PERANCANGAN ULANG DIMENSI DIES COLD ROLL FORMING UNTUK PROFIL ”U” Rosehan, Erry Y.T. Adesta, Risziki Email:
[email protected];
[email protected]; ABSTRACT Cold roll forming is a sheet metal forming process which become sheet metal profile by formed it through a number of rolls, at temperature under recrystallization. Elementary principle from cold roll forming is bend process at room temperature. Sheet metal forming process design such as plain of forming sequence shape of roll dies and roll assembly. Bend radius calculating is an imperative things for form process. Material performance to affair rolling process depends on the material performance. “U” profile metal form appropriate as roof support. Zincalume steel is a apply material with alloy of 55% alumunium, 43,5 % zinc and 1,5 % silicon. Keyword: “U” profile, forming process, bend radius
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pengerolan (rolling) adalah proses metal forming yang sering dihadapkan pada kesulitan memprediksi berbagai hubungan kuantitatif di antara aliran logam, gesekan pada permukaan material dan peralatan (Baltov, 1995: 695). Proses pengerjaan seperti pengerolan, ekstrusi, penempaan sering menimbulkan deformasi plastis, sehingga operasi tersebut mencakup proses slip (Smallman, 1999: 221). Gaya yang diakibatkan antara die dan benda kerja pada proses pengerolan berupa gaya tekan, tekuk, dan tarik. Pada proses cold roll forming masalah yang sering muncul yaitu pada saat roll melakukan bending terhadap benda kerja. Salah satu dampak dari permasalahan tersebut adalah sisi permukaan benda kerja akan mengalami kerusakan (crack), sehingga nilai kualitas produk yang dihasilkan akan berkurang. Radius pada dies merupakan salah satu bagian awal crack pada benda kerja. Untuk itu dibutuhkan suatu proses perancangan pada dies roll. Hal yang pertama dilakukan pada perencanaan proses cold roll forming adalah menentukan jumlah langkah pembentukan dan bentuk roll dies (Suharto, 1994: 167). Perancangan dies rolling untuk membentuk lembaran logam dengan profil “U”, yang digunakan sebagai penyangga atap pada rumah. 1.2 Identifikasi Masalah Identifikasi masalah pada perancangan dies cold rolling adalah: 1. Besar radius pada setiap proses penekukan. 2. Jumlah langkah pembentukan benda kerja yang berupa profil ”U”. 3. Bentuk dimensi dies roll. 1.3 Batasan Masalah Perancangan dimensi dies cold rolling untuk proses pembentukan lembaran logam dengan profil ”U” yang meliputi efek springback, radius penekukan dan bend allowance. 1.4 Rumusan Masalah Menentukan dimensi dan besarnya sudut dies roll, agar benda kerja tidak mengalami crack pada saat dilakukan proses pembentukan profil ”U”. 1.5 Tujuan Perancangan Perancangan dies roll pada proses cold rolling untuk pembentukan lembaran logam profil ”U” dengan memperlihatkan tingkat pembentukan profil.
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cold Roll Forming Proses cold roll forming atau juga disebut countour roll forming adalah proses pembentukan pelat menjadi profil dengan sejumlah rol dilakukan pada suhu di bawah temperatur rekristalisasi (suhu kamar). Keunggulan utama dari proses ini adalah kecepatan produksi dan kepresisian produk yang tinggi. Perancangan proses pembentukan pelat menjadi profil meliputi perencanaan urutan pembentukan dan bentuk roll dies. Proses cold roll forming mempunyai ciriciri sebagai berikut: 1. material mengalami gerakan translasi selama proses pembentukan. 2. penekukan berlangsung pada kondisi pre-stressed 3. selama proses berlangsung sumbu netral dari material berubah secara continue. 2.2. Sifat Mekanik Material Akibat Pengerjaan Dingin Kurva pengaruh sifat mekanik akibat pengerjaan dingin menyebabkan peningkatan kekuatan tarik dan yield material, namun terjadi penurunan dalam keuletan, pada Gambar 2.1 Struktur logam akibat pengerjaan dingin berbentuk kristal yang terdiri dari butiranbutiran serta tidak beraturan dengan besar yang berbeda. Hal ini akan terlihat jelas pada pengamatan dengan mikroskop setelah logam di-finishing. Pada saat logam mengalami pengerjaan dingin terjadi perubahan dan pergeseran butiran atom, tejadi pada daerah yang mempunyai ikatan atom lemah, sehingga Gambar 2.1. Kurva Pengaruh Sifat Mekanik terjadi pergeseran atom. lihat Gambar 2.2. dan Akibat Pengerjaan Dingin Gambar 2.3.
