikan dalam Tabel 6. Warga yang berprofesi sebagai nelayan, beberapa di antaranya menyewakan perahunya untuk para pengunjung objek wisata PAI yang ingin memancing di laut atau sekedar menikmati keindahan laut. Adapun para pedagang yang berjualan di kawasan PAI, beberapa di antaranya berasal dari warga Kelurahan Mintaragen. Hal ini menunjukkan keberadaan objek wisata PAI sudah mulai melibatkan warga sekitar dalam kegiatan pariwisata. Tabel 6. Mata Pencaharian Masyarakat Kelurahan Mintaragen Tahun 2010a Jenis Mata Pencaharian Buruh Tani Nelayan Pengusaha Buruh Industri Buruh Bangunan Pedagang Angkutan PNS/ABRI Pensiun Lainnya Jumlah a
Jumlah Penduduk 46 2.879 405 2.827 1.461 1.039 313 886 301 403 10.560
Sumber: BPS Kota Tegal (2011)
2)
Seni dan Budaya Masyarakat Kota Tegal memiliki beberapa potensi budaya yang cukup unik dan khas, seperti Tarian Topeng Endel, Tarian Jaran Kepang, Wayang Golek Tegalan, Jathilan dan souvenir khas daerah berupa batik tulis tegalan dengan berbagai corak khas pesisiran. Mengingat budaya tersebut sudah mulai memudar, akan lebih baik jika dalam kegiatan pariwisata di PAI dimasukkan unsur budaya. Hal ini dapat dijadikan sebagai salah satu upaya untuk mengenalkan kembali budaya tersebut kepada para pengunjung, khususnya para generasi muda. Selain melalui kegiatan pariwisata, penguatan budaya masyarakat lokal dalam suatu kawasan wisata dapat dilakukan melalui corak bangunan, sarana dan prasarana wisata yang dibuat sesuai dengan ciri khas bangunan budaya jawa.
52
3)
Persepsi dan Preferensi Pengunjung Dari hasil wawancara dengan pengunjung, sebagian besar mengatakan bahwa kondisi objek wisata PAI saat ini masih kurang nyaman. Hal ini disebabkan oleh genangan-genangan air pada area tertentu ketika musim hujan dan kurangnya vegetasi di tepi pantai. Selain itu, kondisi pantai juga masih cukup kotor. Mengenai pengelola, mereka juga mengatakan bahwa promosi objek wisata PAI juga masih kurang sehingga yang datang hanya wisatawan lokal saja. Sebagian besar pengunjung menyatakan setuju dengan rencana pengembangan kawasan objek wisata PAI menjadi kawasan ekowisata. Salah satu dari mereka ada yang berpendapat bahwa, jika pengembangan PAI menjadi kawasan ekowisata hanya tetap mengandalkan atraksi wisata berupa pemandangan pantai akan sama saja. Oleh karena itu, perlu dibuat atraksi baru yang sesuai dengan konsep ekowisata dan mampu menarik perhatian pengunjung serta perlu ditambah fasilitas-fasilitas penunjang lainnya. Hasil Analisis Penggabungan peta-peta tematik hasil analisis spasial beberapa faktor dari aspek fisik, biofisik, ekologi dan wisata menghasilkan satu peta komposit yang terbagi kedalam beberapa area dengan skor yang berbeda. Karena skornya terlalu bervariasi, maka perlu dibuat pengelompokan melalui rentang skor. Dengan demikian, area-area yang memiliki skor masih dalam satu rentang skor dapat digabungkan dan cukup diwakili oleh satu area saja. Hal ini bertujuan untuk mempermudah pengkategorian tingkat kesesuaian tapak untuk pengembangan kegiatan ekowisata. Berdasarkan rentang skor yang telah dibuat, peta komposit akan dibagi kedalam tiga kategori zona kesesuaian ekowisata, yaitu kesesuaian rendah, sedang dan tinggi (Gambar 32). Adapun kategori kesesuaian tapak dan rentang skornya disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7. Tingkat kesesuaian tapak untuk pengembangan kegiatan ekowisata Rentang Skor
Kategori
1,43 – 1,78
Kesesuaian rendah
1,78 – 2,14
Kesesuaian sedang
2,14 – 2,49
Kesesuaian tinggi
Keterangan Kondisi lahan telah melampaui faktor pembatas ekologi pada tapak. Ditunjukkan dengan berubahnya sabuk hijau pantai menjadi area terbuka dan tempat perdagangan para penjual makanan. Kondisi lahan masih dalam batas-batas toleransi faktor pembatas ekologi pada tapak, walaupun telah mengalami perubahan pola penggunaan lahan. Kondisi lahan sebagian besar masih alami, sehingga cocok untuk pengembangan ekowisata.
Area dengan kategori kesesuaian rendah meliputi bagian gisik pantai dan beting gisik muda. Area ini seharusnya menjadi area sabuk hijau pantai dan jauh dari segala bentuk pemanfaatan. Namun, kondisi di lapangan menunjukkan sebagian lahan di bagian beting gisik pantai bagian barat telah berubah fungsi menjadi area terbuka dan tempat perdagangan para penjual makanan. Oleh karena itu, area ini perlu dikonservasi dan bangunan-bangunan para pedagang harus direlokasi untuk memulihkan kembali fungsi alamiahnya.
Gambar 32. Peta Komposit
53
54
Sementara, area dengan kategori kesesuaian sedang meliputi sebagian area beting gisik tua. Area ini sebagian besar telah dimanfaatkan warga untuk kegiatan pertambakan. Walaupun demikian, area ini masih dapat dikembangkan untuk kegiatan wisata yang mendukung prinsip ekowisata. Adapun area dengan kategori kesesuaian tinggi meliputi sebagian kecil area beting gisik muda dan sebagian area beting gisik tua. Kondisi area ini masih berupa tutupan lahan alami, seperti formasi mangrove dan formasi barringtonia. Area ini dapat dipertahankan kondisi alaminya atau ditambahkan beberapa fasilitas wisata, namun harus tetap memperhatikan batasan daya dukungnya.
Sintesis Peta komposit dari hasil analisis dijadikan acuan dalam menentukan alternatif pengembangan ruang yang direncanakan dalam bentuk zona-zona / rencana blok. Rencana blok ini berfungsi untuk mengelompokkan kegiatan wisata yang akan dikembangkan. Adapun pembagian zona pada tapak, yaitu zona intensif, semi-intensif dan non-intensif. Secara spasial, rencana blok tapak untuk pengembangan ekowisata dapat dilihat pada Gambar 33. Zona intensif merupakan area yang akan dikembangkan untuk berbagai kegiatan wisata dan pembangunan fasilitas-fasilitas pendukungnya. Zona ini akan direncanakan sebagai area penerimaan, area transisi, area pelayanan dan area wisata. Kegiatan wisata yang dikembangkan dapat bersifat aktif atau pun pasif. Dengan demikian, intensitas penggunaan lahan akan terkonsentrasi pada zona ini. Adapun zona semi-intensif, yaitu area yang hanya dikembangkan untuk kepentingan kegiatan ekowisata dan pembangunan fasilitas-fasilitas pendukungnya. Zona ini sebagian besar akan digunakan sebagai area pendidikan berwawasan lingkungan bagi pengunjung. Jenis kegiatan yang dikembangkan lebih bersifat pasif, karena pada zona ini lebih mengutamakan aspek ekologi atau keadaan alami yang dimiliki tapak. Sementara, zona non-intensif adalah area yang diusahakan bebas dari segala bentuk pemanfaatan. Ini bertujuan untuk melindungi vegetasi alami pantai yang ada di area ini, karena memiliki peran ekologis yang sangat besar sebagai pelindung pantai. Namun, zona ini memiliki satu kesatuan dengan zona yang lain, maka tidak akan pernah lepas dari kegiatan wisata yang dilakukan oleh para pengunjung. Walaupun demikian, kegiatan wisata yang dilakukan pada zona ini perlu dibatasi hanya pada lapisan luarnya saja dan jenis kegiatan yang dikembangkan lebih bersifat pasif. Konsep Perencanaan Konsep Dasar Pada perencanaan ini, kawasan objek wisata PAI Kota Tegal akan dikembangkan sebagai kawasan ekowisata atau kawasan wisata berbasis lingkungan dan kebudayaan masyarakat lokal. Konsep ini bertujuan untuk menjadikan sumberdaya alam khas pantai serta kesenian dan kebudayaan masyarakat lokal sebagai atraksi wisata yang dapat dinikmati oleh para pengunjung. Dengan demikian, pengunjung dapat belajar secara langsung mengenai peran pentingnya ekosistem pantai dan kebudayaan masyarakat lokal.
