PERAN SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH SERTA KOMODITAS HASIL TANGKAPAN UNGGULAN DI KOTA PEKALONGAN
BAYU ISRA’ LISWARDANA
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
ABSTRAK BAYU ISRA’ LISWARDANA. C44069001. Peran Subsektor Perikanan Tangkap terhadap Pembangunan Daerah serta Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan di Kota Pekalongan. Dibimbing oleh MOCH. PRIHATNA SOBARI dan DINIAH. Kota Pekalongan memiliki potensi sumberdaya perairan yang cukup besar. Besarnya rata-rata produksi perikanan per tahun sebesar 57.409.699 kg atau 27,45% dari rata-rata total produksi Provinsi Jawa Tengah sebesar 209.149.881 kg. Hal ini dapat dimanfaatkan secara maksimal guna meningkatkan kontribusinya terhadap PDRB. Oleh karena itu, perlu disusun suatu strategi pengembangan yang bertujuan meningkatkan peranan subsektor perikanan tangkap dalam pembangunan daerah. Hasil perhitungan LQ menunjukkan bahwa berdasarkan indikator PDRB dan tenaga kerja merupakan sektor basis dengan nilai LQ lebih dari 1. Berdasarkan hasil analisis efek pengganda selama periode 2003-2008, indikator PDRB dan indikator tenaga kerja, subsektor perikanan tangkap memberikan dampak positif terhadap pembangunan daerah Kota Pekalongan. Berdasarkan penentuan komoditas unggulan untuk subsektor perikanan tangkap, yaitu ikan manyung (Arius sp.) dari kelompok ikan demersal. Kelompok pelagis kecil terdiri atas selar (Caranx leptolepis), layang (Decapterus rocelli), tembang (Clupea fimbriata), lemuru (Clupea longiceps), kembung (Rastrelliger). Kelompok pelagis besar terdiri atas tongkol (Euthynnus spp) dan tenggiri (Scomberomerus commersoni). Kelompok binatang lunak adalah cumucumi (Loligo sp.). Hasil analisis SWOT menghasilkan tiga alternatif startegi pembangunan, yaitu 1) Memfokuskan pada peningkatan mutu hasil tangkapan dengan memaksimalkan kapal pengangkut ikan dan laboratorium pengujian mutu, guna menghasilkan kualitas produk ikan segar dan olahan yang memiliki nilai ekonomis tinggi serta memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam akses sarana dan prasarana dalam mengembangkan usaha baru di bidang perikanan tangkap; 2) Melakukan pengembangan subsektor perikanan tangkap yang berkelanjutan dengan memanfaatkan kesempatan kerja yang besar dan hasil tangkapan unggulan guna memenuhi permintaan yang tinggi dari luar daerah, sehingga dapat meningkatkan kontribusi perikanan tangkap terhadap PDRB daerah; dan 3) Memberi kemudahan bagi nelayan dalam segala regulasi dan urusan administrasi sehingga nelayan dapat tetap konsisten dan dapat memanfaatkan potensi sumberdaya laut yang tersedia dan dapat memenuhi permintaan produk dari luar daerah.
Kata kunci : Location Quetient (LQ), efek pengganda, komoditas unggulan, pembangunan daerah, subsektor perikanan tangkap dan SWOT.
ABSTRACT
BAYU ISRA’ LISWARDANA. C44069001. The Role Capture Fisheries Subsector in Regional Development and Superior Captured Product of Pekalongan City. Supervised by MOCH. PRIHATNA SOBARI and DINIAH. Pekalongan city has quite potential aquatic resources. Average annual production value was 57.409.699 kg or 27.45% of Central Java province total production which was 209.149.881 kg. This can be used maximally to improve the contribution to PDRB. Therefore it is necessary to formulate a development strategy aimed at enhancing the role of the capture fisheries sector in regional development. The results indicate that the LQ calculations based on the indicators of GDP and employment is a sector basis with LQ values greater than 1. Based on the analysis of the multiplier effect during the period 2003-2008, GDP indicator and the indicator of labor, capture fisheries sub-sector gave a positive impact on regional development of Pekalongan city. Based on the determination of superior fishery sub-sectors commodities, such as manyung (Arius sp.) from demersal fishes. Small pelagic group of selar (Caranx leptolepis), layang (Decapterus rocelli), tembang (Clupea fimbriata), lemuru (Clupea longiceps), kembung (Rastelliger). Large pelagic group of tongkol (Euthynnus spp) and tenggiri (Scomberomerus commersoni). Soft animal group are squids (Loligo sp.). SWOT analysis resulted three alternative development strategy, which are 1) Focusing on improving the captured quality by maximizing fish transport vessels and quality testing laboratory to produce high quality fresh and processed fish products, which have high economic value and provide convenience to the public on access to facilities and infrastructure in new business development in the field of fisheries; 2) Develop a sustainable fisheries sector through the use of the opportunities for employment and high quality of capture product to increase the contribution of capture fisheries toward regional PDRB; and 3) Provide convenience for fisherman in all regulations and documents, so that fishermen can remain consistent and able to use the potential of marine resources that are available and can meet the demand for products from outside the area. Keywords: Location Quetient (LQ), multiplier effect, superior commodities, regional development, capture fisheries subsector and SWOT.
