Reka Racana Jurnal Online Institut Teknologi Nasional
© Teknik Sipil Itenas | No.x | Vol. xx Agustus 2014
Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Bina Marga 2011 Dengan Metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013 MOCHAMAD FIKRI RIFA’I1, DWI PRASETYANTO2 1
Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan 2 Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Nasional, Bandung Email :
[email protected]
ABSTRAK Perkerasan jalan lentur dapat dirancang dengan menggunakan beberapa metode, antara lain Metode Bina Marga 2011 (Pedoman No.002/P/BM/2011) dan Metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013 (JKR 21300-0041-13). Untuk mengetahui perbedaan kedua metode tersebut, maka dilakukan kajian perbandingan antara metode Bina Marga 2011 dengan metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013. Skenario dalam penelitian ini menggunakan data asumsi berupa repetisi beban lalu lintas yang terdiri dari 5 skenario, data CBR segmen, dan data modulus elastisitas. Persamaan kedua metode tersebut yaitu daya dukung tanah dasar dan beban lalu lintas, sedangkan perbedaannya adalah adanya penentuan tebal perkerasan dengan menggunakan katalog pada metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013. Dari hasil penelitian didapat tebal perkerasan untuk masing-masing skenario, tebal perkerasan menurut metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013 lebih tebal dibandingkan metode Bina Marga 2011. Kata kunci: CBR segmen, Lalu lintas, Modulus elastisitas ABSTRACT Flexible pavement can be designed using several methods, such as the method of Bina Marga 2011 (Pedoman No.002/P/BM/2011), and the method of Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013 (JKR 21300-0041-13). To determine differences in the two methods, the study involved a comparison between Bina Marga 2011 method and Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013 method. The scenario in this study use the assumptions data from repetition traffic load consists of 5 scenarios, CBR segment, and modulus of elasticity data. The similarity in this study is subgrade bearing capacity and traffic load, mean while the differences is determination thick of pavement use catalogue from Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013. Based on study results it is found that thick of pavement by Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013 method is more thicker than Bina Marga 2011 method. Keywords: CBR segment, traffic, Modulus of Elasticity Reka Racana - 1
Mochamad Fikri Rifa’i, Dwi Prasetyanto
1. PENDAHULUAN Perkerasan jalan adalah sesuatu lapisan yang terletak diantara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana transportasi, dan selama masa pelayanannya diharapkan tidak terjadi kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang diharapkan, maka pengetahuan tentang sifat, pengadaan dan pengolahan dari bahan penyusun perkerasan jalan sangat diperlukan. Metode Bina Marga 2011 merupakan modifikasi dari Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pt T01-2002-B yang mengacu pada AASHTO 1993 yang telah disesuaikan dengan kondisi alam di Indonesia. Metode Jabatan Kerja Raya 2013 merupakan pedoman bagi proyek-proyek pekerjaan jalan dalam merancang desain perkerasan lentur untuk semua akses lalu lintas di Malaysia, panduan desain perkerasan lentur ini menggabungkan pendekatan desain dengan peningkatan pengembangan desain dalam bentuk katalog struktur perkerasan pradesain. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan hasil perencanaan tebal perkerasan lentur antara metode BM 2011 dengan metode JKR 2013 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konstruksi Perkerasan Lentur Konstruksi perkerasan lentur (Flexible Pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya. Lapisan-lapisan perkerasan bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar.
