JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 4 NOMOR 2
JULI 2013
Perbedaan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Model Pembelajaran Kooperatif dan Kemampuan Bahasa Indonesia
La Ode Ahmad Jazuli1 & Fitrah Helviana2 ( 1 & 2 Dosen dan Alumni Pendidikan Matematika Jurusan PMIPA FKIP Universitas Halu Oleo emai:
[email protected])
Abstrak : Penelitian eksperimen ini menggunakan desain 3x2 faktorial bertujuan mempelajari (1) perbedaan hasil belajar matematika menurut level kemampuan bahasa Indonesia dengan syarat model pembelajaran kooperatif, (2) perbedaan hasil belajar matematika menurut model pembelajaran kooperatif dengan syarat kemampuan bahasa Indonesia, (3) perbedaan dalam perbedaan hasil belajar matematika menurut kemampuan bahasa Indonesia (Bj) dengan syarat khusus model pembelajaran kooperatif (Ai) dan perbedaan dalam perbedaan hasil belajar matematika menurut model pembelajaran kooperatif dengan syarat kemampuan bahsa Indonesia. Hasil analisis berdasarkan Statistik Uji-t melalui analisis varian dua jalur dalam menguji hipotesis perbedaan dalam perbedaan hasil belajar matematika menurut faktor Bj dengan syarat Ai mempunyai perbedaan yang signifikan. Kata kunci: Pembelajaran Jigsaw (A=1), Think Talk Write (TTW), Student Team Achivement Divisions (STAD), Kemampuan bahasa Indonesia PENDAHULUAN Masalah kualitas pembelajaran matematika di Indonesia dalam rangka menciptakan sistem pendidikan nasional yang mantap, berorientasi pada pencapaian tujuan pendidikan nasional serta mampu menjawab tantangan masa kini dan masa depan menjadi hal yang sangat diperhatikan dan dicarikan solusinya dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan secara nasional. Pendidikan nasional dewasa ini terus ditata dan dikembangkan dengan memberikan prioritas pada aspek-aspek yang dipandang strategis bagi masa depan bangsa. Prioritas tersebut adalah pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang bersamaan dengan peningkatan mutu, relevansi dan efisiensi pada semua jenis, jenjang dan jalur pendidikan. Peningkatan mutu dan
relevansi pendidikan pada semua jenis, jenjang, jalur dan satuan pendidikan perlu terus dilanjutkan, mengingat tuntutan sektor – sektor pembangunan dan masyarakat umumnya terhadap pendidikan yang bermutu semakin besar. Implikasinya ialah model pembelajaran perlu lebih ditingkatkan, peningkatan mutu guru perlu ditangani secara lebih intensif, dan pengelolaan sumber daya pendidikan yang tersedia dilakukan lebih baik lagi. Sistem pendidikan yang sudah maju dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) menyebabkan meningkatnya kebutuhan dalam bidang pendidikan. Suatu sistem pendidikan terdiri dari komponenkomponen atau bagian-bagian yang menjadi inti dari proses pendidikan. Komponen atau faktor191
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 4 NOMOR 2
faktor tersebut terdiri dari tujuan, peserta didik, pendidik, alat pendidik dan lingkungan. Faktorfaktor atau komponen sistem pendidikan tersebut, berkaitan erat satu dan lainnya, dan merupakan suatu kesatuan yang tak terpisahkan. Maksud sistem pendidikan nasional tersebut adalah satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan aktivitas pendidikan yang berkaitan satu dengan lainnya untuk mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, secara jelas disebutkan tujuan pendidikan nasional, yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Trianto, 2009:1). Pendidikan merupakan upaya dalam mempengaruhi individu agar berkembang menjadi manusia yang sesuai dengan yang dikehendaki. Dalam pendidikan, terjadi proses pengembangan potensi manusiawi dan proses pewarisan kebudayaan. Pendidikan merupakan kegiatan yang melibatkan individu (manusia) yang berperilaku yang disebut dengan perilaku pendidikan. Perilaku pendidikan diwujudkan oleh mereka yang secara langsung ataupun tidak langsung, terlibat dalam pendidikan seperti pendidik (guru, pengajar), peserta didik (murid, pelajar, mahasiswa), pengelola pendidikan, administrator pendidikan, perencanaan pendidikan, peneliti pendidikan, lingkungan pendidikan (orang tua, masyarakat, dsb) (Surya, 2004:4). Perkembangan ilmu pengetahuan yang ada sekarang sudah demikian pesatnya terutama ilmu yang sangat berkaitan dengan kehidupan. Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memiliki peran penting dalam kehidupan.
JULI 2013
Matematika sebagai ilmu dasar dari ilmu pengetahuan lainnya adalah hal yang sangat penting untuk diketahui karena matematika tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini yang dikenal dengan PAUD, Sekolah Dasar, sampai Perguruan Tinggi selalu melibatkan matematika pada mata pelajaran wajib atau kuliah. Kegunaan matematika bukan hanya memberikan kemampuan dalam perhitunganperhitungan kuantitatif, tetapi juga dalam penataan cara berpikir, terutama dalam pembentukan kemampuan menganalisis, melakukan evaluasi hingga kemampuan memecahkan masalah. Akan tetapi, pada kenyataannya banyak siswa yang masih beranggapan bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang sulit dan membosankan karena memiliki objek yang abstrak. Hal ini dapat mengakibatkan dampak yang tidak baik, antara lain siswa menjadi malas, kurangnya minat dan motivasi dalam mengikuti pelajaran. Kondisi tersebut menunjukkan perlu adanya perubahan dan perbaikan dalam usaha meningkatkan kualitas pembelajaran dan mengatasi kesulitan belajar matematika. Oleh karena itu, dibutuhkan model pembelajaran yang mampu menciptakan suasana belajar yang sehat dan menyenangkan agar para siswa dapat memiliki motivasi dan senang belajar matematika sehingga mengoptimalkan hasil belajar siswa. Pembelajaran pada umumnya mengandung dua unsur penting yaitu proses dan hasil belajar. Proses adalah kegiatan yang dilaksanakan siswa dalam mencapai tujuan pengajaran, sedangkan hasil belajar adalah berupa kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Hasil Belajar bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa 192
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 4 NOMOR 2
setelah mengikuti kegiatan pembelajaran (Haryati, 2007: 115). Tentu diketahui bahwa untuk mewujudkan kualitas belajar yang dilakukan oleh guru dan siswa diperlukan suatu strategi khusus yang dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif sehingga aktivitas belajar siswa dapat berjalan secara maksimal. Hal ini penting dilakukan mengingat penentu hasil belajar siswa bukan hanya guru atau siswa saja tetapi keduanya harus bersinergi menjadi suatu kesatuan sehingga bersama-sama menentukan kualitas hasil belajar siswa. Membangun pemahaman siswa terhadap konsep atau aturan dalam matematika, guru perlu meninjau kembali model pembelajaran, strategi, pendekatan ataupun metode pembelajaran yang diterapkan dalam kelas. Salah satu yang dapat ditempuh guru untuk mencapai itu semua adalah dengan mengembangkan pola pembelajaran yang menekankan kerja sama antar siswa, demi membentuk individu siswa menjadi manusia yang demokratis karena dengan ini individu mengadakan relasi dan kerjasama dengan individu lain untuk mencapai tujuan bersama atau dengan kata lain guru dapat menerapkan model pembelajaran kooperatif. Menurut Eggen dan Kauchak (dalam Trianto), pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok model pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya (Trianto, 2007: 42). Dalam pembelajaran kooperatif dikenal beberapa tipe, antara lain adalah model
