PERANAN DAN DAMPAK SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP TERHADAP EKONOMI WILAYAH KABUPATEN CIREBON
KERISTINA
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi Peranan dan Dampak Subsektor Perikanan Tangkap terhadap Ekonomi Wilayah Kabupaten Cirebon adalah benar hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kedalam perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2011 Keristina
i
ABSTRAK KERISTINA, C44070040. Peranan dan Dampak Subsektor Perikanan Tangkap terhadap Ekonomi Wilayah Kabupaten Cirebon. Dibimbing oleh WAWAN OKTARIZA dan TRI WIJI NURANI Kabupaten Cirebon merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang memiliki potensi sumberdaya perikanan tangkap yang cukup besar. Potensi yang besar dapat dimanfaatkan secara maksimal guna meningkatkan peranan dan dampak subsektor perikanan tangkap terhadap ekonomi wilayah Kabupaten Cirebon. Tujuan penelitian ini menentukan peranan subsektor perikanan tangkap, menghitung multiplier effect dalam pembangunan wilayah, mengetahui komoditas unggulan dan produktivitas unit penangkapan ikan. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis shift share, location quotient (LQ), multiplier effect (ME) dan produktivitas unit penangkapan ikan. Kontribusi rata-rata subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon selama periode analisis tahun 2005-2009 terhadap total PDRB sebesar 3,33% dan terhadap sektor pertanian sebesar 10,96%. Peranan subsektor perikanan tangkap selama tahun 2005-2009 terhadap perekonomian wilayah di Kabupaten Cirebon termasuk pada kegiatan basis (LQ>1). Multiplier effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator PDRB tertinggi sebesar Rp 80,69 pada tahun 2007. Multiplier effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja tertinggi sebesar 76,43 pada tahun 2006. Komoditas unggulan terdiri atas jenis ikan demersal (ikan sebelah dan biji nangka); ikan pelagis (ikan julung-julung); binatang berkulit keras (udang dogol, udang windu, udang krosok, rajungan); binatang berkulit lunak (kerang darah dan gurita). Produktivitas per trip dan produktivitas per unit penangkapan ikan terbesar terdapat pada alat tangkap dogol.
Kata Kunci: location quotient (LQ), multiplier effect (ME), PDRB, produktivitas perikanan tangkap, shift share.
ii
© Hak cipta IPB, Tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber: a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.
iii
PERANAN DAN DAMPAK SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP TERHADAP EKONOMI WILAYAH KABUPATEN CIREBON
KERISTINA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 iv
Judul Skripsi : Peranan dan Dampak Subsektor Perikanan Tangkap terhadap Ekonomi Wilayah Kabupaten Cirebon Nama : Keristina NRP
: C44070040
Mayor
: Teknologi Manajemen Perikanan Tangkap
Disetujui:
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Ir. Wawan Oktariza, M.Si NIP. 19661016 199103 1004
Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si NIP. 19650624 198903 2002
Diketahui: Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Dr.Ir. Budy Wiryawan, M.Sc NIP. 19621223 198703 1001
Tanggal Lulus: 30 Mei 2011
v
RIWATAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cirebon, tepatnya di Desa Windujaya RT.01/01 Kecamatan Sedong Kabupaten Cirebon, Jawa Barat pada tanggal 25 September 1988 dari pasangan Bapak Kuswa dan Ibu Wasiah. Penulis adalah anak kedua dari lima bersaudara.
Penulis
menyelesaikan
pendidikan
Sekolah
Menengah Atas di SMA Negeri 1 Lemahabang Kabupaten Cirebon tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan melalui jalur Undangan Saringan Masuk IPB (USMI). Selama
mengikuti
perkuliahan,
penulis
pernah
mengikuti
organisasi
kemahasiswaan yaitu Ikatan Kekeluargaan Cirebon IPB (IKC IPB) menjabat sebagai pengurus dan anggota tahun 2007-2009, Forum Keluarga Muslim FPIK (FKM-C) menjabat sebagai staf HRD tahun 2007-2009, Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) menjabat sebagai staf kesekretariatan dan anggota tahun 2008-2010, dan Badan Eksekutif Mahasiswa FPIK (BEM-C) menjabat sebagai staf divisi Bisnis dan Entrepreneursip (BEST) tahun 2009-2010. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis menulis skripsi dengan judul “Peranan dan Dampak Subsektor Perikanan Tangkap terhadap Ekonomi Wilayah Kabupaten Cirebon”, dibimbing oleh Ir. Wawan Oktariza, M.Si dan Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si. Penulis dinyatakan lulus dalam sidang ujian skripsi yang dilaksanakan pada Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan pada tanggal 30 Mei 2011.
vi
KATA PENGANTAR Skripsi ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan September-Desember tahun 2010 adalah Peranan dan Dampak Subsektor Perikanan Tangkap terhadap Ekonomi Wilayah Kabupaten Cirebon. Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1) Ir. Wawan Oktariza, M.Si dan Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si selaku pembimbing skripsi; 2) Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.Si selaku pembimbing akademik dan dosen penguji sidang; 3) Ayah (Kuswa), Ibu (Wasiah), dan Kakak tercinta (Yanah Kuscianah); 4) Dr. Ir. Diniah, M.Si selaku dosen; 5) Bapak Dirja selaku bagian lapangan konservasi dan pengembangan perikanan dan Bapak Sudarto bagian sekretaris data statistik perikanan tangkap Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon; 6) Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon, Badan Pusat Statistik Kabupaten Cirebon, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat, dan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat atas data-data serta Kesbanglimas Kabupaten Cirebon; 7) Mira Nuriyawati dan Vicky Fergiawan; dan 8) PSP 44 seperjuangan, adik-adiku PSP 45 dan PSP 46, seluruh civitas akademika PSP yang tercinta serta semua pihak yang tak mungkin penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan semangat, dukungan dan doanya. Semoga skripsi ini berguna bagi pihak-pihak yang memerlukan untuk penelitian lebih lanjut. Terima kasih sebanyak-banyaknya bagi pihak yang telah memberikan andilnya dalam proses penelitian dan menyusun skripsi ini.
Bogor, Mei 2011 Keristina
vii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xv
1 PENDAHULUAN ....................................................................................... 1.1 Latar Belakang .....................................................................................
1 1
1.2 Perumusan Masalah ..............................................................................
2
1.3 Kerangka Pendekatan Studi..................................................................
3
1.4 Tujuan ...................................................................................................
5
1.5 Manfaat .................................................................................................
5
2 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 2.1 Perikanan ..............................................................................................
6 6
2.2 Ekonomi Wilayah .................................................................................
8
2.3 Pembangunan Wilayah .........................................................................
8
2.4 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ..........................................
9
2.5 Konsep Basis Ekonomi ........................................................................
10
2.6 Shift Share ............................................................................................
11
2.7 Location Quotient .................................................................................
12
2.8 Multiplier Effect ...................................................................................
13
2.9 Komoditas Unggulan Hasil Tangkapan ...............................................
15
2.10 Unit Penangkapan Ikan .......................................................................
16
3 METODOLOGI .......................................................................................... 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ..............................................................
19 19
3.2 Metode Penelitian .................................................................................
19
3.3 Jenis dan Sumber Data .........................................................................
20
3.4 Metode Pengambilan Sampel ...............................................................
20
3.5 Metode Analisis Data ........................................................................... 3.5.1 Analisis shift share .....................................................................
20 21
viii
Halaman 3.5.2 3.5.3 3.5.4 3.5.5
Analisis location quotient (LQ).................................................. Analisis dampak subsektor perikanan tangkap .......................... Analisis komoditas unggulan ..................................................... Produktivitas perikanan tangkap ................................................
21 21 22 23
3.6 Batasan Konsep Pengukuran ................................................................
24
4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ........................................ 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Cirebon .................................................... 4.1.1 Kondisi geografis dan topografi Kabupaten Cirebon ................. 4.1.2 Kondisi demografi dan pendidikan di Kabupaten Cirebon ........
25 25 25 26
4.2 Keadaan Umum Sektor Perikanan Kabupaten Cirebon ....................... 4.2.1 Perikanan budidaya .................................................................... 4.2.2 Perikanan tangkap ......................................................................
26 27 29
5 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 5.1 Kondisi Perekonomian Kabupaten Cirebon ......................................... 5.1.1 Produk domestik regional bruto (PDRB) ................................... 5.1.2 Produk domestik regional bruto per kapita ................................ 5.1.3 Laju pertumbuhan perekonomian Cirebon .................................
37 37 37 40 41
5.2 Peranan Subsektor Perikanan Tangkap Kabupaten Cirebon ................ 5.2.1 LQ subsektor perikanan tangkap ................................................ 5.2.2 LQ subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator PDRB .
43 43 45
5.3 Kontribusi Subsektor Perikanan Tangkap Kabupaten Cirebon ............
46
5.4 Dampak Subsektor Perikanan Tangkap Kabupaten Cirebon ............... 5.4.1 Multiplier Effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indiaktor PDRB........................................................................... 5.4.2 Multiplier Effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indiaktor tenaga kerja..............................................................
47
5.5 Komoditas Unggulan hasil Tangkapan Kabupaten Cirebon ................
49
5.6 Produktivitas Unit Penangkapan Ikan Kabupaten Cirebon .................. 5.6.1 Produktivitas per trip penangkapan ikan .................................... 5.6.2 Produkstivitas per unit penangkapan ikan .................................
52 52 54
5.7 Unit Penangkapan Ikan ........................................................................ 5.7.1 Jaring dogol ................................................................................ 5.7.2 Jaring insang tetap ......................................................................
55 55 59
6 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 6.1 Kesimpulan ...........................................................................................
63 63
6.2 Saran .....................................................................................................
63
47 48
ix
Halaman DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
64
LAMPIRAN ....................................................................................................
67
x
DAFTAR TABEL Halaman 1
Perkembangan produksi perikanan Kabupaten Cirebon Tahun 2005-2009 ......................................................................................
27
2
Potensi perkembangan budidaya di Kabupaten Cirebon ..........................
28
3
Perkembangan produksi dan nilai produksi perikanan budidaya Kabupaten Cirebon Tahun 2008 ...............................................................
28
4
Perkembangan alat tangkap Kabupaten Cirebon Tahun 2004-2009.. .......
29
5
Perkembangan produksi per jumlah alat tangkap di Kabupaten Cirebon Tahun 2006-2009 ........................................................................
31
Jumlah nelayan yang beroperasi di Kabupaten Cirebon Tahun 2004-2009 .....................................................................................
32
6
7
Jumlah armada penangkapan di Kabupaten Cirebon Tahun 2004-2009 .. .. 34
8
Jumlah produksi dan nilai produksi perikanan tangkap Kabupaten Cirebon Tahun 2008-2009 ......................................................
35
PDRB perikanan atas dasar harga konstan 2000 Kabupaten Cirebon Tahun 2005-2009 ......................................................................................
40
10 PDRB per kapita Kabupaten Cirebon atas dasar harga konstan 2000 Kabupaten Cirebon Tahun 2005-2009 ...............................
41
11 Data laju pertumbuhan atas dasar harga konstan 2000 Kabupaten Cirebon Tahun 2005-2009 ......................................................
42
12 Presentasi kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap PDRB dan sektor pertanian Kabupaten Cirebon Tahun 2005-2009 ....................
44
13 Location quotient subsektor perikanan tangkap tangkap Kabupaten Cirebon Tahun 2005-2009 ......................................................
45
14 Location quotient subsektor perikanan tangkap tangkap berdasarkan indikator pendapatan daerah Kabupaten Cirebon Tahun 2005-2009 ......................................................................................
47
15 Analisis multiplier effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator PDRB Kabupaten Cirebon Tahun 2005-2009 .........................
48
9
xi
Halaman 16 Analisis multiplier effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja Kabupaten Cirebon Tahun 2005-2009 ..................
49
17 Nilai location quotient kelompok ikan di Kabupaten Cirebon Tahun 2005-2009 ......................................................................................
50
18 Penilaian total LQ di Kabupaten Cirebon Tahun 2005-2009....................
51
19 Perkembangan produktivitas per trip penangkapan ikan Kabupaten Cirebon Tahun 2005-2009 ......................................................
53
20 Perkembangan produktivitas per unit penangkapan ikan Kabupaten Cirebon Tahun 2005-2009 ......................................................
54
xii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Kerangka pendekatan studi penelitian .....................................................
4
2
Perkembangan jumlah alat tangkap perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon Tahun 2004-2009 ..................................................
30
3
Presentasi jumlah alat tangkap di Kabupaten Cirebon Tahun 2004-2009
30
4
Perkembangan produksi per jumlah alat tangkap di Kabupaten Cirebon .
31
5
Presentasi produksi per jumlah alat tangkap di Kabupaten Cirebon ........
32
6
Perkembangan jumlah tenaga kerja perikanan tangkap yang beroperasi di Kabupaten Cirebon Tahun 2004-2009 .......................
33
Perkembangan produksi dan nilai produksi perikanan tangkap Kabupaten Cirebon Tahun 2004-2009 ......................................................
35
Presentasi PDRB Tahun 2009 atas dasar harga konstan 2000 Kabupaten Cirebon ..................................................................................
39
Location quotient subsektor perikanan tangkap Kabupaten Cirebon Tahun 2005-2009 ......................................................................................
44
10 Location quotient subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator pendapatan daerah Kabupaten Cirebon Tahun 2005-2009........
45
11 Produktivitas per trip penangkapan ikan Kabupaten Cirebon Tahun 2006-2009 ......................................................................................
53
12 Produktivitas per unit penangkapan ikan Kabupaten Cirebon Tahun 2006-2009 ......................................................................................
55
13 Kontruksi alat tangkap dogol ...................................................................
56
14 Kapal dogol ..............................................................................................
57
15 Alat bantu .................................................................................................
57
16 Hasil tangkapan dogol ..............................................................................
59
17 Kontruksi alat tangkap jaring insang tetap ................................................
60
18 Kapal jaring insang tetap ..........................................................................
61
7
8
9
xiii
Halaman 19 Hasil tangkapan jaring insang tetap ..........................................................
62
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
PDRB atas dasar harga konstan 2000 tahun 2005-2009 ...........................
68
2
PDRB atas dasar harga berlaku Kabupaten Cirebon tahun 2005-2009 ....
70
3
Peta lokasi penelitian Kabupaten Cirebon ................................................
72
4
PDRB subsektor perikanan tangkap .........................................................
73
5
Produksi komoditas hasil tangkapan .........................................................
74
6
Kecenderungan LQ komoditas hasil tangkapan ......................................
75
7
Penentuan selang komoditas hasil tangkapan ...........................................
78
8
Jumlah trip dan unit hasil tangkapan dogol dan jaring insang tetap .........
79
xv
1
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Subsektor perikanan merupakan salah satu peranan sektor ekonomi yang memiliki hubungan dalam pembangunan ekonomi nasional. Subsektor perikanan di Kabupaten Cirebon memiliki sumberdaya yang cukup memadai untuk dikembangkan, baik sumberdaya manusia (SDM), sumberdaya alam (SDA), sarana dan prasarana. Subsektor perikanan di Kabupaten Cirebon selama ini belum dikelola dengan serius untuk pembangunan, padahal apabila sektor perikanan dikelola dengan serius akan memberikan kontribusi yang besar terhadap pembangunan ekonomi wilayah. Subsektor perikanan tangkap akan menjadi fokus dari penelitian ini. Kegiatan penangkapan ikan menjadi mata pencaharian utama di beberapa daerah Kabupaten Cirebon. Nelayan membantu tersedianya komoditas ikan tangkap. Hasil tangkapan sangat beragam, sehingga masing-masing komoditas memiliki keunggulan dan kelemahan. Berdasarkan data statistik perikanan, kegiatan penangkapan ikan di Kabupaten Cirebon menunjukkan bahwa produksi mengalami peningkatan dari tahun 2008 hingga tahun 2009 yaitu sebesar 39,35% dan nilai produksinya mengalami penurunan yang cukup besar yaitu sebesar 34,12% (DKP Kabupaten Cirebon, 2009). Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian Timur. Letak geografisnya 108040`-108048` BT dan 6030`-7000` LS. Secara topografi Cirebon terletak pada ketinggian 0-130 km di atas permukaan laut dan dataran rendah, terletak di sepanjang Pantai Utara Jawa yang memiliki potensi sumberdaya ikan yang besar. Selain itu, potensi sumberdaya perikanan di Kabupaten Cirebon menunjukkan kondisi yang sangat memungkinkan untuk dikembangkan dalam rangka pembangunan ekonomi di Kabupaten Cirebon (DKP Kabupaten Cirebon, 2008). Karateristik wilayah dan potensi daerah yang sangat mendukung maka subsektor perikanan tangkap mampu berperan sebagai basis ekonomi untuk meningkatkan pendapatan wilayah.
2
Data PDRB Kabupaten Cirebon menunjukkan bahwa subsektor perikanan memberikan
kontribusi
terbesar
bagi
perkonomian
Kabupaten
Cirebon.
Berdasarkan data PDRB Kabupaten Cirebon pada tahun 2009 atas dasar harga konstan tahun 2000, kontribusi subsektor perikanan sebesar 4,72% sedangkan laju pertumbuhan sebesar 6,85% (BPS Kabupaten Cirebon, 2009). Hal tersebut dapat menjadi dasar untuk mengembangkan subsektor perikanan, khususnya subsektor perikanan tangkap sehingga diharapkan dapat berpotensi memberikan kontribusi yang besar bagi perekonomian Kabupaten Cirebon. Berkaitan dengan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul Peranan dan Dampak Subsektor Perikanan Tangkap terhadap Ekonomi Wilayah Kabupaten Cirebon. 1.2 Perumusan Masalah Subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon masih belum termanfaatkan secara optimal, sehingga kontribusinya masih dapat ditingkatkan terhadap ekonomi wilayah Kabupaten Cirebon. Berdasarkan data PDRB tahun 2005-2009 Kabupaten Cirebon baik atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan tahun 2000 diketahui subsektor perikanan juga berkontribusi lebih baik dari subsektor yang lainnya, yaitu 4,70% dan 4,72% pada tahun 2009. Laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan subsektor perikanan juga tumbuh lebih baik dari subsektor yang lainnya yakni sebesar 16,70% dan 6,85% (BPS Kabupaten Cirebon, 2009). Rumusan masalah dari penelitian ini mencoba menganalisis peranan dan dampak subsektor perikanan tangkap Kabupaten Cirebon, apakah dengan besarnya potensi sumberdaya yang tersedia telah memberikan kontribusi nyata terhadap perekonomian di Kabupaten Cirebon dan menjadi basis ekonomi dari segi pendapatan wilayah. Penelitian ini juga akan mencoba menjawab pertanyaan tentang komoditas hasil tangkapan apa saja yang dapat dikembangkan di Kabupaten Cirebon sehingga dapat mengetahui produktivitas unit penangkapan ikan yang dapat dikembangkan. Secara sistematis, permasalahan yang akan dibahas yaitu : 1) Bagaimana kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap Pendapatan Daerah Regional Bruto (PDRB) di Kabupaten Cirebon ?;
3
2) Apakah subsektor perikanan tangkap telah berperan sebagai basis ekonomi di Kabupaten Cirebon?; 3) Bagaimana multiplier effect yang dihasilkan oleh subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon?; dan 4) Produktivitas unit penangkapan ikan apa saja yang dominan dan komoditas unggulan apa yang berperan sebagai sektor basis di Kabupaten Cirebon?. 1.3 Kerangka Pendekatan Studi Pembangunan subsektor perikanan di Kabupaten Cirebon dititikberatkan pada peningkatan produksi dan produktivitas kegiatan perikanan tangkap, hal ini sebagai upaya untuk dapat meningkatkan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi wilayah. Ekonomi wilayah dilakukan agar setiap daerah dapat melaksanakan pembangunan secara proposional dan merata sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh wilayah tersebut yang meliputi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, teknologi, modal, dan kelembagaan. Faktor-faktor ini harus senantiasa diperhatikan dalam upaya pengembangan salah satu sektor agar mencapai keberhasilan yang dapat memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian daerah. Hal ini akan dijadikan untuk menentukan prioritas pelaksanaan pembangunan. Penentuan subsektor perikanan tangkap apakah merupakan sektor basis atau non basis dan produktivitas perikanan tangkap, mengambarkan metode analisis sebagai berikut: 1) Analisis shift share adalah analisis untuk mengetahui besarnya kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap PDRB; 2) Analisis LQ adalah analisis untuk mengetahui subsektor perikanan tangkap termasuk sektor basis atau non basis dalam ekonomi wilayah. Bila hasil LQ lebih besar dari 1 maka subsektor perikanan tangkap merupakan sektor basis sehingga subsektor perikanan tangkap akan menjadi prioritas dalam pembangunan. Apabila hasil LQ lebih kecil dari 1, maka subsektor perikanan tangkap merupakan sektor non basis dan tidak menjadi prioritas dalam pembangunan. Selain untuk mengetahui kedudukan dari subsektor perikanan tangkap dalam pembangunan wilayah, analisis LQ juga dilakukan untuk
4
mengetahui jenis komoditas hasil tangkapan unggulan yang dapat dikembangkan di Kabupaten Cirebon; 3) Analisis multiplier effect adalah analisis untuk mengetahui seberapa besar pengaruh perubahan pendapatan wilayah dan tenaga kerja yang menjadi faktor pengganda dalam suatu wilayah Kabupaten Cirebon; dan 4) Produktivitas perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon yaitu dengan produktivitas per trip penangkapan dan produktivitas per unit penangkapan ikan. Ekonomi wilayah Sektor perikanan dan kelautan
Subsektor perikanan tangkap
Peranan Perekonomian
Tenaga kerja
Dampak
Keragaan perikanan tangkap
PDRB
Shift share
LQ
Komoditas unggulan
Produktivitas unit penangkapan ikan
Penyusunan kebijakan pembangunan subsektor perikanan Keterangan : ……... : Lingkup penelitian : Metode/Analisis yang digunakan Gambar 1 Kerangka pendekatan studi penelitian.
5
1.4 Tujuan Berkaitan dengan masalah yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian ini adalah: 1) Menghitung kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap Pendapatan Daerah Regional Bruto (PDRB) di Kabupaten Cirebon; 2) Menentukan peranan subsektor perikanan tangkap terhadap perekonomian wilayah di Kabupaten Cirebon; 3) Menghitung multiplier effect yang mampu dihasilkan oleh subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon; dan 4) Mengetahui produktivitas unit penangkapan ikan dan jenis komoditas hasil tangkapan unggulan di Kabupaten Cirebon.
1.5 Manfaat Manfaat dari penelitian ini antara lain: 1) Sebagai salah satu persyaratan bagi penulis untuk meraih gelar Sarana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB; 2) Memberikan informasi mengenai perkembangan perikanan terhadap ekonomi wilayah Kabupaten Cirebon; 3) Sebagai bahan masukan dan pertimbangan data bagi perencanaan pembangunan, khususnya pembangunan wilayah dalam kaitannya dengan pembangunan subsektor perikanan khususnya subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon; 4) Meningkatkan peranan sektor perikanan dan kelautan di Kabupaten Cirebon dilihat dari indikator pendapatan wilayah perikanan tangkap dan produksi perikanan tangkap; 5) Memberikan informasi bagi nelayan dan pegawai perikanan tangkap terhadap produktivitas unit penangkapan ikan yang dominan di Kabupaten Cirebon; dan 6) Sebagai dasar bagi pembuat kebijakan dalam penyusunan prioritas anggaran pembangunan, penyediaan infrastruktur, dan perbaikan investasi sektor perikanan dan kelautan di Kabupaten Cirebon.
6
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perikanan Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya, mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan, hal ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor. 31 Tahun 2004 tentang perikanan. Selanjutnya, didalam Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau pengumpulan binatang dan tanaman air, baik di laut maupun di perairan umum secara bebas. Kegiatan ini dibedakan dengan perikanan budidaya, dimana pada perikanan tangkap, binatang atau tanaman air masih belum merupakan milik seseorang sebelum binatang atau tanaman air tersebut ditangkap atau dikumpulkan sedangkan pada perikanan budidaya, komoditas tersebut telah merupakan milik seseorang atau kelompok yang melakukan budidaya tersebut. Perikanan tangkap sebagai sistem yang memiliki peran penting dalam penyediaan pangan, kesempatan kerja, perdagangan dan kesejahteraan serta rekreasi bagi sebagian penduduk Indonesia yang berorientasi pada jangka panjang (sustainability management). Tindakan manajemen perikanan tangkap adalah mekanisme untuk mengatur, mengendalikan, dan mempertahankan kondisi sumber daya ikan pada tingkat tertentu yang diinginkan. Salah satu kunci perikanan tangkap adalah status dan trend aspek sosial ekonomi dan aspek sumberdaya. Era baru sektor perikanan dalam konteks pembangunan yang ditujukan pada kelestarian perikanan dan ekonomi yang harus mengontrol pengembangan daerah (DKP, 2009). Dalam rangka mencapai pembangunan dan pengembangan perikanan tangkap diperlukan pengarahan kebijakan pembangunan wilayah pesisir secara terpadu. Pengarahan dan kebijakan tersebut menurut Departemen dalam Negeri dengan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (2006) terdiri atas empat aspek utama, yaitu :
7
1) Aspek teknis dan teknologi Aspek teknis dan teknologi dari setiap kegiatan pembangunan wilayah pesisir harus memperhatikan tiga persyaratan, yaitu keharmonisan spasial (ruang), kapasitas asimilasi (daya dukung lingkungan) dan pemanfaatan sumberdaya yang berkelanjutan. 2) Aspek sosial, ekonomi, dan budaya Aspek sosial, ekonomi, dan budaya mempunyai ketepatan terhadap masyarakat pesisir sebagai pelaku dan sekaligus untuk tujuan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi wilayah pesisir disamping untuk menghasilkan manfaat terbesar dari kegiatan pembangunan tersebut. Kenyataan yang ada terhadap pendapatan dari sektor perikanan sebagian besar keuntungannya dinikmati oleh masyarakat di luar sektor tersebut. Oleh karena itu, kebijakan pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya di wilayah tersebut harus meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat yang berhubungan dengan sektor perikanan dan memastikan bahwa mereka mendapatkan manfaat yang sesuai dari kegiatan pembangunan dan pengelolaan sumberdaya perikanan serta meningkatkan pengetahuan tentang pembangunan wilayah perikanan lingkungan dengan diikuti oleh peningkatan pendapatan. 3) Aspek sosial politik Pembangunan ekonomi tidak mungkin berjalan jika sumber daya alam baik darat maupun laut tidak mampu lagi untuk menyediakan barang dan jasa apabila lingkungan menjadi rusak. Jika hal tersebut dibiarkan, maka akan menyebabkan semakin terpuruknya pembangunan ekonomi wilayah tersebut. Kerjasama antara politis dengan pengusaha khususnya pengusaha sektor perikanan serta pelaku ekonomi lainnya sangat dibutuhkan untuk membawa lingkungan hidup khususnya sektor perikanan ke arah yang lebih baik. Langkah politik untuk menjalankan kebijakan yang tegas sehubungan dengan masalah lingkungan perlu diwujudkan dengan memberikan hukuman yang berat bagi perusak lingkungan (Fauzi, 2005). 4) Aspek hukum dan kelembagaan Peran pengaturan hukum dan kelembagaan adalah sebagai sarana penunjang bagi pelaksana kebijakan yang telah menjadi pilihan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Salah satu faktor umum yang menjadi hambatan bagi
8
pengembangan perikanan disamping faktor sumberdaya alam itu sendiri berupa hambatan kelembagaan usaha produksi perikanan yang kurang kondusif bagi pelaku perikanan untuk berkembang. 2.2 Ekonomi Wilayah Ekonomi wilayah adalah ilmu yang membahas semua persoalan yang dihadapi oleh suatu wilayah tertentu dari sudut pandang ilmu ekonomi yang menekankan analisanya pada aspek regional. Ekonomi wilayah dimaksudkan agar semua daerah dapat melaksanakan pembangunan secara proporsional dan merata sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh daerah tersebut. Manfaat perencanaan wilayah
adalah
untuk
pemerataan
pembangunan.
Apabila
perencanaan
pembangunan dan pembangunan wilayah berkembang dengan baik, maka diharapkan daerah dapat tumbuh dan berkembang atas kekuatan sendiri (Sjafrizal, 2008). Ekonomi wilayah pada umumnya memiliki tujuan yang sama dengan teori ekonomi umum yaitu full employment, economic growth, dan price stability. Namun untuk kestabilan tingkat harga ini pada ekonomi wilayah tidak mungkin dilakukan apabila suatu daerah bekerja sendiri, sehingga ada tujuan pokok tambahan yang diatur dalam ekonomi wilayah yaitu, terjaganya kelestarian lingkungan hidup, pemerataan pembangunan dalam wilayah, penetapan sektor unggulan wilayah, memberikan keterkaitan antar sektor yang lebih serasi dalam wilayah sehingga menjadi sinergis dan berkesinambungan serta pemenuhan kebutuhan pangan wilayah (Tarigan, 2007). 2.3 Pembangunan Wilayah Wilayah didefinisikan sebagai suatu unit geografi yang dibatasi oleh kriteria tertentu
yang
bagian-bagiannya
tergantung
secara
internal.
Jadi
ilmu
pembangunan wilayah merupakan disiplin ilmu yang mencakup berbagai teori dan ilmu terapan misalnya geografi, ekonomi, sosiologi, matematika, statistika, ilmu politik, perencanaan daerah, dan ilmu lingkungan. Pembangunan wilayah bukan hanya
pendisagregasian
pembangunan
nasional.
Hal
ini
dikarenakan
pembangunan wilayah mempunyai filsafat, peranan dan tujuan yang berbeda (Budiharsono, 2001).
9
Menurut Budiharsono (2001), pentingnya ilmu pembangunan wilayah dalam konteks pembangunan di Indonesia pada umumnya di wilayah pesisir dan lautan pada khususnya, dikarenakan oleh : 1) Indonesia merupakan Negara kepulauan dalam kegiatan pembangunannya terkonsentrasi di Pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi dan sebagian Kalimantan; 2) Pembangunan masa lalu lebih menitikberatkan pada eksploitasi daratan daripada lautan. Sehingga pembangunan wilayah pesisir relatif lebih tertinggal daripada wilayah daratan lainnya; 3) Letak geografis Indonesia yang sangat dipengarui oleh faktor geologis dan ekologis,
yang
menyebabkan
keanekaragaman
lingkungan
lebih
mempengaruhi sumberdaya alam dari aspek kuantitas maupun kualitasnya; 4) Keragaman tata nilai dan norma-norma yang menyebabkan adanya persepsi terhadap pembangunan; 5) Sifat pembangunan politik di Indonesia yang mengakibatkan adanya keinginan dari beberapa daerah yang kaya akan sumberdaya alamnya untuk melepaskan diri dari Republik Indonesia; 6) Adanya kebijakan otonomi daerah yang diharapkan pemerintah daerah dapat membangun sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya sendiri sehingga akan melupakan tuntutannya untuk melepaskan diri dari Republik Indonesia; dan 7) Pembangunan Indonesia masih bersifat sektoral. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu unsur utama dalam pembangunan ekonomi wilayah dan mempunyai kebijakan implikasi yang luas. Sasaran utama analisa pertumbuhan ekonomi wilayah ini adalah untuk menjelaskan mengapa suatu daerah dapat berkembang dengan cepat dan ada pula yang tumbuh lambat (Sjafrizal, 2008). 2.4 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumberdaya alam dan faktor-faktor produksi lainnya dalam mendapatkan nilai tambah atau jumlah nilai tambah bruto yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di wilayah tertentu. Nilai tambah bruto adalah nilai produksi dikurangi dengan biaya antara. Nilai tambah bruto mencakup komponen-
10
komponen faktor pendapatan (upah, gaji, bunga, sewa, tanah, dan keuntungan), penyusutan, dan pajak tidak langsung netto. Sehingga dengan menghitung nilai tambah bruto masing-masing sektor dan menjumlahkannya, akan menghasilkan produk domestik regional bruto atas dasar harga pasar. Harga konstan artinya harga produk didasarkan atas harga pada tahun tertentu. Tahun yang dijadikan patokan harga disebut tahun dasar untuk penentuan harga konstan. Sehingga kenaikan pendapatan hanya disebabkan oleh meningkatnya jumlah fisik produksi, karena harga dianggap tetap (Tarigan, 2007). 2.5 Konsep Basis ekonomi Teori basis ekonomi (economic base theory) mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor di wilayah tersebut. Kegiatan ekonomi dikelompokan atas kegiatan basis dan kegiatan non basis. Hanya kegiatan basis yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah (Tarigan, 2007). Inti dari model ekonomi basis (economic base model) adalah bahwa arah dan pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh ekspor wilayah tersebut. Ekspor tersebut berupa barang dan jasa termasuk tenaga kerja. Sektor basis dan sektor non basis mempunyai hubungan dengan permintaan diluar wilayah. Sektor basis berhubungan secara langsung. Sedangkan sektor non basis berhubungan secara tidak langsung, yaitu melalui sektor basis dulu. Apabila permintaan dari luar meningkat, maka sektor basis akan berkembang. Hal ini pada gilirannya akan mengembangkan sektor non basis. Teori basis ini hanya mengklarifikasikan seluruh kegiatan ekonomi kedalam dua sektor tersebut. Jadi tenaga kerja sektor basis ditambah tenaga kerja sektor non basis sama dengan total tenaga kerja wilayah (Budiharsono, 2001). Dalam teori ekonomi basis, perekonomian di suatu daerah dibagi menjadi dua sektor utama yaitu sektor basis dan non basis. Sektor basis yaitu sektor yang mengekspor barang dan jasa ataupun tenaga kerja ke tempat-tempat di luar batas perekonomian daerah yang bersangkutan. Sektor non basis yaitu sektor yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang bertempat tinggal di dalam batas-batas daerah itu sendiri. Sektor non basis ini tidak
11
mengekspor barang dan jasa maupun tenaga kerja sehingga luas lingkup produksi dan daerah pasar sektor non basis hanya bersifat lokal (Glasson, 1977). Implisit di dalam pembagian kegiatan-kegiatan ini terdapat hubungan sebab akibat yang membentuk teori basis ekonomi. Bertambah banyaknya kegiatan basis disuatu daerah akan menambah arus pendapatan ke dalam daerah yang bersangkutan, menambah permintaan barang dan jasa didalamnya dan menimbulkan kenaikan volume kegiatan bukan basis. Sebaliknya berkurangnya kegiatan basis akan mengakibatkan berkurangnya pendapatan yang mengalir masuk ke dalam daerah yang bersangkutan dan turunnya permintaan terhadap produk dari kegiatan bukan basis. Dengan demikian sesuai dengan namanya kegiatan basis mempunyai peranan penggerak pertama (prime move role) dimana setiap perubahan mempunyai efek multiplier terhadap perekonomian regional (Budiharsono, 2001). 2.6 Shift Share Analisis shift share merupakan analisis yang dapat digunakan untuk mengidentifikasikan sumber pertumbuhan ekonomi baik dari sisi pendapatan maupun dari sisi tenaga kerja disuatu wilayah pada dua periode waktu tertentu. Firdaus (2007), menjelaskan bahwa terdapat tiga komponen dalam analisis shift share yaitu: 1) Komponen pertumbuhan nasional, yaitu perubahan produksi atau kesempatan kerja suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi atau kesempatan kerja nasional, perubahan kebijakan ekonomi nasional atau perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian sekroral dan wilayah; 2) Komponen pertumbuhan proporsional, yaitu perbedaan sektor dalam hal permintaan produk akhir, ketersediaan bahan mentah, kebijakan industri dan struktur serta keragaman pasar; dan 3) Komponen pertumbuhan pangsa wilayah, yaitu perubahan PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah terhadap wilayah lainnya.
12
2.7 Location Quotient (LQ) LQ adalah perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor disuatu daerah terhadap besarnya peranan sektor tersebut secara nasional. Ada banyak variabel yang bisa diperbandingkan, tetapi yang umum adalah tingkat pendapatan dan jumlah lapangan kerja. Apabila LQ kurang dari satu maka wilayah yang bersangkutan harus mengimpor, sedangkan apabila nilai LQ suatu wilayah lebih dari satu maka wilayah tersebut dapat melakukan ekspor (Tarigan, 2007). Tenaga kerja dan pendapatan pada sektor basis adalah fungsi permintaan dari luar (exogeneous), yaitu permintaan dari luar yang mengakibatkan terjadinya ekspor dari wilayah tersebut. Untuk mengetahui suatu sektor perikanan basis atau non basis dapat digunakan beberapa metode, yaitu: a) metode pengukuran langsung merupakan sektor basis yang berhubungan secara langsung dapat dengan pengukuran survei untuk mengidentifikasikan sektor mana yang merupakan sektor basis dan b) metode pengukuran tidak langsung merupakan kegiatan sektor pendukung yang dibutuhkan dalam melayani pekerja sebagai sektor basis dan kegiatan sektor basis itu sendiri (Budiharsono, 2001). Budiharsono (2001) menyatakan bahwa metode location quetiont (LQ) merupakan perbandingan antara pangsa relatif pendapatan total wilayah dengan pangsa pasar relatif pendapatan sektor perikanan pada tingkat kabupaten terhadap pendapatan kabupaten. Hal tersebut secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut:
dimana : vi
: Total Pendapatan subsektor perikanan tangkap pada kabupaten
vt
: Total Pendapatan sektor perikanan kabupaten
Vi
: Total Pendapatan subsektor perikanan tangkap pada tingkat provinsi
Vt
: Total Pendapatan sektor perikanan pada tingkat provinsi Perhitungan LQ merupakan perbandingan tingkat pendapatan di suatu
wilayah dengan pendapatan yang terakumulasi di kabupaten. Perhitungan tersebut dapat menentukan pelaksanaan pembangunan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya di bidang ekonomi.
13
2.8 Efek Pengganda (Multiplier effect) Setiap peningkatan yang terjadi pada kegiatan basis akan menimbulkan efek pengganda (Multiplier effect) pada perekonomian wilayah secara keseluruhan. Menurut Glasson (1977), peningkatan pada kegiatan basis akan mendapat arus pendapatan ke dalam daerah yang bersangkutan, menambah permintaan terhadap barang dan jasa didalamnya serta menimbulkan kenaikan volume kegiatan bukan basis. Selain itu, arus pendapatan akan meningkatkan konsumsi dan investasi yang pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan dan kesempatan kerja. 2.8.1 Indikator pendapatan wilayah Multiplier dengan menggunakan indikator pendapatan ini, dilandaskan pada kenyataan bahwa penginjeksian sejumlah uang tertentu ke dalam perekonomian regional akan menaikkan pendapatan regional yang mengakibatkan bertambahnya pengeluaran konsumen (walaupun dalam jumlah yang lebih kecil daripada jumlah uang yang diinjeksikan semula). Bagian pendapatan yang dibelanjakan ini akan menjadi pendapatan bagi pihak lain yang selanjutnya membelanjakan sebagian, dan demikian seterusnya (Glasson, 1977). Glasson (1977) menjelaskan bahwa secara keseluruhan pendapatan wilayah (Y) merupakan penjumlahan pendapatan sektor basis (Yb) dan sektor non basis (Yn). Pendapatan sektor basis akan dibelanjakan kembali di dalam wilayah maupun untuk impor. Pendapatan yang dibelanjakan kembali di dalam wilayah untuk produksi lokal akan menghasilkan efek pengganda terhadap pendapatan wilayah seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. Jika proporsi pendapatan sektor basis yang dibelanjakan kembali di dalam wilayah sebesar “r”, maka total pendapatan sektor basis yang dibelanjakan kembali adalah sebesar (r) Yb. Selanjutnya pembelanjaan kembali di dalam wilayah akan menghasilkan total pendapatan sebesar (r2) Yb, kemudian menjadi (r3) Yb dan seterusnya. Keadaan ini dapat ditulis dalam bentuk rumus :
Rumus tersebut dapat disederhanakan menjadi :
14
Faktor
di atas merupakan economic multiplier yang menimbulkan efek
pengganda terhadap perekonomian secara keseluruhan. Secara empiris nilai “r” sulit ditemukan, maka rumus tersebut dapat diturunkan lebih lanjut untuk mencari nilai “r” sebagai berikut :
Karena Y-Yb = Yn, maka :
Dengan demikian economic multiplier dalam jangka pendek adalah :
dimana: MSy
: koefisien pengganda jangka pendek untuk indikator pendapatan
Y
: Jumlah total pendapatan wilayah
Yb
: Jumlah pendapatan sektor basis
Berdasarkan rumus di atas, perubahan pendapatan wilayah karena adanya peningkatan kegiatan basis adalah : Y dimana : MSy
: Koefisien pengganda jangka pendek untuk indikator pendapatan
∆Y
: Perubahan Pendapatan Wilayah
∆Yb
: Perubahan Pendapatan sektor basis
Koefisien pengganda jangka pendek tersebut kemudian digunakan untuk memprediksi dampak kegiatan atau sektor basis terhadap perekonomian wilayah secara keseluruhan. 2.8.2 Indikator tenaga kerja Multiplier effect yang ditimbulkan dari indikator tenaga kerja adalah perbandingan atau rasio antara total tenaga kerja disuatu wilayah dengan tenaga kerja pada sektor basis (Glasson, 1977). Penurunan rumus untuk indikator ini sama dengan penurunan rumus pada indikator pendapatan yaitu sebagai berikut :
15
dimana : MSe
: koefisien pengganda jangka pendek untuk indicator pendapatan
E
: Jumlah total tenaga kerja
Eb
: Jumlah tenaga kerja sektor basis
Berdasarkan rumus di atas, dapat dilakukan prediksi dampak yang akan ditimbulkan oleh peningkatan jumlah tenaga kerja pada sektor basis terhadap jumlah total tenaga kerja di wilayah tersebut sebagai berikut:
dimana : MSe
: Koefisien pengganda jangka pendek untuk indicator tenaga kerja
∆E
: Perubahan tenaga kerja kabupaten
∆Eb
: Perubahan tenaga kerja sektor perikanan dan kelautan kabupaten
2.9 Komoditas Unggulan Hasil Tangkapan Penentuan komoditas unggulan pada suatu daerah merupakan langkah awal menuju pembangunan perikanan yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi perdagangan, yang akan dihadapi oleh rakyat Indonesia. Langkah menuju efisiensi dapat ditempuh dengan menggunakan komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif baik ditinjau dari sisi penawaran maupun permintaan. Dari sisi penawaran komoditas ikan unggulan dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhan pada kondisi biofisik, teknologi, dan kondisi sosial ekonomi nelayan yang dapat dijadikan andalan untuk meningkatkan pendapatan. Dari sisi permintaan, komoditas unggulan dicirikan oleh kuatnya permintaan pasar baik domestik maupun internasional (Syafaat dan Supena, 2000). Berbagai pendekatan dan analisis telah banyak digunakan untuk menentukan komoditas ikan unggulan, menggunakan beberapa kriteria teknis dan non teknis dalam memenuhi aspek permintaan dan penawaran (Hendayana, 2003). Setiap pendekatan memiliki kelebihan dan kelemahan, sehingga dalam memilih metode analisis untuk menentukan ikan unggulan ini perlu dilakukan secara hatihati dan bijaksana. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menganalasis komoditas hasil tangkapan unggulan adalah metode location quoteiont (LQ). Location quotient (LQ) merupakan suatu indikator sederhana
16
yang menunjukkan “kekuatan” atau besar kecilnya peranan suatu daerah dibandingkan dengan peranan sektor yang sama di daerah lain (Budiharsono, 2001). 2.10 Unit Penangkapan Ikan Monintja DR (1989), komponen utama dari perikanan tangkap adalah unit penangkapan ikan yang terdiri atas 1) perahu/kapal; 2) alat tangkap; 3) tenaga kerja/nelayan. 1) Kapal Mengacu Undang-undang Nomor. 45 tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor. 31 Tahun 2004 tentang perikanan, disebutkan bahwa kapal perikanan adalah kapal, perahu, alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan
penangkapan
ikan,
mendukung
operasi
penangkapan
ikan,
pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan dan penelitian atau eksplorasi perikanan. Menurut Diniah (2008), kapal penangkap ikan merupakan satu unsur yang tak terpisahkan dalam kesatuan unit penangkapan ikan dengan alat tangkap dan nelayan. Kapal penangkap ikan beragam kontruksi dan ukurannya bergantung pada jenis alat tangkap yang dioperasikannya. Secara prinsip, ada perbedaan kontruksi dan penataan diatas kapal ikan dibandingkan dengan jenis kapal ikan. Kapal penangkapan ikan berguna sebagai sarana transportasi yang membawa seluruh unit penangkapan ikan menuju fishing ground atau daerah penangkapan ikan, serta membawa pulang kembali ke fishing base atau pangkalan beserta hasil tangkapan yang diperoleh. 2) Alat Tangkap Menurut Subani dan Barus (1989) banyaknya jenis-jenis ikan, udang dan biota laut lain dengan tingkah laku dan sifat-sifat yang berbeda-beda, jelas memerlukan alat penangkapan dan teknologi penangkapan yang berbeda-beda pula. Walaupun hal tersebut diakui bahwa sebagian dari jenis-jenis biota lain yang termasuk sasaran yang kadangkala secara kebetulan ikut tetangkap pula. Pengelompokan alat penangkap ikan sendiri dipertimbangkan berdasarkan statistik perikanan tangkap Indonesia menjadi sembilan kelompok antara lain:
17
1) Pukat tarik adalah alat tangkap yang terbuat dari bahan jaring yang berbentuk kerucut yang dioperasikan dengan menyapu dasar perairan atau menyaring kolom air dan ditarik dengan kapal. Jenis-jenis pukat tarik antara lain: otter trawl, pukat tarik udang tunggal (stern shrimp trawl), pukat tarik udang ganda (double rigs shrimp), pukat tarik ikan (fish net) dan pukat tarik berbingkai (beam trawl); 2) Pukat kantong (seine net) adalah alat penangkap ikan dari bahan jaring yang dibentuk berkantong dan dioperasikan dengan cara menyaring kolam air. Jenis-jenis
pukat kantong antara lain payang, jaring lampara, dogol,
cantrang; 3) Pukat cincin (purse seine) adalah alat penangkap ikan dari jaring yang dioperasikan dengan cara melingkari gerombolan ikan hingga alat berbentuk seperti mangkuk pada akhir proses penangkapan. Jenis-jenis pukat cincin antara lain pukat langgar, pukat langgar tanjung balai asahan, pukat senangin, gae, soma giob, soma jiopu, jaring giob daerah ambon, pukat cincin, pukat cincin cakalang; 4) Jaring insang (gillnet) adalah alat penangkap ikan dari jaring, berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran mata jaring yang sama. Berdasarkan cara pengoperasiannya dikelompokan menjadi jaring insang hanyut (drift gillnet), jaring insang tetap (set gillnet). Jaring insang lingkar (encirling gillnet) dan jaring klitik (entangled gillnet). Berdasarkan kontruksinya dikelompokan menjadi jaring insang satu lapis, jaring insang dua lapis dan jaring insang tiga lapis (trammel net). Berdasarkan lokasi pengoperasiannya dikelompokan menjadi jaring insang permukaan (surface gillnet), jaring insang pertengahan (midwater gillnet) dan jaring insang dasar (bottom gillnet); 5) Jaring angkat (lift net) adalah alat penangkap dengan kontruksi tetap yang dioperasikan dengan cara diturunkan ke kolom perairan dan diangkat kembali setelah banyak ikan diatasnya. Jenis-jenis jaring angkat antara lain bagan rakit, bagan apung, bagan perahu;
18
6) Pancing (hook and lines) terdiri atas rawai horizontal (horizontal longline), vertikal longline (vertical longline), huhate (pole and line), pancing tonda (troll), pancing ulur (handline), pancing cumi-cumi (squid handline); 7) Perangkap dan penghadang (trap and barrier) adalah alat tangkap yang menjebak ikan untuk masuk ke dalam alat tangkap atau menghadang ruaya ikan agar ikan sasaran tertangkap. Jenis alat tangkap menurut Subani dan Barus (1989) dikelompokkan menjadi empat yaitu bubu, perangkap setengah lingkaran, sero dan perangkap pasang surut; 8) Alat penangkap ikan dengan penggiring menggiring ikan agar masuk ke dalam perangkap yang sudah dipasang. Jenis alat tangkap ini yaitu muroami dan somamalalugis; dan 9) Alat pengumpul yaitu pengumpul kerang dan rumput laut. 3) Nelayan Nelayan yang diklasifikasikan berdasarkan kegiatan atau waktu yang digunakan dalam melakukan operasi penangkapan ikan yaitu: 1) Nelayan penuh, yaitu nelayan yang seluruh waktunya digunakan untuk melakukan
pekerjaan
operasi
penangkapan
ikan/binatang
air
lainnya/tanaman air; 2) Nelayan sambilan utama, yaitu nelayan yang sebagian besar waktunya digunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan/binatang air, disamping itu juga nelayan ini mempunyai pekerjaan lain; dan 3) Nelayan sambilan tambahan, yaitu nelayan yang sebagian kecil waktunya digunakan melakukan pekerjaan operasi penangkapan.
19
3 METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tinjauan lapang dilaksanakan pada bulan April tahun 2010 dan pengumpulan data dilaksanakan pada bulan September tahun 2010 di Kabupaten Cirebon. Pengolahan data dilaksanakan pada bulan November sampai bulan Desember tahun 2010. Penyusunan skripsi dilaksanakan pada bulan Februari 2011 sampai bulan Mei 2011. 3.2 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan satuan kasusnya adalah subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon. Menurut Nazir (1983), studi kasus adalah penelitian tentang status objek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari suatu keseluruhan personalitas. Tujuan studi kasus adalah untuk memberikan gambaran tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter dari sutu keadaan yang ada pada waktu penelitian dilakukan. 3.3 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari dua yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif dalam penelitian ini adalah berupa data perikanan tangkap dan nilai PDRB Kabupaten Cirebon serta data perikanan tangkap dan nilai PDRB Provinsi Jawa Barat selama lima tahun, sedangkan data kualitatif diperoleh dari hasil wawancara dengan responden di lapangan. Berdasarkan segi perolehannya, data yang didapat dikategorikan sebagai non experimental data atau data yang diperoleh dengan tidak melakukan percobaan. Sumber data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dan pengisian kuisioner di lapangan dengan responden, yang merupakan pihak-pihak terkait dengan kegiatan perikanan tangkap yaitu Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon, Staf Badan Pusat Statistik Kabupaten Cirebon, pengelola PPI, nelayan dan masyarakat sekitar yang terlibat. Data primer ini untuk memperkuat dan menjelaskan data sekunder yang telah didapat. Data sekunder merupakan data
20
time series lima tahun terakhir yang diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon, Badan Pusat Statistik Kabupaten Cirebon, Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat serta Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat. 3.4 Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel yang dilakukan pada penelitian ini adalah purposive sampling atau pemilihan responden dengan sengaja (tidak secara acak). Pemilihan responden
dilakukan
dengan
pertimbangan
bahwa
responden
mampu
berkomunikasi dengan baik dalam pengisian kuisioner. Adapun cara pengambilan sampel ini adalah dengan memilih sub kelompok dari populasi yang sedemikian rupa, sehingga sampel yang dipilih mempunyai sifat yang mewakili dengan sifatsifat populasi berdasarkan pengalaman (Singarimbun dan Effendi, 1989). Jumlah responden yang diwawancara berjumlah 20 orang yang terdiri atas: Kepala Seksi Dinas Kabupaten Cirebon 2 orang, Kepala UPT PPP/PPI Kabupaten Cirebon 3 orang, Staf Badan Pusat Statistik Kabupaten Cirebon 2 orang dan 13 orang nelayan mewakili beberapa alat tangkap yang dominan di PPP/PPI Kabupaten Cirebon diantaranya PPP Bondet Cirebon Utara dengan jumlah nelayan 4 orang, PPI Mundu Pesisir dengan jumlah nelayan 4 orang jenis alat tangkap payang ampera dan PPI Gebang Mekar dengan jumlah nelayan 5 orang jenis alat tangkap dogol. 3.5 Metode Analisis Data Analisis data adalah proses-proses penyederhanaan data dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan kemudian ditampilkan dalam bentuk tabel. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan kondisi dan keragaan pembangunan subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon. Beberapa analisis yang berkaitan dengan tujuan penelitian peranan dan dampak subsektor perikanan tangkap terhadap ekonomi wilayah di Kabupaten Cirebon.
21
3.5.1 Analisis shift share Menurut Firdaus (2007) analisis ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi sektor perikanan terhadap PDRB. Model matematikanya sebagai berikut:
dimana: Ki
: Besarnya kontribusi pada tahun i
Vi
: PDRB sektor perikanan pada tahun i
Pi
: Total PDRB pada tahun i
3.5.2 Analisis location quotient (LQ) Analisis location quotient (LQ) digunakan untuk mengetahui besarnya peranan sektor perikanan dalam menunjang pembangunan wilayah tertentu. Peranan tersebut merupakan kontribusi dari sektor perikanan terhadap pertumbuhan wilayah, dimana dalam metode yang digunakan tersebut kontribusi perikanan berupa kemampuan perikanan dalam penyerapan tenaga kerja. Besar kecilnya peranan sektor perikanan dilihat dari perikanan tersebut sebagai sektor basis atau non basis (Kadariah, 1985). Budiharsono
(2001) menyatakan bahwa metode location quotient (LQ)
merupakan perbandingan antara pangsa relatif pendapatan (tenaga kerja) sektor perikanan pada tingkat wilayah terhadap pendapatan total wilayah dengan pangsa relatif pendapatan sektor perikanan pada tingkat kabupaten terhadap pendapatan kabupaten. Hal tersebut secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:
dimana : vi
: pendapatan subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon
vt
: total pendapatan sektor perikanan di Kabupaten Cirebon
Vi
: pendapatan subsektor perikanan tangkap di Provinsi Jawa Barat
Vt
: total pendapatan sektor perikanan di Provinsi Jawa Barat
3.5.3 Analisis dampak subsektor perikanan tangkap Setiap peningkatan yang terjadi pada kegiatan basis akan menimbulkan efek pengganda (Multiplier Effect) pada perekonomian wilayah secara keseluruhan.
22
Menurut Glasson (1977) multiplier effect jangka pendek dalam hal ini dihitung berdasarkan nilai perubahan yang terjadi berdasarkan indikator pendapatan wilayah dan dapat dilihat dalam rumus :
dimana: MSy
: Koefisien pengganda jangka pendek untuk indikator pendapatan
∆Y
: Perubahan Pendapatan Wilayah Kabupaten
∆Yb
: Perubahan Pendapatan sektor perikanan dan kelautan Kabupaten
Perhitungan multiplier effect berdasarkan indikator tenaga kerja dirumuskan :
dimana : MSe
: Koefisien pengganda jangka pendek untuk indikator tenaga kerja
∆E
: Perubahan tenaga kerja Kabupaten
∆Eb
: Perubahan tenaga kerja sektor perikanan Kabupaten
3.5.4 Analisis komoditas unggulan Budiharsono (2001), menyatakan bahwa untuk dapat menentukan jenis ikan unggulan yang dijadikan prioritas pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon, dibuat matrik dari pendekatan location quotient (LQ). Secara lebih operasional LQ didefinisikan sebagai rasio presentase dari total aktivitas perikanan tangkap pada sub wilayah ke-I terhadap presentasi aktivitas total terhadap wilayah yang diamati. Model matematikanya sebagai berikut:
dimana: LQ
: Location Quotient
Qi
: produksi ikan jenis ke-i Provinsi Jawa Barat
Qt
: produksi total perikanan tangkap Provinsi Jawa Barat
qi
: produksi jenis ke-i Kabupaten Cirebon
qt
: produksi total perikanan tangkap Kabupaten Cirebon
23
Pendekatan adanya pemusatan produksi perikanan tangkap dengan LQ dibedakan dalam dua kelompok, kelompok-kelompok tersebut masing-masing terdiri atas 3 kriteria dan 2 kriteria. Kelompok pertama dilihat dari nilai perhitungan LQ itu sendiri, yaitu terpusat (LQ>0), mendekati terpusat (LQ=0,8 sampai 0,99) dan tidak terpusat (LQ<1). Masing-masing kelompok secara berurutan diberi bobot 3 apabila nilai LQ mengalami pertumbuhan yang meningkat, nilai LQ yang mengalami pertumbuhan tetap diberi bobot 2, dan apabila nilai LQ yang mengalami pertumbuhan menurun diberi bobot 1. Dari ketiga hasil pembobotan LQ tersebut, selanjutnya menentukan kecenderungan nilai LQ dengan nilai bobot trend LQ. Bobot trend LQ yang meningkat diberi nilai 3, bobot trend LQ tetap diberi nilai 2, dan bobot trend menurun diberi nilai 1. Berdasarkan
penjumlahan
kedua
nilai
bobot
tersebut
selanjutnya
menghitung lebar kelas dengan mengurangi nilai total bobot tertinggi dikurangi nilai bobot total terendah kemudian dibagi dengan banyaknya kelas yaitu (14-7)/3. Menentukan selang selang kelas dengan mengetahui selang atas dan selang bawah, selang kelas komoditas unggulan yaitu ≥14, komoditas netral selang kelasnya yaitu 11-13, dan komoditas non unggulan selang kelasnya yaitu 8-10. Komoditas unggulan merupakan hasil tangkapan unggulan dan dijadikan prioritas untuk pengembangan produksi perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon. 3.5.5 Produktivitas perikanan tangkap Analisis yang dilakukan terhadap sektor perikanan tangkap yaitu dengan menghitung
produktivitas
unit
penangkapan
ikan.
Produktivitas
adalah
perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumberdaya yang dipergunakan (Ravianto J, 1986). Produktivitas dihitung dengan menggunakan data sekunder. Menurut Hermawan (2007), rumus yang digunakan untuk mengetahui produktivitas per trip dan produktivitas per unit yaitu:
24
3.6 Batasan Konsep Pengukuran Dalam penelitian ini terdapat beberapa batasan konsep yang penting antara lain: 1) Penelitian ini menganalisis subsektor perikanan tangkap; 2) Peranan subsektor perikanan tangkap dalam pembangunan adalah kedudukan subsektor perikanan tangkap dalam pembangunan wilayah yang diukur berdasarkan indikator penadapatan wilayah; 3) Sektor basis perikanan tangkap adalah perbadingan relatif kemampuan subsektor perikanan tangkap pada wilayah penelitian dibandingkan dengan wilayah administrasi di atasnya (Provinsi) serta subsektor perikanan tangkap mampu memenuhi kebutuhan komoditas perikanan Kabupaten Cirebon dan mengekspor ke luar Kabupatn Cirebon; 4) PDRB adalah pendapatan total suatu wilayah dari seluruh
kegiatan
perekonomian selama setahun. PDRB yang dimaksud dalam penelitian ini adalah PDRB harga Konstan (Lampiran 1), sedangkan PRDB harga berlaku (Lampiran 2); 5) Kesempatan kerja subsektor perikanan tangkap adalah jumlah angkatan kerja subsektor perikanan tangkap; 6) Efek pengganda (pendapatan/tenaga kerja) adalah koefisien yang menunjukkan kemampuan setiap peningkatan pendapatan/tenaga kerja dalam wilayah terhadap pertumbuhan wilayah pendapatan/tenaga kerja yang bersangkutan; dan 7) Keragaan perikanan tangkap adalah produktivitas perikanan tangkap yang terkait dalam unit penangkapan ikan, dimana dalam suatu kegiatan perikanan terdapat kapal, alat tangkap dan nelayan yang menjadi indikator keberhasilan suatu perikanan tangkap layak untuk dikembangkan.
25
4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1 Keadaan Umum Kabupaten Cirebon 4.1.1 Kondisi geografis dan topografi Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur. Pada sektor pertanian Kabupaten Cirebon merupakan salah satu daerah produsen beras yang terletak di jalur pantura. Letak daratannya memanjang dari Barat Laut ke Tenggara. Dilihat dari permukaan tanah/daratannya dapat dibedakan menjadi dua bagian, pertama daerah dataran rendah umumnya terletak di sepanjang pantai utara yaitu Kecamatan Klangenan,
Gegesik,
Kaliwedi,
Gunungjati,
Kapetakan,
Tengahtani,
Weru,
Arjawinangun,
Panguragan,
Astanajapura,
Pangenan,
Karangsembung, Waled, Ciledug, Losari, Babakan, Gebang, Palimanan, Plumbon, Depok dan Kecamatan Pabedilan. Bagian kedua sebagian lagi termasuk pada daerah dataran tinggi. Kabupaten Cirebon berdasarkan letak geografisnya berada pada posisi 108o40’ - 108o48’ Bujur Timur dan 6o30’ – 7o00’ Lintang Selatan, yang dibatasi oleh: 1) Sebelah utara berbatasan dengan Kota Cirebon dan Laut Jawa 2) Sebelah barat berbatasan dengan wilayah Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Indramayu 3) Sebelah selatan berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kuningan 4) Sebelah timur berbatasan dengan wilayah Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah Wilayah Kecamatan yang terletak sepanjang jalur pantura termasuk pada dataran rendah yang memiliki letak ketinggian antara 0–10 m dari permukaan air laut, tetapi wilayah kecamatan yang terletak di bagian selatan memiliki letak ketinggian antara 11–130 m dari permukaan laut. Faktor iklim dan curah hujan di Kabupaten Cirebon dipengaruhi oleh keadaan alamnya yang sebagian besar terdiri dari daerah pantai dan perbukitan terutama daerah bagian utara, timur, dan barat, sedangkan daerah bagian selatan merupakan daerah perbukitan. Kabupaten Cirebon dilalui oleh 18 aliran sungai yang berhulu di bagian selatan. Sungai-
26
sungai yang ada di Kabupaten Cirebon yang tergolong besar antara lain Cisanggarung, Ciwaringin, Cimanis, Cipager, Pekik, dan Kalijaga. Berdasarkan tata letak geografis dan perbatasan Kabupaten Cirebon dapat disajikan pada Lampiran 3. 4.1.2 Kondisi demografi dan pendidikan Kabupaten Cirebon mempunyai jumlah penduduk yang cukup besar. Penduduk Kabupaten Cirebon pada tahun 2008 sebanyak 2.144.558 jiwa. Luas wilayah 990,36 km2 maka rata-rata kepadatan penduduk di wilayah Kabupaten Cirebon sebesar 2.165 jiwa per km2. Kepadatan penduduk Kabupaten Cirebon per kecamatan hingga pada tahun 2008 masih menunjukkan kondisi kurang merata seperti pada tahun-tahun sebelumnya. Secara keseluruhan dari total 424 desa yang ada, 12 diantaranya kelurahan yang kesemuanya terdapat di wilayah Kecamatan Sumber sehingga penduduk terbesar terdapat di Kabupaten Sumber yaitu sebanyak 86.447 jiwa dengan persebaran sebesar 4,03% dan yang terkecil Kecamatan Pasaleman yaitu jumlah penduduk hanya 27.227 jiwa dengan persebaran sebesar 1,27%. Kepadatan penduduk di masing-masing Kecamatan juga menunjukkan ketidakmerataan. Hal ini disebabkan kondisi dan potensi masing-masing wilayah kecamatan yang tidak sama. Makin padatnya penduduk cenderung di pusat kota kecamatan dan daerah perkotaan, dimana banyak terdapat kegiatan-kegiatan ekonomi masyarakat di berbagai bidang usaha yang dapat memberikan lapangan pekerjaan seperti perdagangan, industri, pengangkutan, pertanian, pertambangan, pemerintahan, dan jasa-jasa. Tingkat pendidikan di Kabupaten Cirebon sudah cukup merata dan proporsional dengan jumlah penduduk secara umum. Jumlah Sekolah Dasar yang terbanyak terdapat di Kecamatan Sumber dengan jumlah murid 7.661 murid, sedangkan jumlah SLTP (negeri dan swasta) di Kabupaten Cirebon sebanyak 125 sekolah dengan 77.250 murid. 4.2 Keadaan Umum Sektor Perikanan Sektor perikanan yang ada di Cirebon meliputi perikanan budidaya, perikanan tangkap, dan pengolahan hasil perikanan yang terus mengalami
27
peningkatan. Usaha perikanan tangkap di laut merupakan bentuk usaha perikanan yang banyak dilakukan masyarakat pesisir Kabupaten Cirebon dan merupakan sumber utama produksi perikanan di Kabupaten Cirebon. Umumnya jenis ikan hasil tangkapan di laut berupa ikan tongkol, pari, rajungan, cumi-cumi, sontong. Disamping perikanan laut juga ada usaha perikanan tambak, kolam, dan usaha kolam air deras. Usaha perikanan laut memberi kontribusi terbesar terhadap produksi perikanan di Kabupaten Cirebon. Secara lebih rinci produksi dan nilai produksi perikanan di Kabupaten Cirebon dapat dilihat dalam Tabel 1. Tabel 1 Perkembangan produksi perikanan Kabupaten Cirebon Tahun 2008-2009 No
Kegiatan Perikanan
Produksi (Ton)
Kenaikan (%)
2008 25.521,00
2009 35.565,00
39,35
1
Penangkapan Laut
2
Tambak
4.390,90
10.886,60
147,93
3
Kolam
1.245,60
1.690,10
35,68
4
Sawah
6,40
3,30
-48,43
5
Sungai
97,40
114,20
17,24
6
Waduk
87,70
78,70
-10,26
7
Kolam Air Deras
5,20
-
-100
8
Budidaya Laut
10.988,20
7.732,40
-29,62
42342,40 56.070,30 Jumlah Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon, 2009
32,42
4.2.1 Perikanan budidaya Kegiatan budidaya di Kabupaten Cirebon meliputi budidaya ikan di laut, air payau dan air tawar (perairan umum). Dalam hal ini yang dimaksud budidaya ikan dalam arti luas, termasuk budidaya udang dan kerang-kerangan. Budidaya ikan laut masih sebatas pada jenis budidaya kerang hijau di Kecamatan Mundu. Budidaya air payau yang terdiri dari tambak ikan dan udang tersebar di 7 kecamatan antara lain Kecamatan Losari, Gebang, Pangenan, Mundu, Gunungjati, Suranenggala dan Kapetakan, sedangkan untuk budidaya air tawar tersebar di 34 Kecamatan dari 40 Kecamatan di Kabupaten Cirebon dengan produksi
yang dicapai sebesar 1.774,5 ton dengan nilai produksinya
Rp15.364.655.000,- serta penyerapan tenaga kerja sebanyak 4.516 RTP.
28
Tabel 2 Potensi perkembangan budidaya di Kabupaten Cirebon Tahun 2008 No 1 2
Jenis Budidaya
Potensi 399,60 km2
Pemanfataan 399,60 km2
Payau
5.163,50 ha
5163,57 ha
a. Budidaya Udang
1.635,12 ha
1635,12 ha
b. Budidaya Ikan
3.528,45 ha
3528,45 ha
20.416,00 ha
766,10 ha
784,00 ha
220,60 ha
2
45,50 m2
8.632,00 ha
500 ,00 ha
Laut
Tawar 3
a. Budidaya Kolam air tenang b. Budidaya Kolam air deras
11.000 ,00 m
c. Sawah Minapadi
Sumber: Dinas Perikananan Kabupaten Cirebon, 2008
Berbagai jenis ikan yang dibudidayakan menurut jenis budidaya di Kabupaten Cirebon yaitu: 1) Budidaya laut, komoditas yang dibudidayakan kerang hijau; 2) Budidaya tambak, ikan yang dibudidayakan adalah ikan mujair, bandeng, belanak, kakap, udang windu, udang putih, udang vaname, kerang darah dan rumput laut; 3) Budidaya kolam, ikan yang dibudidayakan adalah ikan mas, ikan tawes, ikan nilem, ikan nila, ikan gurame, ikan sepat siam, ikan tambakan, ikan patin, ikan tambakan, ikan mujair, ikan lele. Tabel 3 Produksi dan nilai produksi perikanan budidaya Kabupaten Cirebon No
Kegiatan Perikanan Jenis Budidaya
Produksi 2007 Ton
2006 Ton
2008 Ton
2006 (Rp 000)
Nilai Produksi 2007 2008 (Rp 000) (Rp 000)
1
Tambak
3.382,1
4.182,9
4.390,9
70.636,0
97.612,9
91.354,0
2
Kolam
1.234,2
1.185,6
1.245,6
9.691,6
11.103
15.788,0
3
Sawah
5,1
54,0
6,4
63,9
64,8
96,0
4
Sungai
91,4
52,1
97,4
416,7
151,2
423,4
5
Waduk
127,0
124,8
87,7
665,4
457,3
497,3
6
Kolam Air Deras
3,4
5,0
5,2
48,2
60
62,4
7
Budidaya Laut
10.259,0
10.464,2
10.988,2
6.683,7
6.278
6.592,9
Jumlah
15.102,0
16.068,6
16.821,4
88.162,0
115.727,0
114.814,0
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon, 2008
Berdasarkan Tabel 3 maka jumlah produksi budidaya terbesar yaitu jenis budidaya laut pada tahun 2008 sebesar 10.988,2 ton dengan nilai produksi sebesar Rp 6.592.900,00. Jumlah produksi budidaya terkecil yaitu jenis budidaya kolam air deras pada tahun 2006 sebesar 3,4 ton dengan nilai produksi sebesar Rp 48.200,00.
29
4.2.2 Perikanan tangkap Kegiatan usaha penangkapan ikan di Kabupaten Cirebon tersebar di tujuh kecamatan pantai yaitu Kecamatan Kapetakan, Cirebon Utara, Mundu Pesisir, Astanajapura, Pangenan, Gebang dan Losari. Konsentrasi penangkapan terbesar di tiga kecamatan yaitu Kecamatan Gebang, Kecamatan Mundu Pesisir dan Kecamatan Cirebon Utara. 1) Jenis Alat Tangkap Beberapa jenis alat tangkap yang digunakan di Kabupaten Cirebon untuk melakukan penangkapan ikan antara lain alat tangkap payang, pukat tarik ikan, dogol, pukat pantai, jaring insang hanyut, jaring lingkar, jaring insang tetap, pukat tarik ikan, bagan tancap, anco, rawai tetap, dan perangkap kerang. Tabel 4 Perkembangan alat tangkap Kabupaten Cirebon Tahun 2004-2009 Jenis Alat Tangkap Pukat Tarik Ikan
Jumlah Alat Tangkap (unit) 2004
2005
2006
2007
2008
2009
0
0
549
584
1.362
622
Payang
401
684
167
516
1.522
793
Dogol
373
321
47
13
138
138
4
277
85
70
206
206
1.864
1.696
388
83
197
472
221
221
281
163
165
592
Jaring insang tetap
2.634
1.124
544
426
1.256
1.475
Trammel net
2.204
2.336
590
364
1.786
2.014
Bagan Tancap
180
180
35
12
53
192
Rawai Tetap
185
135
19
79
233
233
1.080
1.889
227
180
236
277
0
0
0
8
64
64
Pukat Pantai Jaring Insang Hanyut Jaring Lingkar
Pengumpul Kerang Anco Perangkap Lainnya Jumlah
0
0
0
248
507
667
9.146
8.863
2.932
2.746
7.725
7.745
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon 2009
Berdasarkan Tabel 4 bahwa jumlah alat tangkap perikanan Kabupaten Cirebon jumlah tertinggi terdapat pada tahun 2004 sebesar 9.146 unit sedangkan jumlah terendah terdapat pada tahun 2007 sejumlah 2.746 unit. Pada tahun 2008 mengalami peningkatan kembali hingga tahun 2009 dari 7.725 menjadi 7.745, hal ini di karenakan pada tahun 2007 hingga sekarang mulai diadakan pendataan baru mengenai jumlah alat tangkap di Kabupaten Cirebon.
30
Berdasarkan pada Gambar 2 bahwa perkembangan jumlah alat tangkap Kabupaten Cirebon selama dua tahun yang lalu yaitu tahun 2006 dan tahun 2007 mengalami penurunan yang sangat signifikan, namun pada tahun 2008 sampai
Alat Tangkap (unit)
2009 mengalami peningkatan kembali. 10000
8.863
8000
7.725
9.146
7.745
6000 4000 2000
2.932
2.746
0 2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun
Gambar 2 Perkembangan jumlah alat tangkap perikanan Kabupaten Cirebon Tahun 2004-2009. Berdasarkan Gambar 3 ternyata ada tiga alat tangkap yang dominan dioperasikan oleh nelayan Kabupaten Cirebon yaitu pukat tarik ikan, dogol, dan payang. Menurut presentasi jumlah per alat tangkap yang dioperasikan di Kabupaten Cirebon untuk pukat tarik ikan sebesar 26%, dogol 19% dan payang 10%.
26%
Pukat Tarik Ikan
2%
Payang
3% 3%
Dogol Pukat Pantai
19%
1% 9%
Jaring Insang Hanyut Jaring Lingkar Jaring Insang Tetap
8%
8% 6% 3% 2%
10%
Trammel Net Bagan Tancap Rawai Tetap
Gambar 3 Presentasi jumlah alat tangkap di Kabupaten Cirebon Tahun 2009.
31
Tabel 5 Perkembangan jumlah produksi per alat tangkap di Kabupaten Cirebon Tahun 2006-2009 2006 No
2007
2008
2009
Jenis Alat Tangkap Produksi (Ton)
1
Pukat Tarik Ikan
3.998,6
16.534
6.979
2.257
2
Payang
3.724,1
8.275
6.391,3
1.022,8
3
Dogol
13.679,8
1.235
10.640,9
11.888,5
4
Pukat Pantai/Jr Arad
114,6
369
-
228,9
5
Jaring Insang Hanyut
6.433,5
1.140
9.676,4
547,5
6
Jaring Lingkar
205,3
2.189
86,3
1.898,7
7
Jaring insang tetap
1.438,9
311
840,2
3.236,5
8
Trammel net
1.271,9
926
1.534,2
764,6
9
Bagan Tancap
470,1
48
90,2
206,4
10
Anco
-
14
-
30,4
11
Rawai Tetap
6.399,9
422
4.047,2
849,8
12
Perangkap Kerang
1.692,4
896
3.627,3
2.314,3
13
Perangkap lainnya
-
4.570
700,1
1.432,7
39.429,1
36.929
44.613,1
26.678,1
Jumlah
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon, 2009
Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa jumlah produksi terbesar pada tahun 2007 terdapat pada alat tangkap pukat tarik ikan dengan jumlah produksi sebesar 16.534 ton dan pada tahun 2008 hingga 2009 jumlah produksi terbesar terdapat pada alat tangkap dogol dengan jumlah produksinya 10.640,9 ton dan 11.888,5 ton. Selain itu juga perkembangan jumlah produksi dari alat tangkap yang ada di Kabupaten Cirebon juga dapat dilihat pada Gambar 4 yang menjelaskan bahwa
Produksi (Ton)
jumlah produksi setiap tahunnya cenderung meningkat. 50000
44.613,1
39.429,1
40000 30000
26.678,1
36.929
20000 10000 0 2006
2007
2008
2009
Tahun
Gambar 4 Perkembangan produksi per jumlah alat tangkap Kabupaten Cirebon Tahun 2006-2009.
32
Berdasarkan Gambar 5 terlihat bahwa terdapat dua alat tangkap yang mempunyai presentasi terbesar pada tahun 2009 yaitu alat tangkap dogol sebesar 45% dan jaring insang tetap sebesar 12%. Hal ini menunjukkan bahwa kedua alat tangkap tersebut yang dominan dioperasikan pada tahun 2009 dengan jumlah produksi yang cenderung meningkat.
5%
8%
4%
Pukat Tarik Ikan Payang Dogol Pukat Pantai/Jr Arad Jaring Insang Hanyut Jaring Lingkar Jaring insang tetap Trammel net Bagan Tancap Anco Rawai Tetap Perangkap Kerang Perangkap lainnya
9%
0% 3% 3% 1%
12% 45%
7% 2% 1%
Gambar 5 Presentasi produksi per jumlah alat tangkap di Kabupaten Cirebon Tahun 2009. 2) Nelayan Nelayan yang terserap dalam usaha penangkapan ikan di Kabupaten Cirebon terdiri atas nelayan pemilik dan nelayan buruh. Nelayan pemilik adalah nelayan yang memiliki kapal penangkap ikan atau tidak ikut melaut untuk menangkap ikan. Nelayan buruh adalah nelayan yang hanya memiliki faktor produksi tenaga kerja tanpa memiliki kapal penangkap ikan. Tabel 6 Jumlah nelayan yang beroperasi di Kabupaten Cirebon Tahun 2004-2009 Tahun
Nelayan
Jumlah
RTP
RTBP
2004
5.614
19.886
25.500
2005
4.619
17.192
21.811
2006
5.533
17.207
22.740
2007
5.255
18.095
23.350
2008
4.204
14.476
18.680
2009
5.054
17.371
22.425
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon, 2009
33
Menurut data yang tercantum pada Tabel 6 jumlah nelayan pemilik dan buruh pada tahun 2004 memiliki jumlah yang tertinggi, dimana untuk nelayan pemilik mencapai 5.614 orang dibandingkan dengan tahun berikutnya dan pada nelayan buruh jumlah tertinggi mencapai 19.886 orang. Jumlah nelayan terendah terdapat pada tahun 2007 dengan nelayan pemilik 4.204 orang dan nelayan buruh 14.476 orang. Secara keseluruhan jumlah nelayan Kabupaten Cirebon mengalami penurunan yang sangat kecil setiap tahunnya sehingga tidak begitu mempengaruhi
Nelayan (Orang)
kegiatan usaha penangkapan ikan.
30000 25000
25.500 19.886
21.811 17.192
22.740
23.350
20000
17.207
18.095
18.680 14.476
17.371
5.614
4.619
5.533
5.255
4.204
5.054
15000
22.425
10000 5000 0 2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun Jumlah Nelayan Total
Jumlah Nelayan RTP
Jumlah Nelayan RTBP
Gambar 6 Perkembangan jumlah tenaga kerja yang beroperasi di Kabupaten Cirebon. Berdasarkan Gambar 6 grafik hubungan tahun dengan jumlah nelayan Kabupaten Cirebon, baik untuk nelayan buruh (RTBP), nelayan pemilik (RTP) dan total jumlah nelayan. Nelayan RTBP mempunyai jumlah yang lebih banyak di bandingkan dengan nelayan RTP, karena di Kabupaten Cirebon hanya pemilik modal besar saja yang menjadi nelayan pemilik dan sebagian besar masyarakat disana menjadi nelayan buruh yang berasal dari daerah tersebut. 3) Armada Penangkapan Armada yang digunakan pada kegiatan penangkapan ikan di laut Kabupaten Cirebon umumnya berupa perahu dan kapal. Perahu yang digunakan menggunakan mesin sebagai tenaga penggeraknya biasanya ditempatkan disamping perahu disebut juga dengan outboard motor, sedangkan sebagai tenaga penggerak kapal digunakan mesin dalam (inboard motor) dimana mesin kapal ditempatkan didalam kapal itu sendiri.
34
Tabel 7 Jumlah armada penangkapan di Kabupaten Cirebon Tahun 2004-2009 Jumlah perahu/motor tempel Tahun
Jumlah Tanpa motor
Motor tempel
Kapal Motor
2004
0
4.676
41
4.717
2005
0
4.797
41
4.838
2006
21
4.666
18
4.705
2007
37
4.049
7
4.093
2008
37
4.049
7
4.093
2009
37
4.049
7
4.093
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon, 2009
Berdasarkan Tabel 7 mengenai jumlah armada penangkapan bahwa armada penangkapan di Kabupaten Cirebon Tahun 2007-2009 memiliki jumlah yang tetap. Hal tersebut disebabkan adanya pendataan baru pada jenis alat tangkap dan sebagian besar armada yang digunakan dalam kegiatan penangkapan ikan berupa perahu bermotor tempel. Kapal motor kegiatan penangkapan ikan hanya terdapat di dua kecamatan seperti Kapetakan dan Cirebon Utara. 4) Produksi dan Nilai produksi perikanan tangkap Perkembangan produksi dan nilai produksi perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon selama tahun 2004-2009 dapat dilihat pada Tabel 8 bahwa terjadi penurunan produksi dan peningkatan nilai produksi perikanan tangkap. Jumlah produksi terbesar yaitu 40.483 ton pada tahun 2004 sedangkan terendahnya pada tahun 2008 hanya 25.521 ton. Jumlah produksi yang besar memiliki nilai produksi yang sangat rendah yaitu Rp 196.363.000,00 dan jumlah produksi yang rendah memiliki nilai produksi yang sangat besar yaitu Rp 659.434.490,00. Berdasarkan uraian di atas jumlah produksi penangkapan di laut cenderung berlawanan dengan jumlah nilai produksi penangkapan ikan di Kabupaten Cirebon. Produksi menurun karena berkembangnya alat tangkap jaring arad. Sehingga produktivitas hasil tangkapan yang dihasilkan oleh beberapa alat tangkap cenderung mengalami penurunan. Selain itu, alat tangkap jaring arad dapat merusak lingkungan. Nilai produksi mengalami peningkatan karena mengalami kenaikan harga setiap tahunnya yang akibatnya harga jual ikan juga meningkat.
35
Tabel 8 Jumlah produksi dan nilai produksi perikanan tangkap Kabupaten Cirebon Tahun 2004-2009 Tahun
Produksi (Ton)
Nilai Produksi (Rp 000)
Harga rata-rata (Rp/kg)
2004
40.483
196.363
4.850
2005
40.554
214.639
5.290
2006
39.429
249.817
6.340
2007
39.688
260.494
6.560
2008
25.521
659.434
25.830
2009
35.565
434.433
12.220
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon, 2009
Berdasarkan Gambar 7 mengenai jumlah produksi dan nilai produksi perikanan tahun 2004-2009 diketahui bahwa jumlah produksi perikanan laut di Kabupaten Cirebon mempunyai nilai yang cenderung menurun setiap tahunnya dan nilai produksinya mempunyai nilai yang cenderung meningkat. Hal ini karena berkembangnya alat tangkap arad mengakibatkan produktivitas hasil tangkapan oleh beberapa alat tangkap rendah, sehingga jumlah produksi juga rendah. Selain itu, hubungan tahun dan jumlah produksi perikanan laut di Kabupaten Cirebon tahun 2004-2009 mempunyai nilai produksi yang meningkat. Hal ini karena terjadinya peningkatan harga jual ikan setiap tahunnya yang awalnya hanya Rp 4.850,00 per kg pada tahun 2004 hingga mencapai harga Rp 25.830,00 tahun
Produksi (Ton)
50000 40000
800000 39.688
659.434 35.565
40.554,7
30000 20000
39.429,1
40.483
196.363 214.639,01
249.817,1
10000
25.521
434.433,98
260.494,23
0
600000 400000 200000 0
2004
Nilai Produksi (ribuan)
2008, dan menurun menjadi Rp 12.220,00 per kg pada tahun 2009.
2005
2006 2007 2008 Tahun Produksi (Ton) Nilai produksi (ribuan)
Gambar 7 Perkembangan produksi dan nilai produksi perikanan tangkap Kabupaten Cirebon Tahun 2004-2009. 5) Jenis Komoditas Perikanan Tangkap Jenis ikan yang ditangkap di Kabupaten Cirebon dapat dibagi menurut kelompok ikan pelagis kecil, ikan pelagis besar, ikan demersal, udang, dan
36
binatang lunak. Kelompok pelagis kecil yang ditangkap antara lain ikan peperek, ikan selar, ikan japuh, ikan teri, ikan tembang, ikan kembung, ikan sebelah. Kelompok pelagis besar yang ditangkap antara lain ikan kakap merah, ikan kakap putih, ikan tongkol. Kelompok ikan demersal yang ditangkap antara lain ikan bawal putih, ikan manyung, ikan pari, ikan layur. Kelompok udang-udangan yang ditangkap antara lain udang krosok, udang jerbung, udang windu, udang dogol, rajungan. Selain itu, ada kelompok binatang berkulit lunak yang produksinya ditangkap antara lain cumi-cumi, kerang darah dan gurita.
37
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Kondisi Perekonomian Kabupaten Cirebon Perkembangan ekonomi suatu wilayah dapat ditunjukan dengan meningkat atau tidaknya kondisi perekonomian dengan mengetahui nilai PDRB dan laju pertumbuhan
lapangan
usaha,
sehingga
dapat
mengetahui
gambaran
perekonomian suatu wilayah baik dikalangan pemerintah maupun swasta untuk menentukan kearah mana daerah tersebut akan dikembangkan. Kabupaten Cirebon
dikatakan
mengalami
perkembangan
ekonomi
bila
kondisi
perekonomiannya meningkat dari tahun ke tahun. Indikator yang dapat digunakan untuk melihat peningkatan tersebut diantaranya dengan data statistik Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). 5.1.1 Produk domestik regional bruto (PDRB) Pada dasarnya pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha untuk meningkatkan
pendapatan
masyarakat,
memperluas
lapangan
pekerjaan,
pemerataan pembagian pendapatan, meningkatkan hubungan ekonomi antar daerah/wilayah dan mengupayakan terjadinya pergeseran kegiatan ekonomi yang semula dari sektor primer, yaitu sektor yang bergantung pada jenis lapangan usaha pertanian serta pertambangan dan penggalian kepada sektor sekunder (lapangan usaha industri pengolahan; listrik, gas dan air minum; konstruksi/bangunan) serta sektor tertier (lapangan usaha perdagangan, hotel dan restoran; angkutan dan komunikasi; bank/lembaga keuangan, perusahaan persewaan, jasa pemerintahan dan jasa swasta) yang dapat menentukan skala pembangunan sektoral yang lebih tepatnya adalah Produk domestik regional bruto (PDRB). PDRB menggambarkan kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumberdaya manusia dan faktor-faktor produksi lainnya untuk menciptakan nilai tambah baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan tahun 2000 (BPS Kabupaten Cirebon, 2009). Ada dua tipe nilai tambah antara lain, 1) nilai tambah bruto mencakup komponen-komponen faktor pendapatan (upah, gaji, bunga, sewa, tanah, dan keuntungan), penyusutan, dan pajak tidak langsung netto. Jadi, dengan menghitung nilai tambah bruto masing-masing sektor dan menjumlahkannya, akan menghasilkan produk domestik regional bruto atas dasar harga pasar. 2)
38
harga konstan artinya harga produk didasarkan atas harga pada tahun tertentu. Tahun yang dijadikan patokan harga disebut tahun dasar untuk penentuan harga konstan. Jadi, kenaikan pendapatan hanya disebabkan oleh meningkatnya jumlah fisik produksi, karena harga dianggap tetap (BPS Kabupaten Cirebon, 2009). Badan Pusat Statistik (2009) menjelaskan bahwa ketersediaan data dalam penyusunan PDRB ini secara berkala, bertujuan untuk memperoleh informasi antara lain: a) Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Apabila angka-angka statistik PDRB disajikan atas dasar harga konstan, akan menunjukan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah baik keseluruhan maupun per sektor. b) Tingkat Kemakmuran Suatu Daerah Pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum tentu menjamin kemakmuran yang tinggi bagi masyarakat kalau perkembangan penduduk juga tinggi. Tingginya pertumbuhan pendapatan per kapita lebih menunjukkan perkembangan kemakmuran sebab bila dilihat dari sudut konsumsi, berarti masyarakat akan mempunyai kesempatan untuk menikmati barang dan jasa yang lebih banyak atau lebih tinggi kualitasnya. Untuk mengetahui tingkat kemakmuran suatu daerah harus tersedia angka pembanding dari daerah lainnya dan untuk mengetahui perkembangannya perlu diketahui angka perkembangan pendapatan secara berkala. Adanya angka pembanding dari pendapatan per kapita dapat disimpulkan bahwa tingkat kemakmuran suatu daerah lebih baik dari daerah lainnya. Selain itu dapat dilihat peningkatan kemakmuran daerah tersebut dari tahun ke tahun. c) Tingkat Inflasi dan Deflasi Penyajian atas dasar harga konstan dan atas harga berlaku dapat dipakai sebagai indikator untuk melihat tingkat inflasi ataupun deflasi yang terjadi. d) Gambaran Struktur Perekonomian Angka-angka yang disajikan secara sektoral memperlihatkan tentang struktur perekonomian suatu daerah, apakah menunjukkan ke arah daerah yang agraris atau industri. Berdasarkan data dari masing-masing sektor dapat dilihat peranan atau sumbangan tiap sektor terhadap jumlah pendapatan secara keseluruhan.
39
Berdasarkan Gambar 8 diketahui bahwa pada tahun 2009 menurut lapangan usaha sektor yang paling banyak berkontribusi yaitu pertanian sebesar 23%, perdagangan sebesar 17%, dan industri pengolahan sebesar 12%. Sektor pertanian termasuk pada sektor primer yang terdiri atas empat subsektor yaitu: pertama tanaman bahan makanan 14%, kedua perikanan 4% dan peternakan 4%, ketiga tanaman perkebunan hanya 2% serta terakhir kehutanan.
1. PERTANIAN
9% 3%
2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
23%
5% 3. INDUSTRI PENGOLAHAN
4. LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH
5. BANGUNAN / KONTRUKSI 17% 6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 14% 7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI
8. KEUANGAN, SEWA BANGUNAN DAN JASA PERUSAHAAN
5% 4% 2%
2% 9. JASA-JASA
4%
12%
0% 0%
Gambar 8 Presentasi PDRB Tahun 2009 Kabupaten Cirebon atas dasar harga konstan Tahun 2000. Berdasarkan data PDRB tahun 2005-2009 atas dasar harga konstan tahun 2000 diketahui bahwa dari ke 9 lapangan usaha, yang paling besar kontribusinya dalam perekonomian Kabupaten Cirebon yaitu sektor pertanian. Kontribusi sektor pertanian
pada tahun 2009 sebesar
30,57%. Adapun lapangan usaha yang
kontribusinya sangat kecil dalam perekonomian Kabupaten Cirebon yaitu sektor pertambangan dan penggalian, dengan kontribusi sebesar 0,39% pada tahun 2009. Penjelasan tersebut menyatakan bahwa dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2005-2009), sektor pertanian masih yang paling besar kontribusinya dalam pembentukan PDRB Kabupaten Cirebon, dengan kontribusi sebesar 30,57% pada tahun 2009. Besarnya kontribusi sektor pertanian banyak
40
dipengaruhi oleh peningkatan nilai tambah pada subsektor tanaman bahan makanan, dengan kontribusi sebesar 17,72% pada tahun 2009. Subsektor peternakan dan perikanan juga berkontribusi lebih baik dari subsektor yang lainnya, yaitu sebesar 5,93% dan 4,72% pada tahun 2009. Apabila dalam juta rupiah untuk perikanan dapat dilihat pada Tabel 9, sedangkan PDRB subsektor perikanan tangkap dapat dilihat pada Lampiran 4. Tabel 9 PDRB perikanan Tahun 2005-2009 atas dasar harga konstan tahun 2000 Kabupaten Cirebon Tahun
Perikanan (Juta Rupiah)
2005
331.845,71
2006
329.032,81
2007
340.141,76
2008
342.313,76
2009
365.778,39
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Cirebon, 2009
Menurut lapangan usaha bahwa sektor primer atau pertanian, terdapat beberapa sektor didalamnya yang mengalami peningkatan yang pesat antara lain tanaman bahan makanan, perikanan, peternakan, tanaman perkebunan dan urutan terakhir kehutanan. Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa perikanan Kabupaten Cirebon selama tahun 2005-2009 atas dasar harga konstan 2000 mengalami peningkatan terus menerus setiap tahunnya. Hal ini berarti perubahan PDRB pada sektor perikanan Kabupaten Cirebon lebih mencerminkan pada perubahan produksi tanpa dipengaruhi perubahan harga sehingga dapat digunakan sebagai indikator ekonomi yang bermanfaat untuk pertumbuhan ekonomi, tingkat kesejahteraan rakyat Kabupaten Cirebon. 5.1.2 PDRB per kapita PDRB per kapita merupakan salah satu indikator untuk mengetahui tingkat kemakmuran suatu daerah. PDRB per kapita yang tinggi mencerminkan keadaan ekonomi masyarakat yang lebih makmur, sebaliknya jika nilai PDRB per kapita rendah, maka dapat dikatakan keadaan ekonomi masyarakat masih rendah. Nilai PDRB per kapita diperoleh dengan cara membagi total PDRB dengan jumlah penduduk. Nilai PDRB per kapita bervariasi antar kota atau kabupaten, karena
41
selain dipengaruhi potensi dari wilayah tersebut juga dipengaruhi oleh jumlah penduduk wilayah yang bersangkutan. Tabel 10 PDRB per kapita Kabupaten Cirebon Tahun 2005-2009 atas dasar harga konstan Tahun 2000 Tahun
PDRB (Juta Rupiah)
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Per Kapita (Juta Rupiah/Jiwa)
2005
6.343.778,91
2.074.834
3,06
2006
6.669.999,63
2.105.568
3,17
2007
7.026.563,79
2.136.873
3,29
2008
7.371.621,54
2.144.558
3,44
2009 7.746.385,44 2.194.592 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Cirebon, 2009
3,53
Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat nilai PDRB per kapita Kabupaten Cirebon dari tahun 2005-2009 setiap tahunnya mengalami peningkatan yang awalnya tahun 2005 sebesar Rp3,06 juta rupiah per jiwa menjadi Rp3,53 juta rupiah per jiwa pada tahun 2009. Data yang ada menunjukkan bahwa pertumbuhan nilai PDRB per kapita tiap tahunnya apabila dirata-ratakan mengalami peningkatan sebesar 3,3% sehingga dengan peningkatan yang cenderung meningkat tersebut dinyatakan Kabupaten Cirebon mencerminkan keadaan ekonomi masyarakat mulai makmur. 5.1.3 Laju pertumbuhan perekonomian Cirebon Pertumbuhan ekonomi suatu daerah tergantung pada potensi sumber daya alam dan kemampuan manusia untuk mengolah dan memanfaatkan potensi tersebut. Laju pertumbuhan ekonomi dapat digambarkan oleh laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan tahun tertentu dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Berdasarkan Tabel 11 mengenai laju pertumbuhan PDRB tahun 2005-2009 atas dasar harga konstan tahun 2000 diketahui bahwa dari 9 sektor yang ada, sektor yang memiliki sumbangan terbesar pada tahun 2009 yaitu sektor pertanian 6,65%. Kenaikan pertumbuhan pada sektor pertanian tersebut banyak dipengaruhi oleh peningkatan nilai tambah pada subsektor peternakan dimana pada tahun 2009 mampu tumbuh sebesar 7,77% angka ini masih lebih kecil dari angka pertumbuhan tahun 2008 yang tercatat 16,22%. Subsektor perikanan juga tumbuh lebih baik dari subsektor yang lainnya yakni sebesar 6,85%, satu-satunya
42
subsektor yang tumbuh minus di sektor pertanian adalah subsektor kehutanan pada tahun 2009 dengan angka 3,26% angka ini sangat kecil dari angka pertumbuhan pada tahun 2008 yang tercatat 6,64%. Pertumbuhan minus pada subsektor kehutanan diakibatkan oleh penurunan beberapa komoditi hasil hutan. Tabel 11 Data laju pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) Tahun 2005-2009 atas dasar harga konstan Tahun 2000 Lapangan Usaha
Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas harga konstan 2000 tahun 2005-2009 (dalam persen) 2005
2006
2007*)
2008**)
2009***)
1.
PERTANIAN
4,09
0,07
5,82
5,40
6,65
a.
Tanaman Bahan Makanan
2,28
-0,27
8,02
4,28
6,74
b.
Tanaman Perkebunan
15,27
9,65
-0,42
-1,01
3,17
5,41
-1,89
4,67
16,22
7,77
4,44
3,30
-16,00
6,64
-3,26
4,73
-0,85
3,38
0,64
6,85
5,28
6,27
2,06
2,04
3,90
1,97
5,85
1,00
2,96
-0,72
7,89
5,75
7,11
4,69
6,36
9,73
8,78
9,06
6,43
5,71
7,38
9,09
4,08
5,54
6,39
5,44
7,67
6,91
1,04
4,33
4,22
6,17
3,89
5,09
4,73
4,79
6,52
9,93
6,09
5,85
5,35
4,91
5,08
c.
Peternakan dan hasilhasilnya d. Kehutanan e. Perikanan 2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 4. 5. 6.
7. 8.
LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH BANGUNAN / KONTRUKSI PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI KEUANGAN, SEWA BANGUNAN DAN JASA PERUSAHAAN
9. JASA-JASA
TOTAL PDRB 5,06 5,14 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Cirebon, 2010 Keterangan: *) : Angka Perbaikan **) : Angka Sementara ***) : Angka Sangat Sementara
Sektor yang memiliki sumbangan terendah yaitu sektor industri pengolahan satu-satunya sektor yang tumbuh minus pada tahun 2009 dengan angka 0,72% angka ini sangat kecil dari angka pertumbuhan pada tahun 2008 yang tercatat 2,96%. Perlambatan pertumbuhan
pada sektor ini sangat dipengaruhi oleh
43
melemahnya nilai tambah yang terbentuk sektor industri tanpa migas yang tumbuh dengan minus pada tahun 2009 dengan angka 0,27% dan industri migas tidak ada pertumbuhan sama sekali. Berdasarkan data laju pertumbuhan tahun 2005-2009 atas dasar harga konstan tahun 2000 menunjukkan bahwa pada sektor pertanian terdiri dari lima sektor terkait didalamnya yaitu tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan. Kelima sektor yang terkait tersebut khusunya perikanan, laju pertumbuhannya selalu berada pada urutan kedua yaitu 6,85% pada tahun 2009. Laju pertumbuhan terendah yaitu kehutanan yang mana pada tahun 2009 tumbuh minus sebesar 3,26%. 5.2 Peranan Subsektor Perikanan Tangkap Kabupaten Cirebon Peranan subsektor perikanan tangkap dapat diketahui melalui perhitungan nilai location quotient. Menurut subsektor perikanan tangkap, analisis location quotient dilakukan dengan menghitung nilai LQ subsektor perikanan tangkap terhadap pendapatan sektor perikanan, keseluruhan sektor dan tenaga kerja di Kabupaten Cirebon. 5.2.1 Location quotient subsektor perikanan tangkap Peranan subsektor perikanan tangkap terhadap perekonomian Kabupaten Cirebon dapat diketahui melalui perhitungan LQ dengan subsektor perikanan tangkap terhadap sektor perikanan di Kabupaten Cirebon. Nilai hasil perhitungan LQ subsektor perikanan tangkap terhadap pendapatan sektor perikanan di Kabupaten Cirebon dapat dilihat pada Tabel 12. Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui peranan subsektor perikanan tangkap Kabupaten Cirebon merupakan sektor basis dalam pengembangan perekonomian wilayah Kabupaten Cirebon. Jadi bisa dikatakan bahwa selama kurun waktu tersebut, subsektor perikanan tangkap sudah memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat Kabupaten Cirebon.
44
Tabel 12 Nilai location quotient subsektor perikanan tangkap Kabupaten Cirebon Tahun 2005-2009 2005
Vi (juta rupiah) 243.550,18
Vt (juta rupiah) 331.845,71
2006
237.908,07
2007
242.326,88
2008 2009
Tahun
Pi (juta rupiah) 764.195,97
Pt (juta rupiah) 1.820.486,55
LQ
Ket
1,75
Basis
329.032,81
709.103,61
1.709.502,00
1,74
Basis
340.141,76
1.043.610,65
1.715.891,00
1,17
Basis
206.322,49
342.313,76
721.378,71
1.797.396,00
1,50
Basis
232.010,68
365.778,39
917.320,69
1.760.818,88
1,22
Basis
Sumber: Data Diolah, 2010 Ket : Vi (Nilai Pendapatan Subsektor Perikanan Tangkap Kabupaten Cirebon) Vt (Total Pendapatan Sektor Perikanan Kabupaten Cirebon) Pi (Total Pendapatan Subsektor Perikanan Tangkap Jawa Barat) Pt (Total Pendapatan Sektor Perikanan Jawa Barat).
Selain
itu,
subsektor
perikanan
tangkapnya
mampu
mendorong
pertumbuhan ekonomi wilayah, karena subsektor perikanan tangkap dapat mengekspor barang ke luar daerah Kabupaten Cirebon. Hal ini ditujukan dengan diperolehnya perhitungan LQ lebih dari 1 untuk setiap tahunnya dalam kurun waktu 2005-2009. Nilai LQ tertinggi terdapat pada tahun 2005 sebesar 1,75 terendah pada tahun 2007. Tahun 2009 nilai LQ menurun dibandingkan dengan tahun 2008 jika dilihat dari Gambar 9, penurunan tersebut masih berada diatas 1. Nilai LQ secara keseluruhan mengalami penurunan dari tahun ke tahun, walaupun penurunan sangat kecil.
2.00
1,74 1,50
LQ
1.50
1,75
1.00
1,22
1,17
0.50 0.00 2005
2006
2007 Tahun
2008
2009
Gambar 9 Nilai LQ Subsektor perikanan tangkap Kabupaten Cirebon Tahun 2005-2009. Berdasarkan Gambar 9 nilai LQ Kabupaten Cirebon mengalami penurunan setiap tahunnya, walaupun masih lebih besar dari satu. Subsektor perikanan tangkap merupakan kegiatan basis, sehingga subsektor perikanan tangkap dapat mengekspor barang ke luar daerah Kabupaten Cirebon.
45
5.2.2 Location quotient subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator PDRB Peranan subsektor perikanan tangkap terhadap perekonomian Kabupaten Cirebon. Secara keseluruhan sektor dapat diketahui melalui perhitungan LQ dengan subsektor perikanan tangkap terhadap seluruh sektor di Kabupaten Cirebon. Nilai hasil perhitungan LQ subsektor perikanan tangkap terhadap pendapatan sektor perikanan di Kabupaten Cirebon dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 LQ subsektor perikanan tangkap terhadap pendapatan daerah di Kabupaten Cirebon Tahun 2005-2009 Tahun
Vi (juta rupiah)
Vt (juta rupiah)
Pi (juta rupiah)
2005
243.550,18
6.343.778,91
764.195,98
2006
237.908,07
6.669.999,63
2007
242.326,88
2008
206.322,49
Pt (juta rupiah)
LQ
Ket
242.935.199
12,20
Basis
709.103,61
257.535.975
12,95
Basis
7.026.563,79
1.043.610,66
274.180.308
9,06
Basis
7.371.621,54
721.378,72
290.171.129
11,26
Basis
6,95
Basis
2009 232.010,68 7.746.385,44 917.320,69 212.964.522 Sumber: Data Diolah, 2010 Ket : Vi (Nilai Pendapatan Subsektor PerikananTangkap Kabupaten Cirebon) Vt (Total Pendapatan Seluruh Sektor Kabupaten Cirebon) Pi ( Total Pendapatan Subsektor Perikanan Tangkap Jawa Barat) Pt (Total Pendapatan Seluruh Sektor Jawa Barat).
Berdasarkan Tabel 13 diketahui peranan subsektor perikanan tangkap Kabupaten Cirebon merupakan sektor basis terhadap perekonomian Kabupaten Cirebon secara keseluruhan. Hal ini ditunjukkan dari nilai LQ yang dihasilkan dari hasil perhitungan selama kurun waktu tahun 2005-2009 lebih besar dari 1.
LQ
Penurunan nilai LQ dapat dilihat pada Gambar 10.
14.00 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00
12,20
2005
12,95 11,26 9,06 6,95
2006
2007
2008
2009
Tahun
Gambar 10 LQ subsektor perikanan tangkap Kabupaten Cirebon terhadap pendapatan daerah Tahun 2005-2009.
46
Berdasarkan Gambar 10 diketahui nilai LQ tertinggi sebesar 12,95 pada tahun 2006, sedangkan nilai LQ terendah pada Tahun 2009 hanya 6,59. Hal ini ditunjukkan dari hasil perhitungan selama kurun waktu tahun 2005-2009, nilai LQ lebih besar dari 1. Peranan subsektor perikanan tangkap Kabupaten Cirebon merupakan sektor basis terhadap perekonomian Kabupaten Cirebon. Jadi dapat melakukan ekspor ke luar daerah Kabupaten Cirebon dan
dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Cirebon. 5.3 Kontribusi Subsektor Perikanan Tangkap Kontribusi sektor perikanan dan kelautan serta sektor ekonomi lainnya terhadap pendapatan wilayah, menentukan kelayakan sektor tersebut untuk diprioritaskan dalam pembangunan daerah. Sektor ekonomi yang mampu memberikan kontribusi paling besar terhadap pendapatan wilayah merupakan penggerak utama sektor ekonomi lainnya. Sektor yang merupakan sektor basis dapat meningkatkan arus pendapatan daerah dengan menambah tingkat konsumsi masyarakat, sehingga dapat membuka lapangan pekerjaan yang baru. Pendapatan pada sektor basis, fungsi permintaan dari luar yang mengakibatkan terjadinya ekspor dari daerah tersebut. Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa kontribusi perikanan terbesar terhadap total PDRB sebesar 5,23%, sedangkan terhadap sektor pertanian sebesar 16,68% pada tahun 2005. Perikanan tangkap terbesar terhadap total PDRB sebesar 3,84%, sedangkan terhadap sektor pertanian sebesar 12,24% pada tahun 2005. Kontribusi perikanan dan perikanan tangkap terhadap total PDRB dan sektor pertanian setiap tahunnya mengalami penurunan. Subsektor perikanan dan perikanan tangkap tergolong memiliki kontribusi yang cukup besar di Kabupaten Cirebon. Hal ini disebabkan kontribusi perikanan tangkap mempunyai rata-rata terhadap total PDRB sebesar 10,69% dan terhadap sektor pertanian sebesar 3,33%. Adanya keseimbangan pemantauan secara berkelanjutan terhadap peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan keadaan perikanan di Kabupaten Cirebon. Selain itu, tenaga kerja di Kabupaten Cirebon terampil dalam bidang perikanan tangkap sehingga dapat mengembangkan produksi perikanan dengan areal kegiatan penangkapan yang ada.
47
Tabel 14 Kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap sektor pertanian dan seluruh sektor Kabupaten Cirebon Tahun 2005-2009 PDRB
2005
2006
2007
2006
2009
a. Total PDRB (Pi)
6.343.778,91
6.669.999,63
7.026.563,79
7.371.621,54
7.746.385,44
b. Sektor Pertanian (pi)
1.989.625,68
1.991.036,79
2.106.894,02
2.220.657,52
2.368.256,53
331.845,71
329.032,81
340.141,76
342.313,76
365.778,39
243.550,18
237.908,08
242.326,89
206.322,49
232.010,68
a. Perikanan (Vi) b. Perikanan tangkap (vi) % Kontribusi (Ki) a. Kontribusi Perikanan terhadap total PDRB b.Kontribusi Perikanan terhadap sektor pertanian a. Kontribusi perikanan tangkap terhadap total PDRB b. Kontribusi perikanan tangkap terhadap sektor pertanian
(Vi/Pi)x100% 5,23
4,93
4,84
4,64
4,72
16,68
16,53
16,14
15,41
15,45
3,84
3,57
3,45
2,80
3,00
12,24
11,95
11,50
9,29
9,80
Sumber: Data Diolah, 2010
5.4 Dampak Subsektor Perikanan Tangkap Berdasarkan teori ekonomi basis, pada dasarnya pertumbuhan wilayah dapat terjadi akibat adanya efek pengganda. Pembelanjaan kembali pendapatan yang telah diperoleh melalui penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh wilayah yang bersangkutan dan dipasarkan ke luar wilayah (ekspor). Multiplier effect dilakukan untuk melihat seberapa besar koefisien yang menunjukkan kemampuan setiap peningkatan pendapatan atau tenaga kerja yang dihasilkan, karena adanya pertumbuhan subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon. 5.4.1
Multiplier effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator PDRB daerah Analisis efek pengganda subsektor perikanan tangkap berdasarkan
indikator PDRB Kabupaten Cirebon dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel ini menjelaskan bahwa koefisien pengganda menunjukkan nilai yang cenderung meningkat selama periode analisis dari tahun 2005-2009, yaitu berkisar antara 57,85 hingga 80,69. Koefisien pengganda tertinggi terjadi pada tahun 2007, yaitu sebesar 80,69. Artinya setiap peningkatan PDRB subsektor perikanan tangkap sebesar Rp1,00 akan menghasilkan PDRB Kabupaten Cirebon sebesar Rp80,69. Pada tahun 2009 koefisien pengganda sebesar 14,59. Artinya setiap peningkatan
48
PDRB subsektor perikanan tangkap sebesar Rp1,00 akan menghasilkan PDRB Kabupaten Cirebon sebesar Rp14,59. Hal ini diartikan subsektor perikanan tangkap Kabupaten Cirebon pada tahun 2007 dan tahun 2009 dapat menciptakan efek pengganda. Akibatnya, terjadi pembelian kembali di dalam daerah dan seterusnya dapat membuka lapangan kerja baru. Tabel 15 Analisis multiplier effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan PDRB daerah Kabupaten Cirebon Tahun 2005-2009 (juta rupiah) ∆Yb
∆Y
Msy = ∆Y/∆Yb
Tahun
Yb
Y
2005
243.550,18
6.343.779
-
-
-
2006
237.908,08
6.670.000
-5.642,1
326.220,7
-57,82
2007
242.326,89
7.026.564
4.418,81
356.564,2
80,69
2008
206.322,49
7.371.622
-36.004,4
345.057,8
-9,58
2009
232.010,68
7.746.385
25.688,19
374.763,9
14,59
Sumber: Data diolah, 2010. Ket : Y : (Jumlah PDRB Sektor perikanan Kabupaten Cirebon) Yb : (Jumlah PDRB Subsektor Perikanan Tangkap Kabupaten Cirebon) ∆Y : (Perubahan PDRB Sektor Perikanan Kabupaten Cirebon) ∆Yb : (Perubahan PDRB subsektor perikanan tangkap Kabupaten Cirebon) Msy : (Koefisien Multiplier effect).
5.4.2 Multiplier effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja Analisis efek pengganda subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja Kabupaten Cirebon dibutuhkan untuk memprediksi kesempatan kerja yang akan dihasilkan pada subsektor perikanan tangkap. Multiplier effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja di Kabupaten Cirebon yaitu, perbandingan antara perubahan tenaga kerja subsektor perikanan tangkap dengan perubahan seluruh sektor di Kabupaten Cirebon. Multiplier effect kesempatan kerja subsektor perikanan tangkap Kabupaten Cirebon dapat dilihat pada Tabel 16. Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa multiplier effect kesempatan kerja subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon pada tahun 2005-2009 cenderung menurun. Pada tahun 2008 Kabupaten Cirebon tidak mampu menciptakan kesempatan kerja wilayah untuk subsektor perikanan tangkap. Multiplier effect kesempatan kerja subsektor perikanan tangkap tahun 2006 yaitu 76,43. Artinya penambahan satu orang tenaga kerja di Kabupaten Cirebon bisa menciptakan kesempatan kerja wilayah sebanyak 77 orang. Pada tahun 2007
49
multiplier effect kesempatan kerja subsektor perikanan tangkap yaitu 39,34. Artinya penambahan satu orang tenaga kerja di Kabupaten Cirebon bisa menciptakan kesempatan kerja wilayah sebanyak 40 orang. Pada tahun 2009 multiplier effect kesempatan kerja subsektor perikanan tangkap yaitu 12,55. Artinya penambahan satu orang tenaga kerja di Kabupaten Cirebon bisa menciptakan kesempatan kerja wilayah sebanyak 13 orang. Multiplier effect kesempatan kerja subsektor perikanan tangkap Kabupaten Cirebon secara keseluruhan cukup besar. Hal ini disebabkan pengembangan perikanan tangkap dapat ditingkatkan dengan membentuk suatu usaha perikanan yang saling berkaitan antara satu nelayan dengan pelaku perikanan lainnya. Semakin luasnya lapangan usaha semakin banyak menyerap tenaga kerja dan dapat memberikan peningkatan pendapatan daerah. Tabel 16 Analisis multiplier efect subsektor perikanan tangkap berdasarkan tenga kerja Kabupaten Cirebon Tahun 2005-2009 (orang) Tahun
Eb
E
∆Eb
∆E
Mse
2005
21.811
882.000
-
-
-
2006
22.740
811.000
929
71.000
76,43
2007
23.350
835.000
610
24.000
39,34
2008
18.680
804.000
-4.670
31.000
-6,64
2009
22.425
851.000
3.745
47.000
12,55
Sumber: Data diolah, 2010 Ket :
E Eb ∆E ∆Eb Mse
: (Jumlah tenaga kerja sektor perikanan Kabupaten Cirebon) : (Jumlah tenaga kerja Subsektor Perikanan Tangkap Kabupaten Cirebon) : (Perubahan tenaga kerja sektor perikanan Kabupaten Cirebon) : (Perubahan tenaga kerja subsektor perikanan tangkap Kabupaten Cirebon) : (Koefisien Multiplier effect).
5.5 Komoditas Unggulan Hasil Tangkapan Komoditas hasil tangkapan terdapat pada Lampiran 5.
Penentuan
komoditas unggulan dilakukan dengan melakukan perhitungan nilai produksi subsektor perikanan tangkap, perhitungan dilakukan dengan metode LQ. Subsektor perikanan tangkap dibagi berdasarkan kelompok. Kelompoknya yaitu berdasarkan kelompok ikan pelagis kecil, kelompok ikan pelagis besar, kelompok ikan demersal, dan kelompok binatang berkulit keras dan kelompok binatang berkulit lunak.
50
Tabel 17 Nilai LQ kelompok ikan di Kabupaten Cirebon Tahun 2005-2009 Tahun
No
LQ
Jenis Ikan
2005
2006
2007
2008
2009
57,74
0,00
2,00
0,02
0,95
Demersal
1
Jenis Ikan Lidah
2
Beloso
4,52
0,00
0,00
1,65
0,00
Demersal
3
Sebelah
0,00
0,28
5,61
4,92
4,49
Demersal
4
Gulamah
0,00
0,00
0,13
0,40
0,47
Demersal
5
Biji nangka
0,00
0,00
4,21
1,51
4,96
Demersal
6
Tenggiri papan
0,00
0,00
0,14
1,95
2,04
Pelagis besar
7
Peperek
0,89
0,00
0,19
0,21
0,19
Pelagis kecil
8
Manyung
0,05
0,02
0,69
1,71
0,07
Pelagis kecil
9
Kakap putih
0,00
0,00
0,02
0,94
1,43
Pelagis kecil
10
Julung-julung
0,00
0,00
3,42
2,97
2,41
Pelagis kecil
11
Kembung
1,25
0,44
0,72
0,16
2,41
Pelagis kecil
12
Selar
0,02
0,32
0,17
0,27
0,29
13
Udang Windu
0,00
0,00
2,63
24,27
4,65
14
Rajungan
0,00
0,00
3,17
4,32
3,68
15
Kerang darah
0,00
0,00
4,22
4,97
4,87
16
Gurita
0,00
0,00
4,22
4,95
4,67
17
Udang Dogol
0,38
0,00
3,71
3,70
1,45
18
Udang Krosok
0,00
0,00
3,34
3,11
4,47
Pelagis kecil Binatang berkulit keras Binatang berkulit keras Binatang berkulit lunak Binatang berkulit lunak Binatang berkulit keras Binatang berkulit keras
Sumber: Data Diolah, 2010
Berdasarkan hasil perhitungan LQ pada Tabel 17, ikan lidah memiliki nilai LQ tertinggi pada tahun 2005 sebesar 57,74; pada tahun 2007 nilai LQ tertinggi terdapat pada ikan sebelah sebesar 5,61; pada tahun 2008 nilai LQ tertinggi terdapat pada udang windu sebesar 24,27 dan pada tahun 2009 LQ tertinggi terdapat pada ikan biji nangka sebeesar 4,96. Nilai LQ pada tahun 2006 rata-rata kurang dari 1 sedangakan mulai dari tahun 2007 sampai 2009 nilai LQ cenderung fluktuatif. Nilai LQ kurang dari satu maka Kabupaten Cirebon harus memasok ikan dari daerah lain, sehingga dapat menurunkan pendapatan daerah Kabupatan Cirebon. Nilai LQ lebih dari satu memungkinkan adanya ekspor jenis ikan ke daerah lain sehingga dapat meningkatkan pendapatan daerah Kabupaten Cirebon. Jenis ikan yang dominan memiliki nilai LQ lebih dari satu terdapat pada tahun 2007 sampai 2009. Jenis ikannya antara lain ikan sebelah, ikan biji nangka, ikan
51
julung-julung, udang windu, rajungan, kerang darah, gurita, udang dogol dan udang krosok. Jenis ikan tersebut yang memiliki potensi untuk dikembangkan, karena memiliki nilai LQ yang stabil dan cenderung fluktuatif. Hal ini memungkinkan adanya ekspor jenis ikan tersebut ke luar daerah sehingga dapat meningkatkan pendapatan daerah Kabupaten Cirebon. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, menurut Citraningtyas (2010) bahwa perhitungan LQ untuk penentuan komoditas unggulan, dapat ditentukan nilai bobot LQ dan nilai bobot trend. Ketentuan untuk nilai bobot LQ yaitu, apabila nilai LQ>1 maka diberi bobot 3; apabila nilai 0,8 ≤ LQ ≤ 0,99 diberi bobot 2; dan apabila LQ < 0,8 diberi bobot 1. Ketentuan untuk nilai trend yaitu apabila trend mengalami peningkatan maka diberi bobot 3; apabila trend tetap maka diberi bobot 2; dan apabila trend mengalami penurunan maka diberi bobot 1. Tabel 18 Penilaian total bobot LQ di Kabupaten Cirebon Tahun 2005-2009 Jenis Ikan
2005
2006
2007
2008
2009
Nilai bobot trend
1
Lidah
3
1
3
1
2
1
11
Netral
2
Beloso
3
1
1
3
1
1
10
Non unggulan
3
Sebelah
1
1
3
3
3
3
14
Unggulan
4
Gulamah
1
1
1
1
1
3
8
Non unggulan
5
Biji nangka
1
1
3
3
3
3
14
Unggulan
6
Tenggiri papan
1
1
1
3
3
3
12
Netral
7
Peperek
2
1
1
1
1
1
7
8
Manyung
1
1
1
3
1
3
10
9
Kakap putih
1
1
1
2
3
3
11
Netral
10
Julung-julung
1
1
3
3
3
3
14
Unggulan
11
Kembung
3
1
1
1
3
3
12
Netral
12
Selar
1
1
1
1
1
3
8
Non unggulan
13
Udang Windu
1
1
3
3
3
3
14
Unggulan
14
Rajungan
1
1
3
3
3
3
14
Unggulan
15
Kerang darah
1
1
3
3
3
3
14
Unggulan
16
Gurita
1
1
3
3
3
3
14
Unggulan
17
Udang Dogol
1
1
3
3
3
3
14
Unggulan
18
Udang Krosok
1
1
3
3
3
3
14
Unggulan
Tahun
Nilai bobot LQ
No
Sumber: Data Diolah, 2010
Total bobot
Komoditas
Non unggulan Non unggulan
52
Kecenderungan LQ komoditas unggulan hasil tangkapan dapat dilihat pada Lampiran 6. Jadi, berdasarkan Tabel 18 mengenai pembobotan nilai LQ, menunjukkan bahwa ada komoditas unggulan, komoditas non unggulan, dan komoditas netral. Menentukan jenis ikan kedalam kelompok komoditas unggulan, non unggulan, dan netral dengan menentukan selang kelas dari jumlah jenis ikan tersebut (Lampiran 7). Selang kelas untuk komoditas unggulan nilai ≥ 14, komoditas netral nilai 11-13 dan komoditas non unggulan rentangnya dari 8-10. Berdasarkan nilai pada selang tersebut ikan yang termasuk kedalam komoditas unggulan terdiri dari ikan sebelah, ikan biji nangka, ikan julung-julung, udang windu, udang krosok, udang dogol, rajungan, kerang darah dan gurita. Ikan-ikan tersebut mayoritas ditangkap dengan menggunakan alat tangkap dogol dan jaring insang tetap. 5.6 Produktivitas Unit Penangkapan Ikan Kabupaten Cirebon Keadaan perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon dapat diketahui dengan melihat tingkat produktivitas perikanan tangkap Kabupaten Cirebon. Produktivitas perikanan tangkap dapat diketahui dengan tiga kategori perhitungan antara lain produktivitas per trip penangkapan ikan, produktivitas per unit penangkapan ikan, dan produktivitas nelayan. Penelitian kali ini hanya memperhitungkan produktivitas per trip penangkapan ikan dan produktivitas per unit penangkapan ikan. Jumlah trip dan jumlah unit dogol dan jaring insang tetap dapat dilihat pada Lampiran 8. 5.6.1 Produktivitas per trip penangkapan ikan Produktivitas per trip penangkapan ikan ditentukan berdasarkan jumlah produksi dari jenis alat tangkap yang dominan digunakan di Kabupaten Cirebon. Jenis alat tangkap tersebut yaitu dogol dan jaring insang tetap. Produktivitas per trip penangkapan ikan dapat dilihat pada Tabel 19.
53
Tabel 19 Produktivitas per trip unit penangkapan ikan (kg/trip) Kabupaten Cirebon Tahun 2006-2009 Volume produksi (Ton) Tahun
Jaring insang tetap
Dogol
Jumlah trip unit penangkapan ikan Jaring insang tetap
Produktivitas per trip (Kg/trip)
Dogol
Jaring insang tetap
Dogol
2006
1.438,9
13.679,8
52.224
6.204
28
262
2007
311,0
1.235,0
40.896
1.716
8
30
2008
840,2
10.640,9
226.080
19.872
4
47
2009
3.236,5
11.888,5
354.000
6.624
9
34
Sumber: Data diolah, 2010
Berdasarkan Tabel 19 menjelaskan bahwa perkembangan produktivitas per trip penangkapan ikan Kabupaten Cirebon bersifat fluktuatif dari tahun 20062009. Produktivitas per trip penangkapan ikan tertinggi terdapat pada tahun 2006 yaitu, alat tangkap dogol sebesar 262 kg per trip. Produktivitas per trip terendah terdapat pada alat tangkap jaring insang tetap hanya 4 kg per trip pada tahun 2008. Perkembangan produktivitas per trip penangkapan ikan Kabupaten Cirebon dapat
Produktivitas per trip (Kg/trip)
dilihat secara terperinci pada Gambar 11. 300 250 200 150 100 50 0
262
28 2006
47 4
30 8 2007
2008
34 9 2009
Tahun Jaring insang tetap
Dogol
Gambar 11 Produktivitas per trip penangkapan ikan Kabupaten Cirebon Tahun 2006-2009. Berdasarkan Gambar 11 produktivitas dari kedua alat tangkap selama tahun 2006-2009. Alat tangkap jaring insang tetap mengalami penurunan yang sangat drastis pada tahun 2008. Alat tangkap dogol mempunyai perkembangan produktivitas per trip yang cenderung meningkat. Hal ini disebabkan volume produksi dogol lebih banyak tetapi jumlah tripnya sedikit. Jaring insang tetap volume produksinya sedikit tetapi jumlah tripnya banyak. Jadi jumlah trip yang banyak belum tentu dapat menentukan peningkatan produktivitas per trip penangkapan ikan. Peningkatan produktivitas per trip penangkapan ikan ini dapat
54
bergantung pada kemampuan armada, dimana alat tangkap dogol mempunyai alat bantu. Alat bantu tersebut berupa gardan pada saat pengoperasian unit penangkapan jaring dogol. Gardan dapat membantu memudahkan penanganan alat tangkap dan memperingan kerja diatas kapal sehingga pada saat pengoperasian jaring dogol dapat menekan biaya produksi untuk melakukan kegiatan penangkapan. 5.6.2 Produktivitas alat per unit penangkapan ikan Produktivitas per trip penangkapan ikan ditentukan berdasarkan jumlah produksi dari jenis alat tangkap yang dominan digunakan di Kabupaten Cirebon. Produktivitas per unit penangkapan ikan Kabupaten Cirebon dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Produktivitas per unit penangkapan ikan (ton/unit) Kabupaten Cirebon Tahun 2006-2009 Volume produksi (ton) Tahun
Jaring insang tetap
Dogol
Jumlah unit
Produktivitas per unit (Ton/unit)
Jaring insang tetap
Dogol
Jaring insang tetap
Dogol
2006
1.438,9
13.679,8
544
47
2,6
291,1
2007
311
1.235
426
13
0,7
95,0
2008
840,2
10.640,9
1.256
138
0,7
77,1
2009
3.236,5
11.888.5
1.475
138
2,2
86,1
Sumber: Data diolah, 2010
Berdasarkan Tabel 20 menjelaskan bahwa produktivitas per unit penangkapan ikan Kabupaten Cirebon bersifat fluktuatif dari tahun 2006-2009. Produktivitas tertinggi yaitu pada alat tangkap dogol sebesar 291,1 ton per unit selama tahun 2006. Produktivitas terendah terdapat pada alat tangkap jaring insang tetap hanya 0,7 ton per unit selama tahun 2007 dan 2008. Secara keseluruhan produktivitas per unit yang tertinggi terdapat pada alat tangkap dogol dibandingkan dengan alat tangkap jaring insang. Hal ini disebabkan volume produksi dogol lebih banyak tetapi jumlah unit sedikit, sedangkan jaring insang tetap volume produksinya sedikit tetapi jumlah unit banyak. Perkembangan produktivitas per unit penangkapan ikan Kabupaten Cirebon dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 12.
Produktivitas per unit (Ton/unit)
55
400.0 300.0
291,1
200.0 100.0 0.0
95,0 77,1 2,6 0,7 0,7 2006 2007 2008 Tahun Jaring insang tetap Dogol
86,1 2,2 2009
Gambar 12 Produktivitas per unit penangkapan ikan Kabupaten Cirebon Tahun 2006-2009. Berdasarkan Gambar 12 produktivitas alat per unit dari kedua alat tangkap selama tahun 2006-2009. Alat tangkap dogol mempunyai produktivitas alat per unit penangkapan ikan terbesar setiap tahunnya dibandingkan jaring insang tetap. Berdasarkan hasil wawancara, terjadinya peningkatan produktivitas per unit penangkapan ikan ini dapat bergantung pada kemampuan sumberdaya manusia dan kemampuan armada. Adanya alat bantu gardan jaring dogol mampu menaikkan harga jual dan mengalokasikan kombinasi faktor produksi yang efektif dan efisien. Jaring insang tetap mempunyai hasil tangkapan yang rendah untuk produktivitas per unit, karena nelayan di Bondet masih skala kecil dan daerah penangkapannya terbatas tidak jauh dari pantai tetapi biaya operasionalnya tinggi dan harga jual ikan di TPI berfluktuasi. 5.7 Unit Penangkapan Ikan 5.7.1 Jaring dogol 1) Nelayan Berdasarkan status kepemilikannya terhadap alat tangkap, nelayan di Desa Gebang Mekar Kabupaten Cirebon ini dibedakan menjadi tiga kelompok sebagai berikut: Juragan darat yaitu orang yang memiliki perahu serta alat penangkapan ikan tetapi tidak ikut dalam operasi penangkapan di laut hanya menerima bagi hasil tngkapan yang diusahakan oleh orang lain; Juragan darat laut yaitu orang yang memiliki perahu dan alat penangkapan serta ikut dalam operasi penangkapan ikan di laut;
56
Buruh atau pandega adalah orang yang tidak memiliki unit penangkapan dan hanya berfungsi sebagai anak buah kapal. Umumnya memperoleh bagi hasil tangkapan dan jarang diberi upah harian. Dalam operasi penangkapan dogol biasanya dioperasikan oleh 3-4 nelayan yang masing-masing bertugas sebagai juru mudi, juru mesin, dan Anak Buah Kapal (ABK). Sebagian besar nelayan merupakan penduduk asli Gebang Mekar dan melaut merupakan sumber mata pencaharian utama. Satu kali trip operasi penangkapan berlangsung selama satu hari. 2) Alat tangkap dogol Alat tangkap dogol yang digunakan di perairan Gebang Mekar terdiri atas tiga bagian utama yaitu: sayap, badan dan kantong. Alat tangkap ini umumnya didapat dengan cara membeli secara kontan dan modifikasi sesuai dengan kebutuhan nelayan tersebut. Alat tangkap ini dilengkapi dengan pelampung, pemberat, gardan, tali ris atas (head rop), tali ris bawah (ground rope), tali selambar (warp). Kontruksi alat tangkap jaring dogol yang dioperasikan di Gebang Mekar, Kabupaten Cirebon dapat disajikan pada Gambar 13.
Sumber: Dimodifikasi dari Yuliana, 2009
Gambar 13 Kontruksi alat tangkap dogol. Keterangan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Kantong Badan jaring Sayap Tal ris atas Tal ris bawah Tali selambar Pelampung Pemberat
: PE, ◊ 1 inchi, L = 4m, lebar = 2m : PE, ◊ 5 inchi, L = 15m, lebar = 10m : PE, ◊ 7 inchi, L = 50m, lebar = 15m : PE, L = 15 m, Ø 12 mm : PE, L = 25 m, Ø 30 mm : PE, L = 1.000 m, Ø 1,5 mm : plastik : timah, berat 12kg, ∑35 buah.
57
3) Kapal Kapal yang digunakan pada saat pengoperasian adalah perahu motor tempel yang biasa disebut perahu jukung. Kapal ini menggunakan mesin merk Dongfeng yang berkekutaan 24 PK/HP. Kapal ini membutuhkan 25-30 liter BBM (Bahan Bakar Minyak) dalam setiap tripnya. Kapal ini mempunyai ukuran panjang antara 9,5-9,85 m; lebar 2,85-2,90 m; dan dalam 1,85-1,90 m yang terbuat dari kayu jati (Tectona grandis).
Gambar 14 Kapal Dogol. 4) Alat bantu Alat bantu yang digunakan pada kapal dogol adalah gardan yang berfungsi pada saat penarikan jaring dari air (hauling). Gardan digunakan sebagai mesin bantu motor tempel. Alat ini dimaksudkan untuk memudahkan penanganan alat tangkap dan memperingan kerja di atas kapal.
Gambar 15 Alat bantu. 5) Daerah penangkapan ikan Daerah penangkapan ikan yang dilakukan diperairan Gebang Mekar dioperasikan di daerah perairan pantai yang dangkal. Jarak tempuh dari fishing base ke fishing ground antara 10-20 km. Kedalamannya bisa mencapai antara 815 m dengan lokasi penangkapan yaitu di daerah Bagan, Kerundung, Mundu, Gebang dan Losari. Daerah penangkapan ikan untuk alat tangkap jaring dogol di Gebang Mekar dapat disajikan pada Lampiran 1.
58
6) Metode pengoperasian Pengoperasian dogol ini umumnya dilakukan pada pagi hari sampai siang hari yaitu antara pukul 05.30-14.00 WIB dan dapat dikategorikan ke dalam one day fishing. Sebagian besar nelayan merupakan penduduk asli Gebang Mekar. Bagi nelayan disana melaut menjadi sumber mata pencaharian utama. Penentuan fishing ground dilakukan berdasarkan cuaca dan pengalaman nelayan dengan adanya gerombolan ikan, setelah tiba di fishing ground kecepatan kapal dikurangi dan nelayan memastikan di wilayah tersebut tidak ada pelampung tanda milik unit penangkapan lain. Setting (penurunan jaring) dimulai dengan menurunkan pelampung tanda, diikuti tali selambar kanan, kemudian sayap kanan dan badan jaring dimana ujung tali selambar kanan masih tetap berada pada perahu. Saat penurunan sayap, nelayan lain melemparkan pemberat dan pelampung secara berurutan agar tidak terbelit dengan jaring. Selanjutnya dilakukan penurunan kantong, badan jaring, sayap kanan dan sayap kiri sampai bertemu dengan pelampung tanda awal. Proses ini membutuhkan waktu sekitar 20-30 menit, saat setting dilakukan mesin tetap dinyalakan dengan kecepatan rendah. Drifting membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam, ketika gerombolan ikan diperkirakan sudah masuk ke dalam kantong dilakukan proses terakhir yaitu pengangkatan jaring (hauling) mambutuhkan waktu sekitar 45 menit sampai dengan 1 jam. Pengangkatan jaring diawali dengan pengangkatan sayap kiri dan sayap kanan secara bersamaan. Proses hauling diusahakan posisi kantong berada ditengah, pengangkatan jaring dilakukan secara perlahan, setelah sampai badan jaring pengangkutan badan jaring dipercepat. Hal ini dilakukan untuk mencegah ikan yang meloloskan diri. Pada saat pengangkutan jaring, ada nelayan yang bertugas menyusun pemberat dan pelampung secara teratur untuk proses setting selanjutnya. Tahap terakhir adalah pemindahan ikan hasil tangkapan dari kantong jaring kedalam keranjang yang berbeda sesuai dengan jenisnya masing-masing. Umumnya hasil tangkapan sampingan yang jarang tertangkap di buang ke laut, akan tetapi yang dapat dimanfaatkan tetap dikumpulkan untuk dijual. Kapal tidak menggunakan es karena waktu operasinya one day fishing dan kapal juga
59
beroperasi di fishing ground yang hanya di sekitar perairan pantai. Penyortiran ini dilakukan oleh anak buah kapal pada saat menuju fishing base. Menurut Monintja dan Martasuganda (1991) umumnya hasil tangkapan utama dogol adalah udang-udangan dan ikan demersal. Menurut Manadiyanto (2000), yang menerangkan bahwa puncak penangkapan udang di perairan Laut Jawa berlangsung pada musim timur, yaitu antara pertengahan bulan Maret sampai pertengahan bulan Juni.
Gambar 16 Hasil tangkapan dogol selama penelitian. 5.7.2 Jaring insang tetap 1) Nelayan Operasi penangkapan dogol biasanya dioperasikan oleh 3-4 nelayan yang masing-masing bertugas sebagai juru mudi, juru mesin dan Anak Buah Kapal (ABK). Sebagian besar nelayan merupakan penduduk asli Bondet Cirebon Utara dan melaut merupakan sumber mata pencaharian utama. Dalam satu trip operasi penangkapan yang berlangsung selama satu hari. 2) Alat tangkap Jaring insang tetap di Kabupaten Cirebon disebut dengan jaring rajungan. Jaring rajungan hasil tangkapan utamanya adalah rajungan yang tertangkap dengan cara terpuntal bagian tubuhnya pada badan jaring. Alat tangkap jaring rajungan terdiri dari badan jaring dari bahan PA (monofilament), pelampung terbuat dari bahan karet seperti ban bekas yang di potong kecil dan sendal jepit, tali ris atas dan tali ris bawah dari bahan PE (multifilament) dan pemberat dari timah. Pada saat pengoperasian jaring rajungan nelayan PPP Bondet menggunakan pemberat tambahan dari batu dengan berat sekitar 2,5 kg–3 kg dengan cara dililitkan dengan tali pelampung tanda sepanjang 4,5 m sehingga
60
panjang tali pelampung seluruhnya 35 m. Pemberat tambahan berfungsi untuk penahan jaring ketika ada arus laut. Kontruksi jaring rajungan di Kabupaten Cirebon dapat dilihat pada Gambar 17.
Sumber: Dimodifikasi dari Aminah, 2010
Gambar 17 Kontruksi alat tangkap jaring rajungan di Kabupaten Cirebon. Keterangan: 1. Badan jaring 2. Tal iris atas 3. Tal iris bawah 4. Pelampung 5. 6. 7. 8. 9.
Pemberat Tali pelampung Tali pemberat Tali pelampung tanda Pelampung tanda
10. Pemberat tambahan
: PA monofilament, ◊ = 4 inchi, L= 1 piece = 45 m = 1.215 m, lebar = 4 m, Ø 0,3 mm : PE multifilament, L = 1.000 m, Ø 0,3 mm, arah pilinan Z : PE multifilament, L = 1.000 m, Ø 0,3 mm, arah pilinan Z : bahan karet sandal jepit, bentuk dadu, ∑ = 1 piece = 70 buah, Ø 5cm, jarak = 1,5 m : timah, berat = 1 piece = 2-3 kg, ∑ = 30 buah, Ø 5cm, jarak = 1,5 m : PE multifilament, Ø 0,25m, arah pilinan S : PE multifilament, Ø 0,25m, L = 1.000 m, arah pilinan S : PE multifilament, L 30 m, Ø 0,6 cm : ∑ 2 buah, bahan Styrofoam, bentuk persegi panjang berukuran 20 cm x 10 cm x 30 cm : batu, berat 3,5 kg
3) Kapal Kapal jaring rajungan di PPP Bondet memilki dimensi total (LOA) 10 m, lebar (B) 2,7 m dan draft (d) 1,3 m. Bahan utama penyusun kapal yaitu kayu jati (Tectona grandis). Kapal jaring rajungan kapasitasnya sekitar 1 GT. Pada umumnya kapal jaring rajungan yang digunakan oleh nelayan di PPP Bondet adalah jenis kapal motor tempel dengan tenaga penggerak 20 PK dengan bahan bakar solar.
61
Gambar 18 Kapal jaring insang tetap. 4) Daerah penangkapan ikan Daerah penangkapan ikan yang dilakukan diperairan Bondet Cirebon Utara dioperasikan di daerah perairan pantai. Jarak tempuh dari fishing base ke fishing ground antara 10-15km. Kedalamannya bisa mencapai antara 8-15 m dengan lokasi penangkapan yaitu di daerah Mertasinga. Daerah penangkapan ikan untuk alat tangkap jaring insang tetap di Bondet Cirebon Utara dapat disajikan pada Lampiran 1. 5) Metode pengoperasian Pengoperasian jaring rajungan dimulai pukul 02.00 – 15.30 WIB dan dikategorikan ke dalam one day fishing. Nelayan yang beroperasi lebih dari satu malam di PPP Bondet biasanya disebut Babang. Persiapan jaring, perbekalan, pemeriksaan keadaan kapal, mesin, persediaan bahan bakar dan air tawar dilakukan di fishing base. Penurunan satu jaring ini membutuhkan waktu sekitar 10-15 menit, saat setting mesin kapal dilakukan tetap dinyalakan dengan kecepatan rendah, agar jaring dapat terbentang sempurna. Proses setting diawali dengan menurunkan batu pemberat, pelampung tanda pertama, diikuti dengan badan jaring piece pertama sampai piece terakhir, kemudian diturunkan pelampung tanda kedua dan pemberat terakhir disusun dengan penurunan tali selambar. Proses selanjutnya drifting yang membutuhkan waktu sekitar 2 jam dan terakhir pengangkatan jaring (hauling) mambutuhkan waktu sekitar 15 – 30 menit. Pengangkatan jaring diawali dengan mengangkat pelampung tanda pertama, batu pemberat pertama diikuti dengan badan jaring, pelampung terakhir dan pemberat terakhir kemudian kapal menuju fishing base.
62
Tahap terakhir adalah pemindahan ikan hasil tangkapan dari kantong jaring kedalam keranjang yang berbeda sesuai dengan jenisnya asing-masing. Umumnya hasil tangkapan sampingan yang jarang tertangkap di buang ke laut, akan tetapi yang dapat dimanfaatkan tetap dikumpulkan untuk dijual. Kapal tidak menggunakan es karena waktu operasi one day fishing dan kapal juga beroperasi di fishing ground yang hanya di sekitar perairan pantai. Penyortiran ini dilakukan oleh anak buah kapal pada saat menuju fishing base.
Gambar 19 Hasil tangkapan jaring insang tetap selama penelitian.
63
6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan 1) Kontribusi perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon selama periode analisis tahun 2005-2009 terhadap total PDRB sebesar 3,33% dan sektor pertanian sebesar 10,96%. 2) Peranan subsektor perikanan tangkap terhadap perekonomian wilayah di Kabupaten Cirebon termasuk pada kegiatan basis (LQ>1). Jadi subsektor perikanan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah, karena subsektor perikanan tangkap dapat mengekspor barang ke luar daerah Kabupaten Cirebon. 3) Efek
pengganda
perikanan
tangkap
tertinggi
berdasarkan
indikator
pendapatan daerah adalah sebesar Rp 80,69 pada tahun 2007 dan berdasarkan indikator tenaga kerja sebesar 76,43 pada tahun 2006. 4) Produktivitas unit penangkapan ikan selama periode analisis tahun 2006-2009 di Kabupaten Cirebon yang tertinggi terdapat pada alat tangkap dogol sebesar 262 kg per trip dan 291,1 ton per unit pada tahun 2006. Komoditas unggulan yaitu jenis ikan demersal (ikan sebelah dan biji nangka); ikan pelagis (ikan julung-julung); binatang berkulit keras (udang dogol, udang windu, udang krosok, rajungan); binatang berulit lunak (gurita dan kerang darah). 6.2 Saran 1) Mempertahankan kondisi subsektor perikanan tangkap sebagai kegiatan basis, perlu adanya upaya yang lebih ditingkatkan untuk mendorong pihak swasta agar bersedia membantu menanamkan modal khususnya subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon. 2) Meningkatkan sarana dan prasarana yang berhubungan dengan perikanan tangkap seperti jasa-jasa transportasi dan komunikasi yang mendukung perikanan tangkap. 3) Memperhatikan kelestarian sumberdaya dan lingkungan hidup khususnya kegiatan perikanan tangkap.
64
DAFTAR PUSTAKA Adrianto L et al. 2006. Workshop Nasional Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Didalam: Angraeni E dan Marietadewi A, editor. Socioeconomic development of marine resources in Indonesia; IPB. Bogor: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Hal 521. Amina. 2010. Model pengelolaan dan Investasi Optimal Sumberdaya Rajungan dengan Jaring Rajungan di Teluk Banten. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. [BPS]
Badan Pusat Statistik. 2006. Sensus Ekonomi 2006 Analisis Ketenagakerjaan (Kondisi Sosial Ekonomi Pekerja). Jakarta: Badan Pusat Statistik.
_____. 2009. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Barat Tahun 20052009. Bandung: Badan Pusat Statistik. _____. 2009. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Cirebon tahun 20052009. Cirebon: Badan Pusat Statistik. Budiharsono S. 2001. Teknis Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Jakarta: Pradnya Paramitra. Dahuri R. 2004. Pendayagunaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan dalam Kerangka Otonomi Daerah dan Menyiasati Globalisasi. Di dalam Apridar. 2010. Ekonomi Kelautan. Yogyakarta: Graha Ilmu. 6 hal Diniah. 2008. Pengenalan Perikanan Tangkap. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. [DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan. 2004. Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon. Cirebon: Pemerintah Kabupaten Cirebon Dinas Kelautan dan Perikanan. _____. 2005. Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon. Cirebon: Pemerintah Kabupaten Cirebon Dinas Kelautan dan Perikanan. _____. 2006. Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon. Cirebon: Pemerintah Kabupaten Cirebon Dinas Kelautan dan Perikanan. _____. 2007. Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon. Cirebon: Pemerintah Kabupaten Cirebon Dinas Kelautan dan Perikanan.
65
_____. 2008. Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon. Cirebon: Pemerintah Kabupaten Cirebon Dinas Kelautan dan Perikanan. _____. 2009. Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon. Cirebon: Pemerintah Kabupaten Cirebon Dinas Kelautan dan Perikanan. _____. 2007. Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Barat. Bandung: Pemerintah Provinsi Jawa Barat Dinas Kelautan dan Perikanan. Fauzi A. 2005. Kebijakan Perikanan dan Kelautan. Di dalam Budiharsono S. 2001. Teknis Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Jakarta: Pradnya Paramitra. Firdaus M. 2007. Ekonomi Regional. Jakarta: Universitas Terbuka. Glasson J. 1977. Pengantar Perencanaan Regioanl. Terjemaahan dari Introduction of Regional Planning. Sitohang P. penterjemah. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Hakim SG. 2005. Peranan Sektor Perikanan Dalam Pembangunan Wilayah Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hermawan C. 2007. Kajian teknis dan Finansial Unit Penangkapan Bubu Kawat di Pulau Sabesi, Kabupaten Lampung Selatan [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Inayah N. 2003. Peranan Sektor Perikanan dalam Pembangunan Wilayah Kabupaten Bima Provinsi Nusa Tenggara [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Irawana EK. 2009. Peranan Subsektor Perikanan Tangkap dalam Pembangunan Wilayah dan Komoditas Unggulan yang Dapat Dikembangkan di Kota Sabang [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Kadariah. 1985. Ekonomi Perencanaan. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia. 79 hal. Manadiyanto H. 2000. Status Penangkapan Udang Panaeid Pasca Pukat Harimau di Perairan Laut Jawa. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut. 26 hal. Monintja DR. 1989. Perikanan Tangkap di Indonesia. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
66
Monintja D dan Martasuganda S. 1991. Teknologi Pemanfaatan Sumberdaya Laut II. Diktat Kuliah. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Nazir M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Ravianto J. 1986. Orientasi Produktivitas dan Ekonomi Jepang. Jakarta: Universitas Indonesia Press. 291p Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi, Cetakan Pertama. Sumatera Barat: Badouse Media. Singarimbun M dan Effendi S. 1989. Metode Penelitian Survei Edisi Revisi. Jakarta: LP3S. 336 hal. Soekartawi. 1990. Prinsip Dasar Perencanaan Pembangunan. Jakarta: Rajawali Pres. 125 hal. Subani W, H.R Barus.1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia (Finishing Gears for Marine Fish and Shrimp in Indonesia). Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Syafaat N dan Supena. 2000. Analisis Dampak Ekonomi terhadap Kesempatan Kerja dan Identifikasi Komoditas Andalan Sektor Pertanian di Wilayah Sulawesi: Pendekatan Input Output Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Vol. XLVIII No. 4. Tarigan R. 2007. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi, Cetakan keempat. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 2004 Junto Undang-undang Nomor 45 tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Prasslina AL. 2009. Peranan Sektor Perikanan dan Penentuan Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan dalam Pembangunan Wilayah Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Yuliana. 2009. Karateristik Unit Penangkapan Ikan Skala Kecil di Pelabuhan Perikanan Karangantu Serang, Banten. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
67
LAMPIRAN
Lampiran 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas harga konstan 2000 tahun 2005-2009 Lapangan Usaha
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2005-2009 atas harga konstan 2000 (dalam juta rupiah) 2005
1.
PERTANIAN
1.989.625,68
a.
Tanaman Bahan Makanan
1.144.663,11
b.
Tanaman Perkebunan
140.475,86
Peternakan dan hasil-hasilnya
357.266,77
c.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 20052009 atas harga konstan 2000 (dalam persen)
2006
2007*)
2008**)
2009***)
2005
2006
2007*)
2008**)
2009***)
1.991.036,79
2.106.894,02
2.220.657,52
2.368.256,53
31,36
29,85
29,98
30,12
30,57
1.141.555,32
1.233.118,93
1.285.863,23
1.372.511,58
18,04
17,11
17,55
17,44
17,72
154.034,99
153.395,45
151.846,16
156.654,36
2,21
2,31
2,18
2,06
2,02
350.531,75
366.896,65
426.407,28
459.548,68
5,63
5,26
5,22
5,78
5,93
d. Kehutanan
15.374,23
15.881.92
13.341,23
14.227,09
13.763,52
0,24
0,24
0,19
0,19
0,18
e.
331.845,71
329.032,81
340.141,76
342.313,76
365.778,39
5,23
4,93
4,84
4,64
4,72
27.882,58
28.457,80
29.036,98
30.169,51
0,41
0,42
0,41
0,39
0,39
1.062.597,03
1.073.203,32
1.105.023,80
1.097.079,98
15,82
15,93
15,27
14,99
14,16
139.505,90
149.426,86
156.430,69
166.375,59
2,08
2,09
2,13
2,12
2,12
458.039,92
499.538,33
531.653,58
562.035,75
6,64
6,87
7,11
7,21
7,26
1.527.252,27
1.589.629,04
1.677.752,27
1.784.925,33
22,07
22,90
22,62
22,76
23,04
Perikanan
2.
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 3. INDUSTRI PENGOLAHAN
26.236,75
4.
LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH
131.926,10
5.
BANGUNAN / KONTRUKSI
421.073,33
6.
PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN
1.400.053,99
1.003.854,99
Lampiran 1 Lanjutan…
Lapangan Usaha
7.
8.
PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI KEUANGAN, SEWA BANGUNAN DAN JASA PERUSAHAAN
9. JASA-JASA
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2005-2009 atas harga konstan 2000 (dalam juta rupiah)
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2005-2009 atas harga konstan 2000 (dalam persen)
2005
2006
2007*)
2008**)
2009***)
2005
2006
2007*)
2008**)
2009***)
369.851,84
398.212,80
425.734,41
430.153,99
448.784,20
5,83
5,97
6,06
5,84
5,79
274.812,54
291.765,44
303.119,26
318.562,10
333.637,58
4,33
4,37
4,31
4,32
4,31
726.343,69
773.706,88
850.560,74
902.350,61
955.120,98
11,45
11,60
12,10
12,24
12,33
7.026.563,79
7.371.621,54
7.746.385,44
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
TOTAL PDRB 6.343.778,91 6.669.999,63 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Cirebon, 2010 Keterangan: *) : Angka Perbaikan **) : Angka Sementara ***) : Angka Sangat Sementara
Lampiran 2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas harga berlaku tahun 2005-2009 Lapangan Usaha
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas harga berlaku tahun 2005-2009 (dalam juta rupiah)
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas harga berlaku tahun 2005-2009 (dalam persen)
2005
2006
2007*)
2008**)
2009***)
2005
2006
2007*)
2008**)
2009***)
1.
PERTANIAN
3.082.511,98
3.534.340,48
3.899.122,58
4.752.753,23
5.330.751,45
31,02
30,76
30,16
30,54
31,14
a.
Tanaman Bahan Makanan
1.836.858,39
2.162.434,72
2.404.455,31
2.982.953,40
3.311.955,98
18,48
18,82
18,60
19,16
19,35
b.
Tanaman Perkebunan
216.350,41
236.286,04
260.262,44
260.570,82
267.665,84
2,18
2,06
2,01
1,67
1,56
c.
Peternakan dan hasilhasilnya
501.080,46
569.672,28
638.022,26
794.230,79
921.355,69
5,04
4,96
4,94
5,10
5,38
d. Kehutanan
23.129,93
24.915,37
22.172.54
25.822,48
25.533,18
0,23
0,22
0,17
0,17
0,15
e.
505.092,78
541.032,06
574.20,03
689.175,73
804.240,76
5,08
0,38
0,40
0,38
4,70
38.250,30
43.349,87
51.418,91
58.525,17
63.854,28
0,38
0,38
0,40
0,38
0,37
1.609.612,88
1.864.386,59
2.001.123,28
2.306.475,10
2.408.510,78
16,20
16,23
15,48
14,82
14,07
4. LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH
266.262,05
305.854,34
327.578,25
347.794,40
375.639,18
2,68
2,66
2,53
2,23
2,19
5. BANGUNAN / KONTRUKSI
611.322,00
699.478,69
788.940,98
975.183,31
1.086.993,25
6,15
6,09
6,10
6,27
6,35
1.979.703,54
2.355.126,41
2.651.338,47
3.225.926,33
3.559.237,13
19,92
20,50
20,51
20,73
20,79
Perikanan
2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 3. INDUSTRI PENGOLAHAN
6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN
Lampiran 2 Lanjutan…
Lapangan Usaha
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas harga berlaku tahun 2005-2009 (dalam juta rupiah)
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas harga berlaku tahun 2005-2009 (dalam persen)
2005
2006
2007*)
2008**)
2009***)
2005
2006
2007*)
2008**)
2009***)
800.035,15
924.443,70
1.037.190,81
1.161.767,72
1.200.021,54
8,05
8,05
8,02
7,46
7,01
397.755,48
458.856,62
506.680,90
623.056,19
693.314,22
4,00
3,99
3,92
4,00
4,05
1.153.046,30
1.303.544,34
1.663.862,55
2.113.237,01
2.400.418,65
11,60
11,35
12,87
13,58
14,02
TOTAL PDRB 9.938.499,69 11.489.381,02 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Cirebon, 2010 Keterangan: *) : Angka Perbaikan **) : Angka Sementara ***) : Angka Sangat Sementara
12.927.156,71
15.564.718,45
17.118.740,48
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 8. KEUANGAN, SEWA BANGUNAN DAN JASA PERUSAHAAN 9. JASA-JASA
Lampiran 3 Peta lokasi penelitian Kabupaten Cirebon
Lampiran 4 PDRB subsektor perikanan tangkap 1) PDRB Subsektor Perikanan Tangkap Jawa Barat Tahun 2005 2006 2007 2008 2009
Produksi Tangkap 155.342 149.489 167.288 176.449 173.258
Produksi Budidaya 214.717 210.898 107.765 263.193 159.315
Jumlah 370.059 360.387 275.053 439.642 332.572
PDRB Perikanan 1.820.486,55 1.709.502 1.715.891 1.797.396 1.760.818,88
PDRB Subsektor Perikanan Tangkap 764.195,98 709.103,61 1.043.610,66 721.378,72 917.320,69
2) PDRB Subsektor Perikanan Tangkap Kabupaten Cirebon Tahun 2005 2006 2007 2008 2009
Produksi Tangkap 40.554,7 39.429,1 39.688 25.521 35.565
Produksi Budidaya 14.702,5 15.102,3 16.020,0 16.821,4 20.505,3
Jumlah 55.257,2 54.531,4 55.708,0 42.342,4 56.070,3
PDRB Perikanan 331.845,71 329.032,81 340.141,76 342.313,76 365.778,39
PDRB Subsektor Perikanan Tangkap (juta rupiah) 243.550,18 237.908,08 242.326,89 206.322,49 232.010,68
Lampiran 5 Produksi komoditas hasil tangkapan 1) Produksi Komoditas Hasil Tangkapan Jawa Barat Tahun 2005 2006 2007 2008 2009
Jabar (Qt) 155.341,6 149.488,9 167.288,4 176.448,9 173.257,8
Kakap putih
Selar
3.992,3 3.805,8 6.442,6 3.717,5 1.430,6 4.150,7 2.330 3.882,8
Julungjulung
Udang dogol 1.765.5
41,6 34,5 77,3
739,3 4599,8 1635,4
Produksi (Ton) Udang Udang krosok windu
837,4 468,9 1173,2
85,9 34,9 643,4
2) Produksi Komoditas Unggulan Hasil Tangkapan Kabupaten Cirebon Produksi (Ton) Kabupaten Tahun Kakap Julung- Udang Udang Udang (qt) Selar putih julung dogol krosok windu 2005 40.554,7 0 19,6 524,4 177 31,6 2006 39.429,1 68,7 323,8 121,7 0 410,6 2007 39.688 36,3 145,8 33,8 651,3 664,3 53,6 2008 25.521 269,6 229,1 20,6 3.422,3 293,7 170,5 2009 35.565 685,4 229,1 38,3 486,7 1.075,9 613,5
Kerang darah
1.165 2.287,9 2.132,1
Kerang darah 5.325,7 1.165,5 2.287,9 2.132,1
Gurita Rajungan
195,8 562,4 56,8
3.808,1 8.542,6 3.932,7
Gurita Rajungan
195,8 560,5 54,4
812,8 3.257,7 2.866,4 7.434,4 2.969,3
Lampiran 6 Kecenderungan LQ komoditas unggulan hasil tangkapan Lidah
Beloso 5.00
80.00 57.74
40.00
LQ
LQ
60.00
4.00
20.00 0.00
-20.00
2.00
0.00 2005
2006
2007
0.02
2008
6.00
3.00 1.65
1.00
0.95
0.00
2009
0.00 2005
2006 2007 Tahun
0.00
2008
0.00 2005
0.00 2007 Tahun
2008
2009
6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 -1.00
4.49
0.28
2006
2007
2008
2009
Tenggiri papan 3.00 4.96
4.21 1.51 0.00
1.00 0.00
0.00
2005 2006 2007 2008 2009 Tahun
1.95 2.04
2.00 LQ
LQ
LQ
0.47
0.13 2006
0.00
4.92
2.00
Biji nangka
0.40
2005
5.61
4.00
2.00
Gulamah
0.00
8.00
4.52
Tahun
0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 0.00 -0.10
Sebelah
-1.00
0.00
0.00
0.14
2005 2006 2007 2008 2009 Tahun
Lampiran 6 Lanjutan… Peperek
Kakap putih
Manyung 2.00
LQ
2.00 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00
1.71
1.50
0.89
1.00 0.21 0.19
0.19
0.00
2005 2006 2007 2008 2009
0.00
0.05 2005
4.00 3.00
2.97 2.41
2.00 1.00 0.00 2005
0.00
2006
2007
0.50 0.07
0.02
2006
2007
0.94
2008
2009
0.00 -0.50
0.00 2005
2008
2009
3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00
0.00
2006
Kembung
Julung-julung 3.42
1.43
1.00
0.69
0.50
Tahun
0.00
1.50
0.02
2007
2008
2009
Selar 0.40 2.41
0.27
0.20
1.25 0.44 2005
0.32
0.30
2006
0.10
0.72
2007
0.17
0.16 2008
2009
0.00
0.02 2005
2006
2007
2008
Lampiran 6 Lanjutan… Udang windu 30.00
8.00
6.00
24.27
20.00
4.32
4.00
10.00
3.17
0.00 2005
2.63
0.00
2006
4.65
2007
2008
2009
0.00 -2.00
0.00 2005
4.22
4.95
4.67
2006
0.00
2007
2008
3.71
2006
-2.00
0.00 2005
2007
2008
2009
4.87
0.00
2006
2007
1.45
2005
2009
4.47
4.00 3.34
3.00
0.38
2008
5.00
3.70
3.00
0.00
0.00
4.97
Udang krosok
1.00
2005
2009
2.00
2.00
-2.00
0.00
4.00
0.00
4.22
4.00
Udang dogol
6.00 4.00
6.00 2.00
Gurita
0.00
3.68
2.00
0.00 -10.00
Kerang darah
Rajungan
3.11
2.00 1.00
0.00
2006
2007
0.00
2008
2009
-1.00
0.00 2005
0.00
2006
2007
2008
2009
Lampiran 7 Penentuan selang komoditas hasil tangkapan 18 n= 14 Max 7 Min Banyaknya 2,25 3 kelas (K) 7 W Lebar kelas 2,33 3 (W/K) SA SB Komoditas [(SB+C)-nst] 8 10 non unggulan 11 13 netral 14 16 unggulan
Lampiran 8 Jumlah trip dan unit hasil tangkapan dogol dan jaring insang tetap Jumlah Trip Unit Jumlah Unit Jumlah Trip per tahun Penangkapan Ikan Jaring Insang Tetap 544 426 1256 1475
Dogol 47 13 138 138
Jaring Insang Tetap 96 96 96 96
Dogol 132 132 144 48
Jaring Insang Tetap 52.224 40.896 120.576 141.600
Dogol 6.204 1.716 19.872 6.624