Perbandingan Pengeringan Air Dengan Campuran Air Tomat Dengan 25% Maltodextrin Menggunakan Pengering Semprot Alfiandi Priantoso Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Kampus UI Depok 16424
Abstrak Proses pengeringan dilakukan untuk memperpanjang daya simpan produk, mengurangi volume dan berat produk sehingga produk tersebut lebih awet dan mudah untuk didistribusikan. Umumnya masalah yang sering terjadi adalah produk yang tidak dapat kering (lengket) akibat rendahnya temperatur glass transition serta tidak kering akibat kurangnya energi pengeringan. Selain itu temperatur pengeringan yang tinggi dapat merusak kandungan vitamin pada produk yang dihasilkan. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah air murni dan tomat dengan penambahan 25% maltodextrin, dengan parameter pengeringan: kelembaban spesifik udara masuk 0.00763 dan 0.01213 (kg/kgda), tekanan nozzle 2 (bar), aliran bahan 0.005 dan 0.0025 (liter/menit), aliran udara pengering 17, 24, 30, 35 (m3/h). Hasil dan analisa menyimpulkan bahwa Temperature minimum udara pengeringan pada larutan tomat lebih tinggi dibandingkan air. Temperature udara pengeringan yang paling minimum terjadi pada debit udara 35 m3/h, kelembaban spesifik 0.00763 kg/kgda, serta debit bahan 0.0025 liter/menit yaitu 360C untuk air dan 400C untuk larutan tomat. Semakin tinggi debit bahan maka semakin tinggi pula temperatur minimum udara pengeringannya. Semakin tinggi kelembaban spesifiknya maka semakin tinggi temperature minimum udara pengeringnya. Semakin rendah debit udaranya maka semakin tinggi temperature minimum udara pengeringnya.
Abstract The drying process carried out to extend the shelf life of the product, reducing the volume and weight of the product so that the product is more durable and easier to distribute. Generally, a problem that often occurs is the product that can not be dried (sticky) due to the low glass transition temperature and does not dry up due to lack of energy draining. Besides the high drying temperatures can damage the vitamins in the product. The materials used in this study is pure water and tomatoes with the addition of 25% maltodextrin, with drying parameters: inlet air specific humidity 0.00763 and 0.01213 (kg/kgda), the pressure nozzle 2 (bar), the flow of material 0005 and 0.0025 (liters/min) , the flow of air dryer 17, 24, 30, 35 (m3/h). Results and analysis concluded that the minimum Temperature of air drying tomatoes in the solution is higher than the water. The drying air temperature minimum occurs at air discharge 35 m3/h, specific humidity 0.00763 kg/kgda, as well as the discharge of materials 0.0025 liter/menit 360C to 400C for a solution of water and tomatoes. The higher the discharge material, the higher the minimum temperature of air drying. The higher the humidity, the higher specific minimum temperature air dryer. The lower discharge air temperature, the higher the minimum air dryer.
Keywords: drying process, tomatoes, spray drying
1.
PENDAHULUAN
Pengeringan dapat didefinisikan sebagai suatu unit operasi di mana pemisahan sebagian besar air dari bahan baik dalam bentuk evaporasi maupun sublimasi sebagai hasil dari penerapan panas, sehingga bagian yang cair dalam suatu material dapat menguap. Dalam sebagian besar kasus air adalah bagian yang akan diuapkan (C.M. Van’t Land, 1937). Pengeringan secara umum
dideskripsikan sebagai proses pemindahan substansi labil (kelembaban) untuk mendapatkan produk solid dengan menggunakan bantuan temperature (Arun S. Mujumdar, 2006). Kendala yang ada pada proses pengeringan saat ini adalah tingginya temperature udara pengering yang dapat merusak kandungan vitamin, protein dan β-carotene pada material yang akan dikeringkan (Kevin Mis Solval et al., 2011) serta kadar gula yang berakibat pada rendahnya glass transition
Perbandingan pengeringan …, Alfiandi Priantoso, FTUI, 2013
temperature (Tg) (Goula & Adamopoulos, 2004). Yaitu fase yang terjadi setelah tahap pengeringan terlewati dimana partikel yang semula padat berubah menjadi lunak cair menyerupai karet (Peng Zhu et al., 2011). Sehingga material mudah menjadi lengket dan menempel pada dinding chamber. Hal ini tidak diinginkan karena material yang menempel dan terakumulasi di dinding chamber dapat menjadi hangus dan nantinya akan mengkontaminasi produk yang lain (Goula & Adamopoulos, 2004). Sari tomat merupakan contoh umum dari produk yang sangat sulit untuk dikeringkan dengan metode pengeringan semprot, dikarenakan Tg yang rendah akibat kandungan gulanya. Kandungan gula seperti fructose dan glukosa umumnya memiliki Tg 5 dan 31 0C (Goula & Adamopoulos, 2009). Semakin tinggi kadar airnya maka semakin rendah temperature kacanya (Tg) (Goula & Adamopoulos, 2004). Selain itu dengan adanya penambahan kadar zat adiktif juga dapat mempengaruhi Tg bahan yang akan dikeringkan (Mahboubeh Fazaeli et al., 2012), dimana masalah kelengketan dapat diminimalisasi dengan zat adiktif seperti maltodextrin yang molekul karbohidratnya lebih berat daripada tomat (Germano Eder et al., 2008). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui temperature optimum udara pengering yang dapat dicapai pada larutan tomat dengan penambahan 25% kadar maltodextrin dan air untuk kemudian dibandingkan dan dianalisa dengan menggunakan pengering semprot terdehumidifikasi.
