JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
JANUARI 2014
Kesenjangan Hasil Belajar Matematika Ditinjau dari Pembelajaran Kooperatif, Kemampuan Bahasa dan IPA
The Discrepancy of Mathematics Learning Outcomes Observed From The Cooperative Learning, Language and Natural Science Capability
H. Faad Maonde Alamat: Kompleks Unhalu Lama Blok D No. 9 Kendari (93121), mobile: 085216499755, email:
[email protected]) Abstrak: Penelitian eksperimen dengan desain 3x3 faktorial bertujuan mengkaji kesenjangan hasil belajar matematika ditinjau dari model pembelajaran kooperatif, kemampuan bahasa Indonesia, bahasa Inggeris dan IPA tahun ajaran 2012/2013 di Kota Kendari. Hasil analisis menggunakan paket program EViews dengan sampel 540 orang siswa pada Sembilan SD ditemukan: (i) model pembelajaran tipe STAD dan Jigsaw lebih efektif dibandingkan tipe TSTS, (ii) perlunya pendidikan berkarakter diselipkan dalam setiap pembelajaran, dan (iii) kesenjangan tipe-1,2,3,4 hasil belajar matematika menerima hipotesis nol (H0) yang berarti bahwa perangkat pembelajaran melalui evaluasi LP-01 dalam RPP berkarakter relatif berfungsi mengangkat kelompok siswa yang rendah pemahamannya menyamai kelompok siswa yang pintar. Kata kunci: Kesenjangan, hasil belajar matematika, kooperatif STAD, Jigsaw, TSTS, kemampuan Bahasa dan IPA.
Abstrac: The experiment research with 3x3 factorial design had aim to assess the discrepancy of mathematics
learning outcomes in terms of models of cooperative learning, Indonesian language ability, English and natural science in 2012/2013 at Kendari. The results of the analysis used EViews program that involved 540 students at nine elementary Schools had discovered: (i) STAD and Jigsaw learning model are more effective than TSTS type, (ii) in any learning is needed character education, and (iii) the gap of -1, 2,3,4 type mathematics learning outcomes accept the null hypothesis (H0) which means that the set of learning by LP-01evaluation in RPP character increase relatively the low understanding group of students equall to the smart group of students. Keywords: Discrepancy, mathematics learning outcomes, STAD, Jigsaw, TSTS cooperative, language and natural science ability PENDAHULUAN Persoalan yang muncul hari ini adalah budaya korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan, perkelahian massa, kehidupan ekonomi konsumtif, kehidupan politik yang tidak produktif, dan sebagainya menjadi topik bahasan dari berbagai kesempatan pada pertemuan ilmiah. Berbagai alternatif penyelesaian diajukan seperti peraturan, undang-undang, peningkatan upaya pelaksanaan dan penerapan hukum yang lebih kuat. Alternaif lain yang banyak dikemukakan untuk mengatasi, paling tidak mengurangi
masalah budaya dan karakter bangsa yang dibicarakan adalah pendidikan. Pendidikan dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif karena pendidikan membangun generasi baru bangsa yang lebih baik sebagai program jangka panjang (Anon, 2011:20). Jika persoalan ini dibiarkan terus menerus tanpa kendali dari seluruh masyarakat atau tanpa kendali dari para penguasa kita tidak dapat membayangkan nasib generasi yang akan datang. Generasi masa datang tepergantung dari sikap dan perilaku generasi
1
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
hari ini olehnya itu sikap dan perilaku generasi hari ini harus lebih baik dan terpuji untuk dapat diikuti oleh generasi mendatang. Banyak sikap dan perilaku yang dicontohkan oleh generasi-generasi sebelum kita. Zaman kenabian dahulu ditemukan contoh-contoh yang baik buat kita dan generasi penerus untuk menggapai cita-cita perjuangan bangsa yang lebih baik misalnya (a) Nabi Sulaiman AS, memberikan contoh kepada orang-orang kaya agar selalu rendah hati dan dermawan, (b) Nabi Ayyub AS, meneladankan kesabaran walaupun sedang mengidap penyakit berat, (c) Nabi Isa AS, memberikan contoh bagaimana semestinya seorang dokter memerankan profesinya yang berusaha untuk menyembuhkan pasiennya yang sedang sakit, (d) Nabi Musa AS, harus berusaha untuk menjadi murid yang sabar selama belajar dengan gurunya dan (e) Nabi Khaidir AS, Rela tidak diberi upah dalam melaksanakan pekerjaan berat untuk membantu manusia yang sedang dalam pertolongan Elfindri ed.al (2012 :20). Masalah penting yang perlu diperhatikan dan dipecahkan dewasa ini adalah terdapatnya kesenjangan dari berbagai aspek kehidupan antara lain (i) kesenjangan ekonomi yaitu suatu perbedaan pendapatan antara sikaya dengan simiskan, (ii) kesenjangan pekerjaan yaitu suatu perbedaan antara yang mendapat pekerjaan dengan belum mendapat pekerjaan, (iii) kesenjangan perilaku yaitu perbedaan perilaku baik dengan yang tidak baik, (iv) kesenjangan pendidikan yaitu perbedaan kelompok masyarakat yang mendapat pendidikan dengan yang belum mendapat pendidikan, (v) kesenjangan kualitas pembelajaran yaitu perbedaan kualitas pembelajaran antara siswa yang pandai dengan siswa yang tidak pandai, (vi) kesenjangan kualitas guru yaitu perbedaan kemampuan materi dari sekelompok guru dengan kelompok guru lainnya yang tidak
JANUARI 2014
menguasai materi pembelajaran, (vii) dan lainlain. Maonde (2012a :13-14) menemukan kesenjangan hasil belajar matematika ditinjau dari penerapan metode mengajar dan umpan balik penilaian. Temuan ini berimplikasi pada rendahnya kualitas hasil belajar siswa terhadap pelajaran matematika yang disebabkan oleh banyak faktor antara lain : (i) tidak konprehensipnya kemampuan guru dalam materi pembelajaran matematika dari setiap jenjang pendidikan, (ii) cara penyampaian materi oleh guru masih cenderung menggunakan pola konvesional sehingga potensi yang terdapat pada diri siswa kurang ditumbuh kembangkan, (iii) kebijakan pengelola sekolah pada sistem evaluasi kenaikan kelas dan kelulusan belum sepenuhnya berdasarkan hasil yang dicapai oleh siswa. Artinya penentuan kenaikan kelas masih menggunakan perasaan yang pada gilirannya minat dan motivasi siswa untuk belajar matematika cenderung berkurang. (iv) lingkungan sekolah belum sepenuhnya mendukung terciptanya siswa untuk belajar mandiri dalam mengejar cita-cita mereka sebagai manifestasi dari pelaksanaan sistem pendidikan nasional di mana di dalamnya ditekankan tentang pendidikan berkarakter. Lanjut Maonde (2012b : 114-115) menemukan kesenjangan hasil belajar matematika ditinjau dari model pembelajaran kooperatif dan status pekerjaan orang tua siswa. Dan Maonde (2013a :124-125) menemukan kesenjangan hasil belajar matematika ditinjua dari model pembelajaran kooperatif penguasaan bahasa (Indonesia, Inggeris) dan IPA pada satuan pendidikan SMP Negeri di Kota Kendari. Guru sebagai indikator utama dalam mendorong siswa untuk belajar matematika cenderung sebagian besar belum memenuhi kompetensi yang diharapkan oleh semua pihak dalam upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dibuktikan dengan hasil 2
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
uji kompetensi guru dalam dua tahun terakhir 2011 dan 2012 masih berada di bawah ratarata Nasional dengan peringkat 20 dari 33 provinsi di Indonesia dalam Uji Komptemsi Guru (UKG) (Anon : 2013 : 1 dan 7) kolom 5-7 Koran Kendari Ekspres. Maonde (2013b: 98) dalam penelitian eksperimen dengan judul Kesenjangan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Model Pembelajaran Kooperatif, Kemampuan Bahasa dan IPA menyimpulkan (i) Penilaian diri dan keterampilan sosial pada penilaian afektif dalam RPP berkarakter siswa cenderung menjawab YA/Setuju atas pernyataan-pernyataan yang dikemukakan walaupun sekitar 12-53% menjawab Tidak, (12.13% bertanggung jawab dan 52.14% mengemukakan ide/pendapat) mereka menjawab Tidak, hal ini dapat diprediksi bahwa pendidikan berkarakter masih perlu dikembangkan dan digalakan pada semua satuan pendidikan agar siswa lebih awal memahami makna yang terkandung dalam penilaian dari dan keterampilan sosial, (ii) Perbedaan rerata hasil belajar matematika menurut level Bj (kemampuan bahasa Indonesia, kemampuan Bahasa Inggeris dan IPA) dengan syarat model pembelajaran kooperatif Ai dari 6(enam) hipotesis yang diajukan 4(empat) hipotesis menolak hipotesis nol dan 2(dua) hipotesis menerima hipotesis nol, (iii) Perbedaan rerata hasil belajar matematika menurut model pembelajaran kooperatif Ai dengan syarat Bj (kemampuan bahasa Indonesia, kemampuan Bahasa Inggeris dan IPA) dari 6(enam) hipotesis yang diajukan 4(empat) hipotesis menolak hipotesis nol dan 2(dua) hipotesis menerima hipotesis nol. Diterimanya dua hipotesis nol pada kesimpulan kedua dan ketiga belum dapat menimbulkan adanya kesenjangan hasil belajar matematika ditinjau dari model pembelajaran kooperatif dan kemampuan Bahasa dan IPA dan (iv) Adanya kesenjangan tipe-1, 2, 3 dan 4 rerata hasil belajar
JANUARI 2014
matematika menurut level Bj (kemampuan bahasa Indonesia, kemampuan Bahasa Inggeris dan IPA) dengan syarat model pembelajaran kooperatif Ai dan sebaliknya dengan syarat Bj semua menolak hipotesis nol, yang mempunyai pengertian bahwa semua perlakuan mempunyai perbedaan yang signifikan. Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu solusi untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas dan proses pembelajaran pada umumnya dan pembelajaran matematika pada khususnya. Pembelajaran kooperatif memiliki ciri khusus yakni pembelajaran yang berpusat pada siswa dibandingkan dengan pembelajaran lainnya yang berpusat pada guru. Pembelajaran dalam setiap tatap muka dengan guru membagi kelompok-kelompok kecil yang heterogen (prestasi, jenis kelamin, dan suku). Adanya kelompok heterogen ini diperlukan untuk saling membagi pengetahuan dalam kelompok diskusi yakni yang lebih dahulu mengerti memberikan kepada yang belum mengerti sehingga dalam kelompok tersebut sama-sama mengerti atau mengetahui masalah/tugas yang diberikan oleh guru dan pada gilirannya semua siswa tidak mendapat kesulitan dalam memahami tugas yang diberikan oleh guru. Pembelajaran kooperatif yang telah banyak dilaksanakan dalam penelitian eksperimen saat ini antara lain adalah (i) STAD, (ii) TSTS, (iii) TGT, (iv) Jigsaw, (v) TAI, (vi) Make A Mach (Mencari Pasangan), (vii) Group Investigation (GI). Masing-masing Model pembelajaran kooperatif mempunyai kelebihan dan kekurangan tergantung waktu, umur anak pelakasanaan di kelas dan tingkat mana diterapkan. Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif yang diterapkan dalam penelitian ini adalah (a) model pembelajaran kooperatif tipe STAD, (b) model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, dan (c) model 3
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
pembelajaran kooperatif tipe TSTS, yang dikombinasikan dengan kemampuan siswa terhadap bahasa Indonesia dan Inggeris serta kemampuan IPA yang dijadikan sebagai level (variabel bebas urutan kedua), setelah urutan pertama adalah model pembelajaran kooperatif di sekolah dasar. Madden & Slavin (1983) dalam Slavin (2005 : 43) meneliti dalam mata pelajaran matematika lokasi Baltimore, MD dengan sampel berjumlah 183 orang siswa dilaksanakan selama 7 minggu dengan hasil antara perlakuan dengan kontrol mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan. Mavarech (1985 & 1991) dalam Slavin (2005 : 53-54) penelitian pada bidang matematika di kelas 5 dengan sampel berjumlah 134 orang, diteliti selama 15 minggu, kemudian penelitian berikutnya dilaksanakan di kelas 3 dengan sampel berjumlah 117 orang siswa selama 3 bulan keduanya antara perlakuan dengan kontrol mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan. Berdasarkan kedua penelitian tersebut tidak perlu ada keragu-raguan tentang tempat pelaksanaan penelitian apakah pada tempat yang mana saja asalkan memenuhi kriteria yakni siswanya ada, tersedia fasilitas pembelajaran seperti meja, kursi, papan tulis, termasuk perangkat pembelajaran seperti rencana persiapan pembelajaran (RPP), dan lain-lain serta dengan materi yang disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik siswa dengan catatan bahwa tujuan pembelajaran terlaksana sesuai yang direncanakan. Kemampuan bahasa dalam pembelajaran menjadi faktor yang sangat penting karena berfungsi sebagai alat kemunikasi yang menghubungkan antara subyek dan obyek tertentu, dalam suatu kondisi si subyek sangat memerlukan atas komunikasi tersebut. Kita tidak dapat membayangkan jika seorang siswa yang tidak dapat berkomunikasi karena keterbatasan tidak bisa membaca dan tidak bisa menulis sekaligus tidak dapat menggunakan bahasa,
