PERBAIKAN PROSES STRIPING DENGAN METODE DMAIC PADA PT SIP Iemel Faranila Staf Quality Departemen, Manufacture Industry, Jakarta
[email protected]
ABSTRACT Production quality is a very critical element in the pharmaceutical industry. One of the methods used to increase product quality is to decrease error factors and product defects, which can have a bad impact on the final product quality. Method DMAIC as an improvement model for Six Sigma is used to analyze required repairs. Striping process that took place has a good performance with 5:05 and DPMO Sigma level of 67. However, the process is not in statistical control (the process is unstable) due to variations in the number of existing defects. To reduce product defects, the company needs to conduct a more optimal scheduling to minimize WIP. Based on calculations using the fuzzy method, initial settings for the machine must be done well to guard temperature changes during operation of the machine, to keep it below the machine initial setting limit (80-110 ° C). Keywords: quality, six Sigma, DMAIC, Sigma level, DPMO, fuzzy method
ABSTRAK Kualitas produksi merupakan hal yang sangat penting dalam industri farmasi. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas produk adalah dengan mengurangi faktor kesalahan dan cacat produk, yang dapat berdampak buruk terhadap kualitas produk yang dihasilkan. Metode DMAIC sebagai model perbaikan Six Sigma digunakan untuk melakukan analisis perbaikan yang diperlukan. Proses striping yang berlangsung memiliki kinerja yang cukup baik dengan level Sigma 5.05 dan DPMO 67. Tetapi, proses tersebut tidak berada dalam kendali statistik (proses tidak stabil) akibat variasi jumlah produk cacat yang ada. Untuk mengurangi produk cacat, perusahaan perlu melakukan penjadwalan yang lebih optimum untuk mengurangi WIP. Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode fuzzy setting awal mesin harus dilakukan dengan baik untuk menjaga perubahan suhu pada saat mesin beroperasi, agar tidak melebihi batas ketentuan setting awal mesin (80-110°C). Kata kunci: kualitas, six Sigma, DMAIC, level Sigma, DPMO, metode fuzzy
8
INASEA, Vol. 10 No.1, April 2009: 8-18
PENDAHULUAN Perkembangan dunia industri sekarang ini, yang didukung dengan perkembangan teknologi meningkatkan persaingan ketat antar perusahaan. Penguasaan pasar dapat dilakukan dengan baik jika produk yang dihasilkan mampu memberikan kepuasan bagi pelanggannya. Dikarenakan ada begitu banyak pilihan produk yang tersedia, konsumen akan bersikap kritis terhadap kualitas produk yang mereka gunakan. Perusahaan bergerak di bidang perindustrian obat di Indonesia dan merupakan salah satu perusahaan yang ikut memegang peranan penting di bidang kesehatan masyarakat.
METODE PENELITIAN Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas produk adalah dengan mengurangi faktor kesalahan dan cacat produk, yang dapat berdampak buruk terhadap kualitas produk yang dihasilkan. Penggunaan metode DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control) sebagai salah satu metode Six Sigma, dapat digunakan dalam upaya peningkatan kualitas produk. Six Sigma merupakan pengukuran kualitas untuk mencapai kesempurnaan serta merupakan metode untuk mengeliminasi cacat di semua proses. Metode ini merupakan sebuah terobosan baru dalam bidang manajemen kualitas, berupa suatu metode atau teknik pengendalian dan peningkatan kualitas dramatik menuju tingkat kegagalan 0 (zero defect) sehingga dengan penggunaan metode ini memungkinkan untuk dilakukan analisis usaha-usaha perbaikan kualitas yang dibutuhkan. Six Sigma secara sederhana didefinisikan