PENINGKATAN PRODUKSI BUAH KAKAO (Theobroma
cacao L.) MELALUI PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH PACLOBUTRAZOL PADA BERBAGAI KONSENTRASI
Oleh WAHYU OKTAVIANI A 34104010
PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN
WAHYU OKTAVIANI. Peningkatan Produksi Buah Kakao (Theobroma cacao L.) melalui Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Paclobutrazol pada Berbagai Konsentrasi. (Di bawah bimbingan ADE WACHJAR dan SUPIJATNO). Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mempelajari
pengaruh
pemberian
paclobutrazol terhadap pertumbuhan flush, perkembangan pentil (cherelle), dan produksi buah kakao. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Institut Pertanian Bogor, Cikabayan, Darmaga, Bogor mulai bulan Desember 2007 sampai Mei 2008. Kebun percobaan ini terletak 220 meter di atas permukaan laut (dpl). Bahan tanam yang digunakan adalah tanaman kakao varietas Upper Amazone Hybrid (UAH) berumur kurang lebih 10 tahun, ditanam di bawah tajuk tanaman karet tua menghasilkan sebagai pelindung. Jarak tanam kakao yang digunakan 3 m x 3 m. Bahan kimia yang digunakan adalah zat pengatur tumbuh paclobutrazol dengan nama dagang Labana 255 C, pupuk, insektisida dan fungisida untuk pemeliharaan tanaman dengan dosis sesuai standar yang telah ditetapkan perkebunan. Percobaan disusun berdasarkan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan satu faktor perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan terdiri atas 5 taraf konsentrasi Labana 255 C, yaitu kontrol (P0), 2.5 ml (P1), 5 ml (P2), 7.5 ml (P3), dan 10 ml (P4) per liter per pohon. Dengan demikian terdapat 15 satuan percobaan, dengan 2 tanaman contoh dari setiap satuan percobaan, sehingga tanaman yang diperlukan seluruhnya sebanyak 30 tanaman. Peubah-peubah yang diamati terdiri atas intensitas pertumbuhan pucuk (IPP), jumlah kumulatif pentil kakao terbentuk, jumlah kumulatif pentil kakao layu, jumlah kumulatif pentil kakao sehat, jumlah kumulatif buah muda dan jumlah buah kakao masak yang dipanen. Perlakuan paclobutrazol berpengaruh nyata terhadap jumlah kumulatif pentil kakao sehat pada umur 18 minggu setelah penyiraman pertama (MSPP). Pemberian paclobutrazol pada umur 18 MSPP dengan konsentrasi 2.5 dan 7.5 ml/l meningkatkan pembentukan pentil kakao sehat sebesar 161.45 % sedangkan konsentrasi 10 ml/l meningkatkan pembentukan pentil kakao sehat sebesar 522.89
persen. Pemberian paclobutrazol dengan konsentrasi 7.5 ml/l cenderung menekan pembentukan pentil layu pada umur 8 MSPP sebesar 77.73 % sedangkan pada konsentrasi 2.5 ml/l cenderung meningkatkan jumlah pentil layu yang terbentuk sebesar 22.27 persen. Pada umur 2 MSPP pemberian paclobutrazol dengan konsentrasi 2.5, 5 dan 7.5 ml/l cenderung menekan jumlah kumulatif pentil kakao terbentuk masingmasing sebesar 21.18, 53 dan 89.36 persen. Pada umur 10 MSPP pemberian paclobutrazol cenderung menekan jumlah kumulatif pentil kakao terbentuk hanya pada konsentrasi 5 dan 7.5 ml/l masing-masing sebesar 56.88 dan 87.90 %. Akan tetapi pemberian paclobutrazol ternyata tidak mempengaruhi pembentukan pucuk (IPP), jumlah buah kakao muda yang terbentuk dan jumlah buah masak yang dipanen mulai awal hingga akhir pengamatan.
PENINGKATAN PRODUKSI BUAH KAKAO (Theobroma
cacao L.) MELALUI PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH PACLOBUTRAZOL PADA BERBAGAI KONSENTRASI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh WAHYU OKTAVIANI A 34104010
PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul
: PENINGKATAN
PRODUKSI
BUAH
KAKAO
(Theobroma cacao L.) MELALUI PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH PACLOBUTRAZOL PADA BERBAGAI KONSENTRASI Nama
: WAHYU OKTAVIANI
NRP
: A34104010
Menyetujui, Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Dr Ir Ade Wachjar, MS
Ir Supijatno, MSi
NIP : 130 875 718
NIP : 131 578 789
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr Ir Didy Sopandie, MAgr NIP : 131 124 019
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kota Bogor, Provinsi Jawa Barat pada tanggal 12 Oktober 1986 dari keluarga Bapak Wagino Tugiman dan Ibu Teti Djunaeti, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan sekolah dasar diselesaikan penulis di SD Negeri Taman Pagelaran, Bogor pada tahun 1998. Pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama diselesaikan penulis di SLTP Negeri 4 Bogor pada tahun 2001. Pendidikan sekolah lanjutan tingkat atas diselesaikan penulis di SMU Negeri 1 Bogor pada tahun 2004. Pada bulan Juni 2004 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Agronomi, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tahun 2004-2005 penulis aktif sebagai anggota Koperasi Mahasiswa IPB (KOPMA). Pada tahun 2005-2006 penulis aktif sebagai staf Divisi Informasi dan Komunikasi dalam kepengurusan Himpunan Mahasiswa Agronomi IPB (HIMAGRON 05/06). Selain aktif berorganisasi, penulis juga berpengalaman menjadi asisten mata kuliah Ekologi Pertanian pada tahun 2007 dan mata kuliah Teknik Budidaya Tanaman pada tahun 2008. Penulis juga memiliki pengalaman bekerja menjadi guru privat sejak tahun 2005 hingga sekarang.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Peningkatan Produksi Buah Kakao (Theobroma cacao L.) melalui Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Paclobutrazol pada Berbagai Konsentrasi”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan dan meraih gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih atas segala bantuan, dukungan dan semangat yang telah diberikan, baik selama penelitian maupun selama proses penyusunan skripsi kepada : 1. Bapak, mamah dan adik-adik tercinta, serta seluruh keluarga besar penulis, baik yang berada di Bogor maupun di Yogyakarta, atas kasih sayang dan dukungannya baik moril maupun materil. 2. Bapak Dr Ir Ade Wachjar, MS dan Bapak Ir Supijatno, MSi masing-masing selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis baik selama penelitian maupun selama penyusunan skripsi. 3. Bapak Dr Ir Ahmad Junaedi, MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan dalam memperbaiki skripsi ini. 4. Bapak Prof. Dr Ir Didy Sopandie, MAgr yang telah membimbing penulis dalam bidang akademik selama penulis melaksanakan kuliah di IPB. 5. Bapak Komar dan Bapak Kardi yang telah banyak membantu selama pelaksanaan penelitian di Kebun Percobaan Cikabayan. 6. Deni Zaini Hakim yang telah memberikan perhatian, semangat, bantuan dan dukungan baik dalam pelaksanaan penelitian maupun saat penyusunan skripsi. 7. Teman-teman penulis dalam grup d’gandenkz yang banyak memberikan bantuan tenaga dalam pelaksanaan penelitian. 8. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuannya, baik secara moril maupun materiil. Bogor, Agustus 2008 Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ...........................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vii PENDAHULUAN ..........................................................................................
1
Latar Belakang .................................................................................. ..
1
Tujuan .................................................................................................
3
Hipotesis...............................................................................................
3
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................
4
Botani dan Morfologi Tanaman Kakao ...............................................
4
Syarat Tumbuh Tanaman Kakao .........................................................
5
Pucuk Muda (Flush) ............................................................................
6
Layu Pentil (Cherelle Wilt) .................................................................
7
Paclobutrazol .......................................................................................
8
BAHAN DAN METODE ............................................................................... 10 Tempat dan Waktu .............................................................................. 10 Bahan dan Alat .................................................................................... 10 Metode ................................................................................................ 10 Pelaksanaan Percobaan ....................................................................... 11 Pemeliharaan ....................................................................................... 12 Pengamatan ......................................................................................... 12 HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 14 Hasil .................................................................................................... 14 Pembahasan ......................................................................................... 23 KESIMPULAN ............................................................................................... 27 Kesimpulan ......................................................................................... 27 Saran .................................................................................................... 27 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 28 LAMPIRAN .................................................................................................... 30
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman Teks
1.
Keadaan Iklim Selama Percobaan Berlangsung ..................................... 14
2.
Hasil Rekapitulasi Sidik Ragam Peubah yang Diamati........................... 15
3.
Rata-rata Intensitas Pembentukan Pucuk (IPP) pada Lima Taraf Konsentrasi Paclobutrazol pada Umur 2 hingga 20 MSPP ..................... 18
4.
Rata-rata Jumlah Kumulatif Pentil Kakao Terbentuk pada Lima Taraf Konsentrasi Paclobutrazol pada Umur 2 hingga 20 MSPP ...................... 19
5.
Rata-rata Jumlah Kumulatif Pentil Kakao Layu pada Lima Taraf Konsentrasi Paclobutrazol pada Umur 2 hingga 20 MSPP ............ 20
6.
Persentase Layu Pentil terhadap Pentil Terbentuk pada Lima Taraf Konsentrasi Paclobutrazol pada Umur 2 hingga 20 MSPP ............ 21
7.
Rata-rata Jumlah Kumulatif Pentil Kakao Sehat pada Lima Taraf Konsentrasi Paclobutrazol pada Umur 2 Hingga 20 MSPP ..................... 21
8.
Rata-rata Jumlah Kumulatif Buah Kakao Muda pada Lima Taraf Konsentrasi Paclobutrazol pada Umur 2 Hingga 20 MSPP ..................... 22
9.
Rata-rata Jumlah Buah Kakao Masak yang Dipanen pada Lima Taraf Konsentrasi Paclobutrazol pada Umur 19 Hingga 24 MSPP................................................................................................... 23
Lampiran 1.
Blanko Pengamatan Percobaan ............................................................... 31
2.
Sidik Ragam Tinggi Jorquette Tanaman Kakao Sebelum Perlakuan ..... 32
3.
Sidik Ragam Lingkar Batang Tanaman Kakao Sebelum Perlakuan ....... 32
4.
Sidik Ragam Persentase Intensitas Pembentukan Pucuk (IPP) pada Umur 2 hingga 20 MSPP......................................................................... 33
5.
Sidik Ragam Jumlah Kumulatif Pentil Kakao Terbentuk pada Umur 2 hingga 20 MSPP ................................................................................... 34
6.
Sidik Ragam Jumlah Kumulatif Pentil Kakao Layu pada Umur 2 hingga 20 MSPP ...................................................................................... 35
7.
Sidik Ragam Jumlah Kumulatif Pentil Kakao Sehat pada Umur 2 hingga 20 MSPP ...................................................................................... 36
8.
Sidik Ragam Jumlah Kumulatif Buah Muda pada Umur 2 hingga 20 MSPP .................................................................................................. 37
9.
Sidik Ragam Jumlah Kumulatif Buah Masak yang Dipanen Pada Umur 19 hingga 24 MSPP....................................................................... 38
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman Teks
1.
Rumus Bangun Paclobutrazol .................................................................
9
2.
Gejala Serangan Helopeltis antonii pada buah kakao ............................ 17
3.
Buah yang Terserang Semut merah........................................................ 17
4.
Buah yang Dimakan Tupai ...................................................................... 17
5.
Grafik Intensitas Pembentukan Pucuk pada Lima Taraf Paclobutrazol . 18
6.
Skema Penghambatan Sintesis Giberelin oleh Paclobutrazol .............. 24
Lampiran 1.
Bagan Acak Perlakuan ............................................................................ 39
2.
Tanaman Kakao Sampel ........................................................................ 40
3.
Tanaman Kakao yang sedang Mengalami Flush .................................... 40
4.
Flush pada Tanaman Kakao Percobaan .................................................. 40
5.
Buah Kakao yang Terlambat Dipanen dan Terserang Tupai .................. 41
6.
Berbagai Ukuran Pentil Kakao Sehat ...................................................... 41
7.
Berbagai Ukuran Pentil Kakao Layu....................................................... 41
8.
Perbandingan antara Pentil Sehat dan Pentil Layu .................................. 42
9.
Buah Kakao Sehat.................................................................................... 42
PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kakao merupakan salah satu spesies dari 22 spesies yang termasuk ke dalam genus Theobroma, famili Sterculiaceae dan ordo Malvales. Tanaman tersebut berasal dari hutan tropis di Benua Amerika, tepatnya antara Sungai Amazone dan Sungai Orinoco (Susanto, 1994). Tanaman kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang cukup penting di Indonesia. Kakao memiliki prospek pasar yang cukup cerah, baik di dalam maupun luar negeri. Selain itu, komoditas kakao merupakan salah satu penghasil devisa negara, di luar sektor migas. Biji kakao banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam industri makanan, farmasi, dan kosmetika karena memiliki kandungan protein dan lemak yang cukup tinggi (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). Salah satu produk hasil olahan kakao adalah cokelat. Pada saat ini, hampir semua orang mengenal produk bernama cokelat yang merupakan makanan favorit, terutama bagi anak-anak dan remaja. Bahan makanan yang berasal dari cokelat mengandung gizi yang tinggi karena di dalamnya terdapat protein dan lemak serta unsur-unsur penting lainnya. Akan tetapi, harga cokelat relatif mahal. Oleh sebab itu maka komoditas kakao memiliki prospek yang cerah untuk masa sekarang maupun masa datang. Pada masa yang akan datang, komoditas kakao di Indonesia diharapkan dapat memperoleh kedudukan yang sejajar dengan komoditas perkebunan yang lainnya, seperti karet dan kelapa sawit, baik luas areal maupun produksinya. Sumbangan nyata komoditas kakao tersebut bagi perekonomian negara Indonesia adalah dalam bentuk devisa dari ekspor biji kakao dan hasil industri kakao. Sumbangan lainnya adalah penyediaan bahan baku untuk industri dalam negeri, baik industri bahan makanan maupun industri farmasi dan kosmetika. Selain itu, dengan adanya industri kakao tersebut, maka dapat membuka lapangan pekerjaan bagi jutaan penduduk Indonesia, baik dari tahap penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan, industri, maupun pemasaran.
Tanaman kakao merupakan komoditas perkebunan yang mengalami perkembangan pesat dan telah lama diusahakan di Indonesia. Pada tahun 2004 luas tanaman kakao di Indonesia mencapai 992 191 ha dengan produksi sebesar 650 878 ton, volume ekspor 366 855 ton dan nilai ekspor US $ 546.560 juta, yang terdiri atas perkebunan rakyat 888 928 ha, perkebunan besar negara 49 976 ha dan perkebunan besar swasta 53 287 ha, masing-masing memiliki tingkat produksi 585 955 ton, 32 881 ton dan 32 042 ton. Pada perkembangannya, pengusahaan kakao di Indonesia cenderung mengalami peningkatan, baik luas areal, produksi maupun
nilai
ekspor
(Direktorat
Jenderal
Perkebunan,
2006).
Dalam
perkembangannya, komoditas tersebut merupakan andalan yang diharapkan mampu mendatangkan devisa bagi negara, di samping dapat menambah pendapatan petani sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Produksi kakao di Indonesia terus mengalami peningkatan yang cukup pesat dari tahun ke tahun. Walaupun produksi kakao di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya, tetapi mutunya masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara penghasil kakao lainnya. Pemerintah berusaha untuk meningkatkan produksi kakao mengingat pentingnya peranan kakao dalam meningkatkan devisa negara. Salah satu aspek yang menjadi perhatian utama dalam rangka upaya peningkatan produksi dan mutu biji kakao adalah masalah layu pentil (cherelle wilt). Menurut Winarsih (1990) layu pentil pada tanaman kakao merupakan permasalahan yang sudah lama dikenal dan menjadi salah satu kendala dalam peningkatan daya hasil kakao. Terjadinya layu pentil tersebut perlu mendapat perhatian utama karena sekitar 70 – 90 % dari pentil yang terbentuk mengalami kelayuan. Berbagai usaha untuk mengurangi layu pentil kakao telah dilakukan, antara lain dengan pemberian zat pengatur tumbuh dan penambahan hormon sintesis (Tjasadihardja, 1981), pemberian unsur hara mikro (Wachjar, 2005), mengatur intensitas pemangkasan (Haryanto, 2006), dan kombinasi paclobutrazol dengan unsur hara mikro (Toatin, 2006).
Penelitian ini menggunakan pendekatan bahwa dengan mengurangi atau menghambat pertumbuhan vegetatif diharapkan asimilat yang seharusnya digunakan untuk pertumbuhan vegetatif dapat digunakan untuk pertumbuhan reproduktif sehingga layu pentil dapat ditekan. Salah satu zat pengatur tumbuh yang dapat digunakan untuk menghambat petumbuhan vegetatif adalah paclobutrazol. Prinsip kerja dari zat ini adalah menghambat biosintesis giberelin dalam tanaman (Winarsih, 1990). Tujuan Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mempelajari
pengaruh
pemberian
paclobutrazol terhadap pertumbuhan flush, perkembangan pentil (cherelle), dan produksi buah kakao. Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Terdapat pengaruh pemberian paclobutrazol terhadap pertumbuhan flush, perkembangan pentil (cherelle), dan produksi buah kakao. 2. Terdapat
dosis
optimum
paclobutrazol
yang
perkembangan reproduktif dengan produksi maksimum.
dapat
menghasilkan
TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Morfologi Tanaman Kakao Kakao (Theobroma cacao L) termasuk ke dalam divisi Spermatophyta, subdivisi
Angiospermae,
kelas
Dicotyledoneae,
ordo
Malvales,
famili
Sterculiaceae, genus Theobroma, spesies Theobroma cacao (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). Habitat asli tanaman kakao berupa hutan hujan tropis dengan kondisi hangat, basah dan ternaungi. Secara garis besar tanaman kakao dibedakan atas jenis Criollo, Forastero, dan Trinitario. Dari segi komersil ada dua tipe Theobroma cacao yang dapat dimanfaatkan, yaitu Criollo (asli) yang memiliki sifat-sifat kualitas tinggi dan tipe Forastero yang berkualitas rendah (Wood, 1985). Tanaman kakao bersifat dimorfisme, yang artinya mempunyai dua bentuk tunas vegetatif. Tunas yang arah pertumbuhannya ke atas disebut tunas ortotrop atau tunas air (wiwilan atau chupon), sedangkan tunas yang arah pertumbuhannya ke samping disebut dengan plagiotrop (cabang kipas atau fan) (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). Akar kakao termasuk akar tunggang (radix primaria). Pertumbuhan akar kakao dapat mencapai 8 meter ke arah samping dan 15 meter ke arah bawah. Kakao yang diperbanyak secara vegetatif pada awal pertumbuhannya tidak menumbuhkan akar tunggang, melainkan akar-akar serabut yang banyak jumlahnya. Siregar, Riyadi dan Nuraeni (2004) menyatakan bahwa setelah dewasa tanaman tersebut menumbuhkan dua akar yang menyerupai akar tunggang. Perkembangan akar sangat dipengaruhi oleh struktur tanah, air tanah, dan aerasi di dalam tanah. Pada tanah yang drainasenya jelek dan permukaan air tanahnya tinggi, akar tunggang tidak dapat tumbuh lebih dari 45 cm. Hal yang sama akan terjadi apabila permukaan tanah terlalu dalam (Wood, 1985).
Kakao akan
mempunyai perakaran lengkap setelah tanaman berumur 3 tahun, tetapi hal tersebut masih bergantung pada faktor-faktor tanah dan jenis tanaman serta pemupukannya.
Tanaman kakao mempunyai kecenderungan tumbuh lebih pendek bila ditanam tanpa pohon pelindung. Pada awal pertumbuhannya tanaman kakao yang diperbanyak
melalui
biji
akan
menumbuhkan
batang
utama
sebelum
menumbuhkan cabang-cabang primer. Tempat cabang-cabang primer itu tumbuh disebut jorquette, yang tingginya dari permukaan tanah 1 – 2 meter (Wood, 1985). Menurut Siregar et al. (2004), tinggi jorquette yang ideal adalah 1.2 – 1.5 meter agar tanaman dapat menghasilkan tajuk yang baik dan seimbang. Daun kakao terdiri atas tangkai daun dan helai daun. Panjang daun berkisar 25 – 34 cm dan lebarnya 9 – 12 cm. Daun yang tumbuh pada ujung-ujung tunas biasanya berwarna merah dan disebut flush, permukaannya seperti sutera (Siregar et al., 2004). Wood (1985) menyatakan bahwa pada umumnya daun yang terlindung lebih tua warnanya dan ukurannya lebih besar dibandingkan dengan daun yang langsung terkena sinar matahari. Tanaman kakao bersifat cauliflorous, artinya bunga dan buah tumbuh melekat pada batang maupun cabang. Menurut Siregar et al. (2004) bunga kakao tergolong bunga sempurna, terdiri atas kelopak daun (calyx) sebanyak 5 helai dan benang sari (androecium) sejumlah 10 helai. Diameter bunga 1.5 cm dan disangga oleh tangkai bunga yang panjangnya 2 – 4 cm. Warna kelopak daun putih dan kadang-kadang makin ke ujung warnanya ungu kemerahan. Mahkota bunga berbentuk cawan, panjangnya 8 – 9 mm warnanya putih kekuningan atau putih kemerahan.
Syarat Tumbuh Tanaman Kakao Kakao (Theobroma cacao L.) adalah tanaman perkebunan yang dapat tumbuh di berbagai tempat, asalkan sifat fisik dan kimia dapat dipenuhi (Siregar et al., 2004). Batas geografis penanaman kakao yaitu 20 ºLU dan 20 ºLS, tetapi daerah kakao yang paling baik terbatas pada 10 ºLU dan 10 ºLS (Wood, 1985). Tanaman kakao dapat tumbuh baik pada suhu 18 – 32 ºC dengan suhu rata-rata tahunan 25 ºC, suhu rata-rata bulanan terdingin tidak boleh kurang dari 15 ºC. Pengaruh suhu terhadap kakao erat kaitannya dengan ketersediaan air, sinar matahari dan kelembaban. Pada suhu rendah sering menyebabkan pembungaan
terlambat dan penurunan suhu di bawah 22 ºC menyebabkan primordia bunga terhenti (Wachjar dan Iskandar, 1988). Sedangkan pada kondisi suhu tinggi akan menghambat pertumbuhan pucuk, tetapi merangsang pembentukan cabang sehingga mengakibatkan daun-daun tidak berkembang (Wood, 1985). Menurut Siregar et al. (2004) areal penanaman kakao yang ideal adalah daerah-daerah bercurah hujan 1 100 – 3 000 mm per tahun atau rata-rata optimumnya sekitar 1 500 mm/tahun yang terbagi merata sepanjang tahun (tidak ada bulan kering). Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman kakao juga dipengaruhi oleh sifat fisik tanah itu sendiri. Menurut Wood (1985) cahaya merupakan salah satu faktor pendorong pertumbuhan yang baik bagi tanaman kakao. Intensitas cahaya yang tinggi dapat menyebabkan lilit batang kecil, daun sempit dan tanaman relatif pendek. Sedangkan pada intensitas cahaya yang rendah terjadi pemanjangan internode. Derajat dari kelembaban sangat dipengaruhi oleh curah hujan dan temperatur (Urquhart, 1961). Goenadi dan Hardjono (1985) menyatakan bahwa kelembaban udara minimum yang dibutuhkan tanaman kakao agar dapat tumbuh dengan baik berkisar antara 45 – 55 persen. Kelembaban udara yang rendah perlu diikuti ketersediaan air yang cukup. Menurut Goenadi dan Hardjono (1985) tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman kakao mempunyai pH berkisar antara 6.0 – 7.0, kandungan bahan organik lebih dari 4 persen, KTK lebih dari 24 me per 100 gram, dan kejenuhan basa rata-rata lebih dari 50 persen. Pucuk Muda (Flush) Pertumbuhan vegetatif dan reproduktif tanaman kakao merupakan faktor fisiologis yang menentukan produksi. Faktor-faktor fisiologis tersebut antara lain adalah pembentukan tajuk, proses fotosintesis, pembentukan pucuk muda (flush), pembentukan bunga, pembentukan pentil (cherelle), dan perkembangan buah hingga masak (Susanto, 1994). Menurut Siregar et al. (2004), daun yang tumbuh pada ujung-ujung tunas dan biasanya berwarna merah disebut flush, permukaan daunnya seperti sutera.
Flush merupakan kejadian yang terjadi pada tanamann kakao secara periodik. Hal tersebut menyebabkan pada umur tertentu, flush tanaman kakao menjadi rimbun. Terjadinya flush biasa diikuti pula oleh gugurnya daun sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi ukuran kanopi flush dan dapat disebut sebagai proses pergantian daun (Winarsih dan Zaenudin, 1996). Menurut Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (2004), pertunasan atau flushing merupakan masa pertumbuhan tunas-tunas baru atau proses pergantian daun. Pada saat itu, setiap tunas akan membentuk 3 – 6 helai daun baru. Setelah masa bertunas selesai, kuncup-kuncup daun tersebut kembali dorman. Selama periode tertentu kuncup-kuncup akan bertunas lagi karena faktor lingkungan. Winarsih dan Zaenudin (1996) menyatakan bahwa pada umumnya pembentukan flush terjadi pada bulan September-Oktober kemudian diikuti dengan dua atau tiga kali flush kecil pada bulan November dan April. Daun gugur terbesar terjadi setelah flush besar, yaitu sekitar bulan September-Oktober. Layu Pentil (Cherelle Wilt) Buah kakao muda yang berukuran kurang dari 10 cm disebut cherelle (buah pentil). Buah muda tersebut seringkali mengalami pengeringan atau pelayuan sebagai gejala yang spesifik dari kakao. Gejala demikian dinamakan physiological effect thinning, yaitu adanya proses fisiologis yang menyebabkan terhambatnya penyaluran hara untuk menunjang pertumbuhan buah muda. Gejala tersebut juga dapat disebabkan oleh adanya kompetisi energi antara vegetatif dan generatif atau karena adanya pengurangan hormon yang dibutuhkan untuk pertumbuhan buah muda (Siregar et al., 2004). Pernyataan tersebut memperkuat pernyataan Sukamto (1998) bahwa layu pentil merupakan penyakit fisiologis, sepeti halnya gugur buah pada tanaman buah-buahan. Menurut Alvim (1975) dalam Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (2004) hasil fotosintesis kakao sebagian besar digunakan untuk menopang pertumbuhan vegetatif dan hanya sekitar 6 % yang digunakan untuk pertumbuhan generatif.
Dari hasil fotosintesis yang 6 % tersebut tidak seluruhnya manjadi biji yang siap dipanen karena sebagian besar buah muda kakao akan mengalami layu fisiologis yang disebut cherelle wilt. Menurut Tjasadihardja (1987) layu pentil disebabkan oleh adanya persaingan dalam memperoleh asimilat antara buah dan organ vegetatif yang sedang tumbuh aktif, dan juga antara pentil dengan buah yang sudah berkembang besar. Susanto (1994) menambahkan bahwa layu pentil dapat menyerang sekitar 60 – 90 % pentil yang terbentuk pada periode masa 50 hari dengan ukuran kurang dari 10 cm, akan tetapi setelah 70 - 100 hari atau ukuran pentil telah mencapai ≥ 10 cm tidak akan lagi mengalami layu pentil (cherelle wilt). Paclobutrazol Zat penghambat tumbuh atau retardan yang pertama dikembangkan adalah jenis nicotiniums, jenis zat penghambat yang lain adalah jenis phosphoniums yang diperkenalkan pada tahun 1955 (Weaver, 1972). Paclobutrazol merupakan salah satu zat pengatur tumbuh yang dapat menghambat pertumbuhan vegetatif. Senyawa tersebut cukup efektif terhadap beberapa jenis tanaman. Prinsip kerja paclobutrazol adalah menghambat biosintesis giberelin di dalam tanaman (Winarsih, 1990). Pernyataan tersebut diperkuat oleh Armadi (2000) bahwa aplikasi paclobutrazol ini dapat menghambat biosintesis giberelin sehingga dapat menghambat pertumbuhan vegetatif dan meningkatkan nisbah C/N yang mendorong terjadinya pembungaan. Menurut Wattimena (1987) zat penghambat pertumbuhan adalah suatu senyawa organik yang mampu menghambat pemanjangan batang, meningkatkan warna hijau daun dan memperngaruhi pembungaan, menghambat pembelahan sel dan pembesaran sel sub apikal tanpa menyebabkan pertumbuhan yang abnormal. Senyawa ini dikembangkan pertama kali oleh Imperial Chemical Industries (ICI) Amerika Serikat sebagai suatu zat penghambat yang potensial untuk tanaman oriental dan agronomi.
Paclobutrazol merupakan turunan dari pirimidin yang memiliki rumus empiris C15H20ClN3O dengan rumus kimia (2RS, 3 RS)-1-(4-chlorophenyl)-4,4dimethyl-2-(1,2,4-triazol-1-yl)-pentan-3-ol. Rumus bangunnya dapat dilihat pada Gambar 1. N
N
CHCH2
N
N
CHOH
Cl
N C(CH3)3 Gambar 1. Rumus Bangun Paclobutrazol Pada banyak percobaan, paclobutrazol menyebabkan pemendekan ruas tanaman jeruk sehingga mempertinggi ketahanan fisik terhadap gangguan dari luar (Harijono, 1990). Perbedaan cara aplikasi paclobutrazol berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman dan cara aplikasi melalui tanah mempunyai daya menekan yang lebih besar dibandingkan dengan cara melalui daun (Armadi, 2000). Pernyataan tersebut diperkuat dengan hasil penelitian Sefiani (2004) bahwa aplikasi paclobutrazol secara drench (disiramkan ke tanah) pada tanaman kastuba berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, pertambahan tinggi tanaman, panjang ruas dan jumlah daun pada 4 minggu setelah aplikasi (MSA), sedangkan aplikasi secara spray (disemprot ke daun) hanya berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan pertambahan tinggi tanaman tetapi tidak berpengaruh terhadap panjang ruas dan jumlah daun. Berdasarkan penelitian Handayani (2004) perlakuan paclobutrazol memberikan pengaruh yang nyata terhadap panjang dan lebar daun melati. Selain berpengaruh terhadap melati, perlakuan paclobutrazol berpengaruh terhadap pengerdilan kelapa genjah. Menurut Sigalingging (2004) perlakuan paclobutrazol berhasil mengerdilkan empat varietas kelapa genjah untuk dijadikan tanaman hias, yaitu varietas Salak, varietas Raja, varietas Puyuh dan varietas Merah Malaysia.
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Institut Pertanian Bogor, Cikabayan, Darmaga, Bogor mulai bulan Desember 2007 sampai Mei 2008. Kebun percobaan ini terletak 220 meter di atas permukaan laut (dpl). Bahan dan Alat Bahan tanam yang digunakan adalah tanaman kakao varietas Upper Amazone Hybrid (UAH) yang berumur kurang lebih 10 tahun, ditanam di bawah tajuk tanaman karet tua menghasilkan sebagai pelindung. Jarak tanam kakao yang digunakan 3 m x 3 m, Bahan kimia yang digunakan adalah zat pengatur tumbuh paclobutrazol dengan nama dagang Labana 255 C, pupuk, insektisida dan fungisida dengan dosis sesuai rekomendasi umum. Alat yang digunakan adalah knapsack sprayer, ember, meteran, gelas ukur, label pengamatan, plang perlakuan, alat tulis, blangko pengamatan, alat pangkas, dan lain-lain. Metode Percobaan ini disusun berdasarkan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan satu faktor perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan terdiri atas 5 taraf konsentrasi Labana 255 C, yaitu kontrol (P0), 2.5 ml (P1), 5 ml (P2), 7.5 ml (P3), dan 10 ml (P4) per liter per pohon. Dengan demikian terdapat 15 satuan percobaan, dengan 2 tanaman contoh dari setiap satuan percobaan, sehingga tanaman yang diperlukan seluruhnya sebanyak 30 tanaman. Analisis statistik yang digunakan dalam percobaan ini adalah sidik ragam dengan model Rancangan Acak Kelompok (RAK) sebagai berikut : Yij = µ + αi + Pj + εij
dimana : Yij
: variabel respon produktivitas tanaman pengaruh dari kelompok ke-i dan paclobutrazol taraf ke-j
µ
: nilai tengah populasi
αi
: pengaruh kelompok ke-i, (i =1, 2, 3)
Pj
: pengaruh paclobutrazol taraf ke-j, (j = 1, 2, 3, 4, 5)
εij
: pengaruh galat percobaan pada kelompok ke-i dan paclobutrazol taraf ke-j. Untuk mengetahui pengaruh dari seluruh perlakuan dilakukan uji F pada
taraf 5 dan 1 persen. Apabila terdapat pengaruh nyata terhadap parameter yang diamati maka setiap perlakuan dibandingkan dengan menggunakan uji DMRT pada taraf 5 persen. Pelaksanaan Percobaan Sebelum melakukan percobaan, kegiatan pertama yang dilakukan adalah menentukan lokasi percobaan dan tanaman yang akan digunakan. Setelah itu dilakukan pengacakan kelompok yang didasarkan atas faktor lingkungan (kemiringan lahan dan penerimaan cahaya), kemudian dilanjutkan dengan pengacakan tanaman sampel dalam kelompok. Bagan acak perlakuan dapat dilihat pada Gambar Lampiran 1. Tanaman kakao sampel diberi plang yang bertuliskan kode perlakuan. Untuk melihat keseragaman tanaman pada kondisi awal percobaan sebelum perlakuan, dilakukan penghitungan jumlah pentil kakao terbentuk, jumlah pentil kakao layu dan sehat, jumlah buah tua, serta pengukuran lingkar batang dan tinggi jorquette tanaman kakao. Persiapan
paclobutrazol dilakukan
dengan
menakar
paclobutrazol
dengan gelas ukur sesuai dengan keperluan dosis masing-masing.
Untuk
mempermudah aplikasinya, paclobutrazol ditimbang sekaligus untuk keperluan 6 tanaman (3 ulangan atau 3 satuan Penyiraman dilakukan secara
percobaan
pada perlakuan yang sama).
merata ke sekitar perakaran tanaman
kakao
dan dilakukan pada saat intensitas cahaya matahari rendah. Penyiraman tersebut
dilakukan dua kali, yaitu
pada
saat
menjelang
keluarnya
pucuk
muda
(flush) yaitu sekitar awal bulan Desember, dan yang kedua dilakukan tiga bulan kemudian, yaitu pada bulan Maret. Pemeliharaan Pemeliharaan
tanaman
percobaan
yang
dilaksanakan
meliputi
pengendalian gulma, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, pembuangan tunas air dan pembersihan petak percobaan dari buah-buah yang busuk, baik yang masih berada di pohon maupun yang sudah jatuh ke tanah. Semua kegiatan tersebut disesuaikan dengan pedoman pemeliharaan tanaman kakao. Pengamatan Pengamatan dilakukan terhadap 2 tanaman contoh untuk setiap satuan percobaan, sehingga jumlah tanaman yang diamati seluruhnya berjumlah 30 tanaman (Gambar Lampiran 2). Hasil pengamatan terhadap peubah yang diamati dicatat dalam blanko pengamatan (Tabel Lampiran 1). Peubah yang diamati adalah : (1) Intensitas Pembentukan Pucuk (IPP) Perhitungan persentase pembentukan pucuk muda yang tumbuh dari setiap cabang tanaman sampel dilakukan dua minggu sekali. Rumus yang digunakan untuk menghitungnya merujuk kepada Tjasadihardja (1987) sebagai berikut : (In + Ma + Mi) IPP
=
x 100 % (In + Ma + Mi + T )
IPP
= Intensitas Pembentukan Pucuk (%)
In
= Inisiasi, daun muda yang tumbuh dari tunas apikal masih berwarna kemerahan, panjang helai daun kurang dari 2 cm.
Ma
= Muda awal, daun muda masih berwarna coklat kemerahan.
Mi
= Muda lanjut, daun muda telah mencapai ukuran dewasa, tetapi masih lemas dan berwarna coklat muda kehijauan.
T
= Tua, semua daun telah berwarna hijau tua.
(2) Jumlah Kumulatif Pentil Kakao Terbentuk Jumlah kumulatif pentil kakao terbentuk dihitung dua minggu sekali mulai dari umur satu minggu sampai 20 minggu setelah penyiraman pertama (MSPP). (3) Jumlah Kumulatif Pentil Kakao Layu Jumlah kumulatif pentil kakao layu (cherelle wilt) dihitung dua minggu sekali, mulai umur 2 sampai 20 MSPP. (4) Jumlah Kumulatif Pentil Kakao Sehat Jumlah kumulatif pentil kakao sehat dihitung dua minggu sekali, mulai umur 2 hingga 20 MSPP (5) Jumlah Kumulatif Buah Muda Jumlah kumulatif buah muda dihitung dua minggu sekali, mulai umur 2 hingga 20 MSPP (6) Jumlah Buah Kakao Masak yang Dipanen Pengamatan yang dilakukan untuk menentukan produksi buah kakao hanya terhadap jumlah buah masak yang dapat dipanen per pohon, dihitung satu minggu sekali, mulai umur 19 hingga 24 MSPP. Tanaman sampel diamati dua minggu sekali mulai umur 2 hingga 20 minggu setelah perlakuan pertama (MSPP) untuk peubah jumlah kumulatif pentil kakao sehat, jumlah kumulatif pentil kakao layu, jumlah kumulatif pentil kakao terbentuk, jumlah kumulatif buah muda dan intensitas pembentukan pucuk (IPP). Sedangkan untuk pengamatan terhadap buah yang siap dipanen dilakukan satu minggu sekali mulai umur 19 hingga 24 MSPP.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaaan Umum Selama penelitian berlangsung, pada bulan Desember 2007 hingga akhir Mei 2008, keadaan curah hujan di tempat penelitian menunjukkan jumlah curah hujan sebesar 2 597.1 mm dengan rata-rata 432.9 mm/bulan. Rata-rata hari hujan selama penelitian berlangsung yaitu 25 hari/bulan. Temperarur pada lahan percobaan menunjukkan temperatur maksimum rata-rata sebesar 30.3 oC dan temperatur minimum rata-rata yaitu 22.2 oC dengan temperatur rata-rata bulanan adalah 25.3 oC/bulan (Tabel 1). Tabel 1. Keadaan Iklim Selama Percobaan Berlangsung Bulan
Curah Hujan (mm)
Temperatur Maks Min Rata-rata ..................(oC)................. Desember 476 30.0 22.4 25.3 Januari 251 31.1 22.1 25.7 Februari 377 28.1 22.1 24.4 Maret 673 30.9 22.0 25.1 April 543 29.7 22.8 25.6 Mei 277.1 31.8 21.9 25.8 Jumlah 2 597.1 181.6 133.3 151.9 Rata-rata 432.9 30.3 22.2 25.3 Sumber : Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor
Hari Hujan (hari) 31 20 29 28 25 15 148 25
Pada awal percobaan dilakukan pengukuran tinggi jorquette dan lingkar batang pada tanaman sampel yang digunakan untuk melihat keseragaman tanaman pada saat sebelum perlakuan. Hasil sidik ragam dari tinggi jorquette dan lingkar batang sebelum perlakuan dapat dilihat pada Tabel Lampiran 2 dan Tabel Lampiran 3. Berdasarkan hasil sidik ragam tersebut, tinggi jorquette dan lingkar batang dari tanaman kakao yang digunakan menunjukkan ketidakseragaman. Keadaan tanaman kakao di Kebun Percobaan Cikabayan saat awal percobaan sedang mengalami flush dan jumlah tunas air juga dalam keadaan rimbun sehingga dilakukan pemangkasan tunas air terlebih dahulu sebelum
perlakuan. Keadaan tanaman yang sedang mengalami flush dapat dilihat pada Gambar Lampiran 3 dan Gambar Lampiran 4. Perlakuan paclobutrazol hanya berpengaruh nyata pada jumlah kumulatif pentil kakao sehat pada umum 18 MSPP dan cenderung nyata pada peubah jumlah kumulatif pentil kakao layu pada umur 8, 10 dan 20 MSPP, pada peubah jumlah kumulatif pentil kakao terbentuk pada umur 2, 4 dan 10 MSPP. Sedangkan untuk peubah intensitas pembentukan pucuk dan jumlah kumulatif buah muda tidak perbengaruh nyata dari umur 2 hingga 20 MSPP (Tabel 2). Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Peubah yang Diamati Peubah Jumlah Kumulatif Pentil Sehat
Jumlah Kumulatif Pentil Layu
Jumlah Kumulatif Pentil Kakao Terbentuk
Umur (MSPP) 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Perlakuan Paclobutrazol tn tn tn tn tn tn tn tn * tn tn tn tn + + tn tn tn tn + + + tn tn + tn tn tn tn tn
Tabel 2. (Lanjutan) Peubah Intensitas Pembentukan Pucuk (IPP)
Jumlah Kumulatif Buah Muda
Jumlah Buah Masak yang Dipanen
Umur (MSPP) 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 19 20 21 22 23 24
Perlakuan Paclobutrazol tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn
Keterangan : * = nyata pada uji F taraf 5 % + = nyata pada uji F taraf 10 % tn = tidak nyata pada uji F taraf 5 % Selama pengamatan berlangsung dijumpai beberapa buah masak yang mengalami serangan hama dan penyakit, antara lain buah yang terkena serangan Helopeltis antonii. Gejala dari serangan ini adalah terdapat bercak-bercak kehitaman pada pentil maupun buah kakao yang merupakan akibat dari tusukan hama tersebut. Tusukan tersebut mengakibatkan pentil atau buah kakao menjadi kering karena cairan di dalam buah terhisap. Buah yang terserang Helopeltis tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Selain Helopeltis antonii, buah kakao juga mengalami serangan semut merah dan tupai (Gambar 3 dan Gambar 4). Serangan
semut merah tidak menimbulkan gejala yang berarti pada buah, sedangkan serangan tupai menyebabkan buah kakao masak tidak dapat dipanen (Gambar Lampiran 5).
Gambar 2. Gejala Serangan Helopeltis antonii pada Buah Kakao
Gambar 3. Buah yang Terserang Semut Merah
Gambar 4. Buah yang Diserang Tupai
Intensitas Pembentukan Pucuk (IPP) Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian paclobutrazol tidak mempengaruhi intensitas pembentukan pucuk (Tabel Lampiran 4). Rata-rata intensitas pembentukan pucuk (IPP) pada empat taraf konsentrasi paclobutrazol
sebesar 47.54 % lebih rendah dibandingkan rata-rata IPP tanaman kontrol yaitu 59.53 % (Tabel 3). Pola intensitas pembentukan pucuk pada lima taraf konsentrasi paclobutrazol tercantum pada Gambar 5. Tabel 3. Rata-rata Intensitas Pembentukan Pucuk (IPP) pada Lima Taraf Konsentrasi Paclobutrazol pada Umur 2 hingga 20 MSPP Umur (MSPP)
Konsentrasi Paclobutrazol (ml/l)
Intensitas Pembentukan Pucuk (IPP)
0 2.5 5 7.5 10 ....................................(% pucuk/pohon)..................................... 2 48.17 41.48 33.24 44.00 27.31 4 70.96 36.00 63.18 71.18 77.42 6 89.88 74.44 79.99 90.96 83.82 8 84.35 85.67 72.85 80.23 77.96 10 36.02 22.92 15.14 0.00 0.00 12 10.71 0.00 5.56 0.00 0.00 14 60.82 11.67 37.03 28.47 26.15 16 54.89 20.39 37.96 23.36 23.80 18 74.37 94.67 87.04 76.99 83.53 20 65.13 64.28 71.07 61.34 70.35 Rata-rata 59.53 45.15 50.31 47.65 47.03 Keterangan : Hasil transformasi √x + 0.5 yang angkanya telah dikembalikan ke data awal
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
P1 P2 P3 P4 P5
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
MInggu Setelah Penyiraman Pertama (MSPP)
Gambar 5. Grafik Intensitas Pembentukan Pucuk pada Lima Taraf Konsentrasi Paclobutrazol
Jumlah Kumulatif Pentil Kakao Terbentuk Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian paclobutrazol cenderung berpengaruh nyata terhadap jumlah kumulatif pentil kakao terbentuk pada umur 2, 4, 6 dan 10 MSPP (Tabel Lampiran 5). Berdasarkan Tabel 4 tampak bahwa pada umur 2, 4, 6 dan 10 MSPP pemberian paclobutrazol dengan konsentrasi 7.5 ml/l cenderung menekan jumlah kumulatif pentil kakao terbentuk rata-rata sebesar 87.84 % dibandingkan dengan kontrol. Tabel 4. Rata-rata Jumlah Kumulatif Pentil Kakao Terbentuk pada Lima Taraf Konsentrasi Paclobutrazol pada Umur 2 hingga 20 MSPP Umur (MSPP)
Konsentrasi Paclobutrazol (ml/l)
0 2.5 5 7.5 10 ......................................(pentil/pohon)........................................ 2 11.00a 8.67ab 5.17ab 1.17b 9.83a 4 12.50a 9.83a 5.00ab 1.33b 9.83a 6 9.83a 9.17ab 6.50ab 1.50b 11.33a 8 10.83 10.50 5.33 2.00 10.67 10 9.67a 10.00a 4.17ab 1.17b 10.50a 12 8.83 9.83 5.17 1.83 9.33 14 8.67 8.50 4.17 2.17 10.83 16 8.83 9.33 4.67 3.17 10.17 18 4.67 8.00 3.83 3.50 10.83 20 2.83 6.33 2.00 3.00 6.50 Keterangan : - Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 10 % - Hasil transformasi √x + 0.5 yang angkanya telah dikembalikan ke data awal Jumlah Kumulatif Pentil Kakao Layu Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian paclobutrazol berpengaruh nyata terhadap jumlah kumulatif pentil kakao layu pada umur 8, 10 dan 20 MSPP (Tabel Lampiran 6). Pemberian paclobutrazol dengan konsentrasi 7.5 ml/l cenderung menekan pembentukan pentil layu pada umur 8 MSPP sebesar 77.73 % dibandingkan dengan kontrol, sedangkan pada konsentrasi 2.5 ml/l cenderung meningkatkan
jumlah pentil layu yang terbentuk sebesar 22.27 % dibandingkan dengan kontrol (Tabel 5). Berbagai ukuran pentil kakao layu yang diamati dapat dilihat pada Gambar Lampiran 6. Tabel 5. Rata-rata Jumlah Kumulatif Pentil Kakao Layu pada Lima Taraf Konsentrasi Paclobutrazol pada Umur 2 hingga 20 MSPP Umur (MSPP)
Konsentrasi Paclobutrazol (ml/l)
0 2.5 5 7.5 10 ......................................(pentil/pohon)........................................ 2 7.67 6.17 4.17 0.83 6.33 4 9.00 7.67 4.17 0.83 5.17 6 7.17 7.00 5.00 1.17 6.83 8 7.50ab 9.17a 3.83ab 1.67b 9.00a 10 7.67ab 9.83a 3.33ab 1.00b 9.00a 12 8.33 8.67 4.00 1.50 7.83 14 7.83 7.00 3.00 1.00 7.17 16 7.33 7.00 2.83 1.33 6.17 18 3.83 5.83 2.50 1.33 5.67 20 2.33ab 5.50a 1.17b 0.67b 4.50ab Keterangan : - Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 10 % - Hasil transformasi √x + 0.5 yang angkanya telah dikembalikan ke data awal Persentase jumlah pentil layu terhadap jumlah pentil yang terbentuk pada awal pengamatan hingga akhir pengamatan mengalami kenaikan dan penurunan sehingga bersifat fluktuatif (Tabel 6). Jumlah Kumulatif Pentil Kakao Sehat Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan paclobutrazol hanya berpengaruh nyata terhadap jumlah kumulatif pentil kakao sehat pada umur 18 MSPP (Tabel Lampiran 7). Pemberian paclobutrazol pada umur 18 MSPP dengan konsentrasi 2.5 dan 7.5 ml/l meningkatkan pembentukan pentil kakao sehat sebesar 161.45 % dibandingkan dengan kontrol, sedangkan konsentrasi 10 ml/l meningkatkan pembentukan pentil kakao sehat sebesar kontrol (Tabel 7).
522.89 %
dibandingkan
dengan
Tabel 6. Umur (MSPP) 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Persentase Layu Pentil terhadap Pentil Terbentuk pada Lima Taraf Konsentrasi Paclobutrazol pada Umur 2 hingga 20 MSPP Konsentrasi Paclobutrazol (ml/l) 0 2.5 5 7.5 10 ...............................................(%)................................................ 69.73 71.16 80.66 70.94 64.39 72.00 78.03 83.40 62.41 52.59 72.94 76.34 76.92 78.00 60.28 69.25 87.33 71.86 83.50 84.35 79.32 98.30 79.86 85.47 85.71 94.34 88.20 77.37 81.97 83.92 90.31 82.35 71.94 46.08 66.20 83.01 75.03 60.60 41.96 60.67 82.01 72.88 65.27 38.00 52.35 82.33 86.89 58.50 22.33 69.23
Pemberian konsentrasi paclobutrazol 10 ml/l berbeda dengan kontrol tetapi tidak berbeda dengan hasil pada konsentrasi 2.5, 5.0 dan 7.5 ml/l. Berbagai ukuran pentil kakao sehat dan perbandingan antara pentil sehat dengan pentil layu dapat dilihat pada Gambar Lampiran 7 dan Gambar Lampiran 8. Tabel 7. Rata-rata Jumlah Kumulatif Pentil Kakao Sehat pada Lima Taraf Konsentrasi Paclobutrazol pada Umur 2 hingga 20 MSPP Umur (MSPP)
Konsentrasi Paclobutrazol (ml/l)
0 2.5 5 7.5 10 ......................................(pentil/pohon)........................................ 2 3.30 2.50 1.00 0.33 3.50 4 3.50 2.17 0.83 0.50 4.67 6 2.67 2.17 1.33 0.33 4.50 8 3.33 1.33 1.50 0.33 1.67 10 2.00 0.17 0.83 0.17 1.50 12 0.50 1.17 1.17 0.33 1.50 14 0.83 1.50 1.17 1.17 3.67 16 1.50 2.13 1.83 1.83 4.00 18 0.83b 2.17ab 1.33b 2.17ab 5.17a 20 0.50 0.83 0.83 2.33 2.00 Keterangan : - Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 10 % - Hasil transformasi √x + 0.5 yang angkanya telah dikembalikan ke data awal
Jumlah Buah Kakao Pengamatan terhadap buah kakao dibagi menjadi dua peubah, yaitu jumlah buah kakao muda atau yang belum siap panen dan buah kakao masak yang siap panen. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian paclobutrazol tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah buah kakao muda dan jumlah buah masak yang dipanen (Tabel Lampiran 8 dan Tabel Lampiran 9). Rata-rata buah kakao muda pada konsentrasi paclobutrazol 2.5 ml/l adalah sebesar 0.90 buah/pohon. Rata-rata tersebut lebih besar daripada rata-rata kontrol sebesar 0.77 buah/pohon. Sedangkan pemberian paclobutrazol dengan konsentrasi yang lainnya rata-rata buah kakao muda yang terbentuk lebih rendah daripada kontrol (Tabel 8). Contoh buah kakao yang sehat dapat dilihat pada Gambar Lampiran 9. Tabel 8. Rata-rata Jumlah Kumulatif Buah Kakao Muda pada Lima Taraf Konsentrasi Paclobutrazol pada Umur 2 hingga 20 MSPP Umur (MSPP)
Konsentrasi Paclobutrazol (ml/l)
0 2.5 5 7.5 10 ......................................(buah/pohon)........................................ 2 0.80 1.14 0.75 0.33 0.00 4 0.89 1.22 0.82 0.65 0.91 6 1.20 1.14 0.79 0.62 0.65 8 0.92 1.09 0.80 0.33 0.91 10 0.88 1.03 0.79 0.58 0.33 12 0.88 0.65 0.69 0.00 0.58 14 0.82 1.05 0.62 0.29 0.62 16 0.82 1.05 0.62 0.29 0.62 18 0.65 0.29 0.36 0.29 0.29 20 0.00 0.29 0.00 0.29 0.58 Rata-rata 0.77 0.90 0.62 0.37 0.55 Keterangan : Hasil transformasi √x + 0.5 yang angkanya telah dikembalikan ke data awal Rata-rata buah masak yang dipanen mulai 19 hingga 24 MSPP pada tanaman yang diberi paclobuturazol lebih rendah dibandingkan dengan kontrol dengan rata-rata tertinggi pada konsentrasi 5 ml/l yaitu sebesar 0.53 buah/pohon, sedangkan kontrol menghasilkan buah masak yang dipanen 1.20 buah/pohon (Tabel 9).
Tabel 9. Rata-rata Jumlah Buah Kakao Masak yang Dipanen pada Lima Taraf Konsentrasi Paclobutrazol pada Umur 19 hingga 24 MSPP Umur (MSPP)
Konsentrasi Paclobutrazol (ml/l)
0 2.5 5 7.5 10 ......................................(buah/pohon)........................................ 19 0.50 0.00 0.50 0.00 0.17 20 1.00 0.17 0.67 0.17 0.00 21 1.17 0.17 0.17 0.00 0.00 22 1.50 0.67 0.50 0.17 0.00 23 1.50 0.67 0.67 0.17 0.17 24 1.50 0.67 0.67 0.17 0.17 Jumlah 7.17 2.35 3.18 0.68 0.51 Keterangan : Hasil transformasi √x + 0.5 yang angkanya telah dikembalikan ke data awal Pembahasan Paclobutrazol merupakan salah satu zat pengatur tumbuh yang dapat menghambat pertumbuhan vegetatif. Senyawa tersebut cukup efektif terhadap beberapa jenis tanaman. Paclobutrazol dapat diserap oleh tanaman melalui daun, jaringan batang dan akar. Selanjutnya, paclobutrazol diangkut secara akropetal melalui xylem menuju titik tumbuh. Senyawa aktif tersebut bergerak relatif lambat menuju meristem sub apikal. Paclobutrazol menghambat produksi giberelin dengan cara menghambat oksidasi ent-kurene menjadi ent-kaurenoic acid dalam proses biosintesis giberelin sehingga menyebabkan pengurangan kecepatan pembelahan sel tanpa menyebabkan keracunan (Imperial Chemical Industries, 1984). Skema penghambatan sintesis giberelin oleh paclobutrazol tercantum pada Gambar 6. Menurut Winarsih (1990) pemberian paclobutrazol dapat menghambat pertumbuhan pucuk kakao, menekan persentase layu pentil, dan meningkatkan jumlah buah. Jumlah buah dipanen meningkat antara 5 – 8 kali lebih banyak dibandingkan dengan kontrol. Pada pemberian paclobutrazol dengan konsentrasi 5 000 ppm/tanaman cenderung memberikan hasil yang paling baik daripada konsentrasi lainnya. Toatin (2006) menambahkan bahwa penyemprotan paclobutrazol dapat menekan intensitas pembentukan pucuk (IPP) rata-rata
sebesar 67.56 % lebih rendah dibandingkan kontrol. Paclobutrazol juga cenderung menekan jumlah kumulatif pentil kakao terbentuk sebesar 30.53 % lebih rendah dibandingkan kontrol dan secara nyata menekan jumlah kumulatif pentil kakao layu rata-rata sebesar 35.85 % lebih rendah dibandingkan dengan kontrol.
3 Acetyl CoA
MVA
IPP
GPP
FPP
GGPP CPP ent-kaurene Paclobutrazol ent-kaurenoic acid 7α-hidroxy kaurenoic acid Gas12 aldehide Gibberellins Keterangan : - MVA - IPP - GPP - FPP - GGPP - CPP
= movalonic acid = isopentenyl pyrophosphate = geranyl pyrophosphate = farnesyl pyrophosphate = geranyl-geranyl pyrophosphate = copalyl pyrophosphate
Gambar 6. Skema Penghambatan Sintesis Giberelin oleh Paclobutrazol Berdasarkan percobaan ini diperoleh hasil bahwa pemberian paclobutrazol hanya berpengaruh nyata terhadap jumlah kumulatif pentil kakao sehat pada umur 18 MSPP. Pemberian paclobutrazol pada umur 18 MSPP dengan konsentrasi 2.5 dan 7.5 ml/l meningkatkan pembentukan pentil kakao sehat sebesar 161.45 % dibandingkan dengan kontrol (Tabel 6). Pemberian paclobutrazol dengan konsentrasi 7.5 ml/l cenderung menekan pembentukan pentil layu pada umur 8 MSPP sebesar 77.73 % dibandingkan dengan kontrol, sedangkan pada konsentrasi 2.5 ml/l cenderung meningkatkan jumlah pentil layu yang terbentuk
sebesar 22.27 % dibandingkan dengan kontrol (Tabel 5). Menurut Winarsih (1990) terbentuknya layu pentil ini disebabkan oleh peranan fitohormon yang terdapat di dalam biji kakao dalam pengaturan asimilat dan air yang ditranslokasikan ke dalam buah. Pada umur 10 MSPP pemberian paclobutrazol cenderung menekan jumlah kumulatif pentil kakao terbentuk hanya pada konsentrasi 5 dan 7.5 ml/l masing-masing sebesar 56.88 dan 87.90 % dibandingkan dengan kontrol (Tabel 4). Pemberian
paclobutrazol
ternyata
tidak
mempengaruhi
intensitas
pembentukan pucuk pada tanaman sampel. Berdasarkan Tabel 3 dapat terlihat bahwa rata-rata intensitas pembentukan pucuk (IPP) pada empat taraf konsentrasi paclobutrazol sebesar 47.54 % lebih rendah dibandingkan rata-rata IPP tanaman kontrol yaitu 59.53 persen.. Prinsip kerja paclobutrazol adalah menghambat biosintesis giberelin di dalam tanaman. Dengan dihambatnya biosintesis giberelin oleh paclobutrazol maka pertumbuhan pucuk dapat ditekan, sehingga diharapkan asimilat yang akan dipergunakan untuk pertumbuhan vegetatif dapat digunakan untuk pertumbuhan generatif (reproduktif) sehingga hasil dapat meningkat (Winarsih, 1990). Pernyataan tersebut diperkuat oleh Armadi (2000) bahwa aplikasi paclobutrazol ini dapat menghambat biosintesis giberelin sehingga dapat menghambat pertumbuhan vegetatif dan meningkatkan nisbah C/N yang mendorong terjadinya pembungaan. Akan tetapi pada percobaan ini, pemberian paclobutrazol justru tidak berpengaruh terhadap intensitas pembentukan pucuk. Hal ini diduga karena pada saat percobaan berlangsung, kondisi curah hujan cukup tinggi. Menurut Winarsih dan Zaenudin (1996) terjadinya flush dapat dipengaruhi oleh lingkungan terutama faktor kadar air dalam tanah. Pada saat curah hujan tinggi, kadar air dalam tanah meningkat sehingga kandungan asam absisat menurun. Pada saat kandungan asam absisat berkurang, translokasi sitokinin dari akar tetap berlangsung sehingga sitokinin lebih dominan. Hal tersebut lebih memacu pembentukan flush. Pemberian paclobutrazol ternyata tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah kumulatif buah muda jumlah buah masak yang dipanen. Hal ini diduga karena masih rendahnya kandungan karbohidrat pada kulit batang tanaman kakao.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman kakao adalah faktor lingkungan, seperti curah hujan, kesuburan tanah dan suhu udara. Selain faktor-faktor tersebut serangan hama dan penyakit. Hama yang menyerang tanaman diantaranya yaitu Helopeltis antonii, semut merah dan tupai. Sedangkan penyakit yang menyerang antara lain Phytophthora palmivora. Serangan hama dan penyakit serta faktor lingkungan diduga cukup mempengaruhi hasil penelitian ini karena selama percobaan ini cukup banyak pentil yang mengalami layu pentil. Tusukan Helopeltis antonii ternyata dapat menyebabkan pentil kakao menjadi layu karena cairan di dalam pentil dihisap oleh hama tersebut (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Perlakuan paclobutrazol berpengaruh nyata terhadap jumlah kumulatif pentil kakao sehat pada umur 18 MSPP, yaitu meningkatkan pembentukan pentil kakao sehat. Pemberian paclobutrazol cenderung menekan pembentukan pentil layu pada umur 8 MSPP. Pada umur 2, 4, 6 dan 10 MSPP pemberian paclobutrazol dengan konsentrasi 7.5 ml/l cenderung menekan jumlah kumulatif pentil kakao terbentuk rata-rata sebesar 87.84 %. Pemberian paclobutrazol tidak mempengaruhi pembentukan pucuk (IPP), jumlah buah kakao muda yang terbentuk dan jumlah buah masak yang dipanen mulai awal hingga akhir pengamatan. Berdasarkan percobaan ini belum diperoleh dosis optimum paclobutrazol yang dapat menghasilkan perkembangan reproduktif dengan produksi kakao yang maksimum. Saran Pemberian paclobutrazol pada dosis yang digunakan disini dapat diaplikasikan di lapangan untuk menekan pembentukan pentil kakao layu dan meningkatkan terbentuknya pentil kakao sehat. Akan tetapi, untuk dosis yang digunakan pada percobaan ini belum dapat menekan pembentukan flush dan meningkatkan jumlah buah masak yang dapat dipanen sehingga diperlukan penelitian lanjutan dengan dosis yang lebih tinggi untuk memperoleh dosis yang tepat untuk dapat mengurangi pentil layu, mengurangi pembentukan flush dan meningkatkan produksi buah sekaligus. Selain itu, sebaiknya penelitian dilakukan pada musim kemarau agar hasil yang diperoleh tidak terlalu terpengaruh oleh faktor lingkungan khususnya curah hujan atau menggunakan penutup plastik untuk menghindari air hujan setelah aplikasi.