JANUARI 2014
tentu dalam penelitian ini, bukan keadaan seperti ini yang dimaksud sebagai level. Level status sekolah (negeri dan swasta) bukan sekolah negeri diajar dengan negeri dan swasta diajar dengan swasta, demikian pula level jenis kelamin (sex) yakni laki-laki dan perempuan tidak berarti bahwa level laki-laki akan diajarkan dengan laki-laki dan atau perempuan diajar dengan perempuan. Level atau tingkat/taraf kemampuan bahasa Indonesia, kemampuan bahasa Inggeris dan kemampuan IPA dipakai sebagai level dengan memperhatikan nilai/skor bahasa Indonesia, Inggeris dan IPA pada semester yang lalu, kemudian dihitung nilai rata-ratanya. Setelah itu siswa dikelompokkan di atas rata-rata dipisahkan dengan kelompok di bawah ratarata. Masing-masing siswa dengan skor di atas rata-rata level kemampuan bahasa Indonesia, Inggeris dan IPA dipasangkan dengan nilai matematika yang mereka peroleh setelah selesai pelaksanaan eksperimen. Nilai/skor itulah yang menjadi unit analisis dalam penelitian eksperimen desain anava 3x3 faktorial. Penelitian eksperimen diawali oleh para ahli psikologi diakhir abad 19 dan memasuki awal abad 20 mengadakan penelitian eksperimen tentang teori belajar. Waktu itu mereka menggunakan hewan sebagai objek eksperimen. Penggunaan hewan sebagai objek eksperimen dengan pemikiran bahwa apabila hewan yang kecerdasannya dianggap rendah dapat melakukan eksperimen tentang teori belajar, karena beberapa karakteristik yang dipunyai oleh hewan sebagai obyek penelitian mirip dengan manusia maka eksperimen dengan coba-coba kemudian disimpulkan bahwa adanya stimulus yang menimbulkan respon. Thorndike (18741949) dalam (Syah; 2004: 92-93) melakukan eksperimen tahun 1890, ia menggunakan hewan kucing yang lapar ditempatkan dalam sangkar berbentuk kotak jeruji yang dilengkapi dengan peralatan seperti 4
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
pengungkit, grendel pintu, dan tali yang menghubungkan pengungkit dengan grendel. Peralatan ini ditata sedemikian rupa sehingga memungkinkan kucing tersebut memperoleh makanan yang terletak di depan pintu. Keadaan dalam sangkar yang disebut puzzle box (peti teka-teki) merupakan situasi stimulus yang merangsang kucing bereaksi melepaskan diri untuk memperoleh makanan yang tersedia di depan pintu sangkar tersebut. Mula-mula kucing mengeong, melompat, mencakar dan berlari kesana kemari dengan gayanya sendiri namun hasilnya gagal. Entah bagaimana kemudian dengan cara yang secara kebetulan dengan kelincahan tanggannya menyentuh grendel pintu peti tersebut akhirnya pintu terbuka dan dengan lahapnya menyantap makanan yang ada di depan pintu tersebut. Berdasarkan eksperimen tersebut Thorndike berkesimpulan bahwa belajar adalah hubungan antara stimulus (S) dan respon (R). Itulah sebabnya teori koneksionisme disebut juga “S-R Bond Theory” dan “S-R Psychology of Learning”. Selain itu, teori ini juga dikenal dengan sebutan “Trial and Error Learning”. Istilah ini menunjuk pada panjangnya waktu atau banyaknya jumlah kekeliruan dalam mencapai suatu tujuan (Hilgard & Bower , 1975). Setelah pertama munculnya teori belajar “Trial and Error Learning”dari Thorndike kemudian muncul teori-teori belajar lainnya sebagai lanjutan penelitian eksperimen tersebut dan sampai saat ini jumlahnya cukup banyak antara lain: (i) Skinner (1904) terkenal dengan teori belajar Operant Conditioning menggunakan tikus, burung merpati sebagai obyek eksperimen. Lovell (1984:32) dan (1983:76) mengemukakan pendekatan trial and error yang dilakukan oleh Thorndike yang menyelediki respon tertentu dikaitkan dengan stimulus tertentu, dan sebagai hasil eksperimen dari Thorndike merumuskan Hukum efek (1898) yang menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan dengan suatu usaha
JANUARI 2014
(affair) yang tidak dihindari oleh individu dan yang sering dicoba mempertahankan. Biehler (1971:28-39) dan Lovell (1984:36-37) dalam Mappa; 1993: 56-57) menjelaskan teori operant conditioning yang dikembangkan oleh Skinner, merupakan salah seorang penganut stimulusrespons tradisional sebagai berikut: Skinner memulai eksperimennya dengan menciptakan sebuah kotak yang kemudian dinamakan kotak Skinner yang dilengkapi dengan sebatang balok yang dapat ditekan dan sebuah talam berisi makanan. Ia kemudian memasukkan seekor tikus yang kelaparan ke dalam kotak tersebut yang karena ingin melakukan sesuatu yang mungkin lebih baik, tikus eksperimen mondar-mandir di dalam kotak dan tiba-tiba menyentuh balok yang ternyata berhasil mengeluarkan butiran makanan yang terjatuh ke dalam talam. Tikus eksperimen memperoleh pelajaran bahwa butir makanan akan keluar apabila balok ditekan. Tikus akan lebih sering menekan balok oleh karena tingkah laku menekan balok memberikan penguatan berupa keluarnya butiran makanan. Dari uraian ini dapat ditarik kesimpulan tentang adanya perbedaan antara classical conditioning dari Pavlov dengan operant conditioneing dari Skinner. Pada classical conditioning, anjing eksperimen Pavlov (18491936) bersikap pasif menunggu bunyi lonceng, sedangkan tikus eksperimen Skinner bersikap aktif, penguatan berupa butiran makanan baru ke luar apabila tikus menyentuh balok. Pavlov menunjukkan bahwa bunyi lonceng dapat menyebabkan anjing eksperimen mengeluarkan air liur jika dalam peristiwa terdahulu, lonceng dibunyikan setiap kali anjing eksperimen akan diberikan makanan. Melalui presentasi simultan, asosiasi yang tidak terjadi sebelumnya, telah tercipta antara stimulus (bunyi lonceng) dan respons (air liur). Eksperimen ini menunjukkan telah terjadinya proses pembelajaran terhadap anjing melalui 5
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
proses pemukulan lonceng yang mengakibatkan anjing mengeluarkan air liur. Anjing telah belajar atau dengan kata lain telah di-condition untuk merespons terhadap stimulus yang semula netral. Setelah berhasil mempengaruhi perilaku tikus dan burung merpati melalui eksperimennya, Skinner dan rekan-rekannya sebagai penganut psikologi S-R, terdorong untuk menggeneralisasikan bahwa sumber belajar, baik guru atau fasilitator maupun buku-buku pelajaran hendaknya berfungsi seperti eksperimen Skinner. Tentu sudah sampai hari ini kemampuan teknologi yang semakin pesat semuanya melalui eksperimen. Penelitian eksperimen memegang peranan yang sangat penting dalam memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai contoh: Amerika Serikat dengan Apolonya sampai naik ke bulan berkat penelitian eksperimen yang dilakukan berulang-ulang menggunakan waktu yang cukup lama sehingga menemukan cara-cara bagaimana menerbangkan Apolo sehingga sampai ke bulan tidak sampai begitu saja akan tetapi dengan percobaan-percobaan yang berulang-ulang yang didukung oleh sumber daya manusia (SDM), dengan kemauan yang keras dan didukung biaya yang cukup. Masalah hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika merupakan salah satu bagian penting yang tidak pernah habis dibicarakan dalam dunia pendidikan, karena hasil belajar merupakan suatu indikator dari proses pendidikan yang diterapkan kepada siswa. Keberhasilan belajar siswa tidak terlepas dari peranan guru serta daya tarik siswa untuk belajar. Oleh karena itu, suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa sehingga siswa mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain. Dalam interaksi ini, siswa akan membentuk komunitas yang memungkinkan mereka menyukai proses pembelajaran yang sedang berlangsung.
JANUARI 2014
Salah satu model pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk berinteraksi satu sama lain adalah model pembelajaran kooperatif. Model Pembelajaran Kooperatif memiliki beberapa tipe di mana antara satu tipe dengan lainnya dalam pelaksanaannya berbeda. Tipe model pembelajaran kooperatif yang dapat membangun kepercayaan diri siswa dan mendorong partisipasi siswa di antaranya adalah model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS), model pembelajran kooperatif bertukar pasangan, model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS), model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Model pembelajaran kooperatif dari berbagai tipe dalam penelitian eksperimen yang mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan telah dikemukakan Sahidin dan Muliani (2010: 21), Lan Dia (2010: 53), Tiya dan Sufiana (2011: 31-32), Ismaimuza (2011:19); Lasingga (2011: 65); dan Maonde ((2010:13), (2012a:13), 2012b, 2013a, 2013b) Belajar merupakan perubahan perilaku. Kelakuan harus dipandang dalam arti yang luas yang meliputi pengamatan, pengenalan, perbuatan, keterampilan, minat, penghargaan, sikap, dan lain-lain Nasution (1995:59). Perubahan perilaku dan kemampuan untuk mengubah merupakan batasan dan makna yang terkandung dalam belajar, karena kemampuan mengubah melalui belajar itu siswa dapat secara bebas dapat mengesplorasi, memilih, dan menetapkan keputusankeputusan penting untuk kehidupannya, dan perubahan-perubahan perilaku yang terjadi akibat proses belajar tersebut merupakan hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa. Jadi belajar tidak hanya mengenai bidang intelektual saja, akan tetapi seluruh pribadi anak, kognitif, afektif, maupun psikomotor. Menurut Slameto (2003:2), belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah 6
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Menurut definisi ini, Slameto mengungkapkan ciri-ciri perubahan tingkah laku karena belajar adalah (1) perubahan terjadi secara sadar, (2) perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional, (3) perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif, (4) perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara, (5) perubahan yang terjadi bertujuan dan terarah, (6) perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Sejalan dengan uraian tersebut, Zainal mengemukakan bahwa belajar adalah proses perubahan di dalam diri manusia. Apabila setelah belajar tidak terjadi perubahan di dalam diri manusia, maka tidaklah dapat dikatakan bahwa padanya telah berlangsung proses belajar Aqib (2002:43) Sudjana (2008: 22) mengemukakan bahwa hasil belajar matematika adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia memperoleh pengalaman belajar. Dalam belajar matematika terjadi proses berpikir dan terjadi kegiatan mental dan dalam kegiatan menyusun hubungan-hubungan antara bagian-bagian informasi yang diperoleh sebagai pengertian. Karena itu siswa menjadi memahami dan menguasai hubunganhubungan tersebut. Dengan demikian siswa dapat menampilkan pemahaman dan kemampuan materi yang dipelajari tersebut, inilah yang disebut hasil belajar Sudjana. Suyitno (2006:1) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah suatu pola atau langkahlangkah pembelajaran tertentu yang diterapkan agar tujuan atau kompetensi dari hasil belajar yang diharapkan akan cepat dapat dicapai dengan lebih efektif dan efisien. Pengembangan model pembelajaran dimaksudkan untuk menciptakan suasana proses belajar mengajar yang menyenangkan dan dapat meningkatkan keaktifan siswa, sehingga berimplikasi pada peningkatan hasil belajar. Gallahue (Saputra, 2005:50-51)
JANUARI 2014
memaparkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat didefinisikan sebagai sebuah proses sosialisasi positif dalam bentuk kerjasama dengan orang lain untuk mencapai tujuan. Kerjasama ini terjadi pada kelompok kecil yang terdiri dari 4 atau 5 orang siswa. Masingmasing siswa dapat berpartisipasi dalam tugas kelompok yang diawasi langsung oleh gurunya. Model-Model Pembelajaran Kooperatif: Manusia diciptakan oleh Yang Maha Pencipta mempunyai kemampuan yang berbeda-beda satu dengan lainnya karena bersumber dari gen (orang tua yang berbeda), berbeda IQnya, berbeda motivasi dan minatnya terhadap suatu obyek tertentu, serta berbeda keinginan kemauan atas sesuatu yang dihadapi oleh manusia itu sendiri. Manusia sebagai makhluk sosial diharapkan dapat berinteraksi dengan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Manusia memiliki kadar potensi, latar belakang historis serta harapan masa depan yang berbeda-beda. Karena perbedaan itu manusia saling asah, asih dan asuh (saling mencerdaskan) dalam menghadapi situasi dan kondisi yang dialami manusia atau lebih singkat disebut siswa atau siswa itu sendiri. Pembelajaran kooperatif menciptakan interaksi yang asah, asih dan asuh sehingga tercipta kelompok/kelas belajar (learning classical). Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling memberi antara satu dengan lainnya atau yang saling asah, asih dan asuh antara satu siswa dengan siswa lainnya agar semua kelompok, semua individu (siswa) dapat mengikuti pembelajaran dengan baik dan tuntas. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran konstruktivis merupakan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student oriented). Guru 7
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
mengembang tugas utamanya adalah membangun dan membimbing siswa untuk belajar serta mengembangkan dirinya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Peaget (Gredler, 1991:308) proses pembelajaran merupakan upaya mencerdaskan siswa karena belajar sebagai proses spesifik yang terjadi dalam parameter luas yang ditentukan oleh kecerdasan. Piaget menjelaskan bahwa kecerdasan suatu proses terus berlangsung dan selalu berubah. Mekanisme individu berinteraksi dengan lingkungan pada suatu waktu tertentu dan suatu proses yang terus menerus membentuk dirinya sendiri. Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang melainkan melalui tindakan. Perkembangan pengetahuan anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Perkembangan pengetahuan itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan ketidakseimbangan dan keadaan keseimbangan (Poedjiadi, 1999:61) dan Tasker (1992:30) dalam (Yamin; 2012:15) mengemukakan tiga penekanan dalam teori konstruktivistik yakni (i) peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna, (ii) pentingnya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna, dan (iii) mengaitkan antara gagasan dan informasi baru yang diterima. Vygotsky (Arends, 2004: 396) dalam (Yamin; 2012:19) mengenalkan istilah Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan dimensi sosio-kultural yang penting sebagai dimensi psikologis. ZPD adalah jarak antara tingkat perkembangan aktual dengan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan yang dimaksud terdiri atas empat tahap yakni (i) more dependence to other stage, yakni tahapan dimana kinerja anak mendapat banyak bantuan dari pihak lain seperti teman sebayanya, orang tua, guru, masyarakat, ahli
JANUARI 2014
dan lain-lain. Dari sinilah munculnya model pembelajaran kooperatif dalam pengembangan kognisi anak secara konstruktif, (ii) less dependence external assitence stage, di mana kinerja anak tidak lagi terlalu banyak mengharapkan bantuan dari pihak lain, tetapi lebih kepada self assistance, lebih banyak anak membantu dirinya sendiri, (iii) Internalization and automatization stage, di mana kinerja anak sudah lebih terinternalisasi secara otomatis. Kesadaran akan pentingnya pengembangan diri dapat muncul dengan sendirinya tanpa paksaan dan arahan yang lebih besar dari pihak lain. Walaupun demikian anak pada tahap ini belum mencapai kematangan yang sesungguhnya dan masih mencari identitas diri dalam upaya mencapai kapasitas diri yang matang, (iv) Deautomatization stage, di mana kinerja anak mampu mengeluarkan perasaan dari kalbu, jiwa dan emosinya yang dilakukan secara berulang-ulang, bolak-balik, recursion. Pada tahap ini keluarlah apa yang disebut dengan de automatization sebagai puncak dari kinerja sesungguhnya. Ciri-ciri pembelajaran kooperatif antara lain (i) setiap anggota memiliki peran, (ii) terjadi hubungan interaksi langsung di antara pserta didik, (iii) setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga atas teman-teman sekolompoknya, (iv) guru membantu mengembangkan keterampilan interpersonal kelompok, (v) guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan. Tujuan: pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok tradisional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya. Ada tiga tujuan pembelajaran kooperatif yang penting, yaitu: (1) hasil belajar 8
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
akademik, (2) penerimaan terhadap perbedaan individu, dan (3) pengembangan keterampilan sosial.
JANUARI 2014
yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain. Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajaran itu sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan”. Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topik pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswasiswa itu kembali pada tim/kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli”. Kelompok asal, yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli, yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal. Para anggota dari kelompok asal yang berbeda, bertemu dengan topik yang sama dalam kelompok ahli untuk berdiskusi dan membahas materi yang ditugaskan pada masing-masing anggota kelompok serta membantu satu sama lain untuk mempelajari topik tersebut. Setelah pembahasan selesai, para anggota kelompok kemudian kembali
Student Teams Achievement Division (STAD) dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawan-kawan dari Universitas John Hopkins. Metode ini merupakan metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Metode STAD juga mengacu kepada belajar kelompok siswa yang dibagi secara heterogen, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa. Langkahlangkah STAD adalah sebagai berikut. (a) Membentuk kelompok yang anggotanya terdiri atas 4 atau 5 orang secara heterogen (prestasi, jenis kelamin, suku), (b) Guru menyajikan pelajaran, (c) Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota kelompok, (d) Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu, (e) Memberi evaluasi dan (f) Kesimpulan. Kelebihan STAD adalah (a) seluruh siswa menjadi lebih siap; dan (b) melatih kerja sama dengan baik. Adapun kekurangan STAD adalah semua anggota kelompok dapat mengalami kesulitan. Jigsaw (Model Tim Ahli) Metode ini dikembangkan oleh Elliot Aronson dan kawan-kawan dari Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan kawankawan. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas kemampuan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan bagian tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends, 1997). Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif, dengan siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4–6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran 9
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
pada kelompok asal dan mengajarkan pada teman sekelompoknya apa yang telah mereka dapatkan pada saat pertemuan di kelompok ahli. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa secara mandiri dan dituntut saling ketergantungan yang positif (saling memberi tahu) terhadap teman sekelompoknya. Selanjutnya di akhir pembelajaran, siswa diberi kuis secara individu yang mencakup topik materi yang telah dibahas. Kunci tipe Jigsaw ini adalah interdependensi setiap siswa terhadap anggota tim untuk memberikan informasi yang diperlukan dengan tujuan agar dapat mengerjakan kuis tersebut dengan baik. Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, disusun langkah-langkah pokok, yaitu: (1) pembagian tugas, (2) pemberian kelompok ahli, (3) mengadakan diskusi, (4) mengadakan kuis. Adapun rencana pembelajaran kooperatif tipe jigsaw diatur secara instruksional sebagai berikut. (a).Membaca: siswa memperoleh topik-topik ahli dan membaca materi tersebut untuk mendapatkan informasi, (b).Diskusi kelompok ahli: siswa dengan topik-topik yang sama bertemu untuk mendiskusikan topik tersebut, (c). Diskusi kelompok ahli kembali ke kelompok asalnya untuk menjelaskan topik pada kelompoknya, (d). Kuis: siswa memperoleh kuis individu yang mencakup semua topic, dan (e).Penghargaan kelompok: penghitungan skor kelompok dan menentukan penghargaan kelompok. Two Stay Two Stray (TSTS) atau juga disebut Dua Tinggal Dua Tamu (DTDT). Metode pembelajaran Dua Tinggal Dua Tamu dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992) dan bisa digunakan bersama dengan Metode Kepala Bernomor. Metode ini bisa digunakan untuk semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia siswa. Struktur metode Dua Tinggal Dua Tamu memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil
JANUARI 2014
dan informasi dengan kelompok lainnya. Langkah-langkah metode ini sebagai berikut: (a) Siswa bekerja sama dalam kelompok yang berjumlah empat orang, (b) Setelah selesai, dua orang dari masing-masing menjadi tamu kedua kelompok yang lain, (c) Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi ke tamu mereka, (d) Tamu moH0n diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain dan (e) Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka Slavin (2005: 5-12) menjelaskan problematik pelaksanaan model pembelajaran kooperatif berkaitan dengan kerja kelompok dalam memicu kerja individu. Maonde (2012: 175) dalam studi pendahuluan dengan judul “Kesenjangan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Model Pebelajaran Kooperatif dan Status Pekerjaan Orang Tua Siswa (Studi Eksperimen pada Siswa SMPN di Kota Kendari). Kesimpulan diperoleh dengan menggunakan rencana persiapan pembelajaran berkarakter masih ditemukan kesenjangan hasil belajar matematika ditinjau dari model pembelajaran kooperatif TSTS, TPS sebagai perlakuan dan pembelajaran konvensional sebagai kontrol dan status pekerjaan orang tua (PNS dan bukan PNS) sebagai level, serta Kesenjangan hasil belajar matematika ditinjau dari model pembelajaran kooperatif dan kemampuan IPA. Hasil analisis dengan kesimpulan bahwa masih terdapat kesenjangan antara penggunaan model pembelajaran kooperatif dan kemampuanbahasa dan IPA Level kemampuan bahasa dan IPA terkaitkan dengan matematika merupakan syarat perlu dan cukup untuk dipakai dan diterapkan berkaitan dengan desain factorial. Desain faktorial dipakai untuk mengkaji hubungan timbal balik (sebab akibat) antara satu faktor dengan faktor lainnya, atau antara pasangan faktor dengan pasangan faktor 10
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
JANUARI 2014
lainnya atau antara gabungan faktor dengan gabungan faktor lainnya terhadap suatu objek tertentu dalam hal ini adalah hasil belajar matematika. Piaget (1973) dalam Gredler (1991:333) menyebutkan bahwa kebutuhan pendidikan ialah memperkenalkan siswa/ mahasiswa tentang liberal arts (misalnya filsafat, sejarah, bahasa) dan sains kepada prosedur eksperimen dan kegiatan belajar bebas yang terkandung dalam pendidikan. Bahasa Indonesia, bahasa Inggeris dan IPA dijadikan sebagai level bertujuan untuk mencari hubungan atau pengaruh antara kombinasi atau pasangan ketiganya yang dikaitkan dengan model pembelajaran kooperatif terhadap hasil belajar matematika. Berdasarkan studi pendahuluan tersebut diharapkan dalam penelitian ini dengan menggunakan RRP berkarakter akan diperoleh keluaran yang berbeda dengan penelitian pendahuluan tersebut yaitu antara
perlakuan dan kontrol tidak akan ada perbedaan yang signifikan. Tidak signifikannya antara perlakuan dan kontrol mempunyai pengertian bahwa hasil belajar matematika antara kelompok siswa yang dikenai perlakuan tidak ada perbedaan yang nyata dengan kelompok kontrol atau antara kelompok perlakuan dan kontrol sama pintarnya atau sebaliknya. RPP berkartakter telah diperkenalkan terhadap guru-guru di Sulawesi Tenggara melalui Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG) tahun 2011 dan 2012 yang ribuan jumlahnya, sehingga kita optimis bahwa dalam waktu 20 sampai dengan 30 tahun yang akan datang siswa/murid akan ngmong bahwa “TERNYATA MATEMATIKA TIDAK SULIT” jika RPP berkarakter dilaksanakan dengan benar oleh setiap guru matenatika pada semua satuan pendidikan di SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA.
