PERBANDINGAN PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE BINA MARGA DAN METODE AASHTO (STUDI KASUS PROYEK PERKERASAN JALAN DI CUT MEUTIA FLY OVER BEKASI – JAWA BARAT)
TUGAS AKHIR
Oleh :
MANDRA. WINDIARTO NIM : 41107110017
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
2009
LEMBAR PENGESAHAN SIDANG SARJANA KOMPREHENSIF LOKAL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS MERCU BUANA No. Dokumen Tgl. Efektif Semester :
01142343700 7 MARET 2005 Genap
Q
Distribusi
Tahun Akademik : 2008/2009
Tugas Akhir ini untuk melengkapi tugas – tugas dan memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Teknik, jenjang pendidikan Strata 1 (S-1), Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Mercu Buana, Jakarta. Judul Tugas Akhir : Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode BinaMarga dan Metode AASHTO (Studi Kasus Proyek Perkerasan Jalan di Cut Meutia Flyover Bekasi – Jawa Barat).
Disusun Oleh : Nama NIM Jurusan/Program Studi
: Mandra Windiarto : 41107110017 : Teknik Sipil
Telah diajukan dan dinyatakan LULUS pada Sidang Sarjana 11 Desember 2009. Pembimbing,
Ir. Sylvia Indriany, MT
Jakarta, 11 Desember 2009 Ketua Sidang
Ir. Zainal Arifin, MT
Mengetahui, Ketua Program Studi Teknik Sipil
Ir. Sylvia Indriany, MT
iv
ABSTRAK
Jalan : Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode BinaMarga dan AASHTO (Studi Kasus Proyek Perkerasan Jalan di Cut Meutia Flyover Bekasi - Jawa Barat). Nama : Mandra Windiarto NIM : 41107110017 Pembimbing : Ir. Sylvia Indriany, MT Tahun : 2009. Jalan Cut Meutia mempunyai panjang jalan 3,148 km, dimulai dari persimpangan jalan Narogong sampai dengan terminal bis Bekasi dan melewati tiga jembatan. Jalan ini sangat padat karena merupakan akses dari terminal ke daerah-daerah perumahan dan pusat perbelanjaan di kota Bekasi. Pada prinsipnya proyek ini adalah pengembangan jalan yaitu penambahan jalur dan lajur (widenning). Desain perkerasan lentur didasarkan pada analisis sistem lapisan dimana beban kendaraan dipikul secara bersamaan oleh semua lapisan perkerasan sebagai satu kesatuan. Kontribusi setiap lapisan perkerasan dalam memikul beban kendaraan, ditentukan oleh karakteristik bahan dan tebal dari masing-masing lapisan perkerasan tersebut. Bahan perkerasan dengan kualitas yang lebih baik pada umumnya digunakan sebagai lapisan perkerasan yang lebih atas. Sedangkan lapisan-lapisan dibawahnya menggunakan bahan perkerasan yang kualitasnya lebih rendah, tetapi kualitasnya harus lebih baik daripada kualitas tanah dasar yang mendukungnya. Perkerasan ini umumnya terdiri dari tiga lapis atau lebih. Struktur perkerasan lentur tipikal. Terdiri dari lapisan permukaan, lapisan pondasi, lapisan pondasi bawah, dan lapisan tanah dasar dengan CBR = 4 % (sta 1+ 550 – 3 + 148), CBR = 6 % (sta 0 + 000 – 1 + 550). Analisa penentuan tebal perkerasan ini menggunakan beberapa parameter penentu seperti data lalu lintas harian rata-rata awal tahun rencana, pertumbuhan lalu lintas, lalu lintas rata-rata akhir tahun rencana, data curah hujan, kelas jalan dan faktor regional. Perhitungan tebal lapisan perkerasan dapat dihitung dengan beberapa metode perencanaan diantaranya metode Bina Marga dan metode AASTHO. Dari kedua metode tersebut dihasilkan tebal perkerasan yang berbeda, yaitu : Metode Bina Marga CBR 4 % = 44,5 cm, dan Metode AASHTO CBR 4 % = 40 cm, Metode BinaMarga CBR 6 % = 42,5 cm dan Metode AASHTO CBR 6 % = 36 cm. Dari Perhitungan tebal lapisan perkerasan di atas maka dapat diestimasikan biaya yang akan dikeluarkan yaitu untuk memaksimalkan lapisan atas (BinaMarga) CBR 4 % Rp. 3.088.099.904, CBR 6 % Rp. 2.797.578.160. Dan AASHTO dengan CBR 4 % Rp. 1.651.349.821, CBR 6 % Rp. 1.790.848.939 serta data proyek CBR 6 % Rp. 2.217.630.030, CBR 4 % Rp. 2.495.341.230. Kata kunci : Metode BinaMarga, Metode AASHTO dan Perkerasan Lentur.
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, hidayah dan karunia-Nya pada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Tugas
Akhir
ini
dengan
judul
“PERBANDINGAN
PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN METODE BINA MARGA DAN METODE AASHTO (STUDI KASUS PROYEK PERKERASAN JALAN DI CUT MEUTIA FLY OVER BEKASI – JAWA BARAT)”. Tugas Akhir ini disusun dengan maksud untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan Pendidikan Strata I Fakltas Teknik Sipil dan Perencanaan pada Universitas Mercubuana. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Tugas Akhir ini masih banyak kekurangannya dan masih jauh dari sempurna. Hal ini dikarenakan keterbatasan waktu dan pengetahuan yang penulis miliki, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak. Dalam penyusunan Tugas Akhir ini penulis tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1.
Ayah Ibuku tercinta dan adik-adikku serta seluruh keluarga yang telah memberikan dorongan secara moril maupun materiil kepada penulis.
2.
Ir. Sylvia Indriani, MT selaku Dosen Pembimbing
3.
Ir. Agus Iskandar, MT selaku Supervision Engineering PT. Ciriatama Nusawidya Consult.
vi
4.
Ir. Ridwan Haris, selaku Quality Engineering PT. Ciriatama Nusawidya Consult.
5.
IvanYulistian, ST selaku Lab Technician PT. Ciriatama Nusawidya Consult.
6.
Beny Susilo, ST selaku Draftman PT. Ciriatama Nusawidya Consult.
7.
Ir. Putut Wiku Djatmika, selaku Staff Ahli PT. Pacific Consulindo International
8.
Ir. Aryatno Sihombing, MSc selaku Kepala Satuan Kerja Sementara Departemen Pekerjaan Umum
9.
Ir. Noor Kamalsyam, selaku Project Officer Departemen Pekerjaan Umum
10. Ir. Firmansyah Ibnu, selaku General Superintendent PT. Istaka Karya 11. Ir. Katamso, selaku Quality Engineer PT. Istaka Karya 12. Riyanto, ST selaku Quantity Engineer PT. Istaka Karya 13. Teman-teman Program PKK Angkatan 11 Universitas Mercubuana 14. Elis Damayanti, Amd istriku tercinta 15. Chelsea Reisya Kamali, anakku tercinta 16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan yang dengan tulus memberikan dorongan dan bantuannya dalam penyusunan Tugas Akhir ini Akhir kata penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca semua.
Jakarta, 07 Desember 2009 Penulis
vii
DAFTAR ISI LEMBAR JUDUL ...................................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... ii LEMBAR SURAT PERNYATAAN ............................................................ iii ABSTRAK ................................................................................................. iv KATA PENGANTAR ................................................................................ v DAFTAR ISI ............................................................................................. vii DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xv DAFTAR NOTASI .................................................................................... xvii BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................... 1 1.2 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah ........................... 2 1.3 Tujuan ............................................................................ 2 1.4 Metodologi Pembahasan................................................. 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Fungsi Jalan................................................... 5 2.2 Konstruksi Perkerasan Jalan...........................................5 2.2.1 Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) .............. 5 2.2.2 Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) .................... 6 2.2.3 Perkerasan Komposit (Composite Pavement) .... 7
viii
2.3 Struktur Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) ........... 7 2.3.1 Lapisan Tanah Dasar (Subgrade) ....................... 7 2.3.2 Lapisan Pondasi Bawah (Subbase Course) ........ 8 2.3.3 Lapisan Pondasi Atas (Base Course) .................. 9 2.3.4 Lapisan Permukaan Jalan (Surface Course) ....... 9 2.4 Material Perkerasan ................................................... 12 2.5 Lalu Lintas Rencana .................................................... 14 2.5.1 Konfigurasi Sumbu dan Faktor Ekivalen. .......... 16 2.5.2 Umur Rencana ................................................. 16 2.5.3 Angka Pertumbuhan Lalu Lintas (i %) ............... 16 2.6 Perencanaan Lapisan Perkerasan .............................. 17 2.6.1 Perencanaan Jalan Baru ................................. 17 2.6.2 Perencanaan Jalan Lama ................................ 17 2.6.3 Pertimbangan Perencanaan ............................ 18 2.6.4 Faktor Pertimbangan Untuk Estimasi Daya Dukung ................................................... 19 2.7 Perencanaan Perkerasan Metode BinaMarga ............. 19 2.7.1 Presentase Kendaraan Pada Lajur Rencana ... 19 2.7.2 Angka Ekivalen (E) ........................................... 20 2.7.3 Daya Dukung Tanah Dasar............................... 22 2.7.4 Faktor Regional (FR) ........................................ 24 2.7.5 Indeks Permukaan (IP) ..................................... 25
ix
2.7.6 Indeks Permukaan Akhir ( IPt ) ........................ 26 2.7.7 Lapis Permukaan ............................................. 27 2.7.8 Lapis Pondasi Atas ........................................... 27 2.8 Perencanaan Perkerasan Metode AASHTO................ 28 2.8.1 Lintas Ekivalen Permulaan (LEP)...................... 28 2.8.2 Lintas Ekivalen Selama Umur Rencana ........... 29 2.8.3 Penetapan Faktor Ekivalen Untuk Perkerasan Lentur .................................. 30 2.8.4 Soil Support (S) ................................................ 31 2.8.5 Reliability (R) .................................................... 32 2.8.6 Serviceability .................................................... 33 2.8.7 Definisi Kualitas Drainase ................................. 34 2.8.8 Struktur Number (SN) ....................................... 35 2.8.9 Koefisien Lapisan Perkerasan (a) ..................... 35 2.8.10 Ketebalan Lapisan Minimum ............................ 36 BAB III
METODOLOGI PERENCANAAN 3.1. Metode BinaMarga .........................................................39 3.1.1 Jalan Baru ..........................................................39 3.1.2 Jalan Lama (Overlay)...........................................43 3.2. Metode AASHTO............................................................44
BAB IV
PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR 4.1 Perhitungan Tebal Perkerasan
x
Metode Bina Marga CBR 4 %.........................................48 4.1.1 Lalu Lintas Rencana ........................................... 48 4.1.2 Menghitung Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) .... 49 4.1.3 Menghitung Lintas Ekivalen Akhir (LEA) ............ 50 4.1.4 Menghitung Lintas Ekivalen Tengah (LET) ......... 50 4.1.5 Menghitung Lintas Ekivalen Rencana (LER) ...... 51 4.1.6 Mencari Daya Dukung Tanah Dasar ................... 51 4.1.7 Menentukan Indeks Permukaan ......................... 51 4.1.8 Mencari Harga Indeks Tebal Perkerasan (ITP) ... 52 4.1.9 Menentukan Tebal Lapisan Perkerasan ............. 53 4.2 Perhitungan Tebal Perkerasan Metode AASHTO CBR 4 %..........................................................................56 4.2.1 Lalu Lintas Rencana ........................................... 56 4.2.2 Menentukan Traffic Equivalent Factor (TEF) ...... 57 4.2.3 Menentukan Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) ... 57 4.2.4 Total Equivalent 18 Kip Single Axle Load (EAL) ..58 4.2.5 Menentukan Nilai Structure Number (SN) ........... 58 4.2.6 Menentukan Koefisien Lapisan Perkerasan ....... 59 4.2.7 Menentukan Tebal Lapisan Perkerasan ............. 60 4.3 Perhitungan Tebal Perkerasan Metode Bina Marga CBR 6 %.........................................61 4.3.1 Lalu Lintas Rencana ........................................... 61
xi
4.3.2 Menghitung Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) .... 62 4.3.3 Menghitung Lintas Ekivalen Akhir (LEA) ............ 63 4.3.4 Menghitung Lintas Ekivalen Tengah (LET) ......... 63 4.3.5 Menghitung Lintas Ekivalen Rencana (LER) ...... 64 4.3.6 Mencari Daya Dukung Tanah Dasar ................... 64 4.3.7 Menentukan Indeks Permukaan ......................... 64 4.3.8 Mencari Harga Indeks Tebal Perkerasan (ITP) ... 65 4.3.9 Menentukan Tebal Lapisan Perkerasan ............. 67 4.4 Perhitungan Tebal Perkerasan Metode AASHTO CBR 6 %..........................................................................68 4.4.1 Lalu Lintas Rencana ........................................... 68 4.4.2 Menentukan Traffic Equivalent Factor (TEF) ...... 69 4.4.3 Menentukan Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) ... 69 4.4.4 Total Equivalent 18 Kip Single Axle Load (EAL) ..70 4.4.5 Menentukan Nilai Structure Number (SN) ........... 70 4.4.6 Menentukan Koefisien Lapisan Perkerasan ....... 72 4.4.7 Menentukan Tebal Lapisan Perkerasan ............. 72 4.5 Perbandingan Metode Bina Marga dan AASHTO dengan CBR 4 % STA 1 + 550 – 3 + 148 ....................................73 4.6 Analisis Hasil Perbandingan ..........................................74 4.7 Perbandingan Konseptual .............................................75 4.8 Rencana Perkuatan Jalan Lama ...................................76
xii
4.8.1 LHR pada tahun Ke 10 .........................................76 4.8.2 Menghitung Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) .... 77 4.8.3 Menghitung Lintas Ekivalen Akhir (LEA) .............. 77 4.8.4 Menghitung Lintas Ekivalen Tengah (LET) ..........77 4.8.5 Menghitung Lintas Ekivalen Rencana (LER) ...... .78 4.8.6 Mencari Harga Indeks Tebal Perkerasan (ITP) ... 78 4.8.7 Menetapkan Lapisan Tambahan .........................81 4.9 Analisa Perhitungan Overlay ..........................................81 4.10 Analisa Leveling .............................................................81 4.11 Analisa Biaya .................................................................82 4.12 Analisis Hasil Perhitungan Biaya ...................................86 BAB V
PENUTUP 5.1 Kesimpulan .................................................................... 87 5.2 Saran .............................................................................. 89
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN LEMBAR ASISTENSI
xiv
DAFTAR TABEL Tabel 2.1:
Klasifikasi Jalan
Tabel 2.2:
Standart Perencanaan
Tabel 2.3:
Pedoman Penentuan Jumlah Lajur
Tabel 2.4:
Koefisien Distribusi Kendaraan
Tabel 2.5:
Angka Ekivalen ( E ) sumbu kendaraan
Tabel 2.6:
Faktor Regional
Tabel 2.7:
Indeks Permukaan pada awal usia rencana ( IPo )
Tabel 2.8:
Indeks Permukaan pada akhir usia rencana ( IPt ).
