PERCEPATAN PENURUNAN KETIMPANGAN Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Disampaikan dalam Launching Indonesia Development Forum (IDF) Jakarta, 23 Mei 2017
Outline Ketimpangan Pembangunan Ketimpangan Antar Negara dan Antar Kelompok Masyarakat di Indonesia Highlight Isu Ketimpangan Respon Kebijakan 2
Ketimpangan Pembangunan
3
Faktor Pendorong Utama Ketimpangan di Indonesia Ketimpangan peluang sejak awal kehidupan Pekerjaan yang tidak merata Tingginya konsentrasi kekayaan Ketahanan ekonomi rendah 4
Ketimpangan di Indonesia Sebelum krisis ekonomi
Setelah krisis ekonomi
1997/1998
Ketimpangan cenderung meningkat terutama antar kelompok ekonomi dan antar kota-desa (Akita, 2002; Akita & Miyata, 2008, Skoufias, 2001; Sumarto, 2013; Suryadarma et al, 2005, 2006; Yusuf & Rum, 2013).
Pertumbuhan ekonomi telah berhasil mengurangi kesenjangan (Akita et al, 2011; van der Eng, 2009; Cameron, 2000)
Menjelang krisis •
Kesenjangan mulai melebar (Frankema & Marks, 2009; Leigh & van der Eng, 2010; van Leeuwen & Foldvari, 2012)
•
Meskipun pertumbuhan merata di seluruh tingkat ekonomi, ketimpangan wilayah mulai terjadi dengan pertumbuhan di Jawa lebih tinggi dibandingkan daerah lain (Hill, 2008; Hill et al, 2008) 5
Indikasi Penyebab Ketimpangan •
•
•
Perubahan komposisi kontribusi sektoral terhadap pertumbuhan ekonomi dan lambatnya penurunan kemiskinan Booming beberapa komoditas tertentu seperti batu bara, kelapa sawit, pertambangan lainnya yang hanya dinikmati oleh kelompok menengah ke atas (Burke and Resosudarmo, 2012) Meningkatnya harga barang tambang di dunia secara umum dibandingkan pertanian (Yusuf, 2013)
KEBIJAKAN TENAGA KERJA
PERTUMBUHAN PENDUDUK DAN UPAH
KEBIJAKAN SEKTORAL
• Pertumbuhan penduduk kelompok ekonomi menengah ke bawah relatif tinggi • Ketidakmampuan penduduk memperoleh akses sumberdaya produktif • Perbedaan pendapatan dalam masyarakat AKSES PELAYANAN DASAR DAN KEPEMILIKAN •
Kesempatan memperoleh pelayanan dasar terutama sejak masa kecil
• •
Kepemilikan aset produktif Perbedaan kehidupan dengan latar belakang yang berbeda
•
•
Pasar tenaga kerja formal tidak menyerap sejumlah yang dibutuhkan karena terkendala kebijakan yang masih kaku Dukungan tenaga kerja terampil dan kompeten sulit dipenuhi
KONEKTIVITAS Kurangnya akses terhadap saranaprasarana pendukung ekonomi untuk masyarakat menengah ke bawah dan secara umum di Indonesia Bagian Timur
6
Memahami Faktor-Faktor Pendorong Peningkatan Ketimpangan
Pendapatan
Aset Rumah tangga yang berbeda memiliki jumlah dan kualitas aset yang berbeda • Sumber daya manusia • Sumber daya keuangan
Rumah tangga menerima pendapatan dari aset • Sumber daya manusia menghasilkan pendapatan buruh • Sumber daya keuangan menghasilkan Bunga dan Sewa
Guncangan secara langsung menurunkan aset penghasil pendapatan seperti bencana alam
Guncangan mengurangi pendapatan yang dihasilkan dari aset, seperti pengangguran/PHK, adanya krisis ekonomi
Transmisi pendapatan antar generasi
Konsumsi RT menghabiskan pendapatan mereka untuk konsumsi. (tingkat konsumsi oleh BPS digunakan sebagai perhitungan menentukan ketimpangan)
Investasi Pendapatan yang tidak dikonsumsi diinvestasikan pada sumber daya yang lebih baik untuk anak (menetukan ketimpangan di kemudian hari)
Diadaptasi dari Bussolo dan Lopez-Calva (2014) Shared Prosperity: Paving the Way in Europe and Central Asia
Sumber: Dirangkum dari Laporan Bank Dunia 7
Ketimpangan Antar Negara dan Antar Kelompok Masyarakat di Indonesia
8
Koefisien Gini Berbagai Negara • Sebagian negara dengan Koefisien Gini yang tinggi bergantung pada komoditas unggulan, terutama pertambangan dan energi, minyak, pengolahan, manufaktur, dan kelapa sawit. • Penurunan Koefisien Gini negara tersebut dalam periode 2000-2010 rata-rata sekitar 5 poin. • Penurunan Koefisien Gini tersebut utamanya disebabkan oleh kebijakan bantuan sosial bagi kuintil terendah dan kebijakan fiskal untuk re-distribusi resource yang lebih merata. 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3
