418 . Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3, Juni 2013
ISSN No. 2337- 6597
PERTUMBUHAN AKAR PADA PERKECAMBAHAN BEBERAPA VARIETAS TOMAT DENGAN PEMBERIAN POLYETHYLENE GLIKOL (PEG) SECARA IN VITRO Erni Royani Harahap 1*, Luthfi A. M Siregar 2, Eva Sartini Bayu 2 1
2
Alumnus Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian USU, Medan 20155 Staf Pengajar Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian USU, Medan 20155 *Corresponding author : E-mail :
[email protected] ABSTRACT
Tomato plants originated from Mexico to Peru region. At the present time the tomato has become more developed, modern cultivars or hybrids can grow well and produce the climate is much different from the place of origin. This study aims to create drought tolerant plant of tomato varieties. The research has done in Tissue Culture Laboratory Fakultuty Agriculture Univercity Nort Sumatera, Medan since Juli-September 2012. Using a completely randomized design with two factors, that is Polyethylene Glicol (PEG) (0,5,10,15,20%) and Tomato varieties (TO-244, Niki, Kartika, Mio, Super Hawai) with four replications. Observation variable is living root forming initiation, total of root, and high of roott. The result of research has shown that PEG is significant for root forming initiation and high of root, but not significant for total of root.
Key words: PEG, tomato varieties, drought stress condition, In-Vitro selection
ABSTRAK Tanaman tomat berasal dari kawasan Meksiko sampai Peru. Pada masa sekarang tomat sudah sedemikian berkembang, kultivar-kultivar modern atau hibrida dapat tumbuh dengan baik dan berproduksi di lingkungan iklim yang jauh berbeda dari tempat asalnya. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan varietas tomat yang toleran terhadap cekaman kekeringan. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan pada JuliSeptember 2012. Metode percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan 2 faktor perlakuan yaitu pemberian Polietilen glikol (PEG) (0,5,10,15,20%) dan varietas tomat (TO244, NIKI, Kartika, Mio, Super Hawai) dengan 4 ulangan. Parameter yang diamati adalah waktu inisiasi akar, jumlah akar, dan panjang akar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian PEG berpengaruh nyata terhadap waktu inisiasi akar dan panjang akar, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah akar. Perlakuan varietas dan interaksi perlakuan pemberian PEG dan perlakuan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap waktu inisiasi akar, jumlah akar dan panjang akar.
Kata Kunci: PEG, varietas tomat, cekaman kekeringan, seleksi In Vitro
419 . Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3, Juni 2013
ISSN No. 2337- 6597
PENDAHULUAN Tanaman tomat berasal dari kawasan Meksiko sampai Peru. Pada masa sekarang tomat sudah sedemikian berkembang, kultivar-kultivar modern atau hibrida dapat tumbuh dengan baik dan berproduksi di lingkungan iklim yang jauh berbeda dari tempat asalnya. Buah tomat adalah komoditas yang multiguna, berfungsi sebagai sayuran, bumbu masak, buah meja, minuman, bahan pewarna makanan, sampai bahan komestik dan obat-obatan (Anonimus, 2008). Cekaman kekeringan merupakan satu kendala dalam budidaya tanaman tomat. Pada berbagai tanaman cekaman kekeringan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan produksi. Krizek (1985) menyebutkan terjadinya cekaman kekeringan pada fase pertumbuhan vegetatif menurunkan indeks luas daun, perkembangan tunas baru, dan nisbah tajuk-akar. Pada kedelai, cekaman kekeringan pada fase pertumbuhan vegetatif menurunkan tinggi tanaman, jumlah nodus, panjang akar, bobot kering akar dan tajuk (Riduan , 2004). Senyawa Polietilen glikol (PEG) dilaporkan dapat menurunkan potensial air media untuk mendapatkan tanaman varian yang toleran cekaman kekeringan dan telah dilakukan pula pada tanaman padi, sorgum, dan anggur (Adkins dkk,1995). Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi positif antara toleransi sel atau jaringan yang dikulturkan in vitro terhadap PEG dengan toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan di lapangan. Penggunaan PEG dalam induksi stress/cekaman air pada tanaman sudah digunakan sejak lama. PEG merupakan senyawa yang stabil, non ionik, polymer panjang yang larut dalam air dan dapat digunakan dalam sebaran bobot molekul yang luas. PEG dengan bobot molekul lebih dari 4000 dapat menginduksi stress air pada tanaman dengan mengurangi potensial air pada larutan nutrisi tanpa menyebabkan keracunan (Widoretno dkk,2003) Dengan demikian kerusakan atau kematian tanaman pada simulasi menggunakan PEG diyakini sebagai efek kekeringan, bukan efek langsung dari senyawa PEG karena senyawa tersebut tidak diserap oleh tanaman ( Dami, 1997).
