PERENCANAAN JETTY CPO PRECAST DI PERAIRAN TANJUNG PAKIS LAMONGAN Oleh : Jeffwirlan Statourenda 3107 100 044
Abstrak Indonesia merupakan salah satu Negara produsen CPO terbesar di dunia, sekitar 15 juta ton CPO siap di distribusikan ke luar maupun dalam negri. Akan tetapi hal ini tidak didukung dengan fasilitas yang ada, dimana total kapasitas pelabuhan di Indonesia hanya bisa menampung sekitar 8 juta ton. Bahkan di Kalimantan yang notabene penghasil CPO terbesar belum memiliki dermaga internasional untuk mengekspor CPO. Karena itu dibutuhkan dermaga yang bisa mengatasi kekurangan kapasitas dermaga Indonesia. Perairan Tanjung Pakis Lamongan adalah tempat yang sangat strategis untuk membangun dermaga CPO ini. Selain karena banyak lahan kosong, Tanjung Pakis juga berada di pantai utara Jawa yang dekat dengan Kalimantan. Tugas akhir ini bertujuan untuk mampu mengevaluasi jumlah kebutuhan dermaga, evaluasi layout perairan serta daratan, perhitungan detail struktur serta metode pelaksanaan dan rencana anggaran biaya dermaga. Dari hasil analisis perhitungan didapatkan kebutuhan jumlah dermaga adalah sebanyak satu buah dengan kapasitas maksimum 80000 DWT pada kedalaman -13.6 m LWS, kebutuhan dimensi Dermaga sebesar 580 x 34 m2 yang pembangunannya menggunakan metode pracetak, Trestle 170 x 8 m2, serta keseluruhan rencana anggaran biaya sebesar Rp.1.044.751.103.817,00. Kata kunci : Perairan Tanjung Pakis, Jetty CPO, Layout, Pracetak, Rencana Anggaran Biaya. BAB I PENDAHULUAN 1.1
LATAR BELAKANG Semakin meningkatnya kebutuhan distribusi akan barang di Indonesia, maka dibutuhkan juga sebuah fasilitas penunjang yang cukup memadai. Salah satu fasilitas penunjang yang utama adalah transportasi melalui jalur laut, karena distribusi melalui jalur laut dengan jumlah barang yang cukup besar memiliki kelebihan tersendiri dari segi harga dibandingkan dengan transportasi jalur darat maupun udara. Komponen-komponen utama transportasi laut adalah laut, kapal, serta fasilitasnya. Indonesia yang merupakan sebuah negara maritim, 2/3 dari seluruh wilayahnya merupakan perairan, sehingga untuk kebutuhan laut, Indonesia sangat memadai. Namun, untuk kebutuhan kapal serta fasilitasnya di Indonesia masih sangat minim.Indonesia juga merupakan agraris yang memiliki sumber daya alam melimpah. Salah satunya adalah tumbuhan kelapa sawit yang menghasilkan minyak kelapa sawit atau CPO (Crude Palm Oil). Pengertian dari CPO sendiri adalah minyak kelapa sawit mentah, sehingga bahan ini bukan merupakan bahan berbahaya dalam dermaga. Sebagian besar perkebunan kelapa sawit saat ini sedang produktif, sehingga kebutuhan CPO di Indonesia semakin meningkat seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk.
1
Pada 2009, total ekspor CPO Indonesia sedikitnya 15 juta ton. Namun, total kapasitas pelabuhan hanya 8 juta ton ujar Fadil Hasan, Ketua Bidang Agroindustri Gabungan Perusahaan Kelapa Sawit Indonesia (Gapki). Total kerugian Rp. 136 miliar per tahun itu dengan asumsi perhitungan demorage untuk 39% volume ekspor yang terkendala yakni total ekspor 10 juta ton, kapasitas pelabuhan 8 juta ton, demorage per ton USD 3, nilai tukar Rp. 9.200 per USD. Karena keterbatasan kapasitas dermaga-dermaga besar di Indonesia, maka dibutuhkan dermaga baru yang bisa menutupi kekurangan tersebut. Pendistribusian CPO ke luar negri pastinya membutuhkan dermaga yang bisa menampung kapal-kapal besar, padahal di Kalimantan Selatan dan Tengah yang notabene salah satu penghasil CPO terbesar belum ada dermaga internasional untuk ekspor. Karena seharusnya setelah CPO dimuat ke kapal di Kalimantan, kapal tersebut butuh dermaga besar untuk membongkar muatannya. Lalu setelah dibongkar, CPO masuk ke Silo untuk disimpan sembari menunggu kapal yang lebih besar tujuan Malaysia. Kemudian CPO diangkut oleh kapal tersebut menuju dermaga Malaysia. Lokasi Kecamatan Tanjung Pakis ini dipilih berdasar sebagai pertimbangan terutama aksesibilitas terhadap pasar dan pusat produksi
serta masih banyaknya lahan kosong dan dinilai menjadi lokasi yang cukup strategis, terletak di pantai utara Jawa sehingga dekat dengan pulau Kalimantan yang merupakan penghasil CPO terbesar. Selain itu sistem manajemen di pelabuhan tersebut dinilai bagus, karena menggunakan fasilitas umu kelas dunia. Juga nantinya bisa menampung CPO yang tadinya tidak bisa diekspor ke luar negri karena keterbatasan fasilitas pelabuhan di Indonesia.
1.3
TUJUAN 1. Mampu melakukan evaluasi layout dermaga 2. Mampu merencanakan detail struktur jetty crude palm oil 3. Menentukan dan menyusun metode pelaksanaan yang efektif 4. Melakukan perhitungan rencana anggaran biaya (RAB) yang dibutuhkan
1. 2 LOKASI Lokasi perencanaan tugas akhir ini berada pada posisi 112º25’08.11’’ BT dan 6º52’42.16’’LS, atau berada pada Desa Kemantren, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Propinsi Jawa Timur. Dapat dilihat pada gambar 1.1 dan 1.3, serta gambar layout dermaga pada gambar 1.3.
1.4
LINGKUP PEKERJAAN 1. Evaluasi layout perairan dan dermaga 2. Perhitungan kebutuhan fender dan boulder 3. Perhitungan struktur dermaga 4. Perhitungan precast 5. Metode pelaksanaan 6. Analisis biaya
1.5
Lokasi Studi
LOKASI PROYEK
METODOLOGI
Metodologi untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini dapat dilihat pada Gambar 1.3 Pendahuluan
Mempelajari latar belakang
Studi Literatur
Mempelajari dasar teori, konsep, dan perumusan yang dipakai dalam perencanaan
Pengumpulan Data dan analisa
Gambar 1.1 - Lokasi Studi ( Sumber :Peta Jawa Timur)
Evaluasi Layout
Kriteria Perencanaan Dermaga
Lokasi Studi Perencanaan Struktur Dermaga & Trestle
Metode Pelaksanaan
Perhitungan RAB
Gambar 1.2 – Foto Satelit Desa Kemantren, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Propinsi Jawa Timur ( Sumber : Google Map, 3 Januari 2012 )
2
Penutup
1. Data Topografi dan bathymetri 2. Data Pasang Surut 3. Data Arus 4. Data Angin 5 .Data Tanah
1. Evaluasi layout perairan 2.Evaluasi layout dermaga
1. Peraturan yang digunakan 2.Kriteria kapal rencana 3.Kualitas bahan dan material 4.Pembebanan 5.Perhitungan fender dan boulder 1. Perencanaan layout pembalokan 2. Perhitungan beban 3. Analisa Struktur 4. Perencanaan penulangan 5.Perhitungan Precast 6.Perencanaan Pondasi 7. Detail gambar Metode pelaksanaan pembangunan dermaga
1. Harga material dan upah 2. Volume pekerjaan 3. Analisa harga satuan 4. Rencana Anggaran Biaya 1.Kesimpulan perencanaan 2.Lampiran-lampiran
Gambar 1.3 - Diagram Alir Metodologi Penyusunan Tugas Akhir
BAB II STUDI LITERATUR Pada bab ini dijelaskan secara garis besar teori teori yang akan digunakan dalam pengerjaan tugas akhir ini. BAB III PENGUMPULAN DATA DAN ANALISA 3.1
DATA BATHYMETRI
Peta Bathymetri menunjukkan kontur kedalaman dasar laut yang diukur dari posisi 0,00 LWS. Data Bathymetri dalam Tugas Akhir ini didapatkan dari Hasil Survey Sonding dalam rangka Pemetaan dari Perairan Tanjung Pakis Lamongan Hasil Analisa Data Bathymetri Dari data dapat terlihat kondisi kedalaman perairan Tanjung Pakis Lamongan rata-rata 13.6 mLWS pada sisi utara dan selatan dermaga yang direncanakan. Sedangkan untuk posisi perencanaan trestel bervariasi mulai dari -9.5 mLWS sampai 13.6 mLWS. Peta bathymetri dapat dilihat pada gambar 3.1. Setelah dilihat gambar potongan melintang pantai (gambar 3.2) dapat disimpulkan daerah perairan Tanjung Pakis cukup landai, sehingga dibutuhkan jarak cukup jauh dari pantai agar bisa mendapatkan kedalaman kapal rencana, sehingga dermaga jetty sesuai untuk kondisi pantai ini.
Gambar 3.2 - Potongan Melintang Dasar Laut, (a) Potongan A-A, (b) Potongan B-B 3.2
DATA ARUS DAN PASANG SURUT
Arus yang terjadi sepanjang pantai umumnya berupa arus akibat perbedaan muka air pasang surut antara satu lokasi dengan lokasi yang lain, sehingga perilaku arus dipengaruhi pola pasang surut. Dalam Tugas Akhir ini data arus hanya dipergunakan untuk kebutuhan perencanaan gaya horizontalnya saja. Pasang surut pada prinsipnya terjadi karena pengaruh posisi bumi terhadap bulan dan matahari, sedang pengaruh bintang dan planet lain relatif lebh kecil. Data pasang surut dipergunakan untuk melengkapi kebutuhan penggambaran peta bathymetri (peta kontur kedalaman laut), dan mengetahui posisi muka air laut absolut terendah, dan pola pasang surutnya. Adapun penyajian data arus dapat dilihat pada gambar 3.3 dan 3.4 di bawah ini.