Gambar 2.2. Slip pada Logam
Gambar 2.3. Arah Slip pada Logam (Smallman, 1999: 221)
Material logam mengalami deformasi elastis dan plastis, deformasi elastis terjadi pada tegangan rendah. Karakteristik umum deformasi elastis yaitu mempunyai sifat mampu balik (reversible). Deformasi plastis sulit untuk didefinisikan secara tepat, pada kurva tegangan dan regangan untuk besi tidak murni pada Gambar 2.4, awal terjadi deformasi plastis ditandai dengan penurunan beban secara tiba-tiba yang menunjukkan terdapat titik luluh atas dan titik luluh bawah. Pengerjaan dingin membutuhkan tekanan lebih besar dibandingkan pengerjaan panas. Pada Gambar 2.5. material yang mengalami proses pengerolan akan mempunyai struktur yang lebih rapat (berbentuk pipih), sehingga deformasi logam pada pegerjaan dingin tidak boleh melebihi batas elastis karena akan menimbulkan distorsi atau pelepasan pada butiran atom Secara garis besar, proses pengerjaan dingin berakibat: 1. Struktur butir mengalami distorsi. 2. Kekerasan dan kekuatan meningkat, hal ini seiring dengan penurunan pada keuletan material.
3. Penyelesaian permukaan lebih baik. 4. Dapat di peroleh toleransi dimensi yang teliti.
Gambar 2.4. Kurva Tegangan dan Regangan untuk Logam Tidak Murni (Smallman, 1999)
Gambar 2.5. Efek Struktur pada Material Akibat Proses Pengerolan
2.3. Regangan dan Tegangan Sifat ulet (ductile) pada material sangat berpengaruh dalam pembentukan lembaran logam menjadi profil pada proses pengerolan, dimana strain pada material dapat diketahui dengan melihat besar tegangan yang di alami material tersebut. Ketebalan dari material mempengaruhi proses pengerolan, yaitu pada saat material dilakukan proses penekukan. Daerah luar dari pelat merupakan daerah penarikan, sedangkan daerah dalam pelat merupakan daerah penekukan. Dampak dari penarikan yang terlalu besar, material akan mengalami patah (fracture). Kondisi seperti ini sering dialami pada proses pembentukan lembaran logam dengan proses pengerolan dimana tegangan dan radius penekukan yang diberikan terlalu kecil. Besar tegangan pada kurva dalam Gambar 2.6. ditentukan pembagian beban dengan luas penampang lintang semula material, besar regangan dihitung sebagai perpanjangan dibagi dengan panjang semula. Kurva seperti ini disebut kurva tegangan-regangan teknik, dan meningkat hingga tegangan maksimum (ultimate tensile stress), kemudian kurva menurun bersamaan dengan kenaikan regangan dan berhenti ketika material (benda uji) putus. Pada material, Gambar 2.6. Batas Daerah Tegangantegangan terus menaik hingga putus ini Regangan pada Material disebut tegangan regangan sesungguhnya. Kurva tegangan-regangan teknik boleh digunakan dalam praktek untuk menentukan beban maksimum (kekuatan tarik batas). Untuk mengetahui besar regangan sampai terjadi fracture, maka bisa dikalkulasi dengan Persamaan 2.1. . . . . . .(2.1) Bagian material yang di tekuk akan mengalami pemuluran (elongation). Besar persentase pemuluran terhadap ketebalan materia, makin tebal material maka persentase pemuluran akan lebih besar terhadap komposisi material yang sama. Kalkulasi regangan terhadap setiap proses penekukan profil bisa di bantu dengan persamaan 2.2.
