PERKECAMBAHAN DAN PERBANYAKAN TUNAS LADA (Piper nigrum L.) VARIETAS PETALING SECARA IN VITRO
FITRI YULIANTI A24061756
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN
FITRI YULIANTI. Perkecambahan dan Perbanyakan Tunas Lada (Piper nigrum L.) Varietas Petaling secara In Vitro. (Dibimbing oleh MEGAYANI SRI RAHAYU and MIA KOSMIATIN). Salah satu penyebab penurunan produksi lada di Indonesia adalah serangan penyakit busuk pangkal batang (BPB) yang disebabkan oleh jamur Phythophthora capsici. Lada varietas Petaling sangat peka terhadap serangan penyakit BPB. Salah satu cara untuk meningkatkan produksi lada Petaling yaitu dengan pemuliaan tanaman lada melalui transformasi genetik. Transformasi genetik dilakukan dengan teknik in planta, untuk itu dilakukan penelitian perkecambahan dan perbanyakan tunas lada secara in vitro. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor pada bulan November 2009 sampai Juni 2010. Penelitian ini terdiri dari tiga percobaan yaitu pematahan dormansi biji, perkecambahan dan perbanyakan tunas lada. Rancangan percobaan yang digunakan pada pematahan dormansi biji lada yaitu Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan satu faktor yaitu konsentrasi H2SO4 yang terdiri dari tiga taraf yaitu perendaman dalam H2SO4 10 %, 15 %, dan 30 %, dengan delapan ulangan. Rancangan percobaan yang digunakan pada perkecambahan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dua faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi BAP dengan empat taraf yaitu 0.0 ppm, 0.3 ppm, 0.5 ppm, dan 1.0 ppm. Faktor kedua adalah senyawa antioksidan terdiri dari dua jenis yaitu arang aktif 2 % dan PVP 100 mg/l, dengan sepuluh ulangan setiap kombinasi perlakuan. Rancangan percobaan yang digunakan pada perbanyakan tunas yaitu RAL Faktorial dua faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi BAP dengan empat taraf yaitu 0.0 ppm, 0.3 ppm, 0.5 ppm, dan 1.0 ppm dan faktor kedua adalah pemberian vitamin dengan dua jenis yaitu Schenk & Hildebrandt (SH) dan Gamborg’s (B5), dengan sepuluh ulangan setiap kombinasi perlakuan. Pengujian data peubah yang diperoleh dilakukan melalui uji F (data normal) dan
ii
jika hasilnya berbeda nyata, maka akan dilakukan analisis uji lanjut untuk nilai tengah dengan metode Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5 %. Data dengan
keragaman yang melebihi 40 %, akan ditransformasi dengan
√(x+0.5) atau log (x+1). Uji Nonparametrik untuk data tidak normal. Perlakuan H2SO4 10 % merupakan perlakuan yang lebih baik
untuk
pematahkan dormansi biji lada Petaling dibanding dengan H2SO4 15 % dan 30 %. Perlakuan BAP 1.0 ppm dapat meningkatkan perkecambahan lada varietas Petaling. Pemberian arang aktif 2 % atau PVP 100 mg/l pada media lada dapat mencegah pencoklatan. Tidak ada interaksi antara perlakuan BAP dan dua jenis senyawa antioksidan. Pada perbanyakan tunas lada Petaling, Perlakuan BAP tidak dapat meningkatkan perbanyakan tunas lada varietas petaling. Pemberian dua jenis vitamin yang berbeda tidak memberikan pengaruh terhadap perbanyakan tunas lada. Tidak ada interaksi antara perlakuan BAP dan dua jenis vitamin. Media tanpa BAP dapat menginduksi perakaran pada tunas lada Petaling. PVP 100 mg/ l hanya efektif untuk mencegah pencoklatan pada tunas lada selama 3 MST setelah itu lada harus disubkultur.
PERKECAMBAHAN DAN PERBANYAKAN TUNAS LADA (Piper nigrum L.) VARIETAS PETALING SECARA IN VITRO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
FITRI YULIANTI A24061756
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
LEMBAR PENGESAHAN
Judul
: PERKECAMBAHAN DAN PERBANYAKAN TUNAS LADA (Piper nigrum L.) VARIETAS PETALING SECARA IN VITRO
Nama
: FITRI YULIANTI
NIM
: A24061756
Menyetujui, Dosen Pembimbing Pembimbing I
Pembimbing II
(Ir. Megayani Sri Rahayu, MS.)
(Mia Kosmiatin, SSi., MSi.)
NIP. 19640520 198803 2 001
NIP. 19690917 199903 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
(Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.) NIP. 19611101 198703 1 003
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 8 Februari 1988. Penulis merupakan anak ketiga dari Bapak Mudro dan Ibu Sopiah. Penulis merupakan campuran dari Suku Jawa dan Betawi. Tahun 2000 penulis lulus dari SDI Al-Falah 1 Pagi Jakarta, kemudian pada tahun 2002 penulis menyelesaikan studi di MTS Al-Falah Jakarta. Selanjutnya penulis lulus dari SMAN 32 Jakarta Selatan pada tahun 2006. Tahun 2006 penulis diterima di IPB melalui USMI. Selanjutnya tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Penulis aktif di berbagai organisasi mahasiswa. Tahun 2007/2008 sebagai sekretaris Departemen Pertanian Kabinet Matahari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Fakultas Pertanian. Selanjutnya penulis pada tahun 2008/2009, menjabat sebagai sekretaris Departemen Sosial dan Lingkungan Kabinet Faperta Bersatu BEM, Fakultas Pertanian. Penulis juga mengikuti Unit Kegiatan mahasiswa (UKM) Kesenian Sunda yaitu Gentra Kaheman.
KATA PENGANTAR Puji syukur senantiasa penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT. yang tak pernah berhenti memberikan nikmat kepada penulis, sehingga dengan petunjuk dan
rahmatNya
penulis
dapat
menyelesaikan
skripsi
yang
berjudul
“Perkecambahan dan Perbanyakan Tunas Lada (Piper nigrum L.) Varietas Petaling secara In Vitro”. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terimakasih kepada : 1.
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian yang memberikan fasilitas penelitian.
2.
Ir. Megayani Sri Rahayu MS. sebagai pembimbing skripsi.
3.
Mia Kosmiatin SSi., MSi. sebagai pembimbing skripsi.
4.
Dr. Ir. Endah Retno Palupi, MSc. sebagai penguji.
5.
Ir. Ketty Suketi, MSi. sebagai pembimbing akademik
6.
Joko Tamami sebagai kepala ruang media Laboratorium Kultur Jaringan BB Biogen.
7.
Tim dosen pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB.
8.
Ibu dan Ayahanda tercinta yang senantiasa memberi dukungan penuh baik spiritual maupun material.
9.
Kak Faiza dan abang Fauzi serta adikku Fajri yang telah membantu menyemangati selama ini.
10.
Teman-teman satu laboratorium yaitu mas anton, mba cia, febri, tyas, bu marnah dan windi.
11.
Teman-teman Agronomi dan Hortikultura khususnya adi, maul, limas, hoti, ony, nahrin, arti, yuni, nita, dan hendi. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi
ini dapat bermanfaat untuk penelitian lada selanjutnya. Bogor,
Oktober 2010
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................x PENDAHULUAN ...................................................................................................1 Latar Belakang .................................................................................................... 1 Tujuan .................................................................................................................. 3 Hipotesis .............................................................................................................. 3 TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................................4 Tanaman Lada (Piper nigrum L.)........................................................................ 4 Dormansi ............................................................................................................. 5 Kultur In Vitro ..................................................................................................... 7 Perkecambahan In Vitro Biji Lada ...................................................................... 9 Perbanyakan Tunas Lada secara In Vitro .......................................................... 10 BAHAN DAN METODE ......................................................................................12 Tempat dan Waktu ............................................................................................ 12 Bahan dan alat ................................................................................................... 12 Metode Penelitian .............................................................................................. 12 Pelaksanaan Penelitian ...................................................................................... 14 HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................................20 Kondisi Umum .................................................................................................. 20 Pematahan Dormansi Biji Lada ......................................................................... 23 Perkecambahan Biji Lada .................................................................................. 25 Perbanyakan Tunas Lada................................................................................... 28 KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................................38 Kesimpulan ........................................................................................................ 38 Saran .................................................................................................................. 38 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................39 LAMPIRAN ...........................................................................................................44
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Rekapitulasi sidik ragam pematahan dormansi biji lada ............................... 23 2. Pengaruh perlakuan H2SO4 terhadap PTM ................................................... 24 3. Rekapitulasi sidik ragam perkecambahan biji lada ....................................... 25 4. Pengaruh BAP terhadap PTM, berkalus, mencoklat, dan awal tumbuh biji . 26 5. Pengaruh senyawa antioksidan terhadap pencoklatan .................................. 26 6. Rekapitulasi sidik ragam perbanyakan tunas lada ........................................ 28 7. Rekapitulasi uji nonparametrik tinggi tunas dan panjang akar ..................... 29 8. Pengaruh BAP terhadap jumlah tunas, jumlah buku, tinggi tunas, jumlah daun, jumlah akar, dan panjang akar pada 6 MST ...................................... 29 9. Pengaruh vitamin terhadap jumlah tunas, jumlah buku, jumlah tunas, jumlah daun, jumlah akar, dan panjang akar pada 6 MST ...................................... 34 10. Jumlah tanaman yang mencoklat pada bagian bekas potongan dan menyebar pada media ................................................................................................... 35 11. Pengaruh interaksi antara BAP dan vitamin terhadap jumlah tunas, jumlah buku, tinggi tunas, jumlah daun, jumlah akar, dan panjang akar pada 6 MST ..................................................................................................................... 37
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Sulur Cabang Buah Lada (Piper nigrum L.) ................................................... 4 2. Alur Penelitian .............................................................................................. 19 3. Eksplan biji lada yang terkontaminasi bakteri (a) dan cendawan (b) .......... 20 4. Kecambah yang tidak dapat melepaskan kotiledon ...................................... 21 5. Biji lada yang mengkalus .............................................................................. 21 6. Penampilan warna daun lada pada perlakuan arang aktif (A) dan PVP (B) . 22 7. Tunas lada yang terkontaminasi bakteri ........................................................ 22 8. Tunas lada yang mengkalus .......................................................................... 23 9. Analisis regresi pengaruh H2SO4 terhadap awal biji berkecambah lada....... 24 10. Pencoklatan pada biji lada............................................................................ 27 11. Pengaruh interaksi antara BAP dan dua jenis senyawa antioksidan terhadap PTM dan awal tumbuh biji .......................................................................... 27 12. Proses Pertumbuhan Tunas Baru Lada ........................................................ 29 13. Buku tunas lada ............................................................................................ 30 14. Analisis regresi pengaruh BAP terhadap tinggi tunas lada pada 6 MST ..... 31 15. Daun pada tunas baru lada ........................................................................... 32 16. Warna daun lada hijau tua (4), hijau muda (3), hijau kekuningan (2), dan coklat (1) ...................................................................................................... 32 17. Perubahan warna daun lada pada 0 MST sampai 6 MST ............................ 32 18. Analisis regresi pengaruh BAP terhadap jumlah akar lada pada 6 MST .... 33 19. Pertumbuhan akar tunas lada ....................................................................... 34 20. Pencoklatan terjadi pada bagian bekas potongan dan akan menyebar pada media............................................................................................................ 36 21. Pencoklatan pada bagian bekas potongan dapat menyebabkan pencoklatan yang mengakibatkan kematian tunas ........................................................... 36
