Aktivitas Sucrose Phosphate Synthase dan Kandungan Sukrosa pada Tanaman Tebu Trangenik Hasil Perbanyakan Secara Vegetatif Wiwik Sri Untari*) *). Dosen Fakultas Pertanian Universitas Abdurachman Saleh Situbondo
ABSTRACT Sugar Cane (Saccharum officinarum L) is one of the estate commodity which developed because ability in sucrose synthesis and sucrose accumulation. Sucrose Phosphate Synthase (SPS) is a key enzym of sucrose biosynthesis in cytosol. SPS gene transformation was expected increase sucrose synthesis and accumulation in sugar cane. Genetic stability of transgenic sugar cane was studied on the several generation. The objective of the research investigated the existence of CaMV promoter, SPS activity and sucrose in transgenic sugar cane leaf after three periode of derived vegetative propagation. This research was divided into four phase, included DNA isolation, SPS activity, sucrose analysis in sugar cane leaf and yield analysis after 11 month of sugar cane. The result showed that the 25,47% of transgenic sugar cane expressed CaMV promoter by PCR analysis. SPS activity and sucrose content in transgenic sugar cane leaf were higher more than control (r = 0,364). transgenic sugar cane maturely was linger more than control. Key word: Sucrose Phosphate Synthase (SPS), sucrose, transgenic sugar cane
PENDAHULUAN Tebu (Saccharum officinarum L) merupakan tanaman industri yang banyak dikembangkan di negara-negara beriklim tropis dan subtropics, karena hasil samping pengolahan tebu dapat menekan efisiensi pemakaian bahan bakar minyak. Produksi gula yang belum mampu mencukupi kebutuhan nasional, memacu langkah-langkah pencarian varietas-varietas unggul. Usaha untuk memperoleh varietas-varietas tebu yang memiliki karakteristik unggul melalui metode persilangan secara konvensional telah banyak dilakukan oleh para ahli pemuliaan, tetapi umumnya tingkat keberhasilannya rendah. Hal itu disebabkan tebu merupakan tanaman poliploid dengan tingkat fertilitas rendah dan sangat dipengaruhi lingkungan, maka tebu relatif sulit untuk dikembangkan secara generatif. Dewasa ini melalui tehnik rekayasa genetika telah banyak penelitian yang berhasil mendapatkan tanaman transgenik antara lain pada gandum (RascoGaunt et al., 2001), tembakau (Muller et al., 1999) dan tebu (Gallo-Meagher et al., 1996). Teknologi rekayasa genetika adalah perpaduan antara teknologi kultur jaringan dan teknologi untuk menentukan gen yang dapat mengekspresikan sifat-sifat tertentu, selanjutnya mengisolasi dan mentransformasikan ke dalam organisme inang dengan metode particle bombardment atau meman-faatkan Agrobacterium. Tehnik rekayasa genetika antara lain supresi, transgene, overekspresi dan modifikasi. Teknologi ini tidak hanya memberikan harapan bisa mendapatkan varietas tebu yang berrendemen tinggi, tetapi juga menghasilkan tanaman yang
memiliki karakteristik agronomi lebih baik, tahan terhadap stress kekeringan dan tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Gen Sucrose Phosphate Synthase (SPS) berperan dalam sintesis enzim SPS yang mengkatalisis reaksi pembentukan sukrosa di sitosol. Transformasi gen SPS merupakan metode memodifikasi proses asimilasi karbon tanaman. Gen SPS ditransformasikan ke tanaman inang dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan tanam-an tebu dalam mensintesis dan mengakumulasi sukrosa. Transfer SPS ke tanaman tebu dapat meningkatkan aktivitas SPS dan meningkatkan kandungan sukrosa (Sugiharto, 2003), dan diharapkan akan berdampak pada meningkat-nya rendemen tebu. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa genom tanaman mempunyai bebe-rapa gen pengkode SPS (Chen et al., 2005). Keberhasilan transformasi dan stabilitas ekspresi transgene dapat diketahui dengan melakukan analisis ekspresi genotip dan fenotip tanaman transgenik. Ekspresi genotip tanaman dianalisis dengan cara mendeteksi keberadaan transgene di dalam sel-sel organ tanaman transgenik, dan ekspresi fenotip tanaman dianalisis dengan cara mengukur respon tanaman beberapa waktu setelah tanaman berhasil ditransformasi. Tahapan sebelum varietas tebu transgenik dikomersialisasikan sama dengan tahapan suatu varietas baru sebelum dilepas ke pasaran, yaitu harus melampaui serangkaian uji lapang yang bertujuan untuk mendapatkan informasi dan jaminan mengenai integritas genetik, karakteristik agronomi dan kualitas bibit pada beberapa periode perbanyakkan baik yang melalui proses generatif maupun
