PERENCANAAN BREAKWATER DI LAMONGAN JAWA TIMUR Nama mahasiswa : Marines Febriani NRP : 3107 100 099 Jurusan : Teknik Sipil FTSP-ITS Dosen pembimbing : Ir. Fuddoly, MSc Prof.Dr.Ir. Herman Wahyudi ABSTRAK Luas wilayah perairan di Indonesia sangatlah besar, Indonesia membutuhkan fasilitas penunjang transportasi melalui jalur laut. Komponen-komponen utama transportasi jalur laut adalah laut kapal serta fasilitasnya. Namun kebutuhan fasilitasnya di Indonesia masih sangat minim. Oleh karena itu perlu direncanakan pembangunan fasilitas perawatan dan perbaikan kapal. Rencananya fasilitas tersebut akan dibangun di Desa Kemantren, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, propinsi Jawa Timur. Dengan dibangunnya fasilitas perawatan dan perbaikan ini diharapkan dapat mengurangi pengantrian kapal yang akan menggunakan fasilitas serupa di Tanjung Perak Surabaya sehingga pengoperasian kapal untuk mendukung kegiatan distribusi barang melalui jalur laut dapat berjalan cepat, efektif serta efisien. Direncanakan breakwater pada fasilitas perawatan dan perbaikan kapal dikarenakan kapal-kapal yang akan memasuki fasiltas tersebut merupakan kapal dengan muatan kosong (draft kosong) sehingga kapal tersebut mudah oleng terkena gelombang. Oleh karena itu alas an tersebut breakwater pada fasilitas ini dibangun. Breakwater ini dibangun menggunakan dua tipe struktur yaitu rubble mound dengan armour layer berupa tetrapod yang dibangun mulai elevasi +2 mLWS sampai dengan -8.5 mLWS dan monolith atau dinding tegak menggunakan tiang pancang berupa steel pipe piles Ø120 cm yang disusun secara berjajar dimulai pada elevasi 8.5 mLWS sampai dengan -9 mLWS. Biaya total yang dibutuhkan dalam pembangunan breakwater ini sebesar Rp. 354.599.439.000,00. Kata kunci : Lamongan, Breakwater, Monolith, Rubble mound, Tetrapod. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan luas daratan 1.922.507 Km2 yang terdiri dari 17.504 pulau besar dan kecil, dan luas perairan 3.257.483 Km2. Karena luas wilayah perairan yang begitu besar, Indonesia membutuhkan fasilitas penunjang transportasi melalui jalur laut. Kelebihan transportasi melalui jalur laut yaitu dapat melakukan pendistribusian barang dalam jumlah yang cukup besar dengan biaya yang relatif lebih murah dibandingkan dengan transportasi jalur darat maupun udara. Komponen-komponen utama transportasi laut adalah laut, kapal serta fasilitasnya. Namun untuk kebutuhan fasilitasnya di Indonesia masih sangat minim. Oleh karena itu perlu direncanakan pembangunan fasilitas perawatan dan perbaikan kapal. Fasilitas perawatan dan perbaikan kapal tersebut rencananya akan dibangun di wilayah pantai utara Jawa. Posisi tersebut dipilih karena semakin banyak armada kapal yang
beroperasi di area Jawa timur dan tidak memungkinkan lagi untuk menggunakan fasilitas perawatan dan perbaikan kapal di Tanjung Perak Surabaya, karena akan terjadi pengantrian yang cukup lama. Selain itu lokasi ini juga memiliki aksesibilitas yang baik untuk kapal dari sisi laut maupun darat serta tidaklah memiliki gelombang sebesar pantai selatan Jawa. Walaupun demikian lokasi tersebut juga memiliki gelombang yang cukup besar sehingga diperlukan sebuah penahan gelombang (Breakwater) yang dapat meredam gelombang masuk ke dalam area perawatan dan perbaikan kapal. Oleh karena itu dibutuhkan perencanaan struktur yang kuat untuk menahan gelombang dan pemilihan tipe breakwater yang tepat mengingat fungsi dari fasilitas ini sebagai tempat perawatan dan perbaikan kapal yang rusak sehingga dibutuhkan kondisi laut yang tenang agar tidak mengganggu pekerjaan di dalam fasilitas tersebut. Dengan dibangunnya breakwater ini diharapkan fasilitas perawatan dan perbaikan tersebut dapat beroperasi semaksimal mungkin agar kapal yang rusak dapat segera memperoleh perawatan sehingga
memperlancar pengoperasian armada kapal untuk mendukung kegiatan distribusi barang melalui jalur laut dapat berjalan cepat, efektif serta efisien. 1.2 Lokasi
Lokasi rencana fasilitas perawatan dan perbaikan kapal beserta breakwaternya terletak di Desa Kemantren, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Propinsi Jawa Timur dengan posisi geografis 11225’15,38” BT dan 652’29,25” LS (lihat Gambar 1.1 dan 1.2).
1. Evaluasi layout alur pelayaran dan breakwater. 2. Perencanaan detail struktur breakwater. 3. Perencanaan metode pelaksanaan. 4. Perhitungan rencana anggaran biaya. 1.5. Batasan Masalah 1. Data-data yang digunakan dalam analisis adalah data sekunder 2. Layout yang digunakan merupakan layout yang disepakati oleh owner dan perencana sehingga tidak membuat layout baru. 3. Tidak merencanakan dan mengkaji pengerukan. 4. Tidak menghitung besarnya sedimentasi yang terjadi. 1.6. Metodologi Terlihat pada Gambar 1.4.
Gambar 1.2 Peta Hydral Desa Kemantren (Sumber :Bakorsurtanal 2006) 1.3 Tujuan 1. Mampu mengevaluasi layout (Lihat Gambar 1.3) serta kebutuhan dimensi breakwater. 2. Mampu merencanakan detail breakwater menggunakan dua tipe struktur yaitu Monolith dan Rubble mound. 3. Perhitungan struktur breakwater tipe Rubble mound menggunakan dua alternatif primary layer yaitu batu dan tetrapod. 4. Mampu merencanakan metode pelaksanaan yang efisien. 5. Mampu menghitung rencana anggaran biaya.
Pendahuluan
Tinjauan Pustaka
Pengumpulan dan Analisis Data
U
Kriteria Perencanaan Breakwater
2
KEPALA BREAKWATER
570,3
0 -8.0
-8.0 0
553,12
Breakwater tipe Rubble Mound
2
0 -9.0
3
Breakwater tipe Monolith
Evaluasi Layout
0 -7.0
-6.00 0 -4.0
-7.0 0
0 -2.0
BM1
1
-4.0 0 -2.0 0 0.00
+7.00 +10.00 +15 .00
Mempelajari dasar teori, konsep, dan perumusan yang akan dipakai dalam perencanaan Data yang digunakan berupa data sekunder : Data topografi dan bathymetri Data pasang surut Dara arus Data angin Data tanah Analisis data meliputi : Analisis data topografi dan bathymetri Analisis pasang surut Analisis arus Analisis angin Analisis gelombang Analisis data tanah
Evaluasi alur pelayaran Evaluasi layout breakwater
Peraturan yang digunakan Kriteria kapal rencana Kualitas bahan dan material
Pemilihan tipe struktur yang digunakan Penentuan tinggi gelombang rencana Perhitungan gaya-gaya yang bekerja Perencanaan struktur bagian atas dan bawah Penentuan elevasi puncak breakwater Gambar rencana Masa Prakonstruksi Masa Konstruksi
Harga material Analisis harga satuan Perhitungan volume pekerjaan Perhitungan rencana anggaran biaya
-6.0 0
0 0.0 .00 +2
+5.00
Perhitungan Struktur Breakwater
Mempelajari latar belakang dan permasalahan yang ada di proyek
+2.0 0
+5.00 +7.0 0 +10 .00 .00
+ 15
Gambar 1.3 Layout perencanaan breakwater 1.4. Lingkup Pekerjaan
Perencanaan Metode Pelaksanaan Perhitungan Rencana Anggaran Biaya Penutup
Kesimpulan hasil perencanaan
Gambar 1.4 Metodologi
3.2. Data Bathymetri dan Topografi 3.2.1. Data Bathymetri Peta bathymetri seluas ±40 Ha (1000 m melebar sepanjang pantai dan 400 m ke arah laut) diperoleh dari survey pada tahun 2008. Dari kondisi kedalaman di sekitar wilayah perairan Desa Kemantren bervariasi hingga kedalaman -9.2 m LWS pada sisi perairan terluar yang merupakan ujung breakwater. Peta bathymetri secara keseluruhan dapat dilihat pada gambar 3.1. 3.2.2. Data Topografi Berdasarkan hasil pemetaan Topografi seluas ±30 Ha, kondisi topografi di areal rencana pembangunan merupakan tanah kosong serta perkebunan berbukit dengan variasi ketinggian hingga ketinggian maksimum ±45 m LWS. Peta Topografi secara keseluruhan dapat dilihat pada gambar 3.1 dan koordinat titik patok BM (Bench Mark) dapat dilihat pada tabel 3.1
3 2
KEPALA BREAKWATER
2 553,12
Breakwater tipe Rubble Mound
570,3
0 -8.0
0 -7.0
-6.00 0 -4.0 0 -2.0
-7.0 0
0 0.0 .00 +2
1
-4.0 0 -2.0 0 BM1
+5.00 +7.00 +10.00 +15 .00
-8.0 0
-6.0 0
BAB III PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA 3.1. Umum Breakwater ini berada di wilayah pantai utara Jawa, tepatnya di perairan Desa Kemantren, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Propinsi Jawa Timur. Posisi geografisnya sekitar 11225’15,38” BT dan 652’29,25” LS. Rencana pembangunan breakwater ini didasarkan pada layout yang telah ditetapkan. Sebelum dilakukan perencanaan detail breakwater ini, terlebih dahulu perlu dilakukan pengumpulan dan analisis data. Data-data yang digunakan merupakan data sekunder.