Gambar 3.3 – Data Arus saat Neap Tide
Gambar 3.1 - Peta Bathymetri di kawasan Tanjung Pakis Lamongan
Gambar 3.4 – Data Arus saat Spring Tide
3
Hasil Analisa Data Arus dan Pasang Surut Dari data arus dapat disimpulkan: Pada kondisi neap tide arah arus secara umum menunjukkan arah dominan barat laut dengan kecepatan arus pasang surut maksimum 0.08 m/dt. Pada kondisi spring tide arah arus secara umum menunjukkan arah dominan barat laut dengan kecepatan arus pasang surut maksimum 0.12 m/dt. Dari analisis data di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa arah arus tidak mengganggu navigasi kapal karena kecepatannya masih di bawah kecepatan ijin 3 knot (1.5 m/dt) dan tidak terjadi cross current.
Dari hasil pengamatan pasang surut (gambar 3.5) didapatkan : Beda pasang surut sebesar 2.2 m diatas mLWS Elevasi HWS pada + 2.20 mLWS Elevasi MSL pada +1.10 mLWS Elevasi LWS pada ± 0.00 mLWS
Gambar 3.5 Peta Grafik Pasang Surut 3.3
DATA ANGIN
Angin adalah gerakan udara dari daerah dengan tekanan udara tinggi ke daerah dengan tekanan udara rendah. Perbedaan tekanan ini pada umumnya disebabkan oleh perbedaan temperatur. Dalam tugas akhir ini data angin hanya dibutuhkan untuk perencanaan beban horizontal saja. Hasil Analisa Data Angin Data angin yang mewakili daerah Tanjung Pakis adalah dari data angin BMG Tanjung Perak. Data angin diperoleh diperoleh dari Stasiun BMKG Tanjung Perak (gambar 3.6)
4
Gambar 3.6 – Wind Rose di Perairan Tanjung Pakis (Sumber: BMG Tanjung Perak 2004)
Dari analisis data didapatkan angin dominan ke arah Timur dengan kecepatan angin yang berhembus sebesar 4-6 knots atau 2.5 m/s, namun ada juga yang mencapai > 17 knot (8.75 m/dt) namun intensitas terjadinya tidak terlalu sering. 3.4 DATA GELOMBANG Gelombang merupakan salah satu faktor penting dalam perencanaan pelabuhan. Perairan Desa Kemantren, Kecamatan Pairan, Kabupaten Lamongan terletak di Pantai Utara pulau Jawa yang tidak berbatasan langsung dengan samudra seharusnya ketinggian gelombang relative kecil. Namun berdasarkan informasi yang ada, gelombang yang terjadi cukup besar yaitu pada bulan Desmber sampai Maret sedangkan pada bulan Mei sampai Oktober tinggi gelombang relative kecil. Analisis Data: Berdasarkan data sekunder perhitungan tinggi gelombang yang diperoleh (tabel 3.2) dapat disimpulkan bahwa tinggi gelombang maksimum dapat mencapai 2.5 m arah Barat Laut namun dengan frekuensi kejadian yang relative kecil (0.13%). Sedangkan untuk tinggi gelombang yang frekuensinya lebih lebih besar (3.42%) adalah setinggi 0.6m arah utara. Dengan tinggi gelombang 0.6 m maka perairan belum aman untuk keperluan bongkar kapal karena melebihi batas ijin gelombang untuk bongkar muat (0.5m), akan tetapi di dekat lokasi perencanaan dermaga untuk Tugas Akhir ini sudah terpasang Breakwater sehingga sangat mungkin aman untuk keperluan bongkar kapal.
BAB IV EVALUASI LAYOUT
Tabel 3.3 – Frekuensi kejadian gelombang Arah
BL
U
TL
Hso (m) 0.90 1.20 1.50 2.00 2.50 0.60 0.90 1.20 1.50 2.00 0.20 0.40 0.60 1.00 1.40
Frekuensi Kejadian (%) Hari/Tahun 1.71 6.24 1.29 4.71 1.08 3.94 0.54 1.97 0.13 0.47 3.42 12.48 1.42 5.18 0.63 2.30 0.38 1.39 0.08 0.29 2.25 8.21 1.00 3.65 0.54 1.97 0.38 1.39 0.33 1.20
(Sumber: hasil survey gelombang tanjung pakis lamongan) Sumber : Hasil Perhitungan
3.5 DATA TANAH Survey data tanah bertujuan untuk merencanakan struktur bagian bawah sistem jetty. Kedudukan titik bor dan keadaan umum tanah di lokasi dapat dilihat pada tabel 3.4. Tabel 3.4 – Koordinat Letak Bor Titik BS1 Titik X 656300 X Y 9241280 Y Z -8 Z Kedalaman Deskripsi Kedalaman 0-19.5 Lanau Kelempungan 0-2.5 19.5-27 Lanau Berpasir + lanau + lempung 2.5-6.0 27-33 Kerikil 6.0-36 33-60 Batu Kapur 36-60
BL1 654700 9240750 0 Deskripsi Lanau Lempung Batu Kapur Pasir + Batu Kapur Batu Kapur + Pasir
(Sumber: hasil survey tanah tanjung pakis lamongan) Analisis Data: Data tanah yang dipergunakan berasal dari pekerjaan soil investigasi di perairan Tanjung Pakis Lamongan. Data tanah yang disajikan penulis hanya terbatas pada zona rencana dermaga saja. Data tanah berupa hasil boring pada titik bor BS3 dan BL1 di laut hingga kedalaman -60 m dari sea bed (letak titik bor dapat dilihat pada tabel gambar 3.8 serta statigrafi pada gambar 3.9). Kondisi tanah berdasarkan hasil pengeboran menunjukkan bahwa wilayah Tanjung Pakis didominasi oleh lapisan batu kapur dengan nilai SPT sekitar 80 di kedalaman -30m ke bawah serta ketebalan lapisan lanau mencapai 20 m di bawah seabed dan di bawah lapisan lanau tersebut adalah tanah karang.
4.1 Umum 4.2 Evaluasi Kebutuhan Dermaga Perhitungan jumlah dermaga tergantung pada kapasitas satu dermaga dan tingkat penggunaan dermaga tersebut. Metode yang digunakan untuk menghitung jumlah dermaga adalah metode sederhana yaitu : n
TotalVolum eB / M BOR KapasitasB / M
Berdasarkan statistika studi kelayakan rencana pelabuhan CPO di Lamongan, kebutuhan CPO adalah sebesar 1.500.000 ton/tahun dan selama setahun diperhitungkan 350 hari kerja dengan 20 jam kerja dalam satu hari dan menggunakan koefisien reduksi yang dipakai adalah 0,7 dengan kapasitas pompa CPO sebesar 400 ton/jam. Berth Occupancy Ratio (BOR) adalah indikator tingkat penggunaaan dermaga dibanding keberadaannya dalam suatu periode tertentu biasanya setahun. Pada studi ini menggunakan BOR dari UNCTAD, yaitu seperti Tabel 4.1 dibawah ini. Tabel 4.1- Nilai BOR menurut jumlah dermaga Jumlah dermga BOR (%) 1 40 2 50 3 55 4 60 5 65 6 70 Sumber: UNCTAD, 1994
Analisis Data: Total volume B/M =1500000 ton/tahun ton/jam Kapasitas pompa = 400 jumlah jam = 20 jam/hari jumlah hari = 350 hr/th faktor reduksi = 0,7 Perhitungan: Perhitungan dilakukan dengan iterasi coba-coba dengan menentukan nilai BOR terlebih dahulu. Iterasi pertama dicoba BOR 50% dengan jumlah dermaga 1 buah dan menghasilkan n: n
1500000ton / th 1,5 2buah 50% 400ton / jam 20 jam / hari 350hari / th 0.7
5
Karena asumsi awal tidak sama dengan hasil taksiran awal (nawal= 2 dan nakhir = 2), maka dipakai n = 2 buah. 4.3 Evaluasi Lay Out Perairan Kebutuhan areal penjangkaran (anchorage area) Untuk area penjangkaran diasumsikan berada pada kondisi baik, sehingga Luas = LOA + 6d = 255 + 6 x 14,9 = 344,4 m ~ 350 m Kebutuhan lebar alur (entrance channel) Di asumsikan kapal sering berpapasan sehingga: Lebar = 2 LOA = 2 x 255 = 510 m Kebutuhan panjang alur (stopping distance) Kapal dengan kecepatan 5 knot, sehingga: Panjang alur = 1 LOA = 1 x 255 = 255 m ~ 300 m Kebutuhan kolam putar (Turning basin) Direncanakan kapal bermanuver dengan dipandu, maka: Kolam = 2 LOA = 2 x 255 = 510 m Kebutuhan panjang kolam dermaga Panjang kolam = 1.25 LOA = 1.25 x 255 = 318,7 m ~ 350 m Kebutuhan lebar kolam dermaga Dermaga adalah dermaga bebas, sehingga: Lebar kolam = 1.25 B =1.25 x 38,3 = 47.8 m ~ 50 m Kedalaman perairan Kondisi perairan di wilayah Tanjung Pakis Lamongan dengan kedalaman 13.6 mLWS. Sesuai dengan data kapal rencana, dermaga CPO direncanakan melayani kapal dengan draft -14.9 mLWS. Menurut Technical Standards for Port and Harbour Facilities in Japan kedalaman minimum untuk perairan tenang adalah 1.1 draft kapal rencana. Jadi kedalaman minimum yang diperlukan adalah:
6
D = 1.1 Draft D = 1.1 x 14.9m D = 16.39 ≈ 16.5 m > -13.6 mLWS Karena kedalaman perairan eksisting hanya -13.6 mLWS, maka diperlukan penambahan kedalaman sedalam 2.9 m untuk mencapai kedalaman -16.5 mLWS. Penambahan kedalaman dilakukan dengan melakukan pengerukan yang akan dibahas pada bab tersendiri. 4.4 Evaluasi Lay Out Dermaga 4.4.1 Panjang dermaga Panjang demaga ini dievaluasi dengan rumus berikut: Lp = n.Loa + (n-1) 15 + 50 = 2x255 + 15 + 50 = 575 m ≈ 580 m 4.4.2 Lebar dermaga Lebar dermaga ini dievaluasi dengan ketentuan-ketentuan berkut: Lebar Tepi Dermaga =2m Jari-jari perputaran truk = 20 m Parkir kendaraan = 10 m Maka kebutuhan lebar dermaga = 2+20+10+2 = 34 m 4.4.3 Elevasi permukaan dermaga Elevasi dermaga dihitung pada saat air pasang dengan perumusan: El = beda pasang surut + (0.5m – 1.5 m) Dimana: Beda pasang surut = 2.2 m (berdasarkan pencatatan pasang surut di perairan Tanjung Pakis Lamongan), maka Elevasi yang dibutuhkan = 2.2 + 1.5 = 3.7 m (gambar 4.2). el.dermaga +3.7 mlws 1.5 m
beda pasang-surut 2.20 m +0.00 mlws
Gambar 4.2 – Elevasi Dermaga Ternyata setelah lay out dermaga yang sudah ada ditinjau ulang, terjadi sedikit kekurangan pada kedalaman perairan, karena kedalaman yang dibutuhkan kapal rencana (-
16.5 mLWS) lebih besar daripada kedalaman perairan yang ada (-13.6 mLWS). Untuk gambar hasil evaluasi daratan dan perairan dapat dilihat pada gambar 4.3 dan 4.4
4
5
6
7
Gambar 4.3 - Evaluasi Layout Perairan
Gambar 4.4 -Evaluasi Layout Daratan dan Rute Truk Tangki BAB V KRITERIA PERENCANAAN DERMAGA 5.1. PERATURAN 1
2
3
Technical Standard Port and Harbour Facilities in Japan (1991) Digunakan untuk merencanakan bollard / boulder dan menghitung energi pada fender. Standard Design Criteria for Ports in Indonesia (1984) Digunakan untuk menentukan kecepatan kapal saat merapat di dermaga. Peraturan Beton Indonesia (1971) Digunakan dalam perencanaan tulangan dengan memakai Perhitungan Lentur Cara “n’ ( Ir. Wiratman W. )
Konstruksi Beton Indonesia (1971) Digunakan dalam perencanaan tulangan yaitu untuk perhitungan momen akibat beban terpusat. PCI (Prestressed and Precast Concrete Institute) Digunakan untuk perencanaan pelat precast yaitu perhitungan momen pada saat pengangkatan.. Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan, Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Binamarga, BMS 1992 Digunakan dalam penentuan mutu beton untuk struktur dermaga. SNI 03 - 1726 – 2002 - Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung (1983) Digunakan dalam perhitungan gaya gempa dengan metode dinamis.
