PERBANDINGAN EFEKTIVITAS DESINFEKTAN PRODUK BERMEREK DIPASARAN DENGAN METODE KOEFISIEN FENOL Karya Tulis Ilmiah Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya Farmasi Pada Program Studi DIII Farmasi
Oleh :
WURI WULANDARI NIM. 13DF277049
PROGRAM STUDI DIII FARMASI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016
ABSTRACT
THE COMPARATIVE EFFECTIVENESS OF DISINFECTANT BRANDED MARKET PRODUCTS WITH COEFFICIENT PHENOL METHOD Wuri Wulandari2 Nurhidayati Harun, S.Far., Apt 3 Susan Sintia R, S.Farm4
At this time many of people has been widely used disinfectant, especially for cleanliness, the cleanliness is the most important aspect of life. Disinfectant substances in liquid floor cleaner used to kill the microorganisms on the floor. This research aims to determine the effectiveness of disinfectants branded products in the market with phenol coefficient method and compare the effectiveness antibacterial power between both of branded products. This method is using the phenol coefficient method, this research is an experimental, comparing the floor cleaning products with phenol coefficient test that has been diluted in some concentrations 1:20, 1:30, 1:40, 1:50, 1:60, 1:70 and mixed with a suspension of bacteria Pseudomonas aeroginosa in a particular minute, then the bacterial growth tested by its availabillity. Based on the results the calculation of the value of the coefficient of phenol, obtained sample values X=1.20 (equally effective than phenol) and the sample Y=1.33 (more effective than phenol). The conclution from the research can be concluded that the X and Y disinfectant effectively kill the bacteria Pseudomonas aeruginosa . Keywords Information
: Disinfectant, koefisien fenol. : 1 Title, 2 Name Student, 3 Name Leader I, 4 Name Leader II
v
ABSTRAK
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS DESINFEKTAN PRODUK BERMEREK DIPASARAN DENGAN METODE KOEFISIEN FENOL1 Wuri Wulandari2 Nurhidayati Harun, S.Far., Apt 3 Susan Sintia R, S.Farm4
Pada saat ini dikalangan masyarakat telah banyak menggunakan desinfektan terutama untuk kebersihan, karena kebersihan merupakan aspek terpenting dalam kehidupan. Sehingga banyak dibuat produk dengan harga yang berbeda dan berbagai kandungan zat disinfektan dalam cairan pembersih lantai yang digunakan untuk membunuh mikroorganisme yang terdapat di lantai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas desinfektan produk bermerek dipasaran dan mengetahui perbandingan daya antibakteri yang lebih efektif dari kedua produk bermerek. Metode ini menggunakan metode koefisien fenol, jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimental, membandingkan produk pembersih lantai dengan uji koefisien fenol yang telah diencerkan dalam beberapa konsentrasi 1:20, 1:30, 1:40, 1:50, 1:60, 1:70 dan dicampurkan dengan suspensi bakteri Pseudomonas aeroginosa dalam menit tertentu, kemudian diperiksa ada atau tidaknya pertumbuhan bakteri. Berdasarkan hasil perhitungan nilai koefisien fenol, didapat nilai sampel X=1,20 (efektiv dibanding fenol) dan sampel Y=1,33 (efektiv dibanding fenol). Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa desinfektan X dan Y efektif membunuh bakteri Pseudomonas aeruginosa dan lebih efektiv dibanding fenol. Kata kunci Keterangan
: Desinfektan, koefisien fenol. : 1 Judul, 2 Nama Mahasiswa, 3 Nama Pembimbing I, 4 Nama Pebimbing II
vi
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Saat ini dikalangan masyarakat telah banyak menggunakan desinfektan
terutama
untuk
kebersihan,
karena
kebersihan
merupakan aspek terpenting dalam kehidupan. Dimana kebersihan dapat mencegah manusia dari suatu penyakit. Desinfektan merupakan suatu zat kimia yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran untuk membasmi kuman penyakit, membunuh mikroorganisme di dalam maupun permukaan benda mati. Zat disinfektan dalam cairan pembersih lantai akan membunuh
mikroorganisme
yang
terdapat
di
lantai.
Mikroorganisme tersebut antara lain adalah Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterobacter cloacae, Salmonella sp. dan lain-lain (Rasmika Dewi Dap dkk., 2008). Kebersihan lantai berkaitan dengan kebersihan suatu tempat, penularan
penyakit
dan
pertumbuhan
mikroorganisme
di
sekitarnya. Di negara-negara berkembang, risiko untuk terpapar suatu penyakit makin meningkat. Itulah sebabnya banyak sekali dibuat
produk dengan
berbagai
kandungan
zat
disinfektan
(antiseptik) dan berbagai merk yang dipasarkan ke masyarakat luas (Universitas Padjadjaran, 2007). Lantai merupakan salah satu tempat yang dapat dikaitkan dengan
penularan
berbagai
penyakit
ataupun
penyebaran
mikroorganisme. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menjaga kebersihan lantai. Contohnya, kebiasaan melepas sepatu sebelum masuk ke rumah dapat mengurangi penyebaran mikroorganisme penyebab infeksi mata, perut dan paru-paru (Pohla, 2008).
2
Selain kebiasaan tersebut, masyarakat juga menggunakan cairan pembersih lantai untuk menjaga kebersihan lantai. Cairan pembersih lantai memiliki berbagai macam komposisi; antara lain air, pewarna, pewangi dan zat disinfektan. Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri yang sering ditemukan di berbagai tempat, antara lain: permukaan benda, baju, lantai, tanah, rumah sakit, bahkan pada kulit manusia, dan bersifat patogen bagi manusia (Brooks et al., 2007). Zat desinfektan dalam cairan pembersih lantai akan membunuh mikroorganisme yang terdapat di lantai. Banyak cairan pembersih lantai di pasaran yang oleh produsen diakui dapat membunuh kuman, namun perlu diuji kebenarannya. Di lain pihak, suatu produk yang menjadi pilihan tentunya adalah yang paling ampuh dalam membunuh kuman. Pengujian koefisien fenol merupakan suatu uji baku efektivitas suatu disinfektan yang umum dilakukan & telah distandardisasi oleh British Standard 5197: 1976 (Universitas Padjadjaran, 2007). Penelitian dengan judul Koefisien Fenol Benzalkonium klorida 1,5 % dan Pine Oil 2,5% dalam Larutan
Pembersih Lantai
Terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Melakukan uji
efektivitas
produk
pembersih
lantai
yang
mengandung
benzalkonium klorida 1,5 % dan pine oil 2,5 % terhadap bakteri staphylococcus aureus dan escherichia coli diperoleh hasil bahwa koefisien fenol benzalkonium klorida 1,5 % terhadap bakteri staphylococcus aureus dan escherichia coli adalah 1,33 dan 1,75. Selain itu, koefisien fenol pine oil 2,5 % terhadap bakteri staphylococcus aureus dan escherichia coli adalah 1,67 dan 2. Secara keseluruhan koefisien fenol desinfektan diperoleh melebihi nilai 1 yang artinya bahwa kedua desinfektan tersebut efektif dalam membunuh bakteri staphylococcus aureus dan escherichia coli (Lindawati, 2012).
