J. Tek. Ling
Vol.11
No.1
Hal. 53 - 59
Jakarta, Januari 2010
ISSN 1441-318X
PERBANYAKAN VEGETATIF SECARA CANGKOK PIPER MINIATUM BL. Sumarnie Hasto Priyono Peneliti di Bidang Botani Puslit.Biologi-LIPI Jl.Raya Bogor - Jakarta Km 46 Cibinong 16911 Email:
[email protected]
Abstract Ninety percent from approximately 1200 plant species belonged to Piper genus (Piperaceae) have not been explorated their phytochemical potency and biological activities. Piper miniatum has beeing used traditionally in Papua as spices and tonic. However, the propagation effort has never been done yet so its population in nature is decresed gradually. Therefore, simple propagation is conducted that can be adopted by the local people in order to cultivate as well as to explore its potency as antibacterial agent. The propagation experiment was carried out using air layering method with variable treatment of internode maturity ( R1, R2, R3 ), growth medium (Selaginela sp., Asplenium nidus root, compost) with completely randomized design with 10 replications. Air layering media using Asplenium nidus root of 18 weeks gave the best respon. Key words: Piper miniatum, Air layering.
1.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Dengan keragaman mencapai lebih dari 1200 spesies, menempatkan tumbuhan Genus Piper (Piperaceae) menjadi salah satu kelompok besar diantara tumbuhan lainnya1) di kawasan tropika. Tumbuhan dari Genus Piper, seperti Piper nigrum, P. methysticum, P. auritum dan P. betle telah dikenal sejak lama sebagai komoditi pertanian untuk rempah, insektisida pada lahan pertanian dan bahan obat-obatan dengan nilai ekonomi yang tinggi2). Umumnya masyarakat tidak membudidayakan tumbuhan sirih yang mempunyai ciri fisik merambat/liana pada saat muda dan menjadi semak tegak setelah dewasa. Demikian juga daunnya bersifat dimorphisme warnanya hijau, tipis dan tekturnya lunak, berbentuk jantung hati pada saat muda dan pada saat dewasa daunnya berwarna hijau menebal dan berbentuk oval
berlokos-lokos. Secara tradisional, tumbuhan genus Piper memperlihatkan khasiat dan kegunaan yang unik dan menarik. Buah P. longum biasa digunakan untuk mengobati kejang usus 3). Tumbuhan wati atau P. methysticum dapat memberikan efek narkotik dan bersifat sedatif yang merupakan tradisi adat pada beberapa suku di Propinsi Papua4). Piper aduncum, secara tradisional dimanfaatkan sebagai obat sakit perut, kencing nanah dan penolak serangga. Secara in-vitro, ekstrak kasar petroleum eter dari P. aduncum telah dibuktikan mempunyai aktivitas yang kuat sebagai molusisida melawan Biomphalaria glabrata. Ekstrak ini juga memperlihatkan aktivitas yang signifikan sebagai antibakteri melawan Bacillus subtilis, Micricoccus luteus dan Escherichia coli 5).
Perbanyakan Vegetatif Secara...J. Tek. Ling. 11 (1) : 53 - 59
53
Sejauh ini, baru sekitar 112 jenis tumbuhan (sekitar 10%) dari Genus Piper yang telah diinvestigasi komponen kimianya yang meliputi 667 senyawa kimia yang berbeda yang terdiri dari 190 alkaloid, 49 lignan, 70 neolignan, 97 terpena, 15 steroid, 18 kavapirona, 17 calkon, 16 flavona, 6 flavanona, 4 piperolida dan 146 golongan senyawa lainnya6). 1.2
Tujuan
Berdasarkan kenyataan di atas, masih banyak jenis lainnya yang belum dieksplor sama sekali, salah satunya adalah Piper miniatum. Secara tradisional, tumbuhan ini digunakan oleh suku Dani di Papua sebagai penyedap makanan dan dipercaya memiliki khasiat untuk menguatkan badan, sehingga banyak diperjualbelikan di pasar tradisional (komunikasi pribadi). Namun seperti lazimnya, pengamatan dilapang memperlihatkan bahwa bahan tumbuhan P. miniatum dipanen secara langsung dari alam tanpa adanya upaya untuk membudidayakannya tumbuhan tersebut apalagi mengkonservasikannya. Akibatnya populasi tumbuhan ini di habitat aslinya secara perlahan namun pasti terus menurun. Untuk itu perlu dilakukan upaya untuk mencari teknik perbanyakan dan budidaya P. miniatum yang sederhana dan nantinya dapat diaplikasikan di lapang bagi masyarakat. Hasil pada penelitian pendahuluan memperlihatkan bahwa perbanyakan P. miniatum secara stek membutuhkan rentang waktu aklimatisasi yang cukup panjang (9 - 12 minggu) dengan persentase hidup hanya 60 %, sehingga dinilai kurang efisien 7) . Untuk itu perlu dilakukan modifikasi teknik perbanyakan dengan teknik yang lebih efisien secara waktu dan biaya dengan menggunakan media cangkok yang berbeda dan induksi rooton-f.