JULI 2013
pembelajaran tipe Jigsaw (A=1), model pembelajaran tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dan model pembelajaran kooperatif tipe TTW (Think Talk Write). Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1), terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Setiap anggota kelompok asal diberi tugas untuk mempelajari bagian tertentu yang berbeda dari bahan yang diberikan. Kemudian setiap siswa yang mempelajari topik sama saling bertemu untuk bertukar pendapat dan informasi, inilah yang disebut sebagai kelompok ahli. Setelah ini mereka kembali ke kelompok asal untuk menyampaikan informasi yang diperoleh dan mengajarkan bagian materi yang telah dipelajari kepada anggota kelompoknya. Jigsaw (A=1) didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan serta siswa akan lebih mudah dalam memecahkan masalah matematika. Think Talk Write (TTW) merupakan model pembelajaran yang dikembangkan oleh Huinker dan Laughlin. Model pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write memberikan kesempatan kepada siswa untuk memulai belajar dengan memahami permasalahan 193
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 4 NOMOR 2
terlebih dahulu, kemudian terlibat secara aktif dalam diskusi kelompok, dan akhirnya menuliskan dengan bahasa sendiri hasil belajar yang diperolehnya. Model ini merupakan model yang dapat melatih kemampuan berpikir dan berbicara peserta didik. Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yang diterapkan untuk menghadapi kemampuan siswa yang heterogen. Model pembelajaran ini dipandang sebagai model yang paling sederhana. Model ini dapat dijadikan sebagai alternatif untuk menciptakan kondisi yang variatif dalam kegiatan pembelajaran, dapat membantu guru untuk menyelesaikan masalah dalam pembelajaran, seperti rendahnya minat belajar siswa, rendahnya aktivitas proses belajar siswa ataupun rendahnya hasil belajar siswa. Sejumlah peneliti telah memperlihatkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif mampu meningkatkan hasil belajar matematika, di antaranya: (i) La Ndia dan Fredy (2011), menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa (La Ndia & Fredy, 2011: 45); (ii) Utu Rahim dan La Samutu (2010), menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar matematika baik dalam analisis secara bersamasama maupun secara terpisah (Rahim & La Samutu); (iii) Latief Sahidin dan Neni Muliani Budiman (2010), menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa (Sahidin & Neni Muliani Budiman, 2010: 23). Sanjaya (2006: 118) menyimpulkan hasil eksperimen Pavlov pembentukan tingkah laku
JULI 2013
tertentu harus dilakukan dengan berulangulang, didukung oleh Djiwandono (2002: 132) dalam membahas teori conditioning yaitu adanya latihan yang terus menerus (kontinu), Suryabrata (2002: 247) mengemukakan bahwa belajar adalah pembentukan koneksi-koneksi, Suparno (2001: 41) bagi Piaget belajar selalu mengandung unsur pembentukan dan pemahaman, Herdian (2010) menjelaskan tentang pandangan Vygostky bahwa proses belajar terjadi dari dua tahap yakni (i) saat berkolaborasi dengan orang lain, (ii) secara individual di dalamnya terjadi internalisasi, Dahar (2006: 94) menyetir pandangan Ausubel bahwa belajar dapat diklasifikasikan pada dua dimensi yaitu (i) pelajaran yang disajikan melalui penerimaan dan penemuan, (ii) struktur kognitif berkaitan dengan fakta, konsep dan generalisasi, Slameto (2003: 13) menyetir pandangan Gagne yang menyebutkan bahwa belajar memberikan dua definisi yakni (i) suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan dan keterampilan, (ii) penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari instruksi. Kemampuan berbahasa merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa termasuk hasil belajar matematika. Bahasa merupakan suatu sistem yang terdiri dari lambang-lambang, kata-kata, dan kalimatkalimat yang disusun menurut aturan tertentu dan digunakan sekelompok orang untuk berkomunikasi. Bahasa Indonesia ialah bahasa resmi Republik Indonesia sebagaimana disebutkan dalam Undang – Undang Dasar RI 1945, pasal 36 dan merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia sebagaimana disebut dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Peranan Bahasa Indonesia dapat kita lihat saat kita berbicara ataupun menulis untuk menggungkapkan hasil pemikiran. Matematika dan bahasa merupakan ilmu yang berbeda dan berdiri sendiri. Namun, bahasa dan matematika 194
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 4 NOMOR 2
memiliki kaitan yang sangat erat. Matematika sangat ditunjang oleh bahasa dan begitu juga sebaliknya. Kelambatan dalam kemampuan matematika terutama karena kesulitan dalam koreksi. Pada satu studi di sekolah, ditemukan beberapa siswa dengan fungsi bahasa memiliki kesulitan dalam matematika karena mengalami kesulitan memahami penjelasan verbal gurunya mengenai konsep dan mengerjakan penjumlahan (Behrman, Kliegman & Arvian, 2000: 131). Jika siswa tidak memahami bahasa
JULI 2013
Indonesia, dengan demikian dia juga tidak akan memahami apa yang dijelaskan oleh gurunya. Matematika sebagai bahasa simbolik menuntut adanya kemampuan bahasa dalam memahami simbol-simbol matematika sebagai notasi variabel yang diwakili dalam mempelajarinya. Dengan demikian, salah satu cara untuk memudahkan siswa dalam mempelajari matematika adalah dengan memacu siswa tersebut untuk memiliki kemampuan bahasa Indonesia dengan baik.
METODE Penelitian Eksperimen ini menggunakan mendapatkan 3 (tiga) kelas penelitian, yaitu dua desain 3x2 faktorial dilaksanakan di SMP kelas sebagai unit eksperimen dan satu kelas Negeri 3 Kendari pada semester ganjil Tahun berikutnya sebagai unit kontrol. Sementara Ajaran 2012/2013 yang terdiri dari 7 kelas teknik simple random sampling dilakukan pada saat pararel dengan jumlah siswa 245 orang sebagai random individu dengan sampel penelitian dari populasi. Pengambilan sampel dilakukan ketiga kelas berjumlah 90 orang yang diambil dengan menggunakan dua teknik, yaitu cluster berdasarkan kemampuan bahasa Indonesia, random sampling dan simple random sampling. Gambaran sampel yang terambil berdasarkan Teknik cluster random sampling dilakukan pada jumlah kelas dan jumlah siswa dalam setiap saat random kelas dengan tujuan untuk kelompok (sel), ditunjukkan dalam Tabel 1. Tabel 1 Gambaran Pengambilan Jumlah Sampel Siswa Kelas VIII Pada Setiap Sel dalam Penelitian Eksperimen di SMP Negeri 3 Kendari B Jumlah A orang B=1 B=2 A=1 15 15 30 A=2 15 15 30 A=3 15 15 30 Jumlah 45 45 90 Variabel dalam penelitian ini terdiri dari: (1) variabel bebas yang terdiri dari model pembelajaran kooperatif (faktor Ai), dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) sebagai A=1, model pembelajaran kooperatif tipe TTW sebagai A=2, model
pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai A=3. Kemampuan bahasa Indonesia (faktor Bj), dengan kemampuan bahsa Indonesia di atas rata-rata sebagai B=1 dan kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-rata sebagai B=2; (2) variabel terikat yaitu hasil belajar matematika.