ln 1
ln 1
⁄
ln
. . . . . .(2.2)
⁄
sehingga,
. . . . . .(2.3)
Dengan diketahui besar regangan setiap penekukan dan tegangan pada persamaan 2.3, maka regangan terhadap material bisa dikalkulasi dengan persamaan 2.4. Material akan cacat bila tegangan-regangan melampaui batas kemampuan. . . . . . .(2.4) 2.4. Radius dan Gaya Penekukan Radius penekukan merupakan jari-jari lengkungan bagian dalam dari permukaan yang dilakukan proses penekukan. Pada Gambar 2.7. kerusakan akibat dari radius penekukan minimum bisa terlihat pada permukaan benda kerja berupa retak atau patah. Untuk menghindari terjadi retakan atau patah pada material, maka radius tidak bisa di bentuk lebih kecil dari nilai radius yang minimum. Radius penekukan minimum berkaitan dengan ketebalan material seperti 2T, 3T, 4T, dan nT. Persamaan 2.5. untuk menentukan radius penekukan minimum, yaitu: 1
. . . . . .(2.5)
Gambar 2.7. Cracks Akibat Penekukan yang Berlebihan (sumber : Kalpakjian, 2003: 352) Tabel 2.1. Minimum Bend Radius for Various Materials at Room Temperatur Material
Condition Soft Hard
Almunium alloys 0 Beryllium copper 0 Brass, low-leaded 0 Magnesium 5T (sumber : Kalpakjian, 2003: 461
6T 4T 2T 13T
Gambar 2.8. V-die (sumber: Kalpakjian, 2003: 356)
Material
Condition Soft Hard
Austenitic stainless steel Low carbon, low alloy steel Titanium Titanium alloys
0.5T 0.5T 0.7T 2.6T
6T 4T 3T 4T
Pada Tabel 2.1, radius penekukan minimum yang didapatkan dari berbagai jenis material. Pada waktu proses penekukan material, maka akan terjadi perubahan bentuk pada bagian yang ditekuk. Besar gaya penekukan material dihitung dengan Persamaan 2.6. Jenis die penekukan menggunakan V-die, dimana mempunyai nilai (k) 1,33. .
. . . . . .(2.6)
2.5. Springback Springback seperti terlihat pada Gambar 2.9. terjadi pada saat material diberikan gaya bending (tekuk), material yang ulet mempunyai sifat untuk kembali ke bentuk semula apabila dilakukan proses pembentukan tetapi dengan sudut yang berbeda (selisih). Springback terjadi pada daerah elastis material.Compensation springback digunakan agar hasil dari pembentukan sesuai dengan rancangan. besar dan kecil nilai springback pada Gambar 2.9. Skematik Springback pada Lembaran proses bending (tekuk) dihitung dengan persamaan 2.7 Logam (Kalpakjian, 2003: 462) 4
. .
3
. .
1
. . . . . .(2.7)
2.6. Forming Passes Faktor yang berpengaruh dalam menentukan jumlah langkah pembentukan adalah kompleksitas dari profil dibentuk serta dimensi dari pelat. Penentuan langkah pembentukan bisa dilakukan dengan memproyeksikan profil terhadap bentuk garis bentangan dan berakhir dengan profil yang diinginkan. Tahapan pembentukan profil ”U” bisa dilihat pada gambar kerja di bagian lampiran. Pembentukan dilakukan untuk memudahkan perancangan pembuatan dies roll. Skema pembentukan bisa dilihat pada Gambar 2.10, warna merah merupakan final dari profil yang diinginkan. Penggambaran tahapan pembentukan profil ”U” dibantu dengan Gambar 2.10. Proyeksi pembentukan profil menggunakan software CAD. (sumber : http://www. divine machines.com) 2.7. Bend Allowance Bend allowance merupakan panjang pada sheet metal dalam keadaan lurus, sebelum mengalami penekukan. Daerah bend allowance adalah daerah dimana material mengalami penekukan. Bend allowance diperlukan untuk menghitung panjang material menggunakan Persamaan 2.8. BA=(0,017 x R + 0,0078 x T).A
. . . . . .(2.8)
2.8. Material pada Profil ”U” Pada sub bab 2.6. telah diterangkan bahwa material dasar dari profil ”U” adalah baja dengan kelas karbon rendah dibawah 0,30% C (Kalpakjian, 2003: 108). Material dasar tersebut tidak berdiri sendiri ada beberapa bahan yang disatukan agar diperoleh material dengan sifat keuletan dan korosi yang tinggi. Material zincalume steel pada saat ini sering digunakan pada konstruksi bangunan logam. Zincalume steel merupakan baja paduan antara alumunium (Al) dan seng (Zn) yang memiliki ketahanan terhadap korosi yang tinggi. Tipe dari zincalume yang di gunakan pada profil ”U” adalah G300, dengan coating bertipe AZ150 .