sebagai pendekatan pengambilan keputusan dalam usaha peningkatan proses, yang dirancang untuk meningkatkan produktivitas dan mengurangi biaya. Kata Sigma sendiri yang merupakan salah satu huruf alfabet yunani berarti indikasi banyaknya tingkat variasi output terhadap target yang telah ditetapkan. Metode ini juga memiliki basis yang cukup kuat pada statistik, di mana Six Sigma merujuk pada target kinerja operasi yang diukur dengan hanya 3,4 cacat (defect) untuk setiap satu juta aktivitas atau peluang (Defect Per Million Opportunity). Ada banyak keuntungan yang didapat dari penggunaan Six Sigma yang telah terbukti, di antaranya adalah pengurangan biaya, peningkatan produktivitas, mempercepat tingkat perbaikan, pertumbuhan pangsa pasar, retensi pelanggan, pengurangan waktu siklus, pengurangan defect (cacat), dan pengembangan produk atau jasa. Siklus perbaikan 5 fase yang makin umum dalam organisasi Six Sigma adalah Define – Measure – Analyze – Improve – Control (DMAIC). DMAIC didasarkan pada siklus dasar PDCA. Beberapa keuntungan yang ditawarkan model DMAIC dibanding yang lain adalah dapat membuat suatu awal yang baik, memberikan sebuah konteks yang baru terhadap alat-alat yang sudah dikenal, menciptakan sebuah pendekatan yang konsisten, memprioritaskan pelanggan dan pengukuran sebagai 2 komponen kritis sistem Six Sigma, dan menawarkan jalur perbaikan proses dan juga perancangan (baru atau ulang) untuk perbaikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengumpulan Data Terdapat 3 jenis cacat yang ada pada proses striping. Dari 3 jenis cacat tersebut, tidak semua jenis yang selalu terjadi. Untuk cacat jenis test dan massa frekuensi, terjadinya hanya
Perbaikan Proses Striping… (Iemel Faranila)
9
sesekali saja dan secara kebetulan tidak terjadi pada data produk SOFAR yang diambil sebagai data penelitian. Data yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1 Jumlah Cacat pada Produk SOFAR Batch ke
Test
Jenis Defect Tab
Massa
Total Produksi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
-
105 60 30 104 245 125 200 70 66 72 90 45 60 281 89 60 156 60 241 100 66 63 94 300 40 66 132 110 210 108 150 190 100
-
590189 590119 588075 587083 586606 591080 589297 592268 591633 591815 593167 594037 594424 588919 591631 590303 592824 592521 591999 590643 592139 592203 593148 587582 586369 587318 591459 591066 591844 587862 589773 589759 592606
Sumber: PT SOHO Industri Pharmasi
Pengolahan Data Pengolahan data yang dilakukan terdiri dari 5 fase berdasarkan metode DMAIC untuk memperoleh usaha perbaikan yang dapat dilakukan. Dalam fase DMAIC tersebut, digunakan beberapa alat statistik yang dapat digunakan untuk mengolah dan menganalisa data yang ada. Fase Define Fase ini bertujuan untuk mendefinisikan masalah yang ada dengan penjabaran dalam project statement, pembuatan diagram SIPOC dan peta proses dari produk. Pertama, project statement. Definisi dari pernyataan proyek penelitian yang dilakukan, yaitu (1) Latar belakang (bussiness case). Perusahaan bergerak di bidang farmasi. Namun, dalam kegiatan produksi yang berlangsung, masih terdapat sejumlah produk cacat yang dihasilkan. Untuk itu, masih perlu dilakukan tindakan perbaikan untuk mengurangi cacat yang dihasilkan; (2) Pernyataan masalah (problem statement). Dari keseluruhan proses, cacat yang paling banyak terjadi pada proses pengemasan (striping); (3) Pernyataan tujuan (goal statement). Tujuan yang ingin dicapai adalah
10
INASEA, Vol. 10 No.1, April 2009: 8-18