Objek penelitian ini adalah buah tomat dengan penambahan 25% maltodextrin. 10 Kg tomat yang akan digunakan dipilih sesuai dengan tingkat kematangan yang sama, setelah melalui proses pemblenderan dan penyaringan didapat 9 Kg produk yang siap untuk di uji. Yang diamati dari parameter yang digunakan dalam pengujian berupa: Dua kombinasi kelembaban spesifik udara masuk, yaitu: 0.00763 dan 0.01213 (kg/kgda). Tekanan nozzle, yaitu: 2 (bar). Dua kombinasi debit/aliran bahan, yaitu: 0.005 dan 0.0025 (liter/menit). Empat kombinasi debit/aliran udara pengering, yaitu: 17, 24, 30, 35 (m3/h). Dengan menggunakan pengering semprot yang ada di Laboratorium Perpindahan Panas, Departemen Teknik Mesin Universitas Indonesia. Pengambilan data dilakukan selama periode waktu September 2012 s/d Januari 2012. Debit Bahan Untuk mengatur jumlah bahan yang akan yang akan diatomisasi digunakan pompa peristaltik. Dalam pengkalibrasian digunakan 8 variasi putaran yaitu 1, 1.5, 2, 2.5, 3, 5, 10, 15 (rpm). Dan dihasilkan debit bahan masing-masing 3, 5, 7, 8, 10, 11, 12, 13 (ml/min). kemudian dilakukan analisa regresi untuk mencari koefisien “a”.
Analisa Regresi 2.
METODE PENELITIAN
0.04 0.035
Alur Penelitian
0.03 Qb ( ml/min )
Alur penelitian yang dijalankan adalah sebagai berikut:
0.025 0.02 0.015 0.01 0.005 0 0
5
10 ω ( rpm )
15
20
Gambar 2. Kalibrasi Pompa Peristaltik
𝑄𝑏𝑎𝑎𝑛 = 𝑎 . 𝑓
Gambar 1. Skema Alur Penelitian
Objek, Waktu dan Tempat Penelitian
Dimana : Qbahan a rpm) ω
= debit bahan (liter/menit) = konstanta (0.0025 liter/menit = putaran pompa peristaltik (rpm)
Perbandingan pengeringan …, Alfiandi Priantoso, FTUI, 2013
Debit Udara Penentuan debit udara dilakukan dengan menggunakan formulasi dari manual book water to air yang ada di DTM FT UI. Beda tekanan yang terukur pada orifice dikonversi dalam beda ketinggian oleh manometer.
𝑄𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 = 𝑎 𝑥
Dimana : Qudara g h (m) γa a b
= debit udara (m3/h) = percepatan gravitasi (9.8 m/s2) = ketinggian air di manometer = berat spesifik udara (kg/m3) = 85 m2 = 1 kg/m3
𝑏𝑔 𝛾𝑎
Skema Pengering Semprot
Gambar 4. Skema Pengering Semprot DTM FT UI (Thomas Aquino, 2012)
Udara dari lingkungan dihisap oleh blower menuju evaporator. Di evaporator udara didehumidifikasi (dikurangi kelembaban spesifiknya), selanjutnya dialirkan melalui orifice. Beda tekanan terukur di orifice, kemudian dikonversi dalam bentuk beda ketinggian oleh manometer. Udara yang sudah diembunkan dinaikkan temperaturnya oleh heater. Kemudian masuk ke ruang pengering, diruang pengering bahan yang telah diatomisasi oleh pressure nozzle dengan bantuan kompressor disemprotkan dan
bercampur dengan udara dari heater. Proses perpindahan kalor dan massa terjadi. Air pada bahan akan menguap, bahan yang telah kering jatuh ke bak penampung yang ada dibawah ruang pengering. Sebagian terbawa oleh udara. Karena adanya gaya sentrifugal akibat pengaruh cyclone sebagian bahan tersebut menumbuk dinding dan jatuh ke bak penampung yang ada di cyclone. Sebagian sisanya lagi terbuang ke lingkungan bersama udara.
