PERENCANAAN LANSKAP JALUR INTERPRETASI WISATA SEJARAH BUDAYA JALAN SLAMET RIYADI KOTA SURAKARTA
MUHAMMAD IQBAL
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Perencanaan Lanskap Jalur Interpretasi Wisata Sejarah Budaya Jalan Slamet Riyadi Kota Surakarta adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2010
Muhammad Iqbal NRP A44052606
RINGKASAN MUHAMMAD IQBAL. Perencanaan Lanskap Jalur Interpretasi Wisata Sejarah Budaya Jalan Slamet Riyadi Kota Surakarta. Dibimbing oleh AFRA D.N. MAKALEW dan VERA DIAN DAMAYANTI. Kota Surakarta terletak di Provinsi Jawa Tengah dan dibatasi oleh empat Kabupaten di sekitarnya, yaitu Sukoharjo, Karanganyar, Boyolali, dan Sragen. Secara geografis, Kota Surakarta terletak di koordinat 110 45’ 15” – 110 45’ 35” BT dan 70’ 36” -70’ 56 ” LS. Secara administratif, Kota Surakarta yang memiliki luas 4400 Ha ini, terdiri dari lima kecamatan, yaitu Jebres, Banjarsari, Laweyan, Serengan, dan Pasarkliwon. Lanskap Kota Surakarta (Solo) awalnya berkembang di tepian Sungai Bengawan Solo pada saat Kota Surakarta sebagai ibukota Kerajaan Mataram. Invasi koloni Belanda di Nusantara telah banyak merubah karakter asli kota ini yang sebelumnya menggunakan transportasi air sebagai moda transportasi utama. Pemerintah kolonial mulai membangun Kota Surakarta pada tahun 1740 M dengan berbagai infrastruktur termasuk jalan-jalan yang membentuk pola kotak (grid). Untuk membuka akses menuju Kota Semarang, sebuah jalan dibangun memanjang dari timur ke barat bernama Wihelminaan, yang kini bernama Jalan Slamet Riyadi. Agar nilai-nilai sejarah dan budaya yang ada di jalur tersebut tetap lestari dan dapat dimanfaatkan potensinya untuk tujuan wisata, maka rencana pengembangan jalan ini perlu didukung dengan perencanaan lanskap jalur interpretasi yang baik serta searah dengan program pemerintah setempat. Oleh karena itu, perencanaan lanskap jalur interpretasi Jalan Slamet Riyadi Kota Surakarta sebagai jalur wisata sejarah budaya perlu dilakukan dengan harapan agar dapat memberikan pengalaman wisata yang menarik dan menyenangkan bagi pengunjung, serta secara tidak langsung menjaga kelestarian nilai sejarah dan budaya kawasan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelusuran sejarah yang terdiri dari studi literatur, wawancara dengan narasumber, dan pengamatan lapang (survey). Adapun tahapan kerjanya didasarkan pada tahapan perencanaan menurut Gold (1980). Tahapan-tahapan perencanaan tersebut adalah: persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, perencanaan, dan perancangan. Penelitian ini hanya dilaksanakan hingga tahap perencanaan dengan penambahan tahap penyusunan konsep sebelum tahap perencanaan. Dalam perencanaan lanskap ini, ada empat aspek yang digunakan, yaitu aspek biofisik, aspek sejarah, aspek budaya, dan aspek wisata. Selain keempat aspek tersebut juga digunakan data kondisi umum. Dari hasil identifikasi sumberdaya wisata sejarah budaya didapatkan obyek-obyek wisata potensial beserta atraksinya. Selanjutnya hasil analisis merupakan gabungan dari analisis keempat aspek di atas yang menghasilkan sebuah peta komposit. Untuk menghasilkan peta komposit digunakan pembobotan, yaitu: aspek sejarah (30%), aspek budaya (30%), sub aspek obyek wisata (20%), dan sub aspek atraksi wisata (20%). Kemudian digolongkan ke dalam tiga zona potensi wisata, yaitu potensi tinggi, potensi sedang, dan potensi rendah. Selanjutnya dalam tahap sintesis dibuat peruntukan ruang untuk masing-masing potensi tersebut.
Konsep dasar perencanaan dalam studi ini adalah menjaga kelestarian nilai sejarah budaya asli Kota Solo dan memperkenalkan nilai-nilai tersebut melalui jalur interpretasi yang merupakan integrasi dari keberadaan obyek, atraksi, fasilitas, dan informasi interpretasi. Langkah perencanaan lanskap yang diambil adalah dengan membagi kawasan perencanaan ke dalam zona wisata sejarah budaya primer, sejarah budaya sekunder, dan pendukung. Selanjutnya dengan membagi jalur interpretasi ke dalam segmen-segmen zona interpretasi sesuai dengan konteks sejarah dan budaya yang dimilikinya. Perencanaan jalur interpretasi kawasan Slamet Riyadi ini bertujuan agar wisatawan mendapatkan pengalaman dan pemahaman tentang Kota Solo sesuai dengan waktu yang dimiliki. Untuk memenuhi tujuan interpretasi tersebut, maka jalur interpretasi dibagi ke dalam segmen-segmen zona interpretasi sesuai dengan karakter sejarah dan budayanya. Tema segmen jalur interpretasi terdiri dari: sejarah perjuangan kemerdekaan, budaya Sriwedari, sejarah budaya Keraton Mangkunegaran, budaya Singosaren, sejarah kolonial, dan sejarah budaya Keraton Kasunanan Surakarta. Pada zona potensi tinggi, rencana jalur interpretasinya direncanakan memiliki lebih banyak stops/pemberhentian dan fasilitas dibandingkan zona potensi sedang dan rendah. Pada rencana lanskapnya, zona potensi tinggi dipertahankan dengan perubahan karakter kawasan yang minimal, sehingga pengembangan yang dilakukan hanya bersifat melengkapi yang telah ada sebelumnya. Hasil akhir dari studi ini adalah rencana lanskap jalur interpretasi sejarah budaya Jalan Slamet Riyadi Kota Surakarta yang terdiri dari rencana ruang, rencana sirkulasi, dan rencana aktivitas dan fasilitas. Ruang dibagi menjadi empat bagian yaitu Ruang Penerimaan, Ruang Wisata Pendukung, Ruang Wisata Sejarah Budaya Sekunder, dan Ruang Wisata Sejarah Budaya Primer. Rencana sirkulasi dibagi menjadi dua, yaitu interpretasi dan non-interpretasi. Rencana aktivitas juga dibagi menjadi dua, yaitu aktivitas interpretasi, dan non-interpretasi, sedangkan rencana fasilitas dibagi menjadi tiga, yaitu: fasilitas wisata, media interpretasi, dan sirkulasi interpretasi. Rencana fasilitas adalah penyediaan fasilitas bagi aktivitas interpretasi wisata, yang diusulkan antara lain: Pedestrian line, pusat informasi, papan penunjuk, signboard, signage, penyewaan dan parkir sepeda, halte kereta wisata, shelter, plaza, food court, pocket park, tempat duduk, dan tempat sampah. Strategi perencanaan yang diterapkan adalah optimalisasi aktivitas wisata pada obyek-obyek bersejarah sebagai ruang publik yang dapat diakses penuh oleh wisatawan dan masyarakat. Berdasarkan tema yang telah dibuat pada rencana jalur interpretasi, maka perencanaan lanskap yang berada di dalam zona tersebut disesuaikan dengan tema jalur interpretasinya. Kata kunci: perencanaan lanskap, interpretasi, jalur interpretasi, sejarah, budaya, Surakarta, Solo.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2010 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam Bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya
PERENCANAAN LANSKAP JALUR INTERPRETASI WISATA SEJARAH BUDAYA JALAN SLAMET RIYADI KOTA SURAKARTA
MUHAMMAD IQBAL
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Penelitian Judul Penelitian
: Perencanaan Lanskap Jalur Interpretasi Wisata Sejarah Budaya Jalan Slamet Riyadi Kota Surakarta
Nama
: Muhammad Iqbal
NRP
: A44052606
Departemen
: Arsitektur Lanskap
Disetujui, Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Afra D. N. Makalew, M.Sc.
Vera Dian Damayanti, SP, MLA
NIP. 19650119 198903 2 001
NIP. 19740716 200604 2 004
Diketahui, Ketua Departemen Arsitektur Lanskap
Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP. 19480912 197412 2 001
Tanggal disetujui :
Alhamdulillahi Robbil ‘Alamiin... Wujud Syukur kepada Allah SWT, Tuhan Semesta Alam, yang telah menganugerahi akal dan nurani, yang tidak pernah berhenti berfikir dan memilah… Bukti Bakti kepada kedua orangtua, Bapak Sutadi dan Ibu Masruroh, yang menghargai hak anaknya untuk menjadi apa yang diinginkannya… Tanda Cinta kepada tanah kelahiran, tanah kembang tumbuh dan pembentukan karakter, Kota Solo tercinta…
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, hidayah, serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Perencanaan Lanskap Jalur Interpretasi Wisata Sejarah Budaya Jalan Slamet Riyadi Kota Surakarta. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1.
Orangtua, Drs. H. Sutadi, M.Ag. dan Masruroh, S. Pgi., dan saudara: Mas Arief, Mbak Etik, si kembar Erna dan Erni yang telah memberikan dukungan moral dan doa selama ini kepada penulis.
2.
Dr. Afra D. N. Makalew, M.Sc. dan Vera Dian Damayanti, SP, MLA selaku Dosen Pembimbing Skripsi atas bimbingan dan pengarahan dalam pembuatan skripsi ini.
3.
Dr. Tati Budiarti, M, Sc. selaku pembimbing akademik, terima kasih atas perhatian yang telah diberikan.
4.
Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA selaku Ketua Departemen Arsitektur Lanskap.
5.
Dr. Ir. Nurhayati H.S. Arifin, M.Sc. selaku dosen penguji dan responden ahli atas masukannya untuk perbaikan skripsi ini.
6.
Dinas Tata Kota Surakarta, Ir Arif Nurhadi dan Ir. Joko Susilo atas bantuannya selama penulis melaksanakan penelitian dari awal sampai akhir masa penelitian.
7.
Bapeda Kota Surakarta.
8.
Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surakarta, khususnya kepada Ir. Tri Suryo Kuncoro atas sharing dan bantuan data Kota Solo.
9.
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Bu Enni, Pak Budi, Bu Wiwik, dan Pak Hendi Murdiyanto.
10. Dinas Pekerjaan Umum Kota Surakarta, Ir. Budi Santosa, Eddy Harpanto, dan Hariyoko atas bantuan peta dan datanya. 11. Dinas Perhubungan, yaitu Pak Baskoro atas bantuan data mengenai kondisi lalu lintas Jalan Slamet Riyadi. 12. Bapak Soedarmono, selaku dosen sejarah Universitas Sebelas Maret (UNS) dan sebagai ahli sejarah Kota Surakarta.
13. Teman-teman seperjuangan di ARL 42, terima kasih atas segala bantuan dan kerjasamanya selama menuntut ilmu di IPB. 14. Adik-adik dan kakak-kakak angkatan di ARL 37, 38, 39, 40, 41, 43, 44, 45, dan 46, terima kasih atas atas inspirasi yang telah diberikan. 15. Teman-teman Kos Retno 2 Leuwikopo baik yang lama maupun yang baru, terima kasih telah menemani dalam pembuatan skripsi. 16. Seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuan yang telah diberikan, semoga amalnya mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis terbuka dan menyambut dengan baik atas segala kritik dan saran demi kelancaran dan kesempurnaan penyelesaian penelitian ini.
Bogor, Agustus 2010
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Karanganyar Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 25 Januari 1988. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara yang dilahirkan oleh pasangan Bapak Sutadi dan Ibu Masruroh. Penulis memulai jenjang pendidikan dasarnya di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Tuban IV pada tahun 1993. Kemudian pada tahun 1999 melanjutkan jenjang pendidikannya di Madrasah Tsanawiyah PPMI Assalaam di Kabupaten Sukoharjo. Tiga tahun kemudian penulis melanjutkan jenjang pendidikan menengah atas masih di yayasan yang sama, yaitu Sekolah Menengah Umum (SMU) Assalaam di Kabupaten Sukoharjo. Pada tahun 2005 setelah lulus dari SMU, penulis berhasil memasuki Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Setelah menyelesaikan tahap Tingkat Persiapan Bersama (TPB) di tahun pertama, penulis diterima di Departemen Arsitektur Lanskap. Di departemen ini penulis aktif di kegiatan keorganisasian Himpunan Profesi (HIMPRO) Himpunan Mahasiswa
Arsitektur
Lanskap
(HIMASKAP).
Dalam
kepengurusan
HIMASKAP, penulis tercatat pernah menjadi anggota Bagian Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) HIMASKAP 2007 dan Ketua Bagian PSDM HIMASKAP 2008. Selain itu penulis juga pernah menjadi Ketua Panitia dalam acara L’arch Day Temu Alumni Departemen Arsitektur Lanskap IPB pada tahun 2008.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1.2. Tujuan ................................................................................................. 1.3. Manfaat ............................................................................................... 1.4. Kerangka Pikir ....................................................................................
1 2 3 3
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kota Surakarta..................................................................................... 2.1.1. Sejarah ..................................................................................... 2.1.2. Perkembangan Kota ................................................................. 2.1.3. Lanskap Sejarah dan Budaya Kota .......................................... 2.2. Jalan Slamet Riyadi ............................................................................. 2.2.1. Karakteristik ............................................................................ 2.2.2. Rencana Pengembangan .......................................................... 2.3. Wisata ................................................................................................. 2.3.1. Pengertian Wisata ................................................................... 2.3.2. Wisata Sejarah ........................................................................ 2.3.3. Wisata Budaya ........................................................................ 2.4. Jalur Interpretasi .................................................................................. 2.4.1. Pengertian Interpretasi ............................................................. 2.4.2. Teknik dalam Pengembangan Jalur Interpretasi ....................... 2.5. Perencanaan Lanskap Wisata ...............................................................
5 5 6 7 11 11 11 12 12 13 14 14 14 14 16
III. METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu .............................................................................. 3.2. Bahan dan Alat ..................................................................................... 3.3. Batasan Studi ....................................................................................... 3.4. Metode Studi ....................................................................................... 3.5. Tahapan Studi ..................................................................................... 3.5.1. Persiapan .................................................................................. 3.5.2. Pengumpulan Data/Inventarisasi .............................................. 3.5.3. Analisis .................................................................................... 3.5.4. Sintesis ..................................................................................... 3.5.5. Penyusunan Konsep ................................................................. 3.5.6. Perencanaan Jalur Interpretasi .................................................. 3.5.7. Perencanaan Lanskap ................................................................
17 17 18 18 20 20 20 21 25 25 25 26
IV. KONDISI UMUM KAWASAN PERENCANAAN 4.1. Letak Administrasi Kota Surakarta ....................................................... 4.2. Demografi Kota Surakarta ................................................................... 4.3. Program Wisata Pemerintah Kota Surakarta ........................................ 4.4. Minat Wisatawan terhadap Wisata Kota Surakarta ...............................
27 27 28 31
4.5. Lalu Lintas Jalan Slamet Riyadi .......................................................... 32 4.6. Potensi Wisata Jalan Slamet Riyadi ..................................................... 33 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Data dan Analisis ................................................................................ 5.1.1. Aspek Biofisik ........................................................................ 5.1.2. Aspek Sejarah ........................................................................ 5.1.3. Aspek Budaya ........................................................................ 5.1.4. Aspek Wisata ........................................................................ 5.1.5. Hasil Analisis ......................................................................... 5.2. Sintesis ............................................................................................... 5.3. Konsep Perencanaan ............................................................................ 5.3.1. Konsep Dasar Perencanaan...................................................... 5.3.2. Konsep Pengembangan ........................................................... 5.4. Perencanaan Jalur Interpretasi ............................................................. 5.5. Perencanaan Lanskap .......................................................................... 5.5.1. Rencana Ruang ...................................................................... 5.5.2. Rencana Sirkulasi .................................................................... 5.5.3. Rencana Aktivitas dan Fasilitas .............................................. 5.5.4. Arahan Desain ........................................................................
36 36 48 53 56 65 67 69 69 70 75 80 80 88 89 91
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ........................................................................................ 92 6.2. Saran .................................................................................................. 93 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 94 LAMPIRAN .................................................................................................. 96
DAFTAR TABEL Halaman 1. Bangunan-Bangunan Kuno Bersejarah di Kota Surakarta ........................... 8 2. Kriteria Penelitian Wisata .......................................................................... 16 3. Alat, Kegunaan, dan Keluaran .................................................................... 18 4. Jenis, Sumber, Cara Pengambilan Data, dan Bentuk Data ........................... 21 5. Kriteria Pembobotan dalam Analisis Daya Tarik Obyek Wisata ................. 23 6. Pertumbuhan Penduduk Kota Surakarta Tahun 1990 – 2007 ....................... 28 7. Kebijakan Tata Kota Pemerintah Kota Surakarta 2009-2010 di Wilayah Perencanaan ............................................................................ 28 8. Kunjungan Wisatawan ke Berbagai Obyek Wisata ..................................... 32 9. RTRW Kota Surakarta ............................................................................... 41 10. Kemiringan Tanah di Setiap Kecamatan di Kota Surakarta. ...................... 43 11. Banyaknya Curah Hujan dan Hari Hujan Rata-Rata Tahun 2004-2007 ..... 44 12. Rata-Rata Suhu Udara, Kelembaban, dan Kecepatan Angin Tahun 2007 ............................................................................................. 45 13. Keterangan Tipologi Jalan Slamet Riyadi ................................................. 47 14. Bentuk Kebudayaan Tradisional di Kota Surakarta ................................... 53 15. Hasil Identifikasi Obyek-Obyek Sejarah Budaya Jalan Slamet Riyadi ...... 57 16. Skoring Obyek-Obyek Sejarah Budaya di Jalan Slamet Riyadi ................. 60 17. Hasil Identifikasi Atraksi Wisata di Kawasan Jalan Slamet Riyadi ........... 62 18. Kriteria Penilaian Hasil Overlay Data Penelitian ....................................... 65 19. Pembagian Zona pada Sintesis .................................................................. 67 20. Aspek dalam Pembuatan Jalur Interpretasi ................................................ 73 21. Tema Jalur Interpretasi, Obyek, dan Atraksi Wisata ................................. 75 22. Waktu Tempuh Jalur Interpretasi .............................................................. 76 23. Stops pada Masing-Masing Tema Jalur Interpretasi .................................. 78 24. Rencana Aktivitas dan Fasilitas ................................................................ 90
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Diagram Alir Kerangka Pikir Penelitian ..................................................... 4 2. Historical Linkage ...................................................................................... 10 3. Lokasi Penelitian......................................................................................... 17 4. Tahapan Proses Penelitian (Modifikasi Gold 1980) ..................................... 19 5. Overlay Data Peta Komposit ...................................................................... 22 6. Peta Administrasi Kota Surakarta ............................................................... 27 7. Program Pemerintah Kota Surakarta Tahun 2009 ....................................... 30 8. Bentuk Promosi Wisata Kota Surakarta ...................................................... 31 9. Minat Responden Terhadap Keberadaan Obyek Wisata di Jalan Slamet Riyadi. .............................................................................. 31 10. Pandangan Terhadap Jalan Slamet Riyadi ................................................ 33 11. Suasana Jalan Slamet Riyadi .................................................................... 34 12. Pendapat Terhadap Pengembangan Jalan Slamet Riyadi ........................... 35 13. Peta Batas Kawasan Perencanaan ............................................................. 37 14. Peta Aksebilitas dan Sirkulasi .................................................................. 39 15. Analisis Aksebilitas dan Sirkulasi ............................................................ 40 16. Peta Rencana Tata Ruang Kawasan Perencanaan dan Sekitarnya ............. 42 17. Pohon Asam Jawa .................................................................................... 45 18. Vegetasi Sejarah ....................................................................................... 45 19. Tipologi Jalan Slamet Riyadi..................................................................... 46 20. Contoh Fasilitas Wisata Eksisting ............................................................ 47 21. Fasilitas Interpretasi yang Diinginkan Oleh Responden. ........................... 48 22. Perubahan Karakter Lanskap Kota Surakarta ............................................ 50 23. Sejarah Perkembangan Kota ..................................................................... 51 24. Analisis Sejarah Perkembangan Kota ....................................................... 52 25. Identifikasi Bentuk Kebudayaan ............................................................... 54 26. Analisis Spasial Berdasarkan Bentuk Kebudayaan ................................... 55 27. Obyek Sejarah dan Budaya Kawasan Perencanaan ................................... 59 28. Analisis Obyek Wisata ............................................................................ 61 29. Peta Persebaran Atraksi Wisata ................................................................ 63
30. Analisis Intensitas Atraksi Wisata ........................................................... 64 31. Peta Komposit Potensi Wisata .................................................................. 66 32. Block Plan ................................................................................................ 68 33. Konsep Ruang .......................................................................................... 71 34. Konsep Sirkulasi ...................................................................................... 72 35. Pembagian Tema Segmen Jalur Interpretasi ............................................. 74 36. Peta Jalur Interpretasi Wisata ................................................................... 77 37. Rencana Lanskap ..................................................................................... 81 38. Rencana Lanskap Segmen 1 ..................................................................... 82 39. Detail Plan Segmen 1 .............................................................................. 83 40. Rencana Lanskap Segmen 2 ..................................................................... 84 41. Detail Plan Segmen 2 .............................................................................. 85 42. Rencana Lanskap Segmen 3 ..................................................................... 86 43. Detail Plan Segmen 3 .............................................................................. 87
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Form Kuisioner Penelitian ........................................................................... 97 2. RTH di Jalan Slamet Riyadi (Sumber ; Dinas Pertamanan) ......................... 99 3. Peta Kota Solo (Sumber : Dinas PU Kota Solo) .......................................... 100 4. Nama-Nama Kampung di Kawasan Perencanaan ........................................ 101 5. Wisata Kuliner yang Potensial di Kota Solo ................................................ 103 6. Daftar Benda Cagar Budaya (BCB) Kota Surakarta .................................... 104 7. Design Guidelines ...................................................................................... 107 8. Contoh Peta Jalur Interpretasi Singapura .................................................... 108 9. Perijinan Penelitian .................................................................................... 109
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Lanskap Kota Surakarta (Solo)1 awalnya berkembang di tepian Sungai Bengawan Solo pada saat Kota Surakarta sebagai ibukota Kerajaan Mataram. Invasi koloni Belanda di Nusantara telah banyak merubah karakter asli kota ini yang sebelumnya menggunakan transportasi air sebagai moda transportasi utama. Pemerintah kolonial mulai membangun Kota Surakarta pada tahun 1740 M dengan berbagai infrastruktur termasuk jalan-jalan yang mempunyai pola kotak (grid). Sebuah jalan dibangun memanjang dari timur ke barat bernama Wihelminaan untuk membuka akses menuju Kota Semarang. Jalan yang sekarang bernama Jalan Slamet Riyadi ini membagi Kota Surakarta menjadi dua, sebelah utara menjadi komplek Belanda dan selatan menjadi komplek keraton. Sebagai kota yang pernah mengalami masa kejayaan kerajaan, Kota Surakarta masih memiliki banyak peninggalan yang bersejarah. Peninggalan sejarah tersebut terdiri dari bangunan yang asli peninggalan dari zaman Kerajaan Mataram dan sebagian merupakan warisan peninggalan Kolonial Belanda. Selain bangunan bersejarah yang terpencar di berbagai lokasi, ada juga yang terkumpul di sebuah lokasi sehingga membentuk kawasan kota tua, dengan latar belakang sejarah, sosial, dan budayanya masing-masing. Salah satu kawasan yang masih terdapat bangunan-bangunan bersejarah adalah jalur Jalan Slamet Riyadi. Selain aspek sejarah yang menonjol, jalan ini juga mempunyai aspek budaya yang menarik, salah satunya ditandai dengan adanya Taman Budaya Sriwedari. Jalan Slamet Riyadi ini merupakan jalan utama (arteri) di Kota Surakarta dan menjadi Central Bussiness District (CBD) yang banyak dibangun toko, mal, perbankan, dan berbagai jenis usaha lainnya. Pengembangan jalur ini, dengan aktivitas ekonominya yang dominan, lambat laun dikhawatirkan dapat menggerus nilai-nilai sejarah dan budaya yang terkandung di dalamnya jika tidak mempertimbangkan nilai-nilai tersebut. 1
Nama Solo diambil dari nama suatu desa, yaitu desa Sala. Pada jaman dahulu kala, ketika keraton Kartasura hancur, PB II memindahkan tahtanya ke suatu desa bernama Sala. Kemudian PB II memberi nama Surakarta pada kerajaan barunya. Dalam penggunaan sehari-hari oleh masyarakat Solo lebih banyak digunakan untuk pariwisata dan perdagangan, sedangkan Surakarta digunakan untuk administrasi dan pendidikan (Minerva 2009).
2
Letak Kota Surakarta yang berada di tengah jalur antara Kota Semarang dan Kota Yogyakarta menjadikan kota ini cukup ramai dan berkembang. Hal ini merupakan potensi bagi Kota Surakarta dalam pengembangan kepariwisataannya. Pemerintah Kota Surakarta bahkan telah mencanangkan slogan Solo ‘The Spirit of Java’ sebagai salah satu strategi dalam menarik wisatawan untuk datang berkunjung. Saat ini pemerintah Kota Surakarta juga berupaya meningkatkan potensi wisata Jalan Slamet Riyadi dengan mengembangkan konsep Solo City Walk di sepanjang jalur ini. Agar nilai-nilai sejarah dan budaya yang ada di jalur ini tetap lestari dan dapat dimanfaatkan potensinya untuk tujuan wisata sejalan dengan program pemerintah tersebut, maka rencana pengembangan jalan ini perlu didukung dengan perencanaan lanskap jalur interpretasi yang baik. Oleh karena itu, perencanaan lanskap jalur interpretasi Jalan Slamet Riyadi Kota Surakarta sebagai jalur wisata sejarah budaya perlu dilakukan dengan harapan agar dapat memberikan pengalaman wisata yang menarik dan menyenangkan bagi pengunjung, serta secara tidak langsung menjaga kelestarian nilai sejarah dan budaya kawasan. 1.2. Tujuan Tujuan dari studi tentang perencanaan lanskap jalur interpretasi wisata sejarah budaya jalan Slamet Riyadi, Kota Surakarta ini adalah sebagai berikut: 1. mendeskripsikan aspek kesejarahan dan kebudayaan kawasan Jalan Slamet Riyadi, 2. mengidentifikasi dan menganalisis sumber daya wisata sejarah dan budaya potensial dalam kawasan Jalan Slamet Riyadi, 3. menentukan jalur interpretasi wisata sejarah budaya berdasarkan keberadaan obyek dan atraksi wisata serta aspek budaya yang terdapat di kawasan Jalan Slamet Riyadi, 4. merencanakan lanskap jalur interpretasi wisata sejarah budaya kawasan Jalan Slamet Riyadi.