Δ = 0,111
0.2
Δ = 0,014
Δ = 0,062 Δ = 0,007
Δ = 0,054
Δ = 0,061
Δ = 0,007
0.1 0.0 Argentina
Australia
Brazil
China 2000s
Malaysia
South Africa
Venezuela, RB
2010s
Sumber: World Development Indicators (2017)
9
Koefisien Gini Beberapa Negara di Asia Rata-rata Koefisien Gini, 2005 dan 2015 60
2005s
2015s
50
GINI
40 30 20 10
Catatan: Jangka waktu untuk masing-masing negara adalah: Indonesia 2005 – 2015 China 2005 - 2015 Laos PDR 2007 – 2012 Thailand 2004 - 2013 Vietnam 2006 – 2014 Cambodia 2004 - 2012 Philipines 2006 – 2012 Malaysia 2005 - 2014 India 2005 - 2011
Malaysia
Cambodia
Thailand
China
India
Philipines
Vietnam
Laos
Indonesia
0
Perubahan Gini
10 8 6 4 2 0 -2 -4 -6 -8 -10
Perubahan Gini
a Tidak seperti negara Asia lainnya, ketimpangan di Indonesia cenderung mengalami peningkatan dalam 10 tahun terakhir. Namun di tahun 2014, Indonesia dapat menurunkan gini rasio. Sumber: http://data.worldbank.org
10
Proporsi Aset yang Dikuasai oleh 1 Persen Penduduk Terkaya Sebagai perbandingan di Inggris 23,9% aset dikuasai 1 % terkaya, sementara negara paling merata adalah Hungaria, dimana hanya 17,6% dikuasai oleh 1 % terkaya.
Indonesia Termasuk 5 Besar Negara Tertimpang di Dunia 74.5 58.4
58 49.3
Russia
India
Thailand
Indonesia
47.9
Brazil
43.8
42.1
41.9
China
United States
South Africa
38.2
Mexico
Sumber: Credit Suisse Global Wealth Databooks, 2016 11
Indonesia: Perkembangan Koefisien Gini
0.3
0.32
0.32
0.329
0.368
0.368
0.364
0.363
0.37
0.36
0.35
0.34
0.34 0.32
0.33
0.33
0.32
0.308
0.32
0.33
0.34
0.34
0.36
0.35
0.38
0.394
0.402
0.413
0.410
Gini ratio dipengaruhi oleh dinamika ekonomi yang terjadi: Periode commodity boom (2004 – 2012) diperkirakan menyumbang dalam peningkatan Gini ratio.
0.405
Gini rasio cenderung stabil pada tahun 1980an. Terjadi peningkatan pada akhir 1990an mengikuti pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
0.35
0.4
Menurun pada saat Krisis Ekonomi Asia dan meningkat kembali pada tahun 2000an.
0.378
0.42
0.410
Tahun 2014 Koefisien gini mulai menurun
• Rasio Gini kembali mengalami penurunan dari 2014, meskipun perlahan.
§
Gini koefisien untuk bulan September tahun 2016, sebesar 0,394 turun 0.8 poin dari 0,402 di bulan September 2015. Sebelumnya, pada bulan Maret tahun 2016 koefisien gini turun 1,1 poin dari 0,408 tahun 2015 menjadi 0,397.
§
Tahun 2016 penurunan Gini merupakan yang tertinggi sejak terjadinya krisis keuangan Asia dan penurunan yang tertinggi sejak 15 tahun.
§
Apakah merupakan pertanda awal dari periode penurunan ketimpangan? Perlu analisa mendalam tentang hal ini. Sumber: BPS, berbagai tahun
12
PERIODE 2002-2014:
Kelompok kaya menikmati pertumbuhan yang tinggi sejak krisis keuangan Asia
3.000
80
2.500
60
2.000 1.500
40
1.000 500 0
20 1
2
3
4
5
6
7
Desil konsumsi rumah tangga perkapita 2002
2014
8
9
10
Persentase Perubahan 2002-14
Rata-rata Konsumsi Bulanan Per Kapita
Konsumsi telah meningkat kurang dari 20 persen bagi 4 desil termiskin, tapi 74 persen untuk desil terkaya
0
Change
Meningkatnya ketimpangan sejak awal tahun 2000, di dorong oleh cepatnya pertumbuhan konsumsi kelompok 20% teratas 13
Dalam 2 Tahun Terakhir Terjadi Perubahan Konsumsi Per Kapita Penduduk 33.3
35
31.4
30
Persen (%)
25 20
14.915.5
15 10 5
2.9 2.9
3.9 3.9
4.7 4.7
5.6 5.6
6.5 6.7
7.7 7.9
9.2 9.6
2015
11.3 11.9
2016
0 1
2
3
4
5 6 Desil Konsumsi
7
Penduduk 40% dengan tingkat pendapatan terbawah : +/- 100 juta jiwa Keterangan: Desil 1 = 10% penduduk dengan pendapatan terbawah Desil 10 = 10% penduduk dengan pendapatan teratas
8
9
10
Ø Perbandingan share konsumsi per kapita penduduk tahun 2015 dan 2016 menunjukkan peningkatan pada desil 5-9, dan penurunan yang cukup besar di desil 10. Ø Menyumbang penurunan gini rasio di tahun 2016 menjadi 0,397. Ø Perubahan share konsumsi tidak terjadi pada 4 desil terbawah. Ø Upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat fokus pada 40% kelompok berpendapatan terbawah.
