PERBEDAAN ORIENTASI PELANGGAN DITINJAU DARI TINGKAT SELF-MONITORING PADA KARYAWAN CALL CENTER PT. SERASI TRANSPORTASI NUSANTARA (O-RENZ TAXI) Nita Ratnasari Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya
Abstract.
The purpose of this study was to know the differencess customer orientation based on self-monitoring level of call center operators in PT. Serasi Transportasi Nusantara (O-renz Taxi). The first is customer orientation scale which is made by Brown, et al., (2002) and the scond is self-monitoring scale which is made by Snyder, et al., (1986) used in this research. The population of this study was 33 people. Than, data has analyzed with Independent T-Test with SPSS v.16 for Windows. The results of hypothesis testing indicate that there is a difference between customer orientation based on self-monitoring level of call center in PT. Serasi Transportasi Nusantara (O-renz Taxi). Significance level of 0,011 is lower than 0.05, so the difference is statistically significant. etasquared is 0,18890, which means the effects are large. Keywords: customer orientation, self-monitoring, call center Abstrak.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapa perbedaan orientasi pelanggan ditinjau dari tingkat self-monitoring karyawan call center PT. Serasi Transportasi Nusantara (O-Renz Taxi). Alat ukur Orientasi pelanggan yang disusun oleh Brown, dkk., (2002) dan alat ukur self-monitoring yang disusun oleh Snyder, dkk., (1986) sebagai pengumpul data utama. Jumlah populasi penelitian sebanyak 33 orang. Kemudian data dianalisis menggunakan teknik analisis statistik parametrik Independent T-test dengan bantuan program SPSS v.16 for Windows. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara kedua kelompok self-monitoring. Besar taraf signifikansi 0,011 yaitu lebih kecil dari 0,05 sehingga perbedaan yang ada signifikan secara statistik. Besar etasquared adalah 0,18890 yang berarti efek yang ditimbulkan besar. Kata Kunci : Orientasi pelanggan, self-monitoring, call center Korespondensi: Nita Ratnasari, Departemen Psikologi Industri dan Organisasi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan Surabaya 60286, e-mail:
[email protected]
116
Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol.1 No.02 , Juni 2012
Nita Ratnasari
PT. Serasi Transportasi Nusantara (ORenz Taxi) yang menjadi konteks dari penelitian ini merupakan sebuah perusahaan jasa transportasi darat yaitu taksi yang berada di kota Surabaya. Misi O-Renz Taxi yaitu menyediakan jasa taksi yang profesional dengan orientasi pada kepuasan pelanggan. Misi O-Renz Taxi tersebut sesuai dengan konsep pemasaran yang percaya bahwa organisasi akan mencapai kesuksesan pada akhirnya dengan memuaskan kebutuhan para pelanggan (Desphande, dkk, dalam Brown, dkk., 2002). Pada penelitian ini, bagian Reservation Operator (RO) menjadi fokus peneliti dalam melakukan penelitian. Reservation operation kurang lebih sebagaimana call center dalam sebuah perusahaan pada umumnya. Penelitian ini, menyebut Reservation operation dengan istilah call center, dengan pertimbangan bahwa keduanya memiliki kesamaan dalam melakukan pekerjaan, yaitu penggunaan telepon yang bersamaan dengan penggunaan layar komputer. Berdasarkan fakta-fakta dan hasil analisa peneliti memutuskan untuk meneliti bagian call center karena dari data yang diperoleh, diketahui bagian tersebut mengalami penurunan kualitas layanan yang diberikan oleh karyawan kepada pelanggan sehingga berdampak pada prosentase kepuasan pelanggan. Dari hasil penelitian yang dilakukan pihak perusahaan, diketahui