PEDOMAN PEMUNGUTAN PAJAK NEGARA DI LINGKUNGAN BADAN PUSAT STATISTIK
BADAN PUSAT STATISTIK RI INSPEKTORAT UTAMA 2011
KATA PENGANTAR
i
KATA PENGANTAR Salah satu tugas Inspektorat Utama adalah melaksanakan pengawasan fungsional, kinerja, dan keuangan seluruh unit kerja di BPS. Tugas tersebut dilaksanakan oleh para Auditor BPS, yang dituntut memiliki kemampuan dan keahlian terkait dengan tugas pengawasan. Salah satunya adalah kemampuan untuk mengaudit pemotongan dan pemungutan pajak-pajak Negara yang dilakukan oleh para Bendahara Pengeluaran, baik di BPS (Kantor Pusat) maupun di BPS Provinsi dan BPS Kabupaten/Kota. Selain para Auditor, para Bendahara Pengeluaran yang ditetapkan sebagai pemotong dan pemungut pajak-pajak Negara (diantaranya: PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 4 ayat (2), dan PPN), juga wajib mengetahui dan memahami tata cara pemotongan dan pemungutan pajak-pajak Negara. Buku ”Pedoman Pemungutan Pajak Negara di Lingkungan Badan Pusat Statistik” yang cukup ringkas ini terutama ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman para Auditor dan Bendahara Pengeluaran di Lingkungan BPS baik di Pusat maupun di Daerah, dalam mengelola atau mengawasi pemotongan pajak-pajak Negara. Buku ini mungkin masih banyak kekurangannya. Untuk itu kritik dan saran guna perbaikan dan penyempurnaan buku ini sangat kami harapkan. Semoga buku ini dapat memberikan manfaat bagi para Auditor dan para pengelola keuangan dalam melaksanakan tugas masing-masing guna menuju tertib pengelolaan administrasi keuangan.
Pedoman Pemungutan Pajak Negara Di Lingkungan Badan Pusat Statistik
ii
Pedoman Pemungutan Pajak Negara Di Lingkungan Badan Pusat Statistik
DAFTAR ISI
iii
PEDOMAN PEMUNGUTAN PAJAK NEGARA DI LINGKUNGAN BADAN PUSAT STATISTIK KATA PENGANTAR ....................................................................................... i DAFTAR ISI................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1 1.1. Umum............................................................................................... 1 1.2. Pemungut Pajak ................................................................................ 1 1.3. Kewajiban Perpajakan Bendahara...................................................... 2 1.4. Jenis Pajak ........................................................................................ 2 1.5. Batas Waktu Penyetoran dan Pelaporan SSP dan SPT Masa .............. 3 BAB II PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ....................... 5 2.1. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah orang pribadi yang merupakan:............................................................................... 5 2.2. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 ........................................... 6 2.3. Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 ................................ 7 2.4. Upah/biaya yang dipotong PPh Pasal 21 dan Tarifnya ....................... 8 2.5. Penghitungan PPh Pasal 21 ............................................................... 9 2.6. Tata Cara Penyetoran ...................................................................... 10 BAB III PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 .................... 13 3.1. Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 22 ....................................... 13 3.2. Pembayaran yang dikecualikan dari Pemungutan PPh Pasal 22 PPh Pasal 22 tidak dipungut atas: ....................................................................... 13 3.3. Tarif................................................................................................ 13 3.4. Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran............................................ 13 BAB IV PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23.................... 15 4.1. Pengertian ....................................................................................... 15 4.2. Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 23 ....................................... 15 4.3. Tarif dan dasar pemotongan ............................................................ 16 4.4. Penyetoran ...................................................................................... 17 BAB V PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS ....................................................................................................... 19 5.1. PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN ATAU BANGUNAN DAN PERSEWAAN TANAH DAN BANGUNAN . 19 I. Pengertian ....................................................................................... 19 II. Objek dan Tarif ............................................................................... 20 III. Tata Cara Pemotongan dan Penyetoran atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan atau Bangunan ...................................................... 20 5.2. PENGHASILAN DARI JASA KONSTRUKSI ............................... 21 I. Pengertian ....................................................................................... 21 II. Objek dan Tarif ............................................................................... 21 III. Tata Cara Pemotongan dan Penyetoran atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi ....................................................................................... 21 BAB VI PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) ............. 23 Pedoman Pemungutan Pajak Negara Di Lingkungan Badan Pusat Statistik
iv
DAFTAR ISI
6.1. Pengertian ....................................................................................... 23 6.2. Objek PPN ...................................................................................... 23 6.3. Tarif................................................................................................ 24 6.4. Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran............................................ 24 BAB VII CONTOH PENGHITUNGAN PAJAK ............................................ 27 7.1. Penghitungan PPh Pasal 21 ............................................................. 27 7.2. Penghitungan PPh Pasal 22 ............................................................. 32 7.3. Penghitungan PPh Pasal 23 ............................................................. 32 7.4. Penghitungan Pajak Penghasilan Tarif Khusus/PPh Pasal 4 ayat (2). 33 7.5. Penghitungan PPN .......................................................................... 33 DAFTAR REFERENSI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN .......... 35 LAMPIRAN 1. Ringkasan Per Dirjen Pajak No. PER-57/PJ/2009 tentang Perubahan Per.Dirjen Pajak No. PER/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 sehubungan dengan Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi. 2. Matriks Penerapan PPh Pasal 21 di Badan Pusat Statistik. 3. Tabel Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran (Peraturan Dir.Jen Pajak No. PER-38/PJ/2009). 4. Contoh Pengisian SSP PPh Pasal 21 5. Contoh Pengisian SSP PPh Pasal 22 6. Contoh Pengisian SSP PPh Pasal 23 7. Contoh Pengisian SSP Pajak Penghasilan Final 8. Contoh Pengisian SSP PPN
Pedoman Pemungutan Pajak Negara Di Lingkungan Badan Pusat Statistik
PENDAHULUAN
1
BAB I
PENDAHULUAN 1.1. Umum Salah satu sumber pendapatan negara adalah dari sektor pajak yang meningkat terus dari tahun ke tahun. Untuk memudahkan para bendahara pengeluaran di Badan Pusat Statistik dalam melaksanakan pemotongan atau pemungutan pajak-pajak negara maka disusunlah petunjuk ringkas pemungutan pajak negara di lingkungan Badan Pusat Statistik. Dengan adanya petunjuk ringkas ini diharapkan seluruh pengelola keuangan negara dan para auditor di lingkungan Badan Pusat Statistik mempunyai pandangan dan pemahaman yang sama tentang pemotongan atau pemungutan pajak yang dilaksanakan oleh para Bendahara Pengeluaran. 1.2. Pemungut Pajak Pemungut pajak di Lingkungan Badan Pusat Statistik adalah para Bendahara Pengeluaran. Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, disebutkan pada Pasal 21 ayat 1 huruf b: “Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, wajib dilakukan oleh Bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.” Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, dinyatakan pada pasal 1 angka 27: “Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah Bendahara Pemerintah, badan, atau Instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Bendahara Pemerintah, Badan, atau Instansi Pemerintah tersebut.”
Pedoman Pemungutan Pajak Negara Di Lingkungan Badan Pusat Statistik
2
PENDAHULUAN
1.3. Kewajiban Perpajakan Bendahara a. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP. Bila terjadi penggantian pejabat Bendahara, NPWP tidak perlu diganti (meminta NPWP baru), tetapi cukup melaporkan penggantian tersebut secara tertulis kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat. b. Menghitung pajak yang harus dipotong/dipungut. c. Memotong/memungut pajak yang terutang setiap bulan. d. Menyetorkan pajak yang dipotong/dipungut. e. Melaporkan pemotongan/pemungutan pajak melalui SPT MASA. 1.4. Jenis Pajak Jenis pajak yang dipotong atau dipungut Bendahara Pengeluaran adalah sebagai berikut: a. PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan dengan nama dan bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri. b. PPh Pasal 22 yang dipungut berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang. c. PPh Pasal 23 adalah pajak atas penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. d. PPh Pasal 4 ayat 2 yaitu pajak penghasilan dengan tarif khusus yang bersifat final. e. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean.
Pedoman Pemungutan Pajak Negara Di Lingkungan Badan Pusat Statistik
PENDAHULUAN
3
1.5. Batas Waktu Penyetoran dan Pelaporan SSP dan SPT Masa (PMK: 184/PMK.03/2007 stdtd PMK: 80/PMK.03/2010)
1. 2. 3. 4. 5.