54
2.
METODOLOGI
2.1
Bahan Tumbuhan dan Waktu Penelitian
Bahan berupa batang muda tumbuhan Piper miniatum hasil perbanyakan secara stek dengan indukan yang diperoleh di desa Kurima, Kecamatan Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua pada bulan Maret tahun 2003 7). Indentifikasi jenis tanaman dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani, Puslit Biologi LIPI. Bahan stek dari Kurima diperbanyak dahulu di Kebun Raya Cibodas sebagai langkah adaptasi klimat yang mendekati klimat Wamena Papua. Setelah agak banyak tumbuhan tersebut digunakan sebagai bahan penelitian pada tahun 2006. 2.2
Metoda Perbanyakan Vegetatif Secara Cangkok
Percobaan dilakukan di rumah kaca Kebun Raya Cibodas – LIPI, pada bulan Februari 2007 sampai bulan November 2007. Pemilihan sulur selain sehat dan segar, diameter juga dijadikan patokan untuk perkiraan umur jaringan, sehingga tingkat keseragaman sulur lebih tinggi. Selain itu, jumlah ruas yang sama pada setiap sulur juga dijadikan sebagai salah satu patokan untuk menjaga kesamaan bahan (sulur). Bahan percobaan ditentukan pada perlakuan tingkat ketuaan stek batang yaitu ruas ke satu/pucuk dianggap paling muda, ruas kedua/tengah dianggap mempunyai ketuaan sedang dan yang ketiga/pangkal dianggap mewakili yang paling tua. Media yang digunakan untuk pertumbuhan cangkok adalah paku Selaginela sp, akar Asplenium nidus dan humus hutan. Penentuan bahan media cangkok mengacu pada kebiasaan masyarakat petani pengembang tanaman hias yang memanfaatkan tumbuhan paku Selaginela sp. Tumbuhan paku Selaginela sp. umum digunakan untuk bahan pengganti oasis (bahan seperti sponge yang apabila dicelup ke air akan menyerap dan berbentuk padatan yang dapat kita ubah sesuai
Priyono.S.H..., 2010
keinginan kita) dalam merangkai bunga atau tanaman. Sedangkan akar Asplenium nidus merupakan bahan alami yang bersifat halus dan empuk tidak mudah hancur yang diharapkan dapat membantu menjaga kelembaban udara dalam cangkok sehingga akar dapat menembus dengan mudah. Humus hutan yang kaya akan unsur hara mineral dan teksturnya berongga banyak sehingga membantu dalam pengaturan udara dalam cangkok Rancangan percobaan menggunakan rancangan acak lengkap dengan 10 ulangan dan dua faktor perlakuan yaitu tahapan ruas (pucuk/R1, tengah/R2, pangkal/R3) serta media cangkok. Setelah itu tumbuhan tersebut dicangkok satu persatu sesuai perlakuan dan kemudian dioles dengan Rootone-F (sebagai sumber auksin) lalu diletakkan diatas media cangkok dan segera ditutup, kemudian dipadatkan, bungkus dengan plastik bening dan diikat dengan tali raffia. Kemudian cangkokan tersebut bersama tumbuhan induk ditempatkan pada lokasi bernaungan paranet 50 %, serta diletakkan pada lokasi yang dapat dengan mudah dikontrol penyinaran matahari, kelembaban, curah hujan dan suhu lingkungannya serta dijauhkan dari gangguan yang mungkin terjadi. Pengamatan dilakukan seminggu sekali terhadap perubahan pada perakaran, jumlah daun dan sulur yang muncul pada ujung cangkokan. Proses pencangkokan dianggap selesai ketika akar sudah memenuhi media dan sulur sudah cukup kuat untuk dipotong menjadi bibit baru. Adapun indikatornya: sulur paling sedikit satu dengan ruas 4-5 buah. Seluruh parameter perubahan yang diamati, selanjutnya dianalisis secara statistik menggunakan Program SAS (SAS Institute Inc. USA). Analisis Unsur N, P dan K pada Media Tumbuh Analisa unsur hara N media cangkok (tumbuhan Selaginela sp. dan akar Asplenium nidus ) menggunakan metode Kjeldhal sedangkan unsur P dan K menggunakan
