PERBEDAAN KECERDASAN EMOSIONAL PADA REMAJA YANG MEMPELAJARI ALAT MUSIK DAN REMAJA YANG TIDAK MEMPELAJARI ALAT MUSIK
OLEH BERLIANA REYNITA PASARIBU 802012132
TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2016
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR Yang bertanda tangan dibawah ini: Nama
: Berliana Reynita Pasaribu
NIM
: 802012132
Program studi : Psikologi Fakultas
: Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul: PERBEDAAN KECERDASAN EMOSIONAL PADA REMAJA YANG MEMPELAJARI ALAT MUSIK DAN REMAJA YANG TIDAK MEMPELAJARI ALAT MUSIK Yang dibimbing oleh: Berta Esti Ari Prasetya, S.Psi., MA.
Adalah benar-benar hasil karya saya. Di dalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya sendiri tanpa memberikan pengakuan kepada penulis atau sumber aslinya.
Salatiga, 9 Agustus 2016 Yang memberi pernyataan,
Berliana Reynita Pasaribu
LEMBAR PENGESAHAN PERBEDAAN KECERDASAN EMOSIONAL PADA REMAJA YANG MEMPELAJARI ALAT MUSIK DAN REMAJA YANG TIDAK MEMPELAJARI ALAT MUSIK
Oleh Berliana Reynita Pasaribu 802012132
TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Disetujui pada tanggal 23 Agustus 2016 Oleh: Pembimbing
Berta Esti Ari Prasetya, S.Psi., MA. Diketahui oleh,
Disahkan oleh,
Kaprogdi
Dekan
Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS.
Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA.
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2016
PERBEDAAN KECERDASAN EMOSIONAL PADA REMAJA YANG MEMPELAJARI ALAT MUSIK DAN REMAJA YANG TIDAK MEMPELAJARI ALAT MUSIK
Berliana Reynita Pasaribu Berta Esti Ari Prasetya
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2016
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kecerdasan emosional pada remaja yang mempelajari alat musik dan remaja yang tidak mempelajari alat musik. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 100 remaja yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu 50 remaja yang mempelajari alat musik dan 50 remaja yang tidak mempelajari alat musik. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Penelitian diambil menggunakan skala Schutte Emotional Intelligence Scale (SEIS), yang disusun oleh Schutte (1998) berdasarkan aspek-aspek kecerdasan emosional menurut Salovey dan Mayer (1990) untuk mengukur kecerdasan emosional yang terdiri dari, 33 item dan 22 item yang dinyatakan valid dalam uji seleksi item dengan koefisien alpha cronbach 0,827. Berdasarkan uji perbedaan menggunakan teknik uji beda uji t diperoleh nilai t = 4,576 dengan sig. = 0,000 (p<0,05), yang menunjukkan bahwa ada perbedaan kecerdasan emosional yang signifikan pada remaja yang mempelajari alat musik dan remaja yang tidak mempelajari alat musik. Kata Kunci : kecerdasan emosional, keterlibatan dalam pembelajaran alat musik, remaja.
i
Abstract The purpose of the research is to know about difference of emotional intelligence in adolescents who learn a musical instrument and adolescents who do not learn a musical instrument. This research is quantitative. Participants in this research were 100 adolescents who were divided into two groups of 50 adolescents who learn a musical instrument and 50 adolescents who do not learn a musical instrument. The sampling technique used was purposive sampling. Were taken using a scale Schutte Emotional Intelligence Scale (SEIS) which was developed by Schutte (1998) based on aspects of emotional intelligence by Salovey and Mayer (1990) to measure emotional intelligence consists of, 33 items and 22 items that otherwise valid in the selection trials items with a cronbach alpha coefficient of 0.827. Based on the difference test using different test techniques t test obtained by value t = 4.576 with sig. = 0.000 (p <0.05), indicating that there are significant differences in emotional intelligence in adolescents who learn a musical instrument and adolescents who do not learn a musical instrument. Keywords : emotional intelligence, involvement in learning a musical instrument, adolescents.