dapat memperbaiki proses yang berlangsung sehingga dapat mengurangi jumlah cacat yang dihasilkan; (4) Ruang lingkup proyek (project scope). Penelitian yang dilakukan difokuskan pada proses striping yang berfrekuensi cacat paling tinggi, untuk produk SOFAR yang memiliki tingkat produksi tinggi; (5) Milestone. Batas waktu dilakukannya penelitian adalah antara Maret sampai Juni 2007. Kedua, pembuatan diagram SIPOC. Diagram SIPOC merupakan salah satu teknik yang paling sering digunakan untuk perbaikan proses. Diagram ini juga digunakan untuk menyajikan tampilan dari aliran kerja, yang terdiri dari 5 elemen seperti supplier, input, process, output, dan customer. Ketiga, pembuatan peta proses (OPC). Melalui peta proses, dapat diketahui tahapan proses yang dilakukan pada produk secara lebih detail. Untuk membuat produk SOFAR, dibutuhkan bahan baku utama produk berupa bahan-bahan kimia sesuai dengan formula yang telah ditentukan. Untuk kebutuhan pengemasan, leafleat yang telah diterima dan diperiksa sebelumnya, melalui proses leafleating, yaitu pelipatan menggunakan mesin. Proses dari pembuatan produk SOFAR sendiri dimulai dengan kegiatan granulasi (pengayakan) semua bahan baku campuran utama. Proses berikutnya adalah tableting, yaitu proses pembentukan bahan campuran menjadi bentuk tablet sesuai standar yang ditentukan. Setelah proses coating, tablet-tablet obat tersebut dipindahkan ke area pengemasan. Jika tidak memungkinkan untuk langsung dilakukan dikemas, dan terakhir box-box kecil tersebut lalu dikemas ke dalam kardus. Barang jadi, tersebut kemudian dipindahkan ke warehouse. Fase Measure Hal pertama yang dilakukan adalah penentuan karakteristik kualitas kunci (CTQ). Lalu, pengukuran dilakukan melalui pembuatan peta kendali, perhitungan (Defect Per Million Opportunities) DPMO dan level Sigma yang telah dicapai dari proses yang berlangsung sampai saat ini. Pertama, pembuatan peta kendali seperti pada Gambar 1. Pembuatan peta kendali ditujukan untuk mengetahui apakah proses yang berlangsung berada dalam kendali statistik atau tidak. P Chart of Defect 1
0.0005
1 1
1
0.0004
1
Proportion
1
1
0.0003
1
UCL=0.0002545 _ P=0.0001995
0.0002
LCL=0.0001444 0.0001
1 1 1
1
1
1
1
1 1
1
1
1 1
0.0000 1
4
7
10
13
16 19 Sample
22
25
28
31
Tests performed with unequal sample sizes
Gambar 1 Peta Kendali P
Perbaikan Proses Striping… (Iemel Faranila)
11
Kedua, perhitungan DPMO dan level Sigma. DPMO merupakan ukuran peluang kegagalan (defect) yang diidentifikasi dengan berapa banyaknya defect yang akan muncul dalam satu juta kesempatan. Berikut adalah langkah perhitungannya. D (Jumlah keseluruhan produk cacat) = 3888 tablet U (Total produk yang diproduksi) = 19491761 tablet OP (Karakteristik Kualitas Kunci / CTQ) = 3 TOP (Total Opportunities) = U × OP = 19491761 × 3 = 58475283
D 3888 = = 0.00006649 TOP 58475283 DPMO (Defect Per Million Opportunities) = DOP × 10 6 = 66.49 D 3888 = = 0.0001995 DPU (Defect Per Unit) = U 19491761
DOP (Defect per Opportunities) =
Y (Yield) = (1 – DPU) × 100% = 99.98% Level Sigma (Hasil interpolasi dari Yield) = 5.05 Fase Analyze Dalam fase ini, dilakukan penjabaran dari faktor-faktor penyebab timbulnya cacat, yang dilakukan dengan pembuatan diagram sebab akibat (fishbone) (Gambar 2). Dikarenakan hanya cacat jenis tab saja yang terjadi pada produk yang diteliti, maka analisa dilakukan untuk jenis cacat tab saja. Berikut adalah hasil pembuatan diagram yang dilakukan.
Gambar 2 Diagram Sebab Akibat Defect Tab
Fase Improve Dalam fase ini, ditentukan modus kegagalan potensial dengan FMEA. Sebelumnya, perlu diketahui yang paling memegang peranan dalam proses yang bersangkutan untuk menentukan modus kegagalan tersebut sehingga dilakukan perhitungan AHP untuk menentukannya.