420 . Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3, Juni 2013
ISSN No. 2337- 6597
Konsentrasi agen penyeleksi mempengaruhi identifikasi sel/jaringan varian. Konsentrasi yang terlalu rendah akan sulit mengidentifikasi sel/jaringan varian. Sedangkan konsentrasi yang terlalu tinggi akan menghilangkan sel/jaringan karena tidak mampu untuk bertahan hidup (Widoretno dkk, 2003 ). Di Cina dan Korea, kombinasi kultur in vitro dan mutagen fisik merupakan teknik perbaikan varietas yang diprioritaskan untuk dikembangkan (Yunchang dan Liang, 1997). Dilaporkan bahwa kombinasi kedua perlakuan tersebut lebih efektif dan lebih efisien dibandingkan perlakuan tunggal. Melalui seleksi in vitro telah dihasilkan varietas baru tanaman yang tahan terhadap cekaman biotik dan abiotik dengan sifat yang diwariskan (Remoti dkk, 1995). Beberapa gen seleksi dapat digunakan pada teknik in vitro untuk menghasilkan tanaman yang toleran cekaman abiotik seperti kekeringan, keracunan Al, pH tanah rendah, dan salinitas. Efektivitas seleksi in vitro ditentukan dengan keberhasilan menghambat pertumbuhan sel/jaringan normal yang tidak diinginkan dan memproliferasikan sel/jaringan yang diinginkan menggunakan agen penyeleksi tertentu. Seleksi in vitro dengan menggunakan media selektif polietilen glikol (PEG) telah dilakukan untuk mengembangkan galur yang toleran cekaman kekeringan ( Rahayu et al. 2007 ). Kalus yang diseleksi dengan PEG (0-20%) menunjukkan semakin tinggi konsentrasi PEG yang diberikan maka semakin sedikit pula jumlah struktur embrio somatik yang diperoleh. Hal ini terjadi karena pada media seleksi kekurangan atau bahkan tidak memperoleh air karena air terikat oleh PEG (>30%) dan tidak dapat dimanfaatkan oleh eksplan. Sulitnya air masuk ke dalam sel makin besar dengan meningkatnya konsentrasi PEG (Widoretno, 2003). Pada teknik in vitro, seleksi ketahanan terhadap cekaman abiotik seperti kekeringan, keracunan Al, pH tanah rendah, dan salinitas dapat digabungkan dalam media kultur in vitro dan digunakan untuk menumbuhkan varian somaklon yang diperoleh. Tanaman hasil regenerasi jaringan pada kultur in vitro kemungkinan akan mempunyai fenotip yang toleran terhadap kondisi seleksi. Seleksi in vitro lebih efisien karena kondisi seleksi dapat dibuat homogeny, tempat yang
421 . Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3, Juni 2013
ISSN No. 2337- 6597
dibutuhkan relative sedikit, dan efektifitas seleksi tinggi. Oleh karena itu, kombinasi antara induksi variasi somaklonal dan seleksi in vitro merupakan alternative teknologi yang efektif dalam menghasilkan individu dengan karakter yang spesifik (Kadir, 2007). Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian untuk mendapatkan varietas tanaman tomat yang toleran terhadap pemberian PEG pada seleksi in vitro sebagai alternatif dalam budidaya tanaman tomat di daerah lahan kering karena lebih efisien dan praktis penerapannya serta ada pengaruh varietas dan berbagai konsentrasi PEG, serta interaksi keduanya berpengaruh terhadap pertumbuhan akar pada perkecambahan beberapa varietas tomat. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Fakultas pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan Juli 2012 sampai dengan September 2012. Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji benih tanaman tomat dari beberapa varietas yang berbeda. Bahan untuk media meliputi larutan MS, agar-agar, NaOH 1 N, HCl, PEG 6000, pH meter/kertas lakmus, aluminium foil dan aquades. Bahan sterilisasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 70% dan betadine. Alat-alat yang digunakan adalah autoklaf, Laminar Air Flow (LAF), botol kultur, erlenmeyer, pipet skala, gelas ukur, petridis, skalpel, gunting, bunsen, timbangan analitik, hot plate, batang pengaduk, lemari es, kertas milimeter, pinset, cawan petri, oven, pensil, buku, dan kamera. Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah tingkat konsentrasi pemberian PEG dengan lima taraf yaitu 0%; 5%; 10%; 15%; 20 %. Faktor kedua adalah varietas tomat dengan lima varietas yaitu To244; Niki; Kartika; Mio; Super hawai. Jika perlakuan berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf uji α = 5% (Steel dan Torry, 1995 ).