5.2
KAPAL RENCANA Dalam perencanaan ini sudah ditentukan bahwa kapal yang akan berlabuh berukuran 80.000 DWT. Berikut ini adalah dimensi dari kapal yang dipakai untuk perencanaan : DWT :80.000 :255 m Draft :-14.9 m Height :19.5(kapal aframax) Width :38.3 m(kapal aframax) 5.3 KUALITAS MATERIAL 1. Mutu Beton Digunakan beton dengan fc’ = 35 Mpa untuk komponen struktural. Berikut ini data mutu beton berdasarkan PBI 1971: ’bk = kekuatan beton karakteristik 350 kg/cm2 ’b = Tegangan tekan beton akibat lentur tanpa dan / atau dengan gaya normal tekan = 0,33’bk (Tabel 10.4.2) = 0,33 x 350 = 115,5 kg/cm2 Eb = Modulus tekan beton untuk pembebanan tetap = 6400 bk' (Tabel 11.1.1) = 6400 350 = 1,2 x 105 kg/cm2 2.
Mutu Baja Baja tulangan yang digunakan dalam perencanaan ini adalah baja tulangan U-32. Berikut ini data mutu baja berdasarkan PBI 1971:
7
= Tegangan leleh karakteristik = 3200 kg/ cm2 Ea = 2,1 x kg/ = Tegangan tarik/tekan baja yang diijinkan(Tabel 10.4.1) =1850 kg/ *au = Tegangan Tarik/tekan yang diijinkan (Tabel 10.4.3) = 2780 kg/cm2 Diameter Tulangan = 16 mm ( untuk pelat ) = 32 mm (untuk balok ) au
5.4
PEMBEBANAN
Perhitungan beban dihitung dari beban yang bekerja pada dermaga yaitu : 5.4.1
Beban Vertikal
5.4.1.1 Beban Berat Sendiri Konstruksi (beban merata) Berat jenis () beton bertulang diambil sebesar 2,9 t/m3 (sumber : Technical Standard for Port and Harbour in Japan). 5.4.1.2 Beban Hidup Merata Beban merata akibat muatan (beban pangkalan) =5 t/m2 Beban air hujan (5 cm) = 0,05 t/m2 Total beban hidup merata = 5,05 t/m2 5.4.1.3 Beban Terpusat
Dimana : Cm = koefisien massa hidrodinamis = 1,81 Ws = Displacement Tonage = log (DT) = 0.332 + 0.956 log (DWT) = 104.557 ton Ce = koefisien eccentricity = 0,5 CC = Cushion Coeficient =1(type open pier) CS = Softness Coefficient (koefisien kehalusan) = 1 g = gravitasi (m/s2) = 9,8 m/s2 V = kecepatan kapal waktu merapat ( m/s) = 0,11 m/s (kondisi perairannya tergolong tenang dan terlindung). Ef = Ef = 59,58 ton-m Pemilihan Tipe Fender Dengan Ef maks = 59,58 ton-m, maka direncanakan untuk menggunakan sistem fender tunggal dari Fender Karet SCN 1100-E1.9 dengan data-data sebagai berikut : Energi = 62,2 ton-m (> Ef = 59,6 ton-m) Reaksi = 109,1 Ton (gaya horizontal) Diameter = 1,76 m Tipe Baut = M36 – 270mm (8 buah) 2. Beban Tarikan Kapal Beban tarikan kapal disebabkan oleh gaya tarik kapal karena bobot kapal atau karena angin dan arus. Gaya yang terbesar akan diambil sebagai gaya horizontal dermaga dan juga digunakan dalam perencanaan boulder. Berikut ini adalah perhitungan gaya tarikan kapal
Gaya tarik kapal dari tabel
Berdasarkan Tabel 5.1, untuk kapal terbesar yang merapat di dermaga CPO Tanjung Pakis dengan ukuran 80.000 GRT, besarnya gaya tarik boulder (Pa) = 200 ton. Gambar 5.2 -Konfigurasi Roda dan Beban Roda Truk Tanki 5.4.2
Beban Horizontal
1. Beban Tumbukan Kapal Beban tumbukan pada struktur akan berupa energi kinetik yang diabsorbsi oleh fender dan ditransfer menjadi gaya horizontal yang harus mampu ditahan oleh bangunan dermaga. Berikut ini adalah energi kinetik yang terjadi pada saat kapal merapat : 1 Ef Cm .Ce .CC .C S . .W .V 2 / g ton m 2
8
Agar diperoleh gaya-gaya dalam kondisi kritis maka diambil sudut yang terjadi untuk α dan β sebesar 450.
= 141,42 t
Gaya tarik akibat arus : 2
C AC VC PC C C 2g Di mana : C = berat jenis air laut (=1,025 t/m3) AC = luasan melintang kapal di bawah permukaan air, karena arus cenderung sejajar sumbu kapal. = lebar x draft= 38,3 x 14,9 = 570,67 m2 VC = kecepatan arus dalam arah tegak lurus kapal (m/dt) = 0,12 m/s x sin 450 = 0,084 m/s CC = koefisien arus = 0,6 (untuk arus yang sejajar sumbu kapal, diambil paling maksimum) g = gravitasi (m/s2) = 9,8 m/s2 maka besarnya gaya tarik akibat arus = 12,1 t
Gaya tarik akibat angin :
P C W
W
A
W
sin B cos W
V 2
1600 W
Dimana : CW = Koefisien tekanan angin Cw = 0,8 (angin dari belakang) AW = Luasan proyeksi arah memanjang, di atas air = panjang kapal x (depth – draft) = 1173 m2 BW = Luasan proyeksi arah muka (m2) = draft x lebar kapal = 176,18 m2 = Sudut arah datangnya angin terhadap centerline = 00 (angin dari arah timur) VW = Kecepatan angin = diambil 6 knot = 3,08 m/s maka besarnya gaya tarik akibat angin= 0,83t Jumlah gaya tarik akibat arus dan angin = 12,1 t + 0,83 t = 12,93 ton Gaya tarik akibat arus dan angin tersebut diasumsikan dipikul oleh 4 buah boulder, sehingga gaya tarik tiap bouldernya adalah 3,23 t. Setelah dibandingkan dengan gaya tarik berdasarkan bobot kapal, maka untuk perencanaan dipilih gaya tarik kapal 141,42 ton berdasarkan bobot kapal.
5.5
KOMBINASI PEMBEBANAN
Berikut dermaga.
ini
kombinasi
pembebanan
1. DL + LL 2. DL + LL + Fender 3. DL + LL + Boulder 4. DL + Truck 5. DL + 0,5 LL + Fx + 0,3 Fy 6. DL + 0.5 LL + Fy + 0,3 Fx Dimana : DL = beban mati/berat sendiri struktur LL = beban hidup merata Fx = beban gempa arah x Fy = beban gempa arah y 5.6
PERENCANAAN BOULDER
FENDER
DAN
5.6.1 Perencanaan Fender Digunakan sistem fender tunggal dari Fender Karet SCN 1100-E1.9 dengan data-data dari fender tersebut adalah sebagai berikut :
Energi = 62,2 ton-m (> Ef = 59,58 ton-m) Reaksi = 109,1 ton (sebagai gaya horizontal) Diameter = 1,76 m Tipe Baut = M36 – 270mm (8 buah) Lihat Gambar 5.7
3. Beban Gempa Beban gempa yang bekerja pada struktur dermaga dihitung secara dinamis dengan menggunakan respon spektra menurut SNI 031726-2002.
Gambar 5.7- Fender Karet SCN 1100-E1.9
9
5.6.2
Perencanaan Boulder
Mu
a. Spesifikasi Boulder dan aksesorisnya Boulder / Bollard (Type BR-200) - Kapasitas tarik (T) - Dimensi : A B C D E F G H
= = = = = = = = =
200 861 1240 1040 1047 560 900 403 172
ton mm mm mm mm mm mm mm mm
Pu
Gambar 5.10- Gaya pada Boulder
Kontrol Geser
Lihat Gambar 5.9
f uv 0,5 f ub .........................OK! Beban Tarik (interaksi geser + tarik ) Td f f t Ab
-
(a)
(b) Gambar 5.9(a) Dimensi Tinggi Bollard Type BR-200 (b) Dimensi lebar bollard Type BR-200 b. Kontrol Kekuatan Sambungan Baut pada Boulder dengan metode ultimate (LRFD) Mu = Pu . e Mu = 11500 ton-cm Lihat Gambar 5.10
10
f t (1,3 f ub 1,5 f uv ) f ub 4100 kg / cm 2 = (1,3 x 4100 – 1,5 x 1263,05) = 3435,42 kg/cm2 < 4100 kg/cm2 ft = 3435,42 kg/cm2 Td = 0,75 x 3435,4 x ¼ (6,35)2 = 81597,79 kg Td baut 0,75 Ab f ub = 73037,132 kg
T = Td = 73037,132 kg (diambil yang terkecil) Mencari garis netral Garis netral didapat dari keseimbangan gaya yang terjadi. Gaya tekan = gaya tarik f yp .a.b T dimana : fyp = tegangan leleh pelat T = gaya tarik pada 1 baut b = B = 1240 mm a = garis netral Lihat Gambar 4.8 Kontrol Momen Momen rencana yang dapat dipikul sambungan : n 0,9 f yp , a 2 b Mn T .d i 2 i 1
= 15288,38 ton-cm Mu = 11500 ton-cm < Mn = 22636,73 toncm.........OK ! Sambungan cukup kuat menerima momen akibat tarikan pada boulder!