pula beberapa atribut pelayanan memang mengalami penurunan sehingga menyebabkan kepuasan pelanggan menurun. Melihat keadaan saat ini, perusahaan jasa berusaha membentuk karyawannya bukan hanya berorientasi pada pasar tapi juga berorientasi pada pelanggan (Kilic & Dursun, 2007). Orientasi pelanggan itu penting, terutama untuk karyawan perusahaan jasa yang menjadi frontline dan secara langsung memberikan pelayanan kepada pelanggan (Chang, 2006). Orientasi pelanggan sendiri didefinisikan sebagai tendensi atau kecenderungan karyawan dalam memenuhi kebutuhan pelanggan dalam konteks kerja (Brown, dkk., 2002). Lebih jauh lagi, Brown, dkk (2002) mengemukakan bahwa dalam melakukan pelayanan orientasi pelanggan terdiri dari dua dimensi. Need dimention atau dimensi kebutuhan, dimensi ini merepresentasikan kebutuhan seorang penyedia jasa untuk dipercaya Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol.1 No.02 , Juni 2012
mampu memberikan kepuasan terhadap pelanggan. Enjoyment dimention atau dimensi kenikmatan yang merepresentasikan derajat kecenderungan saat mereka memberi pelayanan kepada pelanggan sekaligus mereka menikmati dalam melakukan kegiatan pemenuhan kebutuhan pelanggan tersebut (Brown, dkk., 2002). Orientasi pelanggan dapat dianalisis berdasarkan dua level, yaitu analisis pada level organisasi dan level individu pemberi jasa (Stock & Hoyer, 2005). Penelitian yang dilakukan untuk mengukur orientasi pelanggan pada tingkat individu pemberi jasa dilakukan pertama kali oleh Saxe dan Weitz (1982). Prespektif keduanya, menjelaskan bahwa orientasi pelanggan mengacu pada sejauh mana seorang pemberi jasa berusaha untuk meningkatkan kepuasan pelanggan jangka panjang, yang berakibat pada terbentuknya hubungan jangka panjang. Penelitian yang berfokus pada level individu pemberi jasa juga dilakukan oleh Brown, dkk. (2002) yang menyatakan bahwa orientasi pelanggan merupakan sebuah penilaian diri dari kecenderungan karyawan untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan derajat dimana mereka menikmati dalam melakukannya. Hingga saat ini, cukup banyak penelitian yang fokus pada faktorfaktor yang mempengaruhi derajat orientasi pelanggan di level individu pemberi jasa, salah satunya adalah pengaruh kepribadian pada perilaku orientasi pelanggan. Studi yang dilakukan Brown, dkk (2002 dalam Noor, 2006), Frei dan Mc.Daniel (1998 dalam Noor, 2006), Hogan, dkk (1984 dalam Noor, 2006), Hurley (1998 dalam Noor, 2006) dan Spinvey, dkk (1979 dalam Noor, 2006) telah meneliti lebih lanjut mengenai hubungan antara kepribadian trait seperti emosional stability, extroversion, agreebility, dan need for activity terhadap orientasi pelanggan. Penelitian lain, dilakukan oleh Noor (2006) yang menyatakan adanya hubungan positive antara self-monitoring dan self-efficacy terhadap orientasi pelanggan. Pada penelitian ini, peneliti mencoba untuk kembali meneliti self-monitoring sebagai anteseden orientasi pelanggan. Studi yang dilakukan oleh Noor (2006) menyatakan adanya hubungan positif antara selfmonitoring dan self-efficacy terhadap orientasi pelanggan. Self-monitoring berkenaan dengan
117
Perbedaan Orientasi Pelanggan ditinjau dari Tingkat Self-Monitoring pada karyawan call center PT. Serasi transportasi Nusantara (O-Renz Taxi)
