Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2010/2011
PERBANDINGAN HASIL REAKSI KONDENSASI ISATIN DAN INDOL DENGAN KATALIS AlCl3 DAN ZSM-5 Arifta Henda Kurniatullah*, Arif Fadlan, M.Si1, Dr. Didik Prasetyoko, M.Sc1 Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Abstrak: Pada penelitian ini telah dipelajari penggunaan AlCl3 dan ZSM-5 sebagai katalis dalam reaksi kondensasi isatin dan indol. Reaksi kondensasi isatin dan indol umumnya hanya menggunakan katalis asam Lewis atau asam Brønsted. Katalis ZSM-5 dipreparasi kemudian dikarakterisasi dengan teknik XRD, spektroskopi IR dan ditentukan keasamannya dengan adsorpsi piridin. Rekasi kondensasi isatin dan indol menggunakan pelarut asetonitril pada suhu kamar selama 150 menit. Hasil reaksi dikarakterisasi dengan KLT dan spektroskopi IR. Berdasarkan analisa tersebut, hasil reaksi dengan katalis AlCl3 diindikasikan dapat menghasilkan trisindolina. Kata kunci : ZSM-5 , AlCl3, asam Lewis, isatin dan indol Abstract : ZSM-5 and AlCl3 as catalyst in the condensation reaction of isatin and indol have been studied. Generally, condensation reaction of isatin and indol has been catalyzed by Lewis or Brønsted acids. ZSM-5 was prepared followed by characterized by XRD techniques, IR spectroscopy and measurement of acidity by pyridine adsorption techniques. Condensation reaction of isatin and indole was carried out by acetonitrile solvent at room temperature for 150 minutes. The products were characterized by TLC and IR spectroscopy. Based on this analysis, reaction catalyzed by AlCl3 was indicated trisindolina as product. Keywords : ZSM-5, AlCl3, Lewis acid, isatin and indole 1.
Pendahuluan Trisindolina pertama kali diisolasi dari bakteri Vibrio sp yang diperoleh dari spon laut Hyrtios altum yang hidup di laut Okinawa Jepang (Kobayashi dkk., 1994). Trisindolina juga berhasil diisolasi dari Vibrio parahaemolictus Bio 240 yang hidup di Laut Utara dan dari Escherichia coli (Veluri dkk., 2003; Yoo dkk., 2008). Trisindolina selanjutnya menunjukkan aktivitas antibiotika terhadap E. Coli, Bacillus subtilis, dan Staphylococcus aureus (Kobayashi dkk., 1994 dan Kitagawa, 1994). Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa trisindolina mempunyai aktivitas antikanker terhadap human uterine sarcoma cell lines (MES-SA dan MES-SA/DX5), colorectal adenocarcinoma cell line (HCT 15) (Yoo dkk., 2008.), paru (A-549), CNS (SK-N-SH), payudara (MCF-7), hati (Hep-2), prostat (DU-145) (Kamal dkk., 2010). Oleh karena itu, penelitian tentang trisindolina menarik untuk dikaji. *Corresponding author : +6285731555108, email :
[email protected] 1 Alamat sekarang: Jurusan Kimia,Fakultas FMIPA, email:
[email protected] dan
[email protected]
Berbagai penelitian melaporkan bahwa trisindolina dapat disintesis dengan memanfaatkan katalis asam. Katalis yang telah dilaporkan untuk sintesis trisindolina hanya menggunakan satu jenis asam, yaitu asam Brønsted atau Lewis. Katalis asam Brønsted yang digunakan adalah katalis heterogen. Azizian dan kawan-kawan (2006) melaporkan bahwa trisindolina dapat disintesis dari reaksi isatin dan indol dengan hasil yang baik, 8894%, menggunakan katalis heterogen asam Brønsted silika-asam sulfat. Selanjutnya, katalis asam Lewis yang pernah digunakan untuk sintesis trisindolina adalah katalis homogen. Katalis asam Lewis tembaga (II) bromida dan perak (I) karbonat (Kobayashi dkk., 1994) dan dilaporkan menghasilkan rendemen sebesar 47% untuk reaksi isatin dan indol. Wang dan Ji pada tahun 2006 juga melaporkan bahwa trisindolina telah berhasil disintesis dengan rendemen 96% melalui reaksi isatin dan indol dalam metanol dengan menggunakan amonium serium (IV) nitrat sebagai katalis asam Lewis. Penggunaan katalis boron trifluorida dan asam sulfat juga telah dilaporkan untuk sintesis trisindolina dengan hasil yang sangat baik, 92-98% (Santoso dkk., 2007; Santoso dan Kusman, 2008). Kamal dan kawan-kawan barubaru ini (2010), melaporkan sintesis trisindolina dengan menggunakan katalis asam Lewis FeCl3 dan diperoleh hasil yang baik, 93%. Sejauh ini, katalis-
Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2010/2011 katalis asam yang digunakan untuk sintesis trisindolina hanya berasal dari satu jenis asam, Brønsted atau Lewis saja, dan belum pernah dilaporkan penggunaan dua jenis asam tersebut dalam satu katalis untuk sintesis trisindolina. ZSM-5 adalah salah satu jenis katalis asam yang mempunyai sisi asam Brønsted dan asam Lewis. Asam Brønsted pada ZSM-5 berasal dari ikatan Si-(OH)-Al yang terletak di dalam saluran, sedangkan asam Lewis dihasilkan dari aksi ion Al pada permukaan padatan (Armaroli dkk., 2006). Pada penelitian ini, akan dibandingkan hasil reaksi kondensasi isatin dan indol menggunakan katalis asam Lewis berupa AlCl3 dengan katalis asam Brønsted dan Lewis, ZSM-5. 2. Eksperimen 2.1 Bahan Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah TEOS (tetraetilorto silikat) sebagai sumber silika, tetrapropilamonium hidroksida (TPAOH ≥ 99%, Merck), sebagai templat, natrium aluminat (NaAlO2, Al2O3 50-56%, Sigma Aldrich) sebagai sumber alumunium, cetiltrimetilamonium bromida (CTAB) sebagai pengarah struktur meso, AlCl3 ≥ 99% Fluka, isatin 98% Sigma Aldrich, indol Merck, trisindolina standart, asetonitril ≥ 99,9% Merck, aseton ≥ 99,8% Merck, n-heksana, etil asetat, dan aquades. 2.2 Sintesis ZSM-5 ZSM-5 mesopori disintesis dengan menggunakan metode yang dilakukan oleh Eimer dkk. (2008) untuk sintesis TS-1 dengan mengganti logam titanium dengan aluminium. Natrium aluminat (NaAlO2) ditimbang sebanyak 2,0 gram kemudian dilarutkan dalam larutan TEOS sebanyak 45,0 mL dan diaduk selama 30 menit. Larutan yang terbentuk ditambahkan larutan TPAOH yang terdiri dari 20,1 mL TPAOH dan 40 mL aquades. Campuran diaduk selama 15 jam. Selanjutnya campuran yang terbentuk didiamkan dengan suhu 80°C selama 24 jam. Setelah didiamkan, ditambahkan CTAB sebanyak 19,1 gram dan diaduk sampai tercampur sempurna dengan waktu kurang lebih 30 menit. Selanjutnya campuran didiamkan selama 3 jam dan disentrifuge. Padatan hasil sentrifuge kemudian dicuci dengan aquades sampai pHnya netral. Kristal dikeringkan pada 60oC selama 24 jam. Selanjutnya kristal dikalsinasi pada suhu 550oC selama 1 jam dengan dialiri N2 dan dilanjutkan dengan kalsinasi udara bebas selama 6 jam. Sampel yang telah dihasilkan, kemudian dilakukan pertukaran ion dengan larutan ammonium asetat untuk mendapatkan sampel katalis yang bersifat asam. Pertukaran ion dilakukan dengan metode refluks dengan kondisi reaksi menggunakan suhu 60º C, waktu reaksi 3 jam, dan kecepatan pengadukan 3000 rpm.
2.3 Teknik Karakterisasi Padatan yang dihasilkan dikarakterisasi menggunakan teknik difraksi sinar-X (XDR JEOL JDX-3530 X-ray Diffractometer) menggunakan radiasi CuKα pada panjang gelombang λ = 1,541 Å, tegangan 40 kV, dan arus 30 mA dengan rentang sudut 2θ = 5-50°. Analisis gugus fungsi dikarakterisasi dengan spektroskopi inframerah (SHIMADZU) untuk mengetahui ikatan yang terbentuk pada bilangan gelombang 4000 cm-1 sampai 400 cm-1 dan 1700 sampai 1400 cm-1 untuk uji keasaman piridin. Analisis keasaman permukaan dilakukan dengan menggunakan adsorpsi piridin pada sampel dengan variasi rasio SiO2/Al2O3. Sampel sebanyak 10 mg diletakkan pada pemegang sampel, dan dimasukkan ke dalam sel kaca yang terbuat dari pirex yang mempunyai jendela terbuat dari kalsium florida, CaF2. Selanjutnya, sel kaca dipanaskan pada suhu 400 oC selama 4 jam. Jenis situs asam Brønsted ditentukan menggunakan molekul piridin sebagai basa. Piridin diadsorb pada suhu ruang selama satu jam, dilanjutkan dengan desorpsi pada 150 oC selama tiga jam. Spektra inframerah direkam pada suhu kamar pada daerah 1700–1400 cm−1. Hasil yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan KLT dan spektroskopi IR. 2.4 Uji Katalisis untuk Reaksi Kondensasi Isatin dan Indol Katalis AlCl3 dan ZSM-5 diuji aktifitasnya melalui reaksi isatin dan indol mengikuti prosedur yang dilaporkan Kamal dkk. (2010). Isatin (0,14 gram; 1,00 mmol) dengan katalis (AlCl3 = 0,0182 g, sedangkan ZSM-5 = 0,8190 g) dimasukan dalam pelarut asetonitril, agar terjadi aktifasi reaktan oleh katalis asam. Selanjutnya ditambahkan indol (0,23 gram; 2,00 mmol) dalam campuran. Campuran diaduk selama 150 menit pada suhu kamar. Hasil reaksi kemudian ditambah larutan NaHCO3 dan diekstrak dengan etil asetat tiga kali (3 x 30 mL). Fasa organik kemudian ditambahkan Na2SO4, dan disaring. Hasil yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan KLT dan spektroskopi IR. 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Sintesis ZSM-5 Sintesis ZSM-5 dilakukan menggunakan metode hidrotermal sesuai dengan metode penelitian Eimer dkk. (2008) untuk mensintesis TS1 dengan mengganti ligam titanium dengan aluminium. TS-1 dan ZSM-5 merupakan katalis yang mempunyai struktur dasar yang sama yaitu MFI, TS-1 mempunyai urutan kerangka Si-O-Ti sedangkan untuk ZSM-5 dengan kerangka Si-O-Al. Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah natrium aluminat (NaAlO2) sebagai sumber alumina, tetra etil orto silikat (TEOS) sebagai sumber silika. Selain itu, digunakan juga TPAOH
Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2010/2011 sebagai templat pertama agar terbentuk struktur MFI dengan ukuran partikel kecil, yaitu 0,3 μm (Wang dkk., 2002) sedangkan templat kedua adalah CTAB untuk bahan pengarah struktur meso dan untuk menghasilkan sampel yang mempunyai stabilitas asam dan hidrotermal yang baik (Goncalves dkk.,2008). Pertama NaAlO2 dicampur dengan TEOS sambil diaduk menggunakan magnetik stirer, dimana pengadukan bertujuan untuk menghomogenkan campuran. Dilanjutkan dengan penambahan TPAOH sebagai templat pembentuk struktur MFI, campuran diaduk selama 15 jam agar distribusi campuran merata, sehingga membentuk gel berwarna putih. Gel yang terbentuk merupakan awal dari pembentukan dan pertumbuhan inti yang merupakan hal penting dalam sintesis zeolit (Hamdan, 2002). Kemudian dilakukan proses hidrotermal pada suhu 80 ºC selama 24 jam. Hidrotermal merupakan salah satu metode sintesis padatan yang melibatkan air dan suhu yang relatif tinggi dalam wadah tertutup. Keadaan tersebut dimaksudkan agar tidak ada uap air yang keluar, sehingga komposisi prekursor tetap terjaga. Pada proses hidrotermal, terjadi reaksi kondensasi yang memungkinkan adanya pembentukan ikatan baru Si, Al-O-Si, Al (T-O-T) (Cundy dan Cox., 2005). Reaksi yang terjadi adalah NaAlO2(s) + H2O(l) (C2H5O)4Si(l) + 4 H2O(l) Si(OH)4(aq)+4C2H5OH(aq) Si(OH)4(aq) + Al(OH)4(aq) + H2O(l)
Al(OH)4(aq) + NaOH(aq) (OH)3Si-O-Al(OH)3(aq)
Gel yang sudah terbentuk, kemudian ditambah CTAB sebagai templat pengarah struktur meso untuk zeolit. Campuran diaduk 30 menit agar CTAB dapat bercampur semua. Campuran yang terbentuk didiamkan selama 3 jam dan diukur pHnya. PH yang terukur adalah 13. Setelah itu, padatan dicuci dengan aquades sampai pH netral. Menurut Handayani (2010), sintesis zeolit dipengaruhi oleh ion – ion yang terkandung di dalam campuran tersebut. Pada pH > 6, akan terbentuk anion Al(OH)4- atau AlO2- dari alumina yang merupakan ion utama pembentuk zeolit. Selain anion dari alumina, zeolit juga dipengaruhi anion dari silika. Pada pH > 12, akan terbentuk ion Si(OH)4-, yang merupakan ion utama dalam pembentukan kerangka zeolit. Padatan putih yang sudah netral, dikeringkan dalam oven pada suhu 60 ºC selama 24 jam. Pengeringan tersebut berfungsi untuk menghilangkan kandungan air setelah proses pencucian. Padatan yang sudah kering, kemudian dikalsinasi pada suhu 550°C selama 1 jam dengan dialiri gas nitrogen dilanjutkan selama 6 jam dengan udara bebas. Proses kalsinasi bertujuan agar ikatan aluminosilikat lebih kuat sehingga ZSM-5 dapat terbentuk dan untuk menghilangkan templat
– templat organik yang masih tersisa. Sedangkan aliran gas nitrogen bertujuan untuk pengkondisian dalam furnace, dengan harapan kondisi lingkungan pada saat proses kalsinasi dalam keadaan inert. 3.2 Karakterisasi ZSM-5 Hasil Sintesis 3.2.1 Difraksi Sinar X Padatan putih yang diperoleh melalui proses hidrotermal dan kalsinasi dikarakterisasi dengan XRD. Hasil difraksi padatan putih ditunjukkan pada Gambar 3.1b. Pada Gambar 3.1 dibandingakan pola difraksi antara ZSM-5 standart dan padatan putih hasil sintesis. .
Gambar 3.1 Pola difraksi ZSM-5 standart (a), ZSM-5 amorf(b) Hasil difraksi 3.1(a) menunjukkan puncakpuncak tajam yang menandakan hanya ada fasa kristal. Puncak-puncak tersebut muncul di 2θ : 8,0; 8,9o; 23.1o; dan 24o (Purnamasari, 2011). Sementara difraksi 3.1(b) menunjukkan gundukan pada 2θ : 10-40 dan puncak–puncak kecil pada 2θ : 5-10, 20-25, dan 42-50. Gundukan menandakan fasa amorf dari sampel, yang dipertegas dengan munculnya puncak – puncak kecil pada 2θ : 7,9; 8,8; 23,1; dan 45,7o. Tiga puncak kecil yang terdapat pada Gambar 3.1(b) mirip dengan pola difraksi ZSM-5 standart 3.1(a). Tiga puncak tersebut juga sesuai dengan hasil yang dipublikasikan oleh International Zeolite Association (Treacy dan Higgins, 2001) yaitu 2θ = 7,8; 8,8; 23; dan 23,8o yang menunjukkan pola difraksi ZSM-5 dengan tipe struktur MFI. Penelitian yang dilaporkan Zhu dkk. (2009) juga menghasilkan pola difraksi yang mirip, dimana puncak yang muncul di 2θ : 7,9o; 8,8o; 23.1o; 23.9o; dan 24.4o dikhususkan untuk indeks struktur dari topologi MFI. Puncak kecil dari hasil difraktogram 3.1(b) menunjukkan mulai terbentuk ZSM-5, tetapi belum sempurna menjadi kristal ZSM-5. Selanjutnya padatan putih hasil sintesis ini disebut ZSM-5 amorf.
Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2010/2011 3.2.2 Spektroskopi IR Karakterisasi spektroskopi inframerah bertujuan untuk mengetahui gugus fungsi dari pergerakan vibrasi ulur dan tekuk suatu molekul. Hasil spektroskopi IR untuk ZSM-5 menunjukkan puncak pada daerah 1100 cm-1, 800 cm-1, 550 cm-1 dan 450 cm-1 (Handayani, 2010 dan Fouad dkk. 2006). Hasil spektroskopi IR dari padatan putih ditunjukan pada Gambar 3.2 yang menunjukkan puncak pada daerah 1087, 972, 792, dan 466 cm-1. Spektra IR padatan putih pada Gambar 4.2 tidak menunjukan puncak pada daerah 540 cm-1 yang menandakan ZSM-5 yang terbentuk tidak sempurna. Puncak kecil di daerah 794 cm-1 menunjukkan dua struktur yang tidak sensitif untuk tetrahedral internal dan struktur yang sensitif untuk eksternal simetri vibrasi ulur. Sedangkan pita di daerah 972 cm-1 menunjukkan hadirnya gugus silanol pada dinding mesopori (Goncalves dkk, 2008). Menurut Armaroli dkk. (2006) pita disekitar 794 cm-1, menunjukkan model simetri ulur T-O-T, dimana T adalah Si atau Al, yang juga mempunyai karakter bidang tekuk. Sedangkan menurut Morales–Pacheco dkk. (2011), pita daerah 700-810 cm-1 merupakan vibrasi ulur dari simetri Si-O. Selanjutnya, untuk pita antara 455-465 cm-1 menunjukkan struktur insensitif ikatan tekuk tetrahedral internal, SiO4 atau AlO4. Berdasarkan analisa tersebut, padatan hasil sintesis mulai terbentuk ZSM-5 tetapi tidak sempurna karena puncak pada daerah 540 cm-1 tidak muncul yang mendukung adanya unit cincin lima pentasil dalam struktur ZSM-5 (Goncalves dkk, 2008). Hasil spektroskopi IR ini sesuai dengan hasil karakterisasi difraksi sinar X, dimana padatan putih belum terbentuk ZSM-5 dengan sempurna.
Gambar 3.2 spektra IR ZSM-5 amorf 3.2.3 Uji Keasaman ZSM-5 dan AlCl3 Keasaman suatu katalis dapat ditentukan melalui metoda adsorpsi piridin menggunakan analisis Spektroskopi IR. Hasil adsorpsi ZSM-5 amorf pada Gambar 3.3 menunjukkan adanya tiga puncak utama yang muncul antara 1400-1700 cm-1.
Gambar 3.3 spektra IR-piridin ZSM-5 amorf Puncak-puncak tersebut muncul pada daerah 1450, 1492, dan 1546. Molekul piridin yang berinteraksi dengan sisi asam Brønsted akan terprotonasi dan teradsorp pada bilangan gelombang inframerah spesifik antara 1540-1545 cm-1. Sementara itu, molekul piridin yang berinteraksi dengan sisi asam Lewis akan membentuk kompleks ikatan koordinasi. Interaksi ini memunculkan pita serapan pada daerah inframerah antara 1449-1452 cm-1. Sedangkan pita disekitar daerah 1490 cm-1 merupakan kombinasi dari asam Brønsted dan Lewis yang berikatan dengan piridin (Platon dan Thomson, 2003). Hasil yang sama juga dilaporkan Morales-Pacheco dkk.(2011) pita adsorpsi pada 1443 cm-1 disebabkan adsorpsi piridin dengan permukaan sisi asam Lewis. Sedangkan 1490 cm-1 disebabkan kombinasi dari keduanya, asam Brønsted dan Lewis. Untuk puncak yang muncul di daerah 1540 cm-1 disebabkan ikatan ion piridinium dengan permukaan sisi asam Brønsted. Hal ini menunjukkan, ZSM-5 amorf hasil sintesis mempunyai sisi asam Brønsted dan Lewis. Keasaman untuk AlCl3 tidak dapat diukur dengan kondisi yang sama seperti ZSM-5 karena sifatnya yang higroskopis. Oleh karena itu, untuk membandingkan keasaman diambil dari sifat keasaman yang berasal dari literartur yang dilaporkan Dube dkk. (2005). Berdasarkan penelitian Dube dkk. (2005) (Gambar 3.4), sebelum dicangkokkan dengan AlCl3, mesoporous molecular sieves (MMSs) yang mempunyai struktur heksagonal dengan ukuran diameter pori 33 Å (H33) tidak menunjukkan puncak satupun. Kemudian setelah dicangkokkan dengan AlCl3, mesoporous molecular sieves (MMSs) yang mempunyai struktur heksagonal dengan ukuran diameter pori 33 Å (H33-AlCl3) menunjukkan dua puncak adsorpsi piridin berturut-turut untuk sisi asam Lewis dan Brønsted dan Lewis. H33-AlCl3 menunjukkan adanya puncak tinggi di 1456 cm-1 yang menunjukan adanya sisi asam Lewis, dan puncak di 1496 cm-1 menunjukkan gabungan dari
Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2010/2011 sisi asam Brønsted dan Lewis. Dari hasil penjelasan di atas, puncak yang menunjukkan keasaman hanya berasal dari AlCl3. Puncak sisi asam Brønsted hanya muncul di 1496 cm-1, yaitu puncak yang muncul bersamaan dengan sisi asam Lewis.
Gambar 3.4 Spektra IR-piridin dari sampel (a) H33, (b) H33-AlCl3 3.2.4 Uji Katalisis untuk Reaksi Kondensasi Isatin dan Indol Katalis hasil sintesis, ZSM-5 amorf dan katalis AlCl3 diuji aktivitasnya melalui reaksi kondensasi isatin dan indol mengikuti prosedur yang dilaporkan Kamal dkk. (2010). Reaksi diawali dengan mencampur isatin dengan katalis dalam pelarut asetonitril, yang dilanjutkan dengan penambahan indol ke dalam campuran. Campuran reaksi diaduk pada suhu kamar selama 150 menit sehingga diperoleh cairan berwarna orange kekuningan. Campuran reaksi kemudian ditambah larutan NaHCO3 dan diekstrak dengan etil asetat tiga kali. Larutan NaHCO3 berfungsi sebagai fasa aqueous sedangkan etil asetat sebagai fasa organik dalam proses ekstraksi. Fasa organik yang didapatkan ditambah dengan Na2SO4 anhidrat. Penambahan Na2SO4 anhidrat bertujuan untuk mengikat sisa fasa aqueous. Campuran dipisahkan dan filtrat yang diperoleh dikeringkan sehingga didapatkan padatan berwarna orange untuk reaksi dengan katalis AlCl3 dan ZSM-5, sedangkan reaksi tanpa katalis menghasilkan padatan berwarna orange dan putih yang terpisah. Padatan selanjutnya dianalisis menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) dan spektroskopi inframerah. Reaktan, isatin dan indol, dan trisindolina standart juga dianalisis untuk digunakan sebagai pembanding. Analisis menggunakan KLT dilakukan terhadap semua sampel (sampel 1 = trisindolina standart, sampel 2 = hasil reaksi kondensasi isatin dan indol menggunakan AlCl3, sampel 3 = hasil reaksi kondensasi isatin dan indol menggunakan ZSM-5, sampel 4 = hasil reaksi kondensasi isatin dan indol tanpa katalis, sampel 5 = indol, sampel 6 = isatin). Jarak tempuh (Rf) diperoleh dengan membandingkan jarak tempuh masing-masing noda dengan jarak tempuh pelarut. Harga Rf untuk indol (a), isatin (b), trisindolina (c), dan senyawa lain (d) berturut-turut 0,73; 0,53; 0,44; dan 0,22. Analisis
KLT memberikan hasil seperti yang terlihat pada Gambar 3.5 dan Tabel 3.1. Hasil analisis KLT terhadap sampel 5, 6,dan 1 memberikan Rf berturuturut sebesar 0,73; 0,53; dan 0,44. Sementara itu analisis KLT terhadap sampel 2 memberikan Rf sebesar 0,22; 0,44; 0,53; dan 0,73. Harga Rf ini mengindikasikan sampel 2 mengandung reaktan (isatin dan indol), trisindolina, dan senyawa lain. Selanjutnya, sampel 3 memberikan harga Rf sebesar 0,22; 0,53; dan 0,73 yang berarti bahwa sampel 3 mengandung reaktan dan senyawa lain. Berikutnya, sampel 4 mengandung reaktan dan senyawa lain yang ditunjukan oleh harga Rf 0,22; 0,53; dan 0,73. Berdasarkan analisis KLT dapat disimpulkan bahwa reaksi kondensasi isatin dan indol dengan menggunakan katalis AlCl3 menghasilkan trisindolina sedangkan reaksi kondensasi isatin dan indol dengan menggunakan katalis ZSM-5 tidak menghasilkan senyawa trisindolin tetapi senyawa lain. Sehingga kalau dihubungkan dengan sifat keasaman dari katalis, pembentukan trisindolina sangat dipengaruhi adanya asam Lewis, jika ada asam Brønsted maka akan menghambat pembentukan trisindolina. Hal ini ditunjukkan pada saat katalis asam Lewis, AlCl3, dapat menghasilkan trisindolina sedangkan ZSM-5 yang mempunyai asam Brønsted dan Lewis tidak menghasilkan trisindolina.
a b c
A d A
Keterangan : 1 = trisindolin standart 2 = hasil reaksi kondensasi isatin dan indol menggunakan AlCl3 3 = hasil reaksi kondensasi isatin dan indol menggunakan ZSM-5 4 = hasil reaksi kondensasi isatin dan indol tanpa katalis 5 = indol 6 = isatin
a = indol b = isatin c = trisindolina d = senyawa lain eluen = n-heksana : etil asetat (1:1)
Gambar 3.5 Hasil KLT reaksi kondensasi isatin dan indol
Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2010/2011 Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan sampel (c*) berindikasi mengahasilkan trisindolina.
Tabel 3.1 Harga Rf dari KLT Noda KLT
Sampel
3.2 Tabel bilangan gelombang spektra IR sampel (cm-1)
a
b
c
d
1
-
-
0,44
-
2
0,73
0,53
0,44
0,22
Sampel
Amina
Amida
C=O
O-H
3
0,73
0,53
-
0,22
a
3402
-
-
4
0,73
0,53
-
0,22
b
-
3194
5
0,73
-
-
-
17321620
c
3429
3325
1708
-
6
-
0,53
-
-
c*
-
-
1635
d
-
-
1628
Hasil reaksi kondensasi isatin dan indol juga dianalisis menggunakan spektroskopi IR untuk mengetahui gugus fungsi dan ikatan-ikatan yang ada pada senyawa tersebut. Analisis menggunakan spektroskopi IR dilakukan terhadap semua sampel (sampel c = trisindolina standart, sampel c* = trisindolina hasil sintesis, sampel d = senyawa lain, sampel a = indol, sampel b = isatin). Sampel (a), (b), dan (c) menggunakan teknik KBr untuk analisis IR, dimana masing-masing sampel dicampur dengan KBr. Sedangkan sampel (c*) dan (d) menggunakan hasil yang diperoleh dari KLTP (kromatografi lapis tipis preparatif). Spektra hasil analisis IR untuk semua sampel ditunjukan pada Gambar 3.6, sedangkan bilangan gelombangnya ditunjukan pada Tabel 3.2. senyawa trisindolina standart (c) mempunyai puncak karakteristik pada daerah 3429 cm-1, 3325 cm-1, dan 1708 cm-1. Sampel (a) (indol) menunjukkan puncak karakteristik untuk amina pada bilangan gelombang 3402 cm-1, sedangkan sampel b (isatin) menunjukkan puncak pada bilangan gelombang 3194 cm-1 dan 1732 cm-1 berturut-turut untuk amida dan karbonil. Sementara itu, sampel c menunjukkan puncak-puncak khas gugus amina sekunder, amida, dan karbonil pada sekitar 3429 cm-1, 3325 cm-1, dan 1708 cm-1. Spektra hasil analisis IR untuk sampel (c*) dan (d) menunjukkan puncak berturut-turut pada 1635 cm-1 dan 1628 cm1 , puncak melebar pada daerah antara 3700-2850 cm-1 dan 3700-2900 cm-1, dan puncak medium pada daerah sekitar 1871 cm-1 dan 1879 cm-1. Puncak daerah sekitar 1630 cm-1 menunjukkan vibrasi untuk C=O karbonil, sedangkan puncak lebar pada daerah sekitar 2900-3700 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur untuk O-H. Selanjutnya puncak yang muncul pada daerah sekitar 1870 cm-1 menunjukkan puncak vibrasi untuk silika. Hasil spektra IR untuk sampel (c*) dan (d) menunjukkan bahwa kedua sampel tersebut mempunyai gugus fungsi yang sama. Spektra IR sampel (c*) tidak memunculkan puncak amina sekunder dan amida pada daerah 3200 dan 3400 cm-1 karena tertutup oleh silika yang mengadsorpsi air, sehingga puncak yang muncul adalah puncak lebar dari vibrasi O-H.
37002850 37002900
(d)
(c*)
(c)
(b)
(a)
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500
Bilangan gelombang (cm-1) Gambar 3.6 Spektra IR (a) indol, (b) isatin , (c) trisindolin standart, (c*) trisindolina hasil sintesis, dan (d) senyawa lain.
Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2010/2011 4. Kesimpulan Berdasarkan analisa data KLT dan spektroskopi IR serta pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulan bahwa reaksi kondensasi isatin dan indol dengan katalis homogen asam Lewis AlCl3 berindikasi menghasilkan trisindolina sedangkan katalis heterogen asam Brønsted dan Lewis ZSM-5 amorf menghasilkan senyawa lain bukan trisindolina. 5. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih pada Dr. Didik Prasetyoko, M.Sc dan Arif Fadlan, M.Si selaku dosen pembimbing atas semua saran dan bimbingannya selama ini serta seluruh pihak yang telah membantu dalam penulisan ini. Daftar Pustaka Armaroli, T., Simon, L.J., Digne, M., Montanari, T., Bevilacqua, M., Valtchev, V., Patarin J., Busca, G., (2006), “Effects of Crystal Size and Si/Al Ratio on The Surface Properties of H-ZSM-5 Zeolites”, Applied Catalysis A: General, Vol. 306, hal. 78–84. Azizian, J., Mohammadi, A.A., Karimi, N., Mohammadizadeh, M.R., Karimi, A.A. 2006. Silica Sulfuric Acid a Novel and Heterogeneous Catalyst for The Synthesis of Some New Oxindole Derivatives. Catalyst Communication. Vol. 7, hal. 752-755. Fouad, O.A., Mohamed, R.M., Hassan, M.S., Ibrahim, I.A., (2006), “Effect of Template Type and Template/silica Mole Ratio on The Crystallinity of Synthesized Nanosized ZSM5”, Catalysis Today, Vol 116, hal. 82-87. Handayani, R.F., (2010), “Sintesis ZSM-5 Menggunakan Prekursor Zeolit Nano Kluster : Pengaruh Waktu Hidrotermal”, Prosiding Skripsi Semester Genap 2009/2010, Kimia FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Kamal, A., Y. V. V. Srikanth, M. Naseer A. Khan, T. B. Shaikh, Md. Ashraf. 2010. Synthesis of
3,3-Diindolyl Oxyindoles Efficiently Catalysed By FeCl3 and Their In Vitro Evaluation for Anticancer Activity. Bioorg. Med. Chem. Lett. 20. 5229-5231 Kobayashi, M., Aoki, S., Gato, K., Matsunami, K., Kurosu, M., Kitagawa, I. 1994. Marine Natural Product XXXIV. Trisindoline, a New Antibiotic Indole Trimer, Produced by a Bacterium of Vibrio sp. Separated from the Marine Sponge Hyrtios altum. Chem. Pharm. Bull. 42(12): 2449-2451 Kobayashi, M., Kitagawa, I. 1994. Bioactive Substances Isolated from Marine Sponge, a Miniature Conglomerate of Various Organisms. J. Pure & Appl. Chem. Vol. 66, hal. 819-826 Platon, A. dan Thomson. W.J., (2003), “Quantitative Lewis/ Brønsted Rasios using DRIFTS”, Applied Catalysis. Ind. Eng. Chem. Res, Vol. 42, hal. 5988-5992. Santoso M., Kusman, A. Febriana, R. Dwiningsih, T. Qomariyah, N. F. Novia, Y. Fatmasari. 2007. Mild and High-yield Synthesis of 3,3’Bis(indol-3-yl)oxindole and Derivatives. International Symposium on Catalysis and Fine Chemicals 2007, Nanyang Technology University, Singapore, 17-21 December Santoso, M., Kusman. 2008. Sintesis 3,3-Bis(5’hidroksi-3’indolil)-2-indolinona, Sigma. 11 (1), 9-12 Treacy, M. M. J., Higgins, J. B., Von Balloms, R., (2001), “Collection of Simulated XRD Powder Patterns for Zeolite”, 4th edition, Amsterdam: Elsevier. Veluri, R., Oka, I., Wagner-Dobler, I., Laatsch, H. 2003. New Indole Alkaloids from the North Sea Bacterium Vibrio parahaemolyticus Bio 249. J. Nat. Prod . 66. 1520-1523 Wang, S., Ji, S. 2005. Facile Synthesis of 3,3Di(heteroaryl)indolin-2-one Derivatives Catalyzed by Ceric Ammonium Nitrate (CAN) under Ultrasound Irradiation. Tetrahedron. Vol. 62, hal. 1527-1535