“PERDAGANGAN BEBAS, PARIWISATA DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERKEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN KERAJINAN DI KABUPATEN GIANYAR PROVINSI BALI” Ni Made Tisnawati Fakultas Ekonomi, Universitas Udayana e-mail: nimadetisnawati@gmail. com Abstrak Sebagai negara yang tergabung dalam organisasi perdagangan internasional, Indonesia harus menerima dampak perdagangan internasional. Siap atau tidak, harus dihadapi bersama. Persaingan dengan negara lain di berbagai sektor ekonomi, harus dihadapi, termasuk pariwisata. Dalam tatanan konsep, sektor pariwisata diharapkan menjadi sektor pemimpin dalam perekonomian di Provinsi Bali. Konsekuensinya, terjadi alih fungsi lahan pertanian yang tidak terbendung seiring meningkatnya pembangunan akomodasi wisata. Pariwisata telah memberikan banyak kesempatan kerja, tidak hanya bagi masyarakat lokal. Dampak multipliernya terlihat dari meningkatnya produksi sektor industri yang berskala kecil dan digerakkan masyarakat lokal. Tahun 2002 misalnya, di beberapa daerah di Kabupaten Gianyar merasakan peningkatan pendapatan. Banyak wisatawan yang datang langsung ke desa-desa yang merupakan sentra industri kerajinan. Setelah adanya perdagangan bebas, terjadi beberapa perubahan kebijakan. Antara lain, kemudahan bagi PMA/PMDN berskala besar yang mendirikan mal-mal produk kerajinan. Para wisatawan jarang ada yang mendatangi langsung sentra industri kerajinan, karena perubahan distribusi barang dan jasa akibat kebijakan yang mengutamakan kepentingan investor skala besar. Dampaknya secara langsung pada penurunan jumlah tenaga kerja, dan kemiskinan di masyarakat lokal. Konsep pariwisata berlanjut menjadi semakin jauh untuk diwujudkan.Tulisan ini menjadi penting untuk dilakukan untuk melihat dampak ekonomi global dan pariwisata terhadap perkembangan industri kecil di Kabupaten Gianyar Provinsi Bali. Kata kunci: kebijakan perdagangan bebas, pariwisata berlanjut, industri kecil dan kerajinan Abstract As a member of many international trade organization, Indonesia should obey and accept the impact of the international trade. Ready or not, we must face it. The competitiveness among other countries, in all economic sector, including tourism industry. In regional planning, tourism industry is design to be a leading sector. The impact of this design are; the decreasing of farming area, the large number of tourism accommodation, and the labour. Tourism sector also has multiplier effect to other sector, such as local and small industry. In 2002, in many village in Gianyar regency have the increasing of income, In that year, many tourist, come to village to buy directly the souvenir from them. But the free trade area, together with the technology development, brings many policy that focus on private with the large investment than small investment. The big market more increasing, which can be burden the small industry. Many local community change their job, from industry to many sector such as farming. Many of them in poverty line. That is the reason of this research is made. To analyze what is the impact of free trade policy, tourism to the small industry in Gianyar regency. Ke words: Free trade policy, sustainable tourism, handcraft and small industry
Pendahuluan Sebagai daerah tujuan wisata utama Indonesia, Provinsi Bali memperoleh manfaat ekonomis. Terlihat nyata pada beberapa indikator ekonomi seperti dominannya kontribusi sektor pariwisata terhadap output daerah, yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Provinsi Bali yang terdiri dari delapan kabupaten dan satu kota, berada di persimpangan jalan. Antara mempertahankan keberadaan pertanian dengan segudang kearifan lokalnya dan sektor pariwisata dengan segala dampak keterkaitannya dengan sektor ekonomi yang lainnya. Dari kabupaten/kota yang ada di Provinsi Bali, Kabupaten Gianyar memiliki ciri khas yang menjadikannya relatif lebih ‟lengkap‟ dibandingkan daerah lain di Provinsi Bali. Kabupaten Gianyar terkenal sebagai pusat seni kerajinan yang