ii
1
PENDAHULUAN Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa ini terjadi perubahan emosi dalam diri remaja. Santrock (2003) membagi masa remaja menjadi dua fase yaitu yang disebut “masa remaja awal” yang berkisar antara 12-15 tahun dan “masa remaja akhir” antara usia 15-18 tahun. Menurut Santrock (2002), salah satu karakteristik khas perkembangan remaja adalah emosi menjadi lebih labil. Pada umumnya emosi remaja tidak seimbang, seperti mudah tersinggung dan cengeng. Perubahan hormon dan pengalaman lingkungan terlibat dalam perubahan emosi di masa remaja. Remaja rentan mengalami depresi, mudah marah, mudah tersinggung, kurang mampu meregulasi emosi, yang selanjutnya dapat memicu munculnya berbagai permasalahan seperti kesulitan akademis, penyalahgunaan obat, kenakalan remaja atau gangguan makan (Santrock, 2007). Oleh karena salah satu pemicu timbulnya masalah pada remaja yaitu kurang mampu dalam meregulasi emosinya, maka remaja perlu mengembangkan kecerdasan emosi. Namun harus diperhatikan bahwa untuk mengembangkan kecerdasan emosional pada remaja bukan suatu perkara yang mudah, karena di masa ini kondisi emosi remaja masih labil. Menurut hasil survey yang dilakukan Goleman (2001), menunjukan bahwa ada kecenderungan di seluruh dunia, yaitu generasi sekarang lebih banyak mengalami kesulitan emosional daripada generasi sebelumnya. Selain itu, remaja sekarang dianggap lebih kesepian dan pemurung, lebih beringas dan kurang menghargai sopan santun, lebih gugup dan mudah cemas, lebih impulsif dan agresif (Yusuf, 2005). Dengan mengembangkan kecerdasan emosinya maka remaja dapat memiliki kecerdasan emosi yang tinggi. Remaja yang memiliki kecerdasan emosi tinggi akan mampu mengungkapkan emosinya sendiri, menampakkan kesan yang positif pada
2
dirinya, berusaha beradaptasi dengan lingkungan, mampu mengontrol perasaan dan mengungkapkan reaksi emosi yang sesuai dengan waktu dan kondisi pada saat itu terjadi, sehingga hubungan dengan orang lain dapat terjalin dengan baik. Sedangkan, remaja yang memiliki kecerdasan emosi rendah akan mengalami kesulitan dalam bergaul dan tidak dapat mengontrol emosi dan perilakunya (Tridhonanto & Beranda, 2010). Kecerdasan emosi merupakan hal yang penting karena banyak orang yang gagal dalam mengatur emosi mereka dengan baik. Seorang individu dapat gagal dalam mengontrol emosi mereka dan memunculkan emosi yang meledak kemudian berujung pada tindakan yang memalukan. Agar dapat memiliki kecerdasan emosi yang baik, individu harus dapat mengatur dan mengontrol emosi yang ada pada diri individu. Mengatur emosi yang merupakan aspek dari kecerdasan emosi ini memiliki peran penting dalam penyesuaian sosial. Hal ini didukung oleh penelitian Pattiruhu (2014), mengenai hubungan antara kecerdasan emosional dengan penyesuaian sosial pada siswa akselerasi tingkat SMP di kota Ambon yang menghasilkan korelasi yang positif dan signifikan, yang berarti bahwa semakin tinggi kecerdasan emosional siswa kelas akselerasi maka semakin tinggi penyesuaian sosial siswa akselerasi begitupun sebaliknya, semakin rendah kecerdasan emosi maka semakin rendah penyesuaian sosial siswa. Selain itu, kecerdasan emosi penting dimiliki karena berkorelasi positif dengan perilaku prososial. Dalam penelitian Winniarthy (2015) mengenai hubungan antara kecerdasan emosional dengan perilaku prososial pada remaja terdapat korelasi yang positif dan signifikan, yang berarti bahwa semakin tinggi kecerdasan emosional yang dimiliki remaja maka semakin tinggi pula kecenderungan perilaku prososial begitupun
3
sebaliknya. Kecerdasan emosi juga merupakan hal penting karena semakin tinggi kecerdasan emosi, tingkat kecemasan dalam menghadapi kompetisi juga mengalami penurunan. Hal ini didukung oleh penelitian Polii (2007) yang menunjukkan bahwa ada hubungan negatif dan signifikan antara kecerdasan emosional dengan kecemasan dalam menghadapi kompetisi akademik pada siswa SMU Kristen II Binsus Tomohon. Artinya bahwa semakin tinggi kecerdasan emosional maka akan terjadi penurunan kecemasan pada siswa dalam menghadapi kompetisi. Kemudian dalam hasil penelitian Pratama (2010) terdapat hubungan negatif antara kecerdasan emosi dengan agresivitas pada remaja awal, yang berarti bahwa semakin tinggi kecerdasan emosinya maka semakin rendah agresivitasnya demikian juga sebaliknya, semakin rendah kecerdasan emosinya maka semakin tinggi agresivitasnya. Oleh karena itu, kecerdasan emosi merupakan hal yang penting bagi individu. Menurut Salovey dan Mayer (1990), kecerdasan emosional adalah bagian dari kecerdasan sosial (social intelligence) yang meliputi kemampuan seseorang untuk memonitor emosi diri dan orang lain, mampu membedakan emosi tersebut serta menggunakannya sebagai informasi untuk menuntun pikiran dan perilaku individu. Kecerdasan emosional adalah suatu kapasitas atau kemampuan individu untuk memproses informasi secara akurat dan efisien, meliputi informasi yang relevan dengan pengenalan, konstruksi, dan pengaturan emosi pada diri sendiri dan orang lain (Salovey dan Mayer, 1990). Selain itu, Goleman (2001) juga menjelaskan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.
4
Salovey dan Mayer (1990) mengemukakan ada tiga aspek mengenai kecerdasan emosional, yaitu : a. Penilaian dan ekspresi emosi (appraisal and expression of emotion) Proses yang mendasari adanya kecerdasan emosional yang dimulai dengan adanya informasi kemudian memasuki sistem perseptualnya. Proses ini akurat karena dapat lebih cepat memahami dan menanggapi emosi mereka sendiri serta lebih dapat terampil dalam reaksi emosional serta empatik terhadap diri sendiri maupun orang lain baik secara verbal maupun nonverbal. b. Pengaturan emosi (regulation of emotion) Regulasi emosi sangat diperlukan karena dapat membangun suasana hati dan memperkuat sikap adaptif dalam diri seseorang. Kemampuan individu dan pengalaman reflektif yang mereka punya dapat membantu meningkatkan pengetahuan mengenai suasana hati mereka sendiri maupun orang lain. Selain itu, kemampuan itu dapat membantu untuk memonitor, mengevaluasi serta mengatur emosi dan mengubah sikap orang lain. c. Memanfaatkan kecerdasan emosional (utilizing emotional intelligence) Kemampuan individu untuk memanfaatkan emosi diperlukan untuk dapat memecahkan masalah dengan baik secara fleksibel, mampu berpikir kreatif, memiliki fokus jika ada masalah sehingga dapat membangun suasana hati yang pas serta mempunyai motivasi yang baik. Suasana hati dan emosi yang halus namun sistematis dapat memengaruhi beberapa komponen dan strategi yang terlibat dalam pemecahan masalah.