3
1.3. Manfaat Hasil studi yang diharapkan adalah sebagai berikut: 1. menjadi
masukan
bagi
pemerintah
daerah
Kota
Surakarta
dalam
pengembangan wisata Kota Surakarta, 2. mendukung upaya pelestarian sejarah dan budaya, khususnya pada kawasan Jalan Slamet Riyadi, 3. memudahkan wisatawan dalam pengenalan karakter Kota Surakarta, 4. memenuhi kebutuhan ruang terbuka bagi masyarakat Kota Surakarta dan wisatawan. 1.4. Kerangka Pikir Studi tentang perencanaan jalur interpretasi dan lanskap wisata sejarah dan budaya ini berawal dari keunikan sejarah terbentuknya Jalan Slamet Riyadi. Sejarah Kota Solo dimulai dari statusnya sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Mataram. Pada saat itu, Kota Solo merupakan kota yang menggunakan sungai sebagai jalur transportasi utama. Pemerintahan Kolonial Belanda kemudian ikut mempengaruhi perkembangan kota menjadi berpola grid. Salah satu pengaruhnya adalah alih fungsi sebuah sungai menjadi jalan utama. Sungai tersebut bernama Sungai Bathangan, sebuah sungai lurus yang berada di tengah kota. Perkembangan selanjutnya, jalan utama yang kini bernama jalan Slamet Riyadi tersebut memiliki nilai sejarah dan budaya yang tinggi. Hal ini karena di kawasan jalan tersebut menjadi pusat aktivitas masyarakat serta pemerintahan dalam periode waktu yang berbeda-beda. Pemerintah Kota Surakarta juga berupaya untuk meningkatkan citra Jalan Slamet Riyadi dengan mengembangkan Solo City Walk, yaitu program pedestrianisasi sepanjang jalur Jalan Slamet Riyadi. Nilai sejarah budaya yang tinggi dan program pemerintah dalam mengembangkan kawasan jalan tersebut merupakan potensi wisata yang apabila dikelola dengan baik maka akan menciptakan kawasan wisata sejarah budata yang tertata dengan baik. Perencanaan lanskap jalur interpretasi wisata sejarah budaya Jalan Slamet Riyadi perlu untuk dilakukan demi menjaga kelestarian nilai sejarah budaya kawasan Jalan Slamet Riyadi. Selain itu, manfaat lain yang didapatkan adalah menjadikan kawasan ini sebagai kesatuan wisata yang atraktif, terpadu, serta
4
nyaman bagi wisatawan dalam melakukan kegiatan interpretasi. Pendekatan yang digunakan adalah dengan merencanakan jalur interpretasi terlebih dahulu agar meningkatkan nilai sejarah dan budaya yang telah ada. Perencanaan jalur interpretasi ini juga dimaksudkan untuk mendukung program pemerintah yang telah ada sebelumnya. Gambar 1 berikut adalah diagram alir kerangka pemikiran dalam studi ini.
Kota Surakarta/Solo
Pengaruh Kolonial Belanda
Berbasiskan Transportasi Sungai
Alih Fungsi Sungai Bathangan Menjadi Jalan
Perkembangan Kota Berpola Grid
Nilai-Nilai Sejarah dan Budaya
Koridor Jalan Slamet Riyadi
Jalur Wisata (Solo City Walk)
Kota Kerajaan Jawa
Potensi Wisata Sejarah dan Budaya
Kelestarian Nilai Sejarah dan Budaya Kawasan
Interpretasi Sejarah Budaya sebagai Atraksi bagi Wisatawan
Perencanaan Lanskap Jalur Interpretasi Wisata Sejarah Budaya Jalan Slamet Riyadi Kota Surakarta Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Pikir Penelitian.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Kota Surakarta
2.1.1. Sejarah Pada abad XVIII, Kota Solo memanfaatkan sungai terpanjang di Pulau Jawa, yaitu Sungai Bengawan Solo sebagai jalur transportasi utama yang menghubungkan Solo dengan Bandar Surabaya. Kota Solo mendapat julukan Kota Bengawan karena site-nya berada di tepian Sungai Bengawan Solo. Wilayah ini merupakan dataran rendah di antara vulkan-vulkan (intermountain-plain) Merapi dan Merbabu di sebelah barat dan Lawu di sebelah timur (Hadi 2001). Kota Solo atau Surakarta pada awalnya merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Mataram. Melalui Perjanjian Gianti pada tahun 1755, Kerajaan Mataram pecah menjadi Kerajaan Surakarta Hadiningrat dan Ngayogyakarta Hadiningrat. Perjanjian Salatiga tahun 1757 menyebabkan Kerajaan Surakarta pecah menjadi dua, Kasunanan dan Mangkunegaran. Kota Surakarta tetap menjadi tempat kedudukan kedua kerajaan tersebut sampai saat ini. Pemerintahan Kota Surakarta dimulai sejak ditetapkan sebagai ibukota karesidenan pada tahun 1946, dan kemudian pada tahun 1965 ditetapkan sebagai Ibukota Daerah Tingkat II Kotapraja Surakarta dan sekarang berstatus kotamadya (Hadi 2001). Lebih lanjut, Hadi (2001) mengambil kesimpulan bahwa “Solo Lama” adalah pusat pemerintahan Kerajaan Surakarta Hadiningrat. Solo Lama merupakan
kawasan
deliniasi
antara
Keraton
Surakarta
dan
Keraton
Mangkunegaran. Pada kawasan ini sampai sekarang masih terdapat nama-nama pasar tempat penduduk melakukan transaksi, lekat dengan fungsinya sebagai pasar musiman dalam nama-nama hari Jawa. Pola penyebaran pasar-pasar ini membentuk konfigurasi kota yang cenderung berkembang mengikuti pola grid bentukan pengaruh kolonial. Pasar-pasar tradisional yang tumbuh saat Solo sebagai pusat Kerajaan Surakarta, antara lain Pasar Kliwon, Pasar Pon, Pasar Legi, Pasar Gedhe, Pasar Slompretan (sekarang Klewer), Pasar Kembang, dan Pasar Ngapeman.
6
2.1.2. Perkembangan Kota a. Perkembangan Tata Ruang Luas administrasi Kota Surakarta adalah 4.404 hektar terdiri dari 5 wilayah kecamatan dan 51 kelurahan (Hadi 2001). Sebuah jalan yang lurus dan lebar memanjang dari barat ke timur, yaitu Jalan Slamet Riyadi, membagi Kota Surakarta menjadi dua bagian, yaitu bagian utara yang bersifat profane/tercemar dan bagian selatan yang bersifat sakral. Kompleks Keraton dan kedua alun-alun jelas termasuk ke bagian Kota Selatan yang sakral. Pemukiman orang asing yang beragama lain dan daerah bekas teritorial seperti Mangkunegaran dan Kota Eropa terdapat di bagian utara kota (Santoso 2008). Selanjutnya, Hadi (2001) menyampaikan bahwa pengembangan kota ke arah barat dan selatan cenderung didominasi oleh industri dan komersial tanah di wilayah tersebut dikembangkan dari endapan alluvial vulkanik muda yang subur dan merupakan aquifer yang baik. Potensi air tanah memungkinkan untuk penyediaan air baku industri. Masalah yang mungkin timbul adalah tejadinya konflik kepentingan antara kebutuhan tanah untuk industri dan tanah untuk pertanian. Demikian juga eksploitasi air tanah untuk industri dan limbah industri yang akan mencemari sungai-sungai sebagai badan air yang menerima limbah antara lain Kali Pepe dan Kali Wingko karena industri-industri tersebut letaknya di hulu. Pengaruh regulasi makro yang menetapkan Kota Surakarta sebagai pusat pengembangan Jawa Tengah bagian selatan dan timur (Pusat Pertumbuhan Wilayah IV) dan pusat zona industri Solo-Yogya telah membawa perkembangan tata ruang kota sesuai dengan fungsi baru yang harus didukung atau pengembangan fungsi lamanya (Hadi 2001). Di dalam wilayah kota, Hadi (2001) melihat bahwa pusat kota berkembang di sekitar kedua keraton yaitu Kasunanan dan Mangkunegaran yang pada awalnya pusat pemerintahan, berkembang menjadi daerah perdagangan, jasa perkantoran, hiburan, dan wisata. Beberapa perumahan di pemukiman ini menjadi tinggi intensitasnya dan beralih fungsi menjadi kawasan komersial dan dunia usaha. Pusat-pusat kegiatan lain di luar pusat kota berkembang secara linier maupun terpusat, menggeser fungsi pemukiman/perumahan termasuk perumahan tipe vila
7
(perumahan besar) di jalan-jalan utama yang berkembang menjadi daerah komersial, niaga, dan jasa. Berbagai kegiatan industri, manufaktur, jasa, juga berkembang di pinggiran kota di luar wilayah admisnistratif Kota Surakarta karena memerlukan tanah yang luas dan harga tanah yang relatif murah. Pertumbuhan ke luar kotamadya ini didukung oleh prasarana dan sarana transportasi yang memadai. b. Karakteristik Transportasi Menurut Hadi (2001) perkembangan kota secara fisik pada arah barattimur dipengaruhi oleh perkembangan jalur transportasi (jalan raya) Solo-Yogya dan Solo-Semarang, juga oleh berkembangnya pangkalan udara Adi Sumarmo menjadi Bandara Internasional di sektor barat; sedangkan ke arah timur dipengaruhi oleh perkembangan jalur transportasi darat (jalan raya) SoloSurabaya dan perkembangan kawasan industri Palur. Perkembangan tata ruang kota dan perluasannya ke wilayah-wilayah kabupaten di sekitarnya melahirkan wilayah
perkembangan
terpadu
Subosuka
(Surakarta-Boyolali-Sukoharjo-
Karanganyar). Letak Solo yang berada di tengah jalur antara Semarang dan Yogya menjadikan Solo menjadi kota yang cukup ramai dan berkembang. Subosuka terletak pada jalur lintas selatan sistem transportasi regional Pulau Jawa yang terdiri dari beberapa rute moda transportasi, yaitu; a. Lintas utama KA dari Jakarta, Bandung, Yogya, Semarang menuju Surabaya. Sebuah cabang dari jalur ini menuju ke Purwodadi di bagian utara. Jalur lain yang berasal dari Solo adalah ke Wonogiri di bagian selatan. b. Jalan Arteri Primer yang menghubungkan bagian timur dan barat Subosuka dengan jalan utama di pusat Kota Solo yaitu Jalan Slamet Riyadi menghubungkan jalan menuju Semarang, Yogya, dan Surabaya. c. Sistem transportasi darat ini mendukung sistem transportasi iregional dengan wilayah lain, yaitu Bandara Adi Sumarmo (Hadi 2001). 2.1.3. Lanskap Sejarah dan Budaya Menurut Santoso (2008), hanya kota-kota (peninggalan sejarah kerajaan Mataram) seperti Solo dan Yogya yang masih bisa mempertahankan bentuk asli mereka sampai batas-batas tertentu. Peran sejarah Kota Solo sejak jaman pra-
8
kerajaan hingga jaman kemerdekaan tidak dapat diabaikan. Hal tersebut terlihat dari banyaknya peninggalan bersejarah di Kota Solo. Tabel 1 merupakan hasil identifikasi bangunan-bangunan kuno berdasarkan studi Zaida (2004). Tabel 1. Bangunan-Bangunan Kuno Bersejarah di Kota Solo No
Bangunan Bersejarah Keraton Surakarta Hadiningrat
Tahun Dibangun 1745
2
Benteng Vastenberg
1745
3
1757
4
Pura Mangkunegaran Masjid Agung
5
Stasiun Balapan
-
6
Stasiun Purwosari
1875
7
Loji Gandrung
-
8
Vihara Avalokiteswaru
-
9
Vihara Po-An-Kiong Pasar Gede Hardjonagoro
1881
11
Taman Sriwedari
1899
12
Stasiun Jebres
1900
13
Gereja St. Antonius Javache Bank
1905
Taman Balekambang
1916
1
10
14
15
1777
1893
1908
Keterangan Merupakan cikal bakal pembentukan Kota Surakarta dengan ciri arsitektur tradisional Jawa. Namun keraton saat ini hanya menjadi sebuah situs bersejarah seperti layaknya candi. Berfungsi sebagai titik pertahanan kolonial di Jawa Tengah dengan bangunan bergaya kolonial. Namun kondisinya saat ini lebih menyerupai puing-puing, beberapa bagian atap di bangunan utama sudah tidak bergenting. Menggambarkan percampuran antara arsitektur tradisional dengan arsitektur barat. Dibangun dengan arsitektur tradisional Jawa. Kondisi saat ini masih cukup terawat namun di sekitar bangunan ini banyak berdiri bangunan-bangunan modern yang bersifat komersial. Merupakan bangunan gaya kolonial yang berfungsi sebagai sarana transportasi yaitu kereta api. Kondisi cukup terawat hingga saat ini. Sebagai pendukung Stasiun Balapan. Bangunan berarsitektur barat ini masih berfungsi sebagai stasiun kereta api namun kondisinya kurang terawat. Bangunan berarsitektur kolonial ini sekarang digunakan sebagai rumah dinas Walikota Surakarta dan masih utuh kondisinya. Merupakan rona arsitektur yang berbeda dengan lingkungannya karena pengaruh Cina mendominasi. Kondisi cukup terawat dan masih berfungsi sebagai tempat ibadah agama Budha. Ciri arsitektur Cina sangat tercermin dari bentuk maupun ornamen-ornamennya. Kondisi saat ini masih cukup terawat. Bangunan ini merupakan persenyawaan antara bentuk kolonial (dinding tebal / kolom yang besar / tegas) dengan konsep tradisional (bentuk atap bentuk joglo atau limasan). Pada tahun 1927 pernah dilakukan perbaikan, kondisi saat ini masih cukup baik. Taman ini telah mengalami perubahan sebagai taman yang memiliki unsur budaya menjadi kawasan bernilai ekonomi dan wisata. Bangunan bergaya kolonial ini tetap seperti aslinya, belum pernah ditambah atau dikurangi meskipun saat ini telah berkembang sebagai stasiun peti kemas. Bangunan yang didirikan dengan gaya arsitektur barat ini belum pernah mengalami perubahan bentuk maupun fungsinya. Merupakan kantor bank pertama kali di Surakarta dengan arsitektur kolonial. Sekarang menjadi gedung Bank Indonesia, kondisinya baik. Sebagai bekas taman dan pemandian putri pemerintahan Mangkunegaran.
Sumber: Zaida 2004
Berdasarkan letak-letak bangunan kuno bersejarah di Kota Solo, Zaida (2004) mengidentifikasi kawasan “Solo Lama”. Terdapat beberapa area yang mempunyai nilai sejarah di Kota Solo yang dapat menjadi linkage area untuk
9
dikembangkan sebagai motor penggerak aktivitas kota dan perlu dibenahi untuk meningkatkan karakter Kota Solo. Linkage area terdiri dari tapak bersejarah dan ruang terbuka bersejarah (Gambar 2). Kawasan Berikat Tapak Bersejarah (Integrated Linkage of Historical Area) Kawasan- kawasan yang tercakup di dalamnya adalah kawasan Keraton Kasunanan Surakarta, kawasan Pura Mangkunegaran, kawasan Balaikota-Pasar Gedhe, serta kawasan benteng Vastenberg yang berada di pusat kota dan sebagai kawasan perdagangan dan pemerintahan. Zaida (2004) menganalisis bahwa di sekitar kawasan ini sering terjadi perbenturan nilai-nilai tradisional dengan nilainilai yang timbul kemudian. Untuk itu pada kawasan ini perlu didesain sebuah kawasan perdagangan yang tetap mengacu kepada kedudukan Keraton dan Mangkunegaran. Sesuai dengan konsep manca-pat2, kawasan inti Keraton (istana, alun-alun, masjid, dan pasar) dan Mangkunegaran harus steril dari kegiatan perdagangan. Pusat-pusat pertokoan dan pedagang kaki lima (PKL) tidak seharusnya berada di sekitar kawasan keraton ataupun alun-alun, karena jika mengacu konsep manca-pat telah dibangun Pasar Gedhe di luar keraton. Kawasan Berikat Ruang Terbuka Bersejarah (Integrated Linkage of Historical Open Space) Kawasan yang tercakup di dalamnya adalah Taman Sriwedari, kawasan Taman Balekambang, dan Kawasan Taman Jurug. Ketiga kawasan ini merupakan bagian dari sejarah perkembangan Kota Solo dimana fungsinya adalah sebagai ruang terbuka publik dan sarana rekreasi bagi warga kota. Selain berfungsi sebagai sarana rekreasi dan hiburan, dapat pula sebagai kegiatan industri wisata seperti pameran pembangunan serta kegiatan promosi wisata dan kebudayaan yang menarik minat wisatawan. Dalam perencanaan kawasan ini, dapat dihadirkan elemen-elemen lanskap baik elemen keras seperti jalur pedestrian, plasa, jalan, pagar, gedung kesenian, dan lain-lain ataupun elemen lunak seperti vegetasi dan air, bernuansa masa lalu sehingga warga kota ataupun pengunjung dapat merasakan bentuk kota tradisional pada masa lampau (Zaida 2004). 2
Manca-pat diartikan oleh Santoso (2008) sebagai sebuah satuan ruang yang disucikan dengan membaginya menjadi empat bagian (pat ) yang berpusat di tengah (alun-alun utara), yaitu sebelah barat melambangkan ukhrowi ditandai dengan Masjid Agung (1), selatan melambangkan istana raja ditandai dengan istana (2), timur melambangkan duniawi ditandai dengan Pasar Gedhe Hardjonagoro (3), dan utara melambangkan pemerintahan ditandai dengan adanya kepatihan (4).
10
Sumber : Zaida 2004 a. Linkage of Historical Area
b. Linkage of Historical Open Space
Gambar 2. Historical Linkage
Perencanaan kota harus tetap mempertahankan nilai-nilai sejarah dan budaya yang telah ada sebelumnya. Dalam merencanakan sebuah kawasan kota yang terdapat banyak obyek sejarah, harus dipertimbangkan keberadaan obyekobyek sejarah tersebut. Menurut Zaida (2004) alasan tentang pemberian perhatian pada bangunan kuno bersejarah sebagai pertimbangan dalam perencanaan dan pembangunan kota adalah sebagai berikut: 1. lingkungan dan bangunan kuno bersejarah dengan ragam arsitekturnya yang khas merupakan asset yang sangat berharga dalam bidang pariwisata; 2. peninggalan karya arsitektur kuno, baik tradisional maupun peninggalan kolonial, merupakan rekaman sejarah dalam bentuk visual yang menyiratkan kesinambungan peri kehidupan masyarakat dari waktu ke waktu; 3. pada masa-masa yang penuh perubahan cepat, lingkungan dan bangunan kuno bersejarah memberikan suasana tersendiri yang unik, segar akrab serta dapat menjadi “tengeran” atau landmark untuk orientasi; 4. generasi mendatang membutuhkan rasa aman dan kebanggaan, yang akan diperoleh melalui peluang untuk melihat, menyentuh, dan merasakan bukti fisik sejarah serta kekayaan budaya nenek moyang; 5. dengan dilestarikannya bangunan kuno bersejarah di segenap tempat, khasanah wajah lingkungan akan menjadi lebih kaya; 6. keberhasilan perencanaan dan perancangan lingkungan binaan akan menjadi bekal dan pelajaran berharga bagi kegiatan serupa di masa depan.
11
2.2. Jalan Slamet Riyadi 2.2.1. Karakteristik Menurut Malik (2007), pada abad ke-19 tepat berhadapan dengan benteng Vastenberg, menjadi pusat pemukiman Belanda yang dinamakan Kampung Baru. Di pusat pemukiman Belanda terdapat jalan ke arah barat menuju Kartasura dan ke Semarang. Santoso (2008) mengemukakan jalan yang lurus dan lebar tersebut memanjang dari barat ke timur membagi Solo menjadi dua bagian, yaitu bagian utara yang telah tercemar (profane) dan bagian selatan yang sakral. Kompleks Keraton dan kedua alun-alun termasuk ke dalam bagian Kota Selatan yang sakral (Santoso 2008). Dengan dibukanya jalan menuju Semarang, terjadi pertumbuhan ekonomi dan kultural pada masyarakat Solo. Sejak itu keberagaman etnis, tradisi dan kesenian tumbuh di masyarakat wilayah utara dan selatan kota (Malik 2007). Jalan yang pada mulanya dinamakan Wihelminaan ini sekarang bernama Jalan Slamet Riyadi (Malik 2007). Jalan ini merupakan jalan utama/arteri di pusat Kota Surakarta yang menghubungkan bagian timur dan barat Subosuka dan juga menghubungkan Surakarta dengan Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya (Hadi 2001). Selain itu, di Jalan Slamet Riyadi terdapat sebuah rel kereta api yang menyatu dengan jalan dan berada di sebelah selatan jalan. Rel kereta api yang merentang di Jalan Slamet Riyadi ini, adalah rel jurusan Solo-Wonogiri (Primartantyo 2008). Jalan Slamet Riyadi memiliki nilai-nilai sejarah dan budaya yang sangat tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan keberadaan obyek-obyek sejarah kolonial dan budaya Jawa yang masih terlihat hingga saat ini, termasuk kedua keraton, yaitu. Kasunanan dan Mangkunegaran. Menurut Hadi (2001), pusat kota berkembang di sekitar kedua keraton, yaitu Kasunanan dan Mangkunegaran, menjadi daerah perdagangan, jasa perkantoran, hiburan, dan wisata yang pada awalnya merupakan pusat pemerintahan. Jalan Slamet Riyadi, juga ikut berkembang menjadi daerah komersial, niaga, dan jasa. 2.2.2. Rencana Pengembangan Zaida (2004) memaparkan bahwa di sepanjang Jalan Slamet Riyadi yang diperuntukkan sebagai perkantoran, pertokoan, dan jasa pelayanan, dalam perencanaanya dapat dikembangkan dengan desain bangunan atau perabot jalan
12
(street furniture) yang mengacu pada arsitektur tradisional, sehingga tercipta kesatuan ruang. Dari hasil perencanan kawasan ini, dapat dikembangkan kegiatan wisata budaya yang dipadukan dengan wisata belanja. Rejeki (2006) menyatakan bahwa bangunan-bangunan di sepanjang Jalan Slamet Riyadi juga menampilkan bangunan bercorak kolonial-jawa sebagai ciri khas Kota Surakarta. Lebih lanjut Rejeki (2006) menyampaikan bahwa Pemerintah Kota (Pemkot) Solo saat ini telah mengembangkan konsep city walk di sepanjang Jalan Slamet Riyadi sehingga bisa digunakan untuk berjalan dan menarik para wisatawan. Pada tahap awal pengembangan city walk, Pemkot Surakarta telah menata pedagang kaki lima (PKL) dengan menertibkan dan membangun shelter PKL. Solo City Walk dibangun di sebelah selatan Jalan Slamet Riyadi, mulai dari Purwosari hingga ke Bundaran Gladak dan Pasar Gede. Jalur pedestrian dilebarkan dengan cara menghilangkan jalur lambat dan menggabungkannya dengan trotoar yang sudah ada sehingga terbentuk jalur pedestrian baru selebar lima meter. Jalur pedestrian ini dilengkapi dengan kursi-kursi bagi pejalan kaki, taman, dan penambahan pepohonan. Selanjutnya Primartantyo (2008) menyebutkan bahwa PT Kereta Api telah mempertimbangkan untuk mengoperasikan trem di jalur kereta api yang merentang sepanjang jalan utama Kota Surakarta ini. Trem beroperasi di sejumlah kota Indonesia sejak zaman Belanda. Setelah zaman merdeka, perlahan trem-trem ini dihentikan operasinya dan diganti bus kota sebagai angkutan massal. Selain sebagai angkutan, trem juga bisa diarahkan untuk paket wisata, sepanjang jalur kereta di pinggir Jalan Slamet Riyadi banyak bangunan bersejarah seperti Museum Radya Pustaka, Keraton, dan lainnya. 2.3. Wisata 2.3.1. Pengertian Wisata Menurut Gunn (1993), wisata merupakan perjalanan sementara yang dilakukan orang menuju sebuah tujuan selain tempat asal mereka bekerja dan tinggal, mereka melakukan aktivitas selama di tujuan tersebut dan fasilitasfasilitas dibuat untuk memenuhi kebutuhan mereka. Menurut Pendit (2002), wisata sebagai istilah bahasa Indonesia adalah padanan istilah bahasa Inggris tourism yang dipakai oleh Negara-negara Eropa
13
Barat dan travel oleh orang Amerika Utara, yang mengandung makna ‘kepergian orang-orang, dalam jangka waktu pendek, sementara, ke tempat-tempat tujuan diluar tempat tinggal dan bekerja sehari-harinya serta kegiatan-kegiatan mereka selama berada ditempat-tempat tujuan tersebut untuk berbagai motivasi asal usaha mereka tidak untuk mencari nafkah. Wisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktif lainnya. 2.3.2. Wisata Sejarah Untuk sumber-sumber sejarah, tipe pengembangan dapat dilakukan pada obyek-obyek seperti: tempat yang bersejarah, arsitektur bersejarah, tempat yang suci, museum yang menggambarkan berbagai era sejarah, pusat budaya, pawai sejarah, festival, landmark, dan taman bersejarah. Untuk keperluan wisata, tapak, stuktur, serta kegiatan yang berkaitan dengan tempat tersebut merupakan dasar atraksi wisata (Gunn 1993). Menurut Gunn (1993), perlu usaha lebih agar pemilik situs-situs sejarah yang vital terdorong agar mempercayakan wewenang perlindungan dan pengelolaan kepada
pihak
negara.
Dibutuhkan sebuah program untuk
meningkatkan dorongan guna pelestarian kembali sumber-sumber sejarah. Hal ini dapat diantisipasi dengan pembuatan zona baru yang berhubungan dengan aspek sejarah guna identifikasi sumber-sumber sejarah selama proses perencanaan keseluruhan. Suatu daerah tertentu sedikit banyaknya memiliki ciri sejarah berupa benda acuan (landmark). Pengetahuan terhadap letak dan kegunaan benda acuan ini sangat berharga untuk suatu penafsiran terhadap daerah yang akan dikelola secara menyeluruh,
juga dalam hal meletakkan tampilan khusus dan
menjadikannya sebagai pusat perhatian. Beberapa aspek pada tapak yang merupakan ciri sejarah: rute bersejarah, bangunan bersejarah, tapak bersejarah (Chiara dan Koppelmen 1994).
14
2.3.3.