METODE Populasi: dalam penelitian eksperimen ini adalah seluruh siswa kelas V yang terdiri 45 kelas dengan jumlah sekitar 1.665 orang siswa pada SD Negeri di Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara tahun ajaran 2012/2013. Sampel yang diperlukan dalam
penelitian payung ini terdiri 18 kelas dengan jumlah 540 orang siswa. Teknik pengambilan sampel adalah klaster proporsional random sampling dengan rincian sebagaimana digambarkan pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Desain Jumlah Sampel Dalam Pelaksanaan Eksperimen Hasil Belajar Matematika (Y) Menurut Model Pembelajaran Kooperaif (Faktor Ai), Kemampuan Bahasa dan IPA (Faktor Bj) Faktor A A1 A2 A3 Faktor B (STAD) (Jigsaw) (TSTS) Jumlah B1 (B. Ind.) 60 60 60 180 B2 (B. Ingg.) 60 60 60 180 B3 (IPA) 60 60 60 180 Jumlah 180 180 180 540 Keterangan: Sampel berjumlah 540 orang siswa yang kooperatif tipe Jigsaw berjumlah 180 orang; diperoleh secara random dari 9(Sembilan) (A3): adalah kelompok siswa yang diajar sekolah dengan rincian sebagai berikut: (A1): dengan model pembelajaran kooperatif tipe adalah kelompok siswa yang diajar dengan TSTS berjumlah 160 orang; (B1): adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD kelompok siswa yang dengan berjumlah 180 orang; (A2): adalah kelompok pengetahuan/skor bahasa Indonesia siswa yang diajar dengan model pembelajaran berjumlah 180 orang siswa; (B2): adalah 11
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
kelompok siswa yang dengan pengetahuan IPA/skor bahasa berjumlah 180 orang; (B3): adalah kelompok siswa yang dengan kemampuan bahasa Inggeris berjumlah 180 orang; (A1,B1): adalah kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan pengetahuan bahasa Indonesia berjumlah 60 orang; (A1,B2): adalah kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan pengetahuan IPA berjumlah 60 orang; (A1,B3): adalah kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan pengetahuan bahasa Inggeris berjumlah 60 orang; (A2,B1): adalah kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan pengetahuan bahasa Indonesia berjumlah 60 orang; (A2,B2): adalah kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan pengetahuan IPA berjumlah 60 orang; (A2,B3): adalah kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan pengetahuan bahasa Inggeris berjumlah 60 orang; (A3,B1): adalah kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan pengetahuan IPA berjumlah 60 orang; (A3,B2): adalah kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan pengetahuan IPA berjumlah 60 orang; (A3,B3): adalah kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan pengetahuan bahasa Inggeris berjumlah 60 orang. Variabel yang dipakai dalam penelitian ini terdiri dari sejumlah variabel bebas dan variabel terikat yang dirinci sebagai berikut: (i) model pembelajaran kooperatif (Ai) terdiri model pembelajaran kooperatif tipe STAD, (A1), model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A2) dan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS (A3); (ii) variabel bebas lainnya yang berfungsi sebagai level yakni kemampuanbahasa dan IPA (Bj) terdiri dari
JANUARI 2014
kemampuanbahasa Indonesia (B=1), kemampuanbahasa Inggeris (B=2) dan kemampuan IPA (B=3), (iii) variabel terikat merupakan rerata dari sejumlah pertemuan (Yi). Variabel bebas selain model pembelajaran kooperatif sebagai perlakuan (Ai) juga menggunakan variabel kemampuan bahasa (Indonesia, Inggeris) dan IPA yang berfungsi sebagai level yang jumlah masingmasing sel diperoleh dengan cara random. Hasil random dari level pada setiap individu atau responden dimapping ke nilai hasil belajar matematika yang berfungsi sebagai unit analisis dalam penelitian eksperimen ini. Variabel lain yang juga diperhatikan dalam penelitian ini adalah penilaian dari dan keterampilan sosial yang implisit termuat dalam Rencana Persiapan Pembelajaran (RPP) berkarakter. Penilaian diri dan keterampilan sosial dalam penelitian ini merupakan suatu instrumen untuk melacak dan mengetahui kecenderungan sikap, perilaku berkarakter siswa dalam pembelajaran antara lain mengetahui kejujuran, menghargai, peduli serta kerjasama dalam kelompok. Manfaat dari instrumen perilaku berkarakter untuk mengetahui secara dini kecenderungan perilaku siswa melalui penilaian diri dan keterampilan sosial dalam menatap hari esok yang lebih baik sebagai kader penerus tongkat estafet pelaksanakan pembangunan jangka panjang baik secara regional maupun secara nasional. Analisis Deskriptif diperlukan untuk mendeskripsikan karakteristik semua responden yang diperhatikan melalui skor rerata respon (µ) dengan menggunakan beberapa syntax untuk membuat kelompok atau kategori hasil belajar matematika dan penggabungan dari faktor A dan B menjadi faktor sel (FS) melalui proses IF… dalam paket program SPSS/PC. Melalui syntax proses IF … tersebut akan dapat diketahui frekuensi kelompok siswa yang memperoleh 12
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
JANUARI 2014
nilai rendah, sedang dan tinggi, demikian juga menyatakan parameter pengaruh (level) ke-i melalui crosstabulation akan diketahui dari faktor A, untuk i=1,2,3; Bj menyatakan banyaknya siswa dengan kelompok nilai parameter pengaruh tingkat ke-j dari faktor B, tertentu yang diajar dengan tiga model untuk j=1,2,3; (AB)ij menyatakan pengaruh pembelajaran kooperatif STAD, Jigsaw dan faktor interaksi–(i,j), dengan syarat 𝑖 𝐴𝑖 = TSTS. 0; 𝑗 𝐵𝑗 = 0; 𝑖 𝐴𝐵 𝑖𝑗 = 0; 𝑗 𝐴𝐵 𝑖𝑗 = Analisis inferensial dalam penelitian 0 ; εijk menyatakan suku keslahan random ini menggunakan paket program siap pakai yang diasumsikan mempunyai distribusi SPSS/PC dan EViews-7 dengan persamaan normal univariat yang identik dan independen umum bertutut-turut sebagai berikut: yang secara simbolik dinyatakan εijk ≈ NII Yijk = µij + εijk ; … (1) … Neter (1974: 567); (0,σ2) dengan nilai harapan E(εk,ij)≈0. Agung (2006: 134); Maonde (2011: 156). Model (2) di atas merupakan model untuk Yijk = µ + Ai + Bj +(AB)ij + εijk ; … (2) … menguji hipotesis secara simultan atas semua Sudjana (2002: 113). parameter rerata sel yang diperhatikan di mana: termasuk interaksi dua faktor antara model Yijk adalah variabel respon hasil observasi ke-k pembelajaran kooperatif dan level yang terjadi karena pengaruh bersama taraf kemampuan bahasa Indonesia, bahasa ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B, µ adalah Inggeris dan IPA, . rerata umum respon hasil belajar, Ai adalah di mana: Yi= 𝐊𝐤=𝟏 𝐂 𝐤 𝐗𝐤 + 𝛍𝐢, … (3) Yi menyatakan nilai/skor pengamatan Untuk menguji sejumlah hipotesis variabel respon ke-i tersebut juga menggunakan formula (i) C(k) menyatakan parameter model atau AC[(A,Y)|B=j] = π1j – π2j untuk setiap j = 1, 2; koefisien variabel bebas Xk (ii) AC[(A,Y)|A=i] = π1i – π2i untuk setiap i = Xk menyatakan nilai/skor variabel bebas 1, 2 & 3; dan (iii) Difference in Differences (DID) = µi menyatakan suku kesalahan random dari (π11 – π12) – (π21 – π22); ... Agung (2011:166). model dengan asumsi mempunyai distribusi Model rerata sel dengan memakai normal standar yang identik dan independent sebuah faktor sel (FS), melalui titik pangkal 2 (NII) dengan E(µ)=0 dan Var(µ)= σ atau nol atau tanpa intercept dengan model 2 persamaan sebagai berikut: 𝜀𝑖𝑗 ~ NII(0,σ ), suatu konstanta untuk semua i=1,2,3, … n… Agung (2006:88) Yi= C(1)*FS1i +C(2)*FS2i + C(3)*FS3i… C(k)*FS(k)i + µi; … (4) atau Yi = C(1)*(A=1)(B=1) + C(2)*(A=1)(B=2) + … + C(9)(A=3)(B=3) + µi di mana: FSk= Faktor sel ke-k, untuk k = 1,2,3, … K; parameter rerata variabel respon dalam sel kemenyatakan indikator satu-nol untuk sel ke-k k, Agung (2007:92). Desain pelaksanaan dengan nilai/skor FS(k)=1 untuk semua eksperimen secara umum digambarkan individu dalam sel ke-k dan FS(k)=0. Untuk sebagai berikut: semua individu lainnya dan C(k) menyatakan R E T O1 R K • O2 Keterangan: R: Random; E: Experiment; T: O2: Tes hasil belajar matematika pada kelas True experiment; K: Kontrol; O1: Tes hasil kontrol Agung (1992: 88); Sudjana (1995:37). belajar matematika pada kelas eksperimen dan Tabel 2 menjelaskan desian perlakuan rerata hasil belajar matematika menurut faktor 13
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
model pembelajaran kooperatif (Ai) dengan i=1,2,3 dan level kemampuan bahasa Indonesia, bahasa Inggeris dan kemampuan
JANUARI 2014
IPA (Bj) dengan j=1,2,3 adalah sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Desain Kesenjangan Rerata Respon Univariat Hasil Belajar Matematika Menurut Faktor Ai dan Faktor Bj Berdasarkan Persamaan (4) Faktor A Factor B B1 (B.Indo.) B2 (B.Ingg.) B3 (IPA) Selisih: (1 – 3) Selisih: (2 – 3)
A1 (STAD) µ11=C(1) µ21=C(4) µ31=C(7)
A2 (Jigsaw) µ12=C(2) µ22=C(5) µ32=C(8)
A3 (TSTS) µ13=C(3) µ13=C(6) µ33=C(9)
Selisih: (1 – 3) C(1) – C(3) C(4) – C(6) C(7) – C(9)
Selisih: (2 – 3) C(2)-C(3) C(5)-C(6) C(8)-C(9)
C(1)-C(7) C(4)-C(7)
C(2)-C(8) C(5)-C(8)
C(3)-C(9) C(6)-C(9)
C(1)-C(3)-C(7)+C(9)* C(4)-C(6)-C(7)+C(9)**
C(2)-C(3)-C(8)+C(9)*** C(5)-C(6)-C(8)+C(9)****
Keterangan: Pengujian hipotesis untuk menganalisis efektifitas model pembelajaran kooperatif tipe STAD dibandingkan dengan model pembelajran kooperatif tipe TSTS dengan syarat level kemampuan bahasa Indonesia, bahasa Inggeris dan IPA (Bj) terhadap hasil belajar matematika dengan Syntax-1: {C(1)+C(4)+C(7)}={C(3)+C(6)+C(9)}. Pengujian hipotesis untuk menganalisis efektifitas model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dibandingkan dengan model pembelajran kooperatif tipe TSTS dengan syarat level kemampuan bahasa Indonesia, bahasa Inggris dan IPA (Bj) terhadap hasil belajar matematika dengan Syntax-2: {C(2)+C(5)+C(8)}={C(3)+C(6)+C(9)}. Pengujian hipotesis menentukan efektifitas model pembelajaran kooperatif tipe STAD dibandingkan dengan model pembelajran kooperatif tipe TSTS dengan syarat level kemampuan bahasa Indonesia, bahasa Inggeris dan IPA (Bj) terhadap hasil belajar matematika dengan Syntax-3: {C(1)+C(4)+ C(7)}={C(3)+C(6)+C(9)} Pengujian hipotesis untuk menganalisis kemampuan bahasa Indonesia dengan IPA dengan syarat model pembelajaran kooperatif tipe STAD, tipe Jigsaw, tipe TSTS (Ai) terhadap hasil belajar matematika.dengan Syntax-4: {C(1)+C(2)+ C(3) ={C(7)+C(8)+C(9)}. Pengujian hipotesis untuk menganalisis kemampuan bahasa Indonesia dengan IPA
dengan syarat model pembelajaran kooperatif tipe STAD, tipe Jigsaw dan tipe TSTS (Ai) terhadap hasil belajar matematika dengan Syntax-5: {C(4)+C(5)+C(6)} ={C(7)+C(8)+C(9)}. Pengujian hipotesis untuk menganalisis kemampuan bahasa Indonesia dengan kemampuan bahasa Inggeris dengan syarat model pembelajaran kooperatif tipe STAD, tipe Jigsaw dan tipe TSTS (Ai) terhadap hasil belajar matematika dengan Syntax-6: {C(1)+C(2)+C(3)}={C(4)+C(5)+C(6)} (*) Kesenjangan tipe-1 (difference in differences) atau perbedaan dalam perbedaan rerata univariat hasil belajar matematika adalah selisih antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan tipe TSTS dengan syarat kemampuan bahasa Indonesia, dan kemampuan IPA atau [C(1)-C(3)=C(7)-C(9)]. (**) Kesenjangan tipe-2 rerata hasil belajar matematika adalah selisih antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan tipe TSTS dengan syarat kemampuan bahasa Inggeris, dan kemampuan IPA atau [C(4)C(6)=C(7)-C(9)]. (***) Kesenjangan tipe-3 rerata hasil belajar matematika adalah selisih antara model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan tipe TSTS dengan syarat kemampuan bahasa Indonesia, dan kemampuan IPA atau [C(2)C(3)=C(8)-C(9)]. (****) Kesenjangan tipe-4 rerata hasil belajar matematika adalah selisih antara model 14
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan tipe TSTS dengan syarat kemampuan bahasa
JANUARI 2014
Inggeris, dan kemampuan IPA atau [C(5)C(6)=C(8)-C(9)].