Gambar 33. Peta Rencana Blok
55
56
Perencanaan lanskap suatu kawasan wisata dengan konsep ekowisata harus mempunyai batasan terhadap kapasitas kegiatan wisata yang akan dikembangkan. Penambahan fasilitas-fasilitas penunjang juga harus direncanakan sedemikian rupa supaya tidak menggangu kondisi ekologi kawasan. Bahkan, diharapkan mampu meningkatkan nilai ekologi dan estetika kawasan. Selain itu, secara ekonomi juga diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Pengembangan Konsep 1) Konsep Ruang Pada rencana blok terdapat tiga zona, yaitu zona intensif, semi-intensif dan non-intensif. Pada pengembangan konsep ruang ini, zona intensif akan dikembangkan menjadi empat ruang, yaitu ruang penerimaan, ruang transisi, ruang wisata dan ruang pelayanan. Zona semi-intensif hanya akan dikembangkan menjadi ruang pendidikan alam dan ruang transisi. Sementara untuk zona nonintensif akan dikembangkan menjadi ruang transisi, ruang konservasi dan ruang pendidikan alam. Diagram konsep ruang ini dapat dilihat pada Gambar 34.
Gambar 34. Diagram Konsep Ruang Ruang penerimaan pada kawasan Ekowisata PAI direncanakan sebagai area yang digunakan untuk keluar dan masuk kawasan. Ruang ini berfungsi untuk menerima dan menyambut kedatangan para pengunjung yang masuk ke kawasan Ekowisata PAI. Selanjutnya, ruang transisi yaitu koridor yang berfungsi sebagai penghubung ruang-ruang di dalam kawasan Ekowisata PAI dan memandu para pengunjung menuju atraksi wisata yang ingin dikunjungi. Adapun ruang wisata yaitu ruang yang berfungsi mengakomodasi kegiatan rekreasi para pengunjung, baik di darat ataupun di air. Sementara, ruang pelayanan yaitu ruang yang berfungsi mengakomodasi dan melayani semua kebutuhan para pengunjung. Selanjutnya, ruang pendidikan alam adalah ruang yang digunakan sebagai sarana pendidikan untuk mengenalkan dan menghimbau para pengunjung tentang arti pentingnya ekosistem pantai bagi keberlanjutan lingkungan pesisir. Sebagai daerah penyangga kawasan pesisir, dibuatlah ruang konservasi. Ruang ini berfungsi sebagai sabuk hijau (green belt) pantai serta melindungi pantai dari terjangan gelombang air laut dan abrasi.
57
2)
Konsep Sirkulasi Konsep sirkulasi ini dikembangkan untuk memandu dan memudahkan akses para pengunjung menuju atraksi-atraksi wisata yang ingin dikunjungi. Jalur sirkulasi yang direncanakan dalam kawasan Ekowisata PAI ada tiga, yaitu jalur primer, sekunder dan tersier. Pembagian ini berdasarkan pada jenis transportasi yang digunakan dan intensitas pengguna serta fungsinya dalam kawasan ekowisata. Diagram konsep sirkulasi ini dapat dilihat pada Gambar 35.
Gambar 35. Diagram Konsep Sirkulasi Jalur primer adalah jalur yang menjadi akses utama para pengunjung untuk masuk dan keluar dari kawasan Ekowisata PAI, sehingga intensitas penggunanya cukup tinggi dibandingkan dua jalur yang lain. Jenis transportasi yang dapat melalui jalur ini, yaitu bus, mobil dan motor. Karena kendaraan yang melintasi jalur ini cukup berat, maka material badan jalan harus menggunakan bahan yang kuat, seperti campuran batu dan aspal. Hal ini bertujuan untuk menghindari gangguan ketika musim hujan, yang biasanya tanah menjadi lembek dan mengganggu kendaraan yang melintas di atasnya. Adapun jalur sekunder yaitu jalur yang menghubungkan antar ruang-ruang yang ada di kawasan ekowisata. Secara keseluruhan, jalur ini direncanakan untuk intensitas pengguna yang tidak terlalu tinggi. Jika terjadi penumpukan pengunjung pada jenis atraksi wisata tertentu, secara otomatis arus pengunjung pada jalur sekunder yang menuju area tersebut menjadi tinggi. Jalur ini hanya dapat dilalui oleh para pengguna sepeda dan pejalan kaki. Hal ini bertujuan untuk membatasi aktivitas kendaraan bermotor dalam ruang wisata. Adapun jenis material badan jalan yang digunakan, yaitu paving block, batu alam atau papan kayu. Sementara jalur tersier yaitu jalur alternatif yang digunakan para pengunjung di dalam ruang, baik ruang wisata maupun ruang pelayanan yang ada di kawasan Ekowisata PAI. Intensitas pengguna jalur ini rendah, karena tergantung pengetahuan pengunjung tentang akses tercepat menuju area-area yang
58
menjadi tujuan mereka. Adapun jenis material yang digunakan sebagai badan jalan tergantung dari material permukaan yang digunakan dalam masing-masing ruang. Bisa saja berupa paving block, stepping stone, papan kayu atau pun lantai tanah pasir untuk menciptakan kesan lebih alami. 3)
Konsep Vegetasi Konsep vegetasi yang dikembangkan dalam kawasan Ekowisata PAI, yaitu tanaman – tanaman yang memenuhi empat fungsi berikut, (a) pengontrol iklim, (b) rekayasa lingkungan, (c) keperluan arsitektural dan (d) keindahan. Selain itu, penggunaan tanaman juga disesuaikan dengan jenis ruangnya sehingga tanamantanaman dalam setiap ruang yang terbentuk tidak harus memenuhi keempat fungsi tersebut. Tabel 8 menyajikan hubungan antara jenis ruang dan fungsi vegetasi yang dibutuhkan. Fungsi vegetasi sebagai pengontrol iklim dan keindahan dibutuhkan di setiap ruang pada kawasan ekowisata. Ini menunjukkan bahwa unsur kenyamanan dan estetika sangat dibutuhkan dalam sebuah kawasan wisata, sekalipun berbasis lingkungan. Adapun fungsi vegetasi untuk keperluan arsitektural, yaitu sebagai pembentuk ruang, pembatas, pengarah dan penutup (screen). Fungsi ini lebih dibutuhkan pada ruang-ruang, dimana banyak terdapat aktivitas para pengunjung. Sementara, fungsi vegetasi sebagai perekayasa lingkungan lebih dibutuhkan pada ruang pendidikan alam dan ruang konservasi, dimana aspek keberlanjutan lingkungan lebih diutamakan. Fungsi vegetasi ini diantaranya, seperti mengontrol sistem hidrologi, mengurangi pencemaran air dan tanah, menahan abrasi pantai dan menjadi habitat satwa. Tabel 8. Hubungan jenis ruang dengan fungsi vegetasi yang dibutuhkan Fungsi Vegetasi Jenis Ruang
Mengontrol iklim
Ruang penerimaan Ruang transisi Ruang wisata Ruang pelayanan Ruang pendidikan alam Ruang konservasi
√ √ √ √ √
√ √ √
√
√
4)
Merekayasa lingkungan
Keperluan arsitektural √ √ √ √
Keindahan √ √ √ √ √ √