195
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 4 NOMOR 2
Penelitian ini menggunakan cara Randomized Control Group Design dengan gambaran sebagai berikut : R E T O1 R K O2 Keterangan : R =random; E = eksperimen; T = true eksperimen; K = kontrol; Ok= Observasi, k= 1, 2 (O1= tes yang diberikan pada kelas eksperimen dan O2= tes yang diberikan pada kelas kontrol)…. (Djaali,1986:3), Agung (1992:88) Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan pemberian instrumen penelitian berupa lembar monitoring dan tes hasil belajar matematika berbentuk tes uraian. Monitoring dilakukan pada setiap pertemuan yaitu sebanyak enam kali pertemuan. Hasilnya dipergunakan untuk memperoleh data tentang aktivitas/partisipasi guru dan siswa. Untuk instrumen hasil belajar matematika terdiri dari: (1) definisi konseptual, (2) definisi operasional, (3) kisi-kisi dan (4) soal uraian. Instrumen hasil belajar matematika ini diambil setelah selesai proses belajar mengajar selama 6 kali pertemuan. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan perangkat program siap pakai, yaitu SPSS/PC ver. 16.0 melalaui proses IF …dan EViews-7, untuk mengji sejumlah hipotesis yakni menggunakan formula: (i)
JULI 2013
AC[(A,Y)|B=j]= π1i –π2j for each j=1,2; (ii) AC[A,Y)|A=i]= π1i –π2j for I = 1,2,3 dan (iii) Difference in Deiffereces (DID) = (π11 –π12)-( π21 – π22) … Agung (2011:166) memakai . Hasil analisis dan pembahasan dalam penelitian eksperimen ini terdiri dari (1) analisis validitas dan reliabilitas, (2) Analisis perilaku berkarakter, (3) Analisis deskriptif dan (4) analisis inferensial. Hasil analisis validitas berdasarkan penilaian panelis dilakukan peneliti dengan memberikan konsep instrumen yang telah disusun kepada 20 orang panelis, di validasi dan dipilih 10 butir soal yang valid. Selanjutnya dilakukan analisis reliabilitas terhadap instrumen hasil belajar matematika yang valid, hal ini dilakukan untuk melihat apakah instrumen tersebut memiliki kualitas yang baik dan dapat dipakai sebagai alat ukur untuk dapat mengukur hasil belajar matematika siswa. Kemudian dilakukan analisis penilaian perilaku berkarakter dimaksudkan untuk menilai karakter siswa yang meliputi aspek-aspek berikut, yaitu dapat dipercaya, menghargai, bertanggung jawab secara individu, bertanggung jawab secara sosial, adil dan peduli. Selanjutnya dilakukan analisis deskriptif dimaksudkan untuk memberikan gambaran karakteristik variabel bebas terhadap variabel terikat yang dapat dilihat melalui skor rerata dari masing-masing sel yang dibentuk oleh model pembelajaran kooperatif dan Kemampuan bahasa Indonesia.
HASIL Secara empiris hasil penelitian ini mendukung hipotesis yang diajukan yaitu masing-masing( komponen relatif mempunyai perbedaan. Hasil analisis deskriptif antara perlakuan model pembelajaran kooperatif dan level kemampuan bahasa Indonesia terhadap hasil belajar matematika ditunjukkan dalam Tabel 2. Dalam Tabel 2. berikut diperoleh rerata
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) (A=1) dan siswa dengan kemampuan bahasa Indonesia di atas rata-rata (B=1) sebesar 73,00 merupakan nilai rerata (A=1,B=1) =C(1) lebih tinggi dari kelompok siswa yang diajar model pembelajaran kooperatif tipe TTW (A=2) dan kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-rata (B=2) yang merupakan nilai rerata (A=1,B=2)=C(2). Demikian juga tehadap kelompok lainnya (A=2,B=1) =C(3), (A=2,B=2) =C(4), (A=3,B=1) =C(5) dan (A=3,B=2) =C(6).
hasil belajar untuk siswa yang diajar dengan model
196
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 4 NOMOR 2
JULI 2013
Tabel 2. Analisis Deskriptif Hasil Belajar Matematika Menurut Kombinasi Antara Faktor Model Pembelajaran Kooperatif (Ai) dan kemampuan Bahasa Indonesia (Bj) Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 08/17/13 Time: 19:54 Sample: 1 90 Included observations: 90 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
A=1,B=1 A=1,B=2 A=2,B=1 A=2,B=2 A=3,B=1 A=3,B=2
73.00000 53.86667 66.26667 41.66667 58.80000 41.73333
4.593416 4.593416 4.593416 4.593416 4.593416 4.593416
15.89231 11.72693 14.42645 9.070954 12.80093 9.085468
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.315180 0.274417 17.79022 26585.33 -383.6782 1.826878
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter.
55.88889 20.88516 8.659516 8.826170 8.726720
Dilanjutkan dengan pengelompokkan analisis crosstabulation digunakan untuk model pembelajaran kooperatif dan level memberikan gambaran distribusi banyaknya kemampuan bahasa Indonesia (melalui faktor siswa yang memperoleh nilai tertentu sel (FS6)) dan hasil belajar matematika, berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan dilakukan analisis deskriptif crosstabulation. Hasil ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3 Crosstabulation antara Faktor Sel Terhadap Hasil Belajar Matematika (FS6 * Y_B)
FS6
Total
2 (55≤Y<65) 2
Y_B 3 (65≤Y<75) 3
4 (75≤Y<85) 5
5 (Y > 85) 3
Total
11
1 (Y<55) 2
12
8
2
4
1
0
15
21
3
3
3
5
1
15
22
11
4
0
0
0
15
31
4
5
4
1
1
15
32
12
2
0
1
0
15
40
18
14
13
5
90
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 4.15, diperoleh hasil belajar matematika siswa banyak terdapat pada kategori (1) yaitu sebanyak 40
15
siswa. Untuk kategori (2) sebanyak 18 siswa, kategori (3) sebanyak 14 siswa, kategori (4)
197
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 4 NOMOR 2
JULI 2013
sebanyak 13 siswa dan pada kategori (5) homogenitas. Uji homogenitas dimaksudkan sebanyak 5 siswa. untuk mengetahui apakah variasi data variabel Sebelum melakukan analisis inferensial terikat homogen sebagai akibat dari untuk menguji hipotesis yang telah diajukan pengelompokkan data variabel bebas. melalui terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan pengujian hipotesis sebagai berikut: analisis menyangkut uji normalitas dan H0 : σ11 = σ12 = σ11 = σ21 = σ22 = σ31= σ32 vs H1: Bukan H0. Tabel 4 Hasil Analisis Kesamaan Varians Faktor Ai (i=1,2,3) dan Bj J=1,2) Terhadap Hasil Belajar Matematika (Y) Test for Equality of Variances of Y Categorized by values of B and A Date: 12/19/12 Time: 13:55 Sample: 1 90 Included observations: 90 Method Bartlett Levene Brown-Forsythe
df
Value
Probability
5 (5, 84) (5, 84)
0.568129 0.381141 0.360635
0.9894 0.8604 0.8740
Hasil analisis sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4 nilai-p = 0,8604 ˃ α=0,05. Hal ini menunjukkan bahwa H0 diterima. Dengan diterimanya hipotesis nol berdasarkan metode Barlett, Levene, dapat diambil kesimpulan bahwa data yang dipakai mendukung kebenaran asumsi bahwa pada taraf kesalahan α = 0,05 ketiga variabel Y, A, dan B mempunyai varian yang sama (homogen) antar kelompok model pembelajaran Kooperatif (Ai) dan Level Kemampuan bahasa Indonesia (Bj). Selanjutnya, dapat dilakukan analisis inferensial. Analisis inferensial diperlukan untuk menguji sejumlah hipotesis perbedaan rerata hasil belajar matematika menurut faktor (Ai) model pembelajaran kooperatif dan faktor (Bj) penguasaan bahsa Indonesia. Analisis inferensial atas 10 (sepuluh) hipotesis perbedaan rerata dengan faktor khusus atau dengan syarat tertentu pada paket program Eviews-7 adalah menggunakan perintah View/Coefficient Diagnostics/Wald Test-Coefficient
Rectrictions. Hasil analisis inferensial dari kesepuluh hipotesis yang diujikan dijabarkan sebagai berikut. Hipotesis-1 dengan pernyataan: “Rerata hasil belajar matematika untuk semua sel yang dibentuk oleh model pembelajaran kooperatif dan kemampuan bahasa Indonesia mempunyai perbedaan yang signifikan”. Hipotesis statistik yang diperlukan adalah sebagai berikut. H0 : C(1) = C(2) = C(3) = C(4) = C(5) = C(6)=0 vs H1 : Bukan H0 Berdasarkan hasil analisis Wald Test dengan menggunakan statistik Uji-F pada Tabel 5 di mana nilai F-statistic = 154,4834, df = (6,84), nilai-p = 0,000 < α = 0,05, sehingga hasil pengujian hipotesis nol (Ho) ditolak. Dengan ditolaknya Ho dapat disimpulkan bahwa Rerata hasil belajar matematika untuk semua sel yang dibentuk oleh model pembelajaran kooperatif dan kemampuan bahasa Indonesia mempunyai perbedaan yang signifikan.