3
Allah SWT berfirman dalam Q.S An-Nisa’ Ayat 29 :
ون َ اط ِل ِإ ََّل أ َ ْن ت َ ُك َ َيا أَيُّ َها الَّ ِذ ِ ين آ َمنُوا ََل ت َأْكُلُوا أ َ ْم َوالَكُ ْم بَ ْينَكُ ْم ِب ْال َب َان ِب ُك ْم َر ِحي ًما َ اَّلل ك ٍ ارة ً َع ْن ت ََر َ ُاض ِم ْنكُ ْم ۚ َو ََل ت َ ْقتُلُوا أ َ ْنف َ ِت َج َ َّ سكُ ْم ۚ ِإ َّن Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. (Q.S An-Nisa’ Ayat 29) Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah SWT menyuruh mahluknya untuk tidak memakan harta orang dengan cara menipu, dengan menjual barang yang tidak sesuai dengan keterangannya atau fungsinnya. Kerugiannya dapat membuat konsumen tidak membeli produk yang dijual, serta resiko untuk terpapar suatu penyakit akan meningkat, serta tidak akan mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran untuk membasmi kuman penyakit, karena produk yang ditawarkan tidak sesuai. Selain itu produsen yang membuat produk tersebut bisa di kenai sanksi oleh hukum negara dan juga akan mendapatkan sanksi dari Allah SWT. Ada
salah
satu
Hadist
Nabi
Muhammad
SAW
yang
diriwayatkan oleh Thabrani dan Daruquthni yaitu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam bersabda: “Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Thabrani dan Daruquthni) Maksud dari hadist tersebut bahwa manusia harus bisa bermanfaat bagi manusia lainnya, dengan menjual barang sesuai fungsinya sehingga tidak merugikan manusia lainnya, dan juallah barang yang dapat berguna atau bermanfaat bagi manusia.
4
Penelitian desinfektan dengan kandungan pine oil 2,5 % terhadap bakteri Pseudomonas eruginosa telah dilakukan pada tahun 2012 oleh Lembah Sulistyaningsih dkk, tetapi dengan menggunakan metode difusi agar modifikasi dimana dilakukan pengukuran diameter daya hambat pertumbuhan bakteri oleh kandungan desinfektan uji disekitar sumur yang telah diberi larutan desinfektan. Hasil dari penelitian ini disimpulkan bahwa kandungan pine oil 2,5 % tidak efektif dalam membunuh bakteri Pseudomonas aeruginosa. (Lembah, 2012) Uji koefisien fenol dilakukan terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif karena kedua bakteri tersebut bersifat kosmopolit dan dapat menyebabkan keracunan yaitu didapat dari hasil bagi faktor pengenceran tertinggi produk-produk tersebut dengan faktor pengenceran tertinggi baku fenol yang masing-masing dapat membunuh bakteri (Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa) dalam jangka waktu 10 menit, tetapi tidak membunuh dalam jangka waktu 5 menit. (Waluyo, 2008) Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin mengetahui koefisien fenol
beberapa
sampel
cairan
pembersih
lantai
yang
mencantumkan zat desinfektan sebagai salah satu kandungannya dan sebagai bakteri uji dipilih Pseudomonas aeroginosa.
B. Batasan Masalah 1. Peneliti di batasi menggunakan 2 produk desinfektan bermerek yang
ada
di
pasaran
dengan
menggunakan
bakteri
Pseudomonas aeroginosa. 2. Penelitian ini menggunakan metode koefisien fenol sebagai pembanding desinfektan.
5
C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini : 1. Apakah
sampel
pembersih
lantai
berefektivitas
sebagai
desinfektan? 2. Berapa nilai koefisien fenol yang terkandung dalam sampel pembersih lantai yang dapat membunuh bakteri Pseudomonas aeroginosa?
D. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui efektivitas desinfektan produk
bermerek
dipasaran dengan metode koefisien fenol. 2. Untuk mengetahui perbandingan daya antibakteri yang lebih efektif dari kedua produk bermerek.
E. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini yaitu : 1. Mengetahui koefisien fenol pembersih lantai yang memiliki daya antibakteri lebih tinggi terhadap Pseudomonas aeroginosa. 2. Meningkatkan
keilmuan
dan
keterampilan
peneliti
dalam
metodologi penelitian, terutama berkaitan dengan bidang mikrobiologi.
6
F. Keaslian Penelitian Tabel 1.1 Keaslian Penelitian Nama
Judul
Tahun
Peneliti
Penelitian
Penelitian
Lindawaty
Koefisien Fenol
Valentina
Benzalkonium
menggunakan bakteri
klorida 1,5 % dan
produk
Staphylococcus
Pine Oil 2,5%
pembersih
aureus dan
dalam Larutan
lantai.
Escherichia coli.
2012
Kesamaan
Sama-sama
Perbedaan
Menggunakan
Pembersih Lantai
Kandungan
Terhadap
pembersih
Staphylococcus
lantai
aureus dan
Benzalkonium
Escherichia coli
klorida 1,5 % dan Pine Oil 2,5%
Eka
Penentuan
2015
Sama-sama
Menggunakan
Rahma
Koefisien Fenol
menggunakan bakteri
Pembersih Lantai
produk
Pseudomonas
Yang Mengandung
pembersih
aeruginosa,
Pine Oil 2,5 %
lantai.
dengan
terhadap bakteri
kandungan
Pseudomonas
pembersih lantai
aeruginosa
Pine Oil 2,5 %
Wuri
Perbandingan
2016
Sama-sama
Menggunakan
Wulandari
Efektivitas
menggunakan bakteri
Desinfektan Produk
produk
Pseudomonas
Bermerek
pembersih
aeroginosa.
