PERANCANGAN E-LEARNING VIRTUAL CLASSROOM MENGGUNAKAN MULTIMEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF BERBASIS FLASH Oleh : Arsyad Riyadi, S.Si
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah Saat ini dunia pendidikan menghadapi dua tantangan sekaligus. Pertama adanya perubahan pergeseran paradigma dalam dunia pendidikan itu sendiri dan kedua adanya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang begitu pesat. Dalam dunia pendidikan terjadi perubahan persepsi mengenai proses belajar. Dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK) , terutama terjadi kemajuan yang luar biasa dalam bidang infrastruktur (jaringan internet), hardware, software maupun sarana dan prasarana lain. Tantangan pertama dapat dijawab melalui teori konstruktivisme, yaitu teori yang berpendapat bahwa pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) dari kita sendiri yang menekuninya. Pengetahuan tidak begitu saja dapat dipindahkan dari guru ke siswa. Seorang guru hanyalah
memfasilitasi
mengkonstruksi
dan
pengetahuan
siswalah tersebut.
yang
secara
aktif
Berlandaskan
teori
konsstruktivisme, berkembang berbagai teori dan pendekatan lain yang berorientasi pada siswa, seperti teori multiple intelligence, accelerated learning, quantum learning,maupun quantum teaching. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi ini menjadi tantangan besar bagi guru. Mau tidak mau, peran guru mulai bergeser dari satu-satunya sumber belajar menjadi salah satu sumber belajar yang lain, seperti majalah, surat kabar, TV, radio, internet, dan sumber belajar yang lain. Dengan pengaruh di bidang teknologi informasi dan komunikasi ini, timbul gagasan e-learning
1
(electronic learning), dengan berbagai istilah seperti cyber-gurus, cyber-campus, cyber-research, cyber-education, distance learning, online learning, online course, virtual university maupun virtual classroom. Dan hampir di segala segi kehidupan terpengaruh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi ini, sehingga muncul istilah-istilah e-life, e-commerce, e-businnes, e-government, emagazine, e-text, e-media, dan sebagainya. E-learning dalam prakteknya, dapat dilakukan melalui komputer yang terhubung dalam jaringan internet (online), maupun komputer stand alone (offline). Mengingat masih terbatasnya jaringan internet, aksesibilitas, maupun sumber daya siswa dan guru, maka e-learning yang akan dikembangkan adalah dalam bentuk virtual classroom (ruang kelas maya). Virtual classrom pada dasarnya sama dengan kelas konvensional, yang meliputi penyajian materi, grafik, simulasi, evaluasi, maupun umpan
balik
yang
dituangkan
dalam
bentuk
multimedia
pembelajaran interaktif. Keunggulan virtual classroom ini adalah tidak memerlukan jaringan internet, mobilitas tinggi, harganya murah dan lebih banyak interaktifitas (antar pengguna/siswa, pengguna/siswa
dengan
program
maupun
pengguna/siswa
dengan nara sumber lain/guru pendamping) (Afizal Mayub, 2005).
1.2. Permasalahan Fungsi pendidikan secara umum adalah adanya pembentukan pengetahuan, mencapainya
ketrampilan
dan
membutuhkan
sikap
dari
perencanaan
siswa.
Untuk
yang
tepat.
Perencanaan e-learning virtual classroom yang tidak matang akan berakibat lebih fatal dibanding pembelajaran melalui tatap muka langsung.
2
Dari uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut. 1. Bagaimana membuat multimedia pembelajaran yang interaktif sebagai bagian utama (isi) dari e-learning virtual classroom 2. Bagaimana
merancang
e-learning
virtual
classroom
menggunakan multimedia pembelajaran interaktif Karena keterbatasan waktu, pada penelitian ini dibatasi pada pengembangan multimedia dengan judul “Hukum Newton tentang Gerak”. Batasan kedua, penilaian terhadap multimedia yang digunakan tanpa melibatkan ahli materi maupun ahli multimedia serta menggunakan kriteria penilaian yang sederhana. Di samping itu, dalam penelitian ini belum sampai tahap uji coba lapangan, Jadi, tidak dapat diketahui secara pasti apakah rancangan elearning virtual classroom ini efektif dan efisien dalam mencapai tujuan pembelajaran yang dilaksanakan.
