STUDI DISTRIBUSI AIR LINDI PADA TIMBUNAN SAMPAH DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA SAMPAH CAMPURAN Jannatin Clara Alverina1, Tri Budi Prayogo2, Emma Yuliani2 Mahasiswa Program Sarjana Teknik Jurusan Pengairan Universitas Brawijaya 2 Dosen Jurusan Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya 1
[email protected]
1
ABSTRAK Pengelolaan pada sampah padat di Indonesia selalu menjadi masalah yang serius. Hal ini dikarenakan peningkatan yang terjadi setiap tahunnya selalu diiringi dengan peningkatan populasi dan urbanisasi, serta isu-isu yang berkaitan dengan banyaknya penggunaan lahan yang diperlukan untuk pembuangan akhir (TPA) sampah padat yang dapat menghasilkan zat perncemar yang disebut air lindi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyederhanakan dalam memprediksi distribusi air lindi, dengan gerakan air yang terjadi dianggap sebagai jumlah air lindi yang dihasilkan dari TPA pada selang waktu tertentu. Kolom yang digunakan adalah pipa PVC dengan diameter 11 cm dan tinggi 200 cm sebagai tempat sampel dan sampel sampah yang digunakan yaitu sampah rumah tangga, plastik, pakaian dan kertas. Tipe kolom yang digunakan yaitu kolom L (kepadatan rendah, 400 kg/m³), kolom H (kepadatan tinggi, 600 kg/m³) dan kolom C (kepadatan tinggi, 600 kg/m³ dan cover). Urutan waktu yang digunakan yaitu 45 hari (L45, H45, C45), 30 hari (H30, C30) dan 15 hari (H15, C15). Sampel sampah dicampurkan dan ditambahkan air untuk memenuhi jumlah air pada kondisi awal musim kemarau yaitu 70% dari berat sampah total. Berdasarkan hasil dari penelitian distribusi air lindi pada kolom L, H dan C pada waktu 45 hari didapatkan prosentase perkolasi berturut-turut yaitu 17.31%, 8.10% dan 11.95% sedangkan prosentase dekomposisi yaitu 22.04%, 23.80% dan 21.58%. Namun dari hasil prosentase tersebut, korelasi antara nilai perkolasi dan nilai dekomposisi memiliki keterkaitan yang lemah sehingga apabila perkolasi pada kolom sampah tinggi maka belum tentu dekomposisi yang dihasilkan pada sampah juga akan tinggi. Untuk penguapan, didapatkan hasil perhitungan secara empiris untuk kolom L, H dan C pada waktu 45 hari didapatkan prosentase perkolasi berturut-turut yaitu 1.6 mm/hari, 6.2 mm/hari dan 2.4 mm/hari, sedangkan untuk hasil teoritis dengan metode Blaney-Cridey sebesar 5.8 mm/hari dan metode Thornwaite sebesar 6.2 mm/hari. Terdapat keterkaitan antara metode Thornwaite dengan kolom H, sehingga perhitungan penguapan pada sampah dengan metode teoritis hanya cocok untuk timbunan sampah tertentu. Kata kunci : distribusi air lindi, sampah padat campuran, kepadatan sampah, pengelolaan sampah. ABSTRACT Management of solid waste in Indonesia has always been generating some serious problems. The condition above is caused by rising amount of human population and urbanization which also generating increment amount of solid waste simultaneously, then as a consequence, there will be larger place to be occupied to accommodate the solid waste and at the end of the process of managing solid waste, then will continue to generates leachate. The dangerous thing of leachate evaporation is its exhaust gases that causes air pollution. The purpose of this study is to simplify a system in predicting distribution of leachate at landfill by using mixed waste as media where its water movement that occurs is regarded as amount of leachate from landfill which will be measured by specified intervals. This study is using a series of containers with different conditions to observe distribution shifting of leachate at each container. The containers are made by PVC pipe with 9 cm diameter and 200 cm height. The various kinds of waste that will be used are household garbage, plastics, clothes, and papers. The various conditions of containers that will be used are, 1.) container L (waste density is low, i.e. 400 kg/m³), 2.) container H (waste density is high, i.e. 600 kg/m³), 3.) container C (waste density is high, i.e. 600 kg/m³ and overlaid with soils). The chronicle that will be establish are 1.) 45 days for each container), 2.) 30 days for container H and C, 3.) 15 days for container H and C. All of the waste sample will be mixed and be added with some water afterwards, as the adjustment of early dry season, i.e. 70% of heavy waste. Based on the results of leachate distribution in column L, H and C on 45 days obtained percentage consecutive percolation, i.e. 17.31%, 8.10% and 11.95%, while the percentage of decomposition is 22.04%, 23.80% and 21.58%. But in this results of percentage, the correlation between value of percolation and decomposition has a weak link so when the percolation column value of sample is high that not definitely the decomposition value go down as well as that percolation increase. For evaporation, the result calculation empirically for column L, H and C on 45 days obtained percentage of percolation in a row at 1.6 mm/day, 6.2 mm/day and 2.4 mm/day, while for the theoretical results with the method of Blaney-Cridey 5.8 mm/day and methods Thornwaite of 6.2 mm/day. There is a link between the method Thornwaite with H column, the calculation of the evaporation of the waste with a theoretical method is only suitable for certain waste piles. Keywords: leachate distribution, mixed solid waste, waste density, waste management.