Tabel 2.9:
Batas-batas minimum tebal lapisan permukaan
Tabel 2.10:
Batas-batas minimum tebal lapisan Pondasi Atas
Tabel 2.11:
Nilai N untuk Perhitungan AE 18 KSAL
Tabel 2.12:
Fakor Ekivalen Jalan untuk Beban Tunggal IPt= 2,5
Tabel 2.13: Fakor Ekivalen Jalan untuk Beban Ganda IPt= 2,5 Tabel 2.14:
Nilai Reliability untuk tiap Klasifikasi Jalan
Tabel 2.15:
Definisi Kualitas Drainase
Tabel 2.16:
Rekomendasi Nilai m
Tabel 2.17:
Koefisien Lapis Perkerasan
Tabel 3.1:
Koefisien Kekuatan Relatif (a)
Tabel 4.1:
Komposisi dan Jumlah Lalu Lintas Pada Awal dan Akhir Tahun Rencana
Tabel 4.2:
Indeks Tebal Perkerasan Pada Tiap Jenis Lapisan Perkerasan
Tabel 4.3:
Indeks Tebal Perkerasan Pada Tiap Jenis Lapisan Perkerasan
xiv
Tabel 4.4:
Perbandingan Lapisan CBR 4%
Tabel 4.5:
Perbandingan Lapisan CBR 6%
Tabel 4.6:
Perbandingan Konseptual
Tabel 4.7:
Analisa Biaya Dengan CBR 6% BinaMarga
Tabel 4.8:
Analisa Biaya Dengan CBR 4% BinaMarga
Tabel 4.9:
Analisa Biaya Dengan CBR 6% AASHTO
Tabel 4.10:
Analisa Biaya Dengan CBR 4% AASHTO
Tabel 4.11:
Analisa Biaya Dengan CBR 4% Data Proyek
Tabel 4.12:
Analisa Biaya Dengan CBR 6% Data Proyek
Tabel 4.13:
Analisa Biaya Overlay
xvi
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1:
Bagian Lapis Perkerasan
Gambar 2.2:
Lapis Rigid Pavement
Gambar 2.3:
Lapis Composite Pavement
Gambar 2.4:
Grafik Hubungan Antara DDT dan CBR
Gambar 3.1:
Design Chart Perkerasan Lentur Metode AASHTO
Gambar 4.1:
Grafik Hubungan Antara DDT dengan CBR 4%
Gambar 4.2 :
Nomogram Indeks Tebal Perkerasan IPt= 2,5, IPo≥4
Gambar 4.3:
Susunan Tebal Lapisan Perkerasan dengan Metode Bina Marga dengan CBR 4%
Gambar 4.4:
Design Chart Perkerasan Lentur Metode AASHTO dengan CBR 4 %
Gambar 4.5:
Susunan Tebal Lapisan Perkerasan dengan Metode AASHTO dengan CBR 4%
Gambar 4.6:
Grafik Hubungan Antara DDT dengan CBR 6%
Gambar 4.7:
Nomogram Indeks Tebal Perkerasan IPt= 2,5, IPo≥4
Gambar 4.8:
Susunan Tebal Lapisan Perkerasan dengan Metode Bina Marga dengan CBR 6%
Gambar 4.9:
Design Chart Perkerasan Lentur Metode AASHTO dengan CBR 6 %
xvi
Gambar 4.10:
Susunan Tebal Lapisan Perkerasan dengan Metode AASHTO dengan CBR 6%
Gambar 4.11:
Grafik Hubungan Antara DDT dengan CBR 5,2% Overlay
Gambar 4.12:
Nomogram Indeks Tebal Perkerasan IPt= 2,5, IPo≥4
xiviii
DAFTAR NOTASI
AASHTO
:
American Association Of Highway Transportation Officials
LASTON
:
Aspal Beton
ITP
:
Indeks Tebal Perkerasan
a1, a2, a3
:
Koefisien kekuatan relatif bahan perkerasan
D1, D2, D3
:
Ketebalan masing-masing dari lapisan perkerasan
Fo
:
Tinggi Ekivalen
Mr
:
Modulus Resillien
CBR
:
California Bearing Ratio
DDT
:
Daya Dukung Tanah
IP
:
Indeks Permukaan
IPo
:
Indeks Permulaan Awal
IPt
:
Indeks Permulaan Akhir
LEP
:
Lintas Ekivalen Permukaan
j
:
Jenis Kendaraan
C
:
Koefisien distribusi kendaraan
E
:
Faktor ekivalen beban lalu lintas
LEA
:
Lintas Ekivalen Akhir
LHRn
:
Lintas Harian Rata-rata pada tahun ke-n
i
:
Pertumbuhan lalu lintas
xviii
n
:
Umur rencana
LET
:
Lintas Ekivalen Tengah
LER
:
Lintas Ekivalen Rencana
UR
:
Umur Rencana
EAL
:
Equivalent Axle Load
FR
:
Faktor Regional
SN
:
Structure Number
AC-WC
:
Asphalt Concrete Wearing Course
ATB
:
Asphalt Treated Base
LPA
:
Lapisan Pondasi Atas
LPB
:
Lapisan Pondasi Bawah
m
:
Koefisien Drainase
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Kota Bekasi terletak disebelah timur kota Jakarta. Mempunyai luas area sebesar 6.117 km² dan memiliki populasi penduduk sebesar 1,8 juta jiwa pada tahun 2003. Kota Bekasi terbagi menjadi beberapa kecamatan yaitu: Pondok Gede, Jatisampurna, Jatiasih, Bantar Gebang, Bekasi Timur, Rawalumbu, Bekasi Selatan, Bekasi Barat, dan Medan Satria. Kota Bekasi menghasilkan GRDP sebesar Rp. 2.917,13 milyar pada tahun 2003. Dari tahun 2000 sampai tahun 2003 pertumbuhan GRDP adalah sebesar 5,25% per tahun. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan GRDP Jabotabek yaitu sebesar 4,27%. Dari angka tersebut dapat dilihat bahwa kota Bekasi terus berkembang. Perkembangan kota Bekasi dapat pula dilihat dengan makin pesatnya sektor industri, perdagangan dan properti. Perkembangan kota Bekasi perlu ditunjang dengan infrastruktur yang memadai, salah satunya adalah akses jalan yang memadai. Hal ini diperlukan untuk mengurangi kepadatan dan kemacetan yang sering terjadi dipersimpangan dan jalanan. Terutama di ruas jalan dan persimpangan sepanjang jalan Cut Meutia. Jalan Cut Meutia mempunyai panjang jalan 3,148 km, dimulai dari persimpangan Narogong sampai dengan terminal bis Bekasi dan melewati tiga jembatan. Jalan sangat padat karena merupakan akses dari terminal ke daerah-daerah perumahan dan pusat perbelanjaan di kota Bekasi. Pada prinsipnya proyek ini adalah pngembangan jalan yaitu penambahan jalur dan lajur (Wedening). Pelebaran tersebut oleh Departemen Pekerjaan Umum diserahkan pelaksanaannya kepada PT. Istaka Karya sebagai Kontraktor pelaksana dan PT. Ciriatama Nusawidya Consult sebagai tim pengawasan (Supervisi).
1
Jalan Cut Meutia Bekasi merupakan jalan propinsi yang termasuk tipe jalan kelas I yang melayani lalu lintas cepat antar kota dan regional yang keadaan tanah dasarnya tidak stabil dan sering terjadi penurunan (Settlement) akibat beberapa faktor yaitu tingginya jumlah kendaraan yang melintas yang mengakibatkan beban yang dipikul perkerasan menjadi besar dan juga disebabkan kurang lancarnya sistim drainage disisi kiri dan kanan badan jalan, maka untuk itu perlu dilakukan analisa tebal perkerasan ditinjau dari aspek perncanaan teknis dan analisa biaya yang dibutuhkan. 1.2
Ruang Lingkup dan Batasan Masalah Jenis pekerjaan pada proyek perkerasan jalan tersebut adalah termasuk pembangunan jalan di mana : -
Panjang jalan : 3,148 km
-
Daerah milik jalan (Damija) : 30 m
-
Banyak jalur dan lajur : 2 jalur 4 lajur
-
Lebar jalur lalu lintas : 2 x 7,750 m
-
Bahu jalan : 2 x 1,5 m
-
Kemiringan jalan : 2%
-
Kemiringan bahu jalan : 4 %
-
Kecepatan rencana : 60 km / jam
-
Kelas jalan : 1 (satu )
Perhitungan perkerasan jalan meliputi :
1.3
-
Perhitungan perkerasan lentur methode Binamarga
-
Perhitungan perkerasan lentur methode AASHTO
-
Perhitungan overlay
-
Perhitungan biaya
Tujuan Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk merencanakan lapisan perkerasan yang hemat bahan sehingga biaya yang dibutuhkan untuk pelaksanaan pekerjaan dapat ditekan seminimal mungkin. Sedangkan dari segi mutu jalan tersebut kuat dan tahan lama dalam melayani lalu lintas
2
kendaraan
yang
melintasinya
sesuai
dengan
umur
rencana
dan
pembahasannya meliputi: - Mengidentifikasikan
kondisi
tanah
dasar
untuk pelebaran
jalan
(Widening) - Mengidentifikasikan beban lalu lintas yang melintasi di atas perkerasan berdasarkan hasil survey - Menentukan tebal perkerasan lentur metode Bina Marga dengan CBR 4% dan 6% - Menentukan tebal perkerasan lentur metode AASHTO CBR 4% dan 6% - Menganalisa perbandingan kedua metode dari segi perencanaan - Menganalisa seberapa besar pengaruh nilai CBR terhadap perencanaan tebal lapisan. 1.4
Metode Pembahasan Metode yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini adalah : 1. Studi kepustakaan Yaitu metode pengumpulan data dari literatur atau buku-buku yang berkaitan dengan masalah yang dibahas. 2. Studi Kasus Perencanaan Proyek Yaitu metode pengumpulan data yang berasal dari konsultan perencana proyek dalam hal ini PT. Pacific Consulindo International Indonesia 3. Analisa perhitungan tebal lapis perkerasan lentur metode Bina Marga dan metode AASHTO. Susunan materi penuisan tugas akhir ini seluruhnya meliputi 6 Bab sebagai berikut: BAB I
: Pendahuluan
Membahas mengenai latar belakang, ruang lingkup yang membatasi permasalahan, identifikasi permasalahan, tujuan dan kegunaan penulisan serta sistematika penulisan untuk memudahkan perhitungan terhadap permasalahan-permasalahan yang menjadi obyek dalam penulisan.
3
BAB II : Studi Pustaka Membahas tentang perencanaan tebal lapis perkerasan (metode Bina Marga dan metode AASHTO) berdasarkan dari refrensi-refrensi buku yang ada. BAB III : Metode Perencanaan Membahas tentang cara yang dipakai untuk perhitungan perkerasan lentur metode Bina Marga dan metode AASHTO berdasarkan dari refrensi-refrensi buku yang ada. BAB IV : Perhitungan dan Perbandingan Perkerasan Lentur Metode Bina Marga
dan Metode AASHTO
Berisikan perhitungan-perhitungan untuk perkerasan lentur pada proyek Cut Meutia Flyover (Studi kasus pada proyek perkerasan jalan Cut Meutia Bekasi) serta mengidentifikasikan keadaan tanah dasar dan beban lalu lintas berdasarkan dari data hasil survey serta membahas tentang perbandingan biaya yang dibutuhkan jika menggunakan metode Bina Marga dan metode AASHTO. BAB V : Kesimpulan dan Saran Pada Bab V akan dirumuskan kesimpulan dan saran yang didapat sebagai penutup dari tugas akhir ini.
4
BAB II STUDI PUSTAKA
2.1
Klasifikasi Fungsi Jalan Raya Sistem jaringan jalan primer didefiniskan sebagai jaringan jalan raya
primer yang merupakan tangung jawab pemerintah pusat dan merupakan sistem jalan untuk membantu pembangunan semua daerah dengan menghubungkan pusat dan masyarakat desa. Klasifikasi jalan tersebut adalah sebagai beikut : Tabel 2.1 Kalsifikasi jalan Klasifikasi Fungsi
Kelas
Lalu Lintas Harian Rata – rata (LHR) dalam smp > 20.000
Utama
I
Sekunder
II A
6.000 sampai 20.000
II B
1.500 sampai 8.000
II C
< 2.000
III
---------------------
Penghubung
Sumber : Dirjen Bina Marga, “Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya” 2.2 Kontruksi Perkerasan Jalan 2.2.1 Perkerasan Lentur ( Flexible Pavement ) Desain perkerasan lentur didasarkan pada analisis sistem lapisan dimana beban kendaraan dipikul secara bersamaan oleh semua lapisan perkerasan sebagai satu kesatuan. Kontribusi setiap lapisan perkerasan dalam memikul beban kendaraan, ditentukan oleh karakteristik bahan dan tebal dari masing-masing lapisan perkerasan tersebut. Bahan perkerasan dengan kualitas yang lebih baik pada umumnya digunakan sebagai lapisan perkerasan yang lebih atas. Sedangkan
lapisan-lapisan
dibawahnya
menggunakan
bahan
perkerasan yang kualitasnya lebih rendah, tetapi kualitasnya harus lebih baik daripada kualitas tanah dasar yang mendukungnya.
5
Perkerasan ini umumnya terdiri dari tiga lapis atau lebih. Struktur perkerasan lentur tipikal. Terdiri dari lapisan permukaan, lapisan pondasi, lapisan pondasi bawah, dan lapisan tanah dasar. Apabila beban roda yang terjadi pada permukaan jalan berupa P ton, maka beban ini akan diteruskan kelapisan bawahnya dengan sistem penyebaran tekanan, sehinggan semakin kebawah, tekanan yang diterima semakin kecil.
P ton
Lapis Permukaan
Tebal Perkerasan Lapis Pondasi
Lapis Pondasi Bawah
Sumber : Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya, 1983 Gambar 2.1 : Bagian Lapis Perkerasan 2.2.2 Perkerasan Kaku ( Rigid Pavement ) Rigid pavement adalah perkerasan tegar/kaku/rigid dengan bahan perkerasan yang terdiri dari bahan ikat (semen portland, tanah liat) dengan batuan. Bahan ikat semen portland digunakan untuk lapis permukaan yang terdiri atas campuran batu dan semen (beton) yang diebut beton. Dikarenakan beton akan segera mengeras setelah pengecoran, dan perubahan beton tidak dapat menerus, maka pada perkerasan ini
6
terdapat sambungan beton atau joint. Pada perkerasan ini slab beton akan ikut memikul beban roda, sehingga kualitas beton sangat menentukan kualitas perkerasan kaku ini. Joint
Joint Tebal Slab Beton
Lapis Pondasi
Subgrade
Sumber : Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya, 1983 Gambar 2.2 : Lapis Rigid Pavement 2.2.3
Perkerasan Komposit Perkerasan ini merupakan kombinasi antara perkerasan lentur dengan perkerasan kaku.
Perkerasan Lentur
Perkerasan Kaku
Sumber : Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya, 1983 Gambar 2.3 : Lapis Composite Pavement
2.3 Struktur Perkerasan Lentur ( Flexible Pavement ) 2.3.1 Lapisan Tanah Dasar ( Subgrade ) Subgrade adalah bagian yang akan mendukung tebal perkerasan. Subgrade terletak pada seluruh lebar jalan, sehingga dapat berada pada daerah galian, timbunan, dan permukaan tanah.
7
Bahan untuk subgrade diambil dari tanah setempat, kecuali kondisi tanahnya jelek ( CBR < 2% ), maka perlu perbaikan tanah. Beban kendaraan yang dilimpahkan kelapisan-lapisan dibawahnya dan akhirnya diterima oleh tanah dasar. Dengan demikian tingkat kerusakan konstruksi perkerasan selama masa pelayanan tidak saja ditentukan oleh kekuatan dari lapisan perkerasan tetapi juga oleh tanah dasar. Daya dukung tanah dasar dipengaruhi oleh jenis tanah, tingkat kepadatan, kadar air, kondisi drainase dll. Tanah dengan tingkat kepadatan tinggi mengalami perubahan volume yang kecil jika terjadi perubahan kadar air, dan mempunyai daya dukung yang lebih besar jika dibandingkan dengan tanah sejenis yang tingkat kepadatannya lebih rendah. Daya dukung tanah dasar / Subgrade pada perencanaan perkerasan lentur dinyatakan dengan nilan CBR (California Bearing Ratio). CBR adalah perbandingan antara beban yang dibutuhkan untuk penetrasi dengan beban yang ditahan oleh batu pecah standar. Harga CBR dinyatakan dalam persen. Jadi harga CBR adalah nilai yang menyatakan kualitas tanah dasar dibandingkan dengan bahan sandar berupa batu pecah yang mempunyai nilan CBR Sebesar 100% dalam memikul bahan lalu lintas. 2.3.2
Lapisan Pondasi Bawah ( Subbase Course ) Lapis perkerasan yang terletak antara lapis pondasi atas dan tanah dasar dinamakan lapis pondasi bawah. Lapis pondasi bawah ini berfungsi sebagai : a. Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah dasar. Lapisan ini harus cukup kuat, mempunyai CBR 20%. b. Efisiensi penggunaan material. Material pondasi bawah relatif lebih murah dibandingkan dengan lapisan perkerasan diatasnya. c. Mengurangi tebal lapisan diatasnya yang lebih mahal. d. Lapisan peresapan, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi.
