Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
UJI KEMAMPUAN KARBON AKTIF DARI LIMBAH KAYU DALAM SAMPAH KOTA UNTUK PENYISIHAN FENOL Fithrianita Juliandini dan Yulinah Trihadiningrum Jurusan Teknik Lingkungan, Program Pascasarjana, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Email :
[email protected] ABSTRAK Volume limbah sebagai hasil sisa produksi semakin bertambah banyak sebanding dengan pesatnya pertumbuhan industri. Salah satu limbah industri adalah fenol. Fenol merupakan limbah organik dan biasanya dibuang ke lingkungan air. Salah satu cara mengolah limbah adalah melalui proses adsorpsi dengan karbon aktif. Alternatif penerapan teknologi adsorpsi dengan karbon aktif dipilih karena permukaan karbon aktif luas, kemampuan adsorpsi besar, mudah diaplikasikan dan biaya yang diperlukan relatif murah. Limbah kayu dalam sampah kota dimanfaatkan dengan mengubah fungsi bahan menjadi karbon aktif sebagai adsorben untuk penyisihan fenol. Limbah kayu yang dipakai berasal dari industri mebel yaitu limbah kayu jati, merbau dan kamper. Analisis spektofotometri dilakukan setelah fenol kontak dengan karbon aktif. Penelitian ini membandingkan penambahan variasi dosis karbon aktif dari limbah kayu dan komersial serta variasi konsentrasi limbah fenol buatan. Konsentrasi fenol yang digunakan adalah 6,41 mg/L, 4,27 mg/L dan 2,57 mg/L. Adsorpsi fenol dilakukan dengan sistem batch. Pembuatan karbon aktif melalui tiga proses yaitu; dehidrasi, aktifasi dan karbonisasi. Karbon aktif limbah kayu diuji karakteristiknya yaitu kadar arang ± 35%, kadar air ± 4,5%, kadar abu ± 2% dan daya serap terhadap larutan I2 diatas 20%.. Sedangkan pola bentuk partikel dan struktur mikro diuji dengan SEM. Prosentase penyisihan fenol oleh karbon aktif mencapai 99%. Peningkatan konsentrasi fenol dan dosis karbon aktif meningkatkan prosentase penyisihan fenol. Tetapi karbon aktif yang diuji tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata. Sedangkan aplikasi model isotherm karbon aktif dari limbah kayu dan komersial adalah isotherm Freundlich. Daya adsorpsi terbesar berasal dari karbon aktif limbah kayu jati. Persamaan isotherm Freundlich adalah x/m = 0,2095C2,8423 dengan kapasitas adsorpsi sebesar 0,2095 mg/mg. Kata kunci: Karbon aktif dari limbah kayu, fenol, adsorpsi, isotherm PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) ternyata mengubah kondisi bumi, aplikasi perkembangan IPTEK adalah pesatnya pertumbuhan industri. Volume limbah sebagai hasil sisa produksi semakin bertambah banyak sebanding dengan pesatnya pertumbuhan industri. Lingkungan dipaksa untuk menerima limbah, bila limbah tidak dikelola dengan baik dan melebihi daya dukungnya maka lingkungan akan tercemar. Salah satu limbah yang ada dalam limbah industri adalah limbah fenol. Limbah organik ini banyak ditemukan dalam limbah industri di Indonesia, antara lain industri migas, fiber-glass, perekat, kayu lapis, farmasi, cat, tekstil, keramik, plastik, formaldehid dan sebagainya. Fenol merupakan limbah berbau khas dan beracun serta
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
korosif terhadap kulit (menimbulkan iritasi). Apabila terminum akan menimbulkan rasa sakit dan merusak pembuluh darah sehingga menyebabkan gangguan pada otak, paruparu, ginjal dan limpa. Apabila mencemari perairan dapat menimbulkan rasa dan bau tidak sedap dan pada konsentrasi nilai tertentu akan menyebabkan kematian organisme di perairan. Berdasarkan kategori tersebut, fenol digolongkan sebagai Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Akhir-akhir ini lingkungan air (sungai, air tanah, danau dan laut) mengalami kerusakan dikarenakan banyaknya limbah yang dibuang. Untuk itu diperlukan upaya penanganan lingkungan air. Salah satu cara untuk mengolah limbah di lingkungan air secara fisik kimia adalah melalui proses adsorpsi. Proses adsorpsi dapat dilakukan dengan karbon aktif yang dibuat dari bahan bakar limbah kayu. Timbulan kayu di TPA Benowo sebesar 51,6 ton/hari atau sebesar 2,39% dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan karbon aktif. Penurunan fenol menggunakan karbon aktif telah banyak dilakukan. Kemampuan adsorpsi serbuk gergaji terhadap fenol mencapai efisiensi sebesar 6,45% (Trihendardi, 1997). Efisiensi karbon aktif dari ampas tebu untuk penyisihan fenol mencapai 98,33% dengan aktifator ZnCl2 (Setyowati, 1998) dan 17,78% dengan aktifator K2S (Herawati, 1998). Dalam penelitian ini menggunakan limbah kayu jati, merbau dan kamper. Penelitian ini juga membandingkan daya adsorpsi karbon aktif buatan dari limbah kayu dengan karbon aktif komersial. Alternatif penerapan teknologi adsorpsi dengan karbon aktif dipilih untuk penyisihan fenol karena permukaan karbon aktif yang luas, kemampuan adsorpsi yang besar, mudah diaplikasikan dan biaya yang diperlukan relatif murah (Qadeer dan Rehan, 1998). Perumusan Masalah 1. 2.
