Pengaruh Pemberian Zat Pengatur Tumbuh 2,4-Dikhlorofenoksiasetat................Wahyu Indria PENGARUH PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH 2,4DIKHLOROFENOKSIASETAT (2,4-D) TERHADAP INDUKSI KALUS DAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH BENZYL ADENINE (BA) TERHADAP INDUKSI KALUS EMBRIOGENIK RUMPUT GAJAH VARIETAS HAWAII (Pennisetum purpureum cv. Hawaii) (IN VITRO) THE EFFECT OF PLANT GROWTH REGULATORS 2,4DICHLOROFENOXYACETIC (2,4-D) TO CALLUS INDUCTION AND ENRICH OF PLANT GROWTH REGULATORS BENZYL ADENINE (BA) TO EMBRYOGENIC CALLUS INDUCTION ELEPHANT GRASS HAWAII VARIETIES (Pennisetum purpureum cv. Hawaii) (IN VITRO) Wahyu Indria*, Mansyur**, Ali Husni *** Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2016 **Dosen Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jln. Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinangor 45363 ***Peneliti Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Jln. Tentara Pelajar No. 3A, Cimanggu, Bogor email :
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi 2,4-D yang baik digunakan untuk induksi kalus dan konsentrasi BA yang baik digunakan untuk induksi kalus embriogenik rumput gajah varietas Hawaii (Pennisetum purpureum cv. Hawaii). Objek penelitian ini adalah rumput gajah varietas Hawaii (Pennisetum purpureum cv. Hawaii) yang berumur ± 90 hari (3 bulan). Penelitian ini terdiri dari 2 tahap, yaitu tahap induksi kalus dan induksi kalus embriogenik. Level konsentrasi 2,4-D yang diuji adalah 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 mg/L sebagai T1, T2, T3, T4, T5, dan T6 dan level konsentrasi BA yang diuji adalah 0; 0,1; 0,3; 0,5; 0,7; dan 0,9 mg/L sebagai T1, T2, T3, T4, T5, dan T6. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 6 perlakuan dan 10 kali ulangan. Data dianalisis statistik dengan Sidik Ragam dan apabila terdapat perbedaan antar perlakuan diuji lanjut dengan uji Jarak Berganda Duncan. Hasil analisis kualitatif pada warna dan tipe kalus tahap pertama, warna putih kekuningan sebanyak 30% dan tipe kalus remah sebanyak 67% dihasilkan oleh perlakuan T4. Pada tahap kedua hasil analisis kualitatif pada warna kalus embriogenik dan jumlah embrio somatik, warna kalus putih kehijauan sebanyak 20% dan jumlah embrio somatik 17 dihasilkan pada perlakuan T6. Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan penambahan 2,4-D pada level konsentrasi 3 mg/L dapat menginduksi kalus rumput gajah varietas Hawaii dan penambahan BA pada level konsentrasi 0,9 mg/L dapat menginduksi kalus embriogenik rumput gajah varietas Hawaii. Kata kunci : 2,4-dikhlorofenoksiasetat, induksi kalus, benzyl adenine, induksi kalus embriogenik, rumput gajah ABSTRACT This research purpose was to know the concentration of 2,4-D suitable used for callus induction and the concentration of BA suitable used for embryogenic callus induction to elephant grass Hawaii varieties (Pennisetum purpureum cv. Hawaii). The object in this research was the Hawaii varieties of elephant grass (Pennisetum purpureum cv. Hawaii) in approximately ± 90 days (3 months) of age. This research consist of 2 stage, that was callus Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 1
Pengaruh Pemberian Zat Pengatur Tumbuh 2,4-Dikhlorofenoksiasetat................Wahyu Indria induction stage and embryogenic callus induction stage. Consentration levels of 2,4-D in this experiment were 0, 1, 2, 3, 4, and 5 mg/L as T1, T2, T3, T4, T5, and T6 and concentration levels of BA were 0; 0,1; 0,3; 0,5; 0,7; and 0,9 mg/L as T1, T2, T3, T4, T5, and T6. This research using completely randomized design with with 6 treatments and 10 repetations. Data were analyzed statistically used Analysis of Variance and followed by Duncan test if there is a significant between the treatments. The results of qualitative analysis on the first stage of the colour and the type of callus, the colour of callus was yellowish white as much as 30% and the type of friable callus as much as 67% produced by T4 treatment. At the second stage the results of qualitative analysis on the colour of embryogenic callus and the amount of somatic embryos, the colour of callus was greenish white as much as 20% and the amount of somatic embryos as much as 17 produced by T6 treatment. In conclusion, enrich of 2.4-D on the level of concentration on 3 mg/L can induced callus elephant grass Hawaii varieties and enrich of BA on the level of concentration on 0,9 mg/L can induced embryogenic callus elephant grass Hawaii varieties. Keyword : 2,4-dichlorofenoxyacetic, callus induction, benzyl adenine, embryogenic callus induction, elephant grass PENDAHULUAN Hijauan pakan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi ternak ruminansia. Berkembangnya populasi ternak ruminansia di Indonesia perlu didukung dengan ketersediaan hijauan pakan ternak yang ditinjau dari segi kuantitas dan kualitasnya, mengingat hijauan merupakan pakan utama ternak ruminansia.