0 -9.0
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dijelaskan secara garis besar teori-teori yang akan digunakan dalam pengerjaan tugas akhir ini. Beberapa teori yang perlu dijelaskan yaitu :
Breakwater tipe Monolith
U
0.00 +2.0 0
+5.00 +7.0 0 +10 .00 +15 .00
Gambar 3.1 Peta Bathymetri dan Topografi Tabel 3.1 – Koordinat Titik patok BM
3.3. Data Arus Data arus pada daerah perairan Desa Kemantren, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan bisa diambil berdasarkan hasil pengukuran dan pengamatan 30-31 maret 2004 di Tanjung Pakis Lamongan, gambar 3.2.
Gambar 3.2 – Data Arus Tanjung Pakis Lamongan Secara umum, dari data pengamatan arus laut yang dilakukan pada tanggal tersebut dapat disimpulkan bahwa : Kecepatan bervariasi antara 0.01-0.13 m/s dengan arah Barat laut dan Timur Laut. Pada kondisi spring tide arah arus secara dominan menuju arah Barat Laut dengan kecepatan maksimum 0.08 m/s. Pada kondisi neap tide arah arus secara dominan menuju arah Timur Laut dengan kecepatan maksimum 0.13 m/s. Kecepatan arus relatif tenang karena kecepatan maksimum adalah 0.13 m/s, jauh lebih kecil dibandingkan dengan kecepatan arus maksimum untuk pelabuhan agar tidak mengganggu kapal bermanuver, yaitu 1.5 m/s (3 knot). Sehingga besar kecepatan arus ini tidak menjadi masalah.
3.4. Data Pasang Surut Data pasang surut dianalisis pada kondisi spring tide dan neap tide. Pengamatan dilakukan pada tanggal 2-16 januari 2008 dan menghasilkan kondisi spring pada tanggal 8-13 januari 2008 serta kondisi neap pada tanggal 14-16 januari 2008, Lihat gambar 3.3. Dari data hasil pengamatan didapatkan bahwa perilaku pasang surut pada perairan Desa Kemantren, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan memiliki tipe pasang surut campuran dan cenderung harian ganda (mixed, dominantly semi diurnal tides) dengan F =0.73. Dari pembacaan Peal Schaal (lihat gambar 3.4) didapatkan data sebagai berikut : Beda pasang surut sebesar 2.20 m. Elevasi HWS (High Water Spring) pada +2.20 mLWS. Elevasi MSL (Mean Sea Level) pada +1.10 mLWS. Elevasi LWS (Low Water Spring) pada ±0.00 mLWS.
Gambar 3.3 – Grafik pasang surut
Kecepatan Angin yang berhembus rata-rata sebesar 4.3-11.7 knots (2.21-6.02 m/s) dari arah utara. Sedangkan kecepatan angin maksimum sebesar 10-40 knots (5.14-20.58 m/s). Angin dengan kecepatan maksimum dominan datang dari arah barat laut tetapi berdasarkan data tersebut angin maksimum sebesar 40 knots (20.58 m/s) datang dari arah timur laut. 3.6. Analisis Gelombang 3.6.1. Panjang Fetch Panjang fetch dihitung berdasarkan arah angin yang berpengaruh pada lokasi pantai Tanjung Pakis. Secara geografis, pantai Tanjung Pakis ini terletak di pantai Utara Jawa dengan orientasi pantai menghadap kearah Utara, maka arah angin yang berpengaruh pada perhitungan fetch adalah Barat Laut, Utara dan Timur Laut. Sedangkan untuk arah lainnya tidak perlu diperhitungkan karena merupakan daratan dan bukan daerah bangkitan gelombang. Dengan menganalisa posisi geografis Pantai maka panjang fetch efektif dari arah angin yang berpengaruh dapat di gambar dan ditentukan. Sketsa perhitungan fetch dapat dilihat pada gambar 3.5 sampai dengan gambar 3.7, sedangkan perhitungan fetch efektif dapat dilihat pada tabel 3.3.
Gambar 3.5 – Fetch Efektif arah Barat Laut
Gambar 3.6 – Fetch Efektif arah Utara
Gambar 3.4 – Pembacaan Peal Schaal 3.5. Data Angin Data angin diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Juanda Surabaya seperti yang terlihat pada Tabel 3.2. Data angin yang didapat yaitu selama tahun 2001-2010. Berdasarkan informasi bahwa gelombang yang terjadi pada bulan Desember-Maret cukup besar, sedangkan pada bulan Mei-Oktober gelombang yang terjadi relative lebih kecil.
Gambar 3.7 – Fetch Efektif Timur Laut Tabel 3.3 – Perhitungan Panjang Fetch efektif
42 36 30 24 18 12 6 0 6 12 18 24 30 36 42 Total
cos
BL 376,69 365,47 423,34 431,87 469,33 661,52 1000,00 593,27 626,94 725,08 235,90 730,62 0,00 0,00 0,00
Xi U 414,373 390,777 416,234 406,831 407,642 109,218 379,518 365,65 367,964 415,973 424,681 445,768 681,692 1000 1000
0,743 0,809 0,866 0,914 0,951 0,978 0,995 1,000 0,995 0,978 0,951 0,914 0,866 0,809 0,743 13,511 FETCH EFEKTIF (dalam Km)
TL 10,0455 1000 1000 1000 1000 250,39 494,26 457,859 369,684 415,784 415,903 387,386 111,369 114,199 377,671
BL 279,937 295,67 366,625 394,535 446,36 647,066 994,522 593,273 623,51 709,237 224,356 667,454 0 0 0 6242,54 462,037
Xi Cos U 307,9391 316,1453 360,4691 371,6584 387,6906 106,8315 377,4393 365,6504 365,9487 406,8832 403,896 407,2292 590,3628 809,017 743,1448 6320,305 467,7925
TL 7,46524 809,017 866,025 913,545 951,057 244,918 491,552 457,859 367,659 406,698 395,547 353,894 96,4487 92,3886 280,664 6734,74 498,466
3.6.1. Tinggi dan Periode Gelombang pada Laut Dalam Berdasarkan hasil perhitungan panjang fetch pada Tabel 3.3 dapat dilakukan perhitungan tinggi dan periode gelombang yang terjadi di laut dalam dengan menggunakan metode Sverdrup Munk Bretschneider (SMB) yang telah dimodifikasi (Shore Protection Manual, 1984). Dalam perhitungan tinggi dan periode gelombang laut dalam data angin pada Tabel 3.2. diperlukan tambahan faktor koreksi terhadap kecepatan angin yang ada. Faktor koreksi yang digunakan yaitu koreksi terhadap suhu (RT) dan terhadap perbedaan ketinggian antara di laut dan di darat (RL). Untuk mendapatkan besarnya faktor koreksi tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.7 dan 2.8. Perhitungan tinggi dan periode gelombang dapat dilihat pada Tabel 3.4 sampai Tabel 3.5. Dari Tabel 3.4 dapat kita rangkum selama pertahun tinggi gelombang maksimum yang didapatkan dari perhitungan teoritis menggunakan metode SMB dalam Tabel 3.5. Tabel 3.5 – Tinggi Gelombang maksimum pertahun yang didapat dari perhitungan metode SMB
Pada Tabel 3.5 didapatkan tinggi gelombang maksimum selama sepuluh tahun sejak 2001-2010 sebesar 10.44 meter dengan lama berhembusnya angin sebesar 18 jam dan dari arah Timur Laut. Hasil tersebut sangat tidak mungkin terjadi pada keadaan
nyata dilapangan dikarenakan angin maksimum sebesar 10.44 meter berhembus selama 18 jam. Angin tersebut datang dari arah Timur Laut yang terpengaruh oleh angin musim timur. Angin musim timur dikenal tidak membahayakan karena kecepatan anginnya tidak terlalu besar. Jadi sangat amat tidak memungkinkan hasil dari perhitungan secara teoritis tersebut. Selai dari itu juga didapatkan hasil perhitungan yang datang dari arah Utara dengan ketinggian gelombang sebesar 6.86 m berhembus selama 20 jam. Angin yang berhembus dari arah utara tidaklah besar karena jarak fetchnya tidak terlalu besar. Sehingga sangat tidak mungkin angin tersebut berhembus selama 20 jam atau bisa dikatakan hampir satu hari satu malam (24 jam). Berdasarkan hasil perhitungan secara teoritis yang sangat tidak masuk akal tersebut lalu dibandingkan dengan keadaan di lokasi studi. Pada lokasi tersebut angin yang sangat berpengaruh yaitu angin barat yang biasa bertiup pada musim penghujan. Oleh karena itu dilakukan peninjauan kembali dengan waktu hembus angin yang telah disesuaikan berdasarkan data angin yang telah didapat. Seperti terlihat pada Tabel 3.6- 3.8. Tabel 3.6 – Tinggi Gelombang dengan Waktu Hembus Angin di Lapangan dari Arah Barat Laut
Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
UA
Hmax
m/s m 16.32 2.50 12.46 2.00 17.55 2.40 19.57 2.75 19.57 2.75 20.94 3.00 20.94 3.00 21.37 2.70 22.28 2.80 19.57 2.75
arah
t
o
jam 7 8 6 6 6 6 6 5 5 6
() BL BL BL BL BL BL BL BL BL BL
Tabel 3.7 – Tinggi Gelombang dengan Waktu Hembus Angin di Lapangan dari Arah Utara UA Hmax arah t Tahun m/s m ( o) jam 2001 19.63 2.40 U 5 2002 2003 2004 2005 19.57 2.4 U 5 2006 19.57 2.4 U 5 2007 2008 14.02 1.6 U 5 2009 14.02 1.6 U 5 2010 14.02 1.6 U 5
Tabel 3.8 – Tinggi Gelombang dengan Waktu Hembus Angin di Lapangan dari Arah Timur Laut UA Hmax arah t Tahun o m/s m () jam 2001 16.32 1.60 TL 4 2002 12.46 1.35 TL 5 2003 2004 28.93 1.9 TL 2 2005 28.93 1.9 TL 2 2006 16.32 2.75 TL 8 2007 15.35 2.55 TL 8 2008 19.57 1.625 TL 3 2009 19.57 1.625 TL 3 2010 14.65 2.4 TL 8 Dari perhitungan berdasarkan waktu hembus angin perkiraan di lapangan di dapatkan hasil yang lebih logis. Tabel 3.6 dari arah Barat laut kecepatan angin 20.94 m/s dari arah Barat Laut berhembus selama 6 jam sehingga menghasilkan tinggi gelombang sebesar 3 meter. Sedangkan berdasarkan Tabel 3.7 dari arah Utara kecepatan angin maksimumnya19.63 m/s berhembus selama 5 jam sehingga menghasilkan tinggi gelombang sebesar 2.4 m. Tabel 3.8 dari arah Timur Laut kecepatan angin maksimumnya 28.93 m/s berhembus selama 3 jam menghasilkan tinggi gelombang sebesar 1.9 meter. Dari ketiga tabel tersebut lalu didapatkan tinggi gelombang maksimum yang paling berpengaruh tiap tahunnya dari berbagai arah.(Tabel 3.9). Tabel 3.9 – Tinggi Gelombang Maksimum PerTahun Tahun