PERAN SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH SERTA KOMODITAS HASIL TANGKAPAN UNGGULAN DI KOTA PEKALONGAN
BAYU ISRA’ LISWARDANA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Skripsi
: Peran Subsektor Perikanan Tangkap terhadap Pembangunan Daerah serta Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan di Kota Pekalongan
Nama
: Bayu Isra’ Liswardana
NRP
: C44069001
Mayor
: Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Disetujui :
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S. NIP. 19610316 198601 1 001
Dr.Ir. Diniah, M.Si. NIP. 19610924 198602 2 001
Diketahui : Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Dr.Ir. Budy Wiryawan, M.Sc. NIP. 19621223 198703 1 001
Tanggal lulus : 17 Juni 2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi “Peran Subsektor Perikanan Tangkap terhadap Pembangunan Daerah serta Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan di Kota Pekalongan” adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam tubuh tulisan dan tercantum dalam daftar pustaka di bagian akhir skrisi ini.
Bogor, Juli 2011
Bayu Isra’ Liswardana
© Hak cipta IPB, Tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber: a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih disampaikan kepada : 1) Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S. dan Dr.Ir. Diniah, M.Si. selaku Komisi Pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik; 2) Vita Rumanti K, S.Pi., M.Si. selaku Komisi Pendidikan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan Ir. Nimmi Zulbainarni, M.Si. selaku dosen penguji tamu atas masukannya untuk penyempurnaan skripsi ini; 3) Kepala dan staf PPN Pekalongan yang banyak membantu dalam kelancaran penelitian; 4) Pak Edo, Bu Zuwita Mas Syukron dan staf Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Pekalongan yang telah bersedia membantu dalam pengumpulan data; 5) Responden yang telah bersedia memberikan data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian; 6) Papa, Mama, Mas Kiki serta adik-adikku Tyar dan Zhela atas doa, dukungan dan semangat yang diberikan untuk keberhasilan studi ini; 7) Wume, Nado, Vya, Tenyom, Vera, Ris, Dede, Dudi, Ade, Baskoro, Pram, Nova, Ryan, Reza dan Hadasa serta teman-teman seperjuanganku PSP 44 yang selalu memberi dukungan dalam penyelesaian skripsi; 8) Rekan-rekan PSP 43 dan 42 Nano, Didin, Ema, Utylla, Sistem, Ike, Qimoel, Qibee, Rahman, Gini, Iniz, Neney, Adit, Dedi, Rima dan Alvi atas motivasinya; 9) Adik-adikku Alfin, Uwox, Kakek, Tabah, Zabao, Adit, Bayu, Fristy, Kampung, Amink, Insun, Titi, Ema, Izza, Bandung, Ocil, Icut, Ana, Idem, Zuhdi, Gilang, Upeh, Gun, Cahra, Lutfi, Arbi, Bagus dan Tyas serta angkatan 45 dan 46 lainnya yang selalu menyindir, memotivasi dan memberi semangat dalam penyelesaian skripsi; 10) Sahabat-sahabatku Noval, Manda, Emas, dan Dina yang tak henti-hentinya memberi semangat dalam penyelesaian skripsi; dan 11) Pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pekalongan pada tanggal 16 Maret 1988. Penulis merupakan putra kedua dari empat bersaudara pasangan Bapak Dhani Satar dan Ibu Lilis Lestyawati. Pada tahun 2006 penulis menyelesaikan pendidikan menengah di SMA Negeri 1 Kabupaten Batang, Provinsi Jawa Tengah. Penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2006, pada tahun 2007 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Teknologi Hasil Perairan dan pada tahun 2008 penulis melanjutkan studi di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi dan Unit Kegiatan Mahasiswa. Penulis pernah aktif sebagai Staf Departemen Kebijakan Daerah BEM KM IPB periode 2006-2007, sebagai Staf Departemen Komunikasi dan Informasi BEM KM IPB periode 2007-2008, sebagai Divisi Pengembangan Minat dan Bakat HIMAFARIN PSP IPB periode 2008-2009, sebagai Time Manager UKM Music Agricultural Expresion IPB, sebagai Sekretaris UKM Bulutangkis IPB periode 2007-2008, dan Koordinator Tim Kreatif UKM Futsal IPB periode 2007-2008. Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Rekayasa Tingkah Laku Ikan pada tahun 2010. Penulis juga pernah mendapatkan dana hibah penelitian Program Kreativitas Mahasiswa dan meraih Juara 3 setara perunggu dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Tingkat Nasional (PIMNAS) ke XXII di Universitas Brawijaya Malang. Penulis melakukan penelitian sebagai bahan penyusunan skripsi dengan judul “Peran Subsektor Perikanan Tangkap terhadap Pembangunan Daerah serta Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan di Kota Pekalongan”. Penulis dinyatakan lulus dalam sidang skripsi yang diselenggarakan oleh Program studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor pada tanggal 17 Juni 2011.