Seiring dengan
perkembangan teknologi yang semakin modern, teknik kultur jaringan dapat digunakan untuk perbanyakan bibit dengan cepat atau melakukan pemuliaan in vitro untuk mendapatkan varietas unggul baru. Kultur jaringan memerlukan media tanam sebagai tempat untuk menumbuhkan eksplan dalam kondisi aseptik yang pemilihannya bergantung pada spesies tanaman, jaringan atau organ yang akan digunakan dalam kultur jaringan. Salah satu media yang paling banyak digunakan adalah media dasar Murashige and Skoog (MS) karena memiliki komposisi yang lebih lengkap daripada media dasar lainnya. Media ini mengandung garam mineral dengan konsentrasi tinggi dan senyawa N dalam bentuk amonium dan nitrat yang dapat mendukung pertumbuhan sel-sel tanaman dalam kultur in vitro. Keberhasilan dari suatu teknik kultur jaringan bergantung pada penggunan zat pengatur tumbuh (ZPT). Kombinasi antara media dasar dan ZPT akan mengoptimalkan pertumbuhan eksplan, ZPT dapat merangsang ataupun menghambat proses fisiologis tanaman. Zat pengatur tumbuh memiliki peran yang penting dalam kultur jaringan karena bila tidak menggunakan ZPT eksplan akan mengalami pertumbuhan yang lambat atau bahkan tidak tumbuh sama sekali.
Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 2
Pengaruh Pemberian Zat Pengatur Tumbuh 2,4-Dikhlorofenoksiasetat................Wahyu Indria Zat pengatur tumbuh eksogen yang digunakan pada teknik kultur jaringan adalah auksin dan sitokinin.
2,4-dichlorophenoxy acid (2,4-D) merupakan ZPT dari golongan
auksin yang sering digunakan pada teknik kultur jaringan tanaman karena bersifat stabil tidak mudah rusak oleh cahaya maupun pemanasan saat sterilisasi. Benzyl Adenine (BA) termasuk ZPT golongan sitokinin yang berfungsi meningkatkan pembelahan sel, proliferasi pucuk, dan morfogenesis pucuk (Zulkarnain, 2009). Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) merupakan salah satu jenis hijauan makanan ternak yang paling banyak dipilih untuk dibudidayakan. Rumput gajah ada 3 varietas yang cukup banyak dikembangkan di Indonesia, yaitu varietas Taiwan, varietas Afrika, dan varietas Hawaii.
Rumput gajah varietas Hawaii (Pennisetum purpureum cv. Hawaii)
memiliki tingkat produksi lebih tinggi dibandingkan rumput gajah varietas Afrika. Adanya globalisasi menyebabkan tidak menentunya periode musim hujan dan musim kemarau, sehingga pengembangan budidaya rumput gajah ini dapat terhambat dan tidak berjalan secara optimal. Melihat potensi dari rumput gajah varietas Hawaii, maka rumput tersebut dapat dikembangkan dalam skala luas melalui kultur jaringan, sehingga kebutuhan akan rumput gajah varietas Hawaii sebagai pakan ternak ruminansia dapat terpenuhi. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan konsentrasi 2,4-D yang baik digunakan untuk menginduksi kalus dan mendapatkan konsentrasi BA yang baik digunakan untuk induksi kalus embriogenik rumput gajah varietas Hawaii.