proses vegetatif. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil perbanyakan tanaman transgenik baik yang diperbanyak secara generatif maupun vegetatif dapat mengekspresikan gen yang ditransformasikan antara lain pada tebu (Arencibia et al., 1999; Zhang et al., 2006), barley (Horvath et al., 2001) dan padi (Jiang et al., 2000). Pada tanaman transgenik hal fital yang harus diuji adalah ekspresi transgene dan stabilitas genetik pada beberapa periode perbanyakan. Tanaman tebu sebelum dikomersialisasikan penting untuk dipelajari integritas genetik dan karakteristik agronominya, yaitu dengan melakukan serangkaian uji lapang pada beberapa periode perbanyakan untuk memberikan jaminan kualitas tebu dan informasi yang falid kepada konsumen. Hal terpenting yang perlu diuji pada tanaman tebu transgenik adalah ekspresi transgene, stabilitas genetik, serta performance agrono-minya pada beberapa periode perbanyakan. Masalah yang perlu dianalisis pada penelitian ini adalah: 1. Stabilitas transgene tebu transgenik pada periode ketiga perbanyakkan secara vegetatif 2. Aktivitas SPS, kandungan sukrosa, dan total protein terlarut daun tebu umur 4 bulan 3. Hubungan antara tingkat aktivitas SPS tebu BL transgenik dengan kandungan sukrosa daun tebu 4. Rendemen tebu pada periode ketiga perbanyakkan secara vegetatif Pada uji ekspresi gen SPS dilakukan dengan menggunakan parameter aktivitas SPS, kandungan sukrosa dan untuk melengkapi data dilakukan pula uji deteksi promoter dengan
menggunakan metode PCR. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui keberhasilan uji lapang tanaman tebu hasil overekspresi SPS menggunakan parameter keberadaan promoter CaMV, aktivitas SPS dan akumulasi sukrosa daun tebu dan rendemen tebu pada periode ketiga perbanyakan secara vegetatif. Data yang diperoleh diharapkan dapat digunakan seba-gai acuan dalam salah satu tahapan uji sebelum tanaman tebu tersebut dikomersialisasikan.
METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekuler Universitas Jember dan di lahan percobaan bagian Penelitian dan Pengembangan PG. Djatiroto yang terletak di Curahlapak Banyu Putih Lumajang. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni 2007 sampai dengan Juni 2008. Tahapan Penelitian 1. Bahan Tanam Tanaman tebu yang ditanam adalah tebu varietas R 579 hasil transformasi (overekspresi SPS) Sugiharto, et al. Puslit Biologi Molekuler Universitas Jember dan telah mengalami 2 (dua) kali periode perbanyakan secara vegetatif. Tanaman tersebut ditransformasi menggunakan Strain Agrobacterium tumefaciens LBA 4404, dan gen yang ditransfer adalah pKYS-SPS1 yang memiliki ketahanan terhadap kanamisin. Tanaman transforman yang diuji terdiri atas 100 tanaman dan 1 tanaman kontrol. Tanaman tebu tersebut ditanam di kebun percobaan PG. Djatiroto yang terletak di Curahlapak Banyu Putih Lumajang. Sampel daun diambil saat tebu berumur 4 bulan, pada posisi daun pertama membuka sempurna, dan sampling dilakukan sekitar pukul 11.00 siang.
2. Isolasi DNA Daun tebu setelah dipanen di lahan ditimbang seberat 2 gram (berat basah) selanjutnya dimasukkan dalam kantung plastik, dan disimpan dalam nitrogen cair. Di Laboratorium menggunakan mortal-stumper daun tebu digerus sampai halus dan dijaga jangan sampai mencair saat digerus dengan menambahkan nitrogen cair secepatnya. Setelah halus ditambahkan 8 ml buffer ekstraksi (100 mM Tris-HCl, 50 mM EDTA, dan 500 mM NaCl (Sigma), pH 8.0), 300 µl SDS 20%, dan 10 µl ßmerkaptoethanol 10 mM, selanjutnya divorteks dan diinkubasi pada suhu 65°C selama 10 menit. Berikutnya ditambahkan Kalium asetat 5 M sebanyak 2,6 ml, vorteks, dan diinkubasi dalam es selama 20 menit. Sebagian besar protein dan polisakarida tidak turut mengendap bersama kompleks kalium dodesil sulfat. Pemisahan dengan sentrifugasi 10.000 rpm, pada 4°C selama 20 menit, diambil supernatannya dan ditambahkan 5 ml isopropanol. DNA akan nampak melayanglayang berwarna agak kekuningan. Isopropanol dipisahkan dari DNA dengan menggunakan pompa vakum, setelah kering ditambahkan 600 µl baffer TE ( 10 mM Tris-HCl, 1 mM EDTA), dan disimpan pada suhu -20°C. Namun apabila setelah ditambahkan isopropanol tidak tampak adanya DNA, maka dinginkan pada suhu 20°C selama 30 menit terlebih dahulu. 