Konsep Aktivitas Konsep aktivitas yang dikembangkan dalam kawasan Ekowisata PAI disesuaikan dengan fungsi ruang dan daya dukung masing-masing ruang. Di samping aktivitas yang bersifat kesenangan, aktivitas pengunjung juga diarahkan supaya pengunjung lebih peka terhadap kondisi lingkungan dan memiliki rasa kepedulian terhadap keberlanjutan budaya lokal. Oleh karena itu, ruang-ruang di dalam kawasan PAI tidak semuanya digunakan untuk mengakomodasi aktivitasaktivitas pengunjung yang bersifat kesenangan. Aktivitas dalam kawasan Ekowisata PAI dikategorikan kedalam dua macam, yaitu aktif dan pasif. Aktivitas dalam kategori aktif lebih mendominasi aktivitas di ruang penerimaan, ruang transisi dan ruang wisata. Adapun aktivitas yang
59
tergolong kedalam kategori aktif, seperti jalan-jalan sambil menikmati keindahan taman, jogging, berenang, bersepeda, belajar menanam pohon bakau dan beberapa aktivitas aktif yang lainnya. Sementara, aktivitas yang tergolong kedalam kategori pasif lebih mendominasi ruang pelayanan, ruang pendidikan alam dan ruang konservasi. Jenis aktivitasnya seperti istirahat, makan, duduk sambil berbincangbincang, menikmati pertunjukkan seni dan kebudayaan masyarakat lokal, menikmati pemandangan pantai, berjemur, memancing, foto-foto, mengamati burung dan lain sebagainya. 5)
Konsep Fasilitas Konsep fasilitas yang dikembangkan pada kawasan Ekowisata PAI disesuaikan dengan fungsi dan daya dukung masing-masing ruang. Fasilitas juga dirancang sedemikian rupa supaya tidak menimbulkan kerusakan lingkungan serta aman dan nyaman bagi para pengunjung. Pada ruang penerimaan, fasilitas yang dibangun dapat berupa name sign, gerbang, loket, tempat parkir dan fasilitas pendukung lainnya. Pada ruang transisi, sangat dibutuhkan fasilitas seperti kantor pusat pelayanan informasi. Melalui fasilitas ini, diharapkan para pengunjung dapat memperoleh semua informasi yang mereka butuhkan sebelum menuju atraksi wisata tujuan masing-masing. Selain fasilitas itu, dibutuhkan juga fasilitas pendukung seperti papan penunjuk arah dan papan informasi untuk memandu perjalanan para pengunjung dan taman-taman yang menemani perjalanan mereka. Pada ruang pelayanan, fasilitas yang dibangun dapat berupa mushola, toilet, gazebo, warung makan, toko souvenir dan fasilitas pendukung lainnya. Khusus untuk penyediaan fasilitas pelayanan berupa warung makan dan toko souvenir, pihak pengelola dapat bekerja sama dengan penduduk setempat. Hal ini bertujuan untuk melibatkan masyarakat setempat dalam kegitan pariwisata. Selain dalam penyediaan fasilitas pelayanan, pihak pengelola juga dapat bekerja sama dengan masyarakat setempat dalam penyediaan fasilitas wisata, seperti perahu wisata dan peralatan memancing. Pada ruang wisata, dapat dibangun berbagai macam fasilitas yang mendukung kegiatan para pengunjung, baik di darat maupun di air. Namun. jumlahnya harus tetap dibatasi untuk menghindari pemusatan pengunjung pada atraksi wisata tertentu. Pada ruang pendidikan alam, fasilitas yang dibangun dapat berupa gerbang, kantor pengelola, area pembibitan, papan informasi dan jalur tracking hutan mangrove. Jalur tracking yang biasanya terbuat dari papan kayu dapat diganti dengan mengadopsi konsep wahana Rollercoaster. Ini bertujuan untuk menarik perhatian para pengunjung, karena pengunjung biasanya tertarik dengan sesuatu yang baru dan cenderung ingin mencoba. Pada ruang konservasi, sangat diusahakan tidak ada fasilitas yang dibangun secara permanen. Fasilitas yang disediakan hanya jalan setapak yang berlantaikan tanah pasir sebagai akses menuju pantai. Kemudian fasilitas yang dibangun pada area terluar ruang ini hanya berupa saung-saung, dermaga perahu dan anjungan wisata yang terbuat dari kayu serta tempat-tempat duduk yang menggunakan batubatu alam. Hal ini bertujuan untuk menjaga nilai alami ekosistem pantai dan menjaga area sabuk hijau pantai.
60
Perencanaan Lanskap Rencana blok yang telah dibuat kemudian dikembangkan menjadi rencana lanskap Pantai Alam Indah (PAI) sebagai kawasan ekowisata, seperti pada Gambar 36. Rencana lanskap tersebut kemudian dibagi menjadi empat segmen (Gambar 37, 38, 39 dan 40). Ini bertujuan untuk memperjelas gambaran tata letak atraksi-atraksi wisata, fasilitas-fasilitas dan elemen-elemen pendukung lainnya. Berikut ini akan dijabarkan lebih rinci mengenai rencana ruang, rencana jalur sirkulasi, rencana vegetasi serta rencana aktivitas dan fasilitas dari kawasan Ekowisata PAI. Selain itu, dibuat juga rencana daya dukung dari setiap area yang digunakan untuk setiap jenis aktivitas tertentu. Rencana Ruang Luas tapak yang akan dikembangkan sebagai kawasan ekowisata adalah seluruh kawasan obyek wisata PAI, yang memiliki luas sekitar 21 ha. Berdasarkan rencana blok yang telah dibuat, kawasan PAI akan dibagi kedalam enam ruang. Ruang yang terbentuk yaitu ruang penerimaan, transisi, wisata, pendidikan alam, pelayanan dan konservasi. Tabel 9 menyajikan jenis ruang, persentase alokasi masing-masing ruang, fungsinya dan luas areanya. Tabel 9. Jenis ruang, alokasi masing-masing ruang serta fungsi dan luas areanya dalam kawasan Ekowisata PAI Jenis Ruang
Alokasi Ruang
Fungsi
Luas (m2)
Ruang penerimaan
2%
4.200
Ruang transisi
10 %
Ruang wisata
25 %
Ruang pendidikan alam Ruang pelayanan Ruang konservasi
30 %
- Pintu masuk menuju kawasan ekowisata - Menerima dan menyambut kedatangan para pengunjung - Sebagai koridor yang menghubung antar ruang - Memandu pengunjung menuju atraksi wisata Mengakomodasi kegiatan rekreasi para pengunjung, baik di darat atau pun di air - Sarana pendidikan - Tempat budidaya tanaman mangrove
21.000
52.500 63.000
8%
Mengakomodasi kebutuhan para pengunjung
16.800
25 %
- Melindungi bagian gisik pantai abrasi - Sabuk hijau pantai dan sungai
52.500
dari
Kondisi lahan bagian barat kawasan PAI, sebagian besar sudah menjadi area terbangun. Pada rencana ruang Ekowisata PAI, area tersebut akan dirubah dan digunakan sebagai ruang penerimaan, wisata dan pelayanan serta ruang konservasi. Perubahan dilakukan karena kondisi yang ada saat ini sudah tidak sesuai dan tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Adapun stuktur bangunan yang tetap dipertahankan, yaitu kantor pengelola, masjid, Monumen Bahari dan wahana Water Boom.