KATA PENGANTAR
Kota Pekalongan merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi perikanan tangkap yang baik di Perairan Pantai Utara Jawa. Hal ini ditunjukkan oleh volume dan nilai produksi perikanan tangkap Kota Pekalongan yang besar, sehingga Kota Pekalongan dapat menjadi salah satu kontributor perikanan tangkap terbesar di Jawa Tengah. Alat tangkap yang dominan dioperasikan oleh nelayan Pekalongan adalah purse seine dan gillnet. Skripsi ini mengungkapkan besarnya kontribusi dan peranan subsektor perikanan tangkap terhadap pembangunan daerah Kota Pekalongan, serta dampak yang ditimbulkan dari besarnya peranan tersebut. Hal ini dimaksudkan dalam rangka mencari alternatif strategi pengembangan subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan. Ucapan terimakasih disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis, pembaca dan bagi pihak-pihak yang memerlukan untuk penelitian lebih lanjut.
Bogor, Juli 2011
Bayu Isra’ Liswardana
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................
xi
I. PENDAHULUAN .............................................................................
1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1.2 Perumusan Masalah..................................................................... 1.3 Tujuan ......................................................................................... 1.4 Manfaat .......................................................................................
1 2 3 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................
4
2.1 Perikanan Tangkap ...................................................................... 2.1.1 Kapal/perahu ...................................................................... 2.1.2 Alat tangkap ....................................................................... 2.1.3 Nelayan .............................................................................. 2.2 Pembangunan Wilayah ................................................................ 2.3 Konsep Basis Ekonomi................................................................ 2.4 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan........................................ 2.5 Strategi Pengembangan ...............................................................
4 4 5 8 9 11 11 12
III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI..........................................
14
IV. METODOLOGI .............................................................................
16
4.1 Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................... 4.2 Alat dan Bahan ............................................................................... 4.3 Metode Penelitian ........................................................................ 4.4 Jenis dan Sumber Data ................................................................ 4.5 Metode Pengambilan Sampel ...................................................... 4.6 Metode Analisis Data .................................................................. 4.6.1 Analisis teknis subsektor perikanan tangkap........................ 4.6.2 Analisis peranan subsektor perikanan tangkap .................... 4.6.3 Analisis dampak subsektor perikanan tangkap .................... 4.6.4 Analisis kebutruhan investasi .............................................. 4.6.5 Analisis penentuan komoditas hasil tangkapan unggulan .... 4.6.6 Analisis strategis pengembangan subsektor perikanan tangkap 4.7 Batasan Konsep dan Pengukuran .................................................
16 16 16 16 17 18 18 19 21 21 22 22 30
V. KEADAAN UMUM .........................................................................
32
5.1 Keadaan Umum Kota Pekalongan ............................................... 5.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Kota Pekalongan................. 5.2.1 Sarana dan prasarana perikanan tangkap........ ..................... 5.2.2 Volume dan nilai produksi perikanan tangkap .................... 5.2.3 Pemasaran hasil perikanan tangkap...................................... 5.2.4 Daerah dan musim penangkapan ikan .................................
32 33 34 38 40 41
Halaman VI. HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................
43
6.1 Keragaan Unit Penangkapan Ikan Kota Pekalongan.....................
43
6.1.1 Unit penangkapan ikan purse seine ..................................... 6.1.2 Unit penangkapan ikan gillnet ............................................. 6.1.3 Produktivitas subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan 6.2 Kondisi Perekonomian Kota Pekalongan .....................................
43 45 49 52
6.2.1 PDRB dan PDRB per kapita ................................................. 6.2.2 Laju pertumbuhan ............................................................... 6.2.3 Nilai LQ sektoral Kota Pekalongan .....................................
53 56 57
6.3 Peranan Subsektor Perikanan Tangkap Kota Pekalongan .............
58
6.3.1 Kontribusi perikanan tangkap ............................................. 6.3.2 Nilai LQ subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator PDRB ................................................................................. 6.3.3 Nilai LQ subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator Tenaga kerja.......................................................................... 6.4 Dampak Subsektor Perikanan Tangkap Kota Pekalongan............ . 6.4.1 Multiplier effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator PDRB daerah ......................................................... 6.4.2 Multiplier effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja ...........................................................
58 60 61 63 63 64
6.5 Kebutuhan Investasi Subsektor Perikanan Tangkap .................... .
65
6.6 Komoditas Unggulan Perikanan Tangkap Kota Pekalongan ........
67
6.7 Strategi Pengembangan ................................................................ .
73
6.7.1 Identifikasi unsur SWOT subsektor perikanan tangkap ...... . 6.7.2 Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) .......................... . 6.7.3 Matriks EFE (External Factor Evaluation) ......................... 6.7.4 Matriks SWOT ..................................................................... 6.7.5 Perumusan strategi utama .................................................... .
73 80 80 82 82
VII. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................
85
7.1 Kesimpulan .................................................................................
85
7.2 Saran ...........................................................................................
86
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
87
LAMPIRAN ..........................................................................................
89
DAFTAR TABEL Halaman 1.
Matrik SWOT ....................................................................................
24
2.
Faktor strategi internal ......................................................................
26
3.
Faktor strategi eksternal ....................................................................
27
4.
Penilaian bobot faktor strategi internal .............................................
28
5.
Penilaian bobot faktor strategi eksternal ...........................................
28
6.
Matriks internal faktor evaluation (IFE) ...........................................
29
7.
