BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Material Baja Ringan (cold form steel)
2.1.1 Gambaran Umum Profil baja ringan (cold form steel) adalah jenis profil baja yang memiliki dimensi ketebalan relatif tipis dengan rasio dimensi lebar setiap elemen profil terhadap tebalnya sangat besar. Karena dimensi ketebalan profil relatif tipis, maka pembentukan profil dapat dilaksanakan menggunakan proses pembentukan dingin (cold forming
processes). Di dalam proses ini, profil dibentuk dari pelat atau lembaran baja menjadi bentuk yang diinginkan melalui mesin rol atau mesin tekuk pelat (rolling press atau
bending brake machines) pada suhu ruangan. Ketebalan pelat baja yang umumnya digunakan sebagai bahan dasar pembentukan profil biasanya berkisar antara 0.3 mm hingga 6 mm (WW-Yu). Profil baja ringan sangat berbeda dibanding profil baja konvensional yang dibentuk melalui proses pengerjaan panas (hot formed steel sections). Jenis profil pertama dipengaruhi oleh tegangan sisa tekan yang diakibatkan oleh strain hardening dalam proses pengerjaan dingin sedangkan pada jenis profil kedua, tegangan sisa yang timbul diakibatkan oleh proses pendinginan. Karena rasio dimensi lebar terhadap tebal dinding profil di setiap bagian elemennya sangat besar, maka akibat beban tekan sering kali profil pertama-tama mengalami local buckling sebelum mencapai kekuatan maksimumnya dalam mendukung beban kerja. Bentuk mekanisme kerusakan profil 6
Universitas Sumatera Utara
7
sangat bervariasi tergantung dari jenis pembebanan yang dapat didukung profil sampai mencapai kekuatan maksimumnya. Baja ringan (cold formed steel) sebagai elemen struktur telah mulai diminati dewasa ini. Hasil riset yg cukup intensif terhadap perilaku baja ringan yang telah dituangkan di dalam design code di berbagai negara seperti Australia Standard
(AS/NZS), American Iron and Steel Institute (AISI), British Standard (BS code) dan Eurocode telah meningkatkan kredibilitas baja ringan sebagai elemen struktur yang sama dengan baja biasa (hot-rolled steel) dan beton bertulang. Menurut Wei-Wen Yu, batang stuktural baja cold form memberikan beberapa keuntungan dalam konstruksi bangunan, antara lain: 1.
Dibanding dengan baja biasa, produk baja ringan dapat diproduksi dengan berat yang lebih ringan dan bentang yang lebih pendek.
2.
Konfigurasi tampang yang tidak biasa dapat diproduksi secara lebih ekonomis dengan proses bentukan dingin (cold forming) sehingga perbandingan antara kekuatan dengan berat yang diinginkan dapat diperoleh.
3.
Tampang bentuk sarang (nestable section) dapat diproduksi dimana tampang tersebut memungkinkan proses pemaketan yang lebih padat dan pengangkutan yang lebih ekonomis.
4.
Panel dan dek pemikul beban bisa menyediakan permukaan yang berguna digunakan untuk lantai, atap dan konstruksi dinding.
Universitas Sumatera Utara
8
5.
Panel dan dek pemikul beban tidak hanya memikul beban normal tetapi juga mampu memikul geser apabila panel-panel tersebut terkoneksi dengan baik.
Apabila dibandingkan dengan material struktur yang lain seperti kayu dan beton, material baja ringan memiliki beberapa kelebihan: 1.
Lebih ringan.
2.
Kekakuan dan kekuatan yang tinggi.
3.
Kemudahan pabrikasi dan produksi massal.
4.
Cepat dan mudah dipasang dan didirikan.
5.
Tidak terlalu terpengaruh oleh cuaca.
6.
Detail yang lebih akurat.
7.
Tidak mengalami susut dan rangkak pada temperatur.
8.
Kualitas yang seragam.
9.
Proses pengangkutan material yang ekonomis.
10. Material dapat didaur ulang. Sedangkan kelemahan ataupun kekurangan baja ringan diantaranya: 1.
Ketebalan material yang terbatas menyebabkan material tidak dapat digunakan untuk struktur yang memikul momen dan gaya tekan yang sangat besar dikarenakan kemungkinan bahaya tekuk yang tinggi.
2.
Tidak semua jenis sambungan dapat digunakan untuk material yang sangat tipis.
3.
Peraturan yang belum terlalu populer untuk beberapa negara penggunaan material cold formed steel masih merupakan hal yang baru.
Universitas Sumatera Utara
9
4.
Standar ukuran profil dari tiap produsen tidak selalu sama.
5.
Jenis profil tunggal yang terbatas sehingga untuk mendapatkan kekuatan yang diharapkan banyak dilakukan profil gabungan.
Riset
tentang
baja
ringan
untuk
konstruksi
bangunan
dimulai
oleh
Prof. George Winter dari Universitas Cornell tahun 1939. Berdasarkan riset-riset beliau maka dapat dilahirkan edisi pertama tentang “Light Gauge Steel Design Manual” tahun 1949 atas dukungan AISI (American Iron and Steel Institute). Sejak dikeluarkan peraturan tersebut lima dekade yang lalu, maka pemakaian material baja ringan semakin berkembang untuk konstruksi bangunan, mulai struktur sekunder sampai struktur utama misalnya untuk balok lantai, rangka atap dan dinding pada bangunan industri, komersial maupun rumah tinggal. Walaupun termasuk dalam kategori elemen struktur yang tipis (thin-walled
structures), pemakaian baja ringan telah meluas yaitu meliputi box-girder jembatan, anjungan kapal (ship hulls) dan badan pesawat terbang. Ide dari pembuatan struktur baja ringan adalah untuk mendapatkan kekuatan maksimum dari material yang relatif tipis. Belakangan ini penggunaan baja ringan di Indonesa menjadi trend yang cukup menarik, dimana material ini lebih banyak digunakan untuk rangka atap dibandingkan menjadi struktur lainnya. Hal ini dikarenakan gencarnya iklan-iklan yang menawarkan produk rangka atap baja ringan menggantikan material kayu. Di samping itu kemudahan dalam mendapatkan bahan, kecepatan pemasangan dan struktur yang kuat membuat rangka atap dari baja ringan menjadi terkenal. Penggunaan baja ringan di Indonesia belum didukung oleh tersedianya peraturan (design code) tentang penggunaan baja ringan tersebut. Baja ringan yang
Universitas Sumatera Utara
10
beredar di pasaran hampir didominasi oleh produk-produk yang dikeluarkan oleh
Bluescope Lysaght, Bluescope Steel dan Pryda yang berasal dari Australia, dengan Australian/New Zeland Standard (AS/NZS 46000) sebagai design code.
2.1.2 Bentuk Tampang Baja Ringan dan Aplikasinya Batang struktur baja ringan dapat diklasifikasikan dalam dua golongan utama: 1.
Batang profil struktural tunggal.
2.
Bentuk panel dan dek.
Untuk golongan yang pertama beberapa bentuk yang umum dijumpai adalah profil kanal (C-section), profil Z (Z-section), profil I (I-section), profil siku (angle
section), profil T (T-section), profil sigma (sigma section) dan profil bulat (Tubular section). Gambar 2.1 menunjukkan bentuk-bentuk profil baja ringan.
a
g
Gambar 2.1
c
b
h
e
d
i
f
j
Beberapa Bentuk Profil Baja Ringan Tunggal (Wei Wen Yu and Roger A.Laboude)
Gambar 2.1 di atas menunjukkan beberapa jenis propil baja ringan tunggal: (a) baja ringan profil I (I-section), (b) profil kanal (C-section), (c) profil sigma,
Universitas Sumatera Utara
11
(d) profil Z (Z-section), (e) profil Z dengan pengaku ujung, (f) profil doubel siku, (g) profil topi (hat section), (h) profil topi dengan pengaku ujung, (i) profil kotak
(box
section) , (j) profil bulat. Secara umum tinggi profil baja ringan tunggal bervariasi mulai dari ketinggian 2 inci sampai 12 inci (50.8 sampai 305 mm) dan ketebalan material dari mulai 0.048 inci sampai 1/4 inci (1.22 – 6.35 mm). Pada beberapa kasus ketinggian profil batang tunggal dapat mencapai 18 inci (457 mm) dan ketebalan profil mencapai 1/2 inci (12.7 mm) atau lebih tebal lagi. Batang tersebut digunakan untuk kontruksi transportasi dan bangunan. Karena fungsi utama dari golongan tipe ini adalah untuk pemikul beban maka kekuatan struktural dan kekakuan adalah menjadi pertimbangan utama dalam desain. Untuk baja ringan golongan yang kedua (bentuk panel dan dek) biasanya digunakan untuk dek atap, dek lantai, dan dinding panel. Ketinggian panel umumnya 1 ½ inci sampai 7 ½ inci (38.1 sampai 191 mm) dan ketebalan material panel baja ringan mulai dari 0.018 sampai 0.075 inci (0.457 sampai 1.91 mm). Dek dan panel baja ringan tidak hanya berfungsi untuk memikul beban akan tetapi juga menyediakan permukaan yang dapat dijadikan lantai, atap serta menyediakan ruang untuk perlengkapan instalasi listrik dan AC.