Gambar 36. Rencana Lanskap Ekowisata PAI
61
Gambar 37. Rencana Lanskap Parsial A
62
Gambar 38. Rencana Lanskap Parsial B
63
Gambar 39. Rencana Lanskap Parsial C
64
Gambar 40. Rencana Lanskap Parsial D
65
66
Pada rencana Ekowisata PAI, seluruh area beting gisik pantai pada kawasan PAI dialokasikan untuk ruang konservasi. Hal ini bertujuan untuk mengurangi dampak dari bencana rob dan abrasi pantai serta membentuk kembali ekosistem pantai yang telah rusak. Adapun warung – warung para pedagang yang telah berdiri di area tersebut akan direlokasi atau dipindahkan ke ruang wisata dan pelayanan. Dengan demikian, ekosistem pantai dapat pulih kembali dan para pedagang tetap dapat berjualan di dalam kawasan Ekowisata PAI. Rencana Sirkulasi Rencana sirkulasi ini dibuat untuk memudahkan akses para pengunjung menuju atraksi-atraksi wisata yang ingin dikunjungi. Selain itu, rencana ini juga dibuat untuk membatasi aktivitas kendaraan bermotor dalam kawasan ekowisata dan mengontrol terjadinya penumpukan jumlah pengunjung. Dengan demikian, pengunjung akan tetap merasa nyaman dan dapat menikmati perjalanan wisata dengan tenang. Pada kawasan Ekowisata PAI, jalur sirkulasi dibedakan menjadi tiga jalur, yaitu jalur primer, sekunder dan tersier (Tabel 10). Pembagian ini berdasarkan pada jenis transportasi dan intensitas pengguna serta fungsinya dalam kawasan. Adapun contoh ilustrasi tipe jalur sirkulasi pada kawasan Ekowisata PAI dapat dilihat pada Gambar 41. Sementara untuk rute dari rencana jalur sirkulasi pada kawasan Ekowisata PAI digambarkan seperti pada Gambar 42. Table 10. Tipe jalur sirkulasi dalam kawasan Ekowisata PAI Tipe Jalur
Fungsi
Lebar Jalan (m)
Jenis Kendaraan Pengguna
Jalur primer
Akses utama bagi pengunjung untuk masuk dan keluar dari kawasan ekowisata
4–6
- Bus - Mobil - Sepeda motor
Jalur sekunder
Jalur yang menghubungkan antar ruang-ruang yang ada di kawasan ekowisata
2–3
- Sepeda - Jalan kaki
Jalur tersier
Jalur alternatif di dalam ruang wisata maupun ruang pelayanan yang dapat digunakan pengunjung
0,75 – 1,25
- Jalan kaki
Fasilitas Pendukung - Papan informasi - Penunjuk arah - Lampu jalan - Shelter - Pedestrian track - Taman - Papan informasi - Penunjuk arah - Lampu jalan - Shelter - Jalur sepeda - Taman - Penunjuk arah - Lampu jalan - Shelter
Rencana Vegetasi Rencana vegetasi pada kawasan Ekowisata PAI disesuaikan dengan konsep vegetasi yang telah dipaparkan sebelumnya, dimana tanaman – tanaman yang digunakan memenuhi empat fungsi berikut: (a) pengontrol iklim, (b) rekayasa lingkungan, (c) keperluan arsitektural dan (d) keindahan. Vegetasi yang digunakan sebagaian besar merupakan tanaman – tanaman lokal, yaitu tanaman
67
(a) Jalur Primer
(b) Jalur Sekunder
Gambar 41. Contoh ilustrasi rencana jalur sirkulasi yang sudah umum dijumpai di Kota Tegal. Dengan demikian, vegetasi yang digunakan mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi daerah pantai. Tabel 11 berikut ini menyajikan alternatif jenis vegetasi yang dapat digunakan dan fungsinya dalam kawasan Ekowisata PAI. Table 11. Alternatif vegetasi yang dapat digunakan dan fungsinya Fungsi Tanaman Jenis Tanaman Formasi Pescaprae - Kangkung laut (Ipomoea pescaprae) Formasi Barringtonia - Bakung (Crinum asiaticum) - Beluntas (Plucea indica) - Cemara laut (Casuarina equisetifolia) - Kaktus pantai (Opuntia elatior) - Keben (Barringtonia asiatica) - Kelapa (Cocos nucifera) - Ketapang (Terminalia catappa) - Mengkudu (Morinda citrifolia) - Nyamplung (Callophyllum inophyllum) - Pandan (Pandanus tectorius) - Seruni (Widelia biflora) - Waru laut (Hibiscus tiliaceus) Formasi Mangrove - Api-api (Avicennia alba) - Api-api (Avicennia marina) - Bakau hitam (Rhizophora mucronata) - Bakau putih (Rhizophora apiculata) - Kayu buta (Excoecaria agallocha) - Tanjang (Bruguiera gymnorhiza) - Tenggar (Ceriops decandra) - Tenggar (Ceriops tagal) - Pedada (Sonneratia alba) - Nipah (Nypa fruticans) - Nyiri (Xylocarpus granatum) - Nyiri (Xylocarpus moluccensis) a
PIa
RLb
KAc
√
Ed
√
√
√
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√
√
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √
√
√
PI : Pengontrol Iklim, bRL : Rekayasa Lingkungan, cKA : Keperluan Arsitektural, dE : Estetika
Gambar 42. Rencana Jalur Sirkulasi Ekowisata PAI
68
69
Selain untuk memperbaiki kualitas lingkungan dan meningkatkan kualitas estetika kawasan PAI, rencana vegetasi ini juga diharapkan mampu memberikan ruang hidup bagi satwa – satwa khas pantai, khususnya burung. Dengan demikian, keanekaragaman hayati yang ada di kawasan PAI akan mengalami peningkatan. Hal tersebut juga menjadikan pemandangan pantai akan semakin menarik.dan menjadi nilai tambah bagi kawasan PAI. Pada rencana ruang Ekowisata PAI, ruang konservasi memiliki ketebalan sekitar 100 meter. Karena area tepi pantai memiliki daya tarik bagi wisatawan, perlu ada ruang untuk aktivitas manusia. Oleh karena itu, penanaman vegetasi hanya pada beting gisik pantai dengan ketebalan sekitar 75 meter. Contoh ilustrasi dari rencana vegetasi kawasan Ekowisata PAI dapat dilihat pada Gambar 43. Rencana Aktivitas dan Fasilitas Rencana aktivitas dan fasilitas yang dibuat dalam kawasan Ekowisata PAI disesuaikan dengan fungsi masing-masing ruang. Secara umum, aktivitas pengunjung dalam kawasan ekowisata dikategorikan kedalam dua macam, yaitu aktif dan pasif. Aktivitas dalam kategori aktif lebih mendominasi ruang penerimaan, ruang transisi dan ruang wisata. Sementara, aktivitas dalam kategori pasif lebih mendominasi ruang pelayanan, ruang pendidikan alam dan ruang konservasi. Semua aktivitas dalam kawasan Ekowisata PAI diarahkan supaya pengunjung lebih peka terhadap kondisi lingkungan dan memiliki kepedulian terhadap kelestarian budaya lokal. Adapun fasilitas yang dikembangkan pada kawasan Ekowisata PAI yaitu fasilitas-fasilitas yang menunjang semua kegiatan wisata yang dilakukan oleh pengunjung. Fasilitas dirancang sedemikian rupa supaya tidak menimbulkan kerusakan lingkungan serta aman dan nyaman bagi para pengunjung. Selain itu, jumlah fasilitas dalam masing-masing ruang juga perlu dibatasi supaya tidak melewati daya dukungnya. Tabel 12 menyajikan rencana aktivitas dan fasilitas berdasarkan jenis ruang di kawasan Ekowisata PAI. Semua itu direncanakan dengan harapan dapat memberikan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman baru bagi para pengunjung. Tabel 12. Rencana aktivitas dan fasilitas berdasarkan jenis ruang. Jenis Ruang
Aktivitas
Ruang penerimaan
-
Keluar-masuk tempat wisata Membeli tiket Memarkirkan kendaraan Duduk Makan
Ruang transisi
-
Mencari informasi Persiapan menuju area wisata Menikmati pemandangan Bersepeda Jalan-jalan Istirahat
Fasilitas -
Pintu gerbang & Name sign Loket & Tempat parkir Shelter supir Kios makanan & Toilet Tempat sampah Taman Kantor pengelola Kantor pelayanan informasi Papan informasi Papan penunjuk arah Jalur sepeda & Lampu jalan Pedestrian track Shelter Taman Tempat sampah
Gambar 43. Ilustrasi Potongan Rencana Vegetasi di Kawasan Ekowisata PAI
70
71
Lanjutan Tabel 12. Rencana aktivitas dan fasilitas berdasarkan jenis ruang. Jenis Ruang Ruang wisata
-
Aktivitas Menonton pertunjukkan kesenian khas daerah Kota Tegal Bermain Duduk Jogging Belajar dan mengenal dunia bahari Senam Olahraga futsal Olahraga voli Berenang Memancing Melatih kekompakan Berkemah Menikmati pemandangan
Ruang pendidikan alam
- Belajar dan mengenal jenis-jenis mangrove dan tanaman pantai lainnya - Menikmati pemandangan dari atas - Mengamati burung dan satwa lainnya - Mempelajari teknik budidaya tanaman mangrove - Duduk-duduk - Menikmati pemandangan pantai - Berjalan menyusuri tepi pantai - Berjemur
Ruang pelayanan
-
Ruang konservasi
- Mengamati jenis tanaman hutan pantai dan satwa di dalamnya - Jalan-jalan dan Duduk-duduk
Mandi dan ganti pakaian Makan-makan Sholat Istirahat Duduk sambil berbincang-bincang Belanja souvenir
-
Fasilitas Panggung hiburan Area permainan anak Gazebo Jogging track Shelter Monumen Plaza Lapangan terbuka Loket Lapangan futsal Lapangan voli Kios makanan Tempat parkir motor Area permainan air Sepeda air Tempat peminjaman peralatan memancing Tempat pemancingan Pintu gerbang Arena outbond Camping ground Taman Tempat sampah Kantor pengelola Papan informasi Lampu Toilet Roller coaster hutan wisata Area bird watching Area pembibitan mangrove Kios souvenir Kios jajanan Pos keamanan Saung Taman pantai Pantai berpasir Dermaga perahu Perahu wisata Anjungan laut Tempat sampah Pos keamanan Mushola Kamar mandi bilas Toilet Warung makan Restoran terapung Kios souvenir Kios jajanan Gazebo Shelter Taman Tempat sampah Papan informasi Pedestrian track Shelter
72
Akses untuk memasuki kawasan Ekowisata PAI hanya dapat melalui dua pintu gerbang, yaitu dari arah Jalan Halmahera dan Jalan Sangir. Setelah melalui pintu gerbang, pengunjung harus membeli tiket terlebih dahulu sebelum bergerak menuju berbagai tempat atraksi wisata yang ingin mereka kunjungi. Para pengunjung yang menggunakan kendaraan bermotor juga diharuskan memakirkan kendaraannya terlebih dahulu sebelum jalan-jalan menuju atraksi-atraksi wisata yang ada di kawasan Ekowisata PAI. Melalui jalur sirkulasi yang telah disediakan, pengunjung akan diarahkan menuju tempat atraksi-atraksi wisata tujuan masing-masing. Pada ruang wisata, fasilitas yang disediakan untuk para pengunjung meliputi lapangan terbuka, lapangan futsal dan lapangan voli, camping ground, arena outbond, tempat pemancingan, panggung hiburan, monumen, arena permainan anak, pusat permainan air dan beberapa fasilitas lainnya. Gambar 44 merupakan contoh ilustrasi yang menggambarkan aktivitas dan fasilitas di dalam ruang wisata.