8
e. Lapis pertama, agar pekerjaan dapat berjalan lancar. Hal ini sehubungan dengan keadaan dilapangan yang memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca, atau lemahnya daya dukung tanah dasar menahan roda-roda alat berat. f. Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik kelapis pondasi atas. 2.3.3 Lapisan Pondasi Atas ( Base Course ) Lapisan ini terletak diantara lapis pondasi bawah dan lapis permukaan. Material yang digunakan untuk lapisan pondasi atas merupakan bahan pengunci dari lapisan kontruksi pondasi bawah. Bahan-bahan seperti batu pecah, kerikil pecah, dapat dipergunakan sebagi lapis pondasi atas. Fungsi dari lapis pondasi atas ini antara lain : a. Bantalan terhadap lapisan permukaan. b. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah. c. Bagian perkerasan yang menahan roda, dan menyebarkan beban kelapisan dibawahnya. 2.3.4 Lapisan Permukaan Jalan ( Surface Course ) Lapisan yang terletak paling atas disebut lapis permukaan, dan berfungsi sebagai : 1. Lapis perkerasan penahan beban roda, lapisan ini mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan. 2. Lapisan kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak meresap kelapisan dibawahnya dan melemahkan lapisan-lapisan tersebut. 3. Lapis aus (Wearing Course) lapisan yang langsung menderita gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus. 4. Lapis yang menyebarkan beban dilapisan bawah, sehingga dapat dipikul oleh lapisan lain yang mempunyai daya dukung yang lebih jelek.
9
Untuk memenuhi fungsi tersebut diatas, pada umumnya lapisan permukaan dibuat dengan menggunakan bahan pengikat aspal sehingga menghasilkan lapisan yang kedap air dengan stabilitas yang tinggi dan daya tahan yang lama. Jenis lapis permukaan yang umum dipergunakan di Indonesia : 1. Lapisan bersifat nonstruktural, berfungsi sebagai lapisan aus dan kedap air, antara lain: a. Burtu (laburan aspal satu lapis), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis aggregat bergradasi seragam, dengan tebal maksimum 2 cm. b. Burda (laburan aspal dua lapis), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal ditaburi aggregat yang dikerjakan dua kali secara berurutan dengan tebal pada t maksimum 3.5 cm. c. Latasir (lapis tipis aspal pasir), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal dan pasir alam bergradasi menerus dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu dengan tebal padat 1-2 cm. d. Buras (laburan aspal), merupakan lapis penutup terdiri dari lapisan
aspal
ditaburkan
pasir
dengan
ukuran
butir
maksimum 3/8 inchi. e. Latasbum (lapis tipis asbuton murni), merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran asbuton dan bahan pelunak dengan perbandingan tertentu yang dicampur secara dingin dengan tebal padat maksimum 1 cm. f. Lataston (lapis tipis aspal beton), dikenal dengan nama hot roll sheet (HRS), merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran antara agregat bergradasi timpang, mineral pengisi (filler) dan aspal keras dengan perbandingan tertentu, yang dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas. tebal padat antara 2,5 - 3 cm.
10
Jenis lapisan permukaan tersebut diatas walupun bersifat nonstruktural, namun menambah daya tahan perkerasan terhadap penurunan mutu, sehingga secara keseluruhan menambah masa pelayanan dari konsruksi perkerasan. Jenis perkerasan ini terutama digunakan untuk memelihara jalan. 2. Lapisan bersifat struktural, berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan menyebarkan beban roda. a. Penetrasi Macadam (Lapen), merupakan lapis perkerasan yang terdiri dari agregat pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal dengan cara disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis. Diatas lapen ini biasanya diberi laburan aspal dengan agregat penutup. Tebal lapisan satu lapis dapat bervariasi dari 4 - 10 cm. b. Lasbutag, merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri dari campuran antara agregat asbuton dan bahan pelunak yang diaduk, dihampar dan dipadatkan secara dingin. Tebal pada tiap lapisannya antara 3-5 cm. c. Laston (Lapis aspal beton), merupakan suatu lapisan pada kontrusksi jalan yang terdiri dari campuran aspal keras dari campuran aspal keras dan agregat yang mempunyai gradasi menerus, dicampur, dihampar, dan dipadatkan pada suhu tertentu. Dari standar perencanaan geometrik jalan ketentuan mengenai bahan lapis permukaan sebagai berikut :
11
Tabel 2.2 : Standar Perencanaan Kelas jalan
Lapisan permukaan jalan
I
Aspal beton
II A
Aspal beton
II B
Penetrasi berganda
II C
Penetrasi tunggal
III
Pelaburan dengan aspal
Sumber : Rekayasa Jalan Raya, 1999 2.4 Material Perkerasan Bahan perkerasan yang utama adalah bahan ikat yang berupa aspal dari bahan batu berupa batu pecah, batu nelah kerikil dan pasir. Material perkerasan dapat dibedakan menjadi 4 kategori sehubungan dengan sifat dasarnya, akibat beban lalu lintas yaitu : 1. Material
berbutir
Agregat/batuan aspal.
terdiri
dari
agregat/kerikil
atau
batu
pecah.
merupakan salah satu bahan perkerasan jalan selain
Lapisan
perkerasan
jalan
mengandung
75-80%
agregat
berdasarkan presentase volumenya. Dengan demikian daya dukung, keawetan, dan mutu perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan material lain. Untuk meningkatkan dalam pelaksanaan seringkali dilakukan pencampuran (mix). 2. Material terikat. Material yang dihasilkan dengan menambah semen, kapur, atau zat cair lainnya dalam jumlah tertentu untuk menghasilkan bahan yang terikat dengan kuat tarik. 3. Aspal Aspal adalah material utama pada lapis perkerasan lentur (flexible pavement) jalan raya, yang berfungsi sebagai campuran dan bahan pengikat agregat, karena mempunyai daya lekat yang kuat, mempunyai sifat adesi, kedap air dan mudah dikerjakan. Aspal merupakan bahan yang plastis yang dengan kelenturannya mudah diawasi untuk dicampur
12
dengan agregat. Lebih jauh lagi, aspal sangat tahan terhadap asam, basa, dan garam. Ini berarti jika aspal dipergunakan sebagai pengikat dengan mutu yang baik dapat memberikan lapisan kedap air dan tahan terhadap pengaruh cuaca dan reaksi kimia yang lain. Sifat aspal akan berubah akibat panas dan umur, aspal akan menjadi kaku dan rapuh. Pada akhirnya daya adhesinya/kemampuan aspal untuk mengikat agregat akan berkurang. Sedangkan kohesi adalah kemampuan aspal untuk tetap mempertahankan agregat tetap ditempatnya setelah terjadi peningkatan 4. Beton semen Beton semen adalah agregat yang dicampur dengan PC secara basah. Lapisan beton semen dapat digunakan sebagai lapisan pondasi bawah pada perkerasan lentur dan kaku dan sebagai lapisan pondasi atas pada perkerasan kaku. - Beton pondasi bawah Untuk pondasi bawah pada perkerasan lentur beton mempunyai kelebihan kemampuan untuk ditempatkan dengan dituangkan begitu saja pada area dengan kondisi tanah dasar jelek (poor subgrade) tanpa digilas. Untuk maksud perencanaan struktur, karakteristik penting yang harus diketahui dan dievaluasi adalah modulus, angka poisson dan penampilan pada saat pembebanan ulang. Beton yang digunakan untuk dipakai keperluan pondasi bawah mempunyai kuat tekan 28 hari minimum 5 Mpa jika menggunakan campuran abu batu (flyash) dan 7 Mpa jika tanpa abu batu. - Pondasi atas Perkerasan kaku dapat didefinisikan sebagai perkerasan yang mempunyai alas / dasar atau landasan beton semen. Prinsip parameter perencanaan untuk perencanaan beton didasarkan pada kuat lentur 90 hari. Kuat lentur rencana beton 90 hari dianggap estimasi paling baik digunakan untuk menentukan tebal perkerasan.
13
2.5
Lalu lintas rencana Kondisi lalu lintas yang akan menentukan perkerasan jalan adalah jumlah sumbuh yang lewat, beban sumbu, konfigurasi sumbu. Untuk semua jenis perkerasan, penampilan perkerasan dipengaruhi terutama oleh kendaraan berat. 1. Konfigurasi sumbu dan faktor ekivalensi Jenis kendaraan yang memakai jalan beraneka ragam, bervariasi baik ukuran, berat total, konfigurasi, dan beban sumbu, daya dan lainlain. Pengaruh dari masing-masing jenis kendaraan tersebut baik terhadap kualitas layanan lalu lintas maupun terhadap struktur pekerasan tentunya akan berbeda-beda. Besarnya pengaruh tersebut dinyatakan dalam faktor SMP (Satuan Mobil Penumpang). Oleh karenanya untuk analisa lajur, jalur, volume lalu lintas dihitung dalam SMP bukan dalam satuan kendaraan. Sedangkan pengaruh berbagai jenis kendaraan terhadap intergritas struktur perkerasan lentur lebih ditentukan oleh beban sumbu kendaraan dan lama pembebanan. Kendaraan yang berat dan sedang berhenti akan lebih merusak struktur perkerasan dibandingkan dengan kendaraan yang ringan dan sedang berjalan. Besarnya beban sumbu terhadap kerusakan perkerasan jalan dinyatakan dalam Faktor Ekivalen (FE). 2. Umur rencana Umur rencana adalah jangka waktu dalam tahun sampai perkerasan harus diperbaiki atau ditingkatkan. Perbaikan terdiri dari pelapisan ulang, penambahan, atau peningkatan. Beberapa tipikal umur rencana : -
Lapisan perkerasan aspal baru, 20 – 25 tahun
-
Lapisan perkerasan kaku baru, 20 – 40 tahun
-
Lapisan tambahan (aspal, 10 – 15), (batu pasir, 10 – 20) tahun
14
Kondisi lalu-lintas yang akan menentukan pelayanan adalah : -
Jumlah sumbu yang lewat
-
Beban sumbu
-
Konfigurasi sumbu
Untuk semua jenis perkerasan, penampilan dipengaruhi terutama oleh kendaraan berat. Sumbu kendaraan dan Ekivalensi : -
Jarak sumbu
-
Jumlah roda / sumbu
-
Beban sumbu
Untuk kebutuhan perencanaan kendaraan yang diperhitungkan adalah empat jenis, sebagai berikut : -
Sumbu tunggal roda tunggal
-
Sumbu tunggal roda ganda
-
Sumbu tandem roda ganda
-
Sumbu triple roda ganda
3. Lajur rencana Pembangunan lapisan perkerasan yang baru atau pelapisan tambahan akan dilaksanakan pada 2 lajur atau lebih yang kemungkinan bisa berbeda kebutuhannya terhadap ketebalan lapisan, tetapi untuk praktisnya akan dibuat sama. Untuk itu dibuat lajur rencana yang menerima beban terbesar. 4. Angka Pertumbuhan Lalu-lintas Jumlah lalu – lintas akan bertambah baik pada keseluruhan usia rencana atau pada sebagian masa tersebut. Angka petumbuhan lalu – lintas dapat ditentukan dari hasil survey untuk setiap proyek. 5. Metoda Perhitungan Lalu – lintas Rencana Metoda yang akan digunakan tergantung dari data lalu lintas yang ada dan prosedur perencanaan yang akan digunakan. Secara ideal data lalu – lintas harus mencakup jumlah dan berat setiap jenis sumbu.
15
2.5.1 Konfigurasi Sumbu dan Faktor Ekivalensi Jenis kendaraan yang memakai jalan beraneka ragam, bervariasi baik ukuran, berat total, konfigurasi dan beban sumbu, daya dan lainlain. Pengaruh dai masing-masing jenis kendaraan tersebut baik terhadap kwalitas pelayanan lalu-lintas maupun terhadap kerusakan struktur perkerasan tentunya akan berbeda-beda. Besarnya pengaruh tersebut dinyatakan dalam faktor SMP (Satuan Mobil Penumpang). Oleh karenanya untuk analisis lajur jalur, volume lalu lintas dihitung dalam SMP bukan dalam satuan kendaraan. Sedangkan pengaruh berbagai jenis kendaraan terhadap integritas struktur perkerasan lentur lebih ditentukan oleh beban sumbu kendaraan dan lama pembebanan. Kendaraan yang berat dan sedang berhenti akan lebih merusak struktur perkerasan dibandingkan dengan kendaraan yang ringan dan sedang berjalan. Besarnya pengaruh beban sumbu terhadap kerusakan perkerasan dinyatakan dengan Faktor Ekivalen (FE). 2.5.2 Umur Rencana Umur rencana perkerasan jalan adalah jumlah tahun dari saat jalan tersebut dbuka untuk lalu-lintas kendaran sampai diperlukan suatu perbaikan yang bersifat struktural (sampai diperlukan overlay lapisan perkerasan). Selama umur rencana tersebut pemeliharaan perkerasan jalan tetap harus dilakukan seperti pelapisan nonstruktural yang berfungsi sebagai lapis aus. Umur rencana untuk pekerjaan lentur jalan baru, umumnya diambil 20 tahun, dan untuk peningkatan jalan 10 tahun. Umur rencana yang lebih besar dari 20 tahun, tidak lagi ekonomis karena perkembangan laul-lintas yang terlalu besar dan sukar mendapat ketelitian yang memadai (tambahan tebal lapisan perkerasan menyebabkan biaya awal yang cukup tinggi). 2.5.3
Angka Pertumbuhan Lalu Lintas ( i % ) Jumlah kendaraan yang memakai jalan bertambah dari tahun ke tahun. Faktor yang mepengaruhi pertumbuhan lalu-lintas adalah perkembangan daerah, bertambahnya kesejahteraan masyarakat,
16
naiknya kemampuan membeli kendaraan dan lain-lain. Faktor pertumbuhan lalu-lintas dinyatakan dalam persen per tahun. 2.6
Perencanaan Lapisan Perkerasan Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun diatas lapisan tanah dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas. 2.6.1 Perencanaan Jalan Baru Design perkerasan lentur didasarkan pada analisis sistem lapisan dimana beban kendaraan dipikul secara bersamaan oleh semua lapisan perkerasan sebagai satu kesatuan. Kontribusi setiap lapisan perkerasan dalam memikul beban kendaraan, ditentukan oleh karakteristik bahan dan tebal dari masing-masing lapisan tersebut. Bahan perkerasan dengan kualitas yang lebih baik pada umumnya digunakan sebagai lapisan perkerasan yang lebih atas. Sedangkan lapisan-lapisan dibawahnya menggunakan bahan perkerasan yang kualitasnya lebih rendah, tetapi kualitasnya lebih baik daripada kualitas tanah dasar yang mendukungnya. Perkerasan ini umumnya terdiri dari tiga lapis atau lebih. Struktur perkerasan lentur terdiri dari lapisan permukaan, lapisan pondasi, lapisan pondasi bawah, dan lapisan tanah dasar. 2.6.2 Perencanaan Jalan Lama (Overlay) Pemeliharaan konstruksi jalan terus menerus dapat juga memperpanjang umur konstruksi jalan raya khususnya perkerasan jalannya. Kerusakan yang terjadi pada konstruksi jalan raya sebagian besar disebabkan oleh pengaruh air, baik yang berasal dari atas (air hujan) maupun dari dalam tanah (air tanah), karena itu pemeliharaan terhadap kelancaran pembuangan air (Drainase) perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh. Untuk pelaksanaan pemeliharaan jalan dapat diberi lapis tambahan (Overlay) yang merupakan tindakan yang tepat untuk mencegah kerusakan yang lebih parah atau merupakan usaha memperpanjang umur konstruksi perkerasan. Overlay dapat terdiri dari lapisan beton aspal atau butas.