422 . Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3, Juni 2013
ISSN No. 2337- 6597
PELAKSANAAN PENELITIAN Sterilisasi bermanfaat untuk membersihkan seluruh alat-alat yang digunakan dalam kultur jaringan sehingga terbebas dari hal-hal yang dapat menimbulkan kontaminasi. Alat-alat tersebut dicuci dengan deterjen, kemudian dibilas dengan air, setelah itu dikeringkan. Kemudian alat seperti skalpel, pipa skala, pinset dan cawan petri dibungkus dengan kertas, sedang untuk erlenmeyer dan gelas ukur permukaannya ditutup dengan aluminium foil. Setelah itu, semua botol kultur dan alatalat dimasukkan ke dalam autoklaf pada tekanan 17,5 psi, dengan suhu 1210C selama 60 menit. Kemudian alat-alat tersebut dimasukkan ke dalam oven kecuali botol kultur. Pembuatan larutan stok bertujuan untuk memudahkan pekerjaan dalam membuat media. Larutan stok dibuat sesuai dengan komposisi media MS yang diaduk dalam erlenmeyer dengan konsentrasi yang lebih pekat. Setelah membuat larutan stok gram-gram, perlu dibuat stok zat pengatur tumbuh biasanya dalam 100 ml. Stok harus disimpan di dalam lemari es. Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah Murashige dan Skoog (MS). Dimana proses pembuatan media ini dengan memipet larutan Stok Murashige dan Skoog kedalam erlenmeyer. Kemudian ditambahkan myoinositol 0,1 gr/L, sukrosa 30 gr/L, agar-agar 7 gr/L, 150 ml hara makro, 150 ml hara mikro, 30 ml iron, dan penambahan PEG dengan konsentrasi sesuai perlakuan, kemudian dilarutkan kedalam aquades dan dimasukkan kedalam larutan media. Volume media seluruhnya yaitu 5 liter. Kemasaman diukur dengan pH meter yaitu 5,8 (menggunakan NaOH 1 N dan HCL 1 N) untuk menaikkan dan menurunkan pH. Lalu dipanaskan diatas hot plate sampai agar melarut dan homogen dengan komponen lainnya. Kemudian diisi ke dalam masingmasing botol kultur, lalu ditutup dengan alumunium foil. Selanjutnya media di sterilkan di dalam autoklaf pada suhu 1210C, tekanan 17,5 psi selama 30 menit. Aplikasi PEG dilakukan pada saat pembuatan media. Larutan PEG dimasukkan ke dalam campuran media MS sesuai dengan masing-masing perlakuan yang berbeda. Dalam pembuatan larutan PEG, terlebih dahulu menghitung berapa gram PEG yang dibutuhkan dalam perlakuan. Kemudian membuat larutan PEG dengan konsentrasi 0, 5%, 10%, 15% dan 20%. Untuk perlakuan
423 . Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3, Juni 2013
ISSN No. 2337- 6597
5 % PEG yang digunakan yaitu sebanyak 5 gr, perlakuan 10 % PEG digunakan sebanyak 10 gr, perlakuan 15 % PEG yang digunakan 15 gr dan perlakuan 20 % sebanyak 20 gr. Masing-masing perlakuan dilarutkan secara terpisah dengan menggunakan pelarut aquades sebanyak 100 ml kemudian disimpan dilemari pendingin. Eksplan pertama-tama dicuci bersih dengan menggunakan detergen lalu dibilas dengan air. Eksplan yang telah dibersihkan disterilisasi dengan kloroks 40% selama tiga