3. Estimasi Konsentrasi DNA Sampel DNA hasil isolasi dipipet 10 µl dan dimasukkan dalam mikrofuse yang berisi 990 µl. Konsentrasi larutan DNA diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 260 nm. Konsentrasi DNA (µg/ml) = A260 x faktor
pengenceran x 40. Rasio kemurnian DNA dapat diketahui dari perbandingan antara A260/A280. Rasio kemurnian DNA yang murni berkisar antara 1,8 – 2,0. 4. Analisis PCR DNA yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan PCR. Templet DNA dibuat konsentrasi 0,1 µg. Primer CaMV 35S digunakan sesuai dengan jenis promoter pada konstruksi pKYSSPS1. Amplifikasi DNA di mesin PCR diatur pada kondisi 30 siklus, predenaturasi suhu 94°C selama 2 menit, denaturasi 94°C selama 30 detik, annealing 53°C 1 menit, elongation 72°C 2 menit, dan final elongation 72°C selama 7 menit. Reaktan PCR terdiri dari 2X PCR Master Mix sebanyak 25 µl, masing-masing primer (forward dan reverse) sebanyak 4 µl, dan H2O 12 µl. DNA yang telah teramplifikasi dianalisis dengan 1% agarose gel elektroforesis yang mengandung 1 mg ethidium bromide (Sigma). Hasil elektroforesis dilihat menggunakan UV transiluminator. Pita yang terbentuk pada 436 bp menunjukkan bahwa tebu yang dianalisis merupakan tebu transgenik. 5. Ekstraksi Enzim 1 gr daun tebu digerus menggunakan mortal-stumper, didinginkan dengan menambahkan nitrogen cair, dan untuk mencegah browning ditambahkan 10% PVP. Setelah halus ditambahkan 3 ml buffer (50 mM Mops-NaOH, 10 mM MgCl2, 1 mM EDTA, 2,5 mM DTT, 2% PEG, 0,5 mM PMSF, dan pH 7,5). Sampel disentrifuse dengan kecepatan 10.000 rpm suhu 4°C selama 10 menit. Supernatant dipisahkan, dan disaring dengan kolom kromatografi Spadeks G-25 yang
sudah diequilibrasi dengan buffer dingin. Hasil elusi selanjutnya disimpan pada suhu -80°C untuk digunakan pada analisis aktivitas enzim. 6. Analisis Aktivitas Enzim Hasil elusi dithawing, selanjutnya dipipet 50 µl, ditambahkan 40 µl Mops-NaOH 50 mM, 10 µl fruktosa-6-fosfat 70 mM, 10 µl glukosa-6-fosfat 70 mM, 10 µl UDP-glukosa 70 mM. Selanjutnya dilakukan preinkubasi pada suhu 30 °C selama 0, 10, 20 menit, preinkubasi ini penting karena ekstrak enzim mengandung sukrosa dan sukrosa-6-fosfat. Selanjutnya aktivitas enzim dihentikan dengan menambahkan 70 µl NaOH 0,5 M dan dipanaskan pada suhu 100 °C selama 10 menit. Setelah dingin ditambahkan 250 µl reagen resolsinol 0,1 % yang dilarutkan dalam ethanol 95 % dan 750 µl HCl 30 % serta diinkunbasi selama 8 menit pada suhu 80 °C. aktivitas enzim diukur berdasarkan perubahan warna dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 520 nm. Larutan standart aktivitas enzim menggunakan sukrosa 3 mM. 7. Analisis Kandungan Sukrosa pada Daun 2 gram sample daun digerus pada mortal-stumper dengan ditambahkan nitrogen cair, setelah halus ditambahkan 10 ml ethanol 80% dan sentrifuse pada kecepatan 10 000 rpm selama 5 menit. Supernatan ditampung, dan pellet dilarutkan dengan ethanol 80% serta disentrifuse kembali. Pembilasan ini dilakukan berulang-ulang sampai pellet berwarna keputihan. Supernatan yang terkumpul dievaporasi, dan setelah itu ditambahkan 3 ml aquades. Selanjutnya sample dianalisis kandungan sukrosanya dengan metode resolsinol.
8. Analisis Kandungan Protein Kandungan total protein ditentukan dengan menggunakan metode Bradfort yaitu ke dalam 2 ml larutan Bradfort dimasukkan 10 µl sampel, kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 595 nm. Konsentrasi protein diketahui berdasarkan standart Bovine Serum Albumin (BSA).