berorientasi ekspor. Interaksi masyarakat dengan wisatawan asing yang sangat tinggi (terutama di Kecamatan Ubud) membuat kreatifitas masyarakatnya bertemu dengan konsumen luar negeri (wisatawan) yang membuat industri kerajinan menjadi salah satu sektor ekonomi sangat penting peranannya. Tidak hanya dilihat dari sumbangannya terhadap nilai PDRB, namun juga pada tingginya kemampuan sektor ini dalam penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan hasil Sakernas yang dipublikasikan BPS Kabupaten Gianyar tahun 2012, tahun 2011 mencatat terjadi kenaikan jumlah penduduk Kabupaten Gianyar yang bekerja di sektor industri (18,21%). Peningkatan juga terjadi pada sektor peerdagangan, hotel dan restoran
(32,09%). Menurunnya peranan sektor
pertanian terlihat dari jumlah tenaga kerja di sektor pertanian dari 30,87% menjadi 16,89%. Sebagai daerah yang terkenal dengan pusat seni kerajinan di Provinsi Bali, sektor industri kerajinan hingga saat ini masih menjadi andalan penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Gianyar. Masih tingginya penyerapan tenaga kerja di sektor industri membutuhkan begitu pentingnya sektor ini bagi sumber pendapatan masyarakat di Kabupaten Gianyar. Terutama bagi industri yang tergolong industri kecil dan kerajinan. Industri jenis ini memiliki peran strategis, tidak hanya menyerap tenaga kerja juga mengurangi ketimpangan pendapatan. Mengingat kualifikasi tenaga kerja yang diperlukan di sektor ini adalah tenaga kerja terlatih dengan persyaratan pendidikan formal yang rendah. Berikut beberapa jenis industri kecil yang terdapat di Kabupaten Gianyar (Tabel 1).
Tabel 1. Jumlah Industri Kecil dan Kerajinan di Kabupaten Gianyar, 2011 Jenis Industri Unit Usaha Industri makanan, minuman dan tembakau 176 Industri tekstil, pakaian jadi dan kulit 193 Industri kayu dan barang dari kayu (alat-alat rumah tangga dari kayu) 20.111 Industri kertas dan barang dari kertas (percetakan dan penerbitan) Industri kimia, bahan-bahan dari plastik Indutri barang galian non logam Industri logam dasar 985 Industri barang-barang galian logam mesin Industri lain-lain 1261 JUMLAH 22.726 Sumber : BPS Gianyar, 2012
Tenaga kerja 500 2.664 53.527
4340 7351 68.382
Tabel 1 menunjukkan industri kayu dan tekstil merupakan jenis industri yang paling banyak terdapat di Kabupaten Gianyar. Hasil kerajinan berupa kerajinan bahkan sudah menjadi andalan ekspor Provinsi Bali. Dalam kurun Januari sampai Agustus 2010, nilai ekspor barang kerajinan mencapai 158,2 juta dolar AS atau 42,65 persen dari total keseluruhan komoditas ekspor Bali. (Kompas, 2013). Sementara sebagian besar barang kerajinan tersebut dihasilkan di Kabupaten Gianyar. Keunggulan industri kerajinan berorientasi ekspor yang dikembangkan di Kabupaten Gianyar ternyata masih rentan berbagai gejolak akibat perubahan kebijakan perdagangan internasional. Mulai dari membanjirnya tekstil dari cina, persyaratan ekspor kerajinan kayu yang sulit dipenuhi pengrajin kayu, teknologi desain yang mulai menggeser pengrajin lokal hingga pada menurunnya peran pasar seni tradisional. Kemajuan teknologi terutama penggunaan internet memberikan dampak negatif bagi keberlanjutan sentra industri kecil dan kerajinan di Kabupaten Gianyar. Minimnya pemanfaatan teknologi yang merupakan ciri umum industri ini, membuat keberadaannya tidak lagi sepopuler dulu. Wisatawan asing yang merupakan konsumen potensial ini lebih banyak yang „tergiring‟ ke pasar modern sejenis supermarket yang dipromosikan paket wisata lewat internet tinimbang menyapa langsung pengrajinnya di sentra industri yang terdapat di desa-desa Kabupaten Gianyar. Sentra industri yang tersebar di desa-desa Kabupaten Gianyar seperti Kecamatan Celuk dan Peliatan kini meranggas sepi. Ironisnya, untuk memperoleh pendapatan keluarga, banyak pengrajin yang beralih ke sektor lain. Ada yang kembali ke sektor pertanian, beberapa ikut mencoba keberuntungan menjadi pekerja seni di sektor pariwisata