2. PEMBAHASAN 2.1. Pengaruh Teori Konstruktivisme dalam Pendidikan Secara
sederhana,
konstruktivisme
beranggapan
bahwa
pengetahuan yang kita peroleh merupakan suatu konstruksi atau bentukan dari kita dalam menekuni sesuatu. Secara garis besar, prinsip-prinsip konstruktivisme yang berhubungan dengan proses pembelajaran adalah 1) pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun sosial, 2) pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar, 3) murid aktif untuk mengkonstruksi terus menerus, sehingga terjadi perubahan konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmiah, dan 4) guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa dapat berjalan mulus (Paul Suparno, 1997).
3
Konstruktivisme ini mempunyai mempunyai dampak yang besar bagi guru. Peran guru bukanlah mentransfer pengetahuan yang dimilikinya tetapi lebih sebagai mediator atau fasilitator yang membantu siswa dapat mengkonstruksi pengetahuannya secara cepat dan efektif. Oleh karena siswa sendiri yang mengkonstruksi pengetahuannya, dalam
prosesnya
sangat
mungkin
melakukan
miskonsepsi
(kesalahan konsep). Hal ini bisa muncul karena siswa belum terbiasa dalam membangun suatu pengetahuan atau lemahnya kemampuan berpikir secara ilmiah. Miskonsepsi ini bisa muncul karena faktor dari siswa sendiri, guru/pengajar, buku teks, konteks, maupun cara mengajar (Paul Suparno, 2005). Melalu e-learning virtual classroom atau bisa diistilahkan dengan virtual classroom, miskonsepsi tersebut dimungkinkan untuk dikurangi bahkan dihilangkan. Misalnya, dalam fisika ditemukan miskonsepsi bahwa gaya aksi reaksi dalam hukum III Newton bekerja pada titik yang sama. Kesalahan konsep ini dapat dihilangkan melalui representasi paduan antara grafik, video, audio, simulasi, animasi, hyperlink, maupun unsur multimedia lain yang tidak dapat dilakukan dalam bentuk tercetak (misalnya buku teks).
2.2. Pengertian, Prinsip dan Peran E-learning E-learning merupakan kegiatan yang merujuk pada penggunaan teknologi
informasi
pembelajaran.
dan
E-learning
teknologi meliputi
pada
pengajaran
pembelajaran
dan
online,
pembelajaran virtual, pembelajaran terdistribusi, dan pembelajaran berbasis web dan jaringan.
4
Berikut adalah empat model e-learning menurut Som Naidu (2003), sebagai berikut : 1) Individualized self-paced e-learning online / e-learning online secara individual Pembelajaran ini merujuk pada situasi dari seorang pembelajar yang secara individual mengakses sumber belajar, seperti data base atau konten materi online melalui internet atau intranet. 2) Individualized self-paced e-learning offline / e-learning offline secara individual Pembelajaran ini merujuk pada situasi dari seorang pembelajar yang secara individual mengakses sumber belajar, seperti data base atau paket pembelajaran berbantuan komputer secara offline, seperti belajar menggunakan CD atau DVD. 3) Group based e-learning synchronously / e-learning berbasis kelompok secara serentak. Pembelajaran ini
merujuk pada situasi dari sekelompok
pembelajar yang belajar secara serentak (dalam waktu bersamaan) melalui internet atau intranet. Kegiatan ini meliputi konferensi berbasis teks, audio, atau video. 4) Group based e-learning asynchronously / e-learning berbasis kelompok secara tak serentak. Pembelajaran ini
merujuk pada situasi dari sekelompok
pembelajar yang belajar tidak pada waktu yang bersamaan. Misalnya, diskusi online melalui mailing list atau konferensi berbasis
teks
dengan
sistem
manajemen
pembelajaran
(learning managements systems). Hampir sama dengan dikemukakan Khoe Yao Tung (2000), yang membedakan ada 4 konfigurasi dalam penggunaan teknologi distance learning, yaitu Same Time Same Place (STSP), Same Time Different Place Instruction (STDP), Different Time Same Place Instruction (DTSP), dan Different
5
Time Different Place Instruction (DTDP). Semua teknologi tersebut akan terus berkembang menjadi makin bersahabat (lebih bersifat pribadi dan fleksibel) bagi penggunanya dan seringkali
dilakukan
kombinasi
satu
sama
lain.