A. PENDAHULUAN Tempat Pembuangan Akhir (TPA) secara luas diterapkan sebagai metode pembuangan sampah padat di negara berkembang, seperti halnya yang terjadi di Indonesia. Peningkatan jumlah sampah yang dihasilkan setiap tahunnya sebanding dengan peningkatan populasi dan urbanisasi, serta masalah yang berkaitan dengan pembuangan akhir karena terbatasnya lahan yang tersedia (Idris dkk, 2004). Hampir 98% dari kota dan daerah di Indonesia memiliki fasilitas TPA sebagai tempat pembuangan akhir dan hanya 40% dari lokasi TPA memiliki fasilitas pengolahan air lindi (KLH, 2008). Hal tersebut menunjukkan bahwa air lindi tanpa pengolahan bisa menjadi masalah yang serius bagi lingkungan. Terdapat beberapa faktor dan proses di TPA yang mempengaruhi air lindi yang dihasilkan. Menurut Poulsen, dkk (2005) dan Kuruparan, dkk (2003), faktor yang mempengaruhi air lindi meliputi karakteristik sampah (komposisi awal, ukuran partikel, densitas, dll), interaksi antara air meresap melalui TPA dan sampah, hidrologi dan iklim, desain TPA dan variabel operasional, mikroba proses yang terjadi selama stabilisasi sampah dan tahap stabilisasi di TPA. Salah satu faktor yang mempengaruhi air lindi adalah kapasitas lapang sampah, dimana tergantung pada karakteristik dan kepadatan yang digunakan. Selain itu, sifat sampah juga dapat dipengaruhi oleh musim yang sedang terjadi. Pada musim penghujan sampah akan mengandung banyak air dan lebih padat, sedangkan pada musim kemarau penguapan yang terjadi akan lebih besar sehingga mempengaruhi jumlah air yang terkandung di dalam sampah dan distribusi air lindi yang terjadi. Beberapa peneliti yang memprediksi neraca air yang terjadi di sampah diantaranya yaitu Prayogo (2014), Salieri (2011) dan Yuen dkk (2001) Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyederhanakan metode dalam
memprediksi distribusi air yang terjadi di TPA dengan sampah yang telah ditentukan sesuai dengan jenis sampah yang terjadi di Indonesia. Pada penelitian ini digunakan serangkaian kolom dengan kondisi yang berbeda untuk memperkirakan penurunan jumlah air yang terjadi pada sampah akibat musim panas yang terjadi. Perubahan jumlah air yang terjadi akan menjadi akibat dari proses dekomposisi, perkolasi maupun penguapan yang terjadi pada sampah. B. TAHAPAN PENELITIAN 1. Material Sampah Sampah yang digunakan dalam percobaan ini adalah sampah buatan. Komposisi sampah yang digunakan mengacu pada komposisi sampel sampah yang diambil dari TPA di Kota Malang di Indonesia dan dianalisis pada tahun 2007 dengan metode pemisahan sampah komposisi fisik (Prayogo, 2014). Prosentase setiap sampel sampah yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: Tabel 1. Berat dan Macam-Macam Sampah yang Digunakan
Kadar air rata-rata sampah buatan adalah 29,7%. Sampel sampah dipotong dengan diameter kurang dari 5 cm. Semua sampel sampah dicampur secara manual dan ditambahkan air untuk mencapai kadar air awal sampah pada awal musim kemarau, yaitu 66-70% dari berat sampah. Sampah dan air dicampur terebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam kolom.