UA
Hmax
arah
breakwater. Hal ini berfungsi untuk mengetahui tinggi gelombang maksimum yang mungkin akan terjadi selama periode umur rencana breakwater. Pada perhitungan kali ini, umur rencana dibuat dalam beberapa alternatif untuk memperoleh hasil yang optimum. Dalam menentukan perilaku gelombang terutama tinggi gelombang maksimum yang pernah terjadi serta interval kejadiannya merupakan dasar untuk melakukan perhitungan selanjutnya. Analisis tersebut dibutuhkan untuk menentukan tinggi gelombang yang paling berpengaruh pada kestabilan breakwater selama periode umur rencana yang ditentukan. Perhitungan tinggi gelombang rencana dengan menggunakan analisis statistik atau lebih dikenal dengan metode Weibull berdasarkan frekuensi kejadian angin bertiup. Perhitungan metode ini dapat dilihat pada Tabel 3.10 dan Tabel 3.11. Setelah didapatkan tinggi gelombang rencana berdasarkan umur tertentu maka dibuat grafiknya, dapat dilihat pada Gambar 3.8. Langkah-langkah perhitungan dan penjelasan perumusan metode ini dapat dilihat dalam bab 2. Konstanta-Konstanta yang digunakan untuk perhitungan pada Tabel 3.9 : Parameter bentuk untuk Weibull(K) : - m : 10 - NT : 10 - K :1 Nilai A dan B : 10 ∙ 28.5246 − 26.65 ∙ 9.991 𝐴= 10 ∙ 17.291 − 9.991 2 = 0.2598 26.65 Hmsm = ∑Hsm = = 2.665 10 9.991
= 0.999 ymm = ∑ym= 10 B = 2.665 − 0.2598 ∙ 0.999 = 2.4055
t
o
m/s m () jam 2001 16.32 2.50 BL 4 2002 12.46 2.00 BL 5 2003 17.55 2.4 BL 6 2004 28.93 2.75 BL 6 2005 28.93 2.75 BL 6 2006 20.94 3 BL 6 2007 20.94 3 BL 6 2008 19.57 2.7 BL 5 2009 19.57 2.8 BL 5 2010 19.57 2.75 BL 6 Setelah dilakukan perhitungan tinggi gelombang lalu dilakukan perhitungan berdasarkan periode ulang gelombang. Perhitungan periode ulang ini menggunakan metode Weibul. Perhitungan dilakukan untuk memprediksi tinggi gelombang sampai dengan 100 tahun mendatang. 3.6.3. Tinggi Gelombang Rencana Dalam perencanaan breakwater, penentuan tinggi gelombang rencana didasarkan pada umur rencana
𝜎𝐻𝑠
1 = 10 − 1
1
10
𝐻𝑠𝑚 − 𝐻𝑚𝑠𝑚
2
2
1
= 0.186 Dari kedua tabel tersebut didapatkan tinggi gelombang signifikan dengan periode ulang 50 tahunan sebesar 3.93 meter dan harga T (periode) dihitung dengan menggunakan persamaan : 𝑇𝑝 = 0.506 𝐻0 ′ = 0.506 393 = 10.03 𝑑𝑡 Keterangan : H0’ = 3.93 m = 393 cm
Tabel 3.10– Perhitungan Periode Ulang Gelombang Menggunakan Metode Weibull arah Barat Laut
Perhitungan refraksi gelombang dilakukan berdasarkan gelombang yang datang dari laut dalam menuju kedalaman 9.2 meter yaitu posisi mulut F y H .y Ĥ H -Ĥsm (Hsm-Ĥsm) No urut m H y (H -∑H ) breakwater. Tabel 3.12 di bawah ini merupakan 1 3.00 0.9494 2.983 8.9502 8.9006 0.1122 3.180483 -0.18 0.0326 penabelan hasil perhitungan refraksi gelombang yang 2 3.00 0.8539 1.923 5.7697 3.6989 0.1122 2.905077 0.09 0.0090 3 2.80 0.7584 1.420 3.9768 2.0172 0.0182 2.774419 0.03 0.0007 datang dari laut dalam menuju beberapa kedalaman. 4 2.75 0.6628 1.087 2.9898 1.1820 0.0072 2.687891 0.06 0.0039 Besarnya breaking index yang digunakan untuk 5 2.75 0.5673 0.838 2.3039 0.7019 0.0072 2.623095 0.13 0.0161 6 2.75 0.4718 0.638 1.7554 0.4075 0.0072 2.571278 0.18 0.0319 mengetahui gelombang tersebut sudah pecah sebesar 7 2.70 0.3763 0.472 1.2747 0.2229 0.0012 2.528097 0.17 0.0296 0.7. 8 2.50 0.2808 0.330 0.8240 0.1086 0.0272 2.491081 0.01 0.0001 9 2.40 0.1853 0.205 0.4918 0.0420 0.0702 2.458688 -0.06 0.0034 𝐻𝑠 10 2.00 0.0898 0.094 0.1881 0.0088 0.4422 2.42989 -0.43 0.1848 𝛾= = 0.7 Jumlah 26.65 5.1958 9.991 28.5246 17.2905 0.8053 0.3120 𝑑 Selain menghitung besarnya refraksi pada beberapa elevasi juga dicari posisi elevasi pada saat Tabel 3.11 – Tinggi Gelombang Berdasarkan gelombang sebesar 4.43 meter pecah pada laut Periode Ulang dengan Metode Weibull Arah Barat dangkal.(Tabel 3.13). Perhitungan berhenti apabila Laut Hb/db sama dengan besarnya breaking index yang Periode Hsyr Hsr σnr σr Hs+1.28σr ditentukan yaitu sebesar 0.7. ulang 1.28σr (Tahun) (Tahun) (m) (m) (m) Asumsi awal perhitungan : γ = 0.7 1 0.0000 2.41 0.3614 0.0673 2.32 2.49 sm
m
m
sm
2
m
m
2
sm
sm
sm
2
sm
2
0.6931
2.59
0.3906
0.0727
2.49
2.68
φ0
=
42
5
1.6094
2.82
0.8264
0.1539
2.63
3.02
T0
=
10.03
10
2.3026
3.00
1.2097
0.2252
2.72
3.29
H0
=
3.93
20
2.9957
3.18
1.6033
0.2985
2.80
3.57 Tabel 3.12 – Refraksi Gelombang dari Laut Dalam
50
3.9120
3.42
2.1297
0.3965
2.91
3.93
100
4.6052
3.60
2.5300
0.4711
3.00
4.20
Tabel 3.13 – Kedalaman Gelombang Pecah
Gambar 3.8 – Grafik Tinggi Gelombang berdasarkan Umur Rencana Tinggi gelombang signifikan dengan periode ulang 50 tahunan sebesar 4.43 meter dan harga T (periode) dihitung dengan menggunakan persamaan : 𝑇𝑝 = 0.506 𝐻0 ′ = 0.506 393 = 10.03 𝑑𝑡 Keterangan : H0’ = 3.93 m = 393 cm L0 = 1.56 x T02 = 1.56 x 10.032 = 156.94 m Untuk laut dalam berlaku : 𝑑 1 𝑑 1 ≥ → ≥ 𝐿 2 156.94 2 d ≥78.47 meter 3.6.4. Refraksi Gelombang
3.7. Data Tanah Data tanah yang digunakan yaitu tanah asli. Pengambilan data tanah asli meliputi pengambilan undisturbed sample, dan standar penetrasi test (SPT). Data SPT dan undisturbed sample pada lokasi didapat melalui tiga titik bor, yaitu B1 dan B2 sampai kebalaman -80m dari seabed. Posisi titik pengeboran dapat dilihat pada gambar 3.9. Secara umum jenis lapisan tanah didominasi oleh batu kapur (lime stone). Nilai NSPT pada ketiga titik tersebut menunjukkan rata-rata 80 hingga kedalaman -30m. Untuk resume nilai SPT dan data tanah dapat dilihat pada lampiran, sedangkan stratigrafi data tanah secara lengkap dapat diihat pada gambar 3.10. Dari kedua gambar tersebut dapat diketahui parameter-parameter tanah yang digunakan : Tanah berupa Lime Stone Cohesionless soil N-SPT = 15 γs = 1.2 t/m3 Ø = 31o Koefisien tekanan tanah aktif 31 𝐾𝑎1 = 𝑡𝑎𝑛2 45 − = 0.32 2
Mutu baja tulangan diambil kelas U32 berdasarkan BMS 1992 Tabel 6.12 dengan spesifikasi sebagai berikut : Modulus Elastisitas (Ea) : 2 x 106 kgfcm-2 Tegangan tarik baja untuk pembebanan tetap berdasarkan PBI 1971 Tabel 10.4.1 : a = 1850 kgfcm-2 Tegangan tarik atau tekan baja rencana berdasarkan PBI 1971 Tabel 10.4.3 : ’au = 2780 kgfcm-2
BAB IV KRITERIA PERENCANAAN 4.1. Peraturan yang Digunakan Dalam tugas akhir ini digunakan beberapa peraturan sebagai dasar dalam perencanaan, antara lain : Peraturan Beton Indonesia (PBI) 1971 PPKGURG 1987 SNI 1976-2002 Bridge Management System (BMS) 1992
4.4. Asumsi Dimensi 4.4.1. Poer Breakwater Monolith Direncanakan : Tebal poer = 300 cm Panjang poer = 150 cm Lebar poer = 356.4 cm ( jarak antar As) Decking = 8 cm Diameter sengkang = 10 mm Diameter tul.pokok = 19 mm 1.75
3.45
1.75
1.75
Gambar 3.10 – Stratigrafi Tanah pada B1 dan B2
4.3. Kriteria Kapal Rencana Data kapal rencana yang digunakan merupakan rencana kapal yang akan dilayani oleh graving dock yaitu kapal jenis General Cargo dan Petikemas atau kapal multipurpose, dengan spesifikasi sebagai berikut: Bobot mati : 10000-35000 DWT Panjang kapal (LOA) : 142-197 meter Lebar kapal (Width) : 19-28.5 meter Lunas penuh (Full Draft) : 8.3-11.1 meter Draft kosong : 7-9 meter : 11.1-14.8 meter Tinggi (Depth)
1.75
Gambar 3.9 – Posisi Titik Bor
4.2. Kualitas Bahan dan Material 5.20 4.2.1. Mutu Beton Gambar 4.1 – Perencanaan Poer Berdasarkan Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan, BMS 1992 bagian 6, Tabel 6.2, untuk 4.4.2. Tiang Pancang Breakwater Monolith beton yang keadaan permukaan bagian komponennya Digunakan tiang pancang berupa sheet pile dengan berada dalam air dan terletak dalam lingkungan spesifikasi mengikuti JIS 5525 dengan data-data daerah pasang surut, termasuk dalam klasifikasi C. sebagai berikut : Dalam tipe tersebut mutu beton yang digunakan Diameter,D = 1200 mm=120 cm harus memiliki kuat tekan karakteristik (f’c) tidak - Tebal,t =25mm=2.5 cm kurang dari 35 MPa. Maka spesifikasi beton yang - Menggunakan BJ 50 dengan σijin = 2100 k/cm2 digunakan dalam perencanaan adalah : f’c : 35 MPa : 350 Kg/cm2 Modulus Elastisitas berdasarkan PBI 1971 D1 Persamaan 11.1.1. 2 2 Ec 6400 350kgf cm 1.197 105 kgf cm 4.2.2. Mutu Baja Tulangan
D
Gambar 4.2 – Penampang Tiang Pancang
4.4.3.