kali dengan waktu yang berbeda-beda. Pertama eksplan yang telah dicampur dengan kloroks 40% dikocok-kocok selama 20 menit lalu dibersihkan dengan air. Selanjutnya, eksplan yang telah dicampur dengan kloroks 40% dikocok-kocok selama 15 menit lalu dibersihkan dengan air. Terakhir eksplan yang telah dicampur dengan kloroks 40% dikocok-kocok selama 10 menit lalu dibersihkan dengan air. Penanaman eksplan dilakukan di LAF yang telah disterilkan dengan alkohol 70%. Eksplan yang sudah steril diletakkan di petridis. Diambil botol media lalu di dekatkan dengan api bunsen kemudian eksplan ditanam ke dalam botol media sesuai dengan perlakuan, setiap botol media terdapat 2 eksplan. Setelah itu botol media dikembalikan ke dalam ruang kultur. Botol-botol yang telah ditanami eksplan diletakkan pada rak-rak kultur di dalam ruang kultur. Setiap hari disemprot dengan alkohol 70% agar bebas dari organisme yang menyebabkan terjadi kontaminasi. Parameter yang diamati yaitu :Waktu inisiasi akar (hari) ,pengamatan dilakukan setiap hari dengan melihat akar yang muncul. Jumlah akar (helai), Dihitung pada akhir penelitian dengan menghitung jumlah akar yang muncul. Panjang akar (cm)., Diukur pada akhir penelitian dengan menggunakan kertas milimeter mulai dari tempat munculnya akar (pangkal) sampai ujung akar tertinggi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan waktu inisiasi akar menunjukkan bahwa perlakuan pemberian PEG berpengaruh nyata terhadap waktu inisiasi akar. Hasil uji beda rataan waktu inisiasi akar (hari) pada perlakuan pemberian PEG dan varietas dapat dilihat pada Tabel 1.
424 . Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3, Juni 2013
ISSN No. 2337- 6597
Tabel 1. Waktu inisiasi akar (hari) pada perlakuan pemberian PEG dan varietas Polyetinolglicol Rataan P0 P1 P2 P3 P4 V1 (TO-244) 3,88 4,38 4,50 6,63 6,50 5,18 V2 (Niki) 4,63 4,38 4,75 6,75 6,38 5,38 V3 (Kartika) 4,75 4,63 5,63 6,75 6,75 5,70 V4 (Mio) 5,00 5,13 4,50 6,38 7,00 5,60 V5 (S. Hawai) 4,50 5,13 5,00 6,75 6,75 5,63 4,55a 4,73a 4,88b 6,65c 6,68d Rataan Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%. Varietas
Hasil pada Tabel 1 memperlihatkan bahwa perlakuan pemberian PEG berpengaruh nyata terhadap waktu inisiasi akar, dimana rataan waktu inisiasi akar tercepat terdapat pada perlakuan P0 (4,55 hari) dan yang paling lama pada perlakuan P4 (6,68 hari). Hubungan antara perlakuan pemberian PEG dengan waktu inisiasi akar ditampilkan pada Gambar 1.
Waktu Inisiasi Akar (hari)
8 7 6 5
ŷ= 0,122x + 4,278 r = 0,831
4 3 2 1 0 0
5
10 Konsentrasi PEG (%)
15
20
Gambar 1. Waktu inisiasi akar (hari) dengan pemberian berbagai konsentrasi PEG Dari data analisis sidik ragam memperlihatkan bahwa pemberian berbagai konsentrasi PEG, perlakuan varietas dan interaksi keduanya tidak nyata. Rataan jumlah akar pada perlakuan pemberian PEG dan varietas dapat dilihat pada Tabel 2.