5
Faktor-faktor yang memengaruhi kecerdasan emosional seseorang menurut Goleman (2005) yakni : 1) Jenis kelamin, kaum perempuan akan lebih cepat terampil berbahasa sehingga mereka lebih berpengalaman dalam mengutarakan perasaannya dan lebih mudah berempati daripada kaum laki-laki, 2) Usia, dengan bertambahnya usia pada umumnya kecerdasan emosionalnya akan lebih berkembang seiring dengan berbagai interaksi yang dijumpai sehari-hari dalam lingkungan sosial seseorang, 3) Hidup berumah tangga, 4) Faktor lingkungan, 5) Faktor pendidikan. Selain itu juga, Gordon (dalam Fauzi, 2008) mengatakan bahwa perkembangan kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh rangsangan musik. Musik juga menjadi faktor penting dalam perkembangan kecerdasan emosional seseorang, karena musik dapat meningkatkan rasa empati dan keterampilan sosial yang merupakan aspek dari kecerdasan emosional. Pengaruh musik terhadap kecerdasan emosioal seseorang juga sangat kuat dan dapat memengaruhi kehidupannya. Penelitian neurologis mengatakan bahwa separuh dari otak manusia memiliki tugas untuk memproses pengalaman musik yang dapat memengaruhi kecerdasan emosional seseorang (Djohan, 2003). Dalam hal ini rangsangan musik dapat diberikan dengan adanya pemberian pendidikan musik yang didapatkan dari sekolah-sekolah musik ataupun tempat kursus-kursus musik. Yudkin (dalam Nwaneri, 2012) berpendapat bahwa pendidikan musik adalah bidang studi yang terkait dengan pengajaran dan pembelajaran musik. Bidang studi ini mencakup
semua
aspek
pembelajaran,
termasuk
psikomotor
(pengembangan
6
kemampuan), kognitif (pemerolehan pengetahuan), dan afektif, termasuk apresiasi musik dan sensitivitasnya. Musik merupakan suara yang sering sekali didengar, musik dapat menghibur jiwa, membangkitkan semangat dan menjernihkan pikiran. Musik membuat seseorang dapat mengekspresikan diri dengan bebas, dan musik dapat membuat seseorang lebih cerdas, meningkatkan daya ingat, meningkatkan kreativitas, menyehatkan tubuh, meningkatkan kecerdasan emosional, dan sebagainya. Musik telah lama dianggap memiliki pengaruh terhadap tubuh dan jiwa manusia. Musik membantu untuk memahami orang lain dan menyediakan kesempatan dalam perkembangan sosial dan emosi dalam diri seseorang. Ada beberapa pengaruh musik dalam kecerdasan emosi, yakni musik dapat memberi kepekaan dalam mengenali emosi (Juslin & Laukka, 2003), dapat membina hubungan dengan orang lain (Haas & Brandes, 2009), kemampuan dalam bermain musik dapat membantu seorang anak memiliki kemampuan untuk menjadi individu yang sejahtera (misalnya, kedisiplinan dalam bermain piano dapat membantu seorang anak untuk memiliki kedisiplinan dalam area belajar yang lain), perkembangan diri dan sosial serta mengembangkan kecerdasan emosi dalam diri seseorang (Hallam, 2005). Menurut Siegel (dalam Fauzi, 2008) ahli perkembangan otak, mengatakan bahwa musik dapat berperan dalam proses pematangan hemisfer kanan otak, walaupun dapat berpengaruh ke hemisfer sebelah kiri, oleh karena adanya cross-over dari kanan ke kiri dan sebaliknya yang sangat kompleks dari jaras-jaras neuronal di otak. Kedua hemisfer otak juga mengendalikan tugas-tugas emosional yang berbeda. Hemisfer kanan otak merupakan bagian terpenting dalam mengenali ekspresi emosi dan memproses perasaan emosional, sedangkan hemisfer kiri otak aktif saat memproses makna emosional (Vingerhoats, Berckmoes, dan Stroobant, 2003 dalam Wade & Tavris, 2008).
