Peningkatan Kualitas Guide Comp Level pada PT Sinar Terang Logamjaya dengan Menggunakan Metode Six Sigma DMAIC
Christin Natalia Bintoro, Cynthia Prithadevi Juwono Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Industri, Universitas Katolik Parahyangan Jl. Ciumbuleuit 94, Bandung 40141 Email:
[email protected],
[email protected]
Abstrak
PT Sinar Terang Logamjaya merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di industri manufaktur. PT Sinar Terang Logamjaya sangat memperhatikan kualitas dari produk yang dihasilkan. Perusahaan ini merupakan perusahaan penghasil spare part di Bandung. Pada penelitian ini, produk yang diamati adalah Guide Comp Level dengan jenis cacat antara lain cacat gompal, cacat penyok, cacat pecah, dan cacat miring. Penelitian difokuskan pada proses blanking dan drawing 1, drawing 2, serta proses spot welding. Pada penelitian ini, peningkatan kualitas pada PT Sinar Terang Logamjaya dilakukan dengan cara mengurangi persentase produk cacat. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Six Sigma DMAIC karena metode ini merupakan metode continuous improvement untuk mencapai kualitas terbaik. Siklus DMAIC dalam metode Six Sigma dimulai dengan mengidentifikasi permasalahan, mengukur performansi proses, hingga melakukan kontrol terhadap perbaikan yang diimplementasi. Sebelum melakukan perbaikan, nilai level sigma untuk proses blanking dan drawing 1 sebesar 4,77 dengan persentase produk cacat sebesar 0,14%. Pada proses drawing 2, nilai level sigma sebesar 5,11 dengan persentase produk cacat sebesar 0,039% sementara pada proses spot welding, nilai level sigma sebesar 4,59 dengan persentase produk cacat sebesar 0,258%. Tindakan perbaikan yang dilakukan untuk mengurangi persentase produk cacat antara lain memberikan briefing di setiap awal shift, memberikan tanda dan sekat pada kotak penyimpanan, menyediakan tempat khusus pembuangan chip, serta memberikan display produk cacat dan tidak. Setelah dilakukan perbaikan, nilai level sigma untuk proses blanking dan drawing 1 sebesar 5,06 dengan persentase produk cacat sebesar 0,05%. Pada proses drawing 2, nilai level sigma sebesar 5,28 dengan persentase produk cacat sebesar 0,02%. Sementara pada proses spot welding, nilai level sigma sebesar 4,89 dengan persentase produk cacat sebesar 0,096%. Kata kunci: Six Sigma, DMAIC, Quality Control, Perbaikan Kualitas
Pendahuluan Dunia industri di Indonesia sedang mengalami perkembangan yang pesat. Banyaknya usaha-usaha baru menyebabkan persaingan di dunia industri semakin ketat. Oleh karena itu, setiap perusahaan harus mampu menjaga kepuasan customer agar mampu bersaing dengan kompetitor. Kepuasan customer menurut Kotler (2012) merupakan sebuah perasaan dimana konsumen akan merasa puas atau kecewa terhadap hasil yang didapatkan dengan membandingkan ekspektasi dan kenyataan.
Salah satu cara untuk menjaga kualitas adalah meningkatkan kualitas produk. Menurut ISO 8402, definisi kualitas merupakan keseluruhan fitur dan karakteristik sebuah produk atau layanan yang menunjang kemampuan untuk memuaskan suatu kebutuhan baik yang dinyatakan maupun kebutuhan tersirat. PT Sinar Terang Logamjaya merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di industri manufaktur. PT Sinar Terang Logamjaya memproduksi berbagai macam produk yang berbahan dasar metal. PT Sinar Terang Logamjaya memiliki beberapa customer
seperti PT Astra Honda Motor, PT Indomobil Suzuki Internasional, PT Showa Mfg, PT Kayaba Indonesia Mfg, PT Komax Sinar Utama, PT Autotect Indonesia, PT Sanoh Indonesia, PT Yutaka Manufacturing Indonesia, dan PT Medion. Customer terbesar PT Sinar Terang Logamjaya adalah PT Astra Honda Motor (AHM). Pada Tabel 1 dapat dilihat lima produk teratas yang ditujukan untuk PT AHM.
ditujukan untuk customer AHM dan produk yang dibahas dalam penelitian adalah guide comp level, biaya tidak dipertimbangkan dalam pemberian usulan, perbaikan hanya menggunakan satu siklus Six Sigma DMAIC, dan pengamatan hanya dilakukan pada pabrik yang berlokasi di Jalan Cigondewah. Asumsi yang digunakan untuk penelitian ini adalah proses tidak mengalami perubahan selama masa perbaikan.
Tabel 1. Lima Produk Teratas AHM No
1. 2. 3. 4. 5.