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Komposisi media MS (Murashige and Skoog) ............................................. 45 2. Komposisi vitamin SH (Schenk & Hildebrandt) (V1) dan B5 (V2) ............. 45 3. Analisis sidik ragam pengaruh H2S04 terhadap potensi tumbuh maksimum biji lada ........................................................................................................ 45 4. Analisis sidik ragam pengaruh H2S04 terhadap awal biji berkecambah lada 46 5. Analisis sidik ragam pengaruh BAP dan pencegah pencoklatan terhadap potensi tumbuh maksimum .......................................................................... 46 6. Analisis sidik ragam pengaruh BAP dan pencegah pencoklatan terhadap awal biji berkecambah lada .................................................................................. 46 7. Analisis sidik ragam pengaruh BAP dan pencegahan pencoklatan terhadap tingkat pencoklatan biji lada ........................................................................ 46 8. Analisis sidik ragam pengaruh BAP dan vitamin terhadap jumlah tunas lada ..................................................................................................................... 47 9. Analisis sidik ragam pengaruh BAP dan vitamin terhadap jumlah buku lada ..................................................................................................................... 48 10. Analisis sidik ragam pengaruh BAP dan vitamin terhadap jumlah daun tunas lada............................................................................................................... 53 11. Analisis sidik ragam pengaruh BAP dan vitamin terhadap jumlah akar lada ..................................................................................................................... 54
PENDAHULUAN
Latar Belakang Indonesia terkenal sebagai salah satu negara penghasil rempah-rempah di dunia, karena Indonesia memiliki hutan dengan tingkat keragaman hayati yang tinggi, sehingga banyak terdapat rempah-rempah. Beberapa jenis rempah-rempah diantaranya cengkeh, pala, jahe, dan lada. Lada (Piper nigrum L.) menduduki peringkat pertama sebagai komoditas ekspor dalam kelompok rempah. Jenis lada yang dibudidayakan di Indonesia diantaranya Petaling 1, Petaling 2, Natar 1, Natar 2, Jambi, dan Bulok Belatung (Wahid
dan Soetopo, 1990). Varietas
Petaling 1 merupakan varietas unggul lada yang memiliki potensi hasil (4.48 ton/ha) dan mutu yang tinggi (Kristina dan Bermawie, 1999). Lada mempunyai banyak manfaat antara lain sebagai bumbu, obat, pengawet, penghangat tubuh, dan parfum. Lada banyak diminati masyarakat, sehingga harga lada cenderung semakin meningkat. Lada dapat dijadikan sebagai sumber devisa dan pendapatan pertanian yang potensial di sentral produksi. Nilai jual lada dalam perdagangan bahan ekspor utama di Jakarta dari tahun ke tahun semakin meningkat. Harga lada putih ekspor tahun 2006 Rp 2 435 958/kuintal, pada tahun 2007 naik menjadi Rp 3 614 658/kuintal, sedangkan harga lada hitam ekspor
pada tahun 2006
Rp 1 498 321/kuintal dan naik pada tahun 2007 menjadi Rp 2 382 350/kuintal (BPS, 2008). Peluang untuk menjadikan lada sebagai sumber devisa dan pendapatan pertanian yang potensial di sentral produksi masih belum bisa dimanfaatkan secara maksimal karena produksi lada di Indonesia pada tahun 2003 sampai 2007 semakin menurun dari 90.6 ribu ton menjadi 77.3 ribu ton (BPS, 2008). Produksi lada yang semakin menurun ini diakibatkan oleh beberapa faktor diantaranya produktivitas tanaman yang relatif masih rendah, tingginya tingkat serangan hama dan penyakit khususnya penyakit kuning, busuk pangkal batang (BPB) dan hama penggerek batang, terlalu terpusatnya daerah penghasil lada yaitu Bangka dan Lampung, serta lemahnya kemampuan modal serta daya serap petani terhadap
2
masukan teknologi baru (Wahid dan Soetopo, 1990). Varietas Petaling 1 sangat peka terhadap serangan penyakit BPB yang disebabkan Phytophtora capsici yang dapat menyebabkan kematian pada tanaman sehingga dapat menurunkan produksi (Hamid et al., 1988). Salah satu cara untuk meningkatkan produksi lada Petaling yaitu dengan pemuliaan tanaman lada melalui transformasi genetik. Transformasi genetik dilakukan dengan teknik in planta, untuk itu dilakukan penelitian perkecambahan dan perbanyakan tunas lada secara in vitro. Beberapa kendala yang terdapat pada proses perkecambahan dan perbanyakan tunas lada secara in vitro adalah biji lada yang memiliki sifat dormansi karena memiliki pericarp dan mesokarp yang keras sehingga proses imbibisi menjadi terhambat. Kendala lainnya adalah tingkat pencoklatan jaringan lada yang sangat tinggi. Penelitian Mariska et al. (1998) dan Patriawati
(1992)
menyatakan
bahwa
terbentuknya
fenol
pada
media
perbanyakan tunas lada varietas Lampung Daun Lebar yang dapat mempengaruhi pertumbuhan eksplan menjadi tidak baik. Konsentrasi BAP untuk perkecambahan dan perbanyakan tunas dan formulasi vitamin untuk perbanyakan tunas lada Petaling yang tepat belum diketahui. Beberapa cara untuk mengatasi kendala perkecambahan dan perbanyakan tunas lada varietas Petaling secara in vitro yaitu pemberian larutan asam kuat seperti H2SO4. Konsentrasi tertentu H2SO4 dapat membuat kulit benih/biji menjadi lunak, sehingga proses imbibisi menjadi mudah. Beberapa senyawa antioksidan dapat mengatasi masalah pencoklatan pada jaringan diantaranya polypynyl pyrolidon (PVP) dan arang aktif. Husni et al. (1994) menyatakan bahwa penambahan PVP 200 mg/l dapat mengatasi pencoklatan pada perbanyakan tunas lada budidaya varietas Lampung Daun Lebar. Pemberian vitamin yang tepat akan menentukan keberhasilan perbanyakan tunas lada. Gamborg’s (B5) dan Schenk & Hildebrandt (SH) merupakan formulasi vitamin yang diberikan pada media kultur. Perbanyakan tunas yang diinduksi dari biji/benih steril dengan cara mengkulturkan biji/benih steril pada media yang mengandung sitokinin dapat menghasilkan laju perbanyakan tunas yang cukup tinggi (Armini et al., 1991). Pemberian vitamin dan konsentrasi zat pengatur
3
tumbuh sitokinin BAP (6-benzyl amino purine) yang tepat perlu diketahui agar dapat meningkatkan perkecambahan dan perbanyakan tunas lada secara in vitro.
Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari respon pematahan dormansi, perkecambahan dan perbanyakan tunas lada varietas Petaling secara in vitro akibat penggunaan beberapa bahan kimia dan zat pengatur tumbuh.
Hipotesis 1.
Pemberian H2SO4 pada konsentrasi tertentu diduga dapat mematahkan dormansi biji lada.
2.
Pemberian BAP pada konsentrasi tertentu diduga dapat meningkatkan perkecambahan in vitro biji lada.
3.
Pemberian arang aktif atau PVP pada media lada diduga dapat mencegah pencoklatan.
4.
Terdapat interaksi antara BAP dan arang aktif atau PVP dalam mendukung perkecambahan in vitro biji lada.
5.
Pemberian BAP pada konsentrasi tertentu diduga dapat meningkatkan perbanyakan tunas lada secara in vitro.
6.
Pemberian vitamin yang berbeda pada media diduga berpengaruh terhadap perbanyakan tunas lada secara in vitro.
7.
Terdapat interaksi antara BAP dan vitamin dalam mendukung perbanyakan tunas lada secara in vitro.
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Lada (Piper nigrum L.) Tanaman lada (Piper nigrum Linn.) diduga berasal dari lada liar yang tumbuh di pegunungan Malabar, India Barat Daya (Sarpian, 1988). Lada tergolong tanaman tahunan (perennial) (Syakir et al., 1994) dan merupakan tanaman memanjat yang mempunyai lintasan fotosintesis C3 dan membutuhkan 50-75 % intensitas cahaya (BP2TP, 2003).
Sumber : www.google.com
Gambar 1. Sulur Cabang Buah Lada (Piper nigrum L.) Klasifikasi taksonomi untuk lada yaitu : Kerajaan :
Plantae
Kelas
:
Dicotyledon
Ordo
:
Piperales
Famili
:
Piperaceae
Genus
:
Piper
Spesies
:
Piper nigrum
Tanaman lada tergolong tanaman dimorphic yang memiliki dua macam sulur yaitu sulur panjat dan sulur buah. Sulur panjat bersifat negatif fototrop dan sulur buah yang bersifat positif fototrop (Wahid, 1996). Gambar 1 menunjukkan gambar sulur cabang buah lada.
5
Akar tanaman lada digolongkan ke dalam tipe akar tunggang. Tanaman lada termasuk tanaman berdaun tunggal dengan susunan daun tidak berpasangan, bentuk daunnya bulat telur dengan ujung daun yang meruncing. Bunga berada dalam satu tandan yang muncul dari cabang-cabang plagiotrop dan tumbuh pada malai bunga, kemudian bunga akan membentuk buah yang akan matang penuh apabila telah hijau dan mengeras, dan matang petik apabila sebagian buah telah berwarna kuning atau merah. Lada dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik pada jenis tanah ultisol, Alfisol, dan Andisol dengan pH tanah sekitar 4.5-6.5, kesuburan tanah tinggi, dan ketinggian lahan tidak lebih dari 500 m dpl (di atas permukaan laut). Curah hujan yang dibutuhkan tanaman lada yaitu 2000-2400 mm/tahun dan merata sepanjang tahun dengan musim kemarau 2-3 bulan. Suhu yang cocok untuk tanaman lada yaitu sekitar 23-32 0C (BP2TP, 2003).
Dormansi Dormansi menurut Gardner et al. (1991) adalah suatu keadaan pertumbuhan yang tertunda atau keadaan istirahat walaupun berada dalam keadaan
yang secara umum dianggap telah memenuhi syarat
perkecambahan. Penyebab
dormansi
pada
biji/benih
bagi
sangat beragam.
Bonner et al. (1994) mengklasifikasikan dormansi menjadi : a.
Dormansi kulit biji/benih (faktor eksternal), kulit biji/benih impermeable terhadap gas atau air.
b.
Dormansi embrio (faktor internal), terdapat senyawa penghambat (inhibitor).
c.
Dormansi morfologi terjadi pada biji/benih tidak sempurna dalam proses pembentukan biji/benih.
d.
Dormansi
sekunder
disebabkan
karena
perlakuan,
perlukaan
saat
pengumpulan, penanaman atau penanganan biji/benih. e.
Kombinasi dormansi, biji/benih mengalami dormansi karena terdapat lebih dari dua penyebab dormansi.
f.
Dormansi rangkap, berasal dari dormansi embrio baik di radikula atau pada epikotil.
6
Biji yang dorman memerlukan perlakuan yang tepat untuk dapat berkecambah dengan cepat dan seragam. Pengetahuan mengenai penyebab dormansi sangat diperlukan untuk menentukan perlakuan pematahannya (Haryani, 2005). Biji lada memiliki sifat dormansi karena memiliki pericarp dan mesocarp yang keras sehingga proses imbibisi menjadi terhambat. Beberapa perlakuan untuk mematahkan dormansi adalah dengan cara skarifikasi, melemaskan kulit benih (perendaman dalam air), stratifikasi, alat penggunaan zat kimia. Menurut Sutopo (1993), skarifikasi merupakan pematahan dormansi dengan cara pengikiran, pengamplasan, pemotongan, dan penusukan pada bagian tertentu dari biji, dan perlakuan goncangan (impaction) untuk biji yang memiliki sumbat gabus. Perlakuan tersebut bertujuan untuk melemahkan kulit biji yang keras sehingga lebih permeabel terhadap air. Penggunaan zat kimia bertujuan untuk menjadikan kulit biji/benih lebih mudah dimasuki oleh air pada proses imbibisi. Larutan asam yang kuat seperti asam sulfat dan asam nitrat dengan konsentrasi yang pekat membuat kulit benih menjadi lunak, sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah. Penelitian tentang pematahan dormansi telah banyak dilakukan. Menurut Nuryani (1978) untuk memperoleh biji lada dengan persentasi daya berkecambah dan kekuatan berkecambah yang tinggi, maka setelah dipanen dipilih benih-benih yang sangat masak, pericarpnya sudah lembut dan berwarna merah tua, berat dan besar. Pericarp dibuang, lalu dicuci dengan air, langsung ditanam dan tidak disimpan lebih dari seminggu. Saleh (2002) menyatakan bahwa benih aren yang diberi perlakuan fisik dengan mengikis punggung atau skarifikasi dengan kertas amplas mempunyai daya berkecambah 50-55 % dengan kecepatan berkecambah 49-57 hari. Menurut Ramadhan (2007) perlakuan penghilangan kulit benih pala banda (Myristica fragrans Houtt) mampu meningkatkan daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, dan kecepatan tumbuh
dibandingkan dengan
perlakuan perendaman dengan KNO3 0.2 % selama 24 jam, H2SO4 18 N selama 10 menit, dan air panas selama 24 jam.
7
Kultur In Vitro
Komposisi Media Media kultur adalah media steril yang digunakan untuk menumbuhkan sumber bahan tanaman menjadi bibit (Mariska dan Sukmadjaja, 2003). Keberhasilan dalam metode kultur jaringan sangat tergantung pada media yang digunakan. Komponen dasar media kultur jaringan adalah air, gula sebagai sumber karbon, hara makro dan mikro, vitamin, dan hormon pertumbuhan. Komposisi media yang digunakan untuk perkecambahan dan perbanyakan tunas lada secara in vitro adalah media Murashige-Skoog (MS). Media dasar MS dapat digunakan untuk perkecambahan biji lada varietas Petaling 1 (Kristina dan Bermawie, 1999) dan perbanyakan klon lada varietas Panniyur (Yelnititis et al., 1999). Vitamin yang digunakan yaitu Gamborg’s (B5) dan Schenk & Hildebrandt (SH). Hasil penelitian Husni dan Kosmiatin (2005) menyatakan bahwa penggunaan media kombinasi Gamborg B5 (makro nutrient) dan MS (mikro nutrien + vitamin) dengan penambahan 2,4-D 0.1 dan 0.5 mg/l + BAP 0.3 mg/l baik digunakan dalam induksi kalus lada. Menurut Koerniati (2009), perkecambahan embrio matang dapat dilakukan pada media MS dan Schenk & Hildebrandt (SH).