Wisata Budaya Lanskap wisata sejarah juga sangat berkaitan erat dengan budaya
masyarakat lokal karena hasil interaksi serta persepsi masyarakat lokal terhadap warisan sejarah merupakan kebudayaan yang tidak ternilai harganya. Menurut Marbun (1994), kota Indonesia masa kini dan masa depan tidak perlu menjiplak model dari dunia luar, tetapi harus menggali nilai-nilai/budaya Indonesia dan memadukan secara harmonis sesuai dengan kemajuan teknologi. Wisata budaya adalah wisata yang dilakukan atas dasar keinginan, untuk memperluas pandangan hidup seseorang dengan jalan mengadakan kunjungan atau peninjauan ke tempat lain atau keluar negeri, mempelajari keadaan rakyat, kebiasaan, dan adat istiadat mereka, cara hidup mereka, budaya dan seni mereka. Perjalanan ini sering disatukan dengan kesempatan-kesempatan mengambil bagian dalam kegiatan-kegiatan budaya, seperti eksplorasi seni, atau kegiatan yang bermotif kesejarahan dan sebagainya (Pendit 2002). 2.4. Jalur Interpretasi 2.4.1. Pengertian Interpretasi Tilden dalam Sharpe (1982) mengemukakan bahwa interpretasi adalah aktivitas pendidikan yang bertujuan untuk mengungkapkan makna dan asal-usul sebuah obyek bersejarah dengan berbagai media ilustrasi. Selanjutnya Sharpe (1982) menyimpulkan bahwa interpretasi merupakan hubungan komunikasi antara pengunjung dengan obyek yang dikunjunginya. Knudson dalam Damayanti (2003) menyatakan bahwa interpretasi adalah mengkomunikasikan arti sebuah tempat dan kejadian, serta memunculkan maknamakna yang tersembunyi. Secara umum, interpretasi adalah penerjemahan dari fenomena sejarah, budaya, dan alam sehingga para pengunjung dapat memahami dengan baik dan menikmati apa yang disampaikan. 2.4.2. Teknik dalam Pengembangan Jalur Interpretasi Peter Howard dalam Riyanto (2008) mengulas tentang interpretation in practice dan beberapa butir penting menyangkut hal ini antara lain adalah: 1) interpretasi merupakan salah satu dari tiga bagian utama heritage selain konservasi dan manajemen;
15
2) interpretasi
memiliki
berbagai
makna
berkaitan
dengan
mengkomunikasikan heritage kepada masyarakat yang meliputi interpretasi langsung dan kemasan (design); 3)
persoalan dalam interpretasi antara lain adalah menyangkut apa yang harus disampaikan, bagaimana caranya, dan untuk siapa;
4)
interpretasi dengan kemasan (design) akan menyangkut beberapa hal seperti: a) diperlukan keahlian dalam mengemas (mendesain), b) sasarannya adalah kelima panca indra pengunjung, c)
bentuknya meliputi: pameran, leaflet, label, audio-video, sistem teknologi informasi (multi media), tata suara, musik, replika, contoh/peniruan,
d) prosesnya meliputi tiga tahapan: strategi, taktis, pelaksanaan. Ham dalam Damayanti (2003) menyebutkan beberapa teknik presentasi interpretasi yaitu: (1) penyampaian lisan, tulisan; (2) pemandu perjalanan wisata; (3) brosur dan publikasi; (4) pameran; (5) penanda; (6) self-guided trails. Untuk mendukung pelaksanaan teknik interpretasi dibutuhkan kelengkapan interpretasi seperti tempat pameran, penanda, bangku, jalur, kelengkapan sepanjang jalur, dan amphitheater.
Gunn (1993) berpendapat bahwa untuk pengembangan wisata yang berkelanjutan dibutuhkan kontrol oleh pengelola, dalam hal ini pemerintah, dan pihak pengunjung demi kenyamanan mereka sendiri. Beberapa kontrol yang berpengaruh untuk menyeimbangkan penggunaan wisata dengan perlindungan situs-situs bersejarah yaitu pos masuk, pusat pengunjung, pelaksanaan peraturan yang santun dan efektif, pengelolaan sumber-sumber sejarah, pengenalan dan interpretasi lingkungan. Salah satu kontrol yang paling penting adalah pusat interpretasi. Pusat interpretasi pengunjung adalah sebuah fasilitas dan program yang didesain untuk melengkapi pengetahuan dan wawasan pengunjung terhadap sumber-sumber wisata alami maupun budaya. Alokasi ruang untuk fasilitas pusat interpretasi terbukti telah membuat pengalaman wisatawan lebih mengenang dan tidak terlupakan (Gunn 1993). Hal ini karena pengunjung lebih mengetahui tempat mana saja yang harus dikunjungi sesuai dengan waktu yang dimiliki.
16
2.5. Perencanaan Lanskap Wisata Menurut Hall (2000), perencanaan wisata tidak hanya mengarah kepada spesifikasi pengembangan wisata dan promosi walaupun hal tersebut memang penting. Wisata harus terintegrasi dengan proses perencanaan secara menyeluruh agar tujuan utama dari pengembangan ekonomi, sosial, dan lingkungan dapat sesuai dengan pengembangan wisata. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kawasan wisata adalah ketersediaan obyek dan atraksi wisata, pelayanan wisata, dan transportasi pendukung. Obyek dan atraksi wisata merupakan andalan utama untuk mengembangkan kawasan wisata. Wisata harus direncanakan untuk memastikan bahwa wisatawan dapat dengan bebas memperkaya diri dengan mendapatkan sesuatu yang baru, petualangan, dan penghargaan terhadap diri sendiri dengan mencapai obyek yang diinginkan (Gunn 1993). Berikut ini adalah pertimbangan dalam penelitian daya tarik wisata sejarah dan budaya. Tabel 2. Kriteria Penelitian Daya Tarik Wisata Sejarah dan Budaya (Pendit 2002) Aspek Sejarah
Jenis Peninggalan Purbakala
Budaya
Adat Istiadat
Seni Bangunan Pentas dan Pagelaran Pameran Pekan Raya
Obyek/Atraksi Wisata Bekas istana, tempat peribadatan , kota tua dan bangunan-bangunan purbakala, peninggalan sejarah, dongeng atau legenda. Pakaian, makanan dan tatacara hidup daerah, pesta rakyat, kerajinan tangan dan produk-produk lokal lainnya. Arsitektur setempat seperti candi, pura, masjid, gereja, industri, bangunan adat, dan sebagainya. Gamelan, musik, seni tari, pekan olahraga, kompetisi, pertandingan dan sebagainya. Pekan raya-pekan raya bersifat industri komersial.
III. METODOLOGI
3.1. Tempat dan Waktu Studi mengenai perencanaan lanskap jalur interpretasi wisata sejarah budaya ini dilakukan di Kota Surakarta, tepatnya di kawasan Jalan Slamet Riyadi. Studi ini dilaksanakan selama 6 bulan, yaitu dari Februari 2009 – Juli 2009. Jalan Slamet Riyadi mempunyai panjang sekitar 4,6 km. Kawasan Jalan Slamet Riyadi ini termasuk ke dalam administrasi 4 kecamatan, yaitu Kecamatan Laweyan, Kecamatan Banjarsari, Kecamatan Serengan, dan Kecamatan Pasar Kliwon. Gambar 3 berikut merupakan peta lokasi studi.
Gambar 3. Lokasi Penelitian
3.2. Bahan dan Alat Bahan yang dimaksud yaitu data yang digunakan untuk melengkapi studi ini. Data yang digunakan dibagi menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang langsung diambil di lapangan berupa letak koordinat, foto, kuesioner tentang keinginan penduduk serta pengunjung, dan
18
informasi yang didapat dari wawancara. Adapun data sekunder didapatkan dari berbagai pustaka dan informasi dari pihak-pihak terkait. Tabel 3 berikut ini menjelaskan alat-alat yang digunakan untuk pengambilan data di lapang dan pengolahan data di studio. Tabel 3. Alat Pengambilan Data, beserta Kegunaan, dan Keluarannya Alat
Kegunaan
Keluaran
Kegiatan Lapang Global Positioning System (GPS) Kamera digital
Menandai serta menentukan koordinat beberapa tempat di lokasi penelitian. Mendokumentasikan obyek yang diamati di lapang.
Peta
Kegiatan Studio Kertas dan alat gambar Mengolah draft perencanaan. Komputer Grafis Dan Berbagai Aplikasinya : Mengolah data tulisan (text) berupa deskripsi dan Microsoft Word seluruh pelaporan tulisan. Koreksi geometris pada peta yang digunakan dan AutoCAD Land i pengolah data awal dari GPS. Membuat gambar rencana lanskap, potongan, dan AutoCAD berbagai gambar yang berhubungan dengan spasial. Membuat ilustrasi dari rencana dibuat. SketchUp CorelPhotoPaint dan Adobe Pothoshop CorelDraw
Membuat ilustrasi gambar dan memperhalus tampilan gambar yang telah dibuat dengan AutoCAD dan Sketch Up. Layout hasil akhir gambar.
Foto
Peta Laporan tertulis Peta Peta Gambar perspektif Peta Gambar Peta Gambar
3.3. Batasan Studi Studi ini dilaksanakan sampai pada tahap perencanaan yang hasilnya berupa tulisan dan gambar. Rencana yang dihasilkan berupa rencana jalur interpretasi dan rencana lanskap jalur interpretasi wisata sejarah budaya Jalan Slamet Riyadi, Kota Surakarta. 3.4. Metode Studi Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelusuran sejarah yang terdiri dari studi literatur, wawancara dengan narasumber, dan pengamatan lapang (survey). Adapun tahapan kerjanya didasarkan pada tahapan perencanaan menurut Gold (1980). Tahapan-tahapan perencanaan tersebut adalah: persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, perencanaan, dan perancangan. Penelitian ini hanya akan dilaksanakan hingga tahap perencanaan dengan
19
penambahan tahap penyusunan konsep sebelum tahap perencanaan. Gambar tahapan proses studi yang akan dilaksanakan dapat dilihat pada Gambar 4. Persiapan
Tujuan penelitian Usulan penelitian Informasi sementara
Penentuan batas tapak
Pengumpulan Data/ Inventarisasi
Analisis
Pra penelitian
Data primer dan data sekunder
Kondisi Umum
Deskripsi
Aspek Biofisik
Aspek Sejarah
Aspek Budaya
Aspek Wisata
Identifikasi dan Analisis
Peta Komposit
Sintesis
Rencana blok/ Block plan
Konsep Dasar Rencana Lanskap
Penyusunan Konsep
Konsep Dasar Jalur Interpretasi
Konsep Pengembangan
Perencanaan Lanskap
Rencana Jalur Interpretasi
Rencana Lanskap Jalur Interpretasi Wisata Sejarah Budaya Jalan Slamet Riyadi Kota Surakarta
Rencana Ruang` Rencana Sirkulasi Rencana Aktivitas dan Fasilitas Menentukan Jalur Intrepretasi dan Rencana Lanskap
Gambar 4. Tahapan Proses Penelitian (Modifikasi Gold 1980)
20
3.5. Tahapan Studi 3.5.1. Persiapan Tahap persiapan mencakup kegiatan penetapan tujuan perencanaan, penyusunan rencana kerja dan biaya yang terangkum dalam usulan penelitian, dan pengumpulan infomasi sementara tentang lokasi yang akan diteliti. 3.5.2. Pengumpulan Data/Inventarisasi Tahap inventarisasi merupakan tahap pengumpulan data dan semua informasi yang berkenaan dengan kondisi lokasi studi. Tahap inventarisasi ini bertujuan memenuhi salah satu tujuan penelitian yaitu untuk mendeskripsikan aspek sejarah dan budaya kawasan perencanaan. Data berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui survei lapang (pengamatan dan pengukuran), wawancara, dan kuesioner. Penyebaran kuesioner dilakukan secara acak di sepanjang Jalan Slamet Riyadi dengan jumlah responden empat puluh orang (Lampiran1). Sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi literatur dari buku acuan, data dari dinas terkait, serta pustaka lainnya yang dapat mendukung ruang lingkup studi. Data yang diambil adalah meliputi data aspek biofisik, aspek sejarah, aspek budaya, dan aspek wisata. Selain keempat aspek tersebut juga digunakan data kondisi umum. Data pada kondisi umum digunakan untuk mengenali kawasan yang akan dipelajari. Data yang digunakan dalam studi ini ditampilkan pada Tabel 4. Wawancara3 dilakukan dengan berbagai pihak sesuai dengan bidang keahlian dan profesi yang dimiliki. Data aspek sejarah dilakukan dengan menggunakan metode wawancara. Sumber yang diwawancara adalah Drs. Soedarmono, beliau adalah ahli sejarah Kota Solo dan juga merupakan dosen sejarah di Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3
Sumber wawancara: (1) Ir Arif Nurhadi sebagai Kepala Bidang Cagar Budaya Dinas Tata Kota Surakarta, (2) Drs. Soedarmono sebagai Pakar Sejarah Kota Solo dan Dosen Sejarah Uiversitas Sebelas Maret (UNS), dan (3) Ir. Tri Suryo Kuncoro dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surakarta, dan juga sebagai pengamat sejarah Kota Solo. (4) Pak Budi dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Surakarta. (5) Eddy Harpanto dan Hariyoko dari Dinas Pekerjaan Umum Kota Surakarta.
21
Tabel 4. Jenis, Sumber, Cara Pengambilan Data, dan Bentuk Data No
Jenis Data
Sumber
Cara Pengambilan Data
Bentuk Data
1.
KONDISI UMUM Jumlah dan Kepadatan Penduduk (Demografi)
BPS
Studi Pustaka
Tabel, Deskripsi
2.
Promosi Wisata
Disparbud
3.
Program dan Rencana Pemerintah Kota Tingkat Kunjungan Wisatawan Persepsi serta keinginan pengunjung
Dinas Tata Kota, Dishub Disparbud
Wawancara, Studi Pustaka Wawancara, Studi Pustaka Studi Pustaka
Lapangan
Kuesioner
Lalu Lintas Jalan Slamet Riyadi
Dishub
Studi Pustaka
Gambar, Deskripsi Gambar, Deskripsi Tabel, Deskripsi Diagram, Deskripsi Deskripsi
Dinas Tata Kota, Lapangan Lapangan Dinas Tata Kota Dinas PU BMG Dinas Pertamanan,
Observasi
Peta, Deskripsi Peta, Deskripsi Peta, Deskripsi Tabel, Deskripsi Deskripsi Foto, Tabel, Deskripsi
Dinas Tata Kota Dinas PU, Lapangan,
Observasi Studi Pustaka Studi Pustaka Studi Pustaka Studi Pustaka, Wawancara, Pengamatan Pengamatan, Wawancara,
Lapangan, Dinas Tata Kota
Pengamatan, Wawancara
Foto, Deskripsi
Responden Ahli
Wawancara, Studi Pustaka
Gambar, Deskripsi.
Disparbud
Wawancara, Studi Pustaka
Tabel, Deskripsi
Responden Ahli, Disparbud, Lapangan
Studi Pustaka, Wawancara, Pengamatan Studi Pustaka, Wawancara,
Peta, Foto, Deskripsi
4. 5. 6.
7.
ASPEK BIOFISIK Batas wilayah perencanaan
8. 9. 10. 11. 12.
Aksesibilitas dan Sirkulasi RTRW Kota Surakarta Kemiringan Tanah Iklim dan Kenyamanan Vegetasi
13.
Struktur Perkerasan dan Utilitas Jalan Slamet Riyadi. Fasilitas Wisata
14.
Gambar, Deskripsi
ASPEK SEJARAH 15.
Perubahan Karakter Lanskap ASPEK BUDAYA
16.
Hasil Kebudayaan
17.
ASPEK WISATA Obyek Wisata
18.
Atraksi Wisata
Disparbud, Lapangan
Peta, Foto, Deskripsi
3.5.3. Analisis Tahap analisis dilakukan untuk memenuhi tujuan identifikasi dan analisis terhadap sumbar daya wisata sejarah dan budaya. Analisis yang dilakukan berupa analisis deskriptif dan analisis spasial. Analisis dilakukan pada aspek berikut: aspek biofisik, aspek sejarah, aspek budaya, dan aspek wisata. Penggabungan
22
analisis dari berbagai aspek tersebut merupakan peta komposit yang merupakan hasil akhir dari analisis. Adapun peta komposit merupakan overlay dari analisis aspek sejarah, aspek budaya, sub aspek obyek dan sub aspek atraksi wisata (Gambar 5). Hasil analisis kemudian digunakan sebagai dasar tahap selanjutnya yaitu tahap sintesis.
Gambar 5. Overlay Data Peta Komposit
Aspek biofisik dilakukan untuk mengetahui karakteristik kawasan yang direncanakan. Analisis dilakukan terhadap seluruh sub aspek, baik secara deskriptif maupun analisis spasial. Analisis spasial dilakukan pada sub aspek sirkulasi karena sub aspek ini sangat berhubungan aktivitas wisata yang direncanakan. Selanjutnya pada sub aspek iklim dan kenyamanan, untuk mendapatkan gambaran mengenai derajat kenyamanannya digunakan rumus Thermal Humidity Index/THI (Fandelli dan Muhammad 2009):
THI = 0,8 T + (RH x T) 500
Dengan ; T = suhu udara (ºC), RH = kelembaban nisbi udara (%).
Analisis aspek sejarah dilakukan dengan metode penelusuran sejarah, yaitu analisis sejarah perkembangan kota. Dari analisis yang dilakukan didapatkan zonasi umum perkembangan kota pada masa lampau. Pada aspek budaya, analisis yang dilakukan adalah analisis bentuk kebudayaan. Analisis yang dilakukan menghasilkan zonasi kawasan modern, moderat, dan tradisional. Pembagian kawasan ke dalam tiga zona tersebut perlu
23
dilakukan untuk mempertahankan karakter zona yang masih bersifat tradisional dan meningkatkan citra zona modern dan moderat agar mendukung kegiatan wisata zona tradisional. Analisis aspek wisata dilakukan pada sub aspek obyek wisata dan atraksi wisata. Pada analisis obyek wisata, analisis yang digunakan adalah analisis daya tarik wisata andalan. Sedangkan pada analisis atraksi wisata digunakan analisis persebaran atraksi wisata. Tabel 5 menerangkan kriteria pembobotan dalam analisis sumber daya wisata dengan pendekatan kualitas obyek wisata pada obyek-obyek wisata sejarah dan budaya. Kriteria yang digunakan merupakan modifikasi dari Pedoman dan Daya Tarik Wisata Andalan oleh Depbudpar (2001), sedangkan pembobotan menggunakan metode wawancara dengan tiga responden ahli4. Ketiga proporsi bobot dari masing-masing pakar kemudian diambil rata-rata dan digunakan sebagai dasar pembobotan (Tabel 5). Tabel 5. Kriteria Pembobotan dalam Analisis Daya Tarik Obyek Wisata Aspek Nilai Historis
Keaslian Arsitektural dan Tata Ruang
Lingkungan sekitar
Nilai Edukasi
Bobot* 35%
33,3%
18,3%
13,3%
Kriteria
Nilai
Internasional
30
Nasional
20
Lokal
10
Tinggi
30
Sedang
20
Rendah
10
Asli dan Mendukung
30
Tidak Asli tapi Mendukung
20
Tidak Mendukung
10
Tinggi
30
Sedang Rendah
20 10
Ket : *) Hasil penilaian respondenr ahli (expert judgement). Sumber : Depbudpar 2001 (Modifikasi)
4
Responden ahli yang diwawancara: (1) Ir Arif Nurhadi sebagai Kepala Bidang Cagar Budaya Dinas Tata Kota Surakarta, (2) Drs. Soedarmono sebagai Pakar Sejarah Kota Solo dan Dosen Sejarah Uiversitas Sebelas Maret (UNS), dan (3) Dr. Ir. Nurhayati H.S. Arifin, M.Sc. sebagai Dosen M.K. Pelestarian Sejarah Budaya Lanskap Institut Pertanian Bogor.
24
Aspek sejarah mempunyai tiga kriteria, yaitu: internasional, nasional, dan lokal. Obyek wisata dengan kriteria internasional merupakan obyek sejarah budaya yang mempunyai hubungan langsung dengan pemerintahan bangsa lain dan juga mempunyai aspek wisata yang menarik dan unik hanya terdapat di Kota Solo yang bertaraf internasional. Sedangkan kriteria nasional diperuntukkan bagi obyek yang memiliki peranan penting bagi perkembangan sejarah budaya bangsa Indonesia. Adapun kriteria lokal ditujukan untuk obyek yang menjadi sentra aktivitas kebudayaan bagi masyarakat setempat. Aspek keaslian arsitektural dan tata ruang dibagi ke dalam tiga kriteria, yaitu: tinggi, sedang, dan rendah. Kriteria tinggi adalah untuk obyek wisata yang berupa area dengan keaslian arsitektural lebih dari 50%. Sedangkan kategori sedang obyek wisata berupa area dengan keaslian di bawah 50% atau obyek wisata berupa node dengan keaslian arsitektural di atas 50%. Adapun kategori tinggi adalah obyek berupa node dengan perubahaan di bawah 50% atau obyek yang dari awalnya memang sengaja dibangun sebagai sentra budaya tetapi tidak mempunyai sejarah khusus. Aspek lingkungan sekitar dibagi ke dalam tiga kriteria, yaitu: asli dan mendukung, tidak asli tapi mendukung, dan tidak mendukung. Kriteria asli dan mendukung adalah kriteria bagi obyek yang lingkungan sekitarnya dari dulu mempunyai peruntukan yang sama dengan saat ini dan mendukung untuk kegiatan wisata, contohnya adalah pasar tradisional dan pemukiman. Sedangkan contoh dari kriteria tidak asli tapi mendukung adalah lingkungan berupa hotel, restoran, dan gallery. Adapun kriteria tidak mendukung adalah bagi obyek yang lingkungan sekitarnya tidak mendukung kegiatan wisata sejarah budaya, seperti diskotik. Aspek edukasi dibagi ke dalam tiga kriteria, yaitu: tinggi, sedang, dan rendah. Kriteria tinggi diberikan untuk obyek yang mempunyai nilai tinggi dalam memberikan edukasi kepada masyarakat dan wisatawan, contohnya adalah: museum, gallery, obyek yang mempunyai atraksi wisata reguler, dan lain-lain. Sedangkan nilai sedang diberikan kepada obyek yang juga mempunyai nilai edukatif, tapi lebih bersifat pasif, contohnya: bangunan, tugu, monumen, patung, obyek wisata yang mempunyai atraksi wisata temporal, dan lain-lain. Adapun
25
kriteria rendah diberikan pada obyek-obyek yang nilai edukatifnya sangat rendah, contohnya: obyek sejarah yang beralih fungsi atau kurang bersifat publik. Selanjutnya hasil dari skoring penilaian daya tarik wisata dispasialkan ke dalam tiga kelas zona obyek, yaitu kualitas rendah, sedang, dan tinggi. Untuk mendapatkan selang interval tiga kelas tersebut adalah dengan menggunakan rumus statistik Sturges (Tentua 2010):
IK = Range K
Dimana ; IK Range K
= Interval Kelas = selisih nilai antar kelas (nilai tertinggi - nilai terendah) = Jumlah kelas yang diinginkan
Rumus di atas juga bisa digunakan untuk mencari selang interval pada skoring yang lain. Variabel K bisa dirubah sesuai dengan jumlah kelas yang diinginkan. Dalam penelitian, rumus ini akan digunakan dua kali, yaitu penentuan selang interval pada analisis obyek wisata dan peta komposit.
3.5.4. Sintesis Dari hasil analisis seluruh data dan overlay peta, maka dihasilkan solusi berupa alternatif terbaik pengembangan ruang yang direncanakan dalam bentuk block plan/rencana blok. 3.5.5. Penyusunan Konsep Tahap konsep merupakan dasar sebelum tahap perencanaan. Pada tahap ini ditentukan konsep dasar perencanaan yang terdiri dari konsep dasar rencana lanskap dan konsep dasar jalur interpretasi. Konsep dasar kemudian dikembangan, terdiri dari konsep ruang, konsep sirkulasi , konsep jalur interpretasi, dan konsep aktivitas dan fasilitas. 3.5.6. Perencanaan Jalur Interpretasi Pada rencana jalur interpretasi, kawasan dibagi ke dalam beberapa segmen jalur interpretasi berdasarkan analisis pada tahap sebelumnya. Tiap segmen tersebut ditentukan tema yang sesuai berdasarkan karakter dominan zona tersebut. Selanjutnya perencanaan jalur interpretasi ini dilanjutkan sampai tahap perencanaan lanskapnya.
26
3.5.7. Perencanaan Lanskap Jalur Interpretasi Tahap perencanaan lanskap ini difokuskan pada rencana jalur interpretasi wisata. Pada tahap ini dibuat rencana lanskap jalur interpretasi wisata sejarah budaya yang mempertimbangkan konsep yang telah ditetapkan dan rencana jalur interpretasi yang dibuat pada tahap sebelumnya. Rencana lanskap ini termasuk di dalamnya rencana ruang, rencana sirkulasi, serta rencana aktivitas dan fasilitas. Rencana lanskap dibuat dalam format kertas A3 dan mempunyai 3 segmen zona perencanaan. Selain itu rencana lanskap juga dilengkapi dengan ilustrasi pendukung berupa gambar suasana dan gambar referensi.
IV. KONDISI UMUM KAWASAN PERENCANAAN
4.1. Letak Administrasi Kota Surakarta Kota Surakarta terletak di Provinsi Jawa Tengah dan dibatasi oleh empat Kabupaten di sekitarnya, yaitu Sukoharjo, Karanganyar, Boyolali, dan Sragen. Secara administratif, Kota Surakarta yang memiliki luas 4400 Ha ini, terdiri dari lima kecamatan, yaitu Jebres, Banjarsari, Laweyan, Serengan, dan Pasarkliwon. Secara geografis, Kota Surakarta terletak di koordinat 110 45’ 15” – 110 45’ 35” BT dan 70’ 36” -70’ 56 ” LS (Gambar 6).
Gambar 6. Peta Administrasi Kota Surakarta
4.2. Demografi Kota Surakarta Wilayah administrasi Kota Surakarta terbagi ke dalam 5 Kecamatan, 51 Kelurahan. Jumlah RW tercatat sebanyak 595 dan jumlah RT sebanyak 2.669. Dengan jumlah KK sebesar 130.440 KK, maka rata-rata jumlah KK setiap RT berkisar sebesar 49 KK setiap RT (BPS Surakarta 2007). Data mengenai informasi pertambahan penduduk dapat dilihat pada Tabel 6.
28
Tabel 6. Pertumbuhan Penduduk Kota Surakarta Tahun 1990 - 2007 Tahun
Jumlah penduduk (jiwa)
Pertambahan (jiwa)
1990 1995 2000 2003 2004 2005 2006 2007
503.827 516.594 490.214 497.234 510.711 534.540 512.898
34.295 12.767 -26.380 7.020 13.477 23.829 -21.642 2.474
515.372
Pertumbuhan (%) 0,73 0,51 -1,02 0,48 2,71 4,66 -4,05 0,48
Sumber : BPS Kota Surakarta 2008
Tabel 6 menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk Kota Solo tidak terlalu signifikan. Selama kurun waktu 7 tahun penduduk hanya berkisar di angka 500.000 jiwa. 4.3. Program Wisata Pemerintah Kota Surakarta Kesadaran akan kapasitasnya terhadap budaya yang sangat kaya, Kota Surakarta telah memplokamirkan diri sebagai Kota Budaya. Hal ini dapat dilihat dari visi Kota Surakarta : ”Terwujudnya Kota Sala sebagai Kota Budaya yang bertumpu pada potensi Perdagangan, Jasa, Pendidikan, Pariwisata, dan Olahraga”. Beranjak dari visi tersebut, pemerintah kota telah melakukan berbagai program dalam rangka meningkatkan aspek wisata di Kota Solo. Tabel 7 berikut berisi kebijakan pemerintah Kota Surakarta Dinas Tata Kota kurun waktu 2009 untuk meningkatkan aspek wisata di Kota Surakarta. Tabel 7. Kebijakan Tata Kota Pemerintah Kota Surakarta 2009 di Lokasi Studi No.