Dipasaran Dengan
lantai.
Menggunakan 2
Metode Koefisien
produk
Fenol
pembersih lantai dengan beberapa kandungan aktif.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 1. Desinfektan Desinfektan dapat diartikan sebagai bahan kimia atau pengaruh fisika yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus, juga
untuk
membunuh
atau
menurunkan
jumlah
mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya. Sedangkan antiseptik
diartikan
sebagai
bahan
kimia
yang
dapat
menghambat atau membunuh pertumbuhan jasad renik seperti bakteri, jamur dan lain-lain pada jaringan hidup. Bahan desinfektan dapat digunakan untuk proses desinfeksi tangan, lantai, ruangan, peralatan dan pakaian (Signaterdadie, 2009). Kriteria suatu desinfektan yang ideal adalah bekerja dengan cepat untuk menginaktivasi mikroorganisme pada suhu kamar, berspektrum luas, aktivitasnya tidak dipengaruhi oleh bahan organik, pH, temperatur, dan kelembaban, tidak toksik pada hewan dan manusia, tidak bersifat korosif, bersifat biodegradable, memiliki kemampuan menghilangkan bau yang kurang sedap, tidak meninggalkan noda, stabil, mudah digunakan, dan ekonomis (Butcher and Ulaeto, 2010). Tabel 2.1 kandungan desinfektan produk X dan Y Produk X
Produk Y
Aqua, Ethanol, Nonoxynol-
Water, Tetrasodium EDTA,
10, Hydroxyethyicellulose,
Dicapril/ dicaprylyl dimonium
Perfume, Benzalkonium
chloride, Benzalkonium
chlorine, Cl 74260, Cl 19140
chloride, Sodium metasilicate, alkohol
8
Disinfektan dapat digolongkan dalam beberapa kelompok berikut ini (Tjay, 2002 : Hera, 2014), yakni : a. Senyawa halogen: Povidon-iod, iodoform, Ca-hipoklorit, Nahipoklorit,tosilkloramida, klorheksidin, kliokinol, dan triklosan. b. Derivat: fenol, kresol, resorsinol, dan timol. c. Zat-zat
dengan
aktivitas
permukaan:
cetrimida,
cetylpiridinium, benzalkonium, dan dequalinium. d. Senyawa
alkohol,
aldehida
dan
asam:
etanol
dan
isopropanol, formaldehida dan glutaral, asam asetat dan borat. e. Senyawa logam: merkuri klorida, fenil merkuri nitrat dan merbromin, perak nitrat dan silverdiazin, sengoksida. f. Oksidansia: hidrogen peroksida, sengperoksida, Na-perborat dan kalium klorat. g. Lainnya: heksetidin dan heksamidin, belerang, etilen oksida, oksikinolin dan acriflavin. Senyawa turunan aldehid memiliki gugus aldehid (COH) pada struktur kimianya, misalnya formaldehid, paraformaldehid, dan glutaraldehid. Turunan aldehid umumnya digunakan dalam campuran air dengan konsentrasi 0,5% - 5% dan bekerja dengan mendenaturasi protein sel bakteri (Somani, et al., 2011). Larutan formaldehid (formalin), mengandung formaldehid (HCOH) 37% yang mempunyai aktivitas antibakteri dengan kerja yang lambat. Larutan formaldehid digunakan untuk pengawetan mayat, desinfektan ruangan, alat-alat, dan baju dengan kadar 1:5000. Larutan formaldehid dalam air atau alkohol
digunakan
untuk
mendesinfeksi
tangan
dengan
konsentrasi maksimum 0,5 mg/L (Somani, et al., 2011). Turunan alkohol merupakan bahan yang banyak digunakan selain turunan aldehid, misalnya etanol (C2H5OH), isopropanol
9
(C3H7OH). Alkohol bekerja dengan mendenaturasi protein dari sel bakteri dan umumnya dibuat dalam campuran air pada konsentrasi 70% - 90%. Etanol bersifat bakterisid yang cepat, digunakan sebagai antiseptik kulit dan sebagai pengawet. Aktivitas bakterisidnya optimal pada kadar 70%. Isopropanol mempunyai aktivitas bakterisid lebih kuat dibandingkan etanol karena lebih efektif dalam menurunkan tegangan permukaan sel bakteri dan denaturasi bakteri (Elisabeth, dkk., 2012). Senyawa pengoksidasi yang umum digunakan sebagai desinfektan adalah hidrogen peroksida, benzoil peroksida, karbanid peroksida, kalium permanganat, dan natrium perborat (Aboh, et al., 2013). Benzoil peroksida
peroksida dan
asam
dalam benzoat.
air
melepaskan
Benzoil
hidrogen
peroksida
pada
konsentrasi 5-10% digunakan sebagai antiseptik dan keratolitik untuk pengobatan jerawat (Stampi, et al., 2002; Aboh, et al., 2013). Fenol, fenol terhalogenisasi, dan alkilfenol meskipun efek antibakterinya besar tetapi tidak dapat digunakan secara sistemik
karena
toksisitasnya
tinggi.
Senyawa-senyawa
tersebut hanya digunakan untuk antiseptik kulit, mulut, dan desinfektan. Contoh: timol, kresol, klorokresol, klorosilenol, dan betanaftol (Pratiwi, 2008). Turunan amonium kuartener seperti benzalkonium klorida, benzetonium klorida, setrimid, dequalinium klorida, dan domifen bromida.
Turunan
ini
mempunyai
efek
bakterisid
dan
bakteriostatik terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif, jamur, dan protozoa. Tetapi, turunan ini tidak aktif terhadap bakteri pembentuk spora, seperti Mycobacterim tuberculosis dan virus (Loughlin, et al., 2002; Ghanem, et al., 2012).