Pencegah Pencoklatan Ketidakberhasilan perkecambahan dan perbanyakan tunas lada secara in vitro sering disebabkan karena munculnya pencoklatan pada eksplan beberapa hari setelah ditanam pada media kultur. Pencoklatan disebabkan oleh oksidasi senyawa fenolik, lada memiliki tingkat pencoklatan yang cukup tinggi. Senyawa fenolik yang terakumulasi dapat menghambat penyerapan bahan pangan dalam media,
akibatnya
eksplan
kekurangan
energi
untuk
pertumbuhan
dan
perkembangan. Kondisi ini akan mengakibatkan kematian pada eksplan (Trigiano dan Gray, 2005). Pencoklatan dapat dicegah dengan penambahan senyawa
8
antioksidan seperti Polypynyl pyrolidon (PVP), asam sitrat, asam askorbat, ammonium sitrat, arang aktif, dan kafein dalam media kultur. Husni et al. (1994) menyatakan bahwa penambahan PVP 200 mg/l dapat mengatasi pencoklatan pada perbanyakan tunas lada budidaya varietas Lampung Daun Lebar secara in vitro. Perendaman daun kelapa sawit dengan glukosa 3 % sebelum perlakuan dapat mengurangi pencoklatan pada jaringan (Mariska et al., 2008).
Ruang Kultur Kultur in vitro membutuhkan cahaya, suhu, dan RH (relative humidity) yang konstan. Menurut Altman dan Loberant (1998), pertumbuhan eksplan dalam kultur in vitro dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas cahaya. Pertumbuhan organ atau jaringan tanaman dalam kultur in vitro umumnya membutuhkan cahaya, namun pertumbuhan kalus dan perkecambahan umumnya tidak membutuhkan cahaya. Hasil penelitian Pancholi et al. (1995) menyebutkan sebanyak 82 % embrio Musa veluntia berkecambah pada inkubasi gelap dalam media berisi 0.035 ppm GA3. Perkecambahan biji lada secara in vitro diinkubasi pada ruang gelap, hal ini dilakukan untuk merangsang perkecambahan biji lada. Kecambah lada yang sudah memiliki daun segera dipindahkan ke ruang kultur dengan intensitas cahaya 1500-2000 lux untuk mencegah terjadinya etiolasi. Menurut Mitsukuri et al. (2009), mengkulturkan eksplan dalam kondisi gelap dapat mengurangi oksidasi fenol. Suhu yang umum digunakan oleh sebagian besar tanaman antara 22-270C, tergantung jenis tanaman dan tingkat pertumbuhan tanaman. Pada suhu ruang kultur di bawah optimum, pertumbuhan eksplan lebih lambat, namun pada suhu di atas optimum pertumbuhan tanaman juga terhambat akibat tingginya laju respirasi eksplan. RH yang umum dibutuhkan tanaman adalah 98-100%. Beberapa tanaman lebih efektif pada RH 88-94 %. Ruang kultur dengan RH < 40 % dapat menyebabkan desikasi (kekeringan) media, meningkatnya kadar garam dalam media, dan bahan menjadi kering (Altman dan Loberant, 1998).
9
Zat Pengatur Tumbuh Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah senyawa antioksidan bukan nutrisi yang dalam konsentrasi rendah (< 1 µM) mampu mendorong, menghambat atau secara kualitatif mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Golongan ZPT yang sangat penting dalam kultur jaringan tanaman, salah satunya adalah sitokinin (Gunawan, 1988). Sitokinin adalah kelompok senyawa antioksidan yang menyebabkan pembelahan sel yang dikenal dengan proses sitokinesis (Wattimena, 1988). Sitokinin alami banyak terdapat pada akar muda, biji dan buah yang belum masak, serta endosperm (Gardner et al., 1991). Peran fisiologis sitokinin adalah mendorong pembelahan sel, morfogenesis, pertunasan, pembentukan kloroplas, pembentukan umbi pada kentang, pemecahan dormansi, pembukaan stomata, pembungaan dan pembentukan buah partenokarpi, serta menghambat senesen dan absisi. Pengaruh sitokinin di dalam kultur jaringan tanaman antara lain berhubungan dengan proses pembelahan sel, proliferasi tunas ketiak, penghambat pertumbuhan akar, dan induksi umbi mikro terutama pada kentang (Armini, et al. 1991). Jenis sitokinin yang saat ini sering digunakan adalah BAP (6-benzyl amino purine). BAP banyak digunakan dalam perbanyakan tanaman secara kultur jaringan karena memiliki sifat yang stabil, tidak mahal dan mudah tersedia. Menurut Kosmiatin et al. (2005) media kultur yang berisi 1 mg/l BAP menghasilkan induksi dan perbanyakan tunas terbaik pada perbanyakan dan perkecambahan tanaman Gaharu secara in vitro.
Perkecambahan In Vitro Biji Lada Copeland
dan
Mc.Donald
(2001)
menyebutkan
bahwa
batasan
perkecambahan secara fisiologis adalah munculnya radikula dari testa benih, sedangkan menurut teknologis biji/benih, perkecambahan benih adalah muncul dan
berkembangnya
struktur
penting
embrio
yang
mengidentifikasi
perkecambahan normal pada kondisi lingkungan yang optimum. Perkecambahan
10
biji merupakan suatu rangkaian kompleks dari perubahan-perubahan morfologi, fisiologi, dan biokimia (Haryani, 2005). Sadjad et al. (1974) menyatakan faktor genetik dan lingkungan menentukan
proses
metabolisme
perkecambahan.
Faktor
genetik
yang
berpengaruh adalah komposisi kimia, kadar air, susunan kimia fisik atau kimia dari kulit benih. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap proses perkecambahan adalah air, suhu, gas, dan cahaya. Gardner et al. (1991) menambahkan senyawa kimia eksogen adalah faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi perkecambahan. Menurut Gardner et al. (1991) perkecambahan meliputi peristiwaperistiwa seperti imbibisi dan absorpsi air, hidrasi jaringan, adsorpsi O2, pengaktifan enzim dan pencernaan, transpor molekul yang terhidrolisis ke sumbu embrio, peningkatan respirasi dan asimilasi, inisiasi pembelahan dan pembesaran sel, dan munculnya embrio. Terdapat beberapa aktivitas hormon pertumbuhan yang berperan dalam perkecambahan yaitu giberelin mengaktifkan enzim hidrolitik dalam pencernaan, sitokinin yang dapat merangsang pembelahan sel, menghasilkan munculnya akar lembaga dan pucuk lembaga, perluasan awal pada koleoriza, dan auksin yang meningkatkan pertumbuhan karena pembesaran koleoriza, akar lembaga dan pucuk lembaga dan aktivitas geotropi.
Perbanyakan Tunas Lada secara In Vitro Perbanyakan tunas merupakan kegiatan memperbanyak tanaman yang dilakukan dengan penanaman eksplan. Pada tahap ini diharapkan dapat menghasilkan tunas sebanyak mungkin. Tunas yang terbentuk dipisahkan melalui kegiatan subkultur berulang. Penelitian tentang perbanyakan tunas lada secara in vitro telah dilakukan oleh Husni et al. (1994), yang menyatakan bahwa perbanyakan tunas lada budidaya varietas Lampung Daun Lebar pada MS + BAP 0.3 mg/l merupakan media terbaik. Yelnititis et al.(1999) penggunaan zat pengatur tumbuh BAP pada kultur in vitro eksplan batang satu buku, mendorong pembentukan tunas ganda pada lada varietas panniyur dan perlakuan BA 2.5 mg/l memberikan hasil terbaik terhadap tunas, jumlah daun, dan penampilan biakan secara visual daun yang hijau
11
dan segar, dengan batang yang tegar. Perlakuan BA melebihi 2.5 mg/l menurunkan jumlah tunas yang terbentuk.
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor pada bulan November 2009 sampai Juni 2010.
Bahan dan alat Bahan tanaman yang dipakai yaitu biji lada Petaling masak fisiologis. Media yang dipakai adalah media dasar MS (Murashige-Skoog) (Lampiran 1) dengan vitamin Schenk dan Hildebrandt (SH) dan B5 (Gamborg’s). Zat pengatur tumbuh yang dipakai adalah BAP 0.0 ppm, 0.3 ppm, 0.5 ppm, dan 1.0 ppm. Pematah dormansi yang digunakan adalah H2SO4 10 %, 15 %, dan 30 %. Bahan sterilisasi yang digunakan adalah HgCl2 2.5 %, alkohol 70 %, alkohol 96 %, glukosa 3 %, aquades steril, dan deterjen. Senyawa antioksidan yang digunakan adalah PVP 100 mg/l dan arang aktif 2 %. Bahan lain yang digunakan yaitu HCL 1.0 N dan 0.1 N, NaOH 1.0 N dan 0.1 N, alumunium foil, plastik wrap, spirtus, tissue, Phytagel. Peralatan untuk pembuatan media yaitu gelas ukur, labu takar, erlenmeyer, gelas piala, pipet volumetrik, magnetic stirer, spatula, hot plate, botol kultur, corong, timbangan analitik, pH meter, autoclave, dan oven. Peralatan untuk menanam antara lain Laminar Air Flow Cabinet, petridis, lampu bunsen, pinset, hand sprayer, pisau, dan gunting. Peralatan lain yang digunakan yaitu tabung plastic steril (corning), lemari asam, ruang gelap 21-25oC, ruang kultur dengan intensitas cahaya 1900 lux, rak kultur, penggaris dan kamera digital.
Metode Penelitian Penelitian ini terdiri dari tiga percobaan yaitu : 1. Percobaan Pematahan Dormansi Biji lada
13
Rancangan percobaan yang digunakan
yaitu Rancangan Kelompok
Lengkap Teracak (RKLT) dengan satu faktor yaitu konsentrasi H2SO4 (H) yang terdiri dari tiga taraf yaitu perendaman dalam H2SO4 10 % (H1), 15 % (H2), dan 30 % (H3) dengan lama perendaman masing-masing adalah lima menit. Percobaan ini dilakukan dengan delapan ulangan sehingga berjumlah 24 satuan percobaan. Setiap satu satuan percobaan terdiri dari satu botol kultur yang berisi 6 biji lada. Model rancangan yang digunakan pada percobaan 1 adalah : Yij = µ + τi + βj + εij i = 1,2,3,….. j = 1,2,3,……. Yij
= Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
µ
= Nilai tengah umum
τi
= Pengaruh Perlakuan ke-i
βj
= Pengaruh kelompok ke-j
εij
= Galat perlakuan ke –i dan kelompok ke-j 2. Percobaan Perkecambahan Biji Lada Rancangan percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap
(RAL) Faktorial dua faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi BAP (B) dengan empat taraf yaitu 0.0 ppm (B0), 0.3 ppm (B1), 0.5 ppm (B2), dan 1.0 ppm (B3). Faktor kedua adalah senyawa antioksidan (C) terdiri dari dua jenis yaitu arang aktif 2 % (C1) dan PVP 100 mg/l (C2). Percobaan ini berjumlah delapan kombinasi perlakuan dengan sepuluh ulangan sehingga berjumlah 80 satuan percobaan. Setiap satu satuan percobaan terdiri dari satu botol kultur yang berisi 6 biji lada. 3. Percobaan Perbanyakan Tunas Lada Rancangan percobaan yang digunakan yaitu RAL Faktorial dua faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi BAP (B) dengan empat taraf yaitu 0.0 ppm (B0), 0.3 ppm (B1), 0.5 ppm (B2), dan 1.0 ppm (B3) dan faktor kedua adalah pemberian vitamin (V) dengan dua jenis yaitu SH (V1) dan B5 (V2). Percobaan ini berjumlah delapan kombinasi perlakuan dengan sepuluh ulangan sehingga berjumlah 80 satuan percobaan. Setiap ulangan terdiri dari satu botol kultur yang berisi satu eksplan.
14
Model rancangan yang digunakan pada percobaan 2 dan 3 adalah : Yijk = µ + ui + αj + βk + (αβ)jk + εijk i =1,2,3,…… j = 1,2,3,….. k = 1,2,3……. Yijk
= Nilai pengamatan untuk perlakuan satu ke-j, perlakuan dua ke-k dan ulangan ke-i
µ
= Nilai tengah umum
ui
= Ulangan ke-i
αj
= Pengaruh dari perlakuan satu ke-j
βk
= Pengaruh dari perlakuan dua ke-k
(αβ)jk = Pengaruh interaksi antara perlakuan satu ke-j dan perlakuan dua ke-k εijk
= Pengaruh galat percobaan perlakuan satu ke-j, perlakuan dua ke-k dan ulangan ke-i Pengujian data peubah yang diperoleh dilakukan melalui uji F (data
normal) dan jika hasilnya berbeda nyata, maka akan dilakukan analisis uji lanjut untuk nilai tengah dengan metode Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5 %. Data dengan keragaman yang melebihi 40 %, akan ditransformasi dengan √(x+0.5) atau log (x+1). Uji Nonparametrik untuk data tidak normal. Pelaksanaan Penelitian
Sterilisasi Botol Kultur dan Alat Tanam Pinset, pisau, petridish, gelas ukur, labu takar, erlenmeyer, pipet, gelas piala, dan botol kultur yang akan dipakai dicuci bersih dengan deterjen, kemudian disterilisasi selama satu jam pada suhu 1500C dengan oven.
Pembuatan Media 1.
Percobaan 1 dan 2
a.
Pembuatan media dengan arang aktif 2 % Pembuatan media dilakukan dengan cara memipet larutan stok hara makro 50 ml/l, stok hara mikro (kecuali FeSO4.7H2O + Na2EDTA.2H2O) 10 ml/l, stok besi (FeSO4.7H2O + Na2EDTA.2H2O) 10 ml/l, stok vitamin SH 1 ml/l, stok hormon BAP, dan stok Mio-inositol 10 ml/l, sukrosa 30 g/l dan arang
15
aktif 2 % dimasukkan ke media, lalu aquades diberikan sampai mendekati 1000 ml, diaduk hingga larut. Tingkat keasaman (pH) media diukur hingga 5.8, bila pH kurang tambahkan NaOH dan bila pH lebih tambahkan HCl. Aquades ditambahkan hingga mencapai 1000 ml. Pyhtagel 2.5 g/l dimasukkan ke media dan panaskan sambil diaduk sampai larut. b. Pembuatan media dengan PVP 100 mg/l Pembuatan media dilakukan dengan cara memipet larutan stok hara makro 50 ml/l, stok hara mikro (kecuali FeSO4.7H2O + Na2EDTA.2H2O) 10 ml/l, stok besi (FeSO4.7H2O + Na2EDTA.2H2O) 10 ml/l, stok vitamin SH 1 ml/l, stok hormon BAP, dan stok Mio-inositol 10 ml/l, sukrosa 30 g/l dimasukkan ke media, lalu aquades diberikan sampai mendekati 1000 ml, diaduk hingga larut. Tingkat keasaman (pH) media diukur hingga 5.8, bila pH kurang tambahkan NaOH dan bila pH lebih tambahkan HCl. Aquades ditambahkan hingga mencapai 1000 ml. Pyhtagel 2.5 g/l dan PVP 100 mg/l dimasukkan ke media, kemudian panaskan sambil diaduk sampai larut. 2.
Percobaan 3 Pembuatan media percobaan 1 dan 2 dilakukan dengan cara memipet larutan stok hara makro 50 ml/l, stok hara mikro (kecuali FeSO4.7H2O + Na2EDTA.2H2O) 10 ml/l, stok besi (FeSO4.7H2O + Na2EDTA.2H2O) 10 ml/l, stok vitamin SH 1 ml/l atau vitamin B5 1 ml/l, stok hormon BAP, dan stok Mio-inositol 10 ml/l, sukrosa 30 g/l dimasukkan ke media, lalu aquades diberikan sampai mendekati 1000 ml, diaduk hingga larut. Tingkat keasaman (pH) media diukur hingga 5.8, bila pH kurang tambahkan NaOH dan bila pH lebih tambahkan HCl. Aquades ditambahkan hingga mencapai 1000 ml. Pyhtagel 2.5 g/l dan PVP 100 mg/l dimasukkan ke media, kemudian panaskan sambil diaduk sampai larut. Media yang sudah dimasak tersebut dituang ke dalam botol-botol kultur
sebanyak 25 ml/botol. Botol-botol kultur tersebut ditutup dengan alumunium foil, lalu dimasukkan ke dalam autoclave dengan suhu 121 0C selama 15 menit.
16
Pembuatan Larutan Glukosa 3 % Larutan Glukosa 3 % adalah larutan yang mengandung 30 g glukosa pada setiap 1000 ml aquades. Tahap awal yang harus dilakukan dalam pembuatan larutan glukosa 3 % adalah dengan menimbang glukosa sebanyak 30 g, kemudian campurkan dengan 1000 ml aquades dan diaduk sampai glukosa larut. pH larutan tersebut diukur hingga 5.8 bila pH kurang tambahkan NaOH dan bila pH lebih tambahkan HCl, kemudian larutan glukosa tersebut dipanaskan sampai mendidih. Wadah larutan glukosa 3 % yang sudah dimasak ditutup dengan alumunium foil lalu dimasukkan ke dalam autoclave dengan suhu 121 0C selama 15 menit.
Percobaan Pematahan Dormansi Biji Lada Biji lada dibilas dengan alkohol 96 %, lalu dicuci dengan deterjen sampai bersih. Biji disimpan ke dalam tabung plastik steril (corning). Perlakuan pematahan dormansi dilaksanakan dengan merendam biji ke dalam H2SO4 10 % (H1), 15 % (H2), dan 30 % (H3) selama lima menit. Biji lada tersebut dibilas dengan aquades steril kemudian direndam dengan HgCl2 2.5 % selama 4 menit dan dibilas dengan aquades steril kembali sebanyak tiga kali (di lemari asam). Biji lada tersebut dimasukkan ke dalam Laminar Air Flow Cabinet, direndam dengan alkohol 96 % selama 5 menit sambil dikocok-kocok kemudian direndam dengan alkohol 70 % selama lima menit, dilakukan sebanyak empat kali secara bergantian. Biji direndam dengan aquades steril selama lima menit, lalu dibilas dengan aquades sebanyak tiga kali. Biji dituangkan dalam petridish untuk dikupas dan dilukai kemudian direndam dalam glukosa 3 %, kemudian ditanam.
Percobaan Perkecambahan Biji Lada Biji lada yang telah steril dan diberi H2SO4 ditanam pada media pelakuan untuk perkecambahan in vitro yaitu B0C1, B0C2, B1C1, B1C2, B2C1, B2C2, B3C1, dan B3C2. Biji lada yang telah ditanam disimpan dalam ruang gelap sampai berkecambah dan sudah tumbuh daun, lalu dipindahkan ke ruang kultur.
17
Percobaan Perbanyakan Tunas Lada Kecambah in vitro lada yang dihasilkan dibuang akarnya, lalu ditanam pada media MS0+PVP 300 mg/l dan disimpan dalam ruang kultur sampai menghasilkan beberapa buku. Potong buku satu tunas lalu ditanam pada media perlakuan B0V1, B0V2, B1V1, B1V2, B2V1, B2V2, B3V1, dan B3V2, disimpan diruang kultur, satu eksplan dalam satu botol.
Pengamatan Pengamatan dilakukan setiap minggu dengan peubah yang diamati yaitu : 1.
Percobaan pematahan dormansi biji lada • Potensi tumbuh maksimum (PTM) Pengamatan dilakukan terhadap jumlah biji yang berkecambah sampai akhir pengamatan, rumus untuk perhitungan sebagai berikut :
• Awal biji berkecambah yaitu waktu yang dibutuhkan biji untuk berkecambah, diukur berdasarkan hari setelah tanam (HST). 2.
Percobaan perkecambahan biji lada • Potensi tumbuh maksimum (PTM) • Awal biji berkecambah yaitu waktu yang dibutuhkan biji untuk berkecambah, diukur berdasarkan hari setelah tanam (HST). • Biji lada yang mengkalus • Tingkat kontaminasi (K)
• Tingkat pencoklatan (P)
3.
Percobaan perbanyakan tunas lada • Jumlah tunas yaitu jumlah tunas yang baru terbentuk. • Jumlah buku yaitu jumlah buku pada tunas yang baru terbentuk. • Tinggi tunas, diukur dengan menggunakan penggaris.
18
• Jumlah daun yaitu jumlah daun yang baru terbentuk. • Tingkat kontaminasi • Tingkat pencoklatan • Warna daun, diamati secara visual.
19
Gambar 2. Alur Penelitian Keterangan : 1.
Biji lada yang digunakan sebagai eksplan adalah biji lada yang telah masak fisiologis.
2.
Biji lada diberi perlakuan pematahan dormansi, disterilisasi, dilukai, dan direndam ke dalam glukosa 3 %.
3.
Biji lada ditanam pada media perlakuan perkecambahan lalu disimpan dalam ruang kultur.
4.
Biji lada yang telah berkecambah
5.
Kecambah biji lada dibuang kotiledon dan akarnya dan ditanam pada media MS0 + PVP 300 mg/l .
6.
Kecambah biji lada tumbuh sempurna
7.
Kecambah yang telah tumbuh sempurna kemudian dibuang akarnya dan dipotong-potong setiap buku satu tunas.
8.
Buku satu tunas ditanam pada media perlakuan perbanyakan tunas.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum
Pematahan Dormansi dan Perkecambahan Biji Lada Biji lada dikecambahkan pada ruang kultur tanpa penyinaran, dengan suhu 21-25 oC. Tingkat keberhasilan mendapatkan eksplan steril cukup rendah. Tingkat kontaminasi yang terjadi pada saat pematahan dormansi sebesar 29.17 % dan perkecambahan sebesar 33.75 %. Kontaminasi yang terjadi disebabkan oleh cendawan dan bakteri. Gambar 3 menunjukkan eksplan biji lada yang terkontaminasi cendawan dan bakteri.
(a)
(b)
Gambar 3. Eksplan biji lada yang terkontaminasi bakteri (a) dan cendawan (b) Kontaminasi berasal dari biji lada yang digunakan. Kontaminasi disebabkan oleh patogen yang telah menginfeksi biji/benih dan berada dalam jaringan sejak proses pembungaan atau proses penyerbukan, serta kontaminasi hanya pada permukaan biji/benih saja. Letak kontaminasi biji/benih dapat berbeda-beda tergantung dari jenis patogen, patogen dapat berbentuk miselium di embrio, endosperma, kulit benih, dan permukaan biji (Sadjad et al., 1975). Kendala dalam proses perkecambahan yaitu kecambah sulit membuka kotiledon. Gambar 4 menunjukkan kecambah biji lada yang tidak dapat melepaskan kotiledon. Hal ini dikarenakan biji lada memiliki mesocarp berupa
21
lapisan berkayu yang keras yang dapat menyebabkan embrio sulit menembus dan membuka kotiledon. Athiyah (2008) menyatakan bahwa struktur kulit benih kenanga yang berlapis-lapis dan sangat keras menyebabkan embrio sulit menembus kulit benih dan membuka kotiledon.
Gambar 4. Kecambah yang tidak dapat melepaskan kotiledon Kendala lain yang terjadi pada proses perkecambahan yaitu biji lada tidak berkecambah tetapi membentuk kalus pada bagian biji lada yang dilukai. Gambar 5 menunjukkan biji lada yang mengkalus. Hal ini diduga karena biji melakukan penyembuhan pada bagian yang dilukai sehingga terbentuklah kalus. Pada awal pertumbuhan kalus ini berwarna putih, tetapi lama-kelamaan kalus ini akan berubah warna menjadi coklat dan kemudian mati. Biji lada yang telah mengkalus ini tidak dapat bertunas sampai akhir pengamatan. Biji lada yang mengkalus pada percobaan pertama sebanyak 14.71 % dan percobaan kedua sebanyak 22.33 % dari seluruh eksplan yang diamati.
Gambar 5. Biji lada yang mengkalus
22
Warna daun kecambah lada pada semua perlakuan antara hijau muda-hijau kekuningan. Gambar 6 menunjukkan penampilan warna daun pada perlakuan arang aktif dan PVP.
B
A
Gambar 6. Penampilan warna daun lada pada perlakuan arang aktif (A) dan PVP (B) Perbanyakan Tunas Lada Tunas
lada
diperbanyak
pada
ruang
kultur
dengan
penyinaran
menggunakan lampu 15 dan 20 watt selama 16 jam/hari dengan intensitas cahaya rata-rata 1900 lux, dengan suhu 21-25 oC.. Tingkat kontaminasi yang terjadi pada tahap perbanyakan tunas lada cukup rendah yaitu sebesar 2.5 %, disebabkan oleh bakteri. Gambar 7 menunjukkan tunas lada yang terkontaminasi oleh bakteri.
Gambar 7. Tunas lada yang terkontaminasi bakteri Beberapa eksplan yang ditanam pada media tumbuh dengan penambahan BAP pada berbagai konsentrasi menghasilkan tunas yang diikuti pada pembentukan
kalus
pada
bagian pangkalnya seperti yang terlihat pada
23
Gambar 8. Penelitian Yelnititis et al. (1999) memperlihatkan hasil yang sama, yaitu semua eksplan batang satu buku lada varietas Panninyur yang ditanam pada media tumbuh dengan penambahan BAP pada konsentrasi 0.3 ppm, 1.0 ppm, 1.5 ppm, 2.0 ppm, 2.5 ppm, 3.0 ppm, dan 5.0 ppm menghasilkan tunas yang diikuti oleh pembentukan kalus pada bagian pangkalnya. Penyebab pembentukan kalus pada perbanyakan tunas diduga sama seperti pembentukan kalus pada perkecambahan. Awal pertumbuhan kalus ini berwarna putih, tatapi lamakelamaan akan berubah menjadi coklat dan dapat mengakibatkan pencoklatan yang akan mangakibatkan eksplan mati. Gambar 8 menunjukkan tunas lada yang mengkalus.
Gambar 8. Tunas lada yang mengkalus
Pematahan Dormansi Biji Lada Peubah yang diamati pada tahap pematahan dormansi biji lada yaitu potensi tumbuh maksimum (PTM) dan awal biji berkecambah (HST). Pengamatan pada tahap pematahan dormansi ini dilakukan selama tiga bulan. Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan H2SO4 berbeda nyata terhadap peubah PTM dan tidak berbeda nyata terhadap peubah awal biji berkecambah. Tabel 1. Rekapitulasi sidik ragam pematahan dormansi biji lada Peubah pengamatan
H2SO4
kk (%)
PTM
*
34.11
Awal biji berkecambah
tn
37.03
Keterangan : * = berbeda nyata
tn = tidak berbeda nyata
kk = koefisien keragaman
24
Potensi tumbuh maksimum (PTM) adalah persentase jumlah biji yang tumbuh (kecambah normal dan tidak normal) sampai akhir pengamatan. Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan H2SO4 10 % memperoleh PTM tertinggi sebesar 80 % dibandingkan dengan perlakuan H2SO4 15 % dan 30 %. Tabel 2. Pengaruh perlakuan H2SO4 terhadap PTM Perlakuan
PTM (%)
H2SO4 10 %
80.00a
H2SO4 15 %
16.67b
H2SO4 30 %
22.92b
Awal biji berkecambah dihitung berdasarkan hari setelah tanam (HST). Perkecambahan lada secara in vitro memerlukan waktu yang cukup lama. Hal ini disebabkan karena biji lada merupakan biji yang rekalsitran yaitu biji yang sulit dipertahankan viabilitasnya dan proses sterilisasi yang menggunakan banyak bahan kimia seperti alkohol dan HgCl2 yang mangakibatkan biji lada mengalami stress. Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan H2SO4 Awal biji berkecambah tercepat didapat pada perlakuan H2SO4 10 % selama 31 HST, sedangkan awal biji berkecambah terlama diperoleh pada perlakuan H2SO4 30 % selama 45.5 HST. Gambar 9 menunjukkan bahwa berdasarkan hasil analisis regresi, awal tumbuh biji memiliki persamaan Y = 0.642x + 27.05 (R2 = 0.834). Semakin tinggi konsentrasi H2SO4 maka biji memerlukan waktu yang lama untuk berkecambah.
Gambar 9. Analisis regresi pengaruh H2SO4 terhadap awal tumbuh biji lada
25
Perlakuan H2SO4 10 % memperoleh PTM tertinggi dan awal biji berkecambah tercepat. Hal ini dikarenakan biji lada mampu mengimbibisi larutan H2SO4, sehingga mesocarp biji lada menjadi lunak dan memudahkan biji untuk berkecambah. Pada perlakuan H2SO4 15 % dan 30 % , biji lada mampu mengimbibisi larutan H2SO4, namun merusak embrio karena konsentrasi H2SO4 yang terlalu tinggi sehingga meracuni biji. Hasil penelitian Ramadhan (2007) menunjukkan hasil benih pala banda direndam dalam H2SO4 95.87 % selama 10 menit tidak dapat berkecambah. Menurut Soeherlin (1996) perendaman benih dengan H2SO4 63.91 % selama 10 menit dapat meningkatkan daya berkecambah, kecepatan tumbuh, potensi tumbuh maksimum, dan memperpendek dormansi pada benih mindi. Analisis koefisien keragaman menunjukkan angka yang cukup tinggi diduga karena tanaman lada menyerbuk silang, sehingga biji lada yang digunakan sebagai eksplan memiliki keragaman genetik. Kristina dan Bermawie (1999) menyatakan bahwa lada Petaling 1 yang ditanam pada media MS0
tanpa
perlakuan
pematahan dormansi dapat
dikecambahkan selama 1 bulan. Penggunaan H2SO4 kurang efektif, karena tidak dapat mempercepat proses perkecambahan pada biji lada.
Perkecambahan Biji Lada Perkecambahan secara fisiologis adalah munculnya radikula dari testa benih. Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan BAP berbeda nyata terhadap PTM dan awal biji berkecambah. Tabel 3. Rekapitulasi sidik ragam perkecambahan biji lada Peubah pengamatan
B
C
B*C
kk (%)
PTM
*
tn
tn
84.06
Awal biji berkecambah
*
tn
tn
9.18
Tingkat pencoklatan
tn
tn
tn
22.94
Keterangan : * = berbeda nyata tn = tidak berbeda nyata B = BAP C = Senyawa antioksidan B*C = Interaksi BAP dan senyawa antioksidan kk = koefisien keragaman
26
Tabel 4 menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi BAP dari 0.3 ppm menjadi 1.0 ppm sejalan dengan peningkatan PTM. PTM terbanyak diperoleh pada perlakuan BAP 1.0 ppm yaitu 50 %. Menurut Gardner et al. (1991), sitokinin dapat merangsang pembelahan sel, menginduksi munculnya akar lembaga dan pucuk lembaga, dan perluasan awal pada koleoriza. Pada Tabel 4 dapat dilihat juga bahwa perlakuan tanpa BAP menghasilkan
PTM
yang
lebih
tinggi
dibandingkan dengan perlakuan BAP 0.3 ppm dan 0.5 ppm. Hal ini diduga karena biji lada pada perlakuan BAP 0.3 ppm dan 0.5 ppm banyak yang membentuk kalus dan mencoklat. Penelitian Kosmiatin et al. (2005) menunjukkan bahwa penambahan BAP 1.0 ppm pada perkecambahan in vitro Gaharu dapat meningkatkan perkecambahan 25 %. Tabel 4. Pengaruh BAP terhadap PTM, berkalus, mencoklat, dan awal biji berkecambah Perlakuan BAP PTM (ppm) (%)
Berkalus (%)
Pencoklatan (%)
Awal biji berkecambah (HST)
0.0
33.33ab 12.50
12.50
44.50ab
0.3
17.78b
6.67
44.67ab
0.5
29.49ab 21.80
30.77
55.62a
1.0
50.00a
5.88
33.24b
28.89 21.57
Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan BAP 1.0 ppm memperoleh awal biji berkecambah yang lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan lain yaitu selama 33.24 HST. Penelitian Kristina dan Bermawie (1999) memperlihatkan hasil yang berbeda, yaitu lada Petaling 1 yang ditanam pada media MS tanpa zat pengatur tumbuh dapat dikecambahkan selama 1 bulan. Perbedaan ini diduga karena perlakuan pematahan dormansi dengan menggunakan H2SO4 10 % ternyata tidak efektif untuk mematahkan dormansi biji lada. Tabel 5. Pengaruh senyawa antioksidan terhadap pencoklatan Perlakuan
Pencoklatan (%)
Arang aktif 2 %
10.52
PVP 100 mg/l
14.29
27
Tabel 5 menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan dua jenis senyawa antioksidan yaitu arang aktif 2 % dan PVP 100 mg/l tidak berbeda nyata terhadap tingkat pencoklatan. Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan PVP 100 mg/l menghasilkan 14.29 % (30 biji lada) yang mencoklat, sedangkan perlakuan arang aktif 2 % hanya mencoklat sebanyak 10.52 % (12 biji lada). Pencoklatan pada biji lada ini harus dicegah karena apabila biji lada sudah mencoklat maka biji lada tersebut tidak dapat berkecambah. Gambar 10 menunjukkan biji lada yang telah mencoklat dan mati.
Gambar 10. Pencoklatan pada biji lada Interaksi antara BAP dan dua jenis senyawa antioksidan memberikan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap PTM dan awal tumbuh biji. Gambar 11 menunjukkan bahwa rata-rata PTM terbanyak dan awal tumbuh biji tercepat diperoleh pada kombinasi perlakuan B3*C1 yaitu 59.52 % dan 27.43 HST.
Awal biji berkecambah
Gambar 11. Pengaruh interaksi antara BAP dan dua jenis senyawa antioksidan terhadap PTM dan awal biji berkecambah
28
Keterangan : B0* C1= BAP 0.0 ppm + Arang aktif 2 % B1* C1= BAP 0.3 ppm + Arang aktif 2 % B2* C1= BAP 0.5 ppm + Arang aktif 2 % B3* C1= BAP 1.0 ppm + Arang aktif 2 %
B0* C2= BAP 0.0 ppm + PVP 100 mg/l B1* C2= BAP 0.3 ppm + PVP 100 mg/l B2* C2= BAP 0.5 ppm + PVP 100 mg/l B3* C2= BAP 1.0 ppm + PVP 100 mg/l
Perbanyakan Tunas Lada Perbanyakan tunas merupakan kegiatan memperbanyak tanaman yang dilakukan dengan penanaman eksplan. Tabel 6 dan 7 menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan BAP nyata terhadap tinggi tunas dan sangat nyata terhadap jumlah akar, dan panjang akar. Jumlah tunas, jumlah buku, dan jumlah daun tidak nyata terhadap perlakuan BAP. Tabel 6. Rekapitulasi sidik ragam perbanyakan tunas lada Peubah Pengamatan Jumlah tunas
Jumlah buku
Jumlah daun
Jumlah akar
Umur (MST) 2 3 4 5 6 3 4 5 6 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6
Keterangan : * = berbeda nyata ** = sangat berbeda nyata tn = tidak berbeda nyata kk = koefisien keragaman
B tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn * * ** **
V tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn
B*V tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn * * tn tn tn
B = BAP V = Vitamin B*V = Interaksi BAP dan vitamin
kk (%) 36.42 35.30 33.79 34.68 33.02 21.09 22.61 27.99 30.76 17.24 24.24 31.06 34.10 36.65 18.16 29.52 35.96 42.15 40.88 41.24
29
Tabel 7. Rekapitulasi uji nonparametrik tinggi tunas dan panjang akar Peubah
Umur (MST)
B
V
B*V
Tinggi Tunas
2
tn
tn tn
3
tn
tn tn
4
*
tn tn
5
*
tn tn
6
*
tn tn
Panjang Akar 6 ** tn tn Keterangan : * = berbeda nyata B = BAP ** = sangat berbeda nyata V = Vitamin tn = tidak berbeda nyata B*V = interaksi antara BAP dan vitamin
Tabel 8. Pengaruh BAP terhadap jumlah tunas, jumlah buku, tinggi tunas, jumlah daun, jumlah akar, dan panjang akar pada 6 MST Perlakuan BAP Jumlah Jumlah Tinggi Jumlah Jumlah Panjang (ppm) tunas buku tunas daun akar akar 0.0
0.81
0.11
0.27b
0.44
1.33a
0.48a
0.3
1.43
0.27
0.58a
0.38
0.57b
0.04b
0.5
0.90
0.20
0.69a
0.55
0.25b
0.03b
1.0
0.75
0.15
0.26b
0.25
0.00b
0.00b
Pertumbuhan tunas lada mulai terlihat sejak 2 MST. Tunas baru yang muncul berasal dari ketiak daun. Gambar 12 menunjukkan perkembangan tunas baru.
Gambar 12. Proses Pertumbuhan Tunas Baru Lada Tabel 8 menunjukkan bahwa perlakuan BAP 0.3 ppm menghasilkan tunas yang cenderung lebih banyak (1.43 tunas) dibandingkan dengan perlakuan BAP 0.0 ppm, 0.5 ppm, dan 1.0 ppm. Penelitian Husni et al. (1994) memperlihatkan
30
hasil yang sama, yaitu multiplikasi tunas lada budidaya varietas Lampung Daun Lebar lebih baik menggunakan BAP 0.3 ppm. Penelitian Kristina dan Bermawie (1999) menyatakan bahwa media dasar MS + BAP 0.3 ppm + PVP 200 mg/l dapat digunakan sebagai media multiplikasi tunas lada varietas Petaling 1. Perlakuan BAP 1.0 ppm memberikan jumlah tunas paling sedikit yaitu sebanyak 0.75 tunas. Hasil percobaan tersebut memperlihatkan bahwa penggunaan BAP konsentrasi tinggi memberikan pengaruh negatif terhadap pembentukan tunas lada Petaling. Penelitian Yelnititis et al. (1999) menyatakan bahwa pada lada varietas Panniyur peningkatan konsentrasi BAP dari 0.3 ppm menjadi 2.5 ppm sejalan dengan peningkatan jumlah tunas yang diperoleh, tetapi ketika konsentrasi dinaikkan menjadi 3.0 ppm, jumlah tunas yang dihasilkan menurun. Pertumbuhan buku mulai terlihat sejak 3 MST. Tabel 8 menunjukkan bahwa jumlah buku terbanyak pada 6 MST diperoleh pada BAP 0.3 ppm yaitu 0.27 buku, sedangkan jumlah buku terendah diperoleh pada BAP 0.0 ppm yaitu 0.11 buku. Perlakuan BAP 0.3 ppm dapat meningkatkan jumlah buku pada tunas lada Petaling, tetapi jumlah buku menurun ketika penambahan konsentrasi BAP dinaikkan menjadi 0.5 ppm dan 1.0 ppm. Gambar 13 menunjukkan buku tunas lada.
Gambar 13. Buku tunas lada Perlakuan BAP 0.0 ppm, 0.3 ppm, 0.5 ppm, dan 1.0 ppm menghasilkan rata-rata tinggi tunas sebesar 0.27, 0.58, 0.69, dan 0.26 cm (Tabel 8). Berdasarkan
31
hasil analisis regresi, tinggi tunas memiliki persamaan Y = -1.618x2 + 1.619x + 0.264 (R2 = 0.990) (Gambar 14). Semakin tinggi konsentrasi BAP maka tunas yang dihasilkan akan semakin tinggi, hingga akhirnya akan mencapai titik optimum yaitu pada konsentrasi BAP 0.5 ppm. Ketika konsentrasi BAP dinaikkan menjadi 1.0 ppm, maka tunas yang dihasilkan tidak lebih tinggi dibandingkan dengan BAP 0.0 ppm, 0.3 ppm, dan 0.5 ppm.