Panjang pengangkuran Kebutuhan panjang pengangkuran pada pondasi:
Dalam perencanaan ini digunakan tebal selimut beton untuk balok sebesar 8 cm. 6.2.3 Tiang pondasi Berikut ini adalah perbandingan antara tiang pancang baja dan precast pile. Dapat dilihat pada tabel 6.1. Keuntungan
g.n
T1
T2
f yp pelat
Gambar 5.11- Keseimbangan gaya pada boulder c. Jarak pemasangan boulder Jumlah boulder =
= 36 buah
Jarak antar boulder = 19,5 meter BAB VI PERENCANAAN STRUKTUR DERMAGA 6.1
Sistem Operasional Proses bongkar CPO berawal dari kapal yang merapat pada dermaga. Lalu CPO dalam kapal dipindahkan ke truk tangki melalui pipa dalam kapal yang dibantu oleh crane kapal. Truk yang telah terisi penuh kemudian mengangkut CPO menuju silo atau tempat penyimpanan CPO. Begitu juga sebaliknya untuk proses muat. 6.2 6.2.1
Preliminari Desain Dimensi pelat Tebal pelat diambil sebesar 40 cm, ketebalan ini juga diambil untuk mengakomodasi kemungkinan benda-benda yang jatuh pada saat dermaga beroperasi. Dalam perencanaan ini digunakan tebal selimut beton untuk pelat sebesar 7,5 cm.
Tiang pancang baja -pelaksanaan lebih murah ,kerusakan akibat lifting, transporting, maupun retak ujing tiang relatif lebih kecil, karena elastisitas tinggi -berat jauh lebih ringan dari precast -penyambungan dengan las,lebih mudah -SPT > 50 pukulan Precast pile -dapat dilaksanakan di darat atau dipesan melaui fabrikasi -praktis untuk daerah onshore,desing load besar, dan lapisan keras tidak terlalu dalam -pemeliharaan murah -tahan korosi -lebih murah
Kerugian -ketahanan korosi buruk -pemeliharaan mahal,karena harus diberi coating pada permukaan -harga mahal
-tiang tidak terlalu panjang,makin panjang makin sulit dikerjakan -kemungkinan ujung tiang retak atau pecah akibat tubukan dengan hammer.SPT dibawah 50 pukulan ,kekuatan bahan rendah -transportasi mahal ,karena dihitung berdasar berat
Tabel 6.1 – Perbandingan Tiang Pancang Tiang pancang direncanakan dengan diameter 1016 mm. Spesifikasi tiang pancang yang didapat dari JIS A 5525 sebagai berikut: Diameter = 1016,0 mm Tebal = 19 mm Luas penampang = 595,1 cm2 Berat = 467 kg / m Momen Inersia = 740 x 103 cm4 Section Modulus = 146 x 102 cm3 Jari-jari girasi = 35,2 cm Luas permukaan luar = 3,19 m2/m 6.2.4 Dimensi poer Untuk itu dimensi poer dibagi menjadi dua jenis yaitu: Dimensi poer untuk tiang tunggal diambil sebesar 170 cm x 170 cm x 120 cm. Dimensi poer untuk tiang ganda diambil sebesar 300 cm x 175 cm x 120 cm
6.2.2 Dimensi balok Dimensi balok melintang dan memanjang diambil sebesar b x h = 80 cm x 120 cm.
11
6.2.5
Desain dimensi struktur Berikut ini adalah struktur dermaga : Panjang dermaga Lebar dermaga Tebal Pelat Balok Melintang Balok Memanjang
disain
dimensi
: 580 m (2 blok @ 290 m) : 34 m : 40 cm : 80 x 120 cm : 80 x 120 cm
Balok Fender Poer tiang ganda
: 80 x 120 cm : 300x175x150 cm (Type I) Poer tiang tunggal :170x170x120 cm (Type II) Cover Beton (pelat) : 7,5 cm (balok) : 8 cm Diameter Tiang Pancang Baja : 101,6 cm Tebal : 19 mm
6.3
Perencanaan Layout Pembalokan Pada Dermaga Tanjung Pakis ini, dermaga dibagi menjadi 2 blok dengan dilatasi antar blok selebar 10 cm. Masing-masing blok panjangnya 290 m. Untuk lebih jelas tentang pengaturan tata letak blok
tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.1 dan layout pembalokannya dapat dilihat pada Gambar 6.2.
Gambar 6.1 – Pembagian Blok
Gambar 6.2 – Pembalokan Blok A
6.4
Perencanaan Pelat
6.4.1
Perencanaan Pelat Setelah Komposit
A. Pembebanan Pelat 1. Berat sendiri (qd)= 1,305 t/m2 2. Beban Hidup Merata ( ql) = 5,0 t/m2 3. Beban Terpusat Roda Truk = 7100 kg dengan jarak antar roda 1.9 m dan area kontak tiap roda seluas 25 cm x 50 cm. Gambar 6.4 - Beban Terpusat Akibat Beban Truk
12
B.
Perhitungan Momen Pelat
Akibat beban merata : Momen tumpuan = - 0,001. q . lx2.. X Momen lapangan = 0,001. q . lx2.. X Dimana: q = beban merata Lx = bentang pelat terpendek X = koefisien pada Tabel PBI 1971 Akibat beban terpusat by b a1 . x a 2 . a3 Lx Ly M= .W bx b y a4 Lx L y Besarnya lebar pembesian untuk beban ini : by bx.b y b .l x s x 0,4 c2 0,4 x 0,2 0,3 l l l l x y x . y by bx.b y b .l y s y 0,4 c1 0,2 x 0,4 0,3 l l l l x y x. y b bb b six 0,6 c2 0,1 x 0,1 y 0,1 x . y lx ly l x .l y
.l x
b bb b siy 0,6 c1 0,1 x 0,1 y 0,1 x . y lx ly l x .l y
.l y
Ml
M beban S
terpusat
Dimana : lx = bentang terpendek pelat ly = bentang terpanjang pelat bx = ukuran beban W arah bentang pendek by = ukuran beban W arah bentang panjang W = beban terpusat a1, a2, a3 dan a4 adalah koefisien yang tergantung ly/lx dan derajat jepit masing – masing sisi ( tabel VI Konstruksi Beton Indonesia oleh Ir. Sutami ) sx = lebar jalur dimana pembesian penahan momen My harus dibagi. sy = lebar jalur dimana pembesian penahan momen Mx harus dipasang. six = lebar jalur dimana pembesian penahan momen Miy harus dipasang. siy = lebar jalur dimana pembesian penahan momen Mix harus dipasang. c1 dan c2 adalah koefisien yang tergantung pada keadaan dan derajat jepit dari sisi pelat, jadi: c1 = 0,0 jika kedua sisi sejajar dengan bentang terkecil (lx) ditumpu bebas. c1 = 0,1 jika kedua sisi sejajar dengan bentang terkecil (lx) dijepit. c1 = 0,05 jika satu sisi sejajar dengan bentang terkecil (lx) dijepit, sedang lainnya ditumpu bebas. c2 = 0,0 jika kedua sisi sejajar dengan bentang terbesar (ly) ditumpu bebas. c2 = 0,1 jika kedua sisi sejajar dengan bentang terbesar (ly) dijepit. c2 = 0,05 jika satu sisi sejajar dengan bentang terkecil (ly) dijepit, sedang lainnya ditumpu bebas.