Jenis Pajak
Batas Penyetoran Terakhir
PPh Pasal 21 PPh Pasal 22 PPh Pasal 23 PPh Pasal 4 ayat (2) PPN
Tgl 10 Bulan Berikut Hari yang sama Tgl 10 Bulan Berikut
Pelaporan (Terakhir) Tgl 20 Bulan Berikut Tgl 14 Bulan Berikut Tgl 20 Bulan Berikut
Tgl 10 Bulan Berikut
Tgl 20 Bulan Berikut
-
Akhir Bulan Berikut
-
Tgl 7 Bulan Berikut, bila disetor oleh Bendahara Hari yang sama saat pembayaran melalui KPPN
Pedoman Pemungutan Pajak Negara Di Lingkungan Badan Pusat Statistik
4
Pedoman Pemungutan Pajak Negara Di Lingkungan Badan Pusat Statistik
PEMUNGUTAN PPh PASAL 21
5
BAB II PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 2.1. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah orang pribadi yang merupakan: a. Pegawai; Pegawai adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja, baik sebagai pegawai tetap atau pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja baik secara tertulis maupun tidak tertulis, untuk melaksanakan suatu pekerjaan dalam jabatan atau kegiatan tertentu dengan memperoleh imbalan yang dibayarkan berdasarkan periode tertentu, penyelesaian pekerjaan, atau ketentuan lain yang ditetapkan pemberi kerja, termasuk orang pribadi yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah. Pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja. b. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya: c. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi: 1. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaries, penilai, dan aktuaris; 2. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya; 3. olahragawan; 4. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator: 5. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
Pedoman Pemungutan Pajak Negara Di Lingkungan Badan Pusat Statistik
6
PEMUNGUTAN PPh PASAL 21
6.
pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan; 7. agen iklan; 8. pengawas atau pengelola proyek; 9. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara; 10. petugas penjaja barang dagangan; 11. petugas dinas luar asuransi; 12. distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya; d. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi: 1. Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olahraga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, tekhnologi dan perlombaan lainnya; 2. Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja; 3. Peserta atau anggota dalam satu kepanitian sebagai penyelenggara kegiatan tertentu; 4. Peserta pendidikan, pelatihan dan magang; 5. Peserta kegiatan lainnya. 2.2. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 (1) Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21: a. penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur; b. penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya; c. penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis; d. penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, atau upah yang dibayarkan secara bulanan;
Pedoman Pemungutan Pajak Negara Di Lingkungan Badan Pusat Statistik
PEMUNGUTAN PPh PASAL 21
7
e. imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan; f. imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah, atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun. (2)Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk pula penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh: a. bukan Wajib Pajak b. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau c. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit) 2.3. Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 adalah sebagaib berikut: a. Penghasilan Kena Pajak, yang berlaku bagi : 1. Pegawai tetap; 2. Penerima pensiun berkala; 3. Pegawai tidak tetap yang penghasilannya di bayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima selama 1 (satu) bulan kalender telah melebihi Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah); 4. Bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan. b. Jumlah penghasilan yang melebihi Rp150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah) sehari, yang berlaku bagi pegawai tidak tetap yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan, atau upah borongan, sepanjang penghasilan komulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) c. 50% (Lima Puluh Persen) dari jumlah penghasilan bruto yang berlaku bagi bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf (c) yang menerima imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan:
Pedoman Pemungutan Pajak Negara Di Lingkungan Badan Pusat Statistik
8
PEMUNGUTAN PPh PASAL 21
d. Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain penerima penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, dan huruf c 2.4. Upah/biaya yang dipotong PPh Pasal 21 dan Tarifnya a. Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang PPh sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Wajib pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut: Lapisan Penghasilan Kena Pajak s/d Rp 50 Juta di atas Rp 50 juta s/d 250 juta di atas Rp 250 juta s/d Rp 500 juta di atas Rp 500 juta
Tarif Pajak 5% 15% 25% 30%
Tarif Pajak untuk WP yang tidak memiliki NPWP 6% atau (120% x 5%) 18% atau (120% x 15%) 30% atau (120% x 25%) 36% atau (120% x 30%)
b. Tarif berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi: 1) Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atau 20% lebih tinggi dari tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh (khusus untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP) diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi pegawai tetap, pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang dibayar secara bulanan. 2) 5% atau 6% (khusus untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP) dari upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian yang diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang jumlahnya tidak melebihi Rp150.000,- sehari dan penghasilan kumulatif dalam satu bulan kalender tidak melebihi Rp6.000.000,00; 3) Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atau 20% lebih tinggi dari tarif Pasal 17 ayat (1)huruf a UU PPh (khusus untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP) atas jumlah kumulatif dari dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan yang diterima oleh bukan pegawai. Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 tenaga ahli adalah 50% dari jumlah penghasilan bruto; 4) 15% bersifat final diterapkan atas penghasilan yang dibayarkan berupa honorarium dan imbalan lain dengan nama apapun yang diterima oleh pejabat negara, PNS, anggota TNI
Pedoman Pemungutan Pajak Negara Di Lingkungan Badan Pusat Statistik
PEMUNGUTAN PPh PASAL 21
9
dan POLRI yang sumber dananya berasal dari keuangan negara atau keuangan daerah, kecuali yang dibayarkan kepada PNS Gol II/d kebawah dan anggota TNI dan POLRI berpangkat pembantu letnan satu ke bawah atau ajun inspektur polisi satu kebawah; 5) Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atau 20% lebih tinggi dari tariff Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh (khusus untuk wajib pajak yang tidak memiliki NPWP) diterapkan atas jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah, yang diterima oleh peserta kegiatan. 2.5. Penghitungan PPh Pasal 21 a. Pegawai Tetap/PNS - Golongan IV : 15% x Uang saku/Biaya perdiem/Upah bruto - Golongan III : 5% x Uang saku/Biaya perdiem/Upah bruto - Golongan II : 0% b. Petunjuk Umum Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja Lepas 1. Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang dan Calon Pegawai yang Menerima Upah Harian, Upah Mingguan, Upah Satuan, Upah Borongan, Uang Saku Harian atau Mingguan: a) Tentukan jumlah upah/uang saku harian, atau rata-rata upah/uang saku yang diterima atau diperoleh dalam sehari: - Upah/uang saku mingguan dibagi banyaknya hari bekerja dalam seminggu; - Upah satuan dikalikan dengan jumlah rata-rata satuan yang dihasilkan dalam sehari; - Upah borongan dibagi dengan jumlah hari yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan borongan. b) Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang harian belum melebihi Rp150.000,- dan jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalendar yang bersangkutan belum melebihi Rp1.320.000,- maka tidak ada PPh Pasal 21 yang harus dipotong. c) Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang harian telah melebihi Rp150.000,- dan sepanjang jumlah
Pedoman Pemungutan Pajak Negara Di Lingkungan Badan Pusat Statistik
10
PEMUNGUTAN PPh PASAL 21
kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan belum melebihi Rp1.320.000,maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian setelah dikurangi Rp150.000 dikalikan 5%. d) Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan telah melebihi Rp1.320.000,- dan kurang dari Rp6.000.000,maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian setelah dikurangi PTKP sehari, dikalikan 5%. e) Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam satu bulan kalender telah melebihi Rp6.000.000,- maka PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah upah bruto dalam satu bulan yang disetahunkan setelah dikurangi PTKP, dan PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar PPh Pasal 21 hasil perhitungan tersebut dibagi 12. 2. Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang, dan Calon Pegawai yang Menerima Upah yang Dibayarkan Secara Bulanan: PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah upah bruto yang disetahunkan setelah dikurangi PTKP, dan PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar PPh Pasal 21 hasil perhitungan tersebut dibagi 12. 2.6. Tata Cara Penyetoran a. Bendahara menyetor PPh Pasal 21 yang tidak ditanggung Pemerintah dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) ke Bank Persepsi atau Kantor Pos paling lama tanggal 10 bulan takwin berikutnya. Apabila tanggal 10 jatuh pada hari libur maka penyetoran dilakukan pada hari kerja berikutnya. b. Atas PPh Pasal 21 yang terutang bagi pejabat negara, PNS, anggota ABRI yang PPh-nya ditanggung Pemerintah, Bandahara melaporkan penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang dalam daftar gaji kepada KPPN.
Pedoman Pemungutan Pajak Negara Di Lingkungan Badan Pusat Statistik
PEMUNGUTAN PPh PASAL 21
11
c. Bendahara melaporkan PPh Pasal 21 yang terutang sekalipun nihil dengan menggunakan SPT Masa paling lama tanggal 20 bulan takwim berikutnya. Apabila tanggal 20 jatuh pada hari libur, pelaporan dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Pedoman Pemungutan Pajak Negara Di Lingkungan Badan Pusat Statistik
12
Pedoman Pemungutan Pajak Negara Di Lingkungan Badan Pusat Statistik
PEMUNGUTAN PPh PASAL 22
13
BAB III PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 3.1. Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 22 PPh Pasal 22 dipungut berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang. Saat pemungutan PPh Pasal 22 adalah pada setiap pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang oleh rekanan yang dibiayai dari APBN. 3.2. Pembayaran yang dikecualikan dari Pemungutan PPh Pasal 22 PPh Pasal 22 tidak dipungut atas: a. pembayaran atas penyerahan barang (bukan jumlah yang dipecahpecah) yang meliputi jumlah pembayaran paling banyak Rp2.000.000,00 tidak termasuk nilai PPN dan/atau PPnBM; b. pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos; c. pembayaran yang diterima karena penyerahan barang sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah/pinjaman luar negeri; d. pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). 3.3. Tarif Tarif untuk PPh Pasal 22 adalah : 1,5% x Harga/Nilai Pembelian Barang. Apabila Wajib Pajak penerima penghasilan (rekanan) tidak memiliki NPWP maka tarifnya 100% lebih tinggi dari tarif sebenarnya atau menjadi 3% atau (1,5% x 200%). 3.4. Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran a. PPh Pasal 22 dipungut pada setiap pelaksanaan pembayaran langsung (LS) oleh KPPN atau Bendahara atas penyerahan barang oleh Wajib Pajak (Rekanan). b. PPh Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh Bendahara harus disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang yang dibiayai dari belanja negara.
Pedoman Pemungutan Pajak Negara Di Lingkungan Badan Pusat Statistik
14
PEMUNGUTAN PPh PASAL 22
c. Penyetoran dilakukan ke Bank Persepsi atau Kantor Pos atau pemungutan langsung (LS) oleh KPPN dengan menggunakan SSP yang telah diisi oleh dan atas nama rekanan serta ditandatangani oleh Pemungut. d. Dalam hal rekanan belum mempunyai NPWP, maka kolom NPWP pada Surat Setoran Pajak (SSP) cukup diisi oleh angka 0 (nol), kecuali untuk 3 (tiga) digit kolom kode KPP Pratama tempat Pemungut terdaftar.
Pedoman Pemungutan Pajak Negara Di Lingkungan Badan Pusat Statistik
PEMUNGUTAN PPh PASAL 23
15
BAB IV PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 4.1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak atas penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang bersal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaran kegiatan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. 4.2. Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 23 Penghasilan yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 diantaranya, adalah: a. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, selain sewa atas tanah dan atau bangunan sesuai dengan PP 29 tahun 1996 jo. PP 5 tahun 2002. Pengertian Sewa dan Penghasilan Lain Sehubungan dengan Penggunaan Harta: sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta khusus kendaraan angkutan darat adalah: (1) Sewa kendaraan angkutan umum berupa bus, minibus, taksi yang disewa atau carter untuk jangka waktu tertentu yaitu secara harian, mingguan maupun bulanan, berdasarkan suatu perjanjian tertulis atau tidak tertulis antara pemilik kendaraan angkutan umum dan dengan Wajib Pajak badan atau orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 23; (2) Sewa kendaraan milik perusahaan persewaan mobil, perusahaan bus wisata yang bukan merupakan kendaraan angkutan umum yang disewa atau dicarter untuk jangka waktu tertentu yaitu secara harian, mingguan maupun bulanan, berdasarkan suatu perjanjian tertulis maupun tidak tertulis kepada Wajib Pajak badan atau orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 23; (3) Sewa kendaraan berupa milik perusahaan yang disewa atau dicarter untuk jangka waktu tertentu yaitu secara harian, mingguan maupun bulanan, berdasarkan suatu perjanjian tertulis atau tidak tertulis kepada Wajib Pajak badan atau orang priibadi yang ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 23. Perjanjian tertulis maupun tidak tertulis adalah kesepakatan untuk mengikat diri pada satu atau lebih pihak lain yang dituangkan secara tertulis maupun lisan.
Pedoman Pemungutan Pajak Negara Di Lingkungan Badan Pusat Statistik
16
PEMUNGUTAN PPh PASAL 23
b. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21. Jenis jasa lain (PMK: 244/PMK.03/2008), diantaranya: a. Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan; b. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi; c. Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel, alat transportasi/kendaraan dan/atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi; d. Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer; e. Jasa pengepakan; f. Jasa kebersihan atau cleaning service; g. Jasa katering atau tata boga. 4.3. Tarif dan dasar pemotongan a. Tarif PPh Pasal 23 adalah 2% dari jumlah bruto atas: (1) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa atas tanah dan/atau bangunan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh; (2) Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lainnya. b. Jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk: Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh WP penyedia tenaga kerja
Pedoman Pemungutan Pajak Negara Di Lingkungan Badan Pusat Statistik
PEMUNGUTAN PPh PASAL 23
17
kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa; Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang material; Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutanya dibayarkan kepada pihak ketiga; Jumlah bruto tersebut tidak berlaku: - Atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa catering; - Dalam hal penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa, telah dikenakan pajak yang bersifat final. Catatan: PPh yang harus dipotong atas imbalan/nilai penggantian kepada WP: Perusahaan pelayaran dalam negeri adalah 1,2% dari peredaran bruto dan bersifat final; Perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri adalah 2,64% dari peredaran bruto dan bersifat final; Perusahaan penerbangan dalam negeri (berdasarkan perjanjian charter) adalah 1,8% dari peredaran bruto. Peredaran bruto yang dimaksud disini adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak. Pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga. c. Tarif PPh Pasal 23 bagi WP yang tidak memiliki NPWP adalah 100% lebih tinggi dari tarif yang diatur dalam Pasal 23 UU PPh atau menjadi 4 % dari jumlah bruto. 4.4. Penyetoran PPh Pasal 23 harus disetorkan oleh Bendahara Pengeluaran paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak. PPh Pasal 23 terutang adalah saat dibayarkan atau saat disediakan untuk dibayarkan atau ketika pembayarannya telah jatuh tempo.
Pedoman Pemungutan Pajak Negara Di Lingkungan Badan Pusat Statistik
18
PEMUNGUTAN PPh DENGAN TARIF KHUSUS
Pedoman Pemungutan Pajak Negara Di Lingkungan Badan Pusat Statistik
PEMUNGUTAN PPh DENGAN TARIF KHUSUS
19
BAB V PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS 5.1. PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN ATAU BANGUNAN DAN PERSEWAAN TANAH DAN BANGUNAN I. Pengertian a. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah: (1) Penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain pemerintah; (2) Penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain yang disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan, termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus; (3) Penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus. b. Jumlah bruto nilai penjualan atau pengalihan adalah nilai tertinggi antara nilai berdasarkan akta pengalihan hak termasuk bunga, pungutan dan pembayaran lainnya yang dipenuhi pembeli dibandingkan dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan. c. Jumlah bruto nilai pengalihan hak kepada pemerintah adalah nilai berdasarkan keputusan pejabat yang bersangkutan; d. Jumlah bruto nilai pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang adalah nilai menurut risalah lelang; e. Sewa atas tanah dan atau bangunan adalah sewa berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, portokoan, atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan bangunan industri. Bagian dari gedung perkantoran, pertokoan, atau pertemuan termasuk areal, baik di dalam gedung maupun di luar gedung yang merupakan bagian dari gedung tersebut;
Pedoman Pemungutan Pajak Negara Di Lingkungan Badan Pusat Statistik
20
PEMUNGUTAN PPh DENGAN TARIF KHUSUS
f. Jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh penyewa dengan nama dan bentuk apa pun juga yang berkaitan dengan tanah dan atau bangunan yang disewa termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya fasilitas lainnya dan “service charge” baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan. II. Objek dan Tarif a. Penghasilan yang diterima: (1) Wajib Pajak yang usaha pokoknya mengalihkan hak atas tanah dan atau bangunan berupa pengalihan hak atas Rumah sederhana dan Rumah susun sederhana wajib membayar PPh Final 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan, yaitu nilai tertinggi antara nilai berdasarkan akta pngalihan hak dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) tanah dan atau bangunan; (2) Wajib Pajak Orang Pribadi (kecuali orang Pribadi yang memiliki penghasilan setahun dibawah PTKP dan nilai pengalihannya sampai dengan Rp60.000.000,00), yayasan atau organisasi sejenis dan Wajib Pajak Badan, membayar PPh Final 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan yaitu nilai tertinggi antara nilai berdasarkan akta pengalihan hak dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) tanah dan atau bangunan. b. Penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Badan dipotong PPh sebesar 10% dari jumlah bruto dan bersifat final. III. Tata Cara Pemotongan dan Penyetoran atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan atau Bangunan a. KPPN atau Bendahara sebagai penyewa wajib memotong PPh pada saat pembayaran atau terutangnya sewa, tergantung peristiwa mana yang terjadi lebih dahulu; b. KPPN atau Bendahara memberikan Bukti Pemotongan PPh Final kepada orang atau badan yang menyewakan pada saat dilakukannya pemotongan PPh; c. Bendahara menyetorkan PPh yang telah dipotong dengan menggunakan SSP pada Bank Persepsi atau Kantor Pos, selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa. Pedoman Pemungutan Pajak Negara Di Lingkungan Badan Pusat Statistik
PEMUNGUTAN PPh DENGAN TARIF KHUSUS
21
5.2. PENGHASILAN DARI JASA KONSTRUKSI I. Pengertian a. Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konsturksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan konstruksi. b. Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektur, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain. II. Objek dan Tarif Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang menerima penghasilan dari jasa konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan sebagai berikut: 1. Memiliki Klasifikasi Usaha Bentuk Pekerjaan Pelaksanaan Konstruksi Perencanaan & Pengawasan Konstruksi
Klasifikasi Usaha Kecil Menengah & Besar Kecil, Menengah & Besar
Tarif *) 2% 3% 4%
2. Tidak Memiliki Klasifikasi Usaha Bentuk Pekerjaan Pelaksanaan Konstruksi Perencanaan & Pengawasan Konstruksi
Tarif *) 4% 6%
*) dari jumlah /penerimaan pembayaran tidak termasuk PPN III. Tata Cara Pemotongan dan Penyetoran atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi a. KPPN atau Bendahara memotong Pajak Penghasilan yang terutang pada saat pembayaran penghasilan berupa imbalan; b. KPPN atau Bendahara memberikan bukti pemotongan PPh Final atas Jasa Konstruksi dan bukti pemotongan PPh Final atas hadiah undian;
Pedoman Pemungutan Pajak Negara Di Lingkungan Badan Pusat Statistik
22
PEMUNGUTAN PPh DENGAN TARIF KHUSUS
c. Bendahara menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran imbalan, dengan menggunakan SSP.
Pedoman Pemungutan Pajak Negara Di Lingkungan Badan Pusat Statistik
PEMUNGUTAN PPN
23
BAB VI PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)
6.1. Pengertian a. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. b. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruangan udara diatasnya serta tempattempat tertentu di Zona Ekonomi Ekslusif dan landas Kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. c. Barang Kena Pajak (BKP) adalah barang berwujud yang menuruf sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tidak berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang PPN. d. Jasa Kena Pajak (JKP) adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang PPN. e. Pengusaha Kena Pajak (PKP) Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendahara Pemerintah. 6.2. Objek PPN Objek PPN adalah seluruh barang dan jasa di dalam daerah Pabean, kecuali di antaranya: a. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp. 1.000.000,termasuk PPN dan tidak terpecah-pecah. b. Pembayaran untuk pembebasan tanah c. Pembayaran atas Penyerahan BKP dan atau JKP yang menurut perundang-undangan yang berlaku, mendapat fasilitas pembebasan PPN, di antaranya: (1) air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh PAM; (2) listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya > 6600 watt;
Pedoman Pemungutan Pajak Negara Di Lingkungan Badan Pusat Statistik
24
PEMUNGUTAN PPN
(3) penyerahan BKP dan atau JKP dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri; (4) pembayaran atas rekening telepon; (5) makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya; (6) jasa pengiriman surat dengan perangko; (7) jasa asuransi; (8) jasa angkutan umum, seperti angkutan umum di darat dan di air; (9) jasa perhotelan meliputi jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap, dan jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, dan hostel. (10) Jasa boga atau katering. 6.3. Tarif Tarif PPN adalah tarif tunggal sebesar 10%. Tarif ini dapat diubah dengan Peraturan Pemerintah serendah-rendahnya 5% dan setinggitingginya 15%. 6.4. Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran a. Pemungutan PPN oleh Bendahara dilakukan pada saat pembayaran kepada rekanan Pemerintah dengan cara pemotongan secara langsung dari tagihan Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah. b. Dasar pemungutan PPN adalah jumlah pembayaran, baik dalam bentuk uang muka, pembayaran sebagian, atau pembayaran seluruhnya yang dilakukan oleh Pemungut PPN kepada PKP Rekanan. c. PKP Rekanan wajib menerbitkan Faktur Pajak dan SSP pada saat menyampaikan tagihan kepada Bendahara baik untuk sebagian maupun seluruh pembayaran. d. SSP dibuat oleh PKP Rekanan dengan nama, alamat, dan NPWP dari PKP Rekanan yang bersangkutan. Namun ditandatangani oleh Bendahara selaku pemungut pajak yang bertindak atas nama PKP Rekanan.
Pedoman Pemungutan Pajak Negara Di Lingkungan Badan Pusat Statistik
PEMUNGUTAN PPN
25
e. PPN dipungut wajib disetorkan ke Bank Persepsi atau Kantor Pos paling lambat 7 (tujuh) hari setelah berakhirnya bulan terjadinya pembayaran tagihan.
Pedoman Pemungutan Pajak Negara Di Lingkungan Badan Pusat Statistik
26
Pedoman Pemungutan Pajak Negara Di Lingkungan Badan Pusat Statistik
CONTOH PENGHITUNGAN PAJAK
27
BAB VII CONTOH PENGHITUNGAN PAJAK
7.1. Penghitungan PPh Pasal 21 a. Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja Lepas/Mitra (1) Dengan Upah Harian Belanja pemeliharaan gedung kantor: Dalam rangka perbaikan dan pemeliharaan gedung kantor, BPS Kabupaten Barito Utara membeli sejumlah material (semen, cat tembok, cat kayu, tripleks, dsb) di Toko Bangunan dan pengerjaannya dilakukan oleh seorang tukang batu dan seorang tukang kayu dengan ongkos/upah harian sebesar Rp120.000,- per orang selama 15 hari. Bagaimana pemungutan pajaknya? Untuk pengadaan material (semen, cat, dsb) dikenakan pungutan pajak berdasar PPh Pasal 22 dan PPN (tergantung besarnya nilai pengadaan) Untuk ongkos/upah tukang dikenakan PPh Pasal 21, yaitu sbb: Upah sehari Dikurang batas PTKP sehari Penghasilan Kena Pajak sehari PPh Pasal 21 dipotong atas Upah sehari
: Rp120.000,: Rp150.000,- (-) : Rp0,: Rp0,-
Sampai dengan hari ke-11, jumlah kumulatif upah yang diterima tukang belum melebihi Rp1.320.000,- (batas PTKP sebulan), maka belum ada PPh Pasal 21 yang dipotong. Setelah jumlah kumulatif upah yang diterima melebihi Rp1.320.000 maka PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasar upah setelah dikurangi PTKP yang sebenarnya. Upah s.d hari ke-12 (Rp120.000 x 12) PTKP sebenarnya (Rp15.840.000 x 12/360) Penghasilan Kena Pajak (PKP) s.d hari ke-12 PPh Pasal 21 terutang s.d hari ke-12: Rp912.000 x 5% Sehingga pada hari ke-12, upah bersih yang diterima sebesar: Rp120.000 – Rp45.600 Upah s.d hari ke-13 (Rp120.000 x 13)
Rp1.440.000,Rp 528.000,- (-) Rp 912.000,Rp
45.600,-
Rp
74.400,-
Rp1.560.000,-
Pedoman Pemungutan Pajak Negara Di Lingkungan Badan Pusat Statistik
28
CONTOH PENGHITUNGAN PAJAK PTKP sebenarnya (Rp15.840.000 x 13/360) Rp 572.000,- (-) PKP s.d hari ke-13 Rp 988.000,PPh Pasal 21 terutang s.d hari ke-13: Rp988.000 x 5% Rp49.400,PPh Pasal 21 telah dipotong s.d hari ke-12 Rp45.600,- (-) PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-13 Rp 3.800,Sehingga pada hari ke-13, upah bersih yang diterima sebesar: Rp120.000 - Rp3.800 = Rp116.200 Upah s.d hari ke-14 (Rp120.000 x 14) Rp1.680.000,PTKP sebenarnya (Rp15.840.000 x 14/360) Rp 616.000,- (-) PKP s.d hari ke-14 Rp1.064.000,PPh Pasal 21 terutang s.d hari ke-14: Rp1.064.000 x 5% Rp53.200,PPh Pasal 21 telah dipotong s.d hari ke-13 Rp49.400,- (-) PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-14 Rp3.800,Sehingga pada hari ke-14, upah bersih yang diterima sebesar: Rp120.000 – Rp3.800 = Rp116.200 Pada hari ke-15 (dst), upah bersih yang diterima masing-masing orang adalah: Rp120.000 – Rp3.800 = Rp116.200/hari Jadi PPh Pasal 21 yang harus dipunguti seluruhnya berjumlah: Rp57.000/orang. Secara ringkas penghitungan PPh Pasal 21 di atas sbb: Upah per orang selama 15 hari adalah = Rp1.800.000,PTKP sebenarnya: 15 (Rp15.840.000 : 360) = Rp 660.000,- (-) Penghasilan Kena Pajak (PKP) = Rp1.140.000,PPh Pasal 21 yang dipungut per orang : 5% x Rp1.140.000 = Rp 57.000,-
(2) Dengan Upah Satuan (responden / rumahtangga / BS / dokumen / perusahaan, dsb) a) Udin Syahbudin seorang mitra statistik di BPS Kab. Kubu Raya memperoleh upah pencacahan sebesar : 30 rumah tangga x Rp39.500 = Rp1.185.000,- yang diselesaikan dalam waktu 6 hari kerja sesuai jadwal. Penghitungan PPh Pasal 21:
Upah sehari Rp1.185.000 : 6 PKP Rp197.500 – Rp150.000 Upah yang terutang pajak 6 x Rp47.500 PPh Pasal 21 yang dipungut (tanpa NPWP)
Pedoman Pemungutan Pajak Negara Di Lingkungan Badan Pusat Statistik
= Rp197.500,= Rp 47.500,= Rp285.000,-
CONTOH PENGHITUNGAN PAJAK
29
6% x Rp285.000 = Rp17.100,Catatan: Bila jadwal pencacahannya 10 hari dan dikerjakan dalam 10 hari, maka tidak ada PPh 21 yang dipungut, karena Rp1.185.000,- : 10 = Rp118.500,- (dibawah PTKP harian sebesar Rp. 150.000,-) dan secara total belum melebihi PTKP bulanan sebesar Rp1.320.000,-
b) Seorang pencacah Sakernas telah menyelesaikan tugas pencacahan sebanyak 50 responden dan menerima upah sebesar Rp1.350.000 yang dikerjakan selama 10 hari sesuai jadwal pencacahan. Maka pemotongan PPh Pasal 21 adalah sbb: Upah sehari: Rp1.350.000 : 10 = Rp135.000,PTKP = Rp150.000,- (-) PKP sehari = Rp0 Sampai hari ke-9, PPh Pasal 21 yang dipotong masih : Rp0. Pada hari ke-10, jumlah kumulatif upah yang diterima melebihi Rp1.320.000, maka PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasar upah s.d hari ke-10 dikurangi PTKP sebenarnya. Upah s.d hari ke-10 = Rp1.350.000,PTKP sebenarnya: 10 x (Rp15.840.000/360) = Rp 440.000,- (-) Penghasilan Kena Pajak s.d hari ke-10 = Rp 910.000,PPh Pasal 21 terutang s.d hari ke-10: 5% x Rp910.000 = Rp 45.500,Secara ringkas perhitungan PPh Pasal 21 tersebut sbb: Upah bruto selama 10 hari adalah = Rp1.350.000,PTKP sebenarnya: 10 (Rp15.840.000 : 360) = Rp 440.000,- (-) PKP = Rp 910.000,PPh Pasal 21 yang dipungut : 5% x Rp. 910.000 = Rp 45.500,-
(3) Dengan Upah Borongan Amir (bukan pegawai tetap) diminta memotong rumput dan menata halaman kantor BPS Provinsi Sulawesi Tengah yang cukup luas dengan upah borongan yang disepakati sebesar Rp1.200.000,- yang dikerjakan selama 6 (enam) hari, maka PPh Pasal 21 yang dipotong adalah: Upah borongan sehari Rp1.200.000 : 6 = Rp200.000,PKP sehari (di atas Rp. 150.000,-) Rp200.000 – Rp150.000 = Rp50.000,-
Pedoman Pemungutan Pajak Negara Di Lingkungan Badan Pusat Statistik
30
CONTOH PENGHITUNGAN PAJAK Upah borongan terutang PPh Pasal 21 6 x Rp50.000 = Rp300.000,PPh Pasal 21 (punya NPWP) : 5% x Rp300.000,- = Rp15.000,RUMUS PPh PASAL 21 Bila Upah Harian/Satuan/Borongan yang diterima dalam satu bulan takwim telah melebihi Rp1.320.000, maka digunakan PTKP sebenarnya yaitu: Upah bruto yang diterima selama H hari = RpX PTKP sebenarnya: H hari x (Rp15.840.000 : 360 hari) = RpY Penghasilan Kena Pajak = RpX – RpY = RpZ PPh Pasal 21 yang dipungut: 5% atau 6% x RpZ
(4) Upah harian/satuan/borongan yang dibayar bulanan a) Subarjo seorang mitra pengolah SP 2010 di BPS Provinsi Jawa Timur yang telah dikontrak selama 3 (tiga) bulan. Pembayaran upah pengolahan dibayarkan setiap akhir bulan berdasarkan prestasi kerjanya. Pada bulan Juli 2010, ia dapat mengolah 1400 dokumen sehingga memperoleh upah sebesar Rp1.995.000,- Berapa PPh Pasal 21 yang harus dipotong? PPh Pasal 21 yang harus dipotong: Upah Rp1.995.000,Batas PTKP Rp1.320.000,Upah Kena PPh Pasal 21 Rp 675.000,Jadi PPh Pasal 21 yang harus dipotong (tanpa NPWP) 6% x Rp675.000 = Rp40.500,-
b) Bonar Manurung seorang mitra statistik mengikuti kegiatan survei di BPS Kota Pematang Siantar dengan sistem kontrak/borongan dengan upah sebesar Rp2.000.000,- dan jadwal pencacahan selama 1 (satu) bulan, maka PPh Pasal 21 yang dipungut adalah sbb: Upah borongan sebulan (sesuai jadwal) Rp2.000.000,PTKP sebulan Rp1.320.000,Penghasilan Kena Pajak Rp 680.000,PPh Pasal 21 yang harus dipungut (tanpa NPWP) 6% x Rp680.000 = Rp40.800,-
Pedoman Pemungutan Pajak Negara Di Lingkungan Badan Pusat Statistik
CONTOH PENGHITUNGAN PAJAK
31
(5) Upah Bulanan Surya bukan pegawai BPS diangkat menjadi penjaga malam oleh Kepala BPS Kabupaten Jember dengan upah sebesar Rp1.200.000,- sebulan. Berapa besar PPh Pasal 21 yang dipotong dari upah tersebut? - Upah sebulan sebesar : Rp1.200.000,- Batas PTKP : Rp1.320.000,Karena upah sebulan masih di bawah batas PTKP, maka tidak ada pemotongan PPh Pasal 21. b. Bukan pegawai yang memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan. (1) Herman seorang ahli Kependudukan pada PT Swasta diminta menjadi nara sumber dalam acara sosialisasi SP 2010, dan memperoleh honorarium sebesar 3 jam x Rp900.000 = Rp2.700.000,Maka besarnya PPh Pasal 21 yang dipotong adalah: 5% x 50% x Rp2.700.000 = Rp67.500,(2) Mikael, Kepala Desa Oesao, menerima honorarium dalam rangka pelaksanaan SP 2010 sebesar Rp200.000,- maka besarnya PPh 21 yang dipotong adalah: 5% x 50% x Rp200.000 = Rp5.000,c. Peserta kegiatan yang menerima penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan. Mitra Statistik (Non PNS) yang mengikuti pelatihan petugas/pengolah survei dikenakan PPh Pasal 21 sebesar : 5% atau 6% (tidak punya NPWP) x uang saku bruto. Contoh : Agustinus seorang Mitra Statistik mengikuti Pelatihan Petugas Susenas yang diselenggarakan oleh BPS Kabupaten Rote Ndao selama 5 (lima) hari dengan uang saku per hari Rp90.000,Maka PPh Pasal 21 yang dipungut Bendahara adalah: 6% x Rp450.000 = Rp27.000,-
Pedoman Pemungutan Pajak Negara Di Lingkungan Badan Pusat Statistik
32
CONTOH PENGHITUNGAN PAJAK
7.2. Penghitungan PPh Pasal 22 (1)Misal BPS Kabupaten Bone Bolango membeli sejumlah laptop seharga Rp44.000.000 (harga tersebut sudah termasuk PPN). Maka PPh Pasal 22 yang harus dipungut bendahara adalah : (100/110 x Rp44.000.000) x 1,5% = Rp600.000 (2)Misal BPS Kota Semarang membeli computer supplies seharga Rp2.200.000 (belum termasuk PPN). Maka PPh Pasal 22 yang harus dipotong adalah sebesar Rp. 2.200.000 x 1,5% = Rp. 33.000 (ada NPWP) Bila tidak ada NPWP, maka besarnya PPh Pasal 22 yang harus dipungut adalah: Rp. 2.200.000 x 1,5% x 200% = Rp66.000 (contoh salah) (3)Bendahara BPS Kabupaten Tanah Bumbu akan membayar biaya fotokopi dokumen Susenas sebesar Rp2.310.000 (termasuk PPN). Maka PPh Pasal 22 yang harus dipungut adalah sebesar: (100/110 xRp2.310.000) x 1,5% = Rp31.500 7.3. Penghitungan PPh Pasal 23 (1)Misal BPS Kota Lhokseumawe akan membayar biaya perawatan kendaraan dinas roda 4 pada bengkel yang memiliki NPWP. Besarnya biaya perawatan adalah Rp1.000.000 termasuk suku cadangnya. Namun tagihannya tidak dipisah-pisah. Maka PPh Pasal 23 yang terutang dan harus dipotong bendahara adalah: Rp1.000.000 x 2% = Rp20.000 (2)Misal BPS Provinsi Jawa Tengah mengadakan rapat koordinasi dengan seluruh Kepala BPS Kabupaten/Kota. Untuk konsumsi rapat menggunakan jasa catering dengan biaya Rp2.500.000 namun pengusaha jasa catering tidak mempunyai NPWP, maka PPh Pasal 23 yang harus dipungut adalah: Rp2.500.000 x 2% x 200% = Rp2.500.000 x 4% = Rp100.000 (3)Misal BPS Kabupaten Manokwari harus mencarter pesawat untuk Sensus di daerah sulit. Besarnya biaya yang dikeluarkan sebesar Rp33.000.000,- (harga sudah termasuk PPN). Maka PPh Pasal 23 yang terutang dan harus dipotong Bendaharawan adalah : (Rp33.000.000 x 100/110) x 1,8% = Rp540.000
Pedoman Pemungutan Pajak Negara Di Lingkungan Badan Pusat Statistik
CONTOH PENGHITUNGAN PAJAK
33
(4)Misal BPS Provinsi Kalimantan Timur menyerahkan sejumlah PC untuk diperbaiki kepada usaha perawatan komputer yang berNPWP. Biaya seluruhnya sebesar Rp3.600.000 termasuk PPN. Namun dalam faktur tertulis biaya/ongkos perbaikan sebesar Rp1.200.000 dan biaya alat-alat sebesar Rp2.400.000. Maka PPh Pasal 23 yang dipungut adalah sebesar : (Rp1.200.000 x 100/110) x 2% = Rp21.818 Catatan: PPh Pasal 22 yang dipungut sebesar: (Rp.2.400.000 x 100/110) x 1,5% = Rp32.727 7.4. Penghitungan Pajak Penghasilan Tarif Khusus/PPh Pasal 4 ayat (2) (1)Misal BPS Kabupaten Lembata harus membayar pengadaan tanah untuk gedung kantor sebesar Rp300.000.000 maka PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dipungut dan disetor oleh Bendahara BPS Kab. Lembata atas pembayaran tesebut adalah: Rp300.000.000 x 5% = Rp15.000.000. (2)Misal BPS Kota Samarinda akan merevitalisasi gedung kantor, sehingga harus menyewa gedung kantor selama pembangunan gedung baru, sewa gedung kantor tersebut sebesar Rp60.000.000 setahun. Maka PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dipungut/disetor Bendahara adalah sebesar : Rp60.000.000 x 10% =Rp6.000.000 (3)Misal dalam pelelangan pembangunan gedung kantor dimenangkan oleh Perusahaan dengan Klasifikasi Usaha Besar dengan nilai sebesar Rp6.000.000.000 (harga tidak termasuk PPN), maka PPh Pasal 4 ayat (2) yang terutang dan harus dipotong Bendahara adalah : Rp6.000.000.000 x 3% = Rp180.000.000 7.5. Penghitungan PPN (1) Pengadaan Laptop seharga Rp44.000.000 dikenakan PPN sebesar : 10/110 x Rp44.000.000 = Rp4.000.000 (2) Pengadaan Computer supplies sebesar Rp2.200.000 dikenakan PPN sebesar: Rp2.200.000 x 10/110 = Rp200.000 (3) Misal harga jual ATK sebesar:
Rp 950.000
Pedoman Pemungutan Pajak Negara Di Lingkungan Badan Pusat Statistik
34
CONTOH PENGHITUNGAN PAJAK
PPN: 10% x Rp950.000 Rp 95.000 + Harga jual termasuk PPN Rp1.045.000 Meskipun harga jual < Rp1.000.000 , tetapi karena pembayaran harus termasuk PPN yang berjumlah Rp1.045.000 (diatas Rp1.000.000), maka PPN yang terutang (Rp95.000) harus dipungut oleh Bendahara (4) Misal harga jual ARK sebesar Rp 900.000 PPN: 10% x Rp900.000 Rp 90.000 + Harga jual termasuk PPN Rp 990.000 Karena harga jual termasuk PPN berjumlah Rp990.000 (dibawah Rp1.000.000) maka PPN yang terutang tidak dipungut oleh Bendaharawan, tetapi PPN yang terutang harus disetor sendiri oleh PKP Rekanan Pemerintah dan Faktur Pajak tetap harus dibuat.
Pedoman Pemungutan Pajak Negara Di Lingkungan Badan Pusat Statistik
REFERENSI
35
DAFTAR REFERENSI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 1. 2.
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 16 Tahun 2009; Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008;
3.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota ABRI, Dan Para Pensiunan Atas Penghasilan Yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara Atau Keuangan Daerah; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan BKP Tertentu dan atau Penyerahan JKP Tertentu Yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2003; 5. Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 1996 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah Dan/Atau Bangunan; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah No.48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan; 7. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi; 8. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 120/KMK.03/2002 tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/KMK.04/1996 tentang Pelaksanaan Pembayaran Dan Pemotongan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah Dan/Atau Bangunan; 9. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003 tentang Penunjukan Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara untuk Memungut, Menyetor dan Melaporkan PPN dan PPnBM beserta Tata cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporannya; 10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 187/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan, dan Penatausahaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi;
Pedoman Pemungutan Pajak Negara Di Lingkungan Badan Pusat Statistik
REFERENSI
36
11. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008 tentang perubahan Kedua atas Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 635/KMK.04/1994 tentang Pelaksanaan Pembayaran Dan Pemungutan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan; 12. Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 244/PMK.03/2008 tentang Jenis Jasa Lain Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 23 ayat (1) Huruf C Angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008; 13. Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi; 14. Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 254/PMK.03/2008 tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan Dari Pegawai Harian dan Mingguan Serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan; 15. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai. 16. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran Atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor Atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain; 17. Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2009 tanggal 25 Mei 2009 tentang Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dan Bukti Pemotongan/Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26; 18. Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-38/PJ/2009 tanggal 23 Juni 2009 tentang Bentuk formulir Surat Setoran Pajak; 19. Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-57/PJ/2009 tanggal 25 Mei 2009 tentang Perubahan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-31/PJ/2009 tanggal 25 Mei 2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 sehubungan dengan Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi; 20. Buku Panduan Bendahara, Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas, Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Pedoman Pemungutan Pajak Negara Di Lingkungan Badan Pusat Statistik
RINGKASAN Per. Dirjen. Pajak No. PER-57/PJ/2009 Tentang Perubahan Per.Dirjen Pajak No. PER-31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 sehubungan dengan Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi Penerima Penghasilan (Pasal 3)
Penghasilan yang Dipotong (Pasal 5)
Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 21 (Pasal 9)
(1)
(2)
(3)
1. Pegawai (Pasal 3 ayat a) Definisi Pasal 1 no 9 : Pegawai adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja, baik sebagai pegawai tetap atau pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja baik secara tertulis maupun tidak tertulis, untuk melaksanakan suatu pekerjaan dalam jabatan atau kegiatan tertentu, dengan memperoleh imbalan yang dibayarkan berdasarkan periode tertentu, penyelesaian pekerjaan, atau ketentuan lain yang ditetapkan pemberi kerja, termasuk orang pribadi yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah. Pasal 1 no 11: Pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja.
2. Penerima uang pesangon, pensiun, atau uang manfaat pensiun,termasuk ahli warisnya. (Pasal 3 ayat b)
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik teratur maupun tidak teratur (Pasal 5 ayat (1) a)
1. Penghasilan kena pajak, yang berlaku bagi: Pegawai tetap, dan Pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau kumulatif penghasilan 1 bulan kalender tidak melebihi Rp.1.320.000,- (Pasal 9 ayat (1) a.1/3)
2. Penghasilan pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah bulanan (Pasal 5 ayat (1) d)
2. Jumlah penghasilan yang melebihi Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah) sehari, yang berlaku bagi pegawai tidak tetap yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi Rp 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) (Pasal 9 ayat (1) b)
3. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima pensiun secara teratur (Pasal 5 ayat (1) b)
3. Penghasilan Kena Pajak : Penerima pensiun berkala (Pasal 9 ayat (1) a.2)
4. Penghasilan sehubungan dengan PHK dan atau 4. Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima pensiun yang diterima sekaligus, dsb penghasilan selain penerima penghasilan sebagaimana di (Pasal 5 ayat (1) c) maksud pada huruf a, b dan huruf c. (Pasal 9 ayat (1) d) 3. Bukan pegawai yang memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan antara lain: penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, moderator, narasumber, dan pembicara; pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan (Pasal 3 ayat c) (Kepala Desa, Ketua RT/SLS).
5. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan. (Pasal 5 ayat (1) e)
5. PKP untuk : Bukan pegawai (Ps. 3 huruf c) yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan (Pasal 9 ayat (1) a.4) 6. 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c yang menerima imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan (Pasal 9 ayat (1) c)
4. Peserta kegiatan yang menerima penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain: peserta perlombaan, peserta rapat, konferansi, peserta pendidikan, pelatihan, dsb (Pasal 3 ayat d)
6. Imbalan kepada peserta kegiatan, a.l berupa uang saku, uang referensentasi, uang rapat, honorarium, hadiah, dsb (Pasal 5 ayat (1) f)
7. Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain penerima penghasilan sebagaimana di maksud pada huruf a, b dan huruf c. (Pasal 9 ayat (1) d) 10
Matriks Penerapan PPh Pasal 21 di Badan Pusat Statistik No (1) 1. Pegawai BPS (PNS)
Wajib Pajak (2)
Upah/biaya yang dipotong PPh Pasal 21 (3) 1. Akun 521213 : Honor yang terkait dengan output kegiatan, diantaranya: - Upah pengumpulan data (lapangan) - Upah pengolahan - Honor penanggung jawab - Uang saku ratek/pelatihan, dsb
Besarnya Potongan PPh 21 (4) Golongan IV : 15% x upah bruto Golongan III : 5% x upah bruto Golongan II : 0%
2. Akun 521115 : Honor yang terkait dengan operasional satker
Golongan IV Golongan III Golongan II
: 15% x upah bruto : 5% x upah bruto : 0%
3. Akun 521219: Belanja bahan non operasional lainnya: - Biaya per diem pelatihan/ratek/konsinyering, dsb - Biaya non operasional penyusunan PDRB Kab/Kota - Biaya non operasional penyusunan Statistik Daerah (kecamatan)
Golongan IV Golongan III Golongan II
: 15% x upah bruto : 5% x upah bruto : 0%
1. Akun 521213 : Honor yang terkait dengan output kegiatan, diantaranya: - Upah pengumpulan data (lapangan) - Upah pengolahan
Golongan IV Golongan III Golongan II
: 15% x upah bruto : 5% x upah bruto : 0%
2. Akun 521219: Belanja bahan non operasional lainnya: - Biaya per diem pelatihan/ratek/konsinyering, dsb
Golongan IV Golongan III Golongan II
: 15% x upah bruto : 5% x upah bruto : 0%
1. Akun 521213: Honor yang terkait dengan output kegiatan, di antaranya: - Upah pengumpulan data (lapangan) - Upah pengolahan
Punya NPWP : 5% x (Upah-PTKP) Tanpa NPWP : 6% x (Upah-PTKP)
2. a. Akun 521213: Uang saku pelatihan b. Akun 521219: Biaya per diem pelatihan
Punya NPWP : 5% x uang saku/biaya per diem bruto Tanpa NPWP : 6% x uang saku/biaya per diem bruto
- Penjaga malam, dan juru bersih (cleaning service)
Akun 521111: Belanja keperluan perkantoran: - Keamanan kantor - Cleaning service
Punya NPWP : 5% x (Upah bulanan-PTKP) Tanpa NPWP : 6% x (Upah bulanan-PTKP)
- Tukang kebun, tukang batu/kayu, dsb
Akun 523111: Belanja biaya pemeliharaan gedung dan bangunan - belanja biaya pemeliharaan gedung kantor - belanja biaya pemeliharaan halaman kantor
Punya NPWP : 5% x (Upah harian-PTKP) Tanpa NPWP : 6% x (Upah harian-PTKP)
2. Pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas: a. Mitra PNS
b. Mitra Non PNS *) - Korlap, Kortim, PML, PCL, Pengolah, dsb.
3. Bukan pegawai yang memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan: *) - penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, Akun 522115: Belanja Jasa Profesi moderator, narasumber, dan pembicara; - Honor pembicara, nara sumber, moderator, dsb - pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer Akun 521213: Honor terkait dengan output kegiatan dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, - Honor Kepala Desa ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu - Honor Ketua SLS (RT, dsb) kepanitiaan; (Kepala Desa, Ketua RT/SLS). * Lihat contoh penghitungan
Punya NPWP : 5% x 50% x honor Tanpa NPWP : 6% x 50% x honor
Non PNS
Punya NPWP : 5% x 50% x honor Tanpa NPWP : 6% x 50% x honor
Non PNS
11
Tabel Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran (Peraturan Dir. Jen Pajak No. PER-38/PJ/2009) 1. Kode Akun Pajak 411121 untuk PPh Pasal 21 Kode Jenis Setoran
Jenis Setoran
Keterangan
100
Masa PPh Pasal 21
Untuk pembayaran pajak yang masih harus disetor yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 21
402
PPh Final Pasal 21 atas honorarium/imbalan lain yang diterima Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/POLRI dan para pensiunnya
Untuk pembayaran PPh Final Pasal 21 atas honorarium atau imbalan lain yang diterima Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/POLRI dan para pensiunnya
2. Kode Akun Pajak 411122 untuk PPh Pasal 22 Kode Jenis Setoran
Jenis Setoran
Keterangan
100
Masa PPh Pasal 22
Untuk pembayaran pajak yang harus disetor yang tercantum dalam SPT Masa Pasal 22
900
Pemungut PPh Pasal 22
Untuk pembayaran PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Pemungut
3. Kode Akun Pajak 411124 untuk PPh Pasal 23 Kode Jenis Setoran 100
104
Jenis Setoran
Keterangan
Masa PPh Pasal 23
Untuk pembayaran PPh Pasal 23 yang harus disetor (selain PPh Pasal 23 atas dividen, bunga, royalti, dan jasa) yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 23.
PPh Pasal 23 atas Jasa
Untuk pembayaran PPh Pasal 23 yang harus disetor atas jasa yang dibayarkan kepada Wajib Pajak dalam negeri yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 23
4. Kode Akun Pajak 411128 untuk PPh Final Kode Jenis Setoran
Jenis Setoran
Keterangan
402
PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Pengalihan Hak atas Untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Pengalihan Tanah dan/atau Bangunan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
403
PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
Untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Persewaan Tanah dan/atau Bangunan.
409
PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Jasa Konstruksi
Untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas jasa konstruksi.
412
PPh Final Pasal 15 atas Jasa Penerbangan Dalam Negeri
Untuk pembayaran PPh Final Pasal 15 atas jasa penerbangan dalam negeri.
5. Kode Akun Pajak 411211 untuk PPN Dalam Negeri Kode Jenis Setoran 900
Jenis Setoran Pemungut PPN Dalam Negeri
Keterangan Untuk penyetoran PPN dalam negeri yang dipungut oleh Pemungut.
Contoh Pengisian SSP-PPh Pasal 21
SURAT SETORAN PAJAK DEPARTEMEN KEUANGAN R.I. DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
NPWP
1
LEMBAR
(SSP)
Untuk Arsip Wajib Pajak
:
Diisi sesuai dengan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimiliki
NAMA WP
:
ALAMAT WP
:
Nama, NPWP & Identitas ……………………………………………………………………………………………………………………………………………………… Bendahara …………………………………………………………………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
NOP
:
Diisi sesuai dengan Nomor Objek Pajak
ALAMAT OP
:
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………. ………….……………………...……………………………………….…………………………………………………………………………………………….
Kode Akun Pajak
Kode Jenis Setoran
Uraian Pembayaran : …………………………………………………………….. ………………………………………………………………………………………………….. Kode Akun Pajak 411121 …………………………………………………………………………………………………… Kode Jenis Setoran ………………………………………………………………………………………….………. 100/402
Masa Pajak Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Beri tanda silang (x) pada kolom bulan, sesuai dengan pembayaran untuk masa yang berkenaan
Nomor Ketetapan
Tahun Pajak
Des
Diisi Tahun terutangnya Pajak
:
Diisi sesuai Nomor Ketetapan : STP, SKPKB, SKPKBT
Jumlah Pembayaran : …………………………………………………………………………………………………….. Diisi dengan rupiah penuh Terbilang : ……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………….. ………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………….. ………………………………………………….…….……………...………………………………………………………………………………………………………………………………..