2.1.3 Tegangan Leleh, Kekuatan Tarik dan Kurva Tegangan-Regangan pada Baja Ringan Baja ringan memiliki perbedaan perilaku bila dibandingkan dengan baja biasa (hot rolled steel). Kurva tegangan regangan pada gambar di bawah ini menunjukan
Universitas Sumatera Utara
12
perbandingan perilaku baja biasa dengan baja ringan (cold-formed). Kekuatan batang struktural baja ringan tergantung kepada titik leleh (yield point) atau kekuatan leleh dari baja kecuali pada daerah sambungan atau pada kondisi dimana tekuk lokal elastis atau tekuk global menjadi kondisi kritisnya. Istilah tegangan leleh (yield stress) mengacu kepada titik leleh
maupun
kekuatan leleh baja ringan. Kekuatan leleh baja ringan terentang mulai dari 165 MPa sampai 552 Mpa (Yu, 2010). Pada baja (hot-rolled) titik leleh menunjukan lekukan yang tajam setelah fase elastis sedangkan pada baja ringan (cold-formed) menunjukan pola yang cenderung naik secara bertahap. Untuk baja hot rolled tegangan leleh didefenisikan sebagai tegangan dimana grafik tegangan–regangan menjadi horizontal seperti pada Gambar 2.2. Sedangkan pada baja cold form diagram tegangan-regangan melengkung pada daerah sudut (knee) dan tegangan leleh ditentukan dengan menggunakan metode offset maupun metode strain-underload (Wolford,1970) seperti Gambar 2.3. Pada metode offset tegangan leleh adalah tegangan yang diperoleh dari perpotongan kurva tegangan-regangan dan garis yang ditarik sejajar kurva pada titik offset yang telah ditentukan (biasanya diambil pada titik dimana regangan yang terjadi adalah sebesar 0.2%). Metode ini sering digunakan pada penelitian-penelitian dan pada uji baja stainless steel dan baja alloy steel. Pada metode strain-underload, tegangan leleh adalah tegangan yang berhubungan dengan kondisi perpanjangan (elongation) batang akibat pembebanan. Nilai perpanjangan total yang diambil biasanya adalah sebesar 0.5%. Pada banyak kasus, nilai tegangan leleh yang diperoleh dari kedua metode ini tidak berbeda.
Universitas Sumatera Utara
13
Gambar 2.2 Grafik Tegangan Regangan Pada Baja Hot Rolled
Gambar 2.3 Grafik Tegangan Regangan Pada Baja Cold Form
2.1.4 Modulus Elastisitas, Tangen Modulus dan Modulus Geser Kekuatan dari elemen yang tertekuk tidak hanya bergantung dari tegangan leleh tetapi juga dari modulus elastisitas (E) dan tangen modulusnya (Et). Modulus elastisitas ditentukan dari kemiringan bagian yang lurus pada kurva tegangan-regangan. Nilai dari E yang ditentukan dalam Standard berkisar dari 200 sampai 207 GPa. Nilai 200 GPa digunakan untuk standard pendesainan. Tangen modulus ditentukan oleh kemiringan dari kurva tegangan-regangan di setiap level tegangan. Untuk sharp-yielding steel, Et bernilai sama dengan E sampai tegangan leleh tetapi untuk gradually-yielding stress, Et bernilai sama dengan E hanya sampai
proportional limit (Fpr). Setelah tegangan melampaui proportional limit, nilai tangen modulus (Et) akan menurun dibandingkan modulus elastisitasnya. Berbagai macam
Universitas Sumatera Utara
14
ketentuan mengenai tekuk dalam Standard ditulis untuk gradually yielding steels dengan proportional limit tidak kurang dari 70% dari titik leleh minimum yang ditentukan. Penggunaan material baja ringan menghasilkan fenomena tersendiri dalam perencanaannya yang berbeda dengan material baja (hot-rolled) yang umumnya relatif lebih tebal. Karakteristik material yang penting untuk desain cold-formed steel adalah tegangan leleh, kuat tarik, dan daktilitas. Daktilitas adalah kemampuan baja menahan regangan plastis atau permanen sebelum mengalami fraktur. Kemampuan ini cukup penting untuk keamanan struktural maupun proses pembentukan penampang cold-
formed steel. Kemampuan ini diukur dengan penguluran baja sampai 50 mm satuan panjang. Rasio tegangan leleh dengan kuat tarik juga merupakan karakteristik yang penting karena rasio ini adalah indikasi adanya strain-hardening dan kemampuan material mendistribusikan tegangan. Dalam daftar yang dibuat oleh Australian and New Zealand Standards, kuat leleh tekan dari baja berkisar antara 200 sampai 550 MPa. Sedangkan kuat tarik bervariasi antara 300 sampai 550 MPa. Penguluran yang terjadi paling tidak lebih dari 8%. Terdapat pengecualian untuk Baja G550 dalam AS 1397 yang memiliki kuat leleh tekan minimal 550 MPa dengan penguluran minimal sebesar 2% dalam 50 mm satuan panjang. Baja dengan daktilitas rendah ini memiliki keterbatasan dalam penggunaannya sebagai elemen struktural sehingga hanya diizinkan untuk penampang baja dengan ketebalan tidak kurang dari 0.9 mm. Meskipun demikian, baja tersebut dapat berfungsi dengan baik dalam aplikasi khusus sebagai elemen struktural seperti dek, panel, dan rangka gedung. Penggunaan material baja ringan menghasilkan fenomena tersendiri
Universitas Sumatera Utara
15
dalam perencanaannya yang berbeda dengan material baja (hot-rolled) yang umumnya relatif lebih tebal. Uraian berikut menjelaskan beberapa fenomena pada baja ringan (cold-formed) yang perlu menjadi pertimbangan dalam desain.
2.1.5 Daktilitas Lembaran dan strip baja kadar karbon rendah dengan titik leleh minimum yang telah ditentukan antara 250 MPa sampai 500 MPa disyaratkan memenuhi spesifikasi
Australian and New Zealand Standards yaitu terjadi penguluran minimal sebesar 8% dalam 50 mm satuan panjang tetapi untuk baja AS 1397–G550 dengan tegangan leleh minimal 550 MPa, penguluran minimal adalah sebesar 2% dalam 50 mm satuan panjang untuk baja dengan t ≥ 0.60 mm. Tidak ada ketentuan khusus mengenai penguluran untuk baja yang lebih tipis dari 0.6 mm. Setelah ditemukan baja dengan kekuatan yang lebih tinggi (310 sampai 690
MPa) syarat mengenai penguluran ditentukan antara 50 sampai 1.3% dalam 50 mm satuan panjang. Rasio fu/fy ditetapkan berkisar antara 1.51 hingga 1. Namun, ketentuan ini
cukup
memberatkan
untuk
kepentingan
desain.
Peneliti
sebelumnya
merekomendasikan persyaratan-persyaratan untuk baja yang memiliki daktilitas tinggi sebagai berikut: a.
Rasio fu/fy > 1,08.
b.
Total penguluran dalam 50 mm satuan panjang tidak kurang dari 10% atau tidak kurang dari 7% dalam 200 mm satuan panjang.