12
INASEA, Vol. 10 No.1, April 2009: 8-18
Pertama, perhitungan dengan AHP (Analytical Hierarchy Process). AHP digunakan untuk mengetahui peringkat pemegang peranan dalam proses striping yang dilakukan. Saat proses striping berlangsung, pemegang peranan terhadap penentuan produk cacat yang dihasilkan adalah operator, petugas pembantu, dan controller. Kedua, pembuatan FMEA (dapat dilihat pada Tabel 2). Ketiga, penggunaan metode Fuzzy. Metode Fuzzy (logika Fuzzy) merupakan suatu cara untuk memetakan suatu ruangan input ke dalam suatu ruang output, di mana dalam penelitian ini input nya berupa suhu yang mempengaruhi jumlah defect produk sebagai output nya. Dikarenakan hasil FMEA sebelumnya menunjukkan bahwa setting suhu merupakan modus kegagalan prioritas kedua, maka digunakan metode Fuzzy sebagai solusinya. Tabel 2 FMEA Cacat Jenis Tab Modus Kegagalan Potensial
Efek Potensial Modus Kegagalan
Nilai O
S
Sebab Potensial Modus Kegagalan
RPN D
Operator tidak terbiasa dengan mesin yang digunakan (Job Rotation) Perubahan suhu melebihi batas ketentuan
Operator kurang pengalaman (teliti)
Hasil striping tidak sesuai ketentuan
4
4
3
48
Setting suhu tidak sesuai
- Tablet Rusak - Strip Bocor
4
7
4
112
Kesalahan tidak terduga dalam mesin
- Tablet Rusak - Proses striping terhambat Tablet mudah patah (rapuh)
4
5
5
100
Tablet terjepit dalam mesin
3
5
2
30
Tablet tidak sesuai standar
5
5
5
125
Menunggu proses selanjutnya
Material Buruk Penyimpanan Work in Process
Tablet rusak
Pengendalian
Traning
Cari setting yang optimal Pengawasan saat proses berlangsung Pengawasan yang lebih ketat Minimasi penyimpanan & banyaknya tumpukan WIP
Data setting suhu mesin striping dapat dilihat pada bagian lampiran, dengan batas toleransi setting awal suhu yang digunakan perusahaan adalah 95±15°C (80 - 110°C). Berdasarkan data yang ada, setting suhu saat mesin beroperasi berada dalam range 105-125°C, di mana dalam pembentukan aturan Fuzzy yang digunakan dibedakan menjadi 2 kondisi, yaitu normal dan tinggi (lihat Gambar 2). Sementara data jumlah defect yang ada maksimum berjumlah 300 tablet.
Himpunan Fuzzy Variabel Suhu
1
Normal
Tinggi
Derajat Keanggotaan µ(t1&t2) 0
105
110
115
120
125
Suhu (°C)
Gambar 3 Variabel Suhu
Perbaikan Proses Striping… (Iemel Faranila)
13
Fungsi keanggotaan:
D ≤ 50 ⎧1; ⎪125 − D ⎪ μ Defect Sedikit [D] = ⎨ ; 50 ≤ D ≤ 125 ⎪ 100 D ≥ 125 ⎪⎩0 ; ⎧ ⎪0 ; D ≤ 75 atau D ≥ 225 ⎪ ⎪150 - D μ Defect Sedang [D] = ⎨ ; 75 ≤ D ≤ 150 75 ⎪ ⎪ D - 150 ⎪⎩ 75 ; 150 ≤ D ≤ 225 D ≤ 175 ⎧0 ; ⎪ D - 175 ⎪ μ Defect Banyak [D] = ⎨ ; 175 ≤ D ≤ 250 ⎪ 75 D ≥ 250 ⎪⎩1; Berdasarkan aturan dan himpunan yang terbentuk, selajutnya dilakukan perhitungan untuk setiap kemungkinan kombinasi suhu dari kedua pengatur suhu. Berikut contoh perhitungan dan hasil yang diperoleh. Kombinasi suhu 105 dan 110. Nilai keanggotaan suhunya didapat dengan: 120 − 105 15 μ Suhu Normal [105] = = =1 15 15 μ Suhu Tinggi [105] = 0