2. Kolom Uji Sampah kolom yang digunakan dalam penelitian ini adalah pipa PVC dengan diameter 11 cm. Ketinggian seluruh kolom adalah 2 m. Untuk mengalirkan air di bagian bawah kolom, setiap kolom dilengkapi dengan tabung di sisi kolom di bagian bawah. Pada bagian bawah kolom di isi dengan kerikil sampai ketinggian 10 cm dari dasar kolom untuk mencegah air dari penyumbatan pada saat proses distribusi air di sampah. Tiga tipe kolom digunakan untuk menyelidiki perubahan jumlah air yang terjadi dengan urutan waktu tertentu. Periode waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah 45 hari, 30 hari dan 15 hari. Setiap tipe kolom digunakan untuk menyelidiki tiga kondisi sampel yaitu sampah dengan kepadatan rendah (L), sampah dengan kepadatan tinggi (H) dan sampah dengan kepadatan tinggi dengan penutup tanah/cover (C). Kepadatan sampel didasarkan pada penelitian lapangan yang dilakukan di TPA Kota Malang (Prayogo, 2014). Kepadatan rendah adalah sebesar 457 kg/m³ dan kepadatan tinggi adalah 661 kg/m³. Untuk mencapai kepadatan yang telah ditentukan, maka dilakukan pengisian sampah ke dalam kolom uji setiap lapisan dengan tinggi setiap lapisan dengan ketinggian 25 cm dan dengan menggunakan perangkat pemadatan manual sederhana. Kolom uji diisi lapis demi lapis sampai mencapai ketinggian 150 cm. Tanah digunakan sebagai penutup untuk kolom C dan dipadatkan pada bagian paling atas sampah dengan ketebalan 20 cm dengan menggunakan alat pemadat yang sama seperti yang digunakan untuk memadatkan sampah.
Tabel 2. Tipe Kolom yang Digunakan
Gambar 1. Sketsa Kolom Benda Uji Kelebihan air yang pada setiap kolom disebut dengan hasil perkolasi air lindi, dimana dilakukan pencatatan setiap hari sampai setelah urutan waktu selesai. Kolom yang sudah mencapai batas waktu penelitian dipotong setiap 25 cm dan setiap bagian dari sampel yang telah dipotong dikeringkan ke dalam oven dengan 60º C untuk menentukan jumlah air sampah yang tersimpan didalam sampah. C. ANALISA DAN PEMBAHASAN Hasil-hasil perhitungan diperoleh berdasarkan data lapangan yang didapatkan. Perhitungan yang dilakukan meliputi distribusi air lindi, perkolasi dan dekomposisi air lindi, serta penguapan. Hasil-hasil perhitungan dapat dilihat pada bahasan selanjutnya.
1.
Hasil Perhitungan Distribusi Air pada setiap Kolom Tujuan dari perhitungan ini adalah untuk mengetahui pergerakan air yang terjadi pada sampah setiap kolom. Hasil dari perhitungan distribusi air pada setiap kolom dapat dilihat pada Gambar 2.
antara 49,62% sampai 60,48%. Hasil prosentase tersebut berhubungan dengan hasil penelitian Yuen, dkk (2001), yang menunjukkan bahwa kadar air limbah di TPA bervariasi dari 30% sampai 60% dari permukaan hingga kedalaman 3 meter. Pada bagian atas kolom terjadi penguapan dimana prosentase jumlah air sampah akan menurun seiring lamanya waktu, sedangkan pada bagian yang lebih dalam dari lapisan sampah prosentase jumlah air sampah semakin meningkat yang menunjukkan bahwa pergerakan air didalam sampah juga terjadi secara gravitasi
Gambar 2. Distribusi Air setiap Kolom L Pada kolom L, jumlah air pada sampah setelah 45 hari dengan kepadatan rendah yaitu 400 kg/m³ meningkat pada lapisan sampah yang lebih dalam, dengan prosentase jumlah air antara 49,56% sampai 61,14% dan jumlah air terendah terjadi pada lapisan teratas kolom. Hal tersebut menandakan bahwa penurunan jumlah air yang terjadi pada bagian atas kolom diakibatkan oleh penguapan, sedangkan pada lapisan yang lebih dalam lebih dominan terjadi pergerakan air secara gravitasi menuju lapisan yang lebih dalam. Pada kolom H merupakan kolom dengan pemadatan yang tinggi yaitu 600 kg/m³. Prosentase jumlah air sampah pada kolom H yaitu, untuk kolom H45 jumlah air berkisar antara 43,53% sampai 59,96%, kolom H30 berkisar antara 46,86% sampai 60,00% dan kolom H15 berkisar
Gambar 3. Distribusi Air setiap Kolom H Distribusi air yang terjadi pada setiap lapisan ditandai dengan semakin meningkatnya prosentase jumlah air pada lapisan yang lebih dalam (Gambar 3.). Akan tetapi, terjadi ketidaksesuaian data terhadap gerakan air yang terjadi pada kolom H. Hal tersebut diduga karena ketidakseragaman ukuran sampah yang diduga dapat mempengaruhi homogenitas pori pada setiap lapisan, sehingga terjadi perbedaan pada pola gerakan air di setiap lapisan.