Ketentuan dalam AS 4600 membatasi rasio fu/fy sebesar 1.08. Karena kurangnya data uji coba performa elemen struktural yang memiliki rasio fu/fy < 1.08,
Universitas Sumatera Utara
16
ketentuan dalam AS 4600 membatasi penggunaan baja tersebut hanya untuk purlin dan
girt. Namun desain gaya aksial dengan bentang pendek diizinkan selama persyaratan dari standard mengenai daktilitas dipenuhi dan N*/фRu tidak melebihi 0,15. Baja AS 1397–G550 dengan ketebalan kurang dari 0,9 mm tidak memiliki daktilitas yang cukup. Penggunaannya dibatasi untuk konfigurasi khusus. Batas dari desain tegangan leleh sampai 75% dari tegangan leleh minimal yang telah ditentukan, dan desain kuat tarik sampai 75% dari kuat tarik minimal yang telah ditentukan, atau 450 MPa (lebih kecil) akan memiliki safety factor yang lebih besar. Meskipun demikian, standard tetap memperbolehkan baja dengan daktilitas rendah seperti AS 1397–G550 dengan tebal kurang dari 0,9 mm, untuk digunakan berdasarkan hasil dari loading test yang diijinkan sebagai sebuah alternatif untuk melakukan reduksi ini. Penggunaan tegangan desain yang lebih tinggi dari ketentuan di atas juga diperbolehkan bila daktilitas material tersebut tidak mempengaruhi kekuatan, stabilitas, dan daya layan dari elemen structural dengan metode penguluran nonproporsional atau metode total penguluran. 2.2
Balok Baja Ringan yang Mengalami Gaya Tekan Untuk balok yang mengalami gaya tekan umumnya ada tiga tipe fenomena
tekuk yang biasa dijumpai yaitu tekuk lokal, tekuk torsi lateral dan tekuk distorsi. Faktor reduksi kekuatan terhadap tekan diambil sebesar 0.90. 2.2.1 Kapasitas Nominal Kapasitas tekan nominal sebuah komponen struktur ( N c ) harus diambil nilai terkecil dari kapasitas tekan nominal komponen struktur ( N ce ) untuk lentur, torsi atau
Universitas Sumatera Utara
17
lentur-torsi, kapasitas tekan nominal komponen struktur ( N cl ) untuk tekuk lokal dan kapasitas tekan nominal komponen struktur ( N cd ) untuk tekuk distorsi.
2.3
Teori Kestabilan Kolom-kolom ramping/langsing memiliki tipe pokok perilaku yang biasanya
dikenal dengan tekuk. Selama pembebanan yang diberikan relatif kecil, peningkatan dalam pembebanan hanya akan menghasilkan penyusutan aksial. Namun, kadangkala saat beban kritis dicapai, bagian dari struktur akan tiba-tiba tertekuk ke arah samping. Tekuk ini memberikan kenaikan terhadap deformasi yang cukup besar, yang pada selanjutnya dapat menyebabkan keruntuhan struktur. Beban pada saat terjadinya tekuk merupakan kriteria desain untuk bagian yang mengalami tekan. Bagian tekan seperti kolom akan mengalami kegagalan ketika tegangan yang terjadi mencapai batasan kekuatan material tertentu. Saat batas kekuatan suatu material diketahui, akan menjadi suatu persoalan yang relatif sederhana untuk menentukan kapasitas beban yang dapat ditahan. Tekuk tidaklah selalu terjadi sebagai hasil dari tegangan teraplikasi yang mencapai suatu kekuatan material tertentu yang diperkirakan. Justru, tegangan pada saat terjadinya tekuk tergantung atas beberapa faktor, termasuk dimensi struktur, perletakan, dan sifat material. Teori-teori kestabilan dirumuskan dengan tujuan menentukan berbagai kondisi yang dapat terjadi pada suatu sistem struktural, yang berada pada suatu keadaan seimbang, tetap dalam keadaan stabil. Ketidakstabilan merupakan sifat dasar dari struktur dari bentuk ekstrim yang dapat terjadi, sebagai contoh batang-batang langsing panjang, pelat datar tipis, atau
Universitas Sumatera Utara
18
cangkang-cangkang silindris tipis. Secara normal, berhubungan dengan sistem dan mempunyai satu variabel N, yang pada umumnya menunjukkan beban luar tetapi juga dapat berhubungan dengan temperatur (tekuk yang berkenaan dengan suhu) atau gejala lainnya. Di dalam permasalahan tekuk klasik, sistem dalam keadaan stabil jika N adalah cukup kecil dan menjadi tidak stabil jika N adalah besar. Nilai dari N dimana suatu sistem struktur mulai tidak stabil disebut dengan nilai kritis Ncr. Secara umum, hal yang tersebut di bawah ini haruslah ditentukan terlebih dahulu: a. Konfigurasi keseimbangan dari struktur dengan pembebanan tertentu. b. Berada pada konfigurasi stabil. c. Nilai kritis pembebanan serta konsekuensi perilaku yang dapat terjadi.
2.3.1 Metode Keseimbangan Netral Pada keadaan umum, kestabilan dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu sistem fisik untuk dapat kembali ke keadaan seimbang apabila diberikan sedikit gangguan. Untuk suatu sistem mekanik, kita dapat mengambil batasan seperti yang diberikan oleh Dirichlet: “keseimbangan dari suatu sistem mekanik adalah stabil apabila di dalam perpindahan titik dari sebuah sistem dari posisi keseimbangan oleh suatu jumlah yang sangat kecil dan memberikan masing-masing suatu kecepatan awal kecil, perpindahan titik yang berbeda dari sistem, sepanjang keadaan gerakan, berada di bawah batas-batas yang telah ditentukan”.
Universitas Sumatera Utara
19
Batasan di atas menunjukkan dengan jelas bahwa kestabilan adalah suatu solusi keseimbangan sistem dan permasalahan untuk memastikan kestabilan adalah suatu pemecahan dan mempunyai kaitan dengan yang lainnya. Apabila kita menggambarkan suatu sistem konservatik elastik yang pada awalnya dalam keadaan seimbang di bawah pengaruh gaya-gaya maka sistem akan berubah menjadi keadaan tidak seimbang dengan adanya sedikit gangguan yang diberikan terhadapnya. Jika gaya yang bekerja adalah sebesar W, kemudian: W = T + V = konstan
(2.1)
Dengan mengingat asas dari kekekalan energi. Dalam hubungan ini T adalah energi kinetik sistem dan V adalah energi potensial. Suatu peningkatan kecil pada T, disertai dengan penurunan kecil pada V atau sebaliknya. Jika sistem pada awalnya berada pada konfigurasi keseimbangan dari energi potensial minimum, kemudian energi kinetik T sepanjang dalam pergerakan bebas mengalami penurunan karena V haruslah meningkat, sehingga perpindahan dari keadaan awal akan tersisa lebih kecil dan menjadi keadaan yang stabil. Konsep kestabilan sebagai contoh terkenal dari sebuah ilustrasi bola yang diletakkan pada suatu bidang yang dilengkungkan serta berada pada berbagai posisi dan perilaku dapat dilihat seperti pada Gambar 2.4 Tiga Keadaan Kesetimbangan berikut ini:
Gambar 2.4 Tiga Keadaan Kesetimbangan (Chazes, 1974)
Universitas Sumatera Utara
20
Meskipun bola berada pada keadaan setimbang untuk setiap posisi yang ditunjukkan, sebuah pengujian menyimpulkan keberadaan perbedaan-perbedaan yang penting dari ketiga situasi di atas.
Pada posisi (a), bila bola digerakkan perlahan, bola akan berpindah dari posisi kesetimbangan awal, dan bola akan kembali lagi ke posisi awal apabila gaya penyebab perpindahan dihilangkan. Sebuah benda yang berperilaku seperti ini dikatakan berada pada kondisi setimbang stabil (stable equilibrium). Pada posisi (b) bila bola digerakkan perlahan dari kondisi awalnya maka bola akan meluncur jatuh dan tidak akan kembali lagi ke posisi awalnya walaupun gaya penyebab perpindahan telah dihilangkan. Kondisi seperti ini disebut kondisi kesetimbangan tidak stabil (unstable equilibrium). Pada kondisi (c) apabila bola digerakkan perlahan maka bola akan berpindah dan tidak akan kembali ke posisi semula walaupun gaya telah dihilangkan. Bola juga tidak akan bergerak jauh dari posisi setimbang seperti yang dialami oleh bola pada posisi (b), akan tetapi bola akan berada pada kondisi setimbang di lokasi perpindahannya yang baru. Kondisi ini disebut kondisi kesetimbangan netral (neutral
equilibrium). Bola pada gambar di atas menggambarkan kondisi kesetimbangan sistem sedangkan permukaan yang diarsir menggambarkan total energi potensial yang dialami oleh sistem tersebut. Stabilitas dari sebuah sistem elastis dapat diinterpretasikan dengan menggunakan konsep energi potensial total minimum (minimum total potensial energy). Di alam, sebuah sistem yang elastis cenderung untuk berada pada kondisi dimana energi potensial total adalah minimum. Sistem akan berada pada kondisi kesetimbangan stabil
Universitas Sumatera Utara
21
jika setiap perpindahan atau penyimpangan dari kondisi kesetimbangan awalnya, akan menghasilkan peningkatan energi potensial total dari sistem. Sistem akan berada pada pada kesetimbangan tidak stabil jika setiap perpindahan/penyimpangan dari keseimbangan awalnya akan menghasilkan pengurangan energi potensial dari totalnya. Terakhir sistem akan berada pada kesetimbangan netral jika setiap perpindahan dari posisi awalnya tidak menghasilkan kenaikan maupun pengurangan dari energi potensial total sistem tersebut. Berdasarkan prinsip ini, konsep energi dapat digunakan untuk mencari beban kritis dari sebuah sistem yang elastis (Chen dan Lui, 1986). Ilustrasi bola di atas dapat juga digambarkan seperti Gambar 2.5 dimana memiliki kesetimbangan pada setiap titik sepanjang garis ABC.