Kebijakan/Program
Keterangan
1.
Solo City Walk
2.
Penataan Pasar Tri Windu dan Kawasan Ngarsopuro
3.
Gladag Langen Boga (GALABO) Penataan Kampung Batik Kauman
Penataan jalur pedestrian selebar lima meter di sepanjang Jalan Slamet Riyadi Penataan Kawasan Ngarsopuro dan pasar barang antik Tri Windu untuk merubah wajah Pura Mangkunegaran yang semula tertutup dengan keberadaan toko-toko semi permanenen dan pedagang kaki lima. Lokalisasi kuliner khas Solo pada setiap malam hari. Bertempat di Jalan Moyor Sunaryo yang ditutup sementara. Pemanfaatan potensi Kampung Kauman yang mempunyai nilai historis sejarah budaya dan nilai ekonomi sebagai salah satu penghasil batik di Kota Solo Pembuatan pagar ini dimaksudkan untuk meningkatkan citra karakter Taman Sriwedari.
4.
5.
Pembuatan Pagar Taman Sriwedari
Sumber : Hasil Wawancara Dinas Tata Kota Surakarta (2009)
29
Pembangunan proyek Solo City Walk, juga cukup merubah wajah Kota Solo, khususnya Jalan Slamet Riyadi. Sepanjang jalur lambat di sebelah selatan Jalan Slamet Riyadi dibangun jalur pedestrian selebar lima meter (Gambar 7a). Selain itu, PT KAI bekerja sama dengan pemerintah kota Solo mengoperasikan kereta tua sebagai atraksi wisata sekaligus fasilitas wisata di sepanjang rel di sisi selatan Jalan Slamet Riyadi. Hal ini cukup disambut baik oleh masyarakat. Namun yang menjadi kendala adalah pengoperasiannya yang sangat mahal karena menggunakan kayu jati sebagai bahan bakarnya. Hal ini memerlukan alernatif lain agar lebih hemat pengoperasiannya serta ramah lingkungan. Proyek yang terbilang baru adalah pemugaran bangunan Pasar Antik Triwindu (Gambar 7b). Untuk meningkatkan kunjungan wisatawan baik lokal maupun mancanegara sekaligus mempercantik obyek wisata Pasar Barang Antik Triwindu Solo, maka pasar ini mengalami pemugaran pada tanggal 5 Juli 2008. Bangunan Pasar Triwindu ini menggunakan arsitektur sesuai budaya Solo, yaitu limasan. Kegiatan yang mulai digalakkan setelah pembanguanan Pasar Triwindu ini adalah acara Solo Night Market yang bertempat di sepanjang jalan menuju Mangkunegaran dari Jalan Slamet Riyadi atau di depan lokasi Pasar Antik Triwindu. Program lain yaitu proyek lokalisasi kuliner Solo, yaitu Gladag Langen Boga (Galabo). Waktu buka hanya malam hari. Lokasinya berada di jalan antara Benteng Vastenberg dan Gedung Juang 45. Galabo merupakan satu ikon baru Kota Solo sebagai salah satu kota tujuan wisata. Pusat jajanan malam hari ini menawarkan aneka macam makanan dan minuman khas dan tradisional yang sudah legendaris di Kota Solo (Gambar 7c). Potensi Kota Solo lainnya yang dikembangkan adalah peningkatan potensi Kampung Kauman sebagai Kampung Batik (Gambar 7d). Kampung Batik Kauman terbilang cukup unik karena notabene memiliki bangunan-bangunan rumah yang masih bergaya kolonial. Penataan kampung ini sebagai kampung batik juga turut meningkatkan potensi ekonomi Kota Solo. Satu proyek lagi adalah pembuatan pagar Taman Sriwedari (Gambar 7e). Taman Sriwedari adalah taman yang dimilki oleh Keraton Kasunanan Surakarta. Saat ini kendala yang dihadapi adalah penggunaan taman ini untuk tujuan
30
komersial yang menyisihkan aspek budaya. Perlu dipikirkan upaya yang lebih kuat agar Sriwedari kembali menjadi pusat budaya dan kesenian di Kota Solo. Dari segi fisik Pemerintah Kota Solo mencoba membangun pagar yang dimaksudkan untuk meguatkan citra Taman Sriwedari sebagai pusat budaya.
a. Solo city walk
b. Pasar Triwindu
d. Kampung Kauman
c.
Galabo
e. Taman Sriwedari
Gambar 7. Program Pemerintah Kota Surakarta Tahun 2009
Lima tahun terakhir ini pemerintah Kota Surakarta cukup gencar dalam penataan kota sebagai ikon kepariwisataan berbasis budaya. Salah satu yang dapat dirasakan oleh wisatawan adalah ikon kepariwisataan berupa ‘Slogan Solo The Spirit of Java’. Logo ini terbentuk dari garis-garis lengkung yang terkesan berputar dinamis dengan pusat putaran berbentuk “Lung” yang merupakan stilasi dari delapan unsur filosofi hidup masyarakat Jawa. Tujuh goresan lengkung menggambarkan 7 distrik yang terdiri dari 6 Kabupaten dan 1 Kotamadya. Satu Lung yang menjadi pusat lingkaran menggambarkan visi bersama untuk maju sekaligus icon yang mewakili kekhasan lokal. Bentuk dan gerak lingkaran menggambarkan dinamisme dan semangat untuk maju bersama. Slogan ini cukup mengangkat eksistensi Solo sebagai Kota Budaya. Selain itu Dinas Pariwisata Kota Surakarta juga mengeluarkan leaflet dan kalender event untuk menarik para wisatawan datang berkunjung ke Kota Solo (Gambar 8).
31
a. Logo Ikon Wisata Kota Solo
b. Contoh leaflet
c. Calender event
Gambar 8. Bentuk Promosi Wisata Kota Surakarta
4.4.
Minat Wisatawan terhadap Wisata Kota Surakarta Kota Surakarta memiliki banyak obyek-obyek yang berhubungan dengan
sejarah dan budaya. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk datang ke Kota Solo dan berkunjung ke obyek-obyek tersebut. Minat wisatawan terhadap obyek-obyek wisata di Kota Solo didapat dari jawaban 40 responden dan data kunjungan wisatawan dari Dinas Pariwisata. Adapun dua obyek wisata yang paling menarik menurut para responden adalah Keraton Surakarta (27,5 %) dan Taman Sriwedari (20 %). Berikut ini adalah jawaban 40 responden tentang obyek wisata yang paling diminati (Gambar 9).
Gambar 9. Minat Responden terhadap Keberadaan Obyek Wisata di Jalan Slamet Riyadi.
32
Selanjutnya di bawah ini adalah data tentang kunjungan ke berbagai obyek wisata di Kota (Tabel 8). Tabel 8. Kunjungan Wisatawan Ke Berbagai Obyek Wisata 2005 2006 2007 Obyek wisata Wisman Wisnus Wisman Wisnus Wisman Wisnus Keraton Surakarta 1.352 33.285 2.727 37.654 1.433 45.410 Mangkunegaran 8.803 9.063 9.916 6.883 7.365 7.795 Radya pustaka 793 7.591 804 7.948 602 8.583 Taman Sriwedari 291 35.381 260 71.280 202 61.405 W.O. Sriwedari 229 6.174 210 8.252 414 15.927 THR Sriwedari 84 321.930 92 309.052 108 479.488 Monumen pers 17 10.753 19 77.64 0 0 Sumber : Dinas Pariwisata Kota Surakarta (2005-2007)
Dari Tabel 8 di atas dapat disimpulkan bahwa Mangkunegaran merupakan obyek yang paling menarik bagi para wisatawan mancanegara. Mangkunegaran merupakan bentuk unik penggabungan antara arsitektur jawa dan arsitektur barat, selain itu lingkungan di sekitar kawasan pura sangat mendukung atau tidak terlalu berbeda dengan kondisi awalnya. Hal ini yang menyebabkan event-event internasional lebih banyak diadakan di Pura Mangkunegaran dibandingkan di obyek lainnya sehingga memiliki kunjungan tertinggi bagi para wisatawan mancanegara. Sedangkan bagi wisatawan lokal lebih banyak memilih Taman Hiburan Rakyat Sriwedari sebagai tujuan rekreasi. 4.5. Lalu Lintas Jalan Slamet Riyadi Ruas Jalan Slamet Riyadi merupakan ruas jalan yang paling padat di Kota Solo, sehingga beberapa penggal dari ruas jalan ini dibuat jalan satu arah. Pergerakan di Jalan Slamet Riyadi terbagi menjadi dua, yaitu mulai dari batas kota ke simpang Gendengan lalu lintas dua arah, sedangkan dari simpang Gendengan sampai ke Gladag berlaku sistem satu arah ke arah timur. Pada Jalan Slamet Riyadi juga banyak dijumpai persimpangan yang sebagian besar sudah dilengkapi dengan APILL (Penerapan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas) yang sudah terintegrasi dengan ATCS (Area Traffic Control System). Secara umum lalu lintas pada ruas jalan di Kota Surakarta masih didominasi oleh kendaraan pribadi. Dari data hasil survey primer jumlah sepeda motor mendominasi lalu lintas sebesar 73,5% dari jumlah total kendaraan dan kemudian
33
disusul oleh kendaraan pribadi sebesar 17,22%. Perhitungan volume lalu lintas dari hasil survey menunjukkan bahwa kondisi jalan Slamet Riyadi memiliki jumlah pergerakan sebesar 1.125 smp/jam (satuan mobil penumpang per jam). Ruas jalan menuju keluar kota sebagian besar sudah dilengkapi dengan jalur lambat, walaupun tidak berfungsi secara optimal, hal ini disebabkan kondisi jalur lambat yang tidak dirawat (rusak) maupun masih ada bangunan yang menghalangi jalur lambat. Hambatan di Jalan Slamet Riyadi lebih cenderung kepada penggunaan badan jalan sebagai tempat parkir seperti di beberapa badan jalan dan banyak bis antar kota yang menaikturunkan penumpang di sembarang tempat (DLLAJ 2008). 4.6. Potensi Wisata Jalan Slamet Riyadi Berikut ini adalah jawaban 40 responden mengenai potensi Jalan Slamet Riyadi sebagai Jalur Wisata. Pandangan umum masyarakat dan wisatawan terhadap keberadaan Jalan Slamet Riyadi disajikan pada Gambar 10.
Gambar 10. Pandangan terhadap Jalan Slamet Riyadi.
Lima puluh persen responen berpendapat bahwa Jalan Slamet Riyadi merupakan tempat dengan obyek sejarah dan budaya yang menarik. Hal ini menunjukkan bahwa Jalan Slamet Riyadi memang mempunyai citra kesejarahan dan kebudayaan yang cukup tinggi.
34
Ruas Jalan Slamet Riyadi ini relatif unik dengan dilintasinya jaringan rel sejajar Jalan Slamet Riyadi. Rel ini masih aktif berfungsi dengan kereta api yang memiliki pergerakan Stasiun Purwosari-Stasiun Wonogiri. Jalan Slamet Riyadi merupakan kawasan yang menghubungkan obyek-obyek bersejarah di kota Solo. Hal ini seharusnya mendasari dalam perencanaan jalan ini walaupun peruntukkannya adalah sebagai area perdagangan. Perencanaan lanskap jalur jalan ini semestinya berbasis kepada nilai-nilai sejarah dan budaya yang terdapat di jalur ini. Dari hasil perencanaan diharapkan potensi jalan Slamet Riyadi dapat dikembangkan sebagai area yang mencitrakan kebudayaan Kota Surakarta dengan tetap tidak mengesampingkan aspek ekonomi. Gambar 11 berikut ini menggambarkan suasana Jalan Slamet Riyadi.
a. Ujung Barat
c. Suasana Lengang
b. Ujung Timur
d. Suasana Ramai
Gambar 11. Suasana Jalan Slamet Riyadi
35
Selanjutnya Gambar 12 menyajikan bahwa lebih dari sembilan puluh persen responden menyatakan setuju dengan pengembangan kawasan ini sebagai jalur wisata sejarah dan budaya. Hal ini merupakan indikasi diperlukannya sebuah perencanaan yang baik untuk keperluan wisata.
Gambar 12. Pendapat terhadap pengembangan Jalan Slamet Riyadi.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis data dalam penelitian ini terbagi dalam empat aspek, yaitu aspek biofisik, sejarah, budaya, dan wisata. Keempat jenis data tersebut merupakan kombinasi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui survei lapang (pengamatan dan pengukuran), wawancara, dan kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi literatur dari buku acuan, data dari dinas terkait, serta pustaka lainnya yang dapat mendukung ruang lingkup studi. Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dideskripsikan dan dianalisis untuk menentukan potensi wisata kawasan penelitian. Analisis yang dilakukan berupa analisis spasial dan analisis deskriptif. Untuk menentukan potensi sumber daya wisata dilakukan dengan metode skoring, yaitu pemberian bobot untuk kriteria-kriteria yang ditetapkan pada sub-aspek obyek wisata. Analisis kemudian dikaitkan dengan konsep perencanaan serta tujuan yang telah ditetapkan, yaitu wisata sejarah dan budaya. 5.1.
Data dan Analisis
5.1.1. Aspek Biofisik a. Batas Kawasan Perencanaan Kawasan perencanaan terletak di Jalan Slamet Riyadi Surakarta sepanjang 4,6 km yang terdapat di pusat Kota Surakarta. Kebudayaan masyarakat Solo terpolarisasai ke dalam 3 titik obyek yang sangat kuat pengaruh budayanya sampai saat ini, yaitu Keraton Kasunanan Surakarta, Keraton Mangkunegaran (Pura Mangkunegaran), dan Taman Sriwedari5. Adapun penentuan batas kawasan perencanaan mengikuti keberadaan obyek-obyek sejarah budaya yang terdapat di sepanjang jalur Jalan Slamet Riyadi Luas kawasan perencanaan adalah 375,5 Ha (Gambar 13). Peta dasar yang digunakan bersumber dari Dinas Pekerjaan Umum Kota Surakarta (Lampiran 3).
5
Berdasarkan hasil wawancara dengan Drs. Soedarmono (Dosen Sejarah Universitas Sebelas Maret, Surakarta) tentang keberadaan obyek-obyek sejarah di Kota Solo, 2009. Keraton Kasunanan Surakarta dan Keraton Mangkunegaran sangat berpengaruh karena dahulu merupakan dua kerajaan yang sama-sama berpengaruh. Adapun Taman Sriwedari merupakan pusat kebudayaan yang dimiliki oleh Keraton Surakarta.
37 37
Gambar 13. Peta Batas Kawasan Perencanaan
38
b. Aksesibilitas dan Sirkulasi Aksesibilitas menuju area perencanaan tergolong mudah karena berada di tengah-tengah kota. Kawasan perencanaan dapat dicapai melalui jalur transportasi yang terdiri dari beberapa rute moda transportasi, yaitu: a. Jalan Arteri Primer yang menghubungkan Jakarta, Yogyakarta, Semarang, dan Surabaya dari arah barat. Sedangkan bagian timur menghubungkan Solo dengan Surabaya, b. lintas utama KA dari Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, dan Surabaya menuju Stasiun Balapan Solo kemudian naik transportasi lain seperti bus, becak atau taksi. Atau berhenti di Stasiun Purwosari Solo maka dapat langsung berada di kawasan perencanaan bagian barat, c. sistem transportasi udara melalui Bandara Adi Sumarmo, selanjutnya dapat dilanjutkan dengan menggunakan taksi atau bus, kemudian tiba di bagian barat perencanaan. Bagian barat perencanaan merupakan pintu masuk bagi jalur transportasi darat, kereta api, dan udara. Daerah ini dapat dikembangkan sebagai area penerimaan. Pada daerah penerimaan yang dikembangkan dapat dibangun berbagai fasilitas demi kemudahan wisatawan dalam melakukan kegiatan interpretasi, seperti; gerbang penerimaan, tourism centre, dan area pelayanan. Sirkulasi jalan pada kawasan Jalan Slamet Riyadi ini dibagi menjadi tiga, yaitu primer, sekunder, dan tersier. Jalur primer merupakan jalur yang dapat dilalui oleh kendaraan bermotor dengan kapasitas minimal empat kendaraan bermotor roda empat dengan jalur pedestrian di tepinya. Jalur sekunder merupakan jalur dengan kapasitas dua kendaraan bermotor roda empat. Sedangkan jalur tersier adalah jalur yang hanya bisa dilewati oleh pejalan kaki, sepeda, becak, atau minimal satu buah kendaraan roda empat. Adapun Jalan Slamet Riyadi merupakan jalur sirkulasi primer dengan kapasitas enam kendaraan roda empat dengan jalur kereta api dan pejalan kaki yang lebar di tepi-tepinya. Sebagian ruas jalan Slamet Riyadi merupakan jalur satu arah. Pada Gambar 14 dideskripsikan aksesibilitas dan sirkulasi pada Jalan Slamet Riyadi. Selanjutnya analisis aksesibilitas, sirkulasi, dan transportasi ditampilkan pada Gambar 15.
Gambar 14. Peta Aksesibilitas dan Sirkulasi
39 39
40 40
Gambar 15. Analisis Aksesibilitas dan Sirkulasi
41
c. Rencana Tata Ruang Kota dan Wilayah Secara umum, kawasan Jalan Slamet Riyadi merupakan pusat aktivitas bisnis dan perdagangan di Kota Solo. Tapi keadaan ini semakin kompleks karena secara historis kawasan ini memiliki sejarah yang cukup unik sehingga melahirkan kebudayaan yang dapat kita jumpai sampai saat ini. Hal ini merupakan alasan diperlukannya sebuah perencanaan yang baik, salah satunya untuk keperluan wisata. Persentasi masing-masing fungsi penggunaan lahan kawasan perencanaan berdasarkan RTRW tahun 2007-2016 disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. RTRW Kota Surakarta untuk Kawasan Perencanaan No 1 2 3 4 5 6 7
Peruntukan Pemukiman Campuran Perdagangan dan Jasa Perkantoran Transportasi Open Space Lindung Cagar Budaya TOTAL Sumber : Dinas Tata Kota Surakarta 2009
Luasan Prosentasi 2.021.609 m² 53.83 % 610.141 m² 16.24 % 561.327 m² 14.9 % 128.768 m² 3.42 % 8.321 m² 0.28% 67.226 m² 1.79 % 358. 218 m² 9.54 % 3.755.609 m² 100 %
Tata guna lahan pada jalur Jalan Slamet Riyadi didominasi oleh peruntukan pemukiman di kawasan ini tidak begitu jelas terlihat karena berada di dalam blok atau tidak berada tepat di pinggir jalan. Area campuran, perdagangan dan jasa walaupun bukan merupakan area dominan tetapi menjadi ciri kawasan ini karena area ini berada di pinggir jalan. Hal ini menjadikan kawasan Jalan Slamet Riyadi sebagai area perdagangan dan bisnis. Adapun kawasan sekitar kawasan studi juga dominan merupakan area pemukiman (Gambar 16). Hal tersebut berindikasi pada perlunya pengendalian tata guna lahan sekitar sehingga lingkungan di sekitar obyek sejarah budaya tidak banyak berubah. Permasalahan yang juga terjadi adalah modernisasi, privatisasi dan komersialisasi kawasan. Kawasan sebagai ruang publik, contohnya Taman Sriwedari yang merupakan ruang publik, telah didominasi oleh fungsi ekonomi yang menggeser fungsi sosial budaya sehingga dibutuhkan kolaborasi fungsional agar tercipta keseimbangan ketersediaan fasilitas sosial budaya dan ekonomi. Rata-rata permasalahan yang terjadi pada area sejarah dan budaya adalah konflik kepemilikan yang potensial berdampak pada alih fungsi lahan sejarah budaya
Gambar 16. Peta Rencana Tata Ruang Kawasan Perencanaan dan Sekitarnya
42 42
43
menjadi kawasan komersial atau yang lainnya. Perlu solusi yang dapat mengakomodasi kepentingan para ahli waris sekaligus juga tujuan pemerintah kota dalam upaya revitalisasi situs-situs sejarah sehingga tetap lestari dan terjaga. d. Kemiringan Tanah Kemiringan merupakan bentukan lahan suatu lanskap berdasarkan perbedaan tingkat ketinggian suatu lahan. Aspek ini sangat penting untuk diketahui dalam perencanaan suatu kawasan sebagai dasar dalam pembangunan jalan, penempatan utilitas, tata ruang, dan tata letak bangunan. Tabel 10 menunjukkan kemiringan tanah di setiap kecamatan di Kota Surakarta. Tabel 10. Kemiringan Tanah Setiap Kecamatan di Kota Surakarta. Kecamatan Laweyan Serengan Pasar Kliwon Jebres Banjarsari
Kemiringan Tanah (%) 0-2 0-2 0-2 0-15 0-5
Sumber : BPS Kota Surakarta 2008
Kawasan perencanaan mencakup kedalam 4 kecamatan, yaitu kecamatan Laweyan, Serengan, Pasarkliwon, dan Banjarsari. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa kawasan perencanaan memiliki kemiringan tanah sekitar 0-5%, sehingga dapat dinyatakan bahwa jalur ini merupakan area yang datar. Alternatif perencanaan yang dapat dilakukan adalah pengolahan ruang yang lebih estetik sehingga memecahkan kesan monoton. e. Iklim dan Kenyamanan Iklim merupakan hasil dari sejumlah faktor yang saling mempengaruhi. Faktor-faktor tersebut yaitu curah hujan, angin (kecepatan, arah), suhu udara, radiasi matahari, dan kualitas udara. Berdasarkan kondisi iklim yang dipantau dari Stasiun BMG Lanud Adi Sumarmo tahun 2003-2007, diperolah data tabulasi iklim, menggambarkan bahwa curah hujan berkisar 2.271,7–4.172,1mm/tahun, suhu udara rata-rata berkisar 26,5–27ºC, kelembaban rata-rata 71–78%, kecepatan angin rata-rata 4,75-8knot, dan jumlah hari hujan berkisar antara 122-141 hari/tahun (Tabel 11 dan Tabel 12). Dibutuhkan berbagai fasilitas yang
44
mengakomodasi keperluan aktivitas wisata untuk mengantisipasi terjadinya hujan. Vegetasi juga dibutuhkan sebagai penaung dan ameliorasi iklim mikro. Tabel 11 berikut ini berisi rata-rata curah hujan dan hari hujan pada kurun tahun 2004 sampai tahun 2007. Tabel 11. Rata-Rata Curah Hujan dan Hari Hujan tahun 2004-2007 Tahun
Curah Hujan (mm/tahun)
Hari Hujan (hari)
Rata-rata Curah Hujan /hari hujan (mm)
2007 2006 2005 2004
2.271,7 3.662,5 4.172,1 2.378,6
122 139 141 139
14,9 26,4 29,6 17,1
Sumber: BMG Lanud Adi Sumarmo dalam BPS 2008
Rata-rata suhu udara, kelembaban, dan kecepatan angin pada tahun 2007 ditampilkan pada Tabel 12. Tabel 12. Rata-Rata Suhu Udara, Kelembaban, dan Kecepatan Angin Tahun 2007 Bulan
Suhu Udara (°C)
Kelembaban (%)
Kecepatan Angin (Knot)
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
27,2 26,0 25,9 26,7 27,2 26,8 26,2 24,8 26,0 28,1 27,1 26,4
74 84 83 83 78 74 71 67 66 68 76 83
5 5 6 2 3 3 3 7 9 8 7 2
Rata-Rata
26,5
76
5
Sumber: BMG Lanud Adi Sumarmo dalam BPS 2008
Melalui perhitungan dengan menggunakan rumus THI, diketahui bahwa nilai kenyamanan pada area perencanaan berkisar antara 25,1–25,8. Umumnya, masyarakat tropis akan merasa tidak nyaman pada THI yang lebih dari 27. Jadi dapat disimpulkan bahwa Kota Solo tergolong nyaman untuk kegiatan wisata6.
6
Merujuk pada standar kenyamanan THI dalam Fandelli dan Muhammad (2009).
45
f. Vegetasi Pada waktu pertama kali Jalan Slamet Riyadi ini dibangun, tanaman yang digunakan adalah pohon Asam Jawa (Gambar 17). Tidak ada alasan khusus dalam pemilihan tanaman jenis ini. Namun diperkirakan Jalan Slamet Riyadi ini juga pernah ditanami dengan pohon mahoni. Alasannya adalah karena Belanda pernah membuat perintah untuk menanam pohon mahoni yang merupakan bahan untuk membuat mebel di setiap pinggir jalan (Zaida 2004). Jalan Slamet Riyadi merupakan jalur jalan yang mempunyai jalur hijau di sepanjang sisinya. Berbagai jenis tanaman ditanam di jalur ini, sehingga menimbulkan kesan ketidakteraturan. Akan tetapi ada satu jenis tanaman yang merupakan dominan di tapak ini, yaitu pohon asam jawa. Pembatasan jumlah jenis pohon perlu dilakukan untuk meningkatkan karakter atau citra Jalan Slamet Riyadi. Dua titik vegetasi yang menarik di Jalan Slamet Riyadi menurut penelusuran sejarah adalah ‘Bendha’ di Taman Sriwedari dan ‘Beringin’ di AlunAlun Utara Keraton Surakarta7 (Gambar 18). Beberapa lokasi di kawasan studi juga memilki vegetasi yang mempunyai sejarah budaya yang unik. Contohnya adalah penggunaan vegetasi tertentu di Keraton Surakarta dan Mangkunegaran.
Gambar 17. Pohon Asam Jawa
a. Depan Taman Sriwedari
b. Alun-Alun Utara
Gambar 18. Vegetasi Bernilai Sejarah 7
Bendha adalah tempat di depan Taman Sriwedari, pada jaman dahulu tumbuh pohon Bendha yang besar dan rindang, yang sangat nyaman untuk istirahat di waktu siang. Tempat tersebut kemudian dinamakan Bendha, dipakai untuk halte trem dari Sangkrah ke Purwosari. Sedangkan di alun-alun Di tengah alun-alun ada dua pohon beringin dua buah dengan diberi pembatas pagar tembok yang dibentuk berlekuk. Pohon beringin yang sebelah timur dinamakan JAYADARU, artinya kemenangan, sedangkan yang berada di sebelah barat dinamakan DEWANDARU, artinya keluhuran. (Soedarmono 2008).