Tabel 2.2. Properties Material Zincalume Steel Material Baja Seng Silicon Alumunium
Density (kg/m3)
Thermal expansion (Kdeg)
Young Modulus N/m2)
Yield Strength N/m2)
Poisson ratio
7860 7100 2329,6 2710
1,17E-05 3,12E-05 2,60E-06 2,36E-05
2,00E+11 9,70E+10 1,50E+08 7,00E+10
2,50E+08 1,40E+08 5,00E+08 9,50E+07
0,266 0,25 0,226 0,346
Material ini cocok digunakan untuk atap, dinding, dan pagar pada bangunan. Zincalume steel diproduksi dengan hot dip process (proses celup panas) secara berkelanjutan dan memiliki paduan lapisan meliputi 55% aluminium (Al), 43,5 % seng (Zn), dan 1,5 % silikon (Si). Pada Tabel 2.2. bisa di lihat material properties dari zincalume. 2.9. Jenis-jenis Cacat pada Proses Pengerolan Proses pengerolan berjalan dengan baik jika dijaga keseimbangan beberapa faktor, yaitu properties material, variabel-variabel proses pengerolan dan pelumasan. Sering terlihat cacat yang terjadi material, disebabkan tidak homogen struktural material, karat, kotoran yang menempel pada material dan perlakuan awal material sebelum material dilakukan proses pengerolan. Cacat-cacat struktural material mempengaruhi integritas hasil pada proses pengerolan. Pada Gambar 2.11. beberapa cacat yang sering timbul pada proses pengerolan. Gambar 2.11. (a) wavy edges (tepi-tepi berombak/keriting) disebabkan oleh lenturan pengerolan. Keretakan pada material pada Gambar 2.11. (b) zipper cracks dan (c) edge cracks, karena perpanjangan bagian tepi material lebih dari dimensi material awal maka terjadi gaya penarikan yang tidak beraturan selama proses pengerolan berlangsung. Cacat semacam ini disebabkan oleh keuletan material. Cacat aligator bisa dilihat pada Gambar 2.11. (d) merupakan suatu gejala yang kompleks diakibatkan oleh deformasi yang berbeda pada bahan selama Gambar 2.11. Jenis-jenis Cacat pada Proses pengerolan karena material tidak homogen. Pengerolan(Kalpakjian, 2003: 293) 2.10. Perakitan Roll Dies pada Mesin Perakitan dies pada mesin rol akan sangat menentukan produk akhir yang dihasilkan. Untuk memberikan kelurusan pada material yang akan masuk pada roll dies pertama, maka digunakan guide (pengarah). Selain itu diperlukan pengatur kesejajaran dari roll dies pada seluruh stasiun pembentukan profil. Penyesuaian jarak antar rol atas dan rol bawah terhadap ketebalan pelat dilakukan dengan cara memutar baut penyetel yang berada di atas stasiun rol. Pengaturan awal ini untuk mengurangi kemungkinan terjadi reduksi ketebalan material. PERHITUNGAN ROLL DIES 3.1 Data Perancangan Roll Dies Data perancangan diperoleh dari data studi lapangan di pabrik X. Tabel 4.1. dan 4.2. berfungsi untuk memudahkan dalam pengolahan data untuk perancangan roll dies. Data diperoleh berdasarkan kebutuhan akan perancangan ulang roll dies. Tabel 3.1 Spesifikasi Motor Merk / Type
Putaran (n)
Tegangan (volt)
Ampere (A)
Berat motor
Fukuta / AEUF
1440 rpm
220-380
13,5-7,8
45 kg
Tabel 3.2. Spesifikasi Mesin Roll untuk Profil ”U” Forming speed
Diameter poros roll
Jarak antar tingkat rol
Jarak antara roll atas dan roll bawah
Gap
Sistem transmisi
± 20 m/menit
Ø 70 mm
34 cm
115 cm (atas fleksibel)
< 1 mm
Chain system
3.2
Dimensi Profil “U” Panjang sisi miring pada benda kerja: 35.693 mm, => 36 mm, besarnya sudut = 76°28’24”
Gambar 3.1. Dimensi profil “U” 3.3
Perhitungan Compensation Springback Springback dalam proses sheet metal forming harus dapat dihitung dengan baik agar hasil pembentukan sesuai dengan perancangan. Pada persamaan 2.7. besar springback terjadi pada material saat proses penekukan berlangsung bisa diketahui. Dari data properties material zincalume dan dimensi profil, maka diperoleh: t = 0,5 mm. Pada Tabel 2.2. Properties Material Zincalume Steel, diperoleh yield strength 2,5x108 N/m² dan Young Modulus 2x1011 N/m² Di peroleh, . .