120 − 110 10 2 = = 15 15 3 μ Suhu Tinggi [110] = 0 μ Suhu Normal [110] =
Sedangkan nilai Defect setiap aturan didapat dengan: Aturan 1: IF Suhu1 Normal AND Suhu2 Normal, THEN Defect Sedikit α − predikat1 = μ Suhu Normal [105] ∩ μ Suhu Normal [110]
(
)
= min μ Suhu Normal [105], μ Suhu Normal [110]
⎛ 2⎞ 2 = min⎜1, ⎟ = ⎝ 3⎠ 3 125 − D μ Defect Sedikit [D]= 75 2 125 − D = 3 75 D1 = 75 Aturan 2: IF (Suhu1 Normal AND Suhu2 Tinggi) OR (Suhu1 Tinggi AND Suhu2 Normal), THEN Defect Sedang
14
INASEA, Vol. 10 No.1, April 2009: 8-18
α − predikat 2
= μ Suhu Normal [105] ∩ μ Suhu Tinggi [110]
(
)
= min μ Suhu Normal [105], μ Suhu Tinggi [110]
= min (1, 0) = 0 [ ] μ Defect Sedang D = 0 → D 2 ≤ 75 atau D ≥ 225
Aturan 3: IF Suhu1 Tinggi AND Suhu2 Tinggi, THEN Defect Banyak α − predikat 3 = μ Suhu Tinggi [105] ∩ μ Suhu Tinggi [110]
(
)
= min μ Suhu Tinggi [105], μ Suhu Tinggi [110]
= min (0 , 0) = 0 μ Defect Tinggi [D] = 0 → D 3 ≤ 175
Nilai Defect (D) didapat dengan:
αpred1 × D1 + αpred 2 × D 2 + αpred3 × D3 D= αpred1 + αpred 2 + αpred 3 D=
75 ×
2 + 0 × D 2 + 0 × D3 3 = 75 2 +0+0 3
Fase Control
Fase ini bertujuan untuk mengendalikan tindakan perbaikan yang dilakukan, di mana fase ini merupakan awal dari perbaikan yang terus-menerus. Pertama, simulasi perhitungan peningkatan kinerja proses. Simulasi perhitungan ini dilakukan untuk menunjukkan peningkatan kinerja proses yang berlangsung, yang dapat dilihat dari nilai DPMO dan level Sigma yang dicapai (Tabel 3). Tabel 3 Hasil Simulasi Pengurangan Jumlah Defect Pengurangan Defect Total Defect DPMO Level Sigma
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
3888
3499
3110
2722
2333
1944
1555
1166
778
389
66.49
59.84
53.19
46.54
39.89
33.24
26.60
19.95
13.30
6.65
5.05
5.125
5.175
5.225
5.275
5.325
5.375
5.425
5.475
5.638
Kedua, dokumentasi dan sosialisasi. Kegiatan ini dapat mempermudah sosialisasi ke seluruh bagian perusahaan, untuk mendukung perbaikan secara teru-menerus. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan di antaranya, yaitu merevisi prosedur lama yang telah disesuaikan dengan perbaikan yang telah dicapai; membuat dokumentasi aktivitas dan hasil yang diperoleh secara sederhana, jelas, mudah dimengerti, dan digunakan. Pastikan dokumen tersebut tetap up-to-date; membuat laporan pengukuran yang dapat memberikan informasi dengan cepat dan sederhana, misalnya dengan pembuatan grafik; menetapkan standar kualitas yang lebih baik; serta sosialisasi secara menyeluruh tentang perbaikan-perbaikan yang telah dicapai.