7
Manfaat belajar musik yang akan dirasakan oleh individu antara lain dapat membangun kecerdasan emosional, meningkatkan intelegensi dan kemampuan bersosialisasi, melatih empati, serta menumbuhkan kemampuan musikalitas pada individu (Wijaksono, 2013). Individu dengan kecerdasan emosional yang baik akan berkembang apabila sering mendengarkan musik yang memiliki irama dan nada teratur yang mana anak yang sejak kecil terbiasa mendengarkan musik akan cenderung lebih berkembang kecerdasan emosional dan intelegensinya dibandingkan dengan anak yang jarang mendengarkan musik (Sibarani, 2010). Hal ini didukung oleh beberapa penelitian yang mengkaji peran musik dalam kehidupan sehari-hari antara lain dilakukan oleh DeNora (dalam Djohan, 2010) terhadap sekelompok perempuan Amerika dan Inggris, untuk melihat bagaimana musik dapat difungsikan dalam mengolah, mempertahankan, dan meningkatkan kualitas emosi. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara nyata musik diakui memiliki sarana untuk menata dan meningkatkan kualitas diri, baik pada aspek kognitif, emosi maupun fisik. Demikian pula dengan hasil penelitian Sloboda (dalam Djohan , 2010) yang mengungkapkan bahwa musik memiliki fungsi untuk meningkatkan, mengubah emosi, dan aspek spiritual, atau membawa individu pada kondisi transenden. Kemudian hasil penelitian musik juga dapat berpengaruh terhadap kecerdasan emosi seseorang. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Ertha tentang kecerdasan emosi pria yang memainkan alat musik. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa pria yang memainkan alat musik cenderung memiliki kecerdasan emosi yang baik yang ditunjukan dengan mudahnya bergaul, mampu mengatasi masalah dengan baik, bebas mengekspresikan diri dan memperoleh ketenangan hati (Ertha, 2009).
8
Dalam penelitian sebelumnya yang berjudul “Perbedaan Kecerdasan Emosi Pada Pria Dan Wanita Yang Mempelajari Dan Yang Tidak Mempelajari Alat Musik Piano” (Khaterina & Garliah, 2012) menunjukkan bahwa ada perbedaan kecerdasan emosi yang signifikan antara individu yang mempelajari alat musik piano atau tidak mempelajari alat musik piano. Remaja pada subjek penelitian yang mempelajari alat musik piano menunjukkan kecerdasan emosi yang lebih tinggi dibandingkan dengan remaja yang tidak mempelajari alat musik piano. Hal ini disebabkan karena pelatihan musik dapat meningkatkan kemampuan individu untuk mengenali emosi yang terkandung dalam suara. Haas & Brandes (2009), juga mengatakan bahwa musik dapat membina hubungan dengan orang lain, dan dapat mengembangkan kesadaran diri dan juga berhubungan dengan motivasi dan kesuksesan. Akan tetapi, dalam kehidupan sehari-hari peneliti melihat bahwa ada beberapa individu yang dapat memainkan alat musik belum tentu memiliki kecerdasan emosi yang baik seperti individu belum dapat mengontrol emosinya, contohnya individu mudah marah dan melampiaskan kemarahannya dengan teriak, membanting pintu serta melemparkan barang yang ada disekitarnya. Peneliti juga melihat di sekitar lingkungannya ada beberapa remaja akhir yang dapat memainkan alat musik dan memiliki sebuah grup band akan tetapi, ketika remaja tersebut mengalami sebuah masalah mereka cenderung mengkonsumsi minuman beralkohol. Adapun para personil band di Indonesia seperti pemain gitaris dan pemain drum grup band Padi terlibat mengkonsumsi narkoba jenis sabu, pemain drum Izzy personil Kangen Band juga ditemukan menggunakan ganja (http://djurnal.com/6-musisi-ini-pernah-ditangkapkarena-kasus-narkoba/).
9
Kemudian ada pula seorang gitaris band yang ditangkap kedua kalinya karena terlibat dalam kasus narkoba (http://showbiz.liputan6.com/read/2372097/tertangkapnarkoba-lagi-roby-geisha-minta-maaf). Dalam hasil penelitian Rilley dan Schutte (dalam Handoko, 2009) menunjukkan bahwa prediktor penting di dalam permasalahan penyalahgunaan NAPZA adalah kecerdasan emosional yang rendah. Dari penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa para pemain musik musik dalam kasus narkoba cenderung memiliki kecerdasan emosi yang rendah. Penelitian Caruso, Mayer, dan Salovey (dalam Handoko, 2009) juga menunjukkan bahwa kecerdasan emosional yang rendah berhubungan secara signifikan dengan penyalahgunaan NAPZA, alkohol, serta dapat meningkatkan perilaku menyimpang. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, peneliti ingin meneliti masalah yang dapat dirumuskan sebagai berikut, “Apakah ada perbedaan kecerdasan emosional pada remaja yang mempelajari alat musik dan remaja yang tidak mempelajari alat musik ?”
Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah “ada perbedaan kecerdasan emosional pada remaja yang mempelajari alat musik dan remaja yang tidak mempelajari alat musik.”
10
METODE PENELITIAN Variabel Penelitian Variabel Terikat
: Kecerdasan emosional
Variabel Bebas
: Keterlibatan dalam pembelajaran alat musik : a. Mempelajari alat musik b. Tidak mempelajari alat musik
Jenis Penelitian Jenis Penelitian dalam penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan tipe penelitian kuantitatif komparatif. Penelitian komparatif merupakan penelitian
yang
bersifat
membandingkan.