konstrak psikologi sosial yang berhubungan dengan kecenderungan seseorang untuk mengatur (regulated) self- presentation-nya (Eppler, dkk., 1998 dalam Noor, 2006). Sebuah penelitian menunjukkan bahwa seseorang dengan self-monitoring tinggi, mampu meningkatkan kemampuannya untuk membaca situasi penjualan dan memodifikasi perilaku tersebut agar sesuai dengan harapan pelanggan (Eppler, dkk., 1998 dalam Noor, 2006). Spiro & Weitz (1990 dalam Noor & Muhamad, 2005) menyatakan bahwa salesman dengan trait self-monitoring tinggi memiliki peluang lebih besar untuk membangun hubungan dengan pelanggan daripada salesman yang memiliki trait self-monitoring rendah. Penelitian tersebut jika dikaitkan dengan orientasi pelanggan, tampak bahwa seseorang dengan self-monitoring tinggi memiliki kecenderungan lebih baik untuk berorientasi kepada pelanggan daripada seseorang dengan selfmonitoring rendah (Noor & Muhammad, 2005). Para peneliti menemukan bahwa salesman yang memiliki skor tinggi pada pengukuran selfmonitoring dapat menyesuaikan kepribadian mereka dalam berbagai situasi (Noor & Muhammad, 2005). Hal ini membuat orang yang memiliki self-monitoring tinggi mampu menyampaikan informasi secara tepat kepada pelanggan, memberikan harapan untuk membangun hubungan yang baik dengan pelanggan serta berkontribusi dalam peningkatan kemampuan karyawan untuk menyesuaikan diri dengan keinginan pelanggan (Noor, 2006). Berdasarkan pada hasil penelitian Noor (2006), peneliti ingin mengkaji lebih dalam mengenai perbedaan orientasi pelanggan berdasarkan tingkat self-monitoring pada karyawan call center O-Renz Taxi dengan harapan, apabila terbukti terdapat perbedaan, maka dapat menjadi pertimbangan dalam melakukan seleksi ataupun training dalam perusahaan bersangkutan Call Center Call center sendiri di definisikan sebagai sebuah lingkungan kerja dimana tugas utama yang dilakukan adalah menggunakan telepon yang secara bersamaan dengan penggunaan peralatan tampilan layar (Norman, 2005). Bagian atau departemen call center secara khusus memiliki fungsi untuk berhubungan dengan
118
pelanggan (Norman, 2005). Dalam beberapa organisasi, call center adalah karyawan yang secara langsung berhubungan dengan pelanggan untuk memberikan informasi, menjadi seorang yang pertama kali dihubungi setelah salesman menjual sebuah produk, memberikan pelayanan tambahan setelah salesman menjual produk, memberikan solusi terhadap masalah, pemesanan, dan melakukan pemesanan tiket (Anton, 2002 dalam Norman, 2005) Orientasi Pelanggan Brown, dkk., (2002), mendeskripsikan orientasi pelanggan merupakan kecenderungan karyawan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dalam konteks pekerjaan. Brown, dkk., (2002 dalam Singh & Koshy, 2008) mengartikan orientasi pelanggan sebagai kecenderungan karyawan untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan derajat dimana mereka menikmati dalam melakukannya. Orientasi pelanggan memiliki hubungan yang positif dengan performa kerja seorang salesman (Saxe & Weitz, 1982). MacKenzie (1993 dalam Kilic & Dursun, 2009) menyatakan bahwa kinerja merupakan representasi dari keseluruhan kontribusi seorang salesman dalam menunjang kesuksesan sebuah organisasi. Performa kerja dapat dilihat melalui produk yang dihasilkan oleh bakat dan kemampuan salesman tersebut, motivasi (Churcill, dkk., 1985 dalam Kilic & Dursun, 2009 ), dan kepribadian (Plank & Reid, 1994 dalam Kilic & Dursun, 2009) Lebih jauh lagi, Brown, dkk (2002) mengemukakan bahwa dalam melakukan pelayanan orientasi pelanggan terdiri dari dua dimensi. Need dimention atau dimensi kebutuhan, dimensi ini merepresentasikan kebutuhan seorang penyedia jasa untuk dipercaya mampu memberikan kepuasan terhadap pelanggan. Dimensi kedua, yaitu enjoyment dimention atau dimensi kenikmatan yang merepresentasikan derajat kecenderungan saat mereka memberi pelayanan kepada pelanggan sekaligus mereka m e n i k m a t i d a l a m m e l a k u k a n ke g i a t a n pemenuhan kebutuhan pelanggan tersebut (Brown, dkk., 2002). Self-Monitoring Self-monitoring merupakan tingkatan Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol.1 No.02 , Juni 2012