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis PCR Tebu Transgenik Hasil Perbanyakan Secara Vegetatif Pada Periode Ketiga Tanaman tebu transgenik yang diamati sebanyak 106 sampel daun, berasal dari 10 galur dan 1 kontrol. Daun tanaman dipanen pada umur 4 bulan, diisolasi DNAnya untuk analisis PCR. Kemurnian hasil isolasi DNA pada penelitian ini berkisar antara 1,54 – 1,99. Hadiarto (2002) menyatakan bahwa untuk uji-uji molekuler sebaiknya kemurnian DNA berkisar antara 1,6 – 1,8. Jadi DNA hasil isolasi pada penelitian ini cukup memenuhi syarat untuk digunakan uji-uji molekuler selanjutnya. Penelitian ini menggunakan tebu hasil transformasi plasmid SoSPS1, dengan promoter CaMV yang dikonstruksikan dalam Agrobacterium: pKYS dan telah diperbanyak secara vegetatif sampai dengan periode ketiga. Kestabilan genomik tebu transgenik dapat diketahui menggunakan metode PCR dengan mendeteksi adanya promoter di dalam genom tanaman. Hasil PCR menggunakan pasangan primer P1-P2 (Promoter CaMV-CaMV)
dapat diamplifikasi frakmen DNAnya dengan ukuran 0,436 kb seperti tampak pada Gambar 4.1. Hasil analisis PCR menunjukkan bahwa sebanyak 27
sampel positif mengandung CaMV atau pada semua galur tebu transforman pada periode ketiga ini stabilitas genetik tebu transgenik sebesar 25,47% (Tabel 4.1).
10000 bp 2000 Fragme n CaMV 436 bp Gambar 4.1
bp 500 bp 200 bp 1
2
3
4
5
6
7
8
K
M
Hasil PCR menggunakan Tamplate dari daun tebu, dengan menggunakan pasangan primer (CaMV-CaMV). Sampel DNA daun tebu 1(T2.6), 2(T1.4), 3(T1.5), 4(T2.5), 5(T3.4), 6(T0.7), 7(T0.6), 8(T2.5), Kontrol (K), Marker invitrogen (M).
Tabel 4.1 Hasil analisis PCR tebu transgenik dengan pasangan primer CaMV Sampel
T1.4 (1) T1.4 (2) T1.4 (3) T1.4 (4) T1.4 (5) T1.4 (6) T1.4 (7) T1.4(10) T1.4(11) T1.4(12) T1.4(13) T1.4(14) T1.4(15) T2.4 (1) T2.4 (2) T2.4 (3) T2.4 (4) T2.4 (5) T2.4 (6) T2.4 (7) T2.4 (8) T2.4 (9) T2.4(10) T3.4 (1)
Pasangan Primer CaMV Positif Positif Negatif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif Positif Negatif Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Positif
Sampel
T1.5 (4) T1.5 (5) T1.5 (6) T1.5 (7) T1.5 (8) T1.5 (9) T1.5(10) T1.5(11) T1.5(12) T1.5(14) T1.5(15) T2.5 (1) T2.5 (2) T2.5 (3) T2.5 (4) T2.5 (5) T2.5 (6) T2.5 (7) T2.5 (8) T2.5 (9) T2.5(10) T2.5(11) T2.5(14) T2.5(15)
Pasangan Primer CaMV Negatif Positif Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Positif Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
Sampel
T2.6 (6) T2.6 (7) T2.6 (9) T2.6(10) T2.7 (1) T2.7 (2) T2.7 (3) T2.7 (4) T2.7 (5) T2.7 (6) T2.7 (7) T2.7 (8) T2.7(10) T2.7(11) T2.7(12) T2.7(13) T2.7(14) T2.7(15) T0.6 (2) T0.6 (3) T0.6 (4) T0.6 (5) T0.6 (7) T0.6 (9)
Pasangan Primer CaMV Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Positif Positif
T3.4 (2) T3.4 (3) T3.4 (4) T3.4 (5) T3.4 (8) T3.4(10) T3.4(11) T3.4(14) T1.5 (1) T1.5 (2)
Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
T1.6 (1) T1.6 (2) T1.6 (3) T1.6 (4) T1.6 (8) T2.6 (1) T2.6 (2) T2.6 (3) T2.6 (4) T2.6 (5)
Ketidakstabilan transgene pada periode ketiga ini ditandai dengan tidak terdeteksinya promoter. Ketidakstabilan transgene disebabkan oleh banyak faktor, antara lain terjadinya pengaruh lingkungan, mutasi, dilesi, jumlah copy transgene pada locus, adanya gen silencing, gene rearrangement, dan khymera. Bettany et al. (1998) berpendapat bahwa tidak terdeteksinya promoter disebabkan adanya hipermetilasi promoter transgene. Yao et al. (2006) menyatakan bahwa banyaknya jumlah copy transgene dalam locus yang sama juga menyebabkan hilangnya ekspresi transgene pada generasi berikutnya. Tebu merupakan tanaman yang pertumbuhannya sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, sehingga hasil overekspresi gen dapat berubah. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Courtney-Gutterson et al. (1994) yang menyatakan bahwa ekspresi gen chalcone synthase pada tanaman krisan dapat berubah karena pengaruh lingkungan yaitu terjadinya perubahan variasi shortsense dan antisense.