3.
Bagaimana karakteristik produk hasil pembuatan karbon aktif dari limbah kayu jati, merbau dan kamper. Berapa kemampuan penyisihan karbon aktif dari limbah kayu jati, merbau, kamper dan komersial dalam penyisihan fenol buatan. Serta pengukuran nilai pH larutan fenol setelah kontak dengan karbon aktif. Aplikasi persamaan isotherm Langmuir dan isotherm Freudlinch dari daya adsorpsi karbon aktif limbah kayu jati, merbau, kamper dan komersial untuk penyisihan fenol.
Tujuan Penelitian 1. 2.
3.
Mengetahui karakteristik produk hasil pembuatan karbon aktif dari limbah kayu jati, merbau dan kamper. Mengetahui kemampuan penyisihan karbon aktif dari limbah kayu jati, merbau, kamper dan komersial dalam penyisihan fenol buatan. Serta diketahui nilai pH larutan fenol setelah kontak dengan karbon aktif Mengaplikasikan persamaan isotherm Langmuir dan isotherm Freudlinch dari adsorpsi karbon aktif limbah kayu jati, merbau, kamper dan komersial untuk penyisihan fenol.
Landasan Teori Fenol merupakan senyawa organik dari golongan senyawa aromatik yang mempunyai rumus molekul C6H5OH dan rumus bangun sebagai berikut: C = C (OH) atau
ISBN : 978-979-99735-4-2 D-2-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008 H O
Gambar 1 Rumus Bangun Fenol (C6H5OH)
Fenol merupakan senyawa yang mempunyai grup hidroxyl yang menempel pada cincin aromatik, dikenal juga sebagai asam karbolik yang merupakan asam lemah dibandingkan asam asetat. Dalam keadaan murni (pada temperatur ruang), fenol berbentuk kristal solid dan tidak berwarna. Fenol larut dalam air karena sifatnya yang polar dan akan terurai menurut persamaan reaksi berikut :C6H5OH H+ + C6H5OFenol memiliki sifat cenderung asam, dapat melepaskan ion H+ dari gugus hidroksilnya. Pengeluaran ion tersebut menjadikan anion fenoksida (C6H5O−) yang. Fenol terionisasi menjadi H+ (Ka = 1,2x10-10) dan pada konsentrasi ini cukup beracun untuk bakteri. Pada umumnya fenol digunakan sebagai desinfektan (germicide), antiseptik, industri produk sintetik. Selain itu fenol dapat dijumpai sebagai hasil industri petroleum (Sawyer, McCarty and Parkin, 1990). Karbon Aktif Bahan dasar utama yang digunakan sebagai karbon aktif adalah material organik dengan kandungan karbon yang tinggi. Telah banyak penelitian mengenai bahan karbon aktif dengan bahan murah dan tersedia banyak seperti tempurung kelapa, tempurung kemiri dan serat kayu. Karbon aktif merupakan bahan adsorpsi dengan permukaan lapisan yang luas dengan bentuk butiran (granular) atau serbuk (powder). Adsorpsi adalah proses karbon aktif meyisihkan subtansi dari air. Sebuah proses penyisihan partikel yang terikat pada permukaan adsorben baik gaya tarik kimia maupun fisika. Dalam pengolahan air, karbon aktif digunakan sebagai adsorben untuk menyisihkan rasa, bau dan warna yang disebabkan oleh kandungan bahan organik dalam air. Kontaminan dalam air terserap karena tarikan dari permukaan karbon aktif lebih kuat dibandingkan dengan daya kuat yang menahan di dalam larutan. Senyawa-senyawa yang yang mudah terserap karbon aktif umumnya memiliki nilai kelarutan yang lebih kecil dari karbon aktif. Kontaminan dapat masuk ke dalam pori karbon aktif dan terakumulasi didalamnya, apabila kontaminan terlarut di dalam air dan ukuran pori kontaminan lebih kecil dibandingkan dengan ukuran pori karbon aktif. Proses Pembuatan Karbon Aktif Dasar pemilihan bahan baku dari karbon aktif tersebut yang paling menentukan adalah besar kandungan karbon pada bahan tersebut (Trihendardi, 1997). Pembuatan arang aktif berlangsung 3 tahap yaitu proses dehidrasi, proses karbonisasi dan proses aktifasi. Proses Dehidrasi Proses ini dilakukan dengan memanaskan bahan baku sampai suhu 1050C selama 24 jam dengan tujuan untuk menguapkan seluruh kandungan air pada bahan baku. Kemudian diukur kadar air. Proses Karbonisasi Proses karbonisasi adalah peristiwa pirolisis bahan dimana terjadi proses dekomposisi komponen. Proses ini merupakan peristiwa lanjutan dari pemanasan bahan baku yang mencapai suhu 600-1100oC. Selama proses ini unsur-unsur bukan karbon seperti hidrogen dan oksigen dikeluarkan dalam bentuk gas dan atom yang terbebaskan