Matriks eksternal faktor evaluation (EFE) ........................................
30
8.
Jumlah penduduk Kota Pekalongan Tahun 2003-2009.....................
33
9.
Jumlah penduduk dan angkatan kerja Kota Pekalongan 2003-2009.
33
10.
Jumlah armada penangkapan ikan Kota Pekalongan 2003-2009......
35
11.
Fasilitas pokok Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan...........
37
12.
Fasilitas fungsional Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan....
37
13.
Fasilitas fungsional milik Perum Kota Pekalongan..........................
38
14.
Fasilitas pendukung Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan....
38
15.
Perkembangan volume dan nilai produksi perikanan 2003-2009......
39
16.
Produktivitas per trip penangkapan Kota Pekalongan 2003-2008....
49
17.
Produktivitas per unit penangkapan Kota Pekalongan 200-2009......
51
18.
Produktivitas nelayan Kota Pekalongan 2003-2009..........................
52
19.
PDRB Kota Pekalongan atas dasar harga konstan 2003-2009..........
54
20.
Nilai PDRB per kapita Kota Pekalongan 2003-2009........................
56
21.
Laju pertumbuhan ekonomi Kota Pekalongan 2003-2009................
57
22.
Nilai LQ sektoral keseluruhan terhadap PDRB Pekalongan 2009....
58
23.
Presentase kontribusi perikanan tangkap terhadap sektor pertanian dan keseluruhan sektor Kota Pekalongan 2003-2009........................
59
24.
Nilai LQ perikanan tangkap terhadap total PDRB 2003-2009..........
60
25.
Nilai LQ perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja Kota Pekalongan 2003-2008...............................................................
62
Analisis Multiplier Effect perikanan tangkap berdasarkan PDRB Kota Pekalongan 2003-2009..............................................................
64
26.
Halaman 27.
Analisis Multiplier Effect perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja 2003-2008.......................................................................
65
28.
Kebutuhan investasi perikanan tangkap Kota Pekalongan 2003-2008. 66
29.
Kebutuhan investasi perikanan tangkap Kota Pekalongan 2009-2013. 67
30.
Nilai LQ kelompok ikan Kota Pekalongan 2003-2008......................... 69
31.
Penilaian bobot LQ dan bobot trend kelompok ikan Kota Pekalongan 2003-2008............................................................................................. 72
32.
Matriks IFE Kota Pekalongan............................................................... 80
33.
Matriks EFE Kota Pekalongan.............................................................. 81
34.
Matriks SWOT pengembangan perikanan tangkap Kota Pekalongan.. 83
35.
Perankingan alternatif strategi pengembangan perikanan tangkap Kota Pekalongan..................................................................................
84
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Konstruksi alat tangkap purse seine .................................................
6
2.
Konstruksi alat tangkap gillnet ..........................................................
8
3.
Kerangka pendekatan studi ...............................................................
15
4.
Diagram analisis SWOT ...................................................................
25
5.
Jumlah armada penangkapan ikan Kota Pekalongan 2003-2009......
35
6.
Perkembangan produksi perikanan tangkap Kota Pekalongan..........
40
7.
Perkembangan nilai produksi perikanan tangkap Kota Pekalongan 2003-2009..........................................................................................
40
8.
Diagram alir pemasaran hasil tangkapan...........................................
41
9.
Konstruksi alat tangkap purse seine Kota Pekalongan......................
44
10.
Konstruksi alat tangkap gillnet Kota Pekalongan..............................
47
11.
Produktivitas per trip penangkapan ikan Kota Pekalongan 2003-2008..........................................................................................
50
Produktivitas per unit penangkapan ikan Kota Pekalongan 2004-2009..........................................................................................
51
13.
Produktivitas nelayan Kota Pekalongan 2003-2009..........................
52
14.
Diagram pie presentase nilai PDRB Kota Pekalongan 2003-2009....
54
15.
Nilai PDRB perikanan tangkap atas dasar harga konstan 2003-2009
55
16.
Laju pertumbuhan ekonomi perikanan Kota Pekalongan 2003-2009
57
17.
Kontribusi perikanan dan perikanan tangkap terhadap sektor Pertanian Kota Pekalongan 2003-2009.............................................. Kontribusi perikanan dan perikanan tangkap terhadap total PDRB Kota Pekalongan 2003-2009..............................................................
60
Nilai LQ perikanan tangkap terhadap total PDRB Kota Pekalongan 2003-2009..........................................................................................
61
Nilai LQ perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja Kota Pekalongan 2003-2009..............................................................
63
Perkembangan investasi perikanan tangkap Kota Pekalongan 2003-2008..........................................................................................
66
22.
Nilai LQ kelompok ikan pelagis besar Kota Pekalongan 2003-2008
68
23.
Nilai LQ kelompok ikan pelagis kecil Kota Pekalongan 2003-2008
69
12.
18. 19. 20. 21.
59
Halaman 24.
Nilai LQ kelompok ikan demersal Kota Pekalongan 2003-2008......
70
25.
Nilai LQ cumi-cumi Kota Pekalongan 2003-2008...........................
70
26.
Diagram analisis SWOT pengembangan perikanan tangkap Kota Pekalongan .......................................................................................