metode dekstruksi basah asam (HClO4 , HNO3 , H2SO4, 5 : 2 : 1). Penentuan Kadar N Seberat 0.5 g masing-masing sampel ( Selaginela sp , akar Asplenium nidus dan humus hutan) dan 10 ml HCl 0.02 N, dimasukkan kedalam labu kjeldahl 30 ml. Tambahkan 1.9 g K2SO4 , 40 mg HgO2 dan 2.0 ml H2SO4 pekat dan didihkan sampel 1-1.5 jam sampai cairan menjadi jernih. Setelah dingin kemudian dipindahkan ke dalam seperangkat alat distilasi, tambahkan 10 ml larutan NaOH-Na2S2O3 ( 60 g Na OH dan 5 g Na S2 O2 5 H2 O dalam air dan diencerkan sampai 100 ml), dan didistilasi. Distilat ditampung dengan 5ml H2BO3 yang berisikan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian metil merah 0.2 % dalam alkohol dan 1 bagian metilen blue 0.2 % dalam alkohol). Distilasi dilakukan sampai volume distilat mencapai 15 ml, kemudian diencerkan sampai volume menjadi 50 ml. Kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Hal yang sama juga dilakukan terhadap blanko. Kadar N yang terkandung didalam sampel selanjutnya dihitung berdasarkan persamaan di bawah8): ( ml HCl - ml blanko) x normalitas x 14.007 x 100
% N = ----------------------------------------------mg sampel
Penentuan Kadar P dan K Penetapan unsur P dan K dilakukan dengan cara pengabuan basah menggunakan HNO3 dan HCl O4. Seberat 0.5 g masing-masing sampel (Selaginela sp, akar Asplenium nidus dan humus hutan) dimasukkan kedalam tabung digestion. Ditambahkan 5 ml HNO3 p.a dan biarkan satu malam. Keesokan hari dipanaskan dalam digestion block pada temperatur 100oC selama satu jam, kemudian suhu ditingkatkan menjadi 150oC. Setelah uap kuning habis, suhu digestion block kembali
Perbanyakan Vegetatif Secara...J. Tek. Ling. 11 (1) : 53 - 59
55
dinaikkan menjadi 200oC. Destruksi selesai setelah keluar asap putih dan sisa ekstrak kurang dari lebih 0.5 ml, dan kemudian didinginkan. Setelah itu ekstrak diencerkan dengan air bebas ion hingga volume tepat 50 ml dan kocok dengan pengocok tabung hingga homogen 9). Pengukuran Kadar P Pipet masing-masing 1 ml ekstrak contoh ke dalam tabung kimia. Tambahkan 9 ml air bebas ion dan kocok. Dipipet masingmasing 2 ml ekstrak encer contoh dan deret standar P (0-20 ppm PO4) ke dalam tabung reaksi. Tambahkan 10 ml pereaksi pewarna P (campuran 1.06 g asam askorbat dan 100 ml pereaksi P pekat dan dijadikan 1 L). Kocok dengan pengocok tabung sampai homogen dan biarkan 30 menit. P dalam larutan diukur dengan alat spektrofotometerp ada panjang gelombang 693 nm9). Pengukuran Kadar K Pipet 1 ml ekstrak dan deret standar masing-masing kedalam tabung kimia dan ditambahkan 9 ml larutan La 0.25 %. Kocok dengan menggunakan pengocok tabung sampai homoge. K diukur dengan alat fotometer nyala deangan deret standar sebagai pembanding menggunakan persamaan berikut 9):