17
2.6.3 Pertimbangan Perencanaan Berbagai pertimbangan yang diperlukan dalam perencanaan tebal perkerasan antara lain meliuputi hal-hal sebagai berikut : 1. Pertimbangan Konstruksi dan Pemeliharaan Konstruksi dan pemeliharaannya kelak setelah digunakan, harus
dijadikan
pertimbangan
dalam
merencanakan
tebal
perkerasan. Faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu : - Perluasan dan jenis drainase (saluran). - Penggunaan konstruksi berkotak – kotak (segmental). - Ketersediaan peralatan khususnya peralatan : pencampur material, penghamparan dan pemadatan (alat berat). - Penggunaan konstruksi bertahap. - Penggunaan stabilisasi. - Kebutuhan dari segi lingkungan dan keamanan pemakai. - Pertimbangan sosial dan strategi pemeliharaan. - Resiko – resiko yang mungkin terjadi. 2. Pertimbangan Lingkungan -
Kelembaban Kelembaban secara umum berpengaruh terhadap penampilan perkerasan, sedangkan kekakuan/kekuatan material yang lepas dan tanah dasar tergantung dari kadar air materialnya.
-
Suhu Lingkungan Suhu lingkungan pengaruhnya cukup besar pada penampilan permukaan perkerasan lentur, karena karakteristik dan sifat aspal yang kaku dan regas pada temperatur rendah dan sebaliknya akan lunak dan viskoelastis pada suhu tinggi
-
Cuaca/Iklim Cuaca sangat berpengaruh terhadap umur rencana perkerasan terutama pada perkerasan lentur.
18
2.6.4 Faktor pertimbangan untuk estimasi daya dukung. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam mengestimasi nilai kekuatan
dan kekakuan lapisan tanah dasar :
- Urutan pekerjaan tanah dari penghamparan dan pemadatan yang dilakukan layer per layer ± 15 – 20 cm. - Penggunaan air pada saat pemadatan (compact) dan kepadatan lapangan (γd) yang dicapai. - Perubahan kadar air selama usia pelayanan. - Variabilitas tanah dasar - Ketebalan lapisan perkerasan. Pengukuran daya dukung subgrade Pengukuran
daya
dukung
subgrade
yang
digunakan,
dilakukan dengan : - California Bearing Ratio (CBR) - Parameter elastis - Modulus reaksi tanah dasar (k) 2.7
Perencanaan Perkerasan Metode Bina Marga 2.7.1 Persentase Kendaraan pada lajur rencana Jalur Rencana (JR) merupakan jalur lalu-lintas dari suatu ruas jalan raya yang terdiri dari satu lajur atau lebih. Jika jalan tidak memiliki tanda batas lajur, maka jumlah lajur ditentukan dari lebar perkerasan. Tabel 2.3 : Pedoman Penentuan Jumlah Lajur Lebar perkerasan (L)
Jumlah lajur (n)
L< 5,5 m 5,5 m < L < 8,25 m 8,5 m < L < 11,25 m 11,25 m < L < 15,00 m 15,00 m < L < 18,75 m 18,75 m < L < 22,00 m
1 Lajur 2 Lajur 3 Lajur 4 Lajur 5 Lajur 6 Lajur
Sumber : SNI-1732-1989-F
19
Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat pada jalur rencana ditentukan menurut daftar dibawah ini : Tabel 2.4 : Koefisien Distribusi Kendaraan Kendaraan Ringan
Kendaraan Berat
Jumlah Lajur
1 arah
2 arah
1 arah
2 arah
1 Lajur 2 Lajur 3 Jalur 4 Jalur 5 Jalur 6 Jalur
1,00 0,60 0,40 -
1,00 0,50 0,40 0,30 0,25 0,25
1,00 0,70 0,50 -
1,00 0,50 0,475 0,45 0,425 0,40
Sumber : SNI-1732-1989-F
Kendaraan Ringan < 5 ton, misal mobil penumpang, pick up, mobil hantaran. Kendaraan Berat ≥ 5 ton, misal bus, truk, traktor, semi trailer, trailer. 2.7.2 Angka Ekivalen ( E ) Beban Sumbu Kendaraan a. Angka Ekivalen Sumbu Tunggal E=
(b
e s bu t amu n ndb gau) 4 8 1 6 0
b. Angka Ekivalen Sumbu Ganda E = 0,086
(b
e s bu t amu n ndb gau) 4 8 1 6 0
20
Tabel 2.5 : Angka Ekivalen ( E ) sumbu kendaraan Beban Satu Sumbu
Angka ekivalen
Kg
Lbs
Sumbu tunggal
Sumbu ganda
1000
2205
0,0002
-
2000
4409
0,0036
0,0003
3000
6614
0,0183
0,0016
4000
8818
0,0577
0,0050
5000
11023
0,1410
0,0121
6000
13228
0,2923
0,0251
7000
15432
0,5415
0,0466
8000
17637
0,9238
0,0794
8160
18000
1,000
0,0860
9000
19841
1,4798
0,1273
10000
22046
2,2555
0,1940
11000
24251
3,3022
0,2840
12000
26455
4,6770
0,4022
13000
28660
6,4419
0,5540
14000
3064
8,6647
0,7452
15000
33069
11,4148
0,9820
16000
35276
14,7815
1,2712
Sumber : SNI – 1732-1989-F
21
2.7.3 Daya Dukung Tanah Dasar. Daya dukung tanah dasar perlu diperhatikan karena fungsinya sebagai penerima beban lapis terakhir. Sifat – sifat tanah dasar yang akan berpengaruh terhadap lapis perkerasan diantaranya : 1. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen). 2. Sifat mengembang dan menyusut. 3. Daya dukung tanah yang tidak merata dan susah ditentukan. 4. Landutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu lintas. 5. Tambahan Pemadatan akibat pembebanan lalu lintas. Karena sifat – sifat di atas maka perlu dukungan pondasi yang berfungsi : 1. Melindungi tanah dasar terhadap air hujan. 2. Mendapatkan Permukaan lantai kerja yang cukup rata, kuat dan uniform. 3. Memberikan sumbangan kenaikan daya dukung tanah dasar. Dalam BinaMarga, DDT ditetapkan berdasarkan grafik korelasi CBR – DDT. Nilai CBR yang dipakai ditentukan dari nilai CBR rata-rata untuk suatu lajur tertentu.
22
Gambar 2.4 : Grafik Hubungan Antara DDT dan CBR Sumber : Penuntun Praktis Perencanaan Teknik Jalan
23
2.7.4 Faktor Regional ( FR ) Faktor Regional ( FR ) adalah Faktor koreksi sehubungan dengan adanya perbedaan kondisi setempat dengan kondisi percobaan AASHTO Road Test dan disesuaikan dengan keadaan di Indonesia. FR ini dipengaruhi oleh bentuk alinyemen, persentase kendaraan berat yang berhenti, serta iklim. Hal-hal yang mempengaruhi faktor regional antara lain : 1. Keadaan medan 2. Persentase kendaraan berat. 3. Pertimbangan teknis dari perencanaan, misalnya : persimpangan, pemberhentian, tikungan, dan daerah rawa-rawa. Tabel 2.6 : Faktor Regional Kelandaian I
Kelandaian II
Kelandaian III
(<6%)
( 6 - 10% )
( >10% )
% Kendaraan Berat
Iklim I < 900 mm/th
Iklim II ≥ 900 mm/th
≤ 30%
> 30 %
≤ 30%
> 30 %
≤ 30 %
> 30 %
0,5
1,0 – 1,5
1
1,5 – 2,0
1,5
2,0 – 2,5
1,5
2,0 – 2,5
2
2,5 - 3,0
2,5
3,0 – 3,5
Sumber : SNI-1732-1989-F
Catatan : Pada bagian jalan tertentu seperti persimpangan, pemberhentian, atau tikungan tajam (jari-jari 30m) FR ditambah dengan 0,5. pada daerah rawa FR ditambah 1,0.
24
2.7.5
Indeks Permukaan Dalam menentukan indeks permukaan (IP) pada akhir umur
rencana, perlu dipertimbangkan faktor – faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah lintas ekivalen rencana (LER) seperti berikut : IP
= 1,0
: adalah menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga sangat menganggu lalu lintas kendaraan.
IP
= 1,5
: adalah tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan tidak terputus).
IP
= 2,0
: adalah tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih cukup stabil dan baik.
IP
=2,5
: adalah menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik.
1. Indeks Permukaan Awal ( IPo ) Adalah nilai kerataan / kehalusan serta kekokohan permukaan jalan pada awal usia rencana. Nilai IPo dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 2.7 : Indeks Permukaan pada awal usia rencana ( IPo ) Jenis Lapisan Perkerasan
IPo
Roughness *)mm
≥4
≤ 1000
3,9 – 3,0
> 1000
3,9 – 3,5
≤ 2000
3,4 – 3,0
> 2000
BURDA
3,9 – 3,5
< 2000
BURTU
3,4 – 3,0
< 2000
3,4 – 3,0
≤ 3000
2,9 – 2,5
> 3000
LATASBUM
2,9 – 2,5
-
BURAS
2,9 – 2,5
-
Lapis Pelindung
2,9 – 2,5
-
Jalan Tanah
≤ 2,4
-
Jalan Kerikil
≤ 2,4
-
LASTON
HRA
LAPEN
Sumber : SNI-1732-1989-F
25
2.7.6 Indeks permukaan Akhir ( IPt ) Adalah nilai kerataan / kehalusan serta kekokohan permukaan jalan pada akhir usia rencana. Nilai IPt dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 2.8 : Indeks Permukaan pada akhir usia rencana ( IPt ). LER = Lintas
Klasifikasi Jalan
Ekivalen
Lokal
Kolektor
Arteri
Tol
< 10
1,0 – 1,5
1,5
1,5 – 2,0
-
10 < 100
1,5
1,5 – 2,0
2,0
-
100 < 1000
1,5 – 2,0
2,0
2,0 – 2,5
-
> 1000
-
2,0 – 2,5
2,5
2,5
Rencana
Sumber : SNI-1732-1989-F
Catatan :
Pada proyek-proyek penunjang jalan, jalan murah, atau jalan darurat maka IP dapat diambil 1.0
IP = 1,0
Menyatakan permukaan keadaan rusak berat sehingga dapat menganggu lalu-lintas kendaraan
IP = 1,5
Adalah tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin ( jalan tidak terputus )
IP = 2,0
Adalah tingkat pelayanan terendah bagi jalan yang mantap
26
2.7.7 Lapisan Permukaan Tabel 2.9 : Minimum tebal lapisan permukaan Tebal Minimum
ITP
Bahan
(cm)
< 3,00
5
Lapis pelindung : (Buras/Burtu/Burda)
3,00 – 6,70
5
Lapen/Aspal macadam/HRA, Lasbutag Laston.
6,71 – 7,49
7,5
Lapen/Aspal macadam/HRA, Lasbutag Laston.
7,50 – 9,99
7,75
Lasbutag, Laston.
≥ 10,00
10
Laston.
Sumber : SNI – 1732 – 1989 – F
2.7.8 Lapisan Pondasi Atas Tabel 2.10 : Batas-batas minimum tebal lapisan Pondasi Atas ITP
Tebal minimum Cm
Bahan Batu pecah, stabilitas tanah dengan
< 3.00
15
semen, stabilitas tanah dengan kapur.
20 *) 3.00 – 7.49
Batu pecah, tabilitas tanah dengan semen, stabilitas tanah dengan kapur.
10
LASTON Atas
20
Batu pecah, stabilitas tanah dengan
7.50 – 9.99
semen, stabilitas tanah dengan kapur, pondasi Macadam 15
LASTON Atas Batu pecah, stabilitas tanah dengan
10 – 12.14
20
semen, stabilitas tanah dengan kapur, pondasi Macadam, LAPEN
27
dan LASTON atas. Batu pecah, stabilitas tanah dengan ≥ 12.25
25
semen, stabilitas tanah dengan kapur, pondasi Macadam, LAPEN dan LASTON atas.
Sumber : SNI-1732-1989-F
*) Batas 20 cm tersebut dapat diturunkan menjadi 15 cm bila untuk pondasi bawah digunakan material berbutir kasar 2.7.9 Lapisan Pondasi Bawah Untuk nilai setiap ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum adalah 10 cm.
2. 8 Perencanaan Perkerasan Metode AASHTO Prinsip dasar yang dikembangkan AASHTO (American Association of State Highway and Transportation Official) road test adalah dengan menggunakan grafik-grafik berdasarkan anallisa lalu-lintas selama umur rencana 20 tahun, sedangkan untuk perencanaan kurang dari 20 tahun grafik-grafik tersebut memerlukan suatu koreksi sebesar UR/20. 2.8.1.
Lintas Ekivalen Permulaan Adalah jumlah lintasan kendaraan rata-rata pada tahun permulaan pada jalur rencana dengan satuan as tunggal 8,16 ton (18.000 lbs = 18 kips ) atau 18 KSAL (15 Kips Single Axle Load). i=n
Rumus :
LEP = ∑ Aj x Ej x Cj x ( 1 + i )n J=1
Dimana :
Aj
=
Jumlah kendaraan untuk 1 jenis kendaraan
Ej
=
Angka ekivalen beban sumbu untuk 1 jenis kendaraan
Cj
=
Koefisien distribusi kendaraan pada lajur rencana
28
I
=
Faktor pertumbuhan lalu-lintas tahunan
n
=
Jumlah tahun dari saat diadakan pengamatan
sampai
jalan tersebut dibuka. Catatan :
Pada perencanaan tebal perkerasan, mobil penumpang atau kendaraan ringan ( berat kosong <1500 kg ) tidak diperhitungkan.
2.8.2
Lintas Ekivalen Selama Umur Rencana ( AE 18 KSAL ) AE 18 KSAL (Accumulative Ekivalen 18 Kips Single Axle Load) adalah jumlah
kendaraan yang lewat pada jalan tersebut
selama masa pelayanan. Rumus
= AE 18 KSAL = 365 x LEP x N
Dimana
=
AE 18 KSAL = Lintas Ekivalen Selama Umur Rencana 365
= Jumlah hari dalam setahun
LEP
= Lintas Ekivalen Awal Umur Rencana untuk setiap kendaraan kecuali kendaraan ringan.