Penelitian
ini
dilakukan
untuk
membandingkan persamaan dan perbedaan dua atau lebih fakta-fakta dan sifat-sifat objek yang diteliti berdasarkan kerangka pemikiran tertentu (Sugiyono, 2010). Dalam penelitian ini akan dibandingkan kecerdasan emosional pada remaja yang mempelajari alat musik dan remaja yang tidak mempelajari alat musik. Partisipan Dalam pengambilan partisipan penelitian ini, peneliti menggunakan teknik purposive sampling. Menurut Sugiyono (2010), purposive sampling adalah teknik untuk menentukan sampel penelitian dengan beberapa pertimbangan yang bertujuan agar data yang diperoleh nantinya bisa lebih representatif. Dalam hal ini, pertimbangan yang digunakan peneliti untuk remaja yang mempelajari alat musik adalah remaja SMKN 2 Kasihan Bantul Yogyakarta, berusia antara 16 – 18 tahun dan mempelajari alat musik minimal 2 tahun, sedangkan pertimbangan yang digunakan peneliti untuk remaja yang tidak mempelajari alat musik adalah remaja SMK 3 PIRI Yogyakarta yang tidak
11
mempelajari alat musik, berusia antara 16 – 18 tahun. Peneliti membagikan skala kecerdasan emosional pada siswa remaja yang mempelajari alat musik di SMKN 2 Kasihan Bantul Yogyakarta sebanyak 55 siswa dan terdapat 5 siswa remaja yang gugur karena tidak memenuhi kriteria. Kemudian peneliti membagikan skala kecerdasan emosional pada siswa remaja yang tidak mempelajari alat musik di SMK 3 PIRI Yogyakarta sebanyak 67 siswa dan terdapat 17 siswa remaja yang gugur karena tidak memenuhi kriteria. Dengan demikian terdapat 100 partisipan yang sesuai dengan kriteria yang terdiri dari 50 siswa remaja dari SMKN 2 Kasihan Bantul Yogyakarta dan 50 siswa remaja dari SMK 3 PIRI Yogyakarta. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah skala psikologi, yaitu instrumen yang dapat dipakai untuk mengukur atribut psikologis (Azwar, 1999). Skala bertingkat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert yang merupakan skala untuk mengukur kekuatan persetujuan dari pernyataanpernyataan untuk mengukur sikap. Skala yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : Schutte Emotional Intelligence Scale (SEIS Schutte et al., 1998) adalah skala yang digunakan untuk mengukur kecerdasan emosional. Schutte Emotional Intelligence Scale dibuat oleh Schutte et al (1998). Skala ini menggunakan tiga aspek kecerdasan emosional dari Salovey dan Mayer (1990) yaitu penilaian dan ekspresi emosi, pengaturan emosi, dan memanfaatkan kecerdasan emosional. Schutte Emotional Intelligence Scale menggunakan skala Likert yang terdiri dari 33 item dan menyediakan 4 pilihan jawaban, antara lain : SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju). Uji reliabilitas yang dilakukan oleh Schutte pada 346 partisipan menghasilkan Alpha Cronbach sebesar 0,90.
12
Skala ini diuji kembali oleh peneliti dengan menggunakan try out terpakai, dimana partisipan yang dipakai dalam try out akan digunakan sekaligus untuk penelitian (Hadi, 2004). Pada metode try out terpakai, penyebaran skala atau pengambilan data hanya dilakukan satu kali, dalam arti data subjek yang telah digunakan untuk uji coba digunakan sebagai data penelitian. Kriteria pemilihan item total biasanya digunakan batasan ≥ 0,30 namun apabila jumlah item yang lolos masih tidak mencukupi jumlah yang diinginkan dapat dipertimbangkan untuk menurunkan sedikit batas kriteria menjadi ≥ 0,25 (Azwar, 2012). Setelah diuji kembali, peneliti menggunakan batasan ≥ 0,25 dikarenakan banyak item yang gugur jika menggunakan batasan ≥ 0,30. Dari hasil pengujian uji seleksi item pada 33 item dengan menggunakan program SPSS for Windows Version 16.0 pada 100 siswa remaja menunjukkan bahwa ada 22 item yang memiliki daya diskriminasi yang baik dan 11 item yang gugur. Hasil pengujian alat ukur 22 item yang memiliki daya diskriminasi yang baik dengan menunjukkan hasil nilai item-total correlation ≥ 0,25 dan memiliki nilai item-total correlation yang bergerak antara 0,283 – 0,593. Berdasarkan uji reliabilitas yang dilakukan dengan program SPSS for Windows Version 16.0, didapatkan hasil dari nilai Alpha Cronbach sebesar 0,827. Azwar (2008) mengemukakan bahwa, reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas yang angkanya berada dalam rentang dari 0 sampai dengan 1. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1 berarti semakin tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya, koefisien yang semakin rendah mendekati angka 0 berarti semakin rendah reliabilitasnya. Dengan demikian hasil uji reliabilitas dikatakan reliable dan koefisien reliabilitasnya dikatakan tinggi karena pada pengujian hasil reliabilitas alat ukur menggunakan Alpha Cronbach hasilnya mendekati angka 1.
13
Metode Analisis Data Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji-t (Independent Sample T-Test) dengan memakai program SPSS for Windows Version 16.0. Uji-t yang digunakan peneliti ini berguna untuk mengetahui apakah ada perbedaan kecerdasan emosional pada remaja yang mempelajari alat musik dan remaja yang tidak mempelajari alat musik. Namun sebelum menggunakan uji-t, data yang diperoleh diuji asumsi dengan menggunakan uji normalitas dan uji homogenitas terlebih dahulu. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui data berdistribusi normal atau tidak dengan melihat hasil One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test dengan memakai program SPSS for Windows Version 16.0. Sedangkan, uji homogenitas digunakan untuk mengetahui bahwa data memiliki varian yang homogen atau tidak homogen.