BAHAN DAN METODE 1.
Bahan Penelitian Bagian dari rumput gajah varietas Hawaii yang diambil untuk bahan penelitian adalah
bagian daun muda dari koleksi tanaman rumput gajah varietas Hawaii yang umurnya ± 90 hari (3 bulan). Rumput gajah yang digunakan didapatkan dari koleksi tanaman yang sudah diaklimatisasi di rumah kasa Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, Cimanggu, Bogor.
2.
Metode Penelitian dilakukan secara eksperimental yang dilakukan dalam dua tahap, yaitu: 1)
Induksi kalus dari eksplan daun muda dan 2) Induksi kalus embriogenik dari kalus hasil penelitian tahap satu untuk selanjutnya dilakukan pengamatan kualitatif pada tahap pertama meliputi warna kalus dan tipe kalus dan pengamatan kuantitatif tahap pertama meliputi Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 3
Pengaruh Pemberian Zat Pengatur Tumbuh 2,4-Dikhlorofenoksiasetat................Wahyu Indria persentase eksplan steril, lama inisiasi kalus, berat kalus segar yang dihasilkan dari setiap perlakuan. Pada tahap kedua dilakukan pengamatan kualitatif meliputi warna kalus dan pembentukan kalus embriogenik dan pengamatan kuantitatif meliputi berat kalus akhir dari setiap perlakuan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan sidik ragam dan apabila terdapat perbedaan antar perlakuan diuji lanjut dengan uji Jarak Berganda Duncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1.
Tahap Induksi Kalus
1.1
Warna dan Tipe Kalus
Tabel 1. Warna Kalus dan Tipe Kalus Tanaman Rumput Gajah Varietas Hawaii dari Masing-masing Perlakuan 2,4-D Warna Kalus (%) Tipe Kalus (%) Perlakuan PKK KKC C Remah Intermediet Kompak T1 30 30 40 50 33 33 T2 20 40 40 83 0 17 T3 30 30 40 50 33 17 T4 30 20 40 67 33 0 T5 40 20 40 67 0 33 T6 30 30 40 83 0 17 Keterangan : PKK = putih kekuningan; KKC = kuning kecoklatan; C = coklat
Tabel 4 menunjukkan bahwa kalus rumput gajah varietas Hawaii memiliki rentang warna putih kekuningan kuning kecoklatan, dan coklat. Rentang warna ini terdapat pada semua perlakuan. Persentase paling tinggi sebesar 40% pada warna kalus putih kekuningan dihasilkan perlakuan T5 diikuti warna kuning kecoklatan pada perlakuan T2. Persentase paling rendah sebesar 20% pada warna kalus putih kekuningan dihasilkan perlakuan T2 diikuti warna kalus kuning kecoklatan pada perlakuan T4 dan T5. Persentase warna coklat sebesar 40% dihasilkan pada semua perlakuan. Dari total keseluruhan warna kalus yang muncul, sebagian besar warna kalus yang dihasilkan adalah warna coklat dengan persentase 40%, warna putih kekuningan 30%, dan warna kuning kecoklatan 28%. George dan Sherington (1984) menyatakan beberapa macam tanaman khususnya tanaman tropika mempunyai kandungan senyawa fenol yang tinggi yang teroksidasi ketika sel dilukai atau terjadi penuaan. Tekstur pada kalus dapat bervariasi dari kompak hingga meremah tergantung pada jenis tanaman yang digunakan, komposisi nutrient media, zat pengatur tumbuh, dan kondisi lingkungan kultur (Pierik, 1987). Tipe kalus yang muncul pada penelitian ini ada 3 tipe dengan persentase yang berbeda-beda pada setiap perlakuan. Tipe kalus remah, intermediet, Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 4
Pengaruh Pemberian Zat Pengatur Tumbuh 2,4-Dikhlorofenoksiasetat................Wahyu Indria dan kompak hampir terdapat pada setiap perlakuan. Persentase kalus dengan tipe remah tertinggi sebesar 83% dihasilkan perlakuan T2 dan T6 dan tipe kompak sebesar 33 % dihasilkan perlakuan T1 dan T5. Persentase kalus terendah pada tipe kalus sebesar 50% yang dihasilkan perlakuan T1 dan pada tipe kompak sebesar 17% yang dihasilkan perlakuan T2, T3, dan T6. Tipe kalus intermediet dihasilkan perlakuan T1, T3, dan T4 dengan persentase sebesar 33%. Dari total keseluruhan tipe kalus yang terbentuk pada tahap induksi kalus, sebagian besar tipe kalus yang dihasilkan adalah tipe remah dengan persentase sebanyak 67%.