Kadar P(%) = ppm kurva x 0.1 x 31/95 x fk Kadar K (%) = ppm kurva x 0.1 x fk Keterangan : Ppm kurva= kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar deret standar dengan pembacaanya setelah dikoreksi blanko. fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100- % kadar air) 2.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemanenan dilakukan ketika proses pencangkokan dianggap selesai ketika akar sudah memenuhi media dan sulur sudah cukup kuat (telah terbentuk sulur dengan jumlah ruas 4 – 5) untuk dipotong menjadi bibit baru. Pada kondisi ini, hasil cangkokan P. miniatum dianggap sudah mampu tumbuh di pot-pot kecil sebagai media adaptasi dalam masa aklimatisasi bibit tumbuhan baru. Hasil pengamatan terhadap perkembangan morfologi (sulur, daun, ruas batang) cangkok batang muda dengan interval waktu satu minggu (7 hari) memperlihatkan bahwa cangkok dengan media Asplenium nidus lebih baik dibanding perlakuan lainnya. Hal ini ditandai dengan lebih banyaknya jumlah sulur daun dan ruas batang yang terbentuk pada cangkok yang menggunakan medium tersebut (Tabel 1.). Kelebihan secara fisik cangkokan pada media akar Asplenium nidus lebih nyata terlihat pada cangkok setelah mencapai umur 18 minggu seperti terlihat pada gambar 2. itu, hasil analisis unsur hara N, P dan K pada setiap media tumbuh ditampilkan pada tabel 2
Tabel 1. Pengaruh media terhadap pertumbuhan tanaman hasil cangkok (18 minggu) dari saat tanam. Media cangkok
Jumlah sulur
Jumlah daun
R1
R2
R3
R1
R2
Paku Selaginela sp.
2h
3h
4h
13 c
Akar Asplenium nidus
3h
5h
8f
12 c
Humus Hutan
1h
2h
2h
4 h
6g
56
Priyono.S.H..., 2010
Jumlah ruas R1
R2
R3
17 b 18 b
16 c
18 b
20 b
18 b 19 b
17 b
19 b
24 a
6g
9f
8f
Catatan : huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf-5%
R3
7g
Tabel 2. Kandungan hara N, P, K pada media cangkok. MineMedia ral Selaginela A k a r H u m u s sp.(%) Asplenium u t a n nidus(%) (%) N
0.104
0.211
0.280
P
0.604
0.471
0.100
K
1.041
1.401
0.540
Keterangan : Paku Selaginela sp. (moss) Akar Asplenium nidus (akar pakis sarang burung) Humus hutan (kompos asli dari hutan) 3.1
Pembentukan Akar
Proses terbentuknya akar dimulai pada ruas atau buku-buku batang tumbuhan Piper miniatum Bl atau sirih yang mempunyai perawakan merambat. Calon akar yang terletak pada ruas-ruas batang dikondisikan dengan dibungkus plastik bening dan berisi media tumbuh, sehingga mendorong terjadinya pembengkakan batang di ruas batang lalu berkembang membesar dan memecah pori-pori sel ruas batang. Hal ini terjadi karena induksi auksin dari rootone-f dan situasi berkembang dengan sifat kehidupan untuk bertumbuh dan mencari air dengan memanfaatkan kelembaban yang terjadi dalam wadah cangkokan, yang kemudian memanjang menyerap zat hara yang tersedia pada media cangkok tersebut10). Selanjutnya akar akan berkembang menjadi banyak dan diikuti pertumbuhan lainnya seperti munculnya tunas, sulur dan daun. Keberhasilan cangkok pada umumnya dipengaruhi oleh faktor dalam dari bahan tersebut seperti kematangan atau umur batang setek dan faktor luar seperti media tumbuh, kelembaban udara dan suhu dari lingkungan percobaan11). Hal ini berkaitan erat dengan ketuaan sulur yang dicangkok tersebut merespon dengan baik untuk mempercepat tumbuh kembang calon tanaman baru. Dari