Positif Negatif Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif Negatif Negatif
T0.6(10) T0.6(11) T0.7 (1) T0.7 (3) T0.7 (4) T0.7 (7) T0.7 (9) T0.7(10) Kontrol
Negatif Positif Positif Negatif Positif Positif Negatif Negatif Negatif
Aktivitas SPS pada Tanaman Tebu Overekspresi SPS Periode ke Tiga Tanaman tebu merupakan salah satu tanaman komersial karena mampu mensintesis sukrosa dalam jumlah relatif banyak. Kemampuan tersebut sangat ditentukan oleh kemampuan SPS dalam mensintesis sukrosa. Salah satu tujuan transformasi gen SPS pada tanaman tebu adalah meningkatkan aktivitas SPS yang berkaitan dengan metabolisme sukrosa daun dan rendemen tebu. Tebu transgenik mempunyai SPS eksogenus dan SPS endogenus. SPS eksogenus secara struktural berbeda dengan gen SPS endogenus. Struktur gen SPS endogenus memiliki bagian intron dan ekson, sedangkan SPS eksogenus tidak memiliki bagian intron. Jadi SPS pada tebu transgenik merupakan akumulasi ekspresi SPS eksogenus dan SPS endogenus. Hasil analisis total protein terlarut (TPT) pada tanaman tebu transgenik yang diperbanyak secara vegetatif pada lampiran D menunjukkan bahwa sebagian besar tanaman tebu transgenik yang ditanam memiliki kandungan TPT lebih tinggi dibandingkan tanaman kontrol. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Sugiharto et al. (2003) yang menyatakan bahwa meningkatnya ekspresi gen SPS menyebabkan terjadinya peningkatan laju transkripsi, sehingga pada saat post translasi jumlah protein yang disintesis lebih banyak dibandingkan dengan tanaman kontrol. Hasil analisis aktivitas SPS pada 55 sampel tebu yang telah diperbanyak secara vegetatif pada periode ketiga rata-rata setiap galur menunjukkan peningkatan aktivitas SPS dibandingkan dengan kontrol. Pada tanaman tebu yang masih
mengandung promoter CaMV mengalami peningkatan aktivitas SPS yang tinggi. Tebu hasil amplifikasi CaMVnya negatif memiliki aktivitas SPS yang bervariasi dibandingkan kontrol. Persentase aktivitas SPS daun tebu yang sama dengan dan di bawah kontrol sebanyak 27,27%. Aktivitas SPS rata-rata dalam satu galur pada semua galur yang diperbanyak lebih tinggi daripada kontrol. Data aktivitas SPS tebu transgenik pada perbanyakan periode ke-3 dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Rata-rata Aktivitas SPS daun pada beberapa galur setelah diperbanyak secara vegetatif pada periode kedua dan ketiga No
Galur
Rerata Aktivitas SPS (U/ mg TPT) Periode Ke-3
Kenaikan Aktivitas SPS (%) pada Periode Ke-3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
T 1.4 T 2.4 T 3.4 T 1.5 T 2.5 T 1.6 T 2.6 T 2.7 T 0.6 T 0.7 Kontrol
2.375 5.231 2.472 2.756 2.528 2.413 9.158 4.002 5.770 3.540 2.345
1,28 123,07 5,42 17,53 7,80 2,89 290,00 70,66 146,06 50,95
Tingkat aktivitas SPS tebu banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan, terutama intensitas cahaya, kecukupan hara, drainase dan stress kekeringan. Perbedaan intensitas cahaya yang diterima setiap tanaman tebu mengakibatkan perbedaan aktivitas SPS, karena intensitas cahaya mempengaruhi proses reaksi
fosforilasi dan defosforilasi SPS. Pada pertumbuhan secara vegetatif periode ketiga ini peningkatan aktivitas SPS terhadap kontrol berturut-turut dari yang tertinggi yaitu pada galur T2.6, T0.6, T2.4, T0.7, T2.7, T1.5, T2.5, T3.4, T1.6, dan T1.4. Kenaikan aktivitas SPS pada perbanyakan periode ke-3
bervariasi. Hal tersebut terjadi karena pada perbanyakan secara vegetatif tanaman transgenik tidak selalu menghasilkan tanaman transgenik, selain itu pengaruh lingkungan juga berperan. Pada Table 4.2 dan lampiran B tampak bahwa tebu transgenik setelah diperbanyak tidak selalu akan menghasilkan tebu transgenik dan tidak semua memiliki aktivitas SPS yang tinggi. Hal senada juga terjadi pada penelitian Bettany et al. (1998) yaitu tanaman Festuca arundinacea yang ditransformasi melalui protoplas mengekspresikan Tabel 4.3
promoter actin dari plasmid pAct1D yang cukup stabil sampai dengan periode ke-5 perbanyakan secara vegetatif. Kandungan Sukrosa pada Daun Tanaman Tebu pada Periode Ketiga Kandungan sukrosa daun pada 10 galur tebu transgenik mengalami pening-katan antara 1,94 – 38,35% dibandingkan kontrol, dan sekitar 36,80% sampel memiliki kandungan sukrosa sama dengan dan di bawah kontrol. Kandungan sukrosa tidak hanya dipengaruhi oleh tingkat aktivitas SPS,
Rata-rata kandungan sukrosa daun pada beberapa galur setelah diperbanyak secara vegetatif pada periode ketiga
No .