Gambar 14. Analisis regresi pengaruh BAP terhadap tinggi tunas lada pada 6 MST Jumlah buku dan tinggi tunas berhubungan erat dengan konsentrasi sitokinin yang digunakan. Penelitian Yelnititis et al. (1999) menunjukkan bahwa perlakuan BA 2.5 ppm menghasilkan laju pertumbuhan lada varietas Panniyur yang lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan BAP 3.0 ppm dam 5.0 ppm. Penelitian Hu dan Wang (1983) memperlihatkan hasil yang sama, yaitu pertumbuhan ke arah pemanjangan tunas secara in vitro sering dihambat oleh penggunaan sitokinin pada konsentrasi tinggi. Pertumbuhan daun mulai terlihat sejak 2 MST. Tabel 8 menunjukkan bahwa perlakuan BAP 0.0 ppm, 0.3 ppm, 0.5 ppm, dan 1.0 ppm menghasilkan jumlah daun sebesar 0.44, 0.38, 0.55, dan 0.25. Perlakuan BAP 0.5 ppm merupakan perlakuan yang lebih baik, walaupun tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Menurut Qi-Guang et al. (1986), penambahan sitokinin dapat mendorong untuk meningkatkan jumlah dan ukuran daun. Gambar 15 menunjukkan daun pada tunas baru lada.
32
Gambar 15. Daun pada tunas baru lada Warna daun selama periode pengamatan bervariasi antara hijau tua, hijau muda, hijau kekuningan, dan coklat. Gambar 16 merupakan penampilan dari masing-masing warna daun lada. Data warna daun tidak diolah secara statistik, tetapi hanya ditampilkan secara deskriptif.
Gambar 16. Warna daun lada hijau tua (4), hijau muda (3), hijau kekuningan (2), dan coklat (1) Semua eksplan memiliki daun berwarna hijau tua-hijau muda pada saat 0 MST. Tetapi pada semua perlakuan, warna daun lama-kelamaan memudar (bahkan ada yang berwarna coklat dan layu) dari 0 MST sampai 6 MST. Daun yang berwarna coklat pada akhir pengamatan, hanya terdapat pada satu eksplan. Gambar 17 menunjukkan perubahan warna daun
dari hijau muda pada
0 MST hingga menjadi coklat pada 6 MST.
Gambar 17. Perubahan warna daun lada pada 0 MST sampai 6 MST
33
Pertumbuhan akar mulai terlihat sejak 1 MST. Hasil analisis regresi pada menunjukkan bahwa jumlah akar terbanyak diperoleh pada perlakuan BAP 0.0 ppm yaitu 1,33 akar, sedangkan perlakuan BAP 1.0 ppm tidak memiliki akar (Gambar 18).
Gambar 18. Analisis regresi pengaruh BAP terhadap jumlah akar lada pada 6 MST Tabel 8 menunjukkan bahwa akar terpanjang diperoleh pada perlakuan BAP 0.0 ppm yaitu 0.48 cm. Akar terpendek diperoleh pada perlakuan BAP 0.5 ppm yaitu 0.03 cm. Media tanpa BAP menghasilkan jumlah akar yang lebih banyak dan akar yang lebih panjang daripada media dengan BAP. Hal ini sesuai dengan pendapat Prawiranata et al. (1981) bahwa pembelahan sel pada meristem akar akan terhambat oleh pemberian sitokinin dari luar. Hasil penelitian Riansyah (2007), panjang akar pada tunas kunyit (Curcuma domestica Val.) semakin menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi BAP. Lada Petaling diduga mempunyai kandungan auksin endogen yang memadai untuk pembentukan dan pemanjangan akar. Hasil ini berbeda dengan penelitian Husni dan Kosmiatin (2005) bahwa induksi akar pada semua regeneran lada budidaya varietas Lampung Daun Lebar yang
toleran
terhadap
toksin/filtrate
Phytophtora
capsici
memerlukan
penambahan NAA 0.1 mg/l. Hal ini disebabkan oleh varietas tanaman yang
34
digunakan sebagai eksplan berbeda. Gambar 19 merupakan penampilan pertumbuhan akar lada.
Gambar 19. Pertumbuhan akar tunas lada Tabel 9. Pengaruh vitamin terhadap jumlah tunas, jumlah buku, jumlah tunas, jumlah daun, jumlah akar, dan panjang akar pada 6 MST Perlakuan
Jumlah Jumlah Tinggi Jumlah Jumlah Panjang tunas buku tunas daun akar akar
Vitamin SH
0.88
0.15
0.43
0.35
0.55
0.09
Vitamin B5
1.07
0.22
0.47
0.46
0.53
0.19
Tabel 6 dan 7 menunjukkan bahwa perlakuan vitamin tidak berbeda nyata terhadap jumlah tunas, jumlah buku, tinggi tunas, jumlah daun, jumlah akar, dan panjang akar. Tabel 9 menunjukkan bahwa perlakuan vitamin B5 lebih baik dibandingkan dengan perlakuan vitamin SH karena perlakuan vitamin B5 memiliki jumlah tunas, jumlah buku, tinggi tunas, jumlah daun, dan panjang akar yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan vitamin SH. Lampiran 2 menunjukkan
bahwa konsentrasi Pyridoxine HCl dan Thyamine HCl pada
vitamin B5 lebih besar dibandingkan dengan vitamin SH, sehingga dapat diketahui bahwa perbanyakan tunas lada Petaling lebih membutuhkan Pyridoxine HCl dan Thyamine HCl pada konsentrasi yang tinggi dibandingkan dengan Myoinositol dan Nicotinie Acid karena Pyridoxine HCl berfungsi sebagai transfer gugus amino (Lehninger dalam Hendaryono, 2000) dan Thyamine HCl berfungsi sebagai faktor penting dalam metabolisme karbohidrat dan secara langsung berhubungan dengan biosintesis beberapa asam amino (George, 2008).
35
Lada merupakan tanaman yang menghasilkan fenol yang tinggi, sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan in vitro. Menurut Harborne (1987), reaksi pembentukan warna coklat disebabkan oleh enzim fenolase yang dibebaskan bereaksi dengan fenol membentuk kuinon dengan adanya oksigen sehingga menghambat pertumbuhan tunas. Tabel 10 menunjukkan bahwa pencoklatan pada tunas lada mulai timbul saat tunas berumur 1 MST, kemudian tiap minggu jumlah tunas lada yang mencoklat semakin meningkat. Pemberian PVP 100 mg/l hanya dapat mencegah pencoklatan tunas lada selama 3 MST. Setelah 3 MST, tunas lada harus disubkultur. Apabila tidak disubkultur, maka akan berpengaruh tidak baik bagi eksplan, sebagian kultur media menjadi coklat yang dapat menyebabkan kematian tunas. Hasil penelitian Kristina dan Bermawie (1999), penambahan PVP 200 mg/l pada media tanam lada Petaling 1 dapat mencegah pencoklatan selama 3 bulan, setelah itu harus dilakuan subkultur, untuk menghindari kematian tunas yang disebabkan oleh adanya senyawa fenol pada media. Pencoklatan terjadi pada bagian bekas potongan dan akan menyebar pada media seperti terlihat pada Gambar 20. Gambar 21 menunjukkan bahwa pencoklatan pada bagian bekas potongan dapat menyebabkan pencoklatan yang mengakibatkan kematian tunas. Menurut Pierik (1987), pencoklatan disebabkan karena adanya aktivitas enzim seperti polifenol oksidase dari dalam eksplan yang terbentuk pada saat eksplan dilukai. Tabel 10. Jumlah tanaman yang mencoklat pada bagian bekas potongan dan menyebar pada media Umur (MST) 1 2 3 4 5 6
Jumlah tanaman yang mencoklat (eksplan) 1 2 22 23 34 37
36
Gambar 20. Pencoklatan terjadi pada bagian bekas potongan dan akan menyebar pada media
Gambar 21. Pencoklatan pada bagian bekas potongan dapat menyebabkan pencoklatan yang mengakibatkan kematian tunas Interaksi antara kombinasi perlakuan BAP dan vitamin tidak berbeda nyata terhadap jumlah tunas, jumlah buku, tinggi tunas, jumlah daun, jumlah akar, dan panjang akar. Tabel 11 menunjukkan bahwa jumlah tunas terbanyak terdapat pada kombinasi perlakuan B1*V2 yaitu 1.46 tunas, jumlah buku terbanyak terdapat pada kombinasi perlakuan B1*V2 sebanyak 0.44 buku, tunas tertinggi dihasilkan oleh kombinasi perlakuan B2*V1 yaitu 0.91 cm, jumlah daun terbanyak didapat pada kombinasi perlakuan B2*V1
yaitu 0.80 daun, jumlah akar terbanyak
diperoleh pada kombinasi perlakuan B0*V2 yaitu 1.56 akar, dan akar terpanjang dihasilkan pada kombinasi perlakuan B0*V2 yaitu 0.94 cm.
37
Tabel 11. Pengaruh interaksi antara BAP dan vitamin terhadap jumlah tunas, jumlah buku, tinggi tunas, jumlah daun, jumlah akar, dan panjang akar pada 6 MST Perlakuan B0*V1 B0*V2 B1*V1 B1*V2 B2*V1 B2*V2 B3*V1 B3*V2
Jumlah Tunas 0.40 1.22 1.40 1.46 1.10 0.70 0.60 0.90
Jumlah Buku 0.00 0.22 0.10 0.44 0.40 0.00 0.10 0.20
Keterangan : B0* V1= BAP 0.0 ppm + Vitamin SH B1* V1= BAP 0.3 ppm + Vitamin SH B2* V1= BAP 0.5 ppm + Vitamin SH B3* V1= BAP 1.0 ppm + Vitamin SH
Tinggi Tunas (cm) 0.06 0.48 0.54 0.62 0.91 0.48 0.23 0.30
Jumlah Daun 0.20 0.67 0.20 0.56 0.80 0.30 0.20 0.30
Jumlah Akar 1.10 1.56 0.70 0.44 0.40 0.10 0.00 0.00
B0* V2= BAP 0.0 ppm + Vitamin B5 B1* V2= BAP 0.3 ppm + Vitamin B5 B2* V2= BAP 0.5 ppm + Vitamin B5 B3* V2= BAP 1.0 ppm + Vitamin B5
Panjang Akar (cm) 0.27 0.94 0.04 0.04 0.03 0.03 0.00 0.00
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Perlakuan H2SO4 10 % merupakan perlakuan yang lebih baik
untuk
pematahkan dormansi biji lada Petaling dibanding dengan H2SO4 15 % dan 30 %. Perlakuan BAP 1.0 ppm dapat meningkatkan perkecambahan lada varietas Petaling. Pemberian arang aktif 2 % atau PVP 100 mg/l pada media lada dapat mencegah pencoklatan. Tidak ada interaksi antara perlakuan BAP dan dua jenis senyawa antioksidan. Pada perbanyakan tunas lada Petaling, Perlakuan BAP tidak dapat meningkatkan perbanyakan tunas lada varietas petaling. Pemberian dua jenis vitamin yang berbeda tidak memberikan pengaruh terhadap perbanyakan tunas lada. Tidak ada interaksi antara perlakuan BAP dan dua jenis vitamin. Media tanpa BAP dapat menginduksi perakaran pada tunas lada Petaling. PVP 100 mg/ l hanya efektif untuk mencegah pencoklatan pada tunas lada selama 3 MST setelah itu lada harus disubkultur.
Saran PVP pada perbanyakan tunas lada perlu ditambah untuk mencegah pencoklatan pada tunas lada.
DAFTAR PUSTAKA
Altman, A. and Loberant. 1998. Micropropagation: Clonal plant propagation in vitro, p. 19-34. In: A. Altman (Ed.). Agricultural Biotechnology. Marcel Dekker Inc. New York. Armini, N.M., G.A. Wattimena dan L. Gunawan. 1991. Bioteknologi Tanaman. Tim Laboratorium Kultur Jaringan. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. IPB. Bogor. 455 hal. Athiyah, Z. 2008. Studi Dormansi, Kadar Air Kritikal, dan Peningkatan Kecepatan Perkecambahan Benih Kenanga (Cananga odorata Lamm. Hook. F. & Thoms). Skripsi. Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Bonner, F.T., J.A. Vozzo, W.W. Elam, and S.B. Land Jr. 1994. The Seed Technology Training Course Instruktor’s Outline. USDA. New Orleans. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 2003. Petunjuk Praktis Budidaya Lada (Piper nigrum L.). Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Bogor. 24 hal. Badan Pusat Statistik. 2008. Statistik Indonesia 2008. Badan Pusat Statistik. Indonesia. 653 hal. Copeland, L.O. and M.B. Mc.Donald. 2001. Principles of Seed Science and Technology. Kluwer Academic Publisher. London. 467p. Gardner, F.P., R.B. Pearce, and R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI-Press. Jakarta. 426 hal. George, E.F., Hall M.A., Geert-Jan De Klerk. 2008. Plant Propagation by Tissue Culture 3rd Edition. Volume 1. The Background. Springer. Netherland. 501p. Gunawan, L.W. 1988. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. 304 hal. Hamid. A., Y. Nuryani, R. Kasim, D. Sitepu, P. Laksamana-Hardja, dan P. Wahid. 1988. Pelepasan varietas lada unggul. Medikom Puslitbangtri. (2):15-19. Harborne, J.B. 1987. Metode fitokimia (Phyto-chemical Methods). Penuntun Era Modern Menganalisis Tumbuhan. 2nd. ED. ITB Bandung. Terjemahan Padmawinata K. dan Soediro. 1 310p.