425 . Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3, Juni 2013
ISSN No. 2337- 6597
Tabel 2. Rataan jumlah akar pada perlakuan pemberian PEG dan Varietas. Varietas V1 (TO-244) V2 (Niki) V3 (Kartika) V4 (Mio) V5 (S. Hawai) Rataan
P0 24,50 20,00 20,50 16,25 27,50 21,75
P1 31,00 22,25 22,88 23,88 24,25 24,85
Polyetinolglicol P2 25,13 22,38 30,75 23,88 25,88 25,60
P3 24,63 27,38 25,50 30,63 30,38 27,70
P4 25,13 29,88 27,25 24,75 27,00 26,80
Rataan 26,08 24,38 25,38 23,88 27,00
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa jumlah akar terendah terdapat pada perlakuan P0 (21,75 helai) dan jumlah akar terbanyak terdapat pada perlakuan P3 (27,70 helai) dan pada perlakuan P4 (26,80 helai). Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemberian PEG berpengaruh nyata terhadap panjang akar. Rataan panjang akar (cm) dengan perlakuan pemberian PEG dan varietas dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rataan panjang akar (cm) dengan perlakuan pemberian PEG dan varietas. Polyetinolglicol Rataan P0 P1 P2 P3 P4 V1 (TO-244) 6,93 9,18 10,93 17,88 18,44 12,67 V2 (Niki) 5,54 8,81 13,23 17,55 19,49 12,92 V3 (Kartika) 8,08 9,88 14,63 17,18 20,91 14,13 V4 (Mio) 7,46 9,63 14,89 15,76 20,81 13,71 V5 (S. Hawai) 8,55 12,29 16,23 15,19 21,65 14,78 7,31e 9,96d 13,98c 16,71b 20,26a Rataan Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%. Varietas
Dari data uji rataan dapat dilihat bahwa pemberian berbagai konsentrasi PEG berpengaruh nyata terhadap panjang akar, dimana akar terpanjang terdapat pada perlakuan P4 (20,26 cm) dan akar terpendek terdapat pada perlakuan P0 (7,31 cm). Hubungan pemberian berbagai konsentrasi PEG terhadap panjang akar (cm) ditampilkan pada Gambar 2.
426 . Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3, Juni 2013
ISSN No. 2337- 6597
25
Panjang Akar (cm)
20 15
ŷ = 0,653x + 7,114 r = 0,996
10 5 0 0
5
Konsentrasi 10 PEG (%)
15
20
Gambar 2. Hubungan pemberian berbagai konsentrasi PEG terhadap panjang akar Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, secara statistik diperoleh bahwa perlakuan pemberian berbagai konsentrasi PEG berpengaruh nyata terhadap waktu inisiasi akar, dan panjang akar, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah akar. Perlakuan varietas dan interkasi pemberian berbagai konsentrasi PEG dan varietas tidak berpengaruh nyata pada semua perlakuan. Pemberian PEG pada tanaman tomat memperlambat waktu inisiasi akar, hal ini dikarenakan PEG mempunyai kemampuan sifat dalam menghambat imbibisi dan hidrasi benih (Suardi, 2000). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fernandes (1998) menunjukkan bahwa untuk mengetahui efek kekeringan terhadap pertumbuhan kapas digunakan larutan PEG 6000 sebagai induksi stres air. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa konsentrasi 40 g/l PEG, mampu menurunkan daya perkecambahan kapas. PEG merupakan salah satu jenis osmotikum yang biasa digunakan untuk mensimulasi kondisi kekeringan, karena sifatnya yang dapat menghambat penyerapan air oleh sel atau jaringan tanaman. Pemberian PEG tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah akar karena dari hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan jumlah akar pada kondisi optimum dan pada kondisi cekaman kekeringan tidak begitu nampak perbedaannya atau penurunan potensial air yang disebabkan PEG tidak ada pengaruhnya terhadap jumlah akar. Cekaman kekeringan pada tanaman tomat akibat pemberian PEG menyebabkan peningkatan pada panjang akar. Semakin tinggi PEG yang digunakan maka panjang akar akan semakin meningkat.