Sumber: Susenas Maret 2015-2016, diolah Bappenas
14
Distribusi Pengeluaran Seluruh Penduduk Rata- Rata Pengeluaran Penduduk (Rp/Kap/Bln) Menurut Kelompok (Desil) - Maret 2015-Maret 2016 Kelompok Penduduk
2015
2016
Perubahan 2015-2016 (%)
D1
204.292
213.217
4,37
D2
277.879
290.810
4,65
D3
331.657
348.142
4,97
D4
393.916
418.917
6,35
D5
462.663
502.425
8,59
D6
541.663
591.325
9,17
D7
647.479
714.521
10,35
D8
796.078
886.753
11,39
D9
1.055.829
1.159.826
9,85
D10
2.353.446
2.342.058
-0,48
§ Seluruh populasi mengalami peningkatan konsumsi rata-rata sebesar 5,71 persen § Terjadi peningkatan kesejahteraan di setiap desil pada periode Maret 2015Maret 2016, kecuali pada desil 10 yang mengalami penurunan sebesar 0,48 persen. § Desil 1-3 mengalami perubahan lebih rendah dibandingkan rata-rata seluruh populasi. § Desil 4-9 mengalami perubahan di atas rata-rata.
Sumber : Susenas Maret 2015 dan 2016, diolah Bappenas Keterangan: 1. Pengeluaran dihitung dengan adjustment CPI 2012=100 2. Pengeluaran dalam Susenas underestimate karena Susenas tidak bisa mensurvey penduduk dengan pengeluaran tinggi
15
Kelas Menengah Mulai Mengejar Ketertinggalan dalam Dua Tahun Terakhir Share total Konsumsi Nasional Penduduk Periode
Kelompok 40% terbawah 17,1 % 17,0% − 0,1
Maret 2015 Maret 2016 Perubahan 2015-2016
Kelompok 40 % tengah 34,7% 36,1% + 1,4
Kelompok 20 % teratas 48,3% 46,9% -1,4
§ Pendorong utama penurunan adalah share dari total konsumsi nasional 40 persen rumah tangga bagian tengah telah meningkat terhadap konsumsi 20 persen rumah tangga teratas. § Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa 40% penduduk lapisan tengah mulai mengejar ketertinggalannya. Sementara 40% yang berada di bagian paling bawah masih tertinggal, bahkan sedikit menurun di sepanjang tahun yang berarti pertumbuhan masih jauh dari merata.
5.0 4.6 4.7 4.7 4.7
5.9 5.4 5.5 5.6 5.6
6.9 6.3 6.5 6.5 6.7
8.1 7.5 7.7 7.7 7.9
1
2
3
4
5
6
7
15 5 -5
Desil Konsumsi rumah tangga perkapita
8 2010
29.9 33.4 32.9 33.3 31.4 15.5 15.6 15.4 14.9 15.5
4.1 3.9 4 3.9 3.9
9.7 9.0 9.2 9.2 9.6
3.1 3.0 3.0 2.9 2.9
25
11.9 11.3 11.3 11.3 11.9
Share total Konsumsi Nasional Penduduk 2010-2015 (Maret)
35
9 2013
2014
10 2015
2016
Sumber: Susenas periode Maret berbagai tahun , diolah Bappenas
16
Pertumbuhan Masih Bias Perkotaan Pertumbuhan rata-rata 5,61 persen 10
Pertumbuhan rata-rata 3,54 10 persen
Perkotaan
8
8
6
5.61
6
Perdesaan
3.54
4
4
2
2
0
0 1
11
21
31
41
51
61
71
81
91
1
11
21
31
41
51
61
71
81
91
Pertumbuhan rata-rata 3,54 persen
Pertumbuhan pengeluaran perkapita penduduk kota-desa 2008-2013 § Pertumbuhan pengeluaran rata-rata perkotaan lebih tinggi dibandingkan perdesaan, tetapi pertumbuhan lebih merata di perdesaan § Perkotaan => meningkat mulai percentile ke-30, dan 20% penduduk terkaya di atas rata-rata § Perdesaan => meningkat mulai percentile ke-40, dan 25% terkaya di atas rata-rata 17
Ketimpangan Antar Pulau 10
10
Sumatera
NTB, NTT, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat, Papua
8 6
5
Rata-rata: 4.02
Rata-rata: 3.69
4 2
0 1
0 1 10
11
21
31
41
51
61
71
81
91
Rata-rata: 5.11
2 0 11
21
31
31
41
51
61
71
81
91
Pertumbuhan pengeluaran perkapita penduduk antar pulau, 2008-2013
Jawa § Pola Jawa mendominasi Indonesia. Hal ini cerminan dari dominasi Jawa dan proporsi kegiatan ekonomi di Indonesia
4
1
21
Sumatera § Pertumbuhan sampai dengan percentile ke-45 masih di bawah 2% § Hanya 13% penduduk di atas rata-rata Sumatera (4,02%)
Jawa dan Bali
8 6
11
41
51
61
71
81
91
NTB, NTT, Maluku Utara, Maluku, Papua dan Papua Barat. § Hanya segelintir penduduk yang laju pertumbuhan pengeluarannya di atas rata-rata, dan rata-rata tersebut adalah yang paling kecil di antara region lain di Indonesia 18
Highlight Isu Ketimpangan
19
Pelayanan Dasar Penduduk Belum Merata Persentase Anak yang Memiliki Akte Kelahiran 100
70.3
88.2
83.3
78.0
93.9
50
Sebanyak 28,4 juta anak usia 0-17 juta dari penduduk berpendapatan terbawah sudah memiliki akte kelahiran. Sedangkan sisanya sebanyak 9,9 juta anak tidak memiliki akte kelahiran
0 Q1
Q2
Q3
Q4
Q5
46.50
57.96
64.90
74.34
100 80 60 40 20 0
85.57
50
Baru sebanyak 12,9 juta RT dari penduduk 40% terbawah yang sudah mampu mengakses sanitasi layak. Sisanya sebanyak 11,7 juta RT belum bisa mengakses sanitasi layak.