Virtual classroom merupakan salah satu implementasi dari elearning, dapat didefinisikan sebagai ruang kelas maya tempat interaksi belajar mengajar dengan bantuan komputer dan multimedia. Kelas maya ini seharusnya tidak jauh berbeda dengan
kelas
konvensional
dalam
hal
proses
belajar
mengajarnya, yaitu adanya interaksi guru dan siswa. Bedanya dalam virtual classroom menggunakan perangkat-perangkat digital sebagai pengganti fasilitas-fasilitas yang digunakan dalam kelas konvensional. Berdasar
riset
yang
dilakukan
oleh
Richard
Mayer
di
Universitas Kalifornia, Ruth Clark (2002), mengajukan enam prinsip yang dapat dijadikan panduan untuk mengembangkan e-learning, yaitu : 1) Prinsip multimedia Penggunaan grafik yang tepat sesuai dengan teks dan tujuan pembelajaran dapat meningkatkan pembelajaran. Misalnya untuk menampilkan sebuah proses penyebaran virus lebih efektif menggunakan animasi daripada grafik yang statis. 2) Prinsip hubungan Penempatan teks harus berdekatan dengan grafik. Untuk teks yang banyak, diatur sedemikian rupa sehingga antara teks dan grafik
tidak
terpisah
(misalnya
menggunakan
kombinasi
scrolling yang tepat). Penggunaan teks yang panjang sehingga ilustrasi jauh dibawahnya akan menyulitkan penggunanya.
6
3) Prinsip modalitas Penggunaan audio dapat meningkatkan pembelajaran terutama untuk menjelaskan suatu animasi atau visualisasi dari materi yang komplek dan tidak familiar. 4) Prinsip redundansi Penjelasan grafik melalui audio dan teks yang berlebihan dapat merugikan
pembelajaran.
Misalnya
suatu
grafik
cukup
dilengkapi dengan teks. Pemberian narasi bisa mengganggu kenyamanan pengguna saat mengamati grafik tersebut. 5) Prinsip koherensi Penggunaan tampilan visual, teks dan sound yang tidak tepat dapat merugikan pembelajaran. 6) Prinsip personalisasi Penggunaan bahasa sehari-hari dan nara sumber lain dapat meningkatkan pembelajaran. Misalnya suatu CD pembelajaran akan lebih menarik jika digunakan bahasa keseharian dan diiringi dengan narasi dari nara sumber.
