PERBANDINGAN POLA PEMBINAAN KEAGAMAAN ANAK PADA KELUARGA PETANI DAN BURUH PABRIK (Studi di Dusun Klurahan Desa Tuntang Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Tahun 2009)
SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh: KHUNATUL FITRIYAH 12107029
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2010
PERBANDINGAN POLA PEMBINAAN KEAGAMAAN ANAK PADA KELUARGA PETANI DAN BURUH PABRIK (Studi di Dusun Klurahan Desa Tuntang Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Tahun 2009) SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh: KHUNATUL FITRIYAH 121 07 029
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2010
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka Skripsi Saudari : Nama
: KHUNATUL FITRIYAH
NIM
: 121 07 029
Jurusan
: Tarbiyah
Program Studi
: Pendidikan Agama Islam
Judul
: PERBANDINGAN POLA PEMBINAAN KEAGAMAAN ANAK PADA KELUARGA PETANI DAN BURUH PABRIK (Studi
di Dusun Klurahan Desa Tuntang
Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Tahun 2009)
Telah kami setujui untuk dimunaqosahkan.
Salatiga, 05 Januari 2010 Pembimbing
Drs. Bahroni, M.Pd NIP. 19640818 199403 1 004
DEPARTEMEN AGAMA RI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA
Jl. Stadion 03 Telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721 Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail :
[email protected]
PENGESAHAN KELULUSAN Skripsi Saudari : KHUNATUL FITRIYAH dengan Nomor Induk Mahasiswa : 121 07 029 yang berjudul : "PERBANDINGAN POLA PEMBINAAN KEAGAMAAN ANAK PADA KELUARGA PETANI DAN BURUH PABRIK (Studi di Dusun Klurahan Desa Tuntang Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Tahun 2009)". Telah dimunaqasahkan dalam sidang panitia ujian Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga (STAIN) pada hari: Sabtu, 13 Maret 2010 yang bertepatan dengan tanggal 27 Rabiul Awal 1431 H dan telah diterima sebagai bagian dari syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.).
13 Maret 2010 Salatiga, 27 Rabiul Awal 1431 H Panitia Ujian Ketua Sidang
Sekretaris Sidang
Dr. Imam Sutomo, M.Ag NIP. 19580827 198303 1 002
Dr. H. Muh. Saerozi M.Ag NIP. 19660215 199103 1 001
Penguji I
Penguji II
Prof. Dr. H. Mansur, M.Ag NIP. 19680613 199403 1 004
Dra. Siti Farikhah, M.Pd NIP. 19610623 198803 2 001 Pembimbing
Drs. Bahroni, M.Pd NIP. 19640818 199403 1 004
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama :
: KHUNATUL FITRIYAH
NIM
: 121 07 029
Jurusan
: Tarbiyah
Program Studi
: Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karyasaya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, 05 Januari 2010 Yang menyatakan
Khunatul Fitriyah NIM. 121 07 029
MOTTO
1. Kegagalan bukan berarti kehancuran dan kekalahan, tetapi kegagalan merupakan awal dari keberhasilan 2. “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” (Q.S. At-Tahrim : 6)
PERSEMBAHAN Skripsi ini penulis persembahkan kepada: 1. Ayah dan Ibu yang selalu mendoakan, terima kasih yang tak terhingga untuk semua pengorbanan, kasih sayang, hingga aku belum bisa membalasnya. 2. Kakak-kakakku, Mbak Rikah, Mbak Yanah, Mas Moko, Mas Nur dan Adikku Kip terima kasih atas motivasinya dan dukungannya. 3. Keponakanku Ilham, Lalal dan Wawa aku sayang kaliang 4. Bapak Kyai Nasafi di Pondok Nurul Asna yang saya hormati terima kasih atas segala ilmu yang telah bapak berikan kepadaku 5. Buat kekasihku “S” yang selalu memberi dukungan, do’a serta dukungannya. Terima kasih atas kesabaran mu slama ini tuk menungguku hingga kuliah selesai 6. Tuk teman-teman di kos Alfa Afa yang selalu memberi motivasi dan semangat, tuk menyelesaikan skripsi ini 7. Teman-temanku PAI transfer angkatan 2007 good lucks
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah,
serta
inayahnya,
sehingga penulis
dapat
menyelesaikan skripsi ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW, beserta seluruh keluarga, sahabat yang telah memberi petunjuk serta bimbingan melalui ajaran-ajarannya. Alhamdulillah dengan penuh rasa syukur, penulisan skripsi dengan judul "PERBANDINGAN POLA PEMBINAAN KEAGAMAAN ANAK PADA KELUARGA PETANI DAN BURUH PABRIK (Studi di Dusun Klurahan Desa Tuntang Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Tahun 2009)" telah selesai. Skripsi ini merupakan salah satu syarat guna mmeperoleh gelar sarjana pendidikan Islam pada Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga. kami haturkan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang telah membantu terwujudnya skripsi ini. Penulis yakin, skripsi ini tidak akan terwujud tanpa ada pertolongan dari Allah SWT dan bantuan berbagai pihak yang telah memberikan kontribusi. Maka, dengan segala kerendahan hati, kami haturkan terima kasih kepada: 1. Ketua STAIN Salatiga, Dr. Imam Sutomo, M.Ag 2. Ketua Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga, Dr. H. Sa'adi, M.Ag 3. Ketua Program Studi PAI STAIN Salatiga, Fatchurrahman, M.Pd
4. Pembimbing skripsi, Drs. Bahroni, M.Pd, atas segala ilmu, waktu, tenaga dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis dengan penuh kesabaran dan keikhlasan. 5. Segenap Dosen STAIN Salatiga yang telah memberikan motivasi hingga skripsi ini dapat selesai. Penulis yakin, skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan terdapat bayak kesalahan serta kekurangan. Maka kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dari siapa saja. Besar harapan kami, skripsi ini bisa bermanfaat kepada pihak-pihak terkait secara khusus, dan bagi semua pembaca secara umum. Amin-amin yarobbal'alamin
Salatiga, 05 Januari 2010 Penulis
Khunatul Fitriyah NIM. 121 07 029
ABSTRAK
Fitriyah, Khunatul. 2010. PERBANDINGAN POLA PEMBINAAN KEAGAMAAN ANAK PADA KELUARGA PETANI DAN BURUH PABRIK (Studi di Dusun Klurahan Desa Tuntang Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Tahun 2009). Skripsi Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Pembimbing Drs. Bahroni, M.Pd Penelitian ini merupakan upaya untuk membandingkan pola pembinaan keagamaan anak pada keluarga petani dan buruh pabrik di dusun Klurahan. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah 1) Bagaimana pola pembinaan keagamaan anak pada keluarga petani dan buruh pabrik ?, 2) Apa problematika yang muncul dalam pembinaan keagamaan anak pada keluarga petani dan buruh pabrik ?, 3) Apa persamaan dan perbedaan pola pembinaan keagamaan anak pada keluarga petani dan buruh pabrik ?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang diamati. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas orang tua merasa manfaat yang besar dari pembinaan yang dilakukan. Dengan adanya pembinaan dari orang tua anak-anaknya menjadi lebih baik dari sebelumnya. Pembinaan yang dilakukan para orang tua diberikan mulai sejak kecil, karena untuk melatih dan membiasakan anak dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hasil penelitian antara keluarga petani dan buruh pabrik mempunyai banyak persamaan dalam pembinaan keagamaan anak dibandingkan dengan perbedaannya. Persamaan yang menonjol yaitu dalam memberikan pembinaan akidah, akhlak, dan ibadah. Serta para orang tua memasukkan anakanaknya ke Taman Pendidikan Al qur’an.
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ..........................................................................
i
LEMBAR LOGO ...................................................................................
ii
HALAMAN JUDUL..............................................................................
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ..........................................................
iv
PENGESAHAN KELULUSAN .............................................................
v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ...............................................
vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ..........................................................
vii
KATA PENGANTAR............................................................................
viii
ABSTRAK.............................................................................................
x
DAFTAR ISI .........................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ..................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................
xv
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .................................................
1
B. Rumusan Masalah ..........................................................
4
C. Tujuan Penelitian ...........................................................
4
D. Manfaat Penelitian .........................................................
5
E. Penegasan Istilah ............................................................
5
F. Metode Penelitian...........................................................
7
G. Sistematika Penulisan .....................................................
13
KAJIAN PUSTAKA
A. Pembinaan keagamaan anak ............................................
15
1. Pengertian Pembinaan Keagamaan ...........................
15
2. Perlunya Pembinaan Keagamaan ..............................
16
3. Bentuk-Bentuk Pembinaan Keagamaan Anak...........
22
4. Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Pembinaan
BAB III
Keagamaan Anak .....................................................
23
B. Keluarga .........................................................................
26
1. Pengertian Keluarga .................................................
26
2. Dasar-Dasar Pendidikan Keluarga ............................
27
3. Aspek-Aspek Dalam Keluarga .................................
28
4. Fungsi Keagamaan dalam Keluarga..........................
34
5. Peran Keluarga Dalam Pendidikan Islam ..................
34
6. Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak ............
35
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Gambaran Umum Dusun Klurahan ...............................
36
1. Keadaan Geografi Dusun Klurahan .........................
36
2. Keadaan Penduduk ..................................................
37
3. Keadaan Sosial Ekonomi .........................................
38
4. Sarana di Dusun Klurahan .......................................
39
B. Pola Pembinaan Keagamaan Anak .................................
42
1. Keluarga Petani .......................................................
42
2. Keluarga Buruh Pabrik ............................................
53
C. Problematika yang Muncul dalam Pembinaan
Keagamaan Anak ...........................................................
60
1. Keluarga Petani. ......................................................
60
2. Keluarga Buruh Pabrik. ...........................................
62
D. Solusi yang Ditempuh untuk Mengatasi problematika ....
64
1. Keluarga Petani .......................................................
64
2. Keluarga Buruh Pabrik ............................................
67
E. Persamaan dan Perbedaan Pola Pembinaan Keagamaan
BAB IV
Anak pada Keluarga Petani dan Buruh Pabrik ...............
69
1. Persamaan ...............................................................
69
2. Perbedaan ...............................................................
79
PEMBAHASAN A. Pola Pembinaan Keagamaan Anak ……………………
84
B. Problematika dan Solusi dalam Pembinaan Keagamaan Anak ...........................................................................
88
C. Persamaan dan Perbedaan Pola Pembinaan Keagamaan Anak ................................................................................ 91 BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan ....................................................................
97
B. Saran-saran ....................................................................
98
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel I
Jumlah Penduduk Menurut Agama Tahun 2009 ......................
37
Tabel II Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidik Tahun 2009 .......
37
Tabel III Mata Pencaharian Penduduk Tahun 2009 ................................
38
Tabel IV Data Responden Petani............................................................
39
Tabel V Dara Responden Buruh Pabrik ................................................
40
Tabel VI Data Responden yang Menjadi Subyek Penelitian ...................
41
Tabel VII Persamaan dan Perbedaan Keluarga Petani dan Buruh Pabrik .
82
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Ijin Penelitian 2. Surat Keterangan Penelitian 3. Pedoman Wawancara 4. Hasil Wawancara 5. Dokumentasi Penelitian 6. Daftar SKK 7. Daftar Riwayat Hidup
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Anak adalah buah hati bagi orang tua dalam sebuah keluarga sekaligus sebagai suatu generasi yang akan meneruskan perjuangan orang tua dalam keluarga. Setiap orang tua mempunyai tanggung jawab yang besar di dalam mendidik dan membentuk anak agar masa depan anak menjadi generasi yang baik dan bermanfaat bagi keluarga, bangsa dan negara. Bagi keluarga muslim yang dituntut adalah adanya rasa tanggung jawab atas keagamaan anaknya sesuai firman Allah dalam surat At Tahrim ayat 6 (Surin, 1978 : 1312)
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, keluargamu dari api neraka
peliharalah
dirimu
dan
Anak membutuhkan pendidikan khususnya agama pendidikan di lingkungan keluarga. Pendidikan agama merupakan pendidikan dasar yang diberikan ketika anak masih kecil ketika pribadinya masih mudah dapat dibentuk (Nasution, 1995 : 443). Pendidikan agama bukan hanya sekedar mengajarkan pengetahuan agama tetapi ditujukan kepada anak seutuhnya. Mulai dari pembinaan sikap pribadinya sampai kepembinaan tingkah laku yang sesuai dengan ajaran agama.
Pembentukan sikap, pembinaan moral dan pribadi pada umumnya terjadi melalui pengalaman sejak kecil. Pendidik atau pembina pertama adalah orang tua, kemudian guru (Daradjat, 1970: 62). Orang tua merupakan pembina pribadi yang pertama bagi anak, dan tokoh yang diidentifikasi atau ditiru anak, maka seyogyanya dia memiliki kepribadian yang baik atau berakhlakul karimah (akhlak yang mulia) mengingat pentingnya akan arti pendidikan di dalam keluarga maka seluruh komponen pendidikan yang meliputi orang tua, guru waktu di sekolah serta lingkungan masyarakat sekitar. Di zaman sekarang ini kita dapat melihat banyak sekali fenomena tentang perilaku anak yang tidak sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam yang disyariatkan sehingga anak memiliki jiwa yang pemberontak, penentang, sulit diatur, bertindak/berbuat amoral yang dapat merugikan diri sendiri bahkan orang lain. Perbuatan yang dilakukan anak karena pengaruh pola didik anak yang salah dan kurang tepat di sebuah keluarga. Sehingga anak tidak memiliki akhlak yang baik sesuai dengan syariat Islam yang diajarkan oleh Rasulullah walaupun sosial juga memegang peranan yang penting alam membentuk anak agar menjadi anak yang baik. Akan tetapi pada intinya perilaku dan tindakan anak itu tergantung pada pola didik di lingkungan keluarga. Jadi, pola asuh dan pola didik di lingkungan memegang peranan yang sangat penting di dalam membentuk karakter agar menjadi anak yang baik, berakhlakul karimah, berguna bagi nusa, bangsa dan negara. Dengan
memperhatikan
pentingnya
pendidikan
agama
dan
problematika yang muncul, maka peneliti ingin membandingkan bagaimana
pola pembinaan pada keluarga petani dan buruh pabrik, apakah pola pembinaan tersebut ada persamaan dan perbedaan dalam pembinaan keagamaan anak. Hal yang menarik perhatian bagi penulis untuk melakukan penelitian ini karena keduanya sama mempunyai kesibukan dalam mencari nafkah untuk keluarganya. Bila dilihat dari waktu bekerjanya, keluarga petani yang sebagian waktunya dihabiskan di sawah atau ladang. Mereka mulai berangkat ke sawah atau ladang dari pagi sampai siang kemudian dilanjutkan sampai sore hari baru pulang ke rumah. Sedangkan buruh pabrik yang waktu kerjanya harus sesuai dengan peraturan di parbik, misalnya bekerja mulai dari jam 07.00 – 14.00 WIB yang masuk pagi, jam 14.00-22.00 WIB yang masuk siang, sedangkan jam 22.00-06.00 WIB yang masuk malam kadang juga apabila ada lemburan (jam lebih dalam bekerja). Dengan adanya kesibukan orang tua yang lebih mengutamakan pekerjaannnya, maka anak kurang mendapat kasih sayang, perhatian, arahan, dan bimbingan keagamaan dari orang tuanya. Berdasarkan masalah di atas, maka penulis ingin mengadakan penelitian
yang
berjudul
“PERBANDINGAN
POLA
PEMBINAAN
KEAGAMAAN ANAK PADA KELUARGA PETANI DAN BURUH PABRIK (Studi di Dusun Klurahan Desa Tuntang Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Tahun 2009)”.
B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pola pembinaan keagamaan anak pada keluarga petani dan buruh pabrik di Dusun Klurahan, Desa Tuntang, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang Tahun 2009 ? 2. Apa problematika yang muncul dalam pembinaan keagamaan anak pada keluarga petani dan buruh pabrik, serta bagaimana solusinya di Dusun Klurahan, Desa Tuntang, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang Tahun 2009 ? 3. Apa persamaan dan perbedaan pola pembinaan keagamaan anak pada keluarga petani dan buruh pabrik di Dusun Klurahan, Desa Tuntang, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang Tahun 2009 ?
C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan pokok permasalahan tersebut, maka peneliti ini bertujuan untuk : 1. Untuk mengetahui pola pembinaan keagamaan anak pada keluarga petani dan buruh pabrik di Dusun Klurahan, Desa Tuntang, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang Tahun 2009. 2. Untuk mengetahui problematika yang muncul dalam pembinaan keagamaan anak pada keluarga petani dan buruh pabrik di Dusun Klurahan, Desa Tuntang, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang Tahun 2009.
3. Untuk mengetahui solusi yang ditempuh untuk mengatasi problematika pembinaan keagamaan anak pada keluarga petani dan buruh pabrik di Dusun Klurahan, Desa Tuntang, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang Tahun 2009.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis Secara praktis hasil penelitian ini sebagai bahan masukan, terutama bagi masyarakat di Dusun Klurahan Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang mengenai pola pembinaan keagamaan anak yang senantiasa dapat memberikan bimbingan dalam membangkitkan sikap positif anak. 2. Manfaat Teoritik Diharapkan dapat memperoleh temuan baru dibidang pola pembinaan keagamaan anak, khususnya dapat memperkaya khasanah dunia pendidikan yang diperoleh dari lapangan penelitian.
E. Penegasan Istilah 1. Pola Pembinaan Keagamaan Anak Pola mengandung arti sistem kerja (Tim Redaksi KBBI, 2001 : 884-885). Pembinaan berasal dari kata “bina” yang mendapat awalan “pe” dan akhiran “an” yang bisa diartikan membangun, mengusahakan supaya lebih baik. Secara luasnya yaitu pembinaan yaitu proses pembuatan, cara membina, pembaharuan, penyempurnaan, usaha dan kegiatan yang
dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik (Tim Redaksi KBBI, 2007 : 152) Keagamaan berasal dari kata “agama” diberi awalan “ke” dan akhiran “an” sehingga memiliki arti segala sesuatu yang mengenai agama (Poerwadarminto, 2006 : 11). Jadi pola pembinaan adalah suatu bentuk kegiatan yang dilakukan untuk mengembangkan keagamaan seseorang ke arah yang lebih baik. Adapun indikator pola pembinaan antara lain : a. Pembinaan aqidah 1) Membina anak agar terbiasa mengucapkan kalimat-kalimat tauhid 2) Membina anak agar berdo’a sehabis shalat 3) Memberi siraman-siraman rohani dengan mengadakan pengajian rutin b. Pembinaan akhlak 1) Menanamkan kebiasaan anak berperilaku saling menghormati, menghargai orang lain 2) Membina anak untuk bersikap jujur, hemat dan sederhana dalam kehidupan sehari-hari. Adapun indikator keagamaan anak adalah sebagai berikut : a. Anak binaan terbiasa mengucapkan kalimat tauhid b. Anak binaan terbiasa untuk berdoa pada saat sehabis shalat maupun pada saat-saat lainnya c. Anak binaan selalu aktif shalat lima waktu berjamaah
d. Anak binaan terbiasa shalat tahajud e. Anak binaan terbiasa melakukan puasa sunah f. Anak binaan terbiasa menjalankan puasa Ramadhan g. Anak binaan terbiasa membaca Al Qur'an dengan baik dan benar dalam kehidupan setiap hari. 2. Keluarga petani dan buruh pabrik. Keluarga yaitu ibu bapak beserta anak-anaknya (Tim Redaksi KBBI, 2007 : 536). Petani yaitu orang yang pekerjaannya bercocok tanam (Tim Redaksi KBBI, 2007 : 1440-1141). Jadi keluarga petani yang dimaksud di sini adalah orang tua yang pekerjaannya atau mata pencahariannya bercocok tanam. Buruh pabrik orang yang bekerja untuk orang lain dengan mendapatkan upah (Tim Redaksi KBBI, 2007 : 180). Jadi keluarga buruh pabrik di sini adalah orang yang mata pencahariannya bekerja di pabrik.