Perbaikan Proses Striping… (Iemel Faranila)
15
SIMPULAN Berdasarkan hasil pengolahan data yang dilakukan di bab sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulan yang menjawab tujuan penelitian, yaitu (1) Jenis cacat yang paling dominan pada proses striping adalah cacat jenis tab, yaitu kerusakan pada tablet obat yang diproses seperti patah, hancur, dan lain lain; (2) Terdapat 3 faktor utama yang menyebabkan timbulnya cacat pada proses striping, yaitu penyimpanan WIP, setting suhu, dan kesalahan yang terjadi dalam mesin; (3) Proses yang berlangsung tidak terkendali secara statistik, di mana hanya terdapat 36% data saja yang berada dalam batas kendali, yang disebabkan variasi data jumlah defect sangat signifikan satu dengan yang lainnya. Untuk itu, masih diperlukan tindakan perbaikan agar proses yang berlangsung dapat terkendali dengan baik; (4) Kinerja proses yang berlangsung sudah cukup baik, di mana hanya terdapat 67 cacat dalam satu juta peluang. Level Sigma yang dicapai adalah 5.05, di mana nilai tersebut telah mendekati nilai maksimumnya, yaitu 6 Sigma; (5) Usulan tindakan perbaikan yang dapat dilakukan untuk mengatasi 3 penyebab uatama terjadinya defect antara lain minimasi penyimpanan WIP, yang dapat dilakukan dengan melakukan kegiatan penjadwalan proses yang optimum sehingga WIP yang dihasilkan dapat langsung diproses; setting awal dari mesin harus disesuaikan dengan perubahan suhu yang terjadi untuk menjaga suhu pada saat mesin beroperasi agar tidak melebihi batas ketentuan setting awal mesin (80-110°C), di mana dengan suhu tersebut jumlah maksimum defect yang mungkin terjadi bernilai paling kecil (<75) serta dilakukan pengawasan yang lebih baik saat proses berlangsung, di mana penuangan tablet dilakukan secara berkala, dengan memperhatikan jumlah tablet yang berada dalam mesin, untuk menghindari desakan berlebihan yang dapat mengakibatkan terjepitnya tablet dalam mesin; (6) Dengan analisis penelitian menggunakan metode DMAIC, maka kinerja proses dapat meningkat. Hal ini terlihat melalui hasil simulasi perhitungan pengurangan jumlah defect, terlihat bahwa jika jumlah defect semakin berkurang.
DAFTAR PUSAKA Gasperz, V. (1998). Statistical process control: Penerapan teknik-teknik statistikal dalam manajemen bisnis total, edisi pertama, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Kusumadewi, S. (2002). Analisis dan desain fuzzy menggunakan toolbox matlab, Yogyakarta: Graha Ilmu. Montgomery, D.C. (2001). Introduction to statistical quality control, 4th ed., United States of America: John Wiley & Sons, Inc.. Pande, P.S., and Neuman, C. (2002). The six sigma way: Bagaimana GE, motorola dan perusahaan terkenal lainnya mengasah kinerja mereka, edisi pertama,Yogyakarta: ANDI.
16
INASEA, Vol. 10 No.1, April 2009: 8-18
LAMPIRAN 1 SIPOC
OPC Produk SOFAR
LAMPIRAN 2 Perhitungan AHP Matriks Kriteria
Manusia Mesin Material Metode
Manusia
Mesin
Material
Metode
1 2 1/2 1/4
1/2 1 1/4 1/8
2 4 1 1/2
4 8 2 1
Perbaikan Proses Striping… (Iemel Faranila)
17
Matriks Kriteria Manusia
Operator Petugas Pembantu Controller
Operator
Petugas Pembantu
Controller
1 1/3 1/9
3 1 1/3
9 3 1
Matriks Kriteria Mesin
Operator Petugas Pembantu Controller
Operator
Petugas Pembantu
Controller
1 1/2 1/6
2 1 1/3
6 3 1
Matriks Kriteria Material
Operator Petugas Pembantu Controller
Operator
Petugas Pembantu
Controller
1 2 1
1/2 1 ½
1 2 1
Matriks Kriteria Metode
Operator Petugas Pembantu Controller
Operator
Petugas Pembantu
Controller
1 1/2 1/4
2 1 1/2
4 2 1
Hasil Perhitungan Kombinasi Suhu No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
18
Kombinasi Suhu Pengatur 1 Pengatur 2 105 105 105 105 105 110 110 110 110 115 115 115 120 120 125
105 110 115 120 125 110 115 120 125 115 120 125 120 125 125
Jumlah Defect Maksimum 50 75 125 150 150 75 125 150 150 150 175 175 225 225 300
INASEA, Vol. 10 No.1, April 2009: 8-18