Perbandingan pengeringan …, Alfiandi Priantoso, FTUI, 2013
3.
HASIL & PEMBAHASAN
Hasil Pengujian Air 70
0.0025 (l/min), 0.00763 (kg/kgda), Air
Temperatur Minimum (0C)
65 60
0.005 (l/min), 0.00763 (kg/kgda), Air
55 50
0.0025 (l/min), 0.01213 (kg/kgda), Air
45 40
0.005 (l/min), 0.01213 (kg/kgda), Air
35 30 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37
Debit Udara (m3/h)
Gambar 4. Grafik Temperatur Minimum Udara Pengering Air Pada Tekanan Nozzle 2 Bar
Dapat dilihat dengan debit bahan yang sama, yaitu 0.0025 liter/menit, selisih temperatur minimum udara pengering antara kelembaban spesifik 0.01213 kg/kgda dengan kelembaban spesifik 0.00763 kg/kgda tidak berbeda jauh, yaitu berkisar antara 40C sampai 70C. Perbedaan tertinggi terjadi pada debit udara 17 m3/h yaitu 440C dengan 510C, sedangkan perbedaan terendah terjadi pada debit udara 35 m3/h yaitu 360C dengan 400C. Untuk debit bahan 0.005 liter/menit antara kelembaban spesifik 0.01213 kg/kgda dengan kelembaban spesifik 0.00763 kg/kgda, perbedaan temperatur minimum udara pengeringan berkisar antara 60C hingga 100C. Perbedaan yang tertinggi terjadi pada debit udara 17 m3/h yaitu 570C dengan 670C, sedangkan perbedaan terendah terjadi pada debit udara 35 m3/h yaitu 500C dengan 560C. Untuk kelembaban spesifik yang sama yaitu 0.00763 kg/kgda, selisih temperatur minimum udara pengering antara debit bahan 0.0025 liter/menit dengan debit bahan 0.005 liter/menit cukup signifikan bila dibandingkan dengan yang sebelumnya, yaitu berkisar antara 130C hingga 150C. Perbedaan yang terbesar berada pada debit udara 30 m3/h yaitu antara 380C dengan 530C, sedangkan perbedaan terendah terjadi pada debit udara 17 m3/h yaitu 440C dengan 570C. Sedangkan untuk kelembaban spesifik 0.01213 kg/kgda perbedaan temperatur minimum udara pengeringan antara debit bahan 0.0025 liter/menit dengan debit bahan 0.005 liter/menit berada dikisaran 160C hingga 170C. Perbedaan yang paling besar terjadi pada debit udara 24 m3/h yaitu 470C
dengan 640C, sedangkan untuk debit udara yang lainnya selisihnya konstan yaitu 160C. Semakin tinggi debit bahan maka semakin tinggi pula temperatur minimum udara pengeringannya. Hal ini dikarenakan debit bahan yang besar menghasilkan droplet yang besar juga, sehingga energy yang dibutuhkan untuk pengeringan semakin besar (Renata V. Tonon et al., 2008), selain itu waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan menjadi lebih lama. Moisture content jelas dipengeruhi oleh suhu pengeringan, dimana semakin tinggi temperature udara pengeringannya maka proses pengeringan semakin cepat dan material lebih mudah kering (Yuan Fang et al., 2011; Goula & Adamopoulos, 2009; Kevin Mis Solval et al., 2011). Pada kelembaban spesifik, semakin rendah maka kandungan uap air yang dibawa dalam udara semakin sedikit. Sehingga kemampuan udara untuk mengikat uap air pada bahan semakin tinggi, hal ini menyebabkan energy yang dibutuhkan untuk proses pengeringan semakin kecil. Untuk debit udara yang semakin besar maka laju aliran massa udaranya juga besar, sehingga untuk energy kalor yang sama yang dibutuhkan untuk mengeringkan bahan, temperaturnya dapat lebih kecil. Selain itu dengan mengurangi laju aliran udara, maka besar kemungkinan sebagian udara yang masuk ke ruang pengering berasal dari daur ulang udara yang berasal dari bagian bawah ruang pengering akibat adanya arus balik. Sehingga nantinya akan mempengaruhi lintasan droplet bahan. Untuk droplet yang kecil cenderung tertarik
Perbandingan pengeringan …, Alfiandi Priantoso, FTUI, 2013
1. 2. 3.