81
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Peta Kota Pekalongan .........................................................................
90
2.
Unit Penangkapan Ikan ......................................................................
91
3.
Perhitungan komoditas unggulan Kota Pekalongan............................. 93
4.
Perhitungan nilai LQ komoditas unggulan Kota Pekalongan..............
94
5.
Penilaian bobot faktor strategi internal................................................
95
6.
Penilaian bobot faktor strategi eksternal ............................................. 99
1
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan
subsektor
perikanan
tangkap
diharapkan
dapat
meningkatkan produksi, memperluas kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, serta dapat memberikan kontribusi dalam peningkatan kesejahteraan nelayan dan meningkatkan perekonomian daerah. Satu daerah yang potensial untuk upaya pembangunan subsektor perikanan tangkap adalah Kota Pekalongan. Kota Pekalongan terletak di Pantai Utara Jawa pada posisi 6 50’42”6 55’44” LS dan 109 37’55”-109 42’19” BT. Kota Pekalongan memiliki panjang pantai 10,5 km dan kedalaman perairan laut berkisar antara 6-50 m. Di Kota Pekalongan terdapat sebuah Pelabuhan Perikanan Nusantara yang merupakan pusat dari kegiatan perikanan tangkap (BPS Pekalongan 2006). Jenis unit penangkapan ikan yang banyak mendaratkan ikannya di PPN Pekalongan pada tahun 2009 adalah purse seine, berjumlah 146 unit dengan hasil tangkapan sebesar 92% dari total produksi ikan di PPN Pekalongan. Sekitar 8% produksi lainnya adalah dihasilkan dari alat tangkap gillnet yang berjumlah 116 unit (PPN Pekalongan 2010) Kondisi perekonomian suatu daerah dapat tercermin dari total produksi barang dan jasa yang dihasilkan dari aktivitas ekonomi. Hal ini tergambar dalam besaran nilai PDRB-nya. Berdasarkan data BPS Kota Pekalongan (2008), kontribusi sektor perikanan terhadap PDRB Kota Pekalongan adalah besar, yaitu sebesar Rp126.112.070,00 atau sebesar 6,68% dari total nilai PDRB Kota Pekalongan sebesar Rp1.887.853.700,00. Nilai produksi perikanan tangkap PPN Pekalongan telah menyumbang produksi ikan laut atau hasil tangkapan paling banyak bagi Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan data selama tujuh tahun terakhir, tahun 2003-2009, rata-rata produksi perikanan per tahun sebesar 57.409.699 kg atau 27,45% dari rata-rata total produksi provinsi sebesar 209.149.881 kg. Rata-rata nilai produksi perikanan per tahun sebesar Rp155.960.341.518,00 atau 25,93% dari rata-rata nilai produksi perikanan per tahun sebesar Rp601.533.336.744,00. Hal tersebut dapat menjadi
2
dasar untuk mengembangkan subsektor perikanan tangkap agar dapat memberikan kontribusi yang lebih baik lagi terhadap pembangunan daerah Kota Pekalongan. Di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan juga terdapat komoditas hasil tangkapan unggulan yang dapat dijadikan komoditas kunci untuk pengembangan perikanan tangkap dan perekonomian Kota Pekalongan. Nilai jual yang besar dari komoditas unggulan dapat meningkatkan pendapatan nelayan dan kontribusi pada perekonomian Kota Pekalongan. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk mengetahui peran subsektor perikanan tangkap terhadap pembangunan daerah dan komoditas hasil tangkapan unggulan yang ada di Kota Pekalongan. Selanjutnya, dapat dilihat besar kontribusi dan peran subsektor perikanan tangkap terhadap perekonomian di Kota Pekalongan dan jenis komoditas hasil tangkapan unggulan yang dapat dikembangkan dan dijadikan sebagai komoditas basis pada subsektor perikanan tangkap di Kota Pekalongan. Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran kepada pemerintah setempat dalam merumuskan strategi pengembangan yang tepat bagi subsektor perikanan tangkap dalam berkontribusi terhadap pembangunan Kota Pekalongan.
1.2 Perumusan Masalah Hasil tangkapan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan mencapai 22.998,42 ton pada tahun 2008, namun kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi daerah belum optimal. Penelitian ini mencoba mengidentifikasi dan menganalisis peranan dari subsektor perikanan tangkap dalam pembangunan wilayah Kota Pekalongan, apakah perikanan tangkap yang ada telah mampu menjadikan subsektor perikanan tangkap sebagai basis ekonomi. Penelitian ini juga akan mencoba menjawab pertanyaan tentang komoditas hasil tangkapan unggulan apa yang dapat dikembangkan dan bagaimana strategi yang tepat di Kota Pekalongan.
1.3 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Menentukan peran subsektor perikanan tangkap terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah;
3
2) Menghitung
multiplier
effect
subsektor
perikanan
tangkap
terhadap
perekonomian daerah Kota Pekalongan; 3) Mengidentifikasi jenis komoditas hasil tangkapan unggulan dan keragaan unit penangkapan ikan yang dapat dikembangkan dan dijadikan komoditas basis pada subsektor perikanan tangkap daerah Pekalongan; dan 4) Merencanakan strategi pengembangan perikanan tangkap di Kota Pekalongan.