Galur
Rerata Kandungan Sukrosa (mg/g BB)
Kenaikan Sukrosa (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
T 1.4 T 2.4 T 3.4 T 1.5 T 2.5 T 1.6 T 2.6 T 2.7 T 0.6 T 0.7 Kontrol
2,37 2,84 2,29 2,41 2,18 2,10 2,85 2,59 2,46 2,41 2,06
15,04 37,86 11,16 16,99 1,94 38,35 25,72 19,41 19,41 16,99
tetapi juga oleh adanya pengaruh aktivitas enzim pendegradasi sukrosa dan terjadinya translokasi sukrosa ke jaringan lain. Miron dan Scaffer (1990) menyatakan bahwa kandungan sukrosa selain ditentukan oleh biosintesis sukrosa yaitu aktivitas SPS, juga dipengaruhi oleh pendegradasian sukrosa oleh enzim sucrose synthase dan invertase. Pendegradasian sukrosa di daun terutama dipengaruhi oleh
enzim invertase, dan enzim sucrose synthase lebih aktif pada jaringan penyimpanan (Anderson dan Beardall, 1991).
Pengaruh Aktivitas SPS terhadap Kandungan Sukrosa Daun Tebu Peningkatan aktivitas SPS daun tebu yang tinggi tidak selalu seiring dengan besarnya peningkatan kandungan sukrosa
daun. Perbandingan aktivitas SPS dengan kandungan sukrosa daun menunjukkan korelasi sebesar 0,364 (Gambar 4.2). Pada Tabel 4.2 dan 4.3, aktivitas rata-rata SPS T2.4 lebih rendah dibandingkan aktivitas SPS tebu T2,6 tetapi mempunyai kandungan sukrosa yang hampir sama. Diduga perbedaan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, pertama tingginya aktivitas SPS di daun tebu transgenik juga diikuti
oleh tingginya aktivitas enzim pende-gradasi sukrosa terutama invertase. Kedua, pada daun yang tingkat aktivitas SPSnya tinggi mengalami ketidakseimbangan antara laju biosintesis sukrosa dengan transport sukrosa, biosintesis asam-asam amino, dan pati (Huber dan Huber, 1996). Aktivitas SPS merupakan penentu alokasi penggunaan karbon hasil asimilat pada tanaman.
Gambar 4.2 Grafik hubungan aktivitas SPS terhadap Kandungan sukrosa daun tebu transgenik Daun tebu yang mengalami kejenuhan sukrosa, akan meningkatkan aktivitas metabolisme sukrosa untuk menciptakan kondisi kesetimbangan. Jadi semakin banyak sukrosa terakumulasi di daun akan memacu peningkatan degradasi dan pengangkutan sukrosa. Hasil Analisis Rendemen Tebu Transgenik Tebu varietas BL merupakan tebu yang tergolong dalam kelompok masak tengah-lambat, yaitu puncak kemasakan terjadi lebih dari 2 - 4 bulan setelah lengas tanah mencapai kurang dari 50%
kapasitas lapang atau permukaan air tanah lebih dari 60 cm dari permukaan tanah. Tingkat kemasakan tebu tidak hanya tergantung pada umur tebu, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor genetik, teknik budidaya (kecukupan pupuk N dan K), kondisi lingkungan dalam hal ini suhu, paparan sinar matahari, dan lamanya tebu mengalami kondisi lengas tanah di bawah 50% kapasitas lapang (Sugiyarta, 2008). Pengaruh faktor-faktor tersebut tampak pada angka faktor kemasakan tebu transgenik pada bulan Mei yang mayoritas masih berkisar 40-an, dan tingkat
rendemen yang masih relatif rendah. Rata-rata rendemen dari 10 galur tebu trasgenik 6,343, dan rata-rata berat batang (Kg) tebu transgenik mengalami peningkatan sebesar 14,92% dibandingkan
kontrol (lampiran E). Jadi peningkatan kemampuan tebu transgenik dalam mengakumulasi sukrosa juga dapat meningkatkan pertumbuhannya.