Gambar 2.5 Permukaan Stabilitas
Pada daerah antara A dan B maka kesetimbangan adalah stabil, dan daerah antara B dan C merupakan kesetimbangan tak stabil. Pada titik B, dimana merupakan titik perubahan antara dua daerah baik kesetimbangan stabil maupun tak stabil, disini bola berada pada kesetimbangan netral. Pada pembahasan sebelumnya dikatakan bahwa sebuah kolom akan mengalami tekuk pada beban tertentu dikarenakan konfigurasi yang terus menerus menjadikan tak
Universitas Sumatera Utara
22
stabil terhadap beban. Perilaku kolom ini identik dengan ilustrasi bola pada Gambar 2.4. Konfigurasi terus menerus pada kolom akan menjadi stabil pada pembebanan yang relatif kecil, tetapi menjadi tidak stabil pada pembebanan besar. Jika hal ini diasumsikan bahwa keadaan dari kesetimbangan netral berada pada peralihan dari kondisi kesetimbangan stabil ke tak stabil pada kolom. Kemudian beban pada konfigurasi terus menerus yang diberikan pada kolom menjadi tidak stabil adalah beban dimana kesetimbangan netral adalah mungkin. Beban ini biasanya disebut dengan beban kritis. Untuk menentukan beban kritis pada kolom, haruslah mencari besaran beban dimana bagian struktur berada pada kesetimbangan baik pada konfigurasi tekuk penuh maupun sebahagian. Teknik yang digunakan dalam kriteria ini untuk menghitung beban kritis disebut dengan metode kesetimbangan netral.
2.3.2 Energi Potensial Minimum Berdasarkan contoh mengenai percobaan bola di atas yang memenuhi hukum energi potensial minimum dari sebuah sistem: “Sebuah sistem elastik konservatif adalah berada dalam keadaan kesetimbangan jika dan hanya jika nilai dari energi potensial adalah relatif minimum”. Pemakaian kata “relatif minimum” karena mungkin masih didapatnya harga terkecil yang terdekat dari energi potensial seperti Gambar 2.6 dimana dipisahkan oleh sebuah rintangan tetapi bergerak dari suatu yang minimum dan perlunya suatu gangguan yang lebih besar.
Universitas Sumatera Utara
23
Gambar 2.6 Karakter Relatif Dari Keseimbangan
Keberadaan dari relatif minimum energi potensial dalam konfigurasi kesetimbangan, secara pasti, hanya untuk kondisi yang cukup memungkinkan terhadap stabilitas.
2.3.3 Tekuk Lokal (Local Buckling) Tekuk lokal adalah fenomena tekuk dimana perubahan bentuk yang terjadi akibat pembebanan terjadi hanya pada elemen sayap saja atau hanya pada elemen badan saja tanpa ada perubahan pada sisi memanjang batang seperti Gambar 2.7.
Sisi memanjang tidak berpindah
Gambar 2.7 Bentuk Mode Tekuk Lokal
Universitas Sumatera Utara
24
Pendekatan perhitungan tekuk lokal dilakukan dengan metode klasik untuk tekuk pelat yang berdiri sendiri untuk tinggi penampang (h), lebar flens (b) dan panjang lip (d) maka:
π 2 .E t untuk k = 4 . 12.(1 − υ ) h 2
f crw = k .
f crf
π 2 .E t = k. . 12.(1 − υ ) b
2
π 2 .E t . 12.(1 − υ ) d
2
f crl = k .
untuk k = 4
untuk k = 0.43
(2.2)
Pada tekuk lokal untuk menentukan kapasitas penampang atau komponen struktur, lebar efektif (be) dari elemen dengan pengaku yang mengalami tegangan tekan merata harus ditentukan dari: untuk
λ ≤ 0.673
be = b
untuk
λ > 0.673
be = ρ .b
(2.3)
b = lebar rata dari elemen tidak termasuk lengkungan
ρ = faktor lebar efektif
0.22 1 − λ = ≤1
λ
(2.4)
rasio kelangsingan (λ ) harus ditentukan sebagai berikut:
λ =
f* f cr
(2.4.1)
dimana:
f*
= Tegangan desain pada elemen tekan yang dihitung berdasarkan lebar desain efektif.
Universitas Sumatera Utara
25
f cr
= Tegangan tekuk elastis pelat.
k
= Koefisien tekuk pelat. 4 untuk elemen dengan pengaku yang ditahan suatu pelat badan pada setiap tepi longitudinal (harga k untuk berbagai elemen diberikan dalam yang bersesuaian).
E
= Modulus elastisitas Young (200 x 103 MPa).
υ
= Angka Poisson.
t
= Tebal elemen dengan pengaku yang mengalami tekan merata. Tabel 2.1 Harga Koefisien Tekuk Pelat
Sebagai alternatif, koefisien tekuk pelat ( k ) pada Tabel 2.1, asumsi untuk setiap elemen rata boleh ditentukan dari analisis tekuk elastis yang rasional dari seluruh
Universitas Sumatera Utara
26
penampang sebagai rakitan pelat yang memikul distribusi tegangan longitudinal pada penampang sebelum mengalami tekuk.
Elemen Aktual
Lebar Efektif (b) Dari Elemen dan Tegangan Rencana (f *) Pada Elemen Efektif
Gambar 2.8 Elemen Aktual dan Lebar Efektif (b) Dari Elemen dan TeganganRencana (f *) pada elemen efektif Untuk menentukan kapasitas tekan nominal penampang atau komponen struktur pada Gambar 2.8, f * harus diambil suatu kesimpulan seperti berikut: Bila kapasitas penampang nominal ( N s ) dari komponen struktur dalam tekan dihitung berdasarkan pelelehan awal, maka f * harus sama dengan f y . Bila kapasitas komponen struktur nominal ( N c ) dari komponen struktur dalam tekan dihitung berdasarkan tekuk lentur, tekuk torsi atau tekuk lentur-torsi, maka f * harus sama dengan f n . 2.3.4 Tekuk Lentur Torsi (Flexural Torsional Buckling)
Pada bagian ini berlaku untuk komponen struktur dimana resultan semua gaya yang bekerja padanya berupa gaya aksial yang melalui titik berat penampang efektif yang dihitung pada tegangan kritis ( f n ). Gaya aksial tekan desain ( N * ) harus memenuhi berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
27
(a)
N * ≤ φc . N s
(2.5)
(b)
N * ≤ φc . N c
(2.5.1)
dimana: c = faktor reduksi kapasitas untuk komponen struktur dalam tekan sesuai Tabel 2.2. Tabel 2.2 Faktor Reduksi Kapasitas
Universitas Sumatera Utara
28
N s = Kapasitas penampang nominal dari komponen struktur dalam tekan. Ae . f y
(2.6)
Ae = Luas efektif saat tegangan leleh ( f y ). N c = Kapasitas komponen struktur nominal dari komponen struktur dalam tekan. N c = Ae . f n
(2.7)
Ae = Luas efektif saat tegangan kritis ( f n ). Untuk penampang dengan lubang lingkaran, Ae harus ditentukan sesuai dengan persamaan: untuk
λ ≤ 0.673 be = b − d h
untuk
0.22 0.8d h b 1 − − b λ ≤ b − dh λ > 0.673 be =
λ
dimana d h diameter lubang dan λ dihitung sesuai dengan Persamaan 2.1 dan 2.2. Nilai be tidak boleh melebihi ( b − d h ). Bila perkalian jumlah lubang sepanjang daerah efektif dengan diameter lubang dibagi dengan panjang efektif tidak melampaui 0.015,
Ae dapat ditentukan dengan
mengabaikan lubang: f n = tegangan kritis, harus ditentukan dari persamaan atau. Untuk
λc ≤ 1.5
f n = (0.658λc2 ). f y
(2.8)
Untuk
λc > 1.5
f n = (0.877 / λc2 ). f y
(2.9)
dimana:
λc = kelangsingan non-dimensi yang digunakan untuk menentukan f n
Universitas Sumatera Utara
29
λc
=
fy
(2.10)
f oc
f oc = nilai terkecil dari tegangan tekuk lentur, torsi dan lentur torsi. Untuk penampang simetris ganda, penampang tertutup dan penampang lain yang dapat ditunjukkan tidak menerima tekuk torsi atau tekuk lentur-torsi, tegangan tekuk lentur elastis ( f oc ) harus ditentukan sebagai berikut: f oc =
π 2 .E le / r 2
(2.11)
dimana: le = Panjang efektif penampang. r = Radius girasi dari penampang utuh, tidak tereduksi.