. ,
=
=4,375x10-3
. ,
4
.
3
.
0,0175 – 0,0131 maka,
, ,
1
4. 4,375x10 1
– 3. 4,375x10
1
1,004375
6,9695
Setelah terkakulasi maka besar kompensasi springback yang terjadi pada proses pengerolan, adalah : =0,0304mm 3.4
Bend Allowance Pada sub bab 2.7 telah dijelaskan mengenai bend allowance, maka dengan persamaan 2.8 kalkulasi proses penekukan bisa diketahui. Asumsi radius awal adalah 1 mm, maka bend allowance adalah: BA=(0,017 x R + 0,0078 x T).A = (0,01743 x 1 + 0,0078 x 0,5) 76°28’24” = 1,62108 mm Diperoleh besar bend allowance, adalah 1,62108 mm.
3.5
Perancangan Pembentukan Langkah Profil ”U”
Pada bantuan persamaan fungsi trigonometri, bisa diketahui berapa besar sudut penekukan untuk setiap langkah proses pembuatan profil ”U”. Agar bisa mempermudah penggambaran langkah pembentukan pada mesin rol maka dibuat suatu skematik penggambaran langkah kerja. Skematik tersebut bisa dilihat pada Gambar 4.2. Posisi rol pada mesin adalah fleksibel atau jarak antar rol (atas dan bawah) bisa disesuaikan dengan kondisi tebal dari lembaran logam tersebut. Panjang pembentukan dengan profil yang sederhana dari stasiun rol diperlukan jarak dan tinggi sesuai dengan keinginan, maka dari suatu bagian dikalikan dengan kotangen 1°25’ (Bolz W, 1958: 169).
Gambar 3.2. Schematic layout the forming angle
Gambar 3.3 Segitiga 2
Dari skema Gambar 4.5: B = (0,024375 x 2692) = 65,61 mm h = (0,024375 x 673) = 16,61 mm Untuk menghitung besar sudut pembentukan setiap langkah, maka pada Gambar 4.3. dengan bantuan segitiga trigonometri. Data yang telah di dapat (h) dikalkulasi dengan persamaan fungsi trigonometri: Dari Gambar 3.3. segitiga 2, Diketahui: Sn= 0,5 + 1 + (compensation springback) = 1,5304 mm maka, Sin α =(h-Sn)/l=(16,66)-(1/4 x 1,5304) = 18°49’48” (sudut penekukan pada langkah pertama proses penekukan) Dengan metode try dan error maka jarak antar rol bisa diakumulasikan, lihat pada Tabel 3.3. Tabel 3.3. Center Stasiun Antar Roll Stage Jarak stasiun antar rol (mm)
1
2
3
4
5
6
7
Total
340
340
340
673
673
673
673
3712
Berdasarkan perhitungan sampai dengan langkah terakhir proses penekukan data bisa ditabulasikan, lihat Tabel 3.4. Pada Tabel 3.4 radius yang diperoleh adalah radius posisi incremental dengan center berada di garis vertikal. Skema radius penekukan bisa dilihat pada Gambar 3.4, dimana garis warna merah diasumsikan sebagai center dari lingkaran yang lain. Tabel 3.4. Proses Penekukan dengan Radius Posisi Incremental Stage
T (mm)
BA awal (mm)
BA (mm)
Springback
Radius (mm)
Α (deg)
1 2 3 4
0,5 0,5 0,5 0,5
1,62108 1,62108 1,62108 1,62108
0,40527 0,81054 1,21581 1,62108
0,0304 0,0304 0,0304 0,0304
1 0,8333 0,6667 0,5
18°49’48” 40°45’42” 69°30’30” 76°27’24”
Setelah diperoleh sudut penekukan material, maka dengan bantuan Cad software diperoleh dan besar radius yang akan dilakukan penekukan. Pada gambar 3.4 skema radius penekukan, perpindahan posisi center terhadap datum lihat pada Tabel 3.5. Pengambilan radius perpindahan posisi terhadap sumbu y (vertikal) mempunyai asumsi, gaya yang dialami benda kerja saat penekukan berupa Gambar 3.4. Skema Radius Penekukan gaya tekan dari atas dan bawah roll dies. Tabel 3.5. Skema Radius Penekukan Stage
