Reka Racana Jurnal Online Institut Teknologi Nasional
© Teknik Sipil Itenas | No.x | Vol. xx Agustus 2014
Perbandingan Perencanaan Tebal Lapis Tambah Metode Bina Marga 1983 dan Bina Marga 2011 ADITYA, HANGGA E1., PRASETYANTO, DWI2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Itenas, Bandung e-mail:
[email protected] 2 Dosen Jurusan Teknik Sipil, Itenas, Bandung ABSTRAK
Salah satu usaha untuk mempertahankan atau meningkatkan kemampuan struktur jalan adalah dengan melakukan lapis tambah (overlay). Metode perencanaan tebal lapis tambah yang digunakan pada penelitian ini adalah metode Benkelman Beam mengacu pada Manual Pemeriksaan Perkerasan Jalan dengan Alat Benkelman Beam No.01/MN/B/1983 dan Pedoman Desain Perkerasan Jalan Lentur No. 002/P/BM/2011. Hasil analisis menunjukan nilai akumulasi ekivalen beban sumbu standar selama umur rencana AE 18 KSAL/CESA sebesar 9.006.999 LSS/UR/lajur rencana. Perbedaan faktor koreksi musim dan faktor koreksi temperatur dalam perhitungan membuat hasil tebal lapis tambah kedua metode berbeda. Hasil tebal lapis tambah untuk segmen 1, segmen 2 dan segmen 3 metode Bina Marga 1983 3 sebesar 10 cm, 5 cm dan 5 cm sedangkan untuk metode Bina Marga 2011 sebesar 18,66 cm, 17,76 cm dan 17,99 cm. Kata kunci: Benkelman beam, lendutan balik, kemiringan titik belok, lapis tambah ABSTRACT
Maintaining or increasing the ability of the road structure is doing by the overlay process. Design overlay thickness planning method for this research is Benkelman Beam method refer to Manual Pemeriksaan Perkerasan Jalan dengan Alat Benkelman Beam No.01/MN/B/1983 and Pedoman Desain Perkerasan Jalan Lentur No. 002/P/BM/2011. The analysis result of the value equivalent single axle load during plan life AE 18 KSAL/CESA is 9.006.999 ESA/UR/lajur rencana. Value of correction factor of season and correction factor of temperature on calculation make the overlay thickness result by these two method giving different result. Result of thickness pavement overlay for segment 1, segment 2 and segment 3 methode Bina Marga 1983 are 10 cm, 5 cm and 5 cm while for Bina Marga 2011 are 18,66 cm, 17,76 cm and 17,99 cm. Keywords: Benkelman Beam, rebound deflection, curvature function, overlay
Reka Racana - 1
Aditya, Hangga E., Prasetyanto, Dwi
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Jalan merupakan salah satu prasarana transportasi penting agar masyarakat dapat melakukan aktivitas, mengingat hal tersebut maka desain tebal perkerasan jalan yang baik sangat dibutuhkan guna terjaminnya kenyamanan dan memberikan rasa aman bagi pengguna jalan. Ketika suatu perkerasan sudah tidak bisa menahan beban lalu lintas yang diterima atau umur layanan jalan sudah habis, maka harus dilakukan lapis tambah (overlay) pada perkerasan lama yang sudah ada. Lapis tambah berfungsi untuk meningkatkan kapasitas struktur dan masa layanan dari perkerasan lama akibat dari bertambahnya beban lalu lintas dimasa yang akan datang. (Sukirman, 2010) Banyak metode dalam perencanaan tebal lapis tambah, metode yang biasa digunakan di Indonesia menggunakan metode yang dikeluarkan oleh Bina Marga, metode yang terakhir yang dikeluarkan Bina Marga yaitu Pedoman Desain Perkerasan Jalan Lentur No. 002/P/BM/2011 yang selanjutnya disebut Bina Marga 2011. Metode terakhir yang dikeluarkan oleh Bina Marga memiliki kesamaan dengan Manual Pemeriksaan Perkerasan Jalan dengan Alat Benkelman Beam No.01/MN/BM/1983 yang selanjutnya disebut Bina Marga 1983, yang didalamnya membahas tentang perencanaan lapis tambah dengan metode lendutan dan kemiringan titik belok. Adanya persamaan dari kedua metode tersebut menjadi hal yang akan dibahas dalam penelitian ini, mengingat persamaan keduanya belum tentu memiliki hasil tebal perkerasan yang sama karena formula tiap-tiap metode yang berbeda. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian untuk mengetahui parameter apa saja yang berpengaruh dalam perencanaannya dan seberapa besar perbedaan tebal lapis tambah (overlay) menggunakan metode Pedoman Desain Perkerasan Jalan Lentur No. 002/P/BM/2011 dan Manual Pemeriksaan Perkerasan Jalan dengan Alat Benkelman Beam No.01/MN/BM/1983. 1.3 Ruang Lingkup Melihat luasnya cakupan studi ini maka pembahasan dibatasi sebagai berikut : 1. Jenis perkerasan yang dikaji dalam studi ini adalah perkerasan lentur Beton Aspal. 2. Metode menggunakan Manual Pemeriksaan Perkerasan Jalan dengan Alat Benkelman Beam No. 01/MN/BM/1983 dan Pedoman Desain Perkerasan Jalan Lentur No. 002/P/BM/2011. 3. Data yang digunakan dalam studi ini adalah data sekunder dari Jalan Sibolga – Batang Toru yang diperoleh dari PT. Purnajasa Bimapratama. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. 4. Pengambilan data sekunder lendutan d2 di lapangan dilakukan pada jarak 20 cm dan diasumsikan data tersebut dapat digunakan untuk metode Bina Marga 1983. 5. AE 18 KSAL/CESA dihitung menggunakan angka ekivalen VDF ( Vehicle Damage Factor) WIM (Weight In Motion). 6. Batasan mengenai kapasitas jalan tidak dimasukan dalam pembahasan.
Reka Racana - 2
Perbandingan Perencanaan Tebal Lapis Tambah Metode Bina Marga 1983 dan Bina Marga 2011
Lokasi Penelitian
Gambar 1. Lokasi penelitian (Sumber : Google Maps, 2014)
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pehitungan Lendutan Balik Lendutan balik didasarkan pada selisih antara lendutan akhir pada jarak 6 meter (d 3) dengan lendutan awal pada jarak 0 meter (d1) dikalikan dengan faktor koreksi musim(C) dan faktor koreksi temperatur (ft) seperti terlihat pada Persamaan 1. d = 2 x ( d3 – d1) x ft x C…………………………….…….……(1) 2.2 Perhitungan Kemiringan Titik Belok Kemiringan titik belok didasarkan pada selisih antara lendutan antara pada jarak 0,30 meter (d2) dengan lendutan awal pada jarak 0 meter (d1) dikalikan dengan faktor koreksi musim (C) dan faktor koreksi temperatur (ft) untuk metode Bina Marga 2011 seperti terlihat pada Persamaan 2, sedangkan untuk metode Bina Marga 1983 berdasarkan selisih antara lendutan antara pada jarak 0,30 meter (d2) dengan lendutan awal pada jarak 0 meter (d1) dibagi dengan faktor jenis perkerasan (xt) lalu dikalikan dengan faktor koreksi musim(C) dan faktor koreksi temperatur (ft) seperti terlihat pada Persamaan 3. CF = 2 x ( d2 – d1 ) x Ft x C x Fk……………………………...(2)
tg
=2x
–
Reka Racana - 3
x ft x C………………………………………(3)
Aditya, Hangga E., Prasetyanto, Dwi
2.3 Metode Bina Marga 1983 1. Perhitungan AE 18 KSAL menggunakan Persamaan 4, dengan (N) adalah faktor umur rencana, m adalah jumlah kendaraan, UE 18 KSAL adalah angka ekivalen masing-masing jenis kendaraan dan C adalah faktor distribusi lajur. AE 18 KSAL = 365 x N x m x VDF WIM x C …………..(4) 2. Lendutan yang diizinkan didapat berdasarkan Persamaan 5 untuk kondisi kritis yaitu jenis perkerasan bukan beton aspal dan Persamaan 6 kondisi failure yaitu jenis perkerasan merupakan beton aspal. Dizin = 5,5942.e-0,2769 log AE 18 KSAL……………..…………..…(5) Dizin = 8,6685.e-0,2769 log AE 18 KSAL……………..………..……(6) 3. Menentukan tebal lapis tambah berdasarkan lendutan balik yang diizinkan dan Dwakil dari kondisi jalan lama menggunakan grafik seperti pada Gambar 2.