Tabel 3. Perbandingan Rasio Perkolasi dan Dekomposisi pada setiap Kolom
Gambar 4. Distribusi Air setiap Kolom C Kolom C merupakan kolom dengan kepadatan yang tinggi yaitu 600 kg/³ dan menggunakan cover atau penutup tanah pada bagian atasnya. Hasil prosentase jumlah air sampah untuk setiap kolom yaitu, pada kolom C45 antara 50,86% sampai 62,14%, kolom C30 antara 53,94% sampai 63,96% dan kolom C15 antara 58,01% sampai 64,49%. Hasil prosentase yang terjadi pada setiap kolom tersebut berhubungan dengan hasil penelitian Yuen, dkk (2001), yang menunjukkan bahwa kadar air limbah di TPA bervariasi dari 30% sampai 60% dari permukaan hingga kedalaman 3 meter. Sama seperti kolom H45, pada kolom C45 juga terjadi ketidaksesuaian data, dimana diduga akibat ketidakseragaman ukuran sampah sehingga dapat mempengaruhi homogenitas pori yang terjadi pada setiap lapisan. Hal itulah yang kemudian mempengaruhi gerakan air yang terjadi pada setiap lapisan sampah akan berbeda. 2.
Hasil Perhitungan Pekolasi dan Dekomposisi pada Kolom Tujuan dari perhitungan ini adalah untuk mengetahui hubungan dari perkolasi dan dekomposisi yang terjadi pada sampah setiap kolom. Hasil dari perhitungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.
Pada tabel di atas terlihat bahwa rasio perkolasi air lindi paling tinggi terjadi pada kolom L45 yaitu sebesar 17,31%. Hal tersebut berhubungan dengan kemampuan pori-pori sampah untuk menyimpan air, yang disebut dengan kapasitas lapang sampah. Pori-pori antar partikel akan semakin besar jika digunakan pemadatan yang rendah, sehingga menyebabkan air dengan mudah terdistribusi secara gravitasi sehingga akan menghasilkan air perkolasi yang lebih banyak daripada kolom dengan kepadatan yang lebih tinggi. Untuk proses dekomposisi yang terjadi berjalan secara bertahap dan laju dekomposisi yang paling cepat terjadi pada minggu pertama dan akan menurun seiring waktu yang digunakan. Hal ini dikarenakan sampah masih baru dan banyak tersedia unsur-unsur yang merupakan makanan bagi mikroba atau bagi organisme pengurai, sehingga sampah cepat hancur (Dita, 2007). Salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah perkolasi adalah dekomposisi yang terjadi pada sampah. Namun dari hasil prosentase tersebut, korelasi antara nilai perkolasi dan nilai dekomposisi memiliki keterkaitan yang lemah sehingga apabila perkolasi pada sampah tinggi maka belum tentu dekomposisi yang dihasilkan pada sampah juga akan tinggi. Hal
tersebut dikarenakan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses dekomposisi, salah satunya adalah ukuran sampah. Menurut Unus (2002), semakin kecil dan homogen ukuran sampah maka akan semakin cepat dan baik pula proses dekomposisi yang terjadi. Pada penelitian ini ukuran sampah tidak dapat dipertahankan, sehingga berpengaruh terhadap proses dekomposisi yang terjadi pada setiap kolom. 3.