Gambar 1. Potongan konstruksi perkerasan lentur (Sumber: Wikipedia Indonesia, 2014)
2.2 Fungsi dan Jenis Lapisan Perkerasan Jalan Lapis Permukaan (Surface Course) Lapis permukaan merupakan lapis paling atas dari struktur perkerasan jalan. Fungsi lapisan permukaan dapat meliputi: a. Lapis penahan beban vertikal dari kendaraan, oleh karena itu lapisan ini harus memiliki stabilitas tinggi selama masa pelayanan. b. Lapisan aus (Wearing Course), lapisan ini akan mengalami aus karena menerima gesekan dan getaran roda dari kendaraan yang mengerem. c. Lapis kedap air, lapisan ini harus kedap terhadap air sehingga air hujan yang jatuh di atasnya tidak meresap ke lapis di bawahnya yang berakibat rusaknya struktur perkerasan jalan. d. Lapis yang menyebarkan beban ke lapis pondasi. Lapis permukaan perkerasan lentur menggunakan bahan pengikat aspal, sehingga menghasilkan lapis yang kedap air, berstabilitas tinggi, dan memiliki daya tahan selama masa pelayanan. (Sukirman, 2006) Reka Racana - 2
Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Bina Marga 2011 Dengan Metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013
Lapis permukaan itu sendiri masih bisa dibagi lagi menjadi dua lapisan lagi,yaitu: 1. Lapis Aus (Wearing Course) Lapis aus merupakan bagian dari lapis permukaan yang terletak di atas lapis antara (binder course), lapisan ini akan cepat menjadi aus atau rusak karena akibat kontak langsung dengan roda kendaraan, hujan, dingin, dan panasnya cuaca. 2. Lapis Antara (Binder Course) Lapis antara merupakan bagian dari lapis permukaan yang terletak di antara lapis pondasi atas (base course) dengan lapis aus (wearing course), lapisan ini lebih tebal dari lapis aus karena lapis antara menjadi lapis pendukung bagi lapis aus. Lapis Fondasi (Base Course) Lapis fondasi adalah lapis perkerasan yang terletak diantara lapis fondasi bawah dan lapisan permukaan.Material yang digunakan untuk lapis fondasi adalah material yang cukup kuat dan awet sesuai syarat teknik dalam spesifikasi pekerjaan.Lapis fondasi dapat dipilih lapis berbutir tanpa pengikat atau lapis dengan aspal sebagai pengikat.Jika tidak digunakan lapis fondasi bawah, maka lapis fondasi diletakkan langsung di atas permukaan tanah dasar.Lapis fondasi (Base Course) berfungsi sebagai: a. Bagian struktur yang menahan gaya vertikal dari beban kendaraan dan disebarkan ke lapis di bawahnya. b. Lapis peresap untuk lapis fondasi bawah. c. Bantalan atau perletakkan lapis permukaan. (Sukirman, 2006) Lapis Fondasi Bawah (Sub-base Course) Lapis fondasi bawah adalah lapis perkerasan yang terletak diantara lapis fondasi dan tanah dasar. Lapis fondasi bawah berfungsi sebagai: a. Mendukung dan menyebarkan beban kendaraan ke lapis tanah dasar. b. Lapis peresap agar air tidak berkumpul di fondasi. c. Lapis filter untuk mencegah partikel halus dari tanah dasar naik ke lapis fondasi. (Sukirman, 2006) Lapis Tanah Dasar (Sub-grade) Lapis tanah yang setebal 50 – 100 cm yang merupakan permukaan dasar untuk perletakkan bagian-bagian perkerasan di atasnya. Lapis tanah dasar berfungsi sebagai: a. Mendukung lapisan perkerasan di atasnya. b. Menerima beban lalu lintas dari lapisan di atasnya, lalu menyebarkannya ke lapisan tanah dasar. (Sukirman, 2006) 2.3 Faktor Perencanaan Tebal Perkerasan Volume Lalu Lintas dan Beban Lalu Lintas Volume lalu lintas didefinisikan sebagai jumlah kendaraan yang melewati suatu titik pengamatan selama satu satuan waktu. Perencanaan tebal lapisan perkerasan, volume lalu lintas dinyatakan dalam kendaraan/hari/2 arah untuk jalan 2 arah tanpa pemisah, dan kendaraan/hari/1 arah untuk jalan 1 arah atau 2 arah dengan pemisah. (Krisyolin, 2006) Parameter Daya Dukung Tanah Dasar Tanah dasar terdiri dari tanah asli, tanah galian, atau tanah dasar yang disiapkan dengan cara dipadatkan. Di atas lapisan tanah dasar diletakkan lapisan struktur perkerasan lainnya, oleh karena itu mutu daya dukung tanah dasar ikut mempengaruhi mutu secara keseluruhan. Reka Racana - 3