Q1
Q2
Q3
Q4
Q5
Keterangan: Q1 = 20% penduduk dengan pendapatan terbawah Q2 = 20% penduduk menengah bawah Q3 = 20% penduduk menengah Q4 = 20% penduduk menengah atas Q5 = 20% penduduk dengan pendapatan teratas
Sebanyak 14,8 juta RT dari penduduk 40% terbawah sudah mampu mengakses air bersih. Sementara sisanya masih ada 9,8 juta RT yang belum memiliki akses terhadap air bersih.
99.38 91.30
97.65
84.04
56.84
39.16 13.63
Usia 13-15 Usia 16-18 Usia 19-24 tahun tahun tahun Q1
Q2
Q3
Q4
Q5
Persentase Penduduk yang Mampu Mengakses Air Bersih 100 80 60
0
98.41
Usia 7-12 tahun
Partisipasi sekolah penduduk miskin masih selalu lebih rendah pada setiap jenjang pendidikan.
Persentase Penduduk yang Mampu Mengakses Sanitasi Layak 100
Angka Partisipasi Sekolah (APS)
57.01
62.85
66.87
Q2
Q3
74.77
86.42
40 20 0 Q1
Sumber: Susenas Maret 2016, diolah Bappenas
Q4
Q5
20
Angka Stunting yang Tinggi karena Belum Terpenuhinya Kebutuhan Dasar Kesehatan Angka Stunting (pendek) nasional tahun 2013 sebesar 37,2%, meningkat dari tahun 2010 sebesar 35,6%. (Riskesdas 2010 dan 2013)
Indonesia relatif memiliki angka stunting lebih tinggi dibandingkan negara Asia Tenggara lainnya seperti Myanmar (35%), Vietnam (23%), dan Thailand (16%). Salah satu program untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan terutama untuk mengurangi stunting adalah program Generasi Sehat Cerdas (GSC), yang mensasar daerah-daerah yang memiliki angka stunting tinggi dan menyediakan fasilitas akses .
Beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur kesehatan antara lain: 1. Pemeriksaan kehamilan 4 kali 2. Pemberian pil Fe (zat besi) bagi ibu hamil 3. Melahirkan dibantu oleh bidan atau dokter 4. Perawatan nifas dibantu bidan atau dokter 5. Pemberian imunisasi lengkap 6. Berat badan bayi harus naik 7. Timbang anak balita secara rutin 8. Vitamin A dua kali setahun
21
Lapangan Usaha Individu dengan Status Kesejahteraan 40% Terendah Sebagian Besar Bekerja di Sektor Pertanian 46.23% bekerja di sektor pertanian
Lapangan usaha PERTANIAN masih tetap dominan dibandingkan lapangan usaha lainnya, meskipun proporsinya mengalami penurunan dari tahun 2015 (49,55%). Sumber: Data diolah, Susenas 2016 (BPS)
22
Rumah Tangga Usaha Pertanian Jumlah Rumah Tangga (Juta)
Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian (Juta) Persentase (%)
32 30 28
31.23
Turun 16.32%
26 26.14
24 22 2003
Definisi pertanian menurut BPS mencakup tanaman pangan (padi, palawija), hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, kehutanan, jasa pertanian.