(menjadi penari, penabuh), atau tiba-tiba menjadi guide „liar‟ terutama bagi wisatawan sekelas „backpacker‟. Peralihan profesi tersebut tidak hanya berimbas pada penurunan pendapatan pengrajin, namun pada dampak negatifnya terhadap kemampuan kreativitas pengrajin yang sangat tinggi di Kabupaten Gianyar. Padahal untuk Kabupaten Gianyar yang lahan pertanian dan sumber daya alamnya terbatas, pengembangan industri yang berbasis seni dan kreatifitas adalah satu keharusan dan memberikan banyak keunggulan bagi kabupaten ini. Tulisan ini mencoba untuk mengidentifikasikan secara sederhana mengenai keterkaitan perdagangan bebas, pariwisata dan industri kecil kerajinan di Kabupaten Gianyar. Tujuan penulisan makalah ini adalah menawarkan upaya peningkatan kembali peran sentra industri kecil dan kerajinan di Kabupaten Gianyar sebagai bagian dari pembangunan pariwisata berkelanjutan. Tinjauan Teoritis Todaro (2000) menyimpulkan beberapa hal penting terkait dengan dampak perdagangan internasional bagi negara berkembang. Perdagangan internasional bisa merupakan suatu kekuatan pendorong bagi negara berkembang untuk tampil sebagai kekuatan industri baru seperti Korea Selatan, Singapura dan negara pengekspor minyak. Namun satu catatan, strategi yang bertumpu pada ekspor, jika yang menikmati sebagian besar hasilnya adalah pihak-pihak asing, maka akibatnya akan mengacaukan struktur ekonomi domestik, tidak melayani kebutuhan masyarakat banyak serta hanya menguntungkan kelompok tertentu. Beberapa keuntungan perdagangan bebas antara lain; memacu pertumbuhan ekonomi, peningkatan efisiensi dan peningkatan kualitas produk, menghasilkan devisa, mempromosikan pemerataan akses ke setiap sumber daya yang langka, menghapuskan setiap distorsi harga yang diakibatkan oleh intervensi pemerintah yang salah arah serta memperbaiki kualitas alokasi sumber daya secara keseluruhan. Sedangkan para pengritik perdagangan bebas menegaskan kelemahan perdagangan bebas dilihat dari; terbatasnya laju pertumbuhan permintaan dunia terhadap ekspor primer dari negara dunia ketiga, kemerosotan dasar-dasar pertukaran atau nilai tukar perdagangan sepihak yang diderita Negara-negara berkembang penghasil komoditi primer serta terus meningkatnya „new
protectionism‟ di kalangan negara-negara maju terhadap ekspor produk manufaktur dan produk pertanian olahan dari negara-negara berkembang. Konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan merupakan implementasi dari pembangunan berkelanjutan. Pembangunan pariwisata berkelanjutan dapat didefinisikan sebagai bentuk integrasi dari pembangunan, pengelolaan dan aktivitas pariwisata. Penyatuan tiga komponen ini dimaksudkan untuk menjamin terpeliharanya sumber daya alam dan budaya,lingkungan, sosial dan ekonomi untuk kesejahteraan berkelanjutan (Federation of Nature and National Parks). Keberadaan bentuk pariwisata „alternatif‟ semakin populer dan layak untuk dikembangkan, seiring dengan kelemahan yang muncul akibat pariwisata masal. Meningkatnya kesadaran pada tanggung jawab lingkungan dan pelestarian lingkungan dibuktikan dengan keberadaan beberapa LSM internasional seperti WWF dan Greenpeace (Wight dalam Wearing, 1999). Tulisan ini mempergunakan istilah batasan industri yang dipergunakan BPS. Industri Pengolahan yang digunakan BPS, mempergunakan pendekatan tenaga kerja. Industri dikelompokkan menjadi 4 (empat). Yang terdiri dari; Industri kerajinan rumahtangga tenaga kerjanya (1 – 4) orang, Industri kecil tenaga kerjanya (5 – 19) orang, Industri sedang tenaga kerjanya (20 – 99) orang, Industri besar tenaga kerjanya 100 orang ke atas. Populasi industri besar/ sedang kondisinya sangat labil terutama subsektor industri kayu (patung). Faktor utamanya adalah produksi yang dihasilkan tergantung pada sistem order (pesanan). Metodologi Penelitian Tulisan dalam makalah ilmiah ini mempergunakan metode riset deskripsi kualitatif. Data yang dipergunakan dalam tulisan diperoleh dari data sekunder (BPS, Disperindag, media massa, tulisan lain). Data primer diperoleh dari wawancara mendalam penulis dengan beberapa pengrajin yang terdapat di sentra industri di Kabupaten Gianyar.