Hasil Perhitungan Penguapan pada setiap Kolom Pada penjelasan sebelumnya disebutkan bahwa penguapan terbesar terjadi pada bagian atas kolom, dimana pada bagian tersebut merupakan lapisan yang pertama terkena sinar matahari. Untuk mengidentifikasi total penguapan yang terjadi di setiap lapisannya, maka digunakan perhitungan total air yang hilang. Berikut Tabel 4. hasil perhitungan total air yang hilang akibat penguapan yang terjadi pada setiap kolom. Tabel 4.
Tingkat Penguapan pada Kolom
di oven, sedangkan untuk total air perkolasi merupakan total air lindi yang di hasilkan pada setiap kolom. Untuk total penguapan didapatkan dari hasil pengurangan total air awal dengan penjumlahan dari total air akhir, total air yang dikeringkan dan total penguapan. Sementara tingkat penguapan didapatkan dari perkalian terhadap volume dari kolom setelah dikonversikan, sedangkan rasio kehilangan air merupakan total air yang hilang akibat penguapan pada setiap kolom selama penelitian berlangsung. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Prayogo (2014), menunjukkan bahwa penguapan akan menurun seiring dengan lamanya waktu karena penguapan yang tinggi hanya terjadi pada saat awal penelitian. Hal tersebut dikarenakan faktor jumlah air yang terkandung didalam kolom semakin menurun. Penguapan yang paling besar untuk waktu 45 hari terjadi pada kolom H yaitu sebesar 6,2 mm/hari, kemudian diikuti oleh kolom C sebesar 2,4 mm/hari dan kolom L yaitu 1,6 mm/hari (Tabel 4.15.). Perhitungan penguapan secara teoritis dapat menggunakan metode Blaney-Cridley dan metode Thornwaite, hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 5. dan Tabel 6. dengan koordinat yang digunakan pada perhitungan adalah untuk kota Malang yaitu 07º 59’ LS 112º 36’ BT. Tabel 5. Penguapan Potensial menggunakan metode Blaney-Cridey
Total air awal didapatkan dari jumlah air yang terkandung pada kolom, yaitu dari 70% dari total sampah dan 29,7% dari total air yang terkandung dalam sampah. Total air akhir berasal dari jumlah air yang terkandung di dalam kolom setelah
Tabel 6. Penguapan Potensial menggunakan metode Thornwaite
Jika dibandingkan antara perhitungan empiris dan teoritis, maka terdapat persamaan yang terjadi pada kolom H, yaitu kolom dengan pemadatan tinggi dan tanpa penutup tanah (cover). Kolom H yang mempunyai persamaan hasil penguapan pada metode Thornwaite yaitu kolom H45, yaitu kolom dengan waktu penelitian selama 45 hari. Hasil yang didapatkan yaitu sebesar 6,2 mm/hari. Kesamaan antara hasil perhitungan empiris dan teoritis yang terjadi menyimpulkan bahwa untuk perhitungan penguapan pada sampah, metode yang paling cocok untuk digunakan yaitu metode Thornwaite. Akan tetapi, hanya dapat digunakan pada kondisi sampah tertentu yaitu pemadatan yang tinggi dan tanpa penutup tanah (cover) seperti yang terjadi pada kondisi sampah kolom H. Jika menghitung besarnya penguapan dengan menggunakan metode Thornwaite pada kondisi sampah yang berbeda, seperti dengan pemadatan yang rendah dan menggunakan penutup tanah (cover) maka didapatkan hasil perhitungan yang terlalu besar. D. KESIMPULAN Dari hasil-hasil perhitungan tersebut, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1.
Distribusi kadar air yang terjadi pada kolom L, H dan C adalah sebagai berikut: a. Pada waktu 45 hari, kolom L dan H dengan kondisi tanpa cover, prosentase jumlah air yang tersisa pada lapisan teratas kolom terjadi lebih rendah yaitu 49,56% dan 43,54%, sedangkan kolom C dengan menggunakan cover yaitu 50,86%, sehingga penguapan yang terjadi pada kolom L dan H lebih besar daripada kolom C. b. Pada lapisan yang lebih dalam, distribusi kadar air dipengaruhi oleh gerakan air ke bawah secara gravitasi yang ditunjukkan dengan prosentase jumlah air sampah yang semakin ke lapisan yang lebih dalam semakin besar. c. Pada lapisan kolom sebagian terjadi ketidaksamaan data, dimana diduga karena terjadi perbedaan ukuran sampah yang tidak dapat dipertahankan sehingga mengakibatkan homogenitas pori dari setiap lapisan berbeda, sehingga gerakan air pada lapisan tersebut mengalami ketidakseragaman.