Tetrapod Breakwater Rubble Mound Digunakan tetrapod dengan data-data sebagai berikut :
Selain panjang alur, lebar alur juga harus diperhatikan. Kebutuhan lebar alur sangat bergantung pada kondisi lingkungan, seperti arus yang tegak lurus terhadap alur, gelombang swell, angin dan jarak pandang. Perhitungan alur masuk dapat dilihat pada Tabel 5.1.
232
Tabel 5.1 – Koordinat Titik Patok BM
Keterangan ukuran :
Gambar 4.3 – Perencanaan Tertapod (Sumber : SPM, 1984) BAB V EVALUASI LAYOUT
5.1. Umum Evaluasi layout yang akan dilakukan pada bab ini hanya evaluasi fasilitas wilayah perairan saja. Fasilitas tersebut berupa alur pelayaran dan layout breakwater. Pada dasarnya prinsip perencanaan lokasi perairan adalah agar kapal dapat bernavigasi secara aman dan nyaman di areal pelabuhan serta meminimalkan perawatan akibat sedimentasi di perairan pelabuhan, sehingga didapatkan layout pelabuhan yang paling efektif dan efisien 5.2. Evaluasi Alur Pelayaran Alur Pelayaran Alur pelayaran direncanakan berdasarkan arah datang gelombang dan arus, dimana gelombang diharapkan tidak mengenai tegak lurus kapal dan arus yang ada juga tidak berupa cross current. Untuk mengurangi tinggi gelombang yang masuk ke area pelabuhan, alur pelayaran harus dibuat berdasarkan ukuran yang diperlukan. Hal ini bertujuan untuk menyediakan pelayaran yang aman dan juga mencegah pengaruh arus yang ditimbulkan oleh gelombang pasang.
Kedalaman Perairan Kedalaman perairan pada prinsipnya harus lebih dalam dari draft penuh kapal terbesar. Tipe perairan pada lokasi studi ini dianggap berupa perairan terbuka bergelombang, sehingga dapat digunakan rumus : 1.2*draft kapal =1.2*9= 10.8 ≈ 11 meter Kolam Putar(turning basin) Pada area ini kapal diharapkan bermanuver dengan kecepatan rendah. Area yang disediakan dibatasi dengan bentuk lingkaran berdiameter (Db). Sedangkan kedalaman perairan disamakan dengan alur masuk. Db = 2*LOA = 2*197 = 394 ≈400 meter (dengan dipandu). 5.3. Evaluasi Layout Breakwater 5.3.1.FaktoryangBerpengaruhdalam Perencanaan Dalam merencanakan layout breakwater ada beberapa factor yang mempengaruhi diantaranya : a. Tinggi, arah dan frekuensi dari gelombang datang berpengaruh pada letak mulut pelabuhan, sehingga direkomendasikan agar posisi mulut berada pada arah datang gelombang tinggi dengan frekuensi terendah yaitu Timur laut. b. Kemudahan bagi kapal yang akan memasuki posisi mulut pelabuhan. c. Lebar dan posisi mulut pelabuhan mempengaruhi efek difraksi (perubahan tinggi gelombang yang diakibatkan adanya gangguan seperti bangunan penghalang). Makin lebar mulut pelabuhan maka makin tinggi pula gelombang dari luar tidak berkurang di dalam pelabuhan. Oleh karena itu, sangat direkomendasikan lebar mulut sesuai kebutuhan lebar alur. d. Rencana elevasi puncak dari struktur breakwater, apakah over topping atau non over topping. Penentuan elevasi ini bergantung pada biaya yang tersedia, kesibukan lalu lintas dan kegiatan di pelabuhan, dan fungsi dari breakwater. Tipe elevasi puncak over topping ini dipilih karena fungsi dari pelabuhan yang akan dibangun
sebagai fasilitas perawatatan dan perbaikan kapal sehingga tidak ada proses bongkar muat di dalamnya. Selain dari pada itu tipe ini dipilih karena lebih murah.
sangat terpengaruh oleh angin barat sedangkan angin timur merupakan angin kering yang tidak memiliki durasi yang lama saat bertiup. Data-data perhitungan difraksi yaitu :
5.3.1.Evaluasi Perencanaan Layout Breakwater Dalam tugas akhir ini layout yang digunakan berupa layout yang telah disepakati oleh owner sebagai patokannya dan tidak membuat layout baru hanya membuat segmentasi pada layout asli. Layout tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.1 dan 5.2. Dasar-dasar evaluasi layout yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Mulut breakwater menghadap ke arah Timur Laut. 2. Kedalaman perairan sebesar 11 meter. Karena terlalu jauh jaraknya jika mencapai kedalaman tersebut maka akan dibuat sampai pada kedalaman 9.2 meter lalu dilakukan pengerukan sampai kedalamnnya tersebut. 3. Lebar alur diasumsikan untuk alur yang tidak panjang dan kapal jarang berpapasan sebesar 200 meter, sedangkan panjang alurnya diasumsikan untuk kapal general cargo dan multipurpose kosong dengan kecepatan 5 knots sebesar 1000 meter. 4. Diameter kolam putar (turning basin) sebesar 400 meter.
Ditinjau dari arah Timur Laut - 𝜑 = 600 - 𝐻 = 1.37 𝑚 - L = 57.223 m Titik A - β = 35.790 - Panjang = 350 m - Tinggi = 263.122 m - r = 3502 + 263.1222 = 437.873 263.122 - α = 𝐴𝑡𝑎𝑛 = 36.935 350 - Jadi koordinat A = (437.873;36.935) - Pembacaan Grafik (Gamabar 5.3 dan 5.4) : β = 300 KD = 0.71 β = 450 KD = 0.35 35.79 − 30 𝐾𝐷 = 0.71 + ∙ 0.35 − 0.71 34 − 35.79 = 0.484 - H di A = 0.484 x 1.37 = 0.66 m Perhitungan di titik-tik selanjutnya lihat dalam Tabel 5.2. Tabel 5.2 – Difraksi Gelombang
Gambar 5.3 – Grafik difraksi gelombang dengan arah gelombang 300
Gambar 5.1 – Layout Rencana 5.4. Difraksi Gelombang Peninjauan difraksi dilakukan pada empat posisi titik yaitu pada titik A, B, dan C. Berikut ini merupakan perhitungan Difraksi pada tiap titik tersebut. Sebelum memulai perhitungan, telah didapatkan beberapa data yang diperlukan dari perhitungan refraksi di bab sebelumnya. Difraksi dihitung berdasarkan gelombang yang datang dari arah Timur Laut karena mulut breakwater menghadap kea rah Timur Laut. Hal itu dikarenakan Indonesia
H1/3
: 3.46 m
T γw h h’ d hc hb
Gambar 5.4 – Grafik difraksi gelombang dengan arah gelombang 450 BAB VI STRUKTUR BREAKWATER 6.1. Breakwater Tipe Monolith 6.1.1.Perhitungan Gaya yang Bekerja Beban yang diperhitungkan dalam perencanaan ini adalah beban yang diakibatkan oleh tekanan gelombang sedangkan tekanan hidrostatis tidak diperhitungkan karena gaya hidrostatis yang datang dari berbagai arah yang berlawanan akan saling menghilangkan. Untuk perhitungan tekanan gelombang digunakan perumusan menggunakan metode Goda (1985). Rumusan ini dapat digunakan untuk berbagai kondisi gelombang. Distribusi tekanan yang diberikan oleh Goda, yang berbentuk trapesium.(Gambar 6.1). Pada Tabel 6.1 merupakan hasil perhitungan gaya dan momen menggunakan metode Goda.