Diterima oleh Kantor Penerima Pembayaran Tanggal ……………………………………………
Wajib Pajak/Penyetor ………………………..
Cap dan tanda tangan
Nama Jelas :
, Tanggal
…………………………………….
Nama Jelas :
………………………………………
" Terima kasih Telah Membayar Pajak - Pajak Untuk Pembangunan Bangsa " Ruang Validasi Kantor Penerima Pembayaran SSP Lb 1 (Arsip Bendahara) SSP Lb 2 dan 4 (Bank Persepsi/KPPN) SSP Lb 3 (Lampiran SPT Masa Bendahara) F.2.0.32.01
…………………….
Cap dan tanda tangan
Contoh Pengisian SSP-PPh Pasal 22
SURAT SETORAN PAJAK DEPARTEMEN KEUANGAN R.I. DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
NPWP
1
LEMBAR
(SSP)
Untuk Arsip Wajib Pajak
:
Diisi sesuai dengan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimiliki
NAMA WP
:
ALAMAT WP
:
Nama, NPWP & Identitas ……………………………………………………………………………………………………………………………………………………… Rekanan …………………………………………………………………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
NOP
:
Diisi sesuai dengan Nomor Objek Pajak
ALAMAT OP
:
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………. ………….……………………...……………………………………….…………………………………………………………………………………………….
Kode Akun Pajak
Kode Jenis Setoran
Uraian Pembayaran : …………………………………………………………….. ………………………………………………………………………………………………….. Kode Akun Pajak 411122 …………………………………………………………………………………………………… Kode Jenis Setoran ………………………………………………………………………………………….………. 900
Masa Pajak Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Beri tanda silang (x) pada kolom bulan, sesuai dengan pembayaran untuk masa yang berkenaan
Nomor Ketetapan
Tahun Pajak
Des
Diisi Tahun terutangnya Pajak
:
Diisi sesuai Nomor Ketetapan : STP, SKPKB, SKPKBT
Jumlah Pembayaran : …………………………………………………………………………………………………….. Diisi dengan rupiah penuh Terbilang : ……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………….. ………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………….. ………………………………………………….…….……………...………………………………………………………………………………………………………………………………..
Diterima oleh Kantor Penerima Pembayaran Tanggal ……………………………………………
Wajib Pajak/Penyetor ………………………..
Cap dan tanda tangan
Nama Jelas :
…………………………………….
, Tanggal
Nama Jelas :
………………………………………
" Terima kasih Telah Membayar Pajak - Pajak Untuk Pembangunan Bangsa " Ruang Validasi Kantor Penerima Pembayaran
F.2.0.32.01
…………………….
Cap dan tanda tangan
Tanda Tangan, Nama & Stempel Bendahara
Contoh Pengisian SSP-PPh Pasal 23
SURAT SETORAN PAJAK DEPARTEMEN KEUANGAN R.I. DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
NPWP
1
LEMBAR
(SSP)
Untuk Arsip Wajib Pajak
:
Diisi sesuai dengan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimiliki
NAMA WP
:
ALAMAT WP
:
Nama, NPWP & Identitas ……………………………………………………………………………………………………………………………………………………… Bendahara …………………………………………………………………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
NOP
:
Diisi sesuai dengan Nomor Objek Pajak
ALAMAT OP
:
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………. ………….……………………...……………………………………….…………………………………………………………………………………………….
Kode Akun Pajak
Kode Jenis Setoran
Uraian Pembayaran : …………………………………………………………….. ………………………………………………………………………………………………….. Kode Akun Pajak 411124 …………………………………………………………………………………………………… Kode Jenis Setoran 100 ………………………………………………………………………………………….……….
Masa Pajak Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Beri tanda silang (x) pada kolom bulan, sesuai dengan pembayaran untuk masa yang berkenaan
Nomor Ketetapan
Tahun Pajak
Des
Diisi Tahun terutangnya Pajak
:
Diisi sesuai Nomor Ketetapan : STP, SKPKB, SKPKBT
Jumlah Pembayaran : …………………………………………………………………………………………………….. Diisi dengan rupiah penuh Terbilang : ……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………….. ………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………….. ………………………………………………….…….……………...………………………………………………………………………………………………………………………………..
Diterima oleh Kantor Penerima Pembayaran Tanggal ……………………………………………
Wajib Pajak/Penyetor ………………………..
Cap dan tanda tangan
Nama Jelas :
, Tanggal
…………………………………….
Nama Jelas :
………………………………………
" Terima kasih Telah Membayar Pajak - Pajak Untuk Pembangunan Bangsa " Ruang Validasi Kantor Penerima Pembayaran SSP Lb 1 (Arsip Bendahara) SSP Lb 2 dan 4 (Bank Persepsi/KPPN) SSP Lb 3 (Lampiran SPT Masa Bendahara) F.2.0.32.01
…………………….
Cap dan tanda tangan
Contoh Pengisian SSP-Pajak Penghasilan Final
SURAT SETORAN PAJAK DEPARTEMEN KEUANGAN R.I. DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
NPWP
1
LEMBAR
(SSP)
Untuk Arsip Wajib Pajak
:
Diisi sesuai dengan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimiliki
NAMA WP
:
ALAMAT WP
:
Nama, NPWP & Identitas ……………………………………………………………………………………………………………………………………………………… Bendahara …………………………………………………………………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
NOP
:
Diisi sesuai dengan Nomor Objek Pajak
ALAMAT OP
:
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………. ………….……………………...……………………………………….…………………………………………………………………………………………….
Kode Akun Pajak
Kode Jenis Setoran
Uraian Pembayaran : …………………………………………………………….. ………………………………………………………………………………………………….. Kode Akun Pajak 411128 …………………………………………………………………………………………………… Kode Jenis Setoran ………………………………………………………………………………………….………. 402, 403, 409, 412
Masa Pajak Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Beri tanda silang (x) pada kolom bulan, sesuai dengan pembayaran untuk masa yang berkenaan
Nomor Ketetapan
Tahun Pajak
Des
Diisi Tahun terutangnya Pajak
:
Diisi sesuai Nomor Ketetapan : STP, SKPKB, SKPKBT
Jumlah Pembayaran : …………………………………………………………………………………………………….. Diisi dengan rupiah penuh Terbilang : ……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………….. ………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………….. ………………………………………………….…….……………...………………………………………………………………………………………………………………………………..
Diterima oleh Kantor Penerima Pembayaran Tanggal ……………………………………………
Wajib Pajak/Penyetor ………………………..
Cap dan tanda tangan
Nama Jelas :
…………………………………….
, Tanggal
Nama Jelas :
………………………………………
" Terima kasih Telah Membayar Pajak - Pajak Untuk Pembangunan Bangsa " Ruang Validasi Kantor Penerima Pembayaran
F.2.0.32.01
…………………….
Cap dan tanda tangan
Contoh Pengisian SSP-PPN
SURAT SETORAN PAJAK DEPARTEMEN KEUANGAN R.I. DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
NPWP
1
LEMBAR
(SSP)
Untuk Arsip Wajib Pajak
:
Diisi sesuai dengan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimiliki
NAMA WP
:
ALAMAT WP
:
Nama, NPWP & Identitas ……………………………………………………………………………………………………………………………………………………… Rekanan …………………………………………………………………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
NOP
:
Diisi sesuai dengan Nomor Objek Pajak
ALAMAT OP
:
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………. ………….……………………...……………………………………….…………………………………………………………………………………………….
Kode Akun Pajak
Kode Jenis Setoran
Uraian Pembayaran : …………………………………………………………….. ………………………………………………………………………………………………….. Kode Akun Pajak 411211 …………………………………………………………………………………………………… Kode Jenis Setoran ………………………………………………………………………………………….………. 900
Masa Pajak Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Beri tanda silang (x) pada kolom bulan, sesuai dengan pembayaran untuk masa yang berkenaan
Nomor Ketetapan
Tahun Pajak
Des
Diisi Tahun terutangnya Pajak
:
Diisi sesuai Nomor Ketetapan : STP, SKPKB, SKPKBT
Jumlah Pembayaran : …………………………………………………………………………………………………….. Diisi dengan rupiah penuh Terbilang : ……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………….. ………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………….. ………………………………………………….…….……………...………………………………………………………………………………………………………………………………..
Diterima oleh Kantor Penerima Pembayaran Tanggal ……………………………………………
Wajib Pajak/Penyetor ………………………..
Cap dan tanda tangan
Nama Jelas :
…………………………………….
, Tanggal
Nama Jelas :
………………………………………
" Terima kasih Telah Membayar Pajak - Pajak Untuk Pembangunan Bangsa " Ruang Validasi Kantor Penerima Pembayaran
F.2.0.32.01
…………………….
Cap dan tanda tangan
Tanda Tangan, Nama & Stempel Bendahara