2. Perkolasi dan dekomposisi yang terjadi pada kolom L, H dan C adalah sebagai berikut: a) Hasil perkolasi air lindi yang terjadi pada ketiga kolom sangat bervariasi. Pada waktu 45 hari kolom L45 menghasilkan perkolasi air lindi sebesar 896 ml dengan rasio prosentase 17,31%, kolom H45 sebesar 630 ml dengan rasio prosentase 8,10% dan kolom C45 sebesar 930 ml dengan rasio prosentase 11,95%. Perbedaan tersebut berhubungan dengan kemampuan pori-pori sampah dalam menyimpan air, yang disebut dengan kapasitas lapang sampah. Pori-pori antar partikel akan semakin besar jika
digunakan pemadatan yang rendah, sehingga menyebabkan air dengan mudah terdistribusi secara gravitasi sehingga akan menghasilkan air perkolasi yang lebih besar daripada kolom dengan kepadatan yang lebih tinggi. b) Proses dekomposisi yang paling tinggi terjadi pada minggu pertama dan akan menurun seiring waktu yang digunakan. Persamaan yang terjadi dari kolom L, H dan C adalah terdapat ketidakseragaman persen dekomposisi pada setiap lapisan sampah. Hal tersebut diduga karena faktor bentuk sampah yang tidak homogen, sehingga dapat berpengaruh pada proses dekomposisi yang terjadi. Prosentase dekompomposisi pada waktu 45 hari untuk kolom L45 yaitu 31,72% sampai 17,05%, kolom H45 yaitu 35,16% sampai 5,83% dan kolom C45 yaitu 27,18% sampai 5,63%. Pemadatan diduga berpengaruh pada proses dekomposisi, dimana kolom L dengan pemadatan yang lebih rendah, menghasilkan prosentase terdekomposisi yang semakin menurun dengan semakin dalamnya lapisan, akan tetapi pada kolom H dan kolom C prosentase terdekomposisi yang terjadi semakin meningkat dengan semakin dalamnya lapisan sampah. Hal tersebut diduga disebabkan oleh faktor kepadatan yang mempengaruhi kapasitas lapang pada sampah dan kapasitas lapang akan berpengaruh pada banyaknya jumlah air yang dapat tersimpan di dalam pori-pori sampah. Pemadatan yang tinggi mengakibatkan proses anaerob menjadi dominan terjadi pada setiap lapisan, sedangkan pada kepadatan yang rendah
memungkinkan terjadinya dekomposisi secara aerob maupun anaerob. Hal tersebut memungkinkan proses dekomposisi menjadi semakin sulit, dimana pada saat lapisan bersifat anaerob karena penuh air maka proses yang berlangsung akan menggunakan mikroorganisme yang bersifat anaerob, akan tetapi ketika lapisan tersebut mengalami penurunan jumlah air maka bisa saja terjadi proses aerob yang mengakibatkan mikroorganisme aerob akan membunuh mikroorganisme anaerob sehingga hal tersebut dapat menjadikan dekomposisi tidak berjalan dengan baik. c) Salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah perkolasi adalah dekomposisi yang terjadi pada sampah. Namun dari hasil prosentase tersebut, korelasi antara nilai perkolasi dan nilai dekomposisi memiliki keterkaitan yang lemah sehingga apabila perkolasi pada sampah tinggi maka belum tentu dekomposisi yang dihasilkan pada sampah juga akan tinggi. Hal tersebut dikarenakan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses dekomposisi, salah satunya adalah ukuran sampah. Menurut Unus (2002), semakin kecil dan homogen ukuran sampah maka akan semakin cepat dan baik pula proses dekomposisi yang terjadi. Pada penelitian ini ukuran sampah tidak dapat dipertahankan, sehingga berpengaruh terhadap proses dekomposisi yang terjadi pada setiap kolom. 3. Penguapan yang terjadi pada kolom L, H dan C adalah sebagai berikut: a) Penguapan yang terjadi pada setiap kolom dipengaruhi oleh lamanya waktu penelitian serta