Hasil / Implikasi Kabupaten Gianyar adalah salah satu kabupaten yang terkenal tidak hanya karena keindahan alam saja, namun juga karena kabupaten ini merupakan pusat industri kecil dan kerajinan di Provinsi Bali. Industri kecil dan kerajinan menyatu dengan religiusitas sektor pertanian. Kreativitas
pengrajin senantiasa terinspirasi dari kearifan lokal, tradisi dan budaya agraris serta alam. Meningkatnya peran industri kecil dan kerajinan ini seiring dengan berkurangnya keberadaan lahan sawah yang diakibatkan alih fungsi lahan pertanian untuk kepentingan pariwisata maupun perumahan. Gambar 1 menunjukkan pada ketujuh kecamatan di Kabupaten Gianyar, luas lahannya sebagian besar berupa non sawah.
Gambar 1. Luas Kabupaten Gianyar menurut Kecamatan, 2011
Produk barang industri kecil dan kerajinan pada awalnya disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Mulai dari pendukung produksi pertanian, budaya, adat istiadat dan agama. Misalnya terlihat pada beberapa ornamen bangunan di Pura, tempat suci lainnya, peralatan pertanian, peralatan dapur, peralatan upacara, hingga ke bangunan rumah. Produk yang dihasilkan tidak hanya fungsional, namun juga mengandung seni. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, maka berkembanglah berbagai produk kerajinan sesuai dengan potensi daerah masing-masing pada sentra industri (Tabel 2).
Jenis kerajinan Kayu Bambu Garmen Lukisan Furniture Batu padas Rajutan, Anyaman Perak Pande Besi Lontar Tenun Batik Wayang Kulit
Tabel 2. Sentra kerajinan di Kabupaten Gianyar Lokasi Kerta, Buklan, Tegallalang, Kedewatan, Ubud, Peliatan, Mas, Batubulan, Manukaya, Tampaksiring, Tengkulak, Kemenuh, Batuan, Sukawati Kerta, Belega, Bona Kedewatan, Tampaksiring, Kedewatan, Ubud, Peliatan, Batuan Singapadu Singapadu, Batubulan Manukaya, Bona Singapadu, Celuk Sidan Bona Batubulan, Keramas Sukawati Sukawati Sumber : Disperindag Gianyar,
Sebelum tahun 2002, sentra-sentra industri yang tersebar di beberapa desa di Kabupaten Gianyar, mengalami booming. Wisatawan asing langsung berkunjung ke sentra industri sesuai keinginannya. Desa Nyuh Kuning Ubud, misalnya. Produk kerajinan terkenalnya berupa patung kayu lumba-lumba yang melingkar menjadi andalan ekspor. Desa Celuk dengan sentra industri peraknya tercatat sebagai desa terkaya di Indonesia. Hampir semua art shop milik masyarakat lokal tidak pernah sepi dari pengunjung. Masyarakat sebagian besar memilih bekerja di sektor kerajinan dibandingkan di sektor pertanian. Anak-anak usia sekolah dasar, diwajibkan untuk membantu keluarga atau tetangganya yang memiliki usaha kerajinan. Selain untuk mendidik mereka mandiri, juga belajar proses pembuatan produksi barang kerajinan. Mulai dari desain hingga pemasaran. Pemasaran hasil produksi industri kecil dan kerajinan juga sangat memperhatikan peran pengrajin dan masyarakat lokal. Disediakan tempat penjualan yang terpusat seperti pendirian pasar seni di beberapa lokasi di Kabupaten Gianyar. Seperti di Ubud, Goa Gajah, Sukawati, Guwang, Cemenggaon, Tirta Empul, dan Gunung Kawi. Pemerintah daerah memberikan kesempatan kepada pengrajin untuk bertemu langsung dengan buyers melalui even tahunan seperti Pesta Kesenian Bali (PKB) yang hingga kini menjadi ajang promosi pariwisata Bali.