46
Luas total jalur hijau di Slamet Riyadi adalah adalah seluas 26.065m². Berbagai jenis tanaman terdapat di jalan ini dapat dilihat pada Lampiran 2. Saat ini jalur hijau di sepanjang jalur ini dikelola oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP). Salah satu permasalahan yang sekarang ada adalah pemasangan jalur kabel listrik di median tepi tanaman di sebelah utara. Hal ini mengakibatkan tanaman tidak dapat tumbuh secara bebas, sehingga harus dilakukan pemangkasan apabila pertumbuhan tajuk tanaman menyinggung kabel listrik. Alternatif perencanaan yang dapat dilakukan adalah dengan membuat instalasi kabel terpadu di bawah tanah (under ground) agar tidak menggangu struktur perkerasan dan tanaman yang terdapat di Jalan Slamet Riyadi. g. Struktur Perkerasan dan Utilitas Secara umum struktur perkerasan pada Jalan Slamet Riyadi ini dapat dilihat pada ilustrasi pada Gambar 19.
Gambar 19. Tipologi Jalan Slamet Riyadi.
Gambar 19 menjelaskan tipologi badan Jalan Slamet Riyadi. Tabel 13 menjelaskan tentang tipologi Jalan Slamet Riyadi dimulai dari sebelah kiri (utara) menuju sebelah kanan (selatan) Gambar Tipologi Jalan Slamet Riyadi.
47
Tabel 13. Keterangan Tipologi Jalan Slamet Riyadi Bagian
Keterangan
Jalur Lambat
Jalur ini mempunyai lebar 3 meter dan biasa dilewati oleh pejalan kaki, sepeda motor, dan becak. Permukaan jalur ini saat ini adalah aspal. Pada beberapa ruas digunakan untuk parkir.
Median 1 m
Median sebelah utara ini mempunyai lebar 1 meter. Di sepanjang jalur ini juga merupakan jalur listrik dan telpon, sehingga tanaman tidak dapat tumbuh maksimal, karena harus selalu dipangkas. Selain itu pada bagian yang tidak berpohon merupakan perkerasan. Jalur utama mobil ini mempunyai lebar 14 meter yang terdiri dari empat lajur jalan. Pada bagian paling kiri, pada sebagaian ruas, digunakan sebagai parkir dan pemberhentian bis. Permukaan jalan ini berupa aspal. Jalur yang mempunyai lebar 3 meter ini merupakan jalur kereta api yang masih aktif. Setiap hari dilewati oleh kereta api jurusan Solo-Wonogiri dua kali sehari pada jam delapan pagi dan jam empat sore. Permukaan jalan ini berupa aspal. Median ini merupakan jalur hijau yang mempunyai lebar 3 meter. Ditanamani oleh berbagai vegetasi, dari mulai ground cover hingga tanaman pohon tinggi. Tanaman dapat tumbuh maksimal karena maksimalisasi jalur hijau, yaitu tanpa perkerasan dan tanpa gangguan jaringan kabel sepanjang jalur. Pada beberapa segmen kecil terdapat ruang terbuka kecil yang dilengkapi dengan fasilitas tempat duduk. Jalur pedestrian ini mempunyai lebar 5 meter. Saat ini dikembangkan oleh pemerintah Kota Solo dengan sebutan Solo City Walk, yaitu desain jalur pedestrian dengan menggunakan paving dan beberapa jenis street furniture di sepanjang jalur. Permukaan berupa paving.
Jalur Mobil Jalur Kereta Api Median 3 m
Jalur Pedestrian
h. Fasilitas Pendukung Wisata Pemerintah Kota menyediakan fasilitas-fasilitas dalam mendukung iklim wisata di Kota Solo. Penyediaan fasilitas tersebut antara lain: papan penunjuk, tempat duduk, tempat sampah, tourism centre, kereta wisata dari Stasiun Purwosari menuju Stasiun Sangkrah, dan becak wisata (Gambar 20). Penyediaan fasilitas masih terpolar di Jalan Slamet Riyadi, sehingga dari hasil perencanaan diharapkan penyediaan fasilitas lebih merata di seluruh kawasan sehingga memenuhi keinginan wisatawan dalam interpretasi wisata sejarah dan budaya.
a. Papan penunjuk
b. Tempat duduk
c. Tempat sampah
d. Tourism centre
e. Kereta wisata
f. Becak wisata
Gambar 20. Contoh Fasilitas Wisata Eksisting
48
Fasilitas wisata eksisting dapat dilengkapi dengan berbagai fasilitas untuk kegiatan interpretasi. Penambahan fasilitas interpretasi dapat ditentukan dengan cara menanyakan kepada responden tentang fasilitas yang diinginkan. Gambar 21 menunjukkan fasilitas interpretasi yang diinginkan oleh 40 orang responden.
Gambar 21. Fasilitas Interpretasi yang Diinginkan oleh Responden.
Dari Gambar 21 terlihat bahwa fasilitas yang diinginkan untuk kegiatan interpretasi wisata adalah jalur kereta diaktifkan kembali (32,5%). Hal ini berhubungan dengan penyediaan fasilitas transportasi yang memudahkan untuk kegiatan interpretasi wisatawan, seperti becak dan sepeda. Selanjutnya fasilitas yang diinginkan berturut-turut; pusat informasi (30%), papan informasi (17,5 %), dan papan penunjuk (12,5%). Pemandu wisata tidak banyak yang memilih, hanya 5%. Hal ini menjadi alasan agar fasilitas interpretasi disediakan bagi wisatawan sehingga nyaman dan terarah dalam kegiatan interpretasi. 5.1.2. Aspek Sejarah Sejarah terbentuknya kawasan Jalan Slamet Riyadi tidak terlepas dari perubahan karakter lanskap Kota Solo pada abad XVII. Pada awalnya kota Solo merupakan kota yang berbasis sungai sebagai transportasi utamanya. Hal ini dibuktikan dengan pusat perdagangan dan pelabuhan yang berkembang di sepanjang jalur transportasi air. Juga didukung dengan lanskap Kota Solo yang dilintasi
sungai
yang
menghubungkan
daerah-daerah
Mataram.
Pusat
pemerintahan pertama adalah Keraton Kasunanan Surakarta (1746) yang kemudian pada tahun 1957 kekuasaan pecah menjadi dua yaitu Keraton Kasunanan dan Keraton Mangkunegaran.
49
Zaida (2008) menjelaskan bahwa pada tahun 1810, di bawah kepemimpinan Daendels, dibangun jalan yang membentang sepanjang Pulau Jawa, yaitu dari Anyer sampai Panarukan, sepanjang 1000 kilometer. Dampak dari pembangunan jalan tersebut sangat besar terhadap perubahan perkembangan kota-kota baik yang dilalui ataupun yang tidak. Kota Surakarta tidak dilalui jalur jalan Anyer–Panarukan secara langsung, namun karena Kota Surakarta merupakan pusat pemerintahan kota kerajaan di Jawa maka dibangun jalan yang menghubungkannya dengan pusat pemerintahan kolonial di Jawa yang berada di Semarang. Jalan tersebut dibangun di atas sebuah sungai yang sangat lurus, yaitu Sungai Bathangan. Jalan tersebut sempat tiga kali berganti nama, pertama kali dibangun bernama Wihelminaan straats, kemudian berubah menjadi Purwosari Weg dan terakhir bernama Jalan Slamet Riyadi. Saat ini jalan ini merupakan jalan utama di Kota Surakarta. Kemungkinan akibat dari penutupan sungai ini, maka air yang ada dialirkan melalui sungai yang dibangun menuju utara menuju Sungai Pepe (Gambar 22). Pusat Kota kemudian berkembang di sekitar Jalan Slamet Riyadi yang terpusat di Keraton Surakarta. Pada tahun 1864 jalur transportasi kereta api juga mulai merambah Kota Solo yang menghubungkan Semarang-Solo. Jalur kereta api ini juga merupakan jalur transportasi yang pertama yang ada di Indonesia. Selanjutnya pada tahun 1899 Keraton Surakarta membangun Taman Sriwedari sebagai taman hiburan bagi warga Surakarta. Untuk mengatasi masalah banjir di Kota Solo, pada tahun 1900 Keraton Mangkunegaran bekerjasama dengan Keraton Surakarta dan Pemerintah Belanda membangun banjir kanal yang kemudian dinamakan Sungai Anyar. Aliran Sungai Pepe diarahkan ke timur melalui Sungai Anyar di sebelah utara kota sampai ke Sungai Bengawan Solo. Perkembangan selanjutnya jaringan transportasi kereta api dan jalan yang semakin kompleks dengan Jalan Slamet Riyadi sebagai jalan utamanya. Adapun jalur transportasi air semakin ditinggalkan. Pemerintahan Kota Surakarta dimulai sejak ditetapkan sebagai ibukota karesidenan pada tahun 1946, dan kemudian pada tahun 1965 ditetapkan sebagai Ibukota Daerah Tingkat II Kotapraja
50
Surakarta dan sekarang berstatus kotamadya. Adapun kedua kerajaan tersebut sampai sekarang masih berkedudukan di Solo sebagai pusat kebudayaan. Di luar konteks studi, pada masa pemerintahan Keraton Surakarta dan Mangkunegaran juga mempunyai tata ruang dengan penamaan kampung (Lampiran 4). Penamaan kampung ditetapkan sesuai dengan pekerjaan penduduk kampung tersebut. Gambar 22 berikut mendeskripsikan perubahan lanskap Kota Solo secara umum. Informasi disajikan dengan interval waktu satu abad dari sekitar tahun 1700–2000. Analisis aspek sejarah menghasilkan 3 zona, yaitu: pusat kota, pendukung kota, dan perluasan kota. Selanjutnya gambar sejarah perkembangan kota dalam bentuk spasial dan analisisnya disajikan pada Gambar 23 dan 24.
Sumber : Babad Solo (Soedarmono 2008) dan wawancara dengan Drs. Soedarmono.
Gambar 22. Perubahan Karakter Lanskap Kota Surakarta.
Gambar 23. Pembagian Ruang Berdasarkan Sejarah Perkembangan Kota
51 51
52 52
Gambar 24. Analisis Fungsi Kawsaan Berdasarkan Berdasarkan Sejarah Perkembangan Kota
53
5.1.3. Aspek Budaya Kota Surakarta sejak lama sudah dikenal sebagai pusat perkembangan budaya/kesenian Jawa. Hal ini ditandai dengan keberadaan Keraton Surakarta, Pura Mangkunegaran, Taman Sriwedari, dan gedung-gedung peninggalan sejarah serta adanya berbagai lembaga perguruan seni seperti STSI (Sekolah Tinggi Seni Indonesia), SMKI (Sekolah Menengah Kerawitan Indonesia), ASDI (Akademi Seni dan Design Indonesia), dan sebagainya. Sebagai kota tua bekas ibukota Kerajaan Surakarta Hadiningrat, Kota Solo kaya akan peninggalan budaya, baik yang berwujud artefak seperti bangunan cagar budaya, sosiofak seperti tradisi Sekaten maupun metafak seperti laku spiritual berjaga malam (lek-lekan). Bahkan untuk beberapa unsur budaya tertentu seperti Bahasa Jawa yang ikut memperkaya khasanah bahasa Indonesia dan seni tari yang telah diapresiasi oleh masyarakat Indonesia secara luas sehingga telah memberi andil besar dalam pembentukan jatidiri bangsa (Bappeda Surakarta 2005). Secara garis besar hasil kebudayaan dapat dibedakan menjadi aspek fisik (tangible) dan aspek non-fisik (intangible). Tabel 14 berisi bentuk dan deskripsi tentang jenis-jenis kebudayaan tradisional yang ditemukan di Kota Surakarta. Selain kebudayaan tradisional, karena pengaruh globalisasi maka kebudayaan transisi, bahkan modern pun berkembang di Kota Solo. Identifikasi 3 kebudayaan tersebut dapat dilihat dari langgam arsitektur maupun aktivitas masyarakat pada area tersebut. Gambar 25 dan 26 menunjukkan persebaran bentuk kebudayaan yang ditemukan di Jalan Slamet Riyadi dan analisisnya. Tabel 14. Bentuk Kebudayaan Tradisional di Kota Surakarta Aspek Tangible
Intangible
Bentuk Kebudayaan Wayang Alat Musik Busana Jawa Arsitektur Jawa Senjata Seni membatik Bahasa Jawa halus Kuliner khas Seni tari Seni musik
Deskripsi/ Jenis-jenis Wayang Kulit, Wayang Orang, Langendriyan, Wayang Purwa, Wayang Gedog, Wayang Klithik, Wayang Beber. Gamelan Pakaian raja, Pakaian Prajurit, pakaian rakyat, batik, blangkon, kebaya. Joglo, Limasan. Keris, Meriam. Karakter khas, berbeda dengan batik Jogja, Pekalongan, Cirebon. Solo terkenal sebagai daerah di Pulau Jawa yang mempunyai bahasa Jawa yang paling halus. Berbagai macam makanan khas, contoh: intip dan nasi liwet (Lampiran 5). Tari Bedaya, Tari Serimpi, Tari Gambyong, Tari Panji, Tari Lawung, Wireng Dadap. Tembang Jawa
Gambar 25. Identifikasi Bentuk Kebudayaan
54 54
55 55
Gambar 26. Analisis Spasial Berdasarkan Bentuk Kebudayaan
56
5.1.4. Aspek Wisata Aspek wisata merupakan aspek yang paling menentukan dalam sebuah perencanaan yang berbasis wisata. Sumberdaya wisata terdiri dari dua aspek, yaitu obyek wisata dan atraksi wisata. Pada perencanaan ini, dari aspek wisata ditentukan zonasi berdasarkan kualitas obyek dan atraksi yang ada yang akan dinilai dengan skoring. Zonasi tersebut kemudian digunakan dalam penentuan pola interpretasi wisata. a.
Obyek Wisata Obyek wisata yang diidentifikasi adalah obyek-obyek wisata yang
memiliki nilai sejarah dan budaya. Obyek-obyek wisata tersebut dipilih didasarkan pada kriteria-kriteria8 sebagai berikut: 1.
mempunyai nilai sejarah khusus dalam perkembangan Kota Solo,
2.
mempunyai nilai keunikan tersendiri dalam pengembangan kebudayaan Kota Solo,
3.
merupakan Benda Cagar Budaya/BCB (Lampiran 6). Pemilihan obyek yang mempunyai nilai sejarah khusus Kota Solo
memiliki alasan karena obyek-obyek tersebut memainkan peranan penting dalam perkembangan kebudayaan. Nilai keunikan juga menjadi salah satu kriteria tersendiri karena nilai keunikan tersebut turut andil dalam menciptakan karakter dan citra Kota Solo sebagai Kota Budaya. Pertimbangan kriteria terakhir dalam pemilihan obyek wisata yang diidentifikasi adalah obyek tersebut merupakan BCB Kota Solo. Kriteria BCB dimasukkan karena pemilihan BCB juga telah melalui proses yang panjang yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota, dalam hal ini Dinas Tata Kota. Seluruh obyek wisata interpretasi sejarah dan budaya yang diidentifikasi ditampilkan dalam Tabel 15. Aspek-aspek yang diidentifikasi adalah ciri arsitektural, tahun pembangunan, fungsi dahulu, fungsi sekarang, status (BCB), dan pengelola. Selanjutnya lokasi dan gambar mengenai obyek yang bersangkutan dapat dilihat di Gambar 27.
8
Wawancara dengan Ir. Arif Nurhadi dari Bidang Cagar Budaya Dinas Tata Kota Surakarta, 2009.
57
Tabel 15. Hasil Identifikasi Obyek-Obyek Sejarah Budaya Jalan Slamet Riyadi No.
Obyek
Deskripsi Ciri-Ciri Arsitektural
Tahun Pembangunan
Fungsi Dahulu
Fungsi Sekarang
Status
Pengelola
Dibangun 1875 oleh kolonial Belanda 1900-an
Pendukung stasiun utama, yaitu stasiun Balapan
Masih berfungsi sebagai stasiun.
PT KAI
Rumah tinggal bangsawan/pejabat Belanda, tahun 1945 dihuni oleh keluarga Djian Ho. Pernah menjadi Gedung Veteran.
Sekarang kosong.
BCB (Benda Cagar Budaya) Non BCB
1
Stasiun Purwosari
Arsitektur barat
2
Gedung Lowo
Bentuk khas arsitektur bangunan rumah tinggal.
3
Patung Soedirman
Berwarna coklat keemasan dalam posisi siap militer.
Sekitar tahun 197—an, karya seniman Solo.
Monumen. Dulu berada di kantor Kodim.
Tetap sebagai monumen. Dipindahkan ke depanRumah Sakit Slamet Riyadi karena kantor Kodim berubah menjadi kepemilikan pribadi.
BCB
Pemerintah kota
4
Gereja Gendhengan
Gaya arsitektur barat
Gereja
Gereja.
Non BCB
Pengelola gereja
5
Tugu Lilin
Bangunan monumental berbentuk lilin
1905 oleh seorang pastur Belanda 20 Mei 1933
Memperingati 25 tahun berdirinya pergerakan Boedi Oetomo
Tugu peringatan.
BCB
Pemerintah Kota
6
Museum Dullah
Bangunan rumah 80-an dengan banyak ornamen Jawa di bagian depannya.
Sekitar 1960-an
Museum ini adalah kepemilikan pribadi, yang dimiliki oleh seorang pelukis ternama yaitu yang bernama Dullah yang pernah menjadi pelukis terkenal di Solo.
Saat ini memiliki koleksi hingga 750-an. Namun sangat disayangkan museum ini kekurangan dana sehingga jarang dibuka
Non BCB
Pribadi.
7
Loji Gandrung
Bangunan ini merupakan peninggalan Kolonial yang sampai saat ini masih utuh kondisinya.
Sekitar 1960-an
Saat ini memiliki koleksi hingga 750-an. Namun sangat disayangkan museum ini kekurangan dana sehingga jarang dibuka.
Non BCB
Pribadi.
8
Ex Kodim
Bentuk khas arsitektur barat bangunan rumah tinggal mewah.
Sekitar 1790-an.
Museum ini adalah kepemilikan pribadi, yang dimiliki oleh seorang pelukis ternama yaitu yang bernama Dullah yang pernah menjadi pelukis terkenal di Solo. Sebagai rumah komandan pasukan Belanda
Kosong , tidak berpenghuni.
BCB
Pribadi.
9
Monumen Sriwedari
Berbentuk patung yang dipadukan dengan relief.
Oleh para veteran tentara.
Tetap.
BCB
Pemerintah Kota
10
MAN 2 Surakarta
Bangunan Kolonial, Terdapat sebuah masjid di bagian depan kompleks bangunan.
1790-an.
Untuk memperingati perjuangan Tentara Pelajar dalam perjuangan mengusir Belanda dari Kota Solo (19 Desember 1949). Kantor Pengadilan Agama
Sekolah (MAN 2 Surakarta).
BCB
11
Taman Sriwedari
Ditandai dengan adanya Museum Radya Pustaka dan Gedung pertunjukan kesenian. Selebihnya adalah fasilitas hiburan dan rekreasi.
1899 oleh Pakubuwono X
Sebagai tempat rekreasi dan peristirahatan bagi keluarga kerajaan, terinspirasi mitos tentang keberadaan sebuah taman di surga.
Saat ini, taman rekreasi ini mempunyai beberapa fasilitas hiburan baik untuk anak kecil maupun untuk dewasa, restoran-restoran kecil dan stand penjualan souvenir.
BCB
MAN 2 Surakarta dan Pemerintah Kota Pemilik dan Pemerintah Kota
12
Museum Radya Pustaka
Letaknya di kompleks Taman Budaya Sriwedari, Jalan Riyadi, bangunan merupakan perpaduan antara kolonial dan arsitektur Jawa.
-
Koleksinya terdiri dari beragam benda bersejarah bernilai tinggi seperti keris, gamelan, patung-patung batu dan perunggu, wayang kulit, keramik, dan lain-lain. Di sini juga terdapat perpustakaan yang menyimpan literatur yang ditulis pada era Jawa Kuno dan kolonial Belanda.
Museum BCB Patung Ronggowarsito BCB
Pemerintah Kota
13
Balai Soedjatmoko
Bangunan ini mengadopsi arsitektur Belanda yang dipadukan dengan arsitektur Jawa. Terletak di bawah toko buku Gramedia,
Dibangun pada 28 Oktober 1980 oleh Kanjeng Adipati Sosrodiningrat IV, Pepatih Dalem pada masa pemerintah Paku Buwono IX dan Paku Buwono X. 11 Oktober 2003 oleh TB Gramedia Solo
-
Biasa digunakan sebagai tempat even pameran kesenian seperti patung, fotografi, dan lain sebagainya.
Non BCB
TB. Gramedia
14
Museum Wuryaningratan
Arsitektur perpaduan antara Belanda dan Jawa.
1890-an Dollah.
Rumah Pribadi.
Museum yang merupakan galeri batik kuno dengan tema ‘Batik:Pengaruh Zaman dan Lingkungan’. Dengan menggunakan tema tersebut, penataan koleksi yang dipajang adalah batik Belanda, batik China, batik Jawa, Hakokai, batik pengaruh India, batik Keraton, batik pengaruh Keraton, batik Saudagaran, batik petani, Batik Indonesia, dan Batik Danarhadi./
BCB
Batik Danar Hadi
15
Patung Suratin
-
-
Mengenang legenda sepak bola Suratin.
Tugu Peringatan, tempatnya sekarang bernama Bale Persis, markas besar Tim Sepakbola Solo.
BCB
-
16
Monumen Pers
Bangunan Kolonial unik.
9 Februari 1946 Mangkunegaran.
Sebagai Gedung Sociatte, yaitu tempat bersosialisasi antara bangsawan Belanda dengan para bangsawan Pribumi. Asal mula nama Monumen Pers adalah untuk memperingati hari jadi pers, hari pertemuan para wartawan seluruh Indonesia (PWI)
Museum yang menyimpan naskah dan dokumen kuno yang merupakan hukti-bukti sejarah monument pers nasional dan perjuangan bangsa Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda, Penjajahan Jepang, kemerdekaan, hingga zaman pemerintahan sekarang.
BCB
Pemerintah Kota
17
Masjid Al Wustho
Perpaduan arsitektur barat dan tradisioanal.
1900-an.
Masjid di Lingkungan Mangkunegaran
Tetap sebagai Masjid.
BCB
18
Wisma Batari
Arsitektur Barat.
Sekitar tahun 1910-an.
Sebagai tempat pertemuan antara para pedagang batik ( Sarekat Islam/SI)
Ruang Pertemuan
BCB
Pemerintah Kota dan Takmir. Pengelola.
barat
untuk
untuk
sebuah
sebuah
oleh
H.
Santosa
oleh
Pribadi
58
Lanjutan Tabel 15. Hasil Identifikasi Obyek-Obyek Sejarah Budaya Jalan Slamet Riyadi No.
Obyek
Deskripsi Ciri-Ciri Arsitektural
Tahun Pembangunan
Fungsi Dahulu
Fungsi Sekarang/Status
Akademi Seni Desain Indonesia ini menempati tempat yang memiliki desain gedung yang berarsitektur kolonial. Bangunan ini merupakan percampuran antara arsitektur tradisional dengan arsitektur barat.
1900 -an
-
Ruang Pameran
Non BCB
Pengelola ASDI
Dibangun pada tahun 1757 oleh Kanjeng Gusti Adipati Aryo (KGPAA) Mangkoenagoro I (17571795). Pada ulangtahun ke-24 MN V, kemudian mengalami renovasi pada tahun 2009.
Kediaman Raja Mangkunegaran.
Pusat Kebudayaan
BCB
Pemerintah Kota
Sebelumnya terkenal sebagai pasar barang bekas.
Setelah itu di pasar ini bisa ditemukan berbagai jenis-jenis benda kuno dan antik seperti keris, arca batu, arca perunggu, fosil, lampu gantung, dan lain-lain.
Non BCB
Pemerintah Kota
1900-an
Pemukiman Abdi Dalem Ulama
Kampung Pusat Produksi Batik.
Non BCB
1930-an.
Pasar Klewer merupakan pasar batik dan pasar tekstil terbesar se Indonesia. Masjid
Tetap.
Non BCB
Masyarakat dan Pemerintah Kota Pemerintah Kota
Masjid Agung.
BCB
Pemerintah Kota
Pusat Pemerintahan
Pusat kebudayaan/
Pemerintah Kota
19
Galeri ASDI
20
Pura Mangkunegaran
21
Pasar Triwindu
Bangunannya merupakan bangunan baru yang mengadopsi arsitektur Jawa
22 23
Kampung Batik Kauman Pasar Klewer
24
Masjid Agung
Bangunan rumah Joglo, Limasan, Kolonial, dan perpaduan arsitektur Jawa dan kolonial. Tawar menawar merupakan seni tersendiri bagi pembeli dan penjual di sini. Dibangun dengan arsitektur tradisional Jawa
25
Keraton Surakarta
Arsitektur tradisional Jawa Di halaman istana terdapat menara panggung Sanggabuana.
26
Gereja GPIB
Mempunyai desain arsitektur bercirikan Kolonial.
1830
Gereja
Gereja.
Kawasan Keraton BCB Gerbang Gladag dan dari Pasar Klewer BCB Non BCB
27
Kantor Pos Solo
Bangunan Kolonial
1900-an
Kantor PTT (Post Telpon Telegraph)
Kantos Pos Kota Surakarta.
Non BCB
PT POS Indonesia
28
Javache Bank
Bangunan Gaya neoklasik.
Karya arsitek Hulswit, Fermont dan Ed. Cuipers
Merupakan kantor bank pertama kali di Surakarta, dulu bernama Javasche Bank,
Sekarang menjadi gedung Bank Indonesia.
BCB
Bank Indonesia
Sekelompok pemuda pernah menggunakan gedung ini untuk menculik PM Syahrir pada masa revolusi. Gereja.
Tetap sebagai gereja.
BCB
Pengelola Gereja
1727 atas prakarsa Pakubuwono X 1746 oleh Paku Buwono II
Pengelola Gereja.
29
Gereja St. Antonius
Mempunyai arsitektur khas kolonial
1900-an
30
Pendapi Gedhe Balaikota
Bangunan di kompleks Balaikota yang memiliki arsitektur Jawa asli, yaitu Joglo.
Kantor Balaikota.
Sebagai ruang pertemuan atau ruang penyambutan di kompleks balaikota Surakarta.
Non BCB
Pemerintah Kota
31
Pasar Gede Hardjonagoro
Kawasan tradisional yang menjual bahan pangan, serta makanan khas kuliner Solo.
Tetap sebagai pasar.
Vihara Avalokitesvara
Sekitar Abad XV
Vihara.
Tetap sebagai Vihara.