N
= Faktor Umur Rencana yang disesuaikan dengan perkembangan lalu lintas
Tabel 2.11 : Nilai N untuk Perhitungan AE 18 KSAL Umur
Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas
Rencana
2%
4%
5%
6%
8%
10 %
1
1,01
1,02
1,02
1,03
1,04
1,05
2
2,04
2,08
2,10
2,12
2,16
2,21
3
3,09
3,18
3,23
3,30
3,38
3,48
4
4,16
4,33
4,42
4,51
4,69
4,87
5
5,25
5,53
5,66
5,80
6,10
6,41
6
6,37
6,77
6,97
7,18
7,63
8,10
7
7,51
8,06
8,35
8,65
9,28
9,96
8
8,70
9,51
9,62
10,20
11,05
12,00
29
9
9,85
10,79
11,3
11,84
12,99
14,26
10
11,05
12,25
12,9
13,60
15,05
16,73
15
17,45
20,25
22,15
29,90
28,30
33,36
20
24,55
30,40
33,9
37,95
47,70
60,20
Sumber : AASHTO, 1974 2.8.3 Penetapan Faktor Ekivalen Untuk Perkerasan Lentur Perencanaan perkerasan lentur berdasarkan pada berbagai jenis kendaraan, baik kendaraan bersumbu tunggal maupun yang bersumbu ganda, dimana sumbu tunggal mempunyai berat 2 sampai 40 kips dan sumbu ganda mempunyai 10 sampai 48 kips maka harus diekivalenkan dengan sumbu beban standar sumbu tunggal yaitu 18 kips. Faktor ekivalen untuk struktur number dari 1 sampai 6 serta IPt = 2,5 dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 2.12 : Faktor Ekivalen Jalan untuk Beban Tunggal IPt= 2,5 Axle Load Kips 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40
KN
Structural Number ( SN ) 1
2
8.9 0.0004 0.0002 17.8 0.003 0.004 26.7 0.01 0.002 35.6 0.03 0.05 44.5 0.08 0.10 53.4 0.17 0.20 62.3 0.33 0.36 71.2 0.59 0.61 80.1 1.00 1.00 89.1 1.61 1.57 97.9 2.48 2.38 106.8 3.69 3.49 115.7 5.33 4.99 124.6 7.49 6.98 133.4 10.31 9.55 142.3 13.90 12.82 151.2 18.41 16.94 160 24.02 22.04 169 30.90 28.30 177.9 35.89 35.89 Sumber : AASHTO, 1974
3
4
5
6
0.0002 0.004 0.002 0.05 0.12 0.23 0.40 0.65 1.00 1.49 2.17 3.09 4.31 5.9 7.94 10.52 13.74 17.73 22.61 28.51
0.0002 0.003 0.01 0.04 0.10 0.21 0.39 0.65 1.00 1.47 2.09 3.89 3.91 5.21 6.83 8.85 11.34 14.38 18.06 22.50
0.0002 0.003 0.01 0.03 0.09 0.19 0.36 0.62 1.00 1.51 2.18 3.03 3.09 5.39 6.97 8.88 11.18 13.93 17.20 21.08
0.0002 0.002 0.01 0.03 0.08 0.18 0.34 0.61 1.00 1.55 2.3 3.27 5.98 5.98 7.79 9.95 12.51 15.50 18.98 23.04
30
Tabel 2.13 : Fakor Ekivalen Jalan untuk Beban Ganda IPt= 2,5 Axle Load
Structural Number ( SN )
Kips
KN
1
2
3
4
5
6
10
44.5
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
12
53.4
0.01
0.02
0.02
0.01
0.01
0.01
14
62.3
0.03
0.04
0.04
0.03
0.03
0.02
16
71.2
0.04
0.07
0.07
0.06
0.05
0.04
18
80.1
0.07
0.10
0.11
0.09
0.08
0.07
20
89.1
0.11
0.14
0.16
0.14
0.12
0.11
22
97.9
0.16
0.20
0.23
0.21
0.18
0.17
24
106.8
0.23
0.27
0.31
0.29
0.26
0.24
26
115.7
0.33
0.37
0.42
0.40
0.36
0.34
28
124.6
0..45
0.49
0.55
0.53
0.50
0.47
30
133.4
0.61
0.65
0.70
0.70
0.66
0.63
32
142.3
0.81
0.84
0.89
0.89
0.86
0.83
34
151.2
1.06
1.08
1.11
1.11
1.09
1.08
36
160.1
1.38
1.38
1.38
1.38
1.38
1.38
38
169.0
1.76
1.73
1.69
1.68
1.70
1.73
40
177.9
2.21
2.16
2.06
2.03
2.08
2.14
42
186.8
2.76
2.67
2.49
2.43
2.51
2.61
44
195.7
3.41
3.27
2.99
2.88
3.00
3.16
46
204.6
4.18
3.98
3.58
3.40
3.55
3.79
48
213.5
5.08
4.80
4.25
3.98
4.17
4.49
Sumber : AASHTO, 1974 2.8.4
Soil Support ( S ) Persamaan dasar yang dikembangkan AASHTO (American Association of State Highway and Transportation Officials) hanya berlaku satu nilai daya dukung tanah yang mewakili keadaan tanah dasar sebagai badan jalan yang terletak disekitar lokasi pengetesan. Untuk tujuan perencanaan tebal perkerasan perlu mengasumsikan
31
nilai daya dukung tanah yang diambil dari macam variasi density dan kelembaban yang dapat diharapkan pada konstruksi normal. Variasi ini akan berpengaruh dengan kualitas kontrol pengunaan, agar prosedur perencanaan mengenai berbagai macam tanah badan jalan, perlu pengumpamaan tingkat daya dukung tanah untuk dapat mewakili variasi tanah dilokasi yang berbeda. AASHTO road test, daya dukung tanah dinyatakan dalam Soil Support Value ( S ), karenanya diperlukan grafik yang menyatakan hubungan antara Soil Support Value dengan bersaran lain yang menyatakan daya dukung tanah, misalnya CBR, Ressistance Value ( R ), Group Index, dan lain-lain. 2.8.5
Reliability ( R ) Konsep reliability untuk perencanaan perkerasan didasarkan pada beberapa ketidaktentuan dalam proses perencanaan untuk meyakinkan alternatif-alternatif berbagai perencanaan. Tingkatan reliability ini digunakan tergantung pada volume lalu-lintas, klasifikasi jalan yang akan direncanakan maupun ekspetasi dari pengguna jalan. Relibility didefinisikan sebagai kemungkinan bahwa tingkat pelayanan dapat tercapai pada tingkatan tertentu dari sisi pandangan para pengguna jalan sepanjang umur yang direncanakan. Hal ini memberikan implikasi bahwa repetisi beban yang direncanakan dapat tercapai hingga mencapai tingkatan pelayanan tertentu. Pengaplikasian dari konsen reliability ini diberikan juga dalam parameter standar deviasi yang mempresentasikan kondisi-kondisi lokal dari ruas jalan yang direncanakan serta type perkerasan antara lain perkerasan lentur ataupun perkerasan kaku. Secara garis besar pengaplikasian konsep reliability adalah sebagai berikut : a.
Menentukan
klasifikasi
ruas
jalan
yang
direncanakan.
Klasifikasi ini mencakup apakah jalan tersebut adalah jalan dalam kota (Urban) atau jalan antar kota (Rural).
32
b.
Menentukan tingkat reliability yang dibutuhkan dengan menggunakan tabel yang ada pada metode AASHTO. Semakin tingggi tingkay reliability yang dipilih maka akan semakin tebal lapisan perkersan yang dibutuhkan.
c.
Memilih standar deviasi (So). Nilai ini mewakili dari kondisikondisi lokal yang ada. Berdasarkan data dari jalan percobaan AASHTO ditentukan nilai So sebesar 0,25 untuk rigid pavement dan 0,35 untuk flexible pavement. Hal ini berhubungan dengan total standar deviasi sebesar 0,35 dan 0,45 untuk lalu lintas untuk jenis perkerasan rigid dan flexible.
Tabel 2.14 : Nilai Reliability untuk tiap Klasifikasi Jalan Nilai Reliability Jalan dalam Kota Jalan antar Kota ( Urban ) ( Rural ) 85 – 99,9 80 – 99,9
Klasifikasi Ruas Jalan Jalan Lintas Arteri
80 – 99
75 – 95
Kolektor
80 – 95
75 – 95
Lokal
50 - 80
50 - 80
Sumber : AASHTO, 1993 2.8.6
Serviceability Index Serviceability merupakan tingkat pelayanan yang diberikan oleh sistem perkerasan yang kemudian dirasakan oleh pengguna jalan.
Untuk
serviceability
ini
parameter
utama
yang
dipertimbangkan adalah nilai Present Serviceability Index (PSI). Nilai serviceability ini merupakan nilai yang menjadi penentu tingkat pelayanan fungsional dari suatu sistem perkerasan jalan. Secara numerik serviceability ini merupakan fungsi dari beberapa parameter
antara
lain
ketidakrataan,
jumlah
lobang,
luas
tambalan,dll.
33
Nilai Serviceability ini diberikan dalam beberapa tingkatan antara lain : a. Untuk perkerasan yang baru dibuka (Open traffic) nilai Serviceability ini diberikan sebesar 4,0 - 4,2. Nilai ini dalam terminologi
perkerasan
diberikan
sebagai
nilai
Initial
Serviceability (Po). b. Untuk perkerasan yang harus dilakukan perbaikan pelayanannya, nilai serviceability ini diberikan sebesar 2,0. Nilai ini dalam terminologi
perkerasan
diberikan
sebagai
nilai
terminal
serviceability (Pt). c. Untuk perkerasan yang sudah rusak dan tidak bisa dilewati, maka nilai serviceability ini akan diberikan sebesar 1,5. Nilai ini dalam terminologi
perkerasan
diberikan
sebagai
nilai
Failure
Serviceability (Pf). 2.8.7 Definisi Kualitas Drainase Tabel 2.15 : Definisi Kualitas Drainase Kualitas Drainase
Pergerakan Air
Sempurna
2 Jam
Baik
1 Hari
Sedang
1 Minggu
Kurang Baik
1 Bulan
Tidak Baik
Air Tidak Bergerak
Sumber : AASHTO, 1993 Tabel 2.16 : Rekomendasi Nilai m 1 Kualitas Drainase
≤1%
1-5%
Sempurna Baik Sedang Kurang Baik Tidak Baik
1.40 – 1.35 1.35 – 1.25 1.25 – 1.15 1.15 – 1.05 1.05 – 0.95
1.35 – 1.30 1.25 – 1.15 1.15 – 1.05 1.05 – 0.80 0.95 – 0.75
5 - 25 % 1.30 – 1.20 1.15 – 1.00 1.00 – 0.80 0.80 – 0.60 0.75 – 0.40
≥ 25 % 1.20 1.00 0.80 0.60 0.40
34
2.8.8
Structure Number ( SN ) Merupakan harga yang berhubungan dengan penentuan tebal perkerasan, yang besarnya tergantung kepada analisa lalu-lintas yang diekivalenkan terhadap beban gandar tunggal 18 kips dan kondisi jalan. Hubungan ini dinyatakan dalam rumus : = a 1 .D 1 + a 2 .D 2 m 2 + a 3 .D 3 m 3
SN Dimana : a1, a2, a3
= merupakan Koefisien kekuatan relatif bahan untuk masing-masing lapisan.
D 1 , D 2 , D 3 = merupakan tebal untuk masing-masing lapisan. = Koefisien Drainase masing-masing lapisan
m2, m3 2.8.9
Koefisien lapisan Perkerasan ( a ) Material untuk lapisan perkerasan mempunyai kekuatan yang berbeda sesuai dengan fungsi dari masing-masing lapisan. Karena pada lingkungan yang bermacam-macam lalu-lintas dan pelaksanaan konstruksi, disarankan didalam perencanaan menggunakan koefisien lapisan berdasarkan percobaan sendiri. Tabel 2.17 : Koefisien Lapisan Perkerasan Material
Koefesien Lapisan Perkerasan (a)
Surface Course Asphalt Concrete
0,44
Crushed Stone
0,14
Base Course
Stabilized Base Material
0,30 – 0,40
Sub Base Course Crushed Stone
0,11
Sumber : AASHTO, 1993
35
2.8.10 Ketebalan Lapisan Minimum Untuk menghindari perencanaan yang terlalu ekonomis dan tidak bermanfaat maka ketebalan didalam perencanaan lapisan perkerasan perlu diperhatikan. Setiap lapisan perkerasan mempunyai batas ketebalan minimum yaitu : a.
Lapisan Permukaan
=
5 cm
b.
Lapis Pondasi Base
=
10 cm
c.
Lapis Pondasi Subbase
=
10 cm
36
BAB III METODOLOGI PERENCANAAN
START
PERKERASAN LENTUR
METODE PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR
METODE BINAMARGA
JALAN LAMA (OVER LAY)
JALAN BARU (WIDENING)
DATA-DATA : SEKUNDER - Jalur Rencana - Angka Ekivalen - Perhitungan lalu Lintas - CBR - Faktor Regional (FR) - Indeks Permukaan - Indeks Tebal perkerasan
DATA-DATA : SEKUNDER - Jalur Rencana - Angka Ekivalen - Perhitungan lalu Lintas - CBR - Faktor Regional (FR) - Indeks Permukaan - Indeks Tebal perkerasan
METODE AASHTO
DATA-DATA : SEKUNDER - Jalur Rencana - Traffic Ekivalen Faktor (TEF) - Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) - Ekivalen Axle Load (EAL) - Soil Support (S) - Reliability (R) - Present Servicebility Indeks (PSI) - Struktur Number (SN) - Indeks Permukaan - Koefesien lapis Perkerasan (a)
ANALISA PERBANDINGAN ANALISA BIAYA KESIMPULAN DAN SARAN FINISH
37
38 KONSULTAN SUPERVISI: PT. Ciriatama Nusawidya Consult.
38
Proyek perkerasan jalan ini berlokasi di jalan Cut Meutia Bekasi Timur dengan keadaan daya dukung tanah dasar dibagi secara segmental :
3.1
STATION
CBR
KETERANGAN
0+000 – 1+200
6%
-
1+200 – 1+300
-
JEMB. FLYOVER
1+300 – 1+500
6%
-
1+500 – 1+550
-
JEMB. KALI MALANG
1+550 – 2+300
4%
-
2+300 – 2+350
-
JEMB. PLN
2+350 – 3+148
4%
-
Metode Bina Marga 3.1.1 Jalan Baru. Dalam penentuan tebal perkerasan kontruksi jalan dengan cara Bina Marga, didasari oleh anggapan bahwa bahan material harus bersifat elastis dan isotropis ( bersifat ke segala arah sama ), hanya berlaku untuk material berbutir ( batu pecah ) dan tidak berlaku untuk konstruksi perkerasan dengan menggunakan batu-batu besar serta pemeliharaan terus-menerus. Data-data yang diperlukan untuk perencanaan perkerasan adalah : a. Data tanah dasar
: CBR
b. Lalu lintas
: Volume, komposisi, konfigurasi as / sumbu dan beban, angka pertumbuhan.
c. Material yang tersedia : sifat – sifat d. Ketentuan lain
: umur
rencana,
keadaan
umum
disekitarnya, alignment (faktor regional) dan lain-lainnya. Prinsip-prinsip cara Bina Marga 1989 dengan memakai nomogram yang ada dibuat berdasarkan analisa lalu-lintas 10 tahun. Untuk keadaan lalu lintas (umur rencana) tidak selama 10 tahun,
39
nomogram tersebut masih dapat dipergunakan dengan menggunakan “ Faktor Penyesuaian “ (FP).
FP =
UR 10
Besaran-besaran yang diperlukan untuk penggunaan nomogram tersebut adalah : a. Daya Dukung Tanah (DDT) b. Lintas Harian Rata-rata (LHR) c. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) d. Lintas Ekivalen Rencana (LER) 1.
Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) Adalah jumlah lintasan kendaraan rata-rata pada tahun permulaan pada jalur rencana dengan satuan as tunggal 8,16 ton (18.000 lbs = 18 kips) atau 18 KSAL ( 18 Kips Single Axle Load ). n
LEP = ∑ LHRj x Cj x Ej J=1
Di mana :LHR= Lalu lintas harian rata-rata
2.
j
= Jenis Kendaraan
C
= Koefisien kendaraan
E
= Angka Ekivalen
Lintas Ekivalen Akhir ( LEA) Adalah jumlah lintasan kendaraan rata- rata pada tahun akhir dari masa pelayanan pada jalur rencana dengan satuan as tunggal 8,16 ton.
40
n
LEA = ∑ LHRj (1+i)UR x Cj x Ej J=1
Dimana :
3.
LHR
= Lalu lintas harian rata-rata
i
= Pertumbuhan lalu lintas
UR
= Usia Rencana
j
= Jenis Kendaraan
C
= Koefisien kendaraan
E
= Angka Ekivalen
Lintas Ekivalen Tengah (LET) Adalah jumlah lintasan kendaraan rata-rata slama masa pelayanan pada jalur rencana dengan satuan as tunggal 8,16 ton.
LET = 4.
L E +PL E 2
Lintas Ekivalen Rencana (LER)
LER 10 = LET +
UR 10
Indeks Permukaan ( IP ) Adalah nilai kerataan / kehalusan serta kekokohan permukaan yang berhubungan dengan tingkat pelayanan bagi lalu-lintas yang lewat. Indeks Permukaan Awal ( IPo ) Adalah nilai kerataan / kehalusan serta kekokohan permukaan jalan pada awal usia rencana.
41
5.