Warna Garis
Jarak center (mm)
Radius ( mm)
1 2 3 4
Kuning Biru Hijau Merah
0,5 0,33 0,1667 0 (center)
1 0,8333 0,6667 0,5000
3.6
Perhitungan Gaya dan Daya Pengerolan Gaya pembentukan yang diterima material dalam proses pengerolan berupa gaya tekuk. Pada persamaan 2.6. besar gaya yang diterima bisa dikalkulasi, hasil dari pengolahan data ditabulasikan pada Tabel 3.6. besar gaya yang diterima pada setiap penekukan. Tabel 3.6. Besar Gaya pada Pembentukan Profil ”U” Stage t (mm) L (mm) W (mm) F ( N)
1
2
3
0,5 135 10 1,53
0,5 135 10,5 1,45
0,5 135 11 1,39
4 0,5 74,43 3,5 2,36
5 0,5 74,43 1,14 7,38
6 0,5 74,43 1,29 6,52
7 0,5 74,43 3,72 2,26
Setelah dikalkulasi besar gaya penekukan, maka daya pembentukan untuk lembaran profil ”U” bisa dilakukan perhitungan dengan Persamaan 2.10. Pada Persamaan 2.10, r merupakan jarak Tabel 3.7. Daya untuk Tiap Langkah Pembentukan Profil ”U” Stage
F (103. N)
(mm)
(mm)
(mm)
V (m/menit)
P (10². watt)
1 2 3 4 5 6 7
1,53 1,45 1,39 2,36 7,38 6,52 2,26
58 58 59 70 82 92 93
58 58 58 58 70 76 76
117 117 117 117 129 134 135
20 20 20 20 20 20 20
1,69 1,60 1,54 2,61 8,94 8,25 2,84
radial dari sumbu (jari-jari) dan F merupakan besar gaya setiap langkah pembentukan. Kalkulasi daya digunakan untuk mengetahui besar torsi yang bekerja pada roll dies. Lihat Tabel 3.7. hasil perhitungan besar daya setiap langkah pembentukan. Berdasarkan Tabel 3.7. total daya yang digunakan untuk pembentukan profil ”U” adalah 5,5 kW. 3.7
Perhitungan Kekuatan Regangan dan Tegangan pada Zincalume Untuk memperjelas hasil grafik pengolahan data, maka pengolahan data ini dapat dihitung. Data yang di-input-kan: UTS = 340 mpa, untuk zincalume steel G 300 dengan coating AZ150 (
K = 760 mpa n = 0,08 (strain hardening exponent) Typical Values for K and n at Room temperatur R = radius pembentukan, lihat tabel 4.4 dengan pembentukan bagian tengah awal sebesar 5 mm lihat Gambar 3.5. t = 0,5 mm
Gambar 3.5 Bentuk Bagian Tengah Material Berdasarkan pada data yang sudah di dapat, maka besarnya tegangan-regangan pada setiap proses penekukan bisa dikalkulasi dengan persamaan 2.2 dan 2.3. Maka regangan untuk pembentukan awal (langkah pertama), yaitu: ,
ln
= 0,024
,
Untuk menghitung tegangan tiap proses pembentukan digunakan persamaan 2.3. Dari persamaan 2.2 dan 2.3 ditabulasikan pada Tabel 3.8. Tabel 3.8. Tegangan-regangan Teori pada setiap Pembentukan stage
1
2
3
4
5
6
7
ε (strain) stress (psi)
0,024 8177,484
0,024 8177,484
0,024 8177,484
0,105 9201,883
0,122 9313,016
0,146 9447,781
0,182 9615,841
Tabel 3.9. Regangan yang Terjadi pada Material Zincalume G300 Stage ε (strain) stress (psi) εmaksimum εterjadi (10-3)
1 0,024 8177,484 0,5971 6,461
2 0,024 8177,484 0,5971 6,461
3 0,024 8177,484 0,5971 6,461
4 0,105 9201,883 0,5971 7,687
5 0,122 9313,016 0,5971 7,784
6 0,146 9447,781 0,5971 7,895
7 0,182 9615,841 0,5971 8,032
Tegangan dan regangan teori dikalkulasi untuk dijadikan referensi terhadap regangan yang terjadi pada saat proses pembentukan. Pada grafik Gambar 3.6. bisa dilihat tegangan dan regangan teori