ISBN : 978-979-99735-4-2 D-2-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
membentuk kristal grafit. Proses karbonisasi akan menghasilkan 3 (tiga) komponen pokok, yaitu karbon atau arang, tar, dan gas (CO2, CO, CH4, H, dll). Untuk memperoleh karbon aktif yang baik, perlu adanya pengaturan dan pengontrolan selama proses karbonisasi yaitu; kecepatan pertambahan temperatur, tinggi suhu akhir, dan lama karbonisasi. Tahap karbonisasi akan menghasilkan karbon yang mempunyai struktur pori lemah. Oleh karena itu arang masih memerlukan perbaikan struktur porinya melalui proses aktifasi. Proses Aktifasi Aktifasi adalah suatu perubahan fisika dimana permukaan karbon aktif menjadi jauh lebih banyak karena hidrokarbon yang terkandung dalam karbon disingkirkan (Austin, 1996). Untuk memperoleh arang yang berpori dan luas permukaan yang besar dapat diperoleh dengan cara mengaktifasi bahan. Ada dua cara dalam melakukan proses aktifasi yaitu: a. Aktifasi Fisika (Vapor Adsorben Carbon) Proses aktifasi dilakukan dengan mengalirkan uap atau udara ke dalam reaktor pada suhu tinggi (800-1000oC). Proses ini hjarus mengkontrol tinggi suhu dan besarnya uap atau udara yang dipakai sehingga dihasilkan karbon aktif dengan susunan karbon yang padat dan pori yang luas. b. Aktifasi Kimia (Chemical Impregnating Agent) Metode ini dilakukan dengan cara merendam bahan baku pada bahan kimia (H3PO4, ZnCl2, CaCl2, K2S, HCl, H2SO4, NaCl, Na2CO3.) sebelum proses karbonisasi. Proses perubahan arang menjadi karbon aktif merupakan hasil pengolahan bahan kimia pada suhu tinggi. Adsorpsi adalah proses pengumpulan subtansi terlarut (soluble) yang ada dalam larutan oleh permukaan benda penyerap dimana terjadi suatu ikatan kimia fisika antara subtansi dan penyerapnya. Proses adsorpsi digambarkan sebagai proses molekul meninggalkan larutan dan menempel pada permukaan zat penyerap akibat ikatan fisika dan kimia. Adsorpsi dalam air limbah sering mengikuti proses biologis untuk menyisihkan bahan-bahan yang tidak tersisihkan oleh proses biologis, misalnya bahan organik non-biodegradable. Oleh karena itu adsorpsi sering dikelompokkan sebagai pengolahan tersier (Sawyer et. al., 1994 dalam Masduqi dan Slamet, 2000). Pada proses adsorpsi yang dibatasi oleh proses difusi film dan difusi pori yang tergantung pada lamanya kontak antara partikel adsorben dan fluida dalam sistem. Bila lamanya kontak relatif sedikit maka lapisan film yang disekeliling partikel akan tebal sehingga proses adsorpsi berlangsung lambat dengan pengadukan yang cukup maka kecepatan difusi film meningkat. Model Adsorpsi Model menurut Antunes et al., 2003, adsorpsi yang paling umum dan banyak digunakan dalam adsorpsi adalah model isotherm Langmuir dan Freundlich. 1. Model adsorpsi Langmuir Model ini mendefinisikan bahwa kapasitas adsorpsi maksimum terjadi akibat adanya lapisan tunggal (monolayer) adsorbat di permukaan adsorben. Persamaan umum model adsorpsi isotherm Langmuir dapat ditulis (Tchobanoglous dalam Masduqi dan Slamet, 2003): x q m bC m 1 bC (1) Dimana, x/m = jumlah dari adsorbat yang diserap per unit berat dari adsorben (mg/mg) C = konsentrasi adsorbat dalam larutan pada saat kesetimbangan (mg/L) b = konstanta Langmuir
ISBN : 978-979-99735-4-2 D-2-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
qm = maksimum adsorbat yang dapat diserap (mg/mg) Dengan eksperiman laboratorium, kapasitas adsorpsi maksimum (qm) dan konstanta Langmuir dapat diperoleh. Untuk memudahkan perhitungan, maka persamaan 1 dilinierkan menjadi: 1 1 1 1 . x m q m b C q m (2) Gambar 3. yang diperoleh adalah garis linier dengan slope =1/(qmb) dan intercept = 1/qm
Slope =1/(qmb) 1/(x/m)
Slope = 1/(n) Log x/m
Intercept = log K
Gambar 3 Grafik Hubungan log Intercept =1/(qm) Gambar 2 Grafik Linier 1/(x/m) – x/m- log C 1/C
1/C
Log C