198
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 4 NOMOR 2
JULI 2013
Tabel 5 Hasil Analisis Rerata Hasil Belajar Matematika Menurut Faktor Ai (i=1,2,3) dan Bj (j=1,2) Secara Simultan Wald Test: Equation: EQ01 Test Statistic F-statistic Chi-square
Value
df
Probability
154.4834 926.9005
(6, 84) 6
0.0000 0.0000
Null Hypothesis: C(1)=C(2)=C(3)=C(4)=C(5)=C(6)=0 Null Hypothesis Summary: Normalized Restriction (= 0) C(1) C(2) C(3) C(4) C(5) C(6)
Value
Std. Err.
73.00000 53.86667 66.26667 41.66667 58.80000 41.73333
4.593416 4.593416 4.593416 4.593416 4.593416 4.593416
Restrictions are linear in coefficients.
Hipotesis-2 dengan pernyataan “secara signifikan rerata hasil belajar matematika siswa
rata-rata (B=2), khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe yang mempunyai level kemampuan bahasa Jigsa (A=1). Hipotesis statistik pihak kanan Indonesia di atas rata-rata (B=1) lebih tinggi yang diperlukan untuk menguji pernyataan dibandingkan dengan siswa yang mempunyai tersebut adalah: H0 : C(1) ≤ C(2) vs H1 : level kemampuan bahasa Indonesia di bawah C(1) > C(2) Tabel 6 Hasil Pengujian hipotesis [C(1) – C(2)] dengan Syarat A=1 Wald Test: Equation: Untitled Test Statistic t-statistic F-statistic Chi-square
Value
df
Probability
2.945370 8.675204 8.675204
84 (1, 84) 1
0.0042 0.0042 0.0032
Value
Std. Err.
19.13333
6.496071
Null Hypothesis: C(1)=C(2) Null Hypothesis Summary: Normalized Restriction (= 0) C(1) - C(2) Restrictions are linear in coefficients.
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 6, dengan menggunakan statistik Uji-t diperoleh
thitung = 2,945, df = 84 dengan p-value/2 = 0,0042/2 = 0,0021 < α = 0,05. Dengan 199
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 4 NOMOR 2
JULI 2013
demikian, maka H0 ditolak. Ditolaknya Ho dapat diperlukan untuk menguji pernyataan tersebut disimpulkan bahwa secara signifikan rerata hasil adalah: belajar matematika siswa yang mempunyai level H0 : C(3) ≤ C(4) vs H1 : C(3) > C(4) Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada kemampuan bahasa Indonesia di atas rata-rata Tabel 7, dengan menggunakan statistic uji-t (B=1) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa diperoleh thitung = 3,786904, df 84 dengan pyang mempunyai level kemampuan bahasa value/2 = 0,0003/2 = 0,00015 < α = 0,05. Indonesia di bawah rata-rata (B=2), khusus Dengan demikian, maka H0 ditolak. Ditolaknya untuk siswa yang diajar dengan model Ho dapat disimpulkan bahwa secara signifikan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1). rerata hasil belajar matematika siswa yang Hipotesis-3 dengan pernyataan “secara mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia signifikan rerata hasil belajar matematika siswa diatas rata-rata (B=1) lebih tinggi dibandingkan yang mempunyai level kemampuan bahasa dengan siswa yang mempunyai level Indonesia diatas rata-rata (B=1) lebih tinggi kemampuan bahasa Indonesia di bawah ratadibandingkan dengan siswa yang mempunyai rata (B=2), khusus untuk siswa yang diajar level kemampuan bahasa Indonesia di bawah dengan model pembelajaran kooperatif TTW rata-rata (B=2), khusus untuk siswa yang diajar (A=2). dengan model pembelajaran kooperatif TTW (A=2). Hipotesis statistik pihak kanan yang Tabel 7 Hasil Pengujian hipotesis [C(3) – C(4)] dengan Syarat A=2 Wald Test: Equation: Untitled Test Statistic t-statistic F-statistic Chi-square
Value
Df
Probability
3.786904 14.34064 14.34064
84 (1, 84) 1
0.0003 0.0003 0.0002
Value
Std. Err.
24.60000
6.496071
Null Hypothesis: C(3)=C(4) Null Hypothesis Summary: Normalized Restriction (= 0) C(3) - C(4) Restrictions are linear in coefficients.
Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada Tabel 7, dengan menggunakan statistic uji-t diperoleh thitung = 3,786904, df 84 dengan p-value/2 = 0,0003/2 = 0,00015 < α = 0,05. Dengan demikian, maka H0 ditolak. Ditolaknya Ho dapat disimpulkan bahwa secara signifikan rerata hasil belajar matematika siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia diatas rata-rata (B=1) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-rata (B=2), khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif TTW (A=2). Hipotesis-4 dengan pernyataan “Secara signifikan rerata hasil belajar matematika siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia di atas rata-rata (B=1) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-rata (B=2), khusus 200
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 4 NOMOR 2
JULI 2013
untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievment Division) (A=3). Hipotesis statistik pihak kanan yang diperlukan untuk menguji pernyataan tersebut adalah: H0 : C(5) ≤ C(6) vs H1 : C(5) > C(6) Tabel 8 Hasil Pengujian hipotesis [C(5) – C(6)] dengan Syarat A3 Wald Test: Equation: Untitled Test Statistic t-statistic F-statistic Chi-square
Value
Df
Probability
2.627229 6.902332 6.902332
84 (1, 84) 1
0.0102 0.0102 0.0086
Value
Std. Err.
17.06667
6.496071
Null Hypothesis: C(5)=C(6) Null Hypothesis Summary: Normalized Restriction (= 0) C(5) - C(6) Restrictions are linear in coefficients.
Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada Tabel 8, dengan menggunakan statistic uji-t diperoleh thitung = 2,627229, df 84 dengan pvalue/2 = 0,0102/2 = 0,0051 < α = 0,05. Dengan demikian, maka H0 ditolak. Ditolaknya H0 dapat disimpulkan bahwa Secara signifikan rerata hasil belajar matematika siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia di atas rata-rata (B=1) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia di bawah ratarata (B=2), khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievment Division) (A=3). Hipotesis-5 dengan pernyataan “Secara signifikan rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) (A=1) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan
model pembelajaran STAD (A=3) khusus untuk siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia di atas rata-rata (B=1). Hipotesis statistik pihak kanan yang diperlukan untuk menguji pernyataan tersebut adalah: H0 : C(1) ≤ C(5) vs H1 : C(1) > C(5) Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada Tabel 9, dengan menggunakan statistic uji-t diperoleh thitung = 2,185937, df 84 dengan pvalue/2 = 0,0316/2 = 0,0158 <α = 0,05. Dengan demikian, maka H0 ditolak. Ditolaknya H0 dapat disimpulkan bahwa Secara signifikan rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) (A=1) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran STAD (A=3) khusus untuk siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia di atas rata-rata (B=1).
201
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 4 NOMOR 2
JULI 2013
Tabel 9 Hasil Pengujian hipotesis [C(1) – C(5)] dengan Faktor Khusus B1 Wald Test: Equation: Untitled Test Statistic t-statistic F-statistic Chi-square
Value
Df
Probability
2.185937 4.778319 4.778319
84 (1, 84) 1
0.0316 0.0316 0.0288
Value
Std. Err.
14.20000
6.496071
Null Hypothesis: C(1)=C(5) Null Hypothesis Summary: Normalized Restriction (= 0) C(1) - C(5) Restrictions are linear in coefficients.
Hipotesis-6 dengan pernyataan “Rerata
mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia di atas rata-rata (B=1) mempunyai perbedaan yang signifikan. Hipotesis statistik dua pihak yang diperlukan untuk menguji pernyataan tersebut adalah: H0 : C(3) = C(5) vs H1 :
hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TTW (A=2) dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif C(3) ≠ C(5) tipe STAD (A=3) khusus untuk siswa yang Tabel 10 Hasil Pengujian hipotesis [C(3) – C(5)] dengan Faktor Khusus B1 Wald Test: Equation: Untitled Test Statistic t-statistic F-statistic Chi-square
Value
Df
Probability
1.149413 1.321150 1.321150
84 (1, 84) 1
0.2536 0.2536 0.2504
Value
Std. Err.
7.466667
6.496071
Null Hypothesis: C(3)=C(5) Null Hypothesis Summary: Normalized Restriction (= 0) C(3) - C(5) Restrictions are linear in coefficients.
Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada Tabel 10, dengan menggunakan statistic uji-t diperoleh thitung = 1,149413, df 84 dengan p-value = 0,2536 > α = 0,05. Dengan demikian, maka H0 diterima. Diterimanya H0 dapat disimpulkan bahwa rerata hasil belajar matematika untuk
siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TTW (A=2) dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (A=3) khusus untuk siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia di atas rata-rata 202
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 4 NOMOR 2
JULI 2013
(B=1) mempunyai perbedaan yang tidak Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada signifikan. Tabel 11, dengan menggunakan statistic uji-t Hipotesis-7 dengan pernyataan “Secara diperoleh thitung = 1,867796, df 84 dengan psignifikan rerata hasil belajar matematika value/2 = 0,0653/2 = 0,0376 < α = 0,05. untuk siswa yang diajar dengan model Dengan demikian, maka H0 ditolak. Ditolaknya pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) H0 dapat disimpulkan bahwa Secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang rerata hasil belajar matematika untuk siswa diajar dengan model pembelajaran STAD yang diajar dengan model pembelajaran (A=3) khusus untuk siswa yang mempunyai kooperatif tipe Jigsaw (A=1) lebih tinggi kemampuan bahasa Indonesia di bawah ratadibandingkan dengan siswa yang diajar rata (B=2). Hipotesis statisti pihak kanan yang dengan model pembelajaran STAD (A=3) diperlukan untuk menguji pernyataan tersebut khusus untuk siswa yang mempunyai adalah: H0 : C(2) ≤ C(6) vs H1 : C(2) > kemampuan bahasa Indonesia di bawah rataC(6) rata (B=2). Tabel 11 Hasil Pengujian Hipotesis [C(2) – C(6)] dengan Faktor Khusus B2 Wald Test: Equation: Untitled Test Statistic t-statistic F-statistic Chi-square
Value
Df
Probability
1.867796 3.488660 3.488660
84 (1, 84) 1
0.0653 0.0653 0.0618
Value
Std. Err.
12.13333
6.496071
Null Hypothesis: C(2)=C(6) Null Hypothesis Summary: Normalized Restriction (= 0) C(2) - C(6) Restrictions are linear in coefficients.
Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada Tabel 11, dengan menggunakan statistic uji-t diperoleh thitung = 1,867796, df 84 dengan pvalue/2 = 0,0653/2 = 0,0376 < α = 0,05. Dengan demikian, maka H0 ditolak. Ditolaknya H0 dapat disimpulkan bahwa Secara signifikan rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran STAD (A=3) khusus untuk siswa yang mempunyai
kemampuan bahasa Indonesia di bawah ratarata (B=2). Hipotesis-8 dengan pernyataan “Rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TTW (A=2) dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (A=3) khusus untuk siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-rata (B=2) mempunyai perbedaan yang signifikan. Hipotesis statistik dua pihak yang diperlukan untuk menguji pernyataan tersebut adalah: H0 : C(4) = C(6) vs H1 : C(4) ≠ C(6) 203
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 4 NOMOR 2
JULI 2013
Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada Tabel 12, dengan menggunakan statistic uji-t diperoleh thitung = -0,010263, df 84 dengan pvalue = 0,9918 > α = 0,05. Dengan demikian, maka H0 diterima. Diterimanya H0 dapat disimpulkan bahwa Rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan
model pembelajaran kooperatif tipe TTW (A=2) dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (A=3) khusus untuk siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-rata (B=2) mempunyai perbedaan yang tidak signifikan. Tabel 12 Hasil Pengujian Hipotesis [C(4) – C(6)] dengan Faktor Khusus B2
Wald Test: Equation: Untitled Test Statistic t-statistic F-statistic Chi-square
Value
Df
Probability
-0.010263 0.000105 0.000105
84 (1, 84) 1
0.9918 0.9918 0.9918
Value
Std. Err.
-0.066667
6.496071
Null Hypothesis: C(4)=C(6) Null Hypothesis Summary: Normalized Restriction (= 0) C(4) - C(6) Restrictions are linear in coefficients.
diperoleh thitung = 0,224960, df = 84 dengan pvalue = 0,8226 > α = 0,05. Dengan demikian, maka H0 diterima. Diterimanya H0 dapat disimpulkan bahwa perbedaan dalam perbedaan rerata hasil belajar matematika ditinjau dari siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia diatas rata-rata dan siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia dibawah rata-rata khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) dibandingkan dengan siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia diatas rata-rata dan siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia dibawah rata-rata khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD mempunyai perbedaan yang tidak signifikan.