Gambar 44. Ilustrasi aktivitas dan fasilitas pada ruang wisata Adapun atraksi wisata dengan basis pendidikan alam, yaitu area hutan wisata dan area pantai berpasir. Hutan wisata berada di tengah-tengah kawasan ekowisata PAI dan dapat dicapai pengunjung setelah melewati ruang wisata. Adapun area pantai berpasir dapat dicapai pengunjung setelah melewati area konservasi yang berupa hutan pantai. Fasilitas-fasilitas yang ada di kedua area tersebut dibuat untuk menunjukkan kepada pengunjung akan keunikan dan keindahan ekosistem alami di daerah pantai. Gambar 45 merupakan ilustrasi yang menggambarkan aktivitas dan fasilitas di dalam ruang pendidikan alam.
Gambar 45. Ilustrasi aktivitas dan fasilitas pada ruang pendidikan alam
73
Setelah pengunjung merasa cukup menjelajahi kawasan ekowisata, tentunya membutuhkan ruang untuk istirahat dan bersantai. Fasilitas-fasilitas di dalam ruang pelayanan direncanakan untuk mengakomodasi kebutuhan pengunjung akan dua hal tersebut. Fasilitas tersebut meliputi gazebo, shelter, mushola, kamar mandi bilas, warung makan, restoran terapung, kios-kios souvenir yang menjual kerajinan khas masyarakat lokal, kios-kios jajanan dan beberapa fasilitas lainnya. Gambar 46 merupakan contoh ilustrasi yang menggambarkan aktivitas dan beberapa fasilitas di dalam ruang pelayanan.
Gambar 46. Ilustrasi aktivitas dan fasilitas pada ruang pelayanan Rencana Daya Dukung Daya dukung merupakan aspek penting yang harus diperhatikan dalam suatu kawasan ekowisata. Oleh karena itu, pada rencana kawasan Ekowisata PAI juga perlu diketahui batasan daya dukung dari setiap ruang yang terbentuk. Dengan demikian, kondisi alami kawasan PAI dapat tetap terjaga dan kemungkinan terjadinya kerusakan yang diakibatkan oleh kegiatan manusia juga lebih kecil. Tabel 13 berikut menyajikan kapasitas total daya dukung fasilitas – fasilitas yang ada pada masing – masing ruang di kawasan Ekowisata PAI. Tabel 13. Daya dukung masing-masing fasilitas dalam setiap ruang Jenis Ruang Ruang penerimaan
Fasilitas - Loket 4 - Tempat parkir motor 3 - Tempat parkir mobil 3 - Tempat parkir bus 3 - Kios makanan 4 - Toilet 3
a
Standara
Luas (m2)
Daya Dukung
1,44 m2/orang 2,5 m2/motor 11,5 m2/mobil 33 m2/bus 9 m2/kios 1,5 m2/orang
12
8 Orang 30 Motor 22 Mobil 6 Bus 8 Kios 10 Orang
75 255 200 78 16
Rotasi 144 4 4 4 1 48
Sumber : 1 Gold (1980); 2 Sebayang (1996); 3 Neufert (2002); 4 Prasetio (2006)
Kapasitas Total 1152 Orang 120 Motor 88 Mobil 24 Bus 8 Kios 480 Orang
74
Lanjutan Tabel 13. Daya dukung masing-masing fasilitas dalam setiap ruang. Jenis Ruang Ruang transisi
Fasilitas - Kantor pelayanan Informasi 4 - Tempat parkir motor 3 - Jalur sepeda 2 - Pedestrian track 2
Ruang wisata
- Area panggung hiburan 1 - Area permainan anak 2 - Jogging track 2 - Monumen 4 - Plaza 4 - Lapangan terbuka 1 - Lapangan futsal3 - Lapangan voli 3 - Kios makanan 4 - Tempat parkir motor 3 - Area permainan air 1 - Arena sepeda air 4 - Area pemancingan 2 - Area outbond 1 - Camping ground 4
Ruang pendidikan alam
- Roller coaster hutan wisata 4 - Area bird watching 2 - Area pembibitan mangrove 2 - Kios souvenir4 - Kios jajanan 4
a
Standara
Luas (m2)
Daya Dukung
1,44 m2/orang
50
35 Orang
72
2520 Orang
2,5 m2/motor 16 m2/sepeda 8 m2/orang
30
12 Motor 133 Sepeda 500 Orang
4
48 Motor 1596 Sepeda 2000 Orang
0,81 m2/orang 8 m2/orang 8 m2/orang 1,44 m2/orang 0,8 m2/orang 2,02 m2/orang 800 m2/lapangan 162 m2/lapangan 9 m2/kios 2,5 m2/motor 3,24 m2/orang 12,55 m2/sepeda 10 m2/orang 1,86 m2/orang 9 m2/tenda 0,5 m2/orang 20 m2/orang 2 m2/orang 9 m2/kios 9 m2/kios
2135 4000 255 600 560 2930 800 1750 1600 590 126 120 2270 1820 610 2102 3180 10 970 1300
108 108
Rotasi
12 4
315 Orang 75 Orang 70 Orang 2035 Orang 1000 Orang 866 Orang 2 Lapangan 3 Lapangan 14 Kios 48 Motor 700 Orang 145 Sepeda 61 Orang 1130 Orang 353 Tenda
4
20 Orang 48 Orang 650 Orang
20
12 Kios 12 Kios
1
Sumber : 1 Gold (1980); 2 Sebayang (1996); 3 Neufert (2002); 4 Prasetio (2006)
4 6 4 4 4 1 1 1 4 4 4 4 4 1
10 10
1
Kapasitas Total
1260 Orang 300 Orang 420 Orang 8140 Orang 4000 Orang 3464 Orang 2 Lapangan 3 Lapangan 14 Kios 192 Motor 2800 Orang 580 Sepeda 244 Orang 4520 Orang 353 Tenda 400 Orang 480 Orang 6500 Orang 12 Kios 12 Kios
75
Lanjutan Tabel 13. Daya dukung masing-masing fasilitas dalam setiap ruang. Jenis Ruang
Fasilitas
Standara
Luas (m2)
Daya Dukung
Ruang pendidikan alam
- Area pantai berpasir 1 - Dermaga perahu 2 - Area berlabuh perahu wisata 3 - Anjungan laut4
10,12 m2/orang 4 m2/orang 23,4 m2/perahu 1,44 m2/orang 0,96 m2/orang 2,5 m2/motor 11,5 m2/mobil 2,25 m2/orang 1,5 m2/orang 1,6 m2/orang 1,6 m2/orang 9 m2/kios 9 m2/kios 8 m2/orang
13000
1285 Orang 125 Orang 25 Perahu 586 Orang 354 Orang 56 Motor 22 Mobil 145 Orang 18 Orang 100 Orang 220 Orang 10 Kios 11 Kios 100 Orang
Ruang pelayanan
- Mushola 3 - Tempat parkir motor 3 - Tempat parkir mobil 3 - Kamar mandi bilas 4 - Toilet 3 - Warung makan 3 - Restoran terapung 3 - Kios souvenir4 - Kios jajanan 4
Ruang konservasi a
- Pedestrian track 2
500 600 844 340 140 260 326 28 160 352 95 100 800
Rotasi 4 4 4 4 48 4 4 48 48 12 12 1 1 4
Kapasitas Total 5140 Orang 500 Orang 100 Orang 2344 Orang 16992 Orang 224 Motor 88 Mobil 6960 Orang 864 Orang 1200 Orang 2640 Orang 10 Kios 11 Kios 400 Orang
Sumber : 1 Gold (1980); 2 Sebayang (1996); 3 Neufert (2002); 4 Prasetio (2006)
Berdasarkan Tabel 13, diperoleh kapasitas total kunjungan yang diperkenankan untuk area penerimaan sebanyak 1.632 orang, area transisi sebanyak 4.520 orang, area wisata sebanyak 25.148 orang, area pendidikan alam sebanyak 15.464 orang, area pelayanan sebanyak 28.686 orang dan area konservasi sebanyak 400 orang. Jika dihitung secara keseluruhan, maka kawasan Ekowisata PAI memiliki kapasitas total daya dukung sebanyak 75.850 orang dengan jumlah kendaraan sebanyak 24 bus, 176 mobil, 584 motor dan 1.596 sepeda setiap harinya. Rencana daya dukung tersebut dibuat beberapa kali rotasi dalam sehari sehingga diprediksi masih dalam batasan daya dukung kawasan Ekowisata PAI.