Mochamad Fikri Rifa’i, Dwi Prasetyanto
Berbagai parameter digunakan sebagai petunjuk mutu daya dukung tanah dasar seperti: California Bearing Ratio (CBR), modulus resilien (MR). CBR merupakan parameter petunjuk daya dukung tanah dasar yang paling umum digunakan di Indonesia saat ini, CBR adalah perbandingan antara beban yang dibutuhkan untuk penetrasi contoh tanah sebesar 0,1 inchi dan 0,2 inchi dengan beban yang ditahan batu pecah standar. Nilai CBR dinyatakan dalam persen. (Krisyolin, 2014) Kondisi Lingkungan Kondisi lingkungan sangat mempengaruhi daya tahan dan mutu pelayanan struktur perkerasan jalan yang terletak di lokasi tersebut. Pelapukan material tidak hanya disebabkan oleh beban lalu lintas, tetapi juga oleh cuaca dan air yang ada di dalam dan sekitar stuktur perkerasan jalan. Perubahan temperatur yang terjadi menyebabkan mutu struktur perkerasan jalan berkurang, menjadi aus dan rusak.Di Indonesia perubahan temperatur dapat terjadi karena perubahan musim dari musim penghujan ke musim kemarau atau karena pergantian siang dan malam, tetapi perubahan yang terjadi tidak sebesar di daerah dengan 4 musim. Kemungkinan peresapan air kedalam lapisan perkerasan menjadi lebih tinggi di Indonesia karena memiliki curah hujan yang tinggi serta didukung dengan buruknya perawatan drainase jalan di Indonesia. (Krisyolin, 2014) 2.4 Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Bina Marga 2011 Repetisi Beban Lalu Lintas ( L ) Kendaraan yang memiliki berbagai konfigurasi sumbu, roda, dan bervariasi dalam total beban yang diangkutnya, diseragamkan dengan menggunakan satuan lintasan sumbu standar (lss), dikenal juga dengan Equivalent Single Axle (ESAL). Bina Marga menggunakan satuan metrik sehingga kriteria beban sumbu standar adalah sebagai berikut: 1. Beban sumbu 8160 kg 2. Tekanan roda 1 ban ± 5,5 kg/cm2 (0,55 Mpa) 3. Lebar bidang kontak 11cm 4. Jarak antara masing-masing sumbu roda ganda = 33 cm Daya Dukung Tanah Dasar Tanah dasar dapat terdiri dari tanah asli, tanah dasar tanah galian, atau tanah dasar tanah urug yang disiapkan dengan cara dipadatkan. Di atas lapisan tanah dasar diletakkan lapisan struktur perkerasan lainnya, oleh karena itu mutu daya dukung tanah dasar ikut mempengaruhi mutu jalan secara keseluruhan.Parameter yang digunakan sebagai petunjuk mutu daya dukung tanah dasar dalam penelitian ini adalah California Bearing Ratio (CBR). Angka Ekivalen Angka ekivalen adalah angka yang menunjukan jumlah lintasan sumbu standar yang menyebabkan kerusakan yang sama untuk satu lintasan sumbu atau kendaraan yang dimaksud. Tabel di atas diperoleh dari rata-rata hasil survey WIM (Weight In Motion) yaitu penimbangan kendaraan dengan melintasi alat timbang dengan kecepatan tertentu. Rumus Perhitungan Tebal Perkerasan Rumus yang digunakan untuk pembangunan jalan baru (termasuk pelebaran dan rekonstruksi), yaitu: T surface (non mod) = 17,298 (L)0,15 .................................. (1) T base = 8,4729 (L)0,120..................................................... (2) T subbase = (0,0735 CBR2 – 1,528 CBR + 8,5729)(ln L) – 0,0931 CBR3 + 2,2316 CBR2 – 21,668 CBR + 82,347 ........... (3) Reka Racana - 4
Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Bina Marga 2011 Dengan Metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013
Dengan: T surface: lapis permukaan beraspal (non modifikasi), dalam cm T base: lapis fondasi agregat kelas A (CBR 90%), dalam cm T sub-base: tebal lapis fondasi agregat kelas B (CBR 60%), dalam cm L: repetisi beban lalu lintas (dalam juta ESA) CBR: CBR sub-grade (%) Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Jabatan Kerja Raya 2013 Dalam pedoman JKR2013 ini ditetapkan tiga buah parameter dalam merencanakan tebal perkerasan, yaitu: 1. Repetisi beban lalu lintas. 2. Daya Dukung Tanah Dasar. 3. Modulus Elastisitas. 3. ANALISIS DATA
Mulai Identifikasi Masalah dan Penentuan Topik Penelitian Tinjauan Pustaka Pengumpulan Data (data asumsi): - Data Lalu Lintas - Daya Dukung Tanah - Modulus Elastisitas - Lingkungan Sekitar Perhitungan Tebal Perkerasan Metode BM 2011
Perhitungan Tebal Perkerasan Metode JKR 2013
Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
Selesai Gambar 2. Bagan Alir Penelitian
Reka Racana - 5
Mochamad Fikri Rifa’i, Dwi Prasetyanto
3.1 Data Lalu Lintas Data lalu lintas digunakan data lalu lintas yang dibagi menjadi 5 skenario, yaitu: 1x106 lss/UR/lajur rencana 2x106 lss/UR/lajur rencana 10,1x106 lss/UR/lajur rencana 30x106 lss/UR/lajur rencana 40x106 lss/UR/lajur rencana Tabel 1. Kategori Lalu Lintas
Traffic Category T1 T2 T3 T4 T5 (Sumber: JKR, 2013)
Design Traffic (ESAL x 10 6 ) ≤ 1.0 1.1 to 2.0 2.1 to 10.1 10.1 to 30.0 > 30.0
3.2 Data CBR dan Modulus Elastisitas Data asumsi CBR = 8% maka didapat kategori tanah dasar SG 1 (Tabel 2) Data asumsi modulus elastisitas=130 MPa maka didapat kategori tanah dasar SG 2 (Tabel 2) Tabel 2. Kategori CBR Sub-grade
Kategori
Subgrade SG SG SG SG
Modulus Elastisitas (Mpa) 50 - 120 121 - 140 141 - 160 161 - 180
CBR (%)
1 2 3 4
5.0 - 12 12.1 - 20 20.1 - 30.0 > 30.0
(Sumber: JKR, 2013)
Setelah dilakukan analisis menggunakan kedua metode dengan data asumsi tersebut, didapat tebal perkerasan untuk masing-masing scenario ESAL, yaitu: Tabel 3. Ringkasan Analisis
ESAL (x10 6 ) 1 2 10,1 30 40
Bina Marga 2011 29,93 33,42 42,81 50,27 52,42
Tebal Perkerasan (cm) Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013
Traditional Pavement with Granular Base
Full-Depth Asphalt Pavement
45 30* 49 35 58 35 60** 45 64** 46 * Full-Depth Asphalt Pavement tidak direkomendasikan untuk ESAL ≤ 1 juta ** Nilai tebal perkerasan setelah dilakukan perbaikan subgrade
Didapat beberapa persamaan setelah melakukan analisis kedua metode tersebut, yaitu daya dukung tanah dasar dinyatakan dalam CBR, nilai faktor pertumbuhan lalu lintas didapat
Reka Racana - 6
Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Bina Marga 2011 Dengan Metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013
menggunakan persamaan yang sama. Resume perbandingan metode Bina Marga 2011 dengan metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 4. Resume Perbandingan Metode Bina Marga 2011 dengan Metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013
Metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013 Daya Dukung Tanah Dasar 1. Jika CBR ≤ 3% maka tebal subbase yang 1. Jika CBR ≤ 5% maka dilakukan diperlukan dapat diganti dengan tebal capping stabilisasi tanah yang berada 30 cm di layer (lapis penopang) ditambah tebal atas permukaan tanah dasar. subbase tipikal (20 cm) Metode Bina Marga 2011
