PERBANDINGAN PEMBERIAN EMPATJENIS ZAT PENGATUR TUMBUH PADA STEK CABANG SUNGKAI (Peronema canescens Jack) Oleh : Dila Swestiani dan Aditya Hani Balai Penelitian Kehutanan Ciamis
ABSTRAK Sungkai (Peronema canescens Jack) termasuk famili Verbenaceae yang dapat menghasilkan kayu berkualitas tinggi. Jenis ini dapat ditanam di hutan rakyat sebagai jenis alternatif yang potensial untuk dipasarkan sebagai kayu pertukangan. Kendala yang dihadapi dalam penyediaan bibit sungkai adalah kemampuan perkecambahannya yang rendah. Stek merupakan salah satu cara pembiakan vegetatif untuk memenuhi ketersediaan bibit yang baik pada waktu yang diperlukan. Keberhasilan pertumbuhan stek dapat diketahui melalui persentase hidup, persentase tumbuh (akar, mata tunas, dan daun) serta rasio tunas-akar. Pertumbuhan stek yang optimal dapat tercipta dengan pemilihan bahan tanaman, penggunaan zat pengatur tumbuh serta pemilihan media tumbuh yang tepat. Penelitian berlangsung dari bulan Juli sampai September 2008 di Persemaian Balai Penelitian Kehutanan Ciamis. Pengaruh empat zat pengatur tumbuh (kontrol, IAA, IBA, NAA, GA3) pada stek cabang Sungkai (P. canescens) menggunakan rancangan faktorial dalam pola acak lengkap dengan 5 perlakuan 3 ulangan. Tiap perlakuan terdiri atas 24 polibag sehingga keseluruhan terdapat 360 stek. Nilai persentase tumbuh dan rasio tunasakar tertinggi dicapai oleh IBA 20 ppm sedangkan berat kering total tertinggi dicapai oleh GA3 20 ppm. Analisis keragaman menunjukkan pemberian masing-masing zat pengatur tumbuh sebesar 20 ppm memberikan hasil yang signifikan hanya pada pertumbuhan panjang cabang baru dan berdasarkan uji lanjut, tidak ada beda signifikan dengan kontrol (stek tanpa perlakuan). Kata kunci : Sungkai (Peronema canescens Jack.), stek, GA3, IAA, IBA, NAA
I. PENDAHULUAN Saat ini terjadi perkembangan variasi komoditas kayu pertukangan yang dapat diserap oleh pasar. Jenis-jenis kayu yang semula dianggap tidak mempunyai nilai ekonomi sekarang mulai dimanfaatkan oleh masyarakat. Kayu pertukangan yang semakin bervariasi ini disebabkan oleh mulai berkurangnya pasokan kayu yang berasal dari hutan alam. Pasar kayu pertukangan yang semakin bervariasi jenis dan kualitasnya merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan oleh petani hutan rakyat untuk menanami lahan mereka dengan berbagai jenis tanaman kayu-kayuan. Sungkai (Peronema canescens Jack) merupakan salah satu jenis pohon penghasil kayu pertukangan yang potensial untuk di pasarkan. Sungkai dikenal dengan nama daerah sekai, sungkai, sungkih (Sumatra); longkai, lurus, sungkai (Kalimantan); jati sabrang, sungke (Jawa). Daerah penyebarannya meliputi Sumatra Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan (Palembang), Lampung, Jawa Barat, dan seluruh Kalimantan. Tinggi pohon 20-25 m, panjang batang bebas cabang sampai 15 m, diameter 60 cm atau lebih, batang lurus dan sedikit berlekuk dangkal, tidak berbanir, ranting penuh dengan bulu halus. Kulit luar berwarna kelabu atau sawo muda, beralur dangkal dan mengelupas kecil-kecil tipis. Tumbuh di hutan tropis dengan tipe curah hujan A sampai C pada tanah kering atau sedikit basah dengan ketinggian sampai 600 mdpl. Pohon sungkai berbuah sepanjang tahun terutama pada bulan Maret-Juni. (Martawijaya dkk., 2005). Kayu sungkai bergaris coklat-hitam tidak terlalu lurus, dapat dipakai untuk bangunan, mebel, lantai, papan dinding, patung dan kerajinan tangan, serta finir mewah (Kartasujana, 1979 dalam Sedijoprapto dkk., 2001). Kayu sungkai termasuk kelas awet III, tahan terhadap rayap kayu kering (Cryptotermes cynocephalus), dan termasuk kelas kuat II-III (Martawijaya dkk., 2005). Selain itu kayu olahan sungkai, juga telah diekspor ke luar
Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian
199
negeri misalnya ke Jepang, Belanda dan Korea. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka diperlukan sediaan kayu yang cukup banyak (Sumiasri dan Priadi, 2003). Salah satu kendala dalam pembangunan hutan rakyat adalah penyediaan bibit yang berkualitas, jumlah bibit yang memadai, dan tepat dengan waktu penanamannya. Abdulah (1991) melaporkan bahwa persentase perkecambahan biji sungkai sangat rendah (10%), selanjutnya Soetisna dkk., (1995) melaporkan hal yang sama (12,5%) (Sumiasri dan Priadi, 2003). Perkembangbiakan vegetatif merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut dimana teknik yang paling sederhana adalah dengan cara stek cabang. Keberhasilan pertumbuhan stek ditentukan oleh kecepatan terbentuknya akar lateral sehingga proses-proses fisiologis tanaman dapat berlangsung dan tumbuh dengan baik. Pemberian zat pengatur tumbuh ini dimaksudkan untuk memacu proses fisiologis tanaman agar diperoleh prosentase keberhasilan yang tinggi serta munculnya akar dan tunas daun yang lebih cepat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan pengaruh pemberian lima zat pengatur tumbuh yang berbeda terhadap pertumbuhan stek cabang sungkai (Peronema canescens Jack) pada media tanam tanah topsoil yang dicampur pupuk kandang. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi pedoman dalam upaya perbanyakan tanaman kehutanan secara vegetatif dalam pengembangan hutan rakyat.
II. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di persemaian Balai Penelitian Kehutanan Ciamis, Desa Pamalayan, Kecamatan Cijeunjing, Kabupaten Ciamis, dengan ketinggian tempat 135 m dpl. Kegiatan dilaksanakan pada bulan Juli-September 2008. B. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah stek cabang yang diperoleh dari tegakan P. canescens Perum Perhutani KPH Rangkas Bitung yang berumur tujuh belas tahun, zat pengatur tumbuh: IAA, IBA, NAA, dan GA3, media tanam, sungkup plastik, ember dan alat tulis. C. Prosedur Penelitian 1. Penyiapan media tanam Media tanam adalah campuran top soil dan pupuk kandang dengan perbandingan 2:1. Polybag yang digunakan ukuran 12 x 20 cm. 2. Pemilihan bahan stek Bahan stek dipilih dari pohon induk yang mempunyai penampakan fenotip yang baik, sehat dan merupakan percabangan yang tumbuh ke atas (autotrof). Ukuran panjang stek 20-30 cm dan diameter 1,01-1,4 cm, bagian ujung dan pangkal stek dipotong rata. Perbanyakan tanaman sungkai menggunakan stek cabang yang sudah berkayu karena banyak mengandung karbohidrat sebagai cadangan makanan guna pertumbuhan stek. Dalam setiap stek terdapat dua mata tunas, salah satu mata tunas berada di ujung atas untuk pertumbuhan cabang dan daun baru, sedangkan yang lain berada di bagian bawah untuk pertumbuhan akar baru. 3. Penyiapan larutan zat pengatur tumbuh Zat pengatur tumbuh yang digunakan adalah IAA (Indelole Acetic Acid), IBA (Indole-3Butyric Acid), NAA (Napthalene Actic Acid), dan GA3 (Gibberelic Acid) dengan konsentrasi masing-masing 20 ppm (1g dalam 5 liter air). Zat pengatur tumbuh diberikan dengan cara mata tunas stek bagian bawah direndam dalam larutan dan dibiarkan selama 1 jam.
200
Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian
4. Penanaman dan pemeliharaan stek Mata tunas bagian bawah harus tertanam dalam polybag. Untuk mengurangi kerusakan mata tunas maka sebelumnya dibuat lubang tanam dalam polybag. Pemeliharaan dilaksanakan dengan penyiraman sebanyak dua kali setiap pagi dan sore. Untuk mempertahankan kelembaban, tempat tumbuh disungkup dengan plastik selama 1 bulan pertama sampai muncul tunas-tunas baru. D. Rancangan Penelitian Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan faktorial dalam pola acak lengkap dengan 5 perlakuan 3 ulangan pemberian zat pengatur tumbuh (control, IAA, IBA, NAA, GA3). Tiap perlakuan terdiri atas 24 stek sehingga jumlah seluruhnya sebanyak 360 stek. Data pengamatan dianalisa dengan analisis keragaman dan apabila terdapat perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan uji Duncan. Parameter pertumbuhan stek ditunjukkan dengan munculnya mata tunas, menghitung jumlah daun, panjang tunas baru, dan panjang akar yang diperoleh dengan cara destruktif sampling. Persen hidup stek juga diukur dengan menghitung jumlah stek yang hidup pada akhir penelitian. Rasio tunas-akar dihitung dengan membandingkan berat kering tunas baru dan berat kering akar serta membandingkan panjang tunas dengan panjang akar. Berat kering total diperoleh setelah dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C selama 24 jam hingga mencapai berat konstan. E. Analisa Data Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan analisis sidik ragam/anova. Apabila hasil analisis varians menunjukkan perbedaan yang nyata maka dilanjutkan dengan uji jarak ganda Duncan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persen Hidup Pertumbuhan adalah proses yang dilakukan oleh tanaman hidup pada lingkungan tertentu dan dengan sifat-sifat tertentu untuk menghasilkan kemajuan perkembangan dengan menggunakan faktor lingkungan (Sitompul dan Guritno, 1987 dalam Sumiasri dan Priadi, 2003). Persentase hidup stek cabang P. canescens hingga akhir penelitian sebesar 92,778% dicirikan oleh kesegaran stek (Gambar 1). Stek dinyatakan mati jika bahan stek menunjukkan gejala kematian seperti layu atau kering. Kematian 7,2% stek disebabkan oleh rayap kayu basah.