76
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kawasan obyek wisata Pantai Alam Indah (PAI) terletak di Kelurahan Mintaragen, Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal. Objek wisata ini berjarak sekitar 3 km dari pusat kota dan berada pada Jalur Pantura. Sejak diresmikan pada tahun 1978, objek wisata PAI menjadi tempat yang cukup favorit untuk berlibur bagi masyarakat Kota Tegal dan sekitarnya. Sebenarnya kawasan PAI masih memiliki potensi sumberdaya alam dan sumberdaya wisata yang cukup melimpah. Keunikan hutan mangrove beserta fauna asosiasinya dan budaya masyarakat lokal yang khas, seperti Tradisi Baritan (Sedekah Laut), Tarian Jaran Kepang, Tarian Topeng Endel, Wayang Golek Tegalan dan Jathilan, merupakan sumber kekayaan kegiatan wisata. Namun, semua itu belum dimanfaatkan secara optimal dalam kegiatan wisata. Adapun permasalahan utama pada tapak, yaitu bencana rob, abrasi pantai dan pencemaran laut. Ketiga hal tersebut menyebabkan kualitas lanskap kawasan PAI menurun, baik dari segi kualitas lingkungan ataupun estetikanya. Hasil analisis spasial untuk kawasan PAI yang berupa peta komposit menggambarkan tiga kategori kesesuaian, yaitu rendah, sedang dan tinggi. Area dengan kategori kesesuaian tinggi yaitu area yang paling cocok untuk kegiatan ekowisata. Sementara area dengan kategori kesesuaian rendah akan lebih baik jika dikonservasi. Berdasarkan peta komposit tersebut, dibuat alternatif pengembangan ruang dalam bentuk rencana blok. Pada rencana blok, tapak dibagi tiga zona, yaitu zona intensif, semi-intensif dan non-intensif. Pembagian zona didasarkan pada tingkat pengembangan kegiatan wisata yang dapat ditoleransi oleh tapak. Adapun konsep perencanaan dalam studi ini, yaitu mengembangkan kawasan objek wisata PAI Kota Tegal sebagai kawasan ekowisata atau kawasan wisata yang berbasis pada lingkungan dan kebudayaan masyarakat lokal. Pada konsep pengembangan perencanaan ini, tapak dibagi ke dalam tiga area, yaitu area intensif, semi-intensif dan non-intensif. Adapun rencana lanskap yang dibuat meliputi rencana ruang, rencana sirkulasi, rencana vegetasi, rencana aktivitas dan fasilitas serta rencana daya dukung kawasan wisata. Rencana ruang Ekowisata PAI terdiri dari enam ruang, yaitu ruang penerimaan, transisi, wisata, pendidikan alam, pelayanan dan konservasi. Rencana sirkulasinya dibedakan menjadi tiga jalur, yaitu jalur primer, sekunder dan tersier. Pada rencana vegetasinya, menggunakan tanaman yang memenuhi fungsi sebagai pengontrol iklim, rekayasa lingkungan, keperluan arsitektural dan keindahan. Rencana aktivitas dan fasilitas yang dibuat dalam kawasan Ekowisata PAI juga disesuaikan dengan fungsi dan daya dukung masing-masing ruang. Perencanaan ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas lingkungan kawasan PAI serta melindungi dan menjaga sumberdaya alam yang ada.
77
Saran Pengembangan kawasan wisata di daerah sensitif seperti pantai, seharusnya lebih memprioritaskan aspek lingkungan dari pada aspek ekonomi. Tidak sedikit tempat-tempat wisata yang berkembang di daerah pantai justru menimbulkan masalah, baik bagi tempat wisata itu sendiri ataupun masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu, kegiatan pengembangan wisata khususnya di daerah pantai, harus tetap memperhatikan serta mempertimbangkan batasan daya dukung kawasan dan fungsi terbaik dari lahan yang akan dikembangkan. Dengan demikian, ekosistem pantai yang ada tetap terjamin keberadaannya. Pengembangan kawasan PAI Kota Tegal sebagai kawasan ekowisata tidak akan berjalan dengan baik, jika pihak pengelola tidak melibatkan para pemangku kepentingan. Kerjasama antara pihak pemerintah sebagai pengelola dengan pihak swasta, tenaga ahli dan organisasi masyarakat sangat diperlukan. Selain itu, pihak pengelola juga harus melibatkan peran serta masyarakat setempat untuk turut ambil bagian dalam kegiatan wisata. Hal ini dapat membantu meningkatkan perekonomian masyarakat lokal dan kesejahteraan mereka. Konsep ekowisata yang dikembangkan di kawasan PAI Kota Tegal hanya terbatas untuk menanggulangi masalah yang terjadi di daerah pantai Kelurahan Mintaragen saja. Jika konsep ini akan diterapkan di area pantai yang lain, sebaiknya dilakukan studi lanjut mengenai masalah serta potensi sumberdaya yang dimiliki. Pada daerah pantai yang memiliki tipe pantai dan permasalahan yang sama dengan kawasan PAI, tentu rencana ini dapat diterapkan.
DAFTAR PUSTAKA Ariani L. 2000. Perencanaan Lanskap Kawasan Rekreasi Pantai Widarapayung Di Cilacap, Jawa Tengah. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Azmi N. 2010. Evaluasi Fungsi Ekologis RTH Pada Kawasan Rekreasi Sentul City, Bogor (Studi kasus: Jalur Pedestrian, Danau Teratai dan Riverscape di Jalan Siliwangi). [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tegal. 2010. Studi Penanganan Rob di Kota Tegal (Paket 1). Tegal (ID): Gajendra CV. [Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tegal. 2011. Profil Daerah Kota Tegal Tahun 2011. Tegal (ID): Bappeda Kota Tegal. [Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2008. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2008 tentang tahapan, tata cara penyusunan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan daerah. [internet]. [diunduh 2011 Feb 23]. Tersedia pada: http://birohukum.bappenas.go.id [BPDAS] Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Pemali Jratun. 2009. Keadaan Umum Wilayah BPDAS Pemali Jratun. [internet]. [diunduh 2012 Mei 28]. Tersedia pada: www.bpdas-pemalijratun.net. [BPS] Badan Pusat Statistik Kota Tegal. 2011. Kota Tegal Dalam Angka 2010. Tegal (ID): BPS dan Bappeda Kota Tegal. Cooper C, Fletcher J, Gilbert D, Shepherd R, Wanhill S. 1998. Tourism: Principles and Practice. New York (US): Longman. Dahuri R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut: Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Dahuri R, Rais J, Ginting SP, Sitepu MJ. 2008. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta (ID): PT Pradnya Paramita. Damanik J dan Weber HF. 2006. Perencanaan Ekowisata: dari Teori ke Aplikasi. Yogyakarta (ID): Penerbit ANDI. [Depdagri] Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia. 2007. UndangUndang Republik Indonesia No.27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. [internet]. [diunduh 2012 Jan 15]. Tersedia pada: www.depdagri.go.id. [Depbudpar] Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia No.10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan. [internet]. [diunduh 2012 Jan 11]. Tersedia pada: www.budpar.go.id. Diposaptono S. 2007. Karakteristik Laut Pada Kota Pantai. [internet]. [diunduh 2012 Mei 4]. Tersedia pada: sim.nilim.go.jp/GE/SEMI2/Proceedings/ Makalah%2013.doc. Gold SM. 1980. Recreation Planning and Design. New York (US): McGraw-Hill Book Company. Gunn CA. 1994. Tourim Planning: Basics, Concept, Cases. Washington (US): Taylor and Francis. Isdarmawan N. 2008. Kajian Ekologis Terumbu Karang Jeruk di Kabupaten Tegal. [internet]. [diunduh 2012 Mar 15]. Tersedia pada: http:// isjd.pdii.lipi.go.id/index.php/Search.html?act=tampil&id=62145&idc=27
80
[KAP] Kantor Administrasi Pelabuhan Kota Tegal. 2004. Peta Batimetri Pelabuhan Kota Tegal. Jakarta (ID): Dinas Hidro-oseanografi. [KLH] Kantor Lingkungan Hidup Kota Tegal. 2011. Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Tegal Tahun 2011. [internet]. [diunduh 2012 Apr 2]. Tersedia pada http://klh.tegalkota.go.id/slhd/2011. Monintja DR, Myint TZ, Bergen DG. 2002. Policy analysis of coastal ecotourism development on Muara Angke mangrove ecosystem, Jakarta Bay, Indonesia. J Pesisir Lautan. 4(2):10. Neufert E. 2002. Data Arsitek. Tjahjadi S, Chaidir F, penerjemah; Hardani W, editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Bauentwurfslehre. Nurisyah S. 2000. Rencana pengembangan fisik kawasan wisata bahari di wilayah pesisir Indonesia. Bul Taman Lanskap Indonesia. 3(2):49-54. Prasetio I. 2006. Pengembangan Obyek Wisata Pantai Alam Indah di Kota Tegal. [Skripsi]. Purwokerto (ID): Universitas Wijayakusuma Purwokerto. Roslita. 2001. Perencanaan Lanskap Wisata Di Kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat Provinsi Jambi Menggunakan Sistem Informasi Geografis. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [SAMPAN] Sapta Mitra Pantura. 2009. Pengembangan Pantai Alam Indah Kota Tegal. [internet]. [diunduh 2011 Mar 20]. Tersedia pada:http://www.saptamitra-pantura.com. Sebayang SK. 1996. Rencana Lanskap Kawasan Leisure Core untuk Rekreasi Pantai di Kota Batam. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Simonds JO. 1983. Landscape Architecture. New York (US): McGraw-Hill Book Company. Soebagio. 2004. Analisis Kebijakan Pemanfaatan Ruang Pesisir dan Laut Kepulauan Seribu Dalam Meningkatkan Pendapatan Masyarakat. Jakarta (ID): Sekolah Pascasarjana IPB. Soepardi G. 2002. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor (ID): Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Institut Pertanian Bogor. Walpole RE. 1995. Pengantar Statistika. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Waryono T. 2000. Reklamasi Pantai Ditinjau Dari Segi Ekologi Lansekap dan Restorasi. [internet]. [diunduh 2011 Jun 17]. Tersedia pada: http://staff.blog.ui.ac.id/tarsoen.waryono/files/2009/12/5-reklamasi-pantai.pdf.