2. Model adsorpsi Freundlich Model ini mengasumsikan bahwa terdapat lebih dari satu lapisan permukaan (multilayer) dan site bersifat heterogen, yaitu adanya perbedaan energi pengikat pada tiap-tiap site dimana proses adsorpsi di tiap-tiap sisi adsorpsi mengikuti isotherm Langmuir (Schnoor, 1996; dalam Masduqi dan Slamet, 2003). Persamaan umum model adsorpsi isotherm Freundlich dapat ditulis x KC 1 / n m (3) Dimana : x/m = jumlah dari adsorbat yang diserap per unit berat dari adsorben (mg/mg) K = konstanta Freundlich c = konsentrasi adsorbat dalam larutan pada saat kesetimbangan (mg/L) 1/n = ketidaklinieran (tanpa satuan) Konstanta Freundlich diperoleh dengan eksperimen. Untuk mendapatkan konstanta K dan 1/n maka perlu dilakukan linierisasi terhadap persamaan 3 menjadi: 1 x log log K log C n m .(4) Grafik yang diperoleh adalah garis linier dengan slope = 1/n dan intercept = log K (lihat Gambar 3). METODOLOGI PENELITIAN Pertama dilakukan persiapan penelitian meliputi persiapan alat dan bahan percobaan serta pembuatan karbon aktif dari limbah kayu. Persiapan limbah fenol buatan dan pembuatan kurva kalibrasi fenol dengan spektrofotometer. Tahap kedua adalah pelaksanaan percobaan pendahuluan, dimana dalam percobaan awal ini akan ditentukan kecepatan dan waktu agitasi (pengadukan) optimum dengan karbon aktif limbah kayu jati (diperkirakan karbon aktif yang paling baik berdasarkan kekuatan kayu) untuk penyisihan fenol awal 6,41 mg/L. Tahap ketiga adalah pelaksanaan proses
ISBN : 978-979-99735-4-2 D-2-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
batch dimana proses ini akan ditambahkan karbon aktif dari limbah kayu jati, merbau dan kamper dengan dosis yang berbeda pada setiap reaktor (dapat dilihat pada Gambar 4). Pada reaktor tersebut juga dilarutkan fenol dengan konsentrasi yang berbeda pula. Konsentrasi yang digunakan adalah 6,41 mg/L, 4,27 mg/L dan 2,57 mg/L. Konsentrasi tersebut disamakan dengan Penyisihan Fenol Pada Limbah Industri Dari PT XYZ Dengan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes), yang menunjukkan bahwa konsentrasi fenol tertinggi mampu disisihkan oleh tumbuhan adalah 6,41 mg/L (Hamamah, 2007). Hal ini juga berdasarkan pada removal fenol oleh Granular Activated Carbon (GAC)– sequence batch reactor system, menunjukkan bahwa GAC dapat menyisihkan fenol dari konsentrasi awal 1000 mg/L hingga konsentrasi akhir 6,20 mg/L pada minggu pertama (Sirianuntapiboon, Vinitnantharat, dan Chamlongras, 1999). Hal lain yang mendasari karena adsorpsi dengan karbon aktif merupakan aplikasi pengolahan tersier untuk menyisihkan bahan organik yang tersisa dalam efluen setelah pengolahan biologis. Dilanjutkan dengan analisis kadar fenol setelah kontak dengan karbon aktif disertai pengukuran nilai pH. Tombol On-Off
Kontrol Putaran Paddle two Blade
Indikator Kecepatan (rpm)
Tumpuan Beaker Glass
Gambar 4 Reaktor Batch Berupa Jar Test
Dari percobaan ini didapatkan persamaan isotherm adsorpsi. Setelah semua proses tersebut dilaksanakan maka prosedur seterusnya adalah menganalisis data serta membuat pembahasan dan kesimpulan mengenai penelitian ini. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Pembuatan Karbon Aktif Limbah Kayu Jati, Merbau Dan Kamper Pembuatan karbon aktif dari limbah kayu jati, merbau dan kamper yang meliputi tiga tahap perlakuan yaitu proses dehidrasi, karbonisasi dan aktifasi (Gambar 5-7). Setelah proses aktifasi selesai maka arang tersebut dihaluskan dengan grinder dan diayak ukuran lolos 100 mesh. Karbon aktif jenis powder merupakan karbon aktif yang paling efektif dalam penurunan fenol. Karena semakin kecil ukuran karbon semakin besar daya serapnya terhadap fenol seiring semakin luasnya permukaan karbon aktif (Suhadak, 2005). Setelah semua proses pembuatan karbon aktif selesai dilakukan, maka karbon aktif limbah kayu jati, merbau dan kamper diuji kadar arang, kadar air, kadar abu, serta daya serap terhadap larutan I2. Karakteristik karbon aktif harus sesuai dengan Standart Industri Indonesia No. 0258-79 (Depperindag, 2004) tentang Pembuatan Karbon Aktif. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1. Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa karbon aktif dari limbah kayu sesuai dengan SII No. 0258-79 tentang Pembuatan Karbon Aktif. Sehingga karbon aktif dari limbah kayu layak digunakan sebagai karbon aktif untuk penyisihan fenol.
ISBN : 978-979-99735-4-2 D-2-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
Gambar 5 Limbah Kayu Setelah Proses Dehidrasi
Gambar 6 Limbah Kayu Merbau Setelah Proses Karbonisasi
Gambar 7 Limbah Kayu Merbau Dalam Proses Aktifasi
Tabel 1 Hasil Pengamatan Karakteristik Karbon Aktif Limbah Kayu Jati, Merbau Dan Kamper Kayu Jati Kayu Merbau Kayu Kamper Jenis Uji SII No. 0258-79 (%) (%) (%) Kadar Arang 36,25 35,94 34,78 Minimum 30 Kadar Air 4,81 5,12 4,58 Maksimum 10 Kadar Abu 1,55 1,80 1,58 Maksimum 2,5 Daya serap terhadap larutan I2 28,86 26,85 22,80 Minimum 20
Percobaan Pendahuluan Data dari percobaan pendahuluan akan digunakan sebagai acuan untuk percobaan proses batch.Pada Tabel 2 dan Tabel 3 dapat disimpulkan bahwa waktu agitasi optimum tercapai pada menit ke 60. Untuk kecepatan agitasi pada kecepatan 80 rpm dan 100 rpm tidak jauh berbeda pada menit ke 60. Penelitian ini juga mempertimbangkan faktor hemat energi, sehingga waktu agitasi yang dipilih adalah 30 menit Dengan catatan bahwa terjadi penyisihan konsentrasi fenol yang cukup signifikan yaitu lebih dari 90% pada waktu tersebut. Agitasi sangat berpengaruh pada naiknya kecepatan adsorpsi dengan menurunnya ketebalan dari lapisan film pelarut yang mengelilingi partikel atau adsorben, sehingga kecepatan agitasi tertentu membantu menghasilkan penyerapan yang lebih baik. Tabel 3 memperlihatkan kadar uap fenol cukup besar yaitu 15%. Tabel 2 Hasil Perhitungan Adsorben Karbon Aktif Kayu Jati Untuk Konsentrasi Penyisihan Fenol Awal 6,41 mg/L Konsentrasi (mg/L) Kecepatan Waktu Agitasi (menit) (rpm) 0 30 60 90 120 80 6,41 0,451 0,125 0,252 0,133 100 6,41 0,245 0,115 0,153 0,242
Tabel 3 Hasil Perhitungan Kontrol Untuk Konsentrasi Penyisihan Fenol Awal 6,41 mg/L Konsentrasi (mg/L) Kecepatan Waktu Agitasi (menit) (rpm) 0 30 60 90 120 80 6,41 5,376 5,477 5,479 5,610 100 6,41 5,925 5,886 5,930 5,648
Efisiensi karbon aktif dari limbah kayu dan karbon aktif komersial dalam penyisihan fenol Pada proses batch, prosentase penyisihan mencapai 99,35% dan 97,80% oleh karbon aktif kayu merbau dengan dosis 2,5 mg untuk konsentrasi fenol awal 6,41 mg/L dan 4,27 mg/L. Dan untuk konsentrasi fenol awal 2,56 mg/L prosentase penyisihan tertinggi dicapai karbon aktif komersial hingga 99,13% untuk dosis 2,5 mg. Untuk dapat mengetahui prosentase penyisihan setiap dosis karbon aktif dapat dilihat pada Tabel 4.
ISBN : 978-979-99735-4-2 D-2-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008 Tabel 4 Rekapitulasi Prosentase (%) Penyisihan Fenol Oleh Karbon Aktif Dengan Variasi Dosis No.