Nama Barang Plate Fuel Pump Guide Comp Lavel K25A
Total Produk Cacat
Total Biaya
18496
Rp 21,880,768
12964
Rp 45,036,936
Stay Fuse Box Cover, Eng Contl Unit
8852
Rp 13,941,900
5951
Rp 13,032,690
Plate L Cover
4532
Rp 17,013,128
Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa produk yang menghasilkan produk cacat paling banyak adalah produk plate fuel pump. Namun, produk yang memberikan dampak kerugian paling besar adalah produk guide comp level K25A. Oleh karena itu penelitian ini berfokus untuk mengurangi jumlah produk cacat untuk produk guide comp level K25A. Penelitian ini menggunakan metode Six Sigma DMAIC karena metode ini berfokus untuk mengurangi jumlah cacat. Diharapkan dengan berkurangnya jumlah cacat, maka jumlah produk cacat akan berkurang. Six Sigma juga dapat mengurangi variabilitas suatu proses (Montgomery, 2009). Berdasarkan identifikasi yang sudah dilakukan, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan produk guide comp level k25A cacat, memberikan usulan yang dapat mengurangi jumlah produk cacat, serta mengetahui perbandingan performansi (level sigma, persentase produk cacat) sebelum dan setelah dilakukannya perbaikan. Penelitian ini menggunakan beberapa batasan seperti produk yang diamati hanya produk yang
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode Six Sigma DMAIC. Six Sigma merupakan metode pengendalian dan peningkatan kualitas yang digunakan oleh Motorola sejak tahun 1986. Menurut Gaspersz (2002), Six Sigma dapat meningkatkan kualitas menuju zero defect dan tidak hanya menekankan pada upaya peningkatan berdasarkan kesadaran mandiri dan manajemen, tetapi ikut memberikan solusi untuk meningkatkan kualitas. Six Sigma dapat digunakan untuk mengelola sebuah bisnis atau departemen yang mengedepankan pelanggan dan menggunakan fakta serta data untuk mendapatkan solusi yang lebih baik (Pande, 2003). Tahap-tahap dalam metode ini adalah DMAIC yang jika dijabarkan yaitu define, measure, analyze, improve, serta control. Penggunaan metode DMAIC dipilih karena DMAIC merupakan metode yang terstruktur dan memiliki langkah-langkah yang jelas. Tahap define merupakan tahap pertama yang bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan di perusahaan (Montgomery, 2009). Ada tiga hal yang dibahas pada tahap ini, yaitu identifikasi proses produksi, pembuatan diagram SIPOC (supplier, input, process, output, customer), serta penentuan hal-hal yang dianggap kiritis oleh pelanggan yang lebih dikenal dengan istilah Critical to Quality (CTQ). Tahap measure merupakan tahap kedua dalam siklus DMAIC. Secara umum, tahap ini memiliki tujuan untuk mengevaluasi dan mengetahui kondisi performansi perusahaan saat ini (Montgomery, 2009). Terdapat dua hal
yang dibahas pada tahap ini yaitu pembuatan peta kendali (peta kendali p dan peta kendali u) serta perhitungan persentase produk cacat, DPMO, dan level sigma. Tahap analyze merupakan tahap keempat dalam siklus DMAIC. Tahap ini memiliki tujuan untuk mengidentifikasi akar permasalahan yang menyebabkan adanya variansi (Montgomery, 2009). Ada 3 hal yang dibahas pada tahap ini yaitu pemilihan cacat yang akan diperbaiki, pembuatan cause and effect diagram, serta pembuatan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA). Tahap improve dalam siklus DMAIC bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada dengan memberikan solusi berupa ide kreatif. Setelah berbagai akar permasalahan teridentifikasi, perlu dilakukan tindakan perbaikan untuk melaksanakan peningkatan kualitas Six Sigma (Gaspersz, 2002). Tahap terakhir dalam siklus DMAIC adalah tahap control. Tahap ini berfungsi untuk mengendalikan sistem baru (Pyzdek, 2003). Ada tiga hal yang dibahas pada tahap ini yaitu pembuatan peta kendali setelah perbaikan; perhitungan persentase produk cacat, DPMO, serta level sigma; dan perbandingan data sebelum dan setelah dilakukannya perbaikan dengan melakukan uji hipotesis. Setelah melakukan tahap DMAIC, terakhir diambil beberapa kesimpulan mengenai perbaikan yang dilakukan. Metodologi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Hasil dan Pembahasan Berikut merupakan hasil dan pembahasan yang diperoleh melalui keseluruhan tahapan DMAIC untuk memperbaiki kualitas guide comp level. Define Tahap ini merupakan tahap pertama dalam siklus DMAIC. Hal-hal yang dibahas pada tahap ini adalah: 1. Identifikasi proses produksi untuk mengetahui proses proses yang dibutuhkan dalam pembuatan guide comp level.
2. Pembuatan diagram SIPOC untuk mengetahui proses secara lebih detail dan memberikan batasan terhadap suatu proses. 3. Penentuan CTQ untuk guide comp level.