10
Benzalkonium klorida bekerja aktif pada permukaan sel dengan cara menghancurkan lemak pada membran sel, sehingga menyebabkan pemisahan lipid bilayer membran sel dan mengakibatkan kebocoran isi seluler (Gamage, et al., 2003). Keuntungan
penggunaan
turunan
amonium
kuartener
sebagai desinfektan antara lain adalah toksisitasnya rendah, kelarutan dalam air besar, stabil dalam larutan air, tidak berwarna, dan tidak menimbulkan korosi pada alat logam. Kerugiannya adalah senyawa ini tidak efektif dengan adanya sabun dan surfaktan anionik dan non ionik, ion Ca dan Mg, serum darah, makanan, dan senyawa kompleks organik (Fazlara dan Ekhtelat, 2012). Turunan halogen yang umum digunakan adalah berbasis iodium seperti larutan iodium, iodofor, dan povidon iodium. Kompleks klorin dengan senyawa organik disebut klorofor, sedangkan kompleks iodin dengan senyawa organik disebut iodofor. Halogen dan halogenofor digunakan sebagai antiseptik dan desinfektan. Klorin dan klorofor terutama digunakan untuk mendesinfeksi air, seperti air minum dan air kolam renang. Contohnya,
klorin
dioksida,
natrium
hipoklorit,
kalsium
hipoklorit, dan triklosan. Sedang iodin dan iodofor digunakan untuk antiseptik kulit sebelum pembedahan dan antiseptik luka. Turunan ini umumnya digunakan dalam larutan air dengan konsentrasi 1 - 5% dan mampu mengoksidasi dalam rentang waktu 10 - 30 menit. Contohnya, povidon iodium (Brewer, 2010). Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas desinfektan yang digunakan untuk membunuh jasad renik adalah ukuran dan
komposisi
populasi
jasad
renik,
konsentrasi
zat
11
antimikroba, lama paparan, temperatur, dan lingkungan sekitar (Pratiwi, 2008). Pada dasarnya ada persamaan jenis bahan kimia yang digunakan sebagai antiseptik dan desinfektan. Tapi tidak semua bahan desinfektan adalah bahan antiseptik karena adanya batasan dalam penggunaan antiseptik. Antiseptik tersebut harus memiliki sifat tidak merusak jaringan tubuh atau tidak bersifat keras. Terkadang penambahan bahan desinfektan juga dijadikan sebagai salah satu cara dalam proses sterilisasi, yaitu proses pembebasan kuman. Tetapi pada kenyataannya tidak semua bahan desinfektan dapat berfungsi sebagai bahan dalam proses sterilisasi (Kimbal, 2002). Beberapa istilah yang digunakan untuk menjelaskan proses pembasmian bakteri antara lain (Pelczar dan Chan, 2005) : a. Germisida adalah bahan yang dipakai untuk membasmi mikroorganisme dengan mematikan sel-sel vegetatif, tetapi tidak selalu mematikan sporanya. b. Bakterisida adalah bahan yang dipakai untuk mematikan bentuk-bentuk vegetatif bakteri. c. Bakteriostatik
adalah
suatu
bahan
yang
mempunyai
kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri tanpa mematikannya. d. Antiseptik adalah suatu bahan yang menghambat atau membunuh mikroorganisme dengan mencegah pertumbuhan atau menghambat aktivitas metabolismenya. e. Disinfektan adalah bahan yang dipakai untuk membasmi bakteri dan mikroorganisme patogen tapi belum tentu beserta sporanya.
12
2. Koefisien Fenol Koefisien fenol merupakan kemampuan suatu desinfektan dalam membunuh bakteri dibandingkan dengan fenol. Uji ini dilakukan
untuk
membandingkan
aktivitas
suatu
produk
(desinfektan) dengan fenol baku dalam kondisi uji yang sama. Fenol dijadikan standar dalam uji efektivitas desinfektan karena kemampuannya dalam membunuh jasad renik sudah teruji. Penentuan koefisien fenol adalah untuk mengevaluasi kekuatan anti
mikroba
suatu
desinfektan
dengan
memperkirakan
efektivitasnya berdasarkan konsentrasi dan lamanya kontak terhadap mikroorganisme tertentu (Somani, et al., 2011). Fenol (C6H5OH) merupakan zat pembaku daya antiseptik sehingga daya antiseptik dinyatakan dengan koefisien fenol. Koefisien fenol merupakan sebuah nilai aktivitas germisidal suatu antiseptik dibandingkan dengan efektivitas germisidal fenol. Aktivitas germisidal adalah kemampuan suatu senyawa antiseptik untuk membunuh mikroorganisme dalam jangka waktu tertentu. Fenol merupakan salah satu germisidal kuat yang telah digunakan dalam jangka waktu panjang (Campbell, 2004). Koefisien fenol yang kurang dari 1 menunjukkan bahwa bahan antibakteri tersebut kurang efektif dibanding dengan fenol. Sebaliknya, jika koefisien fenol lebih dari 1 maka bahan antibakteri tersebut lebih efektif jika dibandingkan dengan fenol (Campbell, 2004). Senyawa golongan fenol dan fenol terhalogenasi yang telah banyak dipakai antara lain fenol (asam karbolik), kresol, para kloro kresol dan para kloro xylenol. Golongan ini berdaya aksi dengan cara denaturasi dalam rentang waktu sekitar 10 30 menit dan umum digunakan dalam larutan air dengan konsentrasi 0,1-5%. Aplikasi proses disinfeksi dilakukan untuk
13
virus dan spora tetapi tidak baik digunakan untuk membunuh beberapa jenis bakteri Gram positif dan ragi. Adapun keunggulan
dari
golongan
golongan
fenol
dan
fenol
terhalogenasi adalah sifatnya yang stabil, persisten, dan ramah terhadap beberapa jenis material, sedangkan kerugiannya antara lain susah terbiodegradasi, bersifat racun, dan korosif (Rismana, 2008).