Konsentrasi Prosentase Penyisihan (%) Dosis Karbon Fenol (mg/L) Kayu Jati Kayu Merbau Kayu Kamper Komersial Aktif (mg)
1
2,56
91,41
91,73
85,45
96,23
2
4,27
90,47
89,91
91,13
93,2
3
6,41
94,12
90,01
94,87
93,62
4
2,56
93,02
93,98
89,8
96,72
5
4,27
92,35
93,67
94,79
93,37
6
6,41
95.86
93,62
94,99
94,74
7
2,56
94,3
94,14
93,34
97,62
8
4,27
93,39
95,17
94,9
95,36
9
6,41
96.11
96,49
95,12
96,74
10
2,56
95,75
96,6
93,5
98,81
11
4,27
95,17
96,43
97,05
96,02
12
6,41
96,36
97,86
95,61
97,98
13
2,56
98,33
97,36
97,2
99,13
14
4,27
97,71
97,8
97,71
96,86
15
6,41
96,61
99,35
98,36
99,23
0,5
1,0
1,5
2
2,5
Model Isotherm Karbon Aktif Dari grafik linier dengan menggunakan model isotherm Langmuir dan Freundlich didapatkan nilai regresi dari masing-masing karbon aktif seperti yang tercantum pada Tabel 5. Tabel 5 Nilai Koefisien Regresi Karbon Aktif Dengan Model Persamaan Isotherm Langmuir Dan Freundlich No. Model isotherm Langmuir Model isothermFreundlich Jenis karbon Jenis karbon Koefisien regresi (R2) Koefisien regresi (R2) aktif aktif Konsentrasi fenol (mg/L) Konsentrasi fenol (mg/L) 6,41 1
Kayu jati
2
Kayu merbau
3 4
4,27
2,56
6,41
4,27
2,56
0,9474 0,7301
Kayu kamper
0,877 0,7344 0,6885 Kayu jati 0,7133 0,9152 0,8916 Kayu merbau 0,5382 0,9258 0,7572 Kayu kamper
Komersial
0,7434 0,9416 0,8918 Komersial
0,7848 0,8475 0,8202
0,842
0,7
0,9413 0,8455
0,4114 0,9133
0,829
Tabel 5 memperlihatkan koefisien regresi (R2) yang besar dari isotherm Langmuir adalah karbon aktif komersial sedangkan untuk isotherm Freundlich dicapai oleh karbon aktif dari limbah kayu jati. Tabel 5 menunjukkan pula bahwa nilai koefisien regresi mendekati 1 dicapai oleh model isotherm Freundlich. Sehingga model isotherm yang digunakan adalah persamaan model isotherm Freundlich. Isotherm Freundlich sering digunakan untuk menjelaskan adsorpsi kimia organik pada karbon aktif di dalam air dan air limbah (Schnoor, 1996; dalam Masduqi dan Slamet, 2000). Isotherm Freundlich juga sering digunakan untuk adsorpsi dengan menggunakan Powder Activated Carbon (PAC). Untuk melihat nilai konstanta isotherm Freundlich dapat dilihat pada Tabel 6.
ISBN : 978-979-99735-4-2 D-2-8
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008 Tabel 6 Nilai Konstanta Freundlich Dan Persamaan Isotherm Freundlich Untuk Karbon Aktif No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Jenis karbon aktif Intercept Konsentrasi fenol (mg/L) (log K) Kayu jati ; 6,41 0,6788 Kayu merbau ; 6,41 1,9706 Kayu kamper ; 6,41 1,8327 Komersial ; 6,41 1,8447 Kayu jati ; 4,27 1,9281 Kayu merbau ;4,27 1,8041 Kayu kamper ; 4,27 1,7055 Komersial ; 4,27 1,3298 Kayu jati ; 2,56 2,0000 Kayu merbau ; 2,56 1,6289 Kayu kamper ; 2,56 2,1024 Komersial ; 2,56 1,5751
K
Slope (1/n)
n
Persamaan isotherm Freundlich
0,2095
2,8423
0,3518
x/m= 0,2095C2,8423
0,0107
0,5164
1,9365
x/m= 0,0107C0,5164
0,0147
0,8235
1,2143
x/m= 0,0147C0,8235
0,0143
0,6411
1,5598
x/m= 0,0143C0,6411
0,0118
0,9379
1,0662
x/m= 0,0118C0,9379
0,0157
1,0164
0,9839
x/m= 0,0157C1,0164
0,0197
1,0969
0,9117
x/m= 0,0197C1,0969
0,0468
1,7163
0,5826
x/m= 0,0468C1,7163
0,0100
0,7974
1,2541
x/m= 0,0100C0,7974
0,0235
1,2130
0,8244
x/m= 0,02235C0,8244
0,0079
0,8669
1,1535
x/m= 0,0079C0,8669
0,0266
0,8815
1,1344
x/m= 0,0266C0,8815
Nilai kapasitas adsorpsi menggambarkan jumlah dari adsorbat tertentu yang diserap per unit berat dari adsorben. Sehingga nilai kapasitas adsorpsi ini dapat digunakan sebagai pembanding antara adsorben satu dengan lainnya, tentunya semakin besar nilai kapasitas adsorpsinya semakin bagus pula kualitas adsorben tersebut. Dari Tabel 6 diketahui bahwa karbon aktif limbah kayu jati mempunyai nilai kapasitas adsorpsi yang paling besar yaitu 0,2095 mg/mg. Nilai pH Pada Limbah Fenol Buatan Pengukuran nilai pH dilakukan setiap pelaksanaan proses batch. Nilai pH pada pengukuran fenol berada diantara range 7- 10. Nilai pH juga menentukan tingkat ionisasi larutan yang mempengaruhi adsorpsi senyawa organik. Nilai pH yang baik berkisar antara 8-9 hal ini disebabkan netralisasi muatan negatif arang ion-ion hidrogen yang menyebabkan permukaan arang lebih baik untuk mengadsoprsi. Scanning Electron Microscope (SEM) Bentuk partikel dan struktur mikro dari permukaan pori karbon aktif dapat digambarkan dengan fotograf SEM. Untuk visualisasi gambar dari fotograf karbon aktif dapat dilihat pada Gambar 8. Pada Gambar 8 (a,b,c) memperlihatkan adanya partikulat yang berwarna putih, partikulat tersebut diperkirakan abu yang besarnya sekitar 2%. Tetapi pada Gambar 8 (a,b,c) tidak memperlihatkan pori-pori dari karbon aktif limbah kayu. Gambar 8 (a,b,c) juga memperlihatkan bahwa karbon aktif kayu jati memiliki permukaan yang lebih luas dibandingkan dengan karbon aktif limbah kayu merbau dan kamper. Sehingga dapat disimpulkan bahwa karbon aktif kayu jati merupakan karbon aktif terbaik dibandingkan dengan karbon aktif limbah kayu merbau dan kamper.