DAFTAR PUSTAKA Armadi, Y. 2000. Studi tentang Aplikasi Paclobutrazol dan KNO3 dalam Menstimulasi Pembungaan Rambutan (Nephelium lappaceum L.) di Luar Musin. Thesis. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. (Tidak Dipublikasikan). Direktorat Jenderal Perkebunan. 2006. Statistik Perkebunan Indonesia Tahun 2003-2005, Kakao. Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta. 40 hal. Goenadi, D. H. dan A. Hardjono. 1985. Penilaian kesesuaian lahan untuk tanaman cokelat di Indonesia. Buletin Perkebunan, 3: 7-9. Handayani, W. 2004. Pengaruh Paclobutrazol dan Pupuk Organik terhadap Pembungaan Melati. Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. (Tidak Dipublikasikan). Harijono. 1990. Pengaruh Zat Penghambat Paclobutrazol pada Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jeruk. Thesis. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. (Tidak Dipublikasikan). Haryanto. 2006. Pengaruh Pemupukan Kalium dan Intensitas Pemangkasan terhadap Pertumbuhan Pucuk (Flush), Perkembangan Pentil (Cherelle) dan Hasil Kakao (Theobroma cacao L.). Skripsi . Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. (Tidak Dipublikasikan). Imperial Chemical Industries. 1984. Paclobutrazol Plant Growth Regulator. Imperial Chemical Industries. 21 p. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2004. Panduan Lengkap Budidaya Kakao. Agromedia Pustaka. Jakarta. 328 hal. Sefiani, D. 2004. Pengaruh Paclobutrazol terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Kastuba (Euphorbia pulcherrima Willd.) Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. (Tidak Dipublikasikan). Sigalingging, M. M. 2004. Pengaruh Pengupasan Sabut, Pemotongan Akar, dan Pemberian Paclobutrazol terhadap Pengerdilan Empat Varietas Kelapa Genjah (Cocos nucifera L.) sebagai Tanaman Hias. Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. (Tidak Dipublikasikan). Siregar, T. H. S., S. Riyadi, dan L. Nuraeni. 2004. Budidaya, Pemasaran, dan Pengolahan Cokelat. Penebar Swadaya. Jakarta. 170 hal.
Sukamto, S. 1998. Pengendalian penyakit utama tanaman kakao. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 14 (3) : 271-276. Susanto, F. X. 1994. Tanaman Kakao, Budidaya, dan Pengolahan Hasil. Aksi Agraris. Yogyakarta. 95 hal. Tjasadihardja, A. 1981. Pertumbuhan dan Pola Pertumbuhan Buah dan Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh terhadap Kelayuan Buah Muda dan Hasil Buah/Biji Cokelat. Thesis. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. (Tidak Dipublikasikan). . 1987. Hubungan antara Pertumbuhan Pucuk, Perkembangan Buah serta Tingkat Kandungan Asam Indol Asetat di dalam Biji dan Layu Pentil Kakao (Theobroma cacao L.). Disertasi. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. (Tidak Dipublikasikan). Toatin, W. 2006. Pengaruh Konsentrasi Paclobutrazol, Unsur Seng (Zn), dan Boron (B) terhadap Pertumbuhan Flush serta Perkembangan Pentil dan Hasil Kakao (Theobroma cacao L.). Skripsi . Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. (Tidak Dipublikasikan). Urquhart, D. H. 1961. Cocoa. Longman and Co. London. 293p. Wachjar, A. dan S. H .Iskandar. 1998. Budidaya Coklat. Jurusan Budi Daya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 50 hal. Wachjar, A. 2005. Kajian Tanggap Fisiologis Perkembangan Buah Muda dan Layu Pentil terhadap Pemberian Unsur Seng (Zn) dan Boron (B) serta Pengaruhnya terhadap Hasil Kakao. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. (Tidak Dipublikasikan). Wattimena, G. A. 1987. Zat Pengatur Tumbuh. PAU-IPB. Institut Pertanian Bogor. 145 hal. Weaver, R. J. 1972. Plant Growth Substances in Agriculture. W. H. Freeman and Company. USA. Winarsih, S. 1990. Pengaruh zat penghambat paclobutrazol terhadap pertumbuhan pucuk, layu pentil, dan produksi kakao. Pelita Perkebunan, 6 (1) : 21-26. . dan Zaenudin. 1996. Dasar-dasar fisiologi pemangkasan tanaman kakao. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 12 (3) : 148-152. Wood, G. A. R. 1985. Cocoa. 4th Edition. Longman Inc. New York. 292 p.
LAMPIRAN
Tabel Lampiran 1. Blanko Pengamatan Percobaan
Tanggal
Perlakuan
Sampel
IPP
Jml In
Jml Ma
Jml Mi
Jml T Sehat
Keterangan
: In Ma Mi T IPP
Jml Pentil Layu
Terbentuk
Jml Muda
Buah Tua
= daun warna kemerahan, ukuran < 2 cm = daun warna coklat kemerahan = daun warna coklat muda kehijauan = daun warna hijau tua = Intensitas Pembentukan Pucuk (%)
31
Tabel Lampiran 2. Sidik Ragam Tinggi Jorquette Tanaman Kakao Sebelum Perlakuan Sumber db JK KT Keragaman Ulangan 2 4288.91 2144.46 Paclobutazol 4 828.19 207.05 Galat 8 2924.61 365.58 Keterangan : * = nyata pada uji F taraf 5 %
F-Hitung
KK (%)
5.87* 0.57 19.00
Tabel Lampiran 3. Sidik Ragam Lingkar Batang Tanaman Kakao Sebelum Perlakuan Sumber db JK KT Keragaman Ulangan 2 125.91 62.96 Paclobutazol 4 26.84 6.71 Galat 8 119.05 14.88 Keterangan : + = nyata pada uji F taraf 10 %
F-Hitung
KK (%)
4.23 0.45 16.63
Tabel Lampiran 4. Sidik Ragam Persentase Intensitas Pembentukan Pucuk (IPP) pada Umur 2 hingga 20 MSPP (Hasil Transformasi √x + 0.5) Umur Sumber (MSPP) Keragaman 2 Ulangan Paclobutazol Galat 4 Ulangan Paclobutazol Galat 6 Ulangan Paclobutazol Galat 8 Ulangan Paclobutazol Galat 10 Ulangan Paclobutazol Galat 12 Ulangan Paclobutazol Galat 14 Ulangan Paclobutazol Galat
db
JK
KT
F-Hitung
2 4 8 2 4 8 2 4 8 2 4 8 2 4 8 2 4 8 2 4 8
1047.64 855.18 1141.66 2700.03 3192.76 4889.72 692.56 571.15 1118.59 19.93 318.63 387.34 3.51 32.00 28.74 1.52 4.29 12.30 19.42 30.98 33.04
523.82 213.79 142.71 1350.02 798.19 611.21 346.28 142.79 139.82 9.97 79.66 48.42 1.75 8.00 3.59 0.76 1.07 1.54 9.71 7.75 4.13
3.67 1.50
Ulangan 2 1260.79 Paclobutazol 4 2507.86 Galat 8 1881.89 18 Ulangan 2 66.43 Paclobutazol 4 788.28 Galat 8 2402.91 20 Ulangan 2 2373.87 Paclobutazol 4 207.22 Galat 8 3019.22 Keterangan : + = nyata pada uji F taraf 10 %
630.39 626.96 235.24 33.21 197.07 300.36 1186.93 51.80 377.40
2.68 2.67
16
KK (%) 30.76
2.21 1.31 38.78 2.48 1.02 14.11 0.21 1.65 8.67 0.49 2.23 48.09 0.49 0.70 46.72 2.35 1.88 35.77
47.81 0.11 0.66 20.80 3.15 0.14 29.24
Tabel Lampiran 5. Sidik Ragam Jumlah Kumulatif Pentil Kakao Terbentuk pada Umur 2 hingga 20 MSPP (Hasil Transformasi √x + 0.5) Umur Sumber db JK (MSPP) Keragaman 2♪ Ulangan 2 3.52 Paclobutazol 4 10.76 Galat 8 7.04 4 Ulangan 2 1.61 Paclobutazol 4 9.98 Galat 8 6.30 6 Ulangan 2 4.45 Paclobutazol 4 10.19 Galat 8 7.84 8 Ulangan 2 1.29 Paclobutazol 4 8.53 Galat 8 6.54 10 Ulangan 2 1.18 Paclobutazol 4 12.62 Galat 8 8.26 12 Ulangan 2 1.02 Paclobutazol 4 7.93 Galat 8 8.86 14 Ulangan 2 1.36 Paclobutazol 4 8.02 Galat 8 9.97 16 Ulangan 2 1.15 Paclobutazol 4 4.84 Galat 8 7.33 18 Ulangan 2 1.70 Paclobutazol 4 5.76 Galat 8 7.46 20 Ulangan 2 0.61 Paclobutazol 4 4.13 Galat 8 4.68 Keterangan : + = nyata pada uji F taraf 10 %
KT
F-Hitung
1.76 2.69 0.88 0.81 2.49 0.79 2.22 2.55 0.98 0.64 2.13 0.82 0.59 3.16 1.03 0.51 1.98 1.11 0.68 2.01 1.25 0.58 1.21 0.92 0.85 1.44 0.93 0.30 1.03 0.58
2.00 3.06+
KK (%) 39.15
1.02 3.17+ 34.79 2.27 2.60 39.85 0.79 2.61 34.74 0.57 3.06+ 42.82 0.46 1.79
43.66
0.54 1.61 47.27 0.63 1.32 37.99 0.91 1.54 42.45 0.52 1.77 40.85
Tabel Lampiran 6. Sidik Ragam Jumlah Kumulatif Pentil Kakao Layu pada Umur 2 hingga 20 MSPP (Hasil Transformasi √x + 0.5) Umur Sumber db JK KT (MSPP) Keragaman 2 Ulangan 2 1.36 0.68 Paclobutazol 4 2.22 0.56 Galat 8 3.09 0.39 4 Ulangan 2 0.69 0.34 Paclobutazol 4 2.82 0.71 Galat 8 2.98 0.37 6 Ulangan 2 1.26 0.63 Paclobutazol 4 2.02 0.51 Galat 8 3.08 0.38 8 Ulangan 2 0.09 0.04 Paclobutazol 4 3.18 0.79 Galat 8 1.95 0.24 10 Ulangan 2 0.20 0.10 Paclobutazol 4 4.32 1.08 Galat 8 2.75 0.34 12 Ulangan 2 0.11 0.05 Paclobutazol 4 2.83 0.71 Galat 8 3.21 0.40 14 Ulangan 2 0.13 0.06 Paclobutazol 4 2.76 0.69 Galat 8 2.83 0.35 16 Ulangan 2 0.13 0.06 Paclobutazol 4 2.24 0.56 Galat 8 2.26 0.28 18 Ulangan 2 0.12 0.06 Paclobutazol 4 1.31 0.33 Galat 8 2.18 0.27 20 Ulangan 2 0.003 0.002 Paclobutazol 4 1.61 0.40 Galat 8 1.07 0.13 Keterangan : + = nyata pada uji F taraf 10 %
F-Hitung
KK (%)
1.76 1.44 20.09 0.92 1.90 19.35 1.64 1.31 19.61 0.18 3.27+ 14.95 0.29 3.14+ 17.94 0.13 1.76 19.41 0.18 1.95
18.98
0.22 1.98 17.127 0.22 1.21 17.79 0.01 3.00+ 13.21
Tabel Lampiran 7. Sidik Ragam Jumlah Kumulatif Pentil Kakao Sehat pada Umur 2 hingga 20 MSPP (Hasil Transformasi √x + 0.5) Umur Sumber db JK (MSPP) Keragaman 2 Ulangan 2 0.27 Paclobutazol 4 0.81 Galat 8 1.00 4 Ulangan 2 0.26 Paclobutazol 4 1.22 Galat 8 1.13 6 Ulangan 2 0.25 Paclobutazol 4 1.00 Galat 8 1.00 8 Ulangan 2 0.56 Paclobutazol 4 0.46 Galat 8 1.15 10 Ulangan 2 0.15 Paclobutazol 4 0.29 Galat 8 0.62 12 Ulangan 2 0.14 Paclobutazol 4 0.11 Galat 8 0.44 14 Ulangan 2 0.12 Paclobutazol 4 0.53 Galat 8 0.73 16 Ulangan 2 0.19 Paclobutazol 4 0.39 Galat 8 0.78 18 Ulangan 2 0.27 Paclobutazol 4 1.09 Galat 8 0.56 20 Ulangan 2 0.11 Paclobutazol 4 0.30 Galat 8 0.32 Keterangan : * = nyata pada uji F taraf 5 %
KT
F-Hitung
0.14 0.20 0.13 0.13 0.31 0.14 0.13 0.25 0.13 0.28 0.11 0.14 0.08 0.07 0.08 0.07 0.03 0.06 0.06 0.13 0.09 0.096 0.096 0.097 0.14 0.27 0.07 0.05 0.08 0.04
1.10 1.63
KK (%) 13.38
0.94 2.17 14.02 1.01 1.99 13.36 1.93 0.80 14.89 0.96 0.96 11.54 1.26 0.52 9.69 0.65 1.45 11.80 0.99 0.99 11.60 1.92 3.88* 1.30 1.85
9.87 8.06
Tabel Lampiran 8. Sidik Ragam Jumlah Kumulatif Buah Kakao Muda pada Umur 2 hingga 20 MSPP (Hasil Transformasi √x + 0.5) Umur Sumber (MSPP) Keragaman 2 Ulangan Paclobutazol Galat 4 Ulangan Paclobutazol Galat 6 Ulangan Paclobutazol Galat 8 Ulangan Paclobutazol Galat 10 Ulangan Paclobutazol Galat 12 Ulangan Paclobutazol Galat 14 Ulangan Paclobutazol Galat 16 Ulangan Paclobutazol Galat 18 Ulangan Paclobutazol Galat 20 Ulangan Paclobutazol Galat
db
JK
KT
F-Hitung
2 4 8 2 4 8 2 4 8 2 4 8 2 4 8 2 4 8 2 4 8 2 4 8 2 4 8 2 4 8
0.22 0.40 0.53 0.31 0.50 0.73 0.36 0.54 0.68 0.28 0.55 0.68 0.17 0.41 0.54 0.08 0.46 0.42 0.12 0.26 0.25 0.12 0.26 0.25 0.02 0.03 0.12 0.002 0.01 0.02
0.11 0.10 0.07 0.15 0.13 0.09 0.18 0.13 0.08 0.14 0.13 0.08 0.08 0.10 0.07 0.04 0.12 0.05 0.060 0.064 0.03 0.060 0.064 0.03 0.009 0.007 0.02 0.001 0.003 0.003
1.66 1.53
KK (%) 10.39
1.69 1.39 11.61 2.13 1.59 11.33 1.65 1.61 11.45 1.23 1.53 10.44 0.74 2.19 9.49 1.93 2.05 7.31 1.93 2.05 7.31 0.64 0.48 5.32 0.29 1.00 2.33
Tabel Lampiran 9. Sidik Ragam Jumlah Kumulatif Buah Masak yang Dapat Dipanen pada Umur 19 hingga 24 MSPP (Hasil Transformasi √x + 0.5) Umur Sumber (MSPP) Keragaman 19 Ulangan Paclobutazol Galat 20 Ulangan Paclobutazol Galat 21 Ulangan Paclobutazol Galat 22 Ulangan Paclobutazol Galat 23 Ulangan Paclobutazol Galat 24 Ulangan Paclobutazol Galat
db
JK
KT
F-Hitung
2 4 8 2 4 8 2 4 8 2 4 8 2 4 8 2 4 8
0.14 0.22 0.18 0.16 0.45 0.59 0.06 0.58 0.49 0.11 0.72 0.88 0.12 0.59 0.96 0.17 0.59 0.87
0.07 0.06 0.02 0.08 0.11 0.07 0.03 0.14 0.06 0.05 0.18 0.11 0.06 0.15 0.12 0.09 0.15 0.11
3.11 2.42
KK (%) 18.16
1.07 1.50 30.09 0.47 2.37 29.00 0.48 1.64 33.92 0.52 1.23 34.27 0.81 1.35 33.03
U
Ulangan 1
P3 P4
Ulangan 2
Ulangan 3
P0 P2
P2
P1
P1
Agak Curam
P0
P4
P3
P0
P2
P4
P3
P1
Gambar Lampiran 1. Bagan Acak Perlakuan Keterangan
:
P0
= kontrol
P1
=
2.5 ml Labana 255 C per liter per pohon.
P2
=
5.0 ml Labana 255 C per liter per pohon.
P3
=
7.5 ml Labana 255 C per liter per pohon.
P4
=
10 ml Labana 255 C per liter per pohon.
Curam
Landai
Gambar Lampiran 2. Tanaman Kakao Sampel
Gambar Lampiran 3. Tanaman Kakao yang sedang Mengalami Flush
Gambar Lampiran 4. Flush pada Tanaman Kakao Percobaan
Gambar Lampiran 5. Buah Kakao yang Terlambat Dipanen dan Terserang Tupai
Gambar Lampiran 6. Berbagai Ukuran Pentil Kakao Layu
Gambar Lampiran 7. Berbagai Ukuran Pentil Kakao Sehat
Gambar Lampiran 8. Perbandingan antara Pentil Sehat dan Pentil Layu
Gambar Lampiran 9. Buah Kakao Sehat