PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERBANDINGAN BIOAVAILABILITAS ANTARA TABLET BIOGESIC® DAN TABLET PAMOL® DENGAN TABLET PARASETAMOL GENERIK PADA KELINCI PUTIH JANTAN
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh: Vincilia Indriyani NIM : 038114008
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERBANDINGAN BIOAVAILABILITAS ANTARA TABLET BIOGESIC® DAN TABLET PAMOL® DENGAN TABLET PARASETAMOL GENERIK PADA KELINCI PUTIH JANTAN
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh: Vincilia Indriyani NIM : 038114008
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Besar atas kasih, kuasa, mujizat, dan penyertaan-Nya yang sempurna sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perbandingan Bioavailabilitas antara Tablet Biogesic® dan Tablet Pamol® dengan Tablet Parasetamol Generik pada Kelinci Putih Jantan”. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) pada Program Studi Farmasi di Universitas Sanata Dharma. Penulisan skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa bimbingan, bantuan, dukungan, dan doa dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada: 1. Orang tua tercinta dan adikku, Willy, atas doa, pengertiannya, dan dukungan semangatnya yang tak pernah berhenti hingga hari ini. 2. Rita Suhadi, M. Si., Apt. selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma dan terima kasih atas pinjaman bukunya yang sangat membantu penyelesaian skripsi ini. 3. Drs. Mulyono, Apt. selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan tenaga, juga atas masukan, saran, pengajaran, dukungan, dan semangat yang selalu menginspirasi dalam penyusunan skripsi ini. 4. Christine Patramurti, M. Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah berkenan menguji dan memberikan masukan serta saran atas penulisan skripsi ini.
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5. C. M Ratna Rini Nastiti, S. Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah berkenan menguji, memberikan bimbingan, masukan dan saran yang sangat berarti dalam penyusunan skripsi ini. 6. Yosef
Wijoyo, M. Si., Apt. selaku dosen yang telah berkenan memberikan
masukan, dukungan dan dorongan semangat dalam pengerjaan skripsi ini. 7. Clara ”Jephi”ana Sri Widyarini, sahabat, teman praktikum, dan rekan kerja, atas persahabatan yang indah, kerja sama yang luar biasa, canda tawa, pemikiran, pengetahuan, semangat, motivasi, dan doa hingga kita bisa menyelesaikan kuliah kita, PKM dan skripsi kita bersama. 8. Mas Heru, Mas Parjiman, Mas Kayat, Mas Yuwono, Pak Mus, Pak Mukmin, Mas Wagiran, dan segenap karyawan yang telah membantu dan menyemangati. 9. Teman-teman seperjuangan di laboratorium : Fany, Essy, Surya, Galih, dan Angga atas dukungan semangat dan canda tawanya selama ini. 10. Kesukaan Bapa’s crew yaitu Ci Anita, Ci V’ri, Ci Esme, Ci Vina, Astri, Juwi, Ine, Indri, Dian, dan Christina, serta anak sel-ku Agnes, Heni, dan Jenny, atas doa, perhatian, dan kebersamaan persekutuan kita yang indah. 11. Ko Andrey, Koko Can, dan Fang-fang, sahabat-sahabat terbaik, yang selalu ada menemani
hari-hariku,
yang
selalu
mempercayaiku,
mendukung
dan
mendoakanku. 12. Bu Ina dan Ko Dian, teman sekaligus guru musikku yang selalu memberikan semangat dan memaklumi kesibukanku dalam pengerjaan skripsi ini.
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13. Adhy, Tirza, Eta, Arnie, dan teman-teman kuliah khususnya angkatan 2003 kelompok praktikum A, terima kasih atas semangat dan segala kebersamaan kita selama ini. 14. Semua pihak yang telah banyak membantu. Atas segala bantuan yang telah diberikan selama ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih. Penulis menyadari sepenuhnya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari keterbatasan dan kekurangan penulis. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Besar harapan penulis bahwa skripsi ini dapat bermanfaat bagi perbendaharaan dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Penulis
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INTISARI Obat yang beredar di masyarakat dapat dibagi menjadi obat generik dan obat dagang. Perbandingan kedua produk obat tersebut dapat ditinjau dari penelitian farmakokinetika. Penelitian ini dimaksudkan untuk membandingkan bioavailabilitas obat dagang terhadap obat generik pada kelinci putih jantan. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan eksperimental silang. Konsentrasi parasetamol dalam plasma kelinci ditentukan dengan metode kolorimetri berdasarkan metode Chafetz et al. (1971) yang telah dimodifikasi. Data kemudian diubah menjadi parameter-parameter bioavailabilitas dan dianalisis dengan ANOVA mengggunakan taraf kepercayaan 90%. Hasil penelitian yaitu tmaks (menit) untuk tablet parasetamol generik = 24,233 ± 1,193; tablet Biogesic® = 28,000 ± 4,371; tablet Pamol® = 58,467 ± 1,976. Cmaks (μg /ml) untuk tablet parasetamol generik = 193,927 ± 38,345; tablet Biogesic® = 162,870 ± 34,831; tablet Pamol® = 156,647 ± 42,072. AUC(0-∞) (μg.menit/ml) untuk tablet parasetamol generik = 22896,410 ± 3731,193; tablet Biogesic® = 22198,470 ± 698,045; tablet Pamol® = 25525,490 ± 7181,70. Hasil ini menunjukkan ada perbedaan tidak bermakna nilai AUC(0-∞) dan nilai Cmaks antara tablet Biogesic® dan tablet Pamol® dengan tablet parasetamol generik. Namun, terdapat perbedaan bermakna nilai tmaks tablet Pamol® terhadap tablet parasetamol generik. Jadi, dapat disimpulkan tablet Biogesic® bioekivalen dengan tablet generik, sedangkan tablet Pamol® bioinekivalen dengan tablet generik.
Kata kunci utama : obat generik, obat dagang, parasetamol, bioavailabilitas, bioekivalen.
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
Drugs can be divided into two groups, are generic drugs and brand-name drugs. The comparison of them could be found out by pharmacokinetic research. This research was aimed to compare the bioavailability of brand-name drugs to generic drugs on male white rabbits. The research was pure cross experimental research. Paracetamol concentrations in rabbits’ plasma were determined by a colorimetric method based on modified-Chafetz et al. method (1971). The data were presented as bioavailability parameters, and were analyzed using ANOVA with 90% confidence interval. The results showed that tmax (min) for generic paracetamol tablets = 24,233 ± 1,193; Biogesic® tablets = 28,000 ± 4,371; Pamol® tablets = 58,467 ± 1,976. Cmax (μg /ml) for generic paracetamol tablets = 193,927 ± 38,345; Biogesic® tablets = 162,870 ± 34,831; Pamol® tablets = 156,647 ± 42,072. AUC(0-∞) (μg.min/ml) for generic paracetamol tablets = 22896,410 ± 3731,193; Biogesic® tablets = 22198,470 ± 698,045; Pamol® tablets = 25525,490 ± 7181,70. There were insignificant differences of AUC(0-∞) and Cmaks between Biogesic® and generic tablets, and between Pamol® and generic tablets. However, significant difference of tmaks was found out between Pamol® and generic tablets. Therefore, we conclude that Biogesic® and generic tablets were bioequivalent, but Pamol® and generic tablets were bioinequivalent.
Keywords :
generic drugs, brand-name drugs, paracetamol, bioavailability, bioequivalent.
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .........................................................................................
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...............................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN ...........................................................................
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................
v
PRAKATA ........................................................................................................
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...........................................................
ix
INTISARI ..........................................................................................................
x
ABSTRACT ......................................................................................................
xi
DAFTAR ISI .....................................................................................................
xii
DAFTAR TABEL .............................................................................................
xvi
DARTAR GAMBAR ........................................................................................
xviii
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................
xx
BAB I PENGANTAR .......................................................................................
1
A. Latar Belakang ............................................................................................
1
1. Perumusan masalah ...............................................................................
2
2. Keaslian Penelitian..................................................................................
2
3. Manfaat .................................................................................................
2
B. Tujuan .........................................................................................................
3
1. Tujuan Umum .......................................................................................
3
2. Tujuan Khusus ......................................................................................
3
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ................................................................
4
A. Nasib Obat di Dalam Tubuh .......................................................................
4
B. Fase Farmakokinetika .................................................................................
5
1. Absorpsi dan Bioavailabilitas ...............................................................
6
2. Distribusi ................................................................................................
23
3. Biotransformasi atau metabolisme .........................................................
23
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4. Ekskresi .................................................................................................
24
C. Bioekivalensi ...............................................................................................
25
1. Definisi ..................................................................................................
25
2. Studi Bioavailabilitas dan Bioekivalensi ..............................................
26
3. Korelasi in vitro dan in vivo ..................................................................
27
D. Dasar-Dasar Farmakokinetika .....................................................................
28
1. Definisi ..................................................................................................
28
2. Model Farmakokinetika ........................................................................
28
3. Parameter Farmakokinetika ..................................................................
29
4. Strategi Penelitian Farmakokinetika .....................................................
35
E. Desain Cross Over ......................................................................................
37
F. Parasetamol .................................................................................................
37
G. Darah ...........................................................................................................
41
H. Kolorimetri ..................................................................................................
43
1. Definisi ..................................................................................................
43
2.
Kriteria Analisis Kolorimetri ...............................................................
43
3. Metode Kolorimetri untuk Parasetamol ...............................................
44
I. Keterangan Empiris .....................................................................................
47
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..........................................................
48
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ..................................................................
48
B. Variabel dan Definisi Operasional ..............................................................
48
1. Variabel Penelitian ................................................................................
48
2. Definisi Operasional .............................................................................
50
C. Bahan Penelitian ..........................................................................................
51
D. Alat Penelitian .............................................................................................
51
E. Tata Cara Penelitian ....................................................................................
51
1. Uji Pendahuluan Tablet Parasetamol ...................................................
51
2. Pembuatan Larutan ...............................................................................
53
3. Pengambilan Plasma Darah ...................................................................
55
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4. Validasi Metode Analisis ......................................................................
55
5. Orientasi Dosis ......................................................................................
58
6. Metode Bioanalitik Parasetamol dalam Plasma Darah ........................
59
F. Analisis Hasil ..............................................................................................
61
1. Nilai Perolehan Kembali (Recovery), Kesalahan Sistematik, dan Kesalahan Acak .....................................................................................
61
2. Pengolahan Data dengan program STRIPE ..........................................
62
3. Analisis Data secara statistik .................................................................
62
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................
64
A. Uji Sifat Fisik Tablet Parasetamol ..............................................................
64
1. Uji Keseragaman Bobot ........................................................................
64
2. Uji Kekerasan ........................................................................................
66
3. Uji Kerapuhan .......................................................................................
66
4. Uji Waktu Hancur .................................................................................
67
5. Uji Disolusi ............................................................................................
68
B. Pengambilan Plasma Darah Kelinci .............................................................
72
C. Validasi Metode Analisis .............................................................................
73
1. Penentuan Operating Time (OT) ............................................................
78
2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Parasetamol .....................
80
3. Pembuatan Kurva Baku ........................................................................
81
4. Penentuan Nilai Perolehan kembali, Kesalahan Sistematik, dan Kesalahan Acak .....................................................................................
83
D. Orientasi Dosis dan Orientasi Waktu Pengambilan Cuplikan ....................
85
E. Perbandingan Bioavailabilitas .....................................................................
87
1. Nilai tmaks ..............................................................................................
89
2. Cmaks .......................................................................................................
90
3. AUC(0-∞) .................................................................................................
91
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................
101
A. Kesimpulan .................................................................................................
101
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. Saran ............................................................................................................
102
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................
103
LAMPIRAN ......................................................................................................
108
BIOGRAFI PENULIS ......................................................................................
142
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL Tabel I
Desain Operasional Penelitian ..................................................
59
Tabel II
Parameter-parameter Farmakokinetika beserta satuannya ........
62
Tabel III
Hasil Rata-rata Uji Keseragaman Bobot Tablet ........................
65
Tabel IV
Hasil Rata-rata Uji Kekerasan Tablet .......................................
66
Tabel V
Hasil Uji Kerapuhan Tablet ......................................................
67
Tabel VI
Hasil Uji Waktu Hancur Tablet .................................................
68
Tabel VII
Data Persamaan Kurva Baku Disolusi ......................................
69
Tabel VIII
Hasil Uji Disolusi ......................................................................
70
Tabel IX
Nilai Faktor Kemiripan (f2) .......................................................
72
Tabel X
Data Persamaan Kurva Baku ....................................................
82
Tabel XI
Nilai Perolehan Kembali, Kesalahan Sistematik, dan Kesalahan4 Acak Parasetamol di Dalam Plasma Kadar 100 µg/ml .............
Tabel XII
84
Nilai Perolehan Kembali, Kesalahan Sistematik, dan Kesalahan Acak Parasetamol di Dalam Plasma Kadar 400 µg/ml .............
84
Tabel XIII
Nilai Rata-Rata Parameter-Parameter Bioavailabilitas .............
87
Tabel XIV
Hasil Analisis Statistik untuk tmaks
89
Tabel XV
Hasil Analisis Statistik untuk ln Cmaks
.............................................................
90
Tabel XVI
Hasil Analisis Statistik untuk AUC(0-∞) .....................................
92
Tabel XVII
Nilai Rata-rata Geometrik Parameter-parameter Bioavailabilitas 98
Tabel XVIII
Hasil Uji Keseragaman Bobot ...................................................
108
Tabel XIX
Hasil Uji Kekerasan ..................................................................
109
Tabel XX
Hasil Uji Disolusi Tablet Parasetamol Generik ........................
112
....................................................................
®
Tabel XXI
Hasil Uji Disolusi Tablet Biogesic
..........................................
113
Tabel XXII
Hasil Uji Disolusi Tablet Pamol® .............................................
114
Tabel XXIIII Perhitungan Faktor Kemiripan ..................................................
115
Tabel XXIV Konversi Perhitungan Dosis Antar Jenis Hewan ......................
118
Tabel XXV
124
Data Tablet Parasetamol Generik 1 ...........................................
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel XXVI Data Tablet Parasetamol Generik 2 ...........................................
125
Tabel XXVII Data Tablet Parasetamol Generik 3 ...........................................
126
Tabel XXVIII Data Tablet Biogesic® 1 ............................................................
127
Tabel XXIX Data Tablet Biogesic® 2 ............................................................
128
Data Tablet Biogesic® 3 ............................................................
129
Tabel XXXI Data Tablet Pamol®1 .................................................................
130
Tabel XXXII Data Tablet Pamol® 2 ................................................................
131
Tabel XXX
®
Tabel XXXIII Data Tablet Pamol 3 ................................................................
132
Tabel XXXIV Nilai Rata-rata Aritmatika Parameter-parameter Farmakokinetika ........................................................................
xvii
133
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR Gambar 1
Proses Obat dalam Tubuh hingga Menimbulkan Efek .................
5
Gambar 2. Proses Farmakokinetika Obat di dalam Tubuh .............................
6
Gambar 3
Proses Perjalanan Absorpsi Obat ..................................................
7
Gambar 4
Struktur Parasetamol .....................................................................
38
Gambar 5
Metabolisme Parasetamol .............................................................
41
Gambar 6
Reaksi Parasetamol dengan Asam Nitrat ......................................
45
Gambar 7
Reaksi Hidrolisis Parasetamol menjadi p-aminofenol ..................
45
Gambar 8
Reaksi Pembentukan Warna .........................................................
46
Gambar 9
Kurva Baku Disolusi .....................................................................
69
Gambar 10 Kurva Nilai Rata-rata Kumulatif Uji Disolusi ± SD .....................
71
Gambar 11 Reaksi antara Asam Klorida dengan Natrium Nitrit Sehingga Membentuk ion Nitrosonium ........................................
74
Gambar 12 Reaksi antara Parasetamol dengan Ion Nitrosonium Membentuk 2-nitro-4-asetamidofenol ...............................................................
75
Gambar 13 Reaksi antara Asam Nitrit dengan Asam Sulfamat .......................
76
Gambar 14 Reaksi antara 2-nitro-4 asetamidofenol dalam Suasana Basa Menghasilkan ion 2-nitro-4 asetamidofenolat ......................
76
Gambar 15 Reaksi Menstabilkan Diri Ion 2-nitro-4 asetamidofenolat ............
77
Gambar 16 Mekanisme Reaksi Parasetamol dalam Metode Chafetz et al. .....
78
Gambar 17 Pengukuran Operating Time (OT) Larutan Parasetamol dalam Plasma Kadar 100 μg/ml ...............................................................
79
Gambar 18 Pengukuran Operating Time (OT) Larutan Parasetamol dalam Plasma Kadar 400 μg/ml ...............................................................
79
Gambar 19 Pengukuran Panjang Gelombang Maksimum Larutan Parasetamol 100 μg/ml ..................................................................
80
Gambar 20 Pengukuran Panjang Gelombang Maksimum Larutan Parasetamol 400 μg/ml ................................................................... 81
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 21 Kurva Baku Parasetamol ...............................................................
83
Gambar 22 Kurva Rata-rata Kadar Parasetamol dalam Plasma versus Waktu
93
Gambar 23 Kurva Rata-rata ln Kadar Parasetamol dalam Plasma versus Waktu 93 Gambar 24 Kurva Hasil Uji Disolusi Tablet Parasetamol Generik .................
112
Gambar 25 Kurva Hasil Uji Disolusi Tablet Biogesic® ...................................
113
Gambar 26 Kurva Hasil Uji Disolusi Tablet Pamol® ......................................
114
Gambar 27 OT Larutan Parasetamol Kadar 100µg/ml ....................................
120
Gambar 28 OT Larutan Parasetamol Kadar 400µg/ml ....................................
120
Gambar 29 λmaks Larutan Parasetamol Kadar 100µg/ml ..................................
121
Gambar 30 λmaks Larutan Parasetamol Kadar 400µg/ml ..................................
121
Gambar 31 Kurva Baku Parasetamol ...............................................................
122
Gambar 32 Sertifikat Analisis Parasetamol .....................................................
123
Gambar 33 Kurva Hubungan Kadar Tablet Parasetamol Generik vs Waktu ..
134
Gambar 34 Kurva Hubungan Kadar Tablet Biogesic® vs Waktu ....................
134
Gambar 35 Kurva Hubungan Kadar Tablet Pamol® vs Waktu ........................
134
Gambar 36 Kurva Hubungan ln Kadar Tablet Parasetamol Generik vs Waktu
135
Gambar 37 Kurva Hubungan ln Kadar Tablet Biogesic® vs Waktu ................
135
Gambar 38 Kurva Hubungan ln Kadar Tablet Pamol® vs Waktu ...................
135
xix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1
Hasil Uji Keseragaman Bobot ................................................... 108
Lampiran 2
Hasil Uji Kekerasan .................................................................. 109
Lampiran 3
Contoh Cara Perhitungan Data Disolusi ...................................... 110
Lampiran 4
Hasil Uji Disolusi ......................................................................... 112
Lampiran 5
Perhitungan Pembuatan Larutan Parasetamol untuk Kurva Baku 116
Lampiran 6
Contoh Perhitungan Pembuatan Larutan Obat ........................... 117
Lampiran 7
Tabel Konversi Perhitungan Dosis Antar Jenis Hewan dan Perhitungan Orientasi Dosis ............................................... 118
Lampiran 8
Contoh Perhitungan Volume Pemberian Larutan Parasetamol Pada Hewan Uji ........................................................................... 119
Lampiran 9
Hasil Scanning Penentuan Operating time dan Panjang Gelombang Maksimum Parasetamol ......................................... 120
Lampiran 10 Hasil Scanning Kurva Baku ..................................................... 122 Lampiran 11 Sertifikat Analisis Parasetamol ................................................ 123 Lampiran 12 Hasil Pengolahan Data Dengan Program STRIPE Untuk Tablet Parasetamol Generik ........................................... 125 Lampiran 13 Hasil Pengolahan Data Dengan Program STRIPE Untuk Tablet Biogesic® ........................................................... 127 Lampiran 14 Hasil Pengolahan Data Dengan Program STRIPE Untuk Tablet Pamol® ................................................................ 130 Lampiran 15 Nilai Rata-rata Parameter-parameter Farmakokinetika ........... 133 Lampiran 16 Contoh Perhitungan Nilai Rata-rata Geometrik Parameter Bioavailabilitas ......................................................................... 133 Lampiran 17 Kurva Kadar Parasetamol Dalam Plasma (Cp vs t) ................. 134 Lampiran 18 Kurva ln Kadar Parasetamol Dalam Plasma (ln Cp vs t) ......... 135 Lampiran 19 Hasil Pengolahan Data Secara Statistik Dengan Program SPSS
xx
136
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 1
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang Obat tidak pernah lepas dari kehidupan masyarakat. Dewasa ini, semakin tinggi permintaan masyarakat akan obat. Obat telah menjadi kebutuhan dalam masyarakat. Hal tersebut memicu berkembangnya industri-industri obat sehingga obat yang beredar di masyarakat menjadi sangat beragam. Obat dalam masyarakat dapat dibedakan menjadi dua, yaitu obat generik dan obat bermerek dagang (trade mark). Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat menggunakan kedua jenis obat tersebut. Oleh sebab itu, obat yang beredar di dalam masyarakat harus terjamin mutu, khasiat, dan keamanannya. Obat generik merupakan obat jadi yang menggunakan nama zat aktif yang terkandung di dalamnya sesuai dengan yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku resmi lainnya. Obat bermerek dagang merupakan obat jadi dengan nama dagang yang dilindungi hukum yaitu merek terdaftar. Banyaknya obat jadi dengan zat aktif yang sama yang beredar di masyarakat baik obat generik maupun obat bermerek dagang, menimbulkan pertanyaan apakah obat-obat tersebut adalah sama. Perbandingan kedua jenis obat tersebut dapat ditinjau dari segi farmakokinetika. Dalam penelitian ini, dilakukan analisis farmakokinetika yaitu dengan melakukan studi bioavailabilitas dan bioekivalensi dengan cara membandingkan parameter-parameter bioavailabilitas. Bioavailabilitas suatu produk dapat ditinjau dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2
kecepatan dan jumlah obat yang diabsorpsi dalam tubuh. Penelitian ini menggunakan tablet Biogesic® dan tablet Pamol® selaku obat bermerek dagang yang mengandung senyawa aktif tunggal parasetamol dengan tablet parasetamol generik sebagai pembandingnya. Penelitian ini dilakukan pada hewan uji yaitu kelinci putih jantan. Parasetamol dipilih sebagai obat yang akan diteliti dikarenakan parasetamol sangat lazim digunakan dalam masyarakat baik sebagai obat flu, demam, sakit kepala, nyeri haid, dan sebagainya.
1. Perumusan masalah Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu apakah tablet Biogesic® dan tablet
Pamol® memiliki
bioavailabilitas yang sama dengan tablet parasetamol generik?
2. Keaslian penelitian Sejauh yang diketahui penulis, belum pernah dilakukan penelitian mengenai perbandingan bioavailabilitas antara tablet Biogesic® dan tablet Pamol® dengan tablet parasetamol generik pada kelinci putih jantan di lingkungan penelitian Universitas Sanata Dharma dan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
3. Manfaat penelitian Penelitian mengenai perbandingan bioavailabilitas tablet parasetamol ini diharapkan memiliki manfaat yaitu manfaat teroritis. Penelitian ini diharapkan dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3
memberikan informasi akan perbandingan bioavailabilitas tablet obat bermerek dagang dan tablet obat generik yang mengandung parasetamol pada hewan uji.
B. Tujuan Tujuan dari penelitian ini yaitu: 1. Tujuan umum : Untuk mengetahui bioavailabilitas tablet parasetamol generik, tablet Biogesic®, dan tablet Pamol®.
2. Tujuan khusus: Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan bioavailabilitas yang bermakna antara tablet Biogesic® dan tablet Pamol® terhadap tablet parasetamol generik, pada kelinci putih jantan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
Berkaitan dengan penelitian yang berjudul “Perbandingan Bioavailabilitas Antara Tablet Biogesic® dan Tablet Pamol® dengan Tablet Parasetamol Generik pada Kelinci Putih Jantan”, maka dilakukan studi pustaka yang akan mendukung analisis profil bioavailabilitas yang dihasilkan dari penelitian ini. Studi pustaka yang dilakukan meliputi penjelasan mengenai nasib obat di dalam tubuh, fase farmakokinetika, bioekivalensi, dasar-dasar farmakokinetika, desain cross over, parasetamol, darah, dan kolorimetri.
A. Nasib Obat di Dalam Tubuh Proses yang terjadi pada selang antara pemberian obat hingga timbul efek dibagi menjadi 3 fase yaitu fase farmasetik, fase farmakokinetika, dan fase farmakodinamika. Fase farmasetik meliputi hancurnya bentuk sediaan obat dan melarutnya bahan obat. Fase farmakokinetika termasuk proses-proses yang berlangsung pada pengambilan suatu bahan obat ke dalam organisme (absorpsi, distribusi), yang disebut juga proses invasi dan proses eliminasi yaitu proses-proses yang menyebabkan penurunan konsentrasi obat (biotransformasi, ekskresi). Fase farmakodinamika merupakan interaksi obat-reseptor dan juga proses-proses yang terlibat di mana akhir dari efek farmakologi terjadi (Mutschler, 1991).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5
Dosis formulasi obat pemberian Disintegrasi dari bentuk sediaan Disolusi Obat
Fase farmasetik Obat tersedia untuk diabsorpsi (availabilitas farmasetik)
Absorpsi, distribusi, metabolisme, ekskresi
Fase farmakokinetika Obat tersedia untuk aksi (availabilitas farmakologis)
Interaksi obat-reseptor
Fase farmakodinamika
EFEK
Gambar 1. Proses obat dalam tubuh hingga menimbulkan efek (Bowman and Rand, 1990)
B. Fase Farmakokinetika Untuk obat-obat yang diberikan secara ekstravaskuler diperlukan suatu proses absorpsi. Tempat aksi obat biasanya bukan di dalam darah sehingga obat yang berada dalam sirkulasi sistemik harus menembus jaringan untuk dapat memberi efek. Perpindahan obat ini disebut proses distribusi. Eliminasi adalah proses pengeluaran obat, baik bentuk utuh maupun metabolitnya dari dalam tubuh, dapat melalui ginjal dan empedu (Clark and Smith, 1993).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6
Tempat Aksi “Reseptor” terikat
Jaringan
bebas
terikat
bebas
Distribusi
Sirkulasi sistemik obat bebas
Absorpsi
obat terikat
Ekskresi
metabolit
Biotransformasi
Gambar 2. Proses farmakokinetika obat di dalam tubuh (Wilkinson, 2001)
1. Absorpsi dan Bioavailabilitas a. Definisi absorpsi dan bioavailabilitas Absorpsi menjelaskan mengenai perpindahan obat dari tempat pemberian ke dalam sirkulasi sistemik (darah). Tetapi secara klinik, yang lebih penting adalah bioavailabilitas
(Wilkinson,
2001).
Bioavailabilitas
(ketersediaan
hayati)
merupakan persentase dan kecepatan zat aktif dalam suatu produk obat yang mencapai / tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh / aktif setelah pemberian produk obat tersebut. Bioavailabilitas dapat diukur dari kadarnya dalam darah terhadap waktu atau dari ekskresinya dalam urin (Anonim, 2004 b).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7
Tablet
disintegrasi
disolusi
Granul atau agregat
deagregasi
disolusi
Suspensi partikel halus di cairan gastrointestinal
disolusi
Larutan obat dalam cairan gastrointestinal absorpsi Obat dalam darah, cairan tubuh, dan jaringan Gambar 3. Proses perjalanan absorpsi tablet (Proudfoot, 1990)
Produk obat umumnya mengalami absorpsi sistemik melalui suatu rangkaian proses, yang meliputi disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat, pelarutan obat dalam media aqueous, dan absorpsi melewati membran sel menuju sirkulasi sistemik. Di dalam proses disintegrasi obat, pelarutan, dan absorpsi, kecepatan obat mencapai sistem sirkulasi ditentukan oleh tahap yang paling lambat (rate limiting step) (Shargel, Wu-Pong and Yu, 2005).
b. Mekanisme transpor obat Setelah molekul obat dalam bentuk larutan maka obat harus berdifusi dari cairan gastrointestinal ke membran kemudian berada dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh (Mayersohn, 2002). Membran biologis tersusun dari protein dan lipid sehingga obat-obat yang larut dalam lemak akan lebih mudah melewati
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8
membran biologis. Kebanyakan dari obat menembus membran dengan mekanisme yang disebut difusi pasif (Proudfoot, 1990). Difusi pasif menunjukkan perpindahan komponen dari fase aqueous melewati suatu membran dimana membran tersebut bersifat pasif, tenaga penggerak perpindahan tersebut hanya merupakan gradien konsentrasi komponen (Mayersohn, 2002). Mekanisme difusi pasif dapat ditunjukkan secara matematis dengan hukum Fick :
( )
dQ b dt g → b
( )
dQ b dt g → b
⎛ Cg − C b = D m A m R m/aq ⎜⎜ ⎝ ΔX m
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
(1)
= kecepatan obat berada di darah (b) setelah berdifusi dari cairan saluran cerna (g)
Dm
= koefisien difusi obat melewati membran
Am
= luas permukaan membran yang tersedia untuk proses difusi obat
Rm/aq
= koefisien partisi obat antara membran dan cairan aqueous pada saluran cerna
Cg-Cb
= gradien konsentrasi antara konsentrasi obat di cairan saluran cerna (Cg) dengan konsentrasi obat di dalam darah pada tempat absorpsi (Cb)
ΔXm
= ketebalan dari membran
Pada kondisi dan obat tertentu maka nilai Dm, Am, Rm/aq, dan ΔXm adalah konstan maka dapat digantikan sebagai koefisien permeabilitas (P).
( )
dQ b dt g → b
(
= P. C g − C b
)
(2)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9
Volume dimana obat terdistribusi dalam darah jauh lebih besar dibandingkan volume cairan saluran cerna dan karena sirkulasi darah melewati saluran gastrointestinal cepat dan terus menerus membawa obat yang terabsorpsi, maka nilai Cg >> Cb. Kondisi ini yang disebut kondisi sink (Mayersohn, 2002).
( )
dQ b dt g → b
≅ P.C g
(3)
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Absorpsi dan Bioavailabilitas Obat Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi bioavailabilitas suatu obat seperti tercantum di bawah ini. 1). Faktor mekanis Faktor-faktor yang termasuk di dalamnya yaitu : a). Rute dan metode pemberian Ketika obat diberikan ke dalam tubuh, obat harus dapat menembus membran hingga dapat masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Contoh rute dan metode pemberian mempengaruhi bioavailabilitas : ada beberapa obat yang tidak terabsorpsi jika diberikan secara oral, ada obat yang bila diberikan secara oral akan mengalami first-pass effect yang berlebihan sehingga hanya sebagian kecil dari obat yang dapat masuk ke dalam sirkulasi sistemik dan akan menghasilkan AUC kecil, sehingga obat perlu diberikan dengan cara lain (Wagner, 1975).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10
b). Dosis dan aturan dosis Dosis dan aturan dosis berkaitan dengan konsentrasi terapeutik yang dapat dicapai suatu obat di dalam plasma, yang berarti berhubungan dengan Cmaks dan AUC yang dihasilkan (mempengaruhi bioavailabilitas obat) (Shargel et al., 2005).
c). Efek dari bentuk sediaan. Faktor dari bentuk sediaan yang dapat mempengaruhi bioavailabilitas yaitu: (1). Faktor fisikakimia bahan dalam obat meliputi sebagai berikut. Faktor yang mempengaruhi kelarutan Absorpsi obat tergantung seberapa cepat obat larut dalam cairan gastrointestinal, sehingga faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi obat akan mempengaruhi bioavailabilitas obat. Kecepatan disolusi obat ditentukan dari persamaan Noyes dan Whitney (Proudfoot, 1990) : dm dt
=
DA h
( C s − C)
(4)
dm/dt
= kecepatan disolusi partikel obat
D
= koefisien difusi larutan obat di cairan gastrointestinal
A
= luas permukaan efektif dari partikel obat
h
= ketebalan lapisan difusi sekitar partikel obat
Cs
= kelarutan jenuh obat di lapisan difusi
C
= konsentrasi larutan obat di dalam cairan gastrointestinal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan obat antara lain : (a). Bentuk kristal Polymorphism. Banyak obat dapat berada dalam lebih dari satu bentuk kristal. Polimorfi bentuk metastable memiliki kelarutan dalam
aqueous
dan
kecepatan
disolusi
yang
lebih
besar
dibandingkan polimorfi bentuk stable. Amorphous state. Obat dalam bentuk amorf biasanya lebih mudah larut dan lebih cepat terdisolusi daripada obat dalam bentuk kristal sehingga akan mempengaruhi bioavailabilitas. Solvates. Obat bergabung dengan molekul dari pelarut dan membentuk bentuk kristal yang disebut solvates. Secara umum, semakin banyak solvasi maka semakin rendah kelarutan dan kecepatan
disolusi
obat
sehingga
dapat
mempengaruhi
bioavailabilitas obat (Proudfoot, 1990; Wagner, 1975).
(b). Asam bebas, basa bebas, bentuk garam, nilai pKa Bentuk garam akan lebih cepat larut di larutan aqueous dibandingkan asam atau basa lemah (Wagner, 1975). Jumlah obat asam lemah dan basa lemah yang terionisasi dalam larutan di cairan lambung dan di darah dapat dihitung dengan persamaan HendersonHasselbach (Proudfoot, 1990) adalah sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12
[A ] = pH- pKa
(5)
[BH ] = pKa- pH
(6)
-
untuk obat asam lemah log
[HA] +
untuk obat basa lemah log pH
= keasaman media
pKa
= keasaman senyawa
-
[A ]
[B]
= fraksi terion dari senyawa yang bersifat asam lemah
[HA] = fraksi tak terion (molekul) dari senyawa yang bersifat asam lemah [BH+] = fraksi terion dari senyawa yang bersifat basa lemah [B]
= fraksi tak terion (molekul) dari senyawa yang bersifat basa lemah
(c). Kompleksasi, larutan solid, dan eutetics Bioavailabilitas
tergantung
dengan
konsentrasi
efektif
obat.
Kompleksasi merupakan interaksi fisikakimia yang dapat terjadi antara bahan-bahan di dalam bentuk sediaan atau di dalam cairan gastrointestinal sehingga akan mempengaruhi konsentrasi efektif obat di dalam cairan gastrointestinal (Proudfoot, 1990). Larutan solid dan eutectics menghasilkan efek bervariasi pada kecepatan disolusi karena dapat meningkatkan atau menurunkan kelarutan obat (Wagner, 1975).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13
(d). Surfaktan Surfaktan dapat menghasilkan efek bervariasi pada proses disolusi dan absorpsi. Surfaktan dapat menurunkan tegangan permukaan sehingga meningkatkan kecepatan disolusi (Wagner, 1975).
Faktor yang mempengaruhi transpor obat Faktor utama yang mempengaruhi obat dalam proses absorpsi obat menembus membran adalah koefisien partisi, banyaknya ionisasi dalam cairan biologis yang ditentukan dari nilai pKa, pH cairan medium obat terlarut, dan berat molekul atau volume (Mayersohn, 2002).
(a). Koefisien partisi Membran biologis merupakan lapisan lipid sehingga obat yang larut dalam lemak (lipofil) lebih dapat menembus membran. Ko/w adalah rasio kelarutan obat di dalam minyak (oil) dengan kelarutan obat di dalam air (water). Hal ini berarti obat-obat yang memiliki nilai Ko/w lebih besar akan lebih banyak yang dapat menembus membran biologis dan dapat diabsorpsi. Peningkatan nilai Ko/w akan meningkatkan kecepatan absorpsi (Mayersohn, 2002)
(b). Nilai pKa, pH, keberadaan muatan Kebanyakan molekul obat merupakan asam atau basa lemah yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14
akan terionisasi pada cairan biologis. Arti pentingnya ionisasi dalam proses absorpsi obat didasarkan pada observasi dimana obat dalam bentuk non ion memiliki nilai Ko/w lebih besar dibandingkan obat dalam bentuk ion. Hal ini berarti membran bersifat permeabel terhadap bentuk non ion dari obat asam lemah dan basa lemah (Mayersohn, 2002; Proudfoot, 1990).
(c). Molal volume, difusivitas Difusivitas berkaitan dengan berat molekular. Bentuk misel akan berdifusi lebih lambat dari fase aqueous bulk menuju ke lapisan difusi dan berdifusi lebih lambat dalam melewati lapisan difusi dibandingkan molekul obat monomerik (Wagner, 1975).
(d). Stagnant water layers / aqueous diffusion layer Proses pelarutan obat diawali dengan pelarutan obat pada permukaan partikel padat yang membentuk larutan jenuh di sekeliling partikel yang disebut stagnant water layers (Shargel et al., 2005). Obat harus berdifusi melewati stagnant water layers yang bersifat aqueous, isi cairan gastrointestinal dan lapisan membran, maka hal ini dapat menjadi rate-limiting step dalam proses absorpsi (Wagner, 1975).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15
(2). Faktor farmasetik dan pembuatan obat Faktor-faktor yang termasuk di dalamnya yang mungkin menyebabkan adanya perbedaan pada parameter-parameter bioavailabilitas adalah sebagai berikut. (a). Ukuran partikel dan luas permukaan area Peningkatan luas permukaan area obat untuk kontak dengan cairan gastrointestinal akan meningkatkan kecepatan disolusi. Secara umum, semakin kecil ukuran partikel obat, semakin besar luas permukaan area dan semakin besar kecepatan disolusi, yang akan meningkatkan bioavailabilitas (Proudfoot, 1990; Wagner, 1975).
(b). Static electrification dari obat padat Banyak proses farmasetik seperti blending, pencampuran, coating, dan sebagainya dapat menghasilkan static electrification dari bahan padat. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya agregasi dan obat tidak bercampur. Agregasi dapat menurunkan luas permukaan efektif sehingga dapat menurunkan kecepatan disolusi (Wagner, 1975).
(c). Jenis bentuk sediaan Jenis bentuk sediaan mempengaruhi langkah-langkah obat dari pemberian hingga terlarut dalam cairan gastrointestinal. Semakin banyak langkah-langkah dalam perjalanan obat hingga berada dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16
bentuk larutan di cairan gastrointestinal, maka makin banyak penghalang absorpsi obat dan akan mempengaruhi bioavailabilitas obat. Bioavailabilitas obat larutan aqueous > suspensi aqueous > kapsul > tablet tidak bersalut > tablet bersalut (Proudfoot, 1990).
(d). Jenis dan jumlah bahan tambahan (eksipien) seperti bahan pengisi, bahan pelicin, bahan pengikat, garam netral, garam asam atau garam basa, dan lain-lain Eksipien dianggap bahan yang inert, yang tidak memiliki pengaruh terhadap aksi terapeutik dan tidak mengubah aksi biologik dari obat yang terkandung di dalam bentuk sediaan. Namun, disadari bahwa eksipien dapat mempengaruhi kecepatan dan jumlah obat yang terabsorpsi dengan cara membentuk kompleks obat-eksipien yang tidak larut seperti tetrasiklin dengan dikalsium fosfat. Selain itu, perubahan eksipien dapat mempengaruhi bioavailabilitas (Proudfoot, 1990). Diluen yang tidak larut air akan memberikan kecepatan disolusi yang lebih rendah dibandingkan bila digunakan diluen yang larut air. Kemungkinannya karena kecepatan deagregasi obat menurun dan obat menjadi lebih bersifat hidrofobik. Garam netral dapat mempengaruhi disolusi karena air dapat lebih mudah masuk sehingga mempercepat hancurnya tablet dan larutnya tablet (Wagner, 1975).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17
(e). Ukuran granul dan distribusi ukurannya Dalam proses pembuatan tablet, proses granulasi merupakan proses pengikatan campuran dan mempengaruhi sifat alir. Setelah granul dibentuk menjadi tablet maka tablet akan mempertahankan integritasnya. Ukuran granul dan distribusi ukurannya penting karena mempengaruhi hancurnya tablet menjadi granul yang kemudian hancur menjadi partikel-partikel kecil, sehingga akan mempengaruhi ukuran partikel yang mempengaruhi luas permukaan dan akan menentukan bioavailabilitas obat (Wagner, 1975).
(f). Jenis dan jumlah bahan penghancur dan metode mencampurnya Bahan
penghancur
biasanya
merupakan
bahan
yang
akan
mengembang apabila ada air yang kemudian akan menekan tablet untuk hancur. Proses disintegrasi tablet dalam cairan aqueous pada saluran gastrointestinal merupakan salah satu rate limiting step yang menentukan bioavailabilitas obat (Wagner, 1975).
(g).Waktu pencampuran Pada proses pencampuran, diperlukan waktu optimum pencampuran sehingga bahan-bahan tercampur sempurna, namun setelah melewati waktu optimum pencampuran, ada kemungkinan bahan-bahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18
tersebut tidak tercampur dengan baik sehingga akan mempengaruhi konsentrasi obat dalam tubuh (Wagner, 1975).
(h). Tekanan kompresi Tekanan kompresi menentukan waktu hancur tablet dan kecepatan disolusi obat dari bentuk tablet (Wagner, 1975).
(i). Efek matrik Untuk obat-obat yang lepas lambat maka terjadi efek matrik. Ketika obat diberikan secara oral, maka pada fase aqueous, air akan masuk ke dalam matrik yang terbuat dari polimer sintetik yang tidak terabsorpsi pada saluran gastrointestinal, kemudian obat akan terlepas dari matrik secara perlahan-lahan (Wagner, 1975).
(j). Jenis dan jumlah surfaktan Surfaktan yang dimaksud dapat berupa agen pengemulsi, agen pelarut, pensuspensi, penstabil, atau sebagai wetting agent. Surfaktan dapat meningkatkan, menurunkan atau menunjukkan tidak adanya efek pada proses transpor obat menembus membran. Surfaktan dapat menurunkan tegangan permukaan antara obat dengan media disolusi sehingga meningkatkan kecepatan disolusi. Selain itu, surfaktan dapat menghasilkan perubahan biologis yang mungkin dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19
mempengaruhi enzim pemetabolisme obat atau ikatan obat dengan reseptor. Surfaktan dapat mengganggu integritas dan fungsi membran, surfaktan juga dapat mengubah waktu pengosongan lambung (Wagner, 1975; Proudfoot, 1990).
(k). Bentuk dan geometri Bentuk dan geometri akan mempengaruhi kecepatan disolusi obat. Hal ini berhubungan dengan luas permukaan area efektif dan bentuk sediaan (Wagner, 1975).
(l). Kondisi lingkungan selama pembuatan Kelembaban selama pembuatan dapat mempengaruhi potensi dari bentuk sediaan yang dibuat misalkan aspirin karena kondisi lembab akan terhidrolisis sehingga mempengaruhi bentuk sediaan yang dibuat (Wagner, 1975).
(m). Kondisi penyimpanan dan lama penyimpanan Kondisi dan lama penyimpanan akan mempengaruhi stabilitas obat. Stabilitas akan mempengaruhi waktu hancur dan kecepatan disolusi obat, yang akan mempengaruhi bioavailabilitas (Wagner, 1975).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20
2). Faktor Fisiologi Faktor fisiologik mempengaruhi pelepasan, disolusi obat dari bentuk sediaan, absorpsi pada saluran pencernaan dan dapat mempengaruhi profil bioavailabilitas obat. Faktor-faktor tersebut yaitu : a. Motilitas usus dan waktu transit obat dalam usus Usus merupakan tempat utama terjadinya absorpsi obat sehingga semakin besar kecepatan transit usus maka semakin kecil waktu tinggal obat di dalam usus berarti makin kecil waktu obat kontak dengan tempat absorpsi sehingga jumlah obat yang terabsorpsi menjadi kecil (Proudfoot 1990).
b. Kecepatan pengosongan lambung Kebanyakan obat diabsorpsi di usus halus sehingga penurunan kecepatan obat dalam bentuk larutan meninggalkan lambung, akan menurunkan kecepatan absorpsi obat dan menunda onset efek terapeutik dari obat. Selain itu, ada obat-obat yang akan mengalami degradasi akibat pH lambung dan aktivitas enzim dalam cairan lambung jika terjadi penundaan pengosongan dalam lambung
sehingga
akan
menurunkan
konsentrasi
efektif
obat
dan
mempengaruhi bioavailabilitas. Salah satu faktor yang meningkatkan kecepatan pengosongan lambung adalah rasa lapar Proudfoot, 1990).
c. Tempat absorpsi dan area permukaan yang efektif untuk absorpsi obat Usus halus memiliki luas permukaan yang terbesar yang disebabkan adanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21
villi dan mikrovilli pada usus halus sehingga kebanyakan obat akan terabsorpsi maksimum di dalam usus halus yang berarti akan menghasilkan kecepatan dan jumlah obat terabsorpsi yang maksimum (menentukan bioavailabilitas). Glycocalyx merupakan lapisan pada mikrovilli. Absorpsi obat dari lumen usus halus untuk mencapai pembuluh darah harus melewati beberapa barrier. Larutan obat untuk mencapai mikrovilli harus berdifusi menembus unstirred layer, lapisan mukus dan glycocalyx (Proudfoot, 1990).
d. Nilai pH cairan gastrointestinal, konsentrasi elektrolit Keasaman (pH) cairan di saluran gastrointestinal bervariasi, pH cairan lambung antara 1-3,5; pH cairan usus halus antara 5-8 (pH 5-6 di duodenum dan sekitar pH 8 di ileum), pH cairan usus besar sekitar 8. Nilai pH cairan gastrointestinal akan mempengaruhi absorpsi obat. Nilai pH cairan gastrointestinal dapat menentukan absorpsi dalam berbagai cara karena kebanyakan obat merupakan asam lemah atau basa lemah, kelarutan komponen-komponen tersebut dalam air dipengaruhi pH, dan kecepatan disolusi dari bentuk sediaan terutama tablet dan kapsul juga dipengaruhi pH. Bagian obat yang terionisasi lebih larut dalam air daripada bagian obat yang tak terionisasi (Mayersohn, 2002; Shargel et al., 2005).
e. Stabilitas obat pada saluran gastrointestinal Pada saluran cerna, obat tidak hanya mengalami proses absorpsi, obat dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22
mengalami degradasi dan mengalami metabolisme di saluran gastrointestinal, akibatnya fraksi obat yang terabsorpsi menjadi lebih kecil sehingga menurunkan bioavailabilitas obat (Proudfoot, 1990; Wagner, 1975).
f. Metabolisme hepatik Hati merupakan tempat utama terjadinya metabolisme. First-pass effect merupakan fenomena dimana sebagian obat sebelum mencapai sirkulasi sistemik mengalami metabolisme di hati sehingga akan menurunkan jumlah obat yang terabsorpsi yang berarti menurunkan bioavailabilitas (Proudfoot, 1990)
g. Keberadaan makanan di saluran pencernaan Mekanisme makanan dalam mempengaruhi bioavailabilitas obat yaitu dengan mengubah kecepatan pengosongan lambung, menyebabkan terjadinya stimulasi sekresi gastrointestinal, kompetisi antara komponen makanan dan obat, kompleksasi obat dengan komponen dalam makanan, meningkatkan viskositas dari isi gastrointestinal, dan dapat mengubah aliran darah ke hati (Proudfoot, 1990; Wagner, 1975).
h. Faktor-faktor lain : kecepatan aliran darah, agen pengemulsi dan pengkompleks, tegangan permukaan dan tegangan interfasial, gross anatomical body position, suhu, integritas membran saluran pencernaan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23
tekanan hidrostatik dan intralumenal, kapasitas buffer, dan tonisitas (Wagner, 1975).
2. Distribusi Setelah diabsorpsi, obat akan didistribusi ke seluruh tubuh melalui sirkulasi darah (Setiawati, Zulnida, Suyatna, 2002). Distribusi merupakan proses perpindahan obat dari sirkulasi sistemik menuju ke jaringan dan organ tubuh serta ke cairan tubuh lainnya seperti cairan interstitial dan cairan intercellular (Wilkinson, 2001). Distribusi obat dibedakan atas 2 fase berdasarkan penyebarannya di dalam tubuh. Distribusi fase pertama berjalan dengan cepat yaitu ke organ-organ yang perfusinya cepat seperti hati, ginjal, dan otak. Distribusi fase kedua memerlukan waktu lebih lama sebelum mencapai keseimbangan konsentrasi obat di jaringan dengan yang di dalam darah, yaitu ke organ-organ yang perfusinya tidak secepat organ di atas seperti otot, visera, kulit, dan jaringan lemak (Setiawati dkk., 2002; Wilkinson, 2001).
3. Biotransformasi atau metabolisme Biotransformasi atau metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi dalam tubuh dan dikatalisis oleh enzim. Pada proses ini molekul obat diubah menjadi lebih polar artinya lebih mudah larut dalam air dan kurang larut dalam lemak sehingga lebih mudah diekskresi melalui ginjal. Selain itu, pada umumnya obat menjadi inaktif sehingga biotransformasi sangat berperan dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24
mengakhiri kerja obat (Setiawati dkk., 2002). Biotransformasi terjadi pada hati, saluran cerna, ginjal, dan paru-paru (Wilkinson, 2001). Reaksi biotransformasi obat dapat dibedakan menjadi 2 fase. Reaksi fase I adalah reaksi fungsional yang mengubah obat menjadi metabolit yang lebih polar, meliputi reaksi oksidasi, reduksi, dan hidrolisis (Setiawati dkk., 2002). Reaksi fase II merupakan reaksi biosintetik (konjugasi). Reaksi ini merupakan reaksi konjugasi obat atau metabolit hasil reaksi fase pertama dengan menggunakan substrat endogen seperti asam glukuronat, sulfat, glutation, asam amino atau asetat. Konjugat yang dihasilkan akan bersifat polar, inaktif dan dengan cepat dapat diekskresi melalui urin dan feses (Setiawati dkk., 2002; Wilkinson, 2001).
4. Ekskresi Ekskresi merupakan peristiwa pengeluaran obat dan atau metabolitnya dari dalam tubuh. Ginjal merupakan organ terpenting untuk mengekskresi obat dan metabolitnya. Obat dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat atau metabolit polar diekskresi lebih cepat daripada obat larut lemak (Setiawati dkk., 2002). Ekskresi di sini merupakan resultante dari 3 proses, yakni filtrasi di glomerulus, sekresi aktif di tubuli proksimal dan reabsorpsi pasif di tubuli proksimal dan distal. Selain melalui ginjal, ekskresi dapat terjadi pada paru-paru, hati, kelenjar ludah, dan kelenjar susu, keringat, air mata, dan rambut (Setiawati., 2002; Wilkinson, 2001).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25
C. Bioekivalensi 1. Definisi Ekivalensi dapat didefinisikan antara lain : a. Ekivalensi kimia menunjukkan dua atau lebih sediaan obat mengandung jumlah yang sama yang tertera pada label (kurang lebih pada rentang tertentu) (Malinowski, 2000). b.