Gambar 6.1- Denah Pelat Dermaga
13
Tabel 6.6- Momen Rencana dari Kombinasi Momen Momen (kgm)
Type Pelat
A
B
C
D
lx
ly
B.Mati
B.Hidup 1
Momen Kombinasi B.Truk
2
1+2
3
1+3
Momen Rencana (kgm)
mlx
5.7
6.7
1950.375
7547.427
947.567
9497.802
2897.942
9497.802
mtx
5.7
6.7
-1950.375
-7547.427
-851.927
-9497.802
-2802.302
-9497.802
mly
5.7
6.7
1611.179
6234.831
781.373
7846.010
2392.552
7846.010
mty
5.7
6.7
-1611.179
-6234.831
-602.878
-7846.010
-2214.057
-7846.010
mlx
1.6
5.7
210.470
814.464
-33195.966
1024.934
-32985.496
-32985.496
mtx
1.6
5.7
-210.470
-814.464
-13788.147
-1024.934
-13998.617
-13998.617
mly
1.6
5.7
43.430
168.064
622.678
211.494
666.108
666.108
mty
1.6
5.7
-126.950
-491.264
-637.964
-618.214
-764.914
-764.914
mlx
1.6
6.7
210.470
814.464
-34152.622
1024.934
-33942.152
-33942.152
mtx
1.6
6.7
-210.470
-814.464
-14124.876
-1024.934
-14335.346
-14335.346
mly
1.6
6.7
43.430
168.064
1003.253
211.494
1046.683
1046.683
mty
1.6
6.7
-126.950
-491.264
-544.460
-618.214
-671.410
-671.410
mlx
1.6
1.6
120.269
465.408
58627.112
585.677
58747.381
58747.381
mtx
1.6
1.6
-120.269
-465.408
-7056.446
-585.677
-7176.715
-7176.715
mly
1.6
1.6
120.269
465.408
1438.897
585.677
1559.166
1559.166
mty
1.6
1.6
-120.269
-465.408
-1627.213
-585.677
-1747.482
-1747.482
C. Perhitungan Penulangan (Pelat Type A) Data Perencanaan Pelat : Mutu Beton ’bk ’b Eb
2
= 350 kg/cm (K-350) = 115,5 kg/cm2 = 1,2 x 105 kg/cm2
670 570
= 1,17 < 2PelatDua Arah
Tulangan Arah X Momen Negatif = Mtx = -9497,802 Kgm ( tumpuan )
Mutu Baja au = 320 Mpa = 3200 kg(U-32) Ea = 2,1 x 106 kg/cm2 a = ’a = 1850 kg/cm2 *au = 2780 kg/cm2 Diameter Tulangan = 16 mm ( untuk pelat ) Tebal Pelat 40 cm n = Angka ekivalensi antara modulus elastisitas baja dengan modulus tekan beton Ea 2,1 x 106 n = = = 17,5 1,2 x 105 Eb = Perbandingan antara tegangan 0 baja tarik dan n kali tegangan tekan beton di serat yang paling tertekan pada keadaan seimbang. 'a 1850 = = = 0,915 0 n x ' b 17,5 x 115,5 ly = 670 cm lx = 570 cm
14
hx
= 400 – 75 - 0,5 D16 arah X = 400 – 75 - 0,5 x 16 = 317 mm h 31,7 Ca = = nxM 17,5 x 9497,802 b x 'a 100 x 1850 = 3,344 Dengan melihat tabel Perhitungan Lentur Cara “n”, untuk Ca = 3,344 dengan = 0 (pelat), didapatkan : = 1,770 > 0 = 0,915..........OK ! 100n = 10,2 Luas Tulangan yang diperlukan adalah A = xbxh 10,2 = x 100 x 31,7 100 x 17,5 = 18,476 cm2 = 1847,6 mm2
Dipasang 10 tulangan D16 – 100 (As = 2010,62mm2) Kontrol Retak Berdasarkan PBI 1971 pasal 10.7.1b retak yang diijinkan 0,01 cm. Dengan menggunakan Tabel 10.7.1 PBI 1971 maka didapatkan : Koefisien untuk perhitungan lebar retak A ; C3 = 1,50 ; C4 = 0,16 dan C5 = 30 p Bt A = luas tulangan tarik Bt = luas penampang beton yang tertarik = 100 x 31,7 cm, 2010,62 maka p = 0,006 1000 x 317
Besarnya lebar retak pada pembebanan tetap akibat beban kerja dihitung dengan rumus berikut ini : C d w C3 . c C 4 . a 5 10 6 p p
(cm)
1,59 30 6 w 11,50 . 7,5 0,16 . 1045,19 10 0,006 0,006
w = - 0,21 < 0,01 cm ( OK, tidak retak ! ) Tulangan Arah Y Dengan cara yang sama didapatkan : Luas Tulangan yang diperlukan adalah A = 15,973 cm2 = 1597,3 mm2 Dipasang 10 tulangan D16 – 100 (As =2010,62 mm2)
Tabel 6.7- Hasil Perhitungan Tulangan Pelat Type lx Pelat
ly
ly/lx
5.7 6.7 5.7 6.7 A 5.7 6.7 5.7 6.7
1.2 Two Way Slab
Φ
Ket
100n A perlu Dipasang As pasang ω cm2 mm2 mm2
Mlx 9497.802 3.344
1.77
OK
10.2
18.477 D 16 - 100
2010.62
-Mtx 9497.802 3.344
1.77
OK
10.2
18.477 D 16 - 100
2010.62
Mly 7846.010 3.494
1.874
OK 9.287 15.974 D 16 - 100
2010.62
-Mty 7846.010 3.494
1.874
OK 9.287 15.974 D 16 - 100
2010.62
Momen Pelat
Ca
Perencanaan Pelat Sebelum Komposit Pelat pracetak berbentuk half slab Typ dengan tebal 20 cm. Tulangan yang dipasang ly lokasi D pasangAs Pasang e lx adalah tulangan bagian bawah. Elemen pelat Pel dikontrol terhadap momen pada pracetak harus 6 8 -Mtx D16-110 1407 saat penumpukan, pengangkatan dan pengecoran. Selain 6 itu 1 8unit Mlxelemen D16-110pracetak 1407 A beratnya harus lebih kecil dari kapasitas crane 6 8 -Mty D16-150 1206 yaitu 10 ton. Perhitungan kontrol tegangan dan momen adalah sebagai berikut : - Dari luas tulangan yang terpasang dicari nilai 100n A=xbxh - Tegangan yang bekerja akibat momen pada saat penumpukan, pengangkatan maupun pengecoran harus lebih kecil dari tegangan ijin baja dan beton pada umur pelaksanaan. Tegangan yang bekerja akibat M : M = < a = ’a.....OK a A h 6.4.2
'b
=
a < K. ’b. (n hari).....OK n
Nilai K adalah faktor pengali untuk tegangan betun pada umur tertentu. Nilainya dapat dilihat pada tabel berikut : Umur beton hari Semen Portland biasa Semen Portland dengan
kekuatan awal yang tinggi
3
7
14
21
28
90
365
0.4
0.65
0.88
0.95
1
1.2
1.35
0.55
0.75
0.9
0.95
1
1.15
1.2
(Sumber : PBI ’71) - Momen kerja dari tulangan terpasang harus lebih besar dari momen penumpukan, pengangkatan maupun pengecoran. Mmax = A a h > Mu (OK) 6.5 6.5.1
PERENCANAAN BALOK Penentuan Tipe Balok Penentuan tipe balok didasarkan pada luasan beban tributary akibat pelat di dekatnya (gambar 6.17). Beberapa tipe balok yang berada di tepi (B2 dan B4) untuk momen dan penulangannya digunakan penulangan praktis dengan mengikuti tulangan balok didekatnya. Hal ini dikarenakan untuk balok-balok tersebut memiliki bentang dan beban tributary yang kecil
15
(cm)
sehingga sudah cukup aman jika direncanakan pendetailan seperti balok di dekatnya. Maka balok dermaga yang diperhitungkan detailingnya adalah balok melintang (B3) dan balok memanjang (B1).
Pembebanan Beban Vertikal
Perhitungan beban akibat pelat pada balok dapat dilihat pada tabel 6.8 dan 6.9.
Tabel 6.8 – Beban Envelope Pelat
As pasang mm2
2411.52 2411.52 2411.52 2411.52
2411.52 Momen Pelat 2411.52 1004.8 -Mtx 16607.336 1004.8 Mlx 14152.674 2411.52 -Mty 10682.378 2411.52 2411.52 Mly 9794.727 As pasang 2411.52 6800.735 sang-Mtx 2411.522 Mlx 17373.401 mm 2411.52 -Mty 5960.084 - 80Mly1004.8 2411.52 6001.564 1004.8 15304.313 - 80-Mtx 2411.52 2411.52 12147.340 - 80Mlx 2411.52 2411.52 -Mty 15304.313 - 80Mly1004.8 2411.52 12147.340 1004.8 -Mtx 18543.663 - 80 2411.52 2411.52 Mlx 16332.887 2411.52 -x 80-Mty 2411.52 6058.646 Momen Pelat 1004.8 Mly 6254.683 - 240 1004.8 1004.8 -Mtx 18800.177 1808.64 - 240Mlx 1004.8 -Mtx 16607.336 16799.508 1808.64 Mlx 2411.52 14152.674 - 80-Mty 5399.640 1808.64 5639.966 -Mty 10682.378 - 80Mly 2411.52 1808.64 -Mtx 15026.580 1808.64 Mly 2411.52 9794.727 - 80Mlx 16678.174 1808.64 - 80-Mty 2411.52 13378.504 -Mtx 6800.735 1808.64 7962.717 1808.64 - 80Mly Mlx 2411.52 17373.401 -Mtx 9132.806 -Mty2411.52 5960.084 - 80Mlx 9271.733 -Mty Mly 1004.8 6001.564 6584.878 - 240 Mly 7604.745 -Mtx 1004.8 15304.313 - 240 -Mtx 12248.804 Mlx 12147.340 - 80Mlx 2411.52 10928.291 -Mty -Mty 9513.186 15304.313 - 80Mly 2411.52 8775.254
Akiba t qp (t/m)
Akiba t ql (t/m)
Type Pela t
lx
ly
A
5.7
6.7
B
1.6
5.7
0.6186667 0.90362655 2.6933333 3.933891454
Ca C
1.6
6.7
0.6186667 0.91035925 2.6933333 ket Dipasang 3.963201901 100n
Bbn Sgtg 2.204
Bbn Trps m Bbn Sgtg
Bbn Trps m
2.50840633
10.9202172
A perlu cm
2
9.595
As pasang mm2
D 1.6 0.6186667 0.61866667 3.083 0.001.6 1.596 OK 12.066 21.048 2.6933333 D 16 - 80 2.693333333 2411.52 3.340 0.00 1.771 OK 10.194 17.782 D 16 - 80 2411.52 3.674 0.00 2.000 OK 8.335 13.896 D 16 - 80 2411.52 Tabel – Beban Pelat DPada 3.837 0.00 6.92.112 OK Akibat 7.674 12.794 16 - 80Balok 2411.52 4.818 Type 3.014
0.00 0.00
2.792 1.549
Balo Kontribusi pelat Bbn Sgtg k 3.212 0.00 1.683 B1 A&A 4.408 3.605 3.070 B2 3.446 2.918 B3 3.109
Ca
B4
2.898 3.083 3.065
3.340 3.674 3.241 3.837 3.077
4.818 3.014
4.158 4.126 16 4.896 4.556 3.212 3.590 3.605 3.801 4.074 3.070 4.241
0.00 0.00 A&B 0.00 0.00 0.00 A&A
A&C
0.00 0.00 0.00
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 0.00
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
1.952 1.587 2.204 1.843 1.484 1.614 -
-
1.470 1.596 1.584
1.771 2.000 1.704 2.112 1.591
2.792 1.549
2.333 2.312 2.846 2.609 1.683 1.942 1.952 2.087 2.276 1.587 2.392
Perhitungan Pembebanan Balok
2. Beban terpusat poer - poer ganda = 18,27 t - poer tunggal = 7,09 t 3. Berat Fender + plank fender = 2,57 t + 17,15 t = 19,72 t 4. Beban Terpusat Roda Truk = 7100 kg dengan jarak antar roda 1,9 m 5. Beban horizontal Fender = 109,1ton 6. Beban horizontal Boulder = 141,42 ton 7. Beban Gempa Dengan menggunakan program bantu SAP 2000, perhitungan beban gempa dilakukan secara dinamis dengan menggunakan respon spektra untuk Zone Gempa 2 dengan Tanah Lunak menurut SNI 03-1726-2002. Dan scale factor diisi I 1 .g x9.81 1.1541 R 8.5 Nilai I merupakan factor keutamaan gedung dan R merupakan faktor reduksi berdasarkan SNI 1726-2002.