Hipotesis-9 dengan pernyataan “Secara Signifikan, perbedaan dalam perbedaan rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia diatas rata-rata dibandingkan dengan siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia dibawah rata-rata khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD mempunyai perbedaan atau secara signifikan, perbedaan dalam perbedaan antara model pembelajaran (A1) dan (A3) dengan syarat (B1) dibandingkan dengan model pembelajaran (A1) dan (A3) dengan syarat (B2) mempunyai perbedaan. Hipotesis statistik untuk menguji pernyataan tersebut adalah: H0 :{C(1) - C(2)}={C(5)-C(6)} vs H1 : {C(1) - C(2)} ≠ {C(5) - C(6)}
Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada Tabel 13, dengan menggunakan statistic uji-t
204
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 4 NOMOR 2
JULI 2013
Tabel 13 Hasil Pengujian Hipotesis Perbedaan Dalam Perbedaan [C(1) - C(2) - C(5) + C(6)] Wald Test: Equation: Untitled Test Statistic t-statistic F-statistic Chi-square
Value 0.224960 0.050607 0.050607
Df 84 (1, 84) 1
Probability 0.8226 0.8226 0.8220
Null Hypothesis: C(1)-C(2)-C(5)+C(6)=0 Null Hypothesis Summary: Normalized Restriction (= 0) C(1) - C(2) - C(5) + C(6)
Value
Std. Err.
2.066667
9.186832
Restrictions are linear in coefficients.
Hipotesis-10 dengan pernyataan “Secara signifikan, perbedaan dalam perbedaan rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia diatas rata-rata dan siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia dibawah rata-rata khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TTW dibandingkan dengan siswa yang mempunyai
level kemampuan bahasa Indonesia diatas ratarata dan siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia dibawah rata-rata khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD mempunyai perbedaan. Hipotesis statistik yang diperlukan sesuai pernyataan tersebut adalah: H0 :{ C(3) - C(4)} = {C(5) - C(6)} vs H1 : {C(3) - C(4)} ≠ {C(5) - C(6)} Tabel 14 Hasil Pengujian Hipotesis Perbedaan dalam Perbedaan Tipe-2: [C(3) - C(4) - C(5) + C(6)] Wald Test: Equation: Untitled Test Statistic t-statistic F-statistic Chi-square
Value
Df
Probability
0.820014 0.672423 0.672423
84 (1, 84) 1
0.4145 0.4145 0.4122
Null Hypothesis: C(3)-C(4)-C(5)+C(6)=0 Null Hypothesis Summary: Normalized Restriction (= 0) C(3) - C(4) - C(5) + C(6)
Value
Std. Err.
7.533333
9.186832
Restrictions are linear in coefficients.
Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada Tabel 14, dengan menggunakan statistik uji-t diperoleh thitung = 0,820014, df 84 dengan p-value = 0,4145 > α = 0,05. Dengan demikian, maka
H0 diterima. Diterimanya H0 dapat disimpulkan bahwa rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia diatas rata-rata dan siswa yang 205
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 4 NOMOR 2
mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia dibawah rata-rata khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TTW dibandingkan dengan siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia
JULI 2013
diatas rata-rata dan siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia dibawah rata-rata khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD mempunyai perbedaan yang tidak signifikan
PEMBAHASAN Perbedaan Rerata Hasil Belajar Matematika (Y) Menurut Faktor Bj dengan Syarat Ai memacu siswa tersebut untuk memiliki Perbedaan rerata hasil belajar matematika kemampuan bahasa Indonesia dengan baik. menurut Bj dengan syarat Ai terdiri dari tiga Selain itu, Signifikannya ketiga hipotesis hipotesis yaitu hipotesis 2, hipotesis 3 dan tersebut bila dilihat dari segi model hipotesis 4. Dimana ketiga hipotesis tersebut pembelajaran yang digunakan, ini berarti ketiga mempunyai perbedaan yang signifikan. model pembelajaran kooperatif yakni Jigsaw Signifikannya hipotesis 2, hipotesis 3, dan (A=1), TTW, dan STAD belum sepenuhnya hipotesis 4 memberi pengertian bahwa level efektif untuk mengangkat kemampuan siswa kemampuan bahasa Indonesia berpengaruh yang level kemampuan bahasa Indonesia di terhadap hasil belajar matematika siswa. Hal ini bawah rata-rata setara dengan kemampuan sejalan dengan yang diungkapkan Arifin Muslim siswa yang level kemampuan bahasa bahwa anak yang rendah kemampuan Indonesianya di atas rata-rata. Langkah-langkah bahasanya akan sangat sulit untuk bisa model pembelajaran yang belum diikuti dengan memahami pelajaran. Sebaliknya, anak yang sunggguh-sungguh oleh siswa khususnya siswakemampuan bahasanya tinggi mudah siswa dengan level kemampuan bahasa mempelajari dan memahami materi yang Indonesia di bawah rata-rata diduga menjadi disampaikan oleh guru. Salah satu fungsi bahasa salah satu penyebab berbedanya rerata hasil yaitu sebagai alat untuk berpikir. Sejalan dengan belajar matematika. Hal tersebut dapat dilihat uraian tersebut dapat diformulasikan bahwa dari masih besarnya selisih rerata hasil belajar makin tinggi kemampuan berbahasa seseorang, matematika siswa pada dua level kemampuan makin tinggi pula kemampuan berpikirnya. bahasa. Besarnya selisih rereta hasil belajar Makin teratur bahasa seseorang, maka makin matematika pada ketiga model pembelajaran teratur pula cara berpikirnya. Dengan kooperatif tipe Jigsaw (A=1), TTW, dan STAD berpegangan pada formula itulah, dapat dapat dilihat pada Tabel 5, Tabel 6, dan Tabel 7, dikatakan bahwa seorang siswa tidak akan berdasarkan hasil analisis baris Normalized mampu mencerna soal matematika yang Restriction (= 0) kolom Value, untuk model diberikan guru jika tidak mempunyai pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) kemampuan bahasa Indonesia yang baik. selisih rerata hasil belajar matematika pada dua Matematika sebagai bahasa simbolik menuntut level kemampuan bahasa Indonesia mencapai adanya kemampuan bahasa Indonesia dalam 19,13, untuk model pembelajaran kooperatif memahami simbol-simbol matematika sebagai tipe TTW mencapai 24,60, sedangkan untuk notasi variabel yang diwakili dalam model pembelajaran kooperafif tipe STAD mempelajarinya. Dengan demikian, salah satu mencapai 17,06. cara untuk memudahkan siswa dalam mempelajari matematika adalah dengan
206
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 4 NOMOR 2
JULI 2013
Perbedaan Rerata Hasil Belajar Matematika (Y) Menurut Faktor Ai dengan Syarat Bj Perbedaan rerata hasil belajar matematika siswa akan lebih mudah menemukan dan menurut faktor model pembelajaran kooperatif memahami konsep-konsep yang sulit apabila (Ai) dengan syarat level kemampuan bahasa mereka dapat saling mendiskusikan konsepIndonesia (Bj) terdiri dari empat hipotesis, yaitu konsep ini dengan temannya. Pembelajaran ini hipotesis 5, hipotesis 6, hipotesis 7, dan mampu mengarahkan siswa untuk aktif dalam hipotesis 8. Dimana dari keempat hipotesis itu memahami materi yang diajarkan yang pada terdapat 1 hipotesis yang menolak Ho yakni akhirnya berdampak hasil belajar matematika. hipotesis 5 dan 3 hipotesis lainnya menerima Sedangkan secara umum penerapan Ho yakni hipotesis 6, 7, dan 8. Signifikannya pembelajaran kooperatif tipe STAD hampir hipotesis 5, berarti bahwa terdapat perbedaan sama dengan belajar kelompok biasa yang rerata hasil belajar matematika antara kelas selama ini sering digunakan dalam proses eksperimen yang diajar dengan model belajar mengajar. pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) dan