Ekivalensi klinik terjadi ketika obat yang sama dari dua atau lebih sediaan obat menunjukkan efek in vivo yang identik yang terukur dari respon farmakologik atau dari kontrol gejala atau penyakit (Malinowski, 2000).
c. Ekivalensi terapeutik menyatakan bahwa dua merek produk obat diharapkan akan menghasilkan hasil klinik yang sama (Malinowski, 2000). Dua produk obat mempunyai ekivalensi terapeutik jika keduanya mempunyai ekivalensi farmaseutik atau merupakan alternatif farmaseutik dan pada pemberian dengan dosis molar yang sama akan menghasilkan efikasi klinik dan keamanan yang sebanding. Dengan demikian, ekivalensi / inekivalensi terapeutik seharusnya ditunjukkan dengan uji klinik (Anonim, 2004 b). d. Ekivalensi farmasetik ditujukan pada dua produk dengan kesamaan bentuk sediaan, zat aktif dan jumlah zat aktif (Malinowski, 2000; Anonim 2004 b). e. Alternatif farmasetik jika keduanya mengandung zat aktif yang sama tetapi berbeda dalam bentuk kimia (garam, ester, dsb.) atau bentuk sediaan atau kekuatan (Anonim, 2004 b; Chereson, 1999). f. Bioekivalensi menunjukkan bahwa obat dalam dua atau lebih bentuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26
sediaan yang sama mencapai sirkulasi sistemik dengan kecepatan dan jumlah yang sama atau bisa disebut memiliki bioavailabilitas yang sama. Bioekivalensi ditunjukkan jika keduanya mempunyai ekivalensi farmasetik atau merupakan alternatif farmasetik dan pada pemberian dengan dosis molar yang sama akan menghasilkan bioavailabilitas yang sebanding sehingga efeknya akan sama, dalam hal efikasi maupun keamanan (Malinowski, 2000; Anonim, 2004 b).
2. Studi Bioavailabilitas dan Bioekivalensi Studi bioavailabilitas dilakukan baik terhadap bahan obat aktif yang telah disetujui maupun terhadap obat dengan efek terapeutik yang belum disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk dipasarkan. FDA dalam menyetujui suatu produk obat untuk dipasarkan harus yakin bahwa produk obat tersebut aman dan efektif sesuai label indikasi penggunaan serta harus memenuhi seluruh standar yang digunakan dalam identitas, kekuatan, kualitas dan kemurnian (Shargel et al., 2005). Untuk meyakinkan bahwa standar-standar tersebut telah dipenuhi, FDA menghendaki studi bioavailabilitas / farmakokinetika dan bila perlu persyaratan bioekivalensi untuk semua produk (Shargel et al., 2005). Dalam tahun-tahun terakhir ini, studi bioavailabilitas dan bioekivalensi dilakukan untuk menurunkan biaya kesehatan dengan cara meningkatkan pemakaian obat generik. Oleh sebab itu, diperlukan suatu kepastian bahwa produk generik bioekivalen terhadap produk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27
dagang (Chereson, 1999). Bioavailabilitas dari produk obat sering menentukan efikasi terapeutik dari obat tersebut karena hal ini mempengaruhi onset, intensitas, dan durasi dari respon terapeutik obat tersebut (Chereson, 1999). Pada studi bioekivalensi, dibutuhkan suatu formulasi obat sebagai standar pembanding yang hendaknya mengandung obat aktif terapeutik dalam formulasi yang paling banyak berada dalam sistemik (yakni larutan atau suspensi), dalam jumlah sama, dan hendaknya diberikan dengan rute sama seperti formulasi yang dibandingkan (Shargel et al., 2005). Bioekivalensi dapat dilakukan menggunakan uji in vitro jika uji in vitro memiliki korelasi yang baik dengan data bioavailabilitas secara in vivo. Selain itu, uji bioekivalensi dapat dilakukan melalui studi farmakodinamika melalui uji perbandingan klinis (Malinowski, 2000).
3. Korelasi in vitro dan in vivo Korelasi in vitro dan in vivo yang dimaksud adalah hubungan antara karakteristik biologi obat (efek farmakodinamika atau konsentrasi obat dalam plasma) dan karakteristik fisika kimia produk obat (Shargel et al., 2005). Korelasi in vitro dan in vivo ini penting untuk diketahui agar dalam menentukan bioavailablitas suatu obat cukup dengan uji in vitro saja, tidak perlu dengan uji in vivo. Selama ini, uji bioavailabilitas secara in vivo memerlukan waktu yang lama, biaya yang relatif tinggi, serta terdapat beberapa masalah dalam pemberian obat kepada subjek uji sehat/pasien (Chereson, 1999).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28
Parameter
uji
in
vitro
yang
paling
dekat
hubungannya
dengan
bioavailabilitas adalah kecepatan disolusi. Obat yang masuk ke dalam tubuh dapat diabsorpsi jika sudah dalam bentuk larutan sehingga kecepatan obat untuk larut dari bentuk sediaannya (laju disolusi) akan menentukan kecepatan dan atau jumlah obat yang terabsorpsi (Chereson, 1999).
D. Dasar-dasar Farmakokinetika 1. Definisi Farmakokinetika adalah ilmu yang mempelajari kinetika absorpsi, distribusi dan eliminasi (terdiri dari metabolisme dan ekskresi) dari obat. Studi farmakokinetika meliputi pendekatan eksperimental dan teoritis. Aspek eksperimental dari farmakokinetika meliputi perkembangan teknik pengambilan sampel biologis, metode analisis obat dan metabolitnya, dan prosedur pengolahan data. Aspek teoritis dari farmakokinetika meliputi perkembangan model farmakokinetika yang digunakan untuk memprediksikan proses disposisi yang terjadi setelah pemberian obat. Aplikasi dari metode statistik termasuk dalam studi farmakokinetika yaitu untuk penetapan parameter farmakokinetika dan interpretasi data (Shargel, Wu-Pong, B. C. Yu, 2005).
2. Model Farmakokinetika Model farmakokinetika adalah struktur hipotesis yang digunakan untuk menggambarkan kecepatan dari proses absorpsi, distribusi, dan eliminasi obat sehingga dapat diperkirakan konsentrasi obat dalam tubuh sebagai fungsi waktu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29
Model
farmakokinetika
digunakan
untuk
menginterpretasikan
data-data
farmakokinetika (Shargel et al., 2005). Kompartemen dianggap sebagai sebuah jaringan atau kumpulan jaringan yang memiliki kesamaan aliran darah dan afinitas terhadap obat. Di setiap kompartemen, obat dianggap terdistribusi secara seragam. Model ini merupakan suatu sistem terbuka apabila obat dapat dieliminasi dari tubuh (Shargel et al., 2005). Kompartemen farmakokinetik ini tidak berhubungan dengan lokasi secara anatomi tubuh namun hanya parameter operasional yang diturunkan secara matematis (Mutschler, Derendorf, Schäfer-Korting, Elrod and Estes, 1995). Model satu kompartemen menunjukkan bahwa setelah pemberian, obat terdistribusi secara langsung. Model dua atau lebih kompartemen, terjadi distribusi obat ke dalam ruang distribusi yang dapat dilewatinya dengan kecepatan berbedabeda (Mutschler et al., 1995). Model dua kompartemen, obat dapat berpindah antara kompartemen sentral ke dan dari kompartemen perifer (jaringan). Kompartemen sentral menggambarkan plasma dan organ yang memiliki perfusi tinggi dan secara cepat seimbang dengan obat. Jumlah total obat di dalam tubuh dapat dihitung dari jumlah obat di dalam kompartemen sentral ditambah dengan obat di dalam kompartemen jaringan (Shargel et al., 2005).
3. Parameter Farmakokinetika Parameter farmakokinetika adalah konstanta yang menunjukkan profil obat yang dapat diperkirakan dari data-data percobaan (Shargel et al., 2005). Parameter
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30
farmakokinetika diperoleh dari profil kinetika dari obat yang dapat diperoleh melalui kurva konsentrasi obat terhadap waktu. Konsentrasi obat dapat diukur sebagai fungsi terhadap waktu di beberapa cairan tubuh seperti darah, plasma, serum, saliva, dan urin. Konsentrasi obat dalam darah mencerminkan perubahan kinetika di sirkulasi sistemik. Untuk mendapatkan kurva konsentrasi obat terhadap waktu maka perlu dilakukan pengukuran konsentrasi obat berulangkali pada beberapa titik waktu (Mutschler et al., 1995). Parameter-parameter farmakokinetika antara lain: a. AUC (Area under the curve) AUC merupakan ukuran dari jumlah obat di dalam tubuh dan dapat dihitung dengan menggunakan rumus trapezoid, yaitu :
[AUC] tt
n n -1
=
C n -1 + C n (t n − t n -1 ) 2
(7)
AUC = area di bawah kurva tn = waktu pengamatan dari konsentrasi obat Cn tn-1 =
waktu pengamatan sebelumnya yang berhubungan dengan konsentrasi obat Cn-1 (Mutschler et al., 1995). Rumus trapezoid ini menganggap titik-titik data berada pada suatu
fungsi linier. Jika titik-titik data tersebar secara luas, maka lengkung dari garis akan menyebabkan kesalahan yang besar dalam memperkirakan area. Pada suatu waktu area di bawah kurva kadar plasma-waktu diekstrapolasikan sampai t = ∞.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31
Dalam hal ini area tersisa,
[AUC] tt
∞ n
=
Cpn
(8)
k
Cpn = konsentrasi dalam plasma terakhir pada tn k = slop yang diperoleh dari bagian akhir kurva (Shargel et al., 2005).
Untuk menghitung AUC total (AUC∞) maka dilakukan ekstrapolasi bagian akhir area setelah titik terakhir yang diukur (AUCtn - ∞). Prosedur yang digunakan disebut sahih bila bagian ekstrapolasi tersebut kira-kira di bawah 10% dari AUC total dan tidak boleh digunakan bila melebihi 20% dari AUC total (Mutschler et al., 1995).
b. Volume distribusi (Vd) Parameter ini menunjukkan volume penyebaran obat dalam tubuh dengan kadar plasma atau serum. Vd tidak perlu menunjukkan volume penyebaran obat yang sesungguhnya ataupun volume secara anatomik, tetapi hanya volume imajinasi dimana tubuh dianggap sebagai 1 kompartemen yang terdiri dari plasma atau serum, dan Vd menghubungkan jumlah obat dalam tubuh dengan kadarnya dalam plasma atau serum (Setiawati, 2002). DB = Vd . Cp DB = jumlah obat dalam tubuh Cp = konsentrasi obat dalam plasma.
(9)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32
Tubuh dapat dianggap sebagai suatu sistem dengan volume yang konstan. Oleh karena itu, volume distribusi untuk suatu obat umumnya konstan (Shargel et al., 2005). Volume distribusi besar menunjukkan jumlah obat yang terdistribusi ke dalam jaringan besar atau terkonsentrasi di jaringan tertentu (Mutschler, et al., 1995).
c. Bersihan total (Klirens / Cl) Klirens adalah volume plasma yang dibersihkan dari obat per satuan waktu oleh seluruh tubuh (ml/menit). Parameter ini menunjukkan kemampuan tubuh untuk mengeliminasi obat. Untuk obat dengan kinetika orde satu, Cl merupakan bilangan konstan pada kadar obat yang biasa ditemukan dalam klinik.
Cl =
D IV F.D oral = AUC IV AUC oral
Cl = Vd ⋅ k el D
= Dosis
F
= Fraksi obat yang terabsorpsi
AUC = Area under the curve Vd
= Volume distribusi
kel
= tetapan laju eliminasi
(10) (11)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33
Umumnya bersihan total merupakan hasil beberapa bersihan bagian bersama-sama, yang terpenting adalah bersihan ginjal (ClR) dan bersihan hati (ClH) (Mutschler, 1991).
d. Waktu paruh eliminasi (t ½) dan kecepatan eliminasi Waktu paruh eliminasi adalah waktu yang diperlukan untuk turunnya kadar obat dalam plasma atau serum pada fase eliminasi (setelah fase absorpsi dan distribusi) menjadi separuhnya. Untuk obat-obat dengan kinetika orde reaksi satu, t½ ini merupakan bilangan konstan, tidak tergantung dari besarnya dosis, interval pemberian, kadar plasma maupun cara pemberian (Setiawati, 2002). t 12 =
ln 2 0,693 = k el k el
(12)
kel adalah konstanta kecepatan eliminasi. Waktu paruh eliminasi adalah parameter farmakokinetik yang berbeda dengan waktu paruh dari efek atau waktu yang diperlukan untuk menjadikan efek farmakologi menjadi separuh dengan efek semula (Mutschler et al., 1995). Kecepatan eliminasi merupakan kecepatan pengeluaran per satuan waktu (Mutschler et al., 1995) :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34
k el =
ln 2 t 12
(13)
e. Bioavailabilitas Parameter ini menunjukkan fraksi dari dosis obat yang mencapai peredaran darah sistemik dalam bentuk aktif (Setiawati, 2002). Faktor yang menentukan bioavailabilitas adalah kecepatan dan jumlah obat yang dilepas dari bentuk sediaannya, kecepatan dan jumlah obat yang mengalami absorpsi, dan besarnya efek lintas pertama (Mutschler et al., 1995). Besarnya bioavailabilitas absolut dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :
F= F
AUC x ⋅ 100 (% ) AUCi.v
(14)
= bioavailabilitas absolut
AUCx = AUC pemberian nonsistemik AUCiv = AUC pemberian intravaskuler Dalam kasus apabila dosis dan formulasi untuk rute pemberian i.v tidak ada, maka dapat ditentukan bioavailabilitas relatif yang diperoleh dengan cara : Frel =
Frel
AUC x ⋅ 100 (% ) AUC standar
= bioavailabilitas relatif
(15)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35
AUCx
= AUC pemberian nonsistemik
AUCstandar
= AUC produk standar
Parameter untuk menggambarkan kecepatan absorpsi adalah konsentrasi obat dalam plasma maksimum (Cmaks) dan selang waktu antara pemberian obat hingga mencapai konsentrasi maksimum dalam plasma (tmaks) (Mutschler et al., 1995). 4. Strategi Penelitian Farmakokinetika Strategi penelitian farmakokinetika (SPF) adalah rencana yang disusun sebelum meneliti tahap farmakokinetika obat, guna memperoleh informasi tentang nasib obat dalam tubuh secara kuantitatif. Objek penelitian farmakokinetika adalah tahap farmakokinetika obat dengan parameter farmakokinetika sebagai tolok ukurnya. Parameter farmakokinetika adalah besaran yang diturunkan secara matematik dari hasil pengukuran kadar obat atau metabolitnya di dalam darah atau urin (Suryawati dan Donatus, 1998). Tahap-tahap SPF meliputi : 1. Pemilihan rancangan uji coba. 2. Pemilihan subjek uji dan jumlahnya. 3. Pemilihan cuplikan hayati. 4. Pemilihan metode analisis penetapan kadar. Syarat-syarat metode analisis yaitu : a. selektivitas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36
selektivitas adalah kemampuan metode analisis untuk membedakan suatu obat dengan metabolitnya, obat lain dan kandungan endogen cuplikan hayati. b. sensitivitas sensitivitas berkaitan dengan kadar terendah yang dapat diukur dengan metode analisis yang digunakan. Hal ini diperlukan karena untuk menghitung parameter farmakokinetika suatu obat diperlukan kadar obat tertinggi sampai terendah pada rentang waktu tertentu. c. ketelitian dan ketepatan ketelitian dan ketepatan ini akan menentukan kesahihan hasil penetapan kadar. Ketepatan (accuracy) ditunjukkan oleh kemampuan metode memberikan hasil pengukuran sedekat mungkin dengan nilai yang sesungguhnya.
Ketelitian
(precision)
menunjukkan
kedekatan
hasil
pengukuran berulang pada cuplikan hayati yang sama. 5. Pemilihan takaran dosis dan bentuk sediaan obat. Takaran dosis yang diberikan harus menjamin dapat diukurnya kadar obat atau metabolitnya pada rentang waktu tertentu sehingga diperoleh data yang cukup memadai untuk analisis farmakokinetika. 6. Pemilihan lama dan banyaknya waktu pengambilan cuplikan hayati. Bila menggunakan cuplikan darah, sebaiknya pengambilan dilakukan sebanyak 3 – 5 kali t ½ eliminasi obat yang diuji. Hal ini disebabkan karena pada kondisi tersebut, 99,2 % - 99,9 % obat telah diekskresi. Frekuensi pengambilan cuplikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37
obat sebaiknya dilakukan setidaknya 3 kali pada tahap absorpsi, 3 kali di sekitar puncak, 3 kali pada tahap distribusi, dan 3 kali pada tahap eliminasi. 7. Analisis dan evaluasi hasil. Langkah-langkah ini meliputi analisis sederetan kadar obat utuh atau metabolitnya dalam darah atau urin, analisis statistika dan evaluasi (Suryawati dan Donatus, 1998).
E. Desain Cross Over Desain cross over merupakan desain blok secara acak dimana tiap blok menerima lebih dari satu formulasi obat pada waktu yang berbeda. Keuntungan dari desain cross over pada studi bioavailabilitas-bioekivalensi adalah tiap subjek bertindak sebagai kontrol sendiri, desain ini menghilangkan variasi biologik antarsubjeknya, dan dengan randomisasi yang tepat maka hal ini akan memberikan kalkulasi yang paling baik mengenai perbedaan tiap formulasi (Chow and Jen-Pei, 2000) Perlakuan pertama dan perlakuan kedua dipisahkan oleh periode washout yang cukup untuk eliminasi produk obat yang pertama diberikan (biasanya lebih dari lima kali waktu paruh terminal dari obat, atau lebih lama jika mempunyai metabolit aktif dengan waktu paruh yang lebih panjang). Jika obat mempunyai kecepatan eliminasi yang sangat bervariasi antarsubjek, periode washout yang lebih lama diperlukan untuk memperhitungkan kecepatan eliminasi yang lebih rendah pada beberapa subjek. Karena itu, untuk obat dengan waktu paruh eliminasi yang panjang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38
(> 24 jam), dapat dipertimbangkan penggunaan desain dua kelompok paralel (Anonim, 2004 b).
F. Parasetamol Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0 % C8H9NO2, dihitung terhadap zat anhidrat. Parasetamol berupa serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit. Larut dalam air mendidih dan dalam NaOH 1 N, mudah larut dalam etanol. Tablet parasetamol mengandung parasetamol tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket (Anonim, 1995). Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95 %) P, dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol P, dan dalam 9 bagian propilenglikol P, larut dalam larutan alkali hidroksida. Khasiat dan penggunaan : analgetikum, antipiretikum (Anonim, 1979).
HO
NHCOCH3
N-(4-hydroxyphenyl)acetamide Gambar 4. Struktur Parasetamol (Anonim, 1995)
Titik lebur parasetamol 169 °C – 172 °C, tidak larut dalam benzen dan eter, namun larut dalam larutan basa hidroksida. Parasetamol memiliki pH 5,3 sampai 6,5 pada larutan jenuh. Parasetamol sangat stabil dalam larutan berair dengan pH 5-7. Nilai pKa parasetamol adalah 9,51 (Connors, Amidon, and Stella, 1986; Hanson,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39
2000). Melalui uji klinis, telah terbukti bahwa makanan dapat menurunkan tingkat absorpsi parasetamol. Pada keadaan puasa secara nyata dapat meningkatkan kecepatan absorpsi parasetamol walaupun tidak mempengaruhi jumlah total yang diabsorpsi (McGilveray and Mattok, 1972). Menurut Lacy, Armstrong, Goldman, dan Lance (2003), parasetamol cepat diabsorpsi dan hampir sempurna, namun apabila parasetamol dikonsumsi diikuti dengan makanan berkarbohidrat tinggi akan terjadi penundaan absorpsi yang berarti menunjukkan penurunan kecepatan absorpsi. Menurut Proudfoot (1990), makanan akan menurunkan laju pengosongan lambung sehingga akan menunda onset parasetamol. Onset dari parasetamol relatif cepat, yaitu kurang dari 1 jam, sedangkan durasinya sekitar 4 – 6 jam. Parasetamol memiliki tmax 0,5 – 2 jam. Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh. Availabilitas oral parasetamol adalah 88 ± 15% (Benet, 1992). Dalam plasma, 20 – 50% parasetamol akan terikat oleh protein plasma (Anonim, 2004 a ; Lacy et al., 2003). Volume distribusi dari parasetamol adalah 0,94 L/kg (Melmon and Morelli, 1992) atau pada manusia 70 kg, volume distribusinya sekitar 67 ± 8 L (Benet, 1992). Parasetamol memiliki t½ sebesar 1 sampai 4 jam (Anonim, 2005 c). Dalam urin, terdapat 90 – 100% metabolit tidak aktif, namun kadang ditemukan 3% parasetamol dalam bentuk utuh (Anonim, 2004 a ; Mutschler et al., 1995). Efek analgesik antipiretik dari parasetamol akan timbul apabila konsentrasinya dalam darah antara 10 mg/L sampai 20 mg/L (Melmon and Morelli, 1992). Jadi, nilai KEM
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40
(Kadar Efek Minimum) parasetamol adalah bila kadar parasetamol dalam darah adalah sebesar 10µg/ml hingga 20 µg/ml, sedangkan nilai KTM (Kadar Toksik Minimum) parasetamol adalah bila kadar parasetamol dalam plasma lebih besar dari 300 µg/mL (Benet, 1992). Parasetamol akan dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Sebagian parasetamol (80%) dikonjugasi dengan asam glukuronat dan sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat. Selain itu, parasetamol juga dapat mengalami hidroksilasi. Metabolit hasil hidroksilasi ini, dapat menimbulkan methemoglobinemia dan hemolisis eritrosit (Wilmana, 2002). Klirens parasetamol adalah 250 ml/menit sampai 450 ml/menit. Klirens parasetamol akan turun apabila terjadi disfungsi hati. Klirens akan meningkat bila terjadi hipertiroidsm (Melmon and Morelli, 1992). Parasetamol mengalami metabolisme fase kedua yang menghasilkan inaktivasi farmakologis dari obat induk. Seperti yang terlihat pada gambar 5, parasetamol mengalami konjugasi glutation, glukuronida, dan konjugasi sulfat, dan sebagai hasilnya konjugasi fase kedua tidak aktif secara farmakologis (Gibson and Skett, 1991). Parasetamol dalam dosis berlebihan dapat menyebabkan kematian karena akan menghasilkan nekrosis pada hati, tapi dosis terapi tidak akan menyebabkan hepatotoksik. Dosis kecil dari parasetamol akan dieliminasi melalui proses konjugasi yang kemudian diikuti dengan ekskresi, tapi pada dosis yang berlebihan enzim yang berperan mengalami saturasi maka obat akan mengalami proses metabolisme yang berbeda, sehingga terbentuk hidroksilamin oleh enzim sitokrom P450.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41
Hidroksilamin akan bereaksi nonenzimatik dengan glutation dan kemudian akan didetoksifikasi. Namun, karena jumlah glutation di hati terbatas maka apabila parasetamol dikonsumsi berlebihan maka hidroksilamin yang mungkin terbentuk akan bereaksi dengan makromolekul dan merusak struktur dan fungsinya sehingga akan menyebabkan kerusakan sel. Kerusakan sel ini dapat dicegah dengan pemberian sulfidril nukleofilik yang akan bereaksi dengan hidroksilamin elektrofilik dan untuk mencegah hilangnya glutation secara berlebihan dapat digunakan systeamin dan dimerkaprol (Benet, 1992). H N
HO
COCH3
Parasetamol (aktif)
Metabolisme dan konjugasi glutation Konjugasi glukuronida
Sistein dan konjugasi asam merkapturat (tidak aktif)
Konjugasi sulfat
HO
OH
O HO
S O
H N
O
COCH3
HO
H N
O
COCH3
O
(tidak aktif)
ekskresi urin
HOOC
ekskresi urin
(tidak aktif)
ekskresi urin
Gambar 5. Metabolisme parasetamol (Gibson and Skett, 1991)
Sinonim parasetamol di antaranya asetaminofen, p-acetamidophenol, Nacetyl-p-aminophenol (Connors et al., 1986). Parasetamol merupakan derivat para amino fenol, suatu metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang sama (Wilmana, 2002; Mutschler, 1991). Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42
menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat (Wilmana, 2003).
G. Darah Darah terdiri atas unsur-unsur padat, yaitu eritrosit, leukosit serta trombosit yang tersuspensi di dalam suatu media cair yakni plasma. Pada darah normal, jumlah plasma mencapai 55% dari volume darah. Konsentrasi total protein dalam plasma manusia kurang lebih 77,5 g/dL, dan membentuk bagian utama unsur-unsur padat plasma. Begitu darah membeku (mengalami koagulasi), fase cair yang tertinggal dinamakan serum. Serum sudah tidak lagi mengandung faktor-faktor pembekuan (termasuk fibrinogen) (Murray, Granner, Mayes, and Rodwell, 1990). Plasma dihasilkan dari melakukan sentrifugasi pada darah dan ditambahkan ke dalamnya bahan antikoagulan Chamberlain, 1995). Plasma manusia mengandung sekitar 90-92% air. Air selain berfungsi sebagai pelarut senyawa organik dan inorganik sangat penting untuk pengaturan suhu dan pertukaran secara osmotik antarkompartemen tubuh (Frisell, 1982). Plasma mengandung sekitar 7-8 % protein dan mengandung garam-garam, karbohidrat, lipid, asam amino, berbagai enzim dan faktor golongan darah (Mutschler, 1991). Walaupun plasma merupakan cairan yang kompleks, namun komposisinya stabil dan memiliki pH di antara 7,30 hingga 7,50 (Chamberlain, 1995). Protein plasma bukan saja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43
mencakup protein sederhana tetapi juga protein terkonjugasi seperti glikoprotein serta berbagai tipe lipoprotein (Murray et al., 1990). Sebanyak 55% dari jumlah protein total tersebut adalah albumin (Montgomery, Conway, Spector, 1993). Sering terdapat afinitas yang kuat antara protein dengan obat, dan penghilangan protein secara langsung dengan ultrafiltrasi atau dialisis dapat juga menghilangkan fraksi yang besar dari obat. Di sisi lain, pengukuran obat secara langsung, hanya mengukur obat yang bebas, bukan keseluruhan obat yang ada. Oleh sebab itu, permasalahan yang dihadapi adalah bagaimana menghancurkan ikatan antara protein dengan obat dan memperoleh keseluruhan obat untuk dianalisis (Chamberlain, 1995). Metode paling sederhana dan paling tua adalah dengan mengendapkan protein dan memperoleh filtratnya. Protein didenaturasi dan ikatannya dengan obat dihancurkan sehingga obat seluruhnya terlepas di dalam filtrat. Reagen asam yang paling terkenal untuk denaturasi protein ini adalah asam trikloroasetat dan asam tungstat (Chamberlain, 1995).