3. Bakteri Peseudomonas aeroginosa
Gambar 2.1 Bakteri Pseudomonas aeruginosa
a. Pengertian Pseudomonas aeruginosa Kata Pseudomonas berarti ‘unit palsu’ dari bahasa Yunani “Pseudo” yang berarti palsu dan “monas” yang berarti unit tunggal. Kata ‘mon’ awalnya digunakan dalam sejarah mikrobiologi yang mengacu pada bakteri atau germisida, kingdom monera, spesies aeruginosa berasal dari awalan bahasa Yunani “ae” yang berarti “tua” dan akhiran “ruginosa” berarti mengerut atau tidak rata. Suatu pigmen bakteri hijaukebiruan seringkali seperti “tembaga berkarat” jika dilihat
14
pada
kultur-kultur
laboratorium
dari
Pseudomonas
aeruginosa (anonim, 2008). b. Klasifikasi Pseudomonas
aeruginosa
memiliki
klasifikasi
sebagai
berikut: Kingdom : Bacteria Phylum : Proteobacteria Class : Gamma Proteobacteria Order : Pseudomonadales Family : Pseudomonadadaceae Genus : Pseudomonas Species : Aeruginosa (Todar, 2008) Pseudomonas aeruginosa termasuk ke dalam famili Pseudomonadaceae. Pseudomonadaceae dan beberapa genus lain bersama beberapa organisme tertentu dikenal sebagai Pseudomonad. Istilah Pseudomonad ditunjukkan pada bakteri yang mempunyai perlengkapan fisiologik sama dengan bakteri dari genus Pseudomonas. Beberapa bakteri ini pada awalnya termasuk genus Pseudomonas tetapi kemudian dipindahkan ke genus atau famili lain karena jauhnya jarak filogenik bakteri-bakteri tersebut dari genus Pseudomonas (Todar, 2004). c. Karakteristik Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang lurus atau lengkung, berukuran sekitar 0,6 x 2 µm, ditemukan tunggal, berpasangan, dan kadang-kadang membentuk rantai pendek, tidak mempunyai spora, tidak mempunyai selubung (sheath), serta mempunyai flagel (Madigan et al., 2003; Jawetz et al., 2001). Namun bakteri ini kadang-kadang memiliki dua atau tiga flagel sehingga selalu bergerak (Todar, 2004).
15
Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri aerob yang dapat tumbuh dengan mudah pada banyak jenis media pembiakan, karena memiliki kebutuhan nutrisi yang sangat sederhana.
Penelitian
menggunakan
medium
tingkat paling
laboratorium
dapat
sederhana
untuk
pertumbuhannya yang terdiri dari asam asetat (sumber karbon) dan ammonium sulfat (sumber nitrogen). Koloni Pseudomonas aeruginosa mengeluarkan bau manis atau menyerupai
anggur
yang
dihasilkan
aminoasetafenon.
Beberapa strain dari dapat menghemolisis darah (Todar, 2004 ; Jawetz et al., 2001). Pseudomonas aeruginosa menghasilkan satu atau lebih pigmen, yang dihasilkan dari asam amino aromatik seperti tirosin dan fenilalanin. Beberapa pigmen tersebut antara lain: piosianin
(pigmen
berwarna
biru),
pioverdin
(pigmen
berwarna kuning), piorubin (pigmen berwarma merah), dan piomelanin (pigmen berwarna coklat) (Todar, 2004). d. Epidemiologi Habitat Pseudomonas aeruginosa dapat ditemukan di tanah dan air. Pseudomonas aeruginosa dapat dijumpai pada daerah lembab di kulit dan dapat membentuk koloni pada saluran pernafasan bagian atas pasien-pasien di rumah sakit (Levinson & Jawetz, 2003). Kontaminasi Pseudomonas aeruginosa di lingkungan rumah sakit dapat ditemukan pada alat-alat kesehatan, alat bantu pernafasan, makanan, saluran pembuangan air, dan kain pel. Dilaporkan di
unit
perawatan
intensif
neonatus,
Pseudomonas
aeruginosa paling sering membentuk koloni di saluran pernafasan dan saluran cerna. Pada bayi prematur sering ditemukan adanya bakteri ini karena kondisi lingkungan yang mendukung pertumbuhannya. Penyebaran bakteri ini dapat
16
terjadi dari pasien ke pasien, melalui kontak langsung dengan reservoir atau lewat pencemaran makanan dan minuman yang terkontaminasi (Todar, 2004; Foca et al., 2000). Patogenesis Pseudomonas aeruginosa merupakan suatu bakteri yang bersifat oportunistik, yaitu bakteri yang dapat menyebabkan
infeksi
pada
penderita
apabila
sistem
kekebalannya menurun. Apabila mikroorganisme berada di dalam inang yang sistem kekebalannya telah terganggu, mikroorganisme dapat melintasi penghalang anatomi setelah luka bakar, pembedahan, dan mikroorganisme terbawa masuk melalui kateter, alat penyuntik, dan respirator yang terkontaminasi (Mayasari, 2005). Infeksi paru-paru dapat disebabkan karena infeksi Pseudomonas
aeruginosa.
Peseudomonas
aeruginosa
adalah batang Gram negatif, bergerak, aerob, beberapa di antaranya 3 menghasilkan pigmen yang larut dalam air. Peseudomonas earuginosa sering kali dihubungkan dengan penyakit yang ditularkan secara noksokomial pada manusia, yaitu infeksi yang didapat di rumah sakit. Bakteri ini sering diisolasi dari penderita luka dan luka bakar yang berat. Selain itu bakteri ini dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan (Radji, 2011).
4. Media Pembiakan Bakteri/Mikroorganisme a. Media biakan Suatu bahan atau campuran bahan - bahan yang digunakan
untuk
(mikroorganisme). mengandung pertumbuhan
memper Media
senyawa
banyak
perbanyakan –
senyawa
mikroorganisme
jasad
renik
mikroorganisme
kimia tersebut.