Tebu Transgenik Periode ke-3 85 80 75 70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Bera t Tebu /mtr Brix
Mei P. Mei A. A. Mei Juni
Tebu BL Kontrol 85 80 75 70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Berat Tebu/mt r Brix Pol
Mei
Akhir Mei Akhir Juni
Gambar 4.3 Grafik Data Analisis Rendemen Tebu Transgenik dan Kontrol Tebu setelah memasuki masa kemasakan dilakukan analisis secara berkala. Pada Gambar 4.3 tampak bahwa nilai berat tebu permeter, brix, pol, harkat kemurnian (HK), nilai nira, dan rendemen tebu transgenik mulai awal bulan Mei sampai dengan akhir bulan Juni terus meningkat, sebaliknya dengan pola data kontrol yaitu pada brix, Pol, HK, nilai nira, dan rendemennya telah mengalami penurunan. Grafik tersebut mencerminkan bahwa tebu transgenik yang telah diperbanyak sampai dengan tiga periode setelah mengalami masa kering kurang lebih 3 bulan dan berumur lebih dari satu tahun kemampuannya dalam
memperta-hankan kandungan sukrosa, mensintesis, dan mengakumulasi sukrosa masih meningkat, bila dibandingkan dengan pola yang terjadi pada tebu BL kontrol maka tebu transgenik tergolong dalam katagori tebu masak lambat. Kondisi ini sangat menguntungkan, karena umumnya di pabrik-pabrik gula varietas BL di tebang pada bulan Juli hingga akhir Oktober, maka saat dipanen nilai nira, HK, pol, brix, dan rendemen tebu transgenik tinggi sehingga produksi gula juga tinggi. Hal ini sejalan dengan Sugiharto et al. (1997) yang menyatakan bahwa pada tanaman tebu aktivitas SPS akan menentukan tingkat akumulasi
sukrosa di daun dan berkorelasi positif dengan tingkat pertumbuhan dan produksi gulanya.
KESIMPULAN Hasil analisis yang dilakukan pada penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Hasil analisis menggunakan metode PCR menyatakan bahwa stabilitas genetik tebu transgenik yang diperbanyakan secara vegetatif sampai pada periode ketiga ini sebesar 25,47% dari total sampel yang diambil secara acak. 2. Semua galur tebu transgenik yang diperbanyak secara vegetatif pada periode ketiga memiliki rata-rata aktivitas SPS lebih tinggi dibandingkan kontrol. 3. Semua galur tebu transgenik yang diperbanyak secara vegetatif pada periode ketiga memiliki rata-rata kandungan sukrosa pada daun lebih tinggi dibandingkan kontrol. 4. Peningkatan aktivitas SPS akan meningkatkan kandungan sukrosa pada daun dengan korelasi 0,364. 5. Kemasakan Tebu transgenik lebih lambat dibandingkan kontrol.
DAFTAR PUSTAKA Anderson, J.W and J. Beardall. 1991. Molekuler Activities of Plant Cell: An Introduction to Plant Biochemistry. Blackwell Scientific Publications. London Arencibia, A.D., E.R. Carmida, E. Menendez, and P. Molina. 2000. Transgenic Sugarcane (Saccharum spp). Biotechnology in agriculture and forestry 46: 188 – 206 Buchanan, B., W. Gruissem, and R.L. Johans. 2000. Biochemistry and Molekuler Biology of Plant. Plant Physiologist. America. Chen, S., M. Hajirezaei, M. Peisker, H. Tschiersch, U. Sonnewald, and F. Bornke. 2005. Decreased Sucrose-6-Phosphatase Level in Transgenic Tobacco Inhibits Photosynthesis, alters Carbohydrate Partitioning, and Reduces Growth. Planta 221: 479 – 492 Gallo Meagher, M. Irvine, J.E. 1996. Herbicide recistant transgenic sugarcane plants containing the bargene. Crop Science 36: 1367 - 1374 Grof, C., Glassop, D., Quick, W., Sonnelwald, U. and Campbell, J. 1998. Molecular Manipulation of Sucrose Phosphate Synthase Activity in Sugarcane. CSIRO Division Tropical Crop and Pasture. Brisbane. Australia. 124-126
Herrera., Estrella, L.R. 2000. Genetically Modified Crops and Developing Countries. Plant Physiol. 124: 923 – 925 Huber, S.C and J. L. Huber. 1992. Role of Sucrose Phosphate Synthase in Sucrose Methabolism in leaves. Plants Physiology 89: 518 – 524 Huber, S. C, Nielsen, T.H., J.L Huber, A Phar, D.M. 1989. Variation among Species in Light Activation of Sucrose Phosphate Synthase. Plant and Cell Physiology 30: 277 – 285 Horvath, H., L. G. Jensen, O. T. Wong, E. Kohl, S. E. Ullich, J. Cochran, C.G. Kannangara, and D. Von Wettstein. 2001. Stability of Transgene Expression Field Performance and Recombination breeding of Transformed Barley Lines. Theor. Appl. Genet 102: 1 -11