Gambar 4.7 Regangan yang Terjadi pada Pembentukan Profil ”U” proses pembentukan. Setelah dikalkulasi tegangan-regangan tiap pembentukan, maka hasil tersebut disubtitusikan dalam persamaan 2.4. Persamaan 2.4 berfungsi untuk melihat besar strain yang dialami material, sehingga bisa memberikan batas pada proses pembentukan profil.Hasil perhitungan pada Tabel 3.7, dimana strain material tidak boleh melebihi batas strain maksimum Teganganregangan sampai material terjadi fracture menggunakan persamaan 2.1. Dengan mengkombinasikan persamaan 2.1 serta persamaan 2.2 dan 2.3, tegangan- regangan fracture dapat diketahui yaitu sebesar 0,651 untuk regangan dan tegangan 10,648 psi.Setelah diketahui nilai tegangan-regangan tiap-tiap pembentukan berdasarkan material zincalume, dapat dibentuk suatu kurva pada Gambar 3.7. tegangan-regangan dengan berpedoman pada besar regangan maksimum yang terjadi Gambar 4.6. Grafik Tegangan dan Regangan
KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Ada beberapa hal penting yang disimpulkan pada perancangan ulang dimensi dies cold roll forming untuk profil “U“, yaitu: 1. Berdasarkan simulasi perhitungan pembentukan langkah profil “U“, maka di peroleh : 1) Jumlah dies profil “U“ mempunyai tujuh langkah pembentukan. 2) Proses penekukan dengan posisi radius incremental, bergerak searah sumbu vertikal. 2. Gaya pembentukan dipengaruhi oleh tebal material, regangan terjadi, compensation springback, panjang penekukan dan nilai radius pembentukan. 3. Pengecekan kemampuan proses pembentukan dikalkulasi terhadap strain material. 4. Pada proses cold roll forming terjadi perubahan dimensi pada material kerja. Hal ini mengakibatkan hasil pengerolan mempunyai kekakuan profil yang meningkat. 4.2 Saran Berdasarkan hasil analisis perhitungan dan kesimpulan yang di dapat, maka disarankan agar dilakukan: 1. Kesempurnaan bentuk profil tergantung pada perakitan dan kelurusan roll dies pada mesin. 2. Pengaruh Coating pada roll dies dan profil perlu diteliti lebih lanjut. DAFTAR PUSTAKA 1. Ansori, Sofi. 2002, Tip dan Trik AutoCAD. Jakarta: Elex Media Komputindo. 2. Baltov, A.I., Nedev, A.G., An Approach to The Modelling of Contact Friction During Rolling. Journal of materials processing technology. No. 53, 1995: 695-711. 3. Bolz, W Roger. 1985, Metals Engineering Processes. New York: McGraw Hill, Inc. 4. Bueche, Frederick J. 1989, Fisika, terjemahan B. Darmawan. Edisi Ke-8. Jakarta: Erlangga. 5. Juhana Ohan, Ir dan Suratman, M. 2000, Menggambar Teknik Mesin dengan Standar ISO. Jakarta: Pustaka Grafika. 6. Kalpakjian, Serope and Schmid, Steven. R. 2003, Manufacturing Processes for Engineering Materials. Fourth edition. Pearson Education, Inc. 7. Kazanas, H.C, Baker, G.E dan Gregor Thomas. 1992, Basic Manufacturing Processes. Ohio, McGraw-Hill. 8. Khurmi, R.S. Gupta, J.K. 1982, A Text Book of Machine Design, Eurasia Publishing House (PVT)LTD. New Delhi. 9.
th
Smallman, R.G dan Bishop, R.J. Modern Physical Metallurgy and Materials Engineering 6 Edition, terjemahan Djaprie, Sriati., M. Met. Edisi Ke-6. Jakarta: Erlangga. 10. Suharto. Perancangan mesin cold roll forming. Jurnal Majalah politeknik. No. 4, 1994: 167179. 11. Sularso, Kiyokatsu Suga. 1985, Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, P.T. Pradnya Paramita. Jakarta.