UJI KOEFISIEN FENOL PRODUK ANTISEPTIK DAN DISINFEKTAN YANG MENGANDUNG SENYAWA AKTIF BENZALKONIUM KLORIDA
HERA FAJRIPUTRI
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M/ 1435 H
UJI KOEFISIEN FENOL PRODUK ANTISEPTIK DAN DISINFEKTAN YANG MENGANDUNG SENYAWA AKTIF BENZALKONIUM KLORIDA
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Jurusan Biologi FakultasSains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
HERA FAJRIPUTRI 106095003197
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M/ 1435 H
UJI KODFISIEN FENOL PRODUK ANTISEPTIK DAN DISINFEKTAN YANG MENGANDUNG SENYAWA AKTIF BENZALKONIUM
KLORIDA
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Ur,iversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
HERA FAJRIPUTRI 10609s003197
Menyetuj ui,
Pembimbing II
Pembimbing I
Reno Fitri. M.Si NIDN.031308760s
Dr4-NatiBadiastulL-14-Si
NIP
196s0902.2000.1 1.2000
Mengetahui. Ketua Jurusan Biologi
Dr. Dasumiati, I\4. Si NIP. 1 9730923. I 999 .03.2002
PENGESAHAN UJIAN
"Uji Kocfisien Fenol Produk Antiseptik dan Disinfektan yang iVlcngandung Senyarva Aktif Benzalkonium Klorida', yang
Munaqosah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif IJidayatullah Jakarra pada ranggal26 Mei 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana strata satu (S1) iurusan 13iologi.
Menyetu.jui:
Pcnsuji I
Penguj
l/^ la Mrav6nti. NTP.
I
Nl.Si
i II
Dr. Dasumiati. M.Si NIP. 1 9730923. 1999.03.2002
690317 .2A03.12.2001
Penrtrinrbins I
Pembimbing II
Dra. Nani Radiastuti. M. Si NrP, l 9650902.20001 1.2000
Reno Fitri. M. Si NIDN. 0i 13087605 Merrgetalrui,
l)ckan Fal<
Lrltas Sains dan
P
Teknologi
l9720816.1999.03.100i
Ketua Jurusar.r Biologi
fl*
Dr. Dasuntiati. M.Si NIP. I 9730923. 1999.03.2002
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENARBENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Mei 2014
HERA FAJRIPUTRI 106095003197
ABSTRAK
HERA FAJRIPUTRI, Uji Koefisien Fenol Produk Antiseptik dan Disinfektan yang Mengandung Senyawa Aktif Benzalkonium Klorida. Skripsi. Jurusan Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Uji koefisien fenol diperlukan untuk mengetahui efektivitas suatu senyawa aktif pada produk antiseptik dan disinfektan. Penelitian bertujuan untuk mengukur efektivitas produk antiseptik dan disinfektan yang mengandung senyawa aktif benzalkonium klorida dan membandingkannya dengan produk sejenis yang mengandung senyawa aktif berbeda berdasarkan nilai koefisien fenolnya. Metode turbidimetri digunakan untuk mengamati ada atau tidak adanya kekeruhan pada produk yang diuji. Pengujian dilakukan terhadap Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa. Produk efektif bila memiliki nilai koefisien fenol lebih dari 1 (>1). Berdasarkan hasil pengamatan, produk antiseptik dan disinfektan yang mengandung senyawa aktif benzalkonium klorida memiliki nilai koefisien fenol lebih dari 1 (>1) terhadap kedua bakteri tersebut.
Kata kunci: Antiseptik, Benzalkonium Klorida, Disinfektan, Koefisien Fenol
ABSTRACT HERA FAJRIPUTRI, Phenol Coefficient Test of Antiseptic and Disinfectant Products which Contains of Benzalkonium Chloride Active Compound. Department of Biologi. Faculty of Scince and Technology. State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta. Phenol coefficent test was required to find out the activity of a chemical active compound from antiseptic and disinfectant products. These research was aimed to measured the effectivity of antiseptic and disinfectant products and compared it with similar products which contained of different active compound according to phenol point. Turbidimetry method was used to observed the tested products. These research was tested to Bacillus cereus and Pseudomonas aeruginosa. Products effective if the phenol point was more than 1 (>1). According to the observation, the antiseptic and disinfectant products which contained of benzalkonium klorida active compound have phenol coefficient point more than 1 (>1).
Keywords: Antiseptic, Benzalkonium Chloride, Disinfectant, Phenol Coefficient
KATA PENGANTAR
Syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia, shalawat serta salam kepada Rosululloh Muhammad saw yang telah membawa risalah-Nya hingga sampai kepada kita, aamiin. Alhamdulillah, skripsi yang berjudul “Uji Koefisien Fenol Produk Antiseptik dan Disinfektan yang Mengandung Senyawa Aktif Benzalkonium Klorida” telah penulis selesaikan. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan, saran dan motivasi kepada: 1. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dr. Dasumiati, M.Si selaku Ketua Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta serta Penguji II pada sidang munaqosyah yang telah memberikan pengarahan pada penyusunan skripsi ini. 3. Dra. Nani Radiastuti, M.Si selaku pembimbing I yang dengan sabar memberikan bantuan, bimbingan, saran dan pencerahan selama melaksanakan penelitian hingga selesainya skripsi ini.
i
4. Reno Fitri, M.Si selaku pembimbing II yang dengan sabar memberikan bantuan, bimbingan, saran dan pencerahan selama melaksanakan penelitian hingga selesainya skripsi ini. 5. Dr. Fahma Wijayanti, M. Si selaku Penguji I yang telah memberikan pengarahan pada penyusunan skripsi ini. 6. Laboran Laboratorium Biologi Lantai IV di Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Seluruh staf pengajar Jurusan Biologi yang telah memberikan ilmu pengetahuan selama penulis menuntut ilmu di Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 8. Kedua orang tua tercinta, Tri Sudarsi dan Atolin yang tak pernah putus mendoakan dan mendukung 100%. 9. My heart and my soul, Syaiful dan Zaydan Kautsar Alfatih atas perhatian, hiburan dan motivasi kepada penulis. 10. Rekan-rekan seperjuangan selama penulis menyelesaikan skripsi, the expired warrior: Anna Mariana, Nurkhasanah, Yunita Handiyana dan Bambang Budi Purwanto atas hari-hari yang indah. 11. Almamater Biologi angkatan 2006 yang telah berbagi suka-duka, tawa dan air mata selama kuliah. Terima kasih atas kebersamaannya hingga saat ini. 12. Pihak-pihak lain yang tidak bias penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi.
ii
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan ridho dan keberkahan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan tersebut di atas, aamiin. Penulis sadar skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik yang membangun diharapkan dari para pembaca. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Jakarta, Mei 2014
Penulis
iii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ...................................................................................
i
DAFTAR ISI .................................................................................................. iv DAFTAR TABEL ......................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. viii
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ..............................................................................
1
1.2. Rumusan Masalah .........................................................................
3
1.3. Hipotesis........................................................................................
3
1.4. Tujuan Penelitian ..........................................................................
4
1.5. Manfaat Penelitian ........................................................................
4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Antiseptik dan Disinfektan ............................................................