Untuk Persamaan 2.11 jika nilai panjang efektif ( le ) kurang dari 1,1 lo dimana:
lo = π .r.
E f cr
(2.12)
f cr = tegangan tekuk elastis pelat.
Untuk menentukan nilai le maka diambil:
1.
Pada sistem rangka dimana stabilitas lateral diberikan oleh breising diagonal, dinding geser, struktur disebelahnya yang mempunyai stabilitas lateral yang cukup, atau pelat lantai atau dek atap yang ditahan secara horisontal oleh dinding atau sistem breising sejajar dengan bidang sistem rangka, dan pada rangka batang, panjang efektif ( le ) untuk komponen
Universitas Sumatera Utara
30
struktur tekan yang tidak tergantung pada kekakuan lenturnya agar memiliki stabilitas lateral dari sistem rangka atau rangka batang, harus diambil sama dengan panjang yang tidak breising ( l ), kecuali analisis menunjukkan nilai yang lebih kecil dapat digunakan. 2.
Pada sistem rangka yang tergantung pada kekakuan lenturnya agar memiliki stabilitas lateral, panjang efektif ( le ) dari komponen struktur tekan harus ditentukan dengan metode rasional dan tidak boleh kurang dari panjang aktual yang tidak breising.
Untuk penampang yang menerima tekuk torsi atau lentur-torsi, f oc harus diambil dari nilai terkecil antara f oc dengan r = ry dan yang dihitung sebagai berikut:
f oc =
1 f ox + f oz − 2 β
f ox + f oz + 4 β . f ox . f oz 2
(2.13)
dimana: f ox dan f oz ditentukan berdasarkan persamaan
f ox =
π 2E (2.14)
lex / rx2
dimana: f ox = tegangan tekuk elastis pada komponen struktur tekan yang dibebani secara aksial untuk tekuk lentur terhadap sumbu x.
GJ π 2 EI w f oz= 2 1 + Aro1 GJlez2
(2.15)
Universitas Sumatera Utara
31
dimana: lex , ley , lez = Panjang efektif untuk tekuk terhadap sumbu x, y dan puntir. G = Modulus elastisitas geser (80 x 103 MPa). J = Konstanta torsi untuk penampang.
I w = Konstanta puntir lengkung untuk penampang.
2.3.5 Tekuk Distorsi (Distortional Buckling) Tekuk distorsi (Distortional buckling) sebuah ragam tekuk yang melibatkan perubahan bentuk penampang, tidak termasuk tekuk lokal.
2.3.5.1 Kanal Dalam Kondisi Tekan Tegangan tekuk distorsi elastis (fod) dari penampang kanal yang mengalami tekan seperti pada Gambar 2.9 ditentukan sebagai berikut:
[α
f od =
E α1 + α 2 − 2A
α1 =
k η β 2 + 0.039 J λ2 + φ β1 β1η E
dimana:
α 2= η I y + 2 y0
α 3= η α1 I y −
β3 β1
η β 3 β1
Ix + Iy A
β1 = hx2 +
+ α 2 − 4α 3 2
1
]
(2.16)
(2.17)
(2.18)
(2.19)
(2.20)
Universitas Sumatera Utara
32
β 2 = I w + I x x 0 − h x2
(2.21)
β 3 = I xy x0 − hx
(2.22)
β 4 = β 2 + y 0 − h y [I y y 0 − h y − 2 β 3 ] β 4bw 3 t
(2.23)
0.25
λ = 4.80
π η = λ
(2.24)
2
1 .1 f ′ Et 3 od 1 − kφ = 5.46 bw + 0.06λ Et 2
(2.25)
bw2 λ 2 2 bw + λ
2
(2.26)
f od′ ditentukan dari persamaannya. dengan
α1 =
η β 2 + 0.039 Jλ2. β1
dimana nilai-nilai A , I x , I y , I xy , I w adalah untuk sayap dan lip tekan.
Gambar 2.9. Canal Yang Mengalami Tekan
Universitas Sumatera Utara
33
2.3.5.2 Kanal Lip Dalam Kondisi Tekan
Tegangan tekuk distorsi elastis (fod) dari penampang kanal lip yang mengalami tekan seperti pada Gambar 2.10 ditentukan sebagai berikut: f od =
dimana:
α1 =
E α1 + α 2 − 2A
[α
+ α 2 − 4α 3 2
1
]
(2.27)
k η I x b 2f + 0.039 J λ2 + φ β1 β1ηE
α 2= η I y +
yb f I xy β1
(2.29)
η 2 2 I xy b f β1
(2.30)
2
α 3= η α1 I y −
Ix + Iy A
β1 = x − 2 +
I b2b λ = 4.80 x 3f w t π η = λ
(2.28)
(2.31)
0.25
(2.32)
2
(2.33)
1 .1 f ′ Et 3 od 1 − kφ = 2 5.46 bw + 0.06λ Et
f od′ ditentukan dari persamaan dengan
α1 =
bw2 λ 2 2 bw + λ
2
(2.34)
η I x b 2f + 0.039 Jλ2 β1
Universitas Sumatera Utara
34
Gambar 2.10 Canal Lip Yang Mengalami Tekan nilai-nilai A , x , y , J , I x , I y , I xy adalah untuk sayap dan lip tekan A = b f + d 1t
x=
y=
J=
Ix =
(2.35)
b 2f + 2b f d1 (2.36)
2b f + d1 b 2f
(2.37)
2b f + d 1 t 3b f + d 1
(2.38)
3
bf t3 12
+
td 13 d + b f t y 2 + d1t 1 − y 12 2
2
bf d t3 Iy = + 1 + d1tb f − x 2 + b f t x − 12 12 2 tb 3f
(2.39)
b d I xy = b f t f − x − y + d1t 1 − y b f − x 2 2
2
(2.40)
(2.41)
Struktur tekan yang telah diprakualifikasi pembatasan untuk penggunaan komponen dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Universitas Sumatera Utara
35
Tabel 2.3 Batasan Untuk Komponen Struktur Tekan Yang Telah Diprakualifikasi
2.4
Metode Elemen Hingga
2.4.1 Pemodelan Elemen
Elemen yang dipergunakan untuk menganalisa tekuk pada baja ringan adalah Semiloof Shell Element yang dibentuk dengan menggunakan Konstrain Kirchoff yang diturunkan dari elemen shell tebal.
Universitas Sumatera Utara
36
Perpindahan dan rotasi dianggap bebas dan konfigurasi titik nodal seperti Gambar 2.11 berikut ini:
Gambar 2.11 Konfigurasi Titik Dari Elemen Semiloof
dimana: U ,V ,W pada sudut dan sisi-tengah elemen.
θ x ,θ y pada titik loof dan w,θ x , θ y pada titik pusat elemen. Elemen ini terdiri dari tiga tipe nodal dengan asumsi sebagai berikut: 1.
Sudut dan titik sisi-tengah mempunyai tiga komponen perpindahan global ( u i , v i , w i ) yang diambil sebagai acuan titik-titik.
2.
Titik loof diletakkan pada posisi kuadratur Gauss untuk dua titik integrasi sepanjang sisi elemen, akibatnya untuk dua titik sepanjang sisi elemen berada pada posisi dengan jarak 1/2J3 (panjang sisi) terhadap pusat. Parameter pada titik loof j, mempunyai dua rotasi ( θ i xz dan θ i zi ) ke arah normal dan paralel terhadap ujung elemen dan dinyatakan terhadap sistem
(
)
koordinat lokal dengan sistem vektor satuan orthogonal Xˆ , Yˆ , Zˆ .
Universitas Sumatera Utara
37
3.
Pusat titik sebagai acuan titik dipilih terhadap tiga komponen perpindahan lokal
bersama
dengan
dua
rotasi
terhadap
koordinat
lengkung
isoparametrik sumbu ξ dan η . Titik parameter acuan disusun sebagai berikut: {δ e } = {u1 , v1 , w1 ,...u 9 , v 9 , w9 } e 1 9 T {θ XZ } = {θ XZ ,...θ XZ } 1 9 T {θYZe } = {θYZ ,...θYZ }
(2.42)
Ada 45 derajat kebebasan yang pada akhirnya disederhanakan menjadi 32 dengan pengekangan terhadap perilaku geser elemen. Persyaratan awal adalah
(
)
penurunan dari system koordinat lokal Xˆ , Yˆ , Zˆ
pada titik p( x, y, z ) . Vector satuan
normal Zˆ dapat dihitung dari perkalian vector:
Z =
∂P ∂ P × ∂ξ ∂ η
(2.43)
Satu pada arah datar sebelah dalam dapat dipilih untuk arah lokal ξ
X =
∂P ∂ξ
(2.44)
Keadaan orthonormal dapat diperoleh dengan menggunakan bentuk normal dari 2 dan 3 yaitu:
Yˆ = Xˆ × Zˆ
(2.45)
Perpindahan global dari titik P( x, y, z ) adalah:
{d } = (u , v, w )
T
(2.46)
Universitas Sumatera Utara
38
Nilai ini dapat diinterpolasi dengan menggunakan fungsi bentuk [N ] dengan cara yang biasa yaitu:
{d } = [N ]{δ e }
(2.47)
Komponen perpindahan dari masing-masing arah local Xˆ , Yˆ , Zˆ dinyatakan oleh U ,V ,W secara bersamaan dan proyeksi dari {d } pada vektor satuan dasar dan dinyatakan oleh perkalian skalar yaitu: U = { X }T {d } = { X }T [N ]{δ e }
(2.48)
Dinyatakan demikian juga untuk V dan W ini.