Pasar BCB Tugu Jam BCB Jembatan BCB Tiang Lampu Jembatan BCB BCB
Pemerintah Kota
32
33
Benteng Vastenberg
Bangunan Indische. Bangunan ini merupakan persenyawaan antara bentuk Kolonial (dinding tebal/kolom-kolom yang besar/tegas) dengan konsep tradisional (bentuk atap bentuk joglo atau limas an. Mempunyai arsitektur khas China dengan warna merah sebagai dominan citranya. Keberadaan vihara ini menandakan eksistensi warga keturunan China di lingkungan Pasar Gedhe. Bangunan bergaya Kolonial
Pernah dirusah massa pada tahun 1998, kemudian dibangun kembali dengan arsitektur Joglo seperti sekarang ini. 1893 dengan arsitek Thomas Karten
1756 oleh Belanda.
Berfungsi sebagai titik pertahanan Kolonial di Jawa Tengah.
Kondisi saat ini lebih meyerupai puing-puing, beberapa bagian atap di bangunan utama sudah tidak bergenting.
BCB
34
Gedung Juang 45
Bangunan Kolonial.
dulunya bernama Gedung Brigade Infanteri yang dibangun untuk melengkapi kompleks benteng pertahanan Vastenburg.
Setelah kemerdekaan digunakan sebagai Koperasi Veteran Republik Indonesia. Tapi kondisi saat ini kosong.
BCB
Pribadi (Robby Sumampow) Veteran RI
35
Stasiun Sangkrah
Stasiun sederhana di ujung Solo yang menhubungkan Solo Wonogiri ini mempunyai arsitektur khas Kolonial.
Stasiun.
Tetap sebagai stasiun.
Non BCB
PT. KAI
-
Sumber : Survey Lapang 2009, Wawancara dengan Soedarmono (2009), dan Disbudpar Surakarta (tanpa tahun).
Pengelola Vihara dan Pemerintah Kota.
59 59
Gambar 27. Obyek Sejarah dan Budaya Kawasan Perencanaan
60
Setelah dilakukan proses identifikasi, maka tahap selanjutnya adalah tahap skoring. Tabel 16 berikut berisi pemberian skoring dan bobot kepada obyek-obyek yang terdapat dalam wilayah perencanaan berdasarkan kriteria pembobotan dalam analisis kualitas obyek wisata (Tabel 5 halaman 23). Tabel 16. Skoring Obyek-Obyek Sejarah Budaya di Jalan Slamet Riyadi Nilai Kriteria No
Obyek
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Stasiun Purwosari Gedung Lowo Patung Soedirman Gereja Gendhengan Tugu Lilin Museum Dullah Loji Gandrung Ex Kodim Monumen Sriwedari MAN 2 Surakarta Taman Sriwedari Museum Radya Pustaka Balai Sudjatmoko Museum Wuryaningratan Patung Suratin Monumen Pers Masjid Al Wustho Wisma Batari Galeri ASDI Pura Mangkunegaran Pasar Triwindu Kampung Batik Kauman Pasar Klewer Masjid Agung Keraton Surakarta Gereja GPIB Kantor Pos Solo Javache Bank Gereja St. Antonius Pendapi Gedhe Balaikota Pasar Gede Hardjonagoro Vihara Avalokitesvara Benteng Vastenberg Gedung Juang 45 Stasiun Sangkrah
I 35% 20 10 20 10 20 20 10 10 20 10 20 20 10 30 20 20 10 10 10 30 20 30 20 20 30 10 20 20 10 20 20 10 30 20 10
II 33,3% 20 20 20 20 20 10 20 20 20 20 20 20 10 20 20 20 20 20 20 30 10 30 10 20 30 20 20 20 20 10 20 20 20 20 20
Keterangan: A=Tinggi, B=Sedang, C=Rendah
III 18,3% 20 20 20 20 20 30 30 30 30 20 30 20 20 20 20 20 30 20 20 20 20 20 20 30 20 20 30 30 20 30 30 30 20 20 30
IV 13,3% 20 10 20 20 20 30 20 20 20 20 30 30 30 30 20 30 20 10 30 30 20 30 20 20 30 20 20 20 20 20 20 20 10 10 20
Total Nilai
(Kelas)
20,0 15,1 20,0 16,5 20,0 19,8 18,3 18,3 21,8 16,5 23,1 21,3 14,5 24,8 20,0 21,3 18,3 15,1 17,8 28,1 16,7 28,1 16,7 21,8 28,1 16,5 21,8 21,8 16,5 18,7 21,8 18,3 22,1 18,6 18,3
B C B C B B C C B C B B C A B B C C C A C A C B A C B B C C B C B C C
I=Nilai Historis, II=Keaslian Arsitekturals dan Tata Ruang, III=Lingkungan Sekitar, IV= Nilai Edukasi,
Dari hasil skoring yang dilakukan, kemudian ditentukan kelas nilai menjadi tiga kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah (Gambar 28). Pembagian kelas hasil skoring di atas dicari dengan menggunakan rumus statistik dalam menentukan selang intervalnya (Halaman 25).
61 61
Gambar 28. Analisis Obyek Wisata
62
a. Atraksi Wisata Selain obyek wisata, unsur aspek wisata yang juga berpengaruh dalam perencanaan adalah atraksi wisata. Dengan adanya atraksi wisata, maka obyek wisata pun semakin mempunyai nilai yang tinggi. Pada wilayah perencanaan, hampir seluruh atraksi wisata Kota Solo terdapat di wilayah ini. Berikut ini adalah Tabel 17 yang berisi daftar atraksi wisata yang terdapat di Kawasan Jalan Slamet Riyadi. Tabel 17. Hasil Identifikasi Atraksi Wisata di Kawasan Jalan Slamet Riyadi Atraksi wisata Wayang Orang dan Wayang Kulit Wayang Bocah Membatik Grebeg Sudiro Grebeg Besar Hari Jadi Kota Solo Seni Lukis Solo Batik Fashion Ritual Mangkunegaran Wiyosan jumenengan Kirab Pusaka 1 Suro Mangkunegaran Performing Art Ritual Keraton Surakarta Peringatan Adeging Nagari Surakarta Hadiningrat Sekaten Grebeg Maulud Keraton Festival Wiyosandalem Jumenengan PB Grebeg Pasa Kirab Pusaka 1 Suro Malam Selikuran Festival-festival karnaval Seni musik keroncong Film sejarah budaya Solo Ket; E= Eksisting, P= Potensial.
Lokasi Sriwedari
Waktu Reguler
Ket. E
Keraton Surakarta Pura Mangkunegaran Kampung Batik Kauman Pasar Gede Masjid Agung Pendaphi Gede Balaikota Balai Soedjatmoko Kawasan Mangkunegaran Pura Mangkunegaran
Reguler Reguler Reguler Temporal Temporal Temporal Reguler Temporal Temporal
E
Keraton Surakarta
Temporal
E
Jalan Slamet Riyadi Tourism centre Tourism centre
Temporal Reguler Reguler
E P P
E E E E E E E
Persebaran atraksi wisata tersebut dapat dilihat pada Gambar 29. Dari atraksi yang ada kemudian dianalisis berdasarkan intensitas atraksi di zona-zona tertentu. Langkah yang digunakan adalah dengan melihat polarisasi keberadaan atraksi yang telah diidentifikasi. Selanjutnya analisis atraksi wisata tersebut dapat dilihat pada Gambar 30.
63 63
Gambar 29. Peta Persebaran Atraksi Wisata
64 64
Gambar 30. Analisis Intensitas Atraksi Wisata
65
5.1.5 Hasil Analisis Hasil analisis merupakan gabungan dari berbagai analisis yang menghasilkan sebuah peta komposit yang merupakan overlay dari hasil analisis berbagai aspek data yang telah didapatkan. Data yang digunakan adalah data yang berpengaruh dalam pembentukan ruang wisata sejarah budaya. Adapun data yang dipakai dalam pembuatan peta komposit ini adalah hasil analisis aspek sejarah, budaya, obyek wisata, dan atraksi wisata. Tabel 18 berikut adalah kriteria yang digunakan dalam mendapatkan peta komposit. Tabel 18. Kriteria Penilaian Hasil Overlay Data Penelitian Aspek
Bobot
Sejarah
30 %
Budaya
30 %
Obyek Wisata
20 %
Atraksi Wisata
20 %
Kriteria Tinggi Sedang Rendah Tinggi Sedang Rendah Tinggi Sedang Rendah Tinggi Sedang Rendah
Keterangan Pusat Perkembangan Kota Pendukung Kota Perluasan Kota Kawasan Tradisional Kawasan Transisi Kawasan Modern Zonasi obyek wisata kualitas A Zonasi obyek wisata kualitas B Zonasi obyek wisata kualitas C Intensitas tinggi (padat) Intensitas sedang Intensitas rendah (jarang)
Nilai 15 10 5 15 10 5 15 10 5 15 10 5
Penentuan bobot sejarah dan budaya (60%) lebih tinggi daripada obyek dan atraksi wisata (40%) karena tanpa adanya sejarah dan budaya yang telah ada, maka obyek dan atraksi wisata pun tidak akan ada. Selanjutnya didapatkan proporsi untuk masing-masing aspek menjadi dua bagian yang seimbang, yaitu sejarah (30%), budaya (30%), obyek wisata (20%), dan atraksi wisata (20%). Peta komposit hasil perhitungan dari kriteria yang telah dibuat akan digolongkan ke dalam tiga zona potensi wisata, yaitu potensi tinggi, potensi sedang, dan potensi rendah (Gambar 31). Pada zona potensi tinggi, jalur interpretasi direncanakan memiliki lebih banyak stops/pemberhentian dan fasilitas dibandingkan zona potensi sedang dan rendah. Pada rencana lanskap, zona potensi tinggi akan dipertahankan karakternya dan diminimalisasi perubahannya. Adapun pengembangan yang dilakukan hanya bersifat melengkapi yang telah ada.
Gambar 31. Peta Komposit Potensi Wisata
66 66
67
5.4.
Sintesis Pada tahap sintesis ditentukan block plan sesuai dengan analisis yang
dilakukan (Gambar 32). Block plan ini kemudian digunakan sebagai dasar dalam perencanaan lanskap jalur interpretasi. Dari hasil analisis didapatkan 3 zona, yaitu zona yang berpotensi rendah, sedang, dan tinggi. Tabel 19 berikut berisi alokasi masing-masing peruntukan ruang beserta deskripsinya. Tabel 19. Pembagian Zona pada Sintesis Zona
Ruang/Fungsi
Deskripsi
Potensi Rendah
Ruang Penerimaan, Wisata Pendukung.
Zona potensi rendah akan diutamakan sebagai ruang penerimaan dan ruang wisata pendukung. Wisata pendukung yang sesuai antara lain: wisata belanja, wisata perkotaan,dan atraksi wisata kontemporer. Tujuan interpretasi di zona ini adalah pengenalan Kota Solo secara umum. Karakter sejarah yang dominan pada zona ini adalah sejarah perjuangan kemerdekaan, adapun budaya yang dominan pada zona ini adalah modern kontemporer, ditandai dengan pola pengembangan kota yang modern, seperti mall dan pertokoan.
Potensi Sedang
Wisata Sejarah Budaya Sekunder, Wisata Pendukung.
Zona potensi sedang akan digunakan sebagai ruang wisata pendukung dan ruang wisata sejarah budaya sekunder. Pada ruang wisata sejarah budaya sekunder dapat dikembangkan potensi wisata tradisional yang dimodifikasi, contohnya adalah tarian dan lagu tradisional yang dimodifikasi. Tujuan interpretasi di zona ini adalah pengenalan Kota Solo baik yang tradisional maupun modern (campuran). Karakter sejarah dan budaya yang dominan pada zona ini adalah perpaduan antara modern dan tradisional, terutama ditandai dengan keberadaan Taman Budaya Sriwedari.
Wisata Sejarah Budaya Primer (wisata utama).
Zona potensi tinggi akan digunakan sebagai ruang wisata sejarah budaya primer. Pada ruang wisata sejarah budaya primer dapat dikembangkan potensi wisata tradisionalnya. Pada zona ini akan dipertahankan karakter tradisionalnya secara maksimal dan diminimalisasi perubahannya. Tujuan interpretasi di zona ini adalah pengenalan Kota Solo dari sisi tradisional. Karakter sejarah dan budaya yang dominan pada zona ini adalah tradisional dan kolonial, ditandai dengan keberadaan keraton dan beteng.
Potensi Tinggi
Zona dengan potensi rendah akan diutamakan sebagai ruang penerimaan. Salah satu alasan alokasi ini adalah karena zona dengan potensi wisata rendah ini terdapat di area strategis pintu masuk dari berbagai kota menuju kawasan pusat Kota Solo. Zona ini juga dapat berfungsi sebagai ruang wisata pendukung. Tujuan interpretasi zona in adalah pengenalan Kota Solo secara umum. Ruang wisata pendukung dapat berupa kegiatan wisata belanja, wisata perkotaan, berupa pocket park/open space, atau berupa atraksi wisata yang bersifat kontemporer.
68 68
Gambar 32. Block Plan
69
Pemanfaatan ruang wisata pendukung dapat disesuaikan dengan konteks lokasinya. Contohnya apabila lokasi tersebut berada di daerah yang merupakan pertokoan/mall, maka dapat dikembangkan pocket park. Zona dengan potensi sedang difungsikan sebagai wisata sejarah budaya sekunder dan wisata pendukung. Ruang wisata sejarah budaya sekunder merupakan ruang wisata dengan nilai sejarah dan budayanya yang cukup kuat. Pada zona ini dapat dikembangkan potensi wisata tradisional yang dimodifikasi, sehingga budaya Kota Solo akan tetap dinamis dan hidup. Contohnya adalah modifikasi tari-tarian tradisional atau lagu-lagu tradisional. Tujuan interpretasi zona ini adalah pengenalan sejarah dan budaya Kota Solo secara umum, baik itu tradisional maupun modern. Sedangkan zona dengan potensi wisata yang tinggi akan difokuskan menjadi wisata utama dengan tema sejarah dan budaya yang kuat. Pada zona ini akan diminimalisasi perubahan yang dapat merubah nilai sejarah budaya kawasan. Adapun pengembangan yang dilakukan hanya bersifat memperindah saja. Tujuan interpretasi zona ini adalah pengenalan sejarah dan budaya Kota Solo asli, atau yang bersifat tradisional. Pada zona dengan potensi tinggi ini akan diperbanyak stops dibandingkan 2 zona sebelumnya. Hal ini akan didukung dengan penyediaan fasilitas yang seimbang. 5.3.
Konsep Perencanaan Berikut ini penjabaran mengenai konsep perencanaan yang terdiri dari
konsep dasar perencanaan dan konsep pengembangan. 5.3.1. Konsep Dasar Perencanaan Konsep dasar perencanaan lanskap dalam studi ini adalah menjaga kelestarian nilai sejarah budaya asli Kota Solo dan memperkenalkan nilai-nilai tersebut melalui jalur interpretasi yang merupakan integrasi dari keberadaan obyek, atraksi, fasilitas, dan informasi interpretasi. Langkah yang diambil adalah dengan membagi kawasan perencanaan ke dalam ruang wisata sejarah budaya primer, sejarah budaya sekunder, dan pendukung. Ruang wisata sejarah budaya primer adalah ruang wisata sejarah budaya utama di kawasan perencanaan. Perlakuan pada ruang ini adalah minimalisasi perubahan sehingga tercipta karakter kawasan yang berkesan asli. Sedangkan
70
ruang wisata sejarah budaya sekunder adalah ruang wisata dengan tingkat di bawah ruang wisata primer. Pada ruang ini dikembangkan wisata tradisional yang dimodifikasi, yaitu dengan cara dikemas secara modern. Dua ruang wisata tersebut dilengkapi ruang wisata pendukung yang cenderung bersifat perkotaan. Selanjutnya konsep dasar jalur interpretasi adalah agar wisatawan mendapatkan pengalaman yang edukatif dan rekreatif tentang sejarah dan budaya Kota Solo. Langkah yang digunakan adalah dengan membagi jalur interpretasi ke dalam segmen-segmen zona interpretasi sesuai dengan konteks sejarah dan budaya yang dimilikinya. Masing-masing segmen tersebut ditetapkan tujuan khusus interpretasinya. Selanjutnya dari masing-masing segmen ini akan saling dihubungkan dari satu segmen ke segmen lainnya. 5.3.2. Konsep Pengembangan a. Konsep Ruang Konsep ruang adalah pengembangan dari block plan yang telah dihasilkan. Perbedaanannya adalah pada pembagian masing-masing ruang ke dalam zona yang lebih detail lagi. Ruang dibagi berdasarkan block plan. Ruang penerimaan dibagi menjadi ruang display, penerimaan utama, dan transisi. Sedangkan ruang wisata sejarah budaya primer, sejarah budaya sekunder, dan pendukung masingmasing dibagi ke dalam ruang inti dan transisi. Selanjutnya konsep ruang dapat dilihat di Gambar 33. b. Konsep Sirkulasi Berdasarkan konsep dasar perencanaan ini, yaitu memperkenalkan nilainilai sejarah budaya Kota Solo melalui jalur interpretasi, maka sirkulasi dibagi menjadi dua, yaitu interpretasi dan non-interpretasi. Sirkulasi interpretasi adalah jalur sirkulasi yang ditujukan bagi wisatawan dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas dan penanda jalur yang ditujukan untuk tujuan interpretasi. Tranportasi yang akan dikembangkan bertujuan untuk menguatkan citra sejarah dan budaya, antara becak, sepeda, kereta wisata, dan andong. Aksesibilitas dibagi menjadi dua yaitu akses primer dan sekunder. Penentuan akses primer dengan menentukan area yang paling mudah diakses dari kota-kota lain dan mempunyai akses transportasi termudah. Akses primer berupa
71 71
Gambar 33. Konsep Ruang
72
gerbang utama yang mempunyai fasilitas lengkap untuk mendukung kegiatan interpretasi. Adapun akses alternatif dari kota lain selain akses primer menuju kawasan perencanaan adalah akses sekunder. Akses sekunder dapat berupa elemen penyambutan yang lebih sederhana, contohnya gerbang dan signage. Gambar 34 menjelaskan konsep sirkulasi di kawasan perencanaan. c. Konsep Jalur Interpretasi Konsep jalur interpretasi yang diterapkan adalah dengan mengalirkan wisatawan dari zona dengan potensi rendah menuju ke potensi tinggi. Potensi rendah merupakan awal dari interpretasi keseluruhan, sedangkan zona potensi tinggi merupakan klimaks interpretasi wisatawan. Pada zona potensi tinggi atau obyek yang memiliki skoring tinggi di tahap analisis, maka alokasi fasilitas untuk wisatawan pada zona tersebut diperbanyak sesuai dengan kebutuhan, sehingga diharapkan wisatawan lebih lama berada di tempat tersebut. Tujuan dari jalur interpretasi yang direncanakan adalah agar wisatawan mendapatkan pengalaman dan pemahaman tentang Kota Solo sesuai dengan waktu yang dimiliki untuk tujuan interpretasi. Tabel 20 berikut berisi aspek-aspek yang dipertimbangkan dalam pengembangan jalur interpretasi di Jalan Slamet Riyadi. Tabel 20. Aspek dalam Pembuatan Jalur Interpretasi Aspek Tema dan Tujuan Start Finish Stops.
Media Interpretasi
Fasilitas sirkulasi interpretasi
Keterangan Pada setiap segmen zona interpretasi akan ditentukan tema khusus serta tujuannya (Sharpe 1982). Pada jalur interpretasi setiap segmen akan ditentukan titik/lokasi start dan finish-nya. Sepanjang rute per segmen tersebut akan ditentukan titik-titik pemberhentian yang berfungsi sebagai pengatur ritme perjalanan wisatawan dalam melakukan interpretasi. Pada pemberhentian tersebut dapat dikembangkan pocket park atau taman. Media interpretasi yang digunakan adalah teknik perpaduan antara personal dan non-personal. Media personal adalah dengan pemandu pada lokasi/obyek wisata yang diperlukan penjelasan mengenai seluk beluk obyek tersebut. Sedangkan media non-personal digunakan antara obyek satu dengan yang lain (atau di sepanjang jalur interpretasi). Tujuannya agar wisatawan dapat berinterpretasi sendiri dengan menggunakan media dan fasilitas yang telah disediakan. Contoh media non-personal adalah: tanda interpretasi, papan interpretasi, leaflet, booklet, maupun tayangan video (Sharpe 1982). Fasilitas yang mempermudah wisatawan dalam berinterpretasi seperti sepeda, kereta wisata, becak, maupun stops untuk istirahat.
73 73
Gambar 34. Konsep Sirkulasi
74
Untuk memenuhi tujuan interpretasi, maka jalur interpretasi dibagi ke dalam segmen-segmen zona interpretasi sesuai dengan konteks sejarah dan budaya yang dimilikinya. Tema segmen jalur interpretasi terdiri dari: sejarah perjuangan kemerdekaan, budaya Sriwedari, sejarah budaya Keraton Mangkunegaran, budaya Singosaren, sejarah kolonial, dan sejarah budaya Keraton Kasunanan Surakarta (Gambar 35).
Gambar 35. Pembagian Tema Segmen Jalur Interpretasi
d. Konsep Aktivitas dan Fasilitas Konsep aktivitas dan fasilitas dibagi berdasarkan konsep dasar perencanaan. Konsep aktivitas dibagi menjadi dua, yaitu aktivitas interpretasi dan aktivitas non-interpretasi. Aktivitas interpretasi adalah aktivitas yang berkaitan dengan kegiatan interpretasi sejarah dan budaya. Contohnya adalah melihat atraksi wisata dan obyek secara langsung, berfoto, dan menelusuri/touring di jalur interpretasi. Sedangkan aktivitas non-interpretasi adalah aktivitas selain untuk tujuan interpretasi. Aktivitas ini merupakan kegiatan eksisting yang telah dilakukan oleh masyarakat setempat, contohnya berbelanja, dan berdagang.
75
Sedangkan konsep fasilitas dibagi menjadi tiga, yaitu fasilitas wisata, fasilitas media interpretasi, dan fasilitas sirkulasi interpretasi. Fasilitas wisata adalah fasilitas yang diperuntukkan bagi wisata secara umum. Fasilitas media interpretasi adalah fasilitas yang digunakan untuk memberikan informasi mengenai interpretasi wisata. Sedangkan fasilitas sirkulasi interpretasi adalah fasilitas untuk menunjang sirkulasi kegiatan interpretasi sejarah budaya. 5.4.
Perencanaan Jalur Interpretasi Tujuan dari perencanaan jalur interpretasi adalah agar wisatawan
mendapatkan pengalaman dan pemahaman tentang Kota Solo sesuai dengan waktu yang dimiliki untuk tujuan interpretasi. Untuk memenuhi tujuan interpretasi tersebut, maka jalur interpretasi dibagi ke dalam segmen-segmen zona interpretasi sesuai dengan konteks sejarah dan budaya yang dimilikinya. Tabel 21 berikut adalah tema segmen zona interpretasi beserta obyek dan atraksi wisatanya. Tabel 21. Tema Jalur Interpretasi, Obyek, dan Atraksi Wisata No 1
Tema Zona Penerimaan
2
Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Budaya Sriwedari
4
5
Sejarah Budaya Keraton Mangkunegaran
6 7
Budaya Singosaren Sejarah Kolonial
8
Sejarah Budaya Keraton Kesunanan
Obyek Wisata Stasiun Purwosari, Gedung Lowo. Tugu Lilin, Patung Soedirman, Gereja Gendhengan. Taman Sriwedari, Museum Dullah, Loji Gandrung, ExKodim, Monumen Sriwedari, MAN 2 Surakarta,Balai Soedjatmoko, Museum Radya Pustaka, Museum Wuryaningratan. Keraton Mangkunegaran, Patung Suratin, Monumen Pers, Masjid Al-Wustho, Galeri ASDI, Pasar Triwindu. Wisma Bathari. Benteng Vastenberg, Gereja GPIB, Kantor Pos Besar, Javache Bank, Pendaphi Gedhe Balaikota, Gereja St. Antonius, Pasar Gede Hardjonagoro, Gedung Juang 45, Stasiun Sangkrah. Keraton Kasunanan Surakarta, Kampung Baluwarti, Kampung Batik Kauman, Pasar Klewer, Masjid Agung.
Atraksi Wisata Keroncong, Menonton Film tentang Solo. Keroncong. Tarian Jawa, Wayag Orang, Wayang Kulit, Wayang Bocah, Seni Lukis, Pameran. Tarian Jawa, Solo Batik Fashion, Mangkunegaran Performing Art, Wisata Belanja. Wisata Belanja Grebeg Sudiro, Wisata Belanja.
Grebeg Besar, Sekatenan, Keraton Festival, Tarian Kerajaan, Wayang Bocah, Membatik.
76
Zona atau obyek yang memiliki skoring tinggi pada tahap analisis, maka semakin banyak alokasi aktivitas dan fasilitas untuk wisatawan, sehingga diharapkan wisatawan dapat lebih lama berada di tempat tersebut. Waktu tempuh perjalanan per zona jalur interpretasi ditentukan oleh jarak tempuh, jumlah stops dan kualitas obyek wisatanya. Tabel 22 berikut menyajikan informasi mengenai waktu tempuh yang diperlukan oleh wisatawan untuk menyelesaikan zona jalur interpretasi yang diinginkan. Tabel 22. Waktu Tempuh Jalur interpretasi No 1 2 4 5 6 7 8
Tema Zona Penerimaan Perjuangan Kemerdekaan Sriwedari Keraton Mangkunegaran Singosaren Kolonial Keraton Kesunanan
Jumlah stops 6 6 11 12 5 14 13
Jarak Tempuh 1,20 km 2,25 km 2,32 km 1,96 km 1,14 km 3,05 km 2,36 km
Waktu Tempuh 1½ jam 1½ jam 4½ jam 4½ jam 2¾ jam 4 jam 5½ jam
Zona yang paling pendek waktu tempuhnya adalah Zona Penerimaan dan zona perjuangan kemerdekaan. Sedangkan zona yang paling panjang waktu tempuhnya adalah Zona Keraton Kasunanan. Zona Keraton Kasunanan memiliki waktu yang paling panjang karena zona ini memiliki total nilai yang paling tinggi dan termasuk dalam zona potensi wisata tinggi. Hal ini menjadi dasar untuk penetapan waktu yang labih panjang dibandingkan dengan zona lain karena pentingnya informasi yang disampaikan bagi wisatawan. Dalam pembuatan jalur interpretasi, langkah awal yang dilakukan adalah menentukan beberapa tema zona jalur interpretasi disesuaikan dengan obyek dan konteks sejarahnya. Langkah selanjutnya adalah menentukan titik awal dan titik akhir pada masing-masing zona tersebut (Damayanti 2003). Untuk memberikan kenyamanan wisatawan, maka apabila jarak antara 2 obyek wisata di atas 250400m perlu disediakan fasilitas pocket park untuk beristirahat (Vernon 2009). Langkah yang terakhir adalah menentukan fasilitas interpretasi yang mendukung kegiatan wisatawan dalam melakukan kegiatan interpretasi wisata sejarah budaya. Gambar 36 menyajikan gambar rute, tema, dan tujuan jalur interpretasi per segmen yang telah dibuat. Selanjutnya Tabel 23 berisi Stops pada Masing-Masing Tema Jalur Interpretasi.