Gambar 1. Persentase hidup stek Peronema canescens Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian
201
Persentase hidup tertinggi dicapai oleh stek cabang sungkai yang diberi zat pengatur tumbuh IBA dengan konsentrasi 20 ppm yaitu sebesar 95,833% dan persentase hidup terendah sebesar 90,278% dicapai oleh stek cabang sungkai yang diberi zat pengatur tumbuh GA3. IBA banyak digunakan karena sifat kimianya stabil serta memiliki kisaran konsentrasi lebar untuk merangsang perakaran (Kusumo, 1984 dalam Suhaendi, 2006). Pembentukan akar pada perbanyakan stek merupakan salah satu ciri keberhasilan stek, karena akar sangat berperan dalam proses pertumbuhan selanjutnya. Abidin (1991) mengatakan bahwa akar mempunyai fungsi menghisap air serta garam-garam mineral dan oksigen dari dalam tanah, sebagai jangkar, sebagai penghubung dalam mengalirkan air, garam-garam mineral dan zat makanan lainnya ke batang dan daun yang berada diatasnya. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa beberapa stek yang muncul tunas daunnya akhirnya mati karena belum munculnya sistem perakaran dan sebelumnya memanfaatkan cadangan makanan yang berada di batang. Sehingga apabila cadangan makanan tersebut habis dan tidak ada aliran unsur hara yang berasal dari akar maka bibit akan mengalami kematian. B. Pertumbuhan Stek Pertumbuhan stek ditandai dengan munculnya organ-organ tanaman yang berfungsi terutama dalam proses metabolisme yaitu akar, batang dan daun. Hasil analisa pertumbuhan stek P. canescens disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Analisa Varians Pengaruh Pemberian Empat Jenis Hormon terhadap Pertumbuhan Stek Sungkai (P. canescens). Sumber Variasi Naungan Error Keterangan:
Parameter
db
Jumlah daun 4 Panjang tunas Jumlah daun 327 Panjang tunas Tingkat kepercayaan 95%
Jumlah Kuadrat 31,956 575,314 2641,643 18343,69
Kuadrat Tengah 7,989 143,828 8,078 56,097
F hit.
Sig.
0,989 2,564
0,414 0,038
Hasil analisa varians menunjukkan bahwa perlakuan pemberian zat pengatur tumbuh memberikan perbedaan pertumbuhan antar perlakuan. Respon pertumbuhan yang menunjukkan perbedaan nyata yaitu pada pertumbuhan panjang tunas. Sedangkan pada jumlah daun tidak memberikan pertumbuhan yang berbeda. Hasil uji Duncan dan nilai rata-rata pertumbuhan jumlah daun dan panjang tunas disajikan pada Tabel 2. Sedangkan gambar stek P. canescens yang mulai bertunas ditampilkan pada Gambar 2. Tabel 2. Pengaruh Pemberian Zat Pengatur Tumbuh terhadap Pertumbuhan Stek Sungkai Rata-rata
Zat Pengatur Tumbuh
Jumlah Daun
Panjang Tunas
Kontrol
7,52
a
15,7
ab
GA3
7,77
a
14,73
b
NAA
7,92
a
18,29
A
IAA
7,81
a
17,83
A
IBA
8,46
a
16,41
ab
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 5%
202
Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian
Gambar 2. Stek Sungkai (tanpa perlakuan) umur 12 hari, panjang daun 5,4 cm
C. Berat Kering Total Berat kering berkaitan erat dengan proses fotosintesa dan menggambarkan status nutrisi tanaman selama pertumbuhan. Pertumbuhan tunas dan akar yang lebih cepat akan merangsang pertumbuhan yang lebih cepat. Harjadi (1984) dalam Siregar (2002), mengemukakan bahwa pertumbuhan merupakan fungsi dari keefisienan tanaman dalam memproduksi berat kering dan mencerminkan status nutrisi tanaman. Nilai berat kering total tertinggi dicapai oleh stek cabang sungkai yang diberi zat pengatur tumbuh GA3 dengan berat kering stek 5,433 g, sedangkan nilai berat kering total terendah dicapai oleh IBA dengan berat kering stek 0,271 g. GA3 dapat memacu pertumbuhan vegetatif dan generatif terutama