1
2013
8
Padi ; 9,576,774 ; 46%
6.82 6.73
8.00 6.00
4.34
3.60 3.55
4.00
<0.1
0.1–0.19
4 3
3.66
3.73 1.68 1.62
1.61 1.31
0.2–0.49
0.5–0.99
1–1.99
2–2.99
≥3
Golongan luas lahan yang dikuasai (Ha)
6Budidaya Ikan ; 220,238 ; 1% Penangkapan Ikan ; 5 413,930 ; 2% 4
4.78 4.56
2013
0.00
Budidaya Tanaman 7 Kehutanan; 143,633 ; 1%
Perkebunan ; 5,432,390 ; 26%
2003
2.00
Jasa Pertanian ; 28,847 ; 0%
2
Sumber: Sensus Pertanian 2013 (BPS)
10.00
Jumlah Rumah Tangga Berdasarkan Luas Lahan Yang Dikuasai 9.38
Peternakan ; 998,296 ; 5% Hortikultura ; 1,400,901 ; 7%
Tahun 2013, berdasarkan penguasaan lahan, 14.62 juta rumah tangga tani di Indonesia hanya memiliki lahan < 0.5 Ha.
Palawija; 2,388,389 ; 12%
23
Ketimpangan Upah di Indonesia Disebabkan kualitas pekerjaan yang rendah Upah per Bulan Per Kabupaten, 2011-2012
Sumber : Melanie Morten, Stanford University, 2014
• •
Pekerja dengan keahlian yang tinggi mendapatkan upah relatif jauh lebih besar dibandingkan pekerja biasa Upah pekerja formal relatif lebih tinggi dibandingkan upah pekerja di sektor informal Pekerja sektor formal lebih banyak di pusat-pusat ekonomi terutama Indonesia Bagian Barat atau daerah dengan kaya hasil bumi
Jenis Pekerjaan mempengaruhi tingkat upah pekerja 100%
15
80%
10
60%
5
40%
0
20%
-5
0%
-10 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
•
Kesempatan Kerja Informal Kesempatan Kerja Formal Pertumbuhan KK Formal per tahun (persen) Pertumbuhan KK Informal per tahun (persen)
24
Respon Kebijakan
25
Strategi Pembangunan untuk Mengurangi Ketimpangan ` Ekonomi Tumbuh dan Kesempatan Kerja Meningkat
UPAYA PENINGKATAN TARAF HIDUP PENDUDUK 40% TERBAWAH
•Penyediaan lapangan kerja baru •Investasi baru (modal dalam negeri dan modal asing) •Iklim investasi yang positif, peraturan yang efisien dan transparan, iklim ketenagakerjaan yang menguntungkan pekerja dan pengusaha •Perbaikan sistem perpajakan
Produktivitas ekonomi
•Produktivitas sektor pertanian •Jenis industri yang lebih beragam dan produksi yang memiliki nilai tambah •Insentif bagi industri padat pekerja •Konektivitas lokasi perdesaan •Akses pengelolaan lahan bagi penduduk kurang mampu
Penghidupan Berkelanjutan
•Pengembangan sektor unggulan dan potensi ekonomi lokal •Layanan keuangan mikro •Peningkatan kualitas pendampingan •Optimalisasi akses produksi
Perlindungan Sosial
Pelayanan Dasar
•Asistensi sosial (program keluarga produktif dan sejahtera) •Perluasan cakupan SJSN bagi penduduk rentan dan informal •Peningkatan pemenuhan hak dasar dan inklusivitas bagi penyandang disabiliitas, lansia serta masyarakat marjinal •Penguatan peran kelembagaan sosial
•Ketersediaan infrastruktur dan sarana pelayanan dasar •Penjangkauan pelayanan dasar •Penyempurnaan pengukuran kemiskinan (kriteria, standar, data terpadu)
§ § § § § § § § §
Pajak progresif, capital gain tax dan unutilized asset tax Belanja Pemerintah yang berkeadilan Pengembangan industri dengan basis SDA dan rantai nilai Memperkecil gap bunga pembiayaan perusahaan besar dan kecil Melindungi segmen pasar rakyat kecil dari bisnis terintegrasi Penataan pasar dan toko tradisional maupun modern Pengaturan jarak, lokasi dan zonasi pasar maupun toko modern Sistem pembiayaan usaha mikro-kecil Program pengadaan yang lebih aksesible untuk pengusaha menengah ke bawah
§ §
Akses lahan yang adil kepada seluruh masyarakat Pengembangan usaha pertanian dengan metoda aglomerasi atau cluster Konsolidasi tanah untuk lahan pertanian Kebijakan replanting komoditi perkebunan lainnya Korporasi koperasi swasta dan BUMN untuk meningkatkan nilai tambah Dukungan riset, sinergi pasar, off-taker hasil bumi, dan rantai nilai hilirisasi, serta riset bibit, sarana pasca panen, sinergi logistik, dan pasar bibit, alsintan dan saprodi Aquaculture dan rantai nilai nelayan Investasi swasta untuk pengolahan dan off-taker hasil pertanian
§ § § § § §
Penataan dan fasilitasi adminduk Pemanfaatan Basis Data Terpadu untuk seluruh program Social Housing Housing Financing Land bank dan jangkauan harga tanah bagi penduduk kurang mampu Penegakan kebijakan tata ruang
§ § § § § §
26
Investasi untuk Menciptakan Lapangan Kerja Kontribusi Investasi (PMTB) Terhadap PDB
Investasi yang besar akan memperluas kesempatan kerja formal, meningkatkan pendapatan, dan memperbesar devisa negara.