Studi Pendahuluan
Latar Belakang dan Identifikasi Masalah
Studi literatur
Tahap DMAIC 1. Define 2. Measure 3. Analyze 4. Improve 5. Control
Kesimpulan
Gambar 1. Metodologi Penelitian
Produk guide comp level terdiri dari 2 buah komponen yaitu komponen plate dan komponen cap. Tahapan proses produksi komponen plate dapat dilihat pada Gambar 2. Blanking
Bending
Gambar 2. Proses Produksi Plate
Proses produksi cap guide comp level terdiri dari 9 proses dan dapat dilihat pada Gambar 3. Blanking & Drawing 1
Drawing 2
Reverse Drawing
Piercing 1
Bending tengah
Buffing
Marking
Piercing 2
Trimming
Gambar 3. Proses Produksi Cap
Kedua komponen tersebut selanjutnya di rakit pada proses spot welding dengan menggunakan mesin spot. Proses inspeksi dilakukan pada setiap proses. Setelah mengetahui proses-proses yang dibutuhkan untuk membuat guide comp level, selanjutnya dibuat diagram SIPOC untuk
mengetahui proses yang terlibat, urutan proses dan interaksi antar proses, dan hal-hal yang terlibat di dalam proses (Gaspersz, 2002). Diagram SIPOC untuk proses produksi plate dapat dilihat pada Gambar 4. Supplier
Input
Process
Output
Customer
PT Honda Trading Indonesia PT Posco
Plat besi zink nikel
Produksi Plate Guide Comp Level
Plate Guide Comp Level
Spot Welding
Blanking Operator
(lanjut) Tabel 2. Rekapitulasi CTQ (lanjutan) Proses
Reverse Drawing
Bending
Mesin Operator Mesin stamping stamping press press
Piercing 1
Gambar 4. SIPOC Proses Produksi Plate
Diagram SIPOC untuk proses produksi cap dapat dilihat pada Gambar 5. Supplier
Input
Process
Output
Customer
PT Honda Trading Indonesia PT Posco
Plat besi zink nikel
Produksi Cap Guide Comp Level
Cap Guide Comp Level
Spot Welding
Expand & Restrike Trimming
Blanking & Drawing 1
Drawing 2
Piercing 1
Reverse Drawing
Mesin Operator Mesin Operator Mesin stamping stamping stamping press double press double press action action
Operator
Buffing Operator
Mesin buffing
Piercing 2
Marking Operator
Mesin stamping press
Operator
Mesin stamping press
Operator
Mesin turret
Piercing 2
Expand & Restrike
Trimming Operator
Mesin stamping press
Operator
Mesin stamping press
Marking
Gambar 5. SIPOC Proses Produksi Cap
Blanking Plate
Setiap produk memiliki karakteristik yang dianggap penting oleh pelanggan atau yg dikenal dengan istilah CTQ. Pada kasus ini, CTQ produk akhir ditentukan oleh pihak pelanggan yaitu PT AHM. CTQ tersebut diturunkan kepada masing-masing proses oleh pihak perusahaan. CTQ tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
Bending
Tabel 2. Rekapitulasi CTQ Proses
Blanking Cap & Drawing 1
Drawing 2
CTQ Kesempurnaan bentuk
Cacat Cacat gompal Cacat penyok Cacat pecah
Ketepatan hasil drawing
Cacat miring
Kemulusan permukaan
Cacat keriput
Kesempurnaan bentuk
Cacat pecah Cacat penyok
Ketepatan hasil drawing
Cacat miring
Kemulusan permukaan
Cacat kotor
Cacat keriput Cacat kotor
Spot Welding
CTQ Kebersihan permukaan Kesempurnaan bentuk Ketepatan hasil reverse drawing Kebersihan permukaan Kesempurnaan bentuk Ketepatan hasil piercing 1 Ketepatan hasil expand & restrike Kebersihan permukaan Ketepatan ukuran Kebersihan permukaan Ketepatan hasil piercing 1 Kesempurnaan bentuk Kesempurnaan bentuk Ketepatan hasil bending
Cacat Cacat kotor Cacat penyok Cacat tidak standar Cacat kotor Cacat penyok Cacat tidak standar Cacat tidak standar Cacat kotor Cacat pendek Cacat kotor Cacat tidak standar Cacat penyok Cacat gompal Cacat miring
Ketepatan posisi Kekuatan hasil welding
Cacat miring
Kesempurnaan bentuk
Cacat bolong
Cacat lepas
Cacat kotor
Measure Tahap ini merupakan tahap kedua dalam siklus DMAIC yang bertujuan untuk mengukur performansi proses di perusahaan. Dilakukan pengumpulan data sebagai langkah awal. Hal yang dibahasa pada tahap ini meliputi: 1. Pembuatan peta kendali 2. Perhitungan persentase cacat, DPMO, serta level sigma. Peta kendali yang dibuat terdiri dari dua macam peta kendali, yaitu peta kendali p dan peta kendali u. Peta kendali p bertujuan untuk mengendalikan proporsi produk cacat sementara peta kendali u bertujuan untuk mengendalikan rata-rata cacat per unit. Pada tahap ini, proses yang dibahas hanya blanking
U Chart of Cacat 0.0030 0.0025
Sample Count Per Unit
dan drawing 1, drawing 2, trimming, dan spot welding. Dari peta kendali yang dibuat, baik peta kendali p maupun peta kendali u, dapat dilihat bahwa seluruh proses berada dalam keadaan yang terkendali. Dibuktikan dari titik berwarna biru yang berada dalam rentang LCL dan UCL. Peta kendali p dan u untuk proses blanking dan drawing 1 hingga proses spot welding dapat dilihat pada Gambar 6 hingga Gambar 13.