2.4.2 Perilaku Ke Arah Dalam (In-Plane)
Untuk menghitung matriks geometri, penurunan U dan V terhadap arah lokal dapat ditentukan. Ini telah diturunkan dengan hasil sebagai berikut:
∂U ∂N = { X }T {δ e } ∂X ∂X
(2.49)
∂N dimana adalah matriks (3x9) dengan komponen: ∂X
∂N i ∂X i ∂N ∂Y
i −1 ∂N Xˆ .ξ Xˆ .η ∂X i = Yˆ.ξ Yˆ.η ∂N ∂Y
dimana : ξ dan η menunjukkan
(2.50)
∂P ∂P dan . ∂ξ ∂η
Persamaan 9 secara eksplisit sama dengan
∂U ∂V ∂V , dan ∂Y ∂X ∂Y
Universitas Sumatera Utara
39
2.4.3 Perilaku Ke Arah Luar (Out-Plane) ∂U ∂V , memerlukan perhatian lebih lanjut. Kita dapat menulis dengan: ∂Z ∂Z
∂U ∂U ∂U = + ∂Z ∂Z ∂Z L
N
(2.51)
Adalah pangkat pertama yang berhubungan dengan perputaran sudut pada loof dan titik pusat dan pangkat kedua berhubungan dengan perpindahan sudut, sisi tengah dan titik pusat. Untuk menghitung pangkat pertama, vektor ketebalan pada tiap-tiap titik loof dan titik pusat j sebagai berikut:
T j = t j Zˆ j
(2.52)
dimana t j adalah tebal elemen shell pada titik j. Rotasi yang dibagikan ke elemen dapat dinyatakan oleh vektor R j sebagai berikut:
R j = T j × Yˆ j
(2.53)
dan kemiringan sepanjang ujung elemen pada titik j diberikan dengan:
S j = t jYˆ j Vektor R j S
j
dan T
j
(2.54)
seperti pada Gambar 1. Dengan bantuan vektor-vektor ini
pangkat pertama pada persamaan 10 dapat dituliskan sebagai berikut: 9 j T Lj j Lj j ∂U j T = ∑ {R } { X } θ XZ + {S } { X } θ XZ t t ∂Z j =1 L
(2.55)
Universitas Sumatera Utara
40
L j menunjukkan fungsi bentuk untuk loof dan titik pusat. Pernyataan yang sama untuk
∂V . Dengan menggunakan persamaan 11 vektor ketebalan pada sembarang titik P ∂Z L
dapat diinterpolasi: 9
T = ∑ L jT
j
(2.56)
j =1
Vektor T
tidak memerlukan normal terhadap permukaan tengah yang
menunjukkan itu dapat membandingkan 2 titik misalnya A dan B, A tidak orthogonal di atas B. Yang mengikat kita terhadap XZ dapat dituliskan sebagai berikut:
u − u A T X ∂U ∂V = = B t t ∂X ∂Z XZ N
(2.57)
Dimana t adalah tebal shell pada titik yang ditannya dan TX adalah komponen T sepanjang sumbu x local. Dengan menambahkan kontribusi dari bidang datar YZ
hasilnya adalah:
1 ∂U T ∂N T ∂N = TX { X } + TY { X } t ∂Z ∂X ∂Y N
∂V Persamaan yang sama dapat dituliskan untuk ∂Z
(2.58)
N
2.4.4 Penggunaan Dari Pengekangan Geser
Derajat kebebasan yang berhubungan dengan perpindahan titik pusat dikombinasikan untuk menghasilkan lendutan normal untuk elemen pada pusatnya, komponen ke arah dalam menjadi dihilangkan sehingga menjadi 43 derajat kebebasan
Universitas Sumatera Utara
41
yang masih tinggal, selanjutnya 11 variabel dieliminasi untuk memberikan total 32 derajat kebebasan akhir untuk elemen 24 perpindahan komponen, dengan memenuhi terhadap sumbu global pada titik sudut dan titik-titik sisi tengah, 8 rotasi normal terhadap ujung elemen pada masing-masing titik loof (misalnya θ XZ ). Eliminasi variabel dibuat dengan memasukkan 11 kekangan terhadap perilaku dari elemen. Kita menyebutnya dengan geser pada titik-titik loof, sepanjang batas elemen dan pada bagian atas luas elemen yang dikekang menjadi nol. Persamaan 11 kekangan dapat dituliskan dengan bentuk matriks:
[C A MC B ] PA = 0
(2.59)
PB
Dimana
PA
menunjukkan
32
PB menunjukkan yang dieliminasi dan
derajat
[C ]
kebebasan
yang
adalah matriks pengekang
tertinggal, (11x43).
Komponen perpindahan lokal dan pangkatnya diperlukan untuk menentukan matriks kekakuan geometris dibuat sebagai berikut: T
∂U ∂U ∂V ∂V ∂U ∂V {G} = U ,V ,W , , , , , , ∂X ∂Y ∂X ∂Y ∂Z ∂Z
=
Dimana submatriks
[S A M S B ] PA = 0 PB
(2.60)
(2.61)
S A dan S B umumnya didapat dari fungsi bentuk atau
penurunan sumbu lokal. Sebagai pemakaian untuk kondisi pengekangan maka persamaan (19) menjadi:
Universitas Sumatera Utara
42
[
]
{G} = [S A ] − [S B ][C B ] [C A ] {PA } −1
(2.62)
Ini adalah fungsi bentuk akhir yang digunakan untuk evaluasi matriks kekakuan. Untuk kode perhitungan hanya derajat kebebasan yang berhubungan dengan dua titik loof sepanjang sisi elemen yang berhubungan terhadap titik sisi tengah yang terletak sepanjang ujung. Akibatnya untuk pemakaian praktis masing-masing titik sisi tengah diasumsikan mempunyai variabel lima titik setiap sudutnya yang hanya mempunyai tiga derajat kebebasan.
2.4.5 Pemecahan Sistem Eigen
Masalah instabilitas elastis dalam struktur adalah untuk mereduksi suatu nilai eigen dari persamaan
[[A] − λ [B ]]{χ } = 0
(2.63)
Dimana metode pemecahan dari masalah ini telah banyak dikenal. Dasar dari metode ini dapat diringkas sebagai berikut: a.
Jika [A] dan [B ] matriks simetris dari orde n jumlah nilai eigen dari:
[[A] − λ [B ]]{χ } = 0
(2.64)
lebih besar dari λ adalah sama untuk jumlah persetujuan dalam pangkat pada rangkaian Sturm (Sturm sequence).
Pr (λ ) = Det [[ Ar ] − λ [B r ]],
r = 0,1,...n
(2.65)
Universitas Sumatera Utara
43
yang mana didefinisikan Det [[ A0 ] − λ [B 0 ]] = 1 dimana Det [[ Ar ] − λ [B r ]] = 1 menyatakan minor yang utama atau orde ke r. b.
Untuk masing-masing λ rangkaian Sturm dapat ditentukan dengan matriks triangulasi [[A] − λ [B ]] , pada kenyataannya pangkat diagonal dari matriks Pr ( λ ) = ∏ K i ,hasil i =1, r
dengan
Ki ,
i = 1,...n
kemudia
Pr (λ )
akan
menghasilkan persamaan sebagai berikut:
1≤ r ≤ n c.
(2.66)
Dengan menganggap sekarang untuk pangkat pertama dari rangkaian Sturm, dengan
pendefinisian sama dengan 1. Pangkat kedua akan
menghasilkan 1 K1 dan dua pangkat ini akan memberikan tanda yang sama hanya jika K1 positif. Pangkat ketiga akan diberikan oleh 1 K1 K 2 dengan cara yang sama untuk pangkat kedua dan ketiga dari rangkaian yang akan memberikan tanda yang sama hanya jika K 2 positif. Pada umumnya jika Pr (λ ) baik positif ataupun negatif aka ada suatu perjanjian tanda antara Pr (λ ) dan Pr +1 (λ ) jika dan hanya jika tanda K r +1 adalah positif. Kita dapat
menyimpulkan bahwa sejumlah dalam tanda antara elemen yang berhasil dari Pr (λ ) adalah sama untuk jumlah pangkat diagonal positif dalam bentuk triangulasi
[[A] − λ [B ]] .
Universitas Sumatera Utara
44
d.
Akhirnya kita dapat menyatakan bentuk digunakan dalam mencari nilai eigen. Jumlah nilai eigen dari persamaan λ adalah sama dalam bentuk triangulasi
[[A] − λ [B ]] .
e. Dengan membagi interval akan memperoleh perkiraan yang lebih baik tetapi keakuratan dapat diperoleh dengan metode ini dibatasi oleh stabilitas proses dari eliminasi. Untuk semua masalah dipecahkan terhadap suatu pengamatan nilai konvergen yang sangat baik dan tidak ada kesulitan dalam penggunaan praktis dalam memperoleh nilai eigen yang akurat sampai dengan 8 digit dengan membagi interval. Bagaimanapun untuk meningkatkan efisiensi dari algoritma pencarian solusi, interpolasi linier dapat diadopsi begitu nilai eigen telah dilokalisir. Dengan jelas proses ini dapat diaplikasikan untuk menentukan setiap nilai eigen baik yang bernilai positif maupun yang negatif. Salah satu keuntungan pokok dari penggunaan proses ini adalah bahwa proses ini dapat dengan mudah diimplementasikan begitu solusi dari problem elemen hingga statis telah diperoleh. Batasan dari bentuk matrik [A] dan matrik [B] cukup memuaskan dengan menggunakan matrik geometri dari struktur [KG] yang merupakan matrik simetri dan dengan penggunaan matrik kekakuan yang konvensional [KE] yang juga merupakan matrik simetri dan selalu bernilai positip. Matrik massa [KM] yang diimplementasikan pada problem juga selalu bernilai positip dan dapat dilihat pada Gambar 2.12.
Universitas Sumatera Utara
45
Mulai Definisikan dan cek
Persiapan
Simpan fungsi
Bentuk matriks
Simpan matriks
Susun, rangkai dan eliminasi matriks Simpan matriks
Bentuk matriks Substitusi ke Simpan
Hasil keluaran dari pemecahan elastis
Memperkirakan nilai eigen yang
dicari terbesar Iterasi untuk nilai eigen yang terbesar
Tulis nilai eigen dan vektor eigen cahan elastis
Pisahkan nilai
Tulis nilai eigen dan vektor eigen pecahan elastis
Interpolasi untuk masing-masing nilai eigen
Selesai Gambar 2.12
Bagan alir menghitung tekuk kolom baja ringan
Universitas Sumatera Utara
46
2.4.6 Permasalahan Stabilitas
Masalah stabilitas dalam struktur adalah mereduksi suatu nilai eigen dengan persamaan:
[[K E ] − [K G ]]{δ } = {0}
(2.67)
dimana:
[K E ] matriks kekakuan yang biasa untuk elemen.
[K G ] = ∫ [G p ] [S ][G p ]dV T
(2.68)
V
Dimana:
[G ] untuk kasus elemen p
semiloof adalah 6x32 matriks bentuk didefinisikan T
sebagai berikut:
[ ]
∂U ∂U ∂V ∂V ∂U ∂V {G} = . . . = G p [PA ]. ∂X ∂Y ∂X ∂Y ∂Z ∂Z
Matriks [S ] bergantung pada komponen tegangan ke arah dalam dan didefinisikan dengan:
0 [σ ] 0 [S ] = 0 [σ ] 0 0 0 [σ ]
(2.69)
dimana:
σ XX σ XY
[σ ] =
σ XY σ YY
(2.70)
Universitas Sumatera Utara
47
2.5
Analisis Non Linear Keadaan nonlinier mungkin timbul dalam beberapa bentuk termasuk lendutan
besar, peregangan besar, hukum tegangan-regangan nonlinier, deformasi tergantung kondisi batas dan pembebanan.
2.5.1 Analisis Material Non Linear Jenis analisis ini harus dapat digunakan jika hubungan tegangan-regangan material benar-benar non linear. Sebagai contoh idealisasi hubungan tegangan-regangan untuk baja batangan seperti berikut:
Gambar 2.13 Idealisasi Hubungan Tegangan-Regangan Untuk Baja Gambar 2.13 menunjukkan linear pada batas elastis dimana analisis elastis dapat memperkirakan konfigurasi deformasi yang akurat bila batas tegangan leleh tidak dilampaui. Jika leleh terjadi diikuti dengan menurunnya kekakuan baja masih dapat mengikuti aturan tegangan-regangan. Oleh karena itu peningkatan beban masih dapat diijinkan untuk menggambarkan respon semua material.
Universitas Sumatera Utara
48
Dalam analisis geometri pengaruh perubahan deformasi struktural pada kekakuan struktural dan pada posisi beban yang diterapkan dianggap masalah sederhana, yang menggambarkan ini adalah balok hanya didukung dengan merata seperti pada Gambar 2.14. Pada solusi linier akan memprediksi momen lentur untuk perletakan sederhana yang sudah dikenal dan mempunyai gaya aksial nol. Namun dalam kenyataannya, seperti balok deformasi sehingga sudut inklinasi balok pada perletakan menimbulkan komponen aksial. Gaya ini bisa menjadi signifikan jika deformasi dan sudut inklinasi menjadi besar.
Gambar 2.14 Penambahan Beban Pada Balok Contoh lain yang sederhana adalah batang seperti pada Gambar 2.14. Akibat beban gaya yang bekerja meningkat, respon menunjukkan pelunakan sehingga menjadi lentur, kejadian setelah respon menunjukkan kekakuan. Bentuk lain dari non-linear sering dikaitkan dengan deformasi yang besar adalah bahwa pasukan pengikut atau beban non-konservatif. Dengan deformasi yang besar, beberapa beban bervariasi di kedua lokasi spesial dan orientasi. Kegagalan untuk mewakili perubahan ini dapat menyebabkan kesalahan dengan jenis beban tertentu, misalnya tekanan beban di permukaan, di mana tekanan harus selalu bersikap normal
Universitas Sumatera Utara
49
ke permukaan cacat. Non-konservatif loading dimodelkan dalam Program Lusas dengan terus memperbarui vektor beban, dan ada kesamaan dengan Rumus Euler. Untuk memecahkan masalah respon nonlinear material dan geometri struktur, prosedur pentahapan waktu dan beban harus digunakan. Jika derajat nonlinearitas terjadi secara signifikan selama tahap beban, tegangan-tegangan yang terintegrasi mengikuti
derajat
struktur
tidak
akan
mencukupi
keseimbangangaya
luar.
Konsekuensinya adalah terjadinya gaya residu (sisa). Maka koreksi akan dilakukan terhadap prosedur untuk memperoleh keseimbangan. Korektor paling sederhana yang mungkin digunakan adalah pengembangan dari seri Taylor untuk memperoleh pendekatan terhadap hasil. Prosedur keseimbangan iterasinya dikenal sebagai Iterasi Newton-Raphson dan ditunjukkan pada Gambar 2.15 yang juga menampilkan sifat fisik yang signifikan dari Tangen Modulus sebagai tangen hubungan antara Tegangan-Regangan dari konfigurasi yang sudah ada.
Gambar 2.15 Ilustrasi Iterasi Newton-Raphson untuk Respon Derajat Kebebasan Tunggal
Universitas Sumatera Utara
50
2.5.2 Prosedur Iterasi 2.5.2.1 Iterasi Newton Walaupun Iterasi Newton-Raphson adalah stabil dan converges quadratically menyajikan estimasi awal sangat mendekati hasil, namun punya kekurangan saat tangen matrik kekakuan memerlukan inversi atau kebalikan pada masing-masing iterasi. Mungkin akan gagal mencapai konvergen jika terdapat material struktur dengan nonlinearitas ekstrim. Kasus ini, Modifikasi Iterasi Newton mungkin lebih akan efektif dengan Iterasi Newton yang dimodifikasi, tangen matrik kekakuan semula akan diganti dengan matrik kekakuan sebelumnya, dinyatakan dari awal kenaikan. Hal ini mengurangi biaya komputasi/iterasi sebagai faktorisasi tangen matrik kekakuan tidak diperlukan untuk setiap iterasi. Gambar 2.16, 2.17 dan 2.18 menunjuk bentuk dasar Modifikasi NewtonRaphson yang terdiri dari Initial Stiffness Method, KT 1 Method dan KT 2 Method. Nilai Konvergensi Iterasi Newton Modifikasi bukan kuadratik dan prosedurnya sering menjadi divergen. Bagaimanapun jika dipasangkan dengan prosedur pencarian baris, bentuknya sebagai iterasi algoritma dan terutama sekali cocok untuk struktur yang mempunyai material dengan nonlinearitas ekstrim.
Gambar 2.16 Initial Stiffness Method
Universitas Sumatera Utara
51
Gambar 2.17 KT 1 Method
Gambar 2.18 KT 2 Method
2.5.2.2 Pelacakan Baris Teknik Pelacakan Baris (Line Searches) didisain untuk meningkatkan nilai konvergensi antara Iterasi Newton Penuh dan Modifikasi. Teknik ini melibatkan modifikasi terhadap kenaikan lendutan terakhir untuk Iterasi. Proses ini berulang sampai kriteria konvergensi terpenuhi atau sampai dengan jumlah pelacakan baris per iterasi yang telah dirancang terlebih dahulu bersesuaian seperti Gambar 2.19. Pelacakan baris tidak dapat dilakukan bila interval penghitungan
Universitas Sumatera Utara
52
mendekati satuan atau mendekati nol. Jika interval langkah mendekati satuan, pelacakan baris masih sedikit diperlukan. Jika interval langkah mendekati nol, telah dibuat sedikit pengembangan terhadap hasil dan arah kenaikan yang baru akan diberikan oleh pengulangan hasil yang bersifat menguntungkan.
Gambar 2.19 Prosedur Pelacakan Baris
2.5.3 Konvergensi Jika menggunakan solusi algoritma kenaikan/iteratif, ukuran konvergensi dari solusi digunakan untuk menggambarkan saat keseimbangan dapat diterima. Pemilihan kriteria konvergensi yang sesuai adalah yang paling penting. Toleransi yang sering terlalu ketat mungkin menghasilkan iterasi yang tidak perlu dan konsekuensi lainnya adalah menyia-nyiakan sumber daya komputer dan jika toleransi terlalu longgar mungkin tidak akan menghasilkan jawaban yang akurat. Menetapkan nilai toleransi sangat berarti dalam suatu pengujian. Pada umumnya, persoalan geometri nonlinear yang sensitif memerlukan urutan kriteria konvergensi yang ketat untuk menjaga hasil dalam keseimbangan yang akurat, sedangkan toleransi yang longgar biasanya lebih efektif dengan sebagian besar persoalan material nonlinear dimana residu lokal yang tinggi masih mungkin ditoleransi.
Universitas Sumatera Utara
53
2.5.4 Prosedur Inkrementasi Untuk menggambarkan alur solusi nonlinear diperlukan prosedur kombinasi inkrementasi/iteratif. Tersedia dua metode dalam Program Lusas yaitu: 1. Constant load level incrementation (inkrementasi level beban konstan). 2. Modifikasi inkrementasi panjang busur (metode Crisfield atau Rheinboldt).
2.5.4.1 Level Beban Konstan Seperti pada Gambar 2.20 prosedur inkrementasi/iteratif level beban konstan, beban diaplikasikan ke dalam inkrementasi tetap yang khas dan pilihan algoritma iteratifnya digunakan untuk memperoleh konfergensi hasil pada setiap level beban. Dalam LUSAS, level beban mungkin lebih spesifik dilakukan secara manual sama seperti mencocokkan rangkaian beban atau secara otomatis menggunakan perintah Incrementation.
Dengan
inkrementasi
manual,
kegagalan
konvergensi
iterasi
algoritmanya akan mengakibatkan penghentian analisis. Tetapi penghentian otomatis analisis mungkin diabaikan, sehingga inkrementasi beban berikutnya akan diterapkan pada konfigurasi yang tidak konvergen sebelumnya.
Gambar 2.20 Prosedur Inkrementasi/iterative Level Beban Konstan Jika hasil gagal mencapai konvergen dengan inkrementasi otomatis, ukuran inkrementasinya akan direduksi dan konvergensinya dicari dalam level beban yang
Universitas Sumatera Utara
54
baru tetapi reduksi beban ini mungkin juga diabaikan sehingga hasilnya mungkin juga berakhir atau dilanjutkan dengan mengaplikasikan inkrementasi beban selanjutnya. Metode inkrementasi level beban konstan gagal jika solusi mencapai limit point seperti Gambar 2.21 dan metode ini tidak bisa diterapkan pada pembebanan paksa (pressure loading).
\
Gambar 2.21 Ilustrasi Limit Point Untuk Respon Derajat Kebebasan Tunggal
2.5.4.2 Metode Modifikasi Panjang Busur (Metode Crisfield) Metode umum yang dapat mengikuti seluruh alur solusi limit point disebut metode modifikasi panjang busur seperti Gambar 2.22. Implementasi Algoritma dalam Program LUSAS mengikuti usulan Crisfield tetapi harus dimodifikasi untuk dapat menerima permodelan modifikasi beban yang proporsional atau tidak proporsional. Khusus dalam metode modifikasi panjang busur adalah tingkat beban tidak tetap selama inkrementasi beban yaitu selama prosedur iterasi, beban dimodifikasi sampai konvergensi mendekati limit point tercapai. Manfaat pembatasan panjang busur lainnya adalah menstabilkan proses iteratif. Hal ini mempunyai arti yang sangat penting pada saat menggunakan metode iterasi Newton. Metode panjang busur mungkin juga dapat meningkatkan efisiensi hasil/solusi bahkan ketika limit point dilibatkan.
Universitas Sumatera Utara
55
Gambar 2.22 Modifikasi Inkrementasi Beban Panjang Busur Untuk Respon Derajat Kebebasan Tunggal
2.5.4.3 Kontrol Panjang Busur (Metode Rheinboldt) Metode Panjang Busur diingat sebagai bentuk umum kontrol lendutan yang dapat diterapkan, secara fisik persoalan ini tidak melibatkan kontrol lendutan. Ini secara efektif dapat diterima dalam metode panjang busur Crisfield dimana Standar Enclidean mengenai inkrementasi lendutan dibatasi pada nilai yang tetap.
2.5.4.4 Pelacakan Baris Dengan Metode Panjang Busur Implementasi metode pelacakan baris yang tepat secara matematika dengan modifikasi metode panjang busur adalah sangat komplek sebab dalam melakukan penyesuaian terhadap interval setiap langkah beban menyebabkan persamaan limitnya tidak dapat digunakan. Sedangkan metode ini efektif jika gagal untuk menghitung penyesuaian tingkat beban sebenarnya selama pelacakan baris benar-benar mengubah arah iterasi sampai mencapai energi minimum. Di samping itu, pelacakan baris harus digunakan secara hati hati pada saat menelusuri alur keseimbangan yang tidak stabil karena posisi keseimbangan tidak boleh bersamaan dengan status energi minimumnya.
Universitas Sumatera Utara
56
2.5.4.5 Penyesuaian Beban Secara Otomatis Inkrementasi panjang busur disesuaikan untuk setiap inkremen sehingga inkremen beban yang besar dapat digunakan untuk level beban dengan sedikit linearitas, inkremen beban yang kecil akan digunakan untuk tingkat beban dimana respon adalah sangat tidak linear. Hal ini dapat dicapai dengan mencoba mempertahankan nilai iterasi yang konstan pada setiap langkah. Pada kejadian dimana konvergensi gagal setelah iterasi mencapai nilai maksimum, inkrementasi dimulai lagi dengan mereduksi inkremen panjang busur.
2.5.5 Model Hubungan Tegangan-Regangan Material Baja Dalam analisis ini material baja tulangan dimodel sebagai material elastis dan plastis dengan memperhitungkan kondisi strain hardening menuruti kriteria Von Misses. Menurut Hibbeler, (1997) kelelahan material ditentukan oleh tegangan geser atau energi regangan distorsi yang bekerja pada material. Dalam bentuk tegangantegangan utama (principles stress), persamaan kriteria leleh Von Misses. Model Von Misses didefinisikan sebagai stress potensial model dengan input data terdiri dari: 1.
Material properties: E (Young’s Modulus), υ (Poisson Ratio), fy (Yield stress) dan Heat fraction.
2.
Hardening Properties yang secara default FEA LUSAS menyediakan tiga metode untuk mendifinisikan nonlinear hardening yaitu: hardening gradient, plastic gradient dan total strain seperti Gambar 2.23.
Universitas Sumatera Utara
57
Metode yang dipilih dalam penelitian ini adalah Metode Hardening Gradient karena lebih sederhana dari metode lainnya.
a. Hardening Gradient
b. Plastic Strain
c. Total Strain
Gambar 2.23 Kurva Hardening (Hardening Curve)
Universitas Sumatera Utara