1.4 Manfaat Manfaat yang dapat diperoleh adalah : 1) Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas akhir pada Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor; 2) Dapat memberikan informasi dan masukan mengenai perkembangan perikanan tangkap di Kota Pekalongan bagi pemerintah daerah; dan 3) Dapat
digunakan
sebagai
salah
satu
dasar
pengembangan perikanan tangkap di Kota Pekalongan.
dalam
merencanakan
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Perikanan Tangkap Menurut Undang-Undang Nomor. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, yang dimaksud dengan perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkunganya, mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau pengumpulan binatang dan tanaman air, baik di laut maupun di perairan umum, secara bebas. Kegiatan ini dibedakan dengan perikanan budidaya, pada perikanan tangkap, binatang atau tanaman air masih belum merupakan milik seseorang sebelum binatang atau tanaman air tersebut ditangkap atau dikumpulkan, sedangkan pada perikanan budidaya, komoditas tersebut telah merupakan milik seseorang atau kelompok yang melakukan budidaya tersebut. Menurut Monintja (1989), perikanan tangkap terdiri atas beberapa komponen. Komponen utama dari perikanan tangkap purse seine dan gillnet adalah unit penangkapan ikan, terdiri atas : (1) perahu/kapal; (2) alat tangkap; (3) tenaga kerja/nelayan.
2.1.1
Kapal / Perahu Menurut Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, bahwa kapal perikanan adalah kapal, perahu atau alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan
penangkapan
ikan,
mendukung
operasi
penangkapan
ikan,
pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan dan penelitian atau eksplorasi perikanan. Kapal perikanan merupakan salah satu faktor penting di antara komponen armada penangkapan ikan dan termasuk modal yang ditanamkan dalam usaha penangkapan ikan. Menurut Fyson (1985), kapal perikanan adalah kapal yang khusus dimaksudkan untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan dengan ukuran, rancang bangun, kapasitas muat, akomodasi,
5
mesin dan berbagai perlengkapan yang semuanya disesuaikan dengan fungsi dalam rencana operasi. Menurut Subani dan Barus (1989), kapal purse seine umumnya merupakan kapal kayu berukuran 10-150 GT, sedangkan kapal gillnet berukuran 1-5 GT.
2.1.2
Alat Tangkap Salah satu faktor pendukung keberhasilan kegiatan operasi penangkapan
ikan adalah alat tangkap. Alat tangkap paling dominan yang berbasis operasi penangkapan ikan di Kota Pekalongan adalah purse seine dan gillnet (PPN Pekalongan 2010) 1) Purse seine Purse seine merupakan alat tangkap yang aktif, karena dalam operasionalnya kapal melakukan pelingkaran jaring terhadap target tangkapan lalu bagian bawah jaring dikerucutkan dengan menarik purse line. Ikan yang tertangkap di dalam jaring tidak dapat meloloskan diri baik dari bagian samping maupun dari bagian bawah (Nomura 1981). von Brandt (2005) mengemukakan bahwa purse seine terdiri atas badan jaring, selvedge, kantong (bunt), tali ris atas (floatline), tali ris bawah (leadline), pemberat dan pelampung, serta cincin-cincin yang menggantung pada bagian bawah jaring yang tersusun pada tali kolor (purse line). Menurut Subani dan Barus (1989), purse seine disebut juga pukat cincin, karena alat tangkap ini dilengkapi dengan cincin-cincin pada pinggir jaring tempat tali kerut (purse line) dimasukkan ke dalamnya. Fungsi cincin dan tali kerut ini penting, terutama pada waktu pengoperasian jaring. Adanya tali kerut tersebut menyebabkan jaring yang asalnya tidak berkantong akan membentuk kantong pada akhir operasi penangkapan ikan. von Brandt (2005) menggolongkan purse seine (Gambar 1) ke dalam surrounding net. Pengelompokan tersebut karena purse seine memiliki karakteristik yang berbeda jika dibandingkan dengan lampara dan ring net yang termasuk ke dalam kelompok ini juga. Lampara dan ring net memiliki tali ris atas yang lebih panjang dari tali ris bawah, sedangkan purse seine memiliki tali ris atas yang lebih pendek dari tali ris bawahnya.