UCL=0.002168
0.0020 0.0015
0.0010 _ U=0.000457
0.0005
0.0000
LCL=0 1
3
5
7
9
11
13
15
17
19
Sample
Gambar 9. Peta Kendali u Drawing 2
P Chart of Produk Cacat 0.005
P Chart of Produk Cacat
UCL=0.004154
0.004
0.003
0.0010
0.0008
0.002 _ P=0.001399 0.001
0.000
Proportion
Proportion
0.0012
UCL=0.000758
0.0006 0.0004
LCL=0 1
3
5
7
9
11
13
15
17
0.0002
19
_ P=0.000095
Sample 0.0000
Gambar 6. Peta Kendali p Blanking & Drawing 1
LCL=0 1
3
5
7
9
11
13
15
17
19
Sample
Gambar 10. Peta Kendali p Trimming
U Chart of Cacat 0.006
U Chart of Cacat UCL=0.004590
0.0012
0.004 0.0010
0.003
0.002
_ U=0.001622
0.001 0.000
LCL=0 1
3
5
7
9
11
13
15
17
Sample Count Per Unit
Sample Count Per Unit
0.005
19
0.0008
UCL=0.000758
0.0006 0.0004
0.0002
_ U=0.000095
Sample 0.0000
Gambar 7. Peta Kendali u Blanking & Drawing 1
LCL=0 1
3
5
7
9
11
13
15
17
19
Sample
Gambar 11. Peta Kendali u Trimming P Chart of Produk Cacat 0.0025
P Chart of Produk Cacat 0.008
UCL=0.001975
0.007
0.0015
UCL=0.006551
0.006
0.0010
_ P=0.000392
0.0005
0.0000
LCL=0 1
3
5
7
9
11
13
15
17
19
Sample
Gambar 8. Peta Kendali p Drawing 2
Proportion
Proportion
0.0020
0.005 0.004 0.003
_ P=0.002580
0.002 0.001 0.000
LCL=0 1
3
5
7
9
11
13
15
17
Sample
Gambar 12. Peta Kendali p Spot Welding
U Chart of Cacat 0.009
Sample Count Per Unit
0.008 UCL=0.007207
0.007 0.006 0.005 0.004
_ U=0.002954
0.003 0.002 0.001 0.000
LCL=0 1
3
5
7
9
11
13
15
17
Sample
Gambar 13. Peta Kendali u Spot Welding
Peta kendali u proses spot welding berada dalam keadaan yang terkendali. Setelah memastikan seluruh proses berada dalam keadaan yang terkendali, selanjutnya dilakukan pengukuran performansi yaitu perhitungan persentase produk cacat, DPMO, serta level sigma. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Ukuran Performansi Sebelum Perbaikan ParaBlanking & Drawing TrimSpot meter Drawing 1 2 ming Welding % Produk 0,140% 0,039% 0,009% 0,258% Cacat DPMO 540,575 152,495 89,57 984,519 Level 4,77 5,11 5,25 4,59 Sigma
Analyze Tahap ini merupakan tahap ketiga dalam siklus DMAIC. Hal yang dibahas meliputi: 1. Pemilihan jenis cacat yang diperbaiki 2. Pembuatan cause and effect diagram 3. Pembuatan FMEA Rekapitulasi persentase cacat untuk proses blanking dan drawing 1 dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rekap Cacat Blanking Cap & Drawing 1 Jenis Cacat Jumlah Cacat % Cacat Cacat Penyok
5
9,80%
Cacat Miring
7
13,73%
Cacat Gompal
18
35,29%
Cacat Keriput
21
41,18%
Dari keempat jenis cacat yang dapat dilihat pada Tabel 4, dipilih 3 jenis cacat dengan kuantitas cacat terbesar yaitu cacat keriput, cacat gompal, dan cacat miring. Secara kumulatif, persentase cacat untuk ketiga jenis
cacat ini sebesar 90,2% oleh karena itu perbaikan difokuskan kepada 3 jenis cacat ini. Walaupun cacat miring yang terjadi tidak begitu banyak, namun dikarenakan cacat miring memiliki akar permasalahan yang serupa, maka cacat tersebut ikut dipertimbangkan untuk diperbaiki. Rekapitulasi persentase cacat untuk proses drawing 2 dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Rekap Cacat Proses Drawing 2 Jenis Cacat Jumlah % Cacat Gores
2
14,29%
Cacat Keriput
2
14,29%
Cacat Pecah
4
28,57%
Cacat Miring
6
42,86%
Dari 4 jenis cacat yang dihasilkan seperti yang dapat dilihat pada Tabel 5, 2 diantaranya memiliki persentase cacat yang cukup besar yaitu cacat miring dan cacat pecah. Secara kumulatif kedua cacat ini menyebabkan 71,43% cacat pada proses drawing 2 sehingga perbaikan difokuskan untuk kedua tipe cacat ini. Dua jenis cacat lainnya, tidak memiliki kemiripan pada akar permasalahannya sehingga kedua jenis cacat lainnya tidak difokuskan untuk diperbaiki. Pada proses trimming, cacat yang terjadi hanya 1 dan jumlah cacat yang terjadi hanya sedikit dari sekian banyak produk yang diproduksi, proses ini dianggap sudah cukup baik sehingga perbaikan tidak diprioritaskan pada proses ini. Perbaikan diprioritaskan pada proses lain yang memiliki jumlah cacat yang lebih banyak. Proses terakhir yang diamati adalah proses spot welding. Rekapitulasi persentase cacat untuk proses spot welding dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Rekap Cacat Proses Spot Welding Jenis Cacat