81
Lampiran 1. Kuisioner Penelitian KUISIONER PENELITIAN PERENCANAAN LANSKAP PANTAI ALAM INDAH (PAI) KOTA TEGAL SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA A. Identitas Narasumber Nama : .................................................................................... Jenis kelamin : (a) Laki-laki (b) Perempuan Umur : ............. tahun Asal : .................................................................................... Pekerjaan : .................................................................................... Pendidikan terakhir : (a) SD (b) SMP (c) SMA (d) D3 (e) Sarjana Pendapatan per bulan : (a) < 1 Juta (b) 1 Juta – 2 juta (c) > 2 juta B. Persepsi dan Preferensi Wisatawan 1. Bersama siapa Anda berkunjung ke Objek Wisata PAI? (a) Teman (c) Rombongan wisata (tour) (b) Keluarga (d) Lainnya ............................................... 2. Sudah berapa kali Anda berkunjung ke Objek Wisata PAI? ..................... 3. Berapa kali Anda berkunjung ke Objek Wisata PAI dalam sebulan? (a) 1x sebulan (c) > 2x sebulan (b) 2x sebulan (d) Tidak tentu 4. Kapan waktu yang Anda pilih untuk berkunjung? (a) Pagi (b) Siang (c) Sore Alasan: ........................................................................................................ 5. Apa yang Anda rasakan ketika berkunjung ke Objek Wisata PAI? (a) Menarik (b) Biasa saja (c) Kurang menarik 6. Berapa lama waktu yang Anda habiskan ketika berkunjung ke Objek Wisata PAI? ……… (Jam) 7. Kegiatan wisata seperti apa yang Anda lakukan? (a) Melihat pemandangan (d) Kuliner/makan (b) Berenang (e) Jalan – jalan (c) Olah raga (f) Lainnya ……………………… 8. Apakah fasilitas wisata yang ada di Objek Wisata PAI sudah cukup? (a) Sudah cukup (b) Belum cukup 9. Apabila belum cukup, fasilitas apa yang perlu ditambahkan? ..................................................................................................................... 10. Bagaimana sambutan masyakat setempat kepada wisatawan? (a) Sangat baik (b) Baik (c) Cukup baik (d) Kurang baik 11. Apa pendapat Anda apabila kawasan Objek Wisata PAI dikembangkan menjadi kawasan ekowisata? ................................................................... .................................................................................................................... C. Unsur Wisata Promosi wisata 1. Dari mana Anda mengetahui keberadaan Objek Wisata PAI? (a) Teman (c) Brosur (e) Lainnya ……………… (b) Keluarga (d) Internet
82
2. Apakah promosi pihak pengelola mengenai kawasan Objek Wisata PAI sudah cukup? (a) Cukup (b) Kurang (c) Sangat kurang Sumberdaya wisata 3. Apa sumberdaya wisata yang menjadi daya tarik tersendiri di kawasan Objek Wisata PAI? (a) Panorama pantai (d) Pemandangan laut lepas (b) Pasir pantai (e) Terumbu karang (c) Kejernihan air laut (f) Lainnya ………………………. 4. Bagaimana keindahan alam di kawasan Objek Wisata PAI? (a) Kurang indah (tidak ada panorama) (b) Cukup indah (panorama cukup indah) (c) Indah (panorama indah, laut jernih) (d) Sangat indah (panorama indah, laut jernih, ombak tidak terlalu besar) 5. Bagaimana kondisi pasir pantai di kawasan Objek Wisata PAI? (a) Kurang baik (abu-abu kehitaman) (b) Cukup baik (coklat kehitaman) (c) Baik (coklat) (d) Sangat baik (putih kecoklatan) 6. Bagaimana kejernihan air laut di sekitar Objek Wisata PAI? (a) Kurang baik (sangat keruh) (b) Cukup baik (keruh) (c) Baik (jernih, tidak terlihat sampai dasar) (d) Sangat baik (jernih, terlihat sampai dasar) 7. Bagaimana kondisi biota air yang ada di sekitar Objek Wisata PAI? (a) Melimpah (b) Biasa saja (c) Berkurang 8. Jika jumlahnya berkurang, kira-kira apa penyebabnya? (a) Pencemaran laut (c) Habitat alaminya rusak (b) Eksploitasi sumberdaya (d) Lainnya ………………………. 9. Bagaimana kesadaran warga di sekitar kawasan Objek Wisata PAI akan pentingnya kelestarian lingkungan? (a) Kurang baik (c) Baik (e) Tidak tahu (b) Cukup baik (d) Sangat baik 10. Apakah keberadaan vegetasi di Objek Wisata PAI ini sudah cukup memberikan kenyamanan bagi wisatawan? (a) Cukup (b) Kurang (c) Sangat kurang D. Kualitas Ekologi Kawasan 1. Menurut Anda, ekosistem apa saja yang ada di kawasan pesisir sekitar Objek Wisata PAI? (a) Hutan mangrove/bakau (c) Terumbu karang (b) Padang lamun (d) Lainnya ........................................ 2. Bagaimana kondisi ekosistem tersebut? (a) Baik (b) Biasa saja (c) Rusak 3. Apakah Anda tahu mengenai hutan pantai? (a) Ya (b) Tidak 4. Menurut Anda, apa fungsi hutan pantai bagi daerah pesisir? (a) Penyangga daerah pesisir (c) Sumber penghasilan warga (b) Habitat alami satwa (d) Tempat wisata
83
5. Apakah kondisi pantai di kawasan Objek Wisata PAI sudah cukup bersih? (a) Ya (b) Tidak 6. Berdasarkan pengetahuan Anda, apakah pernah terjadi kecelakaan atau bencana di kawasan Objek Wisata PAI? (a) Ya (b) Tidak 7. Apakah area pantai di kawasan Objek Wisata PAI membutuhkan pelindung? (a) Ya (b) Tidak 8. Apakah Anda pernah mendengar program rehabilitasi pantai melalui penanaman mangrove/bakau di Pantai Alam Indah dan sekitarnya? (a) Ya (b) Tidak 9. Apakah Anda bersedia terlibat dalam menjaga kelestarian kawasan pantai dan ikut serta dalam program rehabilitasi hutan mangrove/bakau di Pantai Alam Indah ini? (a) Ya (b) Tidak E. Permasalahan Permasalahan apa yang Anda temukan ketika berkunjung ke kawasan wisata Pantai Alam Indah ini? 1. Ekologi kawasan wisata (a) Kurangnya vegetasi pantai (b) Berkurangnya keanekargaman hayati 2. Aksesibilitas (c) Kurangnya papan penunjuk menuju tempat wisata (d) Jalan yang rusak 3. Transportasi (e) Mahalnya biaya menuju objek wisata (f) Terbatasnya kendaraan umum yang menuju objek wisata 4. Fasilitas wisata (g) Susahnya penginapan/warung makan/toilet/mushola 5. Lainnya .....................................................................................................................