1.2
Persentase Eksplan Steril Tabel 2. Persentase Keberhasilan Eksplan Steril Rumput Gajah Varietas Hawaii pada Media dengan Perlakuan 2,4-D Eksplan Steril (%) Perlakuan T1 53 T2 50 T3 52 T4 58 T5 55 T6 53 Persentase keberhasilan eksplan steril paling tinggi diperoleh pada perlakuan T4 yaitu
sebesar 58%, sedangkan persentase keberhasilan eksplan steril terendah adalah perlakuan T2 yaitu sebesar 50%. Hal ini diduga karena adanya perbedaan pemberian konsentrasi 2,4-D yang berbeda sehingga memberikan respon pertumbuhan yang berbeda pula. Pemberian konsentrasi 2,4-D yang lebih tinggi memberikan respon pertumbuhan kalus yang lebih banyak dibanding pemberian konsentrasi 2,4-D yang lebih rendah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Meagher dan Green (2002) pada induksi kalus tanaman saw palmetto, yang menyatakan bahwa induksi kalus dipengaruhi oleh konsentrasi 2,4-D yang digunakan. Dari hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian 2,4-D dengan level konsentrasi 0-5 mg/L tidak memberikan pengaruh nyata terhadap persentase keberhasilan kalus steril rumput gajah varietas Hawaii. Persentase keberhasilan eksplan steril relatif sama pada semua formulasi media perlakuan induksi kalus yang mengandung ZPT 2,4-D serta penambahan bahan organik casein hidrolisat dimana rata-rata pembentukan kalus steril berkisar antara 50-58% (Tabel 2).
Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 5
Pengaruh Pemberian Zat Pengatur Tumbuh 2,4-Dikhlorofenoksiasetat................Wahyu Indria 1.3
Lama Inisiasi Kalus
Ilustrasi 1. Histogram Lama Inisiasi Kalus Rumput Gajah Varietas Hawaii pada Media dengan Perlakuan 2,4-D Waktu inisiasi kalus yang paling cepat terjadi saat minggu ke-1 setelah tanam pada media perlakuan T3 dan yang paling lama saat minggu ke-3 setelah tanam pada media perlakuan T2. Kalus yang mulai tumbuh ditandai dengan membengkaknya eksplan terutama pada bagian irisan eksplan yang bersentuhan langsung dengan media dan munculnya bintikbintik putih, setelah itu tekstur menjadi agak kasar (Dodds dan Roberts, 1999). Kalus yang terbentuk mula-mula akan muncul pada daerah pinggir sayatan. Menurut Bekti dkk (2003) penambahan 2,4-D dalam media kultur akan merangsang pembelahan dan pembesaran sel pada eksplan sehingga dapat memacu pembentukan dan pertumbuhan kalus serta meningkatkan senyawa kimia alami flavonoid. Hal serupa juga disampaikan oleh Pierik (1987), yang menyatakan bahwa 2,4-D dapat menyebabkan elongasi sel, pembengkakan jaringan dan pembentukan kalus. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian 2,4-D dengan level konsentrasi 0-5 mg/L tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap lama inisiasi kalus rumput gajah varietas Hawaii. Pada penelitian ini diperoleh bahwa penggunaan 2,4-D secara tunggal dapat menginisiasi akar yang akan menghambat pembentukan kalus seperti yang terjadi pada perlakuan T3 (Ilustrasi 2).
Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 6
Pengaruh Pemberian Zat Pengatur Tumbuh 2,4-Dikhlorofenoksiasetat................Wahyu Indria
Ilustrasi 2. Jaringan Akar yang Tumbuh pada Perlakuan T3
1.4
Berat Segar Kalus
Ilustrasi 3. Histogram Berat Kalus Segar Rumput Gajah varietas Hawaii pada Media dengan Perlakuan 2,4-D Pada ilustrasi 3 menunjukkan bahwa rata-rata berat segar kalus tertinggi sebesar 0,61 gram, diperoleh pada perlakuan 2,4-D 3 mg/L. Kalus dengan rata-rata berat segar terendah sebesar 0,53 gram diperoleh pada perlakuan 2,4-D 1 mg/L. Kalus yang terbentuk pada perlakuan dipengaruhi adanya auksin, baik endogen maupun eksogen. Seperti yang telah disebutkan bahwa auksin dalam kultur jaringan berperan dalam pembentukan kalus. Menurut Ruswaningsih (2007), berat segar secara fisiologis terdiri dari dua kandungan yaitu air dan karbohidrat. Berat kalus yang besar disebabkan karena kandungan airnya yang tinggi (Indah dan Ermavitalini, 2013). Berat basah yang dihasilkan sangat tergantung pada kecepatan sel-sel tersebut membelah diri, memperbanyak diri dan dilanjutkan dengan membesarnya kalus. Hasil analisis statistik, menunjukkan bahwa penggunaan 2,4-D dengan level konsentrasi 0-5 mg/L pada media MS tidak berpengaruh nyata terhadap berat segar kalus rumput gajah varietas Hawaii. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 7
Pengaruh Pemberian Zat Pengatur Tumbuh 2,4-Dikhlorofenoksiasetat................Wahyu Indria 2.
Tahap Induksi Kalus Embriogenik Kalus embriogenik dapat terbentuk secara langsung atau melalui subkultur berulang
baik pada perlakuan yang sama maupun pada perlakuan yang berbeda. Dalam penelitian ini induksi kalus embriogenik dilakukan dengan perlakuan 2,4-D 1 mg/L dan dikombinasikan dengan BA (0; 0,1; 0,3; 0,5; 0,7; 0,9 mg/L). 2.1
Warna dan Pembentukan Kalus Embriogenik
Tabel 3. Pengaruh Perlakuan Konsentrasi BA terhadap Pertumbuhan Kalus Embriogenik Rumput Gajah Varietas Hawaii Kalus Kalus Non Warna Kalus (%) Perlakuan Embriogenik Embriogenik PKH PKK KKC C (%) (%) T1 10 90 10 80 10 0 T2 20 80 20 80 0 0 T3 0 100 0 70 30 0 T4 0 100 0 80 20 0 T5 0 100 0 90 10 0 T6 20 80 20 50 20 10 Keterangan : PKH = putih kehijauan; PKK = putih kekuningan; KKC = kuning kecoklatan; C = coklat Berdasarkan Tabel 3, warna kalus pada fase induksi kalus embriogenik rumput gajah varietas Hawaii memiliki rentang warna putih kehijauan, putih kekuningan, kuning kecoklatan, dan coklat. Dari keseluruhan warna yang dihasilkan, sebagian besar kalus berwarna putih kekuningan dengan persentase sebanyak 75%.