30
Besar
7.474 4,73 juta (0,2 %) (32,1%)
Sedang
17.055 (0,5 %)
0,7 juta (5,1%)
Kecil dan Mikro
3.668.873 (99,3%)
8,7 juta (62,8%)
Total
3.693.402
13,9 juta
Menghasilkan produktivitas tinggi,
8.1jt
-0.4jt
3.0 jt
Memiliki daya saing global dan potensi ekspor
11.36 jt
Lapangan kerja formal yang tercipta
Skala Industri dan Jumlah Pekerja Jumlah Perusahaan
10 0
Memperbesar investasi akan memperluas peluang lapangan kerja formal.
Jenis Industri
Memberi nilai tambah besar agar berkontribusi terhadap PDB
20
1992 1997 2000 2002 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
§
Fokus kepada perbaikan seluruh lini lintas sektoral, mengatasi kendala yang menghambat daya saing dan penciptaan kesempatan kerja secara simultan.
Menyerap tenaga kerja formal sebesarbesarnya
40 PERSEN
§
50
Prioritas Investasi
Jumlah Pekerja
Fokus: Industri Manufaktur , sebagai Pendorong Pertumbuhan dan Pencipta Kesempatan Kerja
§ §
Industri nasional belum mencapai postur yang optimum. Industri berskala sedang dan besar kurang dari 1 % dari total populasi perusahaan industri di Indonesia, menyerap 5,2 juta pekerja. Meningkatkan nilai tambah dan produktivitas tenaga kerja industri berbasis pasar global melalui penumbuhan populasi industi sedang dan besar memungkinkan untuk dikembangkan. 27
Meningkatkan Industri Manufaktur
§ Potensi industri manufaktur untuk menciptakan kesempatan kerja yang baik (decent job), sangat besar. PDB dan Kesempatan Kerja § Mempekerjakan 13,3% pekerja (15,5 juta orang), § Menyumbang 20,47% terhadap PDB. § Menampung 66,2 % pekerja formal dengan gaji tetap.
§ Produktivitas tenaga kerja sektor industri manufaktur mencapai sekitar 2X produktivitas nasional. § Meski pertumbuhan produktivitas menurun, tetapi masih lebih tinggi dari sektor perdagangan dan jasa. Sumber: Diolah dari Sakernas, PDB Nasional-BPS
Proporsi PDB terbesar
Proporsi PDB dan Tenaga Kerja
PDB Tw I 2017 Distribusi Terbesar 13,59 % 13,18 % -----------------------Pertanian Perdagangan
20,47 % ------------Industri Pengolahan
60 50 40 30 20 10 0
PDB Pekerja Formal Pekerja Informal
Produktivitas Pekerja Juta Rupiah/ Pekerja
Industri Manufaktur merupakan Pendorong Pertumbuhan dan Kesempatan Kerja
Pertumbuhan Produktivitas Rata-rata per tahun (%)
Produktivitas (PDB/TK) 140 120 100 80 60 40 20 -
127
Pertanian Industri Perdagangan
92 57 31
2000 2005 2010
Jasa Lainnya
2000-2005
3,06
4,83
7,01
0,21
2010-2015
7,01
3,15
2,98
1,71
2015
Menjaga pertumbuhan produktivitas tidak semakin menurun 28
Memperluas Investasi Padat Karya Nilai Tambah dan Tenaga Kerja Industri 1500
10
1000
§ Industri padat karya dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri dan memperluas pasar ekspor, serta daya saing produk global.
5
500
0
0 2011
2012 2013 2014 2015 Tenaga Kerja Industri Padat Karya Tenaga Kerja Industri Padat Modal Nilai Tambah Industri Padat Karya Nilai Tambah Industri Padat Modal
Pertumbuhan Elspor Indonesia 45% 35% Triliun Rupiah
15
Juta Pekerja
Industri Padat Karya efektif dikembangkan untuk menampung Jutaan Penduduk yang butuh pekerjaan. ü Menampung penganggur dan setengah penganggur. ü Memperkecil kesenjangan dan mengangkat penduduk dari garis kemiskinan
25% 15% 5% -5%
Manufaktur Tekstil dan Manufaktur Tekstil dan Garmen Garmen Indonesia 1986-1992
Negara Asia 1993-2012
2012-2013
Negara ASIA: Tiongkok, India, Bangladesh dan Vietnam
Jumlah Tenaga Kerja di Beberapa Industri Padat Karya skala Besar, Sedang, dan Kecil 5.0 4.0
§
Nilai tambah industri padat karya meningkat (1,5 kali lebih besar dari industri padat modal pada tahun 2015) Tenaga kerja industri padat karya menampung lebih dari 12 juta tenaga kerja. Jumlah pekerja 8 kali dari padat modal
3.0 Juta Pekerja
§
2.0 1.0 0.0 Makanan Minuman
2011
Peng. Tembakau
2012
Tekstil
2013
Pakaian Jadi
2014
Kulit, Kayu, Furnitur Barang Barang dari Kulit dari Kayu
2015
Peng. Percetakan Brg. Galian Logam Brg. Logam Lainnya Nonlogam Dasar bukan mesin
29
Memperkuat Basis Ekonomi Pedesaan dan Sektor Pertanian
73%
Sekitar 39,0
Berpendidikan SD atau kurang
Kondisi Infrastruktur berdasarkan IPD 2014
3,33%
Dari 40% penduduk termiskin menerima kredit usaha dalam setahun terakhir (Susenas, 2015)
14,25 Jt Petani berlahan sempit (SP 2013)
Rendahnya partisipasi masyarakat miskin dalam proses pembangunan
ü Memperkuat perekonomian rakyat ü Penguatan basis ekonomi lokal yang ditujukan masyarakat miskin.
5 FAKTOR KUNCI (1) SDA Akses terhadap sumber daya lokal
1. 2. 3. 4.
(2) SDM Keterampilan, motivasi, dan financial literacy
(3) Sosial Networking (pasar dan informasi)
(4) Finansial Akses modal, tabungan, dan asuransi
(5) Infrastruktur Akses transport, air bersih, dan sanitasi
Refocusing pendekatan pemberdayaan dengan fokus membangun manusianya Membangun perilaku masyarakat miskin menjadi mandiri dan pro-aktif (contoh: dengan membiasakan menabung dan berkelompok) Menjaga kesinambungan melalui pendampingan intensif dan peningkatan kapasitas Meningkatkan peran pemda dan swasta untuk mengidentifikasi potensi ekonomi lokal dan membangun jaringan pasar 30
Perluasan Akses bagi Usaha Mikro dan Kecil Peningkatan Kemampuan UMKM untuk Berkembang Secara Berkelanjutan Bank 22,6%
Optimalisasi Dukungan Bagi UMKM
Keterangan: sumber pembiayaan non bank mencakup (i) modal pribadi, (ii) pinjaman dari keluarga/teman, koperasi, LKM, lembaga keuangan lainnya, dan (iii) bantuan pemerintah
Kualitas SDM:
Nilai tambah & pemasaran:
Rp
Akses pembiayaan:
Kelembagaan usaha:
Sumber: Bank Indonesia, 2016 (diolah)
Kemudahan, kepastian dan perlindungan usaha
• • •
Jenis dukungan bantuan teknis, stimulan, insentif, inisiasi dukungan yang belum tersedia, misalnya seed/start-up capital bagi wirausaha baru Jangkauan dan jangka waktu pemberian dukungan Sinergi dan kemitraan dengan dunia usaha
Sumber: ASEAN SME Policy Index 2014
31
Mengurangi Beban Masyarakat Kurang Mampu Melalui Bantuan Tepat Sasaran 100% Penduduk
Perkiraan Status Sosial Ekonomi Terbawah
Basis Data Terpadu memuat individu karakteristik anggota rumah tangga, mencakup 40 persen penduduk kelompok pendapatan terbawah.
CAKUPAN PROGRAM BANTUAN/SUBSIDI
40% 36%
25% 25% 13%
Subsidi energi diberikan kepada sekitar 40% rumah tangga sangat miskin, miskin, dan rentan Bantuan Iuran kesehatan diberikan kepada 36% penduduk sangat miskin, miskin dan rentan (termasuk bayi baru lahir) Bantuan Pendidikan diberikan kepada 25% penduduk yang memiliki anak usia sekolah dari keluarga sangat miskin, miskin, dan hampir miskin Rastra/Bantuan Pangan Non-Tunai diberikan kepada 25% penduduk dari keluarga sangat miskin, miskin, dan hampir miskin
PKH diberikan kepada 13% penduduk dari keluarga termiskin
Kondisi Kesejahteraan
Jumlah Rumah Tangga
Jumlah Keluarga
Jumlah Individu
Rentan Miskin
9,0 Juta
9,5 Juta
32,2 Juta
Hampir Miskin
9,3 Juta
9,7 Juta
32,9 Juta
Miskin
2,3 Juta
2,4 Juta
8,7 Juta
Sangat Miskin
5,1 Juta
5,4 Juta
19,1 Juta
TOTAL
25,8 Juta
27,7 Juta
93,0 Juta*)
Keterangan: * Belum seluruhnya mencakup daerah dengan kondisi geografis sulit seperti Provinsi Papua dan Papua Barat. Sangat miskin Miskin Hampir miskin Rentan miskin
: kurang dari 0,8 Garis Kemiskinan : Sekitar GK (0,8-1) : sekitar 1,2 GK : sekitar 1,5 GK
32
Memperluas Akses Pelayanan Dasar ISU UTAMA
9,9 juta Usia 0-17 th. Tanpa Akta Lahir
14,0%
Usia SMP tidak sekolah
Tanpa identitas, penduduk dapat kehilangan akses terhadap pelayanan dasar dan sumber-sumber penghidupan yang lebih baik. 11,7 juta RT belum bisa mengakses sanitasi layak. Dan 9,8 juta RT yang belum memiliki akses terhadap air bersih
Hampir 40% imunisasi tidak lengkap 30% persalinan tidak di faskes
• 1 dari 3 anak tidak memiliki akta kelahiran • 1 dari 5 orang dewasa tidak memiliki KTP/KK • 2 dari 5 pasangan suami istri tidak memiliki akta perkawinan
2 Prosedur yang sulit Layanan yang sulit dijangkau
HAMBATAN UNTUK TERDAFTAR DAN MEMILIKI IDENTITAS HUKUM
1
Biaya untuk transportasi
5
3
4
Denda keterlambatan di beberapa wilayah
Lamanya pengurusan menyebabkan seseorang kehilangan penghasilan harian