pendukung Karena
17
keanekaragaman mikroorganisme dan berbagain macam jalur metabolismenya sehingga terdapat berbagai macam media. Bahan perbedaan komposisi media yang kecil pun dapat menyebabkan perbedaan karakteristik pertumbuhan mikroba secara dramatis. Selain untuk menumbuhkan jasad renik, mediabiakan berguna untuk : 1) Mempelajari
aktivitas
mikroba
dengan
melihat
pertumbuhan zat di dalam media itu. 2) Mengetahui pengaruh suatu bahan terhadap jasad renik. 3) Mendapatkan zat tertentu yang dihasilkan oleh jenis mikroba tertentu pula. Untuk
membuat
media
perlu
disediakan
bahan-
bahannya, baik bahan yang telah tersedia (buatan atau hasil teknologi) ataupun bahan-bahan yang diambil dari alam. Ketika metode pertumbuhan mikroorganisme dikembangkan pada abad 19, terutama oleh Robert Koch dan teman-teman, jaringan hewan dan tanaman adalah yang terutama dipakai sebagai sumber nutrien untuk menunjang pertumbuhan mikroba. Ekstrak jaringan tanaman dan binatang disiapkan sebagai kaldu atau dicampur dengan agar untuk membuat berbagai macam media pertumbuhan. Cairan (kaldu) daging dan tanaman adalah ekstrak cair yang biasa digunakan sumber nutrient untuk menumbuhkan mikroba. Cairan seperti ini mengandung asam amino dan peptida dengan berat molekul rendah, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Ekstrak jaringan hewan menganudng komponen protein larut dalam air, dengan konsentrasi cukup tinggi, dan glikogen. Ekstrak jaringan tanaman mengandung karbohidrat relatif tinggi. Kaldu biasanya berasal dari jantung sapi atau jaringan hewan lainnya. Pembuatannya dengan cara mendidihkan sejumlah jaringan hewan, kemudian kaldunya (atau lebih
18
sering kaldu dikeringkan dan hasil padatan keringnya) digunakan untuk pembuatan medium. b. Jenis Media Media biakan dapat dibedaka menjadi beberapa macam, berdasarkan kriteria tertentu, misalnya; 1) Menurut fase (sifat fisiknya), media dibedakan : a) Media cair adalah media yang tidak mengandung agar sehingga berupa cairan, misalnya : “nutrient broth”, kaldu daging. b) Media padat adalah media yang dibuat dari media cair dengan penambahan 12,5 gram agar tiap liter atau 120 gram gelatin tiap liter misalnya : nutrient agar : atau media yang berasal dari bahan-bahan padat seperti yang diambil dari tumbuhan misalnya kedele. c) Media setengah padat adalah media yang mengandung agar dengan konsentrasi kecil (kurang dari 0,5%). 2) Menurut komposisinya, media dibedakan : a) Media
sintetis
adalah
media
pertumbuhan
yang
komposisi zat kimianya diketahui. Contoh: glucose agar. b) Media semi sintetis adalah media yang sebagian komposisi zat kimianya diketahui. Contohnya: potato dextrose agar (PDA). c) Media bukan sintetis adalah media yang komposisi zat kimianya tidak diketahui. 3) Menurut fungsinya, media dibedakan a) Media dasar atau umum yaitu media yang digunakan secara umum, terdiri atas pepton, atau pepton dan ekstrak daging, atau pepton dan kaldu daging diberi 0,5 % NaCl.
19
b) Media selektiv adalah media yang digunakan untuk menumbuhkan satu macam organisme saja sedangkan organisme
lainnya
akan
mati.
Banyak
media
mengandung komponen - komponen selektif yang menghambat
pertumbuhan
mikroorganisme
tidak
dikehendaki media selektifterutama berguna untuk mengisolasi mikroorganisme yang spesifik dari populasi campuran. c) Media diferensial adalah media dengan penambahan zat tertentu dengan tujuan membedakan secara nyata mikroba yang dikehendaki dari yang lainnya tetapi tumbuh bersama-sama dalam suatu media. d) Media uji (assay) adalah media yang digunakan untuk menguji pengaruh antibiotik terhadap mikroba : atau media untuk menguji vitamin, asam amino, atau enzim. e) Media diperkaya atau khusus, yaitu media yang diberi tambahan bahan-bahan tertentu seperti darah serum, atau ekstrak dari tumbuhan atau jaringan untuk merangsang pertumbuhan mikroba heterotof. Nutrien agar adalah medium umum untuk uji air dan produk dairy. NA juga digunakan untuk pertumbuhan mayoritas dari mikroorganisme yang tidak selektif, dalam artian mikroorganisme heterotrof. Media ini merupakan media sederhana yang dibuat dari ekstrak beef, pepton, dan agar. Na merupakan salah satu media yang umum digunakan dalam prosedur bakteriologi seperti uji biasa dari air, sewage, produk pangan, untuk membawa stok kultur, untuk pertumbuhan sampel pada uji bakteri, dan untuk mengisolasi organisme dalam kultur murni. Untuk komposisi nutrien agar adalah eksrak beef 10 g, pepton 10 g, NaCl 5 g, air desitilat 1.000 ml dan 15 g agar/L. Agar dilarutkan dengan
20
komposisi lain dan disterilisasi dengan autoklaf pada 121°C selama 15 menit. Kemudian siapkan wadah sesuai yang dibutuhkan. Nutrient broth merupakan media untuk mikroorganisme yang berbentuk cair. Intinya sama dengan nutrient agar. Nutrient broth dibuat dengan cara sebagai berikut : 1. Larutkan 5 g pepton dalam 850 ml air distilasi/akuades. 2. Larutkan 3 g ekstrak daging dalam larutan yang dibuat pada langkah pertama 3. Atur pH sampai 7,0. 4. Beri air distilasi sebanyak 1.000 ml. 5. Sterilisasikan dengan autoklaf.
5. Sterilisasi Macam-macam sterilisasi (Machmud, 2008), ada prinsipnya sterilisasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu secara mekanik, fisik dan kimiawi. a. Sterilisai secara mekanik (filtrasi) menggunakan suatu saringan yang berpori sangat kecil (0.22 mikron atau 0.45 mikron) sehingga mikroba tertahan pada saringan tersebut. Proses ini ditujukan untuk sterilisasi bahan yang peka panas, misal nya larutan enzim dan antibiotik. b. Sterilisasi secara fisik dapat dilakukan dengan pemanasan & penyinaran. ● Pemanasan 1) Pemijaran (dengan api langsung): membakar alat pada api secara langsung, contoh alat: jarum inokulum, pinset, batang L, dll. 2) Panas kering: sterilisasi dengan oven kira-kira 601800C. Sterilisasi panas kering cocok untuk alat yang
21
terbuat dari kaca misalnya erlenmeyer, tabung reaksi dll. 3) Uap air panas: konsep ini mirip dengan mengukus. Bahan
yang
mengandung
menggungakan
metode
ini
air supaya
lebih
tepat
tidak
terjadi
dehidrasi. 4) Uap air panas bertekanan: menggunalkan autoklaf ● Penyinaran dengan UV Sinar Ultra Violet juga dapat digunakan untuk proses sterilisasi, misalnya untuk membunuh mikroba yang menempel pada permukaan interior Safety Cabinet dengan disinari lampu UV c. Sterilisaisi secara kimiawi biasanya menggunakan senyawa desinfektan antara lain alkohol. Sterilisasi dengan panas adalah unit operasi dimana bahan dipanaskan dengan suhu yang cukup tinggi dan waktu yang cukup lama untuk merusak mikrobia dan aktivitas enzim. Sebagai hasilnya, bahan yang disterilkan akan memiliki daya simpan lebih dari enam bulan pada suhu ruang. Contoh proses sterilisasi adalah produk olahan dalam kaleng
seperti
kornet,
sarden
dan
sebagainya.