427 . Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3, Juni 2013
ISSN No. 2337- 6597
Herawati dan Setiamihardja (2000) menyatakan bahwa diantara metabolisme tanaman diatas cekaman air ini adalah terjadinya perubahan morfologi dan fisiologi tanaman. Perubahan morfologi yaitu perakaran berkembang lebih cepat, terutama kearah bawah menyebabkan nisbah akar mengecil. Tanaman meningkatkan kemampuan penghisapan air dari lapisan tanah yang lebih dalam sementara transfirasi dari bagian atas tanaman menurun. Nurhayati (2007) menambahkan bahwa tanaman menunjukkan toleransi dengan menciptakan potensial air yang tinggi, yaitu kemampuan tanaman tetap menjaga potensial jaringan dengan meningkatkan penyerapan air atau menekan kehilangan air. Pada mekanisme ini tanaman mempunyai kemampuan untuk meningkatkan sisitem perakaran, mengatur stomata, mengurangi absorbs radiasi surya dengan pembentukan lapisan lilin atau bulu rambut daun yang tebal, dan menurunkan permukaan evapotranspirasi melalui penyempitan daun serta pengurangan luas daun. Jones (1991) mengungkapkan bahwa peningkatan volume dan panjang akar merupakan salah satu mekanisme tanaman untuk mengatasi cekaman kekeringan. KESIMPULAN Pemberian PEG mempengaruhi pertumbuhan akar pada perkecambahan tanaman tomat secara in vitro ditunjukkan dengan memperlambat waktu inisiasi akar dan meningkatkan panjang akar. Perlakuan varietas dan interaksi perlakuan pemberian PEG dan perlakuan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap waktu inisiasi akar, jumlah akar dan panjang akar.
DAFTAR PUSTAKA Adkins SW, Kunanuvatchaidah. R, dan Godwin. ID. 1995. Somaclonalm variation in rice drought tolerance and other agronomi characters. Aust.J.Bot. Anonimus, 2008. Teknologi Budidaya Tanaman Tomat. Balai besar pengkajian dan pengembangan teknologi pertanian badan penelitian dan pengembangan pertanian : Bandung Dami I, Hughes HG. 1997. Effect of PEG-induced water stress on in vitro hardening of ‘valliant’ grape. Plant Cell Tiss Org Cult Fernandez, M. 1998. Effects Of Drough (Water Stress) On Growth And Photosynthetic Capacity Of
428 . Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3, Juni 2013 Colton (Gossypium Hirsutum L.), 98/cellbio/fernandez-onde 0711//two.html).
ISSN No. 2337- 6597 Online
(http://www.mcimaster.ca/inagis
Jones HG, Corlett JE. 1991. Current topics in drought physiology. J. of Agric. Sci. Kadir, A. 2007. Induksi Variasi Somaklon melalui Iradiasi Sinar Gama dan Seleksi In Vitro untuk Mendapatkan Tanaman Nilam Toleran terhadap Cekaman Kekeringan. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Rahayu ES, Guhardja E, Ilyas S, Sudarsono. 2007. Seleksi in vitro embrio somatik kacang tanah pada media dengan polietilen glikol untuk mensimulasikan cekaman kekeringan. Majalah Ilmiah Biologi BIOSFERA Remotti, P.C., H.J.M. Loffer, and L. Van Vloten- Doting. 1995. Selection of cell lines and regeneration of plants resistant to fusaric acid from Gladiolus grandiflorus cv. Peter Pears. Euphytica. Riduan A, Sudarsono. 2004. Toleransi kultivar kacang tanah terhadap stres kekeringan pada fase vegetatif serta kandungan prolin dan gula total daun, di dalam: Sudarsono, Aswidinnoor H, Widodo (ed) Rekayasa genetika dan seleksi in vitro untuk mendapatkan plasma nutfah kacang tanah dengan novel characters – toleran stres kekeringan dan resisten penyakit busuk batang Sclerotium. Steel, R. G. D dan J. H. Torry, 1995. Prinsip Dan Prosedur Statistika. PT. Gramedia. Jakarta Sutjahjo, S.H. 2006. Seleksi in vitro untuk ketenggangan terhadap Al pada empat genotipe jagung. Jurnal Akta Agraria Widoretno wahyu, E. Guhaedja, S.Ilyas dan Sudarsono, 2001. Efektivitas polietilen glikol untuk mengevaluasi tanggapan genotipe kedelai terhadap cekaman kekeringan pada fase perkecambahan.jurnal hayati Yunchang, L. And Q. Liang. 1997. A review and prospect of mutation breeding of oil crops in China. Proc. Seminar on Mutation Breeding in Oil and Industrial Crops for Regional Nuclear Cooperation in Asia. RDA, STA. Most and JAIF. Suwon, Korea, 12-18 October 1997