percobaan ini terlihat bahwa kematangan ruas ketiga mampu mengadaptasi dengan baik dan perkembangan akar dapat dipicu lebih cepat oleh rooton-f (auksin) dibanding dengan ruas dua ataupun ruas kesatu. Hal ini juga berimplikasi terhadap lebih cepatnya penyerapan unsur mineral oleh akar yang terbentuk pada ruas ke tiga.. Kondisi ini ditunjang juga oleh tekstur berongga yang relatif banyak pada media akar Asplenium nidus dibanding Selaginela sp. dan humus hutan, yang memungkinkan akar lebih mudah menembus media dan ketersediaan oksigen yang lebih banyak untuk menunjang perkembangan akar. Faktor lainnya yang menunjang perkembangan akar pada media akar Asplenium nidus adalah dengan tingginya kandungan mineral N, P dan K seperti terlihat pada Tabel 2.. Seperti telah diketahui bahwa mineral N, P dan K unsur hara makro esensial yang mempunyai fungsi penting untuk metabolisme di dalam jaringan tumbuhan12). 3.2
Pengaruh Auksin dan Ketuaan Ruas Cangkok.
Secara umum pada bagian ujung tanaman seperti ujung akar dan pucuk memiliki kandungan auksin internal yang relatif lebih tinggi dibanding bagian tumbuh yang lain13). Auksin secara umum berfungsi untuk menstimulasi pembentukan jaringan akar baru14). Secara teoritis, bagian pucuk Piper miniatum (ruas pertama) akan membentuk sistem perakaran relatif lebih cepat dibanding ruas 2 atau ruas 3 karena memiliki kandungan auksin internal yang lebih tinggi. Namun pada penelitian ini, pada Tabel 1, terlihat bahwa pertumbuhan sistem perakaran yang berasal dari cangkokan yang diperlakukan dengan auksin eksternal pada ruas pertama lebih lambat dibanding cangkokan dari ruas ke-2 dan ke-3. Pertumbuhan sistem perakaran yang paling cepat malah terjadi pada cangkokan yang berasal dari ruas ke 3 (jaringan yang lebih tua) 15). Fenomena ini menjelaskan bahwa pada perbanyakan tumbuhan
Perbanyakan Vegetatif Secara...J. Tek. Ling. 11 (1) : 53 - 59
57
Piper miniatum dengan teknik cangkok, kandungan auksin yang tinggi saja tidak cukup untuk menstimulasi pembentukan sistem perakaran. Akan tetapi kematangan jaringan (ketuaan) juga merupakan faktor yang sangat menentukan kecepatan pembentukan akar(16). Karena pada ruas yang relatif lebih pada sulur Piper miniatum telah terbentuk bakal akar sehingga lebih mudah untuk berkembang lebih lanjut. 3.3 Pengaruh Media Cangkok
Setelah tejadinya pembentukan sistem perakaran, faktor unsur hara pada medium yang digunakan juga akan menentukan perkembangan cangkokan. Cangkok yang memiliki sistem perakaran akan dengan segera menyerap unsur N, P, dan K yang terdapat pada media yang digunakan. Pada tahap ini media dari akar Asplenium nidus memperlihatkan keunggulan dibanding paku Selaginela sp. maupun humus hutan karena memiliki kandungan N, P, dan K yang relatif lebih tinggi seperti terlihat pada Tabel 2. Ketiga unsur hara esensial di atas sangat dibutuhkan oleh tumbuhan untuk menunjang metabolisme di dalam jaringan tumbuhan. Dari pengamatan pada minggu ke 18 menunjukkan bahwa ruas pangkal/ketiga merespon baik dengan munculnya akar yang mendorong pertumbuhan sulur, daun dan ruas pada perlakuan media cangkok akar Asplenium nidus. 3.