5.77 ton
: 10.03 dt : 1.03 t/m3 Kedalaman air dan tinggi bangunan : : 11.2 m : 11.2 m : 11.2 m :3m : h’+ (5 + (H1/3 x 1/100 ) : 11.2 + (5 + (3.46 x 0.01) : 11.373 m ≈ 11.4 m Berdasarkan Tabel d/Lo : 4𝜋𝑑 = 1.1963 𝐿 4𝜋𝑑 𝑠𝑖𝑛 = 1.5028 𝐿 2𝜋𝑑 𝑐𝑜𝑠 = 1.1843 𝐿 Hasil perhitungan gaya gelombang berdasarkan Metode Goda dapat dilihat pada Tabel 6.1. Tabel 6.1 – Perhitungan Gaya dan Momen dengan Metode Goda
6.1.2. Beban Gempa Lokasi breakwater terletak di Kabupaten Lamongan Propinsi Jawa Timur yang berada pada wilayah gempa 2 berdasarkan peta zona gempa Indonesia pada SNI 03-1726-2002 seperti yang terlihat pada Gambar 6.2. Perhitungan gaya gempa berdasarkan PPKGURG 1987 dengan memakai metode static ekuivalen, perumusan yang digunakan yaitu : V = C x I x K x Wtotal
14.2 mLWS
8.80 ton
HWS
LWS
SEABED
7.27 ton
-9.0 mLWS
Gambar 6.1- Rencana Struktur Breakwater Tipe Monolith Breakwater tipe monolith ini dihitung berdasarkan lokasi -9 mLWS. Tinggi gelombang refraksi dari laut dalam didapat dari penabelan refraksi pada Bab 3, Tabel3.8. Berikut ini merupakan data-data yang digunakan untuk menghitung gaya-gaya gelombang berdasarkan metode Goda : Data gelombang :
Gambar 6.2- Peta Zona Wilayah Gempa Indonesia (Sumber : SNI Gempa 1726) Beban gempa yang bekerja pada struktur breakwater dianggap terpusat. Menghitung Berat Struktur Breakwater o Tiang pancang : Digunakan tiang pancang baja dengan penampang bulat (Pipe Section). Spesifikasi tiang pancang didapat dari JIS A 5525 sebagai berikut : Diameter : 1200 mm Tebal : 25 mm
Luas penampang : 883.125 cm2 Berat : 693.25 kg/m Section Modulus : 23297 cm3 Inertia Moment : 1397821.29 cm4 Panjang : 12 m Berat Tiang pancang Wtiang = 693 x (2x12) x 5 = 83190 Kg o Berat Poer Ganda Wpoer = 6.51 x 3 x 2400 = 46875 Kg Berat total struktur breakwater = 130062 Kg Menghitung Periode Getar Alami Struktur T = 0.06 H3/4 dimana : H = Zf + ds H = Tinggi struktur Tinggi struktur diambil dari titik jepit tiang (point of fixity) ke elevasi tertinggi dari struktur breakwater. Perhitungan titik jepit tiang tanah terhadap tiang adalah : Zf = 1.8 x T dimana : 𝑇 = E Ø t I
𝐸.𝐼
1
5
= 109.04 ton = 760.99 t.m = 76099000 kg.cm
Direncanakan : Tebal poer = 300 cm Panjang poer = 350 cm Lebar poer = 520 cm ( jarak antar As) T= 300/520 = 0.52 > 0.4 , maka untuk perhitungan tulangan, poer dianalisis sebagai balok dengan datadata sebagai berikut : Tinggi balok, hb : 300 cm Lebar, bb : 520 cm Decking,d : 8 cm Diameter sengkang,Ø : 10 mm Diameter tulangan pokok,D: 19 mm σa` : 1850 kg/cm2 2 σb : 1/3 x 350 kg/cm : 116.667 kg/cm2 h = hb – d – Ø – 0.5 D = 300 – 8 – 10 – ½ 19 = 290.05 cm Penulangan Lapangan 290.05 𝐶𝑎 = = 𝑛∙𝑀 16.71 ∙ 76083000 𝑏 ∙ a 356.4 ∙ 1850 = 7.978
𝑛
= 2.1 x 106 kg/cm2 = 120 cm = 25 cm 1 = 𝜋 [Ø4 – (Ø-2t)4] 64 1
I = 𝜋[71.124 – (71.12-2x1.4)4]=1397821.29cm4 64 nh = 5 MN/m3 = 5000 KN/ m3 Diambil nh sebesar tersebut dikarenakan tanah dilokasi breakwater merupakan tanah keras. 2.1 x 10 6 ∙1397821 .29
P Mtotal
1/5
= 357.88cm =3.5788 m T = 5000 x 10 −4 Z = 1.8 x 3.5788 m = 6.44 m Sehingga besarnya tinggi struktur, H = 14.2 + 6.44 = 20.64 m Maka diperoleh nilai T sebesar : T = 0.06 x H3/4 = 0.06 x 20.64/4 = 0.5725 detik Gaya Geser Horisontal Total Akibat Gempa Berdasarkan PPKGURG 1987 lamongan termasuk wilayah gempa 2 dehingga didapatkan beberapa koefisien sebagai berikut : I = Faktor keutamaan struktur = 1 K = Faktor jenis struktur = 1 C = Koefisian gempa dasar = 0.09 Maka : V = C x I x K x Wtotal V = 0.09 x 1 x 1 x 130062kg V = 11705.58 kg = 11.71 ton 6.1.3.Perencanaan Poer Poer pada breakwater monolith ini merupakan poer menerus menahan deretan tiang pancang. Berdasarkan perhitungan gaya gelombang menggunakan Metode Goda didapatkan data sebagai berikut :
Diambil δ= 0.4, untuk Ca = 7.978, dari tabel lentur “n” PBI 1971 diperoleh Ф = 5.061; 100nw = 1.683; Ф’= 12.85. a 1850 Ф0 = = = 0.948 𝑛 ∙ b 16.71 ∙ 116.667 Ф0 < Ф = 4.13..... OK! 1.683 𝜔= = 0.001007 16.71𝑥100 Luas tulangan tarik yang diperlukan : A =𝛚xbxh = 0.001007 x 520 x 290.05 = 151.88 cm2 Dipakai tulangan 55 –D19 (Apakai=155.86 cm2) Luas tulangan tekan yang diperlukan : A’ = δ x A = 0.4 x 151.88 = 60.752 cm2 Dipakai tulangan 22 –D19 (Apakai=62.3447 cm2)
mm
mm
Luas Tulangan Samping diambil sebesar 10% dari luas tulangan tarik (PBI 1971 9.3.5) : Asd = 10% x A = 0.1 x 151.188 = 15.1188 cm2 Dipakai tulangan 6 –D19 mm (Apakai=17.0031 cm2) Cek jarak tulangan tari :
𝑏𝑏 − 2𝑑 − 2∅ − 55 ∙ 𝐷 55 − 1 5200 − 2 ∙ 80 − 2 ∙ 10 − 55 ∙ 19 = 55 − 1 = 73.611 > 𝐷 + 1 = 19 + 10 = 29𝑚 Karena St > D+1, maka digunakan tulangan 1 baris. Hasil perhitungan kemudian dibuat gambar detailin poer seperti terlihat pada Gambar 6.3. 𝑆𝑡 =
Kontrol Retak Lebar retak maksimum pada pembebanan tetap akibat beban kerja untuk beton di luar ruang bangunan yang tidak terlindungi oleh air hujan, terik matahari langsung serta continue berhubungan dengan air dan tanah atau benda di lingkungan agresif adalah 0.01 cm berdasarkan PBI 1971 pasal 10.7 ayat 1.b. 𝑑 𝐶5 𝑤 =∝ 𝐶3 ∙ 𝑐 + 𝐶4 ∙ ∙ a − 𝜔𝑝 𝜔𝑝 dimana nilai dari koefisien C dapat dilihat pada tabel 10.7.1 PBI 1971. 𝐴𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖 151.88 = = 9.45𝑥10−4 𝜔𝑝 = 520 ∙ 290.05 𝑏∙ 1850 = 330.298 a = 5.601 C3 = 1.5 C4 = 0.04 C5 = 7.5 dengan c = 8 cm dan α = 1.2 Berat baja tulangan per mater adalah wbar=2.226 kg/m. 𝑑 = 12.8 𝑤𝑏𝑎𝑟 = 12.8 2.226 = 19.1 𝑚𝑚 1.91 𝑤 = 1.2 1.5 ∙ 8 + 0.04 ∙ 9.45𝑥10−4 7.5 ∙ 330.298 − 9.45𝑥10−4 ∙ 10−6 𝑤 = −0.847 ≤ 0.01 𝑐𝑚 ...OK Nilai minus (-) menunjikkan bahwa lebar retaknya adalah nol (0). Berdasarkan PBI 1971 pasal 11.9.2 perhitungan tegangan geser pons sebagai berikut : 𝑃𝑢 𝜏𝑏𝑝 = ≤ 𝜏𝑏𝑝𝑚 2 ∙ (𝑎 + 𝑏 + 2𝑡) ∙ 𝑡 109.04 𝜏𝑏𝑝 = ≤ 1.94 350 2 ∙ 5.2 + 3.5 + 2 ∙ 3 ∙ 3 𝜏𝑏𝑝 = 1.236 ≤ 36.294...... OK A
A
B 3.45
1.75
1.75
1.75
AT Interlocking (Baja AT)
1.75
55 D19 antar As
Steel Pipe Pile Ø120 cm t : 2.5 cm 5.20
B
Tulangan Poer 55 D19
+5.2 mLWS
Tulangan Samping 6 D19 12 D25
Tulangan Spiral Ø12
0.0 mLWS Triplek
-1.0 mLWS Steel Pipe Pile Ø120 cm t : 2.5 cm
Detail Penulangan Poer
Gambar 6.3 – Detail Penulangan Poer 6.1.4. Perencanaan Tiang Pancang 6.1.4.1. Perhitungan kebutuhan kedalaman tiang Perhitungan daya dukung tanah memakai perumusan Luciano Decourt. Daya dukung tiang dihitung dari kedalaman -9 mLWS, yaitu kedalaman lokasi breakwater. Mutu tiang pancang baja adalah BJ50, dan pada ujung tiang digunakan sepatu tiang dengan perlindungan cast steel point pada ujung sepatu tiang. Untuk perlindungan terhadap korosi, tiang dilapisi dengan cat anti karat yang banyak mengandung seng (zinc-rich paint), disamping dilapisi juga dengan epoxy. Dari perhitungan menggunakan program SAP 2000 didapat gaya-gaya yang terjadi pada tiang pancang (Tabel 6.2). berdasarkan data tersebut kemudian dicari kedalaman tiang pancang dari grafik antara daya dukung tiang dan kedalaman. Tabel 6.2 – Gaya Dalam Maksimum Rencana Tiang Pancang