77 77
78 78
Tabel 23. Stops pada Masing-Masing Tema Jalur Interpretasi. No. I
1 2 3 4 5 6 II
1 2 3 4 5 6 III
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 IV
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Stop Area Durasi Keterangan Jarak Antar Stop PENERIMAAN Jarak Tempuh: 1,20 km, Waktu Tempuh: 1½ jam Tujuan : Mengenal Kota Solo secara umum dan mendapatkan informasi tentang interpretasi yang bisa didapatkan. Main gate 5 menit Memasuki kawasan perencanaan. 10 meter Solo Visitor Centre 20 menit Fasilitas pelayanan interpretasi, istirahat. 40 meter Stasiun Purwosari 10 menit Awal kereta wisata, wisata arsitektural. 200 meter Pocket Park 1 10 menit Rest area, informasi interpretasi. 250 meter Gedung Lowo 10 menit Wisata arsitektural, pameran, informasi. 370 meter Pocket Park 2 10 menit Rest area, informasi interpretasi. 330 meter Total waktu 65 menit 1200 meter TEMA SEJARAH PERJUANGAN KEMERDEKAAN Jarak Tempuh: 2,25 km, Waktu Tempuh: 1½ jam Tujuan : Memahami arti Kota Solo pada zaman perjuangan kemerdekaan RI. Patung Slamet Riyadi 10 menit Taman Patung Slamet Riyadi. 350 meter Tugu lilin 10 menit Obyek monumental. 390 meter Gereja Gendhengan 5 menit Wisata arsitektural 225 meter Pocket Park 3 10 menit Rest area, informasi interpretasi. 480 meter Pocket Park 4 10 menit Rest area, informasi interpretasi. 470 meter Pocket Park 5 10 menit Rest area, informasi interpretasi. 330 meter Total waktu 55 menit 2245 meter TEMA BUDAYA SRIWEDARI Jarak Tempuh: 2,32 km, Waktu Tempuh: 4½ jam Tujuan : Memahami kebudayaan Kota Solo terutama yangberkembang di sekitar Sriwedari Loji Gandrung 15 menit Wisata arsitektural, informasi dan atraksi. 240 meter Museum Dullah 20 menit Pameran lukisan. 280 meter Ex Kodim 10 menit Arsitektural, pameran. 55 meter Monumen Sriwedari 10 menit Obyek monumental. 140 meter MAN 2 Surakarta 10 menit Wisata arsitektural. 200 meter Pocket Park 6 10 menit Rest area, informasi interpretasi. 240 meter Balai Soedjatmoko 20 menit Pameran, wisata arsitektural. 55 meter MuseumWuryaningratan 30 menit Pameran, wisata arsitektural. 170 meter Museum Radya Pustaka 30 menit Pameran, wisata arsitektural. 90 meter Taman Budaya Sriwedari 60 menit Atraksi wisata budaya, informasi interpretasi. 550 meter Pocket Park 7 10 menit Rest area, informasi interpretasi. 300 meter Total waktu 225 menit 2320 meter TEMA SEJARAH BUDAYA KERATON MANGKUNEGARAN Jarak Tempuh: 1,96 km, Waktu Tempuh: 4½ jam Tujuan : Memahami posisi Keraton Mangkunegaran sebagai salah satu pemegang kekuasaan di Kota Solo pada zaman dahulu. Sekolah Mangkunegaran 10 menit Wisata arsitektural 300 meter Monumen Pers 20 menit Pameran, wisata arsitektural. 20 meter Patung Suratin 10 menit Taman, rest area. 350 meter Masjid Al Wustho 10 menit Wisata arsitektural, wisata religi. 150 meter SMA 1 Muhammadiyah 10 menit Wisata arsitektural 350 meter Locomotif Sculpture 10 menit Taman, rest area. 250 meter Halaman Depan Mankunegaran 20 menit Informasi interpretasi. 50 meter Pura Mangkunegaran 60 menit Wisata arsitektural, atraksi. 150 meter Pasar Triwindu 30 menit Wisata belanja. 200 meter Galeri ASDI 20 menit Pameran, wisata arsitektural. 40 meter Pocket Park 8 10 menit Rest area, informasi interpretasi. 300 meter Pocket Park 9 10 menit Rest area, informasi interpretasi. 300 meter Total waktu 220 menit 1960 meter
Waktu Tempuh
Fasilitas Interpretasi (Media)
Fasilitas Wisata
1 menit 1 menit 3 menit 4 menit 5 menit 5 menit 19 menit
Lefleat, peta, film, pusat informasi. Papan Interpretasi. Papan Interpretasi. Pemandu, Papan Interpretasi. Papan Interpretasi.
Tempat Penyewaan Sepeda. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah.
5 menit 5 menit 3 menit 6 menit 6 menit 5 menit 30 menit
Papan Interpretasi. Papan Interpretasi. Papan Interpretasi. Papan Interpretasi. Papan Interpretasi. Papan Interpretasi.
Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Sampah. Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah.
3 menit 4 menit 1 menit 2 menit 3 menit 3 menit 1 menit 3 menit 2 menit 8 menit 4 menit 34 menit
Pemandu, Papan Interpretasi, Film. Pemandu, Papan Interpretasi, Film. Pemandu, Papan Interpretasi. Papan Interpretasi. Papan Interpretasi. Papan Interpretasi. Pemandu, Papan Interpretasi. Pemandu, Papan Interpretasi, Film. Pemandu, Papan Interpretasi, Film. Pemandu, Papan Interpretasi. Papan Interpretasi.
Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah.
4 menit 1 menit 5 menit 5 menit 5 menit 4 menit 1 menit 2 menit 3 menit 1 menit 4 menit 4 menit 39 menit
Papan Interpretasi Pemandu, Papan Interpretasi, Film. Papan Interpretasi. Pemandu, Papan Interpretasi. Papan Interpretasi Papan Interpretasi, Pemandu, Papan Interpretasi Pemandu, Papan Interpretasi. Papan Interpretasi. Papan Interpretasi, Film. Papan Interpretasi Papan Interpretasi
Tempat Duduk, Tempat Sampah Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah Tempat Sampah Tempat Duduk, Tempat Sampah Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah Tempat Duduk, Tempat Sampah
79 79
Lanjutan Tabel 22. Stops pada Masing-Masing Tema Jalur Interpretasi. No. V
1 2 3 4 5 VI
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 VII
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Stop Area Durasi Keterangan Jarak Antar Stop TEMA BUDAYA SINGOSAREN Jarak Tempuh: 1,14 km, Waktu Tempuh: 2¾ jam Tujuan : Menikmati wisata budaya belanja yang ditawarkan di area ini, yaitu perpaduan antara belanja modern dan tradisional. Wisma Bathari 10 menit Wisata arsitektural. 90 meter Jalur Singosaren 30 menit Wisata belanja. 200 meter Pocket Park 8 10 menit Rest area, informasi interpretasi. 225 meter Singosaren City Walk 30 menit Wisata Belanja. 300 meter Pocket Park 9 10 menit Rest area, informasi interpretasi. 325 meter Total waktu 90 menit 1140 meter TEMA SEJARAH KOLONIAL Jarak Tempuh: 3,05 km, Waktu Tempuh: 4 jam Tujuan : Memahami pengaruh kolonial terhadap kehidupan masyarakat Kota Solo dan 2 kerajaan yang berada di kota ini. Pocket Park 10 10 menit Rest area, informasi interpretasi. 300 meter Gereja GPIB 10 menit Wisata arsitektural. 90 meter Kantor Pos 10 menit Wisata arsitektural, pameran. 90 meter Javache Bank 10 menit Wisata arsitektural, pameran. 75 meter Balaikota Surakarta 20 menit Wisata arsitektural, pameran, atraksi. 55 meter Gereja St. Antonius 10 menit Wisata arsitektural. 185 meter Pasar Gedhe Hardjonagoro 30 menit Wisata arsitektural, wisata belanja, atraksi. 30 meter Vihara Avalokitesvara 10 menit Wisata arsitektural, wisata budaya. 400 meter Pocket Park 11 10 menit Rest area, informasi interpretasi. 400 meter Pocket Park 12 10 menit Rest area, informasi interpretasi. 220 meter Stasiun Sangkrah 10 menit Wisata arsitektural, akhir kereta wisata. 470 meter Gedung Juang 45 10 menit Wisata arsitektural, Pameran. 240 meter Benteng Vastenberg 30 menit Wisata arsitektural, Museum. 390 meter Sub Solo Visitor Centre 20 menit Fasilitas pelayanan interpretasi, istirahat. 100 meter Total waktu 200 menit 3045 meter TEMA SEJARAH BUDAYA KERATON KASUNANAN SURAKARTA Jarak Tempuh: 2,36 km, Waktu Tempuh: 5½ jam Tujuan : Memahami arti penting Keraon Kasunanan Surakarta dalam pemerintahan zaman dahulu di Kota Surakarta. Gapura Gladag 10 menit Wisata arsitektural, informasi interpretasi 200 meter Alun Alun Utara 10 menit Wisata sejarah. 200 meter Pusat Souvenir 20 menit Wisata belanja, 180 meter Museum Keraton 20 menit Pameran, wisata arsitektural. 100 meter Keraton bagian depan. 20 menit Informasi interpretasi 50 meter Kedaton (bagian dalam) 60 menit Wisata arsitektural, wisata sejarah. 100 meter Alun-Alun Selatan 20 menit Wisata sejarah. 300 meter Kampung Baluwarti 1 20 menit Wisata arsitektural, wisata sejarah. 300 meter Kampung Baluwarti 2 20 menit Wisata arsitektural, wisata sejarah. 400 meter Masjid Agung Surakarta 20 menit Wisata arsitektural, wisata religi. 50 meter Pasar Klewer 40 menit Wisata belanja. 280 meter Kampung Batik Kauman 1 20 menit Wisata arsitektural, wisata budaya, atraksi. 200 meter Kampung Batik Kauman 2 20 menit Wisata arsitektural, wisata budaya. Total waktu 300 menit 2360 meter Total di Stop Area 1155 menit Total Panjang Seluruh Segmen 14.270 meter Total Waktu Perjalanan 216 menit = 14,27 km Total Waktu Keseluruhan 1371 menit =22jam 51mnt
Keterangan: Standar yang dipakai dalam penentuan stop area di atas adalah merujuk pada Vernon (2009) dalam Landscape Architect’s Pocket Book. Rata-rata kecepatan berjalan orang 80 m/menit, 400 m dalam 5 menit or 800 m dalam 10 menit.. Jarak taman lokal sekitar 250–400 m. Selengkapnya dapat dilihat di Lampiran 7.
Waktu Tempuh
Fasilitas Interpretasi (Media)
Fasilitas Wisata
2 menit 3 menit 3 menit 4 menit 5 menit 17 menit
Papan Interpretasi. Papan Interpretasi. Papan Interpretasi. Papan Interpretasi. Papan Interpretasi.
Tempat Sampah. Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah.
4 menit 2 menit 2 menit 1 menit 1 menit 3 menit 1 menit 5 menit 5 menit 3 menit 6 menit 3 menit 5 menit 2 menit 43 menit
Papan Interpretasi. Papan Interpretasi. Pemandu, Papan Interpretasi, Film. Pemandu, Papan Interpretasi, Film. Pemandu, Papan Interpretasi, Film. Papan Interpretasi. Papan Interpretasi. Pemandu, Papan Interpretasi. Papan Interpretasi. Papan Interpretasi. Papan Interpretasi. Pemandu, Papan Interpretasi. Papan Interpretasi. Papan Interpretasi
Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Sampah. Tempat Sampah. Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Sampah. Tempat Sampah. Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah
3 menit 3 menit 3 menit 2 menit 1 menit 2 menit 4 menit 4 menit 4 menit 1 menit 4 menit 3 menit 34 menit
Papan Interpretasi Papan Interpretasi. Papan Interpretasi. Pemandu, Papan Interpretasi. Pemandu, Papan Interpretasi. Pemandu, Papan Interpretasi Papan Interpretasi. Papan Interpretasi Papan Interpretasi Papan Interpretasi. Papan Interpretasi. Papan Interpretasi. Papan Interpretasi
Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah Tempat Duduk, Tempat Sampah Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah
Selanjutnya pada rencana jalur interpretasi ini dapat dikembangkan peta jalur interpretasi masingmasing zona untuk mempermudah wisatawan. Contoh peta interpretasi dapat dilihat pada Lampiran 8.
80
5.5.
Perencanaan Lanskap Rencana lanskap jalur interpretasi sejarah budaya Jalan Slamet Riyadi
Kota Surakarta ini adalah hasil akhir perencanaan yang merupakan penggabungan dari rencana ruang, rencana sirkulasi, rencana jalur interpretasi, dan rencana aktivitas dan fasilitas. Rencana lanskap ini menyajikan lokasi obyek-obyek wisata di kawasan perencanaan beserta fasilitas-fasilitas interpretasi wisata yang mendukungnya. Untuk mempermudah memahami rencana lanskap tersebut, disajikan gambar referensi perencanaan (Gambar 37). Rencana lanskap tersebut selanjutnya dibagi ke dalam 3 segmen (Gambar 38, 40, dan 42). Masing-masing segmen akan dilengkapi dengan detail plan (Gambar 39, 41, dan 43). Strategi perencanaan yang diterapkan adalah optimalisasi aktivitas wisata pada obyek-obyek bersejarah sebagai ruang publik yang dapat diakses penuh oleh wisatawan dan masyarakat. Hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan karakter sejarah budaya kawasan sekaligus menambah jumlah ruang terbuka untuk masyarakat Kota Solo dengan yang telah ada sebelumnya. Berdasarkan tema yang telah dibuat pada rencana jalur interpretasi, yaitu: sejarah kemerdekaan, budaya Sriwedari, sejarah budaya Keraton Mangkunegaran, budaya Singosaren, sejarah kolonial, dan sejarah budaya Keraton Kasunanan Surakarta, maka perencanaan lanskap yang berada di dalam zona tersebut akan disesuaikan dengan tema jalur interpretasinya. Salah satu aplikasinya adalah dalam perencanaan pocket park di sepanjang jalur interpretasi, maka pocket parkpocket park tersebut
akan direkomendasikan menggunakan tema jalur
interpretasinya sebagai acuan desainnya. 5.5.1. Rencana Ruang Untuk mendukung konsep dasar dalam perencanaan ini, yaitu menjaga kelestarian nilai sejarah budaya asli Kota Solo, maka kawasan dibagi zona wisata sejarah budaya primer, sejarah budaya sekunder, dan pendukung. Tujuan dari pembagian ruang ini adalah untuk menentukan prioritas ruang dalam hal nilai kesejarahan dan kebudayaannya. Masing-masing ruang mempunyai perlakuan yang berbeda. Hal tersebut dimaksudkan agar tercipta ritme perjalanan yang nyaman menarik bagi wisatawan dalam melakukan interpretasi wisata.
81 81
82 82
83 83
84 84
85 85
86 86
87 87
88
Ruang
penerimaan
berfungsi
menarik
wisatawan
agar
tertarik
mengunjungi kawasan Jalan Slamet Riyadi. Karakter ruang yang direncanakan bersifat estetik dan mendukung penuh penyediaan informasi kegiatan interpretasi wisata yang disediakan. Pada ruang ini direncanakan pusat informasi bagi wisatawan yang memberikan semua informasi tentang kegiatan interpretasi di kawasan perencanaan. Ruang wisata pendukung mempunyai karakter dominan perkotaan. Pengembangan yang sesuai adalah untuk wisata belanja, wisata perkotaan, dan atraksi wisata kontemporer. Pada ruang wisata sejarah budaya sekunder dikembangkan potensi wisata tradisional yang dimodifikasi, contohnya adalah modifikasi tarian dan lagu tradisional. Aplikasi perencanaan yang dilaksanakan adalah pengembangan arsitektur tradisional yang dpadukan dengan arsitektur modern. Sedangkan karakter ruang sejarah budaya primer yang masih bersifat tradisional dipertahankan secara maksimal dengan cara meminimalisir perubahan yang dilakukan. Hal tersebut dimaksudkan agar tercipta kesan karakter asli kawasan. 5.5.2. Rencana Sirkulasi Sesuai dengan konsep yang telah ditetapkan, yaitu perencanaan lanskap didasarkan pada jalur interpretasi yang direncanakan, maka sirkulasi dibagi menjadi dua, yaitu interpretasi dan non-interpretasi. Hal tersebut bertujuan untuk membedakan secara jelas sirkulasi untuk kegiatan interpretasi dengan sirkulasi untuk kegiatan lainnya. Sirkulasi interpretasi adalah jalur sirkulasi yang ditujukan khusus untuk tujuan interpretasi wisata. Transportasi yang akan dikembangkan antara lain moda transportasi tradisional yang telah ada dengan penambahan-penambahan untuk menguatkan citra sejarah dan budaya Kota Solo, yaitu antara lain: becak, kereta api wisata, kereta kuda (andong), dan sepeda. Selain itu juga ditambahkan fasilitas penunjang sirkulasi interpretasi seperti halte kereta wisata, halte bis, tempat sewa sepeda, dan shelter.
89
Adapun sirkulasi non-interpretasi adalah sirkulasi masyarakat umum yang masuk ke dalam areal perencanaan, tetapi tidak digunakan sebagai jalur wisata. Pada sirkulasi ini dapat dikembangkan sistem transportasi yang sekaligus juga akan meningkatkan akitivitas wisata di kawasan Jalan Slamet Riyadi. Aksesibilitas dibagi menjadi dua yaitu aksesibilitas primer dan sekunder. Aksesibilitas primer bagi wisatawan adalah gerbang utama di ruang penerimaan. Penentuan aksesibilitas primer didasarkan pada lokasi yang merupakan area masuk kawasan yang dijangkau paling dekat oleh semua moda transportasi. Adapun aksesibilitas sekunder berupa gerbang sekunder di akses masuk alternatif kawasan. Gerbang sekunder dapat berbentuk signage atau penanda kawasan yang lebih sederhana dibandingkan gerbang utama. Wisatawan dapat dengan bebas memilih jalur sirkulasi interpretasi yang diinginkan sesuai dengan kemampuan dan waktu yang dimiliki. Pilihan pertama pengunjung dapat berjalan kaki dengan nyaman menyusuri seluruh jalur interpretasi sesuai dengan panduan jalur interpretasi yang telah dibuat. Di sepanjang perjalanan disediakan pocket park yang berfungsi sebagai tempat istirahat. Atau apabila wisatawan tersebut gemar bersepeda dapat meminjam sepeda dan menyusuri semua obyek wisata dengan lebih cepat. Pilihan terakhir wisatawan dapat menggunakan moda transportasi yang disediakan oleh Kota Solo, yaitu; becak, kereta wisata (andong), atau kereta api wisata. 5.5.3. Rencana Aktivitas dan Fasilitas Aktivitas yang diutamakan dalam perencanaan ini adalah kegiatan interpretasi. Karena hal tersebut, maka aktivitas dibagi menjadi dua kategori, yaitu aktivitas interpretasi dan aktivitas non-interpretasi. Tujuan dari pembagian tersebut adalah untuk jenis-jenis aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan interpretasi wisata. Hal tersebut berhubungan dengan penyediaan fasilitas di kawasan perencanaan. Adapun fasilitas dibagi menjadi tiga, yaitu fasilitas wisata, fasilitas media interpretasi, dan fasilitas sirkulasi interpretasi. Pembagian fasilitas tersebut dimaksudkan agar mudah dalam penggolongannya.
90
Aktivitas interpretasi adalah aktivitas yang berkaitan dengan kegiatan interpretasi sejarah dan budaya. Aktivitas tersebut merupakan aktivitas utama dalam perencanaan ini, contohnya adalah mengunjungi obyek wisata. Sedangkan aktivitas non-interpretasi adalah aktivitas selain untuk tujuan interpretasi. Aktivitas tersebut merupakan kegiatan eksisting yang telah dilakukan oleh masyarakat setempat, seperti: makan, berbelanja, bekerja, dan jalan-jalan. Fasilitas wisata adalah fasilitas yang ditujukan untuk keperluan wisata secara umum. Adapun fasilitas interpretasi adalah fasilitas yang disediakan untuk keperluan aktivitas interpretasi. Sedangkan fasilitas sirkulasi interpretasi adalah fasilitas yang mendukung sirkulasi wisatawan dalam melakukan interpretasi. Tabel 24 berikut ini berisi informasi tentang rencana aktivitas interpretasi dan rencana fasilitas. Tabel 24. Rencana Aktivitas dan Fasilitas Aktivitas Berjalan, Bersepeda, Informasi wisata, Foto Hunting, Istirahat, Kuliner, Naik kereta wisata, Mengunjungi obyek wisata Melihat atraksi.
Wisata Pocket park, Plaza, Shelter, Tempat duduk, Tempat sampah, Food Court, Souvenir shop.
Fasilitas Media Interpretasi Papan interpretasi, Tanda interpretasi, Pusat Informasi , Kios informasi, Penanda jalur interpretasi, Leaflet, Booklet, Peta interpretasi.
Sirkulasi Interpretasi Pedestrian line, Penyewaan sepeda, Parkir sepeda, Kereta Wisata, Halte kereta wisata, Halte bis, Pangkalan becak, Pangkalan becak dan andong.
Media interpretasi secara umum dibagi menjadi dua, yaitu: pelayanan personal dan pelayanan non-personal (Sharpe 1982). Pelayanan personal adalah pelayanan kepada wisatawan dengan cara tatap muka, contohnya adalah penyediaan fasilitas pusat informasi dan pemandu di obyek wisata. Sedangkan pelayanan non-personal adalah pelayanan informasi interpretasi dengan menggunakan alat bantu suara dan tulisan. Alat bantu suara dapat berupa rekaman suara atau film. Pelayanan tersebut dapat dialokasikan di pusat penerimaan maupun obyek wisata tertentu. Sedangkan alat bantu tulisan dapat berupa papan interpretasi, tanda interpretasi, maupun berupa leaflet dan booklet.
91
5.5.4. Arahan Desain Arahan desain merupakan dasar bagi desainer yang akan mengembangkan perencanaan yang telah dibuat. Arahan desain dibagi menjadi dua, yaitu arahan desain hardscape/elemen keras dan softscape/elemen lunak. Arahan desain untuk hardscape ditujukan untuk desain street furniture atau desain yang bersifat facade. Berdasar dari data yang telah didapat maka usulan untuk arahan desain hardscape adalah berdasar pada 3 hal, yaitu unsur etnik Solo, kolonial, dan sungai. Unsur etnik Solo dicirikan dengan bentukan-bentukan gaya arsitektur tradisional, ukiran, maupun batik. Unsur kolonial dapat dicirikan dari langgam arsitekturnya yang khas dengan gaya klasik atau tropis indische. Sedangkan unsur sungai dilihat dari aspek sejarah Kota Solo sebagai kota yang dulunya menggunakan moda transportasi air/sungai. Hal ini dapat diaplikasikan dengan menghadirkan elemen air di sepanjang Jalan Slamet Riyadi. Adapun arahan desain softscape diarahkan pada penggunaan vegetasi sebagai identitas atau karakter kawasan. Dalam analisis telah didapatkan vegetasi khas kawasan Jalan Slamet Riyadi. Selanjutnya dapat ditentukan tanaman lokal Kota Solo yang dapat digunakan sebagai identitas masing-masing tema jalur interpretasi serta pocket park yang berada di dalamnya. Diharapkan selain menguatkan karakter kota, penggunaan tanaman lokal tersebut juga memberikan arahan bagi wisatawan untuk mengenali jalur interpretasi yang dilaluinya.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan Pada awalnya Kota Solo merupakan kota yang berbasis sungai sebagai transportasi utamanya. Pada tahun 1810, dibangun jalan di atas sebuah sungai yang sangat lurus, yaitu Sungai Bathangan, yang menghubungkannya dengan pusat pemerintahan kolonial di Jawa yang berada di Semarang. Jalan ini kemudian dikenal sebagai Jalan Slamet Riyadi yang merupakan jalan utama di Kota Surakarta. Perkembangan kebudayaan di kawasan ini telah menjadikan kawasan ini memiliki aspek kesejarahan dan kebudayaan yang tinggi. Hasil analisis aspek sejarah diperoleh 3 zona yaitu: awal pusat kota, pendukung kota, dan perluasan kota. Adapun pada analisis aspek budaya, diperoleh zona-zona: kawasan tradisional, transisi, dan modern. Hasil analisis sub aspek obyek wisata, didapatkan obyek dengan kualitas A (tinggi), B (sedang), dan C (rendah). Selanjutnya berdasarkan analisis sub aspek atraksi, zona yang didapat adalah: intensitas tinggi, sedang, dan rendah. Berdasarkan bobot yang digunakan, aspek sejarah dan budaya lebih kuat pengaruhnya dibandingkan sub aspek obyek dan atraksi (aspek wisata) dalam perencanaan ini (60:40). Selanjutnya didapatkan peta komposit yang terdiri dari zona potensi wisata tinggi, sedang, dan rendah. Konsep perencanaan dalam studi ini adalah menjaga kelestarian nilai sejarah budaya asli Kota Solo dan memperkenalkan nilai sejarah dan budaya tersebut melalui jalur interpretasi. Selanjutnya jalur interpretasi dibagi ke dalam segmen-segmen zona interpretasi sesuai dengan konteks sejarah dan budaya yang dimilikinya. Tema segmen jalur interpretasi yang paling utama adalah tema sejarah budaya Keraton Kasunanan Surakarta dengan jarak tempuh 2,36 km dan waktu tempuh 5 jam 30 menit. Rencana lanskap jalur interpretasi sejarah budaya Jalan Slamet Riyadi Kota Surakarta ini terdiri dari rencana ruang, rencana sirkulasi, serta rencana aktivitas dan fasilitas. Ruang dengan nilai tertinggi dan akan dipertahankan karakter tradisionalnya secara maksimal adalah Ruang Wisata Sejarah Budaya Primer
dengan
obyek
utamanya
yaitu:
Mangkunegaran, dan Benteng Vastenberg.