Matsuoka, Makoto, Osamu Ideta, Massahito Tani, P., Atuhi Hayakawa and Harufuni Miwa. 2001. Agrobacterium tumefaciens Mediated Transformation of Sugarcane Using Cell Suspension Culture with a Novel Method. Proc. Int. Soc. Sugarcane Technol 24 : 660 – 662 Mirzawan. 2007. Industri Gula Antisipasi Dampak Kekeringan. Raton 15: 22 – 23 Miswar. 2007. Peningkatan Biosintesis Sukrosa Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L) melalui Overekspresi Gen Sucrose Phosphate Synthase (SPS). Disertasi. Universitas Gajah Mada. Jogjakarta Muladno. 2002. Seputar Teknologi Rekayasa Genetika . Pustaka Wirausaha Muda. Bogor
Jiang, J., S.D. Linsconbe, J. Wang, and J.H. Oard. 2000. High Efficiensi Trans-formation of US Rice Lines from Mature Seed Drived Calli and Segregation of Glufosinate Resistensi Underfield Conditions. Crop Sci 40: 1729 – 1741
Muller, A.E, Kamisugi Y, Gruneberg R, Niedenhof I, Harold R.J, Meyer P. 1999. Poliandromic sequence and ACT-rich DNA elements promote illegitimate recombination in Nicotiana tabacum. Journal of Moleculer Biology 291: 29 - 46
Leon, P., J. Sheen. 2003. Sugar and Hormone Connections Trends. Plant Sci 8: 110 -116
Nasir, M. 2001. Bioteknologi Potensi dan Keberhasilannya dalam Bidang Pertanian. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Liu,
M.C. 1990. Selection of Agronomically Useful Mutants Through Plant Tissue Culture System. Taiwan Sugar 37 : 8 – 13
Rasco-Gaunt S, Riley A, Cammell M, Barcelo P, Lazzeri P.A. 2001. Procedures allowing the transformation of range of
European elite Wheat (Triticum aestivum L) varietas via Particle bombardment. Journal of Experimental Botany 52: 865 – 874 Salisbury, F.B and C.W. Ross. 1995. Plant Physiology. Wadsworth Publishing Company. Belmont Californic Shrawat, A.K. 2007. Genetic Transformation of cereals mediated by Agrobac-terium: Potential and Problems. Laboratory of Moleculer Genetics, Departement of Biological Sciences University of Alberta. Canada Smith,
Stitt,
C. J. 1993. Carbohydrate Chemystry in Plant Biochemistry ang Moleculer Biology. John Wiley and Sons. Ltd. UK. M. 1990. Fructose-2,6Bisphosphate as a Regulatory Molecule in Plant. Annu. Rev. Plant Physiol. Plant Mol. Biol. 41: 174 -181.
Stryer, L. 2000. Biokimia. Alihbahasa Mohamad Sadikin. Edisi 4. Vol 1. EGC. Jakarta Sturmn, A., G. O. Tang. 1999. The Sucrose-Cleaving Enzym of Plant are Crucial for Development, Growth ang Carbon Partitioning. Trends in Plant Sciense 4: 401 – 407 Sumarno, A. Fachri, Sri Utami, Siti
Marjayanti. 2000. Penelitian Bahan Baku, Keragaan Tanaman, dan Produktivitas Tebu. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia. Pasuruan Sugiharto, B. 2001. Identifikasi dan Karakterisasi Multib Bentuk Sucrosa Phosphate Synthase pada Tanaman Tebu. Jurnal Ilmu Dasar 2 : 72 -78 Sugiharto, B. 2003. Overekspresi gen Sucrose Phosphate Synthase untuk meningkatkan Biosintesis Sukrosa pada tanaman tebu. Lap Riset Unggulan Terpadu VIII Bidang Bioteknologi. Jember
Sugiharto, B., H. Sakakibara, Sumadi, T. Sugiyama. 1997. Differential Expression of two genes for Sucrose Phosphate Synthase in Sugarcane: Molekuler Cloning of the DNA, and Comparative Analysis of gene Expression. Plant Cell Physiol 38: 961 -965 Sugiyarta, E. 2008. Penataan Varietas Tebu. Lembaga Pendidikan Perkebunan. Yogyakarta Tu, J., G. Zhang, K. Datta, C. Xu, Q. Zhang, G.S. Khish and S.K. Datta. 2000. Field Performance of Transgenic Elite Commercial Hybrid Rice Expressing Bacillus thuringiensis 8-endoktoxin. Nat. Biotechnol 18 : 1101 -1104