Nita Ratnasari
i n d iv i d u d a l a m m e n g a t u r p e r i l a k u nya berdasarkan situasi eksternal dan internal dan reaksi orang lain (Self-monitoring tinggi) atau atas dasar faktor internal seperti keyakinan, sikap dan minat (Self-monitoring rendah) (Snyder & Ganggested, 1986). Menurut Snyder (1987 dalam Osborn 1998), Self-monitoring merupakan suatu u s a h a ya n g d i l a k u k a n i n d iv i d u u n t u k menampilkan dirinya dihadapan orang lain dengan menggunakan informasi yang ada pada dirinya atau informasi yang ada di sekitarnya. Bringgs dan Cheek (1986 dalam Snyder & Gangested, 1986) menyempurnakan pendapat Snyder (1974 dalam dalam Snyder & Gangested, 1986) mengenai komponen self-monitoring. Bringgs dan Cheek menyatakan bahwa pendapat para pendahulunya kurang dapat digunakan untuk mengukur secara individual. Ketiga komponen yang di kemukakan oleh Bringgs dan Cheek adalah sebagai berikut: (a) Ekspressive self control, yaitu berhubungan dengan kemampuan untuk secara aktif mengontrol tingkah lakunya. Individu yang mempunyai Self-monitoring tinggi suka mengontrol tingkah lakunya agar terlihat baik, (b) Sosial Stage Presence, yaitu kemampuan untuk bertingkah laku yang sesuai dengan situasi yang dihadapi, kemampuan untuk mengubahubah tingkah laku dan kemampuan untuk menarik perhatian social, (c) Other directed self present, yaitu kemampuan untuk memainkan peran seperti yang diharapkan oleh orang lain dalam suatu situasi sosial, kemampuan untuk tanggap terhadap situasi yang dihadapai. Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Alat ukur Orientasi pelanggan yang disusun oleh Brown, dkk., (2002) dan alat ukur self-monitoring yang disusun oleh Snyder, dkk., (1986) digunakan L e v e n e 's T e st f o r E q ua lit y o f V a r ia n c e s F S ig .
V A R 00 00 2
E q ua l v a r ia n c e s a ss um e d E q ua l v a r ia n c e s no t a ss um e d
.3 2 6
.5 7 2
sebagai alat pengumpul data utama. Alat ukur orientasi pelanggan sebanyak 12 aitem ini seluruhnya merupakan aitem favorable yang terbagi dalam 2 dimensi, yaitu Need Dimention dan Enjoyement Dimention sedangkan alat ukur self-monitoring terdiri dari 8 aitem favorable dan 10 aitem unfavorable yang terbagi dalam 3 dimensi, yaitu Ekpressive self control, Social Stage Presence dan Other directed self-present. Pengujian reliabilitas alat ukur orientasi pelanggan dilakukan pada 35 orang subyek uji coba dan menunjukkan nilai Cronbach α sebesar 0,833 untuk alat ukur orientasi pelanggan dan nilai Cronbach α sebesar 0,782 untuk alat ukur self-monitoring yang berarti kedua alat ukur tersebut cukup reliabel digunakan pada penelitian ini. Penentuan ini diawali dengan menentukan subyek awal penelitian yaitu sebanyak 36 orang. Subyek tersebut kemudian d i u k u r t i n gk a t s e l f - m o n i to r i n g d e n g a n menggunakan alat ukur self-monitoring. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut kemudian peneliti menggunakan median split untuk menentukan subyek yang merupakan kelompok self-monitoring tinggi dan rendah. Berdasarkan pembagian menggunakan nilai median tersebut didapatlah 16 orang subyek penelitian yang tergolong dalam kelompok self-monitoring rendah dan 17 orang subjek penelitian termasuk kelompok self-monitoring tinggi. Analisa data skor stres kerja dilakukan dengan bantuan program SPSS v.16 for Windows. Teknik analisa data yang digunakan adalah teknik statistik parametrik independent sample t-test. Penggunaan teknik statistik tersebut ditentukan oleh hasil dari uji asumsi (uji normalitas dan homogenitas) yang dilakukan sebelumnya. Hasil uji hipotesis menggunakan teknik independent sample t-test adalah:
In d e p e nd e nt S a m pl e s T e st t -t e st f o r E q u a lit y o f M e a n s
t
df
S ig . ( 2 t a ile d)
M e an D iff e r e n c e
S t d. E r r o r D if f e r e n ce
9 5 % C o n fi de nc e I nt e r v a l o f t h e D iff e r e n c e
2 .6 8 7
31
.0 1 1
7 .0 2 2 0 6
2. 61 37 7
Lowe r 1 .6 9 1 2 3
Up p er 1 2. 35 28 9
2 .6 8 3
3 0 .6 47
.0 1 2
7 .0 2 2 0 6
2. 61 74 4
1 .6 8 1 2 7
1 2. 36 28 5
Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol.1 No.02 , Juni 2012
119
Perbedaan Orientasi Pelanggan ditinjau dari Tingkat Self-Monitoring pada Karyawan Call Center PT. Serasi Transportasi Nusantara (O-Renz Taxi)
Hipotesis kerja penelitian ini adalah 2 arah, sehingga untuk mengetahui signifikansi ini dapat dilihat melalui nilai pada kolom signifikansi 2 arah (2 tailed). Nilai signifikansi 2 arah yang kita gunakan pada tabel adalah 0,011 karena kedua kelompok diasumsikan memiliki variasi yang sama (sesuai dengan poin pertama). Nilai signifikansi dua arah bernilai 0,011 yang berarti lebih kecil dari nilai 0,05. Nilai signifikansi yang lebih kecil tersebut menunjukkan bahwa data tersebut signifikan yang artinya terdapat perbedaan. Hasil perhitungan effect size menunjukkan hasil sebesar 0,18890 maka menurut kategorisasi Cohen (1988, dalam Pallant, 2007) nilai 0,18890 termasuk kategori besar. Dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara kedua kelompok tersebut besar. Pembahasan Berdasarkan hasil analisis Independent Ttest yang dilakukan peneliti dangan menggunakan bantuan SPSS v16.0 for windows menunjukkan adanya perbedaan yang besar terkait orientasi pelanggan antara karyawan yang memiliki selfmonitoring tinggi dan rendah. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi 0,011 (Sig. < 0,05) yang artinya hipotesis kerja diterima dan hipotesis nihil ditolak. Hipotesis kerja penelitian ini berbunyi adanya perbedaan orientasi pelanggan ditinjau dari tingkat self-monitoring pada karyawan call center PT. Serasi Transportasi Nusantara (O-Renz Taxi). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa seseorang dengan self-monitoring tinggi memiliki kecenderungan lebih baik untuk berorientasi kepada pelanggan daripada seseorang dengan selfmonitoring rendah (Noor & Muhammad, 2005). Saxe dan Weitz (1982) berpendapat bahwa orientasi pelanggan terkait dengan dimensi “perhatian dengan orang lain”, orientasi pelanggan mengarah pada adanya perhatian yang seimbang baik perhatian pada diri sendiri dan perhatian pada orang lain dan orientasi pelanggan yang rendah akan berkaitan dengan rendahnya perhatian pada kebutuhan orang lain dan tinggi dalam memperhatikan kebutuhan sendiri. Orientasi pelanggan menurut Saxe dan Weitz (1982) bertujuan untuk mengungkap dan
120
memenuhi kebutuhan pelanggan dan menghindari tindakan yang dapat mengorbankan kepentingan pelanggan akan meningkatnya kemungkinan pembuatan keputusan pembelian. Karyawan yang berorientasi kepada pelanggan, memiliki motivasi untuk melayani dan memiliki kemampuan untuk membantu pelanggan membuat keputusan (Kassim, Yusoff, & Fong, 2011 dalam Noor, 2006). Hal ini diperkuat dengan pernyataan Brown., dkk (2002 dalam Wang, dkk 2011) bahwa salesman yang berorientasi kepada pelanggan cenderung untuk menikmati bagaimana mereka mengidentif ikasikan kebutuhan pelanggan dan membangun hubungan jangka panjang yang juga berdampak pada perilaku pembelian kembali oleh pelanggan Berdasarkan teori self-monitoring, individu akan menyesuaikan diri dengan situasi tertentu menggunakan banyak petunjuk yang ada pada dirinya (self-monitoring rendah) ataupun sekitarnya (self-monitoring tinggi) sebagai informasi. Individu dengan self-monitoring tinggi selalu ingin menampilkan citra diri yang positif dihadapan orang lain (Ganggested & Snyder, 2000). Eppler, dkk (1998 dalam Noor & Muhammad 2005) juga menunjukkan bahwa salesman yang memiliki kemampuan yang baik pada self-monitoring tampak bahwa mereka merubah perilaku mereka karena kenginan untuk diterima orang lain. Para peneliti menemukan bahwa salesman yang memiliki skor tinggi pada pengukuran self-monitoring dapat menyesuaikan kepribadian mereka dalam berbagai situasi (Noor & Muhammad, 2005). Hal ini membuat orang yang memiliki self-monitoring tinggi mampu menyampaikan informasi secara tepat kepada pelanggan, memberikan harapan untuk membangun hubungan yang baik dengan pelanggan serta berkontribusi dalam peningkatan kemampuan karyawan untuk menyesuaikan diri dengan keinginan pelanggan (Noor, 2006). Pendapat O'Hara, dkk (1991) menjadi bahasan yang cukup menarik jika ditinjau dari gambaran populasi Call center O-Renz Taxi yang mayoritas adalah laki-laki (26 orang) sedangkan sisanya adalah perempuan (7 orang). Terdapat 5 orang subjek yang berjenis kelamin wanita yang termasuk dalam kelompok self-monitoring tinggi yang didalam penelitian in diasumsikan bahwa Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol.1 No.02 , Juni 2012
Nita Ratnasari
seseorang dengan self-monitoring tinggi memiliki orientasi pelanggan yang tinggi pula. Hal ini menunjukkan mayoritas karyawan call center yang berjenis kelamin wanita memiliki tingkat orientasi pelanggan yang tinggi. Sedangkan sebagian lainnya, memiliki orientasi pelanggan yang rendah. Adanya karyawan call center berjenis kelamin wanita yang memiliki orientasi pelanggan rendah itu menunjukkan bahwa jenis kelamin bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi orientasi pelanggan. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian serta analisa data yang telah dilakukan, maka peneliti mendapatkan sebuah kesimpulan yang dapat menjawab pertanyaan penelitian ini. penelitian ini memiliki kesimpulan bahwa terdapat perbedaan orientasi pelanggan ditinjau dari tingkat selfmonitoring tinggi dan tingkat self-monitoring rendah pada karyawan call center PT. Serasi Transportasi (O-Renz Taxi). Kesimpulan tersebut diperoleh dari serangkaian uji yang telah dilakukan, dimulai dari uji asumsi, uji hipotesis sampai menguji besarnya effect size perbedaan antara kedua kelompok. Pengujian terhadap hipotesis dilakukan melalui teknik statistik non-parametrik Mann Whitney UTest dengan bantuan program SPSS v.16 for Windows. Hal tersebut didapatkan setelah melakukan uji asumsi dan didapatkan bahwa hanya dua dari tiga asumsi yang dapat dipenuhi oleh peneliti. Pengujian hipotesa tersebut kemudian menunjukkan bahwa kedua kelompok berbeda secara signifikan, sehingga hipotesis kerja (Ha) diterima. Penelitian ini hanya dapat digeneralisasikan pada karyawan call center PT. Serasi Transportasi (O-Renz Taxi) hal ini karena memang dari awal, peneliti bertujuan untuk mengetahui perbedaan orientasi pelanggan ditinjau dari tingkat self-monitoring tinggi dan tingkat self-monitoring rendah pada karyawan call center PT. Serasi Transportasi (O-Renz Taxi).
Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol.1 No.02 , Juni 2012
121
Perbedaan Orientasi Pelanggan Ditinjau Dari Tingkat Self-Monitoring Pada Karyawan Call Center Pt. Serasi Transportasi Nusantara (O-Renz Taxi)
Pustaka Acuan Brown, Tom J., John C. Mowen, D. Todd Donavan, & Jane W. Licata. (2002). The customer orientation of service workers: personality trait effects on self-and supervisor performance ratings. Journal of Marketing Research, 39, 110-119 Chang, Ting-Yueh. (2006). Why Service Employee Exhibit Customer-Orientation Behavior. Reaction and Toursm Management Southern Taiwan University of Technology, 1-15 Gangestad, W. Steven, & Snyder, Mark. (2000). Self-Monitoring: Appraisal and Reappraisal. Psychological Bulletin. Vol. 126, No. 4. Kilic, Ceyhan Dr., Dursun, Turkan Dr. 2007. Antecedents and Consequences of Customer Orientation: Do Individual Factors Affect Customer Orientation?. The Bussiness Review, Cambridge Summer 2007; 7,1 ; ABI/INFORM Global Kilic, Ceyhan Dr., Dursun,Turkan. (2009). An Empirical Investigation of Personality Antecedent and Performance Consequences of Customer Orientation. The Bussiness Review Cambridge, Vol. 13. No. 2, 1-7 Kim, W., & Ok, Chihyung. (2010). Customer Orientation of Service Employee and Rapport: Influence On Service-Outcome Variables in Full-Service Restaurant. Journal of Hospitality & Tourism Research, 34:34 Nor, Azila M. Noor, Ph.D., (2006). The influence of front liner's personality types on developing customer orientation behaviour: a look at Malaysian Hotel Industry. Faculty of Bussiness Management, University Utara Malaysia. Noor, Nor A., & Muhamad, Azli. (2005). Individual Faktor that Predict customer-Orientation Behavior of Malaysian Life Insurance Agents. Jounal Pengurusan 24, 125-149 Norman, Kerstin, (2005). Call Centre Work : characteristic, physical, and psychosocial exposure, and health related outcomes. Sweden : Department of Mechanical Engineering Linkoping University Osborn, S.M., Field, S. Hubert & Veres, J.G. (1998). Introversion-Extraversion, Self-Monitoring, and Applicant Performance in Situasional Panel Interview: A Field Study. Journal of Business And Psychology. 13 (2) Pallant, J. F. (2007). SPSS Survival Manual: a Step by Step Guide to Data Analysis Using SPSS. NSW: Allen & Unwin Saxe, R. & Weitz, B.A. (1982). The SOCO scale: A Measure of the customer-orientation of salespeople. Journal of Marketing Research, 19, 343-351.
122
Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol.1 No.02 , Juni 2012
Nita Ratnasari
Singh, Ramendra & Abraham Koshy. (2008). Salesperson‟s customer orientation: A reconceptualization and a new definition. Indian Institute of Management- AhmedabaNd-India. Research and Publications, W.P. No.2008-04-01. Stock, Ruth M. & Wayne D. Hoyer. (2005). An attitude-behavior model of salespeople's customer orientation. Journal of The Academy of Marketing Science, 33 (4), 536-552 Synder, M., & Gangestad, S. (1986). On the Nature of Self-Monitoring: Matters of Assessment, Matters of Valitidy. Journal of Personality and Social Psychology, 15( 1), 125-139 Wang, Lei, Howell J.P., Hinrichs, Kim T., Prieto, Leonel. (2011). Organizational citizenship behavior : the role of value/identity-based motivation. Journal of Leadership and Organizational Studies, 18(14)
Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol.1 No.02 , Juni 2012
123