Gambar 2. Penentuan tebal lapis tambah (Sumber : Dept. Pekerjaan Umum Dirjen Bina Marga No. 01/MN/BM/1983)
4. Menentukan tebal lapis tambah berdasarkan Tg menggunakan grafik seperti pada Gambar 3.
izin
dan Tg
wakil
dari kondisi jalan lama
5. Nilai tebal lapis tambah cara lendutan balik dan kemiringan titik belok diambil nilai terbesar sebagai tebal lapis tambah rencana.
Reka Racana - 4
Perbandingan Perencanaan Tebal Lapis Tambah Metode Bina Marga 1983 dan Bina Marga 2011
Gambar 3. Penentuan tebal lapis tambah (Sumber : Dept. Pekerjaan Umum Dirjen Bina Marga No. 01/MN/BM/1983)
2.4 Metode Bina Marga 2011 1. Perhitungan CESA menggunakan Persamaan 7, dengan (N) adalah faktor umur rencana, LHR adalah jumlah lalulintas harian rata-rata, VDF WIM adalah angka ekivalen masingmasing jenis kendaraan dan C adalah faktor distribusi lajur. CESA = 365 x N x LHR x VDF WIM x C……………...……………..….(7)
2. Jika total repitisi beban lalu lintas (L)
satu juta ESA maka nilai Td diperoleh berdasarkan Persamaan 8 dengan D merupakan lendutan balik wakil. Td = [14,40273038(log L) – 38,703071/D] + 32,72………………..(8)
3. Jika total repitisi beban lalu lintas (L) > satu juta ESA maka nilai Td diperoleh berdasarkan Persamaan 9 dengan D merupakan lendutan balik wakil. Td = [(-13,76374894 (L)(-0,3924) – 24,94880546) / D] + 32,72…..(9) 6. Perhitungan cara kemiringan titik belok diperoleh berdasarkan Persamaan 10. Tc = [(0,02851711 (log L)3 – 0,448669202 (log L)2 + 1,844106464 (log L) – 3,517110266) / D ] + 17,43………………………….(10) 7. Nilai tebal lapis tambah kedua cara lendutan dan kemiringan titik belok diambil nilai terbesar dikalikan dengan faktor koreksi sebesar 1,3 untuk dijadikan sebagai tebal lapis rencana. 3. METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Rencana kerja peneletian tugas akhir ini mengacu pada diagram alir penelitian yang digambarkan pada Gambar 4. Reka Racana - 5
Aditya, Hangga E., Prasetyanto, Dwi
Mulai Identifikasi Masalah dan Penentuan Topik Studi Pustaka
Pengumpulan Data Sekunder 1. Data Lendutan 2. Data Lalu Lintas 3. Data Temperatur
Perhitungan Tebal Lapis Tambah Menggunakan Manual Pemeriksaan Perkerasan Jalan dengan Alat Benkelman Beam No. 01/MN/BM/1983
Perhitungan Tebal Lapis Tambah Menggunakan Pedoman Desain Perkerasan Jalan Lentur No. 002/P/BM/2011
Pembahasan Kesimpulan dan Saran
Selesai Gambar 4. Diagram alir penelitian
Identifikasi Masalah dan Penentuan Topik Tahap pertama yang dilakukan dalam melakukan penelitian adalah mencari dan memilih topik permasalahan yang akan menjadi fokus penelitian. Studi Pustaka Setelah menentukan topik penelitian, selanjutnya dilakukan studi pustaka untuk mencari teori yang dapat mendukung proses penelitian. Teori yang digunakan adalah teori yang berkaitan langsung dengan perencanaan tebal lapis tambah. Pengumpulan Data Sekunder Untuk merencanakan tebal lapis tambah perkerasan lentur dengan dua metode ini, diperlukan data-data lapangan yaitu data LHR atau data lalu lintas dan data lendutan hasil pengujian dengan alat Benkelman Beam. Data lalu lintas yang diperoleh adalah Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR) kendaraan untuk tahun 2012, umur rencana 10 tahun dan faktor perkembangan lalu lintas selama umur rencana 5%. Data lendutan yang diperoleh adalah data lendutan balik dari hasil alat pengujian Benkelman Beam pada ruas jalan Sibolga – Batang Toru. Pengujian Benkelman Beam dilakukan dengan menggunakan beban sumbu standar. Reka Racana - 6