Perkembangan teknologi prosesing yang memiliki tujuan mengurangi kerusakan nutrien dan konponen sensoris dan juga
mengurangi
waktu
prosesing
menjadikan
teknik
serilisasi terus dikembangkan. Lamanya waktu sterilisasi yang
dibutuhkan
mikroorganisme
bahan dan
dipengaruhi
enzim
terhadap
oleh: panas,
resistensi kondisi
pemanasan, pH bahan, ukuran wadah atau kemasan yang disterilkan, keadaan fisik bahan (Machmud, 2008). Sterilisasi dengan panas kering, alat yang umum dikenal adalah oven. Alat ini dipakai untuk mensterilkan alat-alat
22
gelas seperti erlenmeyer, petridish, tabunng reaksi dan alat gelas lainnya. bahan-bahan seperti kapas, kain dan kertas dapat disterilkan dengan alat ini. pada umunhya suhu yang digunakan pada sterilisasi secara kering adalah 170 - 1800C selama palinng sedikit 2 jam. Lama sterilisasi tergantung pada alat dan jumlahnya (Machmud, 2008). Sterilisasi
dengan
uap
air
panas,
bahan
yang
mengandung cairan tidak dapat didterilkan dengan oven sehingga digunakan alat ini. alat ini disebut Arnold steam sterilizer dengan suhu 1000C dalam keadaan lembab. Secara sederhana dapat pula digunakan dandang. Mulamula bahan disterilkan pada suhu 1000C selama 30 menit untuk membunuh sel-sel vegetatif mikrobia. kemudian disimpan
pada
suhu
kamr
24
jam
untuk
memberi
kesempatan spora tumbuh menjadi sel vegetatif, lalu dipanaskan lagi 1000C 30 menit. dan diinkubasi lagi 24 jam dan disterilkan lagi, jadi ada 3 kali sterilisasi. Banyak bakteri berspora
belum
mati
dengan
cara
ini
sehingga
dikembangkan cara berikutnya yaitu uap air bertekanan (Machmud, 2008). Sterilisasi dengan uap air panas bertekanan, alat ini disebut autoklaf (autoclave) untuk steriliasasi ini alat dilengkapi dengan katup pengaman. Alat diisi dengan air kemudian bahan dimasukkan. Panaskan sampai mendidih dan dari katup pengaman kelaur uap air dengan lancara lalu ditutup. Suhu akan naik sampai 1210C dan biarkan selama 15 menit (untuk industri pengalengan ada perhitungan tersendiri), lalu biarkan dingin sampai tekanan normal dan klep pengaman dibuka, cara ini akan mematikan spora dengan cara penetrasi panas ke dalam sel atau spora sehingga lebih cepat. Cara mana yang dipilih tergantung
23
bahan, biaya dan ketersediaan alat, untuk bahan yang tidak tahan panas, maka cara diatas tidak dapat dipakai (Machmud, 2008). Sterilisasi yang umum dilakukan dapat berupa: a. Sterilisasi secara fisik (pemanasan, penggunaan sinar gelombang pendek yang dapat dilakukan selama senyawa kimia yang akan disterilkan tidak akan berubah atau terurai akibat temperatur atau tekanan tinggi). Dengan udara panas, dipergunakan alat “bejana/ruang panas” (oven dengan temperatur 1700 – 1800C dan waktu yang digunakan adalah 2 jam yang umumnya untuk peralatan gelas). b. Sterilisasi secara kimia (misalnya dengan penggunaan disinfektan, larutan alkohol, larutan formalin). c. Sterilisasi secara mekanik, digunakan untuk beberapa bahan yang akibat pemanasan tinggi atau tekanan tinggi akan mengalami perubahan, misalnya adalah dengan saringan/filter. Sistem kerja filter, seperti pada saringan lain adalah melakukan seleksi terhadap partikel-partikel yang lewat (dalam hal ini adalah mikroba) (Suriawiria, 2005).
B. Hasil Penelitian yang Relevan Koefisien fenol adalah ukuran kemampusn desinfektan dalam membunuh bakteri dibandingkan dengan fenol sebagai standar.nilai koefisien fenol hasil perbandingan antara desinfektan uji dengan fenol standar diartikan kedalam dua bagian, yaitu apabila nilai koefisien fenol kurang atau sama dengan 1 maka hal tersebut menunjukan bahwa efektivitas desinfektan yang di uji sama atau lebih kecil daripada fenol. Sedangkan jika nilai koefisien fenol yang didapat hasilnya lebih dari 1 berarti desinfektan yang diuji lebih
24
efektif dalam membunuh bakteri uji pembanding fenol (campbell, 2004) Lindawati
tahun
2012,
dengan
judul
Koefisien
Fenol
Benzalkonium klorida 1,5 % dan Pine Oil 2,5% dalam Larutan Pembersih
Lantai
Terhadap
Staphylococcus
aureus
dan
Escherichia coli. Melakukan uji efektivitas produk pembersih lantai yang mengandung benzalkonium klorida 1,5 % dan pine oil 2,5 % terhadap bakteri staphylococcus aureus dan escherichia coli diperoleh hasil bahwa koefisien fenol benzalkonium klorida 1,5 % terhadap bakteri staphylococcus aureus dan escherichia coli adalah 1,33 dan 1,75. Selain itu, koefisien fenol pine oil 2,5 % terhadap bakteri staphylococcus aureus dan escherichia coli adalah 1,67 dan 2. Secara keseluruhan koefisien fenol desinfektan diperoleh melebihi nilai 1 yang artinya bahwa kedua desinfektan tersebut efektif dalam membunuh bakteri staphylococcus aureus dan escherichia coli. Selanjutnya, Eka Rahma 2015 dengan judul Penentuan Koefisien Fenol Pembersih Lantai Yang Mengandung Pine Oil 2,5 % terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa. Melakukan uji penentuan koefisien fenol pembersih lantai yang mengandung pine oil 2,5 % terhadap bakteri pseudomonas aeruginosa diperoleh hasil 1,08. Nilai ini menunjukan bahwa pine oil 2,5 % yang terkandung dalam pembersih lantai efektih membunuh bakteri pseudomonas aeruginosa. Dari beberapa hasil penelitian diatas, peneliti ingin meneliti dengan mengguinakan bakteri yang berbeda serta bahan aktif yang jumlahnya berbeda sebagai dasar penelitian yang akan dilakukan.