Gambar 2. Contoh Hasil industri kerajinan di Kabupaten Gianyar Setelah tahun 2002, berbagai perubahan terkait dengan kebijakan perdagangan internasional dan sosial politik terjadi. Kesepakatan NAFTA yang kini mulai diterapkan memberikan konsekuensi tidak hanya pada membanjirnya produk luar negeri, namun juga pada bermunculannya produsen dan pengusaha modal besar yang ikut „bermain‟ dalam pemasaran produk kerajinan di Kabupaten Gianyar. Sebagaimana dialami beberapa pengrajin berikut ini. Perajin perak asal Desa Singapadu, Nengah Rukun, mengatakan kondisi para perajin perak di sentra kerajinan perak terus mengalami keterpurukan. Kondisi ini dirasakan sejak 2002. Bahkan telah terjadi alih profesi dari pengrajin menjadi buruh
bangunan, petani, pekerja serabutan, buruh angkut, pedagang dan lainnya. Para perajin ini mengandalkan permintaan dari artshop sekitar. Namun dari tahun 2011 hingga sekarang, permintaan menjadi berkurang. Sebagai contoh, di Banjar Seseh, Desa Singapadu, ada 180 perajin yang terlibat, sekarang tidak sampai 50. Produksi kerajinan perak kini lebih dominan dimonopoli pemodal besar yang mengedepankan teknologi tanpa sentuhan tangan. Desain dilakukan dengan komputer. “Banyak kebijakan pemerintah yang dulu melibatkan pengrajin kecil di PKB, mempertemukan perajin dengan pembeli (buyers) dan investor. Kini yang ikut PKB justru pengusaha dengan modal besar” (Bali Post, 2013). Adanya serbuan pasar oleh-oleh, pusat pembelian oleh-oleh khas Bali mulai dari kerajinan tangan hingga tekstil juga memberikan dampak negatif bagi keberadaan sentra industri. Made Supartika, seorang pengrajin asal Banjar Pujung Kaja, Kecamatan Tegallalang menilai jumlah perajin kayu yang ada di desa, merosot, akibat serbuan pasar oleh-oleh yang memonopoli pasar kerajinan. Para wisatawan langsung pergi ke pasar oleholeh. Terutama wisatawan asing dan domestik yang datang dengan mempergunakan biro wisata. Para pemandu wisata akan „menggiring‟ mereka untuk berbelanja di pasar oleholeh atau tempat berbelanja lain yang memberikan fee (komisi) besar untuk mereka. Sangat sedikit wisatawan asing yang mau datang ke sentra industri. Terkecuali wisatawan yang memiliki kesadaran untuk berkontribusi langsung pada pemberdayaan masyarakat lokal, wisatawan yang menghargai proses produksi, dan pencinta lingkungan. Made Suci, perajin perak mengaku terpaksa berhenti menjadi perajin perak dan emas, karena keterbatasan modal dan minim pesanan. “Saya takut membeli emas dan perak, karena sepi order. Sementara kalau jadi buruh di perusahaan perak terbatas waktu karena harus mengurus anak dan kesibukan upacara.” Kini Made hanya membuat perhiasan emas dan perak pesanan tetangga dan kenalan terdekat saja. Untuk menambah penghasilan, ibu muda yang terampil membuat desain kerajinan perak ini kini membuat jajanan untuk keperluan upacara dan menjadi guide free lance. “ Suramnya sentra industri juga terjadi di Desa Peliatan. Kejayaan kerajinan buah dari kayu, patung garuda kini hanya tinggal kenangan. Banyak art shop yang dulunya milik masyarakat lokal beralih ke pemilik luar yang memiliki modal besar. Pemilik art shop yang tadinya merangkap sebagai pengrajin, banyak yang beralih menjadi pedagang kerajinan produk luar Bali, yang lebih murah sehingga lebih mudah untuk dipasarkan.