Dalam perhitungan tiang pancang menggunakan Metode Luciano Decourt menggunakan data-data sebagai berikut : Diameter : 1.2 m 4B : 4.8 m K : 40 t/m2 Ap : 0.25 x 3.14 x 1.22 = 1.1304 m2 As : 3.14 x 1.2x t = 3.768 x t
Gambar 6.4 – Grafik Daya Dukung Tiang Pancang Dari grafik hubungan daya dukung dengan kedalaman tiang pancang (Gambar 6.4), maka direncanakan tiang pancang baja dengan kedalaman 9 m LWS, dimana : QL =2238.82 ton > Pmax tiang =723.98 ton>SF=3. 6.1.4.1. Kontrol kekakuan bahan tiang pancang Tiang pancang yang digunakan mengikuti spesifikasi dari JIS 5525(Gambar 6.5) dengan datadata sebagai berikut : Diameter, D= 1200mm = 120cm Tebal, t = 25mm = 2.5 cm Asumsi kecepatan korosi = 0.3mm/1tahun Korosi tiang diasumsikan terjadi sampai tiang ditumbuhi karang yaitu selama 10 tahun. Dengan asumsi tingkat korosi = 0.3 mm/tahun, maka untuk perencanaan 10tahun, tebal tiang yang digunakan adalah : 25-(0.3x10) = 22mm. Metode perawatan digunkan dengan menyediakan alokasi tebal tiang yang terkorosi yaitu setebal 3mm. Diameter rencana, D =1200mm - 2.22mm =1156mm =115.6 cm Diameter dalam,D1 = 1150mm – 2.22mm =1106mm =110.6 cm Luas penampang,A= 0.25 ∙ 𝜋 ∙ 𝐷 2 − 𝐷12 =0.25 ∙ 𝜋 ∙ 115.62 − 110.62 = 887.835 cm2 1 Momen Inersia,I = ∙ 𝜋 ∙ 𝐷 4 − 𝐷14 64 1
= ∙ 𝜋 ∙ 115.64 − 110.64 64 = 1420298.504 cm4 𝐼 Section Modulus,w= 𝑟 1420298 .504
= = 23671.647cm3 0.5∙120 Tegangan Ijin,Mijin=2100x23671.647 =49710447.64 kg.cm =497.104 ton.m Kontrol tiang pancang tegak Gaya dalam tiang pancang tegak didapat dari Tabel 6.2. Berikut ini adalah kontrol tiang pancang tegak : Kontrol momen Mmax =475.425 ton.m< Mijin=497.104 ton.m..OK Kontrol gaya horizontal (Hu) Untuk tiang dengan ujung tetap (fixed headed pile). 2𝑀𝑢 2 ∙ 497.104 𝐻𝑢 = = = 48.168 𝑡𝑜𝑛 (𝑒 + 𝑧𝑓) (14.2 + 6.44) Kontrol tegangan 𝑃 𝑀 154449 475425 𝜎𝑚𝑎𝑥 = + = + 𝐴 𝑤 887.835 23671.647 𝜎𝑚𝑎𝑥 =194.058 kg/cm2< 𝜎ijin=2100 kg/cm2 ..OK Kontrol tiang pancang miring Gaya dalam tiang pancang miring didapatkan dari Tabel 6.2. Berikut ini adalah kontrol tiang pancang miring : - Kontrol momen Mmax =334.962ton.m< Mijin=497.104 ton.m..OK
- Kontrol gaya horizontal (Hu) Untuk tiang dengan ujung tetap (fixed headed pile). 2𝑀𝑢 2 ∙ 497425 𝐻𝑢 = = (𝑒 + 𝑧𝑓) (14.2 + 6.44) = 48.168𝑡𝑜𝑛 - Kontrol tegangan 𝑃 𝑀 723980 334962 𝜎𝑚𝑎𝑥 = + = + 𝐴 𝑤 887.835 23671.647 𝜎𝑚𝑎𝑥 =829.59 kg/cm2< 𝜎ijin=2100 kg/cm2 ..OK 6.1.4.3. Perhitungan Kalendering Perumusan kalendering yang dipakai adalah Alfred Hiley formula (1930). ∝∙ 𝑊 ∙ 𝐻 𝑊 + 𝑛2 ∙ 𝑊𝑝 𝑄𝑢 = ∙ 𝑆 + 0.5 ∙ 𝐶 𝑊 + 𝑊𝑝 Karena perhitungan dilakukan sebelum pemancangan, maka yang dihitung adalah nilai S atau penetrasi/blow, yaitu pengamatan yang dilakukan rata-rata di tiga set terakhir, dengan 10 pukulan tiap setnya. Dan disyaratkan apabila untuk kedalaman yang sama S>S’, maka pemancangan dihentikan. Dimana : S= nilai penetrasi/blow rencana dari perhitungan S’= nilai penetrasi/blow saat pemancangan - Kalendering tiang pancang tegak Data asumsi awal perhitungan kalendering adalah : Hhammer = 2m (hydraulic hammer) Øtiang = 71.12 cm t = 1.4 cm P = 154.449 t SF =3 Qu = 3 x 154.449 = 463.347 ton Qu=463.347
2.5 ∙ 10 ∙ 2 10 + 0.322 ∙ 15.475 ∙ 𝑆 + 0.5 ∙ 0.016 10 + 15.475 50 2238.82 = ∙ 0.455 𝑆 + 0.5 ∙ 0.016 2238.82(𝑆 + 0.5 ∙ 0.016) = 22.75
- Untuk tiang tegak = 15472 kg - Untuk tiang miring=15475 kg =tinggi tiang di atas tanah (m) =14.2m =10m/s2
𝑆 = 0.00216𝑚 = 2.2𝑚𝑚
-
Jadi setting kalendering yang digunakan untuk tiang pancang tegak adalah 2.2 mm. Kalendering tiang pancang miring Data asumsi awal perhitungan kalendering adalah Hhammer = 2m (hydraulic hammer) Øtiang = 120 cm t = 25 cm P = 723.98 t SF =3 Qu = 3 x 723.98 = 2171.94 ton Qu=2171.94
i G
𝛚 tiang pancang tegak : 𝜔𝑡 = 1.73
≥𝜔 = 14.195 ≥ 𝛚gelombang =1/ 6s 𝛚 tiang pancang miring : 𝜔𝑡 = 1.73
Panjang tiang pancang tegak yang dibutuhkan (L)= 𝐿=
22.22 +
22.2 8
= 22.37 𝑚
6.1.4.4. Stabilitas tiang pancang terhadap frekuensi gelombang Tiang pancang pada saat pelaksanaan harus dikontrol terhadap frekuensi gelombang. Sehingga tiang akan stabil walaupun pada saat berdiri sendiri. 𝛚 gelombang diambil sebesar 1/6s. Adapun cara menghitung 𝛚 tiang adalah dengan perumusan berikut : 𝜔𝑡 = 1.73
𝐸𝐼 ≥𝜔 𝑤𝑖 3 𝑔
dimana : E = 2.1x106 kg/cm2 I = 1420298.504 cm4 w =berat tiang (kg)
2.1 ∙ 106 ∙ 1420298.504 15475 ∙ 14203 1000
≥𝜔 = 14.194≥ 𝛚gelombang =1/ 6s
2
Wp =0.25π (D2-D12)x Ltiang x γtiang =0.25π (115.62-110.62)x2237x7.85x10-6 =15.475 t n =0.32(untuk compact wood cushion on steel pile) S =set/pile penetration for last blow(cm or mm.blow) C1 =5mm(untuk hard cusgion+packing) C2 =10mm(untuk steel pile) C3 =1mm(hard ground SPT) C = C1 + C2 + C3 = 5 + 10 + 1 = 16mm = 0.016 m 2.5 ∙ 10 ∙ 2 10 + 0.322 ∙ 15.475 2238.82 = ∙ 𝑆 + 0.5 ∙ 0.016 10 + 15.475 50 2238.82 = ∙ 0.455 𝑆 + 0.5 ∙ 0.016 2238.82(𝑆 + 0.5 ∙ 0.016) = 22.75 𝑆 = 0.00216 𝑚 = 2.16𝑚𝑚 Jadi setting kalendering yang digunakan untuk tiang pancang tegak adalah 2.2 mm.
2.1 ∙ 106 ∙ 1420298.504 15472 ∙ 14203 1000
Jadi dapat disimpulkan bahwa tiang pancang tegak dan tiang pancang miring stabil terhadap frekuensi gelombang. 6.1.4. Transmisi Gelombang Transmisi gelombang pada breakwater ini diperlukan karena dalam perencanaannya breakwater dibuat over topping. Perhitungannya melihat Gambar 2.4. Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 6.4. Tabel 6.4 – Transmisi Gelombang Titik tinjau
H
Hdifraksi
Htransmisi
Htotal
A
1.37
0.66
0.53
1.19
B
1.37
1.00
0.53
1.53
C
1.37
1.37
0.53
1.90
6.2 Breakwater Tipe Rubble Mound Breakwater tipe rubble mound ini dipilih karena mempunyai sifat yang fleksibel. Kerusakan yang terjadi karena serangan gelombang tidaklah mengakibatkan hal yang fatal sebab gelombang tersebut akan terserap pori-pori antar beberapa lapis batuan yang ada. Meskipun beberapa batuan terkadang longsor tetapi bangunan masih dapat berfungsi. Kerusakan yang terjadipun mudah diperbaiki. Pada tugas akhir ini, tipe rubble mound akan dibangun mulai elevasi -8.5 mLWS sampai dengan +2 mLWS dan dibagi menjadi 3 segmen. Selain itu armour yang digunakan untuk primary layer juga akan dipilih berdasarkan perbandingan antara batu alam dengan tetrapod. 6.2.1. Stabilitas Armour Lapis Pelindung Di dalam perencanaan berat armour breakwater tipe rubble mound, ditentukan menggunakan rumus
Hudson. Berat dari armour ini sangat menentukan kekuatan dari breakwater. Armour yang digunakan yaitu batu alam dan tetrapod.