Gambar 6.17 – Tributary Area
6.5.2
6.5.3
OK 4.722 Akibat qp12.663 (t/m) OK
8.237 D 16 - 80 2411.52 Akibat ql (t/m)2411.52 22.089 D 16 - 80 4.823 D 16 - 240 1004.8 Bbn Trpsm Total4.823 Bbn Sgtg Bbn Trpsm 1004.8 D 16 - 240 OK - 11.073 4.40819.315 19.19D 16 - 80 - 2411.52 OK 8.673 15.130 D 16 - 80 2411.52 OK 12.186 20.318 D 16 - 80 2411.52 3.933 2411.52 OK 0.9039.539 3.107 15.905 9.595 D 16 - 80 OK 13.563 23.658 D 16 - 80 2411.52 OK 5.01611.858 5.016 20.686 - D 16 - 80 21.84 As2411.52 A perlu pasang D Dipasang 16 - 240 1004.8 ket 100n 4.823 240 D 16 - 14.883 1004.82 3.418 3.4184.823 cm2 mm OK 13.762 24.007 D 16 - 80 2411.52 OK 12.066 21.048 D 16 80 2411.52 OK 12.224 21.324 D 16 - 80 2411.52 80 OK 10.194 4.823 17.782 DD 1616 -- 240 2411.52 1004.8 1004.8 80 OK 8.335 4.823 13.896 DD 1616 -- 240 2411.52 OK 10.852 18.930 D 16 - 80 2411.52 OK 7.674 12.794 D 16 - 8080 2411.52 OK 12.125 21.150 D 16 2411.52 1004.8 OK 4.722 4.823 8.237 DD 1616 -- 240 80 2411.52 1004.8 80 OK 12.663 4.823 22.089 DD 1616 -- 240 2411.52 OK 6.427 11.211 D 16 - 120 1808.64 240 1808.64 4.823 DD 1616 -- 120 1004.8 OK 6.529 11.388 240 1808.64 4.823 DD 1616 -- 120 1004.8 OK 4.567 7.967 OK OK 5.308 11.073 9.259 19.315 DD 1616 -- 120 80 1808.64 2411.52 OK 8.752 15.268 D 16 - 120 1808.64 80 OK 8.673 15.130 D 16 2411.52 OK 7.762 13.540 D 16 - 120 1808.64 80 1808.64 OK OK 6.708 12.186 11.701 20.318 DD 1616 -- 120 2411.52 OK 6.165 10.754 D 16 - 120 1808.64
Total 19.19
13.528 21.84
14.883
A. Analisa Struktur Analisa struktur menggunakan program bantu SAP 2000 v11.08. B. Hasil Analisa Struktur
Rekap Hasil Output SAP Tabel 6.10 – Hasil kombinasi beban Balok Melintang Kombinasi
M Tumpuan (kg.m)
M Lapangan V maks (kg) (kg.m)
DL+LL
103185
48170,9
937,58
4071,97
DL+LL+F
156226
41573,03
44273,2
12080,6
DL+LL+B
103195
53165,82
926,75
4073,24
DL+T
35648,1
24768,33
220,96
482,24
DL+0,5LL+Gempa
68061,7
34506,84
1050,2
2688,15
MAX
156226
53165,82
44273,2
12080,6
T (kg.m)
Tabel 6.11 – Hasil kombinasi beban Balok Memanjang Kombinasi
M Tumpuan M Lapangan V maks (kg) (kg.m) (kg.m)
T (kg.m)
DL+LL
64723,4
38999,24
1527,83
4594,69
DL+LL+F
275475
3115.94
42428,95
7256,37
DL+LL+B
64721,4
39001.71
1506,05
4594,42
DL+T
162321,5
18328.7
356,13
864,12
DL+0,5LL+Gempa
44706
23096.43
1311,47
2739,6
MAX
275475
39001.71
42428,95
7256,37
6.5.4
Penulangan Balok Melintang
Data data perencanaan balok melintang : Lebar (b) = 80 cm Tinggi (h) = 120 cm Selimut beton = 8 cm Mutu Beton ’bk = 350 kg/cm2 (K-350) ’b = 115,5 kg/cm2 Eb = 1,2 x 105 kg/cm2 Mutu Baja au = 3200 kg/cm2 (U-32) Ea = 2,1 x 106 kg/cm2 a = ’a = 1850 kg/cm2 *au =2780 kg/cm2 Diameter Tulangan = 32 mm (tul. utama) = 22 mm (sengkang) Ea 2,1 x 106 = = 17,5 n = Eb 1,2 x 105 'a 1850 = = = 0,915 0 n x ' b 17,5 x 115,5 Perhitungan Tulangan Tumpuan Dari hasil SAP didapatkan Mu = -15626600 kg.cm (tumpuan) = ht – Sel.Beton – Ø geser – 0,5 Ø D32 h lentur (ht = Tinggi balok) h = 1200 – 80 – 22 – 0,5 x 32 = 1082 mm = 108,2 cm h 108,2 Ca = = nxM 17,5 x 15626600 b x 'a 80 x 1850 = 2,517 Dengan melihat tabel Perhitungan Lentur Cara “n”, untuk Ca = 2,517 dengan = 0,4, didapatkan : = 0,915 = 0,4 = 1,410 > 0
100n =
18,76
Luas Tulangan yang diperlukan adalah Tulangan Tarik A =xbxh 18,76 = x 80 x 108,2 100 x 17,5 = 92,7923 cm2 = 9279,23 mm2 Dipasang 13D32 (As = 10455,2 mm2) Tulangan Samping A =10 % x Atarik ( PBI ’71 Pasal.9.3(5) ) =10 % x 10455,2 =1045,52 mm2 Dipasang 6D16 (As = 1206,37 mm2)
Cek jarak tulangan tarik Tulangan direncanakan dipasang 2 lapis dengan jumlah tiap lapisnya 8 buah, sehingga jarak tulangan sebesar : 80 2 x8 2 x2,2 8 x3,2 s= = 4,85 cm > 4,2 8 1 cm,OK Tulangan Tekan A’ = xA = 0,4 x 10455,2 = 4182,08 mm2 Dipasang 7D32 (As = 5629,734 mm2) Kontrol Retak Berdasarkan PBI 1971 pasal 10.7.1b retak yang diijinkan 0,01 cm. Dengan menggunakan Tabel 10.7.1 PBI 1971 maka didapatkan : Koefisien untuk perhitungan lebar retak A ; C3 = 1,50 ; C4 = 0,16 dan C5 = 30 p Bt Bt = luas penampang beton yang tertarik = 80 x 120 cm2, maka p
10455,2 = 0,01 800 x 1200
Besarnya lebar retak pada pembebanan tetap akibat beban kerja dihitung dengan rumus berikut ini : C d w C3 . c C 4 . 5 10 6 (cm) a p p 3,2 30 6 w 11,50 . 8 0,16 . (cm) 1850 10 0,01 0,01 w = -0,07 < 0,01 cm …OK ! Tulangan Lapangan Momen Positif = Mlx =5316582 (lapangan) Dengan cara yang sama didapatkan : Luas Tulangan yang diperlukan adalah Tulangan Tarik A = 29,92 cm2 = 2992 mm2 Dipasang 5D32 (As = 4021,2 mm2) Tulangan Samping A = 402,12mm2 Dipasang 3D16 (As = 603,18 mm2) Cek jarak tulangan tarik Tulangan direncanakan dipasang sehingga jarak tulangan sebesar : Lapis 1 (7 D32) s =
Kg.cm
2
lapis,
80 2 x8 2 x2,2 5 x3,2 `= 10,9 cm > 4,2 5 1
cm..OK(cukup 1 Lapis)
17
Kontrol Dimensi Balok V = 44273,2 kg T = 1208060 kg.cm V 44273,2 = b = 7 7 bx xh 80 x x 108,2 8 8 kg/cm2
= 5,84
Untuk ht > b 2,6 2,6 = 3 = 4,442 = 3 h 108,2 0,45 0,45 b 80 Tegangan geser puntir beton pada penampang balok persegi di tengah-tengah tepi penampang yang vertikal (PBI ’71 Pasal 11.8.1) : xT = 4,4422 x 1208060 = 7,74 kg/cm2 'b = 2 b x ht 80 x 108,2 b ' b = 5,84 + 7,74 = 13,58kg/cm2
b m = 1,62 350 = 30,31 kg/cm2
b ' b < bm ijin ......OK ! Ukuran balok 80/120 sudah memenuhi syarat. Perhitungan Tulangan Geser ( sengkang) Gaya geser maksimum pada tumpuan V = 44273,2 kg b = V ...... (PBI ’71 Pasal.11.7(1)) bx
=
7 h 8
44273,2 = 5,84 kg/cm2 7 80 x x 108,2 8
Tegangan beton yang diijinkan berdasarkan PBI ’71 tabel 10.4.2 akibat geser oleh lentur dengan puntir, dengan tulangan geser : Untuk pembebanan tetap : ' bmt = 1,35 ' bk = 1,35 x 350 = 25,26 kg/cm2 Untuk pembebanan sementara: ' bm s = 2,12 ' bk 2
= 2,12 x 350 =39,66 kg/cm
Sengkang di tumpuan balok : b = V ...... (PBI ’71 Pasal.11.7(1)) bx
=
18
7 h 8
44273,2 = 5,84 kg/cm2 7 80 x x 108,2 8
b < ' bmt ......OK ! diperlukan sengkang b < ' bm s ......OK ! Direncanakan sengkang Diameter = 22 mm As = 7,602 cm2 As x a 7,602 x 1850 = = 30,1cm as < s xb 5,84 x 80 Jadi dipasang sengkang D22 – 100 mm Sengkang di daerah > 1 m dari ujung balok :
b = 3,75 1 .5,84 = 4,28 kg/cm 3,75
b < ' bmt ......OK ! b < ' bm s ......OK !
diperlukan sengkang
Direncanakan sengkang Diameter = 22 mm As = 7,602 cm2 As x a 7,602 x 1850 = = 41,04 cm as < s xb 4,28 x 80 Jadi dipasang sengkang D22 – 150 mm pada daerah 1 meter dari ujung balok hingga tengah balok. Tabel 6.4- Hasil Penulangan Balok Dimens i Balok
b h (cm) (cm)
80
120
Dimensi Balok
b h (cm) (cm)
Memanjang N tul
B.