E-learning ini harus mampu menyajikan pengalaman belajar yang bermakna melalui pemanfaatan teknologi dan informasi yang intensif. Seperti dikemukakan oleh Paulina Panen (2005), bahwa e-learning mampu untuk : 1) Menfasilitasi komunikasi dan interaksi antar siswa dengan tenaga pengajar dan nara sumber ahli 2) Meningkatkan
kolaborasi
antar
siswa
untuk
membentuk
komunitas belajar 3) Mendorong siswa untuk secara mandiri mencari sumber belajar dan mencapai makna 4) Memberikan umpan balik lintas ruang dan waktu 5) Memberikan akses kepada beragam sumber belajar
7
2.3. Pengenalan Flash Dalam pengembangan multimedia pembelajaran interaktif ini menggunakan software Macromedia Flash 8. Program flash ini menawarkan kemudahan, baik dalam mengelola teks, membuat grafik, membuat animasi, mengelola sound dan video, serta unsur multimedia lainnya. Di samping itu, flash mampu meningkatkan interaktifitas dengan pengguna melalui bahasa pemrograman action script-nya. Dengan kemampuan yang dimilikinya, flash banyak digunakan dalam pembuatan aplikasi, seperti pembuatan game, banner, katalog,
desain
web,
presentasi,
pembuatan
multimedia
pembelajaran, game dan aplikasi lainnya. Untuk
dapat
menguasai
flash
dengan
baik,
memerlukan
kemampuan sebagai berikut : 1) Ketrampilan dasar memahami pengertian workspace, scene, layer, properties, dan lain-lain. Mampu mengelola teks, garis, warna dan membuat gambar dengan berbagai tool 2) Kemampuan membuat animasi symbol (movie clip, tombol, dan grafik) maupun membuat animasi menggunakan animasi frame by frame maupun tween. 3) Kemampuan menggunakan actionscript seperti stop, play, mengelola button, movie clip, sound dan perintah-perintah lain. 4) Kemampuan
mengintegrasikan
komponen-komponen
multimedia (teks, suara, animasi dan lainnya) menjadi produk yang siap pakai
2.4. Pembuatan Multimedia Pembelajaran Interaktif Pembuatan multimedia pembelajaran interaktif ini termasuk dalam penelitian rekayasa (engineering). Yang menurut Ali Imran (1997) sebagaimana dikutip oleh Muhammad Adri dan Nelda (2008), sebagai suatu kegiatan merancang (design) yang tidak rutin,
8
sehingga di dalamnya terdapat konstribusi baru, baik dalam bentuk, proses maupun produk. Tahapan-tahapan yang dibuat dalam pembuatan multimedia interaktif adalah sebagai berikut : 1) Tahap Analisa a. Menganalisa analisis standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator yang sesuai dengan kurikulum yang berlaku b. Membuat draft isi multimedia pembelajaran interaktif materi Hukum Newton tentang Gerak 2) Tahap Desain a. Menentukan materi-materi yang akan diberi gambar, animasi maupun simulasi b. Membuat flowchart (diagram alir) dan storyboard (alur cerita)
FLOWCHART MULTIMEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF “HUKUM NEWTON TENTANG GERAK” Start
menu
Home
Petunjuk
Miskonsepsi tentang Gerak
Kompetensi
Hukum I Newton
Materi
Evaluasi
Hukum II Newton
Referensi
Hukum III Newton
Gambar 1 Flowchart dari materi Hukum Newton tentang Gerak
9
STORY BOARD MULTIMEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF ”HUKUM NEWTON TENTANG GERAK” Nama Frame Petunjuk Kompetensi Miskonsepsi tentang gerak
Kuis Hukum I Newton
Kuis Hukum I Newton Hukum II Newton
Kuis Hukum II Newton Hukum III Newton
Kuis Hukum III Newton Evaluasi Referensi
Profil
Isi Berisi Penggunaan Program Berisi Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Indikator dan Tujuan Pembelajaran Berisi pendapat Aristoteles , hasil percobaan Galileo, dan percobaan dalam kehidupan sehari-hari Berisi kuis mengenai Miskonsepsi tentang gerak Bunyi Hukum I Newton dan percobaan membuktikan Hukum I Newton Berisi konsep dasar Hukum I Newton Berisi bunyi Hukum II Newton; percobaan yang menunjukkan hubungan antara gaya, massa, dan percepatan; contoh penerapan dan contohsoal Berisi konsep dasar Hukum II Newton Bunyi Hukum III Newton dan contohnya
Keterangan
Simulasi gerak benda jatuh bebas dan gerak mendatar
Simulasi percobaan gelas dan kertas di atas meja Kemudian kertas di tarik
Simulasi percobaan hubungan m dengan a dan F dengan m
Animasi peristiwa terjadinya aksi reaksi
Berisi konsep dasar Hukum III Newton Berisi soal-soal Hukum Newton Berisi referensi yang dipakai baik dari buku maupun sumber internet Berisi profil Pembuat program
Gambar 2. Storyboard dari materi “Hukum Newton tentang Gerak”
10
3) Tahap Pengembangan a. Pembatan interface multimedia b. Pengkodean (coding) dan penggabungan materi Meliputi penulisan action script dan penggabungan berbagai bagian materi yang dibuat di beberapa tempat untuk dihubungkan. c. Compiling File yang dihasilkan dari program flash dalam *.fla yang dapat di-publish dalam bentuk *.swf maupun *.html. Dan untuk kepentingan kemudahan pengguna, maka program yang akan dibuat di-publish dalam bentuk *.exe yang dapat dijalankan secara autorun. d. Package/pemaketan dalam bentuk CD 4) Penilaian dan Uji Coba Tahap ini dilakukan untuk memastikan apakah program yang dibuat dapat berjalan sesuai yang direncanakan. Penilaian yang digunakan, sebagian menggunakan kriteria penilaian multimedia
dalam
lomba
pembuatan
multimedia
oleh
Dikmenum (Romi Satria Wahono, 2006) 5) Tahap evaluasi Berdasarkan hasil uji coba, media pembelajaran ini dibenahi kembali kalau ada penyempurnaan-penyempurnaan yang perlu dilakukan.