Indeks Tebal Perkerasan ( ITP ) Adalah besaran yang menyatakan nilali kontrusksi perkerasan yang besarnya tergantung pada tebal masing-masing lapisan serta kekuaan relatif dari lapisan-lapisan tersebut. ITP
= a 1 .D 1 + a 2 .D 2 + a 3 .D 3
a
= Koefisien lapisan
D
= Tebal lapisan ( cm)
Tabel 3.1 : Koefisien kekuatan Relatif ( a ) Koefisien kekuatan Relatif a1
a2
a3
0,40 0,35 0,32 0,30 0,35 0,31 0,28 0,26 0,30 0,26 0,25 0,20 --
0,28 0,26 0,24 0,23 0,19 0,15 0,13 0,15 0,13 0,14 0,13 0,12 -
0,13 0,12 0,11 0,10
-
Kekuatan Bahan Ms (Kg) 744 590 454 340 744 590 454 340 340 340 590 454 340 -
Kt ((Kg/cm) 22 18 22 18 -
CBR (%) 100 80 60 70 50 30 20
Jenis Bahan
LASTON
LASBUTAG HRA Aspal Macadam LAPEN (mekanis) LAPEN (manual) LASTON Atas LAPEN ( mekanis ) LAPEN ( manual ) Stabilitas Tanah dengan semen Stabilitas Tanah dengan kapur Batu Pecah (kelas A) Batu Pecah (kelas B) Batu Pecah (kelas C) SIRTU/Pitrun(kelas A) SIRTU/Pitrun(kelas B) SIRTU/Pitrun(kelas C) Tanah/Lempung kepasiran
Sumber : SNI-1732-1989-F
42
3.1.2
Jalan Lama (Overlay) Untuk perhitungan pelapisan tambahan (Overlay), kondisi perkerasan jalan lama (Existing Pavement) dinilai sesuai daftar dibawah ini 1. Lapis permukaan : Umumnya tidak retak, hanya sedikit deformasi Pada jalur roda ……………………………………….90 – 100 % Terlihat retak halus, sedikit deformasi pada jalur Roda namun masih tetap stabil ………………………70 – 90 % Retak sedang, beberapa deformasi pada jalur roda, Pada dasarnya masih menunjukan kestabilan………...50 – 70 % 2. Lapis pondasi : a. Pondasi aspal beton atau penetrasi Macadam. Umumnya tidak retak……………………………….. 90 – 100 % Terlihat retak halus, namun masih tetap stabil ………70 – 90 % Retak sedang, pada dasarnya masih menunjukan Kestabilan…………………………………………… 50 – 70 % Retak banyak, menunjukan gejala ketidakstabilan……30 – 50 % b. Stabilisasi tanah dengan semen atau kapur : Indek plastisitas (plasticity index = PI) ≤ 10…………70 – 100 % c. Pondasi Macadam atau batu pecah : Indek plastisitas (plasticity index = PI) ≤ 6…………..80 – 100 % 3. Lapis pondasi bawah : Indek plastisitas (plasticity index = PI) ≤ 6…………..90 – 100 % Indek plastisitas (plasticity index = PI) > 6…………..70 – 90 % Dari kondisi tersebut ditentukan nilai ITP sisa. Tahap selanjutanya adalah
sebagai berikut : 1.
Penentuan ITP awal sesuai dengan kebutuhan lalu lintas.
2.
Penentuan Parameter lainnya :
3.
•
DDT awal
•
Lintas Harian Rata – rata
•
Ipo, Ipt, LER 10, FR.
Penentuan Tebal overlay
Do =
ITPawal − ITPsisa ao
43
3.2 Metode AASHTO Tahapan pengerjaan Metode AASHTO : 1.
Jalur Rencana Rumus
:
LHR n
= ( 1 + i )n . LHR
2.
Traffic Ekivalen faktor (TEF)
3.
Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) i=n
∑ Aj x Ej x Cj x ( 1 + i )n
Rumus : LEP =
J=1
4.
Ekivalen Axle Load (EAL) AE 18 KSAL
= 365 x LEP x N
5.
Struktur Number (SN)
6.
Soil Support (S)
7.
Reliabillity (R)
8.
Present Servicebillity Indeks (PSI)
9.
Indeks Permukaan
10.
Tebal Lapis Permukaan (IP) SN
11.
= a 1 .D 1 + a 2 .D 2 m 2 + a 3 .D 3 m 3 + a 4 .D 4 m 4
Koefisien Lapis Perkerasan (a)
44
Desain Chart Perkerasan Lentur Metode AASHTO
Grafik 3.1 Desain Chart Perkerasan Lentur Metode AASHTO
45
LEMBAR PENGESAHAN
PERBANDINGAN PERECANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE BINA MARGA DAN METODE AASHTO ( STUDI KASUS PROYEK PERKERASAN JALAN DI CUT MUETIA FLY OVER BEKASI )
Oleh :
MANDRA WINDIARTO
NIM : 41107110017
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
PROGRAM S-1 TEKNIK SIPIL
Disetujui Dosen Pembimbing
( Ir. SYLVIA INDRIANI , MT )
46
BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR
Proyek pengembangan jalan Cut Meutia berawal dari persimpangan jalan Narogong (STA. 0 + 000) sampai dengan terminal Bekasi (STA. 3+148) atau sepanjang 3,148 Km. Berikut adalah data teknis proyek pengembangan jalan Cut Meutia: 1. Daerah milik jalan (Damija)
:
30 meter
2. Panjang Jalan
:
3,148 Km
3. Banyak jalur dan lajur
:
2 jalur dan 4 lajur
4. Lebar jalur lalu-lintas
:
2 x 7.750 meter
5. Bahu Jalan
:
2 x 1,5
6. Kemiringan jalan
:
2%
7. Kemiringan Bahu
:
4%
8. Kecepatan rencana
:
60 Km/jam
9. Kelas jalan
:
1 ( Satu )
Data lalu-lintas yang dipakai dalam kajian ini diperoleh dari pengumpulan data sekunder, yang berasal dari survey konsultan PT. Pacific Consulindo International Indonesia (PCI).
46
Tabel 4.1 : Komposisi dan Jumlah Lalu Lintas Pada Awal dan Akhir Tahun Rencana Awal Umur rencana Tahun 2008 (kendaraan/hari) 13.115
Akhir Umur Rencana Tahun 2017 (kendaraan/hai) 25.403
2. Car
9.288
15.007
3. Bus
2.735
4.016
275
406
25.413
44.832
No.
Jenis Kendaraan
1. Motor Cycle
4. Truck Total
Sumber: Survey PT. Pacific Consulindo International Indonesia 1. Umur rencana : 10 tahun 2. Tingkat pertumbuhan lalu-lintas ( i ) : 6,24 % 3. Angka Ekivalen beban sumbu kendaraan ( E ) terhadap beban sumbu kendaraan standar 8,16 ton ( 18 kips ) unuk masing-masing jenis kendaraan sebagai berikut: • Car 2 ton (1+1)
= 0,0002 + 0,0002
= 0,0004
• Bus 8 ton (3+5)
= 0,1410 + 0,0183
= 0,1593
• Truck 2 as, 13 ton (5+8)
= 0,1410 + 0,9238
= 1,0648
4. Koefisien distribusi ( C )
= 0,3 untuk 4 lajur, 2 arah untuk kendaraan ringan = 0,4 untuk 4 lajur, 2 arah untuk kendaraan berat
4. Bahan perkerasan yang digunakan : • Asphalt Concrete Wearing Course (AC-WC) • Asphalt Treated Base (ATB) 47
• Lapis Pondasi Agregat (LPB) kelas A • Lapis Pondasi Agregat (LPB) kelas B 5. Nilai CBR Subgrade adalah 4 % (Sta. 1+550 – 3+148) dan 6 % (Sta. 0+0001+500). 6. Kelandaian 7 %
4.1
Perhitungan Tebal Perkerasan Metode Bina Marga CBR 4 % 4.1.1
Lalu-lintas Rencana LHRn = (1 + i)n . LHR 0
Rumus
:
Dimana
:
LHRn
= Lalu-lintas Harian Rata-rata tahun ke n
LHRo
= Lalu-lintas Harian Rata-rata tahun ke 0
i
= Tingkat pertumbuhan lalu-lintas
n
= Tahun ke n
LHR pada tahun 2008 ( awal tahun rencana ) Car
= 9.288
kendaraan
Bus
= 2.735
kendaraan
Truck
= 275
kendaraan
LHR 2008 = 12.298
kendaraan
LHR pada tahun ke-10 (2017) LHRn
= (1 + i)n . LHR 0
i
= 6,24 %
48
1. Car
= 9288 (1+0,0624) ¹º
= 15007 kendaraan
2. Bus
= 2735 (1+0,0624) ¹º
= 4016 kendaraan
3. Truck = 275 (1+0,0624) ¹º
= 406 kendaraan
Mencari angka Ekivalen (E) masing-masing kendaraan 1. Car 2 ton . As depan
= 1 ton =
0,0002
As belakang = 1 ton =
0,0002 0,0004
2. Bus 8 ton. As depan
= 3 ton =
0,0183
As belakang = 5 ton =
0,1410 0,1593
3. Truk 13 ton As depan
= 5 ton =
0,1410
As belakang = 8 ton =
0,9238 1,0648
4.1.2
Menghitung Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) n Rumus : LEP = ∑ LHRj x Cj X Ej J=I
Dimana : LEP
= Lintas Ekivalen Permulaan
LHR
= Lalu-lintas Harian Rata-rata
j
= Jenis Kendaraan
49
4.1.3
C
= Koefisien kendaraan
E
= Angka Ekivalen
•
Kendaraan ringan 2 ton (1+1) = 0,3 x 0,0004 x 9.288 =
•
Bus 8 ton (3+5)
= 0,45 x 0,1593 x 2.735 =
196,058
•
Truck 2 as, 13 ton (5+8)
= 0,45 x 1,0648 x 275 =
131,769
LEP
=
328,941
1,114
Menghitung Lintas Ekivalen Akhir (LEA) ke 10 Tahun 2017 n Rumus : LEA = ∑ LHRj (1+ i)UR x Cj x Ej J=1
LEA 10
= LEP (1 + i)UR
( hasil substitusi rumus baku LEP dan LEA ), dimana :
4.1.4
i
= Tingkat Pertumbuhan lalu-lintas
UR
= Usia Rencana
LEA 10
= 328,941 (1 + 0,0624)10
LEA 10
= 602,554
Menghitung Lintas Ekivalen Tengah ( LET ) Tahun ke 10 LEP + LEA 10 Rumus
:
LET 10 = 2 328,941 + 602,554
LET 10
= 2
LET 10
= 465,7475
50
4.1.5
Menghitung Lintas Ekivalen Rencana (LER) Tahun ke 10 Rumus :
4.1.6
LER 10
= LET x
LER 10
= 465,7475 x 10 10
LER 10
= 466 kendaraan
UR 10
Mencari Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) Dengan menarik garis mendatar kesebelah kiri pada grafik hubungan DDT dan CBR ( gambar 2.4 ), maka akan didapatkan nilai DDT. Untuk nilai CBR 4 %, maka didapat nilai DDT sebesar 4,25.
4.1.7
Menentukan Indeks Permukaan ( IP ) Indeks Permukaan Awal ( IPo ) Direncanakan lapis permukaan LASTON dengan roughness≤ 1000 mm/km (tabel 2.7) dan didapat IPo ≥ 4 Indeks permukaan Akhir ( IPt ) •
Jalan Arteri
•
LER 10 = 466 kendaraan
•
Dari tabel 2.8 IPt = 2,0 – 2,5 diambil 2,5
51
Gambar 4.1 : Grafik Hubungan Antara DDT dan CBR
Didapat nilai DDT 4,25
Sumber : Penuntun Praktis Perencanaan Teknik Jalan Raya 4.1.8
Mencari Harga Indeks Tebal Perkerasan ( ITP ) ke 10 (2017) •
IPo
≥
•
IPt
= 2,5
•
LER 10
= 466 kendaraan
•
DDT
= 4,25
•
FR
= 1 ( tabel 2.6 )
4
52
Dengan menggunakan Nomogram Indeks Tebal Perkerasan IPt = 2,5 dan IPo ≥ 4, didapat nilai ITP = 8,98 Gambar 4.2 : Nomogram Indeks Tebal Perkerasan IPt= 2,5, IPo≥4
Sumber : Penuntun Praktis Perencanaan Teknik Jalan Raya
4.1.9
Menentukan Tebal Lapisan Perkerasan Dari tabel 3.1 ; 2.8 dan 2.9 untuk memaksimalkan lapis permukaan didapat :
53
Asphalt Concrete Wearing Course (AC-WC) a 1 = 0,30 D 1 = x
cm
Asphalt Treated Base (ATB)
a 2 = 0,26 D 2 = 15 cm
Lapis Pondasi Agregat (LPB) Kelas A
a 3 = 0,13 D 3 = 10 cm
Lapis Pondasi Agregat (LPB) Kelas B
a 4 = 0,10 D 4 = 10 cm
ITP
=
a 1 .D 1 + a 2 .D 2 + a 3 .D 3 + a 4 .D 4
8,98
= (0,30xD 1 ) + (0,26x15) + (0,13x10) + (0,10x 10)
8,98 – 6,2 = 0,3 x D 1 = 9,26 ≈ 9,5 cm
D1
Tabel 4.2 Indeks Tebal Perkerasan Pada Tiap Jenis Lapisan Perkerasan Koefisien Kekuatan Relatif 0,30
Tebal Lapisan ( Cm ) 9,5
2. AC Base (ATB)
0,26
15
3. Base Kelas A
0,13
10
4. Base Kelas B
0,10
10
No
Jenis Lapis Perkerasan
1. AC Wearing Course
54
Susunan Lapisan Perkerasan Lentur Umur Rencana 10 tahun (2008 – 2017)
15
AC Base
10
Agregat Base Kelas A Agregat Base Kelas B
44,5
9,5
AC-WC
10
Sta. 1 + 550 – 3 + 148
Tanah Dasar CBR 4% Gambar 4.3 Susunan Tebal Lapisan Perkerasan dengan Metode Bina Marga
55
4.2
Perhitungan Tebal Perkerasan Metode AASHTO CBR 4 % 4.2.1
Lalu-lintas Rencana = ( 1 + i )n . LHR
Rumus
:
LHR n
Dimana
:
LHR n
= Lalu-lintas Harian Rata-rata tahun ke n
LHR 0
= Lalu-lintas Harian Rata-rata tahun ke 0
i
= Tingkat pertumbuhan lalu-lintas
n
= Tahun ke n
LHR pada tahun 2008 (awal tahun rencana) Car
= 9.288
kendaraan
Bus
= 2.735
kendaraan
Truck
=
275
kendaraan
LHR
= 12.298
kendaraan
2008
LHR pada tahun ke-10 (2017) LHRn i
=
(1 + i)n . LHR 0
= 6,24 %
Car
=
15.007
kendaraan
Bus
=
4.016
kendaraan
Truck
=
406
kendaraan
LHR
= 19.429
kendaraan
2017
56
4.2.2
Menentukan Traffic Equivalent Factor ( TEF ) IPt
= 2,5
Ditaksir SN
= 4
Dari tabel 3.11 didapat nilai TEF :
4.2.3
•
Kendaraan ringan 2 ton (1+1) = 0,0002 + 0,0002 = 0,0004
•
Bus 8 ton (3+5)
= 0,01 + 0,10
= 0,11
•
Truck 2 as, 13 ton (5+8)
= 0,10 + 0,65
= 0,75
Menentukan Lintas Ekivalen Permulaan ( LEP ) i=n
Rumus : LEP = ∑ Aj x Ej x Cj x ( 1 + i )n J=1
Dimana : Aj
= Jumlah kendaraan untuk 1 jenis kendaraan
Ej
= Angka ekivalen beban sumbu untuk 1 jenis kendaraan
Cj
= Koefisien distribusi kendaraan pada lajur rencana
i
= Faktor pertumbuhan lalu-lintas tahunan
n
= Jumlah tahun dari saat diadakan pengamatan sampai jalan tersebut dibuka.
LEP yang dipakai ( kendaraan ringan tidak diperhitungkan ) : •
Bus 8 ton (3+5)
•
Truck 2 as, 13 ton (5+8) = 0,45 x 0,75 x 275
=
92,8125
LEP
=
228,195
= 0,45 x 0,11 x 2735 =
135,3825
57
4.2.4
Total Ekivalen 18 Kip Single Axle Load ( EAL ) AE 18 KSAL = 365 x LEP x N Dimana : AE 18 KSAL = Lintas Ekivalen Selama Umur Rencana 365
= Jumlah hari dalam setahun
LEP
= Lintas Ekivalen Awal Umur Rencana kecuali untuk setiap kendaraan kecuali kendaraan ringan.