H. Kolorimetri 1. Definisi Pada kolorimetri yang ditentukan adalah serapan cahaya oleh larutan berwarna. Untuk itu, dibuat kadar larutan dengan kadar tertentu dengan konsentrasi meningkat dan membandingkan warnanya dengan senyawa yang hendak dianalisis. Menurut definisi yang diperluas, dalam kolorimetri juga tercakup pengubahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44
senyawa tidak berwarna menjadi zat berwarna dan penentuan fotometrinya dilakukan dalam daerah sinar tampak (400-800 nm) (Roth and Blascke, 1981). 2. Kriteria analisis kolorimetri Kriteria untuk analisis kolorimetri yang baik adalah : a. Menghasilkan reaksi warna yang khusus Reaksi-reaksi yang ada sangat sedikit sekali untuk beberapa substansi tertentu, tetapi justru memberikan warna-warna yang banyak membentuk kelompok warna tersendiri yang hanya berhubungan dengan substansi khusus. b. Adanya proporsi yang sesuai antara warna dan konsentrasi Untuk kolorimetri visual sangat penting bahwa intensitas warna harus meningkat secara linear dengan konsentrasi dari substansi yang ditentukan. c. Stabilitas warna Warna yang dihasilkan harus sama untuk mendapatkan hasil yang akurat. Hal ini menerapkan reaksi-reaksi dari warna yang akan dicapai secara maksimal. Waktu untuk mencapai warna yang maksimal harus cukup lama untuk mendapatkan pengukuran yang akurat. d. Reprodusibel Prosedur kolorimetri harus memberikan hasil yang reprodusibel dalam kondisi yang spesifik. e. Kejernihan larutan Larutan harus bebas dari pengotor jika pembanding yang dipakai dibuat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45
dengan standar. Kekeruhan akan menyerap cahaya dengan baik (Bassett, Denney, Jeffrey, and Mendham, 1991). 3. Metode kolorimetri untuk parasetamol Ada beberapa macam cara yang dapat digunakan pada metode kolorimetri untuk parasetamol, yaitu: a. Cara asam nitrat Parasetamol yang dilarutkan dengan metanol dan ditambah larutan asam nitrat akan menghasilkan warna kuning kemerahan (Connors et al., 1986). OH
OH NO2 HNO3
NHCOCH3
NHCOCH3
Gambar 6. Reaksi parasetamol dengan asam nitrat (Connors et al., 1986)
b. Cara hidrolisis menjadi p-aminofenol Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk pembentukan senyawa berwarna dari parasetamol, umumnya didahului dengan hidrolisis parasetamol menjadi p-aminofenol dan hasilnya kemudian direaksikan
dengan
o-nitroanilin
terdiazotasi,
vanilin,
p-
dimetilaminobenzaldehid ataupun 2-naftol yang dalam suasana basa akan membentuk suatu senyawa yang berwarna (Belal, Elsayed, ElWaliely, and Abdine, 1979).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46
NHCOCH3
NH2
+
H / H2O
CH3COOH
+
OH
OH
parasetamol
p-aminofenol
asam asetat
Gambar 7. Reaksi hidrolisis parasetamol menjadi p-aminofenol (Belal, Elsayed, El-Waliely, and Abdine, 1979)
c. Metode Chafetz et al. Cincin aromatis dari parasetamol akan dinitrasi oleh asam nitrit menjadi 2-nitro-4-asetamidofenol. Produk ini kemudian dilarutkan dalam natrium hidroksida sehingga suasananya menjadi basa. Dalam suasana inilah larutan akan memberikan serapan yang kuat sehingga absorbansi dapat terbaca pada λ 430 nm (Chafetz, Daly, Schriftman, and Lomner, 1971). OH
O
OH NO2
NO2
-
NaNO2
OH
HCl
NHCOCH3
NHCOCH3
NHCOCH3
Gambar 8. Reaksi Pembentukan warna (Chafetz, Daly, Schriftman, and Lomner, 1971)
Namun, metode ini tidak dapat mengukur dengan tepat konsentrasi parasetamol dalam plasma di bawah 50 µg/ml sehingga pada konsentrasi tersebut biasanya digunakan metode kromatografi (Widdop, 1986). Metode
ini
sangat
spesifik
untuk
parasetamol
meskipun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47
dipengaruhi oleh salisilat (Chamberlain, 1995). Asam salisilat akan memberikan reaksi yang mirip dengan parasetamol, tetapi di dalam plasma asam salisilat baru akan memberikan intensitas warna yang mirip dengan 20 µg/ml parasetamol jika kadar asam salisilat di dalam plasma 1000
µg/ml.
Sampel
yang
terkontaminasi
oleh
heparin
yang
mengandung kresol sebagai pengawet dapat memberikan hasil yang semu sebesar 200 µg/ml (Widdop, 1986).
I. Keterangan empiris Obat yang beredar di masyarakat dapat dibedakan menjadi 2 yaitu obat generik dan obat bermerek dagang. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat menggunakan kedua jenis produk obat tersebut tanpa terlalu memperhatikan perbandingan antara kedua jenis produk obat tersebut. Sekarang ini, belum diketahui secara jelas apakah obat bermerek dagang dan obat generik yang memiliki zat aktif yang sama tersebut merupakan obat yang sama baik dari segi efek maupun segi farmakokinetika. Penelitian ini melakukan perbandingan parameter-parameter bioavailabilitas antara tablet Biogesic® dan tablet Pamol® dengan tablet parasetamol generik pada kelinci putih jantan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian perbandingan bioavailabilitas antara tablet Biogesic® dan tablet Pamol® dengan tablet parasetamol (generik) pada kelinci putih jantan termasuk ke dalam jenis penelitian eksperimental murni, rancangan eksperimental silang.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian a. Variabel utama 1). Variabel bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah 3 jenis tablet parasetamol yaitu tablet parasetamol generik, tablet Biogesic®, dan tablet Pamol®. 2). Variabel tergantung Variabel tergantung merupakan hasil pengamatan penelitian ini, berupa parameter-parameter bioavailabilitas, yaitu : a). AUC0-∞ adalah area di bawah kurva kadar obat dalam plasma terhadap waktu dari waktu 0 sampai waktu tidak terhingga. b). Cmax adalah kadar puncak obat dalam plasma yang teramati. c). tmax adalah waktu sejak pemberian obat sampai dicapai Cmax. Selain itu, ditentukan pula parameter-parameter farmakokinetika lainnya :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49
a). ka adalah tetapan laju absorpsi. b). AUC(0-t) merupakan area di bawah kurva kadar obat dalam plasma terhadap waktu dari waktu ke-0 sampai waktu terakhir kadar obat diukur. c). Vd (volume distribusi) adalah volume penyebaran obat dalam tubuh. d). Cl (klirens) adalah volume darah yang dapat dibersihkan dari obat per satuan waktu. e). t½ adalah waktu paruh obat dalam plasma. f). kel adalah tetapan laju eliminasi
b. Variabel pengacau 1). Variabel pengacau yang dapat dikendalikan, yaitu : a). galur spesies hewan uji dikendalikan dengan galur lokal. b). jenis kelamin hewan uji dikendalikan dengan jenis kelamin jantan. c). umur hewan uji dikendalikan dengan 2-3 bulan. d). berat badan hewan uji dikendalikan dengan 1,7-2 kg. e). status hewan uji sebelum perlakuan adalah dengan dipuasakan terhadap makanan dan minuman selama 18 jam sebelum perlakuan. 2). Variabel pengacau yang tidak dapat dikendalikan yaitu keadaan patologis hewan uji dan ukuran partikel suspensi parasetamol yang diberikan kepada hewan uji.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50
2. Definisi operasional Definisi operasional pada penelitian ini yaitu : a. Bioavailabilitas adalah persentase dan kecepatan zat aktif dalam suatu produk obat yang mencapai / tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh / aktif setelah pemberian produk obat tersebut b. Bioekivalensi adalah perbandingan bioavailabilitas dari dua atau lebih produk obat. c. Dua produk obat dikatakan bioekivalen jika : 0,8 <
0,8 <
0,8 <
nilai rata - rata geometrik AUC T nilai rata - rata geometrik AUC R nilai rata - rata geometrik (C maks ) T nilai rata - rata geometrik (C maks ) R
nilai rata - rata geometrik t maks T nilai rata - rata geometrik t maks R
< 1,25
< 1,25
< 1,25
T = obat yang diuji R = obat yang dijadikan sebagai pembanding d. Obat generik adalah obat jadi dengan nama resmi yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia untuk zat berkhasiat yang dikandungnya e. Obat bermerek dagang adalah obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama pembuat atau yang dikuasakannya dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik yang memproduksinya (Lestari, Rahayu, Rya, Suhardjono, Maisunah, Soewarni, dkk., 2002).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51
C. Bahan Penelitian Asam trikloroasetat kualitas proanalisis (E. Merck, Darmstadt, Germany), larutan asam klorida pekat kualitas proanalisis (E. Merck, Darmstadt, Germany), natrium nitrit kualitas proanalisis (E. Merck, Darmstadt, Germany), asam sulfamat kualitas proanalisis (Sigma), natrium hidroksida kualitas proanalisis (E. Merck, Darmstadt, Germany), parasetamol kualitas farmasetis (Changshu Huagang Pharmaceutical), tablet parasetamol (generik), tablet Pamol®, tablet Biogesic®.
D. Alat Penelitian Spektrofotometer visible (Genesys 6 vl. 001), spektrofotometer UV/Vis (Lambda 20, Perkin Elmer), sentrifuge (berdiameter 18 cm, Hettich EBA 85), degassing ultrasonic, vortex (MSI Minishaker IKA), neraca elektrik (Mettler Toledo, model AB 204, made in Switzerland), mikropipet, hardness tester (Kiya Seisakustio, Ltd. Tokyo Japan No. 174886), atrition tester (ATMI Surakarta), disintegration tester (ATMI Surakarta), disolution tester (SATOX), dan alat-alat gelas (Pyrex).
E. Tata Cara Penelitian 1. Uji pendahuluan tablet parasetamol a. Uji keseragaman bobot Dua puluh tablet ditimbang, dihitung bobot rata-rata tiap tablet. Untuk tablet dengan bobot rata-rata lebih dari 300 mg, tidak boleh lebih dari 2 tablet yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari 5% dan tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 52
satu tabletpun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih dari 10% (Anonim, 1979). b. Uji kekerasan tablet Tablet diletakkan pada alat hardness tester dan mesin kemudian dijalankan. Kekerasan tablet terbaca pada layar alat (Kottke and Rudnic, 2002). c. Uji kerapuhan tablet Dua puluh tablet dibebasdebukan dari partikel halus yang menempel lalu ditimbang. Tablet dimasukkan ke dalam friabilator (alat penguji kerapuhan tablet), diputar selama 4 menit dengan kecepatan 25 rpm. Tablet dibersihkan dan ditimbang kembali. Hitung persen (%) kehilangan berat tablet dari berat keseluruhan tablet semula (Kottke and Rudnic, 2002). Menurut The United States Pharmacopeia 28 (2005), tablet memenuhi syarat uji kerapuhan jika memiliki angka persentase kerapuhan tidak lebih dari 1%. d. Uji waktu hancur Masukkan 5 tablet ke dalam keranjang, turun-naikkan keranjang secara teratur 30 kali tiap menit ke dalam air bersuhu 36-38 o. Tablet dinyatakan hancur jika tidak ada bagian tablet yang tertinggal di atas kasa. Untuk tablet tidak bersalut, waktu penghancuran yang diperlukan tidak lebih dari 15 menit (Anonim, 1979). e. Uji disolusi tablet 1). Penentuan panjang gelombang maksimum Parasetamol baku dilarutkan dalam larutan dapar fosfat monobasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53
sehingga diperoleh konsentrasi larutan tertentu kemudian dilakukan scanning
panjang
gelombang
maksimum
parasetamol
dengan
spektrofotometer UV. Panjang gelombang teoritis parasetamol pada spektrofotometer UV = 243 nm. 2). Pembuatan kurva baku Buat seri kadar kurva baku, kemudian diukur serapan parasetamol pada panjang gelombang maksimum yang didapat. 3). Penetapan kadar parasetamol yang terdisolusi Masukkan 3 tablet parasetamol pada media disolusi yaitu 900 ml larutan dapar fosfat pH 5,8. Uji ini menggunakan alat disolusi tipe 2 dengan kecepatan 50 rpm. Ambil 5 ml cuplikan pada menit ke-10, 20, dan 30, setiap pengambilan cuplikan ditambahkan ke dalamnya 5 ml larutan dapar fosfat. Kemudian ukur serapan dengan spektrofotometer UV dengan panjang gelombang maksimum yang didapat yaitu 243,1 nm. Dalam waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 80% (Q) C8H9NO2 dari jumlah yang tertera pada etiket (Anonim, 1995).
2. Pembuatan larutan a. Larutan dapar fosfat monobasa pH 5,8 Campurkan 50 ml KH2PO4 0,2M dengan 3,66 ml NaOH 0,2M LV diencerkan dengan air hingga 200 ml. b. Larutan persediaan parasetamol 0,01 mg% untuk uji disolusi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54
Sejumlah lebih kurang 50 mg parasetamol dilarutkan dalam larutan dapar fosfat monobasa sampai volume 50 ml. c. Larutan intermediet parasetamol untuk uji disolusi Pipet 1 ml larutan persediaan parasetamol kemudian dilarutkan dalam dapar fosfat monobasa sampai volume 50 ml. d. Seri kadar kurva baku larutan parasetamol untuk uji disolusi Pipet 1,5; 2,0; 2,5; 3,0; 3,5; 4,0; dan 4,5 ml larutan intermediet parasetamol kemudian dilarutkan dalam larutan dapar fosfat monobasa sampai volume 10 ml sehingga diperoleh larutan parasetamol dengan kadar 3,0; 4,0; 5,0; 6,0; 7,0; 8,0; dan 9,0 µg/ml. e. Larutan asam trikloroasetat (TCA ) 20% Sejumlah lebih kurang 20 g asam trikloroasetat dilarutkan dengan aquadest sampai volume 100,0 ml. f. Larutan natrium nitrit 10% Sejumlah lebih kurang 10 g natrium nitrit dilarutkan dengan aquadest sampai volume 100,0 ml. g. Larutan asam sulfamat 15% Sejumlah lebih kurang 15 g asam sulfamat dilarutkan dengan aquadest sampai volume 100,0 ml. h. Larutan natrium hidroksida 10% Sejumlah lebih kurang 10 g natrium hidroksida dilarutkan dengan aquadest bebas CO2 sampai volume 100,0 ml.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55
i. Larutan asam klorida 6N Pipet lebih kurang 59,88 ml asam klorida 10,02N diencerkan dengan aquadest sampai volume 100,0 ml. j. Larutan persediaan parasetamol Lebih kurang 50 mg parasetamol yang ditimbang seksama dilarutkan dengan aquadest sampai volume 50,0 ml. k. Seri kadar larutan intermediet parasetamol Sebanyak 1,0; 2,0; 3,0; 4,0; 5,0; 6,0; 7,0; dan 8,0 ml larutan persediaan parasetamol dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml kemudian diencerkan dengan aquadest sampai tanda sehingga diperoleh larutan parasetamol dengan kadar 100, 200, 300, 400, 500, 600, 700, dan 800 µg/ml.
3. Pengambilan plasma darah Darah kelinci diambil dari vena marginalis salah satu telinga dan ditampung pada effendorf yang telah diberi 2 tetes heparin. Darah tersebut lalu disentrifugasi selama 10 menit pada laju 3000 rpm untuk mendapatkan plasma darah, yaitu bagian yang bening.
4. Validasi metode analisis a. Penentuan Operating time Larutan intermediet parasetamol dengan kadar 200 µg/ml dan 800 µg/ml diambil sebanyak 0,5 ml lalu ditambahkan ke dalam tabung sentrifuge yang berisi 0,5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56
ml plasma. Ke dalamnya ditambahkan 2 ml larutan TCA 20%, dicampur dan disentrifugasi selama 10 menit dengan laju 3000 rpm. Semua supernatan yang terbentuk dipindahkan ke dalam labu ukur 10,0 ml, lalu ditambahkan 0,5 ml HCl 6N dan 1,0 ml NaNO2 10%, tutup labu dengan kertas parafin dan campuran tersebut didiamkan selama 15 menit. Selanjutnya, dengan hati-hati ditambahkan 1 ml asam sulfamat (H2NSO3H) 15% melewati dinding labu, lalu ditambahkan ke dalamnya 3,2 ml NaOH 10% dan aquadest hingga tanda. Campuran tersebut dipindahkan ke dalam tabung reaksi untuk kemudian di-degassing selama 10 menit. Serapan dibaca pada spektrofotometer visibel pada panjang gelombang 430 nm sampai diperoleh serapan yang stabil pada rentang waktu tertentu.
b. Penentuan panjang gelombang maksimum (λmaks) Larutan intermediet parasetamol dengan kadar 200 µg/ml dan 800 µg/ml diambil sebanyak 0,5 ml lalu ditambahkan ke dalam tabung sentrifuge yang berisi 0,5 ml plasma. Ke dalamnya ditambahkan 2 ml larutan TCA 20%, dicampur dan disentrifugasi selama 10 menit dengan laju 3000 rpm. Semua supernatan yang terbentuk dipindahkan ke dalam labu ukur 10,0 ml, lalu ditambahkan 0,5 ml HCl 6N dan 1,0 ml NaNO2 10%, tutup labu dengan kertas parafin dan campuran tersebut didiamkan selama 15 menit. Selanjutnya, dengan hati-hati ditambahkan 1 ml asam sulfamat (H2NSO3H) 15% melewati dinding labu, lalu ditambahkan ke dalamnya 3,2 ml NaOH 10% dan aquadest hingga tanda. Campuran tersebut dipindahkan ke dalam tabung reaksi untuk kemudian di-degassing selama 10 menit. Serapan dibaca pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57
spektrofotometer visibel pada operating time yang diperoleh pada panjang gelombang 380 nm sampai 580 nm.
c. Pembuatan kurva baku Dari tiap-tiap kadar larutan intermediet parasetamol diambil 0,5 ml sehingga diperoleh larutan parasetamol dengan kadar yaitu 50, 100, 150, 200, 250, 300, 350, dan 400 µg/ml, dimasukkan ke dalam 8 tabung sentrifuge yang masing-masing telah berisi 0,5 ml plasma. Pada masing-masing tabung ditambahkan 2 ml larutan TCA 20%, dicampur dan disentrifugasi selama 10 menit dengan laju 3000 rpm. Semua supernatan yang terbentuk dipindahkan ke dalam labu ukur 10,0 ml, lalu ditambahkan 0,5 ml HCl 6N dan 1,0 ml NaNO2 10%, tutup labu dengan kertas parafin dan campuran tersebut didiamkan selama 15 menit. Selanjutnya, dengan hati-hati ditambahkan 1 ml asam sulfamat (H2NSO3H) 15% melewati dinding labu, lalu ditambahkan ke dalamnya 3,2 ml NaOH 10% dan aquadest hingga tanda. Campuran tersebut dipindahkan ke dalam tabung reaksi untuk kemudian di-degassing selama 10 menit. Serapan dibaca pada spektrofotometer visibel pada operating time yang diperoleh pada 433 nm (panjang gelombang maksimum yang telah diperoleh).
d. Penentuan nilai perolehan kembali (recovery), kesalahan sistematik, dan kesalahan acak Larutan intermediet dengan kadar 200 µg/ml dan 800 µg/ml diambil sebanyak 0,5 ml lalu ditambahkan ke dalam 2 tabung sentrifuge yang masing-masing
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 58
berisi 0,5 ml plasma. Pada masing-masing tabung ditambahkan 2 ml larutan TCA 20%, dicampur dan disentrifugasi selama 10 menit dengan laju 3000 rpm. Semua supernatan yang terbentuk dipindahkan ke dalam labu ukur 10,0 ml, lalu ditambahkan 0,5 ml HCl 6N dan 1,0 ml NaNO2 10%, tutup labu dengan kertas parafin dan campuran tersebut didiamkan selama 15 menit. Selanjutnya, dengan hati-hati ditambahkan 1 ml asam sulfamat (H2NSO3H) 15% melewati dinding labu, lalu ditambahkan ke dalamnya 3,2 ml NaOH 10% dan aquadest hingga tanda. Campuran tersebut dipindahkan ke dalam tabung reaksi untuk kemudian di-degassing selama 10 menit. Serapan dibaca pada spektrofotometer visibel dalam operating time yang diperoleh pada panjang gelombang 433 nm.
5. Orientasi dosis parasetamol a. Pengambilan sampel darah Dosis awal yang digunakan yaitu 625 mg/kgBB (10% dari LD50 parasetamol pemberian oral pada kelinci). Suspensi parasetamol dengan dosis awal diberikan pada kelinci secara peroral dengan bantuan mouthblock. Lalu darah kelinci diambil dari vena marginalis telinga pada menit ke-0 (sebagai kontrol), 5, 10, 15, 20, 25, 35, 45, 60, 90, 120, 150, 180, 210. Darah tersebut dimasukkan ke dalam efendrof yang sudah diberi 2 tetes heparin lalu dilakukan sentrifugasi selama 10 menit dengan laju 3000 rpm. Diambil 0,5 ml plasma (bagian yang jernih) untuk kemudian dilakukan penetapan kadar parasetamol. Uji dilanjutkan dengan meningkatkan dosis awal dengan cara dikalikan suatu bilangan tetap hingga dosis terletak pada jendela terapi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59
b. Penetapan kadar parasetamol Dalam tiap-tiap tabung sentrifuge yang telah berisi plasma ditambahkan 2 ml larutan TCA 20%. Dilakukan sentrifugasi campuran tersebut selama 10 menit dengan laju 3000 rpm. Diambil semua supernatan yang jernih masukkan ke dalam labu ukur 10 ml. Ke dalamnya ditambahkan 0,5 ml HCl 6N, 1 ml NaNO2 10%, dicampur, ditutup dengan kertas parafin, dan didiamkan selama 15 menit. Ditambahkan 1 ml asam sulfamat (H2NSO3H) 15% secara hati-hati melalui dinding labu, lalu ditambahkan 3,2 ml NaOH 10% dan tambahkan aquades hingga tanda. Kemudian
dilakukan
degassing
selama
10
menit.
Serapan
dibaca
pada
spektrofotometer visibel dalam operating time yang diperoleh pada panjang gelombang 433 nm.
6. Metode bioanalitik parasetamol dalam plasma darah a. Pengelompokan dan penentuan hewan uji Penelitian ini hanya menggunakan 1 kelompok hewan uji, yaitu kelinci putih jantan. Sebelum perlakuan pemberian parasetamol, hewan uji dipuasakan dari makan selama 18 jam. Penelitian ini menggunakan desain cross over dimana hewan uji mendapat semua perlakuan dengan desain operasional sebagai berikut : Tabel I. Desain operasional penelitian
Minggu ke-1
Minggu ke-2
Minggu ke-3
Generik
Kelinci A
Kelinci C
Kelinci B
®
Kelinci B
Kelinci A
Kelinci C
Kelinci C
Kelinci B
Kelinci A
Pamol
®
Biogesic
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60
Setelah perlakuan pertama, hewan uji diistirahatkan selama 1 minggu untuk menghilangkan sisa obat dari dalam tubuh.
b. Pengambilan sampel darah Metode yang digunakan adalah metode Chafetz et al. (1971) yang telah dimodifikasi. Sampel yang digunakan adalah tablet Biogesic® dan tablet Pamol® yang dibandingkan dengan tablet parasetamol (generik). Dibuat suspensi parasetamol dengan dosis 1200 mg/kgBB (sesuai hasil orientasi). Suspensi tersebut diberikan pada kelinci secara peroral dengan bantuan mouth block dengan volume maksimal 20 ml. Darah kelinci diambil dari vena marginalis telinga pada menit ke-0, 5, 10, 15, 25, 35, 45, 60, 90, 120, 150, 180, 210. Darah tersebut dimasukkan ke dalam efendrof yang sudah ditetesi heparin lalu dilakukan sentrifugasi selama 10 menit dengan laju 3000 rpm. Diambil 0,5 ml plasma (bagian yang jernih), masukkan ke dalam tabung sentrifuge.
c. Penetapan kadar parasetamol Dalam tiap-tiap tabung sentrifuge yang telah berisi plasma ditambahkan 2 ml larutan TCA 20%. Dilakukan sentrifugasi campuran tersebut selama 10 menit dengan laju 3000 rpm. Diambil semua supernatan yang jernih masukkan ke dalam labu ukur 10 ml. Ke dalamnya ditambahkan 0,5 ml HCl 6N, 1 ml NaNO2 10%, dicampur, ditutup dengan kertas parafin, dan didiamkan selama 15 menit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61
Ditambahkan 1 ml asam sulfamat (H2NSO3H) 15% secara hati-hati melalui dinding labu, lalu ditambahkan 3,2 ml NaOH 10% dan tambahkan aquades hingga tanda. Kemudian
dilakukan
degassing
selama
10
menit.
Serapan
dibaca
pada
spektrofotometer visibel dalam operating time yang diperoleh pada panjang gelombang 433 nm.
F. Analisis Hasil Metode penetapan kadar parasetamol secara kolorimetri berdasarkan modifikasi metode Chafetz et al. (1971) ini dikatakan sahih apabila memenuhi parameter-parameter di bawah ini : 1. Nilai perolehan kembali (Recovery), kesalahan sistematik dan kesalahan acak Prosentase nilai perolehan kembali yang dihitung dengan cara sebagai berikut : nilai perolehan kembali =
kadar terukur x 100 % = P % kadar diketahui
Metode analisis ini dikatakan sahih apabila nilai perolehan kembalinya berada pada rentang 80-120%.