40
Hartmann, H.T. and D.E. Kester. 1959. Plant Propagation Principles and Practices. Prentice-Hall, Inc. Englewood. New Jersey. 705 p. Haryani, N. 2005. Pengujian Viabilitas Benih Selama Periode Konservasi dan Upaya Pematahan Dormansi untuk Mempercepat Pengecambahan Benih Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hendaryono, D.P.S. 2000. Pembibitan Anggrek dalam Botol. Kanisius. Yogyakarta. 69 hal. Hu. C. Y. dan P. J. Wang. 1983. Meristem shoot tip and bud culture. In: D.A. Evans, W.R. Sharp, P.V. Ammirato, and Yamada, Y. (Eds). Handbook of Plant Cell Culture. Macmillan Publ. Co. New York. 1:77-227. Husni, A., N.N. Kristina, dan Mariska. 1994. Pelestarian in vitro dengan cara penyimpanan dalam keadaan tumbuh pada beberapa tanaman industri. Makalah Penunjang pada Simposium Hasil-Hasil Penelitian Tanaman Industri. Cipayung 21-23 November. 14p. Husni, A., I. Mariska, D. Manohara, K. Mulya, R. Purnamaningsing, S. Rahayu, dan E.G. Lestari. 1998. Seleksi in vitro tanaman lada dengan filtrat Pytophthora capsici untuk ketahanan terhadap penyakit busuk pangkal batang. Laporan Tahunan TA 1997/1998. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan. Husni, A dan M. Kosmiatin. 2005. Seleksi in vitro tanaman lada untuk ketahanan terhadap penyakit busuk pangkal batang. Jurnal Agrobiogen 1(1). April 2005: 13-19 hal. Koerniati, S., M. Kosmiatin., dan Chaerani. 2009. Laporan Hasil Penelitian. Rekayasa genetika untuk memperoleh genotipa lada dengan produktivitas 3.5 kg/ tanaman dan tahan penyakit busuk pangkal batang. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Kosmiatin, M., A. Husni, I. Mariska. 2005. Perkecambahan dan perbanyakan Gaharu secara in vitro. Jurnal Agrobiogen 1(2). Oktober 2005: 62-67 hal. Kristina, N.N. dan Bermawie, N. 1999. Pengaruh Subkultur dan Lama Priode Kultur pada Daya Multiplikasi Tunas Lada (Piper nigrum L.) Asal Biji Varietas Petaling 1. Jurnal Penelitian Tanaman Industri 5(3): 98-102. Mackay, W.A., J.L. Tipton, dan G.A. Thomson. 1995. Micropropagation of Mexican redbud. Cercis canadensis var. mexicana. Plant Cell. Tissue and Organ Culture. 43:295-299.
41
Mariska, I., Hobir dan S. F. Syahid. 1998. Upaya penyediaan benih tanaman jahe melalui kultur jaringan. Jurnal litbang pertanian. XVII (1) :9-13. Mariska, I. dan D. Sukmadjaja. 2003. Perbanyakan bibit Abaka melalui kultur jaringan. http://www.indobiogen.or.id/terbitan/pdf/Buku_Abaka.pdf. [ 1 Desember 2009 ] Mariska, I., M. Kosmiatin, S. Hutami, D. Sukmadjaya, dan S. Rahayu. 2008. Kultur jaringan kelapa sawit. Laporan hasil penelitian kerjasama BBBIOGEN – PT Matahari Kahuripan Indonesia. Mitsukuri, K., G. Mori, M. Johkan, Y. Shimada, K.I. Mishiba, T. Morikawa, and M. Oda. 2009. Effects of explant position and dark treatment on bud formation in florent culture of Ponerorchis gramini folia Rchb.f. Scientia Horticulturae. 121(2):243-247. Nuryani. 1978. Daya berkecambah benih lada. Pemberitaan Lembaga Penelitian Tanaman Industri Bogor Indonesia. no. 31 oktober-desember 1978 1-97. Hal 33-40. Pancholi, N., A. Wetten, and P.D.S. Caligari. 1995. Germination of Musa veluntia. seed: comparison of in vivo and in vitro systems. In Vitro Cellular and Developmental Biology 31: 127-130. Patriawati, D. 1992. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh BAP dan Kinetin terhadap Induksi dan Pertumbuhan Tunas pada Tanaman Lada (Piper nigrum L.) melalui Teknik Kultur Jaringan. Karya Ilmiah. 1-Fak. Biologi Univ. Nasional Jakarta. 59p. Pierik, R.L.M. 1987. In Vitro Culture of Higher Plant. Martinus Nijhoff Publ. Boston. 344p. Prawiranata, W., S. Harran, dan P. Tjondronegoro. 1981. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan Jilid II. Departemen Botani Fakultas Pertanian IPB. Hal XV10. Pursegloves, J. W. E. Brown, C.L. Green. 1981. Pepper in Species. Vol I, Logaman Group Ltd. New York. P 11-14. Qi-Quang, Y., P.E. Read, C.D. Fellman, and M.A. Hosier. 1986. Effect of cytokinin, IBA and rooting regime on Chinese chestnut cultured in vitro. Hort Science. 21(1): 133-134. Ramadhan, R. 2007. Pematahan Dormansi pada Tiga Tingkat Kemasakan dalam Upaya Mempercepat Perkecambahan Benih Pala Banda (Myristica fragrans Houtt). Skripsi. Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
42
Riansyah, R.S. 2007. Pengaruh Interaksi IBA dan BAP terhadap Multiplikasi Tunas Kunyit (Curcuma domestica Val.) secara In Vitro. Skripsi. Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Saleh, M.S. 2002. Perlakuan fisik dan kalium nitrat untuk mempercepat perkecambahan benih aren dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan kecambah. Agroland 9 (4) : 326-330. Sadjad, S., H. Suseno, S.S. Harjadi, J. Sutakaria, Sugiharsono, dan Sudarsono. 1974. Dasar-Dasar Teknologi Benih. Kapita Selekta. Departemen Agronomi, Institut Pertanian Bogor. Biro Penataran. Bogor. 216 hal. Sadjad, S. 1975. Dasar-Dasar Teknologi Benih Capita Selecta. Departemen Agronomi. 214 hal. Santoso, U. dan F. Nursandi. 2003. Kultur Jaringan Tanaman. UMM Press. Malang. 191 hal. Sarpian, P. 1998. Lada, Mempercepat Berbuah, Meningkatkan Produksi, Memperpanjang Umur. Penebar Swadaya. Jakarta. Soeherlin, E. 1996. Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Cara Pematahan Dormansi terhadap Viabilitas Benih Mindi (Melia azedarach L.). Skripsi. Program Studi Pemuliaan dan Teknologi Benih. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Surachman, S.A. 1987. Pengaruh pH Larutan HCl dan Ketebalan Mulsa terhadap Perkecambahan Biji Aren (Arenga pinnata, Merr.). Jurusan Biologi. Fakultas MIPA. IPB. Bogor. 41 hal. Syakir, M., Djoefrie, dan Daulay. 1994. Pengaruh berbagai zat pengatur tumbuh dan bahan stek terhadap pertumbuhan stek cabang buah lada. Pem. Littro. 29(3-4):59-65. Trigiano, R.N. and D.J. Gray. 2005. Plant Development and Biotechnology. CRC Press. London. 358 p. Wahid, P. dan D. Soetopo. 1990. Hasil Penelitian dan Pengembangan Tanaman Lada. Prosiding Simposium I Hasil Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Bogor. 25-27 Juli 1989. 515-526 hal. Wahid, P. 1996. Identifikasi tanaman lada. Dalam Wahid, Soetopo, Zaubin, Mustika, dan Nurdjannah (Ed.). Monograf Tanaman Lada Balai Penelitian Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. Hal. 27-32. Wattimena, G.A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor. 145 hal.
43
Yelnititis, N. Bermawie, dan Syafaruddin. 1999. Perbanyakan klon lada varietas Penniyur secara in vitro. Jurnal Penelitian Tanaman Industri 5(3): 109-114.
LAMPIRAN
45
Lampiran 1. Komposisi media MS (Murashige and Skoog) Larutan
Bahan Kimia
NH4NO3 KNO3 CaCl2.2H2O MgSO4.7H2O KH2PO4 H3BO3 Na2MoO4.2H2O KI CoCl.6H2O MnSO4.4H2O ZnSO4.7H2O CuSO4.5H2O Na2EDTA.2H2O FeSO4.7H2O
Makro
Mikro
Konsentrasi Senyawa dalam Media (mg/l)) 1650 1900 440 370 170 22.3 8.6 6.2 0.83 0.025 0.25 0.025 37.3 27.8
Lampiran 2. Komposisi vitamin SH (Schenk & Hildebrandt) (V1) dan B5 (V2) Bahan Kimia 1. 2. 3. 4.
Myoinositol Thyamine HCl Nicotinie Acid Pyridoxine HCl
Konsentrasi Senyawa dalam Media (mg/l)) Vitamin SH (V1) Vitamin B5 (V2) 1000 100 5 10 5 1 0.5 1
Lampiran 3. Analisis sidik ragam pengaruh H2S04 terhadap potensi tumbuh maksimum biji lada Sumber Keragaman Ulangan H2S04 Galat Total
DB 7 2 7 16
JK 53.69 52.60 23.83 161.17
KT 7.67 26.30 3.41
F HIT 2.25 7.73
PR > F 0.15 0.02
KK (%) 34.11
46
Lampiran 4. Analisis sidik ragam pengaruh H2S04 terhadap awal biji berkecambah lada Sumber Keragaman Ulangan H2S04 Galat Total
DB 7 2 7 16
JK 941.07 451.07 1530.93 3118.94
KT 134.44 225.53 218.70
F HIT 0.61 1.03
PR > F 0.73 0.41
KK (%) 37.03
Lampiran 5. Analisis sidik ragam pengaruh BAP dan pencegah pencoklatan terhadap potensi tumbuh maksimum Sumber Keragaman BAP (B) Pencegah Pencoklatan (C ) B*C Galat Total
DB 3 1 3 45 52
JK 9646.80 349.03 2730.83 35327.86 46666.43
KT 3215.60 349.03 910.28 785.06
F HIT 4.10 0.44 1.16
PR > F 0.01 0.51 0.34
KK (%) 84.06
Lampiran 6. Analisis sidik ragam pengaruh BAP dan pencegah pencoklatan terhadap awal biji berkecambah lada Sumber Keragaman BAP (B) Pencegah Pencoklatan (C ) B*C Galat Total
DB 3 1 3 45 52
JK 0.08 0.00 0.03 0.28 0.38
KT 0.03 0.00 0.01 0.01
F HIT 4.46 0.11 1.50
PR > F 0.01 0.75 0.23
KK (%) 9.18
Lampiran 7. Analisis sidik ragam pengaruh BAP dan pencegahan pencoklatan terhadap tingkat pencoklatan biji lada Sumber Keragaman BAP (B) Pencegah Pencoklatan (C ) B*C Galat Total
DB 3 1 3 45 52
JK 0.13 0.00 0.05 1.42 1.63
KT 0.04 0.00 0.02 0.03
F HIT 1.42 0.04 0.56
PR > F 0.25 0.84 0.64
KK (%) 22.94
47
Lampiran 8. Analisis sidik ragam pengaruh BAP dan vitamin terhadap jumlah tunas lada MST Sumber Keragaman 2 BAP (B) Vitamin (V) B*V Galat Total 3 Sumber Keragaman BAP (B) Vitamin (V) B*V Galat Total 4 Sumber Keragaman BAP (B) Vitamin (V) B*V Galat Total 5 Sumber Keragaman BAP (B) Vitamin (V) B*V Galat Total 6 Sumber Keragaman BAP (B) Vitamin (V) B*V Galat Total