perlakuan yang dilakukan pada kolom. Pada kolom C dengan menggunakan cover, untuk C45 tingkat penguapan yang terjadi sebesar 2,4 mm/hari, untuk C30 sebesar 3,4 mm/hari dan untuk C15 sebesar 4,6 mm/hari. Pada kolom H, tingkat penguapan yang terjadi pada H45 sebesar 6,2 mm/hari, H30 sebesar 9,1 mm/hari dan H15 sebesar 20,0 mm/hari, sedangkan untuk kolom L45 sebesar 1,6 mm/hari. Penguapan yang terjadi akan menurun seiring dengan lamanya waktu dan penguapan yang tinggi hanya terjadi pada awal penelitian. b) Sementara itu, untuk perhitungan penguapan dengan menggunakan rumus teoritik didapatkan hasil dengan menggunakan metode Blaney-Cridey sebesar 5,8 mm/hari dan metode Thornwaite 6,2 mm/hari. Jika dilakukan perbandingan antara perhitungan empiris dan teoritis, maka terdapat hasil yang sama antara perhitungan teoritik dan empirik yaitu terjadi pada kolom H45 yaitu sebesar 6,2 mm/hari dan pada metode Thornwaite 6,2 mm/hari. Kolom H merupakan kolom dengan pemadatan tinggi dan tanpa penutup tanah (cover), sehingga kemungkinan perhitungan penguapan dengan menggunakan rumus teoritis hanya cocok untuk menghitung penguapan pada sampah dengan pemadatan yang tinggi dan tanpa penutup tanah (cover). E. SARAN Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan tentang “Studi Distribusi Air Lindi pada Timbunan Sampah dengan Menggunakan Media Sampah Campuran”, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain adalah:
1.
2.
3.
Dengan adanya beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, kepada peneliti lain diharapkan untuk mengadakan penelitian sejenis lebih lanjut dengan mengambil periode waktu penelitian yang lebih lama, bentuk sampah yang seragam serta parameter yang lebih banyak (seperti memasukkan variabel L30 dan L15) dan menggunakan rancangan penelitian yang lebih kompleks, sehingga dapat diperoleh hasil yang lebih optimal. Tempat pelaksanaan praktikum yang digunakan sebagai tempat kolom untuk mendukung penelitian harus pada tempat yang sama dan terkondisikan dengan baik agar material lain tidak masuk ke dalam kolom atau bahkan tampungan air lindi karena dapat mempengaruhi hasil yang diperoleh. Perlu dilakukan penelitian pada saat musim penghujan agar didapatkan perbedaan yang terjadi antara distribusi air lindi pada saat musim kemarau maupun musim penghujan.
DAFTAR PUSTAKA Dita FL. 2007. Pendugaan Laju Dekomposisi Serasah Daun Shorea balangeran (Korth.) Burck dan Hopea bancana (Boerl.) Van slooten di Hutan Penelitian Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Bogor : Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). 2008. Statistik Sampah Padat Domestik di Indonesia. Jakarta : Kmenterian Lingkungan Hidup. Kuruparan, P., Tubtimthai, O., Visvanathan, C., and Tränkler, J. 2003. Influence of Tropical Seasonal Variations Operation Modes and Waste Composition on Leachate Characteristics and Landfill Settlement. Workshop on Sustainable Landfill Management 3–5 December, 2003; Chennai, India, 199-208
Miyajima, T., Wada, E., Hanba, T. Y., Vijarnsorn, P. 1997. Anaerobic Mineralization of Indigenous Organic Matters and Methanogenesis in Tropical Wetland Soils. Geochemical et Cosmochimica Acta 61, 2739 – 3751. Prayogo, T Budi. 2014. Water Content Distribution in a Landfill Site in a Tripical Climate Condition.. Jepang: University of Miyazaki. Salieri, Viviana. 2011. Leachate Production. Environmental Project Work Course, Universita di Padova. Unus, Suriawiria. (2002). Pupuk Organik Kompos dari Sampah, Bioteknologi Agroindustri. Bandung : Humaniora Utama Press. Yuen, S.T.S., Wang Q.J., Styles, J.R., McMahon, T.A. 2001. Water Balance Comparison between a Dry and a Wet Landfill – a Full Scale Experiment. Journal of Hydrology (25), 29-48.