HASIL Hasil analisis yang dapat diketengahkan dalam penelitian ini adalah (i) analisis deskriptif meliputi nilai mean, median, modus, standar deviasi, variansi dan range, dilanjutkan dengan crosstabulation antara faktor sel dengan variabel Y_B, (ii) analisis inferensial untuk menguji sejumlah hipotesis penelitian sebagai berikut : Analisis deskriptif sebagaimana ditunjukkan dalam Grafik 1 berikut : dengan sampel berjumlah 540 orang siswa diperoleh nilai
rerata (mean) = 66.59911, median = 76.00, mode=82.50, std. deviation=20,23232, variance = 19.85. Perlu dicatat di sini bahwa skor modus (frekuensi yang sering muncul) sebesar 82.50 lebih tinggi skor rerata, demikian juga skor median sebesar 76.00 juga lebih tinggi dari skor rerata keseluruhan. Sehingga dapat dapat disimpulkan bahwa grafik batang yang diperoleh akan condong kekanan dalam artian skor siswa berada di atas rerata.
Grafik 1. Hasil Belajar Matematika Menurut Faktor Ai dan level Bj Tabel 3 berikut menguraikan pengelompokkan hasil belajar matematika berdasarkan proses IF … dengan interval nilai kategori (i) nilai Y yang kecil 55 (Y<55) dengan frekuensi sebanyak 138 orang siswa (25.6%), merupakan frekuensi terbanyak kedua setelah kategori ke-4 yakni skor 75 sampai skor 85 (75 ≤ Y < 85) dengan frekuensi 203 orang siswa (37.6%). Banyaknya siswa pada kategiri 1 (Y<55) dalam pembelajaran matematika di SD merupakan masalah serius yang perlu dipar-hatikan pada semua guru Sekolah Dasar di Kota Kendari pada khususnya dan para guru di Sulawesi Tenggara pada umumnya. Walaupun terdapat 138 orang siswa yang
mendapat nilai kurang, namun cukup menggembirakan setelah memperhatikan skor siswa di atas kategor 3 yakni sebanyak 61.8% dengan nilai di atas 65. Untuk menjelaskan perkalian silang (crosstabulation) antara Y dalam kelompok (Y_B) dengan faktor sel (FS9) sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 4 berikut menggambarkan pengelompokkan nilai/skor hasil belajar matematika dengan model pembelajaran kooperatif dan level kemampuan bahasa Indonesia, bahasa Inggeris dan IPA dapat dijabarkan sebagai berikut:
15
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
JANUARI 2014
Tabel 3. Analisis Pengelompokan Variabel Hasil Belajar Matematika (Y_B) dan Persentasi Berdasarkan Kelompok Interval Nilai Y Valid
Frequency 138
Percent 25.6
Valid Percent 25.6
Cumulative Percent 25.6
2). 55 ≤Y<65
63
11.7
11.7
37.2
3). 65 ≤Y<75
59
10.9
10.9
48.1
4).75 ≤Y<85
203
37.6
37.6
85.7
77
14.3
14.3
100.0
540
100.0
100.0
Kategori 1). Y<55
5). Y>85 Total
Kelompok hasil belajar matematika dengan kategori 1 (Y<55) pada kolom 2 berjumlah 138, kategori 2 (55 ≤Y< 65) pada kolom 3 berjumlah 63 orang siswa, kategori 3 (65 ≤Y<75) pada kolom 4(75 ≤ Y<85 ) sebanyak 59 orang siswa, kategori 4 (Y ≥ 85) pada kolom 5 berjumlah 203 orang siswa dan kategori 5 pada kolom 6 berjumlah 77 orang siswa. Sementara pada kolom 7 masingmasing dengan jumlah 60 orang siswa merupakan jumlah masing-masing sel dalam pelaksanaan eksperimen 3x3 faktorial. Kelompok siswa yang memperoleh skor kurang dari 55 pada kolom (2) berjumlah 138 orang siswa (25,56%) merupakan masalah yang perlu dipecahkan dan dapat dijabarkan
sebagai berikut : (i) frekuensi tertinggi sebanyak 26 orang siswa baris (33) adalah kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan level kemampuan IPA (A=3, B=3), (ii) berikutnya dengan frekuensi sebanyak 25 orang siswa baris (23) adalah kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan kemampuan IPA (A=2, B=3), dan (iii) frekuensi sebanyak 20 orang siswa baris (13) adalah kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan level kemampuan IPA (A=2,B=3).
Tabel 4. Crosstabulation Faktor Sel Model Pembelajaran Kooperatif dan Hasil Belajar Matematika (Y_B) Sel
1.00 (Y<55) (2)
2.00 (55 ≤Y< 65) (3)
Y_B 3.00 (65 ≤Y<75) (4)
4.00 (75 ≤ Y<85 ) (5)
5.00 (Y ≥ 85) (6)
Total
11
1
0
6
41
12
60
12
15
7
4
26
8
60
13
20
11
4
18
7
60
21
8
9
3
28
12
60
22
16
6
9
20
9
60
23
25
8
4
15
8
60
31
11
8
14
22
5
60
32
16
7
7
22
8
60
33
26
7
8
11
8
60
138
63
59
203
77
540
Faktor (1)
FS9
Total
Kelompok siswa yang memperoleh skor antara 75 sampai 85 pada kolom (5) dapat dijelaskan sebagai berikut : (i) skor tertinggi
(7
dengan frekuensi sebanyak 41 orang siswa baris (11) adalah kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe 16
18
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
STAD dengan level kemampuan bahasa Indonesia (A1,B1), (ii) frekuensi terbanyak berikutnya sebanyak 28 orang siswa pada baris (21) adalah kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan level kemampuan bahasa Indonesia (A2,B1), (iii) frekuensi terbanyak berikutnya sebanyak 26 orang siswa baris (12) adalah kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan level kemampuan bahasa Inggeris (A1,B2). Model pembelajaran kooperatif dan level kemampuan bahasa Indonesia dan level kemampuan bahasa Inggeris mempunyai frekuensi yang dominan dalam penelitian eksperimen 3x3 faktorial ini pada pembelajaran matematika di SD, temuan ini sejalan dengan hasil temuan Maonde (2013 :110). Analisis inferensial dalam penelitian eksperimen desain 3x3 faktorian ini diperlukan untuk menguji 12(dua belas) hipotesis penelitian yang dirinci sebagai berikut :
JANUARI 2014
Hipotesis-1 : dengan pernyataan Rerata hasil belajar matematika untuk semua sel (i,j) yang dibentuk oleh model pembelajaran kooperatif (Ai) i=1,2,3 dan level kemampuan bahasa dan IPA (Bj), j= 1, 2, 3 mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan. Hipotesis statistik yang diperlukan adalah : H0 : C(1) = C(2) = C(3) = C(4) = (C(5) = C(6) = C(7) = C(8) = C(9) = 0 vs H1 : Bukan H0 (paling tidak ada 1 (Ci) yang tidak sama dengan nol (0). Hasil analisis Wald Test yang ditunjukkan dalam Tabel 5 diperoleh nilai Fstatistic = 714.8929, df = (9,531) dan nilai-p = 0.000 <α = 0.05 maka hipotesis nol (H0) ditolak, dengan ditolaknya H0 dapat disimpulkan bahwa Rerata hasil belajar matematika untuk semua sel (i,j) yang dibentuk oleh model pembelajaran kooperatif (Ai) i=1,2,3 dan level kemampuan bahasa Indonesia, bahasa Inggeris dan IPA (Bj), j= 1, 2, 3 mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan.
Tabel 5. Hasil Analisis Perbedaan Rerata Hasil Belajar Matematika Untuk Semua Sel Yang Dibentuk oleh Model Pembelajaran Kooperatif Ai dan Bj. Wald Test: Test Statistic F-statistic Chi-square
Value
df
Probability
714.8929 6434.036
(9, 531) 9
0.0000 0.0000
Null Hypothesis: C(1)=C(2)=C(3)=C(4)=C(5)=C(6)=C(7)=C(8)=C(9)=0 Null Hypothesis Summary: Normalized Restriction (= 0) C(1) C(2) C(3) C(4) C(5) C(6) C(7) C(8) C(9) Restrictions are linear in coefficients.
17
Value
Std. Err.
80.25800 67.08085 63.65516 72.39461 67.30243 59.52852 66.93799 63.74914 58.48531
2.501860 2.501860 2.501860 2.501860 2.501860 2.501860 2.501860 2.501860 2.501860
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
JANUARI 2014
Tabel 6 Hasil Pengujian Hipotesis Untuk Semua Semua Sel Yang Dibentuk oleh Faktor Ai dan Bj
Hipotesis_2, dengan pernyataan Rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (A1) lebih efektif dari tipe TSTS (A3) dengan syarat kemampuan bahasa Indonesia, bahasa Inggeris dan IPA (Bj). Hipotesis statistik yang diperlukan adalah: H0: {C(1) +C(2) +C(3)} ≤ {C(7)+C(8)+C(9)} vs H1: {C(1) +C(2) +C(3)} > {C(7)+C(8)+C(9)}. Hasil analisis dalam Tabel 6 berikut diperoleh nilai t-statistic = 6.187969, df=531, nilai-p/2 = 0.0074/2 = 0.0037< α = 0.05, maka hipotesis nol (H0) ditolak. Dengan ditolaknya H0 maka dapat disimpulkan bahwa Secara signifikan Rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih efektif dari tipe TSTS dengan syarat kemampuan bahasa Indonesia, bahasa Inggeris dan IPA.
Hipotesis_3, dengan pernyataan Secara signifikan Rerata hasil hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih efektif dari tipe TSTS dengan syarat kemampuan bahasa dan IPA . Hipotesis statistik yang diperlukan adalah: H0: {C(2) + C(5) + C(8)} ≤ {C(3) + C(6) + C(9)} vs H1 {C(2) + C(5) + C(8)} > {C(3) + C(6) + C(9)}. Hasil analisis dalam Tabel 7 diperoleh nilai t-statistic = 2.686467, df=531, nilai-p/2 = 0.0074/2 = 0.0037< α = 0.05, maka hipotesis nol (H0) ditolak. Dengan ditolaknya H0 dapat disimpulkan bahwa Secara signifikan Rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigwsaw lebih efektif dari tipe TSTS dengan syarat kemampuan bahasa Indonesia, bahasa Inggeris dan IPA.
1
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
Tabel 6. Analisis Efektifitas STAD > TSTS
Tabel 7. Analisis Efektifitas Jigsaw > TSTS Wald Test:
Wald Test: Test Statistic t-statistic F-statistic Chi-square
JANUARI 2014
Value
df
Probability
6.187969 38.29096 38.29096
531 (1, 531) 1
0.0000 0.0000 0.0000
Test Statistic t-statistic F-statistic Chi-square
Value
df
Probability
2.686467 7.217106 7.217106
531 (1, 531) 1
0.0074 0.0074 0.0072
Null Hypothesis: C(1)+C(4)+C(7)=C(3)+C(6)+C(9) Null Hypothesis Summary:
Null Hypothesis: C(2)+C(5)+C(8)=C(3)+C(6)+C(9) Null Hypothesis Summary:
Normalized Restriction (= 0)
Normalized Restriction (= 0)
Value
Std. Err.
C(1)-C(3)+ C(4) C(6) + C(7) - C(9)
37.92161
C(2) - C(3) + C(5) C(6) + C(8) - C(9)
6.128280
Value
Std. Err.
16.46342
6.128280
Restrictions are linear in coefficients.
Restrictions are linear in coefficients.
Hipotesis_4, dengan pernyataan Secara signifikan Rerata hasil hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih efektif dari tipe TSTS dengan syarat kemampuan bahasa Indonesia, bahasa Inggeris dan IPA . Hipotesis statistik yang diperlukan adalah: H0: {C(2) + C(5) + C(8)} ≤ {C(3) + C(8) + C(9)} vs H1:{C(2) + C(5) + C(8)} > {C(3) + C(8) + C(9)}. Hasil analisis dalam Tabel 8 diperoleh nilai t-statistic = 3.501502, df=531, nilai-p/2 = 0.0005/2 = 0.0003 <α = 0.05, maka hipotesis nol (H0) ditolak. Dengan ditolaknya H0 maka dapat disimpulkan bahwa Secara signifikan rerata hasil hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih efektif dari model pembelajaran kooperatif tipe TSTS, dengan syarat kemampuan bahasa dan IPA (Bj). Artinya rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih tinggi dari tipe TSTS. Hipotesis_5, dengan pernyataan Secara signifikan rerata hasil hasil belajar matematika untuk siswa dengan kemampuan bahasa Indonesia lebih efektif dari kemampuan IPA,
dengan syarat siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, tipe Jigsaw, dan tipe TSTS (Ai). Hipotesis statistik yang diperlukan adalah: H0: {C(1) + C(4) + C(7)} ≤ {C(2) + C(5) + C(8)} vs H1: {C(1) + C(4) + C(7)} > {C(2) + C(5) + C(8)}. Berdasarkan hasil analisis dalam Tabel 9 diperoleh nilai t-statistic = 3.560799, df=531, nilai-p/2 = 0.0004/2 0.0003 <α = 0.05, maka hipotesis nol (H0) ditolak. Dengan ditolaknya H0 dapat disimpulkan bahwa Secara signifikan rerata hasil hasil belajar matematika untuk siswa dengan kemampuan bahasa Indonesia lebih tinggi dari kemampuan IPA, khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif Ai (i=1,2,3) mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan. Artinya rerata hasil belajar matematika untuk siswa dengan kemampuan bahasa Indonesia di Sekolah Dasar lebih tinggi dibandingkan dengan dengan IPA setelah siswa diajar dengan tiga model pembelajaran kooperatif Ai (STAD, Jigsaw dan TSTS) model pembelajaran kooperatif tipe TSTS, khusus untuk siswa dengan level kemampuan bahasa Indonesia, bahasa Inggeris dan IPA.