Tarik (mm)
Lapangan
Tekan (mm)
Tarik (mm)
Samping
Tekan Tumpuan Lapangan (mm) (mm) (mm)
10455,2 5629,73 4021,23 2412,74
Melintang N tul
Tumpuan
80
120
1206,37
603,18
13
7
5
3
6
3
D-32
D-32
D-32
D-32
D-16
D-16
Tumpuan Tarik (mm)
Lapangan
Samping
Tekan (mm)
Tarik (mm)
Tekan Tumpuan Lapangan (mm) (mm) (mm)
12867,9 6433,9
3216,9
2412,7
1608,4
16
8
4
3
8
3
D-32
D-32
D-32
D-32
D-16
D-16
Perencanaan Balok Sebelum Komposit Balok pracetak berbentuk U-Shell dengan tebal dinding tepi 17,5 cm dan sisi bawah 35 cm. Pada bagian atas diberi sayap selebar 12 cm untuk perletakan pelat pracetak. Elemen balok pracetak harus dikontrol terhadap momen pada saat penumpukan, pengangkatan dan pengecoran. Selain itu 1 unit elemen pracetak beratnya harus lebih kecil dari kapasitas crane yaitu 10 ton. Perhitungan kontrol tegangan dan momen sama dengan pelat
603,18
6.5.6 PERENCANAAN PLANK FENDER A. Perencanaan Plank Fender Setelah Komposit Penulangan poer dianalisa berdasarkan gaya-gaya maksimum yang bekerja pada tiang pancang. Untuk perhitungan penulangan , poer dapat diasumsikan sebagai balok jika perbandingan antara tebal dan lebar poer adalah t = 1,2 = 0,8 > 0,4. Jika < 0,4 1,5 b diasumsikan sebagai pelat. Perhitungan penulangan plank fender sama dengan perhitungan pelat atau balok. Berikut ini hasil perhitungan penulangan plank fender :
Berikut ini hasil perhitungan penulangan poer :
D. Perencanaan Plank Fender Sebelum Komposit Poer pracetak berbentuk Bak dengan tebal dinding tepi 17,5 cm dan sisi bawah 45 cm. Pada bagian atas diberi sayap selebar 12 cm untuk perletakan pelat pracetak. Elemen poer pracetak harus dikontrol terhadap momen pada saat pengangkatan dan pengecoran. Selain itu 1 unit elemen pracetak beratnya harus lebih kecil dari kapasitas crane yaitu 10 ton. Perhitungan kontrol tegangan dan momen sama dengan pelat. Berikut ini bentuk elemen pracetak:
B. Perencanaan Plank Fender Sebelum Komposit
Gambar 6.2- Gambar Pracetak Pelat
Poer pracetak berbentuk Bak dengan tebal dinding tepi 20 dan 15 cm dan sisi bawah 85 cm. Pada bagian atas diberi sayap selebar 12 cm untuk perletakan pelat pracetak. Elemen poer pracetak harus dikontrol terhadap momen pada saat pengangkatan dan pengecoran. Selain itu 1 unit elemen pracetak beratnya harus lebih kecil dari kapasitas crane yaitu 10 ton. Perhitungan kontrol tegangan dan momen sama dengan pelat. 6.5.7 PERENCANAAN POER C. Perencanaan Poer Setelah Komposit Struktur poer berfungsi sebagai penyambung antara ujung atas tiang pancang dengan balok memanjang maupun melintang. Pada perencanaan ini, adapun dimensi dan tipe poer adalah: Poer ganda = 300 x 175 x 120 cm Poer tunggal = 170 x 170 x 120 cm
Gambar 6.3- Gambar Pracetak Balok
Perhitungan penulangan plank fender sama dengan perhitungan pelat atau balok.
Gambar 6.4- Gambar Pracetak Plank Fender
19
Gambar 6.5- Gambar Pracetak Poer 6.6 Perencanaan Pondasi A. Data Spesifikasi Tiang Pancang Adapun spesifikasi dari tiang pancang baja ini adalah sebagai berikut: Dimensi Tiang: Tiang pancang baja JIS A 5525 Diameter = 1016,0 mm Tebal = 19 mm Luas penampang = 595,1 cm2 Berat = 467 kg / m Momen Inersia = 740 x 103 cm4 Section Modulus = 146 x 102 cm3 Jari-jari girasi = 35,2 cm Luas permukaan luar
=
3,19 m2/m
Mutu Baja Digunakan baja BJ 37 dengan LRFD sebagai berikut : fy = 2400 kg/cm2 fu = 3700 kg/cm2
~ = Harga rata-rata SPT disekitar 4B Np diatas hingga 4B di bawah dasar tiang pondasi n (B= diameter pondasi) = Ni n i 1 K = Koefisien karakteristik tanah = 12 t/m2 , tanah lempung = 20 t/m2 , tanah lanau berlempung = 25 t/m2 , tanah lanau berpasir = 40 t/m2, tanah pasir Ap = Luas penampang dasar tiang = Tegangan di ujung tiang qp = Tegangan akibat lekatan lateral qs 2 dalam t/m ~ = Harga rata-rata sepanjang tiang Ns yang tertanam, dengan batasan : 3 ≤ N ≤ 50 As = Keliling x panjang tiang yang terbenam (luas selimut tiang) Qad = Q admissible , yaitu daya dukung yang diijinkan. SF = Safety Factor, diambil 3
Harga N dibawah muka air tanah harus dikoreksi menjadi N’ berdasarkan perumusan sebagai berikut (Terzaghi & Peck) : N ' 15 0,5 ( N 15) , dengan N = jumlah pukulan kenyataan di lapangan untuk di bawah muka air tanah. Perhitungan daya dukung dilakukan pada setiap titik bore hole dermaga, yaitu titik B4.
mutu sesuai
Grafik hubungan antara daya dukung pondasi dengan kedalaman dapat dilihat pada Gambar 6.40
B. Daya Dukung Tiang Akibat Beban Vertikal
Dari hasil perhitungan analisa struktur menggunakan SAP 2000 didapatkan beban rencana pada tiang pancang tegak dan miring. Nilai beban rencana tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.5. Penentuan kedalaman tiang pancang disesuaikan dengan kebutuhan beban rencana.
Perhitungan nilai daya dukung ultimate tiang pancang akibat beban vertikal menggunakan metode Luciano Decourt (1982), dalam Daya Dukung Pondasi Dalam oleh Prof. Dr. Ir. Herman Wahyudi hal 15. Kapasitas daya dukung ultimate sebuah tiang pancang dihitung dengan persamaan : QL Qp Qs = qp . Ap qs . As ~ = Np . K . Ap Ns 1 . As 3 QL Qad SF Dimana :
Type Tiang
Tegak
Type Beban
Combo
P
5
-249575
kg
V3
5
5583,97
kg
M3
5
-165000
kg.m
P(tekan)
5
-327070
kg
P(tarik)
5
10601,82
kg
Beban Rencana
Miring
Defleksi Tiang
V3
5
-11549,9
kg
M3
5
-75817,7
kg.m
U
5
7,2
mm
Tabel 6.5.-Output Gaya Dalam Tiang Pancang dari SAP 2000
20
Tiang tegak Qu = 3 x P = 3 x 249,575 = 748,72 ton Kedalaman tiang yang dibutuhkan untuk memikil gaya ini adalah sedalam 34 m dari seabed atau -47.6 m LWS. Grafik daya dukung tanah dapat dilihat pada gambar 6.66. Tiang miring a. Tiang tekan Qu = 3 x P = 3 x 327,070 = 981,21 ton Kedalaman tiang yang dibutuhkan untuk memikil gaya ini adalah sedalam 38 m dari seabed atau -51,6 m LWS. b. Tiang tarik Qu = 3 x P = 3 x 10,601 = 31,8 ton
Kedalaman tiang yang dibutuhkan untuk memikil gaya ini adalah sedalam 11 m dari seabed atau -24.6 m LWS. Grafik Data Dukung Tanah Vs kedalaman m 0
0,0
500,0
1000,0
1500,0
2000,0
ton
10
20
30
Ql Qs tegak Tekan miring Tekan miring Tarik
40
50
60
Gambar 6.6- Grafik daya dukung vs kedalaman pada titik BS-1
C.
Daya Dukung Tiang Akibat Beban Horizontal
Perhitungan daya dukung tiang terhadap beban lateral menggunakan cara Tomlinson dalam ”Daya Dukung Pondasi Dalam oleh Dr. Ir. Herman Wahjudi hal 55” : Fixed-headed pile : Hu = 2Mu / (e+Zf) Dimana: Hu = ultimate lateral resistance Mu = 453,324 tm (diambil terkecil)
e
= jarak antara lateral load (H) yang bekerja dengan muka tanah.
Dengan mengambil kedalaman seabed -13,6 m (setelah pengerukan), elevasi dermaga +3,7 mLWS dan beban lateral bekerja pada sumbu balok maka nilai e, e = 13,6 + 3,7 – 0,6 = 16,7 m Zf = titik jepit = 8 m (Bab 4.5.2(2c)) Hu = 2 x 453,324 / (16,7 + 8 ) = 906,648 / 24,7 = 36,7t H yang terjadi Tiang Tegak : V3 = 5,58 t < Hu.....OK! Tiang Miring V3 = 11,54 t < Hu .....OK! D.
Kontrol kekuatan bahan
Tegangan yang terjadi akibat beban aksial (P) dan momen (M) pada tiang yang didapat dari analisa SAP 2000 harus lebih kecil dari tegangan ijin tiang pancang (fy). Tegangan pada tiang pancang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : P M .y = A I y = 0,5 D = 0,508 m maka tegangan tiang, Tiang tegak , = 249575 165000 x 0,508 0,05951 0,00740 2 = 15520860 kg/m = 1552 kg/cm2 < 2400 kg/cm2 ...OK Tiang miring , = 327070 75817,7 x 0,508 0,05951 0,00740 = 10700833 kg/m2 = 1070 kg/cm2 < 2400 kg/cm2 ...OK
E.
Kontrol Momen Momen yang terjadi, yaitu momen yang didapat dari analisa SAP 2000 harus lebih kecil dari momen bahan tiang pancang (Mu). Mu = fy x Z = 2400 x 14600 = 35040000 kg.cm = 350,4 ton.m
Momen yang terjadi : Momen Tiang Tegak : M3 = 165 t.m < Mu.....OK! Momen Tiang Miring : M3 = 75,8 t.m < Mu.....OK!
21
F.
Kontrol kuat tekuk Pcr
ω tiang pancang miring
2 EI min
Z
f
e
2
Tiang Tegak : 2 2100000 740000 Pcr 2483693.3 kg 2483.6ton 800 16852
Pcr > Pu (249.5 ton) ….. (OK)
OK!! Jadi dapatdisimpulkan bahwa tiang pancang tegak dan tiang pancang miring stabil terhadap frekuensi gelombang dan bisa berdiri sendiri.
Tiang Miring : 2 2100000 740000 Pcr 2483693.3 kg 2483.6ton 800 16852 H. Kalendering
Pcr > Pu (327.07 ton) ….. (OK) G.