5
2.2. Benzalkonium Klorida .................................................................. 11 2.3. Koefisien Fenol ............................................................................. 13 2.4. Bakteri Uji ..................................................................................... 15
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................... 18 3.2. Alat dan Bahan .............................................................................. 18 3.3. Cara Kerja ..................................................................................... 19 3.3.1. Penyiapan Media ................................................................ 19 3.4.2. Pembuatan NaCl ................................................................. 19
iv
3.4.3. Peremajaan Bakteri ............................................................. 19 3.4.4. Pembuatan Inokulum .......................................................... 19 3.4.5. Pembuatan Stok Suspensi Bakteri ...................................... 20 3.4.6. Pengenceran Produk Uji dan Pembanding ......................... 20 3.4.7. Pengenceran Fenol .............................................................. 20 3.4.8. Pengujian Koefisien Fenol.................................................. 21
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Koefisien Fenol Bacillus cereus.................................................... 22 4.2. Koefisien Fenol Pseudomonas aeruginosa .................................. 28
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan .................................................................................. 35 5.2. Saran .............................................................................................. 35
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
v
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel 1. Profil Benzalkonium Klorida ............................................................. 12 Tabel 2. Produk Uji dan Produk Pembanding ................................................. 13 Tabel 3. Ciri Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif .................................... 15 Tabel 4. Faktor Pengenceran Produk ............................................................... 20 Tabel 5. Faktor Pengenceran Fenol ................................................................. 20 Tabel 6. Nilai Koefisien Fenol Bacillus cereus .............................................. 22 Tabel 7. Tabel Pengamatan Kekeruhan Bacillus cereus .................................. 23 Tabel 8. Nilai Koefisien Fenol Pseudomonas aeruginosa .............................. 29 Tabel 10. Nilai Koefisien Fenol Bacillus cereus ............................................ 30
vi
DAFTAR GAMBAR Halaman
Gambar 1. Grafik Nilai Koefisien Fenol Bacillus cereus ............................... 25 Gambar 2. Grafik Nilai Koefisien Fenol Pseudomonas aeruginosa................ 31
vii
DAFTAR LAMPIRAN HALAMAN
Lampiran 1. Kerangka Berpikir ....................................................................... 38 Lampiran 2. Skema Kerja ................................................................................ 39 Lampiran 3. Produk Pembanding ..................................................................... 40 Lampiran 4. Hasil Pengamatan Uji Fenol Bacillus cereus .............................. 41 Lampiran 5. Hasil Pengamatan Uji Fenol Pseudomonas aeruginosa .............. 42
viii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Antibakteri diartikan sebagai bahan yang mengganggu pertumbuhan dan metabolisme bakteri, sehingga bahan tersebut dapat menghambat pertumbuhan atau bahkan membunuh bakteri (Pelczar dan Chan, 2005), diantaranya adalah dengan menggunakan antiseptic dan disinfektan. Antiseptik merupakan zat yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteri. Disinfektan adalah bahan kimia yang dapat mematikan sel vegetative bakteri tetapi belum tentu mematikan sporanya (Isadiartuti dan Retno, 2005). Disinfektan biasanya digunakan untuk melindungi benda-benda mati, tidak untuk organ hidup (Thamher, 2002). Salah satu senyawa antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri adalah benzalkonium klorida. Benzalkonium klorida merupakan senyawa aktif dalam produk yang diuji pada penelitian. Benzalkonium klorida merupakan senyawa turunan ammonium kuartener yang digunakan pada formulasi farmasetik sebagai pengawet. Larutan benzalkonium klorida mempunyai kisaran aktivitas antibakteri yang luas, khususnya terhadap bakteri Gram positif. Benzalkonium klorida juga mempunyai sifat higroskopis dan dapat dipengaruhi oleh cahaya, air, dan logam (Pelczar dan Chan, 2005).
1
2
Produk antiseptik yang digunakan dalam penelitian terdapat dua buah, yaitu produk A (berupa sabun cuci tangan menggunakan air) dan produk B (sabun cuci tangan tanpa air/ instan). Produk disinfektan yang digunakan dalam penelitian terdapat dua buah, yaitu produk C (pembersih toilet) dan produk D (pembersih serba guna berupa krim) yang mengandung senyawa aktif benzalkonium klorida, juga benzalkonium klorida murni itu sendiri yang akan dicari tahu nilai koefisien fenolnya. Pengujian fenol juga dilakukan pada produk sejenis yang memiliki senyawa aktif berbeda. Produk sejenis yang diuji dalam penelitian mengandung senyawa aktif triklokarban (sejenis dengan produk A), klorosilenol (sejenis dengan produk B), sodium hipoklorit (sejenis dengan produk C) dan kalsium karbonat (sejenis dengan produk D). Uji koefisien fenol dipilih karena belum adanya penelitian mengenai seberapa besar efektivitas daya antibakteri dari produk-produk tersebut. Fenol (C6H5OH) merupakan zat pembaku daya antiseptik sehingga daya antiseptik dinyatakan dengan koefisien fenol. Koefisien fenol yang kurang dari 1 menunjukkan bahwa senyawa antibakteri tersebut kurang efektif dibanding dengan fenol. Sebaliknya, jika koefisien fenol lebih dari 1 maka senyawa antibakteri tersebut lebih efektif jika dibandingkan dengan fenol (Campbell, 2004). Uji koefisien fenol merupakan uji standar yang digunakan untuk membandingkan suatu zat yang bersifat antiseptik dengan fenol sebagai zat pembanding. Hasilnya dinyatakan dalam koefisien fenol. Fenol digunakan sebagai pembanding karena fenol dianggap sebagai disinfektan yang paling tua yang telah diketahui kekuatannya (Lund, 1994).
3
Uji tersebut dilakukan terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif karena kedua bakteri tersebut bersifat kosmopolit dan dapat menyebabkan keracunan. Uji koefisien fenol dilakukan berdasarkan Waluyo (2008) yaitu didapat dari hasil bagi faktor pengenceran tertinggi produk-produk tersebut dengan faktor pengenceran tertinggi baku fenol yang masing-masing dapat membunuh bakteri (Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa) dalam jangka waktu 10 menit, tetapi tidak membunuh dalam jangka waktu 5 menit. 1.2. Rumusan Masalah a. Berapakah nilai koefisien fenol produk antiseptik dan disinfektan yang mengandung senyawa aktif benzalkonium klorida terhadap Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa? b. Bagaimana perbandingan nilai koefisien fenol produk tersebut dengan produk sejenis yang mengandung senyawa aktif berbeda? 1.3. Hipotesis a. Nilai koefisien fenol produk antiseptik dan disinfektan yang mengandung senyawa aktif benzalkonium klorida sebanding dengan fenol terhadap Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa. b. Nilai koefisien fenol produk antiseptik dan disinfektan yang mengandung senyawa aktif benzalkonium klorida sebanding dengan produk sejenis yang mengandung senyawa aktif berbeda.
4
1.4. Tujuan Penelitian a. Mengetahui efektivitas suatu produk antiseptik dan disinfektan yang mengandung senyawa aktif benzalkonium klorida melalui uji koefisien fenol terhadap Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa. b. Membandingkan efektivitas suatu produk antiseptik dan disinfektan yang mengandung senyawa aktif benzalkonium klorida dengan produk sejenis yang mengandung senyawa aktif berbeda. 1.5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai produk antiseptik dan disinfektan dengan senyawa aktif benzalkonium klorida yang benar-benar memiliki daya antibakteri yang aman untuk digunakan secara luas.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Antiseptik dan Disinfektan Antiseptik didefinisikan sebagai bahan kimia yang dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan jasad renik seperti bakteri, jamur dan lain-lain pada jaringan hidup. Disinfektan adalah senyawa yang dapat mencegah infeksi dengan jalan penghancuran atau pelarutan jasad renik yang patogen. Disinfektan digunakan untuk barang-barang tak hidup (Subronto dan Tjahajati, 2001). Beberapa istilah yang digunakan untuk menjelaskan proses pembasmian bakteri antara lain (Pelczar dan Chan, 2005) : a. Germisida
adalah
bahan
yang
dipakai
untuk
membasmi
mikroorganisme dengan mematikan sel-sel vegetatif, tetapi tidak selalu mematikan sporanya. b. Bakterisida adalah bahan yang dipakai untuk mematikan bentuk-bentuk vegetatif bakteri. c. Bakteriostatik adalah suatu bahan yang mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri tanpa mematikannya. d. Antiseptik adalah suatu bahan yang menghambat atau membunuh mikroorganisme dengan mencegah pertumbuhan atau menghambat aktivitas metabolismenya. Disinfektan adalah bahan yang dipakai untuk membasmi bakteri dan mikroorganisme patogen tapi belum tentu beserta sporanya.