Perbedaan warna kalus
menunjukkan tingkat perkembangan fase pertumbuhan pada sel. Dari hasil pengamatan kalus yang berwarna putih kekuningan merupakan kalus yang dapat mengikuti pola embriogenik. Hasil yang sama dari penelitian Capuana dan Debergh (1997) menunjukkan bahwa kalus yang dihasilkan dari perlakuan 2,4-D mempunyai tekstur remah dan berwarna kekuningan. Sel-sel pada kalus tersebut dapat berkembang membentuk embrio somatik. Pada perlakuan T1, T2 dan T6 memunculkan warna kalus putih kehijauan. Diduga warna hijau yang terdapat pada kalus tersebut disebabkan oleh adanya klorofil yang terkandung di dalam jaringan. Sesuai dengan pendapat Wahid (2001) yang menyatakan bahwa warna kalus mengindikasikan keberadaan klorofil dalam jaringan, semakin hijau warna kalus semakin banyak pula kandungan klorofilnya. Kalus yang digunakan sebagai eksplan dalam penelitian tahap induksi kalus embriogenik adalah kalus yang remah yang sel-sel mudah terpisah dan berwarna putih kekuningan. Kalus remah ditumbuhkan pada media MS padat dengan kombinasi penambahan 2,4-D dan BA kemudian diinkubasi selama 3 minggu. Setelah diinkubasi selama 3 minggu Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 8
Pengaruh Pemberian Zat Pengatur Tumbuh 2,4-Dikhlorofenoksiasetat................Wahyu Indria kalus remah berkembang menjadi kalus embriogenik. Terdapat interaksi antara asal kalus dengan konsentrasi 2,4-D dan beberapa konsentrasi BA terhadap rata-rata jumlah kalus embriogenik yang dihasilkan. Pada Tabel 6, kalus yang mengalami pertumbuhan menjadi kalus embriogenik dihasilkan oleh perlakuan T1 dengan persentase pembentukan kalus embriogenik 10% dan pada perlakuan T2 dan T6 dengan persentase pembentukan kalus embriogenik masing-masing 20%. Tabel 4. Jumlah Embriosomatik Tanaman Rumput Gajah Varietas Hawaii pada Media Perlakuan BA Perlakuan Jumlah Embrio Somatik Warna T1
6
Putih kehijauan
T2 T3 T4 T5 T6
8 0 0 0 17
Putih kehijauan Putih kehijauan
Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa kalus yang berasal dari perlakuan T6 menghasilkan total jumlah embrio somatik yang paling banyak, sebanyak 17 yang artinya dengan kombinasi penambahan 2,4-D sebanyak 1 mg/L dan BA 0,9 mg/L cukup baik untuk menghasilkan embrio somatik.
Kemudian diikuti dengan perlakuan T2 dengan jumlah
embrio somatik sebanyak 8 dan perlakuan T1 dengan jumlah embrio somatik sebanyak 6.
2.2
Fase Perkembangan Embrio Somatik Kalus friabel yang diperoleh dari penelitian tahap pertama merupakan kalus yang
dapat mengikuti pola embriogenesis somatik.
Sel-sel kalus yang mengikuti pola
embriogenesis somatik dapat berkembang membentuk kalus embriogenik dan selanjutnya menjadi embrio somatik mulai dari fase globular sampai fase kotiledon.
Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 9
Pengaruh Pemberian Zat Pengatur Tumbuh 2,4-Dikhlorofenoksiasetat................Wahyu Indria
Ilustrasi 4. Pembentukan Embriosomatik pada Rumput Gajah Varietas Hawaii dengan Perbesaran 100x Keterangan : a = fase globular, b = fase globular yang sudah terdapat klorofil Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa fase embrio somatik pada media perlakuan adalah fase globular (ilustrasi 4a) dan fase globular yang sudah terdapat klorofil dalam jaringannya (ilustrasi 4b). Adanya klorofil dalam jaringan kalus disebabkan oleh adanya hormon sitokinin yang mendukung pembentukan kloroplas dalam jaringan kalus. Pada fase globular media yang digunakan adalah media yang mengandung zat pengatur tumbuh BA, seperti yang diungkapkan oleh Husni dkk (1997) bahwa pada tahap pembentukan embrio fase globular dan jantung sering digunakan zat pengatur tumbuh sitokinin seperti benzyl adenin atau yang mempunyai peran fisiologis yang sama, yaitu thidiazuron.
2.3
Berat Akhir Kalus Rumput Gajah varietas Hawaii
Tabel 5. Pengaruh Perlakuan Konsentrasi BA Terhadap Berat Kalus Rumput Gajah Varietas Hawaii Umur 3 MST Kalus Perlakuan Berat Awal (g) Berat Akhir (g) Pertambahan Berat (g) T1 T2 T3 T4 T5 T6
5.19 5.20 5.20 5.20 5.22 5.17
12.68 14.96 14.65 16.12 15.51 13.93
7.49 9.76 9.45 10.92 10.29 8.76
Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan selisih berat akhir dan berat awal kalus embriogenik yang berbeda-beda.