Kelembaban spesifik diset pada kondisi terendah. Debit udara diset pada kondisi tertinggi. Debit bahan diset pada kondisi terendah.
Data Perbandingan Eksperiment Tomat Dengan Air Murni
Larutan
65 60 55
Tomat
50
Air
35 30 25 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37
Debit Udara (m3/h) Gambar 5. Perbandingan Air Terhadap Larutan Tomat Pada Debit Bahan 0.0025 (l/min) Dan Kelembaban Spesifik 0.00763 (kg/kg)
Pada debit bahan 0.0025 liter/menit dan kelembaban spesifik 0.00763 kg/kgda, selisih temperatur udara pengeringan antara air murni dengan tomat berkisar antara 40C sampai 180C. Perbedaan tertinggi terjadi pada debit udara 17 m3/h yaitu antara temperatur 440C untuk air dengan 620C untuk tomat, sedangkan perbedaan terendah terjadi pada debit udara 35 m3/h yaitu antara temperatur 360C untuk air dengan 400C untuk tomat.
Tomat
Air
Debit Udara (m3/h) Gambar 6. Perbandingan Air Terhadap Larutan Tomat Pada Debit Bahan 0.005 (l/min) Dan Kelembaban Spesifik 0.00763 (kg/kg)
Beda halnya untuk debit bahan 0.005 liter/menit dan kelembaban spesifik 0.00763 kg/kgda, selisih temperatur udara pengeringan antara air murni dengan tomat berkisar antara 140C sampai 280C. perbedaan yang tertinggi terjadi pada debit udara 17 m3/h yaitu antara temperatur 570C untuk air dengan 850C untuk tomat, sedangkan perbedaan terendah terjadi pada debit udara 35 m3/h yaitu antara temperatur 500C untuk air dengan 640C untuk tomat.
45 40
90 85 80 75 70 65 60 55 50 45 40
15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37
Temperatur Minimum (0C)
Temperatur Minimum (0C)
70
Temperatur Minimum (0C)
kearah dinding, untuk droplet yang besar akan kembali keatas sebelum akhirnya kering dan untuk droplet yang sedang akan menempel pada dinding sebelum menguap sepenuhnya (Goula & Adamopoulos, 2004). Hal ini yang menyebabkan produk tidak kering. Berdasarkan grafik kondisi optimum pengeringan terjadi pada debit udara 0.01m 3/s, kelembaban spesifik 0.00763 kg/kg, debit bahan 0.0025liter/menit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk mendapatkan temperature udara pengeringan yang optimum maka parameterparameter seperti:
90 85 80 75 70 65 60 55 50 45 40 35 30
Tomat
Air
15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37
Debit Udara (m3/h) Gambar 7. Perbandingan Air Terhadap Larutan Tomat Pada Debit Bahan 0.0025 (l/min) Dan Kelembaban Spesifik 0.01213 (kg/kg)
Pada debit bahan 0.0025 liter/menit dan kelembaban spesifik 0.01213 kg/kgda, selisih temperatur udara pengeringan antara air murni dengan tomat berkisar antara 200C sampai 310C. perbedaan yang tertinggi terjadi pada debit udara 0.005 m3/s yaitu antara temperatur 510C untuk air dengan 820C untuk tomat, sedangkan perbedaan terendah terjadi pada debit udara 0.01 m3/s yaitu antara temperatur 400C untuk air dengan 600C untuk tomat.
Perbandingan pengeringan …, Alfiandi Priantoso, FTUI, 2013
100
Temperatur Minimum (0C)
95
90 85
Tomat
80
75 70 65
Air
60 55
liter/menit yaitu 360C untuk air dan 400C untuk larutan tomat. Semakin tinggi debit bahan maka semakin tinggi pula temperatur minimum udara pengeringannya. Semakin tinggi kelembaban spesifiknya maka semakin tinggi temperature minimum udara pengeringnya. Semakin rendah debit udaranya maka semakin tinggi temperature minimum udara pengeringnya.
50
45
5.
REFERENSI
15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37
Debit Udara (m3/h) Gambar 8. Perbandingan Air Terhadap Larutan Tomat Pada Debit Bahan 0.005 (l/min) Dan Kelembaban Spesifik 0.01213 (kg/kg)
Sedangkan pada debit bahan 0.005 liter/menit dan kelembaban spesifik 0.01213 kg/kgda, selisih temperatur udara pengeringan antara air murni dengan tomat berkisar antara 220C sampai 270C. Perbedaan yang tertinggi terjadi pada debit udara 17 m3/h yaitu antara temperatur 670C untuk air dengan 940C untuk tomat, sedangkan perbedaan terendah terjadi pada debit udara 35 m3/h yaitu antara temperatur 560C untuk air dengan 780C untuk tomat serta debit udara 24 m3/h temperatur 640C untuk air dengan 860C untuk tomat. Ketika media pengeringan yang digunakan adalah udara maka temperature memegang peranan kedua terpenting dalam pengeringan. Dimana air dalam partikel ditarik keluar dalam bentuk uap air dan harus terbawa semua oleh udara pengering, jika tidak maka akan menyebabkan keadaan jenuh pada permukaan partikel hal ini yang nantinya akan memperlambat laju pengeringan (Goula & Adamopoulos, 2009). Berdasarkan grafik perbedaan temperature minimum udara pengeringan antara air dengan tomat, ternyata temperatur minimum udara pengeringan untuk air jauh lebih rendah dibandingan dengan larutan tomat. Hal ini disebabkan karena tekanan uap pada larutan tomat jauh lebih rendah dibandingkan air murni. 4.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisa data maka didapat: Temperature minimum udara pengeringan pada larutan tomat lebih tinggi dibandingkan air. Temperature udara pengeringan yang paling minimum terjadi pada debit udara 35 m3/h, kelembaban spesifik 0.00763 kg/kgda, serta debit bahan 0.0025
Anthanasia M. Goula, Konstantinos G. Adamopoulos. (2004). Sray drying of tomato pulp in dehumidified air: I. The effect on product recovery. Journal of Food Engineering 66 (2005) 25-34. Anthanasia M. Goula, Konstantinos G. Adamopoulos. (2004). Sray drying of tomato pulp in dehumidified air: I. The effect on powder properties. Journal of Food Engineering 66 (2005) 35-42. Anthanasia M. Goula, Konstantinos G. Adamopoulos. (2004). Stability of lycopene during spray drying. LWT 38 (2005) 479-487. M. Goula, Konstantinos G. Anthanasia Adamopoulos. (2009). A new technique for spray drying orange juice. Innovative food science and engineering technologies 11 (2010) 342-351. Departemen Teknik Mesin FT UI. Water to Air Heat Transfer Apparatus. Depok : DTM FT UI Germano Eder Gadelha Moreira, Mayra Garcia Maia Costa, Arthur Claudio Rodrigues de Souza, Edy Sousa de Brito, Maria de Fatima Dantas de Medeiros, Henriette M. C. de Azeredo. 2008. Physical properties of spray dried acerola pomace extract as affected by temperature and drying aids. LWT - Food Science and Technology 42 (2009) 641–645. Kevin Mis Solval, Srijanani Sundararajan, Luis Alfaro, Subramaniam Sathivel. 2011. Development of cantaloupe (cucumis melo) juice powder using spray drying technology. LWT – food science and technology 46 (2012) 287-293. Land, C.M. van’t. 1937. Drying in the process industry. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Mahboubeh Fazaeli, Zahra Emam-Djomeh, Ahmad Kalbasi Ashtari, Mahmoud Omid. 2012. Effect of spray drying conditions and feed composition on the physical properties of black mulberry juice powder. Mujumdar, Arun S.. 2006. Handbook of Industrial Drying. New York : Taylor & Francis Group, LLC.
Perbandingan pengeringan …, Alfiandi Priantoso, FTUI, 2013
“New Drying” (2004). Peng Zhu, Serge Méjean, Eric Blanchard, Romain Jeantet, Pierre Schuck. 2011. Prediction of dry mass glass transition temperature and the spray drying behaviour of a concentrate using a desorption method. Journal of Food Engineering 105 (2011) 460–467 Renata V. Tonon, Catherine Brabet, Míriam D. Hubinger. 2008. Influence of process conditions on the physicochemical properties of acai (Euterpe oleraceae Mart.) powder
produced by spray drying. Journal of Food Engineering 88 (2008) 411–418. Wijanarka, Thomas A.. 2012. Analisa Laju Aliran Produk dalam Pembuatan Susu Kedelai Bubuk dengan Pengeringan Semprot. Depok: Universitas Indonesia. Yuang Fang, Sam Rogers, Cordelia Selomulya, Xiao Dong Chen. 2011. Functionally of milk protein concentrate: Effect of spray drying temperature. Biochemical Engineering Journal 62 (2012) 101-105.
Perbandingan pengeringan …, Alfiandi Priantoso, FTUI, 2013