11
2.5. Hasil Pengembangan Multimedia Pembelajaran Tampilan multimedia pembelajaran yang telah dibuat adalah sebagai berikut
Gambar 3. Halaman Petunjuk
Gambar 4. Halaman kompetensi
Gambar 5. Halaman Materi 12
Gambar 6. Halaman Materi
Gambar 7. Halaman Materi
Gambar 8. Halaman evaluasi
13
2.6. Perancangan E-learning Virtual classroom Ada 3 komponen utama e-learning virtual classroom, yaitu elearning system (tempat), e-learning content (isi) dan hardware infrastructure (peralatan). Multimedia yang telah dibuat dipadukan dalam virtual classroom sebagai content atau isinya. Pada virtual classroom ini, sistem akan mengajukan beberapa pertanyaan, menampilkan berbagai animasi dan simulasi. Di sinilah proses pembentukan terjadi. Dialog maya antara sistem dan siswa dibuat menggunakan tombol interaktif dan tampilan visual desain maupun materi yang semenarik mungkin. Dengan interaksi ini, dimungkinkan proses pembelajaran
menjadi
lebih
bermakna
dan
tujuan
akhir
pembelajaran juga tercapai. Seperti ditampilkan pada bagan berikut. Apersepsi
intro Tujuan Pembelajaran
Proses Pembelajaran
Menu Petunjuk Menu Kompetensi Menu Materi
Evaluasi
Kuis dan tes akhir
Pembentukan : Pengetahuan Ketrampilan Sikap
Multimedia Pembelajaran Interaktif Gambar 9. Keterkaitan antara bagian-bagian Virtual Classroom dalam proses pembelajaran (dimodifikasi dari Afrizal Mayub, 2005)
Pada sistem ini, multimedia pembelajaran interaktif menjadi sumber materi utama yang menggantikan peran guru dalam pembelajaran
konvensional.
Guru
menjadi
fasilitator
dan
moderator yang mengatur jalannya pembelajaran dan siswa
14
menjadi subyek pembelajaran yang secara aktif berinteraksi baik secara maya dengan program maupun dengan guru dan siswa lain. Berikut ini disajikan suatu skenario virtual classroom yang sederhana. Kebutuhan alat : 1) Notebook dan LCD masing-masing 1 buah 2) Speaker 1 buah (jika diperlukan) 3) Kamera atau handycam 1 buah (jika diperlukan) Pelaksanaan Siswa
dan
guru
menempati
kelas
seperti
biasa.
Di
sini
pembelajaran dilakukan pada waktu dan tempat yang sama. Peran guru : 1) Membuka pelajaran 2) Memandu
siswa
dalam
menggunakan
multimedia
pembelajaran interaktif -
Dimulai dengan menampilkan video atau simulasi sebagai apersepi dan motivasi
-
Memandu penyajian materi, termasuk menampilkan animasi sampai tahap evaluasi
-
Memandu diskusi dalam kelas
-
Memberikan tugas yang harus dikerjakan secara individual maupun kelompok
-
Membantu menjelaskan isi multimedia jika diperlukan
3) Menutup pembelajaran dengan menyimpulkan hasil kegiatan dan memberikan tugas
15
Peran siswa : 1) Menyiapkan alat tulis yang dibutuhkan, termasuk handout materi jika ada 2) Berinteraksi aktif secara maya dengan multimedia maupun dengan guru dan siswa lain 3) Mengerjakan tugas, kuis, dan evaluasi akhir.
Untuk merancang suatu virtual classroom yang ideal tentunya membutuhkan kelengkapan dari semua komponen. Seperti 1) adanya situs portal/blog dan System (LMS), 2) dalam menyiapkan konten/isi melibatkan beberapa pihak seperti penulis naskah, ahli materi, ahli media dan Learning Management programmer, 3) dalam pelaksanaannya menggunakan sarana dan prasarana yang lengkap, seperti tersedianya notebook/komputer dalam jumlah yang cukup.
2.7. Analisis Lebih Lanjut E-learning virtual classroom dapat dijadikan salah satu metode dalam pembelajaran, baik dilakukan secara online maupun offline. Hasil yang akan dicapai dalam pembelajaran dapat maksimal, jika e-learning ini dirancang secara matang baik dalam pembelajaran mandiri maupun dikolaborasikan dengan dengan pendekatan yang berbeda. Seperti yang dilakukan oleh Tri Wahyuni R. N dkk (2007) yang
meneliti
hubungan
antara
pembelajaran
teori
dalam
konstruktivisme dan konsep e-learning. Demikian juga Afrizal Mayub dkk (2008) yang meneliti pengaruh virtual classroom terhadap pengembangan kecerdasan ganda (multiple intelligence). E-learning
ini
dalam
pengembangannya
bukan
untuk
menggantikan kelas-kelas konvensional, dengan keterbatasan yang melekat padanya. Berikut beberapa faktor yang membatasi perkembangan e-learning, yaitu : 1) membutuhkan teknologi yang
16
tinggi, 2) membutuhkan desain instruksional yang lebih rumit, 3) membutuhkan biaya yang sangat tinggi, 4) adanya kompetisi dan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), dan 5) adanya sifat kelembaman dari pengelola pendidikan (Vivex Kumar Singh, 2003). Selain kelima faktor tersebut, ada juga faktor lain, yaitu e-learning juga tidak bisa menggantikan pembelajaran tatap muka yang sara dengan nilai-nilai pendidikan (ketekutan, kejujuran, kedisiplinan, kreativitas, dan lain-lain). Di samping itu, banyak detil materi yang diperoleh melalui tatap muka guru-murid yang tidak ditemukam dalam penggunaan bahan ajar apapun (buku, modul, maupun multimedia). Seperti disebutkan di atas, bahwa e-learning membutuhkan biaya yang sangat besar terutama sekali pada kebutuhan komputer dan broadband jaringan internet maupun pengembangan desain elearning. Persaingan dalam dunia industri pendidikan juga menyebabkan isi program e-learning (multimedia pembelajaran) dibuat dengan harga murah tetapi mengurangi kualitas isinya. Demikian juga dengan adanya isu HAKI, maka isi dari program elearning diproteksi yang menyebabkan keterbatasan dalam mengakses maupun memodifikasi source code program yang ada. Sifat lembamnya siswa, guru, dan pengelola pendidikan yang sudah mapan dengan kondisi sekarang akan sulit mengubah pembelajaran dengan berbasis e-learning yang sarat dengan penggunaan multimedia. Demikianlah tantangan-tantangan yang harus dihadapi dalam membangun suatu e-learning. Pembelajaran konvensinal dan elearning seharusnya dikolaborasikan dengan baik. Seperti salah satu mitos bahwa e-learning dapat berlaku untuk semua siswa. Siswa yang malas atau suka menunda-nunda cenderung lebih berhasil jika diberi pelajaran secara konvensional. Demikian juga
17
dari segi materi. Dalam bidang bahasa, penelitian yang dilakukan oleh Tri Wahyuni R. N dkk (2007) menunjukkan bahwa para siswa yang belajar dengan teori konstruktivisme
mendapatkan hasil
yang bagus dalam penerapan praktek menulis. Sedangkan, siswa yang menggunakan e-learning, lebih baik dalam penguasaan kosakata dan istilah.
3. PENUTUP 3.1. Kesimpulan 1. E-learning virtual classroom dapat dijadikan salah satu metode pembelajaran yang dapat dilakukan melalui interaksi langsung maupun melalui belajar mandiri 2. E-learning virtual classroom dapat berjalan dengan baik jika interaksi antara pengajar dan pembelajar berjalan secara terkendali dan dinamis 3. Dalam
pembuatan
isi
dari
e-learning
virtual
classroom
(multimedia pembelajaran interaktif) harus mengacu pada kriteria pembuatan media yang handal 3.2. Saran 1. E-learning
virtual
classroom
harus
terus
dikembangkan
terutama oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan 2. Antara siswa dan pengajar harus ada komitmen yang kuat agar penyelenggaraan e-learning virtual classroom mencapai tujuan pembelajaran yang ditargetkan
18
DAFTAR PUSTAKA Adri, Muhammad dan Azhar, Nelda. Pengembangan Paket Multimedia Interaktif Sebagai Sarana Belajar Mandiri. Makalah disampaikan dalam Seminar nasional Kontribusi Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) dalam Pencapaian Milenium Development Goals (MDGs), Universitas Terbuka, Tangerang Banten, 10 Maret 2008 Clark, Ruth. 2002. Six Principles of Effective E-learning : What Works and Why. Learning Solutions e-Magazine. Edisi : September 10, 2002. Khoe Yao Tung. 2000. Pendidikan dan Riset di Internet. Jakarta : Dinastindo Mayub, Afrizal. 2005. E-learning Fisika Berbasis Macromedia Flash MX. Yogyakarta : Graha Ilmu Naidu, Som. 2003. E-learning : A Guidebook of Principles, Procedures and Practises. India : Commonwealth Educational Media Center for Asia (CEMCA) Panen, Paulina. 2005. Pengembangan E-learning : Antara Mitos dan Kenyataan. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Teknologi Pembelajaran “Teknologi Pendidikan Menuju Masyarakat Belajar”. Jakarta, 5 -6 Desember 2005 Suparno, Paul. 1997. Filsafat Yogyakarta : Kanisius
Konstruktivisme
dalam Pendidikan.
--------------------. 2005. Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika. Jakarta : dan PT Grasindo Singh, Vivex Kumar. Does Multimedia Really Improve Learning Effectiveness? Makalah disajikan dalam seminar Asian Pacific Conference on Education : Re-envising Education : Innovation and Diversity tanggal 2 – 4 Juni 2003 Wahyuni, Tri R. N dkk. 2007. Studi Perbandingan Antara Teori Konstruktivisme dan Konsep E-learning dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia. Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek & Sipil) di Auditorium Kampus Gunadarma, 21 – 22 Agustus 2007. Wahono, Satrio Romi. 2006. Aspek dan Kriteria Penilaian Media pembelajaran. http://romisatriowahino.net/2006/06/21/aspek-dankriteria-penilaian-media-pembelajaran/.Download tanggal 14 Maret 2011
19
BIODATA PENULIS Arsyad Riyadi, S.Si 19790829 2005 01 1 006 Penata /III C Lahir di Kebumen, 29 Agustus 1979. Meraih gelar sarjana Sains Fisika di Fakultas MIPA Universitas Diponegoro tahun 2001. Selanjutnya menempuh program Akta Mengajar di Universitas Terbuka Saat ini bekerja sebagai staff pengajar di SMP Negeri 2 Pengadegan Purbalingga Bidang minat : Multimedia dan Penerjemahan
20