F. Metode Penelitian Adapun metodenya adalah sebagai berikut : 1. Pendekatan Penelitian Pendekatan ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor (1975 : 5) mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa katakata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Karena langsung mencari data di lapangan. Tempat yang dijadikan penelitian yaitu di Desa Klurahan Kecamatan Tuntang Kabupaten
Semarang. penelitian ini merupakan penelitian non hipotesis. Alasan yang digunakan pendekatan kualitatif adalah penelitian kualitatif memulai dari fakta yang empiris atau induktif sehingga peneliti terjun langsung ke lapangan menemukan data secara alami, mencatat, menganalisis, menafsirkan melaporkan dan menarik kesimpulan. Menurut Hadi (2001 : 42) metode penelitian adalah suatu pembahasan yang berpangkal dari peristiwa atau keadaan yang khusus, kemudian ditarik suatu generalisasi yang bersifat umum. Metode ini merupakan proses mengorganisasikan fakta
atau
hasil
pengamatan
yang
terpisah
menjadi
suatu
rangkaian/hubungan. 2. Kehadiran Peneliti Pedoman pengamatan sebagai instrumen penelitian, peneliti mengamati subjek penelitian dengan cara memperhatikan keluarga petani dan buruh pabrik yang mempunyai anak, dalam pembinaan keagamaan anak sebagaimana cara membina anak baik langsung maupun tidak langsung. Di dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul data. 3. Lokasi Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Dusun Klurahan Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang. Peneliti memilih lokasi tersebut karena masyarakatnya bekerja sebagai petani dan sebagai buruh pabrik. 4. Sumber data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa informasi hasil observasi dan jawaban responden yaitu keluarga petani, buruh pabrik dan
anak-anak di Dusun Klurahan. Di samping itu pencermatan terhadap dokumen-dokumen yang terpilih dan akurat sebagai pendukung keabsahan data. a. Jenis Sumber Data Dalam penentuan sumber data ini terdapat dua buah data yang terkumpul oleh penulis antara lain : 1. Data primer, yaitu sumber utama yang dijadikan bahan penelitian dalam penulisan skripsi ini dan karena skripsi ini merupakan penelitian lapangan, maka yang menjadi sumber utama adalah hasil observasi, wawancara dan dokumentasi. Wawancara dilakukan dengan keluarga petani dan buruh pabrik sebagai objek penelitian. Sementara observasi dan dokumentasi juga diperoleh di Dusun Klurahan Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang. 2. Data sekunder, yaitu sumber yang mengutip dari sumber lain (Surachmad, 1972 : 125). Data sekunder ini akan diperoleh dari buku-buku, jurnal dan karya ilmiah lain yang isinya dapat melengkapi data penelitian yang penulis teliti dan sumber lain yang berkaitan dengan judul skripsi. 3. Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah benda, hal atau orang tempat data untuk variabel penelitian melekat dan yang dipermasalahkan (Arikunto, 1990 : 116). Tekhnik pengambilan sampel menurut Suharsimi Arikunto adalah apabila subyeknya kurang dari 100 lebih baik
diambil semua, sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya, jika penelitian subyeknya lebih besar dapat diambil 10 % - 15 % atau 20 % - 50 % atau lebih (Arikunto, 1997 : 112). Karena keterbatasan kemampuan penulis dan kesibukan dari keluarga petani dan buruh pabrik, maka sampel yang diteliti sebesar 10 orang saja dengan asumsi 5 sampel dari keluarga petani dan 5 sampel dari buruh pabrik. 5. Prosedur Pengumpulan Data a. Metode wawancara atau interview Metode wawancara atau interview adalah suatu bentuk komunikasi verbal jadi semacam percakapan yang
bertujuan
memperoleh informasi (Nasution, 1996 : 113). Wawancara yang dilakukan adalah wawancara secara langsung interaktif dengan tujuan untuk menggambarkan tentang pola pembinaan keagamaan anak pada keluarga petani dan buruh pabrik di Dusun Klurahan. Panduan wawancara berisikan tentang pertanyaan-pertanyaan. b. Metode observasi Metode observasi adalah pengamatan dan pencatatan dengan sistemik fenomena-fenomena yang diselidiki (Hadi, 1979 : 159) subyek yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga petani dan buruh pabrik. Untuk mengetahui pola pembinaan keagamaan anak pada keluarga petani dan buruh pabrik di Dusun Klurahan, Desa Tuntang, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang Tahun 2009.
c. Metode Dokumentasi Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku-buku, surat kabar, agenda, majalah, notulen rapat, legger, prasasti, dan sebagainya yang berkaitan dengan masalah penelitian . Hal ini dimaksudkan untuk lebih mempermudah dan memperlancar pengumpulan data, sekaligus digunakan sebagai metode pelengkap dari berbagai sumber metode yang digunakan. Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh informasi mengenai data-data yang berhubungan dengan pola pembinaan keagamaan anak. Dalam hal ini, penulis memperoleh foto-foto kegiatan melalui wawancara dan observasi, dokumen resmi. 6. Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif yang meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Reduksi data adalah proses penelitian, pemusatan perhatian pada penyederhanaan dan transformasi data yang muncul dari catatan-catatan yang tertulis di lapangan. Penyajian data dilakukan dalam rangka pemahaman terhadap informasi yang terkumpul yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan. Penarikan
kesimpulan
dilakukan
secara
bertahap,
melalui
kesimpulan-kesimpulan sementara untuk menuju kesimpulan akhir yang
memiliki kepercayaan yang tinggi. Dengan demikian penelitian dilakukan sejak awal pengambilan data di lapangan sampai data tersebut dapat diproses untuk penarikan kesimpulan. 7. Keabsahan Data Untuk menetapkan keabsahan data, peneliti menggunakan tekhnik pemeriksaan a. Triangulasi Tujuan triangulasi adalah menchek kebenaran data tertentu dengan membandingkannya dengan data yang diperoleh dari sumber lain, pada berbagai fase penelitian lapangan, pada waktu yang berlainan dan sering dengan menggunakan metode yang berlainan. b. Menggunakan bahan referensi Sebagai bahan referensi, untuk meningkatkan kepercayaan akan kebenaran data dapat digunakan hasil rekaman tipe/video-tape atau bahan dokumentasi. c. Mengadakan member check Tujuan memberchek merupakan metode pengumpulan data dengan menggunakan dokumen yang ada. Dengan menggunakan metode ini dapat diperoleh catatan/arsip yang berhubungan dengan penelitian (Nasution, 2003 : 115 – 118) 8. Tahap-tahap penelitian a. Tahap orientasi Orientasi dilaksanakan oleh peneliti di Dusun Klurahan Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang. sebelum mengadakan
penelitian secara resmi terlebih dahulu memberitahukan secara lesan kepada pihak klurahan atau ketua RW, kemudian dilampirkan surat resmi dari lembaga pendidikan peneliti. b. Tahap eksplorasi fokus Tahapan
ini
dilaksanakan
untuk
menyusun
petunjuk
pengumpulan data, menganalisis data dan diikuti dengan laporan analisis.
G. Sistematika Penulisan BAB I
: PENDAHULUAN Pada bab ini meliputi pembahasan latar belakang masalah, rumusan
masalah,
tujuan
penelitian,
manfaat
penelitian,
penegasan istilah, metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II
: KAJIAN PUSTAKA Dalam bab ini ada 2 sub bab yaitu : A. Pembinaan keagamaan anak, yang memuat pengertian pembinaan keagamaan, perlunya pembinaan keagamaan, bentuk-bentuk pembinaan keagamaan anak. B. Keluarga, yang memuat pengertian keluarga, dasar-dasar pendidikan keluarga, aspek-aspek dalam keluarga, peran keluarga dalam pendidikan Islam, tanggung jawab orang tua terhadap anak.
BAB III
: PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN F. Gambaran umum Dusun Klurahan meliputi letak wilayah, tinjauan pendidikan, sosial ekonomi masyarakat, sarana dan prasarana pendidikan di Dusun Klurahan. G. Pola pembinaan keagamaan meliputi : 1. Keluarga petani. 2. Keluarga buruh pabrik. H. Problematika yang muncul dalam pembinaan keagamaan anak pada : 1. Keluarga petani. 2. Keluarga buruh pabrik. I. Solusi yang ditempuh untuk mengatasi problematika pada : 1. Keluarga petani 2. Keluarga buruh pabrik J. Manfaat Pola Pembinaan Keagamaan Anak pada Keluarga Petani dan Buruh Pabrik
BAB IV
: PEMBAHASAN A. Persamaan pola pembinaan keagamaan anak pada keluarga petani dan buruh pabrik. B. Perbedaan pola pembinaan keagamaan anak pada keluarga petani dan buruh pabrik.
BAB V
: KESIMPULAN DAN SARAN
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pembinaan Keagamaan Anak 1. Pengertian Pembinaan Keagamaan Sebagaimana telah diuraikan dalam bab pendahuluan bahwa kata “pembinaan” berasal dari kata “bina” diberi awalan “pe” dan akhiran “an” yang berarti membangun atau mengusahakan supaya lebih baik. Pembinaan juga bisa diartikan proses pembuatan, cara membina, pembaharuan, penyempurnaan, usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik (Tim Redaksi KBBI, 20007 : 152). Keagamaan berasal dari kata “agama” diberi awalan “ke” dan akhiran “an” sehingga memiliki arti segala sesuatu mengenai agama (Poerwadarminto, 2006 : 11). Berdasarkan uraian secara harfiah di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembinaan keagamaan adalah suatu penyempurnaan keagamaan seseorang. Dalam hal ini, kata penyempurnaan keagamaan tepat digunakan sebab pada dasarnya fitrah keagamaan seseorang itu telah dimiliki. Dengan kata lain, segala bentuk kegiatan yang lakukan untuk mengembangkan keagamaan seseorang ke arah yang lebih baik adalah merupakan pembinaan keagamaan.
2. Perlunya Pembinaan Keagamaan Sejak lahir manusia telah dibekali fitrah keagamaan. Sejak ruh-ruh manusia itu berada di Lauhil Mahfudz, telah terjadi komunikasi antara Allah dan manusia, bahwa manusia mengakui Allah sebagai Tuhannya. Mengenai hal ini Allah telah berfirman dalam surat Al A’raf 172 sebagai berikut :
Artinya : Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anakanak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)". Sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari bahwa Rasulullah bersabda
كل مى لى د يى لد على الفطرة فابىاه يهىدانو اوينصرانو اويمجسانو Artinya “Tiap orang dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanya yang menjadikan dia Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi.” (Bukhari, 1992 : 421). Keadaan fitrah bukan berarti manusia dilahirkan dalam keadaan kosong tanpa bekal apapun. Akan tetapi fitrah yang dimaksudkan di sini adalah lahir dengan berbekal potensi keagamaan. Fitrah ini baru berfungsi kemudian hari melalui proses bimbingan dan latihan setelah dalam tahap
kematangan. Tanda-tanda keagamaan tumbuh terjalin secara integral dengan perkembangan fungsi-fungsi kejiwaan lainnya (Jalaluddin, 2000 : 65). Selain pendapat yang berdasarkan dalil naqli di atas, muncul pula pendapat dari para psikolog mengenai fitrah kegamaan manusia ini. Ada beberapa teori mengenai pertumbuhan pada anak, antara lain : a. Rasa ketergantungan (sense of depence) Teori ini dikemukakan oleh W.H. Thomas melalui The Four Wishes-nya ia mengemukakan, bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama adalah empat macam keinginan dasar yang ada dalam jiwa manusia, yaitu keinginan untuk keselamatan (security), keinginan untuk
mendapat
penghargaan
ditanggapi (respon)
(recognition),
keinginan
untuk
dan keinginan akan pengalaman baru (new
experience) (Jalaluddin, 2000 : 62). Berdasarkan kenyataan dan kerja sama dari keempat keinginan itu, maka bayi sejak dilahirkan hidup dalam ketergantungan. Melalui pengalaman-pengalaman yang diterimanya dari lingkungan kemudian terbentuklah keagamaan pada diri anak. b. Instrinsik keagamaan Menurut Woodworth, bayi yang dilahirkan telah memiliki instink, di antaranya adalah instink keagamaan. Dan beberapa fungsi kejiwaan yang menopang kematangan berfungsinya instink itu belum sempurna (Jalaluddin, 2000 : 66).
Fitrah keagaman ini selanjutnya akan berkembang melalui beberapa fase. Dalam bukunya The Development of Religius on Children, Ernest Hirms menuliskan bahwa perkembangan agama pada anak melalui tiga tingkatan, yaitu : 1) The fairy tale stage (tingkat dongeng) Tingkat ini dimulai sejak anak berusia 3-6 tahun. Pada tingkat ini konsep mengenai Tuhan banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi. Pada tingkat ini akan menghayati konsep keTuhanan sesuai dengan tingkat perkembangan intelektualnya. Kehidupan pada masa ini masih dipengaruhi kehidupan fantasi hingga dalam menanggapi agama pun anak masih menggunakan konsep fantastis yang diliputi oleh dongeng yang kurang masuk akal. Pada fase ini diperlukan pembinaan keagamaan dalam hal ini fantasi anak tentang Tuhan. 2) The realistic stage (tingkat kenyataan) Fase ini dimulai sejak anak usia SD sampai pada masa adolesen. Pada masa ini ide ke-Tuhanan anak sudah mencerminkan konsep-konsep yang berdasarkan pada realitas. Konsep ini timbul melalui lembaga-lembaga keagamaan dan pengajaran agama dari orang dewasa. Pada masa ini keagamaan pada anak didasarkan pada dorongan emosional, hingga mereka dapat melahirkan konsep Tuhan yang formalitas. Atas dasar hal di atas, maka pada masa ini anak-anak tertarik dan senang pada lembaga keagamaan yang
mereka lihat (Jalaluddin, 2000 : 67). Pada tingkat ini anak diperlukan pembinaan untuk mengikuti kegiatan keagamaan di lembaga-lembaga keagamaan. 3) The individual stage (tingkat individu) Pada tingkat ini anak akan memiliki tingkat kepekaan tertinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang individualitas ini terbagi atas tiga golongan, yaitu : a) Konsep ke-Tuhanan yang konvensional dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi. Hal tersebut disebabkan oleh pengaruh luar. b) Konsep ke-Tuhanan yang lebih murni yang dinyatakan dalam pandangan yang bersifat personal (perorangan). c) Konsep ke-Tuhanan yang bersifat humanistik. Agama telah menjadi etos humanis pada mereka yang telah menghayati ajaran agama. Perubahan ini setiap tingkatan dipengaruhi oleh faktor intern yaitu perkembangan usia dan faktor ekstern berupa pengaruh luar yang dialaminya (Jalaluddin, 2000 : 96). Adanya perbedaan konsep keagamaan antara individu ini menyebabkan perlunya pembinaan keagamaaan pada tiap-tiap anak dengan cara yang berbeda berdasarkan faktor intern dan faktor ekstern yang mempengaruhi keagamaan anak.
Selain itu sifat keagamaan pada anak juga berbeda-beda. Sesuai yang mereka miliki, maka sifat agama pada anak tumbuh mengikuti pola Ideas Concept on Outhority. Ide pada anak hampir sepenuhnya autoritarius, maksudnya konsep keagamaan pada diri mereka dipengaruhi oleh faktor dari luar diri mereka. Orang tua mempunyai pengaruh terhadap anak sesuai dengan eksplorasi yang mereka miliki. Dengan demikian ketaatan dalam hal beragama merupakan kebiasaan yang menjadi milik mereka yang mereka pelajari dari para orang tua maupun guru. Menurut Jalaluddin (2000 : 68) bentuk dan sifat agama pada diri anak dibagi atas : (1) Unreflektive (tidak mendalam) Dalam penelitian Machion tentang sejumlah konsep keTuhanan pada anak 73 % mereka beranggapan bahwa Tuhan itu seperti manusia. Anggapan mereka terhadap ajaran agama dapat saja mereka terima tanpa kritik. Kebenaran yang mereka terima tidak begitu mendalam dan mereka begitu puas meskipun dengan keterangan yang kurang masuk akal. (2) Egosentris Anak memiliki kesadaran akan diri sendiri sejak tahun pertama usia perkembangannya dan akan berkembang dengan dengan pertambahan pengalamnanya. Apabila kesadaran diri itu mulai subur pada diri anak, maka akan tumbuh keraguan pada egonya. Sehubungan dengan itu maka dalam masalah
keagamaan anak telah menonjolkan kepentingan dirinya dan telah menuntut konsep keagamaan yang mereka pandang dari kesenangan pribadinya. Seorang anak yang kurang kasih sayang dan selalu mendapat tekanan akan bersifat kekanakkanakan dan memiliki sifat ego yang rendah. Hal ini akan mengganggu pertumbuhan keagamaan. (3) Anthromorphis Pada umumnya konsep tentang Tuhan pada anak berasal dari pengalamannya sewaktu berhubungan dengan orang lain. Namun suatu kenyataan bahwa konsep ke-Tuhanan mereka jelas menggambarkan aspek-aspek kemanusiaan. Konsep ke-Tuhanan yang demikian itu mereka bentuk sendiri berdasarkan fantasi masing-masing. (4) Verbalis dan Ritualis Kehidupan agama anak-anak sebagian besar tumbuh mula-mula secara verbal, seperti menghafal kalimat-kalimat keagamaan. Selain itu juga pengalaman menurut tuntutan yang diajarkan pada mereka. Kedua ini berpengaruh pada kehidupan keagamaan anak di usia dewasanya, latihan-latihan yang bersifat verbalis dan upacara keagamaan yang bersifat ritualis merupakan alas yang berarti dalam hidup mareka kelak.
(5) Imitatif Tindak keagamaan pada anak dasarnya diperoleh dengan
meniru.
Berdoa
dan shalat
misalnya,
mereka
melakukannya dengan meniru orang disekitarnya, baik berupa pembiasaan atau pengajaran yang intensif.
Meskipun anak
mendapat ajaran agama tidak berdasarkan dan tidak semasa kecil
semata,
namun
pendidikan
keagamaan
(religious
paedagogis) sangat mempengaruhi terwujudnya tingkah laku keagamaan (religious behavior) malalui sifat meniru tersebut. (6) Rasa Heran Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan yang terakhir pada anak. Rasa kagum ini akan menjadikan mereka untuk tetarik pada agamanya serta mempelajarinya (Jalaluddin, 1996 : 71). 3. Bentuk-bentuk pembinaan keagamaan anak Menurut Daradjat (1970 : 56) ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi perkembangan keagamaan seseorang , dan menurut hemat penulis beberapa hal yang dapat dianggap sebagai bentuk-bentuk pembinaan keagamaan, hal tersebut adalah : a. Pengalaman langsung Setiap pengalaman yang dialami anak binaan, baik melalui penglihatan, pendengaran maupun perlakuan yang diterimanya akan dapat menentukan binaan pribadinya. Pembinaan keagamaan dalam
hal ini dapat berupa suri tauladan yang baik dari orang tua maupun pembina. Dalam perkataan, perbuatan, maupun dalam memperlakukan anak binaan, seorang pembina harus sesuai dengan norma agama. Anak-anak yang hidup dilingkungan sosial tentu tidak dapat terlepas dari pengaruh masyarakat. Sementara kehidupan keagamaan dalam sebuah masyarakat belum tentu kondusif, sehingga apa yang didengar, dilihat serta perlakuan yang diterima anak tidak selalu mencerminkan budaya yang agamis. Peran Pembina di sini adalah mengarahkan pengalaman anak pada ajaran-ajaran agama yang benar. b. Pengalaman tak langsung Pengalaman anak yang memiliki pendidikan seperti pembinaan yang dilakukan orang lain baik malalui latihan-latihan, perbuatan misalnya kebiasaan dalam makan minum, buang air, mandi, tidur sampai hal-hal yang bersifat ritual peribadatannya, mulai dari doa-doa dalam kegiatan sehari-hari, niat wudlu hingga praktek shalat. Beberapa hal hanya mendengar dan melihat tanpa disertai latihan, maka anak tidak dapat melakukannya dengan benar. 4. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembinaan keagamaan anak Perkembangan agama pada masa anak-anak, terjadi melalui pengalaman hidupnya sejak kecil, dalam keluarga, di sekolah dan dalam masyarakat. Semakin banyak pengalaman yang bersifat agamis maka semakin banyak pula unsur agama yang diserapnya, sehingga sikap,
tindakan, kelakuan dan cara menghadapi hidup akan sesuai dengan ajaran agama. Untuk mewujudkan hal di atas, tugas pembinaan keagamaan anak tidaklah ringan.
Dia harus
memperhatikan beberapa
hal dalam
memberikan pembinaan, di antaranya : a. Dalam melakukan pembinaan , yang perlu dibina adalah pribadi, sikap dan pandangan hidup anak. Oleh karena itu seorang pembina harus berusaha membekali dirinya dengan segala persyaratan sebagai pembina hari depan anak (Daradjat, 1970 : 68). Pribadi seorang pembina harus dijadikan suri tauladan bagi anak binaan. Dia harus mempunyai sifat-sifat yang diharapakan dalam agama seperti jujur, benar, berani serta taat melakukan
ajaran agama dan menjauhi
larangan agama (Daradjat, 1970 : 68). b. Pembina harus memahami betul perkembangan jiwa anak agar dapat mendidik anak dengan cara yang cocok dan sesuai dengan umur anak (Daradjat, 1970 : 68). Pembina harus menyadari bahwa anak adalah anak dalam arti yang sesungguhnya, baik
jasmani, pikiran dan perasaannya. Dia
bukan orang dewasa yang kecil. Arti bukan hanya tumbuh dan kemampuan jasmaninya saja yang kecil. Namun kecerdasan, perasaaan dan keadaaan jiwa juga berbeda dengan orang dewasa. Dalam halnya dalam ajaran agama, ajaran agama yang tepat untuk orang dewasa belum tentu cocok untuk anak-anak. Agar anak dapat menemukan
makna dalam agama maka hendaknya agama disajikan dengan cara yang lebih dekat dengan kehidupannya sehari-hari. Dan lebih konkret. c. Pembinaan agama pada usia anak-anak harus lebih banyak percontohan dan pembiasaaan (Daradjat, 1970 : 68). Latihan-latihan kegamaan yang menyangkut ibadah seperti shalat, berdoa, membaca Al Qur'an, menghafal surat-surat pendek, puasa, shalat berjamaah, harus dibiasakan sejak kecil. Dengan pembiasaan tersebut, maka lama-lama anak akan merasa senang untuk beribadah. Sehingga dengan sendirinya ia akan melakukannya atas dorongan dari dalam diri mereka sendiri (Daradjat, 1970 : 64). Jika anak tidak dibiasakan menjalankan ajaran
agamanya
terutama ibadah, dan tidak pula dilatih untuk melaksanakan apa yang diajarkan Tuhan dan menjauhi apa yang dilarang-Nya, maka saat dewasa ia akan cenderung acuh tak acuh terhadap agama dan tidak dapat merasakan arti pentingnya agamanya. Dalam pembiasaan-pembiasaan anak untuk melaksanakan ibadah, anak akan lebih tertarik untuk melaksanakan ibadah yang mengandung gerak dan tidak asing baginya. Doa anak-anak biasanya bersifat pribadi, adapun yang berisi permohonan ataupun ucapan syukur atas nikmat yang diperolehnya.
d. Pembina harus memahami anak yang menimbulkan sikap tertentu pada anak (Daradjat, 1970 : 68). Dalam melakukan pembinaan pada beberapa anak tentu tidak lepas dari beberapa masalah. Baik masalah yang timbul dari anak sendiri, misalnya dari latar belakang keagamaan anak yang berbedabeda antara yang satu dengan yang lain. Selain dari anak binaan, kadang persoalan juga muncul dari pembina sendiri, misalkan saja faktor latar belakang pendidikan, kematangan keagamaanya maupun persoalan pribadi dari para pembina. Oleh karena masalah dan rintangan dapat terjadi dalam proses pembinaan keagamaan, maka semua masalah, baik yang terdapat pada anak maupun pembina seharusnya diketahui, dimengerti dan diusahakan untuk dikurangi dan diatasi. Pengetahuan yang dapat membantu pengenalan dan penganalisaan masalah-masalah itu dalam ilmu jiwa dengan dengan berbagai cabangnya. Oleh karena itu, seseorang yang ingin membina dan berhasil dalam tugasnya harus selalu berusaha meningkatkan pengetahuan terutama dalam bidang ilmu jwa (Daradjat, 1970 : 67).
B. Keluarga 1. Pengertian Keluarga Keluarga adalah ibu dan bapak beserta anak-anak, seisi rumah (KBBI, 2007 : 536)
Sedangkan keluarga merupakan sumber pendidikan utama, karena segala pengetahuan dan kecerdasan intelektual manusia diperoleh pertama dari orang tua dan anggota keluarganya sendiri. Dari definisi di atas dapat suatu pengertian tentang keluarga yaitu sebagai pusat pendidikan, yang terbentuk dari kehidupan suami istri melalui pernikahan atau perkawinan, mereka bekerja sama memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani para anggota sesuai dengan ketentuan yang berlaku (agama dan masyarakat). 2. Dasar Pendidikan Keluarga Pendidikan keluarga berdasarkan pada tiga hal, yaitu : a. Al Qur'an surat Luqman ayat 13 dinyatakan :
Artinya : Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". b. Sunnah Nabi Artinya : Islam memandang keluarga mempunyai tanggung jawab terhadap fitrah anak. c. Ijtihad Ijtihad diperlukan dalam lapangan pendidikan khususnya pendidikan keluarga untuk bisa disesuaikan dengan perubahan zaman. Ilmu pengetahuan dan teknologi begitu cepat, sehingga pendidikan
tidak tertinggal terhadap perubahan tersebut. Namun nilai-nilai Islam masih terkandung di dalamnya. 3. Aspek-Aspek dalam Keluarga a. Aqidah Aqidah Islam memilki enam aspek yaitu, pada Allah, pada para malaikat, pada kitab-kitab yang telah diturunkannya, iman kepada ketentuan yang telah dikehendakinya, apakah itu takdir baik atau buruk. Dan seluruh aspek ini merupakan hal yang ghaib, dan manusia tidak mampu menangkapnya dengan indra yang dimilikinya (Hafizh, 1997 :109). Al Ghozali menjelaskan langkah pertama dalam menanamkan keimanan pada anak adalah dengan memberikan hafalan. Proses pemahaman harus diawali dengan hafalan dahulu. Ketika anak hafal sesuatu kemudian memahaminya, akan tumbuh dalam dirinya sebuah keyakinan dan anak membenarkan yang telah diyakini sebelumnya. Langkah yang harus dilakukan dalam pembinaan aqidah terhadap anak, meliputi lima dasar pembinaan antara lain : 1) Mendiktekan kalimat tauhid kepada anak. Ibnu Al Qayyim dalam kitabnya Ahkam Al Maulud, apabila anak telah mampu mengucapkan kata-kata, maka diktekan pada mereka kalimat La ilaha illlah Muhammad Rasulullah. Jadikanlah suara yang pertama kali didengar oleh anak berupa pengetahun tentang Allah, tentang keesaan-Nya, bahwa Allah senantiasa
mengawasi kita di ‘Arsy-Nya, selalu mendengar percakapan kita, dan Allah akan selalu bersama kita di mana kita berada (Hafizh, 2007 : 114-115). 2) Menananmkan kecintaan, meminta pertolongan, dan pengawasan kepada Allah. Dengan menanamkan kecintaan anak pada Zat Yang Maha Agung dan Maha Kuasa, maka Allah akan memberi pertolongan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan menanamkan keyakinan pada anak akan takdir atau kehendak Allah berupa kebaikan atau keburukan.
Apabila anak dapat
menghayati bentuk-bentuk
keimanan tersebut, dan anak memiliki keyakinan yang kuat serta memiliki pengetahuan tentang penciptaannya dengan baik, niscaya segala bentuk kepercayaan yang dihadapi tidak akan membuatnya gelisah atau resah. Keimanan yang sudah melekat di dalam dada anak akan membuatnya mampu menghadapi persoalan hidup yang sedang dihadapinya hingga anak dewasa (Hafizh, 2007 : 119). 3) Menanamkan kecintaan anak pada Nabi Muhammmad saw. Kecintaan pada Rasulullah saw merupakan perwujudan dan persaksian umat Islam yang kedua, yaitu kesaksian akan Muhammad selaku utusan Allah yang diturunkan di muka bumi. Perkembangan anak pada masa anak belum mencapai baligh, akan cenderung mencari sosok yang bisa ditiru dan dianggap paling hebat dalam segala hal. Agar anak bisa menirunya
bertindak juga memiliki kehebatan seperti yang telah dimiliki oleh tokoh yang dikaguminya. Kecenderungan tersebut menjadikan Rasulullah sebagi tokoh yang dikagumi karena beliau memiliki sifat yang tidak dimiliki orang lain. oleh karena itu, Islam mengajarkan anak muslim untuk selalu melihat contoh manusia hebat yang patut menjadi pujaan karena kehebatannya. b. Ibadah Pembinaan
anak
dalam
beribadah
dianggap
sebagai
penyempurnaan dari pembinaan aqidah. Karena nilai ibadah yang didapat oleh anak akan menambah keyakinan akan kebenaran ajaran agamanya. Semakin tinggi nilai ibadah yang dimiliki, semakin tinggi pula keimanannya. Pembinaan anak dalam beribadah adalah sebagai berikut : 1) Pembinaan shalat Pembinan shalat meliputi : a) Perintah melaksanakan shalat b) Mengajarkan tata cara ibadah shalat c) Perintah shalat dan sanksi bagi yang meninggalkannya d) Membiarkan anak menghadiri shalat Jum’at e) Pelaksanaan ibadah shalat malam 2) Pembinaan ibadah puasa Di dalam ibadah anak akan diajak untuk mengenal makna sebenarnya dalam bentuk keikhlasan di hadapan Allah SWT.
merasakan kehadirannya, walaupun tidak diketahui wujudnya, yaitu dengan menaati apa yang telah diperintahkan-Nya untuk menjauhi makanan walaupun dalam keadaan lapar. 3) Pembinaan ibadah haji Ibadah haji tidak diwajibkan sepenuhnya pada anak, melainkan sebagai saran untuk malatih diri agar terbiasa dalam melaksakan ibadah yang memerlukan ketahanan fisik yang kuat. Dengan dilaksakan rangkaian ibadah haji sejak anak masih kecil, diharapkan pada saat dewasa nanti dia akan terbiasa dan tidak lagi dianggap sebagai bentuk ibadah yang berat baginya. 4) Pembinaan ibadah zakat Salah
satu
bentuk
pembinaan
ibadah
lain
yaitu
mengeluarkan zakat fitrah yang merupakan bentuk kewajiban setiap muslim. Dengan mengeluarkan zakat anak akan dikenalkan pada bentuk penyucian harta dan diri. Anak akan mengenal arti tolong menolong yang merupakan kewajiban setiap manusia. Karena harta yang disalurkan akan disalurkan kepada yang membutuhkannya (Hafizh, 1997 : 150-167) c. Pembinaan Akhlak Pembinaan
akhlak
dibutuhkan
anak,
dan
untuk
mewujudkannya tidaklah mudah, karena membutuhkan kerja keras serta kesabaran orang tua selaku pendidik. Pembinaan akhlak adalah
usaha untuk menjadikan perangai dan sikap baik sebagai watak seseorang. Pembinaan akhlak pada anak meliputi : 1) Pembinaan budi pekerti dan sopan santun Menurut Al Hafizh budi pekerti adalah mengatakan atau melakukan sesuatu yang baik. Sedangkan menurut Al Junaid budi pekerti adalah perangai yang baik. Orang tua melalikan kepentingan pembinaan budi pekerti dan sopan santun anak bahkan menganggap sebagi hal yang sepele. Sesungguhnya pembinaan adalah hak orang tuanya, seperti hak makan dan minum serta nafkah dari mereka. Para ulama salaf menyadari pentingnya pendidikan budi pekerti anak dalam mendidik anak-anak mereka agar memiliki budi pekerti yang luhur. Perhatian yang besar terhadap pembinaan budi pekerti disebabkan menghasilkan hati yang terbuka, dan hati yang terbuka menghasilkan kebiasaan yang baik. Kebiasaan baik menghasilkan perangai yang terpuji, amal shaleh menghasilkan ridha Allah, dan ridha Allah menghasilkan kemuliaan yang abadi (Hafizh, 1997 : 178-180) 2) Pembinaan sikap jujur Bersikap jujur sangat penting dalam ajaran Islam. Rasulullah begitu memperhatikan pendidikan kejujuran dan membinanya sejak anak masih kecil. Beliau juga mengarahkan
kepada setiap orang tua untuk bersikap jujur terlebih dahulu sebelum mendidik anak-anaknya agar mereka memiliki kejujuran. Rasulullah melarang keras orang tua yang selalu berbohong dan menipu pada anak-anaknya. 3) Pembinaan menjaga rahasia Menjaga rahasia merupakan perwujudan dari keteguhan anak dalam membela kebenaran. Anak mampu hidup di tengah masyarakatnya dengan penuh percaya diri dan masyarakat pun akan mempercayainya. Tumbuh dengan memiliki keberanian dan keinginan yang kuat, mampu menjaga dirinya dan keluarganya khususnya, hingga menjaga masyarakat dan agama secara keseluruhan. 4) Pembinaan menjaga kepercayaan Rasulullah memberikan tanggung jawab kepada anak agar menjaga harta orang tuanya, artinya anak harus bisa percaya dalam memanfaatkan hartanya. 5) Pembinaan menjauhi sifat dengki Bersihnya hati anak dari rasa dengki adalah salah satu pembinaan orang tua terhadap anaknya. Karena dengan hilangnya sifat dengki yang ada di dalam jiwanya, anak akan memiliki pribadi yang luhur dan selalu mencintai di tengah masyarakat. hatinya akan selalu lapang dalam menerima berbagai bentuk ujian. Dan selalu tegar dari gangguan penyakit hati orang-orang di sekitarnya (hafizh, 1997 : 187-189).
4. Fungsi Keagamaan dalam Keluarga Keluarga merupakan sumber pendidikan utama, karena segala bentuk pengetahuan manusia diperoleh pertama-tama dari orang tua sendiri. Proses keagamaan berperan internalisasi dan transformasi nilainilai keagamaan pada diri anak. Anak dibiasakan ke masjid bersama-sama untuk menjalankan ibadah, mendengarkan khutbah atau ceramah-ceramah keagamaan. Kegiatan seperti ini sangat mempengaruhi kepribadian anak. Kenyataannya semasa kecil anak tidak tahu dengan hal-hal yang berhubungan dengan hidup keagamaan, tidak pernah ke masjid bersama orang tuanya, tidak pernah mendengar khutbah dan ceramah, maka setelah dewasa mereka tidak ada perhatian terhadap agama. Kehidupan dalam keluarga hendaknya memberikan kondisi kepada anak untuk mengalami suasana hidup keagamaan (Azmi, 2006 : 81) 5. Peran Keluarga dalam Pendidikan Islam Pendidikan Islam dalam keluarga berperan dalam pengembangan watak, kepribadian, nilai-nilai budaya, agama, dan nilai moral. Al Ghozali menilai peranan keluarga yang terpenting adalah fungsi didikannya sebagai jalur pengembangan “Naluri beragama secara mendasar” pada anak masih balita, sebagai kesinambungan potensi fitrah yang di bawah anak sejak lahir. Dewasa ini banyak model dan sistem pendidikan dengan berbagi metode dalam pendidikan. Akibatnya banyak keluarga atau orang tua bingung memilih model dan sistem pendidikan modern yang harus diterapkan dalam
keluarga, maka seharusnya memberikan model dan metode tersendiri berdasarkan pendidikan Islam, dengan pendidikan Islamlah anak akan berhasil bahkan selamat dunia dan akhirat (Azmi, 2006 : 83) Pendidikan yang diberikan kepada anak haruslah sesuai dengan ajaran Islam seperti kebenaran, kasih sayang, cinta kebaikan, pemurah, berani,
dan
lain-lain.
dengan
demikian
hubungan
kekeluargaan
menimbulkan rasa kasih sayang (Mansur, 2007 : 271). 6. Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak Tanggung jawab tidak ada sendirinya dalam diri setiap anak. Tanggung jawab akan diketahui anak aklau dia sudah diajarkan dan diberi pengertian, serta dibiasakan untuk bertanggung jawab. Jadi tugas orang tualah untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab itu (Graha, 2007 : 64). Tanggung jawab orang tua selaku pendidik dalam keluarga adalah pangkal ketentraman dan kedamaian hidup, bahkan dalam prespektif Islam dampak pendidikan keluarga bukan hanya dalam persekutuan kecil, melainkan masyarakat luas, yang darinya memberi peluang untuk hidup bahagia atau celaka. Orang tua sebagai pendidik yang pertama hakikatnya memiliki tanggung jawab yang komprehensif dan sangat kompleks, menyangkut semua aspek kehidupan manusia yang manifestasikan melalui pendidikan aqidah, ibadah, akhlak, jasmani, rohani, intelektual, sosial dan pendidikan seks (Azmi, 2006 : 85-86).
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A.
Gambaran Umum Dusun Klurahan Pada bagian ini, penulis akan memaparkan gambaran umum tentang keadaan geografi dan monografi masyarakat Dusun Klurahan tahun 2009. Hal ini dilakukan untuk mengetahui secara global lokasi penelitian dan juga sebagai data pendukung dalam pembuatan laporan penelitian lebih lanjut pada skripsi ini. Berdasarkan penelitian yang akan penulis lakukan, maka secara umum dusun Klurahan dapat di gambarkan sebagai berikut : 1. Keadaan Geografi Dusun Klurahan Dusun Klurahan merupakan sebuah dusun yang terletak di Desa Tuntang, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang. Wilayah Desa Tuntang terdiri dari 6 Dusun yaitu, Dusun Petet, Dusun Gading, Dusun Cikal, Dusun Ndaleman, Dusun Pragunan dan Dusun Klurahan. Jarak Dusun Klurahan dengan Kecamatan 1,5 Km. Dusun Klurahan memiliki luas wilayah 41,412 ha (Sumber data wawancara dengan bapak Romelan kepala dusun Klurahan, tanggal 5 Oktober 2009). Adapun batas-batas dari Dusun Klurahan adalah sebagai berikut: a. Sebelah utara berbatasan dengan persawahan Dusun Cikal. b. Sebelah barat berbatasan dengan Rawa Pening. c. Sebelah timur berbatasan dengan Persawahan Dusun Pragunan. d. Sebelah selatan berbatasan dengan Dusun Calombo.
2. Keadaan Penduduk Dilihat dari jumlah wilayah Dusun Klurahan yaitu 417 jiwa. Jumlah itu terdiri dari 107 KK dan tersebar di 4 RT dan 1 RW. Dusun Klurahan yang berjumlah 417 jiwa mayoritas beragama Islam untuk lebih jelasnya lihat tabel sebagai berikut : Tabel 1 Jumlah Penduduk Menurut Agama di Dusun Klurahan Tahun 2009 No
Jenis Agama
Jumlah
1.
Islam
417
2.
Kristen Katolik
-
3.
Kristen Protestan
-
4.
Budha
-
5.
Hindu
-
6.
Konghucu
-
Jumlah
-
Sumber data : hasil wawancara hari Senin, 5 Oktober 2009 Adapun jumlah penduduk tingkat pendidikan di Dusun Klurahan, Desa Tuntang, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang tahun 2009 sebagai berikut : Tabel II Jumlah Tingkat Pendidikan di Dusun Klurahan Tahun 2009 No
Keterangan
Jumlah
1.
Perguruan tinggi
3
2.
SLTA
18
3.
SLTP
27
4.
SD
125
5.
Tidak Tamat SD
30
Sumber data : hasil wawancara hari Senin, 5 Oktober 2009
Penduduk Dusun Klurahan kebanyakan adalah berlatar belakang pendidikan dasar, selanjutnya lulusan SLTP, SLTA dan tidak tamat SD, lulusan perguruan tinggi sangat sedikit jumlahnya karena lebih senang bekerja setelah lulus SMA dari pada untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Adapun struktur pemerintahan Dusun Klurahan terdiri dari : a. Kepala Dusun yang dijabat oleh Romlan. b. Ketua RT I yang dijabat oleh Sungkono. c. Ketua RT II yang dijabat oleh Giyatno. d. Ketua RT III yang dijabat oleh Marwah e. Ketua RT IV yang dijabat oleh Ashadi f. Ketua RW yang dijabat oleh Mohani 3. Keadaan Sosial Ekonomi Berikut ini akan disampaikan keadaan penduduk berdasarkan pada pencaharian. Tabel III Mata Pencaharian Penduduk di Dusun Klurahan Tahun 2009 No 1.
Jenis
Jumlah 105
Nelayan
2.
Buruh industri/ pabrik
62
3.
Pengrajin
2
4.
Petani
73
5.
PNS
5
6.
Pedagang
30
7.
Buruh tani
23
8.
Buruh bangunan
19
Sumber data : hasil wawancara hari Senin, 5 Oktober 2009
Berdasarkan tabel diatas masyarakat Dusun Klurahan sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan, sebagian mata pencaharian petani, sebagian mata pencaharian buruh pabrik, pedagang dan lain-lain. 4. Sarana di Dusun Klurahan Dusun Klurahan memiliki 3 sarana ibadah bagi kaum muslimin yaitu 1 masjid dan 2 mushola, tetapi mushola yang satu milik pribadi. Selain itu juga terdapat TPA untuk mengaji bagi anak-anak. Disinilah mereka melakukan ibadah sholat dan aktivitas keagamaan lainnya. Dusun Klurahan semua penduduknya muslim, sehingga tidak didapatkan sarana ibadah agama lain. Kegiatan keagamaan di Dusun Klurahan yaitu yasinan yang diadakan 1 minggu sekali putra dan putri. Waktunya tiap hari Rabu malam Kamis untuk putri sedangkan setiap hari Kamis malam Jum’at untuk putra. Pengajian umum malam Rabu di masjid, mujahadah malam Jum'at kliwon di masjid (sumber data wawancara dengan seksi agama, Dusun Klurahan, tanggal 6 Oktober 2009) Tabel IV Data Responden Petani di Dusun Klurahan Tahun 2009 No
Nama
Jenis Kelamin
1.
Nursalim
Laki-laki
2.
Asmawi
Laki-laki
3.
Ngabesin
Laki-laki
4.
Zaenudin
Laki-laki
5.
Budiman
Laki-laki
No
Nama
Jenis Kelamin
6.
Jumeri
Laki-laki
7.
Karmin
Laki-laki
8.
Demari
Laki-laki
9.
Nadhori
Laki-laki
10. Sahun
Laki-laki
11. Jumarni
Perempuan
12. Kamini
Laki-laki
13. Tik. Amanah
Perempuan
14. Marliyah
Perempuan
15. Ngatmini
Perempuan
16. Karnan
Laki-laki
17. Zaeri
Laki-laki
18. Soko pujiono
Laki-laki
19. Kaseri
Laki-laki
20. Kasi’an
Laki-laki
21. zaenal
Laki-laki
Sumber Data : Hasil Wawancara Hari Senin, 5 Oktober 2009 Tabel V Data Responden Buruh Pabrik di Dusun Klurahan Tahun 2009 No
Nama
Jenis Kelamin
1.
Listini
Laki-laki
2.
Suratemi
Laki-laki
3.
Sarifah
Laki-laki
4.
Dewi Maisah
Laki-laki
5.
Tutur Utama
Laki-laki
6.
Malik
Laki-laki
7.
Titik Sriyanti
Perempuan
8.
Tatik Inayah
Perempuan
No 9.
Nama
Jenis Kelamin
Titik Fajriyah
Perempuan
10. Rofiudin
Laki-laki
11. Umi Khayatun
Perempuan
12. Siti Fadhilah
Perempuan
13. Siti Khoiriyah
Perempuan
14. Siti Mutmainah
Perempuan
15. Dwi Suharti
Perempuan
16. Zul Muro’ah
Perempuan
17. Ngatini
Perempuan
18. Khomidah
Perempuan
19. Kamidi
Laki-laki
20. Siti Emanatun
Perempuan
21. Istiqomah
Perempuan
Sumber Data : Hasil Wawancara Hari Senin, 5 Oktober 2009 Tabel VI Data Yang Menjadi Subyek Penelitian di Dusun Klurahan Tahun 2009 No
Nama
Jenis Kelamin
Keterangan
1.
Rofi’udin
Laki-laki
Buruh Pabrik
2.
Kartini
Perempuan
Buruh Pabrik
3.
Kamidah
Perempuan
Buruh Pabrik
4.
Istiqomah
Perempuan
Buruh Pabrik
5.
Kamidi
Laki-laki
Buruh Pabrik
6.
Kasian
Laki-laki
Petani
7.
Ngabesin
Laki-laki
Petani
8.
Zaeri
Laki-laki
Petani
9.
Marliyah
Perempuan
Petani
10.
Tik Amanah
Perempuan
Petani
Sumber Data: Hasil Wawancara Hari Senin,5 Oktober 2009
B.
Pola Pembinaan Keagamaan Anak 1. Keluarga Petani a. Bapak Ngabesin Bapak Ngabesin lahir tanggal 7 Juni 1947. Beliau mempunyai 3 anak yang bernama Agus, Putri, dan Rina. Bapak Ngabesin sudah lama bekerja sebagai petani + 20. Selama 20 tahun ini beliau selalu menghabiskan sebagian waktunya di sawah atau di ladang. Untuk mencari nafkah keluarganya beliau mengolah sawahnnya
sendiri.
Beliau
pergi
ke
sawah
mulai
sekitar
jam 6.00 WIB pagi sampai siang tetapi kadang berangkat siang sekitar jam 8.00 WIB sampai dhuhur baru pulang setelah dhuhur berangkat lagi sampai ashar. Beliau di sawah menanam padi tetapi kalau di ladang menanam cabe, kacang panjang, tomat dan lain-lain. Bapak Ngabesin dan istrinya berupaya dengan sebaik mungkin dalam membina keagamaan anak. Beliau membimbing anak
ketika
masuk
Sekolah
Dasar
sampai
anak
tumbuh
dewasa/baligh. Selama saya bekerja sebagai petani jarang sekali memperhatikan anak saya. Orang tua memang mempunyai peranan penting dalam mendidik anak terutama ibu yang lebih dekat dengan anak dibandingkan dengan bapak. Sifat ibu yang penyabar dan penyayang meskipun anak itu bandel tetapi seorang ibu dengan sabar dalam mendidik anak.
Kegiatan sehari-hari yang saya lakukan dalam mencari nafkah tidak lain untuk mencukupi kebutuhan keluarga terutama untuk masa depan anak. Sebagai bapak saya mempunyai
tanggung
jawab
pada
keluarga
terutama
pendidikan anak. Saya itu sekolah dasar tidak lulus jadi kurang pengalaman dalam membimbing anak, nggih sak sagete kulo lan semampune kulo dalam mendidiknya misalnya bila saya pulang lebih awal dari sawah saya menanyakan “nduk sampun shalat dereng ? Nek dereng shalat riyen”. Selain itu saya juga membimbing anak untuk menyuruh membaca Al-Qur'an setiap habis magrib dan ikut TPA (hasil wawancara hari Rabu tanggal 7 Oktober 2009).
Meskipun Bapak Ngabesin kurang pengalaman dalam mendidik anak tetapi beliau dan istrinya akan selalu berusaha untuk memberikan pendidikan terutama pendidikan keagamaan pada anak. Selagi Bapak Ngabesin dan istrinya mampu mendidik dan membimbing anaknya sendiri maka dilakukan sendiri di lingkungan keluarga tetapi bila tidak mampu maka diserahkan kepada orang yang lebih pintar / tokoh masyarakat untuk memberikan pendidikan kepada anak misalnya bapak ustad. Dengan adanya pembinaan keagamaan yang dilakukan oleh bapak Ngabesin anaknya menjadi lebih baik dari sebelumnya, mulai dari tingkah lakunya / akhlaknya, selalu menghormati orang lain dan orang tuanya serta lebih tekun dalam menjalankan shalat 5 waktu yang dahulu agak sulit untuk melakukan shalat sekarang sudah tidak begitu sulit dan langsung menjalankan perintah orang tuanya.
Dengan adanya perubahan yang lebih baik dari sebelumnya, maka pembinaan yang dilakukan bapak Ngabesin itu berhasil. Dari keterangan Bapak Ngabesin dapat disimpulkan bahwa meskipun aktivitas sehari-hari sebagai petani tetapi beliau tidak melupakan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga dalam mendidik dan membimbing pendidikan keagamaan anak. Anak akan memperoleh pendidikan terutama dalam lingkup keluarga selain itu juga diperoleh dilingkungan sekolah yang dilakukan oleh Bapak / Ibu Guru. b. Bapak Kasian Bapak Kasian lahir pada tanggal 1 Juli 1969, beliau mempunyai 4 anak 2 putra, 2 putri yang bernama Eko dan Ahmad sedangkan yang putri bernama Yuli dan Yanti. Beliau seorang petani juga seorang nelayan di Rawa Pening untuk menangkap ikan karena istrinya yang berjualan di pasar. Jadi, bila Bapak Kasian tidak pergi ke sawah maka beliau berangkat ke Rawa Pening. Beliau dahulu pernah menggali ilmu agama selama 3 tahun di Pondok Pesantren jadi beliau lebih mengetahui bagaimana cara dalam mendidik dan membina pendidikan keagamaan anak secara efektif. Keluarga Bapak Kasian terlihat harmonis serta keagamaan di dalam keluarga sangat kental. Rumah Bapak Kasian dekat dengan mushola yang beliau sendiri menjadi imam di mushola tersebut. Bapak Kasian mengharap anak-anaknya kelak ia dewasa menjadi anak yang takwa dan berbakti kepada orang tuanya sehingga
beliau mendidik keagamaan anak harus dengan sebaik mungkin. Agar harapan itu tercapai orang tua harus benar-benar serius dalam mendidik. Pendidikan dilakukan dalam lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah. Di dalam keluarga orang tuanya mengajari anak bagaimana tata cara shalat, mengajari membaca iqra’ sampai bisa membaca Al-Qur’an, mengajari dalam berdoa ketika sehabis shalat. Pendidikan yang diberikan selain itu adalah pendidikan akhlak anak untuk saling menghormati, menyayangi antar sesama, bersifat jujur, bertutur kata yang baik dan lain-lain, sedangkan di lingkungan sekolah pendidikan anak dilakukan oleh guru. Agar anak memperoleh pendidikan agama yang lebih banyak beliau memilih lembaga pendidikan yang Islami. Pembinaan yang dilakukan oleh Bapak Kasian yaitu dengan menerapkan kedisiplinan dalam mendidik anak. Apabila anak kecil diajari bersikap disiplin dalam kehidupan sehari-hari maka setelah anak dewasa dapat bersikap disiplin. Kedisiplinan yang dilakukan oleh beliau yaitu berdisiplin dalam menjalankan shalat 5 waktu, membaca Al-Qur’an setiap hari sehabis magrib dan disiplin dalam belajar. Dalam lingkungan keluarga orang tua sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak pada pendidikan yang dilakukannya. Bila orang tua memiliki watak yang baik maka anak akan menjadi baik dan sebaliknya bila orang tuanya kurang baik
maka anaknya juga kurang baik karena dalam membimbing anakanaknya tidak sesuai dengan ajaran Islam yang sistematis dan efektif. “Dalam mendidik anak di dalam keluarga saya menerapkan sikap kedisiplinan terutama dalam pendidikan agama, dengan adanya kedisiplinan anak akan terbiasa bersikap disiplin. Saya mengajari kedisiplinan keagamaan pada anak sejak masuk TK. Walaupun saya sibuk ke sawah tetapi saya selalu meluangkan waktu untuk mendidik anak terutama dalam pendidikan agama. Dalam melakukan pembinaan agama sehari-hari saya membiasakan anak untuk shalat 5 waktu misalnya ketika suara adzan dikumandangkan saya menyuruh anak segera mengambil air wudlu dan peralatan shalat untuk menunaikan shalat berjamaah di mushola/ masjid. Selain itu saya membimbing anak untuk mengaji ke TPA dan memberi pengarahan untuk mengulang apa yang telah di pelajari selama TPA” (hasil wawancara hari Rabu tanggal 7 Oktober 2009).
Dari keterangan bapak Kasian dapat disimpulkan bahwa meskipun sibuk ke sawah atau ke Rawa untuk menangkap ikan tetapi beliau lebih mementingkan pendidikan anaknya. Anak adalah buah hati kedua orang tuanya jadi harus didik dan dibina dengan sebaik mungkin. Dalam melakukan pembinaan keagamaan anak beliau menerapkan metode disiplin dan pembiasaan. Dengan adanya kedua metode tersebut anak akan terbiasa dengan hal-hal yang dilakukan setiap hari oleh anak. Adapun hal-hal tersebut yaitu ketika dalam ibadah shalat anak dibiasakan melakukan shalat dengan begitu anak
akan terbiasa melakukannya hanya saja bila anak lalai maka orang tua harus mengingatkannya. Ketika anak dibiasakan untuk mengaji di TPA tanpa disuruhpun anak akan langsung berangkat ke TPA (Hasil wawancara hari Rabu tanggal 7 Oktober 2009). Anak bapak Kasian tergolong anak yang penurut karena setiap hari dibimbing dan dididik untuk selalu menuruti apa yang diperintahkan oleh kedua orang tuanya. c. Bapak Zaeri Anak adalah harapan kedua orang tua agar kelak ia dewasa menjadi anak yang berguna bagi nusa, bangsa dan berakhlak mulia. Bapak Zaeri bekerja sebagai petani + 13 tahun. Beliau yang seharihari pergi kesawah untuk mengolah sawahnya yang ditanami padi. Bapak Zaeri berangkat ke sawah dari pagi sampai siang kemudian pulang untuk menunaikan shalat dhuhur dan istirahat setelah itu dilanjutkan ke sawah lagi. Meskipun sangat panas saat di sawah tetapi beliau tetap semanggat apalagi ketika panen padi datang beliau setiap hari harus menjaga sawahnya agar padinya tidak dimakan oleh ulat dan burung-burung. Jadi, beliau harus setiap hari menunggu di sawah agar panen padinya banyak. Usia bapak Zaeri 54 tahun, kini beliau sudah mempunyai 4 anak. Bapak Zaeri mengajarkan kedisiplinan dan membiasakan sesuatu dengan tepat.
Pendidikan anak bagi saya sangat penting. Sejak mulai sekolah Taman Kanak-Kanak sampai dewasa umur 10 tahun, saya mulai membina keagamaan anak pada waktu sore sampai pada malam hari misalnya dengan membiasakan shalat 5 waktu dan membiasakan untuk mengaji setiap hari. Kami berdua setiap hari selalu memantau anak dalam beraktivitas, berperilaku dan bergaul dengan teman serta kegiatan yang lain. “Pendidikan yang saya lakukan dalam keluarga yaitu dengan mengajari anak untuk terbiasa mengucapkan dua kalimat syahadat, menjalankan shalat 5 waktu setiap hari. Setelah anak dewasa saya bimbing untuk mengerjakan misalnya shalat dhuha serta menunaikan puasa di bulan Ramadhan dan mengajarkan untuk menghormati kedua orang tua dan orang lain (hasil wawancara hari rabu tanggal 7 Oktober 2009).
Dari keterangan Bapak Zaeri dapat disimpulkan bahwa dalam pembinaan keagamaan anak itu meliputi pembinaan akidah, pembinaan ibadah dan pembinaan akhlak. Pendidikan yang dilakukan oleh Bapak Zaeri dari ketiga pola di atas sangat diperlukan agar tujuan pendidikan anak dapat tercapai sesuai dengan apa yang diharapkan oleh setiap orang tua. Bila tujuan pendidikan itu tercapai maka kedua orang tuanya berhasil dalam mendidik dan membimbing anaknya.. Bapak Zaeri memberikan bentuk latihan dan pembiasaan untuk anak agar setelah ia dewasa tidak merasa kaget dengan pendidikan agama yang diberikan misalnya untuk shalat, mengaji
tajwid / Al-Qur’an, melakukan puasa ramadhan, shalat dhuha, bershalawatan dan lain-lain. Apabila semua itu dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari maka dengan perkembangan umur setiap tahun akan terbiasa menjalankan ibadah itu. Maka pendidikan keagamaan sangat penting untuk diberikan kepada anak yang masih kecil. Masa anak-anak adalah masa terpenting dalam pembinaan akhlak, masa tersebut memiliki kelebihan yang tidak dimiliki pada masa sebelum dan sesudahnya. Pada masa itulah seorang pendidik atau orang tua memiliki peluang yang sangat besar dalam membentuk anak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh orang tuanya. Seorang pendidik yang baik akan selalu berupaya untuk menanamkan segala jenis pembinaan akhlak kepada anaknya. Akhlak baik tidak akan terwujud pada seseorang tanpa adanya pembinaan yang dilakukan. Oleh karena itu, pembinaan akhlak sangat perlu diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari utamanya kepada anak usia pra sakolah. d. Ibu Marliyah Ibu Marliyah berasal dari Semarang, lahir pada 15 April 1960. Ibu Marliyah dalam membantu suaminya mencari nafkah dengan bercocok tanam di sawah sebagai petani. Beliau sebagai petani padi di sawah dan ladang. Di ladang beliau menanam cabe, tomat, kacang panjang dan lain-lain. Meskipun beliau sebagai petani tetapi beliau tidak setiap hari ke sawah / ladang karena beliau lebih
banyak di rumah daripada di sawah, yang lebih banyak di sawah itu suaminya karena suaminya sebagai petani dan buruh tani. Ibu 3 anak ini hidupnya sederhana, meski pendidikan agama kedua orang tuanya kurang tetapi orang tua akan berusaha semampunya dalam membimbing, mendidik dan membina buah hatinya. Sejak usia 3 tahun saya sekeluarga membina anak dalam hal agama. saya memulai membina keagamaan anak pada waktu sore sampai malam hari, misalnya saya mengajari tata cara shalat dengan mengajak shalat berjama’ah membaca tajwid sehabis shalat maghrib, berdo’a mau makan, doa mau tidur serta melatih anak untuk berpuasa di bulan ramadhan meskipun hanya puasa sampai dluhur / setengah hari, setelah dewasa saya menyuruh anak untuk puasa sehari serta menyuruh membaca Al-Qur'an. Saya juga mendidik anak dengan menanamkan tauhid untuk mengucapkan syahadat. Selain pendidikan di rumah beliau juga mengupayakan pendidikan di sekolah dengan menyekolahkan anak di sekolah yang Islami (hasil wawancara hari sabtu tanggal 10 oktober 2009).
Dari keterangan ibu Marliyah dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama itu penting baik diperoleh dari keluarga maupun dari sekolah. Pembinaan yang diberikan Ibu Marliyah sangat tepat. Disamping pendidikan dari keluarga yang dilakukan oleh kedua orang tuanya juga dari sekolah yang dilakukan oleh guru. Untuk keberhasilan pendidikan keagamaan maka antara orang tua dan guru
harus saling bekerjasama. Di rumah anak dididik untuk dibiasakan melakukan shalat, mengaji di TPA / di rumah, melafadkan namanama Allah dan lain-lain, sedangkan di sekolah anak diajari untuk menghormati guru, berjabat tangan ketika bertemu guru dan teman, melakukan shalat dhuhur berjamaah di sekolah, bergaul baik dengan teman. (Hasil wawancara hari Sabtu tanggal 10 Oktober 2009). Dengan melatih anak untuk membiasakan perbuatan baik dalam kehidupan sehari-hari itulah cara yang efektif. Di lingkungan keluarga akan terlihat harmonis dan nyaman bila anak dibiasakan mendapat bimbingan agama setiap hari. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Marliyah bahwa dengan mengajari dan melatih anaknya untuk shalat berjamaah di masjid atau mushola, maka orang tua juga harus shalat berjamaah di masjid. Kadang orang tua salah dalam memilih pendidikan untuk anak-anaknya, yang paling penting bagi orang tua yaitu anaknya bisa masuk ke sekolah yang bagus dan favorit itu mereka merasa bangga tetapi tidak dipikirkan bahwa dengan sekolah yang bagus dan favorit itu apakah banyak pelajaran agamanya apa tidak. Para orang tua hanya menginginkan anaknya menjadi pintar dalam pengetahuan umum tetapi tidak memikirkan pengetahuan tentang agama. Bila ingin anaknya memperoleh pendidikan agama yang lebih banyak, maka anak dimasukan ke sekolah yang Islami ungkap ibu Marliyah. e. Ibu Tik Amanah
Nama panggilannya adalah Tik, beliau lahir di Semarang 8 Desember 1969, beliau mempunyai 3 anak yang bernama Anis, Budi dan Wulan. Beliau bekerja sebagai petani + 11 tahun. Ibu Tik dalam menbimbing dan mendidik anaknya sejak usia 4 tahun, karena pada usia itu anak sulit untuk dibimbing, diarahkan dan dibina. Jadi, orang tua harus berhati-hati dalam membimbing dan tidak boleh memaksakan kehendaknya serta tidak boleh putus asa. Dalam memberikan bimbingan adalah tanggung jawab orang tua sehari-hari dimanapun dan kapanpun ia berada. Pada usia 4 tahun anak
lebih
senang
bermain
karena
pada
usia
ini terjadi
pengembangan inisiatif dan ide pada diri anak. Bila anak lebih senang bermain maka anak akan menjadi kreatif dalam berfikir. Di dalam keluarga sebagai orang tua harus memberikan contoh dan teladan yang baik, perilaku dan sopan santun antara ibu dan bapak dalam keluarga maupun perilaku orang tua dengan tetangga akan menjadi teladan bagi anak. Contoh dan tindakan yang baik dari para orang tua sangatlah penting dalam membimbing anakanak. Orang tua yang ingin anaknya disiplin maka orang tuanya harus disiplin, orang tua yang ingin anaknya jujur tidak pembohong maka ia tidak boleh memiliki kebiasaan berbohong. Perlakuan yang diberikan kepada anak pada usia pra sekolah dalam kehidupannya dapat berpengaruh lama terhadap keadaan mental dan emosi anak. Caranipun kulo didik anak niku werni-werni setiap hari saya bimbing anak untuk menjalankan shalat, mengaji sehabis
shalat maghrib, melatih berpuasa, serta mengajari anak untuk berperilaku baik dan menghormati orang tua serta orang lain. Setiap hari saya lelalu mengingkatkan anak dalam bertingkah laku. Ketika saya di rumah sore hari saya mengantarkan anak untuk berangkat ke TPA dan menjemput anak bila pembelajaran TPA usai (hasil wawancara hari Sabtu 10 Oktober 2009).
Dari keterangan Ibu Tik dalam mendidik anak dengan berbagai
macam
caranya
tergantung
bagaimana
orang
tua
membimbing keagamaan anaknya dengan baik. Pembinaan dimulai pembinaan ibadah anak dengan mengajari / melatih anak untuk selalu membiasakan shalat 5 waktu, mengaji tajwid / Al-Qur’an, melatih berpuasa di bulan ramadhan serta anak dididik secara langsung di lembaga pendidikan oleh guru di lembaga pendidikan formal (TK/TPA). Pendidikan formal sangat penting sekali. Apabila pendidikan keagamaan hanya dilakukan di rumah / lingkungan keluarga saja itu masih kurang tetapi harus diberikan di sekolah, guru ngaji dan lain sebagainya, maka pendidikan anak tentang agama akan semakin luas. Untuk
keberhasilan orang
tua
dalam
mendidik
dan
membimbing anaknya yaitu orang tua harus tanggap dalam memberikan
pendidikan
keagamaan
pertumbuhan dan perkembangan tingkat umur anak.
anak
sesuai
dengan
jiwa anak dan sesuai dengan
2. Keluarga Buruh Pabrik a. Bapak Rofiudin Bapak Rofiudin dilahirkan di Semarang pada tanggal 17 Februari 1979. Beliau bekerja di pabrik, tepatnya di pabrik CV. INTI KHARISMA FURNITURE, Karang Jati. Beliau mempunyai 1 anak. Beliau bekerja di pabrik + 5 tahun, beliau di pabrik sebagai buruh kontrak pabrik. Keseharian yang dilakukan Bapak Rofiudin yaitu bekerja di pabrik, istrinya juga bekerja di pabrik tetapi tidak satu tempat. Kesibukan kedua orang tua dapat membuat anak kurang kasih sayang, perhatian, bimbingan dan pendidikan dari orang tuanya. Menurut bapak Rofiudin anak adalah buah hati dan titipan Allah. Sebagai orang tua kita wajib menjaga dengan baik, apalagi anak yang masih kecil, sangat membutuhkan bimbingan dan pengarahan agar kelak ia dewasa berperilaku yang baik. Saya mendidik dan membimbing anak dengan memberi latihan, pembiasaan dan pengarahan yang baik serta memberikan pendidikan akhlak, pendidikan ibadah dan pendidikan aqidah.
Tata, putri dari bapak Rofiudin yang sekarang sudah berumur 3 tahun. Pembinaan keagamaan anak dilakukan sejak usia 2,5 tahun. Tata dilatih mengaji, dikenalkan dengan nama-nama Allah dan nama-nama Nabi serta diikutkan di TPA. Usia 2.5 tahun memang
masih kecil tetapi pada usia tersebut, anak sudah bisa memahami keadaan sekitar. Saya dalam pembinaan keagamaan yaitu dengan mengajari anak shalat ke masjid meskipun belum melakukan shalat tetapi anak diajari untuk bersalaman dengan jamaah setelah selesai shalat, mengajarkan membaca do’a mau tidur, doa mau makan dengan membaca basmalah, bersholawatan (hasil wawancara hari Minggu tanggal 11 Oktober 2009).
Dari keterangan Bapak Rofiudin bahwa meskipun kedua orang tuanya bekerja di pabrik tetapi beliau tetap membimbing anaknya. Bila orang tua lalai dalam memberi pendidikan pada anak karena kesibukan, maka anak kurang mendapat kasih sayang, bimbingan, perhatian dari orang tuanya sehingga anak menjadi pemberontak, nakal. b. Bapak Kamidi Bapak 3 anak ini berasal dari Semarang, lahir 8 Agustus 1972. Beliau bekerja di pabrik kerupuk di Tuntang, beliau bekerja sudah 4 tahun. Bapak Kamidi memiliki 3 anak, 1 putri berumur 6 tahun dan 2 putra berumur 12 tahun dan 21 tahun. Bapak Kamidi bekerja di pabrik begitu pula istrinya tetapi keduanya tidak satu tempat dalam bekerja. Sebagai buruh pabrik sulit untuk mengatur waktu karena di pabrik itu jam kerja sudah di tentukan.
“Sekian lama saya bekerja di pabrik, saya itu merasa kurang dalam mendidik dan membimbing anak. Ketika saya masuk pagi dan pulang siang, sorenya saya bisa memantau kegiatan anak dari mengerjakan shalat, mengaji dan bermain dengan teman. Saya membina keagamaan anak ketika masih kecil dan sampai dewasa umur 12 tahun. Ketika saya masuk siang sampai pulang malam saya menyuruh istri saya untuk mengawasi dan membimbing anak agar setiap hari anak selalu mendapatkan pendidikan dari orang tuanya. Dalam kegiatan membaca Al-Qur'an saya menitipkan anak ke guru ngaji/pak ustad agar dalam membaca Al-Qur'an supaya baik dan benar. Saya menyuruh anak yang sudah dewasa untuk melakukan puasa seharian penuh pada bulan ramadhan karena puasa bulan ramadhan hukumnya wajib bagi anak yang sudah baliq (hasil wawancara hari kamis tanggal 15 Oktober 2009).
Dari keterangan Bapak Kamidi dapat disimpulkan bahwa meskipun jam kerja sudah ditentukan oleh pabrik tetapi beliau selalu membimbing dan mengawasi anak-anaknya di rumah. Ketika waktu libur kerja beliau dan istrinya memberikan bimbingan di rumah tetapi bila sedang kerja beliau menitipkan anaknya di bapak ustad untuk mengaji. Upaya yang dilakukan oleh bapak Kamidi dalam memberikan pendidikan keagamaan anak yaitu agar anaknya menjadi anak yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, selalu menghormati kedua orang tuanya, berakhlaqul karimah dan menyejukkan hati orang tuanya.
c. Ibu Kamidah Istri dari Bapak Zaenal ini berasal dari Semarang lahir tanggal 2 November 1963, beliau bekerja di APAC INTI Bawen lebih jelasnya di garmen. Beliau mempunyai 2 anak, 1 putra bernama Andi dan 1 putri bernama Umi. Suami Ibu Kamidah bekerja sebagai sopir. Beliau bekerja di Ungaran setiap harinya dilaju karena jaraknnya tidak begitu jauh + 20 menit dari rumah. Upaya yang dilakukan oleh ibu Kamidah dalam mendidik anaknya di rumah dengan memberikan pendidikan akhlak, pendidikan akidah, dan pendidikan ibadah. Karena ketiga pendidikan itu sangat penting untuk anak. “Saya mendidik anak sejak usia 4 tahun. Di usia itu saya mulai menanamkan pendidikan agama karena itu sangat penting. Dalam pendidikan akhlak saya membiasakan anak untuk menghormati orang tua dan orang lain, misalnya saya melatih anak untuk berbicara dengan bahasa Jawa. Adapun dalam bidang ibadah saya membiasakan anak untuk shalat berjamaah setelah selesai shalat saya mengajari anak untuk berdoa dan mengaji setiap hari baik di rumah maupun di guru ngaji (hasil wawancara hari minggu tanggal 18 Oktober 2009).
Dari keterangan Ibu Kamidah dapat disimpulkan bahwa dengan memberikan pendidikan akhlak, pendidikan ibadah dan pendidikan aqidah akan memperkokoh pondasi keagamaan anak.
Sehingga akan menjadi anak yang memiliki iman yang kuat, takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlaqul karimah. Saya mengarahkananak untuk menuntut ilmu yang benar karena dengan memiliki ilmu yang banyak insyaallah akan memiliki iman yang kuat.Dengan memberikan pendidikan agama sejak kecil setelah dewasa nanti anak akan masih teringat apa yang telah diberikannya sejak kecil. Saya merasa khawatir dengan pergaulan anak sekarang karena banyak anak yang perilakunya kurang baik,maka dari itu untuk mengantisipasi saya selalu memberikan pendidikan agama agar anak tahu ajaran agama dalam setiap berperilaku ungkap ibu Kamidah. Dalam keluarga hendaknya dapat direalisasikan tujuan pendidikan agama Islam.tugas untuk merealisasikan itu adalah orang tua.oleh karena itu orang tua harus memperhatikan aspek pendidikan ibadah, pendidikan akhlak dan pendidikan aqidah itu sangat penting untuk diberikan kepada anak. d. Ibu Kartini Ibu Kartini lahir pada tanggal 25 Februari 1985, beliau berasal dari Semarang, suami dari ibu Kartini bekerja sebagai pengrajin Enceng Gondok dan sebagai Nelayan di tempat tinggalnya. Ibu Kartini bekerja selama 2 tahun di Garmen, Ungaran. Selama menikah 3 tahun, ibu Kartini dikaruniai 3 anak, 2 laki-laki dan 1 perempuan. Upaya yang dilakukan oleh ibu Kartini dalam
mendidik anaknya di rumah sesuai dengan kemampuan kedua orang tuanya “nggih sak sagete kulo” (ungkap ibu Kartini). “Selama saya mendidik dan membimbing anak, saya akan berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan saya. Meskipun saya bekerja di pabrik tapi saya nggih lebih mementingkan pendidikan anak saya supaya menjadi anak yang pintar dalam pendidikan umum dan pendidikan agama terutama pada pendidikan agama. Saya masuk kerja hanya pagi saja sampai siang sekitar jam 14.00 WIB, jadi saya setiap hari membimbing anak pada waktu sore sampai malam dari mulai mengaji sampai mengajari belajar. Kebanyakan kegiatan anak dilakukan pada sore hari sampai malam. Saya membimbing anak untuk menunaikan shalat 5 waktu dengan berjamaah di masjid / mushola, ketika sedang bersama anak saya mengajari untuk bershalawatan (hasil wawancara hari Minggu tanggal 18 Oktober 2009).
Dari keterangan Ibu Kartini pembinaan yang dilakukan sehari-hari oleh beliau yaitu dimulai pada waktu sore hari sampai malam hari. Pembinaan pada waktu tersebut sangat efektif karena pada wakt sore hari sampai malam hari kegiatan anak pada waktu itu sangat banyak, dimulai dari melakukan shalat, mengaji di TPA, mengaji Tajwid dan belajar. Bilamana saya berangkat kerja pagi saya dan suami bina sendiri tetapi bila kerjannya siang suami saya yang membina. Jadi,kadang saya kurang membimbing dan membina anakanak.
Orang tua sebagai pendidikan utama dalam lingkungan keluarga anak akan berprilaku baik dan berakhlak mulia tergantung pada pola asuh dalam mendidik anak, karena orang tua adalah cermin bagi anaknya. Ketika saya mau shalat berjamaah di masjid saya mengajak anak untuk ke masjid, dan ketika ada yasinan ibu-ibu di rumah warga saya mengajak anak untuk ikut yasinan. Bila saya hanya menyuruh anak untuk shalat ke masjid, sedangkan saya shalat di rumah anak tidak mau melakukan shalat di masjid. e. Ibu Istiqomah Ibu dari 3 anak ini berasal dari Semarang, lahir 19 Oktober 1976. Dia bekerja di Garmen, Ungaran. Selama 6 tahun dia menjadi karyawati tetap disana. Ibu Istiqomah mempunyai 3 anak putri semua yang bernama Arum, Anis dan Umi. Beliau bersyukur kepada Allah SWT karena telah diberi anak perampuan menurut beliau kalau anak perempuan itu dalam mendidik dan membimbingnya lebih mudah dan suka menurut pada orang tua. Setiap hari saya memakai kerudung ketika di rumah maupan dalam bekerja. Jadi,saya membiasakan anak untuk memakai kerudung agar setelah dewasa ai selalu pakai kerudung,sehingga saya melatih dari kecil ungkap ibu istiqomah.. “Meskipun saya bekerja sebagai buruh di pabrik saya bertanggung jawab terhadap pendidikan anak. Saya dan
suami bersama-sama dalam mendidik anak, misalnya ketika saya masuk kerja suami saya yang mendidiknya. Kami mendidik anak ketika masuk TK. Saya membiasakan anak untuk menjalankan shalat 5 waktu, melatih anak untuk memakai kerudung, melatih untuk membaca doa setelah shalat, mengajari anak berdoa sebelum makan dan sebelum tidur. Setiap sore saya membimbing anak untuk mengaji di TPA dan mengaji di pak ustad (hasil wawancara hari Selasa tanggal 20 Oktober 2009).
Lembaga pendidikan formal khususnya dibidang agama agar mendapat hasil memuaskan, maka jalan yang harus ditempuh adalah perlu adanya TK dan TPA sebagai pondasi dasar pengetahuan yang akan diteruskan ke jenjang formal. TK merupakan salah satu bentuk awal pendidikan sekolah yang dikenal oleh anak didik. Oleh kerena itu, TK perlu menciptakan situasi pendidikan yang memberikan rasa aman dan menyenangkan bagi anak didik.
C.
Problematika yang Muncul dalam Pembinaan Keagamaan Anak 1.
Keluarga Petani Dari berbagai macam pola pembinaan keagamaan anak dalam keluarga petani maka berbagai macam pula problema yang dihadapi dalam pembinaan keagamaan. Menurut Bapak Ngabesin dalam mendidik anak harus dengan kesabaran karena usia anak yang masih kecil masih sulit dibimbing
sehingga belum bisa membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik. “Anak saya itu nakal jadi saya sedikit merasa kesulitan dalam mendidik misalnya ketika anak sedang asyik bermain dengan teman-temannya, padahal waktu shalat telah tiba. Ketika saya menghampiri anak ditempat bermain untuk menyuruh pulang ke rumah dan melaksanakan shalat. Kadang ia mengulur-ulur waktu shalat. Selain itu agak sulit berangkat ke TPA serta Ketika anak diberi pendidikan keagamaan kadang anak tidak mau karena ia lebih senang bermain daripada diberi pendidikan agama (hasil wawancara hari Rabu tanggal 7 Oktober 2009).
Dalam melakukan bimbingan kepada anak melalui kebiasaan, maka anak akan terbiasa dalam melakukan kegiatan sehari-hari dengan mudah dan senang. Seperti yang dilakukan Bapak Kasian beliau sudah membiasakan pendidikan keagamaan pada anak sehingga anak sudah terbiasa melakukan kegiatan itu hanya saja ketika anak lupa belum mengerjakan shalat maka orang tua yang mengingatkan (hasil wawancara hari Rabu tanggal 7 Oktober 2009). Karena anak bapak Kasian tergolong anak yang penurut jadi dia sering menuruti perintah kedua orang tuanya Problem yang dialami oleh Bapak Zaeri dalam membina keagamaan anak yaitu ketika mendapat pekerjaan rumah dari sekolahan sering tidak dikerjakan dan sering malas untuk belajar di rumah bila diajari oleh orang tuanya sendiri anak tidak mempehatikan.
Sebagai orang tua saya harus aktif dalam membimbing dan mendidik anak terutama untuk pendidikan agama. Kesulitan dalam membimbing keagamaan anak disaat anak sedang bermain dengan teman-temannya dan saat menonton televisi. Apalagi filmnya itu kesukaannya misalnya film kartun atau film anak-anak. Bila diganggu anak pasti marah, karena saking asyiknya menonton televisi anak jadi lupa untuk mengerjakan shalat dan mengaji ungkap Ibu Marliyah (Hasil Wawancara hari Sabtu tanggal 10 Oktober 2009). Sedangkan problem yang dialami Ibu Tik Amanah dalam menbina keagamaan anak, jika anak disuruh untuk belajar kadang kala malas apalagi disuruh untuk untuk mengaji tajwid, anak merasa bosan bila disuruh untuk mengulang dalam membaca beberapa kali. Dalam melakukan ibadah shalat anak saya terkadang berbohong dalam menjawab ketika ditanya nak sudah shalat belum dia menjawab "sudah" padahal dia belum mengerjakan shalat (hasil wawancaara hari Sabtu tanggal 10 Oktober 2009). 2.
Keluarga Buruh Pabrik Banyak sekali cara-cara yang dilakukan orang tua dalam mendidik dan membimbing keagamaan anak. Keberhasilan orang tua dalam mendidik anak tergantung pada pola asuh orang tua itu sendiri. Problem yang dihadapi oleh Bapak Rofiudin dalam membina keagamaan yaitu bila anak diajak untuk shalat berjamaah di masjid / mushala kadang anak guyon di dalamnya sehingga mengganggu para
jamaah yang sedang menunaikan shalat. Ketika orang tuanya memberi peringatan untuk tidak guyon anak malah semakin bertambah nakal dan bergurau (hasil observasi hari minggu tanggal 11 Oktober 2009). Masalah yang dihadapi oleh Bapak Kamidi yaitu ketika anak sedang asyik bermain dengan temannya, karena asyiknya anak bermain sehingga lupa untuk melaksanakan shalat, maka setiap waktu saya mengingatkannya (hasil wawancara hari Kamis tanggal 15 Oktober 2009). Bila memiliki televisi dan handphone anak akan malas untuk belajar. Pada waktu malam hari saya membimbing anak untuk belajar di rumah tetapi karena acara televisi yang menarik jadi belajarnya hanya sebentar saja, kalau lama-lama anak mutung dan marah sehingga tidak mau belajar (hasil observasi hari Kamis tanggal 15 Oktober 2009). Lain lagi problem yang dialami Ibu Kamidah, beliau sehari-hari memberikan pendidikan keagamaan dengan cara memberi motivasi kepada anak agar selalu menjalankan apa yang telah diajarkan oleh orang tua. Selama mendidik anak saya sering merasa jengkel karena bila anak diberi pengarahan sering tidak menurut. Misalnya ketika anak mau berangkat ke TPA untuk mengaji bila tidak atas kemauannya sendiri anak sulit dibimbing, maka harus membujuknya dan merayunya terlebih dahulu serta harus diberi motivasi. Kalau tidak begitu anak tidak mau berangkat ke TPA. Sebelum berangkat dan sesudah pulang dari TPA saya menyuruh anak untuk mengulang pelajaran yang telah diajarkan oleh Bapak Ustad terkadang anak tidak melakukannya, maka
dari itu saya sering merasa kuwalahan dalam membimbing dan membina keagamaan anak (hasil wawancara minggu tanggal 18 Oktober 2009). Di antara keluarga Ibu Kartini dan Ibu Istiqomah dalam membina keagamaan anak keduanya mempunyai problem yang sama. Sifat anak kadang nurut dan kadang tidak nurut. Bila kemauannya anak dituruti pasti anak juga akan menuruti apa yang dikatakan oleh orang tuanya tetapi jika kemauannya tidak dituruti anak akan marah dan jengkel sehingga anak tidak mau menuruti apa yang diperintahkan/ dikatakan orang tuanya. Anak Ibu Kartini dan Ibu Istiqomah sering menurut perintah kedua orang tuanya karena kemauan anak sering dituruti. Masalah yang dihadapi oleh Ibu Kartini ketika dalam membimbing saat shalat tiba. Anak yang sedang asyik menonton televisi bila disuruh untuk shalat tidak langsung mengerjakan shalat jadi harus mengingatkan dan menegurnya untuk mematikan televisi dan segera mengerjakan shalat dan berangkat mengaji ke TPA (hasil wawancara hari Minggu tanggal 18 Oktober 2009). Sedangkan menurut Ibu Istiqomah anak dilatih untuk melakukan puasa di bulan Ramadhan meskipun anak hanya berpuasa setengah hari atau “puasa bedug” saya akan melatihnya agar terbiasa. Tetapi dalam melatih anak untuk berpuasa kadang anak sulit ketika dibangunkan untuk sahur bersama. Hari pertama sampai hari ketiga anak masih
gampang untuk dibangunkan tetapi hari berikutnya anak malas jika dibangunkan (hasil wawancara hari Selasa tanggal 20 Oktober 2009). Agar problema pembinaan keagamaan dapat diatasi, maka sebagai orang tua harus bisa mencari cara yang tepat dan efektif dalam mendidik anak serta memberi motivasi kepada anak dalam setiap melakukan kegiatan keagamaan.
D.
Solusi yang Ditempuh untuk Mengatasi Problematika 1.
Keluarga Petani Dari berbagai macam masalah yang dihadapi oleh keluarga petani dalam membina keagamaan anak, maka berbagai macam pula solusi yang ditempuh untuk mengatasi problema tersebut. Solusi yang ditempuh oleh keluarga Bapak Ngabesin yaitu bila anak sulit untuk menunaikan shalat lima waktu, maka saya memberi motivasi pada anak dan mengingatkan anak jika lupa shalat dengan begitu anak akan merasa senang dalam mengerjakan shalat. Sedangkan bila malas untuk berangkat ke TPA Solusinya dengan membujuknya serta memberi uang jajan. Ungkap bapak Ngabesin (hasil wawancara hari Rabu tanggal 7 Oktober 2009). Solusi yang ditempuh oleh Bapak Kasian
yaitu dengan
mengingatkan ketika anak bapak menunaikan shalat. Sedangkan solusi yang
ditempuh Bapak Zaeri dalam hal ibadah sama seperti yang
dilakukan Bapak
Ngabesin. Jika dalam belajar anak merasa malas
maka cara yang untuk mengatasinya dengan mengikutkan anak untuk
les di rumah guru yang ada di kampungnya (hasil wawancara hari Rabu tanggal 7 Oktober 2009). Sedangkan menurut Ibu Marliyah bahwa bila anak tidak mau mengaji di rumah maka saya menitipkan anak kepada bapak Ustad / guru ngaji untuk mengajari anak dalam membaca tajwid atau Al-Qur’an dengan baik dan benar. Ketika anak asyik bermain terlebih dahulu saya membujuk dan
merayunya serta mengajak pulang ke rumah. Bila
waktu anak masih nonton televisi saya menyuruh mematikannya dan segera melaksanakan shalat (hasil wawancara hari Sabtu tanggal 10 Oktober 2009). Jika anak merasa bosan bila disuruh untuk belajar maka caranya dengan menuruti kemauan anak terlebih dahulu setelah kemauannya dituruti anak pasti mau belajar. Jika memang cara itu tidak berhasil maka saya mengajak anak untuk ikut belajar ke guru les di rumahnya ungkap Ibu Tik Amanah (hasil wawancara hari Sabtu tanggal 10 Oktober 2009). Banyak orang tua yang tidak sabar dalam mendidik anaknya karena sifat dan karakter anak yang berbeda-beda. Orang tua yang sabar dan memiliki ide-ide kreatif dalam mendidik anak, maka itulah yang merupakan puncak dari keberhasilan orang tua dalam mendidik anak. Di dalam lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah keagamaan sangat erat kaitannya untuk keberhasilan menjadi anak yang
mempunyai iman, aqidah yang benar, berakhlak mulia serta menjadi anak yang takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Solusi dari keluarga petani dapat disimpulkan bahwa dalam mengatasi solusi pembinaan keagamaan anak orang tua memberikan pengarahan kepada anak agar anak menjadi lebih baik ketika dididik. Dalam mendidik dan membina keagamaan anak dalam kehidupan sehari-hari orang tua harus selalu memberi motivasi kepada anak agar anak selalu bersemangat. Selain memotivasi orang tua juga harus bisa mengerti sifat dan karakter anak ketika dibimbing (hasil observasi pada hari Sabtu, 24 Oktober 2009). Misalnya ketika anak sudah diberi motivasi tetapi masih sulit dibimbing maka orang tua harus mempunyai ide-ide kreatif dengan memberikan hadiah / memberi sesuatu yang dapat membuat anak menjadi semangat untuk dibimbing. 2.
Keluarga Buruh Pabrik Bagi Bapak Rofiudin bila anak itu “nakal atau bandel” wajar karena masih kecil. Ketika anak diajak ke mushala / masjid untuk shalat berjamaah anak malah guyon sehingga anak harus diberi peringatan dan diberi pengarahan yang baik agar dapat merubah kelakuannya menjadi lebih baik (hasil wawancara hari Minggu tanggal 11 Oktober 2009). Problem yang dialami Bapak Kamidi maka untuk mengatasi masalah tersebut maka cara yang ditempuh yaitu dengan meredam emosi anak sampai anak emosinya dapat dikendalikan setelah itu mengingatkan anak untuk menyadari akan kesalahan yang telah
diperbuat dan selalu memotivasi anak agar semangat dalam baik menjalankan ibadah maupun dalam belajar sehari-hari (hasil wawancara hari Kamis tanggal 15 Oktober 2009). Solusi yang ditempuh Ibu Kamidah dalam mengatasi problema yaitu dengan memberikan tata tertib di rumah. Dengan adanya tata tertib yang dibuat di keluarga ibu Kamidah anak akan mentaati tata tertib tersebut. “Ketika anak tidak mau menjalankan perintah orang tua, saya memberi hukuman "jewer". Tetapi kalau memang sudah diberi sanksi tersebut masih tidak mau menjalankan perintah tersebut, maka saya membiarkan anak semaunya dan sesuai dengan keinginannya” (hasil wawancara pada hari Minggu, tanggal 18 Oktober 2009).
Saya memberikan bimbingan keagamaan agar anak memiliki pengetahuan agama yang luas. Dengan menitipkan anak ke TPA agar dia dapat memperoleh pelajaran apa yang telah diajarkan oleh Bapak Ustad. Bila anak tidak mau berangkat ke TPA, maka saya harus merayunya dulu dan memberi uang untuk sangu ngaji. Ungkap Ibu Kartini (hasil wawancara hari Minggu tanggal 18 Oktober 2009). Sedangkan yang dialami oleh Ibu Istiqomah yaitu bila anak tidak menurut maka saya memberi peringatan satu kali bila tidak nurut saya menjewernya (hasil wawancara hari Selasa tanggal 20 Oktober 2009).
Berbagai macam solusi yang ditempuh oleh keluarga buruh pabrik hanyalah untuk kebaikan anaknya dan keberhasilan orang tua dalam mendidik dan membimbing anak. Peran orang tua sangat penting untuk pembinaan keagamaan anak agar anak menpunyai pondasi iman yang kokoh. Orang tua yang selalu memberi motivasi kepada anak dalam setiap mendidik, maka anak merasa senang karena dengan begitu orang tua sayang pada anak. Bila orang tua dalam mendidik tidak memberi motivasi pada anak dan malah memberikan bimbingan dengan menggunakan kekerasan / hukuman, maka anak akan bersikap menjadi pemberontak dan jiwa anak akan terganggu (hasil observasi hari Sabtu, 31 Oktober 2009). Oleh karena itu, orang tua harus hati-hati dalam membimbing dan mendidik anak. E. PERSAMAAN DAN PERBEDAAN POLA PEMBINAAN KEAGAMAAN ANAK PADA KELUARGA PETANI DAN BURUH PABRIK
1. Persamaan Di antara keluarga petani dan buruh pabrik di Dusun Klurahan mempunyai persaaan dalam pola pembinaan keagamaan. Persamaan itu antara lain: a. Materi Pendidikan yang diberikan orang tua kepada keluarga petani dan buruh pabrik yaitu: 1. Pembinaan akidah
Setiap anak dibina oleh orang tuanya agar memiliki akidah yang benar. Dengan pendidikan akidah yang benar iman anak akan kokoh karena itulah sebagai pondasi diri. Hasil penelitian yang peneliti peroleh dalam pembinaan keagamaan anak antara keluarga petani dan buruh pabrik di Dusun Klurahan, akan peneliti uraikan dibawah ini. Sebagaimana yang diungkapkan ibu Marliyah pada keluarga petani bahwa beliau membina keagamaan anak dengan menanamkan tauhid untuk mengucapkan kalimat syahadat, bersholawat serta melafalkan nama-nama Allah menurut beliau itu penting karena apabila anak dibiasakan pembinaan akidah setiap hari, anak akan memiliki akidah yang benar dan dijadikan untuk pegangan dalam hidupnya. Sama halnya pada keluarga buruh pabrik, mulai sejak usia dini anak dikenal dengan nama-nama Allah dan nama-nama nabi ungkap bapak Rofiudin. Orang tua membiasakan pembinaan akidah setiap hari kepada anak, karena pada usia tersebut anak akan mudah untuk menangkap apa yang telah diberikan oleh orang tuanya, apa yang diperbuat, dilakukan orang tua sehari-hari akan ditiru oleh anak sehingga anak akan meniru apa yang telah dia lihat, dengan sewaktu masih kecil, jadinya dia akan teringat sampai dia dewasa. Pembinaan akidah yang telah orang tua berikan dalam keluarga
petani dan buruh pabrik
relevan
dengan
yang
diungkapkan Mustofa (2007: 87) mengatakan bahwa kewajiban orang tua dalam menumbuhkan fitrah ketauhitan adalah dengan membina anak agar beriman kepada Allah, kekuasaan dan ciptaanNya, dengan cara tafakkur akan kebesarannya. Bimbingan ini dilakukan
ketika
anak-anak
sudah
dapat
mengenal
dan
membedakan sesuatu dan diberikan secara berjenjang, yaitu dari hasil yang kongkrit hingga yang abstrak. Kemudian orang tua menanamkan perasaan ingat kepada Allah SWT pada diri anak dalam setiap perilakunya setiap saat 2. Pembinaan ibadah Ibadah merupakan suatu bentuk perbuatan yang dulakukan seseorang dengan tujuan hakiki. Adapun bentuk-bentuk perbuatan yang dilakukan seseorang setiap hari yaitu dengan melaksanakan ibadha shalat, membaca kitab suci Al-Qur'an, berpuasa di bulan Ramadhan, melaksanakan shalat tahajut dan shalat dhuha dan shalat sunat lainnya. Kegiatan ibadah sehari-hari anak
maka orang tua
berkewajiban membimbing dan membina keagamaan anak tersebut upaya yang dilakukan orang tua sebaik mungkin agar pembinaan dapat berhasil. Pada keluarga petani dan buruh pabrik dalam melakukan pembinaan keagamaan anak salah satunya yaitu dalam membina ibadah anak.
Pola pembinaan keagamaan dalam ibadah anak antara keluarga petani dan buruh pabrik mempunyai persamaan. Persamaan itu seperti pada keluarga petani yang diungkapkan oleh bapak Ngabesin, bapak Kasian, bapak Zaeri, ibu Marliyah dan ibu Tik Amanah. Sedangkan keluarga buruh pabrik meliputi bapak Rofiudin, bapak Kamidi, ibu Kamidah, ibu Kartini dan ibu Istiqomah. Di antara kedua keluarga tersebut hal yang sama yaitu dalam membina ibadha shalat anak, membaca tajwid atau AlQur'an dan memasukkan/menitipkan anak ke Taman Pendidikan Al-Qur'an (IPA) serta dalam berdoa ketika mau makan dan mau tidur. Dari persamaan pola pembinaan ibadah anak di antara keluarga petani dan buruh pabrik sebagian besar sama karena pembinaan ibadah merupakan hal terpenting untuk menjadikan bekal anak ketika dewasa nanti. 3. Pembinaan akhlak Pembinaan akhlak anak sangat penting sekali, karena akhlak merupakan cermin bagi diri seseorang. Bila anak memiliki akhlak yang baik, maka sehari-hari anak akan berperilaku baik. Baik dalam keluraga maupun lingkungan sekitar. Orang tua sebagai figur untuk anaknya jadi orang tua harus mempunyai akhlak yang baik, karena anak senang meniru dan mencontoh apa
saja yang didengar, dilihat dan dilakukan setiap hari oleh kedua orang tuanya. Perilaku anak dalam kehidupan sehari-hari berdampak kurang baik ketika anak bergaul dengan teman yang akhlaknya kurang baik, jadi untuk mencegah semua ini maka mulai sejak kecil orang tua memberikan pendidikan akhlak pada anak. Pembinaan akhlak pada keluarga petani antara bapak Kasian, ibu Marliyah dan ibu Tik Amanah mempunyai persamaan, di lingkungan keluarga para orang tua mengajari anak-anaknya untuk saling menghormati terhadap orang tua dan orang lain, serta mengajari anaknya untuk berperilaku baik dan bertutur kata baik. Sebagaimana dalam keluarga buruh pabrik selain anak dibiasakan untuk menghormati orang tua dan orang lain beliau juga melatih anaknya untuk berbicara dengan berbahasa Jawa kepada orang yang lebih tua ungkap ibu Kamidah. Dari ketiga pokok ajaran Islam yang meliputi pembinaan akidah, ibadah dan akhlak, merupakan salah satu kesatuan yang bertujuan untuk membentuk seorang muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah. b. Metode yang digunakan oleh keluarga petani dan buruh pabrik Apabila materi pembinaan keagamaan anak telah diberikan oleh orang tua, maka apa yang akan disampaikan dalam pembinaan keagamaan anak metodenya antara lain:
1. Metode keteladanan Keteladanan dalam pembinaan keagamaan merupakan metode yang sangat efektif, efisien dan sangat berpengaruh dalam mempersiapkan serta membentuk keimanan, amal ibadah dan akhlak anak. Hal ini berpengaruh terhadap tumbuhnya ketakwaan dalam diri sang anak yang tentunya akan mengandung di dalamnya yakni kecerdasan emosi. Orang tua merupakan pendidik yang utama bagi anak-anak ketika dalam lingkup keluargam sehingga orang tua mempunyai peran penting untuk menanamkan suri tauladan kepada anakanaknya. Seperti yang di ungkap oleh bapak Kasian pada keluarga petani, bahwa beliau selalu menerapkan metode kedisiplinan di dalam keluarga. Apabila orang tua melakukan suatu perbuatan yang baik maka anak juga akan meniru perbuatan baik tersebut, misalnya menyayangi anak, dengan begitu anak juga akan menyayangi saya. Sebagaimana apa yang telah diungkapkan oleh bapak Kasian sama seperti ibu Kartini di keluarga buruh pabrik beliau mengungkapkan bahwa orang tua dalam cermin bagi anaknya. Misalnya ketika mengajak anak untuk shalat maka beilau juga harus shalat. Kalau orang tua berperilaku baik anak akan meniru
perilaku baik juga. Jadi, sebagai orang tua harus mempunyai sifat dan perilaku baik karena orang tua sebagai panutan untuk anak. 2. Metode pembiasaan Metode pembiasaan ini dilakukan untuk mempraktekkan penanaman ibadah, akidah dan akhlak. Metode pembiasaan berfungsi agar anak terbiasa dan terlatih untuk beribadah dengan baik dan benar sehingga diharapkan metode ini diterapkan pada anak sejak usia dini. Dari hasil penelitian yang penelitian lakukan, pembinaan ibadah yang dilakukan antara keluarga petani dan buruh pabrik mayoritas para kedua orang tua sama-sama membiasakan anakanaknya
untuk
menjalankan/melakukan
ibadah
shalat,
memasukkan anak ditempat pendidikan Al-Qur'an, membaca AlQur'an/tajwid, membaca doa ketika mau makan dan doa mau tidur dan lain sebagainya. 3. Metode nasihat Dalam penerapan metode nasihat hendaknya dilakukan seperlunya, mengingat masa kanak-kanak, cara berpikirnya anak masih bersifat indrawi. Jadi, metode nasihat ini perlu dilakukan sebagai wujud komunikasi dan perhatian orang tua terhadap anak. Dari keluarga petani bapak Ngabesin dan bapak kasian bila anak lalai dalam menjalankan ibadah shalat beilau selalu mengingatkan anaknya untuk shalat. Sedangkan pada keluarga
buruh pabrik yang dilakukan oleh bapak Rofiudin ketika anak ramai di masjid maka beliau menasehati agar tidak ramai karena dapat mengganggu para jamaah yang ada di masjid. Metode ini mempersiapkan anak baik secara moral, emosional maupun sosial untuk pendidikan anak dengan memberikan nasihat-nasehat yang baik. 4. Metode pengawasan dan perhatian Metode ini dilakukan untuk materi penanaman ibadah dan akhlak anak. Metode ini berfungsi untuk mengontrol ibadah dan akhlak anak. Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan dengan keluarga petani dan buruh pabrik, keduanya mempunyai persamaan dalam mendidik dan membina keagamaan anak. Para orang tua antara kedua keluarga tersebut, mereka setiap hari melakukan pengawasan dan memberikan perhatian pada anak ketika kegiatan keagamaan, misalnya para orang tua mengawasi anak dalam menjalankan shalat lima waktu tiba dan perilaku sehari-hari yang anak lakukan. Persamaan dalam membina keagamaan anak dimulai sejak masuk Taman Kanak-kanak, usia tersebut sangat penting agar anak mendapatkan bimbingan, pengarahan dan binaan dari orang tuanya ungkap bapak Kasian dan bapak Zaeri dari keluarga petani. Sama halnya pada keluarga buruh pabrik menurut ibu Istiqomah, beliau membina keagamaan anak sejak usia taman kanak-kanak.
Dari hasil penelitian di antara kedua keluarga tersebut para orang tua ada yang melakukan pembinaan keagamaan pada anak dilakukan sejak usia 4 tahun seperti yang dilakukan oleh ibu Tik Amanah dari keluarga petani dan ibu Kamidah dari keluarga buruh pabrik. Hal di atas relevan dengan yang diungkapkan oleh Mansur (2005: 127) bahwa taman kanak-kanak adalah salah satu bentuk satuan pendidikan usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan umum dan pendidikan keagamaan Islam bagi anak usia 4-6 tahun. Umur taman kanak-kanak adalah umur yang paling subur untuk menanamkan rasa agama pada anak, umur pertumbuhan kebiasaan-kebiasaan yang sesuai dengan ajaran agama melalui permainan dan perlakuan dari orang tua dan guru. Kepercayaan dan kepercayaan guru taman kanak-kanak akan mewarnai pertumbuhan agama pada anak (Daradjat, 1970: 111). Problema yang terjadi pada keluarga petani dan buruh pabrik mempunyai persamaan dalam membina keagamaan anak. Problema tersebut dialami oleh bapak Ngabesin dari keluarga petani dan ibu Kartini dari keluarga buruh pabrik. Kedua keluarga tersebut mengungkapkan apabila anak tidak mau berangkat ke TPA untuk mengaji, maka para orang tua petani dan buruh pabrik
dengan membujuk dan merayu anak serta memberikan uang untuk sangu agar anak mau berangkat ke TPA. Meskipun aktivitas atau kesibukan orang tua dalam bekerja hari, tetapi para orang tua keluarga petani dan buruh pabrik keduanya sama-sama lebih mementingkan pendidikan agama bagi anak-anaknya. Selain itu dalam setiap membina keagamaan, kedua keluarga tersebut selalu memberi motivasi dan support dalam setiap memberikan bimbingan dengan adanya motivasi dari orang tua anak akan merasa lebih senang untuk melakukan kegiataan keagamaan. Mayoritas para orang tua keluarga petani dan buruh pabrik dalam membina keagamaan anak-anaknya dilakukan di lingkungan keluarga yang pembinanya adalah orang tua sendiri, namun ada juga yang dalam membina keagamaan anak para orang tua menyerahkan kepada lembaga-lembaga pendidikan yang ada disekitar baik lembaga formal maupun lembaga non formal.
c. Memasukkan Anak-Anak ke Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPA) Disamping orang tua mendidik dan membina langsung anakanaknya di rumah, orang tua berupaya mendorong anaknya untuk masuk ke Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPA) supaya anak lebih memahami pendidikan agama.
Dari hasil penelitian di Dusun Klurahan persamaan antara keluarga petani dan buruh pabrik yaitu problem dalam pola pembinaan keagamaan anak. Ketika anak sulit disuruh untuk berangkat, sehingga para orang tua mempunyai solusi untuk memecahkan problema tersebut. Bapak Ngabesin dari keluarga petani dan ibu Kartini dari keluarga buruh pabrik bila anak tidak mau berangkat ke TPA, maka beliau membujuk dan merayu anak agar mau berangkat serta memberi uang kepada anak. Waktu yang digunakan dalam membimbing dan membina anak dilakukan setiap hari, tetapi di dalam petani dan buruh pabrik melakukannya pada waktu sore sampai malam, misalnya ketika TPA, mengaji setelah shalat maghrib dan ketika shalat tiba. Dengan adanya pembinaan keagaman anak yang dilakukan oleh para orang tua pada keluarga petani dan buruh pabrik, memberikan manfaat yang sangat besar pada anak. Dalam hal ini para orang tua merasakan adanya perubahan yang lebih baik pada diri anak. Perubahan itu baik berupa dalam beribadah maupun berperilaku.
2. Perbedaan Selama melakukan pembinaan pada anak, para orang tua keluarga petani dan buruh pabrik mempunyai problem yang berbeda antara keluarga satu dengan keluarga yang lain. Begitu pula solusi yang ditempuh juga berbeda. Solusi yang dilakukan orang tua dalam membina keagamaan anak, seperti yang diungkapkan bapak Kasian, bapak Ngabesin dan bapak
Zaeri pada keluarga petani, menurutnya bila anak malas untuk berangkat ke TPA anak selalu diberi motivasi dan dibujuk, dirayu serta diberi uang buat sangu ngaji. Lain halnya dengan ibu Kamidah dan ibu Istiqomah dari keluarga buruh pabrik bila anak tidak menuruti perintah orang tua, kedua orang tuanya memberi peringatan, sekali terkadang sampai menjewer ungkap ibu Istiqomah. Sedangkan yang diungkapkan ibu Kamidah kalau anak tidak menuruti perintah kedua orang tuanya, maka beliau memberi hukuman misalnya dengan hukuman "jewer", kalau masih diberi hukuman masih tidak nurut anak dibiarkan semaunya sendiri. Mendidik anak dalam keluarga diharapkan agar anak mampu berkembang kepribadiannya, menjadi manusia dewasa memiliki sikap positif terhadap agama, kepribadian kuat dan mandiri, berperilaku ihsan, potensi jasmani dan rohani serta intelektual yang berkembang secara optimal. Untuk mewujudkan hal itu ada berbagai cara dalam pola pembinaan yang dilakukan oleh orang tua dalam keluarga. Jadi, perbedaan antara keluarga petani dan buruh pabrik itu terdapat dalam pola pembinaan dari orang tuanya yaitu pola pembinaan otoriter. Pola pembinaan otoriter adalah pola pembinaan yang ditandai dengan cara mengasuh anak dengan aturan-aturan ketat, seringkali memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya (orang tuanya), kebebasan untuk bertindak atas nama diri sendiri di batasi. Pola pembinaan yang bersifat otoriter ditandai dengan hukuman-hukumannya yang dilakukan
dengan keras, mayoritas hukuman itu sifatnya badan dan anak diatur membatasi perilakunya. Sebagaimana yang dilakukan ibu Tik Amanah pada keluraga petani jika anak malas belajar, dengan menuruti kemauan anak lebih dahulu, tanpa menggunakan hukuman/sangsi agar anak mau belajarpun anak tetap mau belajar, asalnya kemauan anak lebih dulu diturui. Berbeda lagi dengan ibu Kamidah dari keluarga buruh pabrik, meskipun di rumah sudah ada tata tertib, bila anaknya tidak mau menuruti perintah beilau memberi hukuman "jewer", agar anak jadi nurut. Dalam keluarga yang mempunyai anak masih kecil atau belum baligh seperti pada keluarga Ibu Marliyah pada keluarga petani, beliau melatih dan dibiasakan untuk berpuasa di bulan Ramadhan meskipun hanya puasa sampai setengah hari (puasa bedug). Tetapi lain halnya pada keluarga buruh pabrik yang diungkapkan bapak Kamidi bila anak sudah baligh/dewasa, maka anak harus mengerjakan puasa bulan Ramadhan karena di bulan itu berpuasa wajib hukumnya. Sebagai seorang petani tempat untuk bekerja yaitu di sawah/ di ladang lagi pula sawah tersebut milik sendiri, sehingga waktu kerja bagi para keluarga petani tidak terikat oleh waktu/atas keinginannya sendiri. Jadi, para orang tua pada keluarga petani lebih banyak meluangkan waktunya untuk membina kegiatan keagamaan anak. Sedangkan untuk seorang pekerja buruh pabrik yang tempat kerjanya di pabrik dan milik perusahaan/PT, sehingga waktu/jadwal bekerja sudah ditentukan oleh
pabrik itu. Jadi harus nurut aturan-aturan yang ada di pabrik. Sehingga para orang tua pada keluarga buruh pabrik kadang kurang dalam membina keagamaan anak. Pembinaan yang dilakukan bapak Kasian pada keluarga petani yaitu menanamkan sikap kedisiplinan kepada anak. Menurut beliau dengan membiasakan anak berdisiplin sehari-hari dalam ibadah, maka akan terbiasa disiplin dalam beribadah. Sedangkan dalam keluarga buruh pabrik orang tua memberikan pendidikan akhlak, ibadah dan akidah anak ungkap bapak Rofiudin. Anak sebaiknya di tuntun dengan disiplin dan rasa tanggung jawab yang tinggi agar mereka mau dan bisa melakukan ibada yang telah diajarkan. Dengan penerapan disiplin pembiasaan praktis menjalankan ibadah, anak akan mampu menerapkan pengetahuan agamanya dalam kehidupan sehari-hari (Graha, 2007: 173). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa diantara keluarga petani dan buruh pabrik terdapat persamaan dan perbedaan dalam pola pembinaan keagamaan anak. Tabel VII Persamaan keluarga petani dan
Perbedaan keluarga petani dan
buruh pabrik
buruh pabrik
Persamaan keluarga petani dan
Perbedaan keluarga petani dan
buruh pabrik
buruh pabrik
1. Materi
pendidikan
yang
1. Dalam mengambil solusi yang
diberikan orang tua meliputi
dilakukan
akidah, ibadah dan akhlak
dengan
2. Metode yang digunakan dalam pembinaan meliputi
keagamaan metode
itu
keteladaan,
metode
pembiasaan,
metode
nasihat
dan
metode
pengawasaan serta perhatian 3. Problematika
yang
keluarga memberi
petani motivasi
sedangkan di keluarga buruh pabrik orang tua memberi peringatan
dan
hukuman
kepada anak 2. Pola pembinaan keagamaan anak yang dilakukan keluarga
muncul
petani
dengan
memberi
ketika melakukan pembinaan
motivasi dan rayuan pada anak
keagamaan anak dalam kegiatan
dan
TPA
menggunakan pola pembinaan
4. Pembinaan
anak
dilakukan
sejak kecil
buruh
pabrik
otoriter 3. Keluarga petani sejak kecil
5. Anak selalu diberi motivasi oleh
anak dilatih berpuasa setengah
orang tuanya pada saat kegiatan
hari
keagamaan
buruh pabrik anak yang sudah
6. Pembinaan
dilakukan
di
lingkungan keluarga tetapi ada juga yang dilakukan di lembaga formal maupun non formal
sedangkan
dikeluarga
baliq diwajibkan puasa satu bulan 4. Waktu dalam bekerja pada keluarga petani tidak terikat
Persamaan keluarga petani dan
Perbedaan keluarga petani dan
buruh pabrik
buruh pabrik
7. Pembinaan keagamaan di TPA
oleh waktu sehingga orang tua lebih
banyak
waktu
dalam
meluangkan membina
keagamaan anak sedangkan untuk keluarga buruh pabrik karena waktu kerja terikat oleh pabrik/PT,
sehingga
orang
tuanya kurang dalam membina keagamaan anak.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan paparan data mengenai pola pembinaan keagamaan anak pada keluarga petani dan buruh pabrik, penulis simpulkan asebagai berikut : 1. Pola Pembinaan keagamaan anak-anak di Dusun klurahan baik keluarga petani maupun keluarga buruh pabrik,sebagian besar dilakukan oleh keluarga mereka. Namun ada juga yang diserahkan kepada lembagalembaga formal maupun nonformal.
Pembinaan keagamaan yang
dilakukan pada keluarga petani dan buruh pabrik meliputi tiga aspek yaitu pembinaan aqidah.,akhlak,ibadah dan metode yang digunakan orang tua dalam
menyampaikan
materi
pendidikan
meliputi
metode
keteladan,pembiasan,nasehat dan pengawasan. Sedangkan metodenya yaitu dengan menggunakan metode pembiasaan dan latihan yang menyangkut bidang ibadah. 2. Problema yang dialami oleh bapak Ngabesin pada keluarga petani selama membina keagamaan anak yaitu anak lebih senang bermain dengan teman-temannya dari pada diberikan pendidikan keagamaan misalnya TPA. Maka solusi yang ditempuh beliau adalah memberi motivasi pada anak dengan memberi uang serta merayu dan membujuk anak agar melakukan kegiatan (TPA). Sedangkan problematika yang dialami oleh
bapak Kamidi paa keluarga buruh pabrik yaitu anaknya senang menonton televisi dari pada belajar. Ketika belajar 2 sampai 3 jam anak serng marag dan malas karena terlalu lama menurutnya. Jadi, solusi yang Bapak Kamidi lakukan yaitu dengan meredam emosi sampai emosinya dapat dikendalikan. Setelah itu mengingatkan anak untuk menyadari akan kesalahannya dan memberi motivasi. 3. Persamaan dalam pola pembinaan keagamaan anak yaitu pembinaan yang dilakukan orang tua pada keluarga petani dan buruh pabrik dimulai sejak kecil sesuai denagn tingkat perkembangan dan pertumbuhan anakanaknya. Dan dengan membiasakan pemberian materi dan metode pendidikan kepada anak. Sedangkan perbedaannya yaitu pada keluarga petani dalam setiap mengambil solusi orang tua selalu memberi motivasi pada anak-anaknya,tetapi pada keluarga buruh pabrik anak yang tidak mau menuruti perintah orang tua,maka anak diberi peringatan bahkan sampai memberi hukuman misalnya menjewer anak. B. Saran-saran Berdasarkan hasil yang telah dicapai dalam penelitian, selanjutnya dapat di rumuskan beberapa saran di antaranya sebagai berikut: 1. Kepada orang tua a. Sesibuk apapun orang tua dalam bekerja hendaklah tetap mengadakan pengawasan terhadap anak-anaknya disebabkan dampak pergaulan, pengaruhnya sangat besar terhadap tingkah laku anak, sebab tanpa
adanya kontrol dan pengawasan dari orang tua akan menimbulkan halhal yang tidak diinginkan. b. Orang tua hendaknya harus lebih meningkatkan pembinaannya terhadap anak-anaknya, karena dengan meningkatkan pembinaan keagamaan tersebut dapat mempengaruhi tingkat perilaku keagamaan anak. c. Orang tua hendaknya lebih giat untuk membina anak-anak dalam menjalankan ibadah. d. Tanamkan kepada anak-anak pendidikan agama sejak kecil, agar setelah dewasa nanti anak mempunyai keyakinan agama yang kuat sehingga tidak mudah terbawa arus perubahan zaman dan pengaruh lingkungan yang buruk. e. Berikan kepada anak-anak contoh yang baik, ciptakan suasana dalam rumah itu suasana yang penuh kasih sayang dan Islami. 2. Kepada anak a. Hendaknya lebih ditingkatkan lagi dalam menjalankan ibadah b. Mengurangi jam dalam bermain dengan teman dan menambah waktu untuk pendidikan keagamaan 3. Kepada masyarakat Masyarakat lebih menggiatkan lagi kegiatan keagamaan berupa pengajian yang ada baik untuk anak-anak, remaja maupun orang tua, agar kehidupan beragama lebih semarak.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsini. 1989. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Bina Aksara. Arifin, Bambang Samsul. 2008. Psikologi Agama. Bandung: Pustaka Setia. Azmi, Muhammad. 2006. Pembinaan Akhlak Anak Usia Pra Sekolah. Belukar. Yogyakarta. Daradjat, Zakiyah. 1970. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang. Departemen Agama. 1982. Al-Qur'an dan Terjemahannya. Asy Syifa', Semarang. Graha, Charriniza. 2007. Keberhasilan Anak Tergantung Orang Tua. Jakarta: PT. Elex Media Kamputindo. Hadi, Sutrisno. 1970. Metodologi Research. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM. Hafizh, Muhammad. 1997. Pendidikan Anak Usia Dini Bersama Rasulullah. Cet. 5. Bandung: Al-Bayan. Hadiyanto, Nur. 2009. Tayangan Perusak Pendidikan. Rindang. Islamiyah, Djamiatul. 1995. Perkembangan Agama Anak. Tinjauan Karakteristik Psikologis. AT-Tarbiyah Jalaluddin. 2000. Psikologi Agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo Jakarta. Mansur. 2007. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Mustofa, Yasin. 2007. EQ untuk Anak Usia Dini dalam Pendidikan Islam. Sketsa.
Moleong, Lexy. J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Cet Keenam Belas. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Nasution. 2003. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. Nasution. 1996. Metode Research. Jakarta: Bumi Aksara. Nasution, Harun. 1995. Islam Rasional. Bandung: Mizan. Poerwadarminto, W.J.S. 2006. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. Surin, Bahtiar. 1978. Terjemah dan Tafsir Al-Qur'an. Bandung: Fa. Sumatra. Sahih Buchori. 1992. Juz Awal. Bairut. Yunani Surachmad, Winarno. 1972. Dasar-Dasar Tekhnik Research. Bandung: CV. Tarsito. Tim Redaksi. 2007. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustakan.
HASIL WAWANCARA Nama
: Rofiudin
Tanggal lahir : Semarang, 17 Februari 1979 Pekerjaan
: Buruh Pabrik
Tanggal
: 11 Oktober 2009
Waktu
: 13.15 WIB
Peneliti
:
Assalamu'alaikum
Responden
:
Waalaikumsalam
Responden
:
Silahkan duduk dulu
Peneliti
:
Ya, pak!
Responden
:
Ada keperluan apa mbak?
Peneliti
:
Begini pak … saya mahasiswa dari STAIN salatiga semester sembilan dalam tugas akhir saya mengadakan penelitian di dusun ini. Saya minta tolong kepada bapak untuk membantu saya dalam memberikan jawaban atas pertanyaan yang akan saya ajukan
Responden
:
Begitu ya! Silahkan mbak mau tanya apa
Peneliti
:
Bagaimana cara bapak membina keagamaan anak?
Responden
:
Saya memberikan anak pendidikan akidah, ibadah dan akhlak. Cara yang saya tempuh dengan mengajari shalat ke masjid, meskipun belum melakukan shalat tetapi saya mengajari anak untuk bersalaman setelah selesai shalat, selain itu saya mengajari anak membaca basmalah, mengajari membaca doa mau tidur dan mau makan, ikut TPA serta saya
mengenalkan nama-nama Allah dan nama Nabi Peneliti
:
Sejak
usia
berapakah
bapak
melakukan
pembinaan
keagamaan anak? Responden
:
Usia 2,5 tahun Mungkin masih terlalu kecil usia segitu, tetapi pada usia itu anak sudah bisa memahami keadaan sekitarnya
Peneliti
:
Kapan waktu pelaksanaan dalam membina keagamaan anak yang bapak lakukan?
Responden
:
Setelah bangun tidur dan ketika anak mau tidur, ba'dha maghrib dan hari-hari libur, terutama pada waktu shalat tiba. Kalau ibunya libur pasti ibunya yang aktif membimbing anak
Peneliti
:
Motivasi apa yang bapak berikan kepada anak agar mau melaksanakan kegiatan keagamaan?
Responden
:
Mengarahkan dengan kata-kata yang halus bila anak salah dalam berbuat salah, sehingga anak tidak tersinggung
Peneliti
:
Selain itu, apa bapak memberi hadiah berupa uang untuk memotivasi anak?
Responden
:
Tidak mbak! Nanti kalau dalam setiap anak mau melakukan kegiatan keagamaan selalu diberi uang nanti anak jadi ketagihan, bila tidak dikasih dia tidak mau melakukan kegiatan itu
Peneliti
:
Bagaimana
perilaku
anak
sehari-hari
dengan
adanya
pembinaan dari bapak? Responden
:
Anak nakal, terkadang merasa bosan dan mengalihkan
perhatian,
terus
pembinaan
dihentikan
sebentar
dan
mengikuti apa yang diinginkannya Peneliti
:
Apakah bapak memantau kegiatan keagaman anak yang meliputi shalat, mengaji, TPA?
Responden
:
Ya, pada waktu shalat berjamaah dan mengaji saya mengajak anak ke masjid meski belum melakukan shalat
Peneliti
:
Apakah anak bapak sering menuruti perintah apabila disuruh untuk melaksanakan kegiatan keagamaan?
Responden
:
Kadang-kadang, ketika saat teman-temannya pergi ke masjid untuk mengaji baru anak saya mau mengaji
Peneliti
:
Apa
problematika
yang
muncul
dalam
pembinaan
keagamaan anak? Responden
:
Ketika anak saya diajak ke masjid untuk menunaikan shalat kadang anak saya guyon di dalam masjid sehingga menganggu para jamaah yang sedang shalat. Bila saya memberi peringatan pada dia, dia malah semakin bertambah nakal dan bergurau
Peneliti
:
Terus bagaimana solusi yang bapak tempuh untuk mengatasi problema tersebut?
Responden
:
Memberi peringatan kepada anak agar ketika shalat jamaah di masjid dia tidak guyon serta saya beri pengarahan yang baik agar dia dapat merubah kelakuannya menjadi lebih baik
Peneliti
:
Saya rasa sudah cukup, terima kasih ya pak!
Responden
:
Ya, sama-sama
HASIL WAWANCARA
Nama
: Istiqomah
Tanggal lahir : Semarang, 19 Oktober 1976 Pekerjaan
: Buruh Pabrik
Tanggal
: 20 Oktober 2009
Waktu
:
Peneliti
:
Assalamu'alaikum
Responden
:
Waalaikumsalam
Responden
:
Silahkan duduk dulu
Peneliti
:
Ya, ibunya ada Dik?
Responden
:
Ada mbak, sebentar saya panggilkan dulu
Responden
:
Ada apa mbak?
Peneliti
:
Bu saya minta tolong waktunya sebentar, saya harap ibu mau membantu saya
Responden
:
Ada yang bisa saya bantu?
Peneliti
:
Saya minta tolong ibu nanti menjawab apa yang akan saya tanyakan kepada ibu?
Responden
:
Ya, silahkan!
Peneliti
:
Bagaimana cara ibu membina keagamaan anak?
Responden
:
Saya dan sumi saya bersama-sama membimbing serta membina keagamaan anak. Saya membiasakan anak untuk shalat lima waktu, memakai kerudung, melatih membaca doa
setelah selesai shalat, mengajari doa mau makan dan sebelum tidur serta mengaji TPA Peneliti
:
Sejak usia berapakah ibu melakukan pembinaan keagamaan anak?
Responden
:
Ketika masuk TK
Peneliti
:
Kapan waktu pelaksanaan dalam membina keagamaan anak yang ibu lakukan?
Responden
:
Setiap waktu shalat dan waktu sore saya bimbing anak untuk mengaji di TPA dan mengaji di pak ustad
Peneliti
:
Motivasi apa yang ibu berikan kepada anak agar mau melaksanakan kegiatan keagamaan?
Responden
:
Saya memberi perhatian penuh pada anak
Peneliti
:
Bagaimana
perilaku
anak
sehari-hari
dengan
adanya
pembinaan dari ibu? Responden
:
Alhamdulillah baik
Peneliti
:
Apakah ibu memantau kegiatan keagamaan anak yang meliputi shalat, mengaji, TPA?
Responden
:
Ya kadang-kadang, karena setiap hari, saya tidak bisa mengikuti kegiatan keagamaan anak sebab saya bekerja di pabrik jadi waktu kerjanya tidak menentu tergantung jadwal pabrik
Peneliti
:
Apakah anak ibu sering menuruti perintah apabila disuruh untuk melaksanakan kegiatan keagamaan
Responden
:
Kadang-kadang
Peneliti
:
Apa problematika yang muncul selama membina keagamaan anak?
Responden
:
Ketika puasa di bulan ramadhan, anak saya terkadang sulit dibangunkan untuk makan sahur bersama, disaat hari pertama puasa sampai hari ketiga anak masih gampang dibangunkan tetapi hari-hari berikutnya anak merasa malas jika dibangunkan
Peneliti
:
Bagaimana solusinya bu?
Responden
:
Bila anak tidak nurut saya memberi peringatan satu kali bila tidak mau menurut maka saya menjewernya
Peneliti
:
Terima kasih ya bu ….
Responden
:
Sama-sama
Peneliti
:
Assalamualaikum
Responden
:
Waalaikum salam
HASIL WAWANCARA
Nama
: Kamidah
Tanggal lahir : Semarang, 2 November 1963 Pekerjaan
: Buruh Pabrik
Tanggal
: 18 Oktober 2009
Waktu
:
Peneliti
:
Assalamu'alaikum
Responden
:
Waalaikum salam
Responden
:
Ada apa mbak?
Peneliti
:
Saya ingin ibu membantu saya dalam memberikan jawaban atas pertanyaan yang akan saya ajukan nanti
Responden
:
Soal apa?
Peneliti
:
Tentang pembinaan keagamaan anak
Responden
:
Saya bantu, tapi sebisanya ya mbak!
Peneliti
:
Yang ingin saya tanyakan bagaimanakah cara ibu membina keagamaan anak?
Responden
:
Caranya yaitu dengan mengajari anak shalat, mengaji di TPA dan membiasakan anak untuk menghormati orang tua dan orang lain. Misalnya melatih berbicara dengan menggunakan bahasa Jawa
Peneliti
:
Sejak usia berapakah ibu melakukan pembinaan keagamaan anak?
Responden
:
Sejak usia 4 tahun. Pada usia itu saya mulai menanamkan pendidikan agama karena pendidikan agama itu sangat penting
Peneliti
:
Kapan waktu pelaksanaan dalam membina keagamaan anak yang ibu lakukan?
Responden
:
Sore hari, saya menyuruh anak untuk mengaji serta ketika shalat tiba
Peneliti
:
Motivasi apa yang ibu berikan kepada anak agar mau melaksanakan kegiatan keagamaan?
Responden
:
Dengan merayunya sebelum mengaji di TPA, misalnya ngaji yang biar pintar
Peneliti
:
Bagaimana
perilaku
anak
sehari-hari
dengan
adanya
pembinaan dari ibu? Responden
:
Alhamdulillah lebih baik, lebih sopan asalkan kemauannya dituruti
Peneliti
:
Apakah ibu memanta kegiatan keagamaan anak yang meliputi shalat, mengaji, TPA?
Responden
:
Sering memantau, sepulang dari TPA saya bertanya pada anak tadi ngajinya bagaimana lulus apa tidak?
Peneliti
:
Apakah anak ibu sering menuruti perintah, apabila disuruh untuk melaksanakan kegiatan keagamaan?
Responden
:
Kadang iya, kadang tidak Bila di suruh ke TPA sering tidak nurut, maka saya harus merayunya dulu
Peneliti
:
Apa
prolmematika
yang
muncul
dalam
pembinaan
keagamaan anak? Responden
:
Saat mau berangkat untuk mengaji ke TPA dan untuk mengulang pelajaran yang telah diajarkan oleh bapak ustad. Sehingga kadang saya merasa jengkel dan kewalahan dalam membinanya
Peneliti
:
Bagaimana solusi yang ibu tempuh untuk mengatasi problema tersebut?
Responden
:
Saya membuat tata tertib di rumah. Ketika anak tidak mau menjalankan perintah saya memberi hukuman (jewer), tetapi kalau memang sudah diberi sangsi dia masih tidak mau menjalankan
perintah,
maka
saya
membiarkan
semaunya sendiri dan sesuai dengan keinginannya Peneliti
:
Saya kira sudah cukup bu, terima kasih yang bu!
Responden
:
Ya, sama-sama
Peneliti
:
Assalamu'alaikum
Responden
:
Waalaikum salam
anak
HASIL WAWANCARA
Nama
: Kamidi
Tanggal lahir : Semarang, 8 Agustus 1972 Pekerjaan
: Buruh Pabrik
Tanggal
: 15 Oktober 2009
Waktu
: 09.30 WIB
Peneliti
:
Assalamu'alaikum
Responden
:
Waalaikumsalam
Peneliti
:
Pak saya kesini sedang melakukan penelitian, karena saya melakukan penelitian di dusun sini. Jadi saya mau minta tolong pada bapak mau membantu saya
Responden
:
Apa yang bisa saya bantu mbak?
Peneliti
:
Nanti saya mengajukan pertanyaan kepada bapak kemudian bapak menjawabnya
Responden
:
Ya mbak! Tapi sebisa saya dalam menjawab
Peneliti
:
Bagaimana cara bapak membina keagamaan anak?
Responden
:
Ketika anak mengerjakan shalat, mengaji dan menyuruh anak untuk berpuasa di bulan ramadhan
Peneliti
:
Anak bapak ikut mengaji di TPA?
Responden
:
Tidak, anak saya tidak mau ngaji TPA tetapi saya menitipkan ngaji ke bapak ustad/guru ngaji saja
Peneliti
:
Apakah istri bapak juga membina keagamaan anak?
Responden
:
Ya, ketika waktu libur istri saya yang membina dan membimbing anak
Peneliti
:
Sejak
usia
berapakah
bapak
melakukan
pembinaan
keagamaan anak? Responden
:
Sejak kecil sampai usia + 12 tahun
Peneliti
:
Kapan waktu pelaksanaan dalam membina keagamaan anak yang bapak lakukan?
Responden
:
Ketika waktu shalat tiba dan mengaji Al-Qur'an
Peneliti
:
Apa bapak selalu memberi motivasi pada anak dalam pembinaan keagamaan?
Responden
:
Ya, agar anak saya bersemangat baik menjalankan ibadah maupun belajar sehai-hari
Peneliti
:
Bagaimana
perilaku
anak
sehari-hari
dengan
adanya
pembinaan dari bapak? Responden
:
Anak saya menjadi lebih baik, tetapi kadang baik kadang kurang baik
Peneliti
:
Apakah bapak memantau kegiatan keagamaan anak yang meliputi shalat, mengaji, TPA?
Responden
:
Ketika saya kerja masuk pagi dan pulang siang, sorenya saya bisa memantau kegiatan anak dari mulai mengerjakan shalat, mengaji dan bermain dengan teman-temannya
Peneliti
:
Apakah anak bapak sering menuruti perintah apabila disuruh untuk melaksanakan kegiatan keagamaan?
Responden
:
Kadang ia, kadang tidak
Peneliti
:
Problematika apa yang muncul dalam pembinaan keagamaan anak?
Responden
:
Bila anak saya sedang asyik bermain dengan temantemannya, karena asyiknya dia bermain jadi dia lupa untuk melaksanakan shalat, maka setiap waktu saya harus mengingatkannya. Apabila pada waktu malam hari saya membimbing anak untuk belajar di rumah karena acara televisi yang menarik jadinya anak saya belajar hanya beberapa menit saja kalau lama-lama anak saya mutung dan marah sehingga tidak mau belajar
Peneliti
:
Bagaimana solusi untuk mengatasi problema tersebut?
Responden
:
Dengan meredam emosi anak sampai emosinya dapat dikendalikan, setelah itu saya baru mengingatkan anak untuk menyadari akan kesalahan yang telah diperbuat
Peneliti
:
Terima kasih pak atas waktu dan jawabannya
Responden
:
Ya….
Peneliti
:
Assalamu'alaikum
Responden
:
Waalaikum salam
HASIL WAWANCARA
Nama
: Kartini
Tanggal lahir : Semarang, 25 Februari 1985 Pekerjaan
: Buruh Pabrik
Tanggal
: 18 Oktober 2009
Waktu
: 10.00 WIB
Peneliti
:
Assalamu'alaikum
Responden
:
Waalaikumsalam
Responden
:
Silahkan duduk
Peneliti
:
Ya, bu ….
Responden
:
Ada apa mbak?
Peneliti
:
Begini bu, saya mahasiswa dari STAIN Salatiga mau minta tolong kepada ibu untuk menjawab pertanyaan yang akan saya ajukan nanti. Dalam pembuatan tugas akhir saya mengadakan penelitian di dusun sini dan saya mengamabil ibu sebagai sampelnya
Responden
:
Ya, tapi apakah saya bisa menjawabnya
Peneliti
:
Insyaallah ibu bisa menjawab, mudah kok bu ….
Peneliti
:
Begini bu, bagaimana cara ibu membina keagamaan anak?
Responden
:
Nggih sal sagete kulo, saya akan berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan saya. Misalnya ketika shalat, mengaji, TPA, mengaji Al-Qur'an dan ketika belajar
Peneliti
:
Sejak usia berapakah ibu melakukan pembinaan keagamaan anak?
Responden
:
Sejak kecil
Peneliti
:
Kapak waktu pelaksanaan dalam membina keagamaan anak yang ibu lakukan?
Responden
:
Saya masuk kerja hanya pagi saja sampai siang sekitar jam 14.00 WIB. Jadi, saya bisa membina keagamaan anak pada waktu sore sampai malam hari
Peneliti
:
Lama banget bu? Mengapa?
Responden
:
Ya, karena kebanyakan kegiatan anak dilakukan pada sore hari sampai malam, misalnya mengaji di tPA, shalat maghrib, ngaji sampai aak belajar
Peneliti
:
Apa ibu selalu memberi motivasi pada anak? Apa?
Responden
:
Ya, saya beri uang untuk mengaji
Peneliti
:
Bagaimana
perilaku
anak
sehari-hari
dengan
adanya
pembinaan keagamaan dari ibu? Responden
:
Ya, alhamdulillah menjadi lebih baik
Peneliti
:
Apakah ibu memantau kegiatan keagamaan anak yang meliputi shalat, mengaji, TPA?
Responden
:
Ya, kalau tidak dipantau anak saya kadang tidak mau melakukan kegiatan itu seperti shalat, mengaji dan TPA
Peneliti
:
Apakah anak ibu sering menuruti perintah apabila disuruh untuk melaksanakan kegiatan keagamaan?
Responden
:
Kadang nurut kadang tidak. Anak saya menuruti apa yang
saya perintahkan tetapi bila kemauannya juga dituruti dan sebaliknya, anak saya marah dan jengkel bila kemauannya tidak ditururi saya Peneliti
:
Apakah
prolmeatika
yang
muncul
dalam
pembinaan
keagamaan anak? Responden
:
Ketika dalam membimbing anak saat shalat, anak saya sedang asyik menonton televisi bila disuruh untuk shalat dia tidak langsung mengerjakannya
Peneliti
:
Terus solusinya bagaimana bu?
Responden
:
Saya mengingatkan dan menegurnya untuk mematikan televisi dan segera mengerjakan shalat, serta ketika anak tidak mau berangkat ke TPA saya harus merayunya dulu dan memberi uang untuk sangu ngaji
Peneliti
:
Saya rasa sudah cukup, terima kasih bu?
Responden
:
Sama-sama
Peneliti
:
Assalamu'alaikum
Responden
:
Waalaikum salam
HASIL WAWANCARA
Nama
: Kasian
Tanggal lahir : Semarang, 1 Juli 1969 Pekerjaan
: Petani
Tanggal
: 7 Oktober 2009
Waktu
: 16.00 WIB
Peneliti
:
Assalamu'alaikum
Responden
:
Waalaikumsalam
Responden
:
Ada yang bisa saya bantu? Mbak dari mana?
Peneliti
:
Begini pak saya mau minta tolong kepada bapak untuk menjawab pertanyaan dari saya. Saya mahasiswa dari STAIN Salatiga
Responden
:
Kuliah ya mbak?
Peneliti
:
Ya, pak!
Responden
:
Untuk keperluan apa to mbak?
Peneliti
:
Untuk menyelesaikan tugas akhir/skripsi dan saya melakukan penelitian di dusun sini
Peneliti
:
Begitu ya…langsung saja mbak! Apa yang mbak tanyakan
Peneliti
:
Em…bagaimana cara bapak membina keagamaan anak?
Responden
:
Di dalam mendidik anak dalam keluarga, saya menerapkan sikap disiplin terutama dalam pendidikan agama, dengan adanya kedisiplinan anak akan terbiasa bersikap disiplin.
Sehai-hari saya membiasakan anak untuk shalat limat waktu, saya membimbing anak untuk mengaji ke TPA dan memberi pengarahan untuk mengulang apa yang telah dipelajari selama di TPA, mengajari bagaimana tata cara shalat, membaca iqra sampai membaca Al-Qur'an dan saya mengajari berdoa sehabis shalat Peneliti
:
Sejak
usia
berapakah
bapak
melakukan
pembinaan
keagamaan anak? Responden
:
Sejak masuk taman kanak-kanak
Peneliti
:
Kapan waktu pelaksanaan dalam membina keagamaan yang bapak lakukan?
Responden
:
Setiap hari, ketika waktu shalat tiba dan saya menyuruh anak membaca Al-Qur'an setiap hari sehabis maghrib
Peneliti
:
Motivasi apa yang bapak berikan kepada anak agar mau melaksanakan kegiatan keagamaan?
Responden
:
Cukup dengan memberi pengarahan dan berbicara yang baik kepada anak
Peneliti
:
Bagaimana
perilaku
anak
sehari-hari
dengan
adanya
pembinaan dari bapak? Responden
:
Anak saya semakin menjadi lebih baik dari sebelumnya
Peneliti
:
Apakah bapak memantau kegiatan keagamaan anak-anak yang meliputi shalat, mengaji, TPA?
Responden
:
Ya, sering mematau, ketika waktu shalat tiba, misalnya ketika suara azan telah dikumandangkan saya menyuruh anak
untuk segera mengambil air wudlu dan peralatan shalat untuk menunaikan shalat berjamaah di mushola/masjid serta ketika sore saya menyuruh anak untuk berangkat mengaji di TPA Peneliti
:
Apakah anak bapak sering menuruti perintah apabila disuruh untuk melaksanakan kegiatan keagamaan?
Responden
:
Selalu menuruti apa yang saya perintahkan, misalnya ketika sore, sudah waktunya TPA tanpa disuruhpun anak saya langsung berangkat ke TPA
Peneliti
:
Apa
problematika
yang
muncul
dalam
pembinaan
keagamaan? Responden
:
Anak saya itu penurut, jadi jarang sekali saya mengalami problem, ya ada sih, cuma ketika belum mengerjakan shalat saya harus mengingatkannya saja dan ketika berangkat ke TPA kadang anak saya malas
Peneliti
:
Terus bagaimana solusi yang bapak tempuh?
Responden
:
Em…ketika anak saya sulit untuk menunaikan shalat lima waktu, saya selalu memberi motivasi pada anak dan mengingatkan anak jika lalai belum mengerjakan shalat. Sedangkan bila anak malas berangkat ke TPA, saya membujuk dan merayunya serta memberi uang jajan dengan begitu anak saya mau berangkat
Peneliti
:
Terima kasih ya pak….
Responden
:
Ya, sama-sama
Peneliti
:
Kalau begitu saya pamit dulu, assalamu'alaikum
Responden
:
Ya,… waalaikum salam
HASIL WAWANCARA Nama
: Marliyah
Tanggal lahir : Semarang, 15 April 1960 Pekerjaan
: Petani
Tanggal
: 10 Oktober 2009
Waktu
: 09.30 WIB
Peneliti
:
Assalamu'alaikum
Responden
:
Waalaikumsalam
Peneliti
:
Maaf, kedatangan saya ke rumah itu yang pertama silaturahmi, kedua saya mau minta tolong supaya ibu mau memberikan jawaban atas pertanyaan dari saya
Responden
:
Untuk apa?
Peneliti
:
Saya kuliah di STAIN Salatiga, dalam tugas akhir saya melakukan penelitian di Dusun Klurahan ini dan ibu saya jadikan sebagai respondennya
Responden
:
Begitu ya…, ya saya bantu tapi sebisanya saya
Peneliti
:
Bagaimanakah cara ibu membina keagamaan anak?
Responden
:
Ya semampu saya, misalnya saya mengajari bagaimana tata cara shalat, berdoa mau makan, mau tidur, membaca tajwid sampai bisa baca Al-Qur'an. Saya membiasakan anak utk melakukan shalat, melafalkan nama-nama Allah, melatih
berpuasa di bulan ramadhan Peneliti
:
Selain di rumah apakah ibu juga membina keagamaan anak?
Responden
:
Ya, misalnya di sekolah
Peneliti
:
Anak ibu sekolah dimana? Cara membinanya bagaiaman?
Responden
:
MI karena yang banyak pelajaran agamanya Caranya ketika anak di sekokahan saya mengajari untuk selalu menghormati guru, berteman dengan baik, berjabat tangan dengan guru/teman-temannya ketika bertemu
Peneliti
:
Sejak usia berapa ibu melakukan pembinaan keagamaan anak?
Responden
:
3 tahun saya mulai membinanya
Peneliti
:
Kapan waktu pelaksanaan dalam membina keagamaan anak yang ibu lakukan?
Responden
:
Pada waktu sore sampai malam hari saya melakukannya
Peneliti
:
Motivasi apa yang ibu berikan kepada anak agar mau melaksanakan kegiatan keagamaan?
Responden
:
Ketika
mau
melaksanakan
shalat
berjamaan
ke
mushola/masjid saya mengambilkan peralatan shalat trus mengajak ke mushola untuk shalat disana Peneliti
:
Bagaimana
perilaku
anak
sehai-hari
dengan
adanya
pembinaan dari ibu? Responden
:
Alhamdulillah menjadi baik dari sebelumnya, misalnya anak saya dulunya malas untuk mengaji sekarang sudah tidak malas lagi karena ketika mengaji saya menitipkan ke pak
ustad Peneliti
:
Apakah ibu memantau kegiatan keagamaan anak yang meliputi shalat, mengaji, TPA? Alasannya apa?
Responden
:
Ya setiap hari saya memantau, karena menurut saya itu sangat penting
Peneliti
:
Apakah anak ibu seing menuruti perintah apabila disuruh untuk melaksanakan kegiatan keagamaan?
Responden
:
Kadang nurut kadang tidak, tergantung suasana hati anak, bila hatinya lagi senang dia pasti nurut, tetapi bila anak saya sedang emosi dia tidak nurut
Peneliti
:
Apa
problematika
yang
muncul
dalam
pembinaan
keagamaan? Responden
:
Kesulitannya yaitu disaat anak saya sedang bermain dengan teman-temannya dan saat menonton televisi. Apalagi filmnya itu kesukaannya, misalnya film kartun atau film anak-anak, bila diganggu dia pasti marah, karena asyiknya menonton televisi dia jadi lupa untuk mengerjakan shalat dan mengaji di rumah sulit
Peneliti
:
Bagaimana
solusi
yang
ditempuh
untuk
mengatasi
problematika tersebut? Responden
:
Bila anak saya tidak mau mengaji di rumah, maka saya menitipkan ke bapak ustad/guru ngaji untuk mengajari agar anak saya membaca tajwid/Al-Qur'an dengan baik dan benar
Peneliti
:
Terima kasih atas waktu dan jawabannya, bu….
Responden
:
Ya….
Peneliti
:
Assalamu'alaikum
Responden
:
Waalaikum salam
HASIL WAWANCARA
Nama
: Ngabesin
Tanggal lahir : 7 Juni 1947 Pekerjaan
: Petani
Tanggal
: 7 Oktober 2009
Waktu
: 14.30 WIB
Peneliti
:
Assalamu'alaikum
Responden
:
Waalaikumsalam
Responden
:
Silahkan duduk
Peneliti
:
Ya, pak…
Peneliti
:
Kedatangan saya ke rumah bapak yang pertama silaturahmi, yang kedua supaya bapak membantu saya
Responden
:
Apa yang bisa saya bantu?
Peneliti
:
Begini pak, saya kan mahasiswa yang sedang membuat tugas akhir dan mengadakan penelitian di Dusun Klururahan ini. Bapak sebagai respondennya. Saya minta nanti menjawab pertanyaan-pertanyaan yang akan saya berikan kepada bapak
Responden
:
Oya, mbak!
Peneliti
:
Bagaimana cara bapak dalam membina keagamaan anak?
Responden
:
Caranya nggih sak sagete kula lan semampune kulo, selagi saya dan istri mampu mendidik dan membimbing, maka saya lakukan sendiri tetapi bila saya tidak mampu, maka saya serahkan kepada bapak ustad untuk mengaji
Peneliti
:
Sejak
usia
berapakah
bapak
melakukan
pembinaan
keagamaan anak? Responden
:
Ketika
masuk
sekolah
dasar
sampai
anak
sudah
dewasa/baliqh, tetapi bila dalam hal shalat saya membina anak mulai sejak kecil Peneliti
:
Kapan waktu pelaksanaan dalam membina keagamaan anak yang bapak lakukan?
Responden
:
Ketika waktu shalat tiba, bila saya pulang lebih awal dari sawah saya langsung menanyakan nang sampun shalat dereng? Selain itu sehabis maghrib saya menyuruh anak utk membaca Al-Qur'an dan mengikuti anak ikut TPA
Peneliti
:
Motivasi apa yang bapak berikan kepada anak agar mau melaksanakan kegiatan keagamaan?
Responden
:
Dengan mengingatkan anak, dua sudah senang dan semangat untuk melaksanakan kegiatan keagamaan, misalnya ketika shalat tiba
Peneliti
:
Apakah bapak memantau kegiatan keagamaan anak yang meliputi shalat, mengaji, TPA?
Responden
:
Ya, saya sering memantau ketika shalat dan TPA
Peneliti
:
Apakah anak bapak sering melakukan shalat? Berikan alasanya!
Responden
:
Anak saya sekarang sudah tidak begitu sulit untuk melakukan shalat 5 waktu, tetapi kalau dahulu agak sulit karena dahulu ketika masih kecil anak saya lebih banyak bermain
Peneliti
:
Apakah anak bapak sering menuruti perintah apabila disuruh untuk melaksanakan kegiatan keagamaan?
Responden
:
Kadang-kadang langsung menuruti perintah saya tetapi kadang juga tidak mau menuruti perintah saya, anak saya itu lebih senang bermain dari pada untuk melaksanakan kegiatan keagamaan
Peneliti
:
Apa
problematika
yang
muncul
dalam
pembinaan
keagamaan? Responden
:
Anak saya itu nakal, jadi saya sedikit merasa kesulitan dalam mendidik anak, misalnya ketika anak sedang asyik bermain dengan teman-temannya, padahal waktu shalat telah tiba. Ketika
saya
menghampiri
ditempat
bermain
untuk
menyuruhnya pulang ke rumah dan melaksanakan shalat kadang ia malah mengulur-ulur waktu shalat. Ia berkata mangkih riyin lek shalat dolanane wong dereng rampung. Apalagi bila anak disuruh untuk mengulangi pelajaran yang sudah di dapat dari TPA oleh bapak kyai anak merasa malas. Ketika anak diberi pendidikan keagamaan kadang anak tidak
mau karena ia lebih senang bermain dari pada diberi pendidikan agama Peneliti
:
Bagaimana
solusi
yang
ditempuh
untuk
mengatasi
problematika dalam pembinaan keagamaan anak? Responden
:
Ketika anak saya sulit untuk menunaikan shalat lima waktu, saya memberi motivasi kepada anak dan mengingatkan anak jika lalai shalat, dengan begitu anak merasa senang dalam mengerjakan shalat. Sedangkan bila anak saya malas untuk berangkat ke TPA maka saya membukuknya serta memberi uang jajan, dengan begitu anak saya mau berangkat ke TPA
Peneliti
:
Terima kasih ya pak, atas waktu serta jawabannya
Responden
:
Ya…, sama-sama mbak
Peneliti
:
Assalamu'alaikum
Responden
:
Waalaikum salam
HASIL WAWANCARA
Nama
: Zaeri
Tanggal lahir (umur) : 54 tahun Pekerjaan
: Petani
Tanggal
: 7 Oktober 2009
Waktu
: 11.00 WIB
Peneliti
:
Assalamu'alaikum
Ibu Zaeri
:
Waalaikumsalam
Ibu Zaeri
:
Monggo pinarak riyen
Peneliti
:
Nggih bu…
Peneliti
:
Bapak wonten bu? Kulo badhe kepanggih kalian bapak
Ibu Zaeri
:
Enten, sekedap nggih
Responden
:
Enten napa mbak?
Peneliti
:
Kula badhe nyuwun tulung, bapak mangkih menjawab pertanyaan saking kulo, niki damel skripsi kulo kan nembe penelitian wonten dusun mkriku
Responden
:
Nggih…
Peneliti
:
Bapak menawi kulo sanjang ngagem bahasa Indonesia saget mboten? Menawi saget ngagem bahasa Indonesa mawon
Responden
:
Ya, bisa silahkan
Peneliti
:
Bagaimana cara bapak membina keagamaan anak?
Responden
:
Di dalam keluarga, saya mengajari anak untuk terbiasa
mengucapkan dua kalimat syahadat, menjalankan shalat lima waktu setiap hari, setelah anak dewasa saya bimbing untuk mengerjakan shalat dhuha serta menunaikan puasa di bulan ramadhan dan untuk menghormati kedua orang tua serta orang lain Peneliti
:
Sejak
usia
berapakah
bapak
melakukan
pembinaan
keagamaan anak? Responden
:
Saya mulai membina keagamaan anak sejak TK
Peneliti
:
Kapan waktu pelaksanaan dalam membina keagamaan anak yang bapak lakukan?
Responden
:
Pada waktu sore sampai malam, misalnya ketika waktu shalat saya membiasakannya dan malamnya saya membiasakan anak untuk mengaji setiap hari
Peneliti
:
Motivasi apa yang bapak berikan kepada anak?
Responden
:
Dengan membiasakan berperilaku baik serta melatih anak shalat
Peneliti
:
Bagaimana
perilaku
anak
sehai-hari
dengan
adanya
pembinaan dari bapak? Responden
:
Ya alhamdulillah menjadi lebih baik dari sebelumnya, misalnya anak saya jadi selalu menghormati dan menurut pada kedua orang tua
Peneliti
:
Apakah bapak memantau kegiatan keagamaan anak yang meliputi shalat, mengaji, TPA?
Responden
:
Ya sering memantau, selain itu saya juga memantau anak
dalam beraktivitas, berperilaku dan bergaul dengan temannya Peneliti
:
Apakah anak bapak sering menuruti perintah apabola disuruh untuk melaksanakan kegiatan keagamaan?
Responden
:
Ya kadang nurut kadang tidak Anak saya nurut bila saya menyuruh untuk berangkat ke TPA dengan dikasih uang tetapi anak saya tidak mau nurut bila saya tidak mengasih uang
Peneliti
:
Apa
problematika
yang
muncul
dalam
pembinaan
keagamaan? Responden
:
Ketika waktu anak mengerjakan shalat lima waktu selalu ada-ada saja alasannya. Apalagi kalau disuruh untuk berangkat ke TPA "wah sangat sulit", bila tidak dikasih uang anak saya tidak mau berangkat ke TPA
Peneliti
:
Bagaimana solusi yang bapak tempuh untuk mengatasi problematika tersebut
Responden
:
Caranya dengan membujuk anak serta memberikan uang jajan kepada anak agar mau berangkat ke TPA, serta memberi motivasi kepada anak agar selalu mengerjakan shalat
Peneliti
:
Terima kasih banyak pak, atas waktu serta jawabannya
Responden
:
sama-sama
Peneliti
:
Kalau begitu saya mau pulang, Assalamu'alaikum
Responden
:
Waalaikum salam Wr. Wb
HASIL WAWANCARA
Nama
: Tik Amanah
Tanggal lahir : Semarang, 8 Desember 1969 Pekerjaan
: Petani
Tanggal
: 10 Oktober 2009
Waktu
: 13.00 WIB
Peneliti
:
Assalamu'alaikum
Responden
:
Waalaikumsalam
Responden
:
Silahkan duduk
Peneliti
:
Ya, bu…
Peneliti
:
Saya mahasiswa dari STAIN Salatiga, mau minta tolong kepada ibu untuk membantu saya
Responden
:
Apa yang bisa saya bantu?
Peneliti
:
Saya minta tolong nanti ibu menjawab atas pertanyaan yang saya ajukan nanti kepada ibu
Responden
:
Ya, saya bantu tetapi sebisa saya ya mbak….
Peneliti
:
Langsung saja ya bu…, bagaimana cara ibu membina keagamaan anak ibu di rumah?
Responden
:
Caranipun kulo dalam didik anak niku werni-werni, maaf ya bahasanya campur aduk!
Peneliti
:
Tidak apa-apa bu…werni-werni pripun bu?
Responden
:
Ya setiap hari saya bimbing anak untuk menjalankan shalat,
mengaji sehabis shalat maghrib, melatih berpuasa di bulan ramadhan, mengajari dia untuk berperilaku baik dan menghormati orang tua serta orang lain Peneliti
:
Sejak usia berapakah ibu melakukan pembinaan keagamaan anak? Mengapa?
Responden
:
Sejak anak berusia 4 tahun, menurut saya pada usia itu anak sulit di bimbing dan dibina karena dia lebih senang bermain
Peneliti
:
Kapan waktu pelaksanaan dalam membina keagamaan anak yang ibu lakukan?
Responden
:
Setiap hari saya membina anak. Setiap sore ketika saya di rumah saya mengantarkan anak untuk berangkat ke TPA dan menjemput anak bila pembelajaran TPA selesai. Sehabis shalat maghrib saya menyuruh dan mengajari anak untuk mengaji Al-Qur'an
Peneliti
:
Motivasi apa yang ibu berikan kepada anak agar mau melaksanakan kegiatan keagamaan?
Responden
:
Saya beri semangat ketika melakukan puasa ramadhan
Peneliti
:
Bagaimana
perilaku
anak
sehari-hari
dengan
adanya
pembinaan keagamaan? Responden
:
Menjadi lebih baik, misalnya ketika habis maghrib selalu mengaji
Peneliti
:
Apakah ibu memantau kegiatan keagamaan anak yang meliputi shalat, menguji, TPA?
Responden
:
Ya, setiap hari saya memantau mengaji, shalat, TPA
Peneliti
:
Apakah anak ibu sering menuruti perintah apabila disuruh untuk melaksanakan kegiatan keagamaan?
Responden
:
Kadang-kadang
Peneliti
:
Apa
problematika
yang
muncul
dalam
pembinaan
keagamaan? Responden
:
Anak saya paling sulit bila disuruh untuk belajar kadang kala malas belajar, apalagi disuruh untuk mengaji tajwid, anak merasa bosan bila disuruh untuk mengulang dalam membaca tajwid beberapa kali dan yang paling membuat saya jengkel ketika shalat
anak saya terkadang berbohong dalam
menjawab, misalnya bila ditanya sudah shalat belum, dia menjawab sudah padahal dia belum melakukan shalat Peneliti
:
Terus bagaimana solusi yang ibu tempuh untuk mengatasi problematika tersebut?
Responden
:
Saya memberi peringatan dengan kata-kata kepada anak bila tidak mau menuruti perintah saya. Jika anak saya malas untuk belajar yaitu dengan menuruti kemauan dia terlebih dahulu setelah kemauannya dituruti anak mau belajar. Jika masih malas maka saya menyuruhnya untuk belajar di guru les
Peneliti
:
Terima kasih ya bu, atas waktu serta jawabannya
Responden
:
Ya…, sama-sama mbak
Peneliti
:
Assalamu'alaikum
Responden
:
Waalaikum salam
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. Nama
: Khunatul Fitriyah
2. Tempat/tanggal lahir
: Magelang
3. Jenis Kelamin
: Perempuan
4. Warga Negara
: Indonesia
5. Agama
: Islam
6. Alamat
: Mlanden, Madyocondro, Secang, Magelang
7. Riwayat pendidikan
: a. MI Ngabean Lulus Tahun
1997
b. MTs Arrosyidin Secang Lulus Tahun
2000
c. MAN I Kota Magelang Lulus Tahun
2003
d. D II STAIN Salatiga lulus tahun
2007
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benanya
Salatiga, ……………………..…2009
Penulis
Khunatul Fitriyah NIM. 121 07 029