6
Gambar 1 Alat tangkap pukat cincin. (Sumber : von Brandt 2005) Bentuk, ukuran dan bahan yang digunakan untuk purse seine bervariasi. Variasi bentuk dan ukuran purse seine bergantung pada ukuran kapal dan waktu operasi penangkapan ikan. Menurut Sadhori (1985), purse seine dibedakan berdasarkan empat bagian besar, yaitu berdasarkan : (1) Bentuk jaring utama, dibedakan menjadi a) Persegi atau segiempat b) Trapesium atau potongan c) Lekuk; (2) Jumlah kapal yang digunakan pada waktu operasi penangkapan ikan, dibedakan menjadi a) Sistem satu kapal (one boat system) b) Sistem dua kapal (two boat system); (3) Spesies ikan yang menjadi tujuan penangkapan ikan, dibedakan menjadi a) Purse seine tuna b) Purse seine layang c) purse seine kembung; (4) Waktu operasi yang digunakan, dibedakan menjadi a) Purse seine siang hari b) Purse seine malam hari
7
2) Gillnet Jaring insang atau gillnet merupakan suatu alat penangkapan ikan dari jaring yang berbentuk empat persegi panjang. Alat tangkap ini dilengkapi dengan pelampung, pemberat, tali ris atas dan tali ris bawah. Gillnet memiliki jumlah mesh depth lebih sedikit dari jumlah mesh pada arah panjang jaring, sehingga lebar atau tinggi jaring lebih pendek dari panjangnya. Ukuran mata jaring sama pada seluruh badan jaring yang disesuaikan dengan sasaran ikan yang ditangkap, sehingga gillnet sering dianggap sebagai alat tangkap yang selektif (Ayodhyoa 1981). Menurut Subani dan Barus (1989), jaring insang diklasifikasikan dalam lima kelompok, yaitu: 1) Jaring insang hanyut (drift gillnet) Dalam pengoperasiannya jaring insang ini dihanyutkan mengikuti atau searah dengan jalannya arus. Pelaksanaan operasi penangkapan ikan dapat dilakukan baik di dasar perairan maupun di bawah lapisan permukaan air, 2) Jaring insang labuh (set gillnets) Jaring insang ini dioperasikan dengan cara dilabuh di dasar, lapisan tengah maupun di bawah lapisan atas, bergantung pada atau dapat diatur melalui tali yang menghubungkan pelampung dan pemberat yang dipasang pada ujung terluar bawah dari jaring, 3) Jaring insang karang (coral reef gillnets) Jaring insang ini digunakan untuk menangkap udang karang. Berbeda dengan jaring insang labuh lainnya, jaring insang karang tidak dilengkapi dengan tali ris bawah, namun ada juga yang memakai tali ris bawah, 4) Jaring insang lingkar (encircling gillnets) Jaring insang lingkar merupakan jaring insang yang cara pengoperasiannya dilingkarkan pada sasaran tertentu, yaitu kawanan ikan yang sebelumnya dikumpulkan melalui alat bantu sinar lampu, 5) Jaring tiga lapis (trammel net) Jaring insang ini memiliki beberapa sebutan, antara lain jaring gondrong, jaring tilek, jaring kantong dan jaring ciker. Seperti namanya, jaring insang ini terdiri atas tiga lapis, yaitu dua lapis yang di luar atau outer net mempunyai ukuran
8
mata yang lebih besar, sedangkan lembaran jaring yang di tengah atau inner net mempunyai ukuran mata lebih kecil dan dipasang lebih longgar. Jaring insang dioperasikan dengan tujuan menghadang ruaya gerombolan ikan. Pengoperasian alat tangkap ini dapat dilakukan di dasar perairan, lapisan tengah maupun lapisan atas. Ikan yang tertangkap pada jaring insang umumnya karena terjerat (gilled) pada mata jaring di bagian belakang penutup insang, atau terpuntal (entangled) pada mata jaring, baik untuk jaring insang yang hanya terdiri atas satu lapis, dua lapis maupun tiga lapis jaring (Subani dan Barus 1989). Konstruksi alat tangkap jaring insang dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Alat tangkap gillnet. (Sumber : Sainsbury 1986)
2.1.3
Nelayan Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, nelayan didefinisikan sebagai orang yang mata pencahariannya
9
melakukan penangkapan ikan. Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan, binatang air lainnya atau tanaman air. Nelayan buruh merupakan nelayan yang bekerja sebagai pegawai dari perusahaan penangkapan ikan, maka semua hasil tangkapan akan masuk ke perusahaan tersebut (Diniah 2008). Menurut curahan waktu kerja, nelayan diklasifikasikan (Monintja 1989) sebagai berikut : 1) Nelayan penuh yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan; 2) Nelayan sambilan utama yaitu nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya digunakan untuk melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan; dan 3) Nelayan sambilan tambahan yaitu nelayan yang sebagian kecil waktu kerjanya digunakan untuk melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan. Nelayan yang mengoperasikan pukat cincin berjumlah 15-18 orang. Nelayan yang mengoperasikan gillnet berjumlah 3-5 orang (Subani dan Barus 1989).
2.2 Pembangunan Wilayah Wilayah didefinisikan sebagai suatu unit geografi yang membutuhkan organisasi dan pengaturan ruang dan waktu dalam pemanfaatan segala kekayaannya (Budiharsono 2005). Ilmu pembangunan wilayah merupakan disiplin ilmu yang mencakup berbagai teori dan ilmu terapan, misalnya geografi, ekonomi, sosiologi, matemátika, statistika, ilmu politik, perencanaan daerah dan ilmu
lingkungan.
pendisagregasian
Pembangunan pembangunan
wilayah
nasional,
bukan
karena
hanya
merupakan
pembangunan
wilayah
mempunyai filsafat, peranan dan tujuan yang berbeda. Dalam perkembangannya, wilayah lebih mendekati ilmu ekonomi. Perbedaan pokok antara ilmu ekonomi dengan ilmu pembangunan wilayah terletak pada perlakuan terhadap dimensi spasial (Budiharsono 2005).