Perbandingan Perencanaan Tebal Lapis Tambah Metode Bina Marga 1983 dan Bina Marga 2011
4. PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Data Lalulintas Harian Rata-rata Data (sekunder) lalulintas harian rata pada tahun 2013 dipaparkan dalam bentuk Tabel 1. Tabel 1. Lalulintas Harian Rata-Rata
Jenis Kendaraan Mobil Pribadi
LHR (Kend/Hari/2 Arah) 2779
Mobil Niaga
6838
Bus Kecil
58
Bus Besar
72
Truk Kecil
819
Truk Sedang
482
Truk Besar
120
4.2 Akumulasi Beban Sumbu Standar Selama Umur Rencana Beban akumulasi sumbu standar selama umur rencana untuk ruas jalan Sibolga – Batang Toru yang mempunyai umur rencana selama 10 tahun dengan tingkat pertumbuhan lalulintas 5% per tahun serta faktor umur rencana sebesar 12,89 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. AE 18 KSAL/CESA
Jenis Kendaraan Mobil Pribadi Mobil Niaga Bus Kecil Bus Besar Truk Kecil Truk Sedang Truk Besar
LHR 2013 (Kend/Hari/2Arah) 2779 6838 58 72 819 482 120 Total
VDF 0.00010 0.00300 0.11750 0.81390 2.74600 2.19740 3.62210
AE 18 KSAL / CESA (lss/ur/lr) 654 48.264 15.966 138.741 5.291.503 2.491.757 1.020.115 9.006.999
4.3 Lendutan Balik Data lendutan yang didapat diolah berdasarkan persamaan masing-masing metode sehingga didapatkan lendutan balik untuk tiap-tiap titik pemeriksaan, lendutan balik untuk metode Bina Marga 1983 dan Metode Bina Marga 2011 memiliki nilai yang sedikit berbeda akibat dari faktor koreksi musim dan faktor koreksi temperatur yang berbeda. Nilai lendutan untuk metode Bina Marga 1983 metode dapat dilihat pada Gambar 5 dan lendutan balik untuk metode Bina Marga 2011 dapat dilihat pada Gambar 6. Keseragaman lendutan untuk tiap-tiap segmen memiliki keseragaman yang cukup baik antara 20% - 30%.
Reka Racana - 7
Lendutan Balik (mm
Aditya, Hangga E., Prasetyanto, Dwi
Segmen 1 Segmen 2
Segmen
3
KM
Lendutan Balik (mm)
Gambar 5. Lendutan balik Bina Marga 1983
Segmen 1
Segmen
Segmen 3
KM Gambar 6. Lendutan balik Bina Marga 2011
4.4 Kemiringan Titik Belok Data lendutan yang didapat diolah berdasarkan persamaan masing-masing metode sehingga didapatkan kemiringan titik belok untuk tiap-tiap titik pemeriksaan, kemiringan titik belok untuk metode Bina Marga 1983 dan Metode Bina Marga 2011 memiliki nilai yang berbeda akibat dari Persamaan yang berbeda serta faktor koreksi musim dan faktor koreksi temperatur yang berbeda. Kemiringan titik belok untuk metode Bina Marga 1983 dapat dilihat pada Gambar 7 dan lendutan balik untuk metode Bina Marga 2011 dapat dilihat pada Gambar 8. Keseragaman kemiringan titik belok untuk tiap-tiap segmen memiliki keseragaman yang cukup baik antara 20% - 30%.
Reka Racana - 8
Kemiringan Titik Belok
Perbandingan Perencanaan Tebal Lapis Tambah Metode Bina Marga 1983 dan Bina Marga 2011
Segmen 1 Segmen 2
Segmen 3
KM
Curvacture (mm)
Gambar 7. Kemiringan titik belok Bina Marga 1983
Segmen 1
Segmen
Segmen 3
KM Gambar 8. Kemiringan titik belok Bina Marga 2011
4.5 Perbandingan Hasil Perhitungan Tebal lapis tambah hasil perhitungan kedua metode memiliki hasil yang berbeda cukup jauh, perbedaan hasil tebal lapis tambah disebabkan beberapa parameter memiliki nilai yang berbeda sehingga mempengaruhi hasil akhir selain itu dalam menentukan tebal lapis tambah, kedua metode memiliki cara perhitungan yang berbeda, untuk metode Bina Marga 1983 tebal lapis tambah didapat dari grafik sedangkan untuk metode Bina Marga 2011 tebal lapis tambah didapat melalui persamaan. Data parameter yang menjadi pembeda dalam hasil akhir berupa tebal lapis tambah dapat dilihat pada Tabel 3.
Reka Racana - 9
Aditya, Hangga E., Prasetyanto, Dwi
Tabel 3. Rekapitulasi parameter dan tebal lapis tambah
Bina Marga 1983
Parameter Angka Ekivalen AE 18 KSAL / CESA Faktor Musim ( C ) Faktor Temperatur (ft) D wakil (mm) Tg Wakil / CF Wakil FK Lendutan (%) FK Tg / CF (%) Tebal Perkerasan (cm)
Bina Marga 2011 Seg Seg Seg Seg 1 Seg 2 Seg 3 1 2 3 UE 18 KSAL VDF WIM 9.006.999 9.006.999 1,5 1,2 0,95 - 1 1,022 - 1,027 1,57 1,27 1,20 1,27 1,10 1,04 0,00215 0,00171 0,00174 0,70 0,57 0,60 22,23 19,52 24,19 23,05 19,67 24,28 24,72 21,10 28,05 26,49 21,25 27,02 10 5 5 18,66 17,76 17,99 5. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan Hasil perhitungan perencanaan tebal lapis tambah kedua metode memiliki hasil yang berbeda, ketebalan lapis tambah untuk metode Bina Marga 1983 untuk segmen 1, segmen 2 dan segmen 3 sebesar 10 cm, 5 cm dan 5 cm. Sedangkan ketebelan untuk metode Bina Marga 2011 untuk segmen 1, segmen 2 dan segmen 3 sebesar 18,66 cm, 17,76 cm dan 17,99 cm. Perbedaan tersebut disebabkan beberapa parameter dalam perencanaan yang berbeda nilainya seperti faktor koresi musim, dan faktor koreksi temperatur. Mengingat data lalu lintas yang didapat sudah berdasarkan jenis kendaraan, serta tidak diketahui beban tiap-tiap kendaraan, maka angka ekivalen untuk perhitungan AE 18 KSAL maupun CESA menggunakan nilai VDF (Vehicle Damage Factor) hasil rata-rata survei WIM (Weight In Motion) seluruh Indonesia. AE 18 KSAL/CESA sebesar 9.006.999 lss/ur/lajur rencana. Faktor koreksi musim untuk pengukuran lendutan yang dilakukan pada musim kemarau memberikan nilai faktor koreksi untuk metode Bina Marga 1983 sebesar 1,5 sedangkan untuk Bina Marga 2011 sebesar 1,2. Perbedaan nilai faktor koreksi musim tersebut memperangaruhi nilai lendutan balik maupun kemiringan titik belok yang berpengaruh juga pada hasil tebal lapis tambah. Faktor koreksi temperatur yang digunakan tiap-tiap metode berbeda nilainya, untuk Bina Marga 1983 faktor koreksi berdasarkan rata-rata dari data temperatur permukaan, temperatur tengah dan temperatur bawah sedangkan Bina Marga 2011 menggunakan persamaan dalam mendapatkan faktor koreksi temperatur tersebut dengan hanya menggunakan data temperatur permukaan dalam perhitungannya, sehingga perbedaan nilai faktor koreksi musim ini mempengaruhi nilai lendutan balik dan kemiringan titik belok yang berpengaruh juga pada hasil tebal lapis tambah. 5.2 Saran Saran untuk kelanjutan dari perencanaan tebal lapis tambah berdasarkan metode Bina Marga 1983 dan Bina Marga 2011 yaitu akibat terjadinya perbedaan ketebalan yang cukup jauh dari kedua metode yang dibahas akibat perbedaan persamaan dan grafik yang digunakan untuk menentukan tebal lapis tambah, oleh karena itu perlu dilakukan kajian tentang landasan dasar dari grafik dan persamaan tersebut. Serta perlu dimasukan batasan mengenai Reka Racana - 10
Perbandingan Perencanaan Tebal Lapis Tambah Metode Bina Marga 1983 dan Bina Marga 2011
kapasitas jalan dalam menampung lalu lintas yang melewatinya terkait dengan umur rencana jalan yang telah ditentukan sebelumnya. DAFTAR RUJUKAN Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga. (1983). Manual Pemeriksaan Perkerasan Jalan Dengan Alat Benkelman Beam No. 01/MN/BM/1983. Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga. (2011). Pedoman Desain Perkerasan Jalan Lentur No. 002/P/BM/2011. Sukirman, S. (2010). Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur. Bandung : Nova.
Reka Racana -11