Sedangkan 3 hipotesis lainnya yang kelas kontrol STAD pada level kemampuan menerima Ho yakni hipotesis 6, hipotesis 7, dan bahasa Indonesia di atas rata-rata. Hal ini hipotesis 8 hal ini menunjukkan bahwa: (i) diduga karena pelaksanaan model pembelajaran rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang kooperatif tipe Jigsaw (A=1) lebih efektif diajar dengan model pembelajaran kooperatif dibandingkan dengan model pembelajaran tipe TTW dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Secara empiris dari hasil kooperatif tipe STAD khusus untuk siswa yang analisis deskriptif pada Tabel 2. Siswa-siswa level kemampuan bahasa Indonesia di atas ratapada kelas eksperimen Jigsaw (A=1) dengan rata mempunyai perbedaan yang tidak level kemampuan bahasa Indonesia di atas ratasignifikan; (ii) rerata hasil belajar matematika rata memiliki rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model sebesar 73,00, sedangkan pada kelas kontrol pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) STAD hanya sebesar 58,80. Perbedaan rerata dibandingkan model pembelajaran kooperatif nilai hasil belajar matematika diantara kedua tipe STAD khusus untuk siswa yang level kelas tersebut pada akhirnya menyebabkan kemampuan bahasa Indonesia di bawah rataadanya perbedaan selisih rerata hasil belajar rata mempunyai perbedaan yang tidak yang masih cukup besar diantara keduanya, hal signifikan; dan (iii) rerata hasil belajar ini dapat dilihat Tabel 9 pada baris Normalized matematika untuk siswa yang diajar dengan Restriction (=0) kolom Value yang mencapai model pembelajaran kooperatif tipe TTW 14,20. dibandingkan model pembelajaran kooperatif Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw tipe STAD khusus untuk siswa yang level (A=1) khususnya untuk siswa yang level kemampuan bahasa Indonesia di bawah ratakemampuan bahasa Indonesia di atas rata-rata rata mempunyai perbedaan yang tidak relatif lebih efektif karena pada model signifikan. pembelajaran ini siswa dituntut untuk dapat Tidak signifikannya hipotesis 6 diduga meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap pada model pembelajaran kooperatif tipe TTW pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran dan STAD khususnya untuk siswa dengan level orang lain dalam hal ini sebagai anggota dari kemampuan bahasa Indonesia dibawah rata-rata kelompok ahli maupun kelompok asal. Siswa telah sama efektifnya, atau dengan kata lain tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, rerata hasil belajar matematika yang diperoleh tetapi mereka juga harus siap memberikan dan siswa pada dua kelas tersebut, baik itu kelas mengajarkan materi tersebut pada anggota eksperimen TTW ataupun kelas kontrol STAD kelompoknya yang lain. Sebab secara umum relatif tidak berbeda secara signifikan atau 207
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 4 NOMOR 2
JULI 2013
bawah rata-rata hal ini dapat dikatakan bahwa untuk ketiga model pembelajaran tersebut telah sama-sama efektif, baik itu kelas eksperimen yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) dan TTW bila maupun di kelas kontrol yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD rerata hasil belajar matematika siswa tidak berbeda secara signifikan. Secara empiris dapat dilihat pada Tabel 2 berdasarkan hasil analisis deskriptif aspek mean, rerata hasil belajar matematika untuk kelas eksperimen model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) pada level kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-rata mencapai 53,86 dan untuk kelas eksperimen TTW pada level kemampuan bahasa Indonesia di bawah ratarata mencapai 41,67, sedangkan untuk kelas kontrol STAD pada level kemampuan bahasa yang sama juga mencapai 41,73. Kecilnya perbedaan rerata hasil belajar matematika yang diperoleh siswa pada level kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-rata bila diajar dengan ketiga model pembelajaran kooperatif tersebut pada akhirnya membuat perbedaan diantara ketiganya tidak terlalu signifikan atau tidak berbeda nyata. Hal ini berarti pula siswa-siswa pada level ini memiliki kemampuan yang hampir sama dalam menangkap dan memahami materi yang diberikan pada saat pembelajaran berlangsung. Kemampuan bahasa Indonesia siswa yang hampir sama inilah dinilai sebagai salah satu alasan perbedaan rerata hasil belajar matematika menjadi tidak signifikan.
nyata. Hal ini dapat dilihat dari kecilnya selisih rerata hasil belajar matematika siswa diantara keduanya yang hanya sebesar 7,46 berdasarkan Tabel 10 baris Normalized Restriction (=0) pada kolom Value. Keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe TTW maupun STAD terletak pada sintaks-sintaks pembelajaran yang digunakan. Efektifnya model pembelajaran kooperatif tipe TTW karena siswa diberi kesempatan untuk belajar sendiri, belajar sendiri pada hakekatnya mempunyai pengaruh yang baik terhadap kemampuan dalam memahami suatu konsep sebagaimana dikemukakan oleh Hudoyo (1979: 109) “……..jika siswa aktif melibatkan dirinya di dalam menemukan suatu prinsip dasar siswa itu akan mengerti konsep tersebut lebih baik, mengingat lebih lama dan mampu menggunakan konsep tersebut dalam konteks yang lain. Selain itu siswa juga diberi kesempatan untuk merefleksikan, menyusun, dan menguji ide-ide dalam kegiatan diskusi kelompok. Dan tidak signifikannya hipotesis 7 dan hipotesis 8 apabila dilihat dari kemampuan berbahasa siswa, secara teori siswa yang mempunyai kemampuan bahasa Indonesia dibawah rata-rata akan sulit untuk bisa memahami pelajaran lain, jadi baik itu siswa diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1), TTW maupun STAD hasil belajarnya tidak jauh berbeda. Tetapi bila dilihat dari model pembelajaran kooperatif yakni Jigsaw (A=1), TTW, STAD khusus untuk siswa yang kemampuan bahasa Indonesia di
Perbedaan dalam Perbedaan Rerata Hasil Belajar Matematika Menurut Faktor Kemampuan Bahasa Indonesia (Bj) dengan Syarat Model pembelajaran Kooperatif (Ai) Perbedaan dalam perbedaan rerata hasil pembelajaran pada kelompok siswa yang diajar belajar matematika menurut Bj dengan syarat Ai dengan Jigsaw (A=1), TTW dan STAD terdiri dari 2 (dua) hipotesis, yaitu hipotesis 9 keduanya sama, yakni RPP berkarakter. Penerapan RPP berkarakter yang dan hipotesis 10. Berdasarkan hasil analisis berfungsi dengan baik dalam setiap perbedaan dalam perbedaan, dari kedua hipotesis yang diajukan semuanya menunjukkan pembelajaran. Hal ini karena dalam penerapan hasil yang tidak signifiakn atau semuanya RPP berkarakter baik di kelas eksperimen maupun kelas kontrol pada setiap pembelajaran menerima H0. Tidak signifikannya perbedaan tersebut diduga akibat penerapan skenario dilakukan penyajian materi secara berulang 208
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 4 NOMOR 2
JULI 2013
matematika siswa memperlihatkan bahwa perbedaan hasil belajar matematika siswa tidak begitu besar bahkan ketika siswa dibagi dalam dua level kemampuan bahasa Indonesia dan diajar dengan tiga model pembelajaran kooperatif yang berbeda. Untuk hipotesis 9 hal ini dapat dilihat pada Tabel 13 dari baris Normalized Restriction (=0) pada kolom Value yang hanya sebesar 2,06, sedangkan untuk hipotesis 10 dapat dilihat pada Tabel 14 juga pada baris Normalized Restriction (=0) kolom Value hanya sebesar 7,53.