--- Terima kasih ---
84
Lampiran 2. Karakteristik Pengunjung Variabel Jenis Kelamin Usia
Asal
Pekerjaan
Pendidikan
Pendapatan
Kategori
Jumlah Pengunjung (Orang)
Persentase (%)
Laki-laki Perempuan ≤ 15 Tahun 16-30 Tahun ≥ 31 Tahun Kota Tegal Kab. Tegal Kota-kota Sekitarnya PNS Swasta Wiraswata Lainnya SD SLTP SLTA D3 S1 < 1 Juta 1-2 Juta > 2 Juta
16 16 0 29 3 11 17 4 5 5 3 19 0 1 21 1 9 1 21 10
50,00 50,00 0,00 90,63 9,37 34,37 53,13 12,50 15,63 15,63 9,37 59,37 0,00 3,12 65,63 3,12 28,13 3,12 65,63 31,25
Kategori
Jumlah Pengunjung (Orang)
Persentase (%)
Teman Keluarga Rombongan wisata Lainnya Sangat jarang Cukup sering Sering 1x sebulan 2x sebulan > 2x sebulan Tidak tentu Pagi Siang Sore Menarik Biasa saja Kurang menarik 1 Jam 2 Jam 3 Jam
18 13 0 1 12 13 7 2 0 0 30 19 1 12 11 15 6 8` 13 11
56,25 40,63 0,00 3,12 37,50 40,63 21,87 6,25 0,00 0,00 93,75 59,38 3,12 37,50 34,37 46,88 18,75 25,00 40,63 34,37
Lampiran 3. Persepsi dan Preferensi Pengunjung Variabel Objek wisata PAI Teman seperjalanan
Tingkat keseringan kunjungan Frekuensi kunjungan
Waktu berkunjung
Pengalaman berwisata Lama kunjungan
85
Lanjutan Lampiran 3. Persepsi dan Preferensi Pengunjung Variabel Objek wisata PAI Kegiatan wisata
Kategori
Melihat pemandangan Berenang Olahraga Kuliner / makan Jalan – jalan Lainnya Ketersediaan Belum cukupa fasilitas wisata Sudah cukup Sambutan Kurang baik masyarakat Cukup baik Baik Sangat baik Dukungan rencana Setuju ekowisata Tidak setuju Promosi objek wisata PAI Sumber informasi Teman wisata Keluarga Brosur Internet Lainnya Tingkat promosi Cukup wisata Kurang Sangat kurang Kondisi Sumberdaya Alam Daya tarik objek Penorama pantai wisata Pasir pantai Kejernihan air laut Pemandangan laut lepas Terumbu karang Lainnya Tidak menjawab Keindahan alam Kurang indah Cukup indah Indah Sangat indah
Jumlah Pengunjung (Orang)
Persentase (%)
14 0 3 2 15 2 30 2 4 15 11 2 32 0
43,75 0,00 9,37 6,25 46,88 6,25 93,75 6,25 12,50 46,88 34,37 6,25 100,00 0,00
11 21 0 0 0 3 16 13
34,37 65,63 0,00 0,00 0,00 9,37 50,00 40,63
17 1 1 11
53,13 3,12 3,12 34,37
0 0 2 7 22 3 0
0,00 0,00 6,25 21,88 68,75 9,37 0,00
Keterangan: a Menurut responden, fasilitas yang perlu ditambahkan, seperti: 1. Fasilitas permainan di laut 6. Area pemancingan 2. Dermaga perahu 7. Arena permainan anak 3. Perahu wisata 8. Tempat parkir 4. Hutan wisata 9. Pos keamanan 5. Area wisata mangrove 10. Klinik
11. 12. 13. 14. 15.
Restoran Kios souvenir Gazebo, shelter, saung Taman Papan informasi
86
Lanjutan Lampiran 3. Persepsi dan Preferensi Pengunjung Variabel
Kategori
Kondisi Sumberdaya Alam Kondisi pasir pantai Kurang baik Cukup baik Baik Sangat baik Kejernihan air laut Kurang baik Cukup baik Baik Sangat baik Kondisi biota laut Berkuranga Tetap Melimpah Tingkat kesadaran Kurang baik warga Cukup baik Baik Sangat baik Tingkat Sangat kurang kenyamanan objek Kurang wisata Cukup Kualitas ekologi kawasan Ekosistem pesisirb Hutan mangrove Padang lamun Terumbu karang Lainnya Pengetahuan Ya tentang hutan pantai Tidak Fungsi hutan pantai Penyangga daerah pesisir Habitat alami satwa Sumber penghasilan warga Tempat wisata
Jumlah Pengunjung (Orang)
Persentase (%)
17 12 3 0 15 15 2 0 23 6 3 25 6 1 0 11 14 7
53,13 37,50 9,37 0,00 46,88 46,88 6,25 0,00 71,88 18,75 9,37 78,13 18,75 3,12 0,00 34,37 43,75 21,88
18 9 5 0 24 8 29
56,25 28,12 15,63 0,00 75,00 25,00 90,63
3 0
9,37 0,00
0
0,00
Keterangan: a Menurut responden, berkurangnya biota laut disebabkan oleh beberapa hal berikut ini: 1. Pencemaran laut (46,88 %) 2. Eksploitasi sumberdaya (9,37 %) 3. Rusaknya habitat alami (15,63 %) b Menurut responden, kondisi beberapa ekosistem pesisir sebagai berikut: 1. Hutan mangrove - Baik (27,78 %) - Biasa saja (44,44 %) - Rusak (27,78 %) 2. Padang lamun - Biasa saja (66,67 %) - Rusak (33,33 %) 3. Terrumbu karang - Biasa saja (40 %) - Rusak (60 %)
87
Lanjutan Lampiran 3. Persepsi dan Preferensi Pengunjung Variabel
Kategori
Kualitas ekologi kawasan Kondisi pantai Cukup bersih Kotor Pernah terjadi Ya bencana / Tidak kecelakaan Perlunya pelindung Ya pantai Tidak Pengetahuan Ya program rehabilitasi Tidak hutan pantai Kesediaan terlibat Ya dalam program Tidak rehabilitasi hutan pantai Permasalahan Kurangnya vegetasi pantai Berkurangnya keanekaragaman hayati Kurangnya papan penunjuk menuju tempat wisata Rusaknya jalan menuju tempat wisata Mahalnya biaya menuju tempat wisata Terbatasnya kendaraan umum yang menuju tempat wisata Susahnya penginapan/ warung makan/ toilet/ mushola Lainnya
Jumlah Pengunjung (Orang)
Persentase (%)
11 21 9 23
34,37 65,63 28,12 71,88
32 0 11 21
100,00 0,00 34,37 65,63
28 4
87,50 12,50
23
71,88
19
59,38
15
46,88
12
37,50
3
9,37
10
31,25
15
46,88
5
15,63
89
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 25 Agustus 1989 di Tegal dari pasangan suami-istri Bapak Rojikin dan Ibu Syarifah. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara. Pada tahun 1996, penulis memulai pendidikan dasar di SD Negeri Kemanggungan dan lulus pada tahun 2002. Kemudian penulis melanjutkan ke pendidikan tingkat lanjut pertama di MTs. NU 01 Wahid Hasyim Talang dan selesai pada tahun 2005. Selanjutnya, penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Kota Tegal dan lulus pada tahun 2008. Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur USMI. Namun, sebelum masuk di Departemen Arsitektur Lanskap, Penulis harus melalui masa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) terlebih dahulu selama satu tahun. Selama menjadi mahasiswa Penulis aktif sebagai anggota Forum Komunikasi Rohis Departemen (FKRD) Fakultas Pertanian periode 2009-2010. Penulis juga aktif dalam organisasi mahasiswa daerah, yaitu Ikatan Mahasiswa Tegal (IMT) dan pernah menjabat sebagai Wakil Ketua IMT periode 2009-2010. Selain itu, Penulis juga aktif mengikuti kegiatan Pekan Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang diselenggarakan oleh DIKTI.