- L
= 2.32 m
232
6.2.1.1. Armour jenis Batu Alam Batu alam masi digunakan sebagai salah satu alternatif untuk pembuatan breakwater karena di Indonesia ini masih banyak ditemukan batu-batu besar. Berikut ini merupakan hasil perhitungannya yang dapat dilihat pada Tabel 6.5. Setelah diketahui berat dari armournya maka dapat ditentukan pula berat batuan yang akan digunakan pada secondary layer, core layer dan berm(kaki breakwater). Lapisan pada breakwater ini memiliki ukuran yang berbedabeda di tiap layernya Penabelan berat pada tiap leyer tersebut dapat dilihat dalam Tabel 6.5. Tabel 6.5 - Berat Batu Alam untuk Armour Layer
Tetrapod
Tabel 6.6 - Berat Batuan Tiap Layer dengan Armour Layer berupa Batu Pecah
6.2.1.2. Armour jenis Tetrapod Tetrapod merupakan salah satu dari tipe armour yang diperhitungkan karena bentuknya yang stabil. Berikut ini merupakan hasil perhitungannya yang dapat dilihat pada Tabel 6.6. Setelah diketahui berat dari armournya maka dapat ditentukan pula berat batuan yang akan digunakan pada secondary layer, core layer dan berm. Walaupun armour layer menggunakan tetrapod tetapi lapisan dibawahnya yaitu secondary layer, core layer dan berm tetap menggunakan batu alam. Penabelan berat pada tiap leyer tersebut dapat dilihat dalam Tabel 6.7. Tetrapod yang digunakan memiliki data-data sebagai berikut : - Berat jenis : 140 pcf - Berat : 5 ton - Tebal rata-rata untuk dua lapis : 8.63 ft - Simbol dan Dimensi tiap Unit : - A = 0.58 m - B = 0.29 m - C = 0.92 m - D = 0.91 m - E = 0.45 m - F = 1.24 m - G = 0.41 m - H = 1.93 m - I = 1.17 m - J = 0.59 m - K = 2.11 m
Gambar 6.7 – Detailing Tetrapod Tabel 6.7 - Berat Tetrapod untuk Armour Layer
Tabel 6.8 - Berat Batuan Tiap Layer dengan Armour Layer berupa Tetrapod
6.2.2. Tebal Lapisan Tiap Layer Perhitungan ketebalan tiap layer breakwater bergantung pula pada berat dari armour unit tiap layernya. Selain itu juga koefisien empiris tiap layer dan jumlah lapis armour pada tiap layer. Pada Tabel 6.9 dan Tabel 6.10 merupakan penabelan untuk tebal layer bila menggunakan armour berupa batu alam, sedangkan pada Tabel 6.11 dann 6.12 menggunakan armour berupa tetrapod. Tabel 6.9 - Tebal Tiap Layer dengan Armour Layer berupa Batu Pecah
Tabel 6.16 - Lebar Tiap Layer dengan Armour Layer berupa Tetrapod Rencana
Tabel 6.10 - Tebal Tiap Layer dengan Armour Layer berupa Batu Pecah Rencana
Tabel 6.11 - Tebal Tiap Layer dengan Armour Layer berupa Tetrapod
Tabel 6.12 - Tebal Tiap Layer dengan Armour Layer berupa Tetrapod Rencana
6.2.4. Lapisan Filter Layer Lapisan filter ini berada di atas lapisan tanah dasar asli yang berfungsi untuk meratakan beban. Pada lapisan ini digunakan gedek guling atau batang bambu yang disusun secara bersilang. Pada saat pemasangan, gedek guling harus diberi pemberat agar bisa tenggelam dan tidak terbawa oleh arus dan gelombang laut. Lebar lapisan ini yaitu sebesar lebar bagian bawah breakwater yang direncanakan atau bahkan dibuat lebih panjang dengan memberikan batu seukuran core layer sampai dengan 4 kali kedalaman perairan. 6.2.5.
6.2.3. Lebar Lapisan Permukaan Perhitungan lebar tiap layer breakwater bergantung pula pada berat dari armour unit tiap layernya. Selain itu juga koefisien empiris tiap layer dan jumlah lapis armour pada tiap layer. Pada Tabel 6.13 dan Tabel 6.14 merupakan penabelan untuk tebal layer bila menggunakan armour berupa batu alam, sedangkan pada Tabel 6.15 dan 6.16 menggunakan armour berupa tetrapod. Tabel 6.13 - Lebar Tiap Layer dengan Armour Layer berupa Batu Pecah
Tabel 6.14 - Lebar Tiap Layer dengan Armour Layer berupa Batu Pecah Rencana
Tabel 6.15 - Lebar Tiap Layer dengan Armour Layer berupa Tetrapod
Perbandingan Material Batu Pecah dengan Tetrapod Berdasarkan hasil perhitungan tinggi breakwater, lebar breakwater, tebal tiap layer dan berat tiap armour antara kedua material maka dapat dilihat bahwa tidak ada perbedaan yang sangat signifikan. Oleh karena itu dilakukan perbandingan terhadap metode pelaksanaan antara material batu pecah dengan tetrapod.(Tabel 6.16) Berdasarkan perbandingan pada metode pelaksanaan dipilihlah tetrapod sebagai material untuk armour layer. Pemilihan ini dikarenakan juga pada pertimbangan sulitnya mencari material batu alam yang berukuran besar saat ini di wilayah Pulau Jawa. Walaupun diperkirakan harga material breakwater bila menggunakan tetrapod ini lebih mahal tapi mendapatkan material tersebut lebih mudah sehingga dapat mempercepat jadwal pekerjaan dikarenakan materialnya lebih mudah didapat. 6.2.6. Elevasi Puncak Breakwater Penentuan elevasi puncak breakwater didasarkan boleh atau tidaknya terjadi overtopping. Pada breakwater dengan kondisi non overtopping akan didapatkan dimensi yang lebih tinggi, sehingga membutuhkan biaya pembangunan yang lebih besar. Pada Fasilitas perawatan dan perbaikan kapal ini tidak terjadi proses bongkar muat barang serta kapal yang akan memasuki area ini merupakan kapal kosong tanpa muatan. Oleh karena kapal ini kosong sehingga mudah terganggu oleh gelombang yang datang apabila terlalu besar. Jadi breakwater dibangun agar mempermudah kapal yang akan memasuki fasilitas perawatan dan perbaikan kapal dengan mudah dan tidak terganggu oleh gelombang. Penentuan elevasi puncak harus memperhitungkan besarnya pasang surut, besarnya settlement dan transmisi gelombang. Elevasi puncak rencana dapat dilihat pada Tabel 6.17.
Tabel 6.17 – Elevasi Puncak Breakwater
γbatu
= 2.4 t/m3
6.2.7. Stabilitas Breakwater 6.2.7.1. Stabilitas Terhadap Sliding Berdasarkan perhitungan didapatkan hasil melebihi dari safety factornya sebesar 1.2 sehingga stabilitasnya dapat dikatakan stabil dan aman untuk menahan sliding atau tergelincirnya armour. Hasil perhitungan menggunakan XSTABL dapat dilihat pada lampiran. Gambar di bawah ini merupakan salah satu hasil perhitungannya pada Segmen 1. Gambar 6.7 – Bidang Keruntuhan pada Segmen 1
69.8
6.2.7.2. Stabilitas Terhadap Settlement Perhitungan Immediate Settlement pada tugas akhir ini menggunakan prinsip teori dari Biarez dan Giround.Gambar 6.8. Perumusan itu adalah sebagai berikut : 2𝑎𝑝 𝑆𝑖 = 𝑃𝐻 𝐸
h
a
b
Gambar 6.8 – Pemodelan Breakwater Berikut ini merupakan perhitungan immediate settlement di tiap segmen. 1. Segmen 1 pada kedalaman -9 mLWS Pada segmen 1 ini merupakan bagian Head breakwater. Kondisi Tanah Tebal lapisan (H)= 4 m γsat =1.2 t/m3 E = 30000 KN/m2 υ = 0.4 Kondisi Breakwater(Gambar 6.9) a = 32.4 m b = 69.8 m → 0.5 b = 34.9 m h = 14.2 m
32.4
14.2
5
Gambar 6.9 – Dimensi Head Breakwater Perhitungan 𝐻 4 𝛽= = = 0.115 𝑚 0.5 ∙ 𝐵 34.9 υ = 0.40 dari kedua nilai diatas didapatkan nilai PH sebesar 0.05 dengan melihat grafik Giroud dan Biarez. p = γtimb.x Htimb. = 2.65 x 14.2 = 34.08 t/m2 2 𝑥 0.5 𝑥 69.8 𝑥 34.08 𝑥0.05 𝑆= 30000 = 0.004 𝑚 Kesimpulan : Jadi penurunan akibat immediate settlement adalah sebesar 0.004 m = 0.4 cm. Untuk keamanan digunakan penurunan sebesar 10 cm.
2. Segmen 2 pada kedalaman -6 mLWS Kondisi Tanah Tebal lapisan (H)= 4 m γsat =1.2 t/m3 E = 30000 KN/m2 υ = 0.4 Kondisi Breakwater(Gambar 6.10) a = 26.6 m b = 58.2 m → 0.5 b = 29.1 m h = 11.3 m γbatu = 2.4 t/m3 Perhitungan 𝐻 4 𝛽= = = 0.138 𝑚 0.5 ∙ 𝐵 29.1 υ = 0.40 dari kedua nilai diatas didapatkan nilai PH sebesar 0.08 dengan melihat grafik Giroud dan Biarez,
26.6
11.3
5
58.2
Gambar 6.10 – Dimensi Segmen dua Breakwater
p = γtimb.x Htimb. = 2.4 x 11.3 = 27.12 t/m2 2 𝑥 0.5 𝑥 58.2 𝑥 27.12 𝑆= 𝑥0.08 30000 = 0.0042 𝑚 Kesimpulan : Jadi penurunan akibat immediate settlement adalah sebesar 0.0042 m = 0.42 cm. Untuk keamanan digunakan penurunan sebesar 10 cm.