Jumlah
%
Cacat Bolong
11
12,64%
Cacat Kotor
11
12,64%
Cacat Miring
19
21,84%
Cacat Lepas
46
52,87%
Menurut data yang tertera pada Tabel 6. dapat diketahui bahwa total cacat yang terjadi untuk masing-masing jenis cacat pada proses ini cukup banyak jika dibandingkan total cacat pada masing-masing jenis cacat di prosesproses sebelumnya. Oleh karena itu diberikan usulan perbaikan untuk semua jenis cacat yang terjadi pada proses ini. Selanjutnya dibuat cause and effect diagram untuk mengetahui akar permasalahan dari masing-masing cacat yang diteliti. Cause and effect diagram dapat dilihat dari Gambar 14 hingga Gambar Posisi plat besi dengan stopper tidak pas Dimensi material terlalu besar Hasil proses shearing tidak tepat Material susah / seret pada stopper
Tidak terdetect di awal proses Cacat Miring (Drawing 2)
Gambar 17. Cause and Effect Diagram untuk Cacat Miring 2 Posisi dies belum ditengah Operator ceroboh Setting tooling belum tepat Cacat Pecah (Drawing 2)
Gambar 18. Cause and Effect Diagram untuk Cacat Pecah Arus listrik yang mengalir pada mesin tidak stabil
Operator tergesagesa
Kurangnya rasa tanggung jawab Target produksi terlalu tinggi
Operator ceroboh Dimensi material terlalu kecil
Cacat Gompal (Blanking & Drawing 1)
Stopper tidak dapat menjaga posisi kelurusan material
Hasil proses shearing tidak tepat Posisi stopper bergeser
Material miring
Tidak ada pengukuran mengenai kemiringan di awal proses
Kesalahan pada proses blanking cap dan drawing 1
Gambar 14. Cause and Effect Diagram untuk Cacat Gompal
Sumber listrik tidak stabil
Tidak adanya timer untuk menghitung waktu Operator tidak mengetahui lama waktu welding yang optimal Tidak adanya aturan Waktu welding tidak mengenai lama waktu tepat welding
Cacat Lepas (Welding) Penanganan elektroda belum tepat Kondisi elektroda tidak tepat
Belum adanya aturan mengenai penanganan elektroda
Gambar 19. Cause and Effect Diagram untuk Cacat Lepas Setting tooling tidak tepat Dies setter tidak teliti
Setting tooling tidak benar Dies setter kurang teliti Parameter mesin belum optimal
Dies setter tidak memasang tool dengan tepat
Cacat Keriput (Blanking & Drawing 1)
Tidak adanya timer untuk menghitung waktu
Cacat Bolong (Welding)
Operator tidak mengetahui lama waktu welding yang optimal Tidak adanya aturan mengenai lama waktu Waktu welding tidak welding tepat
Proses cutting menghasilkan serpihan Operator kurang memperhatikan kebersihan area dies Benda asing masuk ke area proses
Gambar 15. Cause and Effect Diagram untuk Cacat Keriput
Gambar 20. Cause and Effect Diagram untuk Cacat Bolong Mesin welding aus
Posisi plat besi dengan stopper tidak pas
Dies setter kurang teliti
Stopper tidak dapat menjaga posisi kelurusan material
Hasil proses shearing tidak tepat
Kontrol tooling tidak optimal
Posisi stopper bergeser
Dimensi material tidak tepat
Operator tergesagesa
Kurangnya rasa tanggung jawab Operator ceroboh
Cacat Miring (Welding)
Target produksi terlalu tinggi
Cacat Miring (Blanking & Drawing 1)
Gambar 16. Cause and Effect Diagram untuk Cacat Miring 1
Operator kurang peduli Operator tidak memposisikan dengan tepat Design foolproof pada part kurang mendukung
Posisi cap dengan plate tidak tepat
Foolproof pada part kurang
Gambar 21. Cause and Effect Diagram untuk Cacat Miring 3