Kesalahan sistematik dapat diperoleh dengan cara : Kesalahan sistematik = 100% - P %
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62
Kesalahan acak dapat diperoleh dengan cara : Kesalahan acak =
simpangan baku x 100 % harga rata - rata
Metode analisis ini dikatakan sahih apabila memiliki kesalahan sistematik dan kesalahan acak kurang dari 10%.
2. Pengolahan data dengan program STRIPE Kadar parasetamol dalam plasma yang diperoleh dari persamaan kurva baku diolah menjadi parameter-parameter farmakokinetika menggunakan program STRIPE (Johnston and Woolard, 1983, yang telah dimodifikasi oleh Jung). Tabel II. Parameter-parameter farmakokinetika beserta satuannya
Parameter
Persamaan
Satuan
AUC0→tn
μg.menit/ml
AUC0→∞
μg.menit/ml
Cmax
μg/ml
tmax t½
Diolah dengan program STRIPE
menit menit
ka
menit -1
Vd
liter
Cl
ml/menit
3. Analisis data secara statistik Parameter-parameter bioavailabilitas yang diperoleh, dianalisis secara statistik dengan metode ANOVA, menggunakan program SPSS 14.0, dengan taraf kepercayaan 90%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63
Dua produk obat dikatakan bioekivalen jika : 0,8 <
0,8 <
0,8 <
nilai rata - rata geometrik AUC T nilai rata - rata geometrik AUC R nilai rata - rata geometrik (C maks ) T nilai rata - rata geometrik (C maks ) R
nilai rata - rata geometrik t maks T nilai rata - rata geometrik t maks R
< 1,25
< 1,25
< 1,25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Uji Sifat Fisik Tablet Parasetamol Uji sifat fisik tablet ini perlu dilakukan karena merupakan data pendukung untuk menganalisis profil bioavailabilitas obat. Hal ini dikarenakan ada hubungan antara faktor fisikakimia obat, faktor pembuatan obat, faktor fisiologik hewan uji dengan profil bioavailabilitas obat. Uji sifat fisik tablet yang dilakukan meliputi: 1. Uji keseragaman bobot Tujuan dari uji keseragaman bobot adalah untuk mengetahui bobot rata-rata tablet, karena keseragaman bobot tablet dapat menggambarkan keseragaman dosis zat aktif yang terkandung di dalam tablet tersebut. Pada penelitian ini dilakukan uji keseragaman bobot dan tidak dilakukan uji keseragaman kandungan zat aktif dikarenakan menurut Anonim (1995), untuk produk yang mengandung zat aktif 50 mg atau lebih yang merupakan 50% atau lebih dari bobot satuan sediaan diterapkan uji keseragaman bobot, sedangkan untuk uji keseragaman kandungan zat aktif diterapkan jika kandungan zat aktif yang ada dalam jumlah yang lebih kecil. Penelitian ini menggunakan tablet parasetamol generik, tablet Biogesic® dan tablet Pamol® yang memiliki parasetamol yang diasumsikan memiliki jumlah seperti yang tertera di etiket yaitu 500 mg (dengan rentang 90% - 110%). Menurut Anonim (1979), untuk tablet yang memiliki bobot rata-rata lebih dari 300 mg maka penyimpangan bobot rata-rata untuk kolom A sebesar 5% dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65
untuk kolom B sebesar 10%. Tablet dikatakan memiliki keseragaman bobot apabila tidak lebih dari 2 tablet yang bobotnya menyimpang dari harga yang ditentukan pada kolom A dan tidak satu tablet pun yang bobotnya menyimpang dari harga yang ditentukan pada kolom B. Tabel III. Hasil rata-rata uji keseragaman bobot tablet
Kolom A
Kolom B
Produk
Bobot rata-rata (mg) ± SD
Batas bawah
Generik
602,50 ± 4,87
572,38 632,62 542,25 662,75
Biogesic®
660,10 ± 4,27
Pamol®
661,63 ± 5,65
Batas atas
Batas bawah
Batas atas
Keterangan
tidak lebih memenuhi dari 2 tablet syarat menyimpang dari kolom A memenuhi 627,10 693,10 594,09 726,11 dan tidak syarat satupun tablet menyimpang memenuhi 628,55 694,71 595,47 727,79 dari kolom B syarat
Dari tabel III, dapat diketahui bahwa bobot rata-rata tablet parasetamol generik adalah 602,50 mg, bobot rata-rata tablet Biogesic® adalah 660,10 mg dan bobot rata-rata tablet Pamol® adalah 661,63 mg. Dari 20 tablet pada masing-masing jenis tablet yang ditimbang, tidak ada satu tablet pun yang menyimpang dari harga yang ditentukan pada kolom A dan kolom B, maka dapat disimpulkan bahwa tablet parasetamol generik, tablet Biogesic® dan tablet Pamol® tersebut memenuhi persyaratan uji keseragaman bobot menurut Farmakope Indonesia Edisi III (1979).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66
2. Uji kekerasan Tujuan dari uji kekerasan adalah untuk mengetahui stabilitas fisik tablet terhadap pengaruh luar seperti ketahanan terhadap tekanan dan benturan mekanis. Uji kekerasan perlu dilakukan karena kekerasan menunjukkan kekompakan tablet sehingga mempengaruhi waktu hancur tablet dan secara tidak langsung akan mempengaruhi waktu disolusi dan waktu absorpsi zat aktif. Dalam beberapa pustaka yang ada, tidak dicantumkan syarat kekerasan yang diperbolehkan. Menurut Ansel (1969), tablet yang baik harus memiliki ketahanan akan tekanan minimum 4 kg, namun standar ini tidak dapat digunakan karena tidak tercantum pada buku-buku standar yang resmi digunakan. Tabel IV. Hasil rata-rata uji kekerasan tablet
Produk
Rata-rata nilai kekerasan (KP) ± SD
Generik ®
16,275 ± 1,197
Biogesic
23,975 ± 1,984
®
10,835 ± 0,507
Pamol
Melalui tabel IV, diketahui bahwa nilai kekerasan tablet Biogesic® adalah yang terbesar, disusul tablet parasetamol generik dan terakhir adalah tablet Pamol®. Namun karena tidak ditemukan standar yang lebih akurat maka tidak dapat ditarik suatu kesimpulan hasil uji kekerasan tersebut.
3. Uji kerapuhan Uji ini bertujuan untuk mengetahui kekompakan bagian tepi tablet. Melalui
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67
uji kerapuhan dapat diketahui stabilitas fisik obat pada kondisi pembuatan, pengepakan, distribusi obat dari produsen ke konsumen, penyimpanan hingga saat pemberian obat. Menurut The United States Pharmacopeia 28 suatu tablet dikatakan memenuhi uji kerapuhan apabila angka kerapuhannya tidak melewati batas yaitu 1%. Dari hasil penelitian didapatkan data sebagai berikut : Tabel V. Hasil uji kerapuhan tablet
Produk
Angka kerapuhan (%)
Generik
0,167
Biogesic
0,228
Pamol
0,150
Angka kerapuhan untuk tablet parasetamol generik adalah 0,167%, tablet Biogesic® adalah 0,228%, dan tablet Pamol® adalah 0,150%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ketiga produk tersebut memenuhi syarat uji kerapuhan tablet yang ditentukan.
4. Uji waktu hancur Uji waktu hancur memiliki tujuan untuk mengetahui seberapa lama proses disintegrasi tablet tersebut, dimana suatu tablet hancur dan larut menjadi partikelpartikel kecil setelah tablet masuk dalam tubuh. Proses disintegrasi ini penting karena akan mempengaruhi bioavailabilitas tablet tersebut. Apabila tablet telah mengalami proses disintegrasi, tablet akan mengalami proses disolusi sehingga zat aktif akan terlepas dari sediaan dan tersedia untuk diabsorpsi oleh tubuh. Menurut Anonim
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 68
(1979), waktu hancur tablet tidak bersalut yang baik adalah kurang dari 15 menit. Hasil penelitian yang didapat adalah sebagai berikut : Tabel VI. Hasil uji waktu hancur tablet
Produk
Waktu hancur
Generik
6 menit 1 detik ®
Biogesic Pamol
®
5 menit 16 detik 6 menit 46 detik
Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa ketiga produk tablet tersebut memenuhi persyaratan waktu hancur menurut Farmakope Indonesia Edisi III (1979). Dari hasil tersebut, terlihat bahwa tablet Biogesic® lebih mudah hancur.
5. Uji Disolusi Uji disolusi bertujuan untuk mengetahui waktu pelepasan zat aktif yang terdapat di dalam tablet. Hal ini penting dilakukan karena uji disolusi menentukan seberapa banyak dan seberapa cepat zat aktif terlepas dari tablet dan tersedia untuk diabsorpsi. Uji disolusi ini diawali dengan penentuan panjang gelombang maksimum. Panjang gelombang maksimum teoritis untuk parasetamol yang diukur dengan spektrofotometri ultraviolet adalah 243 nm. Hasil penelitian menunjukkan panjang gelombang maksimum parasetamol untuk uji disolusi ini adalah 243,1 nm. Selanjutnya dilakukan pembuatan kurva baku disolusi untuk menentukan persamaan kurva baku. Persamaan kurva baku tersebut akan digunakan untuk menghitung jumlah zat aktif yaitu parasetamol di dalam cuplikan. Serapan diukur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69
pada panjang gelombang maksimum yaitu 243,1 nm dengan spektrofotometer Ultraviolet. Tabel VII. Data persamaan kurva baku disolusi
Seri Baku Kadar (μg/ml) Serapan 1 3,02 0,288 2 4,03 0,342 3 5,04 0,429 4 6,05 0,500 5 7,06 0,597 6 8,07 0,716 7 9,08 0,768 Slope (B) 0,08331 Intercept (A) 0,01598 Corr.coeff (r) 0,99550 Persamaan garis: y = 0,08331x + 0,01598
Serapan
Kurva Baku Uji Disolusi 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
Y = 0,08331x + 0,01598
3.02 4.03 5.04 6.05 7.06 8.07 9.08
Kadar (µg/ml)
Gambar 9. Kurva baku disolusi
Setelah pembuatan kurva baku, dilakukan pengukuran pada ketiga produk tablet yang diuji dengan 3 kali replikasi. Pengambilan cuplikan dilakukan pada menit ke-10, 20 dan 30. Tablet parasetamol dikatakan memenuhi uji disolusi apabila pada menit ke-30, tidak kurang dari 80% parasetamol terlepas dari bentuk sediaan tablet
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70
(Anonim, 1995). Dari hasil uji disolusi, diketahui bahwa setelah 30 menit, tablet parasetamol generik melepaskan 82,909% parasetamol yang terkandung di dalam tablet, tablet Biogesic® melepaskan 88,810% parasetamol yang terkandung di dalam tablet, sedangkan tablet Pamol® melepaskan 66,193% parasetamol yang terkandung di dalam tablet, seperti yang ditunjukkan pada tabel VIII. Tabel VIII. Hasil uji disolusi
Generik Menit ke-
Biogesic®
Pamol®
Rata-rata Qkum ± SD
Rata-rata %Qkum ± SD
Rata-rata Qkum ±SD
Rata-rata %Qkum ± SD
Rata-rata Qkum ±SD
Rata-rata %Qkum ± SD
10
379,050 ± 12,980
75,810 ± 2,596
419,850 ± 31,517
83,970 ± 6,303
249,975 ± 49,437
49,995 ± 9,887
20
396,456 ± 9,880
79,291 ± 1,976
428,483 ± 15,699
85,697 ± 3,140
298,160 ± 31,275
59,632 ± 6,255
30
414,547 ± 3,561
82,909 ± 0,712
444,050 ± 18,475
88,810 ± 3,695
330,967 ± 36,547
66,193 ± 7,309
Menurut Anonim (2004 b), untuk mengetahui apakah profil disolusi yang didapat dari penelitian ini menunjukkan kesamaan satu sama lain, maka ditentukan faktor kemiripan (f2). Nilai f2 ≥ 50 menunjukkan adanya kesamaan atau ekivalensi kedua kurva yang dibandingkan. Nilai f2 dapat dihitung melalui persamaan :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71
⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ f 2 = 50 log ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ 1+ ⎣
100 2
t =n
∑R
t
− Tt
t =1
n
⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦
(16)
Rt = persentase kumulatif obat yang larut pada setiap waktu sampling dari produk pembanding / reference (dalam penelitian ini adalah tablet parasetamol generik). Tt = persentase kumulatif obat yang larut pada setiap waktu sampling dari produk uji (T = test).
Kurva uji disolusi
Qkum (mg)
450 375 Generik 300
Biogesic
225
Pamol
150 75 0 0
10
20
30
40
waktu (menit ke-)
Gambar 10. Kurva nilai rata-rata kumulatif uji disolusi ± SD
Hasil
penelitian
menunjukkan
perbandingan
profil
disolusi
tablet
parasetamol generik dengan tablet Biogesic® menghasilkan nilai f2 sebesar 57,861. Perbandingan profil disolusi tablet parasetamol generik dengan tablet Pamol® menghasilkan nilai f2 sebesar 33,788.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72
Tabel IX. Nilai faktor kemiripan (f2)
Nilai f2
Biogesic® vs generik 57,861
Pamol® vs generik 33,788
Melihat hasil nilai f2 tersebut maka dapat disimpulkan jika profil disolusi tablet Biogesic® memiliki kesamaan dengan profil disolusi tablet parasetamol generik sedangkan profil disolusi tablet Pamol® tidak memiliki kesamaan dengan profil disolusi dengan tablet parasetamol generik. Selain dengan melihat nilai f2, dari kurva gambar 10, nilai rata-rata hasil uji disolusi ± SD dari tablet Biogesic® dengan tablet parasetamol generik menunjukkan terjadinya overlapping yang telah menunjukkan bahwa nilai tersebut adalah sama.
B. Pengambilan Plasma Darah Kelinci Pada penelitian ini digunakan kelinci sebagai hewan percobaan. Hal ini dikarenakan kelinci memiliki volume darah yang lebih banyak dan lebih mudah diambil dibandingkan dengan mencit dan tikus. Darah kelinci diambil dari salah satu telinga pada vena marginalis. Pengambilan darah dilakukan pada vena karena darah yang keluar berupa tetesan sehingga mudah ditampung. Penelitian ini menggunakan plasma sebagai cuplikan hayati untuk proses analisis. Plasma dapat diperoleh dengan menambahkan antikoagulan pada darah sehingga protein dalam darah tidak ikut mengendap. Antikoagulan yang digunakan pada penelitian ini adalah heparin. Parasetamol bersifat asam lemah dan mudah terikat pada protein sehingga sebagian besar parasetamol di dalam darah akan terikat pada protein. Plasma dapat diperoleh dengan cara melakukan sentrifugasi pada darah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 73
yang sudah ditampung dan diberi heparin. Apabila digunakan serum, maka kemungkinan hanya sebagian dari parasetamol yang dapat diperoleh, karena sebagian dari protein darah akan ikut mengendap karena tidak adanya antikoagulan, yang menyebabkan parasetamol yang terikat dengan protein tersebut akan ikut mengendap. Setelah pemusingan tersebut akan diperoleh cairan bening dan endapan selsel darah. Untuk memisahkan parasetamol dengan protein pada cairan bening tersebut maka perlu dilakukan proses denaturasi terlebih dahulu. Denaturasi protein ini dilakukan dengan menambahkan asam trikloroasetat (TCA). TCA akan merusak struktur tersier dan kuartener protein plasma sehingga ikatan antara parasetamol dan protein plasma tidak terbentuk. Setelah itu dilakukan pemusingan selama 10 menit dengan kecepatan 3000 rpm sehingga seluruh protein terendapkan dan parasetamol berada di fase cair (fase bening). Kemudian fase cair tersebut dipisahkan untuk dilakukan proses selanjutnya.
C. Validasi Metode Analisis Metode Chafetz et al. (1971) merupakan metode penetapan kadar parasetamol secara kolorimetri. Metode ini dipilih karena merupakan metode yang selektif untuk penetapan kadar parasetamol dalam plasma. Metode kolorimetri ini dilakukan dengan mengubah parasetamol menjadi senyawa yang berwarna, apabila digunakan metode spektrofotometri ultraviolet, ada kemungkinan komponenkomponen lain dari plasma yang memiliki kromofor dan auksokrom dapat terukur sehingga akan mengganggu penetapan kadar parasetamol.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74
Sebelum melakukan penetapan kadar parasetamol maka perlu dilakukan validasi metode analisis terlebih dahulu. Hal ini disebabkan metode Chafetz (1971) merupakan metode penetapan kadar parasetamol di dalam sediaan farmasi. Metode Chafetz (1971) dimodifikasi oleh Glynn dan Kendal (1975) untuk menetapkan kadar parasetamol di dalam plasma. Oleh sebab kondisi penelitian yang berbeda, maka perlu dilakukan terlebih dahulu validasi metode analisis sehingga metode tersebut sahih dan dapat digunakan. Metode ini diawali dengan menambahkan asam klorida 6N yang berlebih dan Natrium nitrit 10%. Campuran keduanya akan menghasilkan asam nitrit yang kemudian akan menjadi ion nitrozonium dikarenakan masih terdapat kelebihan asam. HCl >>>
+
NaNO2
HNO2
+
H+
HNO2 NO+ ion nitrozonium
+ +
NaCl H2O
Gambar 11. Reaksi antara asam klorida dengan natrium nitrit sehingga membentuk ion nitrozonium
Ion Nitrozonium yang terbentuk akan menyebabkan terjadinya reaksi substitusi aromatik elektrofilik pada posisi ortho dari gugus hidroksil parasetamol. Reaksi tersebut terjadi dikarenakan gugus hidroksil pada parasetamol lebih kuat sebagai pengarah ortho dibandingkan gugus asetamida. Hal ini disebabkan adanya elektron bebas yang lebih banyak pada gugus hidroksil. Reaksi antara ion nitrozonium
dengan
parasetamol
akan
menghasilkan
senyawa
2-nitroso-4-
asetamidofenol yang kemudian akan teroksidasi oleh udara menjadi senyawa 2-nitro4-asetamidofenol yang memiliki warna kuning.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 75
Warna kuning yang terbentuk merupakan hasil dari penambahan panjang gugus kromofor dan gugus auksokrom. Peningkatan panjang gugus kromofor dan gugus auksokrom tersebut akan menyebabkan energi yang dibutuhkan untuk melakukan transisi elektron ke tingkat eksitasi menjadi kecil sehingga panjang gelombang senyawa tersebut akan menjadi panjang. Energi berbanding terbalik dengan panjang gelombang. Akibatnya, intensitas warna yang terbentuk akan meningkat. OH
O
OH
+
NO
N
O
O
O HN
H
O
C
HN CH3
parasetamol
+
C CH3
ion nitrozonium
2-nitro-4-asetamidofenol berwarna kuning muda
= kromofor = auksokrom
Gambar 12. Reaksi antara parasetamol dengan ion nitrozonium membentuk 2-nitro-4 asetamidofenol
Proses berikutnya adalah penambahan asam sulfamat (H2NSO3H) 15 %. Asam sulfamat pada proses ini dimaksudkan untuk menghilangkan asam nitrit berlebihan yang dihasilkan pada reaksi sebelumnya. Asam nitrit yang berlebih tersebut perlu dihilangkan karena dapat mengganggu kestabilan serapan 2-nitro-4asetamidofenol.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 76
HNO2
+
HSO3NH2
asam nitrit
+
N2
+
H2SO4
H2O
asam sulfamat Gambar 13. Reaksi antara asam nitrit dengan asam sulfamat
Penambahan asam sulfamat ini harus dilakukan secara hati-hati dan perlahan-lahan melewati dinding labu dikarenakan reaksi yang terbentuk bersifat eksotermis (melepas panas) dan reaksi ini akan menghasilkan gas nitrogen. Tahap berikutnya adalah penambahan natrium hidroksida 10% yang digunakan untuk membentuk suasana basa yang diperlukan untuk menetralkan sisa asam dari reaksi-reaksi sebelumnya dan membentuk ion 2-nitro-4-asetamidofenolat.
OH-
+
O
OH
H+
H2O O
O
N
N O
O
+
OH-
+
O HN
C
O HN
CH3
2-nitro-4-asetamidofenol berwarna kuning muda
H2O
C CH3
ion 2-nitro-4-asetamidofenolat
= kromofor = auksokrom
Gambar 14. Reaksi antara 2-nitro-4-asetamidofenol dalam suasana basa menghasilkan ion 2-nitro-4asetamidofenolat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 77
OH
O
O
N
O N
N
O
+ OH
O
O
+ H2O
H+
O HN
O
O
O
O
C
HN CH3
HN
C CH3
C CH3
berwarna orange
= kromofor = auksokrom
Gambar 15. Reaksi menstabilkan diri ion 2-nitro-4-asetamidofenolat
Ion 2-nitro-4-asetamodofenolat yang terbentuk tidak stabil sehingga akan menstabilkan diri membentuk senyawa yang akan memberikan kromofor yang lebih panjang dibandingkan ion 2-nitro-4-asetamidofenolat sehingga terjadi pergeseran panjang gelombang menjadi lebih besar lagi dan menyebabkan energi yang diperlukan menjadi lebih kecil. Akibatnya, warna yang terbentuk lebih intensif, dari kuning menjadi orange. Langkah terakhir yang dilakukan pada penelitian ini adalah melakukan degassing. Hal ini perlu dilakukan karena larutan yang terbentuk masih memiliki banyak gelembung gas yang perlu dihilangkan. Gelembung tersebut perlu dihilangkan agar diperoleh larutan yang jernih yang memenuhi persyaratan analisis kuantitatif dengan spektrofotometri (memenuhi hukum Lambert-Beer). Gelembung dapat mengganggu sinar yang masuk sehingga tidak semua sinar akan diteruskan melainkan dapat dibiaskan dan dipantulkan, akibatnya serapan yang terbaca akan menjadi lebih besar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 78
OH
OH
O
O
OH
H N
+
H
NO O
O HN
N
HN
C
O
C
HN
C
CH3
CH3
CH3
O
O
O
O
O O
O
HN
C
OH
O
+
O
O HN
N
N
N
H2O +
O
OH
CH3
C
O HN
CH3
C CH3
Gambar 16. Mekanisme reaksi parasetamol dalam metode Chafetz et al. (1971)
1. Penentuan Operating Time (OT) Tahap pertama dalam pengukuran kadar parasetamol secara kolorimetri adalah penetapan operating time. Penetapan OT ini diperlukan untuk mengetahui rentang waktu pengukuran dimana senyawa memberikan serapan yang stabil. Hal ini berarti semua parasetamol di dalam larutan telah bereaksi dengan pereaksi pada metode Chafetz et al. (1971). Pada penelitian ini, penetapan OT dilakukan setelah larutan ditambah dengan natrium hidroksida dan proses degassing. Waktu yang dibutuhkan dari penambahan natrium hidroksida dan proses degassing hingga larutan hendak diukur adalah ± 25 menit. Penetapan OT dilakukan selama 60 menit. Hasil dari penelitian ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 79
menunjukkan bahwa dalam rentang waktu 25 menit setelah penambahan natrium hidroksida dan degassing hingga menit ke-85, larutan tersebut memberikan serapan yang stabil.
Gambar 17. Pengukuran operating time (OT) larutan parasetamol dalam plasma kadar 100 μg/ml
Gambar 18. Pengukuran operating time (OT) larutan parasetamol dalam plasma kadar 400 μg/ml
Penentuan OT ini dilakukan pada 2 seri kadar larutan parasetamol yaitu pada kadar 100 µg/ml dan 400 µg/ml. Hal ini dilakukan untuk menunjukkan secara pasti bahwa parasetamol memiliki OT yang sama untuk kedua kadar yang berbeda,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 80
dimana kedua kadar tersebut mewakili kadar kecil dan kadar besar.
2. Penentuan panjang gelombang maksimum parasetamol Panjang gelombang maksimum adalah panjang gelombang saat suatu senyawa memberikan serapan yang maksimum. Penentuan panjang gelombang maksimum ini dimaksudkan agar sensitifitas serapan maksimum dan kesalahan pembacaan serapan menjadi minimum. Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran panjang gelombang pada panjang gelombang 380-580 nm (termasuk dalam daerah panjang gelombang sinar tampak). Penentuan panjang gelombang maksimum ini dilakukan pada kadar 100 µg/ml dan 400 µg/ml. Hal ini bertujuan agar hasil yang didapat benar-benar menunjukkan panjang gelombang maksimum dari senyawa tersebut.
Gambar 19. Pengukuran panjang gelombang maksimum larutan parasetamol 100 µg/ml
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 81
Gambar 20. Pengukuran panjang gelombang maksimum larutan parasetamol 400 µg/ml
Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan pada spektogram gambar 19 dan 20, dapat disimpulkan bahwa parasetamol dengan metode Chafetz et al. (1971) akan memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 433,0 nm. Menurut metode Chafetz et al. (1971), serapan maksimum parasetamol berada pada panjang gelombang ± 430 nm. Panjang gelombang yang didapat pada penelitian ini tetap dapat digunakan karena menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), panjang gelombang pada saat serapan maksimum yang bisa digunakan untuk analisis apabila selisih panjang gelombang antara teori dengan optimasi tidak lebih dari 3 nm. Jadi, panjang gelombang yang digunakan adalah 433,0 nm.