dalam pembelahan dan pembesaran sel yang terdapat dalam jaringan meristem tanaman, juga mempercepat proses fotosintesis (Watimena, 1987 dalam Sumiasri & Priadi, 2003). Banyaknya jumlah unsur hara yang diserap oleh stek umumnya selalu berbanding lurus dengan laju pertumbuhan dan berat kering total (biomassa). Semakin tinggi biomassanya menunjukkan kemampuan stek menyerap unsur hara semakin besar, semakin cepat pula laju pertumbuhannya. D. Rasio Tunas-Akar Rasio tunas-akar merupakan perbandingan antara panjang tunas dengan berat akar. Nilai ini mencerminkan keseimbangan antara laju transpirasi melalui tajuk dengan kapasitas penyerapan unsur hara oleh akar. Stek dengan rasio tunas-akar rendah (≤ 2) mampu hidup di lahan yang kering, jika rasio tunas-akar terlalu tinggi maka akan terjadi laju transpirasi yang besar (Suhaendi, 2006). Rasio tunas-akar terendah sebesar 0,04 dicapai oleh stek sungkai yang diberi zat pengatur tumbuh IAA 20 ppm, sedangkan rasio tunas-akar tertinggi sebesar 4,8 dicapai oleh stek dengan IBA 20 ppm. Al Rasyid (1982) dalam Siregar (2002) menyatakan bahwa nilai rasio tunas-akar pada bibit yang menunjukkan pertumbuhan yang baik berkisar antara 1-3 untuk bibit yang berasal dari stek.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Prosentase hidup stek cabang Sungkai (P. canescens) tertinggi dicapai oleh zat pengatur tumbuh IBA 20 ppm sebesar 95,833%. 2. Nilai prosentase tumbuh dan rasio tunas-akar tertinggi dicapai oleh IBA 20 ppm sedangkan berat kering total tertinggi dicapai oleh GA3 20 ppm.
Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian
203
3. Pemberian zat pengatur tumbuh sebesar 20 ppm hanya signifikan pada pertumbuhan panjang cabang baru dan berdasarkan uji lanjut, tidak ada perbedaan yang siginifikan dengan kontrol (tanpa perlakuan). 4. Disarankan agar dicoba pemberian zat pengatur tumbuh dengan konsentrasi yang lebih tinggi guna meningkatkan kemampuan stek menumbuhkan mata tunas, akar, dan daun. 5. Pemberian insektisida diperlukan untuk menghindari serangan rayap basah dan meningkatkan persen hidup stek sungkai.
DAFTAR PUSTAKA Abidin, Z. 1991. Dasar Pengetahuan Ilmu Tanaman. Angkasa. Bandung. Martawijaya, A., Iding K., Kosasi K., Soewanda A.P. 2005. Atlas Kayu Indonesia. Jilid I. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor. Sedijoprapto, Endang I. dan Andri R.D. 2001. Arboretum Manggala Wanabakti: Tanaman Delegasi WFC VIII, Tinjauan Literatur. Badan Pengelola Gedung Manggala Wanabakti, Pusdokinfo, Museum dan Taman Hutan. CV. Maju Bersama. Jakarta. Siregar, N. Wati. 2002. Respon Pertumbuhan Setek Damar Mata Kucing (Shorea javanica K&V) dengan Perlakuan Pembelahan Basal Setek dan Konsentrasi IBA. Buletin Litbang Hutan Tanaman. Vol. I No.1 Desember 2002. Halaman 16-27. Balai Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman. Palembang. Suhaendi, H. 2006. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh “IBA” dan Media Tumbuh terhadap Pertumbuhan Stek Eucalyptus deglupta Blume. Prosiding Gelar dan Dialog Teknologi Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. Mataram. Sumiasri, N. dan D. Priadi. 2003. Pertumbuhan Stek Cabang Sungkai (Peronema canescens Jack.) pada Berbagai Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh (GA3) dalam Media Cair. Jurnal Natur Indonesia. Majalah Ilmiah Lembaga Penelitian Universitas Riau Vol.6 No.1 Oktober 2003. Halaman 53-56. http://www.unri.ac.id/jurnal/ jurnal_natur/vol6(1)/Nurul.pdf. Akses pada 30 Oktober 2008.
204
Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian