PERANAN SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN LAMONGAN SERTA KOMODITAS HASIL TANGKAPAN UNGGULAN
LISTYA CITRANINGTYAS
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi “Peranan Subsektor Perikanan Tangkap dalam Pembangunan Kabupaten Lamongan serta Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan” adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan mau pun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam tubuh tulisan dan tercantum dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2010
Listya Citraningtyas C44062181
ABSTRAK LISTYA CITRANINGTYAS. Peranan Subsektor Perikanan Tangkap dalam Pembangunan Kabupaten Lamongan serta Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan. Dibimbing oleh MOCH. PRIHATNA SOBARI dan AKHMAD SOLIHIN. Kabupaten Lamongan memiliki potensi sumberdaya perikanan tangkap yang cukup besar. Produksi yang meningkat sebesar 17,28% tiap tahunnya dapat dimanfaatkan secara maksimal guna meningkatkan kontribusinya terhadap PDRB daerah, maka perlu disusun suatu strategi pengembangan yang bertujuan meningkatkan peranan subsektor perikanan tangkap dalam pembangunan daerah. Hasil perhitungan LQ menunjukkan bahwa berdasarkan indikator PDRB dan indikator tenaga kerja merupakan sektor basis dengan nilai LQ lebih besar dari 1. Berdasarkan hasil analisis Multiplier Effect, selama periode 2003-2008 berdasarkan indikator PDRB daerah dan indikator tenaga kerja, subsektor perikanan tangkap memberikan dampak positif terhadap pembangunan daerah Kabupaten Lamongan. Berdasarkan penentuan komoditas unggulan, diperoleh beberapa komoditas yang dapat dikategorikan sebagai komoditas unggulan untuk subsektor perikanan tangkap, yaitu kelompok demersal (ikan manyung (Ariidae), ikan ekor kuning (Caesio spp), ikan pari (Rajiformes), kelompok pelagis besar (ikan cucut (Carcharhinidae)), kelompok pelagis kecil (ikan layang (Decapterus spp, ikan selar (Selar spp)). Hasil analisis SWOT menghasilkan 3 alternatif strategi pembangunan, yaitu 1) Melakukan pengembangan pada subsektor perikanan tangkap secara terpadu dan berkelanjutan dengan memanfaatkan potensi sumber daya ikan yang cukup besar, kesempatan kerja yang banyak, daya beli masyarakat yang cukup tinggi, dukungan dari pemerintah daerah serta organisasi masyarakat setempat, guna memenuhi kebutuhan konsumsi domestik dan luar negeri serta meningkatkan pendapatan daerah; 2) Memberikan kemudahan akses, sarana serta prasarana bagi masyarakat setempat sehingga dapat membuka dan mengoptimalkan usaha yang ada di bidang perikanan tangkap guna memanfaatkan peluang yang besar di pasar luar negeri; 3) Meningkatkan sarana dan prasarana agar para nelayan dapat dengan mudah menangkap komoditas unggulan secara optimal yang menjadi target utama pemasaran terutama untuk tujuan ekspor.
Kata kunci : subsektor perikanan tangkap, pembangunan daerah, komoditas unggulan, Location Quetient (LQ), Multiplier Effect (ME), dan SWOT.
© Hak cipta IPB, tahun 2010 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber: a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.
PERANAN SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN LAMONGAN SERTA KOMODITAS HASIL TANGKAPAN UNGGULAN
LISTYA CITRANINGTYAS
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Skripsi
: Peranan Subsektor Perikanan Tangkap dalam Pembangunan Kabupaten Lamongan serta Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan
Nama
: Listya Citraningtyas
NRP
: C44062181
Departemen
: Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Mayor
: Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Disetujui:
Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S NIP 19610316 198601 1 001
Akhmad Solihin, S.Pi, MH NIP 19790403 200701 1 001
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Ketua Departemen
Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc NIP 1961223 198703 1 001
Tanggal Lulus : 19 Juli 2010
KATA PENGANTAR
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Perikanan pada Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Judul skripsi penulis adalah Peranan Subsektor Perikanan Tangkap dalam Pembangunan Kabupaten Lamongan serta Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Moch. Prihatna Sobari M.S. dan Akhmad Solihin, S.Pi, MH, selaku pembimbing atas arahan dan bimbingan yang telah diberikan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik demi perbaikan selanjutnya. Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukannya.
Bogor, Agustus 2010
Listya Citraningtyas
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan penulis kepada : 1.) Allah SWT yang selalu menyayangi hamba-Nya; 2.) Ir. Moch. Prihatna Sobari MS. sebagai pembimbing yang memberikan pengarahan dan bimbingannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini; 3.) Akhmad Solihin, S.Pi, MH. sebagai pembimbing yang memberikan pengarahan dan bimbingannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini; 4.) Dr. Muhammad Imron, M.Si sebagai Komisi Pendidikan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan; 5.) Ir. Diniah, M.Si. sebagai penguji tamu pada sidang ujian skripsi; 6.) Dr. Imam Trisno Edy, MM selaku Kepala Badan KESBANG Kabupaten Lamongan yang telah membantu dalam kelancaran memperoleh data; 7.) Ir. Anang Muhariyanto, M.Si selaku Kepala Laboratorium Disiminasi Wonocolo Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP Jawa Timur yang telah membantu dalam kelancaran penulis memperoleh data; 8.) Ir. Nanuk Qomariyati, M.Si Kepala Seksi Bagian Teknologi Penangkapan di Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lamongan yang telah memberikan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini; 9.) Papa (Mat Syukur), Mama (Henny Windarti), Kakak tersayang (Maulida Hayuningtyas) dan adik tersayang (Hanif Pramudya) yang telah memberikan dorongan, dukungan, semangat serta doanya kepada penulis; 10.) Teman-teman tercinta selama 4 tahun di PSP (Iniz, Viona, Lala, Nene, Sarah, Acca, Yurita, Ninin, Alleta, Adit, Rachman, Ncek dan Gini yang selalu mendukung penulis dalam menyelesaikan pendidikannya di IPB; 11.) Om Sugi, Om To, Tante Sun, Ilya K. Widianto dan Lingga Wastukencana, yang telah membantu dalam kelancaran penyelesaian skripsi ini; 12.) Seluruh civitas PSP, terutama PSP 43 tersayang, yang telah memberikan kebersamaan yang tidak terlupakan; 13.) Berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 22 Februari 1988. Penulis adalah anak ke dua dari tiga bersaudara dari pasangan Mat Syukur dan Henny Windarti.
Pada Tahun
2006 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Bogor dan diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) yang terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi. Penulis pernah menjabat sebagai bendahara Departemen Sosial dan Lingkungan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Perikanan (BEM-C) Tahun 2007-2008 dan anggota Departemen Pengembangan Minat Bakat Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) Tahun 20082009. Penulis pun tergabung dalam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Music Agriculture Expresssion (MAX!!) sebagai anggota pada Tahun 2006-2007. Penulis juga aktif sebagai asisten praktikum di lingkungan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Penulis pernah menjadi asisten praktikum Eksplorasi Penangkapan Ikan Tahun 2010. Selama masa kuliahnya, penulis mendapatkan beasiswa BBM (Peningkatan Prestasi Belajar) Tahun 2009-2010. Pada Tahun 2010, penulis melakukan penelitian dengan judul ”Peranan Subsektor Perikanan Tangkap dalam Pembangunan Kabupaten Lamongan serta Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis dinyatakan lulus pada tanggal
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL………………………………………………………
i
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………..
ii
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................
iii
I.
II.
PENDAHULUAN ………………………………………………
1
1.1 Latar Belakang ………………………………………………. 1.2 Perumusan Masalah…………………………………………... 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian……………………………... 1.4 Manfaat ……………………………………………………....
1 2 3 3
TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………..
4
2.1 Perikanan Tangkap…………………………………………… 2.1.1 Kapal dan perahu …………………………….………... 2.1.2 Alat tangkap ………………………………………….. 2.1.3 Nelayan ………………………………………………… 2.2 Ilmu Pembangunan Wilayah ………………………………... 2.3 Konsep Basis Ekonomi……………………………………...... 2.4 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan…………………….... 2.5 Strategi Pengembangan……………………………………….
4 4 5 14 14 16 16 17
III.
KERANGKA PENDEKATAN STUDI ……………………….
19
IV.
METODOLOGI ………………………………………………...
21
4.1 Waktu dan Tempat Penelitian………………………………... 4.2 Metode Penelitian…………………………………………….. 4.3 Jenis dan Sumber Data……………………………………….. 4.4 Metode Pengambilan Sampel .................................................. 4.5 Metode Analisis Data……………………………………….... 4.5.1 Analisis peranan subsektor perikanan tangkap ................ 4.5.2 Analisis dampak subsektor perikanan tangkap ................ 4.5.3 Kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap.......... 4.5.4 Analisis peranan komoditas hasil tangkapan unggulan ... 4.5.5 Analisis strategi pengembangan subsektor perikanan tangkap ............................................................ 4.6 Batasan Konsep dan Pengukuran………………………….......
21 21 21 22 22 22 24 24 25
KEADAAN UMUM .....................................................................
36
5.1 Keadaan Umum Kabupaten Lamongan .................................. 5.1.1 Visi dan misi ................................................................... 5.1.2 Keadaan geografis …………………………………….. 5.1.3 Luas wilayah dan topografi .............................................
36 36 36 37
V.
26 34
Halaman
VI.
5.1.4 Kependudukan ................................................................ 5.1.5 Ketenagakerjaan .............................................................. 5.1.6 Aspek agama, sosial, dan budaya .................................... 5.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Kabupaten Lamongan.... 5.2.1 Potensi sumberdaya perikanan tangkap Kabuapten….... Lamongan ……………………………………………… 5.2.2 Tenaga kerja perikanan tangkap ..................................... 5.2.3 Volume dan nilai produksi perikanan tangkap ................ 5.2.4 Pemasaran hasil perikanan tangkap ................................. 5.2.5 Sarana dan prasarana perikanan tangkap ......................... 5.2.5.1 Sarana perikanan tangkap …………………….……… 5.2.5.2 Prasarana perikanan tangkap …………………………
37 38 39 39 39 40 41 43 44 44 45
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................
48
6.1 Kondisi Perekonomian Jawa Timur ………………………….. 6.2 Kondisi Perekonomian Kabupaten Lamongan .......................... 6.2.1 PDRB dan PDRB per kapita ........................................... 6.2.2 Laju pertumbuhan perekonomian Kabupaten Lamongan 6.2.3 Nilai LQ Sektoral di Kabupaten Lamongan ……………. 6.3 Peranan Subsektor Perikanan Tangkap Kabupaten Lamongan 6.3.1 Kontribusi atau shift share Perikanan Tangkap…...…… 6.3.2 Nilai LQ subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator PDRB ............................................................... 6.3.3 Nilai LQ subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja ..................................................... 6.4 Dampak Subsektor Perikanan Tangkap Kabupaten Lamongan 6.4.1 Multiplier effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator PDRB daerah ................................ 6.4.2 Multiplier effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indicator tenaga kerja ……............................ 6.5 Kebutuhan Investasi Subsektor Perikanan Tangkap ................. 6.6 Komoditas Unggulan Perikanan Tangkap Kabupaten Lamongan …………………………………………….……… 6.7 Produktivitas Unit Penangkapan Ikan ……………………….
48 49 49 53 54 55 55 57 58 60 61 62 63 65 68
6.8 Keragaan Unit Penangkapan Ikan Kabupaten Lamongan .......
69
6.8.1 Unit penangkapan payang ……......................................... 6.8.2 Unit penangkapan pancing tonda …................................... 6.8.3 Unit penangkapan pukat cincin …..................................... 6.8.4 Unit penangkapan jaring tiga lapis .................................... 6.8.5 Unit penangkapan jaring insang hanyut …….................... 6.9 Analisis SWOT .......................................................................... 6.9.1 Identifikasi unsur SWOT subsektor perikanan tangkap...... 6.9.2 Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) .......................... 6.9.3 Matriks EFE (External Factor Evaluation) ........................
69 71 72 73 75 77 77 84 85
Halaman 6.9.4 Matriks SWOT ................................................................... 87 6.9.5 Perumusan strategi utama ................................................... 90 VII.
KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................
92
7.1 Kesimpulan ................................................................................... 7.2 Saran .............................................................................................
92 93
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
94
LAMPIRAN ................................................................................................
96
DAFTAR TABEL Halaman 1 PDRB Kabupaten Lamongan menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000 tahun 2003-2008 ………………………….…
2
2 Matrik SWOT ……………………………………………………..
27
3 Faktor strategis internal…………………………………………...
31
4 Faktor strategis eksternal………………………………………….
32
5 Penilaian bobot faktor strategis internal………………………….
33
6 Penilaian bobot faktor strategis eksternal……………………….. …
33
7 Matriks Internal Faktor Evaluation (IFE)………………………....
32
8 Matriks Eksternal Faktor Evaluation (EFE)……………………….
32
9 Jumlah penduduk per kecamatan di Kabupaten Lamongan tahun 2008
38
10 Jumlah penduduk dan angkatan kerja di Kabupaten Lamongan 2007-2008…………………………………………………………
39
11 Data produksi perikanan tangkap dan budidaya di Kabupaten Lamongan …………………………………………………………..
42
12 Perkembangan jumlah nelayan Kabupaten Lamongan tahun 2003-2008 ...........................................................................................
40
13 Perkembangan produksi dan nilai produksi subsektor perikanan tangkap Kabupaten Lamongan tahun 2003-2008 ..............................
41
14 Perkembangan jumlah alat tangkap dan nelayan di Kabupaten Lamongan tahun 2008…….................................................................
45
15 Fasilitas pokok di PPN Brondong Kabupaten Lamongan ………....
46
16 Fasilitas penunjang di PPN Brondong Kabupaten Lamongan ……..
46
17 Fasilitas fungsional di PPN Brondong Kabupaten Lamongan ……....
46
18 PDRB Jawa Timur menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000 Tahun 2003-2008 (jutaan rupiah) .............................
49
19 PDRB Kabupaten Lamongan menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000 Tahun 2003-2008 (jutaan rupiah) .......................
51
20 Nilai PDRB per kapita Kabupaten Lamongan menurut lapangan usaha tahun 2000 ……………………………………………………
53
Halaman 21 Laju pertumbuhan perekonomian Kabupaten Lamongan menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 2000 (dalam %) .....
53
22 Nilai LQ sektoral keseluruhan terhadap PDRB daerah secara. keseluruhan di Kabupaten Lamongan tahun 2008 …………………
55
23 Persentase kontribusinya terhadap sektor pertanian dan keseluruhan sektor tahun 2003-2008 .....................................................................
56
24 Nilai location quetient sub sektor perikanan tangkap terhadap PDRB secara keseluruhan di Kabupaten Lamongan tahuN 2003-2008 (juta rupiah) ........................................................................................
57
25 LQ subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja tahun 2003-2008 ................................................................................
59
26 Analisis multiplier effect subsektor perikanan tangkap Kabupaten Lamongan berdasarkan indikator PDRB tahun 2003-2008…….....
61
27 Analisis multiplier effect subsektor perikanan tangkap Kabupaten Lamongan berdasarkan indikator tenaga kerja tahun 2003-2008….
62
28 Kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap tahun 2002-2006 (juta rupiah) ........................................................................................
64
29 Kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap tahun 2008-2013 (juta rupiah) ........................................................................................
65
30 Nilai LQ kelompok ikan di Kabupaten Lamongan tahun 2003-2008.
66
31 Penilaian bobot LQ dan bobor trend kelompok ikan di Kabupaten Lamongan tahun 2003-2008 …………………………………....
67
32 Produktivitas subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Lamongan tahun 2003-2008 ……………………………………….
69
33 Pemasaran atau distribusi ikan PPN Brondong ke luar daerah ………
82
34 Matriks IFE Kabupaten Lamongan.......................................................
85
35 Matriks EFE Kabupaten Lamongan.....................................................
86
36 Matriks SWOT strategi pengembangan subsektor perikanan tangkap Kabupaten Lamongan............................................................................
89
37 Perankingan alternatif strategi pengembangan subsektor perikanan tangkap Kabupaten Lamongan tahun 2009.........................................
90
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Desain bentuk baku konstruksi payang …………………………….…
8
2 Desain bentuk baku konstruksi pukat cincin …………………………
9
3 Desain bentuk baku konstruksi pancing tonda …………………….…
11
4 Desain bentuk baku konstruksi jaring tiga lapis ….………………….
12
5 Desain bentuk baku konstruksi jaring insang hanyut ………………..
13
6 Kerangka pendekatan studi………………………………………...…
20
7 Diagram analisis SWOT ………………………………………….....
29
8 Perkembangan jumlah nelayan Kabupaten Lamongan tahun 20032008 ...................................................................................................
41
9
Perkembangan produksi subsektor perikanan tangkap di Kabupaten. Lamongan tahun 2003-2008 ………………………………………
42
10 Perkembangan nilai produksi subsektor perikanan tangkap di Kabupaten. Lamongan tahun 2003-2008 …………………………
43
11 Saluran pemasaran hasil tangkapan di Kabupaten Lamongan............
44
12 Diagram pie persentase nilai PDRB Jawa Timur tahun 2008……....
49
13 Diagram pie persentase nilai PDRB Kabupaten Lamongan tahun 2008 …………………………………………………………………
51
14 Nilai PDRB subsektor perikanan atas dasar harga konstan 2000 tahun 2003-2008 ..............................................................................
52
15 Laju pertumbuhan perekonomian subsektor perikanan Kabupaten Lamogan tahun 2004-2008 ...............................................................
54
16 Kontribusi perikanan dan perikanan tangkap terhadap sektor pertanian ...........................................................................................
56
17 Kontribusi perikanan dan perikanan tangkap terhadap total PDRB ................................................................................................
57
18 Nilai location quetient subsektor perikanan tangkap terhadap PDRB secara keseluruhan di Kabupaten Lamongan tahun 2003-2008 ..........
58
19 Nilai location quetient subsektor perikanan berdasarkan indikator tenaga kerja di Kabupaten Lamongan tahun 2003-2008 ...................
60
Halaman 20 Trend nilai Multiplier effect subsektor perikanan tangkap di ……. Kabupaten Lamongan berdasarkan PDRB tahun 2004-2008 …….
62
21 Trend nilai Multiplier effect subsektor perikanan tangkap di ……. Kabupaten Lamongan berdasarkan tenaga kerja tahun 2004-2008 .
63
22 Perkembangan investasi subsektor perikanan tangkap Kabupaten… Lamongan (ICOR = 3,31 dan 3,42) tahun 2003-2008 ......................
64
23 Gambar unit penangkapan alat tangkap payang ………………….....
70
24 Gambar unit penangkapan alat tangkap pancing tonda………..…....
71
25 Gambar unit penangkapan alat tangkap pukat cincin ……………....
73
26 Gambar unit penangkapan alat tangkap jaring tiga lapis ……..…….
74
27 Gambar unit penangkapan alat tangkap jaring insang hanyut….......
76
28 Diagram analisis SWOT pengembangan subsektor perikanan tangkap Kabupaten Lamongan ........................................
87
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Peta Kabupaten Lamongan ..................................................................
97
2 Peta fishing ground Kabupaten Lamongan .........................................
98
3 Hasil wawancara responden 1 strategi internal ....................................
99
4 Hasil wawancara responden 2 strategi internal ....................................
100
5 Hasil wawancara responden 3 strategi internal ....................................
101
6 Hasil wawancara responden 4 strategi internal ....................................
102
7 Hasil wawancara responden 5 strategi internal ....................................
103
8 Hasil wawancara responden 1 strategi eksternal ..................................
104
9 Hasil wawancara responden 2 strategi eksternal ..................................
105
10 Hasil wawancara responden 3 strategi eksternal .................................
106
11 Hasil wawancara responden 4 strategi eksternal .................................
107
12 Hasil wawancara responden 5 strategi eksternal .................................
108
13 Produksi perikanan tangkap Kabupaten Lamongan dan Provinsi Jawa Timur …………….....................................................................
109
14 Trend komoditas unggulan .................................................................
110
15 Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong …………………..……..
111
16 Sarana dan prasarana PPN Brondong …………………..………..….
112
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Lamongan yang beribukotakan Lamongan, merupakan sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur. Kabupaten ini berbatasan dengan Laut Jawa di Utara, Kabupaten Gresik di Timur, Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Jombang di Selatan, serta Kabupaten Bojonegoro dan Kabupaten Tuban di Barat. Kabupaten Lamongan terdiri atas 27 kecamatan, dibagi lagi atas sejumlah desa dan kelurahan. Sebelah Utara Lamongan yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa memiliki potensi perikanan tangkap yang besar. Hal ini didukung oleh 7 jenis alat tangkap yaitu payang, trammel net, jaring klitik, pancing, bubu, jaring insang hanyut dan jaring insang tetap serta pelabuhan perikanan yang terdiri atas satu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) di Brondong dan empat Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) di Lohgung, Labuhan, Kranji dan Weru. PPN Brondong merupakan salah satu pelabuhan perikanan terbesar di Jawa Timur yang dilengkapi beberapa fasilitas penunjang kegiatan perikanan tangkap antara lain dermaga, pabrik es, bengkel dan fasilitas lainnya telah didaratkan 24 spesies ikan dengan hasil tangkapan yang bermacam-macam seperti kakap, tuna, kembung, lemuru, layang, cumi-cumi dan udang. Kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah di wilayah laut adalah 12 mil bagi provinsi dan 4 mil bagi daerah kabupaten ataupun kota dimana didalamnya terdapat sumberdaya ikan. (www.lamongan.go.id) Kecamatan Brondong dan Paciran merupakan 2 dari 17 kecamatan di Kabupaten Lamongan yang terletak di pesisir Pantai Utara Jawa dengan luas wilayah pesisir 131,41 Km2 dan panjang pantai 47 Km yang sangat potensial untuk dikembangkan. Potensi perikanan tangkap di wilayah ini belum dimanfaatkan secara optimal dan baru dimanfaatkan sekitar 60%. Hal ini berimplikasi pada peran sektor perikanan terhadap pembangunan daerah yang relatif kecil (arusinstitute.com). Dilihat dari nilai produksi perikanan tangkap di Kabupaten Lamongan selama 5 tahun terakhir, nilai presentase perikanan tangkap mengalami kenaikan yang signifikan tiap tahunnya sebesar 17,28%. Dari data PDRB yang diperoleh,
2
terlihat bagaimana peranan sektor perikanan bagi perkembangan PDRB (Product Domestic Regional Bruto) Kabupaten Lamongan. Nilai PDRB perikanan di Kabupaten Lamongan dapat di lihat pada Tabel 1.
Tabel 1 PDRB Kabupaten Lamongan menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000 tahun 2003-2008 (jutaan rupiah) Lapangan Usaha Sektor pertanian a.Tanaman bahan makanan
2004
2005
2006
2007
2008
1.735.688,02
1.734.688,56
1.764.039,98
1.812.097,08
1.883.098,82
1.326.203,92
1.349.600,89
1.374.191,97
1.401.578,31
1.431.154,54
b.Tanaman perkebunan
61.165,05
37.555,25
45.378,53
47.044,95
54.563,24
c.Peternakan
79.283,16
81.274,20
79.445,53
81.757,39
83.925,71
d.Kehutanan
7.385,43
4.315,23
4.259,71
4.393,64
1.378,86
261..650,46
261..924,99
260.764,25
277..322,78
312..076,47
Lainnya
e.Perikanan
2.040.852,27
2.149.013,22
2.328.874,91
2.516.642,24
2.715.067,99
Total PDRB
3.776.540,29
3.883.701,78
4.092.914,89
4.328.739,32
4.598.166,81
Sumber : BPS Kabupaten Lamongan Tahun 2003-2008
Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap yang pada gilirannya dapat memberikan peran yang lebih besar terhadap pembangunan perekonomian wilayah Kabupaten Lamongan. Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah menentukan posisi subsektor perikanan tangkap dalam perekonomian wilayah Kabupaten Lamongan apakah merupakan sektor basis atau bukan. Hal ini sangatlah penting sebagai langkah awal bagi pengembangan perikanan tangkap selanjutnya. Langkah selanjutnya adalah menentukan berbagai faktor baik internal maupun eksternal yang menjadi kunci bagi pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Lamongan. Untuk itulah skripsi dengan judul “Peranan Subsektor Perikanan Tangkap dalam Pembangunan Kabupaten Lamongan serta Komoditas Unggulan” perlu dilakukan.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, perumusan masalah yang ada adalah bagaimana sumbangsih subsektor perikanan tangkap terhadap perekonomian di Lamongan dan apakah subsektor perikanan tangkap termasuk dalam sektor basis atau bukan. Komoditas hasil tangkapan apa yang menjadi unggulan, dengan alat
3
tangkap apa diperolehnya serta bagaimana merencanakan strategi pengembangan subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Lamongan.
1.3 Tujuan Tujuan dari skripsi ini adalah: 1) Menentukan peran subsektor perikanan tangkap terhadap ekonomi daerah dilihat dari segi PDRB dan tenaga kerja. 2) Menghitung multiflier effect (efek pengganda) dari subsektor perikanan tangkap dalam pembangunan daerah Kabupaten Lamongan 3) Menentukan jenis komoditas hasil tangkapan unggulan yang dapat dikembangkan dan dijadikan komoditas basis pada subsektor perikanan tangkap daerah Kabupaten Lamongan 4) Merumuskan strategi pengembangan subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Lamongan.
1.4 Manfaat Manfaat yang dapat diperoleh adalah : 1) Sebagai salah satu prasyarat penulis untuk mendapatkan gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 2) Sebagai sarana bagi penulis untuk mengaplikasikan ilmu-ilmu yang telah diperoleh di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. 3) Dapat memberikan informasi dan bahan masukkan mengenai perkembangan perikanan tangkap di Kabupaten Lamongan bagi pemerintah daerah terkait. 4) Dapat
digunakan
sebagai
salah
satu
dasar
dalam
pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Lamongan.
merencanakan
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Perikanan Tangkap Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan
dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkunganya, mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan, hal ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor. 45 tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Selanjutnya, di dalam Undang-Undang tersebut, dijelaskan bahwa perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau pengumpulan binatang dan tanaman air, baik di laut maupun di perairan umum secara bebas. Kegiatan ini dibedakan dengan perikanan budidaya, dimana pada perikanan tangkap, binatang atau tanaman air masih belum merupakan milik seseorang sebelum binatang atau tanaman air tersebut ditangkap atau dikumpulkan, sedangkan pada perikanan budidaya, komoditas tersebut telah merupakan milik seseorang atau kelompok yang melakukan budidaya tersebut. Menurut Monintja
(1989), komponen utama dari perikanan tangkap
adalah unit penangkapan ikan, yang terdiri atas : (1) perahu/kapal; (2) alat tangkap; (3) tenaga kerja/nelayan.
2.1.1
Kapal / Perahu Mengacu Undang-Undang Nomor. 45 tahun 2009 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan., disebutkan bahwa kapal perikanan adalah kapal, perahu atau alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan dan penelitian atau eksplorasi perikanan. Menurut Ekasari (2008), kapal merupakan faktor penting diantara komponen unit penangkapan ikan lainnya dan merupakan modal terbesar pada usaha penangkapan ikan. Kapal penangkapan ikan berguna sebagai sarana transportasi yang membawa seluruh unit penangkapan ikan menuju fishing ground atau daerah penangkapan ikan, serta
5
membawa pulang kembali ke fishing base atau pangkalan beserta hasil tangkapan yang diperoleh.
2.1.2
Alat tangkap Menurut Subani dan Barus (1989) banyaknya jenis-jenis ikan, udang dan
biota laut lain dengan tingkah laku dan sifat-sifat yang berbeda-beda, jelas memerlukan alat penangkapan dan teknologi penangkapan yang berbeda-beda pula. Walaupun hal tersebut diakui bahwa sebagian dari jenis-jenis biota lain yang termasuk sasaran yang kadangkala secara kebetulan ikut tertangkap pula. Pengklasifikasian alat penangkapan ikan dan udang laut di Indonesia ada 8 jenis menurut Statistik Kelautan dan Perikanan (2005), yaitu : 1)
Pukat tarik (pukat tarik udang ganda, pukat tarik udang tunggal, pukat tarik berbingkai dan pukat tarik ikan) ;
2)
Pukat kantong (payang, dogol, pukat pantai) ;
3)
Jaring insang (jarring insang hanyut, jaring insang lingkar, jaring insang klitik, jaring insang tetap, jaring insang tiga lapis) ;
4)
Jaring angkat (bagan perahu, bagan tancap, serok, anco, lainnya) ;
5)
Pancing (pancing rawai tuna, pancing rawai hanyut, pancing rawai tetap, pancing rawai dasar tetap, huhate, pancing tonda, pancing ulur, pancing tegak, pancing cumi) ;
6)
Perangkap (sero, jermal, bubu) ;
7)
Alat pengumpul (alat pengumpul rumput laut, alat penangkap kerang, alat penangkap teripang, alat penangkap kepiting) ;
8)
Lain-lain (muroami, jala tebar, garpu dan tombak).
Dari data yang terlihat di Laporan Statistik Jawa Timur tahun 2003-2008, alat tangkap yang ada di Kabupaten Lamongan yang menangkap ikan komoditas unggulan yaitu alat tangkap payang, alat tangkap pukat cincin, alat tangkap pancing tonda, alat tangkap jarring tiga lapis dan alat tangkap jarring insang hanyut. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), penjelasan pengklasifikasian alat penangkapan ikan dan udang laut di Indonesia yaitu :
6
A)
Alat Tangkap Payang Menurut Subani dan Barus (1989) payang adalah pukat kantong lingkar
yang terdiri dari kantong, badan dan sayap. Besar mata mulai dari kantong hingga sayap berbedaa-beda mulai dari 1 cm sampai 40 cm. Bagian atas mulut jaring lebih menonjol ke belakang, hal ini dikarenakan payang umumnya digunakan untuk menangkap ikan pelagis yang hidup dibagian atas perairan dan mempunyai sifat cenderung lari ke lapisan bawah bila terkurung jaring. Oleh karena itu bagian bawah mulut jaring lebih menonjol kedepan maka kesempatan lolos menjadi terhalang dan akhirnya masuk ke dalam kantong. Pada bagian bawah sayap dan mulut jaring diberi pemberat dan pada bagian atas pada jarak tertentu diberi pelampung yang berukuran paling besar diletakkan di bagian tengah. Pada keuda ujung depan sayap disambungkan dengan tali panjang yang umumnya disebut tali selambar. Penangkapan dengan jaring payang dapat dilakukan pada malam maupun siang hari dengan alat bantu petromaks dan rumpon. Payang berbadan jaring panjang merupakan salah satu alat tangkap pukat kantong yang banyak digunakan oleh para nelayan skala kecil, di jalur penangkapan I – II di daerah perairan laut jawa dan pesisir perairan samudera indonesia (utara dan selatan jawa) dalam operasi penangkapan ikan pelagis kecil (lapisan perairan pertengahan dan permukaan). Ukuran besar kecilnya pukat kantong payang (panjang total x keliling mulut jaring) sangat beragam, begitu pula bahan jaring yang dipergunakan untuk pembuatan konstruksi paying sangat beraneka ragam pula. Pengoperasian payang tanpa dilengkapi dengan alat pembuka mulut jaring yang berupa papan rentang (otter board) atau palang / gawang (beam). Pengoperasian payang tidak dihela (dragging) di belakang kapal yang berjalan, melainkan ditarik (towing) untuk mengangkat payang ke atas geladak kapal. Desain bentuk baku konstruksi pukat kantong payang berbadan jaring panjang. Gambar 1 konstruksi alat tangkap payang (SNI 2005). B)
Alat Tangkap Pukat Cincin Menurut Subani dan Barus (1989) dinamakan pukat cincin karena
dilengkapi dengan cincin untuk tali cincin atau tali kerut. Dengan adanya tali kerut tersebut jaring yang semula tidak berkantong akan terbentuk kantong pada tiap akhir penangkapan. Pukat cincin terdiri dari beberapa komponen penting, yaitu :
7
bagian jaring, srampatan, tali temali, pelampung, pemberat dan cincin. Penangkapan dengan pukat cincin dilengkapi dengan rumpon dan kadang menggunakan lampu untuk malam hari sebagai alat bantu penangkapan. Jaring lingkar atau Purse Seine yang merupakan satu jenis alat tangkap yang banyak digunakan dalam operasi penangkapan untuk jenis ikan yang hidup bergerombol. Jaring lingkar memiliki efektivitas yang cukup tinggi dalam menghasilkan tangkapan ikan karena ikan yang ditangkap dalam jumlah banyak dan bergerombol. Prinsip dasar alat tangkap jaring lingkar adalah menutup jalan renang ikan baik horizontal maupun vertikal (pada jenis jaring lingkar dengan kolor) sehingga ikan terperangkap dalam alat tangkap. Jenis-jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan dengan jarring lingkar adalah ikan tongkol, kembung, tembang, selar, cakalang, tuna sirip kuning dan ikan pelagis lainnya.Jenis-jenis ikan tersebut di atas kebanyakan adalah golongan ikan pelagis yang hidup berkelompok/bergerombol. Operasi penangkapan ikan dengan jaring lingkar tidak dapat dilakukan setiap saat, karena gerombolan ikan tersebut hanya berada di permukaan air pada waktu-waktu tertentu seperti siang atau sore hari . Oleh karena itu, dalam operasi penangkapan jaring lingkar sering digunakan berbagai alat bantu untuk mengumpulkan ikan sehingga dapat memaksimalkan hasil tangkapan. Dibeberapa daerah, pengoperasian alat tangkap jaring lingkar dibantu dengan pemasangan rumpon yang terbuat dari rangkaian daun kelapa. Rumpon berfungsi sebagai tempat berkumpulnya ikan-ikan kecil yang merupakan mangsa ikan-ikan yang lebih besar yang menjadi tujuan penangkapan jaring lingkar. Sekarang ini jaring lingkar telah mengalami perkembangan yang cukup pesat yang pengoperasiannya membutuhkan berbagai alat dan mesin bantu penangkapan. Keberadaan alat dan mesin bantu penangkapan ini bertujuan agar pengoperasian jaring lingkar dapat lebih efektif dan efisien sehingga mendapatkan hasil tangkapan yang maksimal. Hal ini tentunya membutuhkan
kemampuan
dan
keahlian
tambahan
untuk
dapat
mengoperasikannya dengan baik. Desain baku konstruksi pukat cincin dapat dilihat pada Gambar 2.
8
Sumber : BSN, SNI 2005 1)
Panjang bagian-bagian jarring 2)Lebar bagian-bagian jaring Panjang tali ris atas : l Keliling mulut jaring : a Panjang tali ris bawah : m Setengah keliling mulut jaring : h Keliling mulut jaring : a Lebar ujung depan bagian sayap atas :g2 Panjang total jaring : b Lebar ujung belakang bagian sayap atas :g1 Panjang bagian sayap atas : Lebar ujung depan bagian sayap bawah: h2 Panjang bagian sayap bawah : d Lebar ujung belakang bagian sayap bawah :h1 Panjang bagian medan jaring bawah:Bsm Jarak ujung-ujung belakang bagian sayap atas : g* Panjang bagian badan : e Jarak ujung-ujung belakang bagian sayap bawah : h* Panjang bagian kantong : f Lebar ujung-ujung depan bagian bosom: h’ Lebar ujung belakang bagain bosom : h1 Lebar ujung depan bagian badan : i Lebar ujung belakang bagian badan : i1 Lebar ujung depan bagian kantong : j Lebar ujung belakang bagian kantong : j1
Gambar 1 Desain baku pukat kantong payang berbadan jaring panjang.
9
Sumber : (http://arusinstitute.com) Keterangan : a. Badan jaring yang terdiri dari: 1. Sayap 2. Perut 3. Bahu 4. Kantong b. Selvadge c. Tal iris atas
d. Tali pelampung e. Pelampung f. Tali ris bawah g. Pemberat h. Tali cincin i. Cincin j. Tali kerut atau kolor
Gambar 2 Desain baku pukat cincin. C)
Alat Tangkap Pancing Tonda Menurut SNI (2006) pancing tonda adalah pancing yang diberi tali
panjang dan ditarik oleh perahu atau kapal. Pancing diberi umpan ikan segar atau umpan palsu yang karena pengaruh tarikan bergerak di dalam air sehingga merangsang ikan buas menyambarnya. Pada prinsipnya pancing yang digunakan terdiri dari tali panjang, mata pancing tanpa pemberat. Pancing ini umumnya menggunakan umpan tiruan/umpan palsu. Umpan tiruan tersebut bisa dari bulu ayam, kain-kain berwarna menarik atau bahan dari plastik berbentuk miniatur menyerupai aslinya (misalnya cumi-cumi, ikan dan lain-lain). Konstruksi pancing tonda terdiri dari gulungan senar, tali pancing, swivel, pemberat atau tanpa pemberat dan mata pancing. Pancing tonda terdiri dari komponen-komponen yang penting, yaitu: a)
Tali utama ( monofilament nomor 1000) dengan panjang tali utama sekitar 150 m.
b)
Tali cabang (monofilament nomor 800) dengan panjang tali berkisar mulai dari 15 cm – 225 cm
10
c)
Mata pancing No 6 terdiri dari 15 mata pancing
d)
Umpan palsu dari bahan kain sutera
e)
Pelampung yang terbuat dari bahan gabus
f)
Kili-kili dari bahan timah
Sebelum melakukan operasi penangkapan, diperlukan beberapa persiapan yang matang, mengingat operasi penangkapan dengan tonda yang cukup singkat (lama trip satu hari) dan juga keadaan daerah penangkapan yang penuh resiko, seperti arus dan ombak. Oleh karena itu persiapan yang dilakukan sebelum melakukan operasi penangkapan antara lain ; perawatan dan pengecekan mesin motor tempel, pengisian bahan bakar minyak, perbekalan dan konsumsi. Pada prinsipnya penangkapan ikan dengan tonda ini adalah memasang pancing pada bagian buritan kapal, yang kemudian ditarik oleh kapal selama operasi penangkapan dengan harapan umpan pada pancing tersebut disambar oleh ikan yang menjadi tujuan penangkapan. tenaga kerja biasanya 1 – 2 orang saja (SNI 2006).
D)
Alat Tangkap Jaring Tiga Lapis Menurut Subani dan Barus (1989) jaring tiga lapis terdiri dari dua lapis
yang terdapat diluar mempunyai mata lebih besar sedangkan lapisan yang berada di tengah mata jaringnya lebih kecil dan dipasang agak longgar. Dalam pengoperasiannya jaring ini dilabuhkan di dasar maupun dihanyutkan dan dapat pula ditarik lurus ke depan melalui kedua ujung sisinya atau dapat juga ditarik menelusuri dasar melalui salah satu sisinya yang nantinya akan berbentuk seperti lingkaran dengan ujung sisi yang pertama kali diturunkan sebagai pusatnya. Cara ini dilakukan untuk memperoleh cakupan area penangkapan seluas mungkin. Jaring tiga lapis (trammel net) merupakan salah satu alat tangkap dari jenis jaring insang (gillnet) yang dipergunakan untuk menangkap udang dengan cara terpuntal dan banyak dipergunakan oleh nelayan skala kecil. Ada 2 (dua) macam trammel net, yakni trammel net udang dan trammel net induk udang yang terdiri dari dua lapis jaring luar (outer net) dan satu lapis jaring dalam (inner net). Ukuran banyaknya pis jaring tiga lapis tergantung dari ukuran tonase kapal. Pengoperasian trammel net dipasang tegak dengan cara aktif atau pasif di dasar perairan. Jaring tiga lapis (trammel net) dioperasikan di dasar perairan dengan
11
sasaran tangkapan udang. Waktu pengoperasian dilakukan pada siang hari (jam 04.00 – jam 14.00). Operasi penangkapan ikan dilakukan dengan menggunakan 2 (dua) cara penangkapan yaitu secara pasif dan aktif. Pengoperasian aktif dilakukan dengan cara memutar jaring dari ujung belakang dengan menggunakan perahu. Sedangkan pengoperasian pasif dilakukan dengan cara membiarkan jaring hanyut bersama perahu atau dengan cara memasang tetap (SNI 2006).
Sumber : Nomura, 1987
Gambar 3 Desain baku pancing tonda.
Operasi penangkapan pasif: penurunan jaring dilakukan ditebar dari salah satu sisi lambung perahu/kapal dengan arah penurunannya menyilang arus. Ujung depan jarring dipasang pemberat batu dan ujung belakang disambung dengan tali selambar yang diikatkan pada perahu/kapal, kemudian trammel net dibiarkan hanyut mengikuti gerakan arus. Operasi penangkapan aktif: penurunan jaring
12
dilakukan dari salah satu sisi lambung perahu/kapal dengan arah penurunannya menyilang arus. Ujung depan jaring dipasang pemberat jangkar dan ujung belakang disambung dengan tali selambar yang diikatkan pada perahu/kapal, kemudian trammel net diputar dengan perahu/kapal membentuk gerakan setengah lingkaran atau bahkan membentuk 2-3 kali gerakan lingkaran/putaran. Dapat dilihat pada Gambar 4 (SNI 2006).
Sumber : BSN, SNI 2006
Gambar 4 Desain baku jaring tiga lapis.
E)
Alat Tangkap Jaring Insang Hanyut Jaring insang permukaan merupakan alat penangkap ikan berbentuk
lembaran jaring empat persegi panjang yang mempunyai ukuran mata jaring merata. Lembaran jaring dilengkapi dengan sejumlah pelampung yang dipasang pada bagian atas dan sejumlah pemberat yang dipasang pada bagian bawah jaring. Jaring insang permukaan dapat dioperasikan dengan cara hanyut di permukaan perairan (jaring insang hanyut permukaan) atau cara hanyut di pertengahan perairan (jaring insang hanyut pertengahan) untuk menghadang arah gerakan ikan.
13
Ikan sasaran tertangkap pada jaring insang dengan cara terjerat insangnya pada mata jaring atau dengan cara terpuntal badannya pada tubuh jarring (SNI 2006). Menurut Subani dan Barus (1989) pengoperasian jaring insang hanyut dihanyutkan mengikuti atau searah dengan jalannya arus. Dalam bentuk ukuran besar jaring insang hanyut dapat mencapai ukuran panjang antara 300-500 m, yaitu terdiri dari beberapa pieces yang digabung menjadi satu. Komponen jaring insang permukaan terdiri dari tali-temali (tali pelampung dan tali ris atas, tali ris samping/sisi serta tali ris bawah dan tali pemberat), lembaran jaring (tubuh/badan jaring) serta beberapa pelampung dan pemberat. Pengoperasian jaring insang permukaan dilakukan dengan cara mengapungkan dan dipasang tegak lurus arah arus di permukaan perairan dan menghadang arah gerakan ikan. Ikan sasaran tertangkap dengan cara terjerat insangnya pada mata jaring atau dengan cara terpuntal badan pada tubuh jaring. Jaring insang permukaan lemuru merupakan salah satu jaring insang permukaan yang mempunyai daya apung lebih besar daripada daya tenggelam jaring (SNI 2006).
Sumber : BSN, SNI 2006
Gambar 5 Desain baku jaring insang hanyut.
14
2.1.3
Nelayan Menurut Statistik Kelautan dan Perikanan (2006) nelayan dapat
diklasifikasikan berdasarkan kegiatan atau waktu yang digunakan dalam melakukan operasi penangkapan ikan, yaitu sebagai berikut : 1)
Nelayan penuh, yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air.
2)
Nelayan sambilan utama, yaitu nelayan yang sebagian besar waktunya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Disamping melakukan pekerjaan penangkapan nelayan kategori ini dapat mempunyai pekerjaan lain.
3)
Nelayan sambilan tambahan, yaitu nelayan yang sebagian kecil waktunya digunakan melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan.
2.2
Ilmu Pembangunan Wilayah Wilayah didefinisikan sebagai suatu unit geografi yang membutuhkan
organisasi dan pengaturan ruang dan waktu dalam pemanfaatan segala kekayaannya, selain dibatasi oleh kriteria tertentu yang bagian-bagiannya tergantung secara internal (Budhiharsono 2001). Ilmu pembangunan wilayah merupakan disiplin ilmu yang mencakup berbagai teori dan ilmu terapan misalnya geografi, ekonomi, sosiologi, matemátika, statistika, ilmu politik, perencanaan daerah, ilmu lingkungan dan lain-lain. Pembangunan wilayah bukan hanya merupakan pendisagegasian pembangunan karena pembangunan wilayah, mempunyai peranan dan tujuan yang berbeda. Pentingnya ilmu pembangunan wilayah dalam konteks pembangunan di Indonesia pada umumnya di wilayah pesisir dan lautan pada khususnya, dikarenakan oleh beberapa faktor, antara lain: (1) Indonesia merupakan negara kepulauan dalam pembangunannya terkonsentrasi di Pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi dan sebagian Kalimantan. Konsentrasi pembangunan yang ada akan menimbulkan berbagai masalah yang berdimensi wilayah. (2) Pembangunan masa lalu lebih menitikberatkan pada eksploitasi daratan daripada lautan. Sehingga pembangunan wilayah pesisir relatif lebih tertinggal daripada wilayah daratan
15
lainnya (3) Letak geografis Indonesia yang sangat dipengaruhi oleh faktor geologis dan ekologi, yang menyebabkan keanekaragaman lingkungan yang lebih mempengaruhi sumberdaya alam dari aspek kuantitas maupun kualitasnya. (4) Keanekaragaman tata nilai dan norma-norma menyebabkan adanya persepsi terhadap pembangunan. (5) Sifat pembangunan politik di Indonesia yang mengakibatkan adanya keinginan dari beberapa daerah yang kaya akan sumberdaya alamnya untuk melepaskan diri dari Republik Indonesia. (6) Adanya kebijakan otonomi daerah yang diharapkan pemerintah daerah dapat membangun sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan sendiri sehingga akan melupakan tuntutannya untuk melepaskan diri dari Republik Indonesia. (7) Pembangunan Indonesia masih bersifat sektoral (Budiharsono 2001) Pembangunan
wilayah
dalam
perkembangannya
ekonomi. Ruang menjadi perbedaaan yang mendasar
mendekati
ilmu
antara pembangunan
wilayah dan ilmu ekonomi. Pembangunan wilayah menjelaskan tentang aktivitas produksi yang dilaksanakan. Oleh karena itu, analisis ekonomi lebih tepat penggunaanya apabila analisis tersebut ditempatkan pada suatu wilayah (Budiharsono 2001). Pertumbuhan ekonomi menurut Ahmad (2004) adalah pertambahan atau perubahan pendapatan nasional dalam satu tahun tertentu, tanpa memperhatikan pertumbuhan penduduk dan aspek lainnya. Pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari besarnya kontribusi yang diberikan suatu sektor, kontribusi merupakan suatu sumbangan atau bantuan dari suatu sektor yang mampu menunjang sektor lainnya. Arus pendapatan yang masuk ke dalam suatu wilayah akan menyebabkan kenaikan konsumsi maupun kenaikan investasi dalam wilayah, yang dapat meningkatkan pendapatan dan kesempatan kerja menurut Kadariah (1985) Untuk dapat meningkatkan pendapatan dan investasi perikanan diperlukan sumberdaya manusia yang mempunyai tenaga siap pakai tingkat operasional di bidang kelautan, harus dapat melakukan kegiatan perikanan secara optimal. Selain itu, peningkatan pencegahan, penanggulangan pencemaran laut, perusakan biota laut dan pencurian kekayaan laut melalui peningkatan pengawasan, pengamatan, serta penegakan hukum yang tegas dari konsisten agar mampu mempertahankan.
16
2.3
Konsep Basis Ekonomi Berdasarkan Glasson (1977), perekonomian regional dapat dibagi menjadi
dua sektor, yaitu kegiatan basis dan kegiatan non basis. Kegiatan-kegiatan basis (basic activities) adalah kegiatan mengekspor barang-barang dan jasa-jasa ke tempat-tempat di luar batas-batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan, atau yang memasarkan barang-barang dan jasa-jasa mereka kepada orang-orang yang datang dari luar perbatasan perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Kegiatan-kegiatan bukan basis (non-basic activities) adalah kegiatan-kegiatan yang menyediakan barang-barang yang dibutuhkan oleh orang-orang yang bertempat tinggal di dalam batas-batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Kegiatan-kegiatan ini tidak mengekspor barang-barang jadi, luas lingkup produksi dan daerah pasar terutama adalah bersifat lokal. Budiharsono (2005) mengatakan bahwa terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau non basis, yaitu (1) metode pengukuran langsung dan (2) metode pengukuran tidak langsung. Metode pengukuran langsung dapat dengan survei langsung untuk mengidentifikasi sektor mana yang merupakan sektor basis. Metode ini dapat menentukan sektor basis dengan tepat. Namun, metode ini memerlukan biaya, waktu dan tenaga kerja yang banyak. Mengingat hal tersebut diatas, maka sebagian besar pakar ekonomi wilayah menggunakan metode pengukuran tidak langsung. Beberapa metode pengukuran tidak langsung, yaitu ; (1) metode melalui pendekatan asumsi ; (2) metode location quotient ; (3) metode kombinasi (1) dan (2) ; dan (4) metode kebutuhan minimum. Dari keempat metode diatas, Glasson (1977) diacu dalam Budiharsono (2005) menyarankan untuk menggunakan metode location quotient dalam menentukan apakah sektor tersebut basis atau tidak.
2.4
Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan Penentuan komoditas hasil tangkapan unggulan pada suatu daerah
merupakan langkah awal menuju pembangunan perikanan yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi perdagangan, yang akan dihadapi oleh rakyat Indonesia.
17
Langkah menuju efisiensi dapat ditempuh dengan menggunakan komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif baik ditinjau dari sisi penawaran maupun permintaan. Dari sisi penawaran komoditas ikan unggulan dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhan pada kondisi biofisik, teknologi, dan kondisi sosial ekonomi nelayan yang dapat dijadikan andalan untuk meningkatkan pendapatan. Dari sisi permintaan, komoditas unggulan dicirikan oleh kuatnya permintaan di pasar baik domestik maupun internasional (Syafaat dan Supena 2000) Berbagai pendekatan dan alat analisis telah banyak digunakan untuk mengidentifikasi komoditas ikan unggulan, menggunakan beberapa kriteria teknis dan non teknis dalam memenuhi aspek permintaan dan penawaran (Hendayana 2003). Setiap pendekatan memiliki kelebihan dan kelemahan, sehingga dalam memilih metode analisis untuk menentukan komoditas ikan unggulan ini perlu dilakukan secara hati-hati dan bijaksana. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menganalisis komoditas hasil tangkapan unggulan adalah metode location quotient (LQ) (Kohar dan Suherman 2006). Location Quotient (LQ) merupakan suatu indikator sederhana yang menunjukkan “kekuatan” atau besar kecilnya peranan suatu sektor dalam suatu daerah dibandingkan dengan peranan sektor yang sama didaerah lain (Budhiharsono 2005).
2.5
Strategi Pengembangan Menurut Rangkuti (1997), strategi adalah alat untuk mencapai tujuan.
Strategi pengembangan adalah suatu strategi yang mengikat semua bagian usaha menjadi satu. Salah satu strategi yang dapat digunakan dalam pembangunan perikanan adalah analisi keragaan yang dikenal sebagai analisis SWOT. Analisis SWOT ini umum digunakan karena memiliki kelebihan, yakni sederhana, fleksibel, menyeluruh, menyatukan, dan berkolaborasi. Dalam analisis ini dapat diketahui keterkaitan antara faktor eksternal dan internal, sehingga dapat menghasilkan kemungkinan alternatif strategis. Faktor-faktor internal yang meliputi kekuatan dan kelemahan adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberadaan suatu sektor dan berasal dari dalam sektor tersebut. Faktor-faktor eksternal yang terdiri
18
atas peluang dan ancaman adalah hal-hal yang dapat mempengaruhi suatu sektor yang berasal dari luar sektor tersebut (Rangkuti 1997). Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai sektor secara sistematis untuk merumuskan strategi pengembangan suatu sektor. Analisis ini didasarkan pada logika
yang
dapat
memaksimalkan
kekuatan
(Strengths)
dan
peluang
(Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian, perencana strategi perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini (Rangkuti 1997).
3 KERANGKA PENDEKATAN STUDI
Kondisi dan potensi yang dimiliki oleh subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Lamongan diantaranya ialah sumberdaya ikan, sumberdaya manusia, kelembagaan dan teknologi. Faktor-faktor tersebut harus selalu diperhatikan dalam upaya pengembangan subsektor perikanan tangkap agar mencapai keberhasilan. Keberhasilan pengembangan ini memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian daerah yang akan menjadikan dasar untuk menentukan prioritas pelaksanaan pembangunan. Peranan perekonomian daerah dapat dilihat dari PDRB (Product Domestic Regional Bruto) dan tenaga kerja di Kabupaten Lamongan. Bagaimanan PDRB dan tenaga kerja menberikan peranan serta pemasukan pada daerah dan apa dampaknya bagi Kabupaten Lamongan selama 6 tahun terakhir. Selain itu juga dilihat dari keragaan perikanan tangkap di Kabupaten Lamongan, bagaimana konstruksi alat yang dominan disana, produktivitas dan komoditas unggulan, sehingga dapat meningkatkan pendapatan pemerintah daerah.
Dari hal-hal
tersebut dapat diketahui apakah perikanan tangkap termasuk sektor basis atau bukan
dalam pembangunan
daerah
sehingga
dapat
diterapkan
strategi
pengembangan yang tepat dari subsektor perikanan tangkap. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 6. Dalam penentuan subsektor perikanan tangkap merupakan sektor basis atau bukan dan strategi pengembangan yang tepat, maka metode analisis yang digunakan ialah : 1)
Analisis LQ dan shift share untuk mengetahui peran subsektor perikanan tangkap apakah merupakan sektor basis atau non basis dan untuk mengetahui jenis komoditas hasil tangkapan yang dapat dijadikan prioritas pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Lamongan;
2)
Analisis Multiflier effect untuk mengetahui seberapa besar dampak terhadap pertumbuhan wilayah Kabupaten Lamongan;
3)
Analisis ICOR untuk mengetahui berapa besar kebutuhan investasi.
1)
Analisis SWOT untuk menetapkan strategi pengembangan yang bisa dilakukan terhadap subsektor perikanan tangkap.
20
SDI
SDM
Kelembagaan
Teknologi
Perikanan Tangkap
Keragaan Perikanan Tangkap
Peranan Perekonomian
Data PDRB dan Tenaga Kerja -
-
Peranan Dampak
Konstruksi Produktivitas Komoditas Unggulan
Strategi Pengembangan
Keterangan :
= lingkup yang dikaji dalam penelitian ini Gambar 6 Kerangka Pendekatan Studi.
4 METODE PENELITIAN 4.1
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur.
Pengambilan data di lapangan dipusatkan di PPN Brondong dan pusat pemerintahan Kabupaten Lamongan yang dilaksanakan pada bulan April 2010. 4.2
Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei.
Metode ini merupakan metode yang melakukan penyelidikan dalam memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual. Selain itu, untuk mengenal masalah-masalah serta mendapatkan pembenaran terhadap praktik-praktik yang sedang berlangsung. Dalam metode survei juga dilakukan evaluasi serta perbandingan-perbandingan terhadap hal-hal yang telah dilakukan dalam menangani situasi atau masalah yang serupa dan hasilnya dapat digunakan dalam pembuatan rencana dan pengambilan keputusan di masa yang akan datang (Nazir 2003). 4.3
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dikumpulkan bersifat kuantitatif dan kualitatif yang
bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer mengenai komponenkomponen perikanan tangkap baik secara fisik, aktivitas maupun pengelolaannya yang dikumpulkan dengan metode observasi, wawancara dan pengisian kuisioner. Observasi dilakukan terhadap komponen-komponen perikanan tangkap dari segi kondisi fisik, kapasitas, ukuran, pemanfaatan dan pengelolaannya. Wawancara ditujukan kepada stakeholder subsektor perikanan tangkap, diantaranya Dinas Perikanan, pengelola pelabuhan, nelayan dan masyarakat sekitar yang terlibat. Pengisian kuisioner hanya ditujukan kepada nelayan. Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka berupa laporan, arsip, internet dan dokumen di lingkungan kampus IPB, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lamongan, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur, Badan Perencanaan dan Pembangunan Wilayah Kabupaten Lamongan, Badan
22
Perencanaan dan Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Timur, Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamongan, Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur dan Pemerintah Daerah Kecamatan Brondong. 4.4
Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling atau
pemilihan responden dengan sengaja (tidak secara acak). Pemilihan responden dilakukan dengan pertimbangan bahwa responden mampu berkomunikasi dengan baik dalam pengisian kuisioner. Adapun cara pengambilan sampel ini adalah dengan memilih sub kelompok dari populasi yang sedemikian rupa, sehingga sampel yang dipilih mempunyai sifat yang mewakili dengan sifat-sifat populasi berdasarkan pengalaman atau kriteria lain (Singarimbun dan Efendi 1989). Jumlah responden yang diwawancara berjumlah 13 orang yang terdiri atas: Kepala Seksi Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lamongan 2 orang, Staf Bappeda atau Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan 2 orang, Kepala Seksi BPMD 1 orang untuk keperluan analisis SWOT dan nelayan sebanyak 8 orang. Data sekunder terdiri atas data laporan tahunan selama 6 tahun terakhir yang diperoleh dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lamongan, Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan, Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamongan, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur dan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. 4.5
Metode Analisis Data
4.5.1 Analisis peranan subsektor perikanan tangkap Peran
perikanan
dapat
dianalisis
dengan
menggunakan
metode
kontribusi/shift share dan metode Location Quotient (LQ). Metode shift share/kontribusi merupakan analisis untuk melihat seberapa besar peran atau kontribusi dari subsector perikanan tangkap terhadap PDRB pertanian dan total PDRB. Rumus yang digunakan adalah :
23
Sh =
Keterangan : Sh PDRB (Pt)
PDRB (Pt ) × 100% PDRB (T )
atau
: Nilai kontribusi : Nilai PDRB perikanan tangkap
Sh =
PDRB (P ) × 100% PDRB (T )
PDRB (P) PDRB (T)
: Nilai PDRB pertanian : Total PDRB
Metode Location Quotient (LQ) merupakan analisis untuk mengetahui kondisi PDRB, laju pertumbuhan ekonomi dan tenaga kerja sehingga dapat ditentukan arahan pembangunan selanjutnya. Selain itu, analisis ini digunakan untuk mengetahui besarnya peranan sektor perikanan dalam menunjang pembangunan wilayah Kabupaten Lamongan. Peranan tersebut merupakan kontribusi dari sektor perikanan terhadap pertumbuhan wilayah, dimana dalam metode yang digunakan tersebut kontribusi perikanan berupa kemampuan perikanan dalam penyerapan tenaga kerja. Besar kecilnya peranan sektor perikanan dilihat dari perikanan tersebut sebagai sektor basis atau non basis. (Kadariah 1985) Tenaga kerja dan pendapatan pada sektor basis adalah fungsi permintaan dari luar (exogeneous) yaitu permintaan dari luar yang mengakibatkan terjadinya ekspor dari wilayah tersebut. Untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau non-basis dapat digunakan beberapa metode, yaitu : (1) metode pengukuran langsung merupakan sektor basis yang berhubungan langsung dengan dengan pengukuran survei untuk mengidentifikasi sektor manan yang merupakan sektor basis, dan (2) metode pengukuran tidak langsung merupakan kegiatankegiatan sektor pendukung yang dibutuhkan dalam melayani pekerja pada sektor basis itu sendiri (Budiharsosno 2001) Sektor basis adalah sektor yang pertumbuhannya akan mendorong dan menentukan pembangunan wilayah secara keseluruhan. Sektor non basis adalah sektor yang pertumbuhannya hanya merupakan akibat dari pembangunan wilayah secara keseluruhan. Budiharsono (2001) menyatakan bahwa metode Location Quotient (LQ) merupakan perbandingan antara pangsa relatif pendapatan (tenaga kerja) sektor perikanan pada tingkat wilayah terhadap pendapatan (tenaga kerja) total wilayah dengan pangsa relatif pendapatan (tenaga kerja) sektor perikanan pada tingkat
24
Kabupaten terhadap pendapatan (tenaga kerja) kabupaten. Hal tersebut secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut: vi LQ =
Vi
vt Vt
Keterangan : Vi : PDRB dan Tenaga kerja sektor perikanan pada kabupaten Vt : PDRB dan Tenaga kerja total kabupaten Vi : PDRB dan Tenaga kerja sektor perikanan pada tingkat provinsi Vt : PDRB dan Tenaga kerja total provinsi
4.5.2
Analisis dampak subsektor perikanan tangkap
Setiap peningkatan yang terjadi pada kegiatan basis akan menimbulkan efek pengganda (Multilier Effect) pada perekonomian wilayah secara keseluruhan (Glasson 1977). Multilier Effect jangka pendek dalam hal ini dihitung berdasarkan indikator PDRB dan dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut : Msy =
ΔY ΔYb
Keterangan : Msy ΔY Δyb
: Koefisien pengganda jangka pendek untuk indikator pendapatan : Perubahan PDRB Kabupaten Lamongan : Perubahan PDRB subsektor perikanan tangkap Kabupaten Lamongan
Perhitungan Multilier Effect berdasarkan indikator tenaga kerja digunakan rumus sebagai berikut : Mse =
ΔE ΔYe
Keterangan : Mse ΔE Δye
4.5.3
: Koefisien pengganda jangka pendek untuk indikator tenaga kerja : Perubahan tenaga kerja sektor perikanan Kabupaten Lamongan :Perubahan tenaga kerja subsektor perikanan tangkap Kabupaten Lamongan
Analisis kebutuhan investasi
Hubungan antara peningkatan unsur investasi terhadap PDRB yang dikenal dengan Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yaitu suatu ukuran yang menunjukkan besarnya tambahan investasi baru yang diperlukan untuk meningkatkan output sebesar satu unit. Secara teoritis, terdapat beberapa rumus
25
yang dapat digunakan dalam penghitungan ICOR. Rumus dibawah ini mengasumsikan bahwa investasi yang dilakukan dalam tahun itu langsung dapat menghasilkan PDB/PDRB pada tahun yang bersangkutan I = ICOR x ΔY Keterangan : I : Besarnya kebutuhan investasi pada tahun t ICOR : Angka yang menunjukkan besarnya tambahan investasi yang diperlukan untuk meningkatkan satu unit output pada tahun t ΔY : Besarnya tambahan output (PDB atau PDRB) pada tahun t
4.5.4
Analisis peranan komoditas hasil tangkapan unggulan
Untuk dapat menentukan jenis ikan unggulan yang dijadikan prioritas pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Lamongan, dibuat matrik dari pendekatan Location Quotient (LQ). Secara lebih operasional, LQ didefinisikan sebagai rasio persentase dari total aktivitas perikanan tangkap pada sub wilayah ke-i terhadap persentase aktivitas total terhadap wilayah yang diamati. Berikut adalah model matematikanya : qi LQ =
Qi
qt Qt
Keterangan : LQ qi qt Qi Qt
: Location Quotient : produksi ikan jenis ke-i pada Kabupaten Lamongan : produksi total perikanan tangkap Kabupaten Lamongan : produksi ikan jenis ke-i Provinsi Jawa Timur : prosuksi total perikanan tangkap Provinsi Jawa Timur
Pendekatan adanya pemusatan produksi perikanan tangkap dengan LQ dibedakan dalam dua kelompok. Kelompok-kelompok tersebut masing-masing terdiri atas 3 kriteria. Kelompok pertama dilihat dari nilai perhitungan LQ itu sendiri, yaitu terpusat (LQ > 1), mendekati terpusat (LQ = 0,80 sampai 0,99) dan tidak terpusat (LQ < 1). Masing-masing kelompok secara berurutan dibobot dengan nilai 3,2, dan 1. Kelompok kedua dilihat dari nilai pertumbuhan LQ, yaitu nilai LQ yang mngalami pertumbuhan positif diberi bobot 3, nilai LQ yang mengalami pertumbuhan tetap diberi bobot 2, dan untuk nilai LQ yang mengalami pertumbuhan negatif diberi bobot 1. Dari kedua hasil bobot LQ tersebut, nilai
26
penjumlahan tertinggi dan dengan penentuan rata-rata nilai tertinggi di kurangi nilai terendah pada total nilai bobot LQ yaitu (21-7)/3, selang kelas untuk penetuan komoditas unggulan adalah 21-15 merupakan komoditas unggulan, 14-8 merupakan komoditas netral dan 7-1 merupakan komoditas non unggulan, akan dijadikan prioritas untuk pengembangan produksi perikanan tangkap di Kabupaten Lamongan. 4.5.5
Analisis strategis pengembangan subsektor perikanan tangkap
Perencanaan pembangunan wilayah berbasis perikanan tangkap secara terpadu di Kabupaten Lamongan dapat dirumuskan melalui analisis SWOT. Hasil analisis
SWOT
dapat
digunakan
untuk
menetapkan
suatu
kebijakan
pengembangan perikanan tangkap di wilayah Kabupaten Lamongan dalam jangka pendek. Analisis ini dapat menjawab permasalahan perikanan tangkap dan menghindari permasalahan baru. Pada gilirannya pembangunan terpadu dapat meningkatkan produksi ikan, konsumsi ikan, pemasaran hasil perikanan, pendapatan nelayan, memperluas lapangan kerja, memberikan dukungan terhadap pembangunan bidang industri tanpa melupakan kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan asli daerah. Analisis SWOT adalah identifikasi secara sistematik antara kekuatan dan kelemahan dari faktor internal (seperti keadaan sumberdaya, lingkungan, operasional dan pemasaran) serta kesempatan dan ancaman dari faktor eksternal (seperti analisis pasar, masyarakat , pemerintah, sektor lain di wilayah pesisir dan kelembagaan) yang dihadapai suatu sektor. Analisis SWOT umunya memiliki kelebihan yakni sederhana, fleksibel, menyeluruh, menyatu, mengkolaborasi dan menghasilkan perencanaan terpadu. Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor di dalam dan di luar komponen atau sistem perikanan secara sitematis untuk merumuskan suatu strategi perencanaan terpadu. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusan strategi selalu berkaitan dengan pengembangan tujuan, strategi dan kebijakan pemerintah. Tujuan pembangunan perencanaan perikanan tangkap adalah untuk meningkatkan produksi ikan, komsumsi ikan, pemasaran hasil perikanan,
27
pendapatan nelayan, memperluas lapangan kerja, memberikan dukungan terhadap pembangunan bidang industri tanpa melupakan kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan serta memperhatikan sektor lain di wilayah Kabupaten Lamongan. Dengan demikian strategi perencanaan terpadu harus menganalisis faktor-faktor strategi perikanan tangkap (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini atau disebut dengan analisis situasi. Faktor-faktor SWOT ini didapatkan dari analisis deskriptif, analisis LQ dan kebijakan yang ada. Semua faktor tersebut diasumsikan berpengaruh terhadap perencanaan perikanan tangkap terpadu, dengan tidak menutup kemungkinan ada faktor-faktor SWOT yang lain yang berpengaruh dan tidak atau belum teramati oleh peneliti. Lalu dibuat suatu alternatif strategi pembangunan. Pemilihan alternatif strategi diberi bobot sebagai berikut : 5 = sangat penting
2 = tidak penting
4 = penting
1 = sangat tidak penting
3 = cukup penting Untuk menyusun faktor-faktor strategi pertumbuhan wilayah tersebut digunakan matrik SWOT. Matrik tersebut dapat menggambarkan secara jelas dengan menghasilkan empat kemungkinan alternatif strategi. Penggambaran yang disusun dengan peluang dan ancaman eksternal yang dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang ada (Tabel 2). Tabel 2 Matrik SWOT
Internal Eksternal Opportunities (O) Tentukan peluang eksternal Thrests (T) Tentukan ancaman eksternal
Sumber : Rangkuti (2001)
Strengths (S) Tentukan faktor-faktor kekuatan Internal I. Strategi SO Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang II. Strategi ST Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
Weakness (W) Tentukan faktor-faktor kelemahan internal III. Strategi WO Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang IV. Strategi WT Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman
28
Matrik SWOT merupakan suatu matching tool yang penting untuk membantu para pengambil keputusan mengembangkan tipe-tipe strategi, antara lain adalah strategi SO, strategi WO, strategi ST dan strategi WT. Bagian yang paling sulit dalam menyusun dan mengembangkan matrik SWOT ini adalah mencocokkan antara faktor-faktor eksternal dan internal untuk menghasilkan strategi SO, WO, ST dan WT sehingga didapatkan alternatif pilihan strategi perencanaan pembangunan perikanan tangkap secara terpadu di Kabupaten Lamongan (Rangkuti 2001). I.
Strategi SO; Merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perikanan tangkap memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus ditetapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif.
II.
Strategi ST; Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perikanan tangkap masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategis diversifikasi (produksi/pemasaran)
III.
Strategi WO; Wilayah menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain pihak menghadapi berbagai kendala/kelemahan internal. Fokus strategi perencanaan adalah meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik. Misalnya dengan peninjauan kembali teknologi yang dipergunakan dengan cara menawarkan produk-produk pengolahan.
IV.
Strategi WT; Merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal. Strategi yang digunakan adalah strategi defensif. Diagram analisis SWOT diperlihatkan pada Gambar 1. Dari Gambar 2,
terlihat ada empat kuadran pada Diagram Analisis SWOT.
29
BERBAGAI PELUANG Kuadran 3 Mendukung strategi turn around KELEMAHAN INTERNAL Kuadran 4 Mendukung strategi defensive
Kuadran 1 Mendukung strategi agresif KEKUATAN INTERNAL Kuadran 2 Mendukung strategi diversifikasi
BERBAGAI ANCAMAN
Gambar 7 Diagram Analisis SWOT, Rangkuti (1997). Kuadran 1
: Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Rwonth oriented strategy).
Kuadran 2
: Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara stratifikasi diversifikasi (produk/pasar).
Kuadran 3
: Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di pihak lain, ia menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Fokus strategi perusahaan ini adalah meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik.
Kuadran 4
: Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan
tersebut
menghadapi
berbagai
ancaman
dan
kelemahan internal.
Untuk membuat analisis SWOT, dibutuhkan analisis terhadap lingkungan internal dan eksternal yang dihadapi suatu wilayah. Analisis lingkungan internal dan eksternal dilakukan dengan membuat matriks Evaluasi Faktor Internal
30
(Internal Factor Evaluation – IFE) dan Evaluasi Faktor Eksternal (External Factor Evaluation – EFE). Langkah-langkah yang dilakukan dalam membuat
matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE), yaitu : a)
Menyusun daftar faktor-faktor yang dianggap berpengaruh penting sebagai faktor internal dan eksternal subsektor perikanan tangkap Kabupaten Lamongan. Faktor strategi internal terdiri dari : kekuatan yaitu (a) memiliki potensi sumberdaya laut yang cukup besar, (b) jumlah kesempatan kerja yang cukup besar di subsektor perikanan tangkap, (c) terdapatnya komoditas hasil tangkapan unggulan, (d) daya beli masyarakat Kabupaten Lamongan yang tinggi, (e) masih besarnya peluang terhadap pemanfaatan potensi sumberdaya laut, (f) kontribusi perikanan tangkap relatif besar terhadap PDRB Kabupaten Lamongan. Untuk kelemahan yaitu (g) keterbatasan sarana dan prasarana, (h) kualitas SDM yang rendah, (i) konflik penggunaan ruang (wilayah) antar nelayan. Untuk faktor startegi eksternal terdiri dari peluang dan ancaman. Peluang yaitu (a) Berada pada jalur perdagangan dunia, (b) Tingkat permintaan dari luar terhadap produk perikanan yang tinggi, (c) Komoditas perikanan tangkap memiliki prospek cerah utnuk ekspor. Untuk ancaman yaitu (d) Konflik penggunaan ruang (wilayah) antar sektor/subsektor, (e) Pencurian ikan dan sumberdaya laut lainnya oleh nelayan asing, (f) Harga suku cadang untuk unit penangkapan ikan yang cukup tinggi, (g) Pengaruh dari era globalisasi, (h) Persaingan pasar dengan daerah lain.
b)
Penilaian bobot setiap faktor strategi internal dan faktor strategi eksternal; dalam subsektor perikanan tangkap Kabupaten Lamongan. Pembobotan bertujuan untuk mengkuantifikasi faktor-faktor internal maupun faktorfaktor eksternal yang telah dianalisis. Rentang nilai bobot yang digunakan adalah satu sampai tiga. Aturan yang digunakan dalam pengisian kolom adalah: 1 = jika faktor horizontal kurang penting daripada faktor vertikal 2 = jika faktor horizontal sama penting daripada faktor vertikal
31
3 = jika faktor horizontal lebih penting daripada faktor vertikal Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap ariabel terhadap jumlah keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus (Kinnear dan Taylor 1996 diacu dalam Dewi 2008).
ai =
Xi ∑ Xi
Keterangan :
ai Xi i n
: Bobot variabel ke-i : Nilai variabel ke-i : A, B, C, .......n : jumlah faktor-faktor strategis
Penilaian bobot faktor stategis internal dan faktor strategis eksternal masing-masing dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4. Tabel 3 Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal Faktor Strategis Internal Kekuatan Indikator A Indikator B Indikator C Indikator D Indikator E Indikator F Kelemahan Indikator G Indikator H Indikator I Indikator J Indikator K Indikator L Total
Kekuatan A
B
C
D
Kelemahan E
F
G
H
I
J
Total Bobot K
L
Xa Xb Xc Xd Xe Xf Xg Xh Xi Xj Xk Xl ΣX
32
Tabel 4 Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal Faktor Strategis Eksternal Peluang Indikator A Indikator B Indikator C Ancaman Indikator D Indikator E Indikator F Indikator G Indikator H Indikator I Total
c)
Peluang A
B
C
Ancaman D
E
F
G
Total Bobot H
I
Xa Xb Xc Xd Xe Xf Xg Xh Xi ΣX
Selanjutnya adalah membuat matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE). Pemberian bobot pada setiap faktor dimulai dari 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (sangat penting). Bobot yang diberikan pada suatu faktor menunjukkan seberapa penting faktor tersebut untuk menunjang keberhasilan. Jumlah dari semua bobot harus sama dengan 1,0. Pembobotan ditempatkan pada kolom kedua matriks.
d)
Penentuan peringkat terhadap variabel-variabel hasil analisis situasi dilakukan oleh peneliti dengan skala berikut : Nilai untuk matriks IFE, skala peringkat yang digunakan yaitu : 1 = sangat lemah
3 = sangat kuat
2 = lemah
4 = kuat
Nilai untuk matriks EFE, skala peringkat yang dibutuhkan yaitu :
e)
1 = rendah
3 = tinggi
2= sedang
4 = sangat tinggi
Tiap peringkat dikalikan masing-masing bobotnya untuk setiap variabel, sehingga dapat ditentukan nilai yang dibobot.
f)
Jumlahkan nilai yang dibobot untuk setiap variabel untuk menentukan nilai bobot total bagi subsektor perikanan tangkap di Kabupaten
33
Lamongan. Penilaian bobot dapat di lihat pada Tabel 5 dan Tabel 6 berikut ini. Tabel 5 Matriks Internal Faktor Evaluation (IFE) Faktor Strategi Internal
Bobot
Nilai
Nilai yang Dibobot
Kekuatan A. Memiliki potensi sumberdaya laut yang cukup besar B. Jumlah kesempatan kerja yang cukup besar di subsektor perikanan tangkap C. Terdapatnya komoditas hasil tangkapan unggulan D. Daya beli masyarakat Kabupaten Lamongan yang tinggi E. Masih besarnya peluang terhadap pemanfaatan potensi sumberdaya laut F. Kontribusi perikanan tangkap relatif besar terhadap PDRB Kabupaten Lamongan Kelemahan G. Keterbatasan sarana dan prasarana H. Kualitas SDM yang rendah I. Konflik fishing ground antar nelayan Total
1
………
Tabel 6 Matriks Eksternal Faktor Evaluation (EFE) Faktor Strategi Eksternal
Bobot
Nilai
Nilai yang Dibobot
Peluang A. Berada pada jalur perdagangan dunia B. Tingkat permintaan dari luar terhadap produk perikanan yang tinggi C. Komoditas perikanan tangkap memiliki prospek cerah untuk ekspor Ancaman D. Konflik penggunaan ruang (wilayah) antar sektor/subsektor E. Penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan dan ilegal fishing. F. Harga suku cadang untuk unit penangkapan ikan yang cukup tinggi G. Pengaruh dari era globalisasi H. Persaingan pasar dengan daerah lain. Total
g)
1
-
………
Nilai bobot berkisar antara 1-4 dengan rata-rata 2,5. Dibawah 2,5 menunjukkan posisi internal dan eksternal yang lemah, sedangkan nilai bobot total diatas 2,5 menunjukkan bahwa posisi internal dan eksternalnya
34
berada pada tingkat yang kuat. Niali bobot yang berada pada nilai 2,5 menunjukkan situasi eksternal dan internalnya berada pada posisi rata-rata.
Pemilihan alternatif strategi yang terbaik dilakukan dengan memberikan nilai dan rangking sesuai dengan tingkat kepentingannya. Pemberian nilai ini diberikan kepada setiap unsur SWOT dan pemberian rangking dilakukan dengan cara penjumlahan dari penilaian bobot setiap faktor strategis internal dan eksternal yang didapat dari jawaban para responden. 4.6
Batasan Konsep dan Pengukuran
Dalam penelitian ini terdapat beberapa batasan konsep yang penting antara lain : 1)
Penelitian ini menganalisis subsektor perikanan tangkap;
2)
Peranan subsektor perikanan tangkap dalam pembangunan adalah kedudukan subsektor perikanan tangkap dalam pembangunan wilayah yang diukur berdasarkan indikator pendapatam wilayah dan kesempatan kerja;
3)
Sektor basis perikanan tangkap adalah perbandingan relatif kemampuan subsektor perikanan tangkap pada wilayah penelitian dibandingkan dengan wilayah administrasi di atasnya (nasional) serta subsektor perikanan tangkap mampu memenuhi kebutuhan komoditas perikanan Kabupaten Lamongan dan mengekspor ke luar Kabupaten Lamongan;
4)
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah pendapatan total suatu wilayah dari seluruh kegiatan perekonomian selama setahun. PDRB yang dimaksud dalam penelitian ini adalah PDRB atas dasar harga konstan;
5)
Kesempatan kerja adalah jumlah angkatan kerja yang bekerja. Kesempatan kerja subsektor perikanan tangkap adalah jumlah angkatan kerja yang bekerja pada subsektor perikanan tangkap. Kesempatan kerja dinyatakan dalam orang (jiwa);
6)
Efek pengganda (PDRB/tenaga kerja) adalah koefisien yang menunjukkan kemampuan setiap peningkatan (pendapatan/tenaga kerja) dalam wilayah terhadap pertumbuhan (PDRB/tenaga kerja) wilayah yang bersangkutan;
35
7)
Faktor internal adalah kekuatan yang merupakan keunggulan yang dimiliki oleh subsekor perikanan tangkap serta kelemahan yang merupakan keterbatasan atau kekurangan subsektor perikanan tangkap yang mempengaruhi kinerja pembangunan;
8)
Faktor eksternal adalah peluang yang merupakan kesempatan yang dimiliki subsektor perikanan tangkap untuk dimanfaatkan dan ancaman yang merupakan hambatan yang berasal dari luar subsektor perikanan tangkap;
9)
Strategi pembangunan adalah rencana pengembangan secara bertahap dan teratur dari kondisi rill saat ini menuju sasaran yang diinginkan.
V. KEADAAN UMUM
5.1
Keadaan Umum Kabupaten Lamongan
5.1.1 Visi dan misi Visi Kabupaten Lamongan seperi yang terdapat dalam Rencana Pembangunan
Jangka
Menengah
Kabupaten
Lamongan,
dalam
rangka
mewujudkan cita-cita pembangunan nasional sebagaimana diamanatkan UndangUndang Dasar 1945, selama lima tahun kedepan mulai tahun 2006 hingga tahun 2010, Pemerintah Kabupaten Lamongan bertekat untuk berpegang pada visi : “Terwujudnya
kesejahteraan
masyarakat
Lamongan
melalui
peningkatan
perekonomian dan kualitas sumberdaya manusia yang lebih baik dan maju dengan dilandasi kebersamaan dan pemberdayaan masyarakat” Untuk mewujudkan visi pembangunan daerah tersebut telah ditetapkan lima visi sebagai berikut : 1.)
Mewujudkan
pemerintahan
yang
bersih
dan
akuntabel
melalui
penyelenggarakan pemerintahan yang aspiratif, partisipatif dan transparan. 2.)
Meningkatan perekonomian daerah melalui optimalisasi potensi basis dan pemberdayaan masyarakat.
3.)
Meningkatkan kualitas pelayanan bidang kesehatan, pendidikan dan social dasar lainnya dengan memanfaatkan IPTEK.
4.)
Meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana publik dengan memperhatikan kelestarian lingkungan.
5.)
Meningkatkan ketentraman dan ketertiban umum dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
5.1.2
Keadaan geografis Kabupaten Lamongan merupakan salah satu wilayah pesisir pantai utara
yang berada pada posisi koordinat 112° 4’41”- 112° 35’45” Bujur Timur dan 06° 51’54” – 07° 23’6” Lintang Selatan dengan batasan-batasan daerah sebagai berikut : •
Sebelah Utara
: Laut Jawa
37
•
Sebelah Selatan
: Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Jombang
•
Sebelah Timur
: Kabupaten Gresik
•
Sebelah Barat
: Kabupaten Tuban dan Kabupaten Bojonegoro
Letaknya yang strategis menjadikan kabupaten ini termasuk salah satu “pintu masuk” investasi di Provinsi Jawa Timur yang sering disebut sebagai wilayah pengembangan Gerbang Kertosusila ( Gresik – Bangkalan – Mojokerto – Surabaya – Sidoarjo – Lamongan ).
5.1.3 Luas wilayah dan topografi Luas wilayah Kabupaten Lamongan adalah 1.812,80 Km2 (176.111.89 Ha). Dari total luas daratan tersebut, hampir setengahnya atau 50,7% merupakan dataran rendah atau bonoworo (rawa-rawa) dengan ketinggian antara 0-100 m dari permukaan laut (dpl), dan sisanya (49,3%) merupakan dataran tinggi dengan ketinggian diatas 100 m dari permukaan laut (dpl). Kabupaten Lamongan pada umumnya beriklim tropis dengan curah hujan rata-rata 3.916,5 mm per tahun. Struktur dan jenis tanah bervariasi antara alluvial, litosal, grumusol, dan mediteran. Berdasarkan struktur wilayah, sifat hidrologi dan jenis tanah, maka wilayah Kabupaten Lamongan dibagi menjadi 3 zona utama, yaitu : a)
Zona selatan dengan bentuk tanah bergelombang sampai berbukit dan ketersediaan air sedang.
b)
Zona tengah berbentuk dataran rendah dengan ketersediaan air sedang sampai berlebih.
c)
Zona utara dengan bentuk tanah bergelombang dan ketersediaan air terbatas. Adapun pembagian wilayah pembangunan di Kabupaten Lamongan terdiri
dari beberapa Kecamatan, yaitu Kecamatan Lamongan, Kecamatan Babat, Kecamatan Brondong dan Kecamatan Deket.
5.1.4 Kependudukan Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk Kabupaten Lamongan tahun 2008 sebanyak 1.439.886 jiwa. Penyebaran hampir merata di 27 kecamatan,
38
dimana jumlah penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Paciran, yang berjumlah 95.701 jiwa dan merupakan daerah di sepanjang pantai di Kabupaten Lamongan. Tingakt kepadatan tertinggi terdapat pada Kecamatan Paciran yaitu dengan dengan tingkat kepadaan 1.998,4 per km2. Jumlah penduduk per kecamatan di Kabupaten Lamongan disajikan secara rinci pada Tabel 9.
Tabel 9 Jumlah penduduk per Kecamatan di Kabupaten Lamongan tahun 2008 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Kecamatan Sukorame Bluluk Ngimbang Sambeng Mantup Kembangbahu Sugio Kedungpring Modo Babat Pucuk Sukodadi Lamongan Tikung Sarirejo Deket Glagah Karangbinangun Turi Kalitengah Karanggeneng Sekaran Maduran Laren Solokuro Paciran Brondong Total
Luas (km2) 41,47 54,15 114,33 195,44 93,07 63,84 91,29 84,43 77,80 62,95 44,84 52,32 40,38 52,99 47,39 50,05 40,52 52,88 58,69 43,35 51,32 49,65 30,15 96,00 101,02 47,89 74,59 1.812,80
Penduduk (jiwa) 22.265 23.882 47.566 50.999 47.015 53.038 67.187 66.634 53.044 92.120 54.864 59.328 69.497 43.630 26.048 47.725 47.558 43.489 55.913 38.391 49.942 59.052 45.956 57.225 47.135 95.701 74.682 1.439.886
Persebaran (%) 1,55 1,66 3,30 3,54 3,27 3,68 4,67 4,63 3,68 6,40 3,81 4,12 4,83 3,03 1,81 3,31 3,30 3,02 3,88 2,67 3,47 4,10 3,19 3,97 3,27 6,65 5,19 100,00
Kepadatan (jiwa/km2) 569,9 441,0 416,0 260,9 505,2 830,8 736,0 789,2 681,8 1.463,4 1.223,6 1.133,9 1.721,1 823,4 549,7 953,5 1.173,7 822,4 952,7 885,6 973,1 1.189,4 1.524,2 596,1 466,6 1.998,4 1.001,2 794,3
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur 2008
5.1.5
Ketenagakerjaan Berdasarkan data Lamongan dalam angka tahun 2008, jumlah penduduk
Kabupaten Lamongan berjumlah 1.439.886 jiwa, dari angka tersebut jumlah angkatan kerja adalah sebanyak 10.042 jiwa. Jumlah penduduk Kabupaten Lamongan meningkat sebesar 0,98% dari total tahun 2007 sebanyak 1.412.386 jiwa menjadi 1.439.886 jiwa. Jumlah angkatan kerja juga mengalami peningkatan sebesar 3.214 dari total tahun 2007 sebanyak 6.828 menjadi 10.042 pada tahun
39
2008. Jumlah penduduk dan angkatan kerja tahun 2007-2008 Kabupaten Lamongan dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Jumlah penduduk dan angkatan kerja di Kabupaten Lamongan 20072008 (orang) Tahun Jumlah penduduk 2007 1.412.386 2008 1.439.886 Sumber : Lamongan Dalam Angka 2007 dan 2008
5.1.6
Angkatan kerja 6.828 10.042
Aspek agama, sosial dan budaya Penduduk Kabupaten Lamongan memiliki sifat yang heterogen, baik
dilihat dari aspek agama, sosial dan budaya. Sebagian besar penduduk Kabupaten Lamongan adalah suku Jawa, sehingga mayoritas penduduk Kabupaten Lamongan beragama Islam. Sifat yang heterogen disebabkan karena banyak masyarakat dari pulau Madura yang bermigrasi ke pulau Jawa khususnya Jawa Timur dan ke Kabupaten Lamongan sehingga budaya Madura pun ada dalam buadaya Jawa walaupun tidak terlalu kental.
5.2
Keadaan Umum Perikanan Tangkap Kabupaten Lamongan
5.2.1
Potensi sumberdaya perikanan tangkap Kabupaten Lamongan Kabupaten Lamongan merupakan salah satu daerah di Provinsi Jawa
Timur dengan jumlah produksi perikanan sebesar 93.353,20 ton atau 15,46% dari total perikanan di Jawa Timur. Dengan jumlah produksi yang banyak dan dilihat dari data statistik bahwa produksi perikanan khususnya perikanan tangkap meningkat dari tahun ke tahun, maka masih besar potensi sumberdaya yang dapat diambil dari perairan Laut Lamongan, sehingga dapat terus menambah sumber pemasukan untuk daerah atau biasa disebut PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). Data potensi perikanan tangkap dan budidaya di Kabupaten Lamongan dapat dilihat pada Tabel 11.
40
Tabel 11 Data produksi perikanan tangkap dan budidaya di Kabupaten Lamongan Tahun 2003-2008 Tahun
Tangkap 2003 39.854,00 2004 39.925,20 2005 37.691,70 2006 37.842,70 2007 41.568,80 2008 63.594,20 Sumber : Data diolah, 2010
Jenis Perikanan Budidaya 29.252,30 29.837,30 37.733,20 26.592,80 28.647,17 29.759,00
Total 69.106,30 69.762,50 75.424,90 64.435,50 70.215,97 93.353,20
% P.Tangkap
%P.Budidaya
57,67 57,23 49,97 58,73 59,20 68,12
42,33 42,77 50,03 41,27 40,80 31,88
Dengan adanya PPN Brondong sebagai pusat pendaratan dan pemasaran ikan terbesar di Jawa Timur, aktivitas yang terjadi sangatlah tinggi. Dilengkapi dengan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan pabrik es, secara bertahap pelabuhan ini akan diarahkan untuk peningkatan status menjadi pelabuhan samudera. Sebagai potensi perikanan di Kabupaten Lamongan yang sangat besar dan ditunjang keberadaan 4 sarana TPI, 5.487 armada penangkapan ikan dan jumlah nelayan laut sebanyak 15.099 jiwa . 5.2.2 Tenaga kerja perikanan tangkap Jumlah tenaga kerja perikanan tangkap di Kabupaten Lamongan pada tahun 2008 sebanyak 22.973 orang nelayan. Perkembangan jumlah tenaga kerja perikanan tangkap di Kabupaten Lamongan dapat dilihat pada Tabel 12 dan Gambar 8.
Tabel 12 Perkembangan jumlah nelayan Kabupaten Lamongan Tahun 2003-2008 Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Jumlah Nelayan Lamongan (orang) 19,483 20,487 19,994 14,901 14,901
Perubahan (%)
22,973
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur
8,01 8,45 8,26 6,74 6,84 9,80
41
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur Gambar 8 Perkembangan jumlah nelayan Kabupaten Lamongan Tahun 2003-2008
Berdasarkan Gambar 8, model persamaan yang ada adalah y = -0,125x + 270,9 yang berarti setiap tahunnya jumlah nelayan di Kabupaten Lamongan menurun sebanyak 0,125 satuan. Pada Tahun 2003-2008 terlihat kenaikan walaupun terjadi sedikit penurunan dari Tahun 2005 ke 2006 dan bertahan hingga 2007 dikarenakan terjadi peningkatan harga BBM, sehingga menyebabkan beberapa nelayan menghentikan kegiatan penangkapan ikan dan beralih ke profesi lain. Pada tahun 2008 terjadi meningkat lagi dikarenakan sektor perikanan tangkap sedang mengalami peningkatan dalam hal produksi dan harga ikan dan juga dikarenakan akan dinaikkannya status Pelabuhan Brondong dari Nasional menjadi Samudera. Hal ini disebabkan karena banyaknya jumlah ikan yang didaratkan di Pelabuhan Brondong yang melebih syarat untuk menjadi Pelabuhan Samudera yaitu >60 ton per hari.
5.2.3 Volume dan nilai produksi perikanan tangkap Perkembangan produksi dan nilai produksi perikanan tangkap di Kabupaten Lamongan dari Tahun 2003 sampai dengan 2008 disajikan pada Tabel 11. Berdasarkan Tabel 11, terlihat bahwa jumlah produksi perikanan tangkap dari Tahun 2003 sampai dengan 2008 mengalami fluktuasi. Pada rentang waktu tersebut jumlah produksi tertinggi terdapat pada Tahun 2008
yaitu sebesar
63.594,20 ton, dan jumlah produksi terendah terdapat pada Tahun 2005 yaitu sebesar 37.691,70 ton. Nilai produksi perikanan tangkap dari Tahun 2003-2008
42
terus mengalami peningkatan. Pada rentang Tahun 2003-2008, nilai produksi perikanan tangkap tertinggi terdapat pada Tahun 2008, dan nilai produksi perikanan tangkap terendah terdapat pada Tahun 2003.
Tabel 13 Perkembangan produksi dan nilai produksi subsektor perikanan tangkap Kabupaten Lamongan Tahun 2003-2008 Tahun
Jenis Produksi (Ton)
Nilai Produksi (Rp.000)
2003
39.854,00
83.619.175
2004
39.925,20
98.513.450
2005
37.691,70
190.924.720
2006
37.842,70
221.362.700
2007
41.568,80
264.906.800
63.594,20 489.374.860 2008 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lamongan 2003-2008
Gambar 9 dan Gambar 10 menjelaskan bahwa kenaikan produksi dan nilai produksi subsektor perikanan tangkap mengalami kenaikan tiap tahunnya dengan mengikuti persamaan, y = 4E+06x-7E+09 untuk perkembangan produksi dan y = 7E+07x-1E+11 untuk perkembangan nilai produksi.
Gambar 9
Perkembangan produksi subsektor perikanan tangkap Kabupaten Lamongan tahun 2003-2008
43
Gambar 10 Perkembangan nilai produksi subsektor perikanan tangkap Kabupaten Lamongan tahun 2003-2008. 5.2.4 Pemasaran hasil perikanan tangkap Produksi perikanan tangkap Kabupaten Lamongan memiliki dua target pemasaran, yaitu dipasarkan melalui pasar lokal dan dipasarkan ke Pelabuhan Muara Angke, Jakarta Utara. Pemasaran lokal biasanya dilakukan oleh nelayan itu sendiri dengan menjual hasil tangkapannya ke pengumpul, kemudian pengumpul akan menjual hasil tangkapan tersebut ke pasar-pasar ikan yang ada di Kabupaten Lamongan maupun ke kelompok usaha pengolahan. Hanya kapal-kapal yang menggunakan alat tangkap purse seine dan payang (trawl kecil) yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPN Brondong dan kapal-kapal yang menggunakan alat tangkap lainnya mendaratkan hasil tangkapannya di TPI-TPI yang ada di sekitar PPN Brodong, yaitu TPI Kranji, TPI Weru. PPN Brondong merupakan pasar ikan sentral karena PPN Brondong dapat menstabilkan harga ikan sebagai pemicu dalam menarik minat nelayan daerah lain untuk memasarkan ikannya di PPN Brondong. Pemasaran yang dilakukan dengan mengirim hasil tangkapan ke Pelabuhan Muara Angke dikarenakan jumlah produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPN Brondong melebih dari kapasitas Pelabuhan, sehingga Kementerian Kelautan dan Perikanan, Direktoral Jendral Perikanan Tangkap menyalurkan hasil tangkapan di PPN Brondong ke Muara Angke yang disebabkan karena juga ikan-ikan yang didaratkan di Pelabuhan Muara Angke kurang produksinya dan tempat pasar ikan di Muara Angke memiliki kapasitas yang
44
besar. Saluran pemasaran dan distribusi hasil tangkapan di Kabupaten Lamongan dapat dilihat pada Gambar 11. Kapal Pengangkut Kapal Perikanan
Dermaga Kapal Penangkap
Distribusi Pembekuan
TPI
Ikan
Industri RT
Distribusi Darat
Ikan segar/ baku
Pusat Pemasaran Ikan
Pengecer
Muara Angke
Gambar 11 Saluran pemasar dan distribusi hasil tangkapan di Kabupaten Lamongan. 5.2.5
Sarana dan prasarana perikanan tangkap Sarana dan prasarana perikanan tangkap merupakan faktor pendukung
dalam pembangunan subsektor perikanan tangkap. Dengan adanya dukungan dari sarana dan prasarana perikanan tangkap tersebut diharapkan upaya pemanfaatan potensi perikanan tangkap di Kabuputen Lamongan dapat dilaksanakan secara efektif, efisien dan berkelanjutan, sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat nelayan dan memberikan kontribusi yang besar terhadap pendapatan daerah.
5.2.5.1 Sarana perikanan tangkap Sarana perikanan tangkap yang terdapat di Kabupaten Lamongan antara lain armada penangkapan ikan dan alat penangkapan ikan. Alat tangkap yang terdapat di Kabupaten Lamongan. Purse seine, Payang, Dogol besar, Dogol Kecil, Rawai, Gillnet, dan Collecting Berikut akan dijelaskan lebih rinci mengenai jumlah nelayan dan alat penangkapan ikan.
45
Tabel 14 Jumlah alat tangkap dan jumlah nelayan di Kabupaten Lamongan Tahun 2008 No Jenis Alat Jumlah Alat tangkap Jumlah Nelayan Tangkap (Unit) (orang) 1 Purse seine 5 125 2 Dogol Besar 1.050 10.500 3 Dogol Kecil 336 2.016 4 Payang 56 672 5 Rawai 10 70 6 Gillnet 9 54 7 Collecting 560 Jumlah 1.466 13.997 Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur 5.2.5.2 Prasarana perikanan tangkap Berlandaskan Undang-undang No.45 Tahun 2009 tentang Perikanan, Fungsi pelabuhan perikanan dalam mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya antara lain : a.) Pelayanan tambat dan labuh kapal perikanan; b.) Pelayanan bongkar muat; c.) Pelayanan pembinaan mutu dan pengelolaan hasil perikanan; d.) Pemasaran dan distribusi ikan; e.) Pengumpulan data penangkapan dan hasil perikanan; f.) Tempat pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan; g.) Pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan; h.) Tempat pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumberdaya ikan; i.) Pelaksanaan kesyahbandaran; j.) Tempat pelaksanaan fungsi karantina ikan; k.) Tempat pelayanan sandar dan labuh kapal peikanan serta kapal pengawasan kapal perikanan; l.) Tempat publikasi hasil riset kelautan dan perikanan; m.) Pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari dan/atau; n.) Pengendalian lingkungan. Fasilitas-fasilitas yang berada di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong terdiri atas fasilitas pokok, fasilitas penunjang dan fasilitas fungsional. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 15, Tabel 16 dan Tabel 17.
46
Tabel 15 Fasilitas Pokok di PPN Brondong No Jenis Fasilitas 1 Areal pelabuhan
2
Dernaga/Jetty
3 4 5 6
Kolam pelabuhan Turap (Revetment) Jalan komplek Breakwater
Volume 2,59 Ha 1,85 Ha 8,78 Ha 161 m 363 m 23,4 Ha 2.139 m 636,5 m 292 m2
Kepemilikan Perum PPNBr I PPNBr II Perum PPNBr PPNBr PPNBr PPNBr PPNBr
Kondisi Baik
Kepemilikan PPNBr PPNBr Perum Perum Perum Perum
Kondisi Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Baik Baik Baik Baik Baik
Sumber : Brosur PPN Brondong, 2009
Tabel 16 Fasilitas Penunjang di PPN Brondong No 1 2 3 4 5 6
Jenis Fasilitas Tempat Ibadah Pagar keliling Mess Operatos Rumah Kalabuh Rumah Dinas Kios/warung
Volume 100 m2 380 m2 250 m2 120 m2 170 m2 250 m2
Sumber : Brosur PPN Brondong, 2009
Tabel 17 Fasilitas Fungsional di PPN Brondong No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Jenis Fasilitas Gedung TPI Gudang keranjang Shelter nelayan Tangki air dan instalasi Tangki BBM Listrik dan instalasi Genset dan instalasi Tempat penjualan BBM Bengkel Kantor Perum Pabrik Es Balk Pabrik Es Curai Ruang Pengepakan Ikan Areal parker Ruang sortir ikan Rumah genset Tower air
Volume Kepemilikan 2 1080 m Perum 100 m2 Perum 2 100 m Perum Perum 170 m3 150 ton, 25 ton Perum 345 KVA Perum 170 KVA Perum 2 36 m Perum
Kondisi Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
120 m2 200 m2 15 & 50 ton/hr 240 m2
Perum Perum Perum Perum Perum
Baik Baik Baik Rusak Baik
800 m2 120 m2 60 m2 1 unit
Perum Perum Perum Perum
Baik Baik Baik Baik
47
Lanjutan Tabel 17 No
Jenis Fasilitas
18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
BPN Pos masuk Kantor pelabuhan Los Pemindahan Ikan MCK Los Pem. Kep. Ikan Refer Container Rambu Navigasi Pabrik Es Mini Seawater treatment Gedung UBPT Gedung WASDI Bengkel Pelabuhan Pos satpam
Sumber : Brosur PPN Brondong, 2009
Volume 125 m2 5 m2, 18 m2 348 m2 180 m2 60 m2 300 m2 1 unit 4 unit 1 unit 1 unit 12,9 m2 1 unit 27,6 m2 18 m2
Kepemilikan PPNBr PPNBr PPNBr PPNBr PPNBr PPNBr PPNBr PPNBr PPNBr PPNBr PPNBr PPNBr PPNBr PPNBr
Kondisi Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1
Kondisi Perekonomian Jawa Timur Suatu
wilayah
dikatakan
mengalami
perkembangan
apabila
perekonomiannya meningkat dari tahun ke tahun. Di Provinsi Jawa Timur sektor bisnis, politik, dan pemerintahan, hubungan ketiganya tidak terlalu erat sehingga sektor-sektor yang ada dapat berjalan dengan baik. Indikator yang dapat digunakan untuk melihat peningkatan tersebut diantaranya adalah dengan Produk Domestik Bruto (PDRB). Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan jumlah nilai tambah yang ditimbulkan oleh berbagai sektor/lapangan usaha yang melakukan kegiatan usahanya di suatu daerah tertentu tanpa memperhatikan pemilikan atas faktor produksi. Data statistik PDRB berguna untuk memperhitungkan tingkat pertumbuhan ekonomi regional baik secara menyeluruh maupun sektoral, dengan melihat presentase pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan; untuk mengetahui tingkat kemakmuran daerah, baik tingkat pertumbuhan maupun tingkat kemakmuran dibandingkan dengan daerah lain yang biasanya diukur dengan besarnya pendapatan per kapita penduduknya; mengetahui tingkat inflasi atau deflasi yang terjadi dalam waktu tertentu, dengan membandingkan antara PDRB atas dasar harga berlaku dan PDRB atas dasar harga konstan, dapat diperoleh suatu indeks implisit yang bisa menggambarkan kenaikan suatu penurunan harga barang dan jasa; untuk mengetahui gambaran struktur perekonomian daerah; dan untuk mengetahui potensi suatu daerah terhadap regional secara keseluruhan maupun sektoral. Pada sektor perikanan Jawa Timur nilai PDRB dari tahun ke tahun meningkat dengan signifikan. Dapat di lihat pada Tahun 2003 sebesar Rp 3.388.656.000; Tahun 2004 sebesar Rp 3.781.592.000; Tahun 2005 sebesar Rp 4.052.547.000; pada Tahun 2006 Rp 4.447.439.000; Tahun 2007 sebesar Rp 4.754.586.000 dan pada Tahun 2008 sebesar Rp 5.035.834.000. Nilai PDRB Jawa Timur atas harga konstan dapat di lihat pada Tabel 18 dan persentase dari nilai PDRB Kabupaten Lamongan pada tahun 2008 pada Gambar 12.
49
Tabel 18 PDRB Jawa Timur menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000 tahun 2003-2008 (jutaan rupiah) Lapangan Usaha
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Sektor pertanian a.Tanaman bahan makanan b.Tanaman perkebunan
42.143.435
43.331.493
44.700.984
46.486.278
47.942.973
49.437.138
24.674.936
25.205.497
25.427.123
25.945.908
26.370.778
27.083.905
c. Peternakan
7.115.176
7.138.569
7.812.005
8.194.811
8.456.156
8.504.733
6.349.725
6.705.050
6.982.097
7.420.853
7.971.663
8.169.146
d. Kehutanan
623.924
500.786
427.211
477.267
489.790
643.520
e. Perikanan
3.388.656
3.781.592
4.052.547
4.447.439
4.754.586
5.035.834
f. Perikanan tangkap
2.549.417
2.561.158
2.673.035
3.079.409
3.276.428
3.069.825
Lainnya
186.741.023
198.897.399
211.673.743
224.763.039
239.871.211
255.361.829
Total PDRB
228.884.459
242.228.892
256.374.727
271.249.317
287.814.184
304.798.966
Sumber : Laporan statistik Jawa Timur
Kehutanan 1%
Perikanan 5%
Peternakan 8% Sektor pertanian 50% Tanaman perkebunan 9%
Tanaman bahan makanan 27%
Gambar 12 Presentase nilai PDRB Jawa Timur tahun 2008 6.2
Kondisi Perekonomian Kabupaten Lamongan Suatu
wilayah
dikatakan
mengalami
perkembangan
apabila
perekonomiannya meningkat dari tahun ke tahun. Indikator yang dapat digunakan untuk melihat peningkatan tersebut diantaranya adalah dengan Produk Domestik Bruto (PDRB), PDRB per kapita perubahan dan laju perekonomian Kabupaten Lamongan. 6.2.1 PDRB dan PDRB per kapita Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan jumlah nilai tambah yang ditimbulkan oleh berbagai sektor/lapangan usaha yang melakukan kegiatan
50
usahanya disuatu daerah tertentu tanpa memperhatikan pemilikan atas faktor produksi. Data statistik PDRB berguna untuk memperhitungkan tingkat pertumbuhan ekonomi regional baik secara menyeluruh maupun sektoral, dengan melihat presentase pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan; untuk mengetahui tingkat kemakmuran daerah, baik tingkat pertumbuhan maupun
tingkat kemakmuran dibanding dengan daerah lain. Produk Domestik Regional Bruto disajikan dalam dua tipe, yaitu atas harga berlaku dan atas dasar harga konstan. Pada penyajian atas dasar harga berlaku, semua agregat pendapatan dinilai atas dasar harga berlaku pada masingmasing tahun, baik pada saat menilai produksi, biaya antara maupun pada penilaian komponen nilai tambah dan komponen penggunaan Produk Domestik Regional Bruto. Pada penyajian atas harga konstan suatu tahun dasar, semua agregat pendapatan dinilai atas dasar harga tetap yang terjadi pada tahun dasar. Dikarenakan menggunakan harga konstan, maka perkembangan agregat pendapatan dari tahun ke tahun semata-mata karena perkembangan satuan output (riil), dan bukan karena fluktuasi kenaikan harga. PDRB Kabupaten Lamongan atas dasar harga konstan tahun 2003-2008 terus meningkat, dimulai Tahun 2003 nilai PDRB sebesar Rp 3.109.921.520.00; kemudian pada Tahun 2004 sebesar Rp 3.776.540.290,00; Tahun 2005 sebesar Rp 3.883.701.780,00; Tahun 2006 sebesar Rp 4.092.914.890,00; Tahun 2007 sebesar Rp 4.328.739.320.00; dan pada Tahun 2008 sebesar Rp 4.598.166.810,00. Nilai PDRB Kabupaten Lamongan menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan dapat dilihat pada Tabel 19. Gambar 13 menggambarkan berapa persentase tiap-tiap nilai PDRB sektoral di Kabupaten Lamongan pada tahun 2008. Persentase terbesar ada pada sektoral pertanian sebsar 50%. Untuk subsektor tanaman bahan makanan diperoleh persentase sebesar 38%. Subsektor peternakan dan tanaman perkebunan masing-masing memberikan persentase sebesar 2% dan untuk subsektor perikanan persentase sebesar 8%.
51
Tabel 19 PDRB Kabupaten Lamongan menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000 tahun 2003-2008 (juta rupiah) Lapangan Usaha Sektor pertanian a.Tanaman bahan makanan b.Tanaman perkebunan c.Peternakan d.Kehutanan e.Perikanan f. Perikanan tangkap Lainnya Total PDRB
2003 1.599.403
2004 1.735.688
2005 1.734.688
2006 1.764.039
2007 1.812.097
2008 1.883.098
1.218.940
1.326.203
1.349.600
1.374.191
1.401.578
1.431.154
42.975 77.506 4.532 255.449
61.165 79.283 7.385 261.650
37.555 81.274 4.315 261.924
45.378 79.445 4.259 260.764
47.044 81.757 4.393 277.322
54.563 83.925 1.378 312.076
147.319 1.510.517 3.109.921
149.743 2.040.852 3.776.540
130.890 2.149.013 3.883.701
153.145 2.328.874 4.092.914
164.178 2.516.642 4.328.739
212.593 2.715.067 4.598.166
Sumber : BPS Kabupaten Lamongan Tahun 2003-2008
Kehutanan 0% Peternakan2%
Perikanan 8% Sektor pertanian 51%
Tanaman perkebunan1%
Tanaman bahan makanan 38%
Gambar 13 Diagram pie persentase nilai PDRB Kabupaten Lamongan tahun 2008 Subsektor perikanan tangkap mengalami fluktuasi nilai. Dari tahun 2003 hingga tahun 2008, PDRB subsektor perikanan tangkap mengalami peningkatan, dimana PDRB subsektor perikanan tangkap Tahun 2003 sebesar Rp 147.319.040.000 ; tahun 2004 meningkat menjadi sebesar Rp 149.743.013.000; Tahun 2005 juga mengalami peningkatan menjadi sebesar Rp 130.890.440.000; dan terus meningkat hingga Tahun 2008 sebesar Rp 212.593.179.000. Dapat di lihat pada Gambar 13 persentase dari nilai PDRB Kabupaten Lamongan pada tahun 2008.
52
Berdasarkan Gambar 14, terlihat
bahwa subsektor perikanan tangkap
meningkat dari tahun ke tahun, walaupun sempat mengalami penurunan pada tahun
2005 yang dikarenakan terjadi pembangunan besar-besaran pariwisata
Wisata Bahari Lamongan (WBL) tepatnya di pesisir pantai utara dan merupakan fishing ground para nelayan, sehingga ikan-ikan yang terdapat di wilayah tersebut
250000 200000 (juta Rp)
PDRB perikanan tangkap
menjauh yang menyebabkan hasil tangkapan nelayan menurun di tahun 2005.
150000 y = 11198x ‐ 2E+07
100000 50000 0 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun
Gambar 14 Nilai PDRB subsektor perikanan tangkap atas dasar harga konstan tahun 2000 Tahun 2003-2008. Dapat diketahui bahwa nilai sektor perikanan tangkap Kabupaten Lamongan atas dasar harga konstan 2000 mempunyai model y = 11.198x – 2E + 07. Hal ini berarti setiap tahun subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Lamongan mengalami peningkatan sebesar 11.198 satuan. Pendapatan per kapita merupakan pendapatan yang diterima oleh masingmasing penduduk tiap tahunnya. Pada Tabel 20 terlihat bahwa pendapatan yang diterima masing-masing penduduk di Kabupaten Lamongan pada Tahun 2003 sebesar 2,54 juta rupiah per jiwa; pada Tahun 2004 sebesar 3,06 juta rupiah per jiwa; di Tahun 2005 sebesar 2,79 juta rupiah per jiwa; Tahun 2006 sebesar 2,92 juta rupiah per jiwa; Tahun 2007 sebesar 3,06 juta rupiah per jiwa dan pada Tahun 2008 sebesar 3,19 juta rupiah per jiwa. Dari data yang ada menunjukkan nilai PDRB per kapita tiap tahunnya tidak terlalu mengalami fluktuasi yang begitu berarti, sehingga relatife stabil.
53
Tabel 20 Nilai PDRB per kapita Kabupaten Lamongan menurut lapangan usaha Tahun 2000 Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008
PDRB (Juta Rupiah) 3.109.921,52 3.776.540,29 3.883.701,78 4.092.914,89 4.328.739,32 4.598.166,81
Jumlah penduduk (Jiwa) 1.224.812 1.235.152 1.393.131 1.401.271 1.412.386 1.439.886
Per Kapita (Juta Rupiah/Jiwa) 2,54 3,06 2,79 2,92 3,06 3,19
Sumber : Lamongan dalam angka
6.2.2 Laju pertumbuhan perekonomian Kabupaten Lamongan Pertumbuhan ekonomi suatu daerah tergantung pada potensi sumberdaya alam dan kemampuan manusia untuk mengelolah dan memanfaatkan potensi yang ada di daerah tersebut. Laju pertumbuhan ekonomi dapat digambatkan oleh laju pertumbuhan atas dasar harga konstan tahun tertentu dibandingkan tahun sebelumnya. Perkembangan laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Lamongan dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21
Laju pertumbuhan perekonomian Kabupaten Lamongan menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan Tahun 2000 (%) Lapangan Usaha 2004 2005 2006 2007 2008 Sektor pertanian 1,96 1,71 1,69 2,72 3,92 a.Tanaman bahan makanan 2,61 1,76 1,82 1,99 2,11 b.Tanaman perkebunan -14,31 4,13 20,83 3,67 15,98 c.Peternakan 2,29 2,51 -2,25 2,91 2,65 d.Kehutanan -6,46 1,79 -1,29 3,14 -68,62 1,64 0,88 -0,45 6,35 12,53 e.Perikanan 2,33 1,54 2,96 1,07 1,51 f. Perikanan tangkap Lainnya 46,19 57,05 54,42 56,49 57,88 PDRB Lamongan 4,22 5,08 5,39 5,76 6,22 Sumber : PDRB Kabupaten Lamongan 2008 Berdasarkan Tabel 21, dapat dilihat bahwa pertumbuhan ekonomi Kabupaten Lamongan mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun. Terlihat dari pertumbuhan ekonomi pada Tahun 2004 sebesar 4,22%, kemudian mengalami peningkatan pada Tahun 2005 menjadi 5,08%, Tahun 2006 sebesar 5,39% dan kembali terjadi peningkatan pada Tahun 2007 menjadi 5,76% dan pada Tahun 2008 sebesar 6,22%.
54
Laju pertumbuhan ekonomi pada subsektor perikanan tangkap mengalami fluktuasi. Pada Tahun 2004, laju perekonomian subsektor perikanan tangkap sebesar 2,33%. Pada Tahun 2005 mengalami penurunan menjadi 1,54%. Pada Tahun 2006 meningkat tajam sebesar 2,96%. Dan pada tahun-tahun berikutnya, yaitu tahun 2007 dan 2008 mengalami penurunan yang tajam masing-masing sebesar 1,07% dan 1,51%. Model persamaan yang diperoleh pada grafik hubungan tahun dan sektor perikanan tangkap di Kabupaten Lamongan adalah y = -0,211x + 426,9. Hal ini menjelaskan
bahwa
setiap
tahun
terjadi
penurunan
laju
pertumbuhan
perekonomian di subsektor perikanan tangkap Kabupaten Lamongan sebesar 0,211 satuan. Hal tersebut dapat di lihat pada Gambar 15.
Gambar 15
Laju pertumbuhan perekonomian subsektor perikanan tangkap Kabupaten Lamongan Tahun 2004-2008.
6.2.3 Nilai LQ sektoral Kabupaten Lamongan Peranan
sektoral
keseluruhan
terhadap
perekonomian
Kabupaten
Lamongan secara keseluruhan dapat diketahui melalui LQ dengan PDRB sebagai indikator. Nilai hasil LQ sektoral keseluruhan di Kabupaten Lamongan pada tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 22.
55
Tabel 22 Nilai Location Quentient sektoral keseluruhan terhadap PDRB daerah secara keseluruhan di Kabupaten Lamongan Tahun 2008 (juta rupiah) Lapangan Usaha Sektor pertanian a.Tanaman bahan makanan b.Tanaman perkebunan c.Peternakan d.Kehutanan e.Perikanan
Vi 1.883.099
Vt 4.598.167
Pi 49.437.138
Pt 304.798.966
LQ 2,52
Keterangan Basis
1.431.155
4.598.167
27.083.905
304.798.966
3,50
Basis
54.563 83.926 1.379 312.076
4.598.167 4.598.167 4.598.167 4.598.167
8.504.733 8.169.146 643.520 5.035.834
304.798.966 304.798.966 304.798.966 304.798.966
0,43 0,68 0,14 4,11
Non Basis Non Basis Non Basis Basis
Sumber : Lamongan dalam Angka 2008
Berdasarkan Tabel 22, dapat diketahui peranan sektoral keseluruhan di Kabupaten Lamongan pada Tahun 2008 menunjukkan bahwa tidak semua sektoral di Kabupaten Lamongan merupakan sektor basis dalam pengembangan perekonomian wilayah Kabupaten Lamongan. Hal ini ditunjukkan dengan diperolehnya nilai LQ lebih dari 1 yaitu sebesar 2,52 untuk sektor pertanian yang merupakan sektor basis. Pada subsektor tanaman bahan makanan, nilai LQ yang diperoleh adalah sebesar 3,50 yang merupakan subsektor basis; Subsektor tanaman perkebunan, peternakan dan kehutanan bukan merupakan sektor basis (non basis) dikarenakan niali LQ yang didapatkan kurang dari 1 yaitu sebesar 0,43; 0,68 dan 0,14. Untuk subsektor perikanan nilai LQ yang diperoleh sebesar 4,11 dan merupakan sektor basis dan terbesar di Kabupaten Lamongan. 6.3 Peranan Subsektor Perikanan Tangkap Kabupaten Lamongan 6.3.1
Kontribusi atau Shift Share perikanan tangkap Peranan subsektor perikanan tangkap terhadap perekonomian Kabupaten
Lamongan dapat dilihat dari berbagai indikator, salah satunya dapat dilihat dari PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) yang merupakan jumlah nilai tambah (output) yang ditimbulkan oleh berbagai faktor/lapangan usaha yang melakukan kegiatan usahanya di suatu daerah tertentu tanpa memperhatikan pemilikan atas faktor produksi. Data statistik PDRB berguna untuk memperhitungkan tingkat pertumbuhan ekonomi regional baik secara menyeluruh maupun sektoral, dengan melihat presentase pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan; untuk mengetahui tingkat kemakmuran daerah, baik tingkat pertumbuhan maupun tingkat kemakmuran dibanding dengan daerah lain, yang biasanya diukur dengan
56
besarnya pendapatan perkapita penduduknya; mengetahui tingkat inflasi atau deflasi yang terjadi dalam waktu tertentu, dapat diperoleh suatu indeks implisit yang bisa menggambarkan kenaikan suatu penurunan harga barang dan jasa; untuk mengetahui gambaran struktur perekonomian daerah; dan untuk mengetahui potensi suatu daerah terhadap regional secara keseluruhan maupun sektoral. Persentase kontribusi subsektor perikanan dan perikanan tangkap terhadap PDRB sektor pertanian dan PDRB keseluruhan sektor dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23
Persentase kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap sektor pertanian dan keseluruhan sektor Tahun 2003-2008
% PDRB Perikanan a. Terhadap Sektor Pertanian Perikanan
2003
2004
2005
2006
2007
2008
15,97
15,07
15,10
14,78
15,30
16,57
9,21
8,63
7,55
8,68
9,06
11,29
Perikanan
8,21
6,93
6,74
6,37
6,41
6,79
Perikanan Tangkap
4,74
3,97
3,37
3,74
3,79
4,62
Perikanan Tangkap b. Terhadap Total PDRB
Sumber : Data Diolah 2010 Berdasarkan Tabel 23, dapat dilihat kontribusi subsektor perikanan dan subsektor perikanan tangkap Kabupaten Lamongan cenderung meningkat. Hal ini dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 16 dan 17.
Gambar 16 Kontribusi perikanan dan perikanan tangkap terhadap sektor pertanian.
57
Gambar 17 Kontribusi perikanan dan perikanan tangkap terhadap total PDRB.
6.3.2
Nilai LQ subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator PDRB Peranan subsektor perikanan tangkap terhadap perekonomian Kabupaten
Lamongan secara keseluruhan dapat diketahui melalui LQ dengan PDRB sebagai indikator. Nilai hasil LQ subsektor perikanan tangkap keseluruhan di Kabupaten Lamongan dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24 Nilai Location Quentient subsektor perikanan tangkap terhadap PDRB daerah secara keseluruhan di Kabupaten Lamongan Tahun 2003-2008 (juta rupiah) Tahun
Vi
Vt
Pi
Pt
2003
39.854,00
3.109.921,52
414.652,60
228.884.458,54
7,07
Basis
2004
39.925,20
3.776.540,29
320.691,30
242.228.892,17
7,99
Basis
2005
37.691,70
3.883.701,78
322.291,70
256.374.726,78
7,72
Basis
2006
37.842,70
4.092.914,89
369.915,30
271.249.316,68
6,78
Basis
2007
41.568,80
4.328.739,32
382.875,10
287.814.183,92
7,22
Basis
2008
63.594,20
4.598.166,81
368.113,80
304.798.966,41
11,45
Basis
LQ
Keterangan
Sumber : Data diolah, 2010 Keterangan : Vi (Nilai Total PDRB Subsektor Perikanan Tangkap Kabupaten Lamongan) Vt (Nilai Total PDRB Seluruh Sektor Kabupaten Lamongan) Pi (Nilai Total PDRB Subsektor Perikanan Tangkap Provinsi Jawa Timur) Pt (Nilai Total PDRB Seluruh Sektor Provinsi Jawa Timur)
Berdasarkan Tabel 24, dapat diketahui peranan subsektor perikanan tangkap Kabupaten Lamongan terhadap keseluruhan sektor menunjukkan bahwa subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Lamongan merupakan sektor basis
58
dalam pengembangan perekonomian wilayah Kabupaten Lamongan. Artinya, sektor basis adalah kebutuhan ikan untuk masyarakat Lamongan sudah terpenuhi sehingga dapat mengekpor ke luar daerah. Hal ini ditunjukkan dengan diperolehnya nilai LQ lebih dari 1 untuk setiap tahunnya dalam kurun waktu 2003-2008. Pada Tahun 2003, nilai LQ yang diperoleh adalah sebesar 7,07; pada Tahun 2004 sebesar 7,99; pada Tahun 2005 sebesar 7,72; pada Tahun 2006 sebesar 6,78; pada Tahun 2007 sebesar 7,22; dan pada Tahun 2008 sebsar 11,45. Di Tahun 2006 nilai LQ menurun dibandingkan dengan Tahun 2005, jika dilihat dari Gambar 9, nilai LQ secara keseluruhan meningkat dari tahun ketahun.
14.00 12.00 y = 0.532x - 1060.
Nilai LQ PDRB
10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun
Gambar 18 Nilai Location Quentient subsektor perikanan tangkap terhadap PDRB daerah secara keseluruhan di Kabupaten Lamongan tahun 2003-2008. Berdasarkan Gambar 18, maka model yang didapatkan dari hubungan tahun dan nilai LQ subsektor perikanan tangkap terhadap terhadap PDRB daerah secara keseluruhan Kabupaten Lamongan adalah y = 0,532x – 1060. Hal ini menunjukkan bahwa, setiap penambahan tahun terjadi kenaikkan nilai LQ subsektor perikanan tangkap sebesar 0,532 satuan. 6.3.3 Nilai LQ subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja Nilai LQ tenaga kerja dihitung dengan membandingkan antara kontribusi penyerapan tenaga kerja pada subsektor perikanan tangkap di Kabupaten
59
Lamongan dengan kontribusi penyerapan tenaga kerja pada subsektor perikanan tangkap di Provinsi Jawa Timur. Nilai LQ lebih dari satu atau kurang dari satu menunjukkan bahwa suatu sektor dapat menyerap tenaga kerja dan membuka lapangan pekerjaan baru atau tidak di bidang perikanan tangkap. Perkembangan nilai LQ berdasarkan tenaga kerja pada subsektor perikanan tangkap dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25 LQ subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja Tahun 2003-2008 Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Vi 19.483 20.487 19.994 14.901 14.901 22.973
Vt 4.615 6.127 11.186 4.009 6.828 10.042
Pi 243.156 242.537 242.045 221.108 217.745 234.467
Pt 397.435 429.010 521.710 600.613 693.798 726.669
LQ 6,90 5,91 3,85 10,10 6,95 7,09
Keterangan Basis Basis Basis Basis Basis Basis
Sumber : Data diolah 2010 Keterangan : Vi (Jumlah Tenaga Kerja di Subsektor Perikanan Tangkap Kabupaten Lamongan) Vt (Jumlah Angkatan Kerja Kabupaten Lamongan) Pi (Jumlah Tenaga Kerja di Subsektor Perikanan Tangkap di Provinsi Jawa Timur) Pt (Jumlah Angkatan Kerja Provinsi Jawa Timur)
Berdasarkan Tabel 25, dapat dilihat nilai LQ untuk subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja bernilai lebih dari satu. Artinya subsektor perikanan tangkap merupakan sektor basis dalam penyediaan kesempatan kerja di Kabupaten Lamongan. Hal ini mengindikasikan bahwa tenaga kerja untuk perikanan tangkap di Kabupaten Lamongan sudah terpenuhi dan mampu mengimpor tenaga kerja ke luar daerah Kabupaten Lamongan. Nilai LQ pada tahun 2003 adalah sebesar 6,90: pada tahun 2004 sebesar 5,91; pada tahun 2005 sebesar 3,85; pada tahun 2006 sebesar 10,10; pada tahun 2007 sebesar 6,95; dan pada tahun 2008 sebesar 7,09. Kondisi Kabupaten Lamongan sedang dalam masa lesu terutama dalam sektor pencarian kerja pada Tahun 2005. Pada Tahun 2006 terjadi lonjakan pencari kerja dikarenakan bupati baru Kabupaten Lamongan membuat gebrakan baru agar pemasukan untuk daerah meningkat melalui sektor pariwisata dan agar Kabupaten Lamongan menjadi salah satu tujuan wisata di Jawa Timur.
60
Pembangunan besar-besaran wisata keluarga WBL (Wisata Bahari Lamongan) membuat banyak pencari kerja berdatangan sehingga nilai LQ pada Tahun 2006 melonjak tajam sebesar 10,10. Dilihat seecara keseluruhan, nilai LQ yang diperoleh cenderung mengalami kenaikan dari Tahun 2003-2008. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 19.
Gambar 19 Nilai Location Quentient subsektor perikanan berdasarkan indikator tenaga kerja di Kabupaten Lamongan. 6.4 Dampak Subsektor Perikanan Tangkap Kabupaten Lamongan Berdasarkan teori ekonomi basis wilayah, pada dasarnya pertumbuhan wilayah dapat terjadi karena adanya efek pengganda dari pembelanjaan kembali pendapatan yang telah diperoleh melalui penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh wilayah yang bersangkutan, yang dipasarkan ke luar wilayah (ekspor). Besarnya tingkat kekuatan efek pengganda tersebut mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi wilayah yang ditunjukkan oleh koefisien pengganda yang dihasilkan. Analisis Multiplier Effect atau efek pengganda dilakukan untuk melihat besarnya koefisien efek pengganda yang di dapat, karena adanya pertumbuhan pada subsektor perikanan tangkap Kabupaten Lamongan. Dari besarnya efek pengganda yang dihasilkan dapat dilakukan prediksi mengenai dampak pertumbuhan subsektor perikanan tangkap terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah secara keseluruhan berdasarkan indikator PDRB daerah.
61
6.4.1 Multiplier effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator PDRB daerah Analisis efek pengganda dilakukan untuk melihat besarnya koefisien efek pengganda yang dihasilkan karena adanya pertumbuhan pada subsektor perikanan tangkap. Analisis efek pengganda subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator PDRB daerah dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26 Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Analisis Multiplier Effect subsektor perikanan tangkap Kabupaten Lamongan berdasarkan PDRB daerah Tahun 2003-2008 (juta rupiah) (Y) 228.884.458,54 242.228.892,17 256.374.726,78 271.249.316,68 287.814.183,92 304.798.966,41
(∆Y) 13.344.434 14.145.835 14.874.590 16.564.867 16.984.782
(Yb) 147.319,04 149.743,01 130.890,44 153.145,75 164.178,82 212.593,18
(∆Yb) 2.424 18.853 22.255 11.033 48.414
Msy = ∆Y / ∆Yb 5.505,2 750,34 668,36 1.501,38 350,82
Sumber : Data diolah 2010 Keterangan : Y : (Jumlah PDRB Seluruh Sektor Kabupaten Lamongan) : (Jumlah PDRB Subsektor Perikanan Tangkap Kabupaten Lamongan) Yb ΔY : (Perubahan PDRB Seluruh Sektor Kabupaten Lamongan) : (Perubahan PDRB Subsektor Perikanan Tangkap Kabupaten Lamongan) ΔYb
Msy
: (Koefisien Multiplier Effect)
Berdasarkan Tabel 26, koefisien multiplier effect menunjukkan nilai yang fluktuatif selama periode analisis dari Tahun 2003-2008, yaitu berkisar antara 350,82 hingga 1501,38. Koefisien efek pengganda tertinggi terjadi pada Tahun 2007, yaitu sebesar 1501,38. Artinya setiap peningkatan PDRB subsektor perikanan tangkap sebesar Rp.1,00 akan menghasilkan PDRB daerah sebesar Rp. 1501,38. Koefisien efek pengganda terendah terjadi pada Tahun 2008, yaitu sebesar 350,82. Artinya setiap peningkatan PDRB daerah subsektor perikanan tangkap sebesar Rp1,00 akan menghasilkan PDRB daerah sebesar Rp350,82. Maka model yang didapatkan dari hubungan tahun dan nilai Msy subsektor perikanan tangkap Kabupaten Lamongan adalah y = -955,7x + 2E + 06. Hal ini menunjukkan bahwa, setiap penambahan tahun terjadi penurunan nilai Msy subsektor perikanan tangkap sebesar 955,7 satuan. Dari Gambar 20 terlihat bahwa trend yang dihasilkan adalah menurun.
62
Gambar 20
Trend nilai multiplier effect subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Lamongan berdasarkan indikator PDRB daerah tahun 2004-2008.
6.4.2 Multiplier effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator
tenaga kerja Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan subsektor perikanan tangkap adalah besarnya tenaga kerja yang terserap pada subsektor perikanan tangkap. Analisis efek pengganda tenaga kerja diperlukan dalam memprediksi kesempatan kerja yang akan dihasilkan dalam suatu wilayah sebagai akibat dari kesempatan kerja yang dihasilkan pada suatu sektor. Multiplier Effect yang ditimbulkan oleh subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja di Kabupaten Lamongan adalah perbandingan antara perubahan tenaga kerja sektor perikanan Kabupaten Lamongan dengan perubahan tenaga kerja subsektor perikanan tangkap Kabupaten Lamongan. Multiplier effect kesempatan kerja subsektor perikanan tangkap Kabupaten Lamongan dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27 Analisis Multiplier Effect subsektor perikanan tangkap Kabupaten Lamongan berdasarkan indikator tenaga kerja Tahun 2004-2008 Tahun 2003
E 4.615
2004
6.127
2005 2006 2007 2008
11.186 4.009 6.828 10.042
Eb 19.483
∆E -
20.487
1.512
19.994
5.059
14.901 14.901 22.973
7.177 2.819 3.214
Sumber : Lamongan dalam Angka
∆Eb -
Mse = ∆E / ∆Y -
1,004
1.505,98
0,493 5,093 8,072
10.261,66 1409,19 398,17
63
Berdasarkan Tabel 27, dapat diketahui bahwa multiplier effect kesempatan kerja pada Tahun 2008 adalah sebesar 398,17, artinya adalah perubahan satu satuan tenaga kerja pada subsektor perikanan tangkap akan menyebabkan perubahan total tenaga kerja di seluruh sektor Kabupaten Lamongan sebanyak 398,17 satuan. Dari Gambar 20 terlihat bahwa trend yang dihasilkan adalah menurun dengan persamaan y = -1247x + 3E + 06 hal ini berarti nilai kesempatan kerja perikanan tangkap di Kabupaten Lamongan menurun dari tahun-ke tahun sebesar 1247 satuan per tahunnya. Multiplier effect tenaga kerja menurun dikarenakan nelayan-nelayan di Kabupaten Lamongan menjual hasil tangkapan yang masih segar sehingga harga yang dihasilkan belum memiliki nilai tambah.
Gambar 21
Trend nilai multiplier effect subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Lamongan berdasarkan indikator tenaga kerja tahun 2004-2008.
6.5 Kebutuhan Investasi Subsektor Perikanan Tangkap Kebutuhan investasi pada tahun ke-i dapat dihitung dengan menggunakan data nilai perubahan PDRB daerah subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Lamongan dalam selang waktu 2003-2008, dan nilai ICOR sektor perikanan hasil perhitungan PKSPL-IPB Tahun 2004, yaitu nilai ICOR sektor perikanan berdasarkan Tabel Input-Output 1995 sebesar 3,42 dan nilai ICOR sektor perikanan berdasarkan Tabel Input-Output 2000 sebesar 3,31. Hasil perhitungan kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap Kabupaten Lamongan dapat dilihat pada Tabel 28.
64
Tabel 28 Kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap Tahun 2003-2008 (juta rupiah) Tahun
Investasi (I)
∆Yb
ICOR = 3,31* 8.023,44 62.403,43 73.664,05 36.519,23 160.250,34
2.424 18.853 22.255 11.033 48.414
2003/2004 2004/2005 2005/2006 2006/2007 2007/2008
ICOR = 3,42* 8.290,08 64.477,26 76.112,10 37.732,86 165.575,88
Sumber : Data diolah, 2010 * Kajian Strategi Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Keterangan : ΔYb (Perubahan PDRB Subsektor Perikanan Tangkap) ICOR (Tingkat Efisiensi Penyerapan Investasi) I (Investasi di Subsektor Perikanan Tangkap)
Berdasarkan
Tabel
28,
maka
dapat
dihitung
persamaan
linear
perkembangan investasi dari Tahun 2003-2008 berdasarkan nilai ICOR 3,31 dan 3,42. Persamaan linear perkembangan investasi subsektor perikanan tangkap Kabupaten Lamongan Tahun 2003-2008 berdasarkan nilai ICOR 3,31 dan 3,42 dapat dilihat pada Gambar 22.
Gambar 22
Perkembangan investasi subsektor perikanan tangkap Kabupaten Lamongan (ICOR = 3,31 dan 3,42) Tahun 2003-2008.
Berdasarkan Gambar 21, persamaan linear yang didapatkan dari hubungan tahun dan nilai investasi subsektor perikanan tangkap Kabupaten Lamongan untuk
65
nilai ICOR = 3,31 adalah y = 27857x - 15399. Persamaan linear yang didapatkan dari hubungan tahun dan nilai investasi subsektor perikanan tangkap terhadap Kabupaten Lamongan untuk nilai ICOR = 3,42 adalah y = 28783x - 15911. Berdasarkan kedua persamaan linear tersebut maka dapat diperkirakan besaran investasi yang dibutuhkan oleh subsektor perikanan tangkap pada Tahun 20082013 di wilayah Kabupaten Lamongan. Kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap pada Tahun 2008-2013 dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29 Kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap Tahun 2008-2013 (juta rupiah) Investasi (I) Tahun ICOR = 3,31* ICOR = 3.42* 151.743 156.787 2008/2009 179.600 185.570 2009/2010 207.457 214.353 2010/2011 235.314 243.136 2011/2012 263.171 271.919 2012/2013 Sumber : Data Diolah, 2009 * Kajian Strategi Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan
Keterangan : ICOR : (Tingkat Efisiensi Penyerapan Investasi) I : (Investasi di Subsektor Perikanan Tangkap) Berdasarkan Tabel 28, dapat diketahui bahwa investasi yang dibutuhkan oleh subsektor perikanan tangkap Kabupaten Lamongan untuk Tahun 2012-2013 berkisar antara Rp.263.171.000.000 – Rp.271.919.000.000. 6.6 Komoditas Unggulan Perikanan Tangkap Kabupaten Lamongan Komoditas unggulan ditentukan dengan melakukan perhitungan terhadap jumlah produksi dari sub sektor perikanan tangkap. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan metode Location Quotient (LQ). Hasil produksi dari subsektor perikanan tangkap dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu kelompok ikan Pelagis Besar, kelompok ikan Pelagis Kecil, kelompok ikan Demersal, kelompok binatang keras dan kelompok binatang lunak. Berdasarkan hasil perhitungan LQ, hanya Ikan Manyung, Ikan Ekor Kuning, Ikan Cucut, Ikan Pari dan Ikan Layang yang selalu memperoleh nilai LQ
66
lebih dari 1 setiap tahunnya (periode 2003-2008), sedangkan ikan-ikan yang lainnya ada yang memperoleh nilai LQ kurang dari 1. Ikan Manyung memperoleh nilai LQ tertinggi pada Tahun 2003,yaitu sebesar 3,92. Ikan Ekor Kuning memperoleh nilai LQ tertinggi pada Tahun 2003, yaitu sebesar 5,91. Ikan Cucut memperoleh nilai LQ tertinggi pada Tahun 2003, yaitu sebesar 2,27. Ikan Pari memperoleh nilai LQ tertinggi pada Tahun 2006, yaitu sebesar 4,10. Ikan Layang memperoleh nilai LQ tertinggi pada Tahun 2006 yaitu sebesar 1,91. Ikan Selar memperoleh nilai LQ tertinggi pada Tahun 2006,yaitu sebesar 1,27. Ikan Teri memperoleh nilai LQ tertinggi pada Tahun 2003 dan 2006, yaitu sebesar 0,55. Ikan Tembang memperoleh nilai LQ tertinggi pada Tahun 2006, yaitu sebesar 2,73. Ikan Kembung memperoleh nilai LQ tertinggi pada Tahun 2006, yaitu sebesar 4,10. Ikan Tenggiri memperoleh nilai LQ tertinggi pada Tahun 2003 yaitu sebesar 2,03. Udang memperoleh nilai LQ tertinggi pada Tahun 2003, yaitu sebesar 0,24. Cumi-cumi memperoleh nilai LQ tertinggi pada Tahun 2006 yaitu sebesar 1,56. Hasil perhitungan nilai LQ selengkapnya untuk kelompok ikan komoditas unggulan dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 30 Nilai LQ kelompok ikan di Kabupaten Lamongan Tahun 2003-2008 No
Jenis Ikan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Manyung Ekor Kuning Pari Cucut Tenggiri Layang Selar Teri Tembang Kembung Udang Cumi-cumi
Nilai LQ Komoditas Unggulan Kabupaten Lamongan terhadap Prov Jawa Timur 2003 2004 2005 2006 2007 2008 LQ LQ LQ LQ LQ LQ 3,92 2,93 1,56 1,51 2,52 1,95 5,91 4,10 1,00 5,87 5,20 4,87 5,91 4,10 5,50 5,87 5,20 4,87 2,27 1,68 1,27 1,68 1,64 2,10 2,09 1,77 2,49 4,10 2,82 2,33 1,86 1,36 1,57 1,91 1,05 0,99 1,04 1,17 1,28 1,27 0,67 0,26 0,55 0,49 0,28 0,55 0,48 0,67 0,68 0,75 1,09 2,73 0,32 0,30 2,05 1,62 0,25 0,37 0,44 0,33 0,24 0,19 0,10 0,17 0,14 0,02 0,62 0,68 0,70 1,56 0,27 1,81
Jenis Ikan Demersal Demersal Demersal Pelagis Besar Pelagis Besar Pelagis Kecil Pelagis Kecil Pelagis Kecil Pelagis Kecil Pelagis Kecil Binatang Keras Binatang Lunak
Sumber : Data diolah, 2010
Berdasarkan hasil perhitungan nilai LQ tersebut, maka dapat ditentukan nilai bobot LQ dan nilai bobot trend, dimana ketentuan untuk nilai bobot LQ adalah apabila nilai LQ>1 maka diberi bobot 3, apabila nilai 0,8 ≤ LQ ≤ 0,99
67
diberi bobot 2, dan apabila LQ<0,80 diberi bobot 1. Adapun ketentuan untuk nilai bobot trend adalah apabila trend nya mengalami peningkatan maka diberi bobot 3, apabila trend nya tetap maka diberi bobot 2, dan apabila trend nya mengalami penurunan maka diberi bobot 1. Berdasarkan pembobotan nilai LQ, menunjukkan komoditas Manyung, Ekor kuning, Pari, dan Cucut yang selalu mendapatkan nilai bobot LQ sama dengan 3 untuk setiap tahunnya, hal ini dikarenakan ikan Cakalang selalu memperoleh nilai LQ lebih dari 1. Tetapi dalam selang Tahun 2004 sampai 2008, perkembangan nilai LQ dari komoditas Manyung mengalami penurunan, hal ini menyebabkan nilai bobot trend untuk ikan Manyung
adalah 1. Akan tetapi
berbeda dengan jenis ikan yang lainnya. Nilai bobot trend bervariasi antara 1, 2, dan 3 sehingga trend perkembangan nilai LQ tahun 2003-2008 ada yang menurun dan ada yang meningkat. Penilaian bobot LQ dan bobot trend selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 31. Tabel 31
Penilaian bobot LQ dan bobot trend kelompok ikan di Kabupaten Lamongan Tahun 2003-2008
No
Jenis Ikan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Manyung Ekor Kuning Pari Cucut Tenggiri Layang Selar Teri Tembang Kembung Udang Cumi-cumi
Nilai bobotLQ Komoditas Unggulan Kabupaten Lamongan terhadap Prov Jawa Timur 2003 2004 2005 2006 2007 2008 LQ LQ LQ LQ LQ LQ 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 1 1 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 3 1 1 3 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 3
Nilai bobot Trend 1 3 3 2 1 1 1 3 1 1 1 3
Total nilai bobot LQ 19 21 18 18 14 17 16 6 10 10 6 10
Komoditas
Unggulan Unggulan Unggulan Unggulan Netral Unggulan Unggulan Non-Unggln Netral Netral Non-Unggln Netral
Sumber : Data diolah, 2010
Berdasarkan hasil dari Tabel 30, maka dapat diketahui bahwa ikan yang memiliki bobot tertinggi adalah ikan Ekor kuning dengan total bobot sebesar 21, sedangkan ikan yang memiliki bobot terendah adalah ikan Teri dan Udang, dengan total bobot sebesar 6. Selanjutnya untuk menentukan selang kelas,
68
dilakukan penjumlahan nilai bobot LQ tertinggi dengan nilai pertumbuhan LQ tertinggi, dan menjumlahkan nilai bobot LQ terendah dengan nilai pertumbuhan LQ terendah, dimana hasil penjumlahan tertinggi dikurangi dengan hasil penjumlahan yang terendah, lalu dibagi tiga, sehingga didapatkan selang kelas untuk penentuan kelas komoditas Non-Unggulan, kelas komoditas Netral, dan kelas komoditas Unggulan. Selang untuk komoditas Non-Unggulan adalah 7-1, selang untuk komoditas Netral adalah 8-14, dan selang untuk komoditas Unggulan adalah 15-21. Berdasarkan nilai pada selang tersebut, kelompok ikan yang menjadi Komoditas Unggulan adalah ikan, Manyung (18), ikan Ekor kuning (18), ikan Cucut (18), ikan Pari (18), ikan Layang (17), dan ikan Selar (16). Ikanikan tersebut mayoritas ditangkap dengan alat tangkap Payang, Pukat Cincin, Pancing Tonda, Jaring insang Tiga Lapis (Trammel net) dan Jaring Insang Hanyut. 6.7 Produktivitas Unit Penangkapan Ikan Produktivitas adalah banyaknya hasil yang diperoleh dari suatu satuan kegiatan. Dalam hal ini ialah produktivitas alat tangkap yang menangkap komoditas unggulan yaitu alat tangkap payang, pukat cincin, pancing tonda, jaring tiga lapis dan jaring insang hanyut dalam satuan trip per tahunnya. Produktivitas subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Lamongan dari tahun 2003-2008 mengalami fluktuatif yang berarti. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 32. Berdasarkan data pada Tabel 32, alat tangkap payang terus berproduksi tiap tahunnya begitu juga dengan alat tangkap pukat cincin. Pada alat tangkap pancing tonda produksi hanya dari tahun 2003 hingga tahun 2005, dikarenakan pada tahun 2006 banyak nelayan yang berpindah alat tangkap menjadi alat tangkap payang. Terlihat dari data alat tangkap payang pada tahun 2007 dan 2008 mengalami kenaikan yang tajam..Hal tersebut juga terjadi pada alat tangkap jaring
69
Tabel 32 Produktivitas subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Lamongan Tahun 2003-2008 Tahun
Data Payang
2003 2004 2005 2006 2007 2008
Produksi Trip Produksi Trip Produksi Trip Produksi Trip Produksi Trip Produksi
11.490,20
Pukat cincin 8.878,70
Alat Tangkap Pancing Jaring tiga Tonda Lapis
Jaring Insang Hanyut
4.186,5
0
7.485,50
44.064
54.900
5.520
0
25.650
10.122,20
9.108,70
4.276,4
0
7.354,40
44.064
49.725
5.520
0
25.650
7.025,20
7.325,10
1.530,60
2.488,20
7.761,70
6.270
32.520
45.496
115.000
57.120
14.185,00
16.862,90
0
700,8
0
42.790
128.260
0
64.460
0
20.550,60
10.807,70
0
53
0
42.790
128.260
0
64.460
0
41.575,40
11.323,10
0
115,1
0
23.686
0
111.826 6.964 0 Trip Sumber : Statistik Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur
6.8 Keragaan Unit Penangkapan Ikan Kabupaten Lamongan 6.8.1 Unit penangkapan ”payang” ”Payang” atau biasa disebut oleh penduduk Kecamatan Weru, Kabupaten Lamongan adalah trawl kecil, merupakan unit penangkapan ikan yang digunakan untuk menangkap ikan Manyung (Ariidae) dan ikan Pari (Rajiformes). Bahan pembuat untuk alat tangkap payang adalah ”keret ijo” atau PE, dengan panjang sayap hingga badan jaring 6 m, panjang kantong 3 m, lebar sayap 3 m dan ukuran meshsize 2. Konstruksi unit penangkapan alat tangkap payang dapat dilihat pada Gambar 23. Nelayan payang menggunakan perahu yang berjenis kayu jati dan berukuran 2 GT sebagai sarana angkutan menuju fishing ground yang terdapat di Ujung Pangkah dan kembali ke fishing base beserta hasil tangkapan. Tenaga penggerak yang digunakan berupa mesin diesel berkekuatan 23 PK. Setiap kali melakukan pengoperasian, dalam satu perahu ada 10 orang nelayan. Kapal yang digunakan memiliki dimensi panjang (L) 7 m, lebar (B) 3 m, dan dalam (D) 1,5 m. Bahan bakar yang digunakan dalam pengoperasian adalah solar. Dalam satu kali pengoperasian, dimana biasanya melakukan sistem One Day Fishing, memerlukan solar sebanyak kurang lebih 35 liter.
70
Sumber : Hasil wawancara nelayan, 2010
Gambar 23 Unit penangkapan alat tangkap payang. Kegiatan pengoperasian payang dimulai dengan persiapan perbekalan dan pemberangkatan menuju fishing ground pada pukul 06.00 WIB. Perjalanan menuju fishing ground selama 1 jam. Ketika telah tiba di fishing ground, nelayan melakukan persiapan setting pada saat sudah terlihat tanda-tanda keberadaan ikan. Persiapan yang dilakukan yaitu dengan menurunkan jaring dan otter board ditempat ikan berada selama 10 menit. Kemudian setelah jaring berbentuk seperti kantong kerucut, kapal bergerak dan kemudian jaring ditarik selamam 45 menit. Pengoperasian alat tangkap payang ini di modifikasi menjadi trawl berukuran kecil. Dalam sekali operasi, biasanya jaring payang diturunkan tidak tentu berapa kali. Hasil tangkapan disimpan di dalam tong penyimpanan yang dapat memuat kapasitas sebesar 100 kg. Kegiatan operasional akan berakhir pada pukul 17.00 WIB dan nelayan bersiap kembali ke fishing base. Hasil tangkapan yang didapatkan akan dijual kepada bakul untuk hasil tangkapan sampingan dan untuk hasil tangkapan utama dijual di tempt pelelangan ikan (TPI). Musim puncak untuk hasil produksi terbanyak ada di bulan Agustus hingga Desember. Musim paceklik terjadi di bulan Januari hingga Februari.
71
6.8.2 Unit penangkapan pancing tonda Pancing Tonda atau biasa disebut oleh penduduk Kecamatan Weru, Kab. Lamongan adalah krikit, merupakan unit penangkapan ikan yang digunakan untuk menangkap ikan Ekor kuning (Caesio spp), ikan Cucut (Carcharhinidae) dan ikan Pari (Rajiformes). Bahan pembuat untuk alat tangkap pancing tonda adalah PA monofilament no. 60. Panjang tali cabang 40 m, mata pancing no. 7 dengan bahan kawat baja atau tembaga dan kili-kili pada tiap-tiap tali cabang. Konstruksi unit penangkapan alat tangkap pancing tonda dapat dilihat pada Gambar 24.
Sumber : Hasil wawancara nelayan, 2010
Gambar 24 Unit penangkapan alat tangkap pancing tonda. Nelayan pancing tonda menggunakan perahu yang berjenis kayu jati sebagai sarana angkutan menuju fishing ground yang terdapat di Ujung Pangkah dan kembali ke fishing base beserta hasil tangkapan. Tenaga penggerak yang digunakan berupa mesin motor tempel berkekuatan 5 PK. Setiap kali melakukan
72
pengoperasian, dalam satu perahu ada 2 orang nelayan. Kapal yang digunakan memiliki dimensi panjang (L) 5 m, lebar (B) 1,5 m, dan dalam (D) 60 cm. Bahan bakar yang digunakan dalam pengoperasian adalah solar. Dalam satu kali pengoperasian, dimana biasanya melakukan sistem One Day Fishing, memerlukan solar sebanyak kurang lebih 35 liter. Kegiatan pengoperasian pancing tonda dimulai dengan persiapan perbekalan dan pemberangkatan menuju fishing ground pada pukul 06.00 WIB. Perjalanan menuju fishing ground selama 1 jam. Ketika telah tiba di fishing ground, nelayan melakukan persiapan setting pada saat sudah terlihat tanda-tanda keberadaan ikan. Persiapan yang dilakukan yaitu dengan menurunkan jaring dan mata pancing ditempat ikan berada da n ditarik selama 30 menit. Dalam sekali operasi, biasanya pancing tonda diturunkan tidak tentu berapa kali. Hasil tangkapan disimpan di dalam tong penyimpanan. Biasanya hasil tangkapan ratarata sebanyak 1-2 kwintal. Hsil tangkapan didaratkan dan di jual di TPI PPN Brondong. Musim puncak produksi terjadi di bulan Agustus hingga Oktober dan musim paceklik terjadi di bulan Januari hingga Februari. 6.8.3
Unit penangkapan pukat cincin Pukat cincin atau biasa disebut oleh penduduk Kecamatan Weru, Kab.
Lamongan adalah pukat cincin juga, merupakan unit penangkapan ikan yang digunakan untuk menangkap ikan Ekor kuning (Caesio spp), ikan Selar (Selar spp) dan ikan Layang (Decapterus spp). Bahan pembuat untuk alat tangkap payang adalah ”keret ijo” dengan panjang 250 m, tinggi 40 m dan ukuran meshsize 1,5 inci. Konstruksi unit penangkapan alat tangkap pukat cincin dapat dilihat pada Gambar 25. Nelayan pukat cincin menggunakan perahu yang berjenis kayu jati sebagai sarana angkutan menuju fishing ground yang terdapat di Bali dan Muncar apabila berlayar ke arah timur dan Jakarta dan Sumatra apabila berlayar ke arah barat. dan kembali ke fishing base beserta hasil tangkapan. Tenaga penggerak yang digunakan berupa mesin diesel berkekuatan 130 PK. Kapal yang digunakan memiliki dimensi panjang (L) 16 m, lebar (B) 5 m, dan dalam (D) 1 m. Bahan bakar yang digunakan dalam pengoperasian adalah solar.
73
Kegiatan pengoperasia pukat cincin dilakukan selama 1-2 minggu. Ketika telah tiba di fishing ground, nelayan melakukan persiapan setting pada saat sudah terlihat tanda-tanda keberadaan ikan. Persiapan yang dilakukan yaitu dengan menurunkan jaring hingga berbentuk cincin dan melingkari gerombolan ikan selama 15 menit. Kemudian jaring langsung ditarik tali bagian bawah hingga terkunci yang kemudian jaring diangkat memerlukan waktu selama 2 jam. Hasil tangkapan disimpan di dalam tempat penyimpanan dengan banyak es agar saat sampai ditempat tujuan masih segar. Ikan-ikan hasil tangkapan dijual di TPI PPN Brondong. Musim puncak produksi ada di bulan Agustus hingga November dan musim paceklik terjadi di bulan Desember hingga Maret.
Sumber : Hasil wawancara nelayan, 2010
Gambar 25 Unit penangkapan alat tangkap pukat cincin. 6.8.4
Unit penangkapan jaring tiga lapis Jaring tiga lapis (Trammel net) atau biasa disebut oleh penduduk
Kecamatan Sidokumpul, Kab. Lamongan adalah jaring gondrong, merupakan unit penangkapan ikan yang digunakan untuk menangkap ikan “Petet” dan ikan
74
“Sompeh”. Nelayan jaring gondrong menggunakan perahu yang berjenis kayu jati sebagai sarana angkutan menuju fishing ground yang terdapat di Waruloh dan kembali ke fishing base beserta hasil tangkapan. Tenaga penggerak yang digunakan berupa mesin motor tempel berkekuatan 7 PK. Kapal yang digunakan memiliki dimensi panjang (L) 7 m, lebar (B) 4 m, dan dalam (D) 1 m. Bahan bakar yang digunakan dalam pengoperasian adalah solar. Dalam satu kali pengoperasian, dimana biasanya melakukan sistem One Day Fishing, memerlukan solar sebanyak kurang lebih 35 liter. Bahan pembuat untuk alat tangkap jaring gondrong adalah untuk jaring yang diluar (outer) digunakan senar nomor 100, untuk jaring yang didalam (inner) digunakan senar nomor 60. Dengan panjang 35 m, tinggi 5 m dan ukuran meshsize 1,5 inci. Konstruksi unit penangkapan alat tangkap jaring tiga lapis dapat dilihat pada Gambar 26.
Sumber : Hasil wawancara nelayan, 2010
Gambar 26 Unit penangkapan alat tangkap jaring tiga lapis. Kegiatan pengoperasian jaring insang tiga lapis dimulai dengan persiapan perbekalan dan pemberangkatan menuju fishing ground pada pukul 08.00 WIB.
75
Perjalanan menuju fishing ground selama 30 menit. Ketika telah tiba di fishing ground, nelayan melakukan persiapan setting pada saat sudah terlihat tanda-tanda keberadaan ikan. Persiapan yang dilakukan yaitu dengan menurunkan jaring ditempat ikan berada selama 10 menit. Kemudian setelah jaring terbentuk lurus kemudian jarring didiamkan selamam 1 jam. Dalam sekali operasi, biasanya jaring gondrong diturunkan tidak tentu berapa kali. Hasil tangkapan disimpan di dalam tong penyimpanan. Kegiatan operasional akan berakhir pada pukul 11.00 WIB dan nelayan bersiap kembali ke fishing base. Hasil tangkapan di jual ke bakul-bakul di TPI Kranji dan TPI Weru. Musim puncak produksi terjadi di bulan April yaitu pada saar terjadi angin timur. Musim paceklik terjadi di bulan Februari yaitu saat terjadi angin Barat. 6.8.5 Unit penangkapan jaring insang hanyut Jaring insang hanyut atau biasa disebut oleh penduduk Kecamatan Warulo, Kab. Lamongan adalah jaring sindo, merupakan unit penangkapan ikan yang digunakan untuk menangkap ikan Selar (Selar spp). Bahan pembuat untuk alat tangkap jaring sindo adalah untuk senar nomor 30. Dengan panjang100 m, tinggi 7 m dan ukuran meshsize 1,5 inci. Konstruksi unit penangkapan alat tangkap jaring insang hanyut dapat dilihat pada Gambar 27. Nelayan jaring sindo menggunakan perahu yang berjenis kayu jati sebagai sarana angkutan menuju fishing ground yang terdapat di Ujung pangkah dan Madura dan kembali ke fishing base beserta hasil tangkapan. Tenaga penggerak yang digunakan berupa mesin motor tempel berkekuatan 5 PK. Kapal yang digunakan memiliki dimensi panjang (L) 5 m, lebar (B) 1,5 m, dan dalam (D) 60 cm. Bahan bakar yang digunakan dalam pengoperasian adalah solar. Dalam satu kali pengoperasian, dimana biasanya melakukan sistem One Day Fishing, memerlukan solar sebanyak kurang lebih 35 liter.
76
Sumber : Hasil wawancara nelayan, 2010
Gambar 27 Unit penangkapan alat tangkap jaring insang hanyut. Kegiatan pengoperasian jaring insang hanyut dimulai dengan persiapan perbekalan dan pemberangkatan menuju fishing ground pada pukul 08.00 WIB. Perjalanan menuju fishing ground selama 1 jam. Ketika telah tiba di fishing ground, nelayan melakukan persiapan setting pada saat sudah terlihat tanda-tanda keberadaan ikan. Persiapan yang dilakukan yaitu dengan menurunkan jaring ditempat ikan berada selama 30 menit. Kemudian setelah jaring terbentuk lurus kemudian jaring didiamkan selamam 15 menit dan kemudian ditarik kembali dengan waktu yang dibutuhkan sebanyak 30 menit. Dalam sekali operasi, biasanya jaring sindo diturunkan tidak tentu berapa kali. Hasil tangkapan disimpan di dalam tong penyimpanan. Kegiatan operasional akan berakhir pada pukul 11.00 WIB dan nelayan bersiap kembali ke fishing base. Hasil tangkapan di daratkan dan di jual di TPI PPN Brondong. Musim puncak produksi terjadi di bulan April hingga Agustus. Musim paceklik terjadi di bulan Januari hingga Februari.
77
6.9 Analisis SWOT Analisis SWOT dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui strategi utama yang dapat diterapkan oleh Kabupaten Lamongan untuk melakukan suatu pengembangan yang lebih baik. Analisis SWOT juga digunakan untuk menghasilkan sebuah perencanaan yang dapat meningkatkan kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap perekonomian Kabupaten Lamongan. Hasil analisis SWOT yang telah diperhitungkan faktor internal dan yang memiliki faktor eksternal yang terdapat di Kabupaten Lamongan nantinya dapat menghasilkan sebuah strategi pengembangan yang efektif. Dalam melakukan analisis SWOT, hal pertama yang harus dilakukan adalah melakukan analisis terhadap faktor internal dan eksternal yang dihadapi. Komponen-komponen yang mempengaruhi dalam analisis SWOT adalah kekuatan (Strenght), kelemahan (Weakness), peluang (Opportunity), dan ancaman (Threaths). Berikut ini akan dijabarkan hasil identifikasi terhadap komponenkomponen analisis SWOT yang ada di Kabupaten Lamongan. 6.9.1 Identifikasi unsur SWOT subsektor perikanan tangkap 1) Kekuatan (Strenght) S1) Memiliki Potensi Sumberdaya Laut yang Cukup Besar Letak kabupaten yang berada di Perairan Utara Laut Jawa yang memiliki potensi sumberdaya ikan yang cukup besar. Produksi hasil tangkapan ikan dari data 2009 sebanyak 95.545,91 ton yang merupakan produksi terbesar di Jawa Timur. Potensi yang dimiliki pun masih sangat besar, namun hal ini belum dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat nelayan setempat. Dengan potensi yang cukup besar akan sangat menguntungkan apabila dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien. S2) Jumlah Kesempatan Kerja yang Cukup Besar di Subsektor Perikanan Tangkap Subsektor perikanan tangkap Kabupaten Lamongan mampu menciptakan kesempatan kerja untuk memenuhi kebutuhan pasar di dalam maupun di luar wilayah Kabupaten Lamongan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Location
78
Quetient (LQ) tenaga kerja yang lebih dari satu yang berarti kebutuhhan tenaga kerja di subsektor perikanan tangkap sudah terpenuhi dan dapat mengekspor tenaga kerja ke luar daerah. Jumlah kesempatan kerja pada subsektor perikanan tangkap yang cukup besar menjadi kekuatan dalam pengembangan subsektor perikanan tangkap, karena dengan kesempatan kerja tersebut, akan membuka peluang masyarakat Kabupaten Lamongan untuk bekerja di subsektor perikanan tangkap. Penambahan tenaga kerja nantinya diharapkan akan memberikan dampak positif bagi pengembangan subsektor perikanan tangkap, dan dapat lebih meningkatkan kontribusi dari subsektor perikanan tangkap terhadap PDRB Kabupaten Lamongan. Banyaknya jumlah tenaga kerja di subsektor perikanan tangkap tentunya harus pula didukung oleh pengetahuan, skill atau keahlian yang dimiliki, maka diperlukan berbagai upaya agar kinerja para pekerja tersebut dapat menjadi lebih baik, salah satunya dengan memberikan pelatihan keterampilan kepada para tenaga kerja di bidang perikanan tangkap. S3) Terdapatnya Hasil Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan Hasil komoditas perikanan tangkap di Kabupaten Lamongan beberapa diantaranya adalah komoditas unggulan, dimana komoditas tersebut mempunyai kontribusi yang besar terhadap pendapatan di subsektor perikanan tangkap. Ikanikan yang termasuk komoditas unggulan adalah ikan Manyung (kelas Demersal) dengan nilai LQ sebesar 18, ikan Ekor Kuning (kelas Demersal) dengan nilai LQ sebesar 18, ikan Cucut (kelas Pelagis Besar) dengan nilai LQ sebesar 18, ikan Pari (kelas Demersal) dengan nilai LQ sebesar 18, ikan Layang (kelas Pelagis kecil) dengan nilai LQ sebesar 17 dan ikan Selar (kelas Pelagis kecil) dengan nilai LQ sebesar 16. S4) Daya Beli Masyarakat Kabupaten Lamongan yang Tinggi Tingkat daya beli masyarakat yang tinggi dapat diindikasikan dengan tingginya konsumsi ikan masyarakat Kabupaten Lamongan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lamongan, konsumsi ikan per kapita masyarakat Kabupaten Lamongan pada Tahun 2008
79
adalah 55 kg per kapita per tahun. Padahal sebelumnya Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lamongan menargetkan konsumsi ikan per kapita adalah sebesar 50 kg per kapita per tahun, namun keadaan real yang diperoleh di akhir Tahun 2007 adalah sebesar 55 kg per kapita per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa daya beli masyarakat Kabupaten Lamongan terhadap produk perikanan tinggi. S5) Masih Besarnya Peluang terhadap Pemanfaatan Potensi Sumberdaya Laut Berdasarkan Visi Misi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lamongan terutama Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Brondong, sebagai basis usaha perikanan tangkap di Jawa Timur yang kokoh, mandiri dan lestari pada tahun 2014, produksi hasil tangkapan
ikan dari data 2009 sebanyak
95.545,91 ton yang merupakan produksi terbesar di Jawa Timur. Hal ini menggambarkan bahwa sampai saat ini potensi sumberdaya laut di Kabupaten Lamongan masih sangat banyak . Sehingga, sebenarnya masih sangat besar peluang untuk memanfaatkan sumberdaya perikanan laut di Kabupaten Lamongan. S6)
Kontribusi Perikanan Tangkap Relatif Besar terhadap PDRB Kabupaten Lamongan Kontribusi subsektor perikanan tangkap Kabupaten Lamongan terhadap
perekonomian Kabupaten Lamongan relatif besar. Hal ini dapat dilihat dari persentase kontribusi nilai PDRB subsektor perikanan tangkap yang besar dari Tahun 2003-2008, yaitu Tahun 2003 memberikan kontribusi sebesar 4,74%, Tahun 2004 memeberikan kontribusi sebesar 3,97%, Tahun 2005 memberikan kontribusi sebesar 3,337, Tahun 2006 memberikan kontribusi sebesar 3,74%, Tahun 2007 memberikan kontribusi sebesar 3,79% dan Tahun 2008 memberikan kontribusi sebesar 4,62%. Dikatakan besar karena dilihat dari kontribusi perikanan secara umum untuk PDRB Kabupaten Lamongan, persentase perikanan tangkap memiliki nilai persentase sebesar setengah dari nilai persentase perikanan secara umum. Pada tahun 2003, nilai kontribusi perikanan sebesar 8,21%, tahun 2004
80
nilai kontribusi perikanan sebesar 6,93%, tahun 2005 nilai kontribusi perikanan sebesar 6,74%, tahun 2006 nilai kontribusi perikanan sebesar 6,37%, tahun 2007 nilai kontribusi perikanan sebesar 6,41% dan tahun 2008 nilai kontribusi perikanan sebesar 6,79%. 2) Kelemahan (Weakness) W1) Keterbatasan Sarana dan Prasarana Sarana perikanan tangkap seperti kapal motor, motor tempel, dan alat-alat penangkapannya masih sangat terbatas teknologinya. Nelayan umumnya menangkap pada perairan yang tidak begitu jauh dari tempat konsentrasi nelayan, dimana tempat biasanya para nelayan melabuhkan perahunya. Hal ini dilakukan karena kekuatan perahu maupun kapal motor mereka tidak memungkinkan untuk melakukan operasi penangkapan ikan di lautan lepas. Alat penangkapan ikannya pun belum dikatakan modern, sehingga bisa mempengaruhi hasil produksi perikanan yang dapat ditangkap. Prasarana seperti halnya TPI, dermaga, pabrik es walaupun sudah ada namun belum dapat dikatakan baik. Penggunaan sarana dan prasarana dalam melakukan penangkapan ikan dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas komoditas hasil tangkapan. W2) Kualitas Sumberdaya Manusia yang Rendah Masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia dapat dilihat dari banyaknya masyarakat nelayan di Kabupaten Lamongan yang berpendidikan tamatan SD. Hal ini dikarenakan adanya anggapan bahwa menjadi nelayan tidak perlu pendidikan yang tinggi, tapi hanya cukup pengalaman saja. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia menyebabkan masyarakat nelayan di Kabupaten Lamongan masih menggunakan alat-alat penangkapan ikan yang tradisional, sehingga hasil tangkapan yang diperoleh masih kurang optimal. W3) Konflik Fishing Ground Antar Nelayan Konflik antar nelayan sering terjadi apabila ada nelayan yang memasuki daerah perairan lain yang bukan wilayahnya. Jadi, nelayan di Kabupaten Lamongan hanya boleh melakukan penangkapan ikan di wilayahnya saja.
81
Contohnya, nelayan asal kampung Warulo hanya boleh melakukan penangkapan ikan di wilayah perairan sekitar Laut Lamongan, tidak boleh memasuki wilayah perairan orang lain, contohnya tidak boleh memasuki wilayah perairan kampung Sidokumpul. 3) Peluang (Opportunityi) O1) Berada pada Jalur Perdagangan Internasional Posisi yang strategis dan sentral menempatkan Kabupaten Lamongan sebagai jalur peedagangan internasional. Hal ini juga didukung oleh penyediaan sarana akomodasi dan transportasi dalam usaha meningkatkan distribusi arus barang yang masuk dan keluar dari dan ke Kabupaten Lamongan sebagai kegiatan ekspor dan impor. Ketersediaan sumberdaya alam pada kedalaman laut sangat baik sebagai sarana kegiatan pelabuhan bagi kapal-kapal yang masuk dengan bobot yang tinggi. O2) Tingkat Permintaan dari Luar terhadap Produk Perikanan yang Tinggi Laju pertumbuhan penduduk dunia yang tinggi dan meningkatnya kesadaran manusia akan arti penting produk perikanan bagi kesehatan dan kecerdasan manusia, diyakini akan meningkatkan permintaan terhadap produk perikanan di masa mendatang. Tata guna lahan di daratan yang semakin menyempit dikarenakan pembangunan dan pengembangan kegiatan ekonomi lainnya akan memperkecil penggunaan lahan untuk kegiatan pertanian. Dengan demikian, pasokan bahan pangan dari sektor pertanian semakin kecil dengan berkurangnya lahan produksi. Produk perikanan menjadi alternatif bagi penyediaan sumber bahan pangan sebagai pengganti produk pertanian. Tingkat permintaan perikanan dipengaruhi pula oleh pola konsumsi masyarakat yang mengarah pada konsumsi berimbang. Hal ini sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan dan pendidikan masyarakat yang semakin baik. Dengan pola pangan yang berimbang, maka konsumsi protein hewani akan semakin besar, khususnya dari ikan. Data pemasaran atau distribusi ikan dari PPN Brondong ke luar daerah dapat di lihat pada Tabel 33 berikut ini.
82
Tabel 33
Pemasaran atau distribusi ikan dari PPN Brondong Kabupaten Lamongan ke luar daerah No Tujuan Volume (ton) Persentase 7.473,903 13,30 1 Jawa Timur 37.481,903 66,70 2 Jawa Tengah 3.765.049 6,70 3 Jawa Barat 5.001,335 8,90 4 Jakarta 2.472,569 4,40 5 Bali 56.194,74 100,00 Jumlah Sumber : Brosur PPN Brondong, 2009 O3) Komoditas Perikanan Tangkap Memiliki Prospek Cerah untuk Ekspor Komoditas perikanan tangkap memiliki prospek yang cerah untuk ekspor. Hal ini disebabkan karena adanya kecenderungan permintaan produk perikanan luar negeri yang semakin meningkat. Peningkatan permintaan terhadap produk perikanan ini terlihat dari tingkat konsumsi ikan di dunia yang juga semakin meningkat. Terjadinya peningkatan konsumsi ikan tersebut dikarenakan adanya peningkatan dari penduduk dunia, peningkatan pendapatan, peningkatan daya beli masyarakat dunia, dan adanya kesadaran akan pentingnya mengkonsumsi protein hewani seperti ikan. 4) Ancaman (Threats) T1) Konflik Penggunaan Ruang (Wilayah) Antar Sektor/Subsektor Konflik penggunaan ruang di kawasan pesisir dan lautan secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap keberadaan dan kelangsungan kegiatan di subsektor perikanan tangkap. Tata ruang untuk kawasan diperlukan karena sebagai acuan bagi seluruh pelaku ekonomi yang berkepentingan dalam melakukan kegiatan masing-masing. Salah satu bukti terjadinya konflik penggunaan ruang di Kabupaten Lamongan adalah terdapat satu lokasi wilayah pesisir yang dimanfaatkan untuk tiga kegiatan ekonomi sekaligus, yaitu sektor perikanan dan sektor pariwisata, di Kecamatan Brondong, Kecamatan Paciran. Perairan di sekitar Kecamatan Brondong merupakan pusat perikanan tangkap, yaitu terdapat PPN Brondong yang merupakan pusat perikanan di Jawa Timur dan bayak terdapat perusahaanperusahaan di sepanjang perairan Kabupaten Lamongan, diantaranya PT.
83
Lamongan Integrated Shorebase, PT. DOK Pantai Lamongan, PT. Lamongan Marine Industri, pelabuhan ASDP dan masih banyak perusahaan-perusahaan lainnya. Saat ini, tepat disebelah Kecamatan Brondong, yaitu Kecamatan Paciran terdapat sektor pariwisata yang menjadi pusat wariwisata di Jawa Timur yaitu Wisata Bahari Lamongan (WBL). Di samping itu, Kecamtan Warulo juga masih berfungsi sebagai kawasan pemukiman nelayan. Sehingga, hal ini dapat mengakibatkan terjadinya benturan karena perbedaan kepentingan yang dimilki oleh masing-masing sektor. Contohnya adalah nelayan mempunyai kepentingan untuk memanfaatkan berbagai jenis ikan karang di lokasi tersebut. Sedangkan pengelola sektor pariwisata melindungi bahkan tidak akan memanfaatkan berbagai jenis ikan karang tersebut, karena sebagai daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung ke lokasi wisata tersebut. T2) Penggunaan Alat Tangkap yang Tidak Ramah Lingkungan dan Ilegal Fishing Alat tangkap yang paling mendominasi di perairan Kabupaten Lamongan adalah alat tangkap payang. Para nelayan di Kabupaten Lamongan menggunakan alat tangkap payang yang dimodifikasi menjadi trawl kecil karena cara pengoperasiannya
ditarik
walaupun
hanya
sebentar.
Karena
cara
pengoperasiannya yang ditarik, maka alat tangkap tersebut tetap disebut trawl dengan ukuran yang kecil. Alat tangkap trawl dilarang penggunaanya oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan dikarenakan alat tangkap tersebut merusak terumbu karang yang ada di periran dasar dan banyak hasil tangkapan sampingan yang dibuang dan tidak terpakai, sehingga menimbulkan perairan yang buruk. Penangkapan ikan menggunakan alat tangkap yang dilarang merupakan ilegal fishing. T3) Harga Suku Cadang Untuk Unit Penangkapan Ikan yang Cukup Tinggi Harga suku cadang yang cukup tinggi dapat menjadi hambatan bagi nelayan Kabupaten Lamongan. Hal ini dapat berpengaruh ketika nelayan akan melakukan perbaikan terhadap sarana penangkapannya, seperti alat tangkap dan kapal. Sebagian besar nelayan juga perlu membeli suku cadang dari luar
84
Kabupaten Lamongan, dikarenakan harga suku cadang di Kabupaten Lamongan yang lebih mahal. T4) Persaingan Pasar dengan Daerah Lain Persaingan pasar Kabupaten Lamongan terjadi pada komoditas perikanan tangkap yang juga diproduksi oleh daerah lain. Jika suatu komoditas juga diproduksi di daerah lain, maka akan terjadi persaingan dalam penjualan komoditas, hal ini akan menyebabkan turunnya nilai jual komoditas tersebut, dan akan menjadi ancaman pada perkembangan subsektor perikanan tangkap Kabupaten Lamongan. 6.9.2 Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) Setelah melakukan pengamatan terhadap lingkungan internal dan mengidentifikasi faktor-faktor strategi tersebut diringkaskan dalam sebuah matriks. Matriks ini disebut matriks Internal Factor Evaluation (IFE). Matriks IFE juga dikenal dengan istilah IFAS (Internal Strategic Factor Analysis Summary). Matriks IFE merupakan alat perumusan strategi yang meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam berbagai fungsional dari suatu wilayah. Matriks IFE Kabupaten Lamongan disajikan pada Tabel 34. Berdasarkan matriks tersebut diperoleh faktor strategi internal yang memiliki nilai bobot total tertinggi adalah faktor terdapat komoditas hasil tangkapan unggulan dengan nilai 2,244 poin. Faktor dengan nilai bobot total terendah adalah faktor konflik penggunaan ruang (wilayah) antar nelayan dengan nilai 1,053 poin. Nilai rata-rata bobot total adalah 14,922, hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Lamongan berada di atas rata-rata untuk menggunakan kekuatan internalnya dan mampu menangani kelemahan yang terjadi di dalam Kabupaten Lamongan.
85
Tabel 34 Matriks IFE Kabupaten Lamongan Bobot
Nilai
Nilai yang di bobot
Faktor Strategi Internal Kekuatan A. Memiliki potensi sumberdaya laut yang cukup besar B. Jumlah kesempatan kerja yang cukup besar di subsektor perikanan tangkap
0,543
4
2,172
0,540
3
1,621
0,561
4
2,244
0,396
3
1,188
0,513
4
2,050
0,493
4
1,972
G. Keterbatasan sarana dan prasarana
0,682
2
1,364
H. Kualitas SDM yang rendah
0,629
2
1,258
I. Konflik fishing ground antar nelayan
0,526
2
1,053
C. Terdapat komoditas hasil tangkapan unggulan D. Daya beli masyarakat Kabupaten Lamongan yang tinggi E. Masih besarnya peluang terhadap pemanfaatan potensi sumberdaya laut F. Kontribusi perkanan tangkap relatif besar terhadap PDRB Kabupaten Lamongan Kelemahan
TOTAL
14,922
Sumber : Data Diolah, 2010 6.9.3 Matriks EFE (External Factor Evaluation) Matriks External Factor Evaluation (EFE) dikenal juga dengan nama matriks Eksternal Strategic Factor Analysis Summary (EFAS). Matriks EFE merupakan alat untuk mengukur seberapa baik manajemen (rating) menanggapi faktor tertentu dalam hal tingkat pentingnya bobot faktor tersebut bagi suatu wilayah. Dengan demikian, matriks ini membantu mengorganisir faktor-faktor strategi eksternal ke dalam kategori-kategori peluang dan ancaman. Kondisi faktor-faktor eksternal Kabupaten Lamongan dilihat dari aspek peluang dan ancaman yang dihadapinya ditampilkan pada Tabel 35. Berdasarkan matriks EFE tersebut diperoleh jumlah nilai yang dibobot adalah sebesar 11,86. Nilai tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten Lamongan tepat berada pada nilai rata-rata dalam usahanya untuk menjalankan strategi yang memanfaatkan peluang.
86
Tabel 35 Matriks EFE Kabupaten Lamongan Bobot
Nilai
Nilai yang di bobot
0,538
3
1,615
0,620
4
2,480
0,584
4
2,335
0,638
2
1,276
0,556
1
0,556
0,745
2
1,490
G. Pengaruh dari era globalisasi
0,530
1
0,530
H. Persaingan pasar dengan daerah lain
0,790
2
1,579
Faktor Strategi Eksternal Peluang A. Berada pada jalur perdagangan dunia B. Tingkat perimintaan dari luar terhadap produk perikanan yang tinggi C. Komoditas perikanan tangkap memiliki prospek cerah untuk ekspor Ancaman D.Konflik penggunaan ruang (wilayah) antar sektor/subsektor E. Penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan dan illegal fishing F. Harga suku cadang untuk unit penangkapan ikan yang cukup tinggi
TOTAL
11,86
Sumber : Data Diolah 2010. Dari hasil analisis pada matriks IFE dan EFE, kemudian dilihat posisi kuadran dari strategi pengembangan subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Lamongan dalam diagram analisis SWOT (Gambar 29). Posisi kuadran tersebut diperoleh dengan menghitung selisih total nilai yang dibobot kekuatan dan kelemahan yang dijadikan titik pada sumbu horizontal, dan selisih total nilai yang dibobot peluang dan ancaman yang dijadikan titik sumbu vertikal. Berdasarkan hasil perhitungan selisih tersebut, telah diperoleh ordinat (7,57; 0,98) yang terletak pada kuadran I. Posisi kuadran I mengindikasikan bahwa strategi pengembangan subsektor perikanan tangkap di Kota Sabang memiliki kekuatan dan peluang yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung kebijakan pengembangan secara agresif.
87
Berbagai Peluang
(7,57; 0,98) Kelemahan Internal
Kekuatan Internal
Berbagai Ancaman Gambar 28 Diagram analisis SWOT pengembangan subsektor perikanan tangkap Kabupaten Lamongan. 6.9.4 Matriks SWOT Penetapan alternatif strategi pengembangan subsektor perikanan tangkap Kabupaten Lamongan dapat dilakukan setelah dilakukan analisis terhadap faktorfaktor internal dan eksternal yang dihadapi oleh subsektor perikanan tangkap Kabupaten Lamongan. Alternatif strategi pengembangan subsektor tersebut dirangkum dalam matriks SWOT yang merupakan kombinasi dari sratetgi SO (Strenght-Opportunities), WO (Weakness-Opportunities), ST (Strenght-Threats), WT (Weakness-Threats) seperti yang tertuang pada Tabel 38. Masing-masing strategi tersebut adalah : 1)
Strategi SO Strategi SO yang dirumuskan adalah sebagai berikut : a)
Melakukan pengembangan pada subsektor perikanan tangkap secara terpadu dan berkelanjutan dengan memanfaatkan potensi sumber daya ikan yang cukup besar, kesempatan kerja yang banyak, daya beli masyarakat yang cukup tinggi, dukungan dari pemerintah daerah serta organisasi masyarakat setempat, guna memenuhi kebutuhan konsumsi domestik dan luar negeri serta meningkatkan pendapatan wilayah.
b)
Memberikan kemudahan akses, sarana serta prasarana bagi masyarakat
setempat
sehingga
dapat
membuka
dan
88
mengembangkan usaha baru di bidang perikanan tangkap guna memanfaatkan peluang yang besar di pasar luar negeri. c)
Meningkatkan sarana dan prasarana agar para nelayan dapat dengan mudah menangkap komoditas unggulan yang menjadi target utama pemasaran terutama untuk tujuan ekspor.
2)
Strategi WO Strategi WO yang dirumuskan adalah sebagai berikut : a)
Membangun sarana dan prasarana perikanan tangkap baik dari segi kualitas maupun kuantitas dengan mengundang investor dari luar untuk menanamkan modalnya, guna meningkatkan produksi perikanan tangkap, pendapatan daerah, pendapatan nelayan dan memenuhi permintaan luar negeri.
b)
Mempercepat pembangunan perluasan pelabuhan agar proses pendaratan dan segalanya berjalan dengan lancar dan baik serta mempercepat peningkatan status pelabuhan dari PPN menjadi PPS.
3)
Strategi ST Strategi ST yang dirumuskan adalah sebagai berikut : a)
Melakukan pengembangan pada produk perikanan tangkap sebagai langkah untuk dapat bersaing dengan pasar luar negeri.
b)
Penegakan hukum yang tegas bagi yang melanggar hukum, mengatur jalur pelayaran, serta mengatur tata ruang wilayah agar tidak terjadi konflik antar pihak-pihak yang terkait dengan perikanan tangkap di Kabupaten Lamongan.
4)
Strategi WT Strategi WT yang dirimuskan adalah sebagai berikut : 1. Membangun sarana dan prasarana perikanan tangkap, melakukan pelatihan dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia, serta meningkatkan teknologi penangkapan yang digunakan, guna dapat
89
bersaing dengan pasar luar dan dapat memberikan kontribusi yang lebih besar bagi pendapatan wilayah. Tabel 36 Matriks SWOT strategi pengembangan subsektor perikanan tangkap Kabupaten Lamongan Internal
Eksternal
Peluang (Opportunities) O O1 (Berada pada jalur perdagangan dunia) O2 (Tingkat permintaan dari luar terhadap produk perikanan yang tinggi) O3 (Komoditas perikanan tangkap memiliki prospek cerah untuk ekspor)
Kekuatan (Strengh) S Kelemahan (Weakness) W S1 (Memiliki potensi sumberdaya W7 (Keterbatasan sarana dan laut yang cukup besar) prasarana) S2 (Jumlah kesempatan kerja W8 (Kualitas SDM yang yang cukup besar di sbusektor rendah) perikanan tangkap) W9 (Konflik fishing ground S3 (Terdapat komoditas hasil antar nelayan) tangkapan unggulan) S4 (Daya beli masyarakat Kabupaten Lamongan yang tinggi) S5 (Masih besarnya peluang terhadap pemanfaatan potensi sumberdaya laut) S6 (Kontribusi perikanan tangkap relatife besar terhadap PDRB Kabupaten Lamongan) 1. Melakukan pengembangan 1. Membangun sarana dan pada subsektor perikanan prasarana perikanan tangkap tangkap secara terpadu dan baik dari segi kualitas berkelanjutan dengan maupun kuantitas dengan memanfaatkan potensi sumber mengundang investor dari daya ikan yang cukup besar, luar untuk menanamkan kesempatan kerja yang modalnya, guna banyak, daya beli masyarakat meningkatkan produksi yang cukup tinggi, dukungan perikanan tangkap, dari pemerintah daerah serta pendapatan daerah, organisasi masyarakat pendapatan nelayan dan setempat, guna memenuhi memenuhi permintaan luar kebutuhan konsumsi domestik negeri. dan luar negeri serta 2. Mempercepat pembangunan meningkatkan pendapatan perluasan pelabuhan agar wilayah. proses pendaratan dan 2. Memberikan kemudahan akses, segalanya berjalan dengan sarana serta prasarana bagi lancar dan baik serta masyarakat setempat sehingga mempercepat peningkatan dapat membuka dan status pelabuhan dari PPN mengembangkan usaha baru di menjadi PPS. bidang perikanan tangkap guna memanfaatkan peluang yang besar di pasar luar negeri. 3.Meningkatkan sarana dan prasarana agar para nelayan dapat dengan mudah menangkap komoditas unggulan yang menjadi target utama pemasaran terutama untuk tujuan ekspor.
90
Lanjutan Tabel 36 Ancaman (Threst) T T4 (Konflik penggunanaan ruang antar sektor/subsektor) T5 (Harga suku cadang untuk unit penangkapan ikan yang cukup tinggi) T6 (Pengaruh dari era globalisasi) T7 (Persaingan pasar dengan daerah lain)
1. Melakukan pengembangan pada produk perikanan tangkap sebagai langkah untuk dapat bersaing dengan pasar luar negeri. 2. Penegakan hukum yang tegas bagi yang melanggar hukum, mengatur jalur pelayaran, serta mengatur tata ruang wilayah agar tidak terjadi konflik antar pihakpihak yang terkait dengan perikanan tangkap di Kabupaten Lamongan
1. Membangun sarana dan
prasarana perikanan tangkap, melakukan pelatihan dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia, serta meningkatkan teknologi penangkapan yang digunakan, guna dapat bersaing dengan pasar luar dan dapat memberikan kontribusi yang lebih besar bagi pendapatan wilayah.
Sumber : Data Diolah, 2010 6.9.5 Perumusan strategi utama Alternatif strategi yang telah ditentukan selanjutnya melalui perangkingan ditentukan 3 strategi utama yang diprioritaskan untuk pengembangan subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Lamongan. Strategi utama atau grand strategy dirumuskan dengan cara memilih prioritas strategi yang paling cocok dengan kondisi internal dan eksternal Kabupaten Lamongan berdasarkan tingkat kepentingannya (perangkingan). Hasil perangkingan dapat dilihat pada Tabel 37 Tabel 37 No.