Adanya tanah yang menempel Produk terlalu banyak di tempat penyimpanan
No Cacat Kotor (Welding)
Tidak ada tempat khusus pembuangan chip
Box penyimpanan tidak bersih
Adanya chip yang menempel
Berdasarkan cause and effect diagram dapat diketahui penyebab kegagalan potensial dari suatu cacat. Penyebab-penyebab tersebut akan dibahas lebih lanjut pada tabel FMEA untuk diberikan usulan tindakan perbaikan. Dilakukan perhitungan RPN dengan cara mengalikan nilai occurance, severity, serta detection. RPN mengindikasikan seberapa kritis penyebab mode suatu kegagalan. Semakin besar nilai RPN maka semakin penting penyebab tersebut untuk diatasi. Penilaian occurance, severity, serta detection dilakukan oleh pihak perusahaan karena pihak perusahaan dirasa lebih mengerti kondisi di lapangan. Rekapitulasi dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rekapitulasi FMEA berdasarkan RPN Penyebab Mode Kegagalan Potensial
Proses
Efek RPN Kegagalan
Usulan Tindakan Perbaikan
Mengingatkan operator Blanking Cacat untuk selalu Kurangnya gompal, & memperhatikan posisi 1. rasa tanggung 392 Drawing cacat plat besi dengan jawab miring 1 melakukan briefing di setiap shiftnya Blanking Cacat Target & gompal, Pemerataan target 2. produksi terlalu 392 Drawing cacat produksi setiap harinya tinggi 1 miring Berikan tanda pada Operator tidak tempat penyimpanan mengikuti Spot Cacat 3. 392 yang menjadi batas kotor aturan jumlah Welding maksimum penyimpanan penyimpanan Menyediakan sekat Tidak adanya untuk tempat sekat antar Spot Cacat 4. 392 penyimpanan apabila Welding kotor tempat tempat penyimpanan penyimpanan akan ditumpuk Operator tidak membersihkan Spot Welding tempat penyimpanan
Cacat kotor
Tidak ada tempat khusus Spot 6. pembuangan Welding chip
Cacat kotor
5.
392
Pastikan operator membersihkan tempat penyimpanan setiap sebelum dipakai
Menyediakan tempat 392 khusus untuk membuang chip
(lanjut)
Penyebab Mode Kegagalan Potensial
Proses
Efek RPN Kegagalan
7.
Operator kurang peduli
Spot Welding
Cacat miring
392
8.
Design foolproof pada Spot Welding part kurang mendukung
Cacat miring
392
Operator tidak membersihkan box penyimpanan
Gambar 22. Cause and Effect Diagram untuk Cacat Kotor
No
Tabel 7. Rekapitulasi FMEA berdasarkan RPN (lanjutan)
Tempat penyimpanan ditumpuk
Operator tidak mengikuti aturan jumlah penyimpanan Produk terjatuh dari tempat penyimpanan
Chip sisa proses piercing masuk ke dalam box penyimpanan
Tidak ada sekat antar tempat penyimpanan
Usulan Tindakan Perbaikan Mengingatkan operator untuk selalu memperhatikan posisi cap dan plate dengan melakukan briefing di setiap shiftnya Memperbaiki design foolproof dengan melakukan design ulang Pastikan setiap jam dilakukan pengecekan mengenai panjang elektroda dengan memberikan check sheet Pastikan setiap awal shift dilakukan setting tooling dengan menyediakan check sheet agar dapat mengontrol pengecekan setting tooling
Tidak adanya aturan 9. mengenai penanganan elektroda
Spot Welding
Cacat lepas
280
10.
Dies setter kurang teliti
Spot Welding
Cacat miring
280
11.
Tidak adanya stabilizer
Spot Welding
Cacat lepas
Menyediakan stabilizer 224 agar arus listrik lebih stabil
Cacat lepas, cacat bolong
Ingatkan operator mengenai lama waktu 224 welding dengan memberikan visual display
Cacat lepas, cacat bolong
Menyediakan indikator 224 untuk masing-masing mesin welding
Tidak adanya aturan yang Spot 12. jelas mengenai Welding lama waktu welding Tidak adanya indikator untuk Spot 13. menentukan Welding lama proses welding Blanking Proses & 14. shearing tidak Drawing tepat 1 Blanking Posisi stopper & 15. bergeser Drawing 1
16.
Dies setter kurang teliti
Blanking & Drawing 1
Operator Blanking kurang & 17. memperhatikan Drawing kebersihan 1 area dies
18.