sebanyak tiga kali dalam satu kali tatap muka yaitu melalui penjelasan materi dari guru, pengerjaan LKS yang disertai dengan contoh dan kunci dikerjakan secara kelompok dan pengerjaan LP1 secara individu. Sebagaimana yang dikemukakan Bandura dalam Yamin bahwa fase pengulangan sebagai belajar observational yang berdasarkan kontiguitas, dimana pelajaran yang diulang-ulang akan menjadi lama bertahan dalam ingatan kita (Yamin, 2012: 130). Kecilnya selisih dari selisih atau perbedaan dalam perbedaan rerata hasil belajar KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
syarat kemampuan bahasa Indonesia (Bj). Terdiri dari 4 hipotesis yaitu hipotesis 5, hipotesis 6, hipotesis 7 dan hipotesis 8. Dimana dari 4 hipotesis tersebut terdapat 1 hipotesis yang menolak Ho yaitu hipotesis 5, hal ini berarti rerata hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) dibandingkan siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD khusus untuk siswa yang level kemampuan bahasa Indonesia diatas/sama dengan rata-rata mempunyai perbedaan yang signifikan. Sedangkan 3 hipotesis lainnya menerima Ho yaitu hipotesis 6, 7 dan 8, hal ini berarti untuk masing-masing dari 3 hipotesis itu mempunyai perbedaan yang tidak signifikan. 5. Perbedaan dalam perbedaan rerata hasil belajar matematika menurut kemampuan bahasa Indonesia yaitu level kemampuan diatas ratarata dan level kemampuan dibawah rata-rata (Bj) dengan syarat model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1), TTW, STAD (Ai). Terdiri dari 2 (dua) hipotesis, yaitu hipotesis 9 dan hipotesis 10. Dimana 2 hipotesis itu menerima Ho yang mempunyai pengertian bahwa untuk masing-masing dari 2 hipotesis itu mempunyai perbedaan yang tidak signifikan terhadap hasil belajar matematika.
1. Secara empiris, rerata hasil belajar matematika tertinggi diperoleh kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) dengan level kemampuan bahasa Indonesia di atas rata-rata (A=1, B=1) yaitu sebesar 73,00, sedangkan rerata hasil belajar matematika terendah yaitu 41,67. f rata-rata (A = 2. Dengan nilai minimum = 7, nilai maximumnya = 89, Standar deviasi = 20,885, modus = 60, dan median = 60,00. 2. Secara signifikan, rerata hasil hasil belajar matematika untuk semua sel yang dibentuk oleh model pembelajaran kooperatif (Ai) dan level kemampuan bahasa Indonesia (Bj) secara bersama-sama mempunyai perbedaan 3. Perbedaan rerata hasil belajar matematika menurut faktor kemampuan bahasa Indonsia (Bj) dengan syarat model pembelajaran kooperatif (Ai). Terdiri dari 3 hipotesis yaitu hipotesis 2, hipotesis 3, dan hipotesis 4. Dimana ketiga hipotesis itu menolak Ho yang mempunyai pengertian bahwa untuk masingmasing dari 3 hipotesis itu mempunyai perbedaan yang signifikan terhadap hasil belajar matematika 4. Perbedaan rerata hasil belajar matematika menurut faktor model pembelajaran (Ai) dengan
209
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 4 NOMOR 2
Saran Berdasarkan hasil analisis, pembahasan dan kesimpulan dalam penelitian ini dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut.
JULI 2013
pembelajaran khususnya pembelajaran matematika dengan materi Sistem Linear Dua Variabel. 3. Ketiga: Dalam proses pembelajaran tentunya memerlukan adanya perbaikan. Oleh karena itu guru dituntut agar dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dengan memilih model pembelajaran yang tepat sehingga akan lebih memotivasi siswa dalam pembelajaran di sekolah khususnya pembelajaran matematika
1. Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1), TTW, dan STAD hendaknya guru membuat perencanaan agar dalam pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan langkah–langkah model pembelajaran yang diterapkan. 2. Kedua: Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) dapat digunakan sebagai alternatif
DAFTAR RUJUKAN Agung I Gusti Ngurah. 1992. Metode Penelitian Rahim, Utu dan La Samutu.2011. Pengaruh Sosial Pemakaian Praktis Ed1. (Jakarta: PT Model Pembelajaran Kooperatif dan Umpan Gramedia Pustaka Utama). Balik Penilaian terhadap Hasil Belajar -------. 2011. Cross Section Experimetal Data Matematika. (Kendari: Jurnal Pendidikan Analysis Using EViews. (Singapore: John Matematika Volume 2 Nomor 1 LPTK Wiley & Sons (Asia) Pte. Ltd). FKIP Universitas Haluoleo dan ISPMS). Arvyaty & Munawar. 2012. Perbedaan Hasil Sahidin, Latief dan Neni. 2010. Pembelajaran Belajar Matematika Ditinjau dari Model Kooperatif tipe Make a match terhadap hasil Pembelajaran Kooperatif dan Kemampuan belajar matematika. (Kendari : Jurnal Bahasa Indonesia. (Kendari : Jurnal PMAT Vol. 2 No. 1 LPTK FKIP Pendidikan Matematika Volume 3 Nomor Universitas Haluoleo dan ISPMS). 2. Kendari : Pendidikan Matematika Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor Yang LPTK FKIP Universitas Haluoleo dan Mempenagruhinya. (Jakarta: Rineka Cipta). ISPMS). Sanjaya, Wina. 2006. Trategi Pembelajaran Behrman, Kliegman & Arvin.2000. Ilmu Berorientasi Standar Proses Pendidikan. kesehatan Anak Edisi 15. (Jakarta: EGC). (Jakarta: Kencana). Djaali dan Mulyono. 2004. Pengukuran Dalam Suryabrata, Sumadi. 2002. Psikologi Pendidikan. Pendidikan. (Jakarta: PPs UNJ). (Jakarata: PT RajaGrafindo Persada). Dahar, Ratna Willis. 2006. Teori-teori belajar dan Suparno, Paul. 2001. Teori Perkembangan Kognitif Pembelajaran. (Jakarta: Erlangga) Jean Piaget. (Yogyakarta: Kanisius) Djiwandono, Sri E.W. 2002. Psikologi Pendidikan Surya, Mohamad. 2004. Psikologi Pembelajaran Ed. Revisi. (Malang: Grasindo). dan Pengajaran. (Bandung: Pustaka Bani Haryati, Mimin. 2007. Model & Teknik Penilaian Quraisy). pada Tingkat Satuan Pendidikan. (Jakarta: Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif CP PRESS). Berorientasi Konstruktivistik. (Surabaya: Herdian. 2010. Teori-teori Belajar (Piaget, Bruner, Prestasi Pustaka). . 2009. Mendesain Model Pembelajaran Vigostky), http//herdy07. Inovatif-Progresif: Konsep,Landasan, dan wordpress.com/2010/05/27/ teori-teori Implementasinya pada Kurikulum Tingkat belajar-piaget-brune –vigotsky. Satuan Pendidikan (KTSP). (Jakarta: La Ndia dan Fredy . 2011. Upaya Meningkatkan Kencana). Hasil Belajar Matematika Siswa dengan Model Yamin, Martinis. 2012. Desain Baru Pembelajaran Pembelajaran Kooperatif. (Kendari: Jurnal Konstruktivistik. (Jakarta: Referensi). PMAT Vol. 2 No. 1 LPTK FKIP Universitas Haluoleo dan ISPMS). 210