ISBN : 978-979-99735-4-2 D-2-9
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
10000X
(a)
(b)
(c)
(d)(sumber:www.tech-rep.co.uk//>)
Gambar 8 (d) menunjukkan bentuk partikel dan struktur mikro karbon aktif komersial tempurung kelapa dengan bentuk granular. Pada gambar tersebut terlihat pori karbon aktif, dengan semakin luas pori maka semakin luas pula kapasitas adsorpsi adsorben. Estimasi Biaya Pembuatan Karbon Aktif Limbah Kayu Jati, Merbau, dan Kamper Berat awal bahan limbah kayu adalah ± 2 kg. Setelah melalui proses dehidrasi, karbonisasi dan aktifasi maka berat total ketiga berbeda-beda. Untuk karbon aktif kayu jati berat bersih adalah 0,8 kg. Karbon aktif kayu merbau 0,9 kg berat bersih sedangkan untuk kayu kamper 0,7 kg berat bersih. Dengan memperhitungkan jumlah kebutuhan bahan kimia yang dibutuhkan, didapatkan harga karbon aktif dari limbah kayu adalah: Kayu jati Rp. 67.250 per kg Kayu merbau Rp. 65.600 per kg Kayu kamper Rp. 69.450 per kg Pada analisis biaya proses pengarangan di atas, digunakan minyak tanah sebagi acuan. Mengingat pada saat proses karbonisasi dan dehidrasi sebenarnya dipakai furnace dan oven yang lebih rumit menghitung biaya yang dihabiskan. Untuk itu perhitungan disumsi menggunakan kompor hock dengan bahan bakar minyak tanah. Total biaya di atas akan jauh lebih murah apabila dilakukan dalam skala besar karena harga bahan kimia dalam jumlah besar lebih murah. Sedangkan saat ini harga karbon aktif komersial di pasaran berkisar Rp.40.000/kg untuk karbon aktif dengan bentuk serbuk dari bahan tempurung kelapa. Uji Statistik Karbon Aktif Limbah Kayu Jati, Merbau, Kamper dan Karbon Aktif Komersial Dilakukan pengecekan terhadap data hasil uji definitif dengan menggunakan program ANOVA untuk mengetahui karbon aktif yang paling efektif dalam penyisihan fenol. Uji definitif berdasarkan tiap dosis karbon aktif yaitu 0,5 mg, 1 mg, 1,5 mg, 2 mg dan 2,5 mg. Dari pengecekan yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada
ISBN : 978-979-99735-4-2 D-2-10
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
perbedaan yang nyata antara karbon aktif limbah kayu jati, merbau dan kamper dan karbon aktif komersial dalam menyisihkan fenol. Secondary Treatment Aplikasi pengolahan air limbah dengan menggunakan adsorben berbentuk serbuk atau granular di lapangan, menggunakan sistem kontinyu atau sistem batch. Adapun alternatif pengolahan fenol adalah sebagai berikut: 1. PAC diaplikasikan di instalasi pengolahan limbah dengan ”Activated Sludge with Powdered Activated Carbon Tretment (PACT)” (Tchobanoglous, Burton and Stensel 2003). Prinsipnya adalah melarutkan karbon aktif sehingga menjadi partikel tersuspensi dalam larutan, kemudian karbon aktif kontak dengan lumpur aktif dalam Contact Aeration Tank. Setelah itu karbon aktif bersama efluen diendapkan kotak penampung lalu diregenerasi lagi. 2. Pada pengaplikasian Powdered Activated Carbon (PAC) terjadi shock loading, kenaikan nilai BOD, penambahan volume limbah dan masuknya PAC ke dalam sludge, sehingga PAC sulit diregenerasi. Aplikasi untuk karbon aktif jenis granular memakai Granular Activated Carbon (GAC) dan Sequence batch reactor system dapat mengatasi masalah PAC. Luas permukaan GAC yang besar menyebabkan GAC mudah mengendap sehingga tidak terbawa ke sludge dan GAC dapat dipakai mikroorganisme sebagai media melekat. Influen limbah mengandung 1000 mg/L fenol. Penyisihan fenol memakai GAC dalam sequence batch reaktor mencapai 99,4% sehingga efluen menjadi 6,20 mg/L dalam waktu 7 hari. Dengan demikian GAC dalam sequence batch reactor layak untuk diaplikasikan dalam industri yang mengandung limbah fenol (Sirianuntapiboon, Vinitnantharat and Chamlongras, 1999). Regenerasi Karbon Aktif Pengolahan air limbah menggunakan adsorpsi karbon aktif sudah diterapkan secara luas. Seiring dengan berjalannya waktu, karbon aktif dapat mengalami kejenuhan dan menjadi tidak aktif. Untuk