Keraton
Kasunanan,
Keraton
93
7.2. Saran Berikut adalah saran-saran yang dapat diaplikasikan oleh pihak-pihak terkait. 1. Untuk dapat mengaplikasikan perencanaan lanskap jalur interpretasi ini perlu disesuaikan dengan situasi dan kondisi sesuai yang terjadi di lapang pada waktu pelaksanaan. 2. Strategi utama dalam perencanaan lanskap yang digunakan adalah optimalisasi aktivitas wisata pada obyek-obyek bersejarah sebagai ruang publik yang dapat diakses penuh oleh wisatawan dan masyarakat. Strategi ini dapat diterapkan oleh Pemerintah Kota Surakarta untuk menambah ruang rekreasi bagi masyarakat Kota Solo dan wisatawan. 3. Perencanaan jalur interpretasi kawasan yang telah dilakukan ini lebih kepada pendekatan obyek wisata. Selanjutnya penelitian dapat dilanjutkan dengan pendekatan kampung-kampung kuno di Kota Solo. 4. Perlunya Pemerintah Kota Surakarta dalam mengendalikan penggunaan lahan di kawasan perencanaan melalui Peraturan Daerah, terutama di sekitar area yang memiliki obyek sejarah budaya, agar lingkungan di sekitar obyek tidak banyak berubah. 5. Pemerintah
Kota
Surakarta
dapat
mengembangkan
design
guideline
pembangunan kota yang bertujuan untuk mempertahankan karakter lanskap kota yang telah ada sebelumnya. 6. Untuk perancangan street furniture penunjang jalur interpretasi, arahan desain dapat digunakan seperti aspek sejarah pembentukannya, yaitu bertema unsur: etnik tradisional, kolonial, dan sungai, tentunya harus disesuaikan dengan karakter dominan zonanya. 7. Arahan desain untuk penggunaan vegetasi diarahkan pada penggunaan vegetasi endemik sebagai penguat karakter dan pendukung interpretasi. Selanjutnya dapat dilakukan identifikasi lebih lanjut tentang vegetasi lokal Kota Solo. 8. Dinas Pariwisata dan Tata Kota Surakarta dapat mengembangkan jalur interpretasi ke dalam zonasi tema-tema yang spesifik. Salah satu aplikasinya adalah pembuatan peta panduan jalur interpretasi wisata secara tematik.
DAFTAR PUSTAKA [Bapeda Kota Surakarta], 2005. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RJPM) Kota Surakarta 2005-2010. Solo : Badan Pembangunan Daerah. [BPS Kota Surakarta]. 2008. Surakarta dalam Angka 2007. Solo : Badan Pusat Statistik Kota Surakarta Chiara, JD dan Koppelmen, LE. 1994. Standar Perencanaan Tapak. Ir. Januar Hakim, penerjemah. Jakarta : Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Site Planning Standards. Damayanti. VD. 2003. Study on Making Integrated Interpretation Network for a Colonial City, Case Study: Oud Batavia, Old City of Jakarta [Tesis]. Seoul: Seoul National University. [DisBudPar Surakarta]. Tanpa tahun. Profil Wisata Kota Solo (Tourism Profile of Solo). Surakarta: Departemen Pariwisata Seni dan Budaya Surakarta. [DepBudPar]. 2001. Pedoman Obyek dan Daya Tarik Wisata Andalan. Jakarta : Departeman Kebudayaan dan Pariwisata. [DLLAJ]. 2008. Laporan Kajian Manajemen Lalu Lintas Jalan Slamet Riyadi Kota Surakarta Tahun Anggaran 2008. Surakarta : Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Fandelli, C. dan Muhammad. 2009. Prinsip-Prinsip Dasar Mengkonservasi Lanskap. Yogyakarta: Gadjah mada University Press. Gold, SM. 1980. Recreation Planning and Design. New York: McGraw-Hill Book Co. 332 hlm. Gunn, CA. 1993. Tourism Planing. Third Edition, London : Taylor and Francis Ltd,. 460 hlm Hadi, P. 2001. Karakteristik Penggunaan Lahan Kota Solo. Di dalam: Koestoer RH et al. editor. Dimensi Keruangan Kota: Teori dan Kasus. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Hlm 123-146. Hall, CM. 2000. Tourism Planning: Policie, Processes and Relationship. Singapura: Pearson Education Asia. Hlm 15. Marbun, BN. 1994. Kota Indonesia Masa Depan: Masalah dan Prospek. Jakarta: Penerbit Erlangga.
95
Malik, A. 2007. Tourisme Indonesia, Slamet Riyadi Arts Fair 2007. Diakses dari : www.opensubscriber.com [18 Maret 2009] Minerva, H. 2009. Solo atau Surakarta. Diakses dari : www.haluha.multiply.com [27 April 2010] Pendit, NS. 2002. Ilmu Pariwisata. Jakarta : PT Pradnya Paramita. Primartantyo, U. 2008. Surakarta Mungkin Bakal Operasikan Trem. Diakses dari: www.tempointeraktif.com [18 Maret 2009] Rejeki, S dan Sonya HS. 2006. Solo Bangun "City Walk" di Sepanjang Jalan Slamet Riyadi. Diakses dari www.kompas.com [26 Desember 2008]. Riyanto,
S. 2008. Publikasi BCB Untuk Pariwisata. www.arkeologijawa.com [6 Desember 2009]
Diakses
dari
Santoso, J. 2008. Arsitektur-Kota Jawa: Kosmos, Kultur dan Kuasa. Jakarta: Centropolis, Magister Teknik Perencanaan Universitas Tarumanegara. Hlm. 163. Sharpe, GW. 1982. Interpreting The Environment. USA: John Wiley and Sons. Soedarmono. 2008. Babad Solo. Solo : Solo Heritage Community. Tentua, MN. 2010. Pengumpulan dan Penyajian Data [Modul]. Diakses dari http://meilanynonsi.upy.ac.id/files/stat/modul3.pdf [26 Agustus 2010] Ukky, P. 2008. Surakarta Mungkin Bakal Operasikan Trem. Diakses dari www.tempointeraktif.com [18 Maret 2009] Vernon, S et al. 2009. Landscape Architect’s Pocket Book. USA : Architectural Press. Warlina, L. 2001. Organisasi Keruangan Perkotaan. Di dalam: Koestoer RH et al. editor. Dimensi Keruangan Kota: Teori dan Kasus. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Hlm 8-9. Zahnd, M. 2008. Model Baru Perancangan Kota yang Kontekstual. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Zaida, SNA. 2004. Surakarta: Perkembangan Kota Ditinjau dari Perubahan Kondisi Sosial pada Bekas Ibukota Kerajaan di Jawa [Skripsi]. Bogor: Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
97
Lampiran 1. Form Kuisioner Penelitian
Kuisioner Penelitian Perencanaan Lanskap Jalur Interpretasi Wisata Sejarah dan Budaya Jalan Slamet Riyadi, Kota Surakarta.
Kuisioner ini merupakan salah satu upaya mahasiswa untuk mengetahui keinginan dan harapan masyarakat terhadap jalur interpretasi dan rencana pengembangan lanskap Jalan Slamet Riyadi Kota Surakarta sebagai wisata sejarah budaya.
Data Umum Responden Nama : Jenis Kelamin : L/P Umur : …… tahun Pendidikan terakhir : a. SD c. SLTA b. SLTP d. Akademi Pekerjan : a. Pelajar/Mahasiswa b. Swasta c. PNS d. Wiraswasta
e. Perguruan Tinggi f. Lainnya ……………….. e. Polisi/ABRI f. Pensiunan g. Ibu Rumah Tangga h. Lainnya ………………..
Pertanyaan 1) Apa pandangan umum anda tentang Jalan Slamet Riyadi? Apakah … a. Hanya jalan biasa b. Sebagai tempat rekreasi c. Tempat yang menarik karena banyak terdapat obyek-obyek sejarah dan budaya d. Berbahaya, karena merupakan jalur cepat e. Lainnya……………………………………………………………………… …………………………………….. 2) Bagaimana menurut anda terhadap pengembangan Jalan Slamet Riyadi sebagai Jalur Wisata Sejarah dan Budaya yang saat ini telah ada dan akan terus dikembangkan? a. Setuju b. Tidak setuju c. Tidak tahu Alasan………………………………………………………………………… …………………………………..
3) Apa aktivitas yang biasa anda lakukan di Jalan Slamet Riyadi ini? a. Jalan-jalan santai c. Berwisata/rekreasi d. Belanja b. Hanya lewat d. Berjualan e. Lainnya…………………
98
4) Obyek apa yang paling menarik dari segi wisata menurut anda? a. Taman Sriwedari f. Masjid Agung b. Museum Radya Pustaka g. Stasiun Purwosari c. Kraton Surakarta h. Loji Gandrung d. Pura Mangkunegaran i. Pasar Gede Hardjonagoro e. Benteng Vastenberg j. Lainnya…………………… 5) Jika diadakan atraksi wisata setuju tidak? Di mana? a. Setuju b. Tidak c. Tidak tahu d. Alasan………………………………………………………………………… ………………. 6) Jenis atraksi apa yang anda inginkan? a. Tarian tradisional jawa b. Pemutaran film tentang sejarah dan budaya Solo c. Lainnya ……………………………………………………………………………… ……………… 7) Jenis fasilitas apa yang anda inginkan untuk kegiatan interpretasi wisata? a. Papan penunjuk d. Pemandu b. Papan informasi
e. Jalur kereta sebagai kereta wisata
c. Pusat informasi
f. Lainnya………………………………………….
8) Kendala yang saat ini anda rasakan apabila berada di Jalan Slamet Riyadi? a. Polusi yang tinggi d. Terlalu ramai pengunjung b. Keamanan yang kurang terjamin
e. Kotor
c. Kebisingan
f. Lainnya………………………….
9) Harapan yang anda sampaikan untuk pengembangan Jalan Slamet Riyadi ini sebagai tempat rekreasi dan wisata? Jawaban …………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………… …………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………
99
Lampiran 2. RTH di Jalan Slamet Riyadi (Sumber: Dinas Pertamanan) No
Segmen
Jenis tanaman
A
Segmen rel bengkongperempatan se
-oleander,bakung,aponika,tricolor, puring, pangkas kasar, agave, sablon, Batavia, kembang sepatu,palm putri, Pohon pelindung :angsana,glodogan, asam jawa,cemara.
1.800,00
B
Segmen perempatan sepalang rel
1.200,00
C
Palang purwosari-solo square Taman slamet riyadiswadaya warga Palang purwosari-smp batik Segmen kpn-kleco (ex pkl)
agave,oliander,kaca-kaca,0aponika, sablon,puring,bakung,palem kipas, terangbulan,batavia,rikma putrid, pohon pelindung : asam jawa,angsana, palem raja aponika,oliander,batavia,bakung, hanjuang, pangkas kasar, pohon pelindung;angsana,asam kranji, malaba,glodogan. melati putih,bakung,aponika,kaca-kaca, ,sablon, lantana,adam hawa, tela-tela, oliana, pohon pelindung ; asam kranji,angsana, mangga,beringin,glodogan bakung,oliander,batavia,iris,bougenvile, puring,euphorbia jawa,pangkas kasar, kacang-kacangan, pelindung ;glodogan,mahoni,angsana, asam kranji, iris,aponika,adam hawa, rikma putri,sansevera, kaca-kaca,kacang-kacangan,lantana,oliana, pohon pelindung;mangga,mahoni,asam kranji batavia,bakung,palem putri,palem sadeng, glodogan pecut
1.800,00
6.965,00
D
E
F
Luas (m2)
1.200,00 1.600,00
G
Median tengah Slamet riyadi, st.purwosari-halte panti waluyo Rel bengkong-ps.pon
H
Pasar pon - gladag
I
Taman pertigaan kerten
Melati jepang, bugenvil,agave,oliander,sablonan, iris kuning,aponika,kayu besi,puring,kaca-kaca, palm putri,alamanda,batavia,teh-tehan,lili paris, pandan bali,sanseviera,bunga sepatu,rumput, tela-telaan,telekan, malaba (19),sawo manila (20),akasia (19), filisium(28),angsana (24),tabebuya (1),bungur(9), asem jawa (40),mahoni (16), cemara (7), asem kranji (50),kupu-kupu (6), jumlah pot;pot gelas (62); agave, pilo, babelon (43) ;bugenvil, wajan (46) ; melati air,palm blarak,kana,agave, iris kuning,nanasan,sanseviera,hanjuang, alang-alang asem jawa (10), akasia (24),angsana (5), asem kranji (33), bungur (5), malaba(4), filisium (9), glodogan (18), sawo kecik (20), tanjung (8) Beringin, puring, bakung, bambu kuning
J
Taman windu kerten
beringin,oliander, oliana, tricolor, bakung
300,00
K
Taman depan eks kodim Pertigaan jl.dr.cipto
214,50
L
Jalur hijau depan ps.klecopanti waluyo Sisi utara slamet riyadi Jalur hijau stasiun purwosariNgapeman & kawasan kalitan
palem sadeng (3),kelengkeng (1), akasia(1), kamboja (1), agave, philodendron, iris, kacang-kacangan, browelia, palem blarak, air mancur, lampu taman 3 set, pot 12 bh oliana, oliander,pangkas kasar, batavia,agave, melati putih,lantana, bakung,kaca-kacaan, angsana,glodogan
M
melati putih,bunga sepatu, batavia, kaca-kaca, bugenvil varigata, lantana, angsana, tanjung, glodogan, bungur, sawo kecik, euphorbia, oliander, asem jawa Luas Total
500,00
3.000,00
256,00
6.000,00
8.000,00
32.835,50
100
Lampiran 3. Peta Dasar Kota Surakarta (Sumber : Dinas PU Kota Surakarta)
101
Lampiran 4. Nama-Nama Kampung di Kawasan Perencanaan. Hasil identifikasi dari Soedarmono (2008) tentang penamanaan kampung-kampung kuno di area perencanaan. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Nama Kampung Kerten Purwosari Kalitan Purwonegaran Tumenggungan Priyombadan Kestalan Timuran
9.
Mangkunegaran
10. 11. 12. 13. 14. 15. 16
Notoningratan Keprabon Jageran Kampung Baru Pecinan Purwotomo Penumping
17. 18. 19.
Sriwedari Kebonan Kemlayan Kulon
20.
Kemlayan Wetan
21.
Kauman
22.
Klewer
23. 24.
Kawasan Kraton Mbeteng
25. 26
Kedung Lumbu Loji Wetan
Deskripsi Daerah tempat tinggal Ratu Alit. Kampung yang ada kandang kudanya (dari kata stall) Kediaman Kangjeng Pangeran Harya Mangkudiningrat atau Pangeran Timur Kediaman Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Harya Mangkunagaran Kediaman Kangjeng Pangeran Harya Prabuwijaya Tempat tinggal para serdadu Belanda Jager. Kampung yang muncul kemudian dan belum mempunyai nama. Tempat tinggal orang China. Kediaman abdidalem Nayaka-jawi kiri Penumping Bupati Tamping Dulu bernama Kebon Raja atau Taman Raja. Tempat tinggal jabatan ‘mloyo’, yaitu abdi dalem urusan kesenian dan karawitan. Kulon berarti daerah barat. Sama dengan Kemlayan Kulon, tetapi Kemlayan Wetan berada di sebelah timur. Tempat tinggal abdidalem Ulama bergelar Bupati dan bawahannya hingga golongan Kaum Tempat jualan baju dan lain-lain. Disebut klewer karena dulu barang dagangan digantugkan di tangan sehingga terlihat ‘nglewer-nglewer’ (melambai-lambai). Dimulai dari Gladag, Alun-alun utara sampai alun-alun selatan. Kawasan pertahanan kolonial Belanda yang ditandai dengan adanya Benteng Vastenberg. Rawa yang dulu banyak ditumbuhi lumbu (sejenis talas) Rumah-rumah Bangsa Belanda yang berbentuk loji, dan terletak di sebelah timur Kraton. Sumber : Soedarmono 2008
Lanjutan lampiran 4. Nama-Nama Kampung di Area Perencanaan.
102 102
103
Lampiran 5. Wisata Kuliner yang Potensial di Kota Solo Berikut ini adalah atraksi wisata kuliner yang potensial di Kota Solo No 1 2 3 4
Atraksi Kuliner Nasi Liwet Sate buntel Pecel ndeso Timlo Solo
5
Cabuk Rambak
6 7
Sate Kere Tengkleng
8 9
Gudeg Ceker Selat Segar
10
Tahu Kupat
11 12
Bakmi Toprak Sambel Tumpang
13 14 15 16
Gule Goreng Serabi Solo Intip Dawet ayu
17
Gempol Pleret
18 19 20 21 22
Susu segar Wedang Dongo (Ronde) Rambak Petis Tahok Abon
23
Soto
24
Gendar/Puli
25
Wedangan (hek)
Deskripsi Beras yang dimasak dengan kaldu ayam. Sate kambing yang dibungkus dengan lemak kambing Nasi pecel yang berasal dai beras merah Hidangan berkuah bening yang berisi sosis ayam yang dipotong-potong. Memakai ketupat yang dimasak dalam anyaman janur/ daun kalapa yang masih muda. Sate yang terbuat dari gembus, ampas tahu. Semacam gulai kambing tetapi tidak menggunakan santan. Makanan pendamping yang dihidangkan bersama gudeg. Adaptasi dari salad yang terdiri dari daging yang diiris tipis, buncis, kentang, wortel, telur, dan maiyonaise. Makananan dengan ketupat, tahum dan bakwan sebagai bahan utamanya. Mie kuning dengan kuah bening. Nasi putih yang ditumpangi aneka sayuran dan disiram dengan kuah kental Gule kambing dimasak sampai kering. Serabi khas Solo dengan rasa manis dan gurih. Kerak nasi yang dijemur kemudian digoreng. Minuman yang terdiri dari tepeng beras, ketan hitam, dan selasih. Terbuat dari tepung beras kasar lalu disiram dengan kuah santan dan parutan kelapa. Susu segar murni, biasa berasal dari Boyolali. Minuman hangat beraroma jahe. Kerupuk berbahan baku kulit sapid an kerbau. Makanan yang terbuat dari ampas kedelai. Daging sapi atau ayam yang dicincang, diawetkan dan diberi bumbu. Soto khas Solo adalah dimasak di kuali dan disantap dengan langsung dicampur nasi. Nasi yang dibikin seperti agar-agar, dimakan dengan sayuran. Tidak hanya sebagai tempat berjualan makanan, tapi juga sebagai sarana bersantai, bertukar berbagai informasi dengan suasana yang khas. Di atas meja atau gerobak yang unik tersaji makanan lauk pauk sehari-hari. Yang menarik adalah terbentuk kepercayaan antara pembeli dan penjual yang sangat kuat.
104
Lampiran 6. Daftar Benda Cagar Budaya (BCB) Kota Surakarta DAFTAR BANGUNAN KUNO DAN KAWASAN BERSEJARAH DI KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA YANG DILINDUNGI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA (SK No. : 646 / 116 / I / 1997) NO.
NAMA OBYEK
1
2
A. 1 2 3 4
B. 5 6 7 8 9 10 11 12 C 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Kelompok Kawasan Keraton kasunanan
JENIS OBYEK 3
Kawasan Tradisional Keraton/Pura Kawasan Mangkunegaran Tradisional Lingkungan Perumahan Kawasan Baluwarti Tradisional Lingkungan Perumahan Kawasan Laweyan Tradisional (Barat ) Kelompok Bangunan Rumah Tradisional Dalem Brotodiningratan Rumah Tradisional Dalem Purwodiningratan Rumah Tradisional Dalem Sasono Mulyo Rumah Tradisional Dalem Suryo Hamijayan Rumah Tradisional Dalem Wuryoningratan Rumah Tradisional Dalem Mloyosuman Rumah Tradisional Dalerm Ngabeyan Rumah Tradisional Dalem Mloyosuman Rumah Tradisional Kelompok Bangunan Umum Kolonial Pasar Harjo Nagoro Bangn Fasilitas Umum Bank Indonesia Bangunan Kantor Bekas Kantor Pertanian Bangunan Kantor Kantor Pengadilan Bangunan Agama Kantor Bekas Kantor Veteran Bangunan Kantor Kantor Bondo Laksono Bangunan Kantor Kantor UPD Perparkiran Bangunan Kantor Sekolah Pamardi Putri Bangunan Pendidikan Bluderan Purbayan Bangunan Pendidikan Museum Radyapustaka Bangn Fasilitas Umum Stasiun Balapan Fasilitas Transportasi
ALAMAT
BENTUK KONSERVASI
4
5
Baluwarti Surakarta Kel. Keprabon RW.I Surakarta Baluwarti Surakarta Laweyan Surtakarta
Preservasi, Rehabilitasi, Rekonstruksi, Revitalisasi Preservasi, Rehabilitasi, Rekonstruksi, Revitalisasi Revitalisasi, Rekonstruksi
Baluwarti Surakarta Baluwarti Surakarta Baluwarti Surakarta Baluwarti Surakarta Jl. Slamet Riyadi Ska Baluwarti Surakarta Baluwarti Surakarta Baluwarti Surakarta
Preservasi, Rekonstruksi, Revitalisasi Preservasi, Rekonstruksi, Revitalisasi Preservasi, Rekonstruksi, Revitalisasi Preservasi, Rekonstruksi, Revitalisasi Preservasi, Rekonstruksi
Jl. Urip Sumoharjo Ska Jl. Jend. Sudirman Ska Jl. Dr. Rajiman Ska Jl. Slamet Riyadi Ska Jl. Slamet Riyadi Ska Baluwarti Surakarta Jl. Urip Sumoharjo Baluwarti Surakarta Jl. Sugiyo Pranoto ska Jl. Slamet Riyadi Ska Jl. Hasanudin Ska
Preservasi, Rekonstruksi, Rehabilitasi Preservasi, Rehabilitasi
Rekonstruksi, Revitalisasi
Preservasi, Rekonstruksi, Revitalisasi Preservasi, Rekonstruksi, Revitalisasi Preservasi, Rekonstruksi, Revitalisasi
Preservasi, Rekonstruksi, Revitalisasi Preservasi, Rekonstruksi Preservasi, Revitalisasi Preservasi, Rekonstruksi, Revitalisasi Preservasi, Revitalisasi Preservasi, Rekonstruksi Preservasi, Rekonstruksi Preservasi, Revitalisasi Preservasi, Rekonstruksi
105
1 24
2 Stasiun Purwosari
25
Stasiun Jebres
26
Beteng Vastenburg
27
Bangn. Kodim Lumakso
28
Bekas Kantror Brigif 6
29
Loji Gandrung
30
Wisma Batari
31
Bekas RS. Kadipolo
D 32 33 34 35 36 37 38 E 39
40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52
3 Bangunan Fasilitas Transportasi Bangunan Fasilitas Transportasi Bangunan Militer Bangunan Militer Bangunan Militer Bangunan Kantor Gedung Pertemuan Tidak berfungsi
4 Jl. Slamet Riyadi Ska
5 Preservasi, Rekonstruksi
Jl. Urip Sumoharjo Ska
Preservasi, Rekonstruksi, Revitalisasi
Jl. Jend. Sudirman Ska Jl. Slamet Riyadi Ska Jl. Mr. Sunaryo Ska Jl. Slamet Riyadi Ska Jl. Slamet Riyadi Ska Jl. Dr. Rajiman Ska
Preservasi, Rekonstruksi, Revitalisasi Preservasi, Rekonstruksi
Kelompok Bangunan Peribadatan Masjid Agung Bangunan Jl. Alun-alun Ibadah Utara Ska Masjid Al Wustho Bangunan Jl. Kartini Mangkunegaran Ibadah Surakartra Langgar Laweyan Bangunan Laweyan Ibadah Surakarta Langgar Merdeka Bangunan Laweyan Ibadah Surakarta Gereja St. Anthonius Bangunan Jl. Jend. Ibadah Sudirman Ska Wihara Avalokiteswara Bangunan Jl. Ketandan Ibadah Ska Wihara Po An King Bangunan Jl. Yos Sudarso Ibadah Kelompok Gapura, Tugu, Monumen, Perabot Jalan Gapura batas Kota Gapura Jl.Ahyani, (Kleco, Jurug, Grogol) Jl. Ir Sutami Jl.Raya SoloWn.giri Gapura Keraton (Klewer Gapura Baluwarti Gladak,Batangan,Gading) Surakarta Tugu Lilin Tugu/Monumen Penumping Surakarta Tugu Cembrengan Tugu/Monumen Jebres Surakarta Tugu Talirogo Tugu/Monumen Jl. Slamet Riyadi Ska Tugu Jam Pasar Gede Tugu/Monumen Jl. Urip Sumoharjo Ska Tugu Tiang Lampu Tugu/Monumen Jl. Slamet Gladag Riyadi Ska Monumen 45 Banjarsari Tugu/Monumen Jl. Stabelan Ska Monumen Pasar Nongko Tugu/Monumen Kel. Mangkubumen Monumen Panularan Tugu/Monumen Kel. Panularan Monumen Sondakan Tugu/Monumen Kel. Sondakan Monumen Pejuang TP Tugu/Monumen Jl. Hasanudin Monumen Gerilya Tugu/Monumen Jl. Veteran / Monumen Gerilya Tugu/Monumen Jl. Tentara Masetepe Pelajar
Preservasi, Rekonstruksi, Revitalisasi Preservasi Preservasi Preservasi
Preservasi Preservasi Preservasi Preservasi Preservasi Preservasi Preservasi
Preservasi
Preservasi Preservasi Preservasi Preservasi Preservasi Preservasi Preservasi Preservasi Preservasi Preservasi Preservasi Preservasi Preservasi
106
1 53
3 Monumen
54
2 Monumen Stadion Sriwedari Patung Slamet Riyadi
55
Patung Gatot Subroto
Tugu/Monumen
56
Patung Ronggowarsito
Tugu/Monumen
57 58
Jembatan Arifin Monumen Perisai Pancasila (kedung kopi) Patung Suratin Jembatan Pasar Harjonegoro Monumen Guru PGRI (SMP 10 Jl.Kartini) Jembatan Pasar Legi
Jembatan Monumen
59 60 61 62 F. 63 64 65
Tugu/Monumen
Tugu/Monumen Jembatan
4 Jl. Slamet Riyadi Ska Jl. Slamet Riyadi Ska Jl. Slamet Riyadi Ska Jl. Slamet Riyadi Ska Jl. Arifin Ska Kel. Sewu
5 Preservasi Preservasi Preservasi Preservasi Preservasi Preservasi Preservasi Preservasi
Monumen
Jl Gajah Mada Jl. Urip Sumoharjo Ska Jl. Kartini
Perabot jalan
Jl. S. Parman
Preservasi
Kel. Laweyan
Preservasi
Jl. Slamet Riyadi Ska Kel. Sewu
Preservasi
Kel. Manahan Jl. Ir. Sutami Kel. Stabelan, Banjarsari Jl. Ir. Sutami
Preservasi Preservasi Preservasi
Jl. Popda.
Preservasi
Ruang Terbuka / Taman Makam Ki Ageng Henis Makam (sejarah Pajang) Taman Sriwedari Taman Ruang Terbuka
66 67 68
Petilassan Panembahan Senopati Taman Balaikambang Taman Jurug Taman Banjarsari
69
TMP Kusuma Bakti
70
Makam Putri Cempo
Makam Pahlawan Makam Petilasan
Taman Taman Ruang Terbuka
Preservasi
Preservasi
Preservasi
WALIKOTAMADYA KEPALA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA
( IMAM SUTOPO )
107
Lampiran 7. Sumber : Vernon (2009) dalam Landscape Architect’s Pocket Book.
108
Lampiran 8. Contoh Peta Jalur Interpretasi Singapura
Cover depan (model saku)
Gambar Peta Interpretasi (setelah dibuka)