17
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
Tabel 8. Analisis Efektifitas STAD > Jigsaw
Tabel 9. Analisis Efektifitas B.Ind. > IPA
Wald Test: Test Statistic t-statistic F-statistic Chi-square
JANUARI 2014
Wald Test: Value
df
Probability
3.501502 12.26052 12.26052
531 (1, 531) 1
0.0005 0.0005 0.0005
Test Statistic t-statistic F-statistic Chi-square
Value
df
Probability
3.560799 12.67929 12.67929
531 (1, 531) 1
0.0004 0.0004 0.0004
Null Hypothesis: C(1)+C(4)+C(7)=C(2)+C(5)+C(8) Null Hypothesis Summary:
Null Hypothesis: C(1)+C(2)+C(3)=C(7)+C(8)+C(9) Null Hypothesis Summary:
Normalized Restriction (= 0)
Value
Std. Err.
Normalized Restriction (= 0)
C(1) - C(2) + C(4) – C(5) + C(7) - C(8)
21.45819
6.128280
C(1) + C(2) + C(3) – C(7) - C(8) - C(9)
Hipotesis_6, dengan pernyataan Restrictions are linear in coefficients.
Secara signifikan rerata hasil belajar matematika untuk siswa dengan kemampuan bahasa Indonesia lebih tinggi dibandingkan kemampuan IPA dengan syarat/khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan tipe TSTS. Hipotesis statistik yang diperlukan adalah: H0:{C(1)+C(2)+C(3)} ≤ {C(7)+C(8) +C(9)} vs H1:{C(1)+C(2)+C(3)} > {C(7)+C(8)+ C(9)}. Hasil analisis dalam Tabel 10 diperoleh nilai t-statistic = 3.560799, df=531, nilai-p/2 = 0.0004/2 = 0.0002 <α = 0.05, maka hipotesis nol (H0) ditolak. Dengan ditolaknya H0 maka dapat disimpulkan bahwa Secara signifikan rerata hasil belajar matematika untuk siswa dengan kemampuan bahasa Indonesia lebih tinggi dibandingkan kemampuan IPA dengan syarat model pembelajaran kooperatif tipe STAD, tipe Jigsaw dan tipe TSTS. Artinya kelompok siswa dengan kemampuan bahasa Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan IPA khusus untuk siswa yang diajar dengan tiga model pembelajaran kooperati tipe STAD, tipe Jigsaw dan tipe TSTS (Bj) di mana j=1,2,3. Hipotesis_7, dengan pernyataan, rerata hasil belajar matematika untuk siswa dengan kemampuan bahasa Indonesia lebih tinggi dari kemampuan bahasa Inggeris untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Ai mempunyai pengaruh yang signifikan. Hipotesis statistik yang diperlukan
Value
Std. Err.
21.82157
6.128280
adalah: H0: C(1) + C(2) + C(3) ≤ C(4) + C(5) Restrictions are linear in coefficients. + C(6) vs H1: C(1) + C(2) + C(3) > C(4) + C(5) + C(6). Hasil analisis yang ditunukkan dalam Tabel 10 berikut diperoleh nilai tstatistic = 1.925730, df = 531, nilai-p/2 = 0.0547/2 = 0.0279 < α=0.05 maka hipotesis nol (H0) ditolak. Dengan ditolaknya H0 dapat diambil kesimpulan bahwa rerata hasil belajar matematika untuk siswa dengan kemampuan bahasa Indonesia lebih tinggi dari kemampuan bahasa Inggeris untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif Ai mempunyai pengaruh yang signifikan. Hipotesis_8, dengan pernyataan rerata hasil belajar matematika untuk siswa dengan kemampuan bahasa Inggeris lebih tinggi dibandingkan kemampuan IPA khusus untuk siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe Ai (i=1,2,3) mempunyai pengaruh yang signifikan. Hipotesis statistik yang diperlukan adalah: H0: {C(4) + C(5) + C(6) ≤ {C(7) + C(8) + C(9)}} vs H1: {C(4) + C(5) + C(6) > {C(7) + C(8) + C(9). Hasil analisis dalam Tabel 11 berikut diperoleh nilai t-statistic = 1.640448, df=531, nilai-p/2 = 0.1015/2 = 0.0507 >α = 0.05, maka hipotesis nol (H0) diterima. Dengan diterimanya H0 dapat disimpulkan bahwa rerata hasil belajar matematika untuk siswa dengan kemampuan bahasa Inggeris lebih tinggi dibandingkan kemampuan IPA dengan syarat untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Ai (i=1,2,3) mempunyai
1
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
JANUARI 2014
perbedaan pengaruh yang tidak signifikan. Artinya kelompok siswa dengan kemampuan bahasa Inggeris dibandingkan dengan kemampuan IPA, terhadap rerata hasil belajar siswa tidak lebih tinggi khusus untuk siswa yang diajar dengan tiga model pembelajaran kooperati tipe STAD, Jigsaw dan TSTS. Tidak signifikannya perbedaan rerata hasil belajar matematika untuk siswa dengan kemampuan
bahasa Inggeris dan IPA, disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: (i) secara umum bahasa Inggeris di SD belum menjadi penekanan utama dalam pembelajaran, dan (ii) dari sisi statististika perbedaan kedua kelompok belum menunjukkan selisih yang nyata yakni dengan skor sebesar 10.05312 dengan standar error sebesar 6.128280.
Tabel 10. Analisis Efektifitas B. Ind. > B. Ingg.
Tabel 11. Analisis Efektivitas B. Ingg.> IPA
Wald Test: Test Statistic t-statistic F-statistic Chi-square
Wald Test: Value
df
Probability
1.925730 3.708434 3.708434
531 (1, 531) 1
0.0547 0.0547 0.0541
Test Statistic t-statistic F-statistic Chi-square
Value
df
Probability
1.640448 2.691068 2.691068
531 (1, 531) 1
0.1015 0.1015 0.1009
Null Hypothesis: C(1)+C(2)+C(3)=C(4)+C(5)+C(6) Null Hypothesis Summary:
Null Hypothesis: C(4)+C(5)+C(6)=C(7)+C(8)+C(9) Null Hypothesis Summary:
Normalized Restriction (= 0) C(1) + C(2) + C(3) - C(4) C(5) - C(6)
Value
Std. Err.
Normalized Restriction (= 0)
Value
Std. Err.
11.80128
6.128214
C(4) + C(5) + C(6) - C(7) - C(8) 10.05312 6.128280 C(9)
Restrictions are linear in coefficients.
Hipotesis_9, dengan pernyataan, Kesenjangan tipe 1 rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dibandingkan dengan tipe TSTS, dengan syarat kemampuan bahasa Indonesia dan kemampuan IPA, mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan. Hipotesis statistik yang diperlukan adalah : H0: {C(1) - C(3)} = {C(7) – C(9)} vs H1: {C(1) - C(3)} ≠ {C(7) – C(9)}. Hasil analisis dalam Tabel 13
berikut diperoleh nilai t-statistic = 1.628821, df=531, nilai-p = 0.1039 >α = 0.05, maka hipotesis nol (H0) diterima. Dengan diterimanya H0 maka dapat disimpulkan bahwa kesenjangan tipe-1, rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dibandingkan dengan tipe TSTS, dengan syarat kemampuan bahasa Indonesia dan kemampuan IPA, mempunyai perbedaan pengaruh yang tidak signifikan.
Tabel 12. Pengujian Hipotesis Kesenjangan Tipe-1
Tabel 13. Pengujian Hipotesis Kesenjangan Tipe-2
Wald Test: Test Statistic t-statistic F-statistic Chi-square
Wald Test: Value
df
Probability
1.628821 2.653056 2.653056
531 (1, 531) 1
0.1039 0.1039 0.1034
Test Statistic t-statistic F-statistic Chi-square
Null Hypothesis: C(1)-C(3)=C(7)-C(9) Null Hypothesis Summary: Normalized Restriction (= 0) C(1) - C(3) - C(7) + C(9)
df
Probability
0.882028 0.777973 0.777973
531 (1, 531) 1
0.3782 0.3782 0.3778
Null Hypothesis: C(4)-C(6)=C(7)-C(9) Null Hypothesis Summary:
Value
Std. Err.
8.150162
5.003720
Restrictions are linear in coefficients.
Value
Normalized Restriction (= 0)
20
C(4) - C(6) - C(7) + C(9)
Value
Std. Err.
4.413420 5.003720
Restrictions are linear in coefficients.
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
JANUARI 2014
Hipotesis-10, dengan pernyataan Kesenjangan tipe 2, rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan tipe TSTS, khusus untuk siswa dengan kemampuan bahasa Inggeris dengan kemampuan IPA, mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan. Hipotesis statistik yang diperlukan adalah : H0: {C(4) - C(6)} = {C(7) + C(9)} 0 vs H1: {C(4) - C(6)} ≠ {C(7) + C(9)}. Hasil analisis dalam Tabel 13
di atas diperoleh nilai t-statistic = 0.882028, df=531, nilai-p = 0.3782 > α = 0.05, maka hipotesis nol (H0) diterima. Dengan diterimanya H0 maka dapat disimpulkan bahwa Kesenjangan tipe 2, rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan tipe TSTS, dengan syarat kemampuan bahasa Inggeris dengan kemampuan IPA, mempunyai perbedaan pengaruh yang tidak signifikan.
Tabel 14. Pengujian Hipotesis Kesenjang Tipe-3
Tabel 15. Pengujian Hipotesis Kesenjang Tipe-4 Wald Test:
Wald Test: Test Statistic t-statistic F-statistic Chi-square
Value
df
Probability
-0.367356 0.134950 0.134950
531 (1, 531) 1
0.7135 0.7135 0.7134
Test Statistic t-statistic F-statistic Chi-square
C(2) - C(3) - C(8) + C(9)
df
Probability
0.501643 0.251646 0.251646
531 (1, 531) 1
0.6161 0.6161 0.6159
Null Hypothesis: C(5)-C(6)=C(8)-C(9) Null Hypothesis Summary:
Null Hypothesis: C(2)-C(3)=C(8)-C(9) Null Hypothesis Summary: Normalized Restriction (= 0)
Value
Value
Std. Err.
Normalized Restriction (= 0)
-1.838146
5.003720
C(5) - C(6) - C(8) + C(9)
Hipotesis-11, dengan pernyataan Kesenjangan tipe 3, rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dibandingkan dengan tipe TSTS, dengan syarat kemampuan bahasa Indonesia dan kemampuan IPA, mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan. Hipotesis statistik yang diperlukan adalah : H0: {C(2) - C(3)} = {C(8) – C(9)} vs H1: {C(2) - C(3)} ≠{C(8) – C(9)}. Hasil analisis dalam Tabel 14 di atas diperoleh nilai t-statistic = -0.367356, df=531, nilai-p = 0.7135 >α = 0.05, maka hipotesis nol (H0) diterima. Dengan diterimanya H0 maka dapat disimpulkan bahwa Kesenjangan tipe 3, rerata hasil belajar matematika dengan untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dibandingkan dengan tipe TSTS, dengan syarat kemampuan bahasa Indonesia dan kemampuan IPA, mempunyai perbedaan pengaruh yang tidak signifikan.
Value
Std. Err.
2.510082 5.003720
Hipotesis_12, dengan pernyataan Kesenjangan tipe 4, rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigswa dibandingkan dengan tipe TSTS, dengan syarat kemampuan bahasa Inggeris dan IPA, mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan. Hipotesis statistik yang diperlukan adalah : H0: C(5) - C(6) = C(8) – C(9) vs H1: C(5) -C(6) ≠C(8) – C(9). Hasil analisis dalam Tabel 16 di atas diperoleh nilai t-statistic = 0.501643, df=531, nilai-p = 0.6161 > α = 0.05, maka hipotesis nol (H0) diterima. Dengan diterimanya H0 dapat disimpulkan bahwa Kesenjangan tipe 4, rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigswa dibandingkan dengan tipe TSTS, dengan syarat kemampuan bahasa Inggeris dan IPA, 2
Pengu
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
mempunyai perbedaan pengaruh yang tidak
JANUARI 2014
signifikan.