Dies setter kurang teliti
Drawing 2
Cacat Lakukan 100% gompal, 128 inspection pada hasil cacat shearing miring Cacat Lakukan pengecekan gompal, 128 posisi stopper pada cacat setiap awal shift miring Pastikan setiap awal shift dilakukan setting tooling dengan Cacat menyediakan check 128 keriput sheet agar dapat mengontrol pengecekan setting tooling Bersihkan area kerja setiap satu jam sekali. Untuk memastikan Cacat 128 dilakukan keriput pembersihan, disediakan check sheet. Pastikan setiap awal shift dilakukan setting tooling dengan Cacat menyediakan check 72 pecah sheet agar dapat mengontrol pengecekan setting tooling
(lanjut)
Tabel 7. Rekapitulasi FMEA berdasarkan RPN (lanjutan) No
Penyebab Mode Kegagalan Potensial
Proses
Tidak adanya pengecekan Drawing 19. mengenai 2 kemiringan hasil drawing 1
Efek RPN Kegagalan
Cacat miring
Usulan Tindakan Perbaikan
Mengingatkan operator untuk melakukan pengecekan untuk setiap produk yang 72 dihasilkan dengan menyediakan display produk yang cacat dan produk yang baik
Improve Tahap ini merupakan tahap keempat dalam siklus DMAIC. Pada tahap ini dilakukan pembahasan yang lebih mendalam terhadap usulan-usulan perbaikan yang dicantumkan pada tabel FMEA. Usulan perbaikan yang diberikan antara lain : 1. Pemberian briefing di setiap awal shift untuk mengatasi cacat gompal dan cacat miring pada proses blanking cap dan drawing 1. 2. Melakukan pemerataan target produksi untuk mengatasi cacat gompal dan cacat miring pada proses blanking dan drawing 1. 3. Pemberian tanda pada tempat penyimpanan untuk mengatasi cacat kotor. 4. Pemberian sekat pada tempat penyimpanan untuk mengatasi cacat kotor. 5. Membersihkan tempat penyimpanan untuk mengatasi cacat kotor yang banyak ditemukan pada proses spot welding. 6. Penyediaan tempat khusus pembuangan chip untuk mengatasi permasalahan cacat kotor. 7. Redesign foolproof untuk mengatasi cacat miring pada proses spot welding. 8. Pengecekan elektroda setiap jam untuk mengatasi cacat lepas pada proses spot welding. 9. Pengecekan setting tooling setiap awal shift untuk mengatasi cacat miring pada proses blanking dan drawing 1, drawing 2, serta spot welding. 10. Menyediakan stabilizer untuk mengatasi cacat lepas pada proses spot welding. 11. Menyediakan visual display untuk mengatur lama waktu welding. Usulan ini untuk mengatasi cacat lepas.
12. Menyediakan indikator pada mesin welding untuk menentukan lama waktu welding. Usulan ini ditujukan untuk mengatasi permasalahan cacat lepas. 13. Melakukan pengukuran terhadap hasil shearing secara 100% inspection. Usulan ini untuk mengatasi cacat gompal atau cacat miring pada proses blanking dan drawing 1. 14. Membersihkan area kerja setiap 4 jam sekali untuk mengatasi cacat keriput pada produk. 15. Menyediakan display produk bagus dan produk cacat untuk mengatasi cacat miring pada proses drawing 2. Control Tahap ini merupakan tahap terakhir dalam siklus DMAIC. Tahap ini bertujuan untuk mengontrol hasil implementasi yang dilakukan. Hal yang dibahas pada tahap ini meliputi : 1. Pembuatan peta kendali setelah perbaikan. 2. Perhitungan persentase cacat, DPMO, serta level sigma. 3. Perbandingan data sebelum dan setelah dilakukannya perbaikan. Tahap ini dimulai dengan pengumpulan data. Data-data tersebut selanjutnya diolah untuk membuat peta kendali. Peta kendali yang dibuat terbagi menjadi dua macam yaitu peta kendali p dan peta kendali u. Berdasarkan peta kendali yang dibuat, seluruh proses berada dalam keadaan yang terkendali. Selanjutnya dilakukan pengukuran performansi setelah dilakukan perbaikan. Hasil ukuran performansi setelah perbaikan dapat dlihat pada Tabel 8. Tabel 8. Ukuran Performansi Setelah Perbaikan Blanking & Spot Parameter Drawing 2 Drawing 1 Welding % Produk 0,050% 0,02% 0,096% Cacat DPMO 185,705 79,840 352,665 Level Sigma
5,06
5,28
4,89
Perbandingan data sebelum dan setelah perbaikan dilakukan dengan uji hipotesis dan perbandingan peta kendali. Dengan menggunakan ketentuan :
Proporsi Produk Cacat
0.006 0.005 0.004 0.003
pi
0.002
LCL
0.001
CL
0
UCL 1 5 9 13 17
Data ke-
Cacat per Produk
0.006 0.005 0.004 0.003
ui
0.002
LCL
0.001
CL
0
UCL 1 5 9 1317
Data ke-
Gambar 24. Perbandingan Peta Kendali u Proses Blanking & Drawing 1
Proporsi Produk Cacat
1. Perbandingan proporsi produk cacat proses blanking dan drawing 1. Didapatkan nilai p-value sebesar 0,000013. Sehingga dapat disimpulkan tolak H0 yang berarti perbaikan yang dilakukan berhasil menurunkan proporsi produk cacat secara signifikan. 2. Perbandingan proporsi produk cacat proses drawing 2. Didapatkan nilai pvalue sebesar 0,053699. Sehingga dapat disimpulkan gagal tolak H0 yang berarti perbaikan yang dilakukan belum berhasil menurunkan proporsi produk cacat secara signifikan. 3. Perbandingan proporsi produk cacat proses spot welding. Didapatkan nilai p-value sebesar 0. Sehingga dapat disimpulkan tolak H0 yang berarti perbaikan yang dilakukan berhasil menurunkan proporsi produk cacat secara signifikan. Selanjutnya akan ditampilkan perbandingan peta kendali untuk seluruh proses baik peta kendali p maupun peta kendali u. Peta kendali sebelah kiri merupakan peta kendali sebelum perbaikan sementara peta kendali sebelah kanan merupakan peta kendali sebelah kanan merupakan peta kendali setelah perbaikan. Perbandingan peta kendali dapat dilihat pada Gambar 23 hingga Gambar 28.