5
6
Banyak zat kimia yang digolongkan sebagai antiseptik, berikut antiseptik yang umumnya digunakan (Saifuddin, 2005) : a. Alkohol 60-90% (etil, atau isopropil, atau ”methylated spirit”). b. Klorheksidin glukonat 2-4% c. Klorheksidin glukomat dan setrimid, dalam berbagai konsentrasi (Savlon). d. Yodium 3%, yodium dan produk alkohol berisi yodium atau tincture (yodium tinktur). e. Iodofor 7,5-10% berbagai konsentrasi (Betadine atau Wescodyne). f. Klorosilenol 0,5-4% (para kloro metaksilenol atau PCMX) berbagai konsentrasi. g. Triklosan 0,2-2% Disinfektan dapat digolongkan dalam beberapa kelompok berikut ini (Tjay, 2002), yakni : a. Senyawa halogen: Povidon-iod, iodoform, Ca-hipoklorit, Na-hipoklorit, tosilkloramida, klorheksidin, kliokinol, dan triklosan. b. Derivat: fenol, kresol, resorsinol, dan timol. c. Zat-zat
dengan
aktivitas
permukaan:
cetrimida,
cetylpiridinium,
benzalkonium, dan dequalinium. d. Senyawa
alkohol,
aldehida
dan
asam:
etanol
dan
isopropanol,
formaldehida dan glutaral, asam asetat dan borat. e. Senyawa logam: merkuri klorida, fenil merkuri nitrat dan merbromin, perak nitrat dan silverdiazin, sengoksida.
7
f. Oksidansia: hidrogen peroksida, sengperoksida, Na-perborat dan kalium klorat. g. Lainnya: heksetidin dan heksamidin, belerang, etilen oksida, oksikinolin dan acriflavin. Bahan antibakteri diartikan sebagai bahan yang mengganggu pertumbuhan dan
metabolisme
bakteri,
sehingga
bahan
tersebut
dapat
menghambat
pertumbuhan atau bahkan membunuh bakteri. Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibakteri dibagi menjadi 4 kelompok antara lain sebagai berikut (Jawetz, et al.,2005): a. Menghambat sintesis dinding sel bakteri. Bakteri mempunyai lapisan luar yang rigid, yakni dinding sel. Dinding sel mempertahankan bentuk bakteri dan pelindung sel bakteri yang mempunyai tekanan osmotik internal tinggi. Tekanan internal tersebut tiga hingga lima kali lebih besar pada bakteri Gram positif daripada bakteri Gram
negatif.
Trauma
pada
dinding
sel
atau
penghambatan
pembentukannya menimbulkan lisis pada sel. Pada lingkungan yang hipertonik, dinding sel yang rusak menimbulkan bentuk protoplast bakteri sferik dari bakteri Gram positif atau asferoplast dari bakteri Gram negatif. b. Mengganggu permeabilitas membran sel bakteri. Sitoplasma semua sel hidup dibatasi oleh membran sitoplasma yang berperan sebagai barrier permeabilitas selektif, membawa fungsi transpor aktif dan kemudian mengontrol komposisi internal sel. Jika fungsi integritas membran sitoplasma dirusak, makro molekul dan ion keluar dari
8
sel kemudian sel rusak atau terjadi kematian. Membran sitoplasma bakteri mempunyai struktur berbeda dibanding sel binatang dan dapat dengan mudah dikacaukan oleh agen tertentu. c. Menghambat sintesis protein sel bakteri. Bakteri mempunyai 70S ribosom, sedangkan sel mamalia mempunyai 80S ribosom. Subunit masing-masing tipe ribosom, komposisi kimianya dan spesifikasi fungsinya berbeda sehingga dapat menerangkan mengapa antibakteri mampu menghambat sintesis protein dalam ribosom bakteri tanpa berpengaruh pada ribosom mamalia. d. Menghambat sintesis atau merusak asam nukleat bakteri. Bahan antibakteri dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan ikatan yang sangat kuat pada enzim DNA Dependent RNA Polymerase bakteri sehingga menghambat sintesis RNA bakteri. Disinfeksi berarti mematikan atau menyingkirkan organisme yang dapat menyebabkan infeksi. Disinfeksi biasanya dilaksanakan dengan menggunakan zat-zat kimia seperti fenol, formaldehid, klor, iodium dan sublimat. Pada umumnya disinfeksi dimaksudkan untuk mematikan sel-sel yang lebih sensitif tetapi bukan spora-spora yang tahan panas. Disinfektan adalah bahan yang digunakan untuk melaksanakan disinfeksi. Seringkali sebagai sinonim digunakan istilah antiseptik, tetapi pengertian disinfeksi dan disinfektan biasanya ditujukan terhadap benda-benda mati, seperti lantai, piring dan pakaian (Irianto, 2007).
9
Menurut Dwidjoseputro (1980), kerusakan bakteri dapat dibagi atas tiga (3) golongan, yaitu: a. Oksidasi Zat-zat seperti H2O2, Na2BO4, KMnO4 mudah melepaskan O2 untuk menimbulkan oksidasi. Klor di dalam air menyebabkan bebasnya O2, sehingga zat ini merupakan disinfektan. Hubungan klor langsung dengan protoplasma pun dapat menimbulkan oksidasi. b. Koagulasi Banyak zat seperti air raksa, perak, tembaga dan zat-zat organik seperti fenol, formaldehida, etanol menyebabkan penggumpalan protein yang merupakan konstituen dari protoplasma. Protein yang telah menggumpal itu adalah protein yang mengalami denaturasi, dan di dalam keadaan yang demikian itu protein tidak berfungsi lagi. c. Depresi dan Tegangan Permukaan Sabun mengurangi tegangan permukaan, oleh karena itu dapat menyebabkan hancurnya bakteri. Dapat dikatakan pada umumnya, bakteri yang berGram negatif lebih tahan terhadap pengurangan tegangan permukaan daripada bakteri yang berGram positif. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja zat antibakteri (Jawetz et al, 2005) antara lain: a. Konsentrasi Konsentrasi suatu zat yang digunakan bergantung pada bahan aktif dari suatu zat tersebut dan mikroorganisme yang diuji.
10
b. Waktu Inkubasi Mikroorganisme tidak dimatikan tapi hanya dihambat pada pemaparan singkat terhadap antimikrobia. Inkubasi yang lebih lama yang terus menerus, memberi kesempatan yang lebih besar bagi mutan resistan c. Komponen Media Beberapa
contohnya
seperti
Natrium
polianetolsulfonat
(sodium
polyanetholsulfonate/ SPS) dan deterjen anion lain menghambat aminoglikosida, PABA dalam ekstrak jaringan menurunkan aktifitas sulfonamide, ikatan protein serum penisilin berkisar dari 40% untuk metisilin, sedangkan untuk dikloksasilin 98% dan penambahan NaCl ke dalam
medium
meningkatkan
deteksi
resistensi
metisilin
pada
Staphylococcus aureus. d. Ukuran Inokulum Umumnya makin besar inokulum bakteri, makin kurang tingkat kepekaan organisme. Populasi bakteri yang besar lebih sulit dihambat dibanding populasi yang kecil. e. Stabilitas pada Temperatur Inkubutor Beberapa agen antimikrobia kehilangan aktivitasnya jika stabilitas temperatur terganggu. f. Derajat Keasaman (pH) Lingkungan Beberapa obat lebih aktif pada pH asam (nitrofurantoin) yang lainnya pada pH alkali (aminoglikosida, sulfonamid).