10
Pentingnya ilmu pembangunan wilayah dalam konteks pembangunan di Indonesia pada umumnya, di wilayah pesisir dan lautan pada khususnya, menurut Budiharsono (2005) dikarenakan oleh beberapa faktor, antara lain: 1) Indonesia merupakan negara kepulauan, pembangunannya terkonsentrasi di Pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi dan sebagian Kalimantan. Konsentrasi pembangunan yang ada akan menimbulkan berbagai masalah yang berdimensi wilayah; 2) Pembangunan masa lalu lebih menitikberatkan pada eksploitasi daratan daripada lautan; 3) Letak geografis Indonesia dipengaruhi oleh perbedaan faktor geologis dan ekologis,
ini menyebabkan
keanekaragaman
lingkungan
yang
lebih
mempengaruhi sumberdaya alam dari aspek kuantitas maupun kualitasnya; 4) Keanekaragaman atau keragaman cultural; 5) Sifat pembangunan politik di Indonesia; 6) Adanya kebijakan otonomi daerah, diharapkan pemerintah daerah dapat membangun sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan sendiri; dan 7) Pembangunan Indonesia masih bersifat sektoral. Pembangunan
wilayah
dalam
perkembangannya
ekonomi. Ruang menjadi perbedaaan yang mendasar
mendekati
ilmu
antara pembangunan
wilayah dan ilmu ekonomi. Pembangunan wilayah menjelaskan tentang aktivitas produksi yang dilaksanakan. Oleh karena itu, penggunaan analisis ekonomi lebih tepat apabila ditempatkan pada suatu wilayah (Budiharsono 2005). Arus pendapatan yang masuk ke dalam suatu wilayah akan menyebabkan kenaikan konsumsi maupun kenaikan investasi dalam wilayah, yang dapat meningkatkan pendapatan dan kesempatan kerja (Kadariah 1985). Daya dukung dan kelestarian lingkungan laut mempunyai pengaruh yang penting, di samping pendayagunaan potensi kelautan dan pemeliharaan kelestarian. Fungsi mutu lingkungan semakin tumbuh dan berkembang. Subsektor perikanan tangkap memiliki nilai tambah dan nilai tukar yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan subsektor lainnya. Hal tersebut yang mendorong Bappeda Pekalongan untuk lebih memusatkan pembangunan perikanan dalam perencanaan daerah di setiap tahunnya.
11
2.3 Konsep Basis Ekonomi Menurut Glasson (1977), perekonomian regional dapat dibagi menjadi dua sektor, yaitu kegiatan basis dan kegiatan non basis. Kegiatan basis (basic activities) adalah kegiatan yang mengekspor barang dan jasa ke tempat di luar batas-batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan, atau yang memasarkan barang dan jasanya kepada orang yang datang dari luar perbatasan perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Kegiatan bukan basis (non-basic activities) adalah kegiatan yang menyediakan barang-barang yang dibutuhkan oleh orang yang bertempat tinggal di dalam batas-batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Kegiatan ini tidak mengekspor barang jadi, luas lingkup produksi dan daerah pasar terutama bersifat lokal. Budiharsono (2005) mengatakan bahwa terdapat dua metode pengukuran yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau non basis, yaitu (1) metode pengukuran langsung dan (2) metode pengukuran tidak langsung. Metode pengukuran langsung dapat dilakukan dengan survei langsung untuk mengidentifikasi sektor mana yang merupakan sektor basis. Metode ini dapat menentukan sektor basis dengan tepat. Namun, metode ini memerlukan biaya, waktu dan tenaga kerja yang banyak. Mengingat hal tersebut, maka sebagian besar pakar ekonomi wilayah menggunakan metode pengukuran tidak langsung. Beberapa metode pengukuran tidak langsung, yaitu ; (1) metode melalui pendekatan asumsi ; (2) metode location quotient ; (3) metode kombinasi (1) dan (2) ; dan (4) metode kebutuhan minimum. Dari keempat metode di atas, yang lebih baik digunakan dalam menentukan apakah sektor tersebut basis atau tidak, adalah menggunakan metode Location Quotient (Budiharsono 2005).
2.4 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan Penentuan komoditas hasil tangkapan unggulan pada suatu daerah merupakan langkah awal menuju pembangunan perikanan yang berpijak pada konsep efisiensi. Hal ini dimaksudkan untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi perdagangan yang akan dihadapi oleh rakyat Indonesia. Langkah menuju efisiensi dapat ditempuh dengan menggunakan
12
komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif, baik ditinjau dari sisi penawaran maupun permintaan. Dari sisi penawaran komoditas ikan unggulan dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhan pada kondisi biofisik, teknologi dan kondisi sosial ekonomi nelayan yang dapat dijadikan andalan untuk meningkatkan pendapatan. Dari sisi permintaan, komoditas unggulan dicirikan oleh kuatnya permintaan di pasar, baik pasar domestik maupun pasar internasional (Syafaat dan Supena 2000). Berbagai pendekatan dan alat analisis telah banyak digunakan untuk mengidentifikasi komoditas ikan unggulan, yaitu menggunakan beberapa kriteria teknis dan non teknis dalam memenuhi aspek permintaan dan penawaran (Hendayana
2003). Setiap pendekatan memiliki kelebihan dan kelemahan,
sehingga dalam memilih metode analisis untuk menentukