PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2004 ISSN : 1411 - 4216
PENGARUH PENCAMPURAN TERHADAP REAKSI HIDROLISA AlCl3 R. Yustiarni, I.U. Mufidah, S.Winardi, A.Altway Laboratorium Mekanika Fluida dan Pencampuran Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri ITS Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Telp: (031)5924448, Fax: (031)5999282, Email:
[email protected] Abstrak Reaksi hidrolisa garam aluminium merupakan reaksi kompleks yang dapat menghasilkan bermacammacam produk. Pada aplikasinya sebagai koagulan, reaksi yang dikehendaki adalah reaksi yang membentuk endapan aluminium hidroksida. Jalannya reaksi hidrolisa garam alumunium ini dipengaruhi oleh kondisi pencampuran. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh kondisi pencampuran terhadap jalannya reaksi hidrolisa AlCl3. Penelitian dilaksanakan secara eksperimental dengan menetralkan larutan AlCl3 0,01 M didalam reaktor tangki berpengaduk berdiameter 15,6 cm yang beroperasi secara batch. Reaktor dilengkapi dengan Rushton disc turbine dengan diameter sepertiga diameter tangki. Sebagai penetral digunakan larutan NaOH 0,6 M. Jumlah NaOH yang ditambahkan dinyatakan dengan bilangan Ligan. Harga radded divariasi: 0; 0,5; 1; 1,5; 2; 2,2; 2,4; 2,6; 2,8; 2,9 dan 3.0. Pada setiap penambahan NaOH dicatat pH larutan setelah kondisi steady state tercapai. Kemudian diplot pH versus r. Bentuk dari plot ini menentukan produk apa yang terbentuk pada reaksi hidrolisa AlCl3 ini. Dipelajari pengaruh kecepatan putar pengaduk dan posisi penginjeksian NaOH terhadap bentuk plot pH versus radded diatas atau dengan kata lain terhadap jalannya reaksi hidrolisa garam aluminium ini. Kecepatan putar pengaduk divariasi: 250 s/d 1000 rpm. Penelitian menunjukkan bahwa pada kecepatan pengaduk yang tinggi lebih cenderung terbentuk endapan Al(OH)3 dan pada kecepatan pengaduk yang rendah lebih cenderung terbentuk polimer. Sedangkan posisi dari penginjeksian basa(NaOH) sedikit pengaruhnya terhadap pembentukan polimer atau endapan Al(OH)3 Kata kunci : reaksi hidrolisa, pencampuran, koagulasi, garam-garam aluminium Pendahuluan Garam-garam aluminium seperti aluminium sulfat Al2(SO4)3, aluminium chloride AlCl3 dan lainnya banyak digunakan sebagai koagulan pada industri water treatment (industri pengolahan air), dimana pada proses pengolahan limbah, koagulan ditambahkan secara intensif pada waktu yang singkat di pencampuran awal atau premixing. Intens premixing tersebut diperlukan karena reaksi hidrolisa dan reaksi pengendapan yang terjadi adalah sangat cepat. Reaksi hidrolisa terjadi bila garam-garam dilarutkan dalam air, karena larutannya tidak selalu bereaksi netral, akibatnya ion hidrogen atau ion hidroksil tertinggal dengan berlebihan dalam larutan, sehingga bersifat asam atau basa. AlCl3 mempunyai banyak kemungkinan reaksi hidrolisa, kemungkinan reaksi hidrolisanya adalah sebagai berikut: Al3+ + H2O AlOH2+ + H+ 3+ Al + 2H2O Al(OH)2+ + 2H+ 3+ Al + 3H2O Al(OH)3(aq)0 + 3H+ 3+ Al + 4H2O Al(OH)4- + 4H+ Dari reaksi diatas dapat dilihat bahwa pada hasil reaksi terbentuk H+ sehingga larutannya bersifat asam. Apabila alkalinity dari larutan baku rendah maka pada aplikasinya perlu ditambahkan basa agar Al(OH)3 bisa terbentuk. Dibawah ini adalah skema reaksi hidrolisa AlCl3 yang menghubungkan antara lima jenis kesetimbangan Al (Al3+, AlOH2+, Al(OH)2+, Al(OH)3(aq), Al(OH)4-) dengan amorphous alumunium hidroksida (Al(OH)3(s)) : Al3+ AlOH2+ Al(OH)2+ Al(OH)3(aq) Al(OH)4-
Al(OH)2.5n0.5n+ (polimer) Al(OH)3(s )(amorphous) Dari skema diatas terlihat bahwa pada reaksi hidrolisa terjadi persaingan antara terbentuknya polimer dengan endapan (amorphous) selama titrasi basa. Terbentuknya polimer atau padatan sangat dipengaruhi oleh kondisi pencampuran, namun sedikit sekali penelitian mengenai hal ini. JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
C-19-1
Beberapa contoh eksperimen dari peneliti terdahulu, Clark dan Srivastava (1993), mempelajari pengaruh pencampuran pada pengendapan aluminium dalam semibatch stirred tank. Hasilnya, pengendapan aluminium peka terhadap kondisi pencampuran dan terdapat persaingan antara spesies aluminium bentuk polimer dan padat selama titrasi basa. Jika pencampuran baik maka akan terbentuk padatan, namun bila tidak akan terbentuk polimer. Peneliti-peneliti lain yang juga telah mempelajari pengaruh pencampuran terhadap proses pengendapan yaitu, Marcant dan David (1991), mempelajari pengaruh pencampuran pada pengendapan Calcium Oxalate Monohydrate dalam Batch stirred tank. Hasilnya, perubahan posisi feed lebih berpengaruh daripada perubahan kecepatan pencampuran. Phillips dkk, (1999), mempelajari pengaruh kondisi operasi pencampuran terhadap pengendapan Barium Sulfate. Kondisi operasinya yaitu rasio volume reaktan, konsentrasi reaktan awal rata-rata, kecepatan pengaduk, waktu penambahan umpan, dan rasio stoikiometri. Hasilnya, kenaikan ratio volume reaktan akan menurunkan distribusi ukuran partikel, semakin encer konsentrasi reaktan awal rata-rata maka distribusi ukuran partikel akan semakin meningkat, pada kecepatan pengadukan dekat impeller distribusi ukuran partikel lebih baik dibandingkan dengan dibawah permukaan cairan, semakin lama penambahan umpan maka distribusi ukuran partikel akan semakin besar, dan semakin besar rasio stoikiometri maka distribusi ukuran partikel akan semakin kecil. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek dari kecepatan putar pengaduk dan posisi injeksi NaOH pada pengendapan aluminium dalam tangki berpengaduk batch. Metodologi Penelitian Penelitian dilaksanakan secara eksperimental dengan menetralkan larutan AlCl3 0,01 M didalam reaktor tangki berpengaduk berdiameter Dt = 15,6 cm yang beroperasi secara batch dengan tinggi liquid H = 15,6.10 –2m (H = Dt), dilengkapi baffle dengan lebar J = 1,3.10 –2m (J = 1/10 Dt). Reaktor dilengkapi impeller Rushton disc turbine dengan diameter Da = 5,2.10 –2m (Da = 1/3 Dt), Panjang blade L = 1,3.10 –2m (L = 1/4 Da), Lebar blade W = 1.10 –2m (W = 1/5 Da). Jarak impeller dari dasar tangki C = 5,2.10 –2m (C = 1/3 Dt). Susunan peralatan ditunjukkan pada Gambar 1. Sebagai penetral digunakan larutan NaOH 0,6 M dengan laju penginjeksian 1 ml/2 detik. Harga radded divariasi: 0; 0,5; 1; 1,5; 2; 2,2; 2,4; 2,6; 2,8; 2,9 dan 3.0. Pada setiap penambahan NaOH dicatat pH larutan setelah kondisi steady state tercapai. Jumlah NaOH yang ditambahkan dinyatakan dengan bilangan ligan yang didefinisikan: mole NaOH yang ditambahkan radded = ................................................. (1) total mole Aluminium Kemudian diplot pH versus radded . Bentuk dari plot ini menentukan produk apa yang terbentuk pada reaksi hidrolisa AlCl3 ini. Variabel yang ingin dipelajari dalam penelitian ini adalah pengaruh kecepatan putar pengaduk dan posisi penginjeksian NaOH terhadap bentuk plot pH versus r diatas atau dengan kata lain terhadap jalannya reaksi hidrolisa garam aluminium ini. Kecepatan putar pengaduk divariasi: 250, 400, 550, 700, 850 dan 1000 rpm. Posisi penginjeksian di dinding bejana bagian atas (Wall Injection) dan di dekat impeller (Impeller Injection).
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
C-19-2
5 4
Keterangan Gambar 1. Tangki 2. Impeller 3. pH meter 4. Buret 5. Motor 4
3 WAI p T RES H E T
8,
CA L
4 0
4, 0 1 4, 0 0
PH METER
1
V O O N F F
2
L
m V
2o C 0
6 ,8 7 7 ,0 0
1 9, 18 ,0 00
V
p H
H
W C
Da J Dt
Gambar 1 Susunan peralatan penelitian
Hasil dan Pembahasan Pengaruh kondisi pencampuran terhadap jalannya reaksi hidrolisa AlCl3 yang dipelajari dalam penelitian ini adalah kecepatan putar pengaduk dan posisi penginjeksian basa (NaOH) sebagai penetral. Grafik pH versus radded dapat diinterpretasikan untuk mengetahui produk apa yang terbentuk pada reaksi hidrolisa AlCl3 tersebut. Dimana radded adalah bilangan ligan yang didefinisikan pada Pers. (1). Pengaruh Kecepatan Putar Kecepatan putar pengaduk pada penelitian ini divariasikan yaitu 250, 400, 550, 700, 850 dan 1000 rpm. Dari Gambar 2 dan 4 dapat dilihat terjadi kenaikan pH yang terlambat (mendekati radded=3) untuk kecepatan putar pengaduk yang tinggi sedangkan pada kecepatan putar pengaduk yang rendah terjadi kenaikan pH lebih awal. Keterlambatan kenaikan pH pada kecepatan putar pengaduk yang tinggi menunjukkan kecenderungan terbentuknya endapan Al(OH)3 dan kenaikan pH yang awal pada kecepatan putar pengaduk yang rendah menunjukkan terbentuknya polimer. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3 dan 5. Puncak-puncak yang dihasilkan pada gambar tersebut menunjukkan polimer atau endapan Al(OH)3 yang terbentuk pada reaksi hidrolisa AlCl3 tersebut. Pada kecepatan putar pengaduk yang rendah, puncak terbentuk lebih awal dibandingkan pada kecepatan putar pengaduk yang tinggi. Adapun puncak yang dihasilkan pada berbagai kecepatan putar pengaduk adalah sebagai berikut: 250 rpm dihasilkan puncak pada radded = 2,3; 400 rpm pada radded = 2,3; 550 rpm pada radded = 2,3 dan 2,7; 700 rpm pada radded = 2,5 dan 2,85; 850 rpm pada radded = 2,5 dan 2,85; 1000 rpm pada radded = 2,3 dan 2,85. Keterlambatan puncak (bilangan ligan/radded mendekati 3) pada kecepatan putar pengaduk yang tinggi menunjukkan pembentukan Al(OH)3. Sedang puncak yang terbentuk lebih awal pada kecepatan putar pengaduk yang rendah menunjukkan terbentuknya polimer. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam reaksi hidrolisa, dengan semakin besar kecepatan putar pengaduk, lebih cenderung terbentuk endapan Al(OH)3 dan pada kecepatan putar pengaduk yang rendah lebih cenderung membentuk polimer. Dan pada kecepatan 700, 850, 1000 rpm diperoleh puncak pada radded yang paling besar (mendekati 3) dengan harga velocity gradient (G) 697 – 1567 s-1
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
C-19-3
18
12
16
10
14 12 dpH/dr
pH
8 6
10 8
4
6
2
4 2
0
0
0
0,5
1
1,5
r added
2
2,5
3
0
0,5
1,5
r added
2
2,5
3
kec 850 rpm pada wall injection kec 1000 rpm pada wall injection kec 250 rpm pada wall injection kec 400 rpm pada wall injection kec 550 rpm pada wall injection kec 700 rpm pada wall injection
kec 850 rpm pada wall injection kec 1000 rpm pada wall injection kec 250 rpm pada wall injection kec 400 rpm pada wall injection kec 550 rpm pada wall injection kec 700 rpm pada wall injection
Gambar 2 Hubungan pH vs radded pada tempat penginjeksian didinding bejana bagian atas dengan variasi kecepatan putar pengaduk.
Gambar 3 Hubungan dpH/dr vs radded pada tempat penginjeksian didinding bejana bagian atas dengan variasi kecepatan putar pengaduk.
12
18 16
10
14 12 dpH/dr
8 pH
1
6
10 8 6
4
4
2
2 0
0 0
0,5
1
1,5 2 2,5 r added kec 850 rpm pada impeller injection kec 1000 rpm pada impeller injection kec 250 rpm pada impeller injection kec 400 rpm pada impeller injection kec 550 rpm pada impeller injection kec 700 rpm pada impeller injection
3
Gambar 4 Hubungan pH vs radded pada tempat penginjeksian di dekat impeller dengan variasi kecepatan putar pengaduk.
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
0
0,5
1
1,5 r added
2
2,5
kec 850 rpm pada impeller injection kec 1000 rpm pada impeller injection kec 250 rpm pada impeler injection kec 400 rpm pada impeller injection kec 550 rpm pada impeller injection kec 700 rpm pada impeller injection
Gambar 5 Hubungan dpH/dr vs radded pada tempat penginjeksian di dekat impeller dengan variasi kecepatan putar pengaduk.
C-19-4
3
Pengaruh Posisi Penginjeksian NaOH Posisi penginjeksian NaOH sebagai penetral dalam reaksi hidrolisa AlCl3 ini yaitu di dinding bejana bagian atas (wall injection) dan di dekat impeller (impeller injection). Dari Gambar 6 untuk kecepatan yang sama pada beda posisi penginjeksian terjadi kenaikan pH pada radded yang sama.Begitu pula pada Gambar 7 diperoleh puncak pada radded yang sama untuk beda posisi penginjeksian pada kecepatan yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa posisi penginjeksian basa (NaOH) sedikit pengaruhnya terhadap pembentukan polimer atau endapan Al(OH)3. 12
pH
pH
10 8 6 4 2 0
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 0
0
1
2
r added kec 850 rpm pada wall injection kec 1000 rpm pada wall injection kec 250 rpm pada wall injection kec 400 rpm pada wall injection kec 550 rpm pada wall injection kec 700 rpm pada wall injection kec 250 rpm pada impeller injection kec 400 rpm pada impeller injection kec 550 rpm pada impeller injection kec 700 rpm pada impeller injection kec 850 rpm pada impeller injection kec 1000 rpm pada impeller injection
3
Gambar 6 Hubungan pH vs radded pada beda tempat penginjeksian
0,5
1
1,5 r added
2
2,5
3
kec 850 rpm pada wall injection kec 1000 rpm pada wall injection kec 250 rpm pada wall injection kec 400 rpm pada wall injection kec 550 rpm pada wall injection kec 700 rpm pada wall injection kec 250 rpm pada impeller injection kec 400 rpm pada impeller injection kec 550 rpm pada impeller injection kec 700 rpm pada impeller injection kec 850 rpm pada impeller injection kec 1000 rpm pada impeller injection
Gambar 7 Hubungan dpH/dr vs radded pada beda tempat penginjeksian
Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan 1. Jalannya reaksi hidrolisa AlCl3 dipengaruhi oleh kecepatan putar pengaduk yaitu dengan semakin tinggi kecepatan putar pengaduk, dicapai radded mendekati 3, hal ini berarti lebih cenderung terbentuk endapan Al(OH)3 daripada polimer. 2. Pada kecepatan 700, 850, 1000 rpm diperoleh puncak pada radded yang paling besar (mendekati 3) dengan harga velocity gradient (G) 697 – 1567 s-1 3. Posisi penginjeksian basa (NaOH) pada reaksi hidrolisa sedikit pengaruhnya terhadap pembentukan endapan Al(OH)3 atau polimer. Daftar Pustaka [1] Dobias, B.,”Coagulation and Flocculation”, vol. 7, Marcel Dekker, New York, 1993. [2] Oldshue, J. Y.,“Fluid Mixing Technology”, Mc Graw-Hill Book Company, New York, 1983. [3] Marcant, B. dan R. David,“Experiment evidence for and prediction of micromixing effects in precipitation”, AIChE Journal, Vol. 37, No. 11, 1991. [4] Clark, M. M. dan R. M. Srivastava,“Mixing and aluminum precipitation”, Env. Sci. and Technol, Vol. 27, No. 10, 1993. [5] Buffham, N.,“Mixing in continous flow systems”, John Wiley and Sons Inc., New York, 1983. [6] Phillips, R., S. Rohani dan J. Baldyga,“Micromixing in a single-feed semi-batch precipitation process”, AIChE J., Vol. 45, No. 1, 1999. [7] Clark, M., Rene David, Mark R. Wiesner, “Effect of micromixing on product selectivity in rapid mix”, Research Scientist, France. JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
C-19-5