11
2.2. Benzalkonium Klorida Benzalkonium klorida merupakan cationic surfactants, dapat membunuh berbagai kuman/bakteri Gram positif dan negatif, juga terhadap jamur dan virus. Benzalkonium klorida akan mendenaturasikan protein dari bakteri. Pada konsentrasi
bakterisidal
menurunkan
tegangan
dan
bakteriostatik,
permukaan
dan
benzalkonium
permeabilitas
klorida
membran
akan
plasma.
Benzalkonium klorida juga dapat digunakan untuk sanitasi kulit telur karena mempunyai aktivitas germisidal yang baik pada pH basa, dapat digunakan pada temperatur yang tinggi, tidak terpengaruh oleh bahan-bahan organik, akan mengeliminasi bakteri Salmonella sp. dari sistem membran kulit telur dan sangat berguna
untuk
mengontrol
salmonellosis.
Selain
itu
digunakan
untuk
mendesinfeksi kulit dan membran mukosa, juga luka superficial atau infeksi. Senyawa tersebut dapat juga digunakan untuk melindungi sterilitas alat-alat bedah dan barang-barang yang terbuat dari karet selama masa penyimpanan (Booth, 1988). Benzalkonium klorida atau nama IUPAC-nya dikenal dengan benzyldimethyl-tridecyl-azanium chloride merupakan turunan dari benzena karena memiliki cincin benzene dan termasuk kelompok amonium kuartener (suatu surfaktan kationik). Benzalkonium klorida bekerja aktif pada permukaan sel dengan cara menghancurkan lemak pada membran sel, sehingga menyebabkan pemisahan lipid bilayer membran sel dan mengakibatkan kebocoran isi seluler (Gamage, et al., 2003).
12
Profil benzalkonium klorida dapat diketahui melalui tabel di bawah ini: Tabel 1. Profil Benzalkonium Klorida (Gamage et al, 2003)
Nama Produk
Benzalkonium klorida
Benzalkonium (C8-C16) chloride; N-Alkyl (C8-C18)-N-benzyl-N,Ndimethylammoniumchloride; Alkyl Dimethyl Benzyl Ammonium Chloride (Benzalkoniumchloride); ADBAC; N-alkyl dimethyl benzyl Ammonium Sinonim
Chloride Alkyl; Benzolkonium chloride; C8-18Alkylbenzyldimethylammonium chloride; N-benzyl-N,N-dimethyldecan1-aminium chloride; dimethyl-phenyl-tetradecyl-ammonium chloride hydrate; Alkyldimethylbenzylammonium chloride
Struktur Molekul
Produk-produk yang akan dicari tahu nilai koefisien fenolnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
13
Tabel 2. Produk Uji dan Produk Pembanding NO.
PRODUK UJI
1.
A
2.
B
3.
C
4.
D
5.
BAHAN AKTIF Benzalkonium klorida 2%
KEGUNAAN Produk pencuci tangan (sabun cair) untuk menghilangkan bau, antibakteri dan dapat melembutkan kulit. Sabun cair tanpa air. Berfungsi sebagai antibakteri yang praktis. Cairan pembersih untuk permukaan keras seperti keramik, porselein, kloset dengan noda yang membandel. Produk pembersih multi fungsi berupa busa. Dapat digunakan pada alat-alat yang terkena debu, minyak, lemak dan oli.
Bahan aktif murni benzalkonium klorida
PRODUK PEMBANDING Produk sejenis yang mengandung senyawa aktif Triklokarban Produk sejenis yang mengandung senyawa aktif klorosilenol Produk sejenis yang mengandung senyawa aktif sodium hipoklorit
JENIS Antiseptik
Antiseptik
Disinfektan
Produk sejenis yang mengandung senyawa aktif kalsium karbonat
Disinfektan
-
Disinfektan
2. 3. Koefisien Fenol Salah satu cara pengujian disinfektan yang umumnya dipakai di laboratorium adalah metode pengenceran. Pada metode tersebut, kekuatan disinfektan dinyatakan dengan koefisien fenol. Cara kerja pada metode koefisien fenol yaitu mikroorganisme uji dimasukkan dalam larutan fenol murni dan larutan zat kimia yang akan dievaluasi pada berbagai taraf pengenceran. Koefisien fenol dinyatakan sebagai suatu bilangan dan dihitung dengan cara membandingkan aktivitas suatu larutan fenol dengan pengenceran terhadap aktivitas larutan zat kimia dengan pengenceran tertentu yang diujikan (Schlegel dan Schmidt,1994). Fenol (C6H5OH) merupakan zat pembaku daya antiseptik sehingga daya antiseptik dinyatakan dengan koefisien fenol. Koefisien fenol merupakan sebuah
14
nilai aktivitas germisidal suatu antiseptik dibandingkan dengan efektivitas germisidal fenol. Aktivitas germisidal adalah kemampuan suatu senyawa antiseptik untuk membunuh mikroorganisme dalam jangka waktu tertentu. Fenol merupakan salah satu germisidal kuat yang telah digunakan dalam jangka waktu panjang (Campbell, 2004). Efektivitas senyawa antiseptik sangat dipengaruhi oleh konsentrasi dan lama paparannya. Semakin tinggi konsentrasi dan semakin lama paparan akan meningkatkan efektivitas senyawa antiseptik. Koefisien fenol yang kurang dari 1 menunjukkan bahwa bahan antibakteri tersebut kurang efektif dibanding dengan fenol. Sebaliknya, jika koefisien fenol lebih dari 1 maka bahan antibakteri tersebut lebih efektif jika dibandingkan dengan fenol (Campbell, 2004). Nilai koefisien fenol itu sendiri adalah hasil bagi dari faktor pengenceran tertinggi disinfektan dengan faktor pengenceran tertinggi baku fenol yang masing-masing dapat membunuh bakteri uji dalam jangka waktu 10 menit, tetapi tidak membunuh dalam jangka waktu 5 menit (Waluyo, 2008) seperti rumus di bawah ini: Koefisien Fenol = Pengenceran tertinggi produk antiseptik dan desinfektan Pengenceran tertinggi fenol Senyawa golongan fenol dan fenol terhalogenasi yang telah banyak dipakai antara lain fenol (asam karbolik), kresol, para kloro kresol dan para kloro xylenol. Golongan ini berdaya aksi dengan cara denaturasi dalam rentang waktu sekitar 10-30 menit dan umum digunakan dalam larutan air dengan konsentrasi 0,1-5%. Aplikasi proses disinfeksi dilakukan untuk virus dan spora tetapi tidak baik digunakan untuk membunuh beberapa jenis bakteri Gram positif dan ragi..