PEMBAHASAN Model Pemebelajaran Kooperatif dan Level Terbaik. Model pembalajaran kooperatif yang dengan benar hasil persentasi pekerjaan dipakai dalam penelitian adalah (1) model kelompok. pembelajaran kooperatif tipe STAD, tipe Level (taraf) dalam pelaksanaan Jigsaw dan tipe TSTS. Dari ketiga model penelitian ini memakai kemampuan bahasa tersebut akan diperhatikan atau akan dikaji Indonesia, bahasa Inggeris dan IPA. Hasil mana yang terbaik (dominan) berdasarkan analisis dalam Tabel 9 membandingkan level frekuensi yang terdapat dalam Tabel 4 di atas, kemampuan bahasa Indonesia dengan setelah dikombinasikan dengan kemampuan kemampuan IPA, ternyata level kemampuan bahasa Indonesia, bahasa Inggeris dan bahasa Indonesia lebih baik (lebih efektif) kemampuan IPA. Hasil analisis dalam Tabel dibandingkan dengan kemampuan IPA untuk 6 membandingkan model pembelajaran siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan tipe TSTS kooperatif tipe STAD, tipe Jigsaw dan tipe tahun ajaran 2012/2013 untuk siswa di TSTS. Efektifnya kemampuan bahasa Sekolah Dasar ternyata tipe STAD lebih baik Indonesia dibandingkan dengan kemampuan atau lebih efektif dibandingkan dengan model IPA, hampir dapat dipastikan bahwa pembelajaran kooperatif tipe TSTS. Hal ini kemampuan bahasa Indonesia dapat disebabkan oleh karena pelaksanaan tipe menyimak dengan baik materi pelajaran STAD lebih sederhana dibandingkan dengan matematika karena bahasa yang dipakai dalam tipe TSTS atau tidak tertutup kemungkinan pembelajaran menggunakan atau memakai karena faktor lainnya yang belum bahasa Indonesia, sehingga kesulitan dalam diperhitungkan dalam penelitian ini. pembelajaran matematika akan disimak Ditemukan hal sama untuk model dengan baik dan benar dalam mengatasi pembelajaran kooperatif tipe STAD dan kesulitan siswa. Berbeda dengan level Jigsaw juga lebih baik atau lebih efektif kemampuan siswa dalam bahasa Inggeris dibandingkan dengan tipe TSTS sesuai analisis dibandingkan dengan kemampuan siswa dalam Tabel 6 dan Tabel 7 di atas. Kelebihan dalam pelajaran IPA. Hasil analisis dalam model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw Tabel 12 di atas ternyata tidak signifikan adalah adanya kelompok ahli, dengan kata ahli antara kemampuan siswa dalam bahasa dalam model ini siswa diduga tertarik dengan Inggeris dengan kemampuan siswa dalam kata ahli, sementara ahlinya di sini dalam pelajaran IPA. Level kemampuan bahasa setiap tatap muka hanya satu nomor soal saja. Inggeris dalam pembelajaran di Sekolah Dasar Di sini demikian pentingnya dalam setiap bukan menjadi bahasa pengantar sehingga tatap muka dalam setiap pembelajaran guru antara kemampuan siswa dalam bahasa diharuskan untuk memberikan delapan Inggeris dengan kemampuan siswa dalam keterampilan antara lain memberikan pelajaran IPA tidak berkaitan erat dengan penguatan berupa pujian jika siswa menjawab pembelajaran di sekolah sehingga siswa yang benar dalam setiap pertanyaan yang diberikan mampu dalam bahasa Inggeris jumlahnya oleh gurunya. Hal ini sesuai dengan dalam relatif lebih sedikit dan pada gilirannya pelaksanaan pembelajaran tipe STAD perbedaan yang ditemukan tidak signifikan. memberikan hadiah setelah siswa menjawab Kesenjangan Tipe-1 dan 2 Hasil Belajar Matematika Menurut Model Pembelajaran Kooperatif Dengan Syarat Level Kemampuan Bahasa dan IPA. Kesenjangan didefinikan antara lain kelompok siswa yang cerdas dibandingkan perbedaan kehidupan kelompok masyarakat dengan kelompok siswa yang tidak cerdas. masikin dibandingkan dengan kehidupan Kesenjangan (difference in differences) kelompok masyarakat kaya atau perbedaan didefinikan perbedaan dalam perbedaan 23
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
antara kelompok siswa yang diperhatikan dibandingkan dengan kelompok siswa lainnya setelah diberikan perlakuan (eksperimen) dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe tertentu dikaitkan dengan level (taraf) tentu lainnya pada kurun waktu tertentu. Kesenjangan tipe 1 penelitian eksperimen 3x3 faktorial dalam penelitian ini menguji perbedaan dalam perbedaan rerata hasil belajar matematika untuk kombinasi perkalian model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan tipe TSTS dengan syarat kemampuan siswa dalam bahasa Indonesia dibandingkan dengan tipe STAD dengan tipe TSTS dengan syarat kemampuan IPA. Hasil analisis dalam Tabel 13 di atas, ternyata masih terdapat kesenjangan. Adanya kesenjangan dalam analisis ini disebabkan oleh antara lain : (1) model pembelajaran kooperatif tipe STAD masih dominan memberikan peranan dalam memberikan perbedaan rerata hasil belajar matematika antara kelompok siswa yang diperhatikan, dan (2) level kemampuan siswa dalam pelajaran bahasa Indonesia dibandingkan dengan kemampuan siswa dalam pelajaran IPA, juga masih dominan dalam membedakan rerata hasil belajar matematika. Kesenjangan tipe 2 adalah kombinasi perkalian perbedaan dalam perbedaan rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan tipe TSTS dengan syarat
JANUARI 2014
kemampuan siswa dalam bahasa Inggeris dibandingakn dengan untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan tipe TSTS dengan syarat kemampuan siswa dalam pelajaran IPA. Hasil analisis yang ditunjukkan dalam Tabel 4.29 ternyata tidak terdapat kesenjangan tipe-2. Dengan tidak adanya kesenjangan tipe-2 disebabkan oleh beberapa indikator antara lain : (1) model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw belum berperan dengan baik dalam pembelajaran matematika untuk membedakan siswa yang cerdas dan tidak cerdas, sehingga pada gilirannya model pembelajaran kooperatif yang diterapkan sama-sama baiknya dan juga sama tidak baiknya, (2) di sisi lain berfungsinya RPP berkarakter mengangkat kelompok siswa yang relatif kurang cerdas menyamai kelompok siswa yang relatif cerdas, dan (3) tidak nyatanya perbedaan rerata hasil belajar matematika berdasarkan kombinasi perlakuan yang diterapkan berkaitan dengan faktor internal siswa berkaitan dengan sikap, motivasi dan minat terdorong dan/atau tidak terdorong dalam menumbuh kembangkan persaingan antar kelompok siswa. Hasil penelitian ini didukung oleh temuan Maonde (2012 : 114) yang menyimpulkan bahwa adanya kesenjangan hasil belajar matematika antara kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dan TSTS dengan syarat status pekerjaan orang tua siswa.
Kesenjngan Tipe 3 dan 4 Hasil Belajar Matematika Menurut Level Kemampuan Bahasa dan IPA Dengan Syarat Model Pembelajaran Kooperatif. Level kemampuan siswa dalam mata pertama guru menjelaskan materi pada awal pelajaran bahasa Indonesia, bahasa Inggeris pertemuan, kemudian ulang kedua, guru dan IPA yang dikaitkan dengan tiga model mengulanginya lagi pada LKS yang terdiri 15 pembelajaran kooperatif dalam menunjang pertanyaan (soal) dimana 5 soal dijelaskan lagi pelaksanaan penelitian eksperimen 3x3 oleh guru dan ulang ketiga guru memberikan faktorial dalam bagian ini diperlukan 6(enam) pertanyaan yang mirip dengan soal dalam hipotesis lembar kerja siswa (LKS) yang diberi nama Tidak signifikannya dua hipotesis lembar penilaian (LP-01), demikian seterusnya kesenjangan tersebut diduga barkaitan sampai selesai pelaksanaan eksperimen. Hasil tepatnya dengan tepatnya menentukan desain belajar matematika diperoleh dari rerata enam dalam pelaksanaan eksperimen di SD yakni sampai delapan pertemuan. Nilai rerata inilah STAD sebagai perlakuan dibandingkan yang dipakai dalam penelitian ini sebagai unit dengan tipe TSTS. Di sisi lain relatif baiknya analisis. LKS yang tersaji pada siswa dengan pola tiga Metode tiga kali ulang ternyata lebih kali ulang (ulang, ulang dan ulang). Ulang efektif dapat membantu dan mengangkat 24
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
siswa yang lambat menerima materi pelajaran menjadi relatif lebih sejajar dengan temantemannya lebih baik penerimaannya, sehingga perbedaan rerata masing-masing kelompok yang dibentuk oleh model pembelajaran kooperatif yang diterapkan dengan level tertentu menjadi relatif lebih sedikit. Dengan demikian dalam menguji hipotesis tidak mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan. Tidak signifikanya kesenjangan
JANUARI 2014
tipe-1, 2, 3, dan 4 melalui rerata hasil belajar setiap pertemuan setiap tatap muka dengan pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, Jigsaw dan TSTS dengan kemampuan bahasa Indonesia, bahasa Inggeris dan IPA pada siswa SD tahun ajaran 2013/2014 dengan suku kesalahan random atau error sebagaimana terlihat pada Gambar 1 berikut :
40
20
0
-20
-40
-60
-80 100
200
300
400
500
Y Res iduals
Gambar 1. Suku Kesalahan Random Varibel Y Dalam Eksperimen 3x3 faktorial Berdasarkan Gambar 1 di atas terlihat dengan jelas suku kesalahan random variabel Y antara nilai positif dan negatif tidak berimbang sehingga relatif tidak mendekati nol (0), yang berarti bahwa nilai kesalahan
(nilai-p)>α=0.05 yang berarti hipotesis berkaitan dengan kesenjangan (perbedaan dalam perbedaan) menerima hipotesis nol (H0).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Secara empiris rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, Jigsaw dan tipe TSTS dengan level kemampuan bahasa Indonesia, bahasa Inggeris dan IPA mendukung hipotesis yang diajukan. Secara simultan rerata hasil belajar matematika untuk semua sel yang dibentuk oleh model pembelajaran kooperatif tipe STAD, Jigsaw dan TSTS dan level (taraf) kemampuan bahasa Indonesia, bahasa Inggeris dan IPA mempunyai perbedaan pengaruh yang sugnifikan. Rerata hasil belajar matematika menurut model pembelajaran kooperatif Ai (i=1,2,3), dengan syarat Bj (j=1,2,3) dari 6(enam) hipotesis yang diajukan 4(empat) hipotesis menolak hipotesis nol (H0) dan 2(dua) hipotesis lainnya menerima hipotesis nol (H0).
Rerata hasil belajar matematika menurut level kemampuan bahasa Indonesia, kemampuan bahasa Inggeris dan kemampuan IPA dengan syarat model pembelajaran kooperatif Ai, dari 6(enam) hipotesis yang diajukan 1(satu) hipotesis menolak hipotesis nol (H0) dan 5(lima) hipotesis lainnya menerima hipotesis nol (H0). Model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran terbaik (efektif) dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS setelah menjadikan bahasa Indonesia, bahasa Inggeris dan IPA sebagai level. Kesenjangan tipe-1, tipe-2, tipe-3 dan tipe-4 rerata hasil belajar matematika menurut model pembelajaran kooperatif Ai dengan syarat level Bj dan sebaliknya menurut level Bj dengan syarat Ai dari 4(empat) hipotesis yang diajukan ternyata semuanya menerima hipotesis nol (H0), artinya untuk semua model 26
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
pembelajaran kooperatif dan level kemampuan bahasa Indonesia, bahasa Inggeris dan IPA di Sekolah Dasar ditemukan tidak terdapat kesenjangan (perbedaan dalam perbedaan).
JANUARI 2014
Model pembelajaran kooperatif yang disarankan untuk dipakai adalah model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) dan tipe Jigsaw), karena kedua model inilah yang memberikan perbedaan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar matematika..