3. Pembuatan kurva baku Tujuan dari pembuatan kurva baku adalah untuk memperoleh persamaan kurva baku yang digunakan untuk menghitung kadar sampel parasetamol Persamaan kurva baku ini didapat dengan cara mengukur serapan seri kadar larutan baku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 82
parasetamol pada panjang gelombang 433,0 nm. Kemudian dilanjutkan dengan membuat persamaan garis regresi antara kadar sebagai variabel bebas dan serapan sebagai variabel tergantung. Hasil pengukuran serapan seri kadar larutan baku parasetamol dan persamaan regresi kurva baku disajikan pada tabel X. Tabel X. Data persamaan kurva baku
Seri
Kadar (µg/ml)
Serapan
1
50,1
0,101
2
100,2
0,202
3
150,3
0,344
4
200,4
0,486
5
250,5
0,560
6
300,6
0,669
7
350,7
0,794
8
400,8
0,919
Slope = 0,00231 Intercept = 0,01214
Corr Coeff = 0,9983
Persamaan regresi y = 0,00231x - 0,01214 Dari kurva gambar 21, dapat dilihat bahwa peningkatan kadar parasetamol akan menghasilkan peningkatan absorbansi dan hubungan tersebut bersifat linier. Hal ini ditunjukkan dengan kurva yang terbentuk menyerupai garis lurus dan nilai linieritas (r) yang mendekati angka 1. Oleh karena itu, persamaan kurva baku tersebut dapat digunakan untuk menghitung kadar parasetamol. Hasil persamaan kurva baku yaitu Y = 0,00231 X – 0,01214 selanjutnya digunakan untuk menetapkan kadar parasetamol dalam plasma.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 83
1
Serapan
0.8 0.6
Y = 0,00231x – 0,01214
0.4 0.2 0 50.1 100 150 200 251 301 351 401
Kadar (µg/ml)
Gambar 21. Kurva baku parasetamol
4. Penentuan nilai perolehan kembali, kesalahan acak dan kesalahan sistematik Setelah ditentukan persamaan kurva baku, dilakukan penentuan nilai perolehan kembali, kesalahan acak dan kesalahan sistematik. Hal ini dilakukan untuk menentukan apakah metode Chafetz et al. (1971) memenuhi persyaratan kesahihan metode analisis. Nilai perolehan kembali (recovery) merupakan tolok ukur akurasi analisis. Kesalahan sistematik merupakan tolok ukur inakurasi penetapan kadar, sedangkan kesalahan acak merupakan tolok ukur imprecision suatu analisis. Kesalahan acak identik dengan variabilitas pengukuran dan dicerminkan oleh tetapan variasi. Suatu metode analisis dikatakan metode yang sahih apabila memiliki nilai perolehan kembali dalam rentang 80-120%, kesalahan acak di bawah 10%, dan kesalahan sistematik di bawah 10% (Mulja dan Suharman, 1995)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 84
Tabel XI. Nilai perolehan kembali, kesalahan sistematik, dan kesalahan acak parasetamol di dalam plasma kadar 100 µg/ml
Kadar sediaan (µg/ml)
Kadar terukur (µg/ml)
Perolehan kembali (%)
Kesalahan sistematik (%)
101,2
97,03
95,88
4,12
101,2
97,90
96,74
3,26
101,2
100,49
99,30
0,70
rata-rata ± SD
98,47 ± 1,80
97,31 ± 1,78
2,69 ± 1,78 Memenuhi syarat
Keterangan
Memenuhi syarat
Kesalahan acak (%) 1,83
Memenuhi syarat
Tabel XII. Nilai perolehan kembali, kesalahan sistematik, dan kesalahan acak parasetamol di dalam plasma kadar 400 µg/ml
Kadar sediaan (µg.ml)
Kadar terukur (µg/ml)
Perolehan kembali (%)
Kesalahan sistematik (%)
404,8
407,42
100,65
0,65
404,8
400,49
98,94
1,06
404,8
406,12
100,33
0,33
rata-rata ± SD
404,68 ± 3,68
99,97 ± 0,91
0,68 ± 0,37 Memenuhi syarat
Keterangan
Memenuhi syarat
Kesalahan acak (%) 0,91
Memenuhi syarat
Berdasarkan hasil penelitian seperti yang tercantum di dalam tabel XI dan tabel XII, kadar parasetamol dalam plasma menunjukkan nilai perolehan kembali sebesar 98,47 ± 1,80 untuk kadar 101,2 µg/ml dan 99,97 ± 0,91 untuk kadar 404,8 µg/ml. Dengan hasil yang didapat tersebut dapat disimpulkan bahwa metode penetapan kadar parasetamol dalam plasma menurut Chafetz et al. (1971) memenuhi persyaratan dengan nilai perolehan kembali masuk dalam rentang 80-120 %. Selain perolehan kembali, didapatkan pula nilai kesalahan sistematik yaitu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 85
2,69 ± 1,78 untuk parasetamol dalam plasma dengan kadar 101,2 µg/ml dan 0,68 ± 0,37 untuk parasetamol dalam plasma dengan kadar 404,8 µg/ml, sedangkan nilai kesalahan acak yang diperoleh untuk parasetamol dalam plasma kadar 101,2 µg/ml adalah 1,83% dan untuk parasetamol dalam plasma kadar 404,8 µg/ml adalah 0,91%. Hasil tersebut memenuhi persyaratan kesahihan metode analisis dimana kesalahan sistematik dan kesalahan acak diharapkan di bawah 10%. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa metode Chafetz et al. (1971) merupakan metode analisis yang sahih sehingga metode tersebut dapat digunakan sebagai metode untuk penelitian ini.
D. Orientasi Dosis dan Orientasi Waktu Pengambilan Cuplikan Tujuan dari orientasi dosis adalah menentukan dosis yang sesuai untuk digunakan pada penelitian ini. Dosis tersebut harus berada pada jendela terapi, yaitu berada di atas KEM (Kadar Efek Minimum) dan di bawah KTM (Kadar Toksik Minimum). Hal ini bertujuan agar efek yang dihasilkan tidak menyebabkan toksik pada subjek uji sehingga subjek uji dapat digunakan kembali, selain itu, dosis tersebut harus berada di atas KEM sehingga menimbulkan efek terapi dan kadarnya di dalam plasma cukup besar untuk dapat dianalisis dengan metode kolorimetri yang berarti dosis yang digunakan harus memberikan serapan yang memenuhi hukum LambertBeer yaitu berada di antara 0,2-0,8. Menurut Katzung (1995), untuk parasetamol, manusia 70 kg memiliki KEM adalah 10-20 µg/mL, sedangkan KTM adalah > 300 µg/mL. Untuk menentukan dosis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 86
yang digunakan pada kelinci maka perlu diketahui terlebih dulu LD50 parasetamol pada kelinci. Menurut The Merck Index (2001 a), LD50 parasetamol pada mencit adalah 338 mg/kg. Nilai tersebut dikonversikan pada kelinci sehingga didapatkan LD50 pada kelinci sebesar 6264 mg/kg. Orientasi dosis ini diawali dengan memberikan dosis rendah yaitu sebesar 5-10% LD50 kemudian dosis dinaikkan menurut besaran tertentu. Penelitian ini menggunakan dosis awal sebesar 625 mg/kg kemudian dinaikkan karena serapan yang didapat belum memenuhi persyaratan metode analisis. Dosis yang digunakan pada penelitian ini adalah sebesar 1200 mg/kg. Penentuan waktu pengambilan cuplikan juga dilakukan pada tahap ini. Penentuan waktu pengambilan cuplikan ini dapat menggambarkan apa yang terjadi pada tiap fase farmakokinetika. Oleh sebab itu, dianjurkan cuplikan diambil pada 3 titik tahap absorpsi, 3 titik pada tahap distribusi, 3 titik pada area sekitar puncak dan 3 titik pada tahap eliminasi. Selain itu, pengambilan cuplikan sebaiknya dilakukan sedini mungkin dan rentang waktu pada tahap-tahap awal tidak terlalu besar. Penentuan waktu pengambilan cuplikan ini dilakukan dengan mencoba beberapa titik waktu kemudian hasil pengukuran kadarnya dalam darah dianalisis dengan program STRIPE (Johnston and Woolard, 1983, yang telah dimodifikasi oleh Jung). Hal yang perlu diperhatikan adalah nilai AIC, makin kecil nilai AIC berarti makin kecil kesalahan yang terjadi. Hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah waktu paruh eliminasi yang menentukan seberapa lama waktu pengambilan cuplikan dilakukan. Langkah awal adalah menentukan terlebih dahulu nilai t½ parasetamol.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 87
Menurut Anonim (2005 c), t½ parasetamol berkisar antara 1 hingga 4 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa parasetamol memiliki t½ sekitar 1 jam maka lama pengambilan cuplikan, untuk yang menggunakan plasma adalah 3-5 kali t½, maka peneliti mengambil cuplikan selama 3,5 kali t½ yaitu selama 210 menit. Selain itu, juga perlu memperhatikan prosentase nilai AUC (tn-∞) terhadap nilai AUC (0-∞). Prosentase nilai AUC (tn-∞) terhadap nilai AUC (0-∞) diusahakan berada di bawah angka 10% dan tidak melebihi angka 20%. Pada penelitian ini diperoleh hasil lebih dari 10%, namun masih di bawah 20%. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa waktu pengambilan cuplikan yang optimal adalah pada menit ke-5, 10, 15, 20, 25, 35, 45, 60, 90, 120, 150, 180, dan 210.
E. Perbandingan Bioavailabilitas Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah tablet Biogesic® dan tablet Pamol® bioekivalen dengan tablet parasetamol generik. Penelitian ini menggunakan pendekatan farmakokinetika, dengan cara membandingkan parameterparameter bioavailabilitas. Tabel XIII. Nilai rata-rata parameter-parameter bioavailabilitas
Parameter
Nilai rata-rata ± SD Generik
Biogesic®
Pamol®
tmaks (menit)
24,233 ± 1,193
28,000 ± 4,371
58,467 ± 1,976
Cmaks (μg /ml)
193,927 ± 38,345
162,870 ± 34,831
156,647 ± 42,072
AUC(0 -∞) (μg.menit/ml)
22896,410 ± 3731,193
22198,470 ± 698,045
25525,490 ± 7181,70
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 88
Data harga rata-rata parameter-parameter bioavailabilitas untuk tablet parasetamol generik, Biogesic®, dan Pamol® tercantum pada tabel XIII. Parameter bioavailabilitas untuk nilai Cmaks dan AUC(0--∞) diubah menjadi bentuk ln terlebih dahulu, sedangkan nilai tmaks tidak diubah menjadi ln, baru kemudian dilakukan analisis statistik dengan menggunakan program SPSS 14.0 dengan metode ANOVA. Nilai Cmaks dan AUC(0--∞) diubah menjadi nilai ln karena kinetika obat mengikuti kinetika orde satu sehingga untuk memperoleh distribusi normal dan varians yang homogen perlu dalam skala logaritmik (ditunjukkan pada gambar 22 dan gambar 23). Hasil analisis statistik dengan taraf kepercayaan 90% menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna apabila nilai Sig < 0,100. Apabila nilai Sig > 0,100 menunjukkan adanya perbedaan yang tidak bermakna. Hasil pengolahan data dengan program STRIPE (Johnston and Woolard, 1983, yang telah dimodifikasi oleh Jung) menunjukkan adanya lag time pada semua produk obat. Lag time merupakan penundaan waktu absorpsi sebelum permulaan absorpsi obat. Lag time dapat terjadi akibat dari faktor-faktor fisiologik hewan uji seperti waktu pengosongan lambung yang besar dan pergerakan usus yang lambat sehingga menunda absorpsi obat. Perbandingan
bioavailabilitas
ditunjukkan
dengan
membandingkan
parameter-parameter bioavailabilitas yaitu nilai tmaks, Cmaks, dan AUC yang didapat dari pengolahan data dengan program STRIPE (Johnston and Woolard, 1983, yang telah dimodifikasi oleh Jung).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 89
1. Nilai tmaks Nilai tmaks adalah waktu yang diperlukan obat untuk mencapai konsentrasi maksimum di dalam plasma. tmaks tidak tergantung pada dosis melainkan tergantung pada tetapan laju absorpsi (ka) dan tetapan laju eliminasi (kel). ⎛ ka ⎞ ka 2,303 log ⎜ ⎟ ln ka - ln kel ⎝ kel ⎠ kel = = = (ka - kel) (ka - kel) (ka - kel) ln
t maks
(17)
Jika dianggap nilai tetapan laju eliminasi (kel) konstan maka tmaks akan mencerminkan nilai tetapan laju absorpsi yang terjadi (ka) yang menunjukkan seberapa cepat obat terabsorpsi, yang berarti nilai tmaks menentukan bioavailabilitas obat. Oleh sebab itu, nilai tmaks merupakan salah satu parameter bioavailabilitas obat. Tabel XIV. Hasil analisis statistik tmaks
Mean Obat (I)
Obat (J)
difference (I-J)
generik
Std Error
90% Confidence Interval Sig
Lower Bound
Upper Bound
biogesic
-3,7667
2,33032
0,310
-9,6301
2,0968
pamol
-34,2333*
2,33032
0,000
-40,0968
-28,3699
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tmaks tablet Pamol® berbeda bermakna terhadap tmaks tablet parasetamol generik, sedangkan tmaks tablet Biogesic® berbeda tidak bermakna terhadap tmaks tablet parasetamol generik. Nilai tmaks tablet Pamol® lebih besar dibandingkan dengan tmaks tablet parasetamol generik, ini menunjukkan waktu yang diperlukan tablet Pamol® untuk mencapai konsentrasi maksimum dalam plasma lebih besar, hal ini juga menunjukkan bahwa nilai ka tablet Pamol® lebih kecil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 90
dibandingkan tablet Biogesic® dan tablet parasetamol generik yang berarti tablet Pamol® diabsorpsi lebih lambat.
2. Cmaks Cmaks adalah konsentrasi maksimum yang dapat dicapai obat di dalam plasma. Cmaks berbanding langsung dengan dosis yang diberikan (D0) dan fraksi obat yang terabsorpsi (fa) serta berbanding terbalik dengan Vd. Cmaks merupakan salah satu parameter bioavailabilitas yang penting dikarenakan Cmaks yang merupakan konsentrasi maksimum obat di dalam darah, merupakan petunjuk apakah konsentrasi yang dicapai melebihi KEM (Kadar Efek Minimum) sehingga menghasilkan efek terapi yang diharapkan dan juga sebagai petunjuk apakah konsentrasi yang dicapai masih berada di bawah KTM (Kadar Toksik Minimum) sehingga tidak terjadi efek toksik. Hal ini penting karena ada hubungan antara efek farmakologi dengan konsentrasi obat di dalam plasma.
C maks =
f a ⋅ Dosis -kel ⋅ tmaks ⋅e Vd
(18)
Tabel XV. Hasil analisis statistik ln Cmaks
Mean Obat (I)
Obat (J)
difference (I-J)
generik
Std Error
90% Confidence Interval Sig
Lower Bound
Upper Bound
biogesic
0,1768
0,18699
0,634
-0,2937
0,6473
pamol
0,2249
0,18699
0,494
-0,2456
0,6954
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 91
Dari hasil analisis data tersebut, dapat disimpulkan bahwa Cmaks yang dihasilkan tablet parasetamol generik, tablet Pamol®, dan tablet Biogesic® berbeda tidak bermakna. Hasil ini didukung dengan pemberian dosis yang homogen dan nilai Vd ketiga produk tablet tersebut tidak memiliki perbedaan bermakna (homogen).
3. AUC (0-∞) AUC(0-∞) merupakan ukuran dari jumlah obat di dalam darah. Nilai AUC(0-∞) tidak tergantung rute pemberian.
AUC(0-inf) =
D x fa Vd x k el
atau AUC(0-inf) =
D x fa Cl
(19)
(20)
Nilai AUC(0-∞) berbanding lurus dengan dosis (D), fraksi obat yang terabsorpsi (fa) dan berbanding terbalik dengan volume distribusi (Vd), tetapan laju eliminasi (kel) dan klirens (Cl). Dari persamaan di atas, dengan dosis dan klirens dianggap tetap, maka nilai AUC(0-∞) mencerminkan nilai fa yang berarti menunjukkan seberapa banyak obat yang terabsorpsi, oleh sebab itu, nilai AUC merupakan parameter bioavailabilitas yang penting. AUC dihitung dari profil kurva konsentrasi obat dalam plasma versus waktu. Dari kurva tersebut dapat diketahui durasi obat dan keamanan obat tersebut. Keamanan obat dapat dilihat dari apakah konsentrasi obat dalam plasma berada di bawah Kadar Toksik Minimum (KTM).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 92
Tabel XVI. Hasil analisis statistik ln AUC(0-∞)
Mean Obat (I)
Obat (J)
difference (I-J)
generik
Std Error
90% Confidence Interval Sig
Lower Bound
Upper Bound
biogesic
0,0222
0,15126
0,988
-0,3584
0,4028
pamol
-0,0925
0,15126
0,819
-0,4731
0,2881
Dari hasil analisis data, dapat disimpulkan bahwa AUC(0-∞) tablet parasetamol generik, tablet Biogesic®, dan tablet Pamol® adalah berbeda tidak bermakna. Ini menunjukkan jumlah parasetamol yang masuk dalam tubuh adalah sama. Karena AUC(0-∞) yang dihasilkan ketiganya adalah sama, maka kemungkinan kualitas efek yang dihasilkan juga akan sama dan ketiganya memiliki taraf keamanan yang sama. Nilai AUC(0-∞) yang sama menunjukkan durasi parasetamol dalam ketiga tablet tersebut adalah sama, hal ini ditunjukkan dari gambar 22 dan gambar 23, selain menghasilkan kurva yang mirip, pada menit ke-210 hasil penelitian menunjukkan nilai kadar parasetamol dalam plasma yang sama, ditunjukkan dari terjadinya overlapping. Pada gambar 23, dapat dilihat bahwa tablet Pamol® mencapai puncak paling lambat dibandingkan yang lain, namun pada menit ke-210, menghasilkan kadar parasetamol dalam plasma yang sama dengan yang lainnya. Hal ini menunjukkan proses absorpsi parasetamol pada tablet Pamol® lebih lama dibandingkan tablet yang lain, dan proses eliminasi tablet Pamol® lebih cepat dibandingkan tablet yang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 93
Cp (kadar pct dalam plasma
Kurva kadar Pct dalam plasma vs waktu 250 225 200 175 150 125 100 75 50 25 0
Generik Biogesic Pamol
0
50
100
150
200
250
waktu (menit)
Gambar 22. Kurva rata-rata kadar parasetamol dalam plasma versus waktu
Kurva rata-rata ln kadar pct dalam plasma vs waktu 6
ln Cp
5 4 Generik
3
Biogesic Pamol
2 1 0 0
50
100
150
200
250
waktu (menit)
Gambar 23. Kurva rata-rata ln kadar parasetamol dalam plasma versus waktu
Dari hasil tabel XIV, dapat diketahui bahwa tmaks tablet Pamol® berbeda bermakna dari tmaks parasetamol generik. Nilai tmaks tablet Pamol® paling besar dibandingkan yang lain. Kemungkinan penyebabnya adalah karena tablet Pamol® memiliki waktu disolusi yang paling lama, yang menunjukkan parasetamol di dalam tablet Pamol® butuh waktu lebih lama untuk lepas dari tablet dan larut di dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 94
cairan gastrointestinal. Dari tabel VIII, dapat dilihat bahwa tablet Pamol® memiliki prosentase pelepasan parasetamol terkecil. Dilihat dari proses sebelum terjadi disolusi adalah proses disintegrasi, disintegrasi yang lambat akan menyebabkan proses disolusi lebih lambat ditunjukkan dari nilai waktu hancur tablet Pamol® paling besar dibandingkan tablet Biogesic® dan tablet parasetamol generik. Disintegrasi yang paling lambat dibandingkan yang lainnya mungkin karena bahan penghancur dari tablet Pamol® dan kekerasan tablet yang tinggi. Kekerasan tablet Pamol® paling kecil dibandingkan yang lain sehingga faktor kekerasan bukan merupakan penyebab proses disolusi yang lambat ini. Ada kemungkinan akibat bahan pengikat di dalam tablet Pamol® terlalu kuat mengikat maka tablet Pamol® akan lebih lama hancur. Disolusi tablet Pamol® yang lebih lambat dapat dikarenakan tablet Pamol® lebih sulit larut sehingga konsentrasi obat larut jenuh pada lapisan difusi menjadi lebih kecil. Hal ini dapat disebabkan adanya bahan-bahan eksipien yang menurunkan kelarutan bisa akibat terbentuknya kompleks sulit larut di dalam bentuk sediaan tersebut sehingga hanya sedikit obat yang dapat larut dalam lapisan difusi. Kemungkinan penyebab yang lain adalah luas permukaan efektif partikel obat untuk larut kecil akibat terjadi agregasi di dalam bentuk sediaan sehingga ukuran partikel menjadi besar dan menurunkan luas permukaan efektif partikel obat. Ada kemungkinan juga setelah tablet disintegrasi menjadi granul dan mengalami deagregasi menjadi partikel-partikel kecil, ukuran granul dan ukuran partikel tablet Pamol® tidak homogen dan lebih besar dibandingkan tablet Biogesic® dan tablet
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 95
parasetamol generik sehingga menurunkan luas permukaan efektif obat dan menurunkan kelarutan obat. Karena disolusi tablet Pamol® paling kecil berarti waktu yang diperlukan tablet Pamol® untuk melepaskan semua parasetamol di dalamnya dan larut di dalam cairan gastrointestinal kemungkinan adalah yang paling lama, sehingga menyebabkan tmaks yang diperoleh lebih besar dibandingkan tmaks tablet parasetamol generik dan tablet Biogesic®. Hasil penelitian menunjukkan Cmaks yang dihasilkan tablet Pamol® paling kecil dibandingkan tablet yang lainnya. Penyebabnya adalah akibat proses absorpsi pada tablet Pamol® berjalan paling lama maka ada kemungkinan obat mengalami degradasi sehingga menurunkan konsentrasi obat yang masuk ke dalam plasma. Namun, nilai AUC(0-∞) tablet Pamol® paling besar, hal ini bisa dikarenakan kemungkinan fraksi non ion dari tablet Pamol® paling besar sehingga paling banyak yang terabsorpsi. Kemungkinan jumlah fraksi non ion tablet Pamol® besar akibat faktor psikologik hewan uji yang dalam keadaan stres sehingga sekresi asam lambung menjadi berlebihan dan menyebabkan media menjadi lebih asam. Dalam pH media yang lebih asam, maka fraksi non ion dari parasetamol akan berjumlah lebih besar. Karena fraksi non ion yang terbentuk berjumlah lebih besar maka jumlah yang terabsorpsi menjadi lebih besar. Tablet Biogesic® memiliki nilai kekerasan yang terbesar tapi memiliki waktu hancur yang terkecil, yang berarti bahan penghancur yang digunakan pada tablet Biogesic® bekerja dengan baik karena begitu tablet kontak dengan air, kemungkinan bahan penghancurnya segera mengembang dan menekan tablet untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 96
segera hancur. Tablet Biogesic® paling cepat hancur maka kemungkinan tablet Biogesic® paling cepat terdisolusi dan hasil penelitian menunjukkan hal yang serupa karena pada menit ke-30 tablet Biogesic® memiliki prosentase kumulatif terbesar (ditunjukkan pada tabel VIII). Proses setelah disolusi adalah obat akan menembus membran dan terabsorpsi. Parasetamol dalam tablet Biogesic® paling cepat larut dalam cairan gastrointestinal dan segera tersedia untuk diabsorpsi sehingga kemungkinan tablet Biogesic® memiliki nilai tmaks yang terkecil. Namun, hasil penelitian menunjukkan nilai tmaks tablet Biogesic® lebih besar daripada tmaks tablet parasetamol generik, nilai Cmaks tablet Biogesic® lebih kecil daripada Cmaks tablet parasetamol generik, dan nilai AUC(0-∞) tablet Biogesic® lebih kecil daripada AUC(0-∞) tablet parasetamol generik. Hal ini berarti ada perbedaan kemampuan parasetamol dalam menembus membran, sehingga lebih lama mencapai puncak dan menghasilkan jumlah parasetamol yang lebih kecil. Parasetamol dalam tablet Biogesic® membutuhkan waktu lebih lama untuk menembus membran. Kemungkinan penyebabnya adalah adanya kompleksasi antara parasetamol dengan eksipien yang mungkin menyebabkan parasetamol sulit untuk menembus membran. Selain itu, ada kemungkinan fraksi non ion yang terbentuk lebih kecil akibat pH media yang kurang asam yang disebabkan variabilitas dari hewan uji. Penyebab lain mungkin bukan berasal dari sisi faktor obat tapi dari faktor hewan uji. Misalkan waktu pengosongan lambung yang lebih kecil maka obat akan cepat dibawa ke usus dan diabsorpsi. Akibat obat terlalu cepat diabsorpsi maka ada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 97
kemungkinan obat belum sepenuhnya dalam bentuk larutan sehingga terjadi penurunan konsentrasi obat yang terabsorpsi. Kemungkinan yang lain adalah apabila obat terlalu lama tinggal di dalam saluran gastrointestinal maka ada bagian dari obat yang terdegradasi sehingga terjadi penurunan konsentrasi obat yang terabsorpsi. Selain itu, salah satu variabel pengacau yang tidak dapat dikendalikan adalah keadaan patologis hewan uji, maka ada kemungkinan pada saat dilakukan penelitian hewan uji sedang mengalami suatu penyakit seperti diare sehingga motilitas usus berjalan lebih cepat, maka ada kemungkinan tidak semua obat terabsorpsi dan terjadi penurunan konsentrasi obat di dalam darah. Hasil penelitian menunjukkan nilai AUC(0-∞), Cmaks yang homogen untuk ketiga produk tablet yang diuji. Menurut Anonim (2004 b), suatu produk uji (test = T) dan produk pembanding (reference = R) dikatakan bioekivalen jika : a. Rasio nilai rata-rata geometrik AUCT / AUCR = 1,00 dengan 90% CI = 80-125%, 0,8 <
nilai rata - rata geometrik AUC T nilai rata - rata geometrik AUC R
< 1,25
b. Rasio nilai rata-rata geometrik (Cmaks)T / (Cmaks)R = 1,00 dengan 90% CI = 80-125% 0,8 <
nilai rata - rata geometrik (C maks ) T nilai rata - rata geometrik (C maks ) R
< 1,25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 98
c. Perbandingan nilai tmaks dilakukan hanya jika ada claim yang relevan secara klinik mengenai pelepasan atau kerja yang cepat atau adanya tanda-tanda yang berhubungan dengan efek samping obat. Menurut Chereson (1999), selain perbandingan nilai ln AUC(0-∞) dan ln Cnaks, perbandingan nilai tmaks juga merupakan kriteria bioekivalen suatu produk obat. 0,8 <
nilai rata - rata geometrik t maks T nilai rata - rata geometrik t maks R
< 1,25.