15
Adapun keunggulan dari golongan golongan fenol dan fenol terhalogenasi adalah sifatnya yang stabil, persisten, dan ramah terhadap beberapa jenis material, sedangkan kerugiannya antara lain susah terbiodegradasi, bersifat racun, dan korosif (Rismana, 2008). 2.4. Bakteri Uji Bakteri hidup tersebar di alam, antara lain di tanah, udara, air dan makanan. Secara garis besar bakteri dapat dibedakan atas bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Bakteri Gram positif mempunyai dinding sel yang tebal (15–80 mm) dan terdiri dari lapisan peptidoglikan 40–50% , lipid 2% dan asam teikoat. Dinding sel bakteri Gram negatif sangat tipis (10–15 nm) yang terdiri dari lapisan peptidoglikan 5–20%, lipid 20%, protein, lipopolisakarida, dan lipoprotein (Suryono, 1995). Tabel 3. Ciri Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif (Pelczar dan Chan, 1986) Ciri Struktur dinding sel Komposisi dinding sel
Gram Positif Tebal (15-80 mm) Berlapis tunggal (mono) Kandungan lipid rendah (1-4 %) Peptidoglikan ada sebagai lapisan tunggal; jumlahnya lebih dari 50 % berat kering pada beberapa bakteri Mengandung asam teikoat
Gram Negatif Tipis (10-15 mm) Berlapis tiga (multi) Kandungan lipid tinggi (11-22 %) Peptidoglikan ada di dalam lapisan kaku sebelah dalam; jumlahnya sekitar 10 % berat kering Tidak mengandung asam teikoat
16
2.4.1. Bacillus cereus Bacillus cereus berbentuk batang besar, tergolong dalam Gram positif dan bersifat fakultatif aerob. Bakteri ini akan membentuk rantai. Kebanyakan anggota spesies ini adalah organisme saprofit yang lazim terdapat dalam tanah, air, udara, dan tumbuh-tumbuhan. Sel-sel khas berukuran 0,5-2,5 x 1,2-10 mm, sering bersusun sepasang atau rantai, melingkar, mempunyai bentuk ujung yang berbentuk empat persegi dan tersusun dalam rantai panjang. Bakteri tersebut termasuk bakteri yang menghasilkan spora. Spora biasanya terletak di tengah basil yang tidak bergerak dan resisten terhadap perubahan lingkungan. Bacillus cereus tahan terhadap panas kering dan disinfektan kimia tertentu selama waktu yang cukup lama, dan dapat bertahan selama bertahun-tahun dalam tanah kering menggunakan sumber nitrogen dan karbon sederhana untuk energi dan pertumbuhannya (Melnick, 2005). Bacillus cereus memiliki endospora berbentuk oval atau silinder yang besarnya tidak melebihi sel induknya dan dapat menyebabkan keracunan makanan karena terbentuknya endospora tersebut. Sporulasi pada bakteri tersebut terbentuk karena makanan yang telah dimasak dihangatkan kembali sehingga terbentuk toksin yang dapat mengganggu kesehatan manusia. Bakteri ini juga dapat menyebabkan pneumonia (Pelczar dan Chan, 2005). 2.4.2.Pseudomonas aeruginosa Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang dengan ukuran sekitar 0,6 x 2 µm. Bakteri tersebut terlihat sebagai bakteri tunggal, berpasangan, dan terkadang membentuk rantai yang pendek. Pseudomonas aeruginosa termasuk bakteri Gram
17
negatif. Bakteri tersebut bersifat aerob, tidak berspora, tidak mempunyai selubung (sheat) dan mempunyai flagel monotrik (flagel tunggal pada kutub) sehingga selalu bergerak. Pseudomonas aeruginosa bersifat aerob obligat yang tumbuh dengan cepat pada berbagai tipe medium (Jawetz et al., 2005). Habitat Pseudomonas aeruginosa dapat ditemukan di tanah dan air. Bakteri tersebut dapat dijumpai pada daerah lembab di kulit dan dapat membentuk koloni pada saluran pernafasan bagian atas pasien-pasien di rumah sakit (Levinson dan Jawetz ,2003). Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri aerob yang dapat tumbuh dengan mudah pada banyak jenis media pembiakan, karena memiliki kebutuhan nutrisi yang sangat sederhana (Todar, 2004). Pada
penelitian
tingkat
laboratorium,
bakteri
tersebut
mampu
menggunakan medium paling sederhana untuk pertumbuhannya yang terdiri dari asam asetat (sumber karbon) dan amonium sulfat (sumber nitrogen). Koloni bakteri tersebut mengeluarkan bau manis atau menyerupai anggur karena dihasilkannya
senyawa
amino
asetafenon.
Beberapa
menghemolisis darah (Todar, 2004). Pseudomonas
strainnya
dapat
aeruginosa merupakan
bakteri yang bersifat oportunistik, yaitu bakteri yang dapat menyebabkan infeksi pada penderita apabila sistem kekebalannya menurun (Mayasari, 2005).
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Januari hingga Maret 2010. Tempat pelaksanaan penelitian adalah di Laboratorium Mikrobiologi Pusat Laboratorium Terpadu Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3.2. Alat dan Bahan a. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian adalah tabung reaksi, rak tabung, pipet ukur, stopwatch, ose, vortex, mikropipet, autoklaf, magnetic stirrer, shaker incubator dan labu Erlenmeyer. b. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu aquadest, biakkan murni Bacillus cereus, biakkan murni Pseudomonas aeruginosa, benzalkonium klorida murni, produk uji dari PT. Primo yaitu berupa produk antiseptik (produk A dan produk B) dan produk disinfektan (produk C dan produk D), produk pembanding berupa produk antiseptik yang mengandung senyawa aktif triklokarban dan klorosilenol, produk pembanding disinfektan yang mengandung senyawa aktif sodium hipoklorit dan kalsium karbonat. natrium klorida (NaCl), fenol (C6H5OH), medium Nutrient Agar (NA) dan Nutrient Broth (NB).
18
19
3.3. Cara Kerja a. Penyiapan Medium Nutrient Agar (NA) dan Nutrient Broth (NB) Sebanyak 23 gram bubuk NA dilarutkan dalam 1 liter aquadest kemudian dipanaskan dan diaduk menggunakan magnetic stirrer sampai homogen. Setelah itu larutan dimasukkan ke tabung reaksi sebanyak 5 ml kemudian disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121oC dan tekanan 1-2 atm. Tabung-tabung tersebut dimiringkan sebelum medium agar mengeras dan dibiarkan selama 24 jam. Medium tersebut selanjutnya digunakan untuk peremajaan bakteri. Sebanyak 8 gram bubuk NB dilarutkan dalam 1 liter aquadest ke dalam Erlenmeyer kemudian diaduk menggunakan magnetic stirrer. Setelah itu, medium disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121oC dan tekanan 1-2 atm. b. Pembuatan Larutan NaCl 0,9% Natrium klorida ditimbang sebanyak 0,9 gram lalu dilarutkan dalam aquadest sedikit demi sedikit ke dalam labu takar 100 ml sampai larut sempurna. Larutan tersebut lalu disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121oC tekanan 1-2 atm. c. Peremajaan Bakteri Bakteri uji diremajakan dengan menginokulasikannya ke dalam medium NA miring dan diinkubasi selama 24 jam. d. Pembuatan Inokulum Bakteri yang telah diremajakan pada NA miring selama 24 jam diambil sebanyak 1 ose dan diinokulasikan ke Erlenmeyer berisi 30 ml medium NB steril
20
kemudian diinkubasi pada shaker incubator selama 24 jam pada suhu 37o C dengan kecepatan 120 rpm. e. Pembuatan Stok Suspensi Bakteri Bakteri yang telah diremajakan pada medium NA miring berumur 24 jam ditambahkan NaCl fisiologis 0,9% sebanyak 5 ml kemudian divorteks. f. Pengenceran Produk Uji dan Produk Pembanding Masing-masing produk diambil 5 ml lalu ditambahkan aquadest hingga 100 ml, maka didapat pengenceran produk dengan masing-masing konsentrasinya 5%. Setelah itu dibuat seri pengenceran dengan perbandingan sebagai berikut: Tabel 4. Faktor Pengenceran Produk Produk Antiseptik dan Disinfektan 5% (ml)
Aquadest (ml)
1 1 1 1
14 16,5 19 21,5
Volume Akhir (ml) 15 17,5 20 22,5
Pengenceran 1:300 1:350 1:400 1:450
3.3.7. Pengenceran Fenol Stok fenol dibuat dengan mengencerkan 5 ml fenol ke dalam 95 ml aquadest (menjadi stok fenol dengan konsentrasi 5%) kemudian
dibuat seri
pengenceran fenol dengan perbandingan 1:70, 1:80, 1:90 dan 1:100. Tabel 5. Faktor Pengenceran Fenol Fenol 5% (ml)
Aquadest (ml)
2 2 2 2
5 6 7 8
VolumeAkhir (ml) 7 8 9 10
Pengenceran 1:70 1:80 1:90 1:100
21
3 3.8. Pengujian Koefisien Fenol Pengenceran dilakukan pada tiap produk (uji dan pembanding) dengan seri pengenceran 1:300, 1:350, 1:400 dan1:450 dimana masing-masing sebanyak 0,5 ml suspensi bakteri uji dimasukkan ke dalam tabung steril I yang berisi 5 ml medium NB steril lalu didiamkan selama 5 menit. Sebelum suspensi pertama diinkubasi, suspensi tersebut diinokulasi sebanyak 1 ose ke dalam 5 ml medium NB steril lainnya selama 5 menit kedua. Sebelum suspensi kedua diinkubasi, suspensi tadi diinokulasikan kembali sebanyak 1 ose ke dalam 5 ml medium NB steril lainnya lalu didiamkan selama 5 menit ketiga. Keseluruhan suspensi tersebut diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam lalu diamati kekeruhannya. Diperkirakan bahan dari produk tersebut memiliki daya antibakteri. Adanya pertumbuhan bakteri (+) ditandai dengan medium menjadi keruh, dan tidak adanya pertumbuhan bakteri (-) ditandai medium tetap bening. Kontrol positif (+) yang digunakan adalah campuran medium NB dengan inokulum, sedangkan kontrol negatif (-) yaitu media NB tanpa inokulum.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Koefisien Fenol Bacillus cereus Nilai koefisien fenol Bacillus cereus dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 7. Nilai Koefisien Fenol Bacillus cereus Bakteri
Produk
Nilai Koefisien Fenol
Bacillus cereus
A
4.44
Triklokarban
3.33
B
3.89
Klorosilenol
4.44
C
4.44
Sodium hipoklorit
4.44
D
4.45
Kalsium karbonat
0
Fenol
1
BKC
4.45
Penentuan nilai koefisien fenol dengan bakteri uji Bacillus cereus didapatkan hasil dimana tidak terdapat kekeruhan pada pengenceran fenol yaitu pada pengenceran 1/90. Berikut adalah hasil pengamatan kekeruhan pada uji fenol Bacillus cereus:
22
23
Tabel 8. Tabel Pengamatan Kekeruhan Terhadap Bacillus cereus Produk Uji A
B
C
D
BKC
Fenol
Triklokarban
Klorosilenol
Sodium hipoklorit
Kalsium karbonat
Pengenceran 1:300 1:350 1:400 1:450 1:300 1:350 1:400 1:450 1:300 1:350 1:400 1:450 1:300 1:350 1:400 1:450 1:300 1:350 1:400 1:450 1:70 1:80 1:90 1:100 1:300 1:350 1:400 1:450 1:300 1:350 1:400 1:450 1:300 1:350 1:400 1:450 1:300 1:350 1:400 1:450
5’ + + + + + + + + + + + + +
10’ + + + + + + + + + + + + + + + +
Ket: +
: keruh/ terdapat pertumbuhan bakteri
-
: jernih/ tidak terdapat pertumbuhan bakteri
15’ + + + + + + + + + + + + + + + + +
Koefisien Fenol 4.44 (1/90=1/400)
3.89 (1/90=1/350)
4.44 (1/90=1/400)
4.44 (1/90=1/400)
4.44 (1/90=1/400)
1 (1/90=1/90)
3.33 (1/90=1/300)
4.44 (1/90=1/400) 4.44 (1/90=1/400)
-
24
Pengenceran tersebut sebagaimana pendapat Schlegel dan Schmidt (1994) dinyatakan sebagai suatu bilangan dan dihitung dengan cara membandingkan aktivitas larutan fenol dengan pengenceran terhadap aktivitas larutan produk antiseptik dan desinfektan yang sedang diuji terhadap Bacillus cereus. Nilai koefisien produk antiseptik dan desinfektan pada tabel di atas didapatkan dengan menggunakan rumus: Koefisien Fenol = Pengenceran tertinggi produk antiseptik dan desinfektan Pengenceran tertinggi fenol Uji koefisien fenol merupakan uji standar yang digunakan untuk membandingkan suatu zat yang bersifat antiseptik dengan fenol sebagai zat pembanding, hasilnya dinyatakan dalam koefisien fenol. Fenol sebagaimana Lund (1994) mengatakan digunakan sebagai pembanding karena fenol dianggap sebagai disinfektan yang paling tua yang telah diketahui kekuatannya. Berikut adalah grafik efektivitas seluruh produk sebagai antibakteri terhadap Bacillus cereus berdasarkan nilai koefisien fenolnya:
25
Grafik 1. Nilai Koefisien Fenol Bacillus cereus
Nilai Koefisien Fenol
Bacillus cereus 5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
4.44
4.44
4.44
4.44
4.45
4.45
3.89 3.33
1 0
Nama Produk
Berdasarkan grafik di atas (grafik 1), dapat dilihat bahwa seluruh produk (kecuali kalsium karbonat) memiliki nilai koefisien fenol diatas 1 ( >1) yang artinya produk-produk tersebut sesuai dengan pendapat Campbell (2004) memiliki daya antibakteri yang lebih efektif dan lebih ampuh dibanding fenol yang diujikan ke Bacillus cereus. Pada
produk
uji
yang
didalamnya
mengandung
senyawa
aktif
benzalkonium klorida (produk A, B, C dan D) sebagaimana Tjay dan Rahardja (2002) mengungkapkan bahwa benzalkonium klorida tergolong ke dalam senyawa aktif dengan aktivitas tegangan permukaan. Aktivitas dari senyawa tersebut mengakibatkan perubahan pada dinding sel bakteri sehingga protoplasma sel
26
bakteri pun berubah. Perubahan pada permukaan protoplasma menyerupai membran elastis. Perubahan ini mempengaruhi pertumbuhan dan morfologi bakteri yang ditampakkan dengan keruh atau tidaknya medium pada pengujian koefisien fenol produk tersebut. Seperti pendapat Gamage et al., (2003), benzalkonium klorida juga bekerja aktif pada permukaan sel dengan cara menghancurkan lemak pada membran sel, sehingga menyebabkan pemisahan lipid bilayer membran sel dan mengakibatkan kebocoran isi seluler. Nilai koefisien fenol tertinggi produk yang mengandung senyawa aktif benzalkonium klorida terdapat pada produk D. Nilai koefisien fenolnya sama dengan senyawa aktif murni benzalkonium klorida yaitu sebesar 4,45. Produk tersebut berarti 4,45 kali lebih efektif dibanding fenol. Nilai koefisien fenol terendah pada produk yang mengandung senyawa aktif benzalkonium klorida adalah produk B dengan nilai koefisien fenol sebesar 3,89 yang artinya produk tersebut memiliki daya antibakteri 3,89 kali lebih efektif dibanding fenol. Bervariasinya nilai koefisien fenol pada produk yang mengandung senyawa aktif benzalkonium klorida sesuai dengan pendapat Jawetz (2005) mengenai komponen media/ bahan, yaitu adanya penambahan komponen media/ bahan lain dapat mempengaruhi efektivitas daya antibakteri suatu senyawa aktif mengingat peruntukan/ fungsi tiap produk tersebut berbeda. Selain itu, benzalkonium klorida sebagaimana pendapat Pelczar (1986) mengatakan bahwa senyawa tersebut juga mempunyai sifat higroskopis dan dipengaruhi oleh cahaya, air serta logam dimana pada saat penelitian berlangsung, hal tersebut dapat mempengaruhi kerjanya.
27
Untuk produk pembanding yang mengandung senyawa aktif triklokarban, klorosilenol, sodium hipokloriut dan kalsium karbonat tidak ditemui adanya perbedaan yang signifikan pada nilai koefisien fenolnya dengan produk yang mengandung senyawa aktif benzalkonium klorida. Pada produk pembanding yang mengandung senyawa aktif triklokarban memiliki nilai koefisien fenol sebesar 3,33 yang artinya produk tersebut 3,33 kali lebih efektif menghambat pertumbuhan Bacillus cereus dibanding fenol. Triclocarban sendiri sebagaimana pendapat Rachmawati dan Triyana (2008) merupakan zat antibakteri yang paling sering ditambahkan sebagai komposisi sabun antiseptik. Senyawa inilah yang berfungsi mengurangi jumlah bakteri berbahaya pada kulit. Pada produk yang dalam kemasannya mengandung senyawa aktif Chloroxylenol, berdasarkan pengujian memiliki nilai koefisien fenol sebesar 4,44 yang artinya produk tersebut 4,44 kali lebih efektif dibanding fenol. Senyawa aktif tersebut sebagaimana pendapat Agung (2009) mempunyai spektrum antibakteri yang luas sehingga efektif digunakan untuk bakteri Gram positif dan Gram negatif, bahkan pada jamur, ragi dan lumut. Senyawa ini membunuh bakteri dengan mengganggu membran sel bakteri yang akan menurunkan kemampuan membran sel untuk memproduksi ATP sebagai sumber energi. Selain itu, senyawa tersebut juga memiliki keunggulan dalam hal toksisitas dan memiliki sifat korosif
yang rendah. Pada produk yang dalam kemasannya diketahui mengandung senyawa aktif Sodium hypochlorite 3%, merupakan senyawa yang tergolong ke dalam senyawa halogen. Hal ini sesuai dengan pendapat Dwidjoseputro (1980) yang
28
mengatakan bahwa senyawa tersebut bereaksi dengan cara mengurangi tegangan permukaan. Tegangan permukaan seperti pendapat Tjay (2002) mengatakan bahwa sodium hypochlorite sebagaimana benzalkoniumklorida mengakibatkan adanya perubahan tegangan permukaan pada dinding sel bakteri sehingga protoplasma sel bakteri pun berubah sehingga permukaan protoplasma tersebut menyerupai membran elastis yang mempengaruhi pertumbuhan Bacillus cereus. Pengujian koefisien fenol produk dengan senyawa aktif kalsium karbonat terhadap Bacillus cereus tidak ditemukan adanya kekeruhan pada tiap seri pengencerannya. Hal ini sebagaimana Jawetz et al (2005) mengatakan bahwa beberapa faktor dapat mempengaruhi kinerja produk antibakteri, antara lain seperti konsentrasi pada seri pengenceran produk yang tidak tepat, stabilitas komponen bahan aktif produk terganggu dan sebagainya. Oleh karena itu, diperlukan pengujian lanjutan untuk mengetahui berapa nilai koefisien fenol dari produk tersebut. 4.2. Koefisien Fenol Pseudomonas aeruginosa Nilai koefisien fenol Pseudomonas aeruginosa dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
29
Tabel 9. Nilai Koefisien Fenol Pseudomonas aeruginosa Bakteri
Produk
Nilai Koefisien Fenol
Pseudomonas aeruginosa
A
4
Triklokarban
0
B
4.5
Klorosilenol
3
C
4
Sodium hipoklorit
3
D
4.5 0
Fenol
1
BKC
4.5
Penentuan nilai koefisien fenol dengan bakteri uji Pseudomonas aeruginosa didapatkan hasil dimana tidak terdapat kekeruhan pada pengenceran fenol yaitu pada pengenceran 1/100. Berikut adalah hasil pengamatan kekeruhan pada uji fenol Pseudomonas aeruginosa:
30
Tabel 10. Tabel Pengamatan Kekeruhan Terhadap Pseudomonas aeruginosa: Produk Uji A
B
C
D
BKC
Fenol
Triklokarban
Klorosilenol
Sodium hipoklorit
Kalsium karbonat
Pengenceran 1:300 1:350 1:400 1:450 1:300 1:350 1:400 1:450 1:300 1:350 1:400 1:450 1:300 1:350 1:400 1:450 1:300 1:350 1:400 1:450 1:70 1:80 1:90 1:100 1:300 1:350 1:400 1:450 1:300 1:350 1:400 1:450 1:300 1:350 1:400 1:450 1:300 1:350 1:400 1:450
5’ + + + + + + + + + + + + + + + +
10’ + + + + + + + + + + + + + + + + + + +
Ket: +
: keruh/ terdapat pertumbuhan bakteri
-
: jernih/ tidak terdapat pertumbuhan bakteri
15’ + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +
Koefisien Fenol 4 (1/100=1/400)
4.85 (1/100=1/450)
4 (1/100=1/400)
4.5 (1/100=1/450)
4.5 (1/100=1/400)
1 (1/100=1/100)
0
3 (1/100=1/300) 3 (1/100=1/300)
0
31
Pengenceran tersebut sebagaimana pendapat Schlegel dan Schmidt (1994) dinyatakan sebagai suatu bilangan dan dihitung dengan cara membandingkan aktivitas larutan fenol dengan pengenceran terhadap aktivitas larutan produk antiseptik dan desinfektan yang sedang diuji terhadap Pseudomonas aeruginosa. Nilai koefisien produk antiseptik dan desinfektan pada tabel di atas didapatkan dengan menggunakan rumus: Koefisien Fenol = Pengenceran tertinggi produk antiseptik dan desinfektan Pengenceran tertinggi fenol Berikut adalah grafik efektivitas seluruh produk sebagai antibakteri terhadap Pseudomonas aeruginosa: Grafik 2. Nilai Koefisien Fenol Pseudomonas aeruginosa
Nilai Koefisien Fenol
Pseudomonas aeruginosa 5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
Nama Produk
32
Berdasarkan grafik di atas, produk-produk yang mengandung senyawa aktif benzalkonium klorida (A, B, C dan D) serta senyawa aktif murni benzalkonium klorida yang diujikan ke Pseudomonas aeruginosa, seluruhnya memiliki nilai koefisien fenol lebih dari 1 (>1). Hal ini sebagaimana pendapat Campbell (2004) mengatakan apabila nilai koefisien fenol lebih dari 1, maka produk tersebut memiliki daya antibakteri yang lebih efektif dibanding fenol. Nilai koefisien fenol tertinggi pada produk yang mengandung senyawa aktif benzalkonium klorida terdapat pada produk B, D dan senyawa aktif murni benzalkonium klorida yaitu sebesar 4,5. Produk tersebut berarti memiliki daya antibakteri 4.5 kali lebih efektif kerjanya dibanding fenol. Nilai koefisien fenol terendah pada produk berbahan aktif benzalkonium klorida terdapat pada produk A dan C, yaitu sebesar 4. Produk tersebut berarti memiliki daya antibakteri terhadap Pseudomonas aeruginosa 4 kali lebih efektif dibanding fenol. Bervariasinya nilai koefisien fenol pada produk uji berbahan aktif benzalkonium klorida sesuai dengan pendapat Jawetz (2005) mengenai komponen media/ bahan, yaitu adanya penambahan komponen media/ bahan lain dapat mempengaruhi efektivitas daya antibakteri suatu senyawa aktif mengingat peruntukan tiap produk tersebut berbeda. Selain itu, benzalkonium klorida sebagaimana pendapat Pelczar (1986) mempunyai sifat higroskopis dan dapat dipengaruhi oleh cahaya, air serta logam dimana pada saat penelitian berlangsung, hal tersebut dapat mempengaruhi kerjanya. Pada produk pembanding yang memperlihatkan adanya nilai koefisien fenol hanya produk dengan senyawa aktif klorosilenol dan sodium hipoklorit yang
33
memiliki nilai koefisien fenol yang sama yaitu 3, artinya kedua produk tersebut memiliki daya antibakteri 3 kali lebih efektif dibanding fenol terhadap Pseudomonas aeruginosa. Pada produk yang mengandung senyawa aktif chloroxylenol sebagaimana pendapat Rismana (2008) mengatakan bahwa senyawa ini termasuk ke dalam golongan fenol dan fenol terhalogenasi yang telah banyak dipakai. Senyawa ini berdaya aksi dengan cara mendenaturasi dalam rentang waktu sekira 10-30 menit dan umum digunakan dalam larutan air dengan konsentrasi 0,1-5%. Adapun keunggulan dari golongan golongan fenol dan fenol terhalogenasi adalah sifatnya yang stabil, persisten, dan ramah terhadap beberapa jenis material, sedangkan kerugiannya antara lain susah terbiodegradasi, bersifat racun, dan korosif. Selain itu, efektivitas produk dengan senyawa aktif klorosilenol
sebagaimana
pendapat
Jawetz
(2005)
mengatakan
bahwa
penambahan komponen media/ bahan lain juga ikut mempengaruhi keefektifan produk tersebut. Pada produk yang dalam kemasannya tertulis mengandung bahan aktif sodium/
natrium
hypochlorite
3%
sebagaimana
Dwidjoseputro
(1980)
mengatakan bahwa unsur klor mudah melepaskan O2 untuk menimbulkan oksidasi. Klor di dalam air menyebabkan bebasnya O2, sehingga zat ini merupakan
disinfektan.
Hubungan
klor
langsung
dengan
protoplasma
Pseudomonas aeruginosa pun dapat menimbulkan oksidasi yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam protoplasma sel tersebut sehingga mempengaruhi pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa.
34
Pada pengujian koefisien fenol produk yang mengandung senyawa aktif triklukarban dan kalsium karbonat terhadap Pseudomonas aeruginosa tidak didapatkan nilai koefisien fenolnya. Hal ini sebagaimana Jawetz (2005) mengatakan bahwa beberapa faktor dapat mempengaruhi kinerja produk antibakteri, antara lain seperti konsentrasi pada seri pengenceran produk yang tidak tepat, stabilitas komponen bahan aktif produk terganggu dan sebagainya. Oleh karena itu, diperlukan pengujian lanjutan untuk mengetahui berapa nilai koefisien fenol dari produk tersebut. Sulistyaningsih (2010) melalui penelitiannya mengatakan bahwa nilai koefisien fenol senyawa aktif klorosilenol dan povidon iodin terhadap Pseudomonas aeruginosa berturut-turut sebesar 1,06 dan 25. Berdasarkan hal tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa produk-produk dengan senyawa aktif benzalkonium klorida memiliki nilai koefisien fenol yang lebih tinggi dibanding klorosilenol. Produk-produk dengan senyawa aktif benzalkonium klorida memiliki nilai koefisien fenol yang lebih rendah dibanding povidon iodin.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5. 1. Kesimpulan a.
Uji koefisien fenol produk antiseptik dan disinfektan yang mengandung senyawa aktif benzalkonium klorida terhadap Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa terbukti memiliki daya antibakteri lebih efektif dibanding fenol yang ditunjukkan dengan nilai koefisien fenol lebih dari 1 (1>).
b.
Uji koefisien fenol produk antiseptik dan desinfektan yang mengandung senyawa aktif benzalkonium klorida memiliki nilai koefisien fenol yang sebanding dengan produk sejenis yang mengandung senyawa aktif berbeda.
5.2. Saran a. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai efektivitas produk antiseptik dan disinfektan yang mengandung senyawa aktif benzalkonium klorida terhadap jenis bakteri patogen lainnya. b. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai konsentrasi seri pengenceran yang tepat pada produk yang mengandung senyawa aktif sodium hipoklorit untuk diketahui nilai koefisien fenolnya.
35
DAFTAR PUSTAKA Agung, Sri. 2009. Pemeriksaan Bilangan Bakteri Dan Pengaruh Beberapa Perlakuan Terhadap Penurunan Bilangan Bakteri Pada Mouthpiece Alat Musik Tiup Marching Band Di Jatinangor. Bogor. [di unduh 23 November 2011] Booth, Nicholas H., dan Leslie E.McDonald. 1988. Veterinary Pharmacology and Therapeutics 6th ed. Iowa State University Press. USA. Campbell, J. B. Reece, L. G dan Mitchell. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid 3. Erlangga. Jakarta. Dwidjoseputro D., Dr., Prof. 1980. Dasar-dasar Mikrobiologi. Djambatan. Malang. Hadioetomo, R.S., 1993. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek, Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Irianto, Koes. 2007. Mikrobiologi Menguak Dunia Organisme Jilid 1. CV. Yrama Widya. Bandung. Isadiartuti, D. dan S. Retno. 2005. Uji Efektifitas Sediaan Gel Antiseptik Tangan yang Mengandung Etanol dan Triklosan. Majalah Farmasi Airlangga. Jakarta. Jawetz E, Melnick JL, Adelberg EA. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Salemba Medika. Jakarta. Karsinah., Moehario, L.H., Suharto., Mardiastuti, H.W. 1993. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran FKUI – Batang Negatif Gram. Binarupa Aksara. Jakarta. King, RE. 1975. Remington Pharmaceutical Science 15th Edition. Mack Publishing Company. Pennsylvania. Lay dan Hastowo. 1992. Mikrobiologi. Rajawali Press. Jakarta. Levinson, W and E. Jawetz. 2003. Medical Microbiology & Imunology Examination & Board Review. 7th Edition. McGraw-Hill Company. USA. Pelczar, M.J., dan Chan, E.C.S. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI Press. Jakarta.
36
37
--------------------------. 1998. Dasar-Dasar Mikrobiologi Jilid 2. UI Press. Jakarta. Putri, L.S. 2008. Biostatistik. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta. Schlegel, H. G., dan K. Schmidt. 1994. Mikrobiologi Umum. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Thamher, S. 2002. Mikrobiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Trans Info Media. Jakarta. Tjay, T.H., Rahardja, K. 2002. Obat-obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya Edisi VI. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta. Todar, K. 2004. Pseudomonas aeruginosa. University of Wisconsin-Madison Departement of Microbiology Published. USA. Remington, J. P.. 1975. Remington’S Pharmaceutical Science, 15th Edition. Mack Publishing Company. Pennsylvania. Saifuddin, 2005. Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. Shane, 1998. Buku Pedoman Penyakit Unggas (Alih Bahasa : Budi Tangendjaya, Ali Basry, Sukardi dan Mangku Sitepoe). American Soybean Association. USA. Subronto dan Tjahadjati, 2001. Ilmu Penyakit Ternak II. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Waluyo, Lud. 2008. Teknik Dasar dalam Mikrobiologi. UMM Press. Malang.
Lampiran 1. Kerangka Berpikir
Bakteri memiliki potensi untuk menginfeksi makhluk hidup, termasuk manusia.
Antibakteri mampu menghambat infeksi yang diakibatkan oleh bakteri patogen, dalam hal ini berupa produk antiseptik dan disinfektan.
Uji koefisien fenol produk uji (Antibacterial Handsoap, Instant Sterile Handsoap, Porklin dan Snowy Cleaner) dan senyawa aktif murni benzalkonium klorida serta produk sejenis yang mengandung senyawa aktif berbeda (triklokarban, klorosilenol, sodium hipoklorit dan kalsium karbonat).
Bakteri patogen: Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa
Nilai koefisien fenol didapat
Lampiran 2. Skema Kerja
Lampiran 3. Produk Sejenis yang Mengandung Senyawa Aktif Berbeda
Triklokarban
Sodium hipoklorit
Klorosilenol
Kalsium karbonat
Lampiran 4. Hasil Pengamatan terhadap Bacillus cereus 5’
5
5’’
5
Produk A 1:400
5’
5
5’
BKC 1:400
5’’
Produk B 1:350
5’’
Produk C 1:400
5
5’
5’’
5
5’
5’’
Produk D 1:400
Lampiran 5. Hasil Pengamatan terhadap Pseudomonas aeruginosa 5’
5
5’’
Produk A 1:400
5’
5
5’’
Produk C 1:400
5
5’
BKC 1:450
5’’
5
5’
5’’
Produk B 1:450
5
5’
5’’
Produk D 1:450