14
HASIL PENELITIAN Analisis Deskriptif Berikut merupakan tabel hasil kategori variabel kecerdasan emosional dari pengukuran skala Schutte Emotional Intelligence Scale (SEIS) yang digunakan untuk menggolongkan kategori kecerdasan emosional remaja yang mempelajari alat musik dan remaja yang tidak mempelajari alat musik. Peneliti membedakan kategori dengan menggunakan rumus rentangan berdasarkan standar deviasi dan mean empiris dilihat dari kurva normal (Azwar, 2008). Berdasarkan hasil perhitungan variabel kecerdasan emosional, berikut tabel kategorisasinya: Tabel 1. Kategori Skor Kecerdasan Emosional Pada Remaja yang Mempelajari Alat Musik dan Remaja yang Tidak Mempelajari Alat Musik Interval
Kategori
Remaja yang Mempelajari Alat Musik
Remaja yang Tidak Mempelajari Alat Musik
F
Persentase
F
Persentase
Mean
22 ≤ x < 38,5
Sangat Rendah
0
0%
0
0%
38,5 ≤ x < 55
Rendah
0
0%
5
10%
55 ≤ x < 71,5
Tinggi
39
78%
42
84%
71,5 ≤ x < 88
Sangat Tinggi
11
22%
3
6%
50
100%
50
100%
Jumlah
67,58
Min
57
86
Max
52
76
StDev x = skor kecerdasan emosional
6,890
5.287
Mean
61,96
Data pada tabel 1 menunjukkan bahwa 11 (22%) remaja yang mempelajari alat musik tergolong dalam kategori kecerdasan emosional sangat tinggi, dan 39 (78%) remaja yang mempelajari alat musik tergolong dalam kategori kecerdasan emosional
15
tinggi. Skor yang diperoleh remaja yang mempelajari alat musik minimum sebesar 57 dan maksimum sebesar 86. Berdasarkan nilai rata-rata kecerdasan emosional pada remaja yang mempelajari alat musik sebesar 67,58 yang tergolong dalam kategori tinggi. Artinya, rata-rata remaja yang mempelajari alat musik memiliki kecerdasan emosional pada kategori tinggi. Sedangkan 3 (6%) remaja yang tidak mempelajari alat musik tergolong dalam kategori kecerdasan emosional sangat tinggi, 42 (84%) remaja yang tidak mempelajari alat musik tergolong dalam kategori kecerdasan emosional tinggi, dan 5 (10%) remaja yang tidak mempelajari alat musik tergolong dalam kategori kecerdasan emosional rendah. Skor yang diperoleh remaja yang tidak mempelajari alat musik minimum sebesar 52 dan maksimum sebesar 76. Berdasarkan nilai rata-rata kecerdasan emosional pada remaja yang tidak mempelajari alat musik sebesar 61,96 yang tergolong dalam kategori tinggi. Artinya, rata-rata remaja yang tidak mempelajari alat musik memiliki kecerdasan emosional pada kategori tinggi.
16
Uji Asumsi Uji asumsi yang dilakukan terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 2. Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N
REMAJA YANG
REMAJA YANG TIDAK
MEMPELAJARI ALAT
MEMPELAJARI ALAT
MUSIK
MUSIK 50
50
Mean
67.58
61.96
Std. Deviation
6.890
5.287
Absolute
.118
.090
Positive
.118
.090
Negative
-.062
-.068
Kolmogorov-Smirnov Z
.837
.635
Asymp. Sig. (2-tailed)
.485
.815
Normal Parameters
a
Most Extreme Differences
a. Test distribution is Normal.
Pada Skala Schutte Emotional Intelligence Scale (SEIS), pada kelompok remaja yang mempelajari alat musik diperoleh nilai Kolmogorov-Smirnov Test sebesar 0,837 dengan signifikansi sebesar 0,485. Sedangkan pada kelompok remaja yang tidak mempelajari alat musik diperoleh nilai Kolmogorov-Smirnov Test sebesar 0,635 dengan signifikansi sebesar 0,815. Dari hasil Kolmogorov-Smirnov Test yang didapatkan kedua kelompok memiliki taraf signifikansi > 0,05, maka kedua kelompok dikatakan berdistribusi normal.
17
Sementara dari hasil uji homogenitas dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3. Hasil Uji Homogenitas Test of Homogeneity of Variances Kecerdasan emosional Levene Statistic 3.619
df1
df2 1
Sig. 98
.060
Dari tabel di atas dapat dilihat nilai signifikansi hasil uji homogenitas dari kecerdasan emosional pada kelompok remaja yang mempelajari alat musik dan kecerdasan emosional pada kelompok remaja yang tidak mempelajari alat musik menunjukan bahwa nilai koefisien Levene Statistic sebesar 3,619 dengan signifikansi sebesar 0,060. Oleh karena nilai signifikansi 0,060 > 0,05, sehingga data yang diperoleh dikatakan bersifat homogen atau memiliki varians yang sama.
18
Uji-t Selanjutnya dilakukan uji-t (Independent Sample t-test) dengan menggunakan program SPSS for Windows Version 16.0 untuk melihat perbandingan rata-rata antara dua kelompok sampel. Hasil perhitungan uji-t, dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4. Hasil Uji-t Kecerdasan Emosional Remaja yang Mempelajari Alat Musik dan Remaja yang Tidak Mempelajari Alat Musik Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Sig. (2-
F SKO Equal variances R
assumed Equal variances not assumed
3.619
Sig.