N
= Faktor Umur Rencana yang disesuaikan dengan perkembangan lalu lintas ( tabel 2.11 )
AE 18 KSAL = 365 x 228,195 x 13,6 AE 18 KSAL = 1.132.740 ≈ 1,133 x 106 4.2.5
Menentukan Nilai Structure Number ( SN ) a. Reliabilitas ( R ) = 0,90 b. Simpang baku / Standar Deviasi ( So ) untuk perkerasan lentur = 0,35 c. Total Equivalent 18 Kips Axle Load ( KSAL ) = 1,133 x 106 d. Mr = 1500 x CBR = 1500 x 4
= 6000 psi
e. Δ IP, dari lampiran gambar grafik antara Ip swell = 1,85 f. Present Serviceability Index (PSI), Po = 4,0 ; Pt = 2,5 g. Dengan menggunakan gambar Design Chart for Flexible Pavement, maka didapat Stucture Number = 3,5 h. Kualitas drainase bagus → nilai m = 1,0
58
Gambar 4.4 Design Chart for Flexible Pavement
SN=3,5
Sumber : AASHTO, 1993
4.2.6
Menentukan Koefisien Lapisan Perkerasan Dari lampiran diatas metode AASHTO, didapat nilai a 1 , a 2 , a 3 . Asphalt Concrete Wearing Course (MS 744) a 1 = 0,44
D1 = 2
inchi Asphalt Treated Base (ATB)
a 2 = 0,44
D2 = 2
a 3 = 0,12
D3 = 6
inchi Lapisan Pondasi Agregat (LPA) kelas A inchi
59
Lapisan Pondasi Agregat (LPA) kelas B
a 4 = 0,11
D4 = x
inchi
4.2.7
Menentukan Tebal Lapis perkerasan SN
= a 1 .D 1 + a 2 .D 2 m 2 + a 3 .D 3 m 3 + a 4 .D 4 m 4
3,5
= (0,44 x 2) + (0,44 x 3 x 1,0) + (0,14 x 5 x 1,0) + (0,11 x D 4 x 1,0)
3,5 – 2,9 = 0,11 D 4 D4
= 5,45 inchi = 13,97 cm ≈ 14 cm
Tebal Lapis Perkerasan : a1
= 2 inchi
= 5 cm
a2
= 3 inchi
= 8 cm
a3
= 5 inchi
= 13 cm
a4
= 5,5 inchi = 14 cm
Susunan Lapisan Perkerasan Lentur Umur Rencana 10 tahun (2008 – 2017) Sta. 1 +550 – 3+14 8
60
Gambar 4.5 Susunan Tebal Lapisan Perkerasan dengan Metode AASHTO
4.3 Perhitungan Tebal Perkerasan Metode Bina Marga CBR 6 % 4.3.1
Lalu-lintas Rencana LHRn = (1 + i)n . LHR 0
Rumus
:
Dimana
:
LHRn
= Lalu-lintas Harian Rata-rata tahun ke n
LHRo
= Lalu-lintas Harian Rata-rata tahun ke 0
i
= Tingkat pertumbuhan lalu-lintas
n
= Tahun ke n
LHR pada tahun 2008 ( awal tahun rencana ) Car
= 9.288
kendaraan
Bus
= 2.735
kendaraan
Truck
= 275
kendaraan
LHR 2008 = 12.298
kendaraan
LHR pada tahun ke-10 (2017) LHRn
= (1 + i)n . LHR 0
i
= 6,24 %
1. Car
= 9288 (1+0,0624) ¹º
= 15007 kendaraan
2. Bus
= 2735 (1+0,0624) ¹º
= 4016 kendaraan
3. Truck = 275 (1+0,0624) ¹º
= 406 kendaraan
61
Mencari angka Ekivalen (E) masing-masing kendaraan 1. Car 2 ton . As depan
= 1 ton =
0,0002
As belakang = 1 ton =
0,0002 0,0004
2. Bus 8 ton. As depan
= 3 ton =
0,0183
As belakang = 5 ton =
0,1410 0,1593
3. Truk 13 ton As depan
= 5 ton =
0,1410
As belakang = 8 ton =
0,9238 1,0648
4.3.2
Menghitung Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) n Rumus : LEP = ∑ LHRj x Cj X Ej J=I
Dimana : LEP
= Lintas Ekivalen Permulaan
LHR
= Lalu-lintas Harian Rata-rata
j
= Jenis Kendaraan
62
4.3.3
C
= Koefisien kendaraan
E
= Angka Ekivalen
•
Kendaraan ringan 2 ton (1+1) = 0,3 x 0,0004 x 9.288 =
•
Bus 8 ton (3+5)
= 0,45 x 0,1593 x 2.735 =
196,058
•
Truck 2 as, 13 ton (5+8)
= 0,45 x 1,0648 x 275 =
131,769
LEP
=
328,941
1,114
Menghitung Lintas Ekivalen Akhir (LEA) ke 10 Tahun 2017 n Rumus : LEA = ∑ LHRj (1+ i)UR x Cj x Ej J=1
LEA 10
= LEP (1 + i)UR
( hasil substitusi rumus baku LEP dan LEA ), dimana :
4.3.4
i
= Tingkat Pertumbuhan lalu-lintas
UR
= Usia Rencana
LEA 10
= 328,941 (1 + 0,0624)10
LEA 10
= 602,554
Menghitung Lintas Ekivalen Tengah ( LET ) Tahun ke 10 LEP + LEA 10 Rumus
:
LET 10 = 2 328,941 + 602,554
LET 10
= 2
LET 10
= 465,7475
63
4.3.5
Menghitung Lintas Ekivalen Rencana (LER) Tahun ke 10 Rumus :
4.3.6
LER 10
= LET x
LER 10
= 465,7475 x 10 10
LER 10
= 466 kendaraan
UR 10
Mencari Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) Dengan menarik garis mendatar kesebelah kiri pada grafik hubungan DDT dan CBR ( gambar 2.4 ), maka akan didapatkan nilai DDT. Untuk nilai CBR 4 %, maka didapat nilai DDT sebesar 4,25.
4.3.7
Menentukan Indeks Permukaan ( IP ) Indeks Permukaan Awal ( IPo ) Direncanakan lapis permukaan LASTON dengan roughness≤ 1000 mm/km (tabel 2.7) dan didapat IPo ≥ 4 Indeks permukaan Akhir ( IPt ) •
Jalan Arteri
•
LER 10 = 466 kendaraan
•
Dari tabel 2.8 IPt = 2,0 – 2,5 diambil 2,5
64
Gambar 4.6 : Grafik Hubungan Antara DDT dan CBR
Didapat nilai DDT 4,9
Sumber : Penuntun Praktis Perencanaan Teknik Jalan Raya
4.3.8
Mencari Harga Indeks Tebal Perkerasan ( ITP ) ke 10 (2017) •
IPo
≥ 4
•
IPt
= 2,5
•
LER 10
= 466 kendaraan
65
•
DDT
= 4,9
•
FR
= 1 ( tabel 2.6 )
Dengan menggunakan Nomogram Indeks Tebal Perkerasan IPt = 2,5 dan IPo ≥ 4, didapat nilai ITP = 8,38 Gambar 4.7 : Nomogram Indeks Tebal Perkerasan IPt= 2,5, IPo≥4
Sumber : Penuntun Praktis Perencanaan Teknik Jalan Raya
66
4.3.9
Menentukan Tebal Lapisan Perkerasan Dari tabel 3.1 ; 2.7 dan 2.8 untuk memaksimalkan lapis permukaan didapat : Asphalt Concrete Wearing Course (AC-WC) a 1 = 0,3
D 1 = x cm
Asphalt Treated Base (ATB)
a 2 = 0,26 D 2 = 15 cm
Lapis Pondasi Agregat (LPB) Kelas A
a 3 = 0,13 D 3 = 10 cm
Lapis Pondasi Agregat (LPB) Kelas B
a 4 = 0,1
D 4 = 10 cm
ITP
= a 1 .D 1 + a 2 .D 2 + a 3 .D 3 + a 4 .D 4
8,38
= (0,3xD 1 ) + (0,26x15) + (0,13x10) + (0,10x 10)
8,38 – 6,4
= 0,3 x D 1
D1
= 7,26 cm ≈ 7,5 cm
Tabel 4.3 Indeks Tebal Perkerasan Pada Tiap Jenis Lapisan Perkerasan Koefisien Kekuatan Relatif
Tebal Lapisan ( Cm )
1. AC Wearing Course
0,30
7,5
2. AC Base (ATB)
0,26
15
3. Base Kelas A
0,13
10
4. Base Kelas B
0,10
10
No
Jenis Lapis Perkerasan
67
Susunan Lapisan Perkerasan Lentur Umur Rencana 10 tahun (2008 – 2017) Sta. 0 + 000 – 1 + 500
Gambar 4.8 Susunan Tebal Lapisan Perkerasan dengan Metode Bina Marga 4.4
Perhitungan Tebal Perkerasan Metode AASHTO CBR 6 % 4.4.1
Lalu-lintas Rencana = ( 1 + i )n . LHR
Rumus
:
LHR n
Dimana
:
LHR n
= Lalu-lintas Harian Rata-rata tahun ke n
LHR 0
= Lalu-lintas Harian Rata-rata tahun ke 0
i
= Tingkat pertumbuhan lalu-lintas
n
= Tahun ke n
LHR pada tahun 2008 (awal tahun rencana) Car
= 9.288
kendaraan
Bus
= 2.735
kendaraan
Truck
=
275
kendaraan
LHR
= 12.298
kendaraan
2008
68
LHR pada tahun ke-10 (2017) LHRn i
4.4.2
=
(1 + i)n . LHR 0
= 6,24 %
Car
=
15.007
kendaraan
Bus
=
4.016
kendaraan
Truck
=
406
kendaraan
LHR
= 19.429
kendaraan
2017
Menentukan Traffic Equivalent Factor ( TEF ) IPt
= 2,5
Ditaksir SN
= 4
Dari tabel 3.11 didapat nilai TEF :
4.4.3
•
Kendaraan ringan 2 ton (1+1) = 0,0002 + 0,0002 = 0,0004
•
Bus 8 ton (3+5)
= 0,01 + 0,10
= 0,11
•
Truck 2 as, 13 ton (5+8)
= 0,10 + 0,65
= 0,75
Menentukan Lintas Ekivalen Permulaan ( LEP ) i=n
Rumus : LEP = ∑ Aj x Ej x Cj x ( 1 + i )n J=1
Dimana : Aj
= Jumlah kendaraan untuk 1 jenis kendaraan
Ej
= Angka ekivalen beban sumbu untuk 1 jenis kendaraan
Cj
= Koefisien distribusi kendaraan pada lajur rencana
i
= Faktor pertumbuhan lalu-lintas tahunan
69
n
= Jumlah tahun dari saat diadakan pengamatan sampai jalan tersebut dibuka.
LEP yang dipakai ( kendaraan ringan tidak diperhitungkan ) :
4.4.4
•
Bus 8 ton (3+5)
•
Truck 2 as, 13 ton (5+8) = 0,45 x 0,75 x 275
=
92,8125
LEP
=
228,195
= 0,45 x 0,11 x 2735 =
135,3825
Total Ekivalen 18 Kip Single Axle Load ( EAL ) AE 18 KSAL = 365 x LEP x N Dimana : AE 18 KSAL = Lintas Ekivalen Selama Umur Rencana 365
= Jumlah hari dalam setahun
LEP
= Lintas Ekivalen Awal Umur Rencana kecuali untuk setiap kendaraan kecuali kendaraan ringan.
N
= Faktor Umur Rencana yang disesuaikan dengan perkembangan lalu lintas ( tabel 2.11 )
AE 18 KSAL = 365 x 228,195 x 13,6 AE 18 KSAL = 1.132.740 ≈ 1,133 x 106
4.4.5
Menentukan Nilai Structure Number ( SN ) a. Reliabilitas ( R ) = 0,90 b. Simpang baku / Standar Deviasi ( So ) untuk perkerasan lentur = 0,35
70
c. Total Equivalent 18 Kips Axle Load ( KSAL ) = 1,133 x 106 d. Mr = 1500 x CBR = 1500 x 6 = 9000 psi e. Δ IP, dari lampiran gambar grafik antara Ip swell = 1,85 f. Present Serviceability Index (PSI), Po = 4,0 ; Pt = 2,5 g. Dengan menggunakan gambar Design Chart for Flexible Pavement, maka didapat Stucture Number = 3 h. Kualitas drainase bagus → nilai m = 1,0
SN=3
SN=3
Gambar 4.9 Design Chart for Flexible Pavement Sumber : AASHTO, 1993
71
4.4.6
Menentukan Koefisien Lapisan Perkerasan Dari lampiran dlatas metode AASHTO, didapat nilai a 1 , a 2 , a 3 . Asphalt Concrete Wearing Course (MS 744) a 1 = 0,44 D 1 = 2 inchi Asphalt Treated Base (ATB)
a 2 = 0,44 D 2 = 2 inchi
Lapisan Pondasi Agregat (LPB) kelas A CBR 100% a 3 = 0,14 D 3 = 5 inchi Lapisan Pondasi Agregat (LPB) kelas B CBR 80% 4.4.7
a 4 = 0,11 D 4 = x inchi
Menentukan Tebal Lapis perkerasan SN
= a 1 .D 1 + a 2 .D 2 m 2 + a 3 .D 3 m 3 + a 4 .D 4 m 4
3,0
= (0,44 x 2) + (0,44 x 2 x 1,0) + (0,14 x 5 x 1,0) + (0,11 x D 4 x 1,0)
3,0 – 2,46 = 0,11 D 4 D4
= 5 inchi = 12,7 cm ≈ 13 cm
Tebal Lapis Perkerasan : a1
= 1,73 inchi =
5 cm
a2
= 2 inchi
= 5 cm
a3
= 5 inchi
= 12,7 cm ≈ 13 cm
a4
= 5 inchi
= 12,7 cm ≈ 13 cm
72
13
Agregat Base Kelas A
Agregat Base Kelas B
36
5 5
AC-WC ATB
13
Susunan Lapisan Perkerasan Lentur Umur Rencana 10 tahun (2008 – 2017)
Tanah Dasar CBR 6%
Gambar 4.10 Susunan Tebal Lapisan Perkerasan dengan Metode AASHTO
4.5
Perbandingan Metode Binamarga dan AASHTO dengan CBR 4 % Sta. 1 + 550 – 3 + 148 Dari hasil perhitungan untuk setiap CBR yang di analisis adalah sebagai berikut : Tabel 4.4 Perbandingan Lapisan CBR 4 % BINAMARGA DATA PROYEK
MEMAKSIMALKAN LAPISAN ATAS
AASHTO
4
9,5
5
8
15
8
20
10
13
25
10
14
57
44,5
40
73
Perbandingan Metode Binamarga dan AASHTO dengan CBR 6 % Sta. 0 + 000 – 1 + 550 Tabel 4.5 Perbandingan Lapisan CBR 6 % BINAMARGA
4.6
DATA PROYEK
MEMAKSIMALKAN LAPISAN ATAS
AASHTO
4
7,5
5
6
15
5
20
10
13
25
10
13
55
42,5
36
Analisis Hasil Perbandingan Dari hasil perhitungan di atas dapat diambil analisis sebagai berikut yaitu semakin besar nilai CBR semakin kecil nilai ITP (Bina Marga) dan nilai SN (AASHTO), perbandingan hasil kedua metode ini berbeda, hal ini disebabkan oleh perbedaan asumsi dalam perhitungan seperti kondisi lingkungan, iklim serta penyesuaian batasan ketebalan minimum pada masing-masing metode.
74
4.7 Perbandingan Konseptual Tabel 4.6 Perbandingan Konseptual Bina Marga 1. Menggunakan
AASHTO
LER
(Lintas
1. Menggunakan EAL (Ekivalen
Rata-rata)
untuk
Axle Load) untuk menghitung
yang
kendaraan yang lewat pada jalan
lewat pada jalan tersebut selama
tersebut selama masa pelayanan.
masa pelayanan.
AE 18 KSAL = 365 x LEP x N
Ekivalen menghitung
kendaraan
LER= LET x UR/10 2. Kendaraan ringan tidak
2. Kendaraan ringan diperhitungkan dalam LEP
diperhitungkan dalam LEP
( Lintas Ekivalen Permulaan).
( Lintas Ekivalen Permulaan).