3. Segmen 1 pada kedalaman -4 mLWS Kondisi Tanah Tebal lapisan (H)= 4 m γsat = 1.2 t/m3 E = 30000 KN/m2 υ = 0.4 Kondisi Breakwater(Gambar 6.11) a = 21.4 m b = 46.3 m → 0.5 b = 23.15 m h = 9.2 m γbatu = 2.4 t/m3 21.4
9.2
3.5
46.3
Gambar 6.11 – Dimensi Segmen tiga Breakwater
Perhitungan 𝐻 4 𝛽= = = 0.173 𝑚 0.5 ∙ 𝐵 23.15 υ = 0.40 dari kedua nilai diatas didapatkan nilai PH sebesar 0.1 dengan melihat grafik Giroud dan Biarez, p = γtimb.x Htimb. = 2.4 x 9.2 = 22.08 t/m2 2 𝑥 0.5 𝑥 46.3 𝑥 22.08 𝑆= 𝑥0.1 30000 = 0.0034 𝑚 Kesimpulan :
Jadi penurunan akibat immediate settlement adalah sebesar 0.0034 m = 0.34 cm. Untuk keamanan digunakan penurunan sebesar 10 cm. Berdasarkan perhitungan settlement tersebut, tampak bahwa settlement terbesar yang terjadi sebesar 10 cm. Besarnya settlement ini ternyata jauh lebih kecil dari yang diasumsikan yaitu 1 m . Oleh karena itu breakwater ini sudah sangat cukup stabil untuk mengantisipasi terjadinya settlement. Dari hasil perhitungan settlement yang di dapatkan maka harus di evaluasi kembali elevasi puncak yang telah di asumsikan di awal. Besarnya settlement di awal sebesar 1 m harus disesuaikan dengan perhitungan settlement yang di dapat agar tidak terjadi pemborosan. Perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 6.19. Tabel 6.19 – Elevasi Puncak yang Telah Disesuaikan dengan Besarnya Settlement
6.2.7.3 Stabilitas Terhadap Puncture Failure Berikut ini merupakan perhitungan puncture failure pada setiap segmen dari breakwater. 1. Head pada kedalaman -9 mLWS Parameter tanah dibawah breakwater : γs = 1.2 t/m3 → γ’ =(1.2-1) =0.2t/m3 Cu = 1 kg/cm2=10 t/m2 Kondisi breakwater : B = 61.8 m H = 14.2 m Perhitungan : B/H = 61.8/14.2 = 4.35,sehingga Nc = 6.476 𝑞 10∙6.476 𝑆𝐹 = 𝑚𝑎𝑥 = = 22.8 > 𝑞
0.2∙14.2
𝑞
0.2∙11.4
3...OK 2. Segmen 1 pada kedalaman -6 mLWS Parameter tanah dibawah breakwater : γs = 1.2 t/m3 → γ’ =(1.2-1) =0.2t/m3 Cu = 1 kg/cm2=10 t/m2 Kondisi breakwater : B = 50.2 m H = 11.3 m Perhitungan : B/H = 50.2/11.3 = 4.44,sehingga Nc = 6.521 10∙6.521 𝑞 = 28.6 > 𝑆𝐹 = 𝑚𝑎𝑥 = 3...OK 3. Segmen 2 pada kedalaman -4 mLWS
Parameter tanah dibawah breakwater : γs = 1.2 t/m3 → γ’ =(1.2-1) =0.2t/m3 Cu = 1 kg/cm2=10 t/m2 Kondisi breakwater : B = 40.3 m H = 9.2 m Perhitungan : B/H = 40.3/9.2 = 4.38,sehingga Nc = 6.49 𝑞 10∙6.49 𝑆𝐹 = 𝑚𝑎𝑥 = = 35.27 > 3...OK
𝑞
BAB VIII RENCANA ANGGARAN BIAYA Tabel 8.7 – Rekapitulasi Anggaran Biaya Total No I II III
Uraian Total (Rp) Pekerjaan Persiapan Rp 624,100,000.00 Breakwater Rubble Mound Rp 153,652,528,805.591 Breakwater Monolith Rp 164,231,230,928.565 Jumlah Total Rp 318,507,859,734.16 PPN 10% Rp 31,850,785,973.42 Total+PPn Rp 350,358,645,707.57 Jumlah akhir(pembulatan) Rp 350,358,646,000.00 Terbilang : Tiga Ratus Lima Puluh Milyar Tiga Ratus Lima Puluh Delapan Juta Enam Ratus Empat Puluh Enam Ribu Rupiah
0.2∙9.2
Berdasarkan perhitungan tersebut diatas diketahui bahwa safety factor lebih besar dari yang disayaratkan yaitu 3, sehingga dapat dikatakan bahwa lapisan tanah atau lapisan di bawah timbunan cukup kuat untuk menahan timbunan tersebut.
BAB IX KESIMPULAN
9.1.
Evaluasi Layout Layout rencana yang dibuat oleh owner menunjukkan bahwa bagian breakwater rubble mound dimulai pada elevasi +2 mLWS sampai dengan -8.5 mLWS sedangkan pada breakwater monolith dimulai pada elevasi -8.5 mLWS sampai dengan -9 mLWS. Dengan kondisi layout tersebut dirasa breakwater dapat melayani kriteria kapal yang akan memasuki wilayah perawatan dan perbaikan kapal dengan spesifikasi kapal sebagai berikut : - Bobot mati : 10000-35000 DWT - Panjang kapal (LOA) : 142-197 meter - Lebar kapal (Width) : 19-28.5 meter - Lunas Penuh(Full Draft) : 8.311.1 meter - Draft kosong : 7-9 meter - Tinggi(Depth) : 11.114.8 meter Breakwater pada perencanaan fasilitas perawatan dan perbaikan kapal ini selain berfungsi sebagai pemecah gelombang datang agar tidak masuk wilayah pelabuhan tetapi juga sebagai pengarah kapal yang akan memasuki wilayah pelabuhan.
9.2.
Struktur Breakwater Struktur Breakwater Rubble Mound Struktur breakwater rubble mound menggunakan armour layer berupa tetrapod. Dari hasil perencanaan didapatkan hasil : - Head Breakwater (-9 mLWS) Tinggi total breakwater : 13 meter Lebar primary layer : 5 meter Berat armour : 3.83 ton Tebal primary layer : 3.5 meter - Segmen 1 (-6 mLWS) Tinggi total breakwater : 10 meter Lebar primary layer : 5 meter Berat Armor : 3.57 ton Tebal primary layer : 3.5 meter - Segmen 2 (-4 mLWS)
BAB VII METODE PELAKSANAAN Dalam bab 7 ini, akan dibahas mengenai metode pelaksanaan pekerjaan breakwater untuk fasilitas perawatan dan perbaikan kapal di perairan Desa Kemantren, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Propinsi Jawa Timur yang mengacu pada hasil perencanaan pada bab-bab sebelumnya. Konstruksi breakwater di fasilitas perawatan dan perbaikan kapal ini mempunyai panjang keseluruhan 937 m yang terdiri atas dua tipe yaitu rubble mound sepanjang 450 m yang terletak mulai kedalaman -8.5 mLWS sampai dengan +2 mLWS dan tipe monolith sepanjang 487 m yang terletak mulai kedalaman -9.2 mLWS sampai dengan -8.5 mLWS. Kemiringan breakwater rubble mound digunakan 1:2 dan material yang digunakan terdiri dari tetrapod sebagai primary layer dan batu alam sebagai secondary layer serta core layer serta lapisan filter layer menggunakan gedeg guling. Metode pelaksanaan perencanaan breakwater ini meliputi beberapa tahapan pekerjaan sebagai berikut : Pekerjaan persiapan Pekerjaan Struktur o Breakwater Rubble Mound - Pekerjaan pemasangan gedek guling - Pekerjaan pemasangan material inti (core stone) - Pekerjaan pemasangan secondary layer - Pekerjaan pemasangan primary layer o Breakwater Monolith - Pekerjaan pemancangan - Pekerjaan pengecoran poer
9.2.1.
Tinggi total breakwater Lebar primary layer Berat Armor Tebal primary layer 9.2.2.
: 8 meter : 3.5 meter : 2.53 ton : 3 meter
Struktur Breakwater Monolith Dari hasil perencanaan pada Bab VI, didapatkan hasil sebagai berikut : - Tiang Pancang Ø120 cm dengan tebal 2.5 cm hingga kedalaman -16 mLWS. - Poer menerus : 520 cm x 350cm x 300 cm - Diameter tulangan Poer : D19 dan Ø10 - Elevasi puncak : +5.2 mLWS
9.3.
Metode Pelaksanaan Metode pelaksanaan pekerjaan struktur secara keseluruhan dilakukan dari laut menggunakan tongkang dan crane sebagai alat pemindah material. Pada breakwater rubble mound perletakan materialnya menggunakan kapal-kapal seperti suction trailing hopper dredger untuk penimbunan core layer. Sedangkan pada secondary layer menggunakan backhoe yang mengapung pada tongkang dan pada primary layer menggunakan crane yang mengapung pada tongkang. Dalam pengontrolan perletakkan armour berupa tetrapod harus benar-benar diatur dan diawasi agar panataannya random tapi rapih. Pada pekerjaan Struktur Monolith menggunakan hydraulic hammer sebagai alat bantu pemancangan tiang pancangnya. Pembuatan poer tiang pancang dilakukan menggunakan cast in situ.
9.4.
Anggaran Biaya Total anggaran biaya yang dibutuhkan untuk pembangunan breakwater berdasarkan perhitungan Bab VIII adalah sebesar Rp. 350.358.646.000,00. ( Tiga ratus lima puluh milyar tiga ratus lima puluh delapan juta enam ratus empat puluh enam ribu rupiah).
9.5.
Saran Pada perhitungan difraksi dan transmisi gelombang dari arah Timur Laut didapatkan tinggi gelombang yang masih cukup besar di dalam pelabuhan. Berdasarkan hasil tersebut maka sebaiknya breakwater monolith yang ada harus diperpanjang sekitar 100 meter sampai dengan 150 meter agar gelombang dari arah Timur Laut tidak terlalu besar masuk ke dalam wilayah pelabuhan.