Beban Lalu Lintas 2. Faktor lapangan tidak termasuk dalam 2. Terdapat faktor lapangan dalam analisis analisis Tebal Perkerasan 3. Tebal didapat dengan menggunakan 3. Tebal didapat dengan penentuan perhitungan untuk masing-masing lapisan salah satu dari lima katalog yang tersedia 4. Pada perhitungan dengan menggunakan 4. Terdapat perbedaan material untuk rumus penyederhanaan dari AASHTO, jenis katalog meskipun memiliki tebal yang material untuk masing-masing lapisan sudah sama ditentukan
Dari hasil perhitungan tebal perkerasn kaku metode Austroad 1992 dan metode Austroad 2012 dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Penggolongan jenis kendaraan pada metode Bina Marga 2011 lebih spesifik dibandingkan dengan penggolongan jenis kendaraan yang ada pada metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013. Nilai angka ekivalen untuk masing-masing penggolongan jenis kendaraan dari kedua metode tersebut terdapat beberapa nilai angka ekivalen yang berbeda cukup jauh selisihnya, hal ini berpengaruh pada nilai akhir perhitungan ESAL. 2. Metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013 memiliki parameter yang lebih banyak dalam merencanakan tebal perkerasan yaitu dengan adanya persen kendaraan komersial/niaga, faktor kondisi lapangan. 3. Proses`dalam mendapatkan nilai tebal perkerasan dilakukan menggunakan perhitungan untuk masing-masing lapisan pada metode Bina Marga 2011, sedangkan pada metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013 dalam mendapatkan nilai tebal perkerasan dilakukan menggunakan salah satu dari enam katalog yang tersedia dengan cara penentuan jenis perkerasan, kategori Subgrade, dan kategori ESAL. 4. KESIMPULAN Kesimpulan yang diperoleh dari hasil perbandingan perencanaan tebal perkerasan lentur menurut kedua metode tersebut yaitu: 1. Penggolongan jenis kendaraan pada metode Bina Marga 2011 lebih spesifik dibandingkan dengan penggolongan jenis kendaraan yang ada pada metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013. Nilai angka ekivalen untuk masing-masing penggolongan jenis kendaraan dari kedua metode tersebut terdapat beberapa nilai angka ekivalen yang berbeda cukup jauh selisihnya, hal ini berpengaruh pada nilai akhir perhitungan ESAL.
Reka Racana - 7
Mochamad Fikri Rifa’i, Dwi Prasetyanto
2. Metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013 memiliki parameter yang lebih banyak dalam merencanakan tebal perkerasan yaitu dengan adanya persen kendaraan komersial/niaga, faktor kondisi lapangan. 3. Proses dalam mendapatkan nilai tebal perkerasan dilakukan menggunakan perhitungan untuk masing-masing lapisan pada metode Bina Marga 2011, sedangkan pada metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013 dalam mendapatkan nilai tebal perkerasan dilakukan menggunakan salah satu dari enam katalog yang tersedia dengan cara penentuan jenis perkerasan, kategori Subgrade, dan kategori ESAL. DAFTAR RUJUKAN Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga, Pedoman Perancangan
Tebal Perkerasan Jalan LenturNo.002/P/BM/2011. Krisyolin, A., B., 2014, Perbandingan Perencanaan Perkerasan Jalan Lentur Berdasarkan Metode Depkimpraswil 2002 Dengan Metode Bina Marga 2011, Institut Teknologi Nasiona Sukirman, S., 2006, Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur, Bandung, Nova.
Reka Racana - 8