Kondisi serupa juga terjadi pada industri tekstil. Ketergantungan pengrajin kecil pada pesanan pengusaha berskala besar membuat mereka terpuruk. Kebijakan negara tahun 2005 yang bertujuan untuk merangsang pasar domestik ternyata justru mempersulit industri pakaian jadi di Bali. Terjadi penurunan jumlah perusahaan pakaian jadi di Bali. Banyak pengusaha pakaian jadi di Bali mulai menekuni bisnis baru seperti keuangan dan properti sebagai respon terhadap dampak ACFTA. Krisis finansial global tahun 2009, menguatnya nilai tukar rupiah, semua memiliki dampak negatif terhadap keberadaan perusahaan domestik (Achwan, Rachman, 2013). Industri tekstil dan kerajinan kecil kini bertahan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat lokal terutama terkait dengan tradisi dan keperluan upacara setempat. Kesimpulan Perdagangan bebas ternyata memiliki implikasi pada perkembangan industri kecil dan kerajinan di Kabupaten Gianyar. Banyak pengrajin yang kehilangan pesanan, ketika art shop mulai kehilangan pengunjung . Pengrajin kecil yang hanya mengandakan ketrampilan tangan harus tergantikan dengan produksi hasil teknologi yang lebih bersifat masal. Sentra industri kini banyak yang merana. Keberadaan pasar seni tradisional perlahan mulai digantikan perannya oleh menjamurnya keberadaan sejenis supermarket yang menjual aneka kerajinan khas Bali. Pariwisata berkelanjutan sebagai pariwisata alternatif sebenarnya dapat mulai dipergunakan sebagai solusi untuk menjamin keberlanjutan industri kecil dan kerajinan di Kabupaten Gianyar. Peran pemerintah daerah sangat diperlukan untuk merancang model pariwisata berkelanjutan yang membuat wisatawan asing dan domestik kembali mengunjungi sentra industri yang ada di desa. Semangat kebersamaan dan menghargai keterlibatan masyarakat lokal adalah solusi untuk menghadapi persaingan bebas . Informasi mengenai proses produksi, kreatifitas pengrajin, jumlah tenaga kerja yang terserap, dan kearifan lokal yang tersimpan di balik hasil karya pengrajin kecil ini perlu disosialisasikan secara fair kepada wisatawan asing dan domestik. Tentu perlu komitmen bersama untuk mewujudkannya. Tidak hanya pemerintah dan, yang terpenting adalah pelaku pariwisata. Pelestarian lingkungan tidak hanya alam namun
juga kreatifitas
masyarakat lokal adalah isu yang paling ampuh untuk menaikkan citra pariwisata Indonesia.
Daftar Pustaka Achwan, Rachman. Hidup bersama Oligarki Bisnis Pakaian Jadi di Daerah. Prisma Vol 32 No.1, 2013. LP3ES. Jakarta. BPS Gianyar, 2012. Gianyar dalam Angka 2012. BPS, Gianyar Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Gianyar, 2013, Gianyar Pengembangan Sentra IKM Kmb 27, 2013. Bali Post, 16 September 2013. Terpuruknya Industri Kecil di Gianyar. Kebijakan ‘Nyaplir’, perajin jatuh miskin. Kompas, 2013. Ekspor Kerajinan Bali Masih Tertinggi. Kompas.com, 22 Oktober 2013. Todaro, Michael P, 2000. Pem bangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Erlangga Jakarta.
Wearing, Stephen dan John Neil, 1999. Ecotourism Impact, Potentials and Possibilities. Reed Educational and Professional Publishing Ltd. Britain.