Pembelanjaran Lombok Utara: Peningkatan cakupan akta kelahiran Ø Dari 61,78% pada Februari 2016 menjadi 81,89% dalam waktu 11 bulan. Ø Kolaborasi Disdukcapil dengan sektor pendidikan, kesehatan, dan LSM. Ø Strategi: penyederhanaan tata cara, layanan jemput bola dan bebas biaya 33
Kepadatan Penduduk Menjadi Salah Satu Penyebab Rendahnya Kepemilihan Lahan Kepadatan penduduk Indonesia sebesar
134
orang/km#
Kepadatan >1000 orang/km# terdapat di DKI Jakarta (15,328 orang/km# ), Jawa Barat (1,320 orang/km# ), Jawa Tengah (1,030 orang/km# ), DIY (1,174 orang/km# ), Banten (1,237 orang/km# ). Sumber: Publikasi Statistik Indonesia 2016 (BPS), berdasarkan data Sensus Penduduk 2010 dan Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035
34
35
LAMPIRAN
36
Pengalaman Beberapa Negara Mengatasi Ketimpangan (1/2) Pilihan Kebijakan
Program Intervensi
Pertama: Kebijakan Makro, Perdagangan, dan Tenaga Kerja yang merata dan konservatif secara fiskal, telah mendorong pertumbuhan dan berkontribusi menurunkan ketimpangan secara cepat dalam beberapa tahun Kebijakan Makro: Memperbaiki sistem perpajakan
§ Menurunkan defisit fiskal sebesar 1% dari PDB. § Menaikkan pajak langsung dan pajak tidak langsung barang mewah § Pemberian Pengecualian untuk pajak barang pokok yang dikonsumsi masyarakat miskin (pangan)
Argentina, Brazil, Uruguay: pengurangan ketimpangan cukup siqnifikan Bolivia Meksiko, dan Peru: pengurangan ketimpangan relatif sedikit
Kebijakan Perdagangan
Peningkatan rasio harga ekspor/impor untuk dikelola dengan tepat § Awalnya peningkatan volume ekspor dan kenaikan harga komoditas turut mendorong ketimpangan di beberapa negara Amerika Latin
Negara Bolivia dan Argentina mencoba mendistribusikan kembali nilai pendapatan tsb melalui pajak, dan mendistribusikan untuk pemerataan
Kebijakan Tenaga Kerja: Akses kepada sumberdaya produktif
§ Mengembangkan mata pencaharian produktif seluruh penduduk § Menciptakan lebih banyak tenaga kerja terampil § Kebutuhan lingkungan ekonomi diisi dengan mendorong investasi melalui peraturan/kebijakan yang efisien dan transparan dan yang saling menguntungkan kedua belah pihak (pekerja dan pengusaha), § Menciptakan birokrasi yang bersih dan efisien. § Penghapusan subsidi BBM 37
Pengalaman Beberapa Negara Mengatasi Ketimpangan (2/2) Pilihan Kebijakan: Program Intervensi
Keterangan
Kedua: Meningkatkan anggaran pendidikan, kesehatan bagi seluruh penduduk § Alokasi anggaran yang menguntungkan kaum miskin, berhasil menurunkan ketimpangan pendapatan hingga 14 poin, meskipun tiap negara tidak sama § Investasi pendidikan dan kesehatan sejak usia dini dalam mempersiapkan masa depan anak
§ Alokasi ini telah menurunkan Gini Rasio di beberapa negara seperti: Bolivia, 7 poin; Meksiko, 8 poin; Uruguay, 10 poin, dan Brasil, 14 poin. § Jamaica menambahkan alokasi untuk anggaran gizi dan stimulasi mental anak, agar mampu mengejar ketertinggalan di kemudian hari.
Ketiga: Memperbesar alokasi anggaran program pemerintah sebagai jaring pengaman dan perlindungan dari goncangan § Program bantuan tunai bersyarat, dan tidak bersyarat dilaksanakan secara progresif, mensasar seluruh penduduk miskin, sehingga mampu menurunkan kemiskinan § Perluasan dan penguatan jaminan sosial membantu melindungi rumah tangga kurang mampu dari guncangan seperti sakit, bencana, dan termasuk gagal panen.. § Program-program Pekerjaan Umum dapat memberikan dukungan pendapatan kepada pekerja miskin dan rentan (antara lain dengan membangun infrastruktur lokal melalui skema jaminan pekerjaan perdesaan/perluasan pekerjaan umum (seperti padat karya “cash for work”)
Brazil, Filipina, Meksiko, Argentina, Colombia, Turki, Mesir, Panama, Peru. Khusus di India dan Afrika Selatan
38