Perlakuan T4 memberikan respon pertumbuhan kalus
embriogenik yang terbaik dengan pertambahan berat kalus sebanyak 10,92 gram dan pada perlakuan T1 memberikan respon dengan pertambahan berat kalus sebanyak 7,49 gram. Pada Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 10
Pengaruh Pemberian Zat Pengatur Tumbuh 2,4-Dikhlorofenoksiasetat................Wahyu Indria Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan T6 memberikan jumlah embrio somatik yang paling tinggi, namun pada Tabel 8 pertambahan berat pada perlakuan T6 lebih kecil. Hal ini dapat terjadi karena sebagian besar energi digunakan untuk membentuk embrio somatik sehingga perkembangan selnya menjadi lambat yang menyebabkan rat-rata nilai pertambahan beratnya kecil. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penggunaan BA dengan level konsentrasi 0-0,9 mg/L tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan berat kalus embriogenik.
KESIMPULAN Hasil penelitian diperoleh penambahan 2,4-D pada level konsentrasi 3 mg/L dapat menginduksi kalus dan penambahan BA pada level konsentrasi 0,9 mg/L dapat menginduksi kalus embriogenik rumput gajah varietas Hawaii.
SARAN Diharapkan dapat dilakukan penelitian lanjutan mengenai kultur jaringan rumput gajah supaya didapatkan formulasi media yang tepat untuk perbanyakan tanaman rumput gajah varietas Hawaii secara in vitro.
UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada kasih kepada dosen pembimbing utama Mansyur, S.Pt., M.Si dan dosen pembimbing anggota Dr. Ali Husni, M.Si yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan serta pengarahan sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA Bekti, R., Solichatun, dan E. Anggarwulan. 2003. Pengaruh Asam 2,4-diklorofenoksiasetat (2,4-D) Terhadap Pembentukan dan Pertumbuhan Kalus Serta Kandungan Flavonoid Kultur Kalus Acalypha indica L. Biofarmasi Capuana M. dan P.C Debergh. 1997. Improvement of the maturation and germination of horse chesnut somatic embryos. Plant Cell Tiss. Org.Cult. 48. 23-29. George, E. F., dan P. D. Sherrington. 1984. Plant Propagation by Tissue Culture. Exegetics Ltd. England. Husni, A., I. Mariska, dan M. Kosmiatin. 1997. Embriogenesis somatik tanaman lada liar. Makalah Seminar Mingguan Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan. Bogor. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 11
Pengaruh Pemberian Zat Pengatur Tumbuh 2,4-Dikhlorofenoksiasetat................Wahyu Indria Indah, P. N dan D. Ermavitalini. 2013. Induksi Kalus Daun Nyamplung (Calophyllum inophyllum Linn.) pada Beberapa Kombinasi Konsentrasi 6-Benzylaminopurin (BAP) dan 2,4-Dichlorophenoxyacetic Acid (2,4-D). Jurnal Sains Dan Seni Pomits Vol. 2, No.1. E1-E6. Meagher, M.G dan J. Green. 2002. Somatic embryogenesis and plantregeneration from immature embryos of saw palmetto, an importantlandscape and medicinal plant. Plant Cell Tissue and Organ Culture 66. 253– 256. Pierik, R. I. M. 1987. In Vitro Culture of Highter Plants. Martinus Nijhoff Publisher Dordrecht. The Netherlands. Ruswaningsih, F. 2007. Pengaruh Konsentrasi Ammonium Nitrat dan BAP Terhadap Pertumbuhan Eksplan Pucuk Artemisia annua L. pada Kultur In Vitro. Skripsi Fakultas Pertanian UNS. Surakarta Wahid, R. A. 2001. Efek Radiasi Sinar Gamma Dosis Rendah pada Pertumbuhan Kultur Jaringan Tanaman Ciplukan (Physalis angulate L.). Risalah Pertemuan Ilmiah Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi. 235-240. Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta.
Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 12