Alternatif Strategi
1
SO1
2
SO2
3
SO3
4
WO1
5
WO2
6
ST 1
7
ST 2
8
WT1
Perankingan alternatif strategi pengembangan subsektor perikanan tangkap Kabupaten Lamongan, Tahun 2009 Unsur-unsur yang terkait S1, S2, S3, S4, S6, O1, O2, O3 S1, S2, S3, S5, O1, O2, O3 S1, S3, S5, O1, O2, O3 W7, W8, W9, O1, O2 W7, W8, O1, O2, O3 S1, S4, S5, S6, T6,T7 S2, S5, T4, T7 W7, W8, W9, T4, T7
Sumber : Data Diolah, 2010
Jumlah Pembobotan
Skor
Ranking
15,627
1
14,517
2
12,896
3
1,364+1,258+1,053+1,615+2,480
7,77
5
1,364+1,258+2,480+2,335
7,464
7
9,509
4
7,509
6
6,557
8
2,172+1,621+2,244+1,188+1,972+ 1,615+2,480+2,335 2,172+1,621+2,244+2,050+ 1,615+2,480+2,335 2,172+2,244+2,050+ 1,615+2,480+2,335
2,172+1,188+2,050+1,972+ 0,530+1,579 2,172+2,050+1,276+1,579 1,364+1,258+1,053+1,276+1,579
91
Berdasarkan Tabel 37, dapat diketahui 3 strategi utama pengembangan subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Lamongan, yaitu 1) Melakukan pengembangan
pada
subsektor
perikanan
tangkap
secara
terpadu
dan
berkelanjutan dengan memanfaatkan potensi sumber daya ikan yang cukup besar, kesempatan kerja yang banyak, daya beli masyarakat yang cukup tinggi, dukungan dari pemerintah daerah serta organisasi masyarakat setempat, guna memenuhi kebutuhan konsumsi domestik dan luar negeri serta meningkatkan pendapatan wilayah, 2) Memberikan kemudahan akses, sarana serta prasarana bagi masyarakat setempat sehingga dapat membuka dan mengembangkan usaha baru di bidang perikanan tangkap guna memanfaatkan peluang yang besar di pasar luar negeri, dan 3) Meningkatkan sarana dan prasarana agar para nelayan dapat dengan mudah menangkap komoditas unggulan yang menjadi target utama pemasaran terutama untuk tujuan ekspor.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 1) Selama periode 2003-2008, subsektor perikanan tangkap Kabupaten Lamongan memberikan kontribusi yang relatife besar terhadap PDRB Kabupaten Lamongan, yaitu dengan rata-rata 4,04 % per tahun dari total kontribusi perikanan secara umum sebesar 6,91%. Kontribusi tenaga kerja subsektor perikanan tangkap terhadap jumlah total penduduk Kabupaten Lamongan juga kecil, yaitu sebanyak 22,917 orang dari jumlah total penduduk Kabupaten Lamongan pada Tahun 2008. 2) Hasil dari analisis LQ menunjukkan bahwa peranan subsektor perikanan tangkap merupakan sektor basis, karena memiliki nilai LQ>1 berdasarkan indikator PDRB dan tenaga kerja. 3) Komoditas unggulan yang terdapat di Kabupaten Lamongan adalah : ikan Manyung (kelas demersal); ikan ekor kuning (kelas demersal), ikan pari (kelas demersal), ikan cucut (kelas pelagis besar), ikan layang (ikan pelagis kecil) dan ikan selar (kelas pelagis kecil). 4) Kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap Kabupaten Lamongan untuk
Tahun
2012-2013
berkisar
antara
Rp.263.171.000.000–
Rp.271.919.000.000. 5) Pemilihan alternatif strategi yang diprioritaskan untuk pengembangan subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Lamongan adalah : a.) Melakukan pengembangan pada subsektor perikanan tangkap secara terpadu dan berkelanjutan dengan memanfaatkan potensi sumber daya ikan yang cukup besar, kesempatan kerja yang banyak, daya beli masyarakat yang cukup tinggi, dukungan dari pemerintah daerah serta organisasi masyarakat setempat, guna memenuhi kebutuhan konsumsi domestik dan luar negeri serta meningkatkan pendapatan wilayah. b.) Memberikan kemudahan akses, sarana serta prasarana bagi masyarakat setempat sehingga dapat membuka dan mengembangkan usaha baru di bidang perikanan tangkap guna memanfaatkan peluang yang besar di pasar luar negeri.
93
c.) Meningkatkan sarana dan prasarana agar para nelayan dapat dengan mudah menangkap komoditas unggulan yang menjadi target utama pemasaran terutama untuk tujuan ekspor.
7.2 Saran 1) Subsektor perikanan tangkap hendaknya tetap menjadi prioritas dalam pembangunan wilayah Kabupaten Lamongan 2) Komoditas unggulan yang telah ditentukan dari hasil perhitungan nilai LQ, dapat terus dikembangkan dan diharapkan dapat ditingkatkan jumlah produktivitasnya sehingga dapat menambah pendapatan daerah. 3) Meningkatkan sarana dan parasarana yang terdapat di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong agar mempermudah nelayan dalam pengoperasian dan penanganan hasil tangkapan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2009a.http://arusinstitute.com/ [31 Januari 2010] .2009b.http://www.lamongan.go.id/ [31 Januari 2010] .2009c.http://wisatalamongan.com / [10 Juni 2010] .2008a.http://mediadata.co.id/Multi-Client-Studies/MCS-IndonesianEdition/KINERJA-EKSPOR-SEKTOR-PERIKANAN-INDONESIA.html [21 Desember 2008] .2008b.http://www.slideshare.net/DadangSolihin/perencanaanpembangunan-daerah-konsep-strategi-tahapan-dan-proses/. [21 Desember 2008] Anwar A. 2005. Ketimpangan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan. P4Wpress. Bogor. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. Standar Nasional Indonesia Bentuk Baku Konstruksi Jaring Insang Permukaan Multifilament. SNI 01-72182006. Jakarta: BSN. . 2006. Standar Nasional Indonesia Bentuk Baku Konstruksi Jaring Tiga Lapis (Trammel Net). SNI 01-7237-2006. Jakarta: BSN. . 2005. Standar Nasional Indonesia Bentuk Baku Konstruksi Pukat Kantong Payang Berbadan Jaring Panjang. SNI 01-7090-2005. Jakarta: BSN. Budiharsono S. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Jakarta: PT. Pradnya Paramitha. Departemen Dalam Negeri dan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Laut. 1998. Penyusunan Kebujakan Pengelolaan Wilayah Pesisir. Laporan Akhir. Kerjasama Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah. Departemen Dalam Negeri dengan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Laut. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Dinas Kelautan dan Perikanan. 2006. Statistik Kelautan dan Perikanan Tahun 2005. Jakarta. Irawan E K. 2009. Peranan Subsektor Perikanan Tangkap terhadap Pembangunan Wilayah dan Komoditas Unggulan yang Dapat Dikembangkan di Kota Sabang. Skripsi. IPB. Bogor.
95
Fauzi A. 2005. Kebijakan Perikanan dan Kelautan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Glasson J. 1977. Pengantar Perencanaan Regional. Sitohang P. Penerjemah. Di dalam Budiharsono S. 2005. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Jakarta : PT. Pradnya Paramitha. Hendayana R. 2003. Aplikasi Metode Location Quetient (LQ) dalam Penentuan Komoditas Unggulan Nasional. Informatika Pertanian. Kadariah. 1985. Ekonomi Perencanaan. Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia. Jakarta. 79 hal. Kinner TL dan Taylor. 1991. Marketing Research, An Applied Approach, 4th ed. USA: Mc Graw Hill. Larasati B. 2007. Kontribusi Perikanan Tangkapa Terhadap Pertumbuhan Ekonomi wilayah Kabupaten Garut, Jawa barat. Bogor. IPB, FPIK. Monintja DR. 1989. Perikanan Tangkap Indonesia : Suatu Pengantar. Bogor. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Nomura. 1978. Trollimg Line, driving board type dan cara operasinya. Jakarta. Rangkuti F. 1997. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Singarimbun M dan S Effendi. 1989. Metode Penelitian Survai Edisi Revisi. LP3ES. Jakarta. 336 hal. Statistik Kelautan dan Perikanan Tahun 2005. Dinas Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Subani W, H.R Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia (Fishing Gears For Marine Fish and Shrimp in Indonesia). Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50 Syafaat N dan Supena. 2000. Analisis Dampak Krisis Ekonomi terhadap Kesempatan Kerja dan Identifikasi Komoditas Andalan Sektor Pertanian di Wilayah Sulawesi : Pendekatan Input Output. Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Vol. XL VIII No. 4.
LAMPIRAN
97
Lampiran 1. Peta Kabupaten Lamongan
Sumber : www.lamongan.com
98
Lampiran 2 Peta fishing ground Kabupaten Lamongan
Sumber : Statistik kelautan dan perikanan, 2005
99
Lampiran 3. Hasil Wawancara Responden 1 Strategi Internal Penilaian Bobot Faktor Strategi Internal Kekuatan Faktor Strategi Internal
A
B
C
Kelemahan
D
E
F
G
H
I
J
Total
Bobot
Kekuatan A. Memiliki potensi sumberdaya laut yang cukup besar
2
2
3
2
2
1
2
1
-
15
0,104
2
3
2
2
2
1
1
-
15
0,104
3
2
2
1
2
1
-
15
0,104
2
2
1
1
1
-
10
0,069
2
1
2
2
-
15
0,104
3
3
2
-
18
0,125
2
3
-
20
0.139
1
-
16
0,111
-
20
0,139
-
-
144
1,000
B. Jumlah kesempatan kerja yang cukup besar di subsektor perikanan tangkap
2
C. Terdapat komoditas hasil tangkapan unggulan
2
2
D. Daya beli masyarakat Kota Lamongan yang tinggi
1
1
1
E. Masih besarnya peluang terhadap pemanfaatan potensi sumberdaya laut
2
2
2
2
F. Kontribusi perikanan tangkap relatif besar terhadap PDRB Kota Lamongan
2
2
2
2
2
G. Keterbatasan sarana dan prasarana
3
2
3
3
3
1
H. Kualitas SDM yang rendah
2
3
2
3
2
1
2
I. Konflik penggunaan ruang (wilayah) antar nelayan
3
3
3
3
2
2
1
Kelemahan
3
J. TOTAL
17
17
17
22
17
14
12
16
12
-
100
Lampiran 4. Hasil Wawancara Responden 2 Strategi Internal Penilaian Bobot Faktor Strategi Internal Kekuatan Faktor Strategi Internal
A
B
C
Kelemahan
D
E
F
G
H
I
J
Total
Bobot
Kekuatan A. Memiliki potensi sumberdaya laut yang cukup besar
1
2
3
2
2
3
2
2
-
17
0,118
2
2
3
1
2
2
3
-
18
0,125
2
3
2
3
3
3
-
20
0,139
3
2
2
2
3
-
17
0,118
1
3
2
3
-
14
0,097
2
2
3
-
19
0,132
2
3
-
14
0,097
3
-
16
0,111
-
9
0,063
-
-
144
1,000
B. Jumlah kesempatan kerja yang cukup besar di subsektor perikanan tangkap
3
2
C. Terdapat komoditas hasil tangkapan unggulan
2
2
D. Daya beli masyarakat Kota Lamongan yang tinggi
1
2
2
E. Masih besarnya peluang terhadap pemanfaatan potensi sumberdaya laut
2
1
1
1
F. Kontribusi perikanan tangkap relatif besar terhadap PDRB Kota Lamongan
2
3
2
2
3
G. Keterbatasan sarana dan prasarana
1
2
1
2
1
2
H. Kualitas SDM yang rendah
2
2
1
2
2
2
2
I. Konflik penggunaan ruang (wilayah) antar nelayan
2
1
1
1
1
1
1
Kelemahan
1
J. TOTAL
15
14
12
15
18
13
18
16
23
-
101
Lampiran 5. Hasil Wawancara Responden 3 Strategi Internal Penilaian Bobot Faktor Strategi Internal Kekuatan Faktor Strategi Internal
A
B
C
Kelemahan
D
E
F
G
H
I
J
Total
Bobot
Kekuatan A. Memiliki potensi sumberdaya laut yang cukup besar
3
2
3
2
3
1
1
3
1
19
0,106
1
3
1
3
2
2
2
1
16
0,089
3
3
3
1
1
3
2
21
0,117
1
2
1
1
1
1
10
0,056
3
2
2
3
2
21
0,117
1
1
1
1
10
0,056
3
3
2
24
0,133
3
2
22
0,122
3
16
0,089
21
0,117
180
1,000
B. Jumlah kesempatan kerja yang cukup besar di subsektor perikanan tangkap
1
C. Terdapat komoditas hasil tangkapan unggulan
2
3
D. Daya beli masyarakat Kota Lamongan yang tinggi
1
1
1
E. Masih besarnya peluang terhadap pemanfaatan potensi sumberdaya laut
2
3
1
3
F. Kontribusi perikanan tangkap relative besar terhadap PDRB Kota Lamongan
1
1
1
2
1
G. Keterbatasan sarana dan prasarana
3
2
3
3
2
3
H. Kualitas SDM yang rendah
3
2
3
3
2
3
1
I. Konflik penggunaan ruang (wilayah) antar nelayan
1
2
1
3
1
3
1
1
J. Lemahnya Permodalan
3
3
2
3
2
3
2
2
12
14
Kelemahan
TOTAL
17
20
15
26
15
26
1 20
15
102
Lampiran 6. Hasil Wawancara Responden 4 Strategi Internal Penilaian Bobot Faktor Strategi Internal Kekuatan Faktor Strategi Internal
A
B
C
Kelemahan
D
E
F
G
H
I
J
Total
Bobot
Kekuatan A. Memiliki potensi sumberdaya laut yang cukup besar
2
3
3
1
1
1
1
3
-
15
0,104
3
3
3
3
1
1
3
-
19
0,132
3
3
1
1
1
3
-
14
0,097
1
1
1
1
3
-
10
0,069
3
1
1
3
-
16
0,111
1
1
1
-
14
0,097
2
2
-
22
0,153
2
-
22
0,153
-
12
0,083
-
-
144
1,000
B. Jumlah kesempatan kerja yang cukup besar di subsektor perikanan tangkap
2
C. Terdapat komoditas hasil tangkapan unggulan
1
1
D. Daya beli masyarakat Kota Lamongan yang tinggi
1
1
1
E. Masih besarnya peluang terhadap pemanfaatan potensi sumberdaya laut
3
1
1
3
F. Kontribusi perikanan tangkap relatif besar terhadap PDRB Kota Lamongan
3
1
3
3
1
G. Keterbatasan sarana dan prasarana
3
3
3
3
3
3
H. Kualitas SDM yang rendah
3
3
3
3
3
3
2
I. Konflik penggunaan ruang (wilayah) antar nelayan
1
1
1
1
1
3
2
Kelemahan
2
J. TOTAL
17
13
18
22
16
18
10
10
20
-
103
Lampiran 7. Hasil Wawancara Responden 5 Strategi Internal Penilaian Bobot Faktor Strategi Internal Kekuatan Faktor Strategi Internal
A
B
C
Kelemahan
D
E
F
G
H
I
J
Total
Bobot
Kekuatan A. Memiliki potensi sumberdaya laut yang cukup besar
3
2
3
2
2
1
2
1
-
16
0,111
2
3
2
2
1
1
1
-
13
0,090
3
2
2
1
2
1
-
15
0,104
3
3
1
1
1
-
12
0,083
2
1
1
1
-
12
0,083
1
1
1
-
12
0,083
2
3
23
0,160
1
-
19
0,132
-
22
0,153
-
-
144
1,000
B. Jumlah kesempatan kerja yang cukup besar di subsektor perikanan tangkap
1
C. Terdapat komoditas hasil tangkapan unggulan
2
2
D. Daya beli masyarakat Kota Lamongan yang tinggi
1
1
1
E. Masih besarnya peluang terhadap pemanfaatan potensi sumberdaya laut
2
2
2
1
F. Kontribusi perikanan tangkap relatif besar terhadap PDRB Kota Lamongan
2
2
2
1
2
G. Keterbatasan sarana dan prasarana
3
3
3
3
3
3
H. Kualitas SDM yang rendah
2
3
2
3
3
3
2
I. Konflik penggunaan ruang (wilayah) antar nelayan
3
3
3
3
3
3
1
Kelemahan
3
J. TOTAL
16
19
17
20
20
20
9
13
10
-
104
Lampiran 8. Hasil Wawancara Responden 1 Strategi Eksternal Penilaian Bobot Faktor Strategi Eksternal Peluang Faktor Strategi Eksternal
A
B
Ancaman
C
D
E
F
Total
G
H
Bobot
I
Peluang A. Berada pada jalur perdagangan dunia
2
2
1
1
-
1
2
1
10
0,092
2
2
3
-
2
3
2
16
0,147
2
3
-
2
2
1
14
0,128
3
-
2
3
2
17
0,156
-
1
1
1
9
0,083
-
-
-
-
-
2
1
15
0,138
2
12
0,110
16
0,147
109
1,000
B. Tingkat perimintaan dari luar terhadap produk perikanan yang tinggi
2
C. Komoditas perikanan tangkap memiliki prospek cerah untuk ekspor
2
2
D. Perdagangan Regional
3
2
2
E. Konflik penggunaan ruang (wilayah) antar sektor/subsektor
3
1
1
1
F. -
-
-
-
-
-
G. Harga suku cadang untuk unit penangkapan ikan yang cukup tinggi
3
2
2
2
3
-
H. Pengaruh dari era globalisasi
2
1
1
1
3
-
2
I. Persaingan pasar dengan daerah lain
3
2
2
2
3
-
3
18
12
12
Ancaman
TOTAL
11
19
-
12
2 15
10
105
Lampiran 9. Hasil Wawancara Responden 2 Strategi Eksternal Penilaian Bobot Faktor Strategi Eksternal Peluang Faktor Strategi Eksternal
A
B
C
Ancaman D
E
F
Total
G
H
Bobot
I
Peluang A. Berada pada jalur perdagangan dunia
3
3
-
3
2
2
3
3
19
0,170
2
-
2
1
1
3
2
12
0,107
-
2
1
2
2
2
12
0,107
-
-
-
-
-
-
-
1
1
1
2
10
0,089
3
3
3
20
0,179
2
2
15
0,134
2
12
0,107
12
0,107
112
1,000
B. Tingkat perimintaan dari luar terhadap produk perikanan yang tinggi
1
C. Komoditas perikanan tangkap memiliki prospek cerah untuk ekspor
1
2
D. -
-
-
-
E. Konflik penggunaan ruang (wilayah) antar sektor/subsektor
1
2
2
-
F. Pencurian ikan dan sumberdaya laut lainnya oleh nelayan asing
2
3
3
-
3
G. Harga suku cadang untuk unit penangkapan ikan yang cukup tinggi
2
3
2
-
3
1
H. Pengaruh dari era globalisasi
1
1
2
-
3
1
2
I. Persaingan pasar dengan daerah lain
1
2
2
-
2
1
2
9
16
16
Ancaman
TOTAL
-
18
8
13
2 16
16
106
Lampiran 10 Hasil Wawancara Responden 3 Strategi Eksternal Penilaian Bobot Faktor Strategi Eksternal Peluang Faktor Strategi Eksternal
A
B
C
Ancaman D
E
F
Total
G
H
Bobot
I
Peluang A. Berada pada jalur perdagangan dunia
2
2
-
3
1
1
2
1
12
0,107
2
-
3
1
1
2
1
12
0,107
-
3
1
1
2
1
12
0,107
-
-
-
-
-
-
-
3
1
2
1
10
0,089
1
3
1
15
0,134
3
1
19
0,170
1
11
0,098
21
0,188
112
1,000
B. Tingkat perimintaan dari luar terhadap produk perikanan yang tinggi
2
C. Komoditas perikanan tangkap memiliki prospek cerah untuk ekspor
2
2
D. -
-
-
-
E. Konflik penggunaan ruang (wilayah) antar sektor/subsektor
1
1
1
-
F. Pencurian ikan dan sumberdaya laut lainnya oleh nelayan asing
3
3
3
-
1
G. Harga suku cadang untuk unit penangkapan ikan yang cukup tinggi
3
3
3
-
3
3
H. Pengaruh dari era globalisasi
2
2
2
-
2
1
1
I. Persaingan pasar dengan daerah lain
3
3
3
-
1
3
3
16
16
16
18
13
Ancaman
TOTAL
-
9
3 17
7
107
Lampiran 11. Hasil Wawancara Responden 4 Strategi Eksternal Penilaian Bobot Faktor Strategi Eksternal Peluang Faktor Strategi Eksternal
A
B
Ancaman
C
D
E
F
Total
G
H
Bobot
I
Peluang A. Berada pada jalur perdagangan dunia
1
1
-
1
3
1
1
1
9
0,080
1
-
1
3
1
3
1
13
0,116
-
1
1
1
3
1
13
0,116
-
-
-
-
-
-
-
3
1
3
1
17
0,152
1
1
1
9
0,080
3
1
19
0,170
1
11
0,098
21
0,188
112
1,000
B. Tingkat perimintaan dari luar terhadap produk perikanan yang tinggi
3
C. Komoditas perikanan tangkap memiliki prospek cerah untuk ekspor
3
3
D. -
-
-
-
E. Konflik penggunaan ruang (wilayah) antar sektor/subsektor
3
3
3
-
F. Pencurian ikan dan sumberdaya laut lainnya oleh nelayan asing
1
1
3
-
1
G. Harga suku cadang untuk unit penangkapan ikan yang cukup tinggi
3
3
3
-
3
3
H. Pengaruh dari era globalisasi
3
1
1
-
1
3
1
I. Persaingan pasar dengan daerah lain
3
3
3
-
3
3
3
19
15
15
Ancaman
TOTAL
-
11
19
3 9
17
7
108
Lampiran 12. Hasil Wawancara Responden 5 Strategi Eksternal Penilaian Bobot Faktor Strategi Eksternal Peluang Faktor Strategi Eksternal
A
B
Ancaman
C
D
E
F
Total
G
H
Bobot
I
Peluang A. Berada pada jalur perdagangan dunia
2
2
1
1
-
1
2
1
10
0,092
2
2
3
-
2
3
2
16
0,147
2
3
-
2
2
1
14
0,128
3
-
2
3
2
17
0,156
-
1
1
1
9
0,083
-
-
-
-
-
2
1
15
0,138
2
12
0,110
16
0,147
109
1,000
B. Tingkat perimintaan dari luar terhadap produk perikanan yang tinggi
2
C. Komoditas perikanan tangkap memiliki prospek cerah untuk ekspor
2
2
D. Perdagangan Regional
3
2
2
E. Konflik penggunaan ruang (wilayah) antar sektor/subsektor
3
1
1
1
F. -
-
-
-
-
-
G. Harga suku cadang untuk unit penangkapan ikan yang cukup tinggi
3
2
2
2
3
-
H. Pengaruh dari era globalisasi
2
1
1
1
3
-
2
I. Persaingan pasar dengan daerah lain
3
2
2
2
3
-
3
18
12
12
Ancaman
TOTAL
11
19
-
12
2 15
10
109
Lampiran 13. Produksi Perikanan Tangkap Kabupaten Lamongan dan Provinsi Jawa Timur Produksi berdasarkan Tahun dan Wilayah (dalam Ton) No
Jenis Ikan
2003 Lamongan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Manyung Ekor Kuning Cucut Pari Layang Selar Teri Tembang Kembung Tenggiri Udang Cumi-cumi
Total Produksi Kab. Lamongan (qt)
Total Produksi Prov. Jatim (Qt)
(qi) 2.865,4 5.136,3 675,7 875,3 8.187,3 1.005,2 788,9 954,5 3.997,6 1.263,6 298,4 252,0
2004 Jatim (Qi) 7.596,2 9.037,8 3.095,5 4.353,3 45.892,1 10.040,8 14.972,2 14.657,0 20.302,8 6.767,5 12.711,1 4.261,4
Lamongan (qi) 2.715,0 3.815,0 737,1 949,4 8.354,6 1.078,8 1.160,4 1.233,5 3.808,2 1.509,4 229,1 350,5
2005 Jatim (Qi) 7.436,2 7.470,3 3.524,1 4.304,7 49.405,6 7.411,5 19.028,5 13.129,3 18.878,7 8.960,3 9.787,0 4.116,5
Lamongan (qi) 1.685,6 8.349,4 540,1 1.078,0 6.404,2 733,6 405,6 2.795,9 510,1 1.196,9 101,6 632,5
2006 Jatim (Qi) 9.223,3 12.989,4 3.628,1 3.704,8 34.955,2 4.897,0 12.269,4 21.926,8 17.445,3 10.379,4 8.824,7 7.735,7
Lamongan (qi) 1.148,2 5.593,9 716,8 2.315,4 6.187,0 949,8 688,8 6.019,3 673,7 1.460,2 154,1 698,9
2007 Jatim (Qi) 7428,1 9321,6 4161,4 5525,6 31710,0 7294,4 12.348,3 21.552,8 17.745,7 9.622,6 9.124,3 4.391,1
Lamongan (qi) 2467,9 4525,1 703,8 1499,6 3.215,60 511,6 655,2 552,9 850,4 842,5 158,7 1.694,20
2008 Jatim (Qi) 9013,4 8019,3 3940,9 4891,1 28250,9 7074,0 12661,0 15733,6 17777,6 10116,6 10231,2 6349,1
Lamongan (qi) 3.188,6 12.840,3 1.557,4 2.121,7 5.811,3 268,2 1.504,3 747,2 920,9 569,6 25,3 2.122,3
39.854,0
39.925,2
37.691,7
37.842,7
41.568,8
63.594,2
414.652,6
320.691,3
322.291,7
369.915,3
382.875,1
368.113,8
Jatim (Qi) 9.462,6 15.276,0 4.291,1 5.264,0 33.928,3 6.029,3 13.042,7 14.527,5 16.011,2 9.585,2 8.616,2 6.769,9
110
Lampiran 14 Trend Komoditas Unggulan
111
Lampiran 15 Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong
a. Kantor PPN Brondong Kabupaten Lamongan
b. Tempat pelelangan ikan di PPN Brondong Kabupaten Lamongan
111
Lampiran 16 Sarana dan prasarana PPN Brondong
a. Pabrik Es Balok di PPN Brondong Kabupaten Lamongan
b. Pabrik Es Serut
c.
Salah satu armada kapal penangkapan ikan