T
.060 4.576
df
tailed)
Mean
Std. Error
Difference
Difference Difference Lower
Upper
98
.000
5.620
1.228
3.183
8.057
4.576 91.852
.000
5.620
1.228
3.181
8.059
Hasil perhitungan uji beda (uji-t), diperoleh nilai t-hitung adalah sebesar 4,576 dengan signifikansi = 0,000 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan kecerdasan emosional yang signifikan antara remaja yang mempelajari alat musik dan remaja yang tidak mempelajari alat musik dengan mean pada remaja yang mempelajari alat musik sebesar 67,58 lebih tinggi daripada remaja yang tidak mempelajari alat musik sebesar 61,96.
19
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis data penelitian mengenai perbedaan kecerdasan emosional pada remaja yang mempelajari alat musik dan remaja yang tidak mempelajari alat musik menggunakan program SPSS.16 for Windows, diperoleh nilai t-hitung 4,576 dengan signifikansi = 0,000 (p < 0,05). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kecerdasan emosional yang signifikan pada remaja yang mempelajari alat musik dan remaja yang tidak mempelajari alat musik. Berdasarkan hasil rata-rata kecerdasan emosional pada remaja yang mempelajari alat musik memiliki rata-rata sebesar 67,58 yang menunjukkan bahwa rata-rata remaja yang mempelajari alat musik lebih tinggi daripada remaja yang tidak mempelajari alat musik yang memiliki rata-rata sebesar 61,96. Hal ini didukung dengan hasil riset yang dilakukan oleh Khaterina & Garliah, (2012) yang menunjukkan bahwa ada perbedaan kecerdasan emosi yang signifikan antara individu yang mempelajari alat musik piano dan yang tidak mempelajari alat musik piano dengan signifikansi 0,000 < 0,05 yang dapat disebabkan karena adanya pelatihan musik yang dapat meningkatkan kemampuan individu untuk mengenali emosi yang terkandung dalam suara. Dalam penelitian ini, peneliti tidak mengkhususkan kelompok partisipan dengan penggunaan alat musik tertentu melainkan mengambil kelompok partisipan yang secara umum mempelajari alat musik. Akan tetapi, hasil penelitian ini pun juga membuktikan bahwa ada perbedaan kecerdasan emosional pada remaja yang mempelajari alat musik dengan remaja yang tidak mempelajari alat musik. Hal tersebut dapat disebabkan karena adanya pengaruh musik yang dapat mengembangkan kecerdasan emosi. Hal ini juga didukung oleh beberapa peneliti sebelumnya tentang pengaruh musik, yakni musik dapat memberi kepekaan dalam mengenali emosi (Juslin & Laukka, 2003), dapat
20
membina hubungan dengan orang lain (Haas & Brandes, 2009), kemampuan dalam bermain musik dapat membantu seorang anak memiliki kemampuan untuk menjadi individu yang sejahtera, perkembangan diri dan sosial serta mengembangkan kecerdasan emosi dalam diri seseorang (Hallam, 2005). Kemudian Gordon (1996) juga mengatakan, bahwa perkembangan kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh rangsangan musik. Dalam hal ini rangsangan musik dapat diberikan dengan adanya pemberian pendidikan musik yang didapatkan dari sekolah-sekolah musik ataupun tempat kursus-kursus musik. Pada penelitian ini, kedua kelompok remaja menunjukkan bahwa ada perbedaan kecerdasan emosional yang dapat dibedakan dari faktor pendidikan yang berbeda dalam masing-masing kelompok. Pada kelompok remaja yang mempelajari alat musik yang bersekolah di SMKN 2 Kasihan Bantul Yogyakarta tersebut mendapatkan pembelajaran tentang bidang studi musik karena merupakan sekolah menengah musik sehingga lebih memfokuskan siswa remaja dalam pembelajaran tentang musik. Sedangkan pada kelompok remaja yang tidak mempelajari alat musik, siswa remaja yang bersekolah di SMK 3 PIRI Yogyakarta tidak mendapatkan pendidikan musik atau pembelajaran tentang musik disekolah maupun di luar sekolah.
21
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang perbedaan kecerdasan emosional pada remaja yang mempelajari alat musik dan remaja yang tidak mempelajari alat musik, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Terdapat adanya perbedaan kecerdasan emosional yang signifikan pada remaja yang mempelajari alat musik dan remaja yang tidak mempelajari alat musik. 2. Berdasarkan hasil perhitungan rata-rata kecerdasan emosional pada remaja yang mempelajari alat musik memiliki nilai rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata pada remaja yang tidak mempelajari alat musik. Saran Adapun saran yang dapat diberikan oleh peneliti berdasarkan hasil penelitian sebagai berikut: 1. Bagi remaja Remaja yang mempelajari alat musik dapat mempertahankan dan mengembangkan kecerdasan emosionalnya dengan cara mempelajari alat musik yang telah didapatkan disekolah maupun diluar sekolah. Dan pada remaja yang tidak mempelajari alat musik dapat mengembangkan kecerdasan emosional dengan cara mempelajari alat musik diluar sekolah seperti di tempat-tempat kursus. 2. Bagi peneliti selanjutnya a. Peneliti selanjutnya diharapkan memperhatikan definisi dari mempelajari alat musik dan tidak mempelajari alat musik.
22
b. Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian tentang kecerdasan emosional
dengan
memperhatikan
faktor-faktor
yang
dapat
memengaruhi kecerdasan emosional seseorang, seperti faktor usia, faktor jenis kelamin, faktor hidup rumah tangga, dan faktor lingkungan atau faktor pengasuhan. c. Peneliti selanjutnya diharapkan menggunakan alat ukur yang telah terstandarisasi sehingga tidak perlu menguji kembali alat ukur yang akan digunakan. d. Peneliti selanjutnya juga dapat melanjutkan penelitian ini dengan berfokus pada jenis alat musik tertentu sehingga dapat mengetahui jenisjenis alat musik apa saja yang berpengaruh pada kecerdasan emosional.
23
DAFTAR PUSTAKA Azwar, S. (1999). Metodologi penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
_______. (2008). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
_______. (2012). Penyusunan skala psikologi. Edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Djohan. (2003). Psikologi musik. Yogyakarta : Penerbit Buku Baik.
______. (2010). Respons emosi musikal. Bandung: Lubuk Agung.
Ertha, A. (2009). Kecerdasan emosional pada pria yang hobi memainkan alat musik. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma. Fauzi, L. S, . (2008). Pengaruh musik terhadap perkembangan kognitif dan kecerdasan emosi. Artikel. Dalam https://luthfis.wordpress.com/2008/04/20/pengaruhmusik-terhadap-perkembangan-kognitif-dan-kecerdasan-emosi/ di akses pada 15 Januari 2016. Goleman, D. (2001). Kecerdasan emosional. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. __________. (2005). Working with emotional intelligence : kecerdasan emosi untuk mencapai puncak prestasi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Umum. Haas, R. & Brandes, V. (2009). Music that works: Contributions of biology, neurophysiology, psychology, sociology, medicine and musicology. Springer Wien New York. Hadi, S. (2004). Metodologi research jilid 1. Yogyakarta : Penerbit Andi. Hallam, S. (2005). Enhancing learning and motivation through the life span. London: Institute of Education. Handoko, I. (2009). Profil emotional intelligence pada pecandu narkoba berdasarkan 5 skala baron emotional quotient inventory (EQ-i). Tesis. Fakultas Psikologi Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta.
24
Hernowo. (2015). Tertangkap narkoba lagi, Roby Geisha minta maaf. Artikel. Dalam (http://showbiz.liputan6.com/read/2372097/tertangkap-narkoba-lagi-robygeisha-minta-maaf) diakses pada 10 Maret 2016. Juslin, P. N. & Laukka, P. (2003). Communication of emotions in vocal expression and music performance: Psychological Bulletin. 129, 770–814. Khaterina & Garliah L. (2012). Perbedaan kecerdasan emosi pada pria dan wanita yang mempelajari dan yang tidak mempelajari alat musik piano. Jurnal Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 1 (1). Maskarabet. (2015). Djurnal.com. Di akses 10 Maret 2016 melalui http://djurnal.com/6-
musisi-ini-pernah-ditangkap-karena-kasus-narkoba/. Nwaneri, C.M. (2012). Music education for employment and self productivity in Nigeria. Journal Knowledge Review, 26, (3). Pattiruhu, D. D. (2014). Hubungan antara kecerdasan emosinal dengan penyesuaian sosial pada siswa kelas akselerasi tingkat SMP di kota Ambon. Skripsi. Salatiga: Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana. Polii, E. V. (2007). Hubungan kecerdasan emosional dengan kecemasan dalam menghadapi kompetisi akademik pada siswa SMU Kristen II Binsus Tomohon. Skripsi. Salatiga: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana. Pratama, A. Y. (2010). Hubungan kecerdasan emosi dengan agresivitas pada remaja awal pendukung PERSIJA (The Jak Man). Skripsi: Fakultas Psikologi Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Salovey, P., & Mayer, J. D. (1990). Emotional intelligence. Imagination, cognition, and personality, 9, 185-211. Santrock, J. W. (2002). Life-span development : perkembangan masa hidup. Jakarta: Penerbit Erlangga. ____________. (2003). Adolescence: perkembangan remaja. Edisi 6. Jakarta: Erlangga ____________. (2007). Remaja. Ahli Bahasa: Shinto, B.A. & Sherly, S. Jakarta: Penerbit Erlangga.
25
Schutte, N. S., Malouff, J. M., Hall, L. E., Haggerty, D. J., et al. (1998). Development and validation of a measure of emotional intelligence. Personality and Individual Differences, 25, 167-177. Sibarani, I. D. (2010). Musik sangat memengaruhi kecerdasan manusia. Diakses 15 Januari 2016, melalui http://health.liputan6.com/read/258671/musik-sangatmemengaruhi-kecerdasan-manusia. Sugiyono. (2010). Metode penelitian pendidikan. Penerbit: Bandung Alfabeta. Tridhonanto, Al. & Beranda A. (2010). Meraih sukses dengan kecerdasan emosional. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Wade, C & Tavris, C. (2008). Psikologi edisi kesembilan jilid 2. Jakarta : Penerbit Erlangga. Wijaksono, H. (2013). Pengaruh musik terhadap perkembangan otak anak. Artikel. Diakses pada 15 Januari 2016 melalui http://hiburan.kompasiana.com/musik/2013/03/05/pengaruh-musik-terhadapperkembangan-otak-anak-540258.html. Winniarthy, G. F. (2015). Hubungan antara kecerdasan emosional dengan perilaku prososial pada remaja. Skripsi. Salatiga: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana. Yusuf, Syamsu. (2005). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.