0.003 0.0025 0.002 pi
0.0015 0.001
LCL
0.0005
CL
0
UCL 1 5 9 1317
Data ke -
Gambar 25. Perbandingan Peta Kendali p Proses Drawing 2
Cacat per Produk
α = 0.05
Gambar 23. Perbandingan Peta Kendali p Proses Blanking & Drawing 1
0.003 0.0025 0.002 ui
0.0015 0.001
LCL
0.0005
CL
0
UCL 1 5 9 1317
Data ke -
Gambar 26. Perbandingan Peta Kendali u Proses Drawing 2
Proporsi Produk Cacat
H0 : proporsi produk cacat sebelum dan sesudah perbaikan sama H1 : proporsi produk cacat sebelum perbaikan lebih besar daripada setelah perbaikan
0.009 0.008 0.007 0.006 0.005 0.004 0.003 0.002 0.001 0
pi LCL CL UCL 1 5 9 13 17 2 6 10 14 18
Data ke -
Cacat per Produk
Gambar 27. Perbandingan Peta Kendali p Proses Spot Welding 0.01 0.008 0.006
ui
0.004
LCL
0.002
drawing 1 sebesar 5,06 dengan persentase produk cacat sebesar 0,05%. Pada proses drawing 2, nilai level sigma sebesar 5,28 dengan persentase produk cacat sebesar 0,02%. Sementara pada proses spot welding, nilai level sigma sebesar 4,89 dengan persentase produk cacat sebesar 0,096%.
CL
0
UCL 1 5 9 13 17 2 6 10 14 18
Data ke -
Gambar 28. Perbandingan Peta Kendali u Proses Spot Welding
Berdasarkan peta kendali yang dibuat, dapat diketahui bahwa nilai CL mengalami penurunan baik untuk peta kendali p maupun peta kendali u semua proses. Jadi walaupun secara statistik proses drawing 2 tidak berhasil menurunkan produk cacat secara signifikan, namun berdasarkan peta kendali yang dibuat dapat diketahui bahwa sudah terjadi penurunan proporsi produk cacat. Rentang LCL dan UCL juga sudah mengalami penurunan yang berarti variabilitas proses mengalami penurunan. Kesimpulan Terdapat 18 faktor yang menyebabkan kegagalan seperti kurangnya rasa tanggung jawab yang dimiliki operator, target produksi terlalu tinggi, hingga tidak adanya pengecekan kemiringan hasil drawing 1. Terdapat 15 usulan perbaikan yang diberikan antara lain memberikan briefing di setiap awal shift, melakukan pemerataan produksi, hingga menyediakan display produk cacat dan tidak cacat. Sebelum melakukan perbaikan, nilai level sigma untuk proses blanking dan drawing 1 sebesar 4,77 dengan persentase produk cacat sebesar 0,14%. Pada proses drawing 2, nilai level sigma sebesar 5,11 dengan persentase produk cacat sebesar 0,039%. Sementara pada proses spot welding, nilai level sigma sebesar 4,59 dengan persentase produk cacat sebesar 0,258%. Setelah dilakukan perbaikan, nilai level sigma untuk proses blanking dan
Saran Saran yang dapat diberikan adalah: 1. Sebaiknya perusahaan menerapkan usulan perbaikan yang belum bisa diimplementasikan saat ini. 2. Sebaiknya perusahaan melakukan perbaikan secara terus menerus dengan melakukan siklus selanjutnya. 3. Peneliti selanjutnya dapat menggunakan metode perbaikan kualitas lain seperti DFSS, mengingat level sigma yang didapatkan sudah cukup tinggi. Daftar Pustaka Gaspersz, V. (2002). Pedoman Implementasi Program Six Sigma Terintegrasi dengan ISO 9001:2000, MBNQA, dan HACCP, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Kotler, P. & Keller, K.L. (2012). Marketing Management 14th edition. New Jersey : Prentice-Hall.Inc Mitra, A. (1998). Fundamentals of Quality nd Control and Quality Improvement 2 edition. New Jersey : Prentice-Hall.Inc Montgomery, D.C. & Runger, G.C. (2003). Applied Statistic and Probability for Engineers Third Edition. Amerika Serikat : John Wiley & Sons, Inc. Montgomery, D.C. (2009). Statistical Quality th Control A Modern Introduction 6 edition. Singapura : John Wiley & Sons Singapore Pte. Ltd. Pande, P. & Holpp, L. (2003). Berpikir Cepat Six Sigma, Yogyakarta : ANDI Yogyakarta Pyzdek, T. (2003). The Six Sigma Handbook Revised and Expanded, Amerika Serikat : The McGraw-Hill Compenies. Inc