25
C. Kerangka Berfikir Dalam penelitian ini produk pembersih lantai di dapatkan di supermarket dan pembelian onlaine. Kedua produk pembersih lantai X dan Y dibandingkan dengan metode koefisien fenol untuk mengetahui khasiatnya sebagai desinfektan dengan melihat ada tidaknya pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeroginosa. Kerangka berfikir pada penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut : Produk Pembersih Lantai (Desinfektan)
Uji Efektivitas Desinfektan 2 Produk Pembersih Lantai Menggunakan Bakteri Pseudomonas aeroginosa dengan Metode Koefisien Fenol dengan pengenceran 1:20, 1:30, 1:40, 1:50, 1:60, 1:70.
Efektif Membunuh Bakteri Pseudomonas aeroginosa
Tidak Efektif membunuh Bakteri Pseudomonas aeroginosa
Gambar 2.2 Kerangka Berfikir
D. Hipotesis Peneliti bermaksud mengetahui sampel pembersih lantai memiliki daya bunuh terhadap bakteri, sehingga hipotesis penilitian ini adalah : 1. Desinfektan produk X dan Y efektif membunuh bakteri Pseudomonas aeroginosa. 2. Adanya perbedaan efektivitas desinfektan produk X dan Y.
DAFTAR PUSTAKA
Aboh, M., Oladosu, P., dan Ibrahim, K. (2013). Antimicrobial Activities of Some Brands of Households Disinfectants Marketed in Abuja Municipal Area Council, Federal Capital Territory, Nigeria. American Journal of Research Communication. 1(8): 172-183. Butcher, W & Ulaeto, D. 2010. Contact Inactivation of Orthopoxviruses by Household Disinfectants. Philadelphia: Department of Biomedical Sciences, Dstl Porton Down. P 279-283. Brewer, C. (2010). Variations in Phenol Coefficient Determinations of Certain Disinfectants. American Journal of Public Health. 33(1): 261. Brooks, G.F., Carroll, K.C., Butel, J.S., Morse, S.A. 2007. Jawetz, Melnick & Adelberg’s Medical Microbiology. 24th ed. New York: McGraw-Hill Companies. p. 57, 174, 224-30, 249-56. Campbell NA, Reece, Mitchell. 2004. Biology Concept andConnection. Ed.5. San Fransisco: Benjamin Cummings. Fazlara, A and Ekhtelat, M. (2012). The Disinfectant Effects of Benzalkonium Chloride on Some Important Foodborne Pathogens. American-Eurasian
Journal
of
Agricultural
&
Environment
Scientifique. 12(1): 23-29. Ghanem, K.M., Fassi, F.A., and Hazmi, N.M. (2012). Optimization of Chloroxylenol Degradation by Aspergillus niger Using PlackettBurman Design and Response Surface Methodology. African Journal of Biotechnology. 11(84): 144-156. https://signaterdadie.wordpress.com/2009/10/08/desinfektan/ ( diakses 15 februari 2016 ) Kimball, J.W. 2002. Fisiologi Tumbuhan. Erlangga. Jakarta. Lembah S, Eko BK, Ramadhani. (2012) Benzalkonium Chloride and pine Oil Containing Cleaning Fluid is not Effective Agains Pseudomonas aeruginosa. Folia Medica Indonesiana.
Lindawaty VW. (2012). Koefisien Fenol Beberapa Pembersih Lantai terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli [Internet]. Bandung : Universitas Maranatha Loughlin, M.F., Jones, M.V., and Lambert, P.A. (2002). Pseudomonas aeruginosa
Cells
Adapted
to
Benzalkonium
Chloride
Show
Resistance to Other Membran-active Agents But Not to Clinically Relevant Antibiotics. Merseyside: Microbiology Research Group, School of Life and Health Sciences, Aston University. Hal. 631-639. Pelczar,M.J; and E.C.S.Chan. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jilid 2. Jakarta: UI-press Pohla, S., 2008. Sole Survivors Bacteria Build Up on Shoe Bottoms. http://www.post-gazette.com/stories/news/health/sole-survivorsbacteria-build-up-on-shoe-bottoms-394927/ Pratiwi, ST. (2008). Mikrobiologi Farmasi. Yogyakarta: Penerbit Erlangga. Halaman 176. Rasmika Dewi Dap, Susi Iravati, Sarto. 2008. Efektivitas Beberapa Desinfektan Terhadap Isolat Bakteri Lantai Ruang Bedah Instalasi Bedah Sentral (IBS) Rumah Sakit Sanglah Denpasar. Medicina, 39 (2). p. 132-7. Somani, S.B., Ingole, W.N., and Kulkarni, S.N. (2011). Disinfection of Water by Using Sodiun Chloride (NaCl) and Sodium Hypochlorite (NaOCl).
Shegaon: Shri Sant
Gajanan Maharaj College
of
Engineering. Stampi, S., De Luca, G., Onorato, M., Ambrogiano, E., and Zanetti, F. (2002). Peracetic Acid as an Alternative Wastewater Disinfectant to Chlorine Dioxide. Bologna: Department of Medicine and Public Health, Division of Hygiene, University of Bologna. Hal. 725-731. Tjay dan Rahardja, 2002, Obat-obat Penting, Khasiat, Pengunaaan dan Efek Sampingnya, Edisi V, PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta
Universitas Padjadjaran. 2007. Koefisien Fenol Beberapa Sampel Pembersih
Tangan
Terhadap
Escherichia coli. Bandung.
Staphylococcus
aureus
dan