KESIMPULAN
Perbanyakan tumbuhan Piper miniatum Bl. dapat dilakukan secara sederhana dengan penerapan metoda cangkok selama 4,5 bulan. Keberhasilan dari metoda ini sangat dipengaruhi oleh kematangan jaringan (paling baik pada ruas R3/pangkal) dengan media akar Asplenium nidus. DAFTAR PUSTAKA 1.
Gambar 1. Percobaan cangkok Piper miniatum Bl. Umur 6 minggu (A), Kondisi tumbuhan hasil cangkok umur 18 minggu (B).
2.
3. 58
Burkill, I.H., 1935. A Dictionary of the Economic products of The Malay. Peninsula, Vol.II (I-Plum). Published on Behalf of The Goerments of The Straits Settlements and Federated Malay States By The Crown Agents For The Colonies Milbark London S.W. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid II Cetakan ke-1. Badan Litbang Kehutanan Jakarta. Penerbit: Yayasan Sarana Warna Jaya. Jakarta 619-641. Perry, L.M. and J. Metzger. 1980.
Priyono.S.H..., 2010
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Medicinal plants of East and Southeast Asia Attributed Properties and Uses, The MIT Press. London. UK. Agusta, A., Y. Jamal dan Chairul. 1998. Analisis Komonen Kimia Daun Wati (Piper methysticum) Forst, Berita Biologi. 4(2,3): 53-59. Orjala J., C.A.J. Erdelmeier, A.D. Wright, T. Rali, and O. Sticher. 1993. Five new prenylated-hydroxybenzoic acid derivatives with antimicrobial and moluscicidal activity from Piper aduncum leaves, Planta Med. 59(6): 546-551. Dyer L., J. Richards and C. Dodson. 2004. Isolation, synthesis, and evolutionary ecology of Piper Amides, In Piper: A Model Genus for Studies of Phytochemistry, Ecology, and Evolution. Lee A. Dyer and Aparna D. N. Palmer (eds). Kluwer Academic/ Plenum Publishers. 117-139 pp. Sumarnie. 2005. Perbanyakan Piper miniatum Bl. Dengan Setek Batang Muda Secara Aquatik dan Medium Humus Perlakuan Zat Pengatur Tumbuh Tanaman, Laporan Teknik Pusat Penelitian Biologi-LIPI. Pusat Penelitian Biologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Apriyantono A, D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, Sedarnawati, S. Budiyanto. 1989. Analisis Pangan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. 71-73 hal. Anonim. 2005. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk, Balai Penelitian Tanah Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. 51-56 hal. 10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Weaver, R.M., 1972. Plant Growth Substances, in Agric. W.H.Freeman and Co. San Fransisco. USA. Devlin, R.M. and F.H. Witham. 1983. Plant Physiology, 4th edition. Golden Art Printing Corp.58 Kalayaan St.Deliman Quezon City 577 p +XIV. Darmawan, J. and Y. Baharsyah. 1983. Dasar-dasar Fisiologi Tanaman, Penerbit P.T. Suryandaru UtamaSemarang. 51-56 hal. Abidin, Z., 1983. Dasar-dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuhan, Angkasa. Bandung. Aloni, R., 1977. The time course of sieve tube and vessel regeneration and their relation to phloem anastomoses in mature internodes of Coleus, Amer.J.Bot.(64): 615- 621. Fahn, A., 1990. Plant Anatomy, 4th edition. Pergamon Press. 104 -152. 187-217 dan 270-305pp. Mauseth, J.D., 1991. Botany An Introduction to Plant Biology, University of Texas. Austin Universidad Catolica. Santiago, Chile. Saunders College Publishing Philadelpia Ft.Chicago.103203 pp.
Perbanyakan Vegetatif Secara...J. Tek. Ling. 11 (1) : 53 - 59
59