BADAN PUSAT STATISTIK
PERATURAN KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENYELESAIAN GANTI KERUGIAN NEGARA DI LINGKUNGAN BADAN PUSAT STATISTIK KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK, Menimbang
:
bahwa untuk menyelesaikan kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melanggar hukum dan/atau kelalaian oleh Pegawai Negeri Sipil bukan Bendahara dan Pihak Ketiga, perlu menetapkan Pedoman Penyelesaian Ganti Kerugian Negara di Lingkungan Badan Pusat Statistik dengan Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik;
Mengingat
:
1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3683); 2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687); 3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 4. Undang–Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); 6. Peraturan
Pemerintah
Nomor
51
Tahun
1999
tentang
Penyelenggaraan Statistik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3854);
-2-
7. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 163 Tahun 1998 tentang Sekolah Tinggi Ilmu Statistik; 8. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2007 tentang Badan Pusat Statistik; 9. Keputusan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 101 Tahun 1998 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekolah Tiggi Ilmu Statistik; 10. Keputusan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 121 Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perwakilan BPS di Daerah; 11. Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 7 Tahun 2008 tentang Organisasi Tata Kerja Badan Pusat Statistik; MEMUTUSKAN: Menetapkan
:
PERATURAN PEDOMAN
KEPALA
BADAN
PENYELESAIAN
PUSAT
GANTI
STATISTIK
KERUGIAN
TENTANG
NEGARA
DI
LINGKUNGAN BADAN PUSAT STATISTIK. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut PNS adalah PNS sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian jo. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. 2. Pihak Ketiga adalah orang bukan PNS atau badan hukum yang mempunyai
hubungan
kerja
dengan
kegiatan
Pemerintah
di
lingkungan Badan Pusat Statistik. 3. Tanggung Jawab Renteng Kerugian Negara adalah tanggung jawab terhadap kerugian negara akibat perbuatan melawan hukum, kesalahan, dan/atau kelalaian yang melibatkan oleh 2 (dua) orang atau lebih PNS bukan bendahara atau Pihak Ketiga. 4. Tim Penyelesaian Kerugian Negara yang selanjutnya disebut TPKN, adalah Tim yang menangani penyelesaian Kerugian Negara di lingkungan Badan Pusat Statistik yang diangkat oleh Kepala Badan Pusat Statistik.
-3-
5. Tuntutan Ganti Kerugian Negara yang selanjutnya disebut TGR adalah suatu proses yang dilakukan terhadap PNS di lingkungan Badan Pusat Statistik bukan Bendahara dan atau Pihak Ketiga untuk menuntut penggantian atas suatu kerugian yang diderita oleh negara sebagai akibat langsung ataupun tidak langsung dari suatu perbuatan melanggar
hukum
atau
kelalaian
dalam
pelaksanaan
tugas
kewajibannya yang dilakukan oleh PNS bukan Bendahara dan atau Pihak Ketiga. 6. Pelaku Kerugian Negara, yang selanjutnya disebut Pelaku, adalah PNS bukan Bendahara dan/atau Pihak Ketiga yang menurut hasil penelitian TPKN terbukti telah ditetapkan merugikan negara. 7. Pembebasan Piutang/Tagihan Negara adalah meniadakan kewajiban seseorang untuk membayar hutang kepada negara yang menurut hukum menjadi tanggungannya tetapi atas dasar pertimbangan keadilan atau alasan penting tidak layak ditagih dari Pelaku. 8. Penghapusan Piutang/Tagihan Negara adalah penghapusan suatu piutang/tagihan negara dari administrasi piutang dan dilakukan karena piutang/tagihan negara itu berdasarkan alasan-alasan tertentu tidak dapat ditagih, namun dengan dilakukannya penghapusan itu hak tagih negara masih tetap ada. 9. Kerugian Negara adalah berkurangnya kekayaan negara yang disebabkan oleh suatu tindakan melanggar hukum, kelalaian, atau disebabkan suatu keadaan di luar dugaan dan di luar kemampuan manusia (force majeure). 10. Kekayaan Negara adalah aset negara berupa uang, barang bergerak maupun barang tidak bergerak, surat-surat berharga atau hak-hak negara yang dapat dinilai dengan uang. 11. Lalai/alpa adalah mengabaikan sesuatu yang semestinya dilakukan atau tidak melakukan kewajiban kehati-hatian yang mempunyai hubungan sebab akibat antara perbuatan. 12. Ingkar janji (wanprestasi) adalah keadaan dimana pihak yang berkewajiban melakukan sesuatu dengan surat perintah atau dengan suatu akte sejenis, telah dinyatakan lalai atau jika perikatannya sendiri menetapkan bahwa pihak yang berkewajiban itu harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.
-4-
13. Bentuk Kerugian Negara adalah uang, surat berharga, dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik disengaja maupun lalai. 14. Mengganti Kerugian Negara adalah PNS bukan bendahara dan/atau Pihak Ketiga yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang dibebankan kepadanya secara langsung merugikan keuangan negara, wajib mengganti kerugian tersebut. 15. Surat Pemberitahuan Ganti Kerugian yang selanjutnya disebut SPGR adalah surat yang dikeluarkan oleh TPKN kepada PNS bukan Bendahara dan atau Pihak Ketiga yang diduga merugikan negara, untuk memberitahukan adanya kewajiban ganti rugi dan memberi kesempatan menjawab/menyanggah dalam batas waktu tertentu. 16. Penyelesaian Secara Damai adalah penyelesaian kerugian negara yang dilakukan secara sukarela oleh pelaku yang dilakukan sekaligus atau dengan mengangsur dalam jangka waktu paling lama 24 bulan yang dinyatakan dengan Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak. 17. Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak yang selanjutnya disebut SKTJM adalah surat keterangan yang tidak dapat ditarik kembali dan memuat pengakuan atas kerugian negara yang menjadi tanggung jawabnya dan kesanggupan untuk mengganti kerugian negara itu dengan menyebutkan jumlah uang, cara, dan waktu pembayarannya. 18. Surat Pemberitahuan Tuntutan Ganti Kerugian yang selanjutnya disebut SPTGR adalah surat yang dikeluarkan oleh TPKN kepada PNS yang diduga merugikan negara apabila PNS tersebut menolak menandatangani SKTJM. 19. Surat Keputusan Pembebanan adalah Surat Keputusan yang di keluarkan oleh Kepala Badan Pusat Statistik yang mempunyai kekuatan hukum final tentang pembebanan penggantian kerugian negara apabila PNS tersebut menolak menandatangani SKTJM. 20. Piutang Negara Sementara Belum Dapat Ditagih yang selanjutnya disebut PSBDT adalah suatu tahap dalam pengurusan piutang negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang dilakukan oleh instansi yang berwenang menangani kerugian negara.
-5-
BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2 Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik ini mengatur tata cara penyelesaian ganti kerugian negara terhadap PNS bukan Bendahara dan/atau Pihak Ketiga di lingkungan Badan Pusat Statistik. BAB III INFORMASI DAN VERIFIKASI KERUGIAN NEGARA Pasal 3 (1) Informasi tentang kerugian negara dapat diketahui dari: a. pengawasan aparat pengawasan fungsional; b. pengawasan dan/atau pemberitahuan atasan langsung atau Kepala Kantor/Satuan Kerja; c. pengakuan pelaku/penanggung jawab; atau d. keterangan/laporan dari masyarakat/mass media. (2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijadikan sebagai dasar bagi Kepala Kantor/Satuan Kerja dalam melakukan tindak lanjut ganti kerugian negara. Pasal 4 (1) Untuk menyelesaikan ganti kerugian negara, maka Kepala Badan Pusat Statistik membentuk TPKN. (2) TPKN bertugas membantu Kepala Badan Pusat Statistik dalam memproses penyelesaian kerugian negara. (3) Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), TPKN menyelenggarakan fungsi untuk: a. menginventarisasi kasus kerugian negara yang diterima; b. menghitung jumlah kerugian negara; c. mengumpulkan dan melakukan verifikasi bukti-bukti pendukung bahwa PNS bukan bendahara atau Pihak Ketiga telah melakukan perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai sehingga mengakibatkan terjadinya kerugian negara; d. menyelesaikan kerugian negara melalui SKTJM;
-6-
e. memberikan pertimbangan kepada Kepala Badan Pusat Statistik tentang kerugian negara sebagai bahan pengambilan keputusan dalam menetapkan keputusan pembebanan; f.
menatausahakan penyelesaian kerugian negara; dan
g. menyampaikan laporan perkembangan penyelesaian kerugian negara kepada Kepala Badan Pusat Statistik dengan tembusan disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan. Pasal 5 (1) TPKN melakukan penelitian terhadap informasi kerugian negara. (2) Hasil penelitian TPKN dapat membebaskan atau membebankan PNS bukan bendahara atau Pihak Ketiga dari kewajiban ganti kerugian. Pasal 6 Penetapan jumlah kerugian negara ditentukan oleh TPKN sebagai berikut: a. Barang Milik Negara yang berupa Kendaraan bermotor, penetapan besarnya kerugian negara sebesar harga standar terakhir yang ditetapkan oleh pihak yang berwenang, yaitu berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; b. Barang Milik Negara yang berupa barang inventaris seperti komputer, laptop, dan lain-lain, penetapan besarnya kerugian negara ditetapkan oleh Biro Umum dengan mempertimbangkan pihak yang berwenang; c. khusus barang yang pengadaannya dengan menggunakan mata uang asing, penetapan besarnya kerugian negara menggunakan harga nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat barang itu hilang; d. pegawai Ikatan Dinas Sekolah Tinggi Ilmu Statistik yang wanprestasi, penetapan
besarnya
kerugian
negara
ditetapkan
berdasarkan
perhitungan dari Sekolah Tinggi Ilmu Statistik; e. pegawai tugas belajar di dalam dan luar negeri, penetapan besarnya kerugian negara ditetapkan berdasarkan perhitungan dari Pusat Pendidikan dan Pelatihan; dan f.
Pegawai tugas belajar luar negeri dalam pembayarannya dapat menggunakan nilai tukar (kurs) pada saat yang bersangkutan melakukan wanprestasi.
-7-
Pasal 7 (1) Apabila diperlukan, Kepala Kantor/Satuan Kerja dapat membentuk tim ad hoc untuk menyelesaikan kerugian negara yang terjadi pada satuan kerja yang bersangkutan. (2) Tim ad hoc sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan pengumpulan data/informasi
dan
verifikasi
kerugian
negara
berdasarkan penugasan dari kepala satuan kerja. (3) Kepala Kantor/Satuan Kerja melaporkan pelaksanaan tugas tim ad hoc sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Kepala Badan Pusat Statistik dengan tembusan kepada TPKN untuk diproses lebih lanjut. BAB IV PENYELESAIAN MELALUI TANGGUNG JAWAB MUTLAK Pasal 8 Dalam hal TPKN membebankan PNS bukan Bendahara dan atau Pihak Ketiga untuk mengganti kerugian negara, maka diusahakan diselesaikan secara damai melalui pengiriman SPGR dan SKTJM. Pasal 9 (1) Dalam hal terjadi kegagalan pengiriman dokumen yang terkait dengan kerugian negara ke alamat Pelaku, maka TPKN bersama pihak terkait menelusuri alamat Pelaku. (2) Apabila penelusuran alamat tidak berhasil, maka TPKN membuat Berita Acara Penelusuran yang memuat kronologis pencarian Pelaku. (3) Berdasarkan Berita Acara Penelusuran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah pembuatan Berita Acara Penelusuran, TPKN melimpahkan berkas kerugian negara kepada instansi yang berwenang menangani kerugian negara. Pasal 10 Syarat-syarat dalam penyelesaian kerugian negara melalui penerbitan SKTJM yaitu: a. nilai kerugian negara telah ditetapkan dengan pasti dengan mempertimbangkan kepatutan dan kewajaran;
-8-
b. terpenuhinya unsur perbuatan melawan hukum; c. dengan sadar dan tanpa paksaan dari pihak manapun, pelaku mengakui kesalahannya; d. pelaku sanggup membayar dengan jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun; dan e. para pihak menyetujui. Pasal 11 (1) SKTJM berisi: a. pengakuan bahwa Pelaku bertanggung jawab atas kerugian negara; b. nilai kerugian negara; c. kesanggupan membayar/mengganti kerugian negara secara tunai ataupun dengan cara mengangsur dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun; dan d. pernyataan bahwa Pelaku tidak akan menarik kembali apa yang telah dinyatakan dalam SKTJM. (2) Dalam hal kerugian negara menjadi tanggung jawab renteng, maka SKTJM menjelaskan jumlah kerugian negara berdasarkan pada besar kecilnya kesalahan/kelalaian masing-masing Pelaku. Pasal 12 (1) Pelaku yang mengakui dan menyanggupi pembayaran kerugian negara, menandatangani SKTJM dengan diketahui oleh Ketua TPKN dan para saksi. (2) Para saksi dalam penandatangananan SKTJM, sebagai berikut: a. jika
kerugian
negara
terjadi
di
Badan
Pusat
Statistik
Kabupaten/Kota, maka saksi adalah Kepala Kantor/Satuan Kerja dan Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi yang bersangkutan; b. jika kerugian negara terjadi di Badan Pusat Statistik Provinsi, maka saksi adalah Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi dan Kepala Bagian Tata Usaha Provinsi yang bersangkutan; dan c. jika kerugian negara terjadi di Badan Pusat Statistik, maka saksi adalah Kepala Biro Umum dan Eselon II di unit Pelaku bekerja. (3) SKTJM dibuat dalam 2 (dua) rangkap bermaterai cukup untuk diberikan kepada Pelaku dan disimpan oleh Biro Keuangan.