3. Penentuan
tebal
perkerasan
3. Penentuan
tebal
perkerasan
menggunakan rumus:
menggunakan rumus:
ITP= a1.D1+a2.D2+a3.D3
SN=a1.D1+a2.D2.m2+a3.D3.m3
Tidak memakai koefisien
memakai koefisien drainase (m)
drainase (m) Karena Faktor
Karena faktor Regional (FR)
Regional (FR) berbeda.
berbeda.
4. Grafik perhitungan menggunakan nomogram.
4. Grafik perhitungan menggunakan Desaign Chart Flexible Pavement.
5. Satuan hasil perhitungan menggunakan cm
5. Satuan hasil perhitungan menggunakan inchi
75
6. Asumsi kekuatan relatif (a)
6. Asumsi kekuatan relatif (a)
AC-WC = 0,30
AC-WC = 0,44
ATB
ATB
= 0,26
Base A = 0,13
= 0,44
Base A = 0,14
Base B = 0,10
Base B = 0,11
4.8 Rencana Perkuatan Jalan Lama (Overlay) Data-data : •
Kendaraan ringan 2 ton
9288
kendaraan
•
Bus 8 ton
2735
kendaraan
•
Truk 2 as 13 ton
275
kendaraan
12298
kendaraan
LHR 2008 •
Hasil penilaian lapis permukaan (AC WC) terlihat crack sedang, beberapa deformasi pada jalur roda (kondisi 60%)
•
Perkembangan lalu lintas (i) untuk 10 tahun = 6,24 %
•
CBR = 5,2 %
•
Bahan lapis tambahan AC WC
4.8.1 LHR pada tahun ke-10 (akhir umur rencana) rumus : (1+i)n Kendaraan ringan 2 ton
15007 kendaraan
Bus 8 ton
4016 kendaraan
Truk 2 as 13 ton
406
kendaraan
76
Setelah dihitung angka ekivalen (E) masing-masing kendaraan sebagai berikut:
4.8.2
Kendaraan ringan 2 ton
0,0002 + 0,0002 = 0,0004
Bus 8 ton
0,0183 + 0,1410 = 0,1593
Truk 2 as 13 ton
0,1410 + 0,9238 = 1,0648
Menghitung LEP Kendaraan ringan 2 ton
0,3 x 9288 x 0,0004
=
Bus 8 ton
0,45 x 2735 x 0,1410
= 196,058
Truk 2 as 13 ton
0,45 x 275 x 1,0648
= 131,769
LEP 4.8.3
4.8.4
=
1,14
328,94
Menghitung LEA ke-10 tahun 2017 LEA 10
= 328,941 (1+0,0624) 10
LEA 10
= 602,554
Menghitung Lintas Ekivalen Tengah ( LET ) Tahun ke 10 LEP + LEA 10 Rumus :
LET 10 = 2 328,941 + 602,5 LET 10 = 2 LET 10 =
465,7475
77
4.8.5
Menghitung Lintas Ekivalen Rencana (LER) Tahun ke 10 Rumus :
4.8.6
LER 10 = LET x
LER 10
= 465,7475 x 10 10
LER 10
= 466 kendaraan
UR 10
Mencari ITP Dengan menarik garis mendatar kesebelah kiri pada grafik hubungan DDT dan CBR maka akan didapatkan nilai DDT. Untuk nilai CBR 5,2 %, maka didapat nilai DDT sebesar 4,7,
78
Gambar 4.11 Hubungan DDT dan CBR
Nilai DDT didapat 4,7
Sumber : Penuntun Praktis Perencanaan Teknik Jalan Raya
79
Mencari Harga Indeks Tebal Perkerasan ( ITP ) ke 10 (2017) Ipo
≥ 4
IPt
= 2,5
LER 10
= 466 kendaraan
DDT
= 4,7
FR
= 1 ( tabel 2.7 )
Dengan menggunakan Nomogram Indeks Tebal Perkerasan IPt = 2,5 dan IPo ≥ 4, didapat nilai ITP = 8,5 Gambar 4.12 : Nomogram Indeks Tebal Perkerasan IPt= 2,5, IPo≥4
Sumber : Penuntun Praktis Perencanaan Teknik Jalan Raya
80
4.8.7
Menetapkan Lapis tambahan Kekuatan jalan lama : AC WC
= 4 cm
60 % x 4 x 0,4
= 0,96
ATB
= 6 cm
100 % x 6 x 0,3
= 1,8
BASE A
= 15 cm
100 % x 15 x 0,14 = 2,1
BASE B
= 15 cm
100 % x 15 x 0,13 = 1,95
ITP
= 6,81
Umur rencana 10 tahun Δ ITP
= ITP10 – ITP = 8,5 – 6,81 = 2,39
1,69
= 0,4 x D1
D1 = 4,22 ≈ 4,5 cm
4.9 Analisa Perhitungan Overlay Dari hasil perhitungan diatas dapat diambil kesimpulan yaitu perencanaan ketebalan tambahan (Overlay) tergantung kepada hasil penilaian kondisi lapis permukaan existing serta lapis dibawahnya. Semakin baik kondisi existing semakin tipis hasil pehitungan ketebalan lapisan perencanaannya, dan juga tidak terlepas dari nilai CBR yang ada.
4.10 Analisa Leveling Pada proyek ini terdapat 2 jenis perencanaan yaitu jalan baru dan Overlay, pada saat pekerjaan jalan baru telah mencapai lapis pondasi atas (ATB), finishing grade harus sama atau lebih tinggi dari perkerasan jalan lama (Existing) karena lapis pondasi atas berfungsi juga sebagai leveling
81
pada saat pekerjaan lapis permukaan atas pada jalan baru dan overlay dimulai agar ketebalan lapis permukaan sesuai dengan yang direncanakan.
4.11 Analisa Biaya •
Widening STA. 0 + 000 -1 + 500 (memaksimalkan lapis permukaan) CBR 6% Tabel 4.7 : Analisa Biaya dengan CBR 6 % Bina Marga
Jenis lapisan AC WC
Panjang (m) 1500
Lebar (m) 3x2
Tebal (cm) 7,5
Tack coat
1500
3x2
0.4 lt/m2
ATB
1400
3x2
15
Prime coat
1400
3x2
0.9 lt/m2
BASE A
1400
3x2
10
BASE B
1400
3x2
10
Harga satuan(Rp) 64.177 /m2
Rp.
577.593.000
5.355
Rp.
19.278.000
/liter
Jumlah (Rp)
1.495.000/m3
Rp. 1.883.700.000
5.355
Rp.
40.483.800
167.215 /m3
Rp.
140.460.600
160.789 /m3
Rp.
135.062.760
Jumlah
Rp. 2.796.578.160
/liter
82
STA. 1 + 550 -3 + 148 (memaksimalkan lapis permukaan) CBR 4% Tabel 4.8 : Analisa Biaya dengan CBR 4 % Bina Marga Jenis lapisan AC WC
Panjang (m) 1648
Lebar (m) 3x2
Tebal (cm) 9,5
Harga satuan(Rp) 64.177/m2
Rp.
634.582.176
Tack coat
1648
3x2
0.4 lt/m2
5.355/liter
Rp.
21.180.096
ATB
1548
3x2
15
1.495.000/m3
Prime coat
1548
3x2
0.9 lt/m2
5.355/liter
Rp.
44.763.516
BASE A
1548
3x2
10
167.215/m3
Rp.
155.309.292
BASE B
1548
3x2
10
160.789/m3
Rp.
149.340.824
Jumlah
Jumlah (Rp)
Rp. 2.082.834.000
Rp. 3.088.009.904
STA. 1 + 550 -3 + 148 CBR 6 % Tabel 4.9 : Analisa Biaya dengan CBR 6 % AASHTO Jenis lapisan AC WC
Panjang (m) 1648
Lebar (m) 3x2
Tebal (cm) 5
Harga satuan(Rp) 64.177/m2
Rp.
634.582.176
Tack coat
1648
3x2
0.4 lt/m2
5.355/liter
Rp.
21.180.096
ATB
1548
3x2
5
1.495.000/m3
Rp.
694.278.000
Prime coat
1548
3x2
0.9 lt/m2
5.355/liter
Rp.
44.763.516
BASE A
1548
3x2
13
167.215/m3
Rp.
201.902.080
BASE B
1548
3x2
13
160.789/m3
Rp.
194.143.071
Jumlah
Jumlah (Rp)
Rp. 1.790.848.939
83
STA. 1 + 550 - 3 + 148 CBR 4 % Tabel 4.10 : Analisa Biaya dengan CBR 4 % AASHTO Jenis lapisan AC WC
Panjang (m) 1648
Lebar (m) 3x2
Tebal (cm) 5
Harga satuan(Rp) 64.177/m2
Rp.
634.582.176
Tack coat
1648
3x2
0.4 lt/m2
5.355/liter
Rp.
21.180.096
ATB
1548
3x2
8
1.495.000/m3
Rp.
1.110.844.800
Prime coat
1548
3x2
0.9 lt/m2
5.355/liter
Rp.
44.763.516
BASE A
1548
3x2
13
167.215/m3
Rp.
201.902.080
BASE B
1548
3x2
14
160.789/m3
Rp.
209.077.153
Jumlah
Rp.
1.651.349.821
Jumlah (Rp)
STA. 1 + 550 - 3 + 148 (Data Proyek) CBR 4 % Tabel 4.11 : Analisa Biaya dengan CBR 4 % Data Proyek Jenis lapisan AC WC
Panjang (m) 1648
Lebar (m) 3x2
Tebal (cm) 4
Harga satuan(Rp) 64.177/m2
Rp.
634.582.176
Tack coat
1648
3x2
0.4 lt/m2
5.355/liter
Rp.
21.180.096
ATB
1548
3x2
8
1.495.000/m3
Rp.
1.110.844.800
Prime coat
1548
3x2
0.9 lt/m2
5.355/liter
Rp.
44.763.516
BASE A
1548
3x2
20
167.215/m3
Rp.
310.618.584
BASE B
1548
3x2
25
160.789/m3
Rp.
373.352.058
Jumlah
Rp.
2.495.341.230
Jumlah (Rp)
84
STA. 1 + 550 - 3 + 148 (Data Proyek) CBR 6 % Tabel 4.12 : Analisa Biaya dengan CBR 6 % Data Proyek Jenis lapisan AC WC
Panjang (m) 1648
Lebar (m) 3x2
Tebal (cm) 4
Harga satuan(Rp) 64.177/m2
Rp.
634.582.176
Tack coat
1648
3x2
0.4 lt/m2
5.355/liter
Rp.
21.180.096
ATB
1548
3x2
6
1.495.000/m3
Rp.
833.133.600
Prime coat
1548
3x2
0.9 lt/m2
5.355/liter
Rp.
44.763.516
BASE A
1548
3x2
20
167.215/m3
Rp.
310.618.584
BASE B
1548
3x2
25
160.789/m3
Rp.
373.352.058
Jumlah
Rp.
2.217.630.030
•
Jumlah (Rp)
Overlay Tabel 4.13 : Analisa Biaya Overlay
Jenis lapisan AC WC
Panjang (m) 3148
Lebar (m) 4,75
Tebal (cm) 4,5
Harga satuan(Rp) 64.177/m2
Rp.
959.638.681
Tack coat
3148
4,75
0.4 lt/m2
5.355/liter
Rp.
32.029.326
Jumlah
Rp.
991.668.007
Jumlah (Rp)
85
4.12 Analisis Hasil Perhitungan Biaya Perbandingan jumlah kebutuhan biaya untuk jalan baru (widening) Sta. 0+000 – 3+148
DATA PROYEK Rp. 4.712.971.260
BINA MARGA (memaksimalkan lapisan atas) Rp. 5.884.588.064
AASHTO Rp. 3.442.198.760
Dari perbandingan perhitungan biaya diatas dapat disimpulkan dengan menggunakan metode AASHTO lebih murah dibandingkan dengan Bina Marga (memaksimalkan lapisan atas) dan data proyek yang ada, hal ini disebabkan karena : -
Hasil perhitungan ketebalan AASHTO lebih tipis.
-
Metode Bina Marga memaksimalkan lapisan atas lebih mahal karena harga satuan aspal lebih tinggi dibandingkan subbase.
86
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Dari hasil analisa perhitungan tebal perkerasan lentur untuk umur rencana 10 tahun dengan menggunakan metode Bina Marga dan AASHTO (American Association of State Highway and Transportation Officials) dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu: •
Dari hasil test CBR lapangan yaitu DCP (Dynamic Cone Penetration) di dapat daya dukung tanah untuk Sta. 0 + 000 – 1 + 500 adalah 6 % dan Sta. 1 + 550 – 3 +148 adalah 4 %.
•
Dari hasil data survey beban lalu lintas yang melintasi di atas perlintasan didapat LER (Lintas Ekivalen Rata-rata) = 466 kendaraan pada tahun ke-10 (Bina Marga) dan EAL (Total Ekivalen 18 Kip Single Axle Loan) = 1.133x106 yang berpengaruh pada perhitungan grafik masing-masing metode.
•
Untuk metode Bina Marga dengan CBR 4 % didapat ITP (Indeks Tebal Perkerasan) = 8.98 sehingga ketebalan AC WC = 9,5, ATB = 15, Base A = 10, Base B = 10 dan untuk CBR 6 % didapat ITP = 8.38 dengan ketebalan AC WC = 7.5, ATB = 15, Base A = 10, Base B = 10. Untuk metode AASHTO dengan CBR 4 % didapat SN (Struktur Number) = 3.5 dengan ketebalan AC WC = 5, ATB = 5, Base A = 15.5,
87
Base B = 21 dan untuk CBR 6 % didapat SN = 3.0 dengan ketebalan AC WC = 5, ATB = 5, Base A = 13, Base B = 13. •
CBR (Califonia Bearing Ratio) ternyata sangat berpengaruh terhadap perencanaan tebal perkerasan, semakin besar nilai CBR semakin kecil nilai ITP (Bina Marga) dan SN (AASHTO) yang didapat.
•
Dari analisa perbandingan perhitungan metode Bina Marga dan AASHTO didapat hasil tebal perkerasan yang berbeda yaitu metode AASHTO menghasilkan tebal yang lebih tipis dikarenakan perbedaan asumsi dalam perhitungan, batasan-batasan minimum tebal perkerasan masing-masing metode, serta perhitungan kondisi seperti lingkungan, iklim dan lain-lain.
•
Berdasarkan hasil perhitungan biaya diatas dapat diambil kesimpulan yaitu biaya untuk perhitungan memaksimalkan lapis pondasi atas (Bina Marga)
dengan
CBR
4
%
Rp.
3.088.099.904,
CBR
6
%
Rp. 2.797.578.160 dan AASHTO dengan CBR 4 % Rp. 1.651.349.821, CBR 6 % Rp.1.790.848.939, serta data proyek CBR 6 % Rp. 2.217.630.030, CBR 4 % Rp. 2.495.341.230. Hasil perhitungan berbeda dikarenakan tebal lapisan, panjang jalan, dan harga satuan masingmasing perkerasan berbeda.
88
5.2. Saran Dalam merencanakan tebal lapisan perkerasan lentur jalan raya sebaiknya menggunakan beberapa metode perhitungan yang telah ada dan disesuaikan dengan kondisi dan keadaan lingkungan. Hal ini bertujuan agar diperoleh hasil perhitungan yang efektif dan efisien sehingga biaya yang timbul akan lebih kecil.
89
DAFTAR PUSTAKA
Anas Aly, Mohammad, Perencanaan Tebal Perkerasan Metode Indonesia / Bina Marga, Kuliah Keempat Jalan Raya II, Badan Penerbit PU, Jakarta, 1977 Design of Pavement Structures 1993, The asphalt institute 1981, USA, 1993 Dokumen Srtifikasi Campuran Beraspal Panas, Direktoral Jenderal Bina Marga, No : PD 03.09/Pa-11/0570/03, Badan Penerbit PU, Jakarta, 2003 Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa Komponen, Direktoral Jenderal Bina Marga, SKBI2.3.26.1987, Badan Penerbit PU, Jakarta, 1983 Sudaryanto, Ari, Rekayasa Jalan Raya, Universitas Jayabaya, Jakarta, 2006 Sukirman, Silia, Perkerasan Lentur Jalan Raya, Badan Penerbit Nova, Bandung, 1999