Saran
DAFTAR RUJUKAN Agung I Gusti Ngurah. 1992. Metode Penelitian Sosial Pengertian dan Pemakaian Praktis. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama) -------.2006. STATISTIKA Penerapan Model Rerata-Sel Multivariat dan Model EKONOMETRIKA dengan SPSS. (Jakarta: Yayasan SAD SATRIA BHAKTI) --------.2011. Cross Section And Experimental Data Analysis Using EViews. (Singapur: John Wiley & (Asia) Pte. Ltd.). --------.2013. Manajemen Penyajian Analisis Data Sederhana untuk Skripsi, Tesis dan Disertasi yang Bermutu. (Jakarta: The Ary Suta Center) Anon. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. (Bandung: Fokusmedia) --------.2011. Pengembanga Budaya dan Karakter Bangsa. (Kendari: PLPG Program Sertifikasi Guru Rayon 126 Unhalu). --------.2013. Rendah, Kualitas Guru di Sultra. (Kendari: Harian Kendari Ekspres 11 Februari 2013, hlm. 1 dan 7 kolom 5-7).
Aqib, Zainal. 2002. Profesionalisme Guru dalam Pembelajaran. (Surabaya: Insan Cendekia) Gagne, Robert.M. 1984. The Condition of Learning and Theory of Instruction. (New York: H0lt Rinerart & Winston).
Hasnawati dan Ardin. 2010. Efektivitas penerapan pembelajaran konstruktivis terhadap hasil belajar matematia. (Kendari: Jurnal Pendidikan Matematika, Vol 1 Nomor 2 Juli 2010). Ikman dan Erlin. 2011. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif dan Pekerjaan Rumah Terhadap Hasil Belajar Matematika. (Kendari: PMAT dan ISPMS dalam Jurnal PMAT Vol.2 No. 2). Ismaimuza, Dasa. 2011. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Ditinjau dari Pengetahuan Awal. (Kendari: PMAT dan ISPMS Jurnal Pendidikan Matematika Vol.2 Nomor 2). Johnson, Elaine.B. 2006. Contextual Teaching & Learning Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. (Bandung: Mizan Leaning Center).
Kadir.2010. Pengaruh Pembelajaran Kontekstual Berbasis Potensi Posisir terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP. (Kendari: PMAT dan ISPMS dalam Jurnal Pendidikan Matematika Vol.1 No 2). Lambertus. 2010. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kretif Siswa SD Melalui Pendekatan Matematika Realistik. (Kendari: PMAT dan ISPMS dalam Jurnal Pendidikan Matematika Vol.1 No 2). Landia. H. dan Fredy. 2010. Pembelajaran Kooperatif Tipe Studen Teams Achievement Divisieon Terhadap Hasil Belajar Matematika. (Kendari: PMAT dan ISPMS dalam Jurnal Pendidikan Matematika Vol.1 No 1). Lasingga. 2011. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan TSTS Terhadap Hasil Belajar Matematika. (Kendari: PMAT dan ISPMAT dalam Jurnal Pendidikan Matematika Vol.2 No.2). Maonde, Faad. 2010. Pengaruh Kovariat Minat dan Pengetahuan Awal terhadap Hasil Belajar Matematika. (Kendari: Jurnal Pendidikan Matematika Volume 1 Nomor 1, Januari 2010). --------,2011. Aplikasi Penelitian Eksperimen Dalam Bidang Pendidikan dan Sosial. (Kendari: Unhalu Press). -------.2012a. Kesenjangan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Penerapan Metode Mengajar dan Umpan Balik Penilaian. (Kendari: Jurnal Pendidikan Matematika Volume 3 Nomor 1, Januari 2012). -------.2012b. Kesenjangan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Status Pekerjaan Orang Tua Siswa. (Kendari: Jurnal Pendidikan Matematika Volume 3 Nomor 2, Juli 2012). -------.2013a. Deskripsi Perilaku Siswa Dalam Pembelajaran Matematika SMP Melalui RPP Berkarakter. (Kendari: Jurnal Pendidikan Matematika Volume 4 Nomor 1, Januari 2013).
25
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NOMOR 1
JANUARI 2014
-------.2013b. Kesenjangan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Model Pembelajaran Kooperatif dan Kemampuan Bahasa dan IPA. (Kendari: Jurnal Pendidikan Matematika Volume 4 Nomor 2, Juli 2013). Mappa dan Anisa Basleman. 1994. Teori Belajar Orang Dewasa. (Jakarta: P3MTK Dirjen Dikti Depdikbud).
Nana Sudjana. 2008. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. (Bandung: Remaja Rosdakarya). Nasution, S. 1995. Asas-asas Kurikulum. (Jakarta: Bumi Aksara). Permana. Yanto. 2010. Mengembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Model-Electing Activities. (Kendari: PMAT dan ISPMS dalam Jurnal Pendidikan Matematika Vol.1 No 2). Sahidin Latif dan Neni Mulyani Budiman. 2010. Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Mach Terhadap Hasil Belajar Matematika. (Kendari: PMAT dan ISPMS dalam Jurnal Pendidikan Matematika Vol.1 No. 1). Saputra, Yudha. 2005. Pembelajaran Kooperatif untuk Meningkatkan Keterampilan Anak TK. (Jakarta : Depdiknas). Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar: (Jakarta: RajaGrafindo Persada) Slameto. 2003. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. (Jakarta: Rineka Cipta). Slavin 2005. Coopertavie Learning Teori, Riset dan Praktik Terjemahan Nurlita Yusron. (Ujungberung Bandung: Nusa Media) Sudjana. 2002. Desain dan Analisis Eksperimen Edisi-IV. (Bandung: TARSITO). Suryabrata, Sumadi. 2002. Psikologi Pendidikan. (Jakarta: RajaGrafindo Persada). Tiya Kadir dan Alkatimah Sufiana. 2011. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif, dan Jenis Kelamin Dengan Mengontrol Pengaruh Kovariat Minat Terhadap Hasil Belajar Matematika. (Kendari: PMAT dan ISPMS Jurnal Pendidikan Matematika Vol.2 Nomor 1 dalam Jurnal Pendidikan Matematika Vol.1 No. 1). Neter, John & Willian Wasserman. 1974. Applied Linear Statistical Models Regression Analysis of Variance, and Experimental Designs. (USA: Richard D. Irwin, Inc. Honewood, Illinois 60430) Winkel, W.S. 2004. Psikologi Pengajaran. (Yogyakarta: Media Abadi). Yamin, Martinus. 2012. Desain Baru Pembelajaran Konstruktivistik. (Jambi: Referensi).
26
LEMBAR
HASIL PENILAIAN GURU BESAR ATAU PEER REI,'!EW KARYA ILMIAH : JURNAL ILMIAH HASIL PENELITIAN JudulJurnal llmiah (Artikel)
:
Penulis Jurnal llmiah
: :
ldentitas Jurnal llmiah
Kategori Pubtikasi Jurnal limrah (beri { pada kategori yang tepat)
Kesenjangan Hasil Belajar Matematika SD Ditinjau Dari Model Pembelajaran Kooperatif, Penguasaan Bahasa (lndonesia, inggeris) dan IPA Melalui RPP Berkarakter Utama
d. Fenerbit
: . ; .
e..lumlah Halaman
'
a. Nama Jurnal b. NomorA/oiume c. Edisi (bulan/tahun)
[-l
lrrn"l
Jurnal Pendiciii
llmiah internasionat
Jurnal llmiah Nasional Terakreditasi Jurnal llmiah Nasional Tidak Terakreditasi
Hasil Penilaian Peer Review
:
NilaiMaks imaliurnal Komponen Yang Dinilai
5)
b. c.
Kelengkapan unsur isiJurnal (15%)
I
r
Kesesuaian antara rumusan masalah, tujuan dan hasil penelitian (15%) Kemutakhiran dan kedalaman kajian teori
e.
f
1,5
t,I
dan ketajaman pembahasan
1,5
,n
Tota! = (i00o/o)
10
Kendari,
Mei2015
Prof. Dr. La lru, S.H., M.Si NrP. 1S01231 1986101 001 Unit kerja
: FKIP UHO
DiPeroleh
l,I
2,0
Manfaat/dampak hasil penelitian QAYo)
ai Akhi r
1,5
Ketepatan metode (sumber data, teknik pengumpulan data dan teknik analisa data) Kedalaman
il
Yang
E 1,5
hasil peneliti an (1 50,6\
N
lTerakreditasil
(15o/o\ d.
i
T-t'las:onat-T--llaSoftT-l !niernasional llTerakreditasil Tidak I
tl d
llmiah
j tr\ Z,D
tlr ) .4
F'
lo,0
!rAs, 'rA-diir,trN!! ^'A!.r
ArAU
*EER REvtEW
"r*tiHESX* iiiiliH : JURNAL TLMTAH HASIL pENELTnAN
JudulJurnal llmiah (Artikel)
:
Penulis Jurnal llmiah
: :
rqEr lr.rtas
Jurnar fi mian
Kategori Publikasi Jurnal llnriah (beri { pada kategori yang tepat)
Kesenjangan Hasil Belajar Matematika SD Ditinjau Dari Model Pembelajaran Kooperatif, Penguasaan Bahasa (lndonesia, Inggeris) dan IPA Melalui RPP Berkarakter Utama
Jurnal
: b. NomorA/olume . c. Edisi(bulannahun) : d. Penerbit : . e. iumlah Halaman a. Nama
' [--|
Jurnal Pendidikan Matematika
! / 5, ISSN: 2086-8235 lanuafiZ}l4 Pendidikan ftllatematika FKIP Unhalu & ISPMST
28
halaman (01-28)
Jurnal llmiah lnternasional
[=_l .f rrn"l llrniah Nasional Terakreditasr Jurnal llmiah Nasional I idak Terakreditasi
Hasil Peniiaian Peer Review Nilai Maksimal Jurnal llmiah
I
i
Komponen Yang Diniiai
5i
tl
I
L
L___l
Nas!onal
Tidak Terakreditasi
NilaiAkhir Yang Diperoleh 7)
EI
I a.
] Kelengkapan Lrnsur isiiurnal (159o)
1,5
I u. |
I Kesesuaian antara rumusan masalah, tujuan | dan hasil penelitian (15%) I Kemutakhiran dan kedalaman kajia. ,eori
1,5
l.r
1,5
\.r
2,0
A,D
I
i
_.
Il, c. t
id. I
j
t(15%\ Ketepatarr metorie (sumber data, teknik 1 I pengumpulan data dan teKnik analisa oata) I
e.
eav,t Kedalaman Can ketajaman pembahasan
hasi I peneli tian
f I
Nasicnal lnternasional Terakreditasi
(1
1,5
t'l
2,0
X,0
10
tD,D
5o/o)
Manf aat!,larnpak hasil penelitian
{z}ok)
Totai = (100o/o)
Kendari,
Mei2015
Reviewer I lll I lll llV",
Prqt.D*MOde
Sidu Marafad, M.S
NtP-9461231 196712 1 001 Unit kerja
: FKIP UHO
lrF
7 LEMBAR
HASIL PENILAIAN GURU BESAR- ATAU PEER. REVIEW KARYA ILMIAH : JURNAL ILMIAH HASIL PENELITIAN JudulJurnal llmiah (Artikel)
:
Penulis Jurnal llmiah
: :
ldentitas Jurnal llmiah
Kesenjangan Hasil Belajar Matematika SD Ditinjau Dari Model Pembelajaran Kooperatif, penguasaan Bahasa (lndonesia, lnggeris) dan IPA Melalui RPP Berkarakter Utama
Jumal
: b. NomorfVoiume : c.Edisi(bulan/tahun) : d. Penerbit : a. Nama
e. Junrlah Halaman Kategori Publikasi Jurnal llmiah (beri ! pada kategori yang iepai)
:
[-l
lrrnrl
:
Jurnal peneiiciikan iviaiemaiii.:a 1 15, ISSN: 2086-8235 Januari2014 Pendidikan Matematika FKlp Unhalu & ISPMST 28 haiaman (01-28)
llrniah lnternasionat
Jurnal llmiah Nasional Terakreditasi
[ { I ;rrnrl llmiah
NasionatTidak Terakreditasi
Hasil Penilaian Peer Review: Maksin':al Jurnal llmiah
Komponen Yang Dinilai ...........5)
a. b. c. d.
Kelcngkapan unsur isi Jurnal (15%)
Nasionai lnternasiona! Terakreditasi
r
tl
Nasionai
Tidak
'erakreditasi
E 1.5
Kesesuaian antara rumusan masalah, tujuan dan hasil penelitian (15Yo\ I' Kemutakhiran dan kedalaman kajian teori (15o/ot
1,5 1,5
Ketepaten metode (sumber data, ieknik pengumpulan data dan teknix anaiisa iata)
2,0
NilaiA.khir'
Yang Diperoleh 7')
[r
4,r
\,f
A,D
{20o/o1
e.
Kedalaman dan ketajaman pembahasan hasil penel ili an
f.
1,5
(1 5o/o)
I,lanfaaUdampak hasil penelitian (20o/o)
2,0
Tcta!= (100%)
10
Kendari,
Mei2015
Ahiri, M.Pd lP. 19671231 199311 1 002 Unit kerja
.,{l
.tl
:
FKIP UHO
l,r 7, \C'o