Kemampuan Tiang Berdiri Sendiri Tiang pancang dicek kekuatannya pada saat berdiri sendiri, khususnya terhadap frekuensi gelombang (). Frekuensi tiang (t) harus lebih besar dari frekuensi gelombang supaya tiang tidak bergoyang dan patah. Frekuensi tiang pancang dihitung dengan rumus berikut ini :
t 1,73
El w.l 3
≤
g
1 6 det ik
Dimana : w = berat tiang = Wp = 467 kg/m x L l = tinggi tiang di atas tanah
Perumusan kalendering yang dipakai adalah Alfred Hiley Formula (1930).
Karena perhitungan dilakukan sebelum pemancangan, maka yang dihitung adalah nilai S atau penetrasi/blow, yaitu pengamatan yang dilakukan rata-rata di tiga set terakhir, dengan 10 pukulan tiap setnya. Dan disyaratkan apabila untuk kedalaman yang sama S > S’, maka pemancangan dihentikan. Dimana : S= nilai penetrasi/ blow rencana dari perhitungan S’= nilai penetrasi/ blow saat pemancangan
. w= berat tiang (kg)
- tegak =17,3 m x 0,467ton/m =8,08 ton - miring =17,4 m x 0,467ton/m =8,12 ton i = tinggi tiang di atas tanah (m)= 17,3 m g= 10 m/s2 ω tiang pancang tegak
OK!!
22
Kalendering tiang pancang tegak Data dan asumsi awal perhitungan kalendering adalah: Hhammer = 2m, tinggi jatuh hammer untuk kondisi normal. Ø tiang = 101,6 cm t = 1.9 cm P = 249,575 ton SF =3 Qu = 3 x 249,575 ton = 748,725 ton W = 10 ton (hydraulic hammer) α = 2.5 (hydraulic hammer) Panjang tiang pancang tegak yang dibutuhkan (L) = 34 + 17,3 – 1,2 – 1,2 + 0,4 = 49,3 Wp = berat tiang pancang (ton) = L x 0,467 = 49,3 x 0,467 = 23,02 ton n = 0.55 (hammer on steel pile without cushion )
S = set/pile penetration for last blow (cm or mm/blow) C1 = Kompresi sementara dari cushion ( pile head & cap) = 0 (without cushion) C2 = 10 mm (untuk steel pile) C3 = 4 mm (soft ground SPT) C = C1 + C2 + C3 = 0+ 10 + 4 = 14 mm = 0.014 m
2.5 ∙ 10 ∙ 2 10 + 0.552 ∙ 25,01 981,21 = ∙ S + 0.5 ∙ 0.014 10 + 25,01
2.5 ∙ 10 ∙ 2 10 + 0.552 ∙ 23,02 748,725 = ∙ S + 0.5 ∙ 0.014 10 + 23,02 Jadi setting kalendering yang digunakan untuktiang pancang miring adalah 18 mm. I.
Jadi setting kalendering yang digunakan untuk tiang pancang tegak adalah 27 mm. Kalendering tiang pancang miring Data dan asumsi awal perhitungan kalendering adalah: Hhammer= 2m (hydraulic hammer) Ø tiang= 101,6cm t = 1.9cm P = 327,070 ton SF = 3 Qu = 3 x 327,070 ton = 981,21 ton W = 10 ton (hydraulic hammer) α = 2.5 (hydraulic hammer) Panjang tiang pancang miring yang dibutuhkan, L = 38 + 17,3 – 1,2 – 1,2 + 0,4 = 53,3
=53,5 m Wp = L x 0,467 = 53,5 x 0,467 = 25,01 ton n = 0.55 (hammer on steel pile without cushion ) S = set/pile penetration for last blow (cm or mm/blow) C1 = kompresi sementara dari cushion ( pile head & cap) = 0 (without cushion) C2 = 10 mm (untuk steel pile) C3 = 4 mm (soft ground SPT) C = C1 + C2 + C3 = 0+ 10 + 4 = 14 mm = 0.014 m
Kontrol Posisi Tiang Miring
Posisi tiang miring harus dikontrol terhadap kedalamannya sehingga tidak ada tiang yang bertemu. Tiang miring dipasang dengan perbandingan 10:1. Maka : Panjang tiang 1 Jarak vetikal (y1) = 38 + 17,3 = 55,3m Jarak horizontal tiang didasar (x1) = = 5,5 m z1 =
= 55,57 m (panjang tiang)
karena jarak antar tiang 7,5 m, maka dapat disimpulkan bahwa tiang pancang miring tidak bertemu dengan tiang tegak terdekat…OK!! J.
Perlindungan Korosi
Korosi tiang diasumsikan terjadi sampai tiang ditumbuhi karang yaitu selama 10 tahun. Dengan asumsi tingkat korosi = 0,3 mm/tahun, maka untuk waktu perencanaan 10 tahun, tebal tiang yang digunakan adalah: 19 - (0.3 x 10) = 16 mm. Metode perawatan digunakan dengan menyediakan alokasi tebal tiang yang akan terkorosi yaitu setebal 3mm. 6.8 Perencanaan Trestle
Pada Dermaga Tanjung Pakis ini, trestle dibagi menjadi 10 blok dengan dilatasi antar blok selebar 10 cm. Masing-masing blok panjangnya 170 m.
23
Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 6.41 untuk gambar denah poer dan layout ,
Gambar 6.41 – Pembalokan dan Poer Trestle Selebihnya cara perhitungan sama dengan perencanaan dermaga. BAB VII METODE PELAKSASANAAN 7.1
Pekerjaan Persiapan
Persiapan meliputi : Pembersihan lahan, Pembuatan pagar pembatas, Pembangunan Direksi kit , Kontraktor kit , Pembangunan Los kerja, Penyediaan penerangan di daerah kerja, Penyediaan Batching plan, Mendirikan Pos penjagaan dan pendatangan alat berat . 7.2. Dermaga Berikut ini tahapan – tahapan dalam pembangunan dermaga Pemancangan tiang baja. Pemasangan Selimut Beton Fabrikasi Elemen Pracetak Pemasangan poer pracetak Erection Balok dan Pengecoran tahap I Erection Pelat dan Pengecoran tahap II Erection Plank Fender Pemasangan Boulder dan Fender BAB VIII METODE PELAKSASANAAN
8.4 Perhitungan Rencana Anggaran Biaya Dalam prencaa anggaran biaya ini, tahapan pekerjaan yang dihitung meliputi: 1. Pekerjaan persiapan 2. Pekerjaan Dermaga CPO 3. Pekerjaan Trestle
24
Tabel 8.6 – Rekapitulasi Rekapitulasi No. Uraian Jumlah Total 1 Pekerjaan Persiapan Rp 87.600.000,00 Rp 87.600.000,00 2 Dermaga CPO Rp 509.963.234.655,62 Rp 509.963.234.655,62 3 Trestle Rp 439.722.896.086,52 Rp 439.722.896.086,52 Jumlah Total Rp 949.773.730.742,15 PPn 10% Rp 94.977.373.074,21 Total + PPn Rp 1.044.751.103.816,36 Jumlah Akhir (dibulatkan) Rp 1.044.751.103.817,00 Terbilang: Satu Triliyun Empat Puluh Empat Milyar Tujuh Ratus Lima Puluh Satu Juta Seratus Tiga Ribu Delapan Ratus Tujug Belas Rupiah
BAB IX KESIMPULAN Dalam perencanaan Tugas Akhir ini dapat diperoleh kesimpulan yaitu: 1. Spesifikasi kapal rencana:
DWT : 80000 Displacement : 104,557 ton Panjang kapal (LOA): 225 m Lebar kapal (B) : 38,3 m Draft : -14,9 m
2. Struktur jetty yang direncanakan terdiri dari Dermaga, dan Testle. 3. Struktur Dermaga direncanakan beton bertulang pracetak (precast) dengan spesifikasi: Dimensi struktur: 580 x 34 m2 (dibagi menjadi 2 blok)
Dimensi balok melintang : 80 x 120 cm2 Dimensi balok memanjang 2 : 80 x 120 cm Tebal pelat : 40 cm Mutu beton : K350 Mutu baja : U32 Poer pancang tunggal : 170 x 170 x 120 cm3 Poer pancang ganda : 300 x 175 x 120 cm3 Tiang pancang : 101,6; - t = 19 m - Kemiringan tiang : 10 : 1
-
Kedalaman tiang tegak : -47,6 m LWS - Kedalaman tiang miring : -51,6 m LWS Umur pelaksanaan untuk elemen pracetak pada saat penumpukan, pengangkatan dan pengecoran dapat dilihat pada tabel berikut : Cor Elemen Tumpuk Angkat Tahap 1 Tahap 2 Pelat 3 hari 3 hari 14 hari 3 hari 3 hari 7 hari 14 hari Balok 3 hari 3 hari 7 hari 14 hari Poer
Untuk pelindung dermaga dari tumbukan kapal pada saat merapat digunakan fender karet SCN 1100-E1.9, yang dipasang pada setiap portal dermaga. Untuk mengikat kapal pada tambatan digunakan boulder type BR 200 dengan kapasitas tarik sebesar 200 ton.
4. Struktur Trestle direncanakan beton bertulang cast in situ dengan spesifikasi: Dimensi struktur : 170 x 8 m2 (dibagi menjadi 10 blok) Dimensi balok melintang : 60 x 90 cm2 Dimensi balok memanjang : 60 x 90 cm2 Tebal pelat : 40 cm Mutu beton : K350 Mutu baja : U32 Tiang pancang : 101,6 m; - t = 19 mm - Kemiringan tiang: 10 : 1 - Kedalaman tiang - : -46.6 m LWS Poer pancang tunggal : 170 x 170 x 120 cm3
DAFTAR PUSTAKA Japan Port and Harbour Association. 2002. Technical Standards and Commentaries for Port and Harbour Facilities in Japan. Daicousa Printing, Japan. Precast/Prestressed Concrete Institute, 2004. PCI Design Handbook. United State of America. Sutami. 1971. Konstruksi Beton Indonesia. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum. Triatmodjo, Bambang. 2008. Pelabuhan. Beta Offset, Yogyakarta. Triatmodjo, Bambang. 2008. Teknik Pantai. Beta Offset, Yogyakarta. Wahyudi, Herman. Daya Dukung Pondasi Dalam. Surabaya. Wangsadinata, Wiratman. 1971. Peraturan Beton Bertulang Indonesia. Bandung: Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik. Wangsadinata, Wiratman. 1971. Perhitungan Lentur dengan Cara n Disesuaikan kepada Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971.
Rencana angan biaya total adalah sebesar Rp.1.044.751.103.817,00
25