-9-
Pasal 13 (1) Pelaku dapat mengajukan Sanggahan terhadap SKTJM dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak Pelaku menerima SPGR dan SKTJM. (2) TPKN melakukan peninjauan terhadap Sanggahan dan mengeluarkan keputusan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah TPKN menerima Sanggahan, untuk: a. menerima sebagian atau seluruh Sanggahan Pelaku, dan memberitahukan Pelaku bahwa kewajiban membayar kerugian negara tersebut dikurangi atau dibebaskan; atau b. menolak Sanggahan Pelaku, sehingga dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari Pelaku harus menandatangani SKTJM. Pasal 14 (1) Pelaku yang telah menandatangani SKTJM, melakukan pembayaran ke Kas Negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan mengirimkan bukti pembayaran kepada TPKN. (2) Apabila Pelaku tidak melakukan pembayaran sesuai SKTJM, maka TPKN mengirimkan Surat Tagihan paling banyak tiga kali. (3) Apabila TPKN telah mengirimkan Surat Tagihan sebanyak tiga kali kepada Pelaku, TPKN melimpahkan penanganan kerugian negara tersebut kepada instansi yang berwenang menangani kerugian negara dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah pengiriman Surat Tagihan ke-tiga. BAB V PENYELESAIAN MELALUI TGR Pasal 15 (1) Dalam hal TPKN tidak memperoleh SKTJM dari Pelaku, maka TPKN menyelesaikan kerugian negara secara TGR, dengan mengirimkan SPTGR dan Surat Keputusan Pembebanan kepada Pelaku. (2) TPKN mengirimkan SPTGR dan Surat Keputusan Pembebanan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah SKTJM diterima oleh Pelaku, namun tidak ada Sanggahan ataupun Tanggapan. (3) TPKN membuat SPTGR dan SK Pembebanan Individual dalam hal terjadi tanggung jawab renteng terhadap kerugian negara.
- 10 -
Pasal 16 (1) TPKN dapat mengirimkan Surat Tagihan setiap 30 (tiga puluh) hari untuk paling banyak 3 (tiga) kali kepada Pelaku yang tidak membayar TGR. (2) Pembayaran TGR dikategorikan: a. lancar, apabila Pelaku dapat melunasi TGR sebelum tanggal jatuh tempo yang ditetapkan; b. kurang lancar, apabila Pelaku tidak melakukan pembayaran dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak Surat Tagihan Pertama diterima; c. diragukan, apabila Pelaku tidak melakukan pembayaran dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak Surat Tagihan Kedua diterima; dan d. macet, apabila Pelaku tidak melakukan pembayaran dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak Surat Tagihan Ketiga diterima. BAB VI PENYERAHAN PENYELESAIAN KERUGIAN NEGARA Pasal 17 (1) Dalam hal kerugian negara macet atau tidak dapat ditagih, maka TPKN
menyerahkan
penyelesaiannya
kepada
instansi
yang
berwenang dalam menyelesaikan masalah piutang dan lelang negara. (2) Instansi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menindaklanjuti pelimpahan kerugian negara dan mengeluarkan PSBDT kepada TPKN. (3) TPKN mengajukan usul penghapusan piutang kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan Menteri Keuangan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah menerima Surat PSBDT. BAB VII PENYELESAIAN ADMINISTRASI Pasal 18 Administrasi penyelesaian kerugian negara diselenggarakan oleh Tim Peneliti TPKN.
- 11 -
Pasal 19 Administrasi penyelesaian kerugian negara melalui penerbitan SKTJM diselenggarakan sebagai berikut: a. mencatat penyelesaian kasus-kasus kerugian negara; b. menyiapkan surat-surat yang terkait dengan penyelesaian kerugian negara, termasuk surat pemberitahuan kepada Kepala Kantor/Satuan Kerja yang belum menyampaikan laporan/data atas penyelesaian kerugian negara; c. mengadministrasikan pembayaran angsuran; d. memonitor penyelesaian kerugian negara berdasarkan laporan yang diterima dari Kepala Kantor/Satuan Kerja; dan e. menyiapkan laporan periodik perkembangan penyelesaian kerugian negara. Pasal 20 Administrasi penyelesaian kerugian negara melalui TGR diselenggarakan sebagai berikut: a. melakukan pemberkasan kasus kerugian negara; b. menyiapkan surat-menyurat yang berkaitan dengan penyelesaian kerugian negara, termasuk surat pemberitahuan kepada Kepala Kantor/Satuan Kerja yang belum menyampaikan laporan atas penyelesaian kerugian negara; c. mengadministrasikan pembayaran angsuran; d. memonitor penyelesaian kerugian negara berdasarkan hasil laporan yang diterima dari Kepala Kantor/Satuan Kerja; e. menyiapkan surat pelimpahan kepada Kementerian Keuangan melalui instansi yang berwenang dalam menyelesaikan masalah piutang dan lelang negara; f.
menyiapkan surat permohonan tentang penghapusan kerugian negara kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan Menteri Keuangan jika upaya penagihan dari yang besangkutan tidak membawa hasil karena Pelaku tidak mampu, meninggal dunia dengan tidak meninggalkan harta warisan, atau tidak dapat diketahui lagi alamatnya; dan
g. menyiapkan laporan periodik yang akan disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan mengenai penyelesaian kerugian negara.
- 12 -
BAB VIII PEMBEBASAN PIUTANG/TAGIHAN NEGARA Pasal 21 (1) Pelaku dapat mengajukan permohonan disertai dengan bukti-bukti baru kepada Kepala Badan Pusat Statistik untuk dibebaskan dari piutang/tagihan negara. (2) Kepala Badan Pusat Statistik dapat memberikan pembebasan piutang/tagihan negara berdasarkan bukti-bukti baru yang ditemukan jika tidak dipenuhi unsur perbuatan melawan hukum, setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan. (3) Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam Keputusan Kepala Badan Pusat Statistik melalui Ketua TPKN tentang Pembebasan Kerugian Negara. BAB IX PENGHAPUSAN PIUTANG/TAGIHAN NEGARA Pasal 22 (1) Piutang/tagihan negara dapat dihapuskan karena: a. pelaku meninggal dunia dengan tidak meninggalkan harta benda, ahli waris, dan tidak ada penjamin atau pihak yang turut berhutang; dan b. pelaku
tidak
mempunyai
kemampuan
untuk
menyelesaikan
kerugian negara berdasarkan hasil penilaian TPKN. (2) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk penyesuaian pembukuan, agar nilai piutang negara tercatat sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. (3) Penerbitan Surat Keputusan Penghapusan Piutang/Tagihan Negara dilakukan oleh Kepala Badan Pusat Statistik melalui Ketua TPKN setelah mendapatkan pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan dan persetujuan Menteri Keuangan.
- 13 -
BAB X KEDALUWARSA Pasal 23 Kewajiban PNS bukan Bendahara dan atau Pihak Ketiga untuk membayar kerugian negara, menjadi kedaluwarsa jika dalam waktu lima tahun sejak diketahuinya kerugian tersebut atau dalam waktu delapan tahun sejak terjadinya kerugian tidak dilakukan TGR terhadap yang bersangkutan. BAB XI PENUTUP Pasal 24 Penyelesaian ganti kerugian negara dilaksanakan sesuai dengan Pedoman Penyelesaian Ganti Kerugian Negara yang merupakan Lampiran yang tidak terpisahakan dari Peraturan ini. Pasal 25 Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan Ditetapkan
: di Jakarta
Pada tanggal : 7 Oktober 2011 KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK,
Dr. RUSMAN HERIAWAN NIP. 195111041974031001