DB 3 1 3 70 77 DB 3 1 3 70 77 DB 3 1 3 70 77 DB 3 1 3 70 77 DB 3 1 3 70 77
JK 0.22 0.00 0.23 7.72 8.18 JK 0.60 0.01 0.24 7.96 8.85 JK 0.48 0.02 0.70 8.99 10.23 JK 0.77 0.04 0.61 10.28 11.73 JK 1.00 0.10 0.82 9.90 11.84
KT 0.07 0.00 0.08 0.11
F HIT 0.66 0.01 0.69
PR > F 0.58 0.90 0.56
KK (%) 36.42
KT 0.20 0.01 0.08 0.11
F HIT 1.76 0.13 0.70
PR > F 0.16 0.72 0.56
KK (%) 35.30
KT 0.16 0.02 0.23 0.13
F HIT 1.24 0.15 1.82
PR > F 0.30 0.70 0.15
KK (%) 33.79
KT 0.26 0.04 0.20 0.15
F HIT 1.75 0.28 1.39
PR > F 0.16 0.60 0.25
KK (%) 34.68
KT 0.33 0.10 0.27 0.14
F HIT 2.35 0.71 1.93
PR > F 0.08 0.40 0.13
KK (%) 33.02
48
Lampiran 9. Analisis sidik ragam pengaruh BAP dan vitamin terhadap jumlah buku lada MST Sumber Keragaman 3 BAP (B) Vitamin (V) B*V Galat Total 4 Sumber Keragaman BAP (B) Vitamin (V) B*V Galat Total 5 Sumber Keragaman BAP (B) Vitamin (V) B*V Galat Total 6 Sumber Keragaman BAP (B) Vitamin (V) B*V Galat Total
DB 3 1 3 70 77 DB 3 1 3 70 77 DB 3 1 3 70 77 DB 3 1 3 70 77
JK 0.04 0.02 0.09 1.68 1.83 JK 0.07 0.00 0.21 2.00 2.29 JK 0.05 0.00 0.18 3.20 3.43 JK 0.05 0.01 0.29 4.12 4.46
KT 0.01 0.02 0.03 0.02
F HIT 0.57 0.92 1.22
PR > F 0.64 0.34 0.31
KK (%) 21.09
KT 0.02 0.00 0.07 0.03
F HIT 0.86 0.04 2.50
PR > F 0.47 0.84 0.07
KK (%) 22.61
KT 0.02 0.00 0.06 0.05
F HIT 0.33 0.01 1.33
PR > F 0.81 0.93 0.27
KK (%) 27.99
KT 0.02 0.01 0.10 0.06
F HIT 0.27 0.25 1.62
PR > F 0.84 0.62 0.19
KK (%) 30.76
Hasil Uji Nonparametrik Pengaruh Konsentrasi BAP dan Vitamin terhadap Tinggi Tunas Lada Kruskal-Wallis Test: 2 MST versus B Kruskal-Wallis Test on 2 MST B B0 B1 B2 B3 Overall H = 2.00 H = 2.92
N 19 19 20 20 78
Median 0.000000000 0.000000000 0.000000000 0.000000000
DF = 3 DF = 3
Ave Rank 34.9 42.3 43.7 37.0 39.5
P = 0.573 P = 0.404
Z -1.02 0.62 0.96 -0.57
(adjusted for ties)
49
Kruskal-Wallis Test: 2 MST versus V Kruskal-Wallis Test on 2 MST V V1 V2 Overall H = 0.01 H = 0.01
N 40 38 78
Median 0.000000000 0.000000000
DF = 1 DF = 1
Ave Rank 39.7 39.3 39.5
P = 0.936 P = 0.923
Z 0.08 -0.08
(adjusted for ties)
Kruskal-Wallis Test: 3 MST versus B Kruskal-Wallis Test on 3 MST B B0 B1 B2 B3 Overall H = 5.49 H = 7.03
N 19 19 20 20 78
Median 0.000000000 0.100000000 0.000000000 0.000000000
DF = 3 DF = 3
Ave Rank 31.8 46.7 44.0 35.5 39.5
P = 0.140 P = 0.071
Z -1.69 1.58 1.03 -0.92
(adjusted for ties)
Kruskal-Wallis Test: 3 MST versus V Kruskal-Wallis Test on 3 MST V V1 V2 Overall H = 0.15 H = 0.19
N 40 38 78
Median 0.000000000 0.000000000
DF = 1 DF = 1
Ave Rank 38.5 40.5 39.5
P = 0.700 P = 0.663
Z -0.38 0.38
(adjusted for ties)
Kruskal-Wallis Test: 4 MST versus B Kruskal-Wallis Test on 4 MST B B0 B1 B2 B3 Overall H = 7.90 H = 8.71
N 19 19 20 20 78
Median 0.000000000 0.200000000 0.150000000 0.000000000
DF = 3 DF = 3
Ave Rank 30.7 47.3 45.9 34.0 39.5
P = 0.048 P = 0.033
Z -1.94 1.73 1.47 -1.26
(adjusted for ties)
50
Kruskal-Wallis Test: 4 MST versus V Kruskal-Wallis Test on 4 MST V V1 V2 Overall H = 0.18 H = 0.20
N 40 38 78
Median 0.1000 0.1000
DF = 1 DF = 1
Ave Rank 38.4 40.6 39.5
P = 0.667 P = 0.652
Z -0.43 0.43
(adjusted for ties)
Kruskal-Wallis Test: 5 MST versus B Kruskal-Wallis Test on 5 MST B B0 B1 B2 B3 Overall H = 8.87 H = 9.62
N 19 19 20 20 78
Median 0.000000000 0.300000000 0.400000000 0.000000000
DF = 3 DF = 3
Ave Rank 29.8 47.0 47.0 34.1 39.5
P = 0.031 P = 0.022
Z -2.15 1.66 1.71 -1.23
(adjusted for ties)
Kruskal-Wallis Test: 5 MST versus V Kruskal-Wallis Test on 5 MST V V1 V2 Overall H = 0.34 H = 0.37
N 40 38 78
Median 0.1000 0.2500
DF = 1 DF = 1
Ave Rank 38.0 41.0 39.5
P = 0.559 P = 0.543
Z -0.58 0.58
(adjusted for ties)
Kruskal-Wallis Test: 6 MST versus B Kruskal-Wallis Test on 6 MST B B0 B1 B2 B3 Overall H = 10.76 H = 11.42
N 19 19 20 20 78
Median 0.000000000 0.500000000 0.725000000 0.000000000
DF = 3 DF = 3
Ave Rank 31.0 49.3 46.5 31.3 39.5
P = 0.013 P = 0.010
Z -1.87 2.17 1.60 -1.89
(adjusted for ties)
51
Kruskal-Wallis Test: 6 MST versus V Kruskal-Wallis Test on 6 MST V V1 V2 Overall H = 0.45 H = 0.48
N 40 38 78
Median 0.2000 0.3750
DF = 1 DF = 1
Ave Rank 37.8 41.3 39.5
P = 0.503 P = 0.490
Z -0.67 0.67
(adjusted for ties)
Kruskal-Wallis Test: 2 MST versus Interaksi Kruskal-Wallis Test on 2 MST
Perlakuan B0*V1 B0*V2 B1*V1 B1*V2 B2*V1 B2*V2 B3*V1 B3*V2 Overall H = 7.00
N 1 1 1 1 1 1 1 1 8
Median 0.01000 0.06667 0.05000 0.11111 0.13000 0.07000 0.08500 0.03000
DF = 7
Ave Rank 1.0 4.0 3.0 7.0 8.0 5.0 6.0 2.0 4.5
Z -1.53 -0.22 -0.65 1.09 1.53 0.22 0.65 -1.09
P = 0.429
* NOTE * One or more small samples
Kruskal-Wallis Test: 4 MST versus Interaksi Kruskal-Wallis Test on 4 MST
Perlakuan B0*V1 B0*V2 B1*V1 B1*V2 B2*V1 B2*V2 B3*V1 B3*V2 Overall H = 7.00
N 1 1 1 1 1 1 1 1 8
Median 0.03000 0.19222 0.20000 0.36111 0.48500 0.21000 0.12500 0.14300
DF = 7
Ave Rank 1.0 4.0 5.0 7.0 8.0 6.0 2.0 3.0 4.5
Z -1.53 -0.22 0.22 1.09 1.53 0.65 -1.09 -0.65
P = 0.429
* NOTE * One or more small samples
52
Kruskal-Wallis Test: 3 MST versus Interaksi Kruskal-Wallis Test on 3 MST
Perlakuan B0*V1 B0*V2 B1*V1 B1*V2 B2*V1 B2*V2 B3*V1 B3*V2 Overall H = 6.92 H = 7.00
N 1 1 1 1 1 1 1 1 8
Median 0.01000 0.12444 0.13000 0.25556 0.36000 0.13000 0.08500 0.09300
DF = 7 DF = 7
Ave Rank 1.0 4.0 5.5 7.0 8.0 5.5 2.0 3.0 4.5
P = 0.438 P = 0.429
Z -1.53 -0.22 0.44 1.09 1.53 0.44 -1.09 -0.65
(adjusted for ties)
* NOTE * One or more small samples
Kruskal-Wallis Test: 5 MST versus Interaksi Kruskal-Wallis Test on 5 MST
Perlakuan B0*V1 B0*V2 B1*V1 B1*V2 B2*V1 B2*V2 B3*V1 B3*V2 Overall H = 7.00
N 1 1 1 1 1 1 1 1 8
Median 0.04300 0.27222 0.35000 0.40000 0.63000 0.42500 0.22500 0.24200
DF = 7
Ave Rank 1.0 4.0 5.0 6.0 8.0 7.0 2.0 3.0 4.5
Z -1.53 -0.22 0.22 0.65 1.53 1.09 -1.09 -0.65
P = 0.429
* NOTE * One or more small samples
Kruskal-Wallis Test: 6 MST versus Interaksi Kruskal-Wallis Test on 6 MST
Perlakuan B0*V1 B0*V2 B1*V1 B1*V2 B2*V1 B2*V2 B3*V1 B3*V2 Overall H = 7.00
N 1 1 1 1 1 1 1 1 8
Median 0.06000 0.48333 0.53700 0.61667 0.90500 0.48000 0.23000 0.29500
DF = 7
Ave Rank 1.0 5.0 6.0 7.0 8.0 4.0 2.0 3.0 4.5
Z -1.53 0.22 0.65 1.09 1.53 -0.22 -1.09 -0.65
P = 0.429
* NOTE * One or more small samples
53
Lampiran 10. Analisis sidik ragam pengaruh BAP dan vitamin terhadap jumlah daun tunas lada MST Sumber Keragaman 2 BAP (B) Vitamin (V) B*V Galat Total 3 BAP (B) Vitamin (V) B*V Galat Total 4 BAP (B) Vitamin (V) B*V Galat Total 5 BAP (B) Vitamin (V) B*V Galat Total 6 BAP (B) Vitamin (V) B*V Galat Total
DB 3 1 3 70 77 3 1 3 70 77 3 1 3 70 77 3 1 3 70 77 3 1 3 70 77
JK 0.07 0.00 0.04 1.14 1.25 0.06 0.01 0.07 2.45 2.59 0.05 0.01 0.19 4.52 4.77 0.18 0.00 0.44 5.89 6.51 0.20 0.03 0.47 7.46 8.15
KT 0.02 0.00 0.01 0.02
F HIT 1.45 0.12 0.89
PR > F 0.24 0.73 0.45
KK (%) 17.24
0.02 0.01 0.02 0.03
0.56 0.41 0.63
0.64 0.52 0.60
24.24
0.02 0.01 0.06 0.06
0.27 0.21 0.96
0.85 0.65 0.41
31.06
0.06 0.00 0.15 0.08
0.70 0.01 1.72
0.56 0.94 0.17
34.10
0.07 0.03 0.16 0.11
0.62 0.30 1.47
0.60 0.58 0.23
36.65
54
Lampiran 11. Analisis sidik ragam pengaruh BAP dan vitamin terhadap jumlah akar lada MST Sumber Keragaman 1 BAP (B) Vitamin (V) B*V Galat Total 2 BAP (B) Vitamin (V) B*V Galat Total 3 BAP (B) Vitamin (V) B*V Galat Total 4 BAP (B) Vitamin (V) B*V Galat Total 5 BAP (B) Vitamin (V) B*V Galat Total 6 BAP (B) Vitamin (V) B*V Galat Total
DB 3 1 3 70 77 3 1 3 70 77 3 1 3 70 77 3 1 3 70 77 3 1 3 70 77 3 1 3 70 77
JK 0.06 0.02 0.06 1.20 1.34 0.40 0.07 0.60 3.55 4.58 0.73 0.02 1.01 5.86 7.54 1.65 0.01 0.32 9.08 11.02 3.11 0.01 0.09 9.23 12.45 3.60 0.00 0.16 10.10 13.82
KT 0.02 0.02 0.02 0.02
F HIT 1.16 1.18 1.16
PR > F 0.33 0.28 0.33
KK (%) 18.16
0.13 0.07 0.20 0.05
2.65 1.37 3.97
0.06 0.25 0.01
29.52
0.24 0.02 0.34 0.08
2.89 0.27 4.01
0.04 0.61 0.01
35.96
0.55 0.01 0.11 0.13
4.25 0.08 0.83
0.01 0.77 0.48
42.15
1.04 0.01 0.03 0.13
7.87 0.08 0.24
0.00 0.78 0.87
40.88
1.20 0.00 0.05 0.14
8.31 0.03 0.38
<.0001 0.86 0.77
41.24
55
Hasil Uji Nonparametrik Pengaruh Konsentrasi BAP dan Vitamin terhadap Panjang Akar Kruskal-Wallis Test: 6 MST versus B Kruskal-Wallis Test on 6 MST B B0 B1 B2 B3 Overall
N 19 19 20 20 78
H = 17.99 H = 33.08
Median 0.300000000 0.000000000 0.000000000 0.000000000
DF = 3 DF = 3
Ave Rank 58.4 35.9 34.0 30.5 39.5
P = 0.000 P = 0.000
Z 4.17 -0.79 -1.27 -2.06
(adjusted for ties)
Kruskal-Wallis Test: 6 MST versus V Kruskal-Wallis Test on 6 MST V V1 V2 Overall H = 0.00 H = 0.00
N 40 38 78
Median 0.000000000 0.000000000
DF = 1 DF = 1
Ave Rank 39.6 39.4 39.5
P = 0.972 P = 0.962
Z 0.03 -0.03
(adjusted for ties)
Kruskal-Wallis Test: Panjang Akar (cm) versus Interaksi Kruskal-Wallis Test on Panjang Akar (cm)
Perlakuan_1 B0*V1 B0*V2 B1*V1 B1*V2 B2*V1 B2*V2 B3*V1 B3*V2 Overall H = 6.75 H = 7.00
N 1 1 1 1 1 1 1 1 8
DF = 7 DF = 7
Median 0.270000000 0.940000000 0.040000000 0.040000000 0.030000000 0.030000000 0.000000000 0.000000000
P = 0.455 P = 0.429
Ave Rank 7.0 8.0 5.5 5.5 3.5 3.5 1.5 1.5 4.5
Z 1.09 1.53 0.44 0.44 -0.44 -0.44 -1.31 -1.31
(adjusted for ties)
* NOTE * One or more small samples