itu perlu diadakan upaya mengubah kondisi karbon aktif sehingga karbon aktif tidak jenuh, yaitu dengan cara regenerasi. Alternatif regenerasi karbon aktif dapat dipaparkan sebagai berikut: 1. Terdapat dua tipe regenerasi karbon aktif dengan pembakaran memakai tungku dengan: a. Metode ini dapat digabungkan dengan sistem fixed-bed carbon dengan satu kolom karbon atau sistem moving-bed dengan dua kolom karbon. Tungku ini mempunyai suhu 816-927 ºC. Pengaktifan kembali karbon aktif pada metode ini mengkombinasikan panas, steam yang dihasilkan dari evaporasi air, oksigen dan karbon monoksida yang dihasilkan. b. Pembakaran dengan menggunakan power plant flue gases(CPCPC, 2003). Proses ini untuk mendapatkan PAC yang bisa digunakan kembali. Hasil dari percobaan ini adalah PAC dengan kemampuan adsorpsi yang tidak berubah secara signifikan 2. Regenerasi karbon aktif dengan reaktor fluidized electrochemical Metode ini merupakan teknologi baru. Keuntungan yang diperoleh dari metode ini adalah digunakan pada temperatur ruangan, tidak ada penambahan pengolahan, dan dapat menyisihkan bahan organik.Cara kerja metode ini adalah karbon aktif jenuh dibawa ke reaktor fluidized electrochemica. Kemudian reaktor electrochemical menyatu dengan fluidized bed untuk menyisihkan bahan organik dalam karbon aktif. Setelah itu karbon aktif jenuh tersebut mengalami regenerasi setelah menyerap bahan fenol. Pada kondisi normal, regenerasi karbon aktif dapat mencapai 85% (Zhou et al, 2002).
ISBN : 978-979-99735-4-2 D-2-11
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
KESIMPULAN 1. Konsentrasi maksimum fenol yang mampu diturunkan kadarnya oleh sistem bioreaktor kayu apu adalah 2,14 mg/L. 2. a. Efisiensi sistem bioreaktor kayu apu dalam menurunkan konsentrasi fenol dan COD pada limbah industri phenolic water, masing-masing sebesar 79,32 % - 94,88 % dan 38,89 - 72,92 % b. Efisiensi sistem bioreaktor kontrol dalam menurunkan konsentrasi fenol dan COD pada limbah industri phenolic water, masing-masing sebesar 77,90 % - 92,07 % dan 75 % - 85 % c. Efisiensi sistem bioreaktor kayu apu dalam menurunkan konsentrasi fenol dan COD pada limbah fenol buatan, masing-masing sebesar 79,32 % - 95,58 % dan 63,64 % - 77,78 %. d. Efisiensi sistem bioreaktor kontrol dalam menurunkan konsentrasi fenol dan COD pada limbah fenol buatan, masing-masing sebesar 84,98 % - 95,93 % dan 58,33 % - 63 %. 3. Efisiensi sistem bioreaktor kayu apu dalam penurunan fenol tertinggi pada limbah fenol buatan, sedangkan efisiensi penurunan COD tertinggi pada limbah industri phenolic water 4. Kayu apu tidak memiliki peran yang cukup signifikan. DAFTAR PUSTAKA Damayanti, A. 2000. Studi Pemanfaatan Kayu Apu (Pistia stratiotes) Untuk Menurunkan COD, N, P pada Lindi TPA Keputih Surabaya. Surabaya: Tugas Akhir Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS. Gerrard, A. M., et al. July. 2006.Simple Models for Continous Aerobic Biodegradation of Phenol in a Packed Bed Reactor. Barazilian Archives of Biology and Technology. An International Journal. Vol. 49 n-4; pp. 669-676. Priyanto, Budhi. Maret, 2007. Pengembangan Teknologi Pemanfaatan Sumberdaya Hayati Tumbuhan Untuk Pembersihan Pencemaran Logam
Rothmel, R. K. Dan Chakrabarty, A . M., Intterrelation of Chemistry and Biotechnology-Iit Microbial Degradation of Synthetic Recalcitrant Compounds. Sari, P. M. 1999. Studi Pemanfaatan Kayu Apu (Pistia stratiotes) untuk Menurunkan COD, N dan P pada Air Limbah Pabrik Tahu. Surabaya: Tugas Akhir Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS. Tedder D. William dan Pohland, Frederick, G. 1989. Emerging Technologies In Hazardous Waste Management Washington DC: American Chemical Society. Truu, J.. et. al. 2003. “Enhanced Biodegradation of Oil Shale Chemical Industry Solid Wastes by Phytoremediation and Bioaugmentation”. Oil Shale. Vol. 20, No. 3 SPECIAL ISSN 0208-189X. pp. 421-428
ISBN : 978-979-99735-4-2 D-2-12