Tabel XVII. Nilai rata-rata geometrik parameter-parameter bioavailabilitas
Parameter tmaks (menit) Cmaks (μg/ml) AUC(0-∞) (μg.menit/ml)
Generik 24,21 191,44
Nilai rata-rata geometrik Biogesic® 27,76 160,42
22688,67
22191,23
Pamol® 58,44 152,88 24887,52
Berdasarkan ketiga hal tersebut maka hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut :
Perbandingan nilai rata-rata geometrik tablet Biogesic® dengan tablet parasetamol generik o (AUC(0-∞))Biogesic® / (AUC(0-∞))generik = 0,978 o (Cmaks)Biogesic® / (Cmaks)generik = 0,840 o
(tmaks)Biogesic® / (tmaks)generik = 1,147
Melihat dari hasil tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan jika tablet Biogesic® bioekivalen terhadap tablet parasetamol generik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 99
Perbandingan nilai rata-rata geometrik tablet Pamol® dengan tablet parasetamol generik o (AUC(0-∞))Pamol® / (AUC(0-∞))generik = 1,097 o
(Cmaks)Pamol® / (Cmaks)generik = 0,799
o
(tmaks)Pamol® / (tmaks)generik = 2,414
Melihat dari hasil tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan jika tablet Pamol® bioinekivalen terhadap tablet parasetamol generik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tablet Biogesic® bioekivalen terhadap tablet parasetamol generik, sedangkan tablet Pamol® bioinekivalen terhadap tablet parasetamol generik. Melihat dari profil disolusi yang menunjukkan kesamaan antara tablet Biogesic® dengan tablet parasetamol generik dan menunjukkan ketidaksamaan antara tablet Pamol® dengan tablet parasetamol generik berarti dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa terdapat korelasi yang baik antara profil disolusi dengan profil bioavailabilitas dikarenakan profil bioavailabilitas yang dihasilkan menunjukkan hasil yang serupa. Penelitian ini bukan merupakan penelitian yang sempurna dan masih memiliki kekurangan-kekurangan. Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak keterbatasan sehingga banyak hal yang dinilai seharusnya dilakukan dalam penelitian ini. Seharusnya dalam penelitian ini hanya digunakan buku acuan yang terbaru. Namun, penelitian ini masih menggunakan Farmakope Indonesia edisi ke-III (1979) dan Farmakope Indonesia edisi ke-IV (1995). Penelitian ini juga seharusnya melakukan uji ukuran partikel dan distribusinya sehingga data ukuran partikel dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 100
distribusinya dapat termasuk salah satu data pendukung untuk menganalisis profil bioavailabilitas.
Selain
itu,
seharusnya
dalam
penelitian
ini
digunakan
spektrofotometer yang sama untuk uji disolusi dan uji bioavailabilitas. Dalam penelitian ini hanya dilakukan uji keseragaman bobot dan tidak melakukan uji keseragaman kandungan aktif dalam tablet yang diteliti. Selain itu, hanya diasumsikan jumlah parasetamol yang terdapat di tiap tablet benar-benar sebesar 500 mg (dengan rentang 90% - 110%). Padahal belum tentu tiap tablet mengandung jumlah tersebut, sehingga penelitian ini seharusnya tetap melakukan uji keseragaman zat aktif dengan melakukan penetapan kadar parasetamol dalam tiap tablet sehingga diketahui dengan pasti jumlah parasetamol yang ada di dalam tablet yang diteliti, dan hasil tersebut dapat digunakan pula sebagai suatu data pendukung analisis profil bioavailabilitas. Dengan menyadari dan mengakui semua kekurangankekurangan di dalam penelitian ini, diharapkan dapat menginspirasi penelitian selanjutnya untuk menghasilkan penelitian yang lebih baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 101
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Profil bioavailabilitas tablet Biogesic® sama dengan tablet parasetamol generik. 2. Profil bioavailabilitas tablet Pamol® tidak sama dengan tablet parasetamol generik. Perbandingan bioavailabilitas yang dihasilkan yaitu : a. tmaks tablet Pamol® berbeda bermakna dengan tablet parasetamol generik. tmaks tablet Biogesic® berbeda tidak bermakna dengan tablet parasetamol generik. tmaks tablet parasetamol generik
= 24,233 ± 1,193 menit
tmaks tablet Biogesic®
= 28,000 ± 4,371 menit
tmaks tablet Pamol®
= 58,467 ± 1,976 menit
b. Cmaks tablet Biogesic® dan tablet Pamol® berbeda tidak bermakna dengan tablet parasetamol generik. Cmaks tablet parasetamol generik
= 193,927 ± 38,345 μg /ml
Cmaks tablet Biogesic®
= 162,870 ± 34,831 μg /ml
Cmaks tablet Pamol®
= 156,647 ± 42,072 μg /ml
c. AUC(0-∞) tablet Biogesic® dan tablet Pamol® berbeda tidak bermakna dengan tablet parasetamol generik. AUC(0-∞) tablet parasetamol generik = 22896,410 ± 3731,193 μg. menit /ml AUC(0-∞) tablet Biogesic®
= 22198,470 ± 698,045 μg. menit /ml
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 102
AUC(0-∞) tablet Pamol®
= 25525,490 ± 7181,70 μg. menit /ml
3. Tablet Biogesic® bioekivalen dengan tablet parasetamol generik. 4. Tablet Pamol® bioinekivalen dengan tablet parasetamol generik.
B. Saran 1. Penelitian serupa dengan melakukan uji sifat fisik yang lebih lengkap dan tepat khususnya perlu diikutsertakan uji ukuran partikel dan distribusinya serta uji keseragaman zat aktif. 2. Penelitian lebih lanjut untuk mengetahui ekivalensi terapeutik antara parasetamol generik dengan parasetamol dagang (pendekatan farmakodinamika).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 103
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, 6-7, 37, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 649-650, 999, 1066, 1087, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 2001 a, The Merck Index, 13th Edition, 10, Merck & Co.Inc., Whitehouse Station, New Jersey Anonim, 2001 b, Professional’s Handbook of Drug Therapy for Pain, 40, Springhouse Corporation, Springhouse Anonim, 2004 a, A to Z Drug Facts, 5th Edition, 7-8, Facts and Comparison, Missouri USA Anonim, 2004 b, Pedoman Uji Bioekivalensi, 1-2, 8-9, 12, 19, 22-28, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 2005 a, The Official Compendia of Standards 2005 : The United States Pharmacopeia 28 – The National Formulary 23, 2411-2412, 2745, United States Pharmacopeia Convention Inc., USA Anonim, 2005 b, Drug Information for The Health Care Professional, Volume I, 25th Edition, 10, Thompson MICROMEDEX, USA Ansel, H. C., 1969, Introduction to Pharmaceutical Dosage Forms, 296-297, Lea & Febiger, USA Basset, J., Denney, R. C., Jeffrey, G. H., and Mendham J., 1991, Vogel’s Textbook if Quantitative Analysis Including Elementary Instrumental Analysis, diterjemahkan oleh A. Hadyana Pudjaatmaka, L. Setiono, Edisi IV, 847, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Belal S., Elsayed, M. A-H., El-Waliely, A., and Abdine, H.,1979, Colorimetric Acetaminophen Determination in Pharmaceutical Formulation, J. Pharm. Sci, 68, 750-752 Benet, L. Z., 1992, Farmakokinetik : 1. Absorpsi, Distribusi dan Ekskresi, dalam Katzung, B. G. Basic and Clinical Pharmacology, diterjemahkan oleh Binawati H. Kotualubun dkk., Edisi 3, 29, 448-449, Penerbit Buku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 104
Kedokteran EGC, Jakarta Bowman, W. C., and Rand, M. J., 1990, Textbook of Pharmacology, 2nd Edition, 26.34, 26.35, 40.1, Oxford Blackwell Scientific Publications, Cambridge Chafetz et al, U., Daly, R. E., Schriftman, H., and Lomner, J. J., 1971, Selective Colorimetric Determination of Acetaminophen, J. Pharm. Sci, 60, 463-466 Chamberlain, J., 1995, The Analysis of Drugs in Biological Fluids, 2nd Edition, 38-40 CRC Press, Inc., USA Chereson, R., 1999, Bioavailability, Bioequivalence, and Drug Selection, in Makoid, M. C., Vuchetich, P. J., and Banakar, U. V., (Eds), Basic Pharmacokinetics, First Edition, 8-3, 8-20, 8-30, 8-31, 8-32, Available from http://kiwi.creighton.edu/pkinbook/ Chow, Shein-Chung., and Jen-Pei Liu, 2000, Design and Analysis of Bioavailability and Bioequivalence Studies, Second Edition, Revised and Expanded, 37-38, Marcel-Dekker, Inc., New York Clark, B., and Smith, D. A., 1993, An Introduction to Pharmacokinetics, Revised Second Edition, 1-2, Blackwell Scientific Publications, USA Connors, K. A., 1982, A Textbook of Pharmaceutical Analysis, 3rd Edition, 540-567, Interscince Publisher, John Wiley & Sons, New York, USA Connors, K. A., Amidon, G. L., and Stella, V. J., 1986, Chemical Stability of Pharmaceuticals : A Handbook for Pharmacists, 2nd Edition, 163, 167, John Wiley & Sons, USA Frisell, W. R., 1982, Human Biochemistry, 423-427, McMillan Publishing Co., Inc., USA Gibson, G. G., and Skett, P., 1991, Introduction to Drug Metabolism, diterjemahkan oleh Iis Aisyiah, 189-191, UI Press, Jakarta Glynn, J. P., and Kendal, S. E., 1975, Paracetamol Measurement, The Lancet, 7916, Volume I, 1147 Hanson, G. R., 2000, Analgesic, Antipyretic, and Anti-Inflammatory Drugs, in Gennaro, A. R., et al, (Eds), Remington : The Science and Practice of Pharmacy, 20th Edition, 1455, Philadelphia College of Pharmacy and Science, Philadelphia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 105
Johnston, A., and Woolard, R. C., 1983, STRIPE : A Computer Program for Pharmacokinetics, J. Pharmacol. Math., 9, 193-199 Khopkar S. M., 1990, Basic Concepts of Analytical Chemistry, diterjemahkan oleh Saptoraharjo, A., 193, 204, UI Press, Jakarta Kottke, M. K., and Rudnic, E. M., 2002, Tablet Dosage Forms, in Banker, G.S, and Rhodes, C.T., (Eds.), Modern Pharmaceutics, 4th Edition, 287, 330, Marcell Dekker Inc., New York Lacy, C. F., Armstrong, L. L., Goldman, M. P., and Lance, L. L., 2003, Drug Information Handbook, 11th Edition, 25, Lexi-Comp, Ohio Lestari, C. S., Rahayu, S., Rya, H., Suhardjono, Maisunah, Soewarni, S., dkk., 2002, Seni Menulis Resep Teori & Praktek, 27-36, p.t. perca, Jakarta Malinowski, H. J., 2000, Bioavailability and Bioequivalency Testing in Gennaro, A. R., et al., (Eds), Remington : The Science and Practice of Pharmacy, 20th Edition, 995-1001, Philadelphia College of Pharmacy and Science, Philadelphia Makoid, M. C., and Cobby, J.,2000, Introduction, in Makoid, M. C., Vuchetich, P. J., and Banakar, U. V., (Eds), Basic Pharmacokinetics, First Edition, 1-2, Available from http://pharmacy.creighton.edu/pha443/pdf/ Mayersohn, M., 2002, Principles of Drug Absorption, in Banker, G. S., and Rhodes, C. T., (Eds), Modern Pharmaceutics, Fourth Edition, Revised and Expanded, 23-52, Marcel Dekker, Inc., New York McGilveray, I. J., and Mattok, G. L., 1972, Some Factors Affecting the Absorption of Paracetamol, J. Pharm. Pharmac., 24, 615-619 Melmon, K. L., and Morelli, H. F., 1992, Melmon and Morelli’s : Clinical Pharmacology Basic Principles in Therapeutics, 3rd Edition, 1032-1033, McGraw-Hill, USA Montgomery, R., Conway, T.W., Spector, A.A., 1993, Biochemistry : A CaseOriented Approach,alih bahasa Staf Pengajar FKUI, Edisi I, jilid 1, 89-91, Binarupa, Jakarta Mulja, M., dan Suharman, 1995, Analisis Instrumental, 6-7, Airlangga University Press, Surabaya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 106
Murray, R. K., Granner, D. K., Mayer, P.A., Rodwell, V.W., 1990, Biokima Harper (Harper’s Biochemistry) Edisi ke-22, diterjemahkan oleh dr. Andry Hartono, 738, Penerbit Buku Kedoteran EGC, Jakarta Mutschler, E., 1991, Dinamika Obat : Buku Ajar Farmakologi dan Toksikologi, diterjemahkan oleh Dr. Mathilda B. Widianto dan Dr. Anna Setiadi Ranti, Edisi ke-5, 5-6, 199-201, ITB, Bandung Mutschler, E., Derendorf, H., Schäfer-Korting, M., Elrod, K., and Estes, K. S., 1995, Drug Actions : Basic Principle and Therapeutic Aspects, 33-35, 167, Medpharm Scientific Publishers, Stuttgart Proudfoot, S. G., 1990, Factors Influencing Bioavailability : Factors Influencing Drug Absorption from The Gastrointestinal Tract, in Aulton, M. E., (Eds), Pharmaceutics : The Science of Dosage Form Design, 135-170, ELBS with Churchill Livingstone, UK Roth, H. J., and Blaschke, G., 1981, Pharmaceutical Analysis, diterjemahkan oleh Sarjoko Kisman dan Slamet Ibrahim, 359-361, 373, UGM Press, Yogyakarta Setiawati, A., Zulnida, S. B., Suyatna, F. D., 2002 a, Pengantar Farmakologi, dalam Ganiswarna, S.G., Setiabudy, R., Suyatna, F.D., Purwantyastuti, Nafrialdi, (Eds), Farmakologi dan Terapi, Edisi 4 (Dengan Perbaikan), 1-10, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Setiawati, A., 2002 b, Farmakokinetik Klinik, dalam Ganiswarna, S.G., Setiabudy, R., Suyatna, F.D., Purwantyastuti, Nafrialdi, (Eds),Farmakologi dan Terapi Edisi 4 (Dengan Perbaikan), 811-816, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Shargel, L., Wu-Pong, S., and Yu, A. B. C., 2005, Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics, 5th Edition, 3, 9-16, 413-442, 456-458, 465-468, Mc Graw Hill Companies, Singapore Suryawati, S. dan Donatus, I. A., 1998, Ketersediaan Hayati Obat pada Manusia, Kursus Penelitian, Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, Yogyakarta Wagner, G. J., 1975, Fundamentals of Clinical Pharmacokinetics, 1st Edition, 1-21, Drug Intelligence. Inc, Illinois Widdop, B., 1986, Hospital Toxicology and Drug Abuse Screening, in Moffat A.C., Jackson, J.V., Moss, M.B., Widdop, B., Greenfiled, E.S., (Eds), Clarke’s Isolation and Identification of Drugs in Pharmaceuticals, Body Fluids, and
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 107
Post Mortem Material, 2nd Edition, 23, The Pharmaceutical Press, London Wilkinson, G. R., 2001, Pharmacokinetics : The Dynamics of Drug Absorption, Distribution and Elimination, in Goodman & Gilman’s, (Eds), The Pharmacological Basis of Therapeutics, 10th Edition, 3-24, Mc Graw-Hill, USA Wilmana, P. F., 2002, Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-Inflamasi Nonsteroid dan Obat Pirai, dalam Ganiswarna, S.G., Setiabudy, R., Suyatna, F.D., Purwantyastuti, Nafrialdi, (Eds), Farmakologi dan Terapi Edisi 4 (Dengan Perbaikan), 214, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 108
Lampiran 1. Hasil uji keseragaman bobot Tabel XVIII. Hasil uji keseragaman bobot
Tablet 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Rata-Rata SD
Generik 604,2 603,3 599,7 606,1 600,2 605,0 604,2 601,8 600,1 600,9 594,0 603,3 612,4 599,9 602,6 590,9 607,8 601,9 610,4 601,6 602,5 4,87
Bobot (mg) Biogesic® 659,0 663,4 655,1 656,3 658,6 661,5 665,5 660,6 659,6 671,0 661,6 661,0 660,2 659,2 666,5 656,8 660,7 658,1 655,5 652,3 660,1 4,27
Pamol® 656,4 663,4 668,0 653,5 667,4 661,1 659,4 667,2 666,5 656,0 659,4 663,6 663,0 658,5 658,7 673,7 659,9 663,6 664,2 649,1 661,63 5,65
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 109
Lampiran 2. Hasil uji kekerasan Tabel XIX. Hasil uji kekerasan Tablet 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Rata-rata SD
Generik 14,6 15,5 14,7 17,2 15,0 17,8 15,3 15,6 16,9 17,1 18,2 15,1 17,0 15,9 18,1 17,7 17,0 14,8 15,8 16,2 16,3 1,2
Tekanan (KP) Biogesic® 22,4 23,5 23,6 26,3 25,8 26,0 26,0 23,6 26,4 24,2 23,1 22,2 25,1 20,8 19,0 24,1 25,4 26,1 22,6 23,3 24,0 1,2
Pamol® 10,3 10,6 10,3 11,8 11,0 11,7 10,6 10,1 9,7 10,9 10,5 11,0 11,5 10,5 10,9 10,8 11,4 11,3 11,5 10,3 10,8 0,5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 110
Lampiran 3. Contoh cara perhitungan data disolusi Penimbangan parasetamol Bobot kertas Bobot kertas + parasetamol Bobot kertas +sisa Bobot parasetamol
: 0,3932 : 0,4436 : 0,3932 : 0,0504 = 50,4 mg
Pembuatan larutan persediaan parasetamol 1 mg/ml = 0,01 mg% 50,4 mg parasetamol dilarutkan dalam larutan dapar fosfat monobasa hingga volume 50 ml, sehingga konsentrasi larutan menjadi 1,008 mg/ml = 1008 µg/ml. Pembuatan larutan intermediet parasetamol 1 ml larutan persediaan dilarutkan dalam larutan dapar fosfat monobasa hingga volume 50 ml, sehingga konsentrasi larutan menjadi 1 1008 x = 20,16μg / ml 50 Pembuatan seri kadar kurva baku 1,5; 2,0; 2,5; 3,0; 3,5; 4,0; dan 4,5 ml larutan intermediet parasetamol dilarutkan dalam larutan dapar fosfat monobasa hingga volume 10 ml. Contoh perhitungan konsentrasi larutan : C1 . V1 = C2 . V2 20,16 µg/ml . 1,5 ml = C2 . 10 ml C2 = 3,02 µg/ml
Konsentrasi larutan seri kadar kurva baku untuk uji disolusi berdasarkan cara perhitungan di atas : 3,02; 4,03; 5,04; 6,05; 7,06; 8,07; dan 9,08 µg/ml. Persamaan kurva baku : Y = 0,08331 X + 0,01598
Contoh cara perhitungan kadar parasetamol yang diperoleh : Pada menit ke-10, diambil sampel sebanyak 5 ml. Kemudian dilakukan pengenceran. Ambil 1 ml, masukkan ke labu ukur 25 ml, tambahkan larutan dapar hingga tanda. (larutan A). Kemudian dilakukan pengenceran lagi. Ambil 3 ml larutan A, masukkan ke labu ukur 10 ml, tambahkan larutan dapar hingga tanda. Ukur serapan pada panjang gelombang 243,1 nm. Serapan (Y) = 0,433
X=
0,433 - 0,01598 = 5,006 μg/ml 0,08331
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
Kadar sebelum pengenceran (C) = 5,006 μg/ml x
10 25 x = 417,667 μg/ml. 3 1
Dalam 5 ml sampel terdapat parasetamol sebanyak (Q5) = 417,667 μg/ml x 5 ml = 2088,335 μg = 2,088 mg Dalam media 900 ml terdapat parasetamol sebanyak (Q900) = 417,667 µg/ml x 900 ml = 375900,3 µg = 375,900 mg Contoh cara perhitungan Qkum, pada menit ke-20 diperoleh serapan sebesar = 0,443 sehingga dengan cara perhitungan di atas diperoleh C = 427,167 µg/ml, Q5 = 2,136 mg, Q900 = 384,450 mg, Qkum = Q900 + Q5 (menit ke-10) = 384,450 + 2,088 = 386,538 mg Perhitungan Qkum menit ke-30 = Q900 + Q5 (menit ke-20) + Q5 (menit ke-10)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
Lampiran 4. Hasil uji disolusi Tabel XX. Hasil uji disolusi tablet parasetamol generik
Waktu (menit) 10 20 30 10 20 30 10 20 30
Replikasi I
II
III
Absorbansi C(µg/ml) 0,433 0,443 0,476 0,453 0,454 0,468 0,425 0,465 0,470
417,167 427,167 460,167 437,167 438,167 452,167 409,167 449,167 455,167
Q5 (mg) 2,086 2,136 2,301 2,186 2,191 2,261 2,046 2,246 2,276
Q900 (mg) 375,450 384,450 414,150 393,450 394,350 406,950 368,250 404,250 409,650
Qkum (mg)
%Qkum
375,450 386,536 418,372 393,450 396,536 411,327 368,250 406,296 413,942
75,090 77,307 83,674 78,690 79,307 82,265 73,650 81,259 82,788
Kurva Uji Disolusi tablet parasetamol generik 430,000 Qkum (mg)
420,000 410,000
Replikasi 1
400,000
Replikasi 2
390,000
Replikasi 3
380,000 370,000 360,000 0
10
20
30
40
waktu (menit ke-)
Gambar 24. Kurva hasil uji disolusi tablet parasetamol generik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
®
Tabel XXI. Hasil uji disolusi tablet Biogesic
Waktu (menit) 10 20 30 10 20 30 10 20 30
Replikasi I
II
III
Absorbansi C(µg/ml) 0,505 0,504 0,498 0,442 0,494 0,527 0,500 0,470 0,487
489,167 488,167 482,167 426,167 478,167 511,167 484,167 454,167 471,167
Q5 (mg)
Q900
Qkum (mg)
%Qkum
2,446 2,441 2,411 2,131 2,391 2,556 2,421 2,271 2,356
440,250 439,350 433,950 383,550 430,350 460,050 435,750 408,750 424,050
440,250 441,796 438,837 383,550 432,481 464,572 435,750 411,171 428,742
88,050 88,359 87,767 76,710 86,496 92,914 87,150 82,234 85,748
Kurva Uji Disolusi tablet Biogesic 500,000 Qkum (mg)
400,000 Replikasi 1
300,000
Replikasi 2 200,000
Replikasi 3
100,000 0 0
10
20
30
40
waktu (menit ke-)
Gambar 25. Kurva hasil uji disolusi tablet Biogesic®
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
®
Tabel XXII. Hasil uji disolusi tablet Pamol
Waktu (menit) 10 20 30 10 20 30 10 20 30
Replikasi I
II
III
Absorbansi C(µg/ml) 0,355 0,381 0,384 0,277 0,312 0,338 0,249 0,304 0,419
339,083 365,083 368,083 261,083 296,083 322,083 233,083 288,083 403,167
Q5 (mg)
Q900
Qkum (mg)
%Qkum
1,685 1,825 1,840 1,305 1,480 1,610 1,165 1,440 2,016
305,175 328,575 331,275 234,975 266,475 289,875 209,775 259,275 362,850
305,175 330,260 334,785 234,975 267,780 292,660 209,775 296,440 365,455
61,035 66,052 66,957 46,995 53,556 58,532 41,955 59,288 73,091
Qkum (mg)
Kurva Uji Disolusi tablet Pamol 400,000 350,000 300,000 250,000 200,000 150,000 100,000 50,000 0
Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3
0
10
20
30
40
waktu (menit ke-)
Gambar 26. Kurva hasil uji disolusi tablet Pamol®
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
Contoh perhitungan nilai faktor kemiripan (f2) perbandingan tablet Biogesic® dengan tablet parasetamol generik: Tabel XXIII. Perhitungan faktor kemiripan Menit
R
T
10 20 30
75,810 79,291 82,909
83,970 85,697 88,810
[R-T]
[R-T]2
8,160 66,586 6,406 41,037 5,901 34,822 ∑[R-T]2 = 142,445
R = prosentase rata-rata Qkum tablet parasetamol generik T = prosentase rata-rata Qkum tablet Biogesic® Nilai f2 ditunjukkan melalui persamaan di bawah ini : ⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ f 2 = 50 log ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ 1+ ⎣
100 2
t =n
∑
R t − Tt
t =1
n
⎤ ⎥ ⎡ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ 100 ⎥ ⎥ = 50 log ⎢ ⎢ ⎥ 142,445 ⎢ 1+ ⎥ ⎢ 3 ⎣ ⎥ ⎥ ⎦
⎤ ⎥ ⎥ ⎥ = 57,861 ⎥ ⎥ ⎥⎦
Lampiran 5. Perhitungan pembuatan larutan parasetamol untuk kurva baku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
Penimbangan parasetamol Bobot kertas
= 0,4259 g
Bobot kertas + parasetamol
= 0,4766 g
Bobot kertas + sisa
= 0,4265 g
Bobot parasetamol
= 0,0501 = 50,1 mg
Pembuatan larutan persediaan parasetamol
50,1 mg parasetamol dilarutkan ke dalam aquadest hingga volume 50,0 ml, sehingga diperoleh konsentrasi larutan menjadi 1,002 mg/ml = 1002 µg/ml.
Pembuatan seri kadar larutan intermediet parasetamol
Dari larutan persediaan parasetamol diambil 1,0; 2,0; 3,0; 4,0; 5,0; 6,0; 7,0; dan 8,0 ml dilarutkan ke dalam aquadest hingga volume 10,0 ml, sehingga diperoleh konsentrasi larutan menjadi 100,2; 200,4; 300,6; 400,8; 501,0; 601,2; 701,4; dan 801,6 µg/ml. Contoh perhitungannya : C1 . V1 1002 µg/ml . 1,0 ml C2
= C2 . V2 = C2 . 10 ml = 100,2 µg/ml
Pembuatan seri kadar kurva baku
0,5 ml dari tiap seri kadar larutan intermediet parasetamol ditambahkan ke dalam 0,5 ml plasma darah kelinci sehingga diperoleh konsentrasi larutan menjadi : 50,1; 100,2; 150,3; 200,4; 250,5; 300,6; 350,7; dan 400,8 µg/ml.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
Lampiran 6. Contoh perhitungan pembuatan larutan obat Penimbangan tablet : 1. 2. 3. 4. 5.
6. 661,0 mg 7. 667,0 mg 8. 648,1 mg 9. 647,0 mg 10. 649,3 mg
654,3 mg 645,4 mg 641,2 mg 652,7 mg 661,5 mg
Rata − rata =
11. 654,7 mg 12. 647,9 mg 13. 662,7 mg
8392,8 = 645,6 mg 13
Akan dibuat larutan dengan konsentrasi 240 mg/ml sebanyak 25 ml. Berarti parasetamol yang dibutuhkan = 240 mg/ml x 25 ml = 6000 mg Seluruh tablet tersebut digerus hingga halus. Setiap tablet mengandung 500 mg parasetamol maka serbuk yang setara dengan 6000 mg parasetamol adalah =
6000 × 645,6 = 7747,2 mg 500
Penimbangan serbuk : Bobot kertas Bobot kertas + parasetamol Bobot kertas + sisa Bobot parasetamol
= 0,4406 g = 8,1914 g = 0,4448 g = 7,7466 g
Parasetamol yang ditimbang =
7746,6 × 6000 mg = 5999,53 mg 7747,2
Konsentrasi larutan tersebut =
5999,53mg = 239,981 mg/ml 25ml
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
Lampiran 7. Tabel konversi perhitungan dosis antar jenis hewan dan perhitungan orientasi dosis Tabel XXIV. Konversi perhitungan dosis antar jenis hewan
Mencit 20 g Tikus 200 g Marmot 400 g Kelinci 1,5 kg Kera 4 kg Anjing 12 kg Manusia 70 kg
Mencit 20 g 1,0 0,14 0,08 0,04 0,016 0,008 0,0026
Tikus 200 g 7,0 1,0 0,57 0,25 0,11 0,06 0,018
Marmot 400 g 12,25 1,74 1,0 0,44 0,19 0,10 0,031
Kelinci 1,5 kg 27,8 3,9 2,25 1,0 0,42 0,22 0,07
Kera 4 kg 64,1 9,2 5,2 2,4 1,0 0,52 0,16
Anjing 12 kg 124,2 17,8 10,2 4,5 1,9 1,0 0,32
Manusia 70 kg 387,9 56,0 31,5 14,2 6,1 3,1 1,0
LD50 pada mencit = 338 mg/kgBB Faktor konversi mencit ke kelinci = 27,8 LD50 pada kelinci 1,5 kg
= 338 mg/kgBB x 27,8 = 9396,4 mg/ 1,5 kg = 6264,27 mg/kgBB
Dosis awal untuk orientasi dosis
= 10% x LD50 =
10 x 6264,27 mg/kgBB 100
= 626,427 mg/kgBB ~ 625 mg/kgBB Pengerjaan orientasi dosis : dosis awal diberikan pada hewan uji kemudian dilihat serapan yang dihasilkan. Bila dosis tersebut belum sesuai maka dosis tersebut dinaikkan kembali dengan dikalikan dengan suatu bilangan tertentu. Orientasi dosis pada penelitian ini : 625, 750, 900, 1080, 1296 ~ 1200 mg/kgBB. Dosis yang digunakan pada penelitian ini yaitu 1200 mg/kgBB.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
Lampiran 8. Contoh perhitungan volume pemberian larutan parasetamol pada hewan uji. Misalkan : Berat badan kelinci (BB)
= 1,9 kg
Konsentrasi larutan parasetamol (C)
= 240 mg/ml
Dosis penelitian (D)
= 1200 mg/kgBB
C.V 240 mg/ml . V V
= D . BB = 1200 mg/kg . 1,9 kg = 9,5 ml
Volume pemberian larutan parasetamol pada hewan uji tersebut adalah 9,5 ml.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
Lampiran 9.
Hasil scanning penentuan operating time dan
penentuan
panjang
gelombang
maksimum parasetamol
Gambar 28. OT larutan parasetamol kadar 400µg/ml Gambar 27. OT larutan parasetamol kadar 100µg/ml
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
Gambar 29. λmaks larutan parasetamol kadar 100µg/ml
Gambar 30. λmaks larutan parasetamol kadar 400µg/ml
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
Lampiran 10. Hasil scanning kurva baku
Gambar 31. Kurva baku parasetamol
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
Lampiran 11. Sertifikat Analisis Parasetamol
Gambar 32. Sertifikat analisis parasetamol
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 124
Lampiran 12. Hasil pengolahan data dengan program STRIPE untuk tablet parasetamol generik Tabel XXV. Data tablet parasetamol generik 1
t (menit) 5 10 15 20 25 35 45 60 90 120 150 180 210
C (µg/ml) 46.59 115.19 143.23 160.05 182.92 144.09 138.05 100.52 87.58 72.04 44.43 32.36 25.02
Residual -146,98 -69,01 -32,05 -6,74 -24,21 0,38 7,92
N (1) = 4
A(1) =
I=
B(1) =
r(1) = -0,994
N (2) = 3
A(2) =
I = 29,396
B(2) = -0,056
r(2) = -0,259
N (3) = 6
A(3) =
I = 203,422
B(3) = -0,010
r(3) = -0,987
AIC
= 103,37
SS
Residual -169,21 -85,82 -44,76 -16,35
= 1128,014
Lag time = 3,60 Absorption half life
= -4,524
Half life (2)
= 12,409
Elimination Half life = 69,825 AUC ( 0-Tn )
= % 16476,55
AUC ( 0-Inf )
= % 18996,89
AUC ( Tn-Inf ) is 13,27 % of AUC ( 0-Inf ) AUMC
= % 2064209,62
MRT
= 108,66
Vdss
= 6863,888
Total clearance
= 63,16824
Calculated Cmax
= 158,73
Tmax
= 24,60
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 125
Tabel XXVI. Data tablet parasetamol generik 2
t (menit) 5 10 15 20 25 35 45 60 90 120 150 180 210
C (µg/ml) 72.91 144.53 176.02 186.37 189.39 176.88 155.74 139.78 113.03 78.09 43.15 37.97 35.81
Residual -165,19 -81,88 -39,27 -18,36 -5,29 0,85 -3,44 2,91
Residual -176,42 -91,37 -47,30
N (1) = 3
A=
I=
B(1) =
r(1) = -1,000
N (2) = 5
A=
I = 13,294
B(2) = -0,034
r(2) = -0,486
N (3) = 5
A = 245,148 I = 250,386
B(3) = -0,010
r(3) = -0,945
AIC
= 88,48
SS
Lag time = 2,10 Absorption half life
= -5,266
Half life (2)
= 20,598
Elimination Half life = 68,858 AUC ( 0-Tn )
= % 19702,25
AUC ( 0-Inf )
= % 23259,63
AUC ( Tn-Inf ) is 15,29 % of AUC ( 0-Inf ) AUMC
= % 2613375,00
MRT
= 112,36
Vdss
= 5796,653
Total clearance
= 51,59153
Calculated Cmax
= 188,26
Tmax
= 25,20
= 358,876
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 126
Tabel XXVII. Data tablet parasetamol generik 3 t (menit) 5 10 15 20 25 35 45 60 90 120 150 180 210
C (µg/ml) 53.07 173.43 225.20 235.55 240.30 213.98 185.94 151.43 105.27 98.37 74.64 40.56 34.09
Residual -220,93 -87,10 -22,51 0,03 16,36 11,52 2,92
Residual -329,73 -157,80 -68,46 -29,84
N (1) = 4
A=
I=
B(1) =
r(1) = -1,000
N (2) = 3
A=
I = 167,402
B(2) = -0,086
r(2) = -0,946
N (3) = 6
A = 276,782 I = 288,180
B(3) = -0,010
r(3) = -0,977
AIC
= 98,32
SS
Lag time = 4,00 Absorption half life
= -4,309
Half life (2)
= 8,042
Elimination Half life = 68,707 AUC ( 0-Tn )
= % 23053,60
AUC ( 0-Inf )
= % 26432,71
AUC ( Tn-Inf ) is 12,78 % of AUC ( 0-Inf ) AUMC
= % 2824622,00
MRT
= 106,86
Vdss
= 4851,303
Total clearance
= 45,39830
Calculated Cmax
= 234,79
Tmax
= 22,90
= 764,844
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 127
Lampiran 13. Hasil pengolahan data dengan program STRIPE untuk tablet Biogesic® ®
Tabel XXVIII. Data tablet Biogesic 1
t (menit) 5 10 15 20 25 35 45 60 90 120 150 180 210
C (µg/ml)
Residual
122,95 177,30 195,85 198,44 226,82 197,58 169,54 133,30 86,71 84,98 55,65 41,41 27,61
-138,51 -70,42 -38,85 -23,92
N (1) = 4
A(1) = -237,645
B(1) = -0,117
r(1) = -0,997
N (2) = 9
A(2) = 275,968
B(2) = -0,011
r(2) = -0,992
AIC
= 103,63
SS
= 1566,252
There is no lag time Absorption half life
= -5,911
Half life
= 64,188
AUC ( 0-Tn )
= % 20437,43
AUC ( 0-Inf )
= % 22994,22
AUC ( Tn-Inf ) is 11,12 % of AUC ( 0-Inf ) AUMC
= % 2308224,00
MRT
= 100,38
Vdss
= 5238,681
Total clearance
= 52.18704
Assumed fraction absorpted = 1,000 Calculated Cmax
= 199,72
Tmax = 23,10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 128
®
Tabel XXIX. Data tablet Biogesic 2
t (menit) 5 10 15 20 25 35 45 60 90 120 150 180 210
C (µg/ml)
Residual
119,93 129,86 130,29 155,31 155,74 157,90 154,01 146,25 103,97 63,85 56,08 42,28 31,06
-114,22 -92,93 -81,68 -46,37 -36,15 -15,81
N (1) = 6
A(1) = -187,329
B(1) = -0,067
r(1) = -0,987
N (2) = 7
A(2) = 246,102
B(2) = -0,010
r(2) = -0,993
AIC
= 95,98
SS
= 869,442
There is no lag time Absorption half life
= -10,289
Half life
= 69,639
AUC ( 0-Tn )
= % 18791,22
AUC ( 0-Inf )
= % 21911,74
AUC ( Tn-Inf ) is 14,24 % of AUC ( 0-Inf ) AUMC
= % 2461234,50
MRT
= 112,32
Vdss
= 6151,495
Total clearance
= 54,76517
Assumed fraction absorbed
= 1,000
Calculated Cmax
= 158,40
Tmax = 29,40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 129
®
Tabel XXX. Data tablet Biogesic 3
t (menit) 5 10 15 20 25 35 45 60 90 120 150 180 210
C (µg/ml)
Residual
113,46 119,50 125,97 128,56 133,74 128,13 126,84 121,66 110,44 103,11 64,71 46,59 27,61
-141,60 -123,15 -104,88 -91,07 -75,20 -60,98 -44,32
N (1) = 7
A(1) = -162,237
B(1) = -0,029
r(1) = -0,998
N (2) = 6
A(2) = 268,089
B(2) = -0,010
r(2) = -0,960
AIC
= 98,12
SS
= 1024,930
There is no lag time Absorption half life
= -24,034
Half life
= 69,511
AUC ( 0-Tn )
= % 18920,65
AUC ( 0-Inf )
= % 21689,45
AUC ( Tn-Inf ) is 12,77 % of AUC ( 0-Inf ) AUMC
= % 2494874,20
MRT
= 115,03
Vdss
= 6364,037
Total clearance
= 55,32643
Assumed fraction absorbed
= 1,000
Calculated Cmax
= 130,49
Tmax = 31,50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 130
Lampiran 14. Hasil pengolahan data dengan program STRIPE untuk tablet Pamol® ®
Tabel XXXI. Data tablet Pamol 1
t (menit) 5 10 15 20 25 35 45 60 90 120 150 180 210
C (µg/ml)
Residual
19.85 35.38 39.69 56.95 55.22 72.05 89.30 132.87 118.21 116.05 72.39 37.10 34.51
-357,83 -320,29 -295,25 -258,47 -241,82 -191,38 -144,32 -62,23
N (1) = 8
A(1) = -364,082
B(1) = -0,030
r(1) = -0,971
N (2) = 5
A(2) = 363,880
B(2) = -0,012
r(2) = -0,956
AIC
= 120,62
SS
= 5784,918
Lag time = 8,10 Absorption half life
= -23,439
Half life
= 57,717
AUC ( 0-Tn )
= % 16780,35
AUC ( 0-Inf )
= % 19653,92
AUC ( Tn-Inf ) is 14,62 % of AUC ( 0-Inf ) AUMC
= % 2490589,00
MRT
= 126,72
Vdss
= 7737,284
Total clearance
= 61,05652
Assumed fraction absorbed
= 1,000
Calculated Cmax
= 116,63
Tmax = 60,60
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 131
®
Tabel XXXII. Data tablet Pamol 2
t (menit) 5 10 15 20 25 35 45 60 90 120 150 180 210
C (µg/ml)
Residual
11,64 59,96 101,38 130,28 139,37 157,89 235,98 185,07 184,64 164,79 154,01 62,55 52,63
-574,38 -493,05 -420,48 -362,18 -325,35 -255,95 -132,54 -124,61
N (1) = 8
A(1) = -596,398
B(1) = -0,030
r(1) = -0,979
N (2) = 5
A(2) = 596,308
B(2) = -0,012
r(2) = -0,928
AIC
= 121,79
SS
= 6329,832
Lag time = 3,50 Absorption half life
= -23,155
Half life
= 59,772
AUC ( 0-Tn )
= % 28994,35
AUC ( 0-Inf )
= % 33532,79
AUC ( Tn-Inf ) is 13,53 % of AUC ( 0-Inf ) AUMC
= % 4120704,20
MRT
= 122,89
Vdss
= 4397,576
Total clearance
= 35,78587
Assumed fraction absorbed
= 1,000
Calculated Cmax
= 200,51
Tmax = 58,10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 132
®
Tabel XXXIII. Data tablet Pamol 3
t (menit) 5 10 15 20 25 35 45 60 90 120 150 180 210
C (µg/ml)
Residual
12,08 26,32 75,07 116,92 134,60 136,76 140,24 137,19 134,17 109,15 88,01 54,36 36,67
-477,79 -433,89 -357,18 -289,11 -246,80 -199,78 -156,72 -108,95 -34,93
N (1) = 9
A(1) = -494,768
B(1) = -0,030
r(1) = -0,996
N (2) = 4
A(2) = 494,796
B(2) = -0,013
r(2) = -0,990
AIC
= 105,14
SS
= 1759,205
Lag time = 4,20 Absorption half life
= -23,310
Half life
= 55,391
AUC ( 0-Tn )
= % 20459,37
AUC ( 0-Inf )
= % 23389,76
AUC ( Tn-Inf ) is 12,53 % of AUC ( 0-Inf ) AUMC
= % 2765988,50
MRT
= 118,26
Vdss
= 6067,087
Total clearance
= 51,30451
Assumed fraction absorbed
= 1,000
Calculated Cmax
= 152,80
Tmax = 56,70
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 133
Lampiran 15. Nilai rata-rata parameter-parameter farmakokinetika Tabel XXXIV. Nilai rata-rata aritmatika parameter-parameter farmakokinetika
Parameter
Nilai rata-rata ± SD Generik
Biogesic®
Pamol®
tmaks (menit)
24,233 ± 1,193
28,000 ± 4,371
58,467 ± 1,967
Cmaks (μg/ml)
193,927 ± 38,345
162,870 ± 34,831
156,647 ± 42,072
AUC(0-tn) (μg.menit/ml)
19744,133 ±
19383,100 ±
22078,023 ±
AUC(0 -∞) (μg.menit/ml) 22896,410 ± 3731,931 22198,470 ± 698,045 25525,490 ± 7181,70 ka (menit -1)
0,149 ± 0,015
0,071 ± 0,044
0,030 ± 0
Vd (ml)
5837,281 ± 1006,907
5918,071 ± 597,889
6067,316 ± 30,315
kel (menit -1)
0,010 ± 0
0,010 ± 0
0,012 ± 0
t1/2 el (menit)
69,130 ± 0,607
67,779 ± 3,111
57,627 ± 2,192
Cl total (ml/menit)
53,386 ± 9,020
54,093 ± 1,674
49,383 ± 12,745
Lampiran 16. Contoh perhitungan nilai rata-rata geometrik parameter bioavailabilitas Nilai tmaks tablet parasetamol generik 1 : 24,60 menit Nilai tmaks tablet parasetamol generik 2 : 25,20 menit Nilai tmaks tablet parasetamol generik 3 : 22,90 menit Nilai rata-rata geometrik untuk tmaks tablet parasetamol generik : 3
(24,60 x 25,20 x 22,90) =
3
14196,17 = 24,21 menit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 134
Lampiran 17. Kurva kadar parasetamol dalam plasma (Cp vs t)
Cp (kadar Pct dalam plasma)
Kurva Hubungan Kadar Tablet Parasetamol Generik vs Waktu 240 200 160 120 80 40 0 0 20 40 60 80 10 12 14 16 18 20 22 24 0 0 0 0 0 0 0 0 t (menit) Generik 1
Generik 2
Generik 3
Gambar 33. Kurva hubungan kadar tablet parasetamol generik vs waktu
Cp (kadar Pct dalam plasma)
Kurva Hubungan Kadar Tablet Biogesic vs Waktu 240 200 160 120 80 40 0 0 20 40 60 80 10 12 14 16 18 20 22 24 0 0 0 0 0 0 0 0
t (menit) Biogesic 1
Biogesic 2
Biogesic 3
Gambar 34. Kurva hubungan kadar tablet Biogesic® vs waktu
Cp (kadar Pct dalam plasma)
Kurva Hubungan Kadar Tablet Pamol vs Waktu 240 200 160 120 80 40 0 0 20 40 60 80 10 12 14 16 18 20 22 24 0 0 0 0 0 0 0 0
t (menit) Pamol 1
Pamol 2
Pamol 3
Gambar 35. Kurva hubungan kadar tablet Pamol® vs waktu
Lampiran 18. Kurva ln kadar parasetamol dalam plasma (ln Cp vs t)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 135
ln Cp (ln Kadar Pct dalam plasma)
Kurva Hubungan ln Kadar Tablet Parasetamol Generik vs Waktu 6 5 4 3 2 1 0 0
20 40 60 80 10 12 14 16 18 20 22 24 0 0 0 0 0 0 0 0 t (menit) Generik 1
Generik 2
Generik 3
Gambar 36. Kurva hubungan ln kadar tablet parasetamol generik vs waktu
ln Cp (ln kadar Pct dalam plasma)
Kurva Hubungan ln Kadar Tablet Biogesic vs Waktu 6 5 4 3 2 1 0 0 20 40 60 80 10 12 14 16 18 20 22 24 0 0 0 0 0 0 0 0 t (menit) Biogesic 1
Biogesic 2
Biogesic 3
Gambar 37. Kurva hubungan ln kadar tablet Biogesic® vs waktu
ln Cp (ln kadar Pct dalam plasma)
Kurva Hubungan ln Kadar Tablet Pamol vs Waktu 6 5 4 3 2 1 0 0 20 40 60 80 10 12 14 16 18 20 22 24 0 0 0 0 0 0 0 0 t (menit) Pamol 1
Pamol 2
Pamol 3
Gambar 38. Kurva hubungan ln kadar tablet Pamol® vs waktu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 136
Lampiran 19. Hasil Pengolahan data secara statistik dengan program SPSS Analisis statistik untuk nilai ln AUC(0-∞) Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors OBAT
1.00 2.00 3.00
Value Label generik biogesic pamol
N 3 3 3
Descriptive Statistics Dependent Variable: AUC OBAT generik biogesic pamol Total
Mean 10.0296 10.0075 10.1221 10.0531
Std. Deviation .16656 .03120 .27248 .16886
N 3 3 3 9
a Levene's Test of Equality of Error Variances
Dependent Variable: AUC F 3.167
df1
df2 2
6
Sig. .115
Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups. a. Design: Intercept+OBAT
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: AUC Source Corrected Model Intercept OBAT Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares .022a 909.577 .022 .206 909.805 .228
df 2 1 2 6 9 8
Mean Square .011 909.577 .011 .034
a. R Squared = .097 (Adjusted R Squared = -.204)
F .323 26502.788 .323
Sig. .736 .000 .736
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 137
Post Hoc Tests OBAT Multiple Comparisons Dependent Variable: AUC Tukey HSD
(I) OBAT generik
(J) OBAT biogesic pamol generik pamol generik biogesic
biogesic pamol
Mean Difference (I-J) .0222 -.0925 -.0222 -.1147 .0925 .1147
Std. Error .15126 .15126 .15126 .15126 .15126 .15126
Sig. .988 .819 .988 .740 .819 .740
Based on observed means.
Homogeneous Subsets AUC a,b
Tukey HSD OBAT biogesic generik pamol Sig.
N 3 3 3
Subset 1 10.0075 10.0296 10.1221 .740
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .034. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. b. Alpha = .1.
90% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -.3584 .4028 -.4731 .2881 -.4028 .3584 -.4953 .2659 -.2881 .4731 -.2659 .4953
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 138
Analisis statistik untuk nilai ln Cmaks Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors OBAT
1.00 2.00 3.00
Value Label generik biogesic pamol
N 3 3 3
Descriptive Statistics Dependent Variable: Cmaks OBAT generik biogesic pamol Total
Mean 5.2546 5.0778 5.0297 5.1207
Std. Deviation .19628 .21309 .27093 .22328
N 3 3 3 9
a Levene's Test of Equality of Error Variances
Dependent Variable: Cmaks F .102
df1
df2 2
6
Sig. .904
Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups. a. Design: Intercept+OBAT
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Cmaks Source Corrected Model Intercept OBAT Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares .084a 235.992 .084 .315 236.390 .399
df 2 1 2 6 9 8
Mean Square .042 235.992 .042 .052
a. R Squared = .211 (Adjusted R Squared = -.052)
F .802 4499.744 .802
Sig. .491 .000 .491
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 139
Post Hoc Tests OBAT Multiple Comparisons Dependent Variable: Cmaks Tukey HSD
(I) OBAT generik
(J) OBAT biogesic pamol generik pamol generik biogesic
biogesic pamol
Mean Difference (I-J) .1768 .2249 -.1768 .0481 -.2249 -.0481
Std. Error .18699 .18699 .18699 .18699 .18699 .18699
Sig. .634 .494 .634 .964 .494 .964
Based on observed means.
Homogeneous Subsets Cmaks a,b
Tukey HSD OBAT pamol biogesic generik Sig.
N 3 3 3
Subset 1 5.0297 5.0778 5.2546 .494
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .052. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. b. Alpha = .1.
90% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -.2937 .6473 -.2456 .6954 -.6473 .2937 -.4224 .5186 -.6954 .2456 -.5186 .4224
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 140
Analisis statistik untuk nilai tmaks Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors OBAT
Value Label generik biogesic pamol
1.00 2.00 3.00
N 3 3 3
Descriptive Statistics Dependent Variable: Tmax OBAT generik biogesic pamol Total
Mean 24.2333 28.0000 58.4667 36.9000
Std. Deviation 1.19304 4.37150 1.97569 16.44384
N 3 3 3 9
a Levene's Test of Equality of Error Variances
Dependent Variable: Tmax F 3.327
df1
df2 2
Sig. .107
6
Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups. a. Design: Intercept+OBAT
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Tmax Source Corrected Model Intercept OBAT Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 2114.327a 12254.490 2114.327 48.873 14417.690 2163.200
df 2 1 2 6 9 8
Mean Square 1057.163 12254.490 1057.163 8.146
a. R Squared = .977 (Adjusted R Squared = .970)
F 129.784 1504.439 129.784
Sig. .000 .000 .000
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 141
Post Hoc Tests OBAT Multiple Comparisons Dependent Variable: Tmax Tukey HSD
(I) OBAT generik
(J) OBAT biogesic pamol generik pamol generik biogesic
biogesic pamol
Mean Difference (I-J) -3.7667 -34.2333* 3.7667 -30.4667* 34.2333* 30.4667*
Std. Error 2.33032 2.33032 2.33032 2.33032 2.33032 2.33032
Sig. .310 .000 .310 .000 .000 .000
Based on observed means. *. The mean difference is significant at the .1 level.
Homogeneous Subsets Tmax a,b
Tukey HSD
Subset OBAT generik biogesic pamol Sig.
N 3 3 3
1 24.2333 28.0000 .310
2
58.4667 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 8.146. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. b. Alpha = .1.
90% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -9.6301 2.0968 -40.0968 -28.3699 -2.0968 9.6301 -36.3301 -24.6032 28.3699 40.0968 24.6032 36.3301
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 142
BIOGRAFI PENULIS
Penulis bernama lengkap Vincilia Indriyani yang lahir pada tanggal 17 April 1985 di Yogyakarta, merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Irwan Prasetyo (Tjong Shean Liong) dan Ibu S. Netty Indrawati. Tahun 1989 menempuh pendidikan di TK Tarakanita kemudian dilanjutkan ke SD Pangudi Luhur pada tahun 1991 dan lulus pada tahun 1997. Tahun 1997 sampai tahun 2000 menempuh pendidikan di SLTP Negeri 8 Yogyakarta. Setelah menyelesaikan pendidikan SLTP, tahun 2000 melanjutkan ke SMU Negeri 3 Padmanaba Yogyakarta dan lulus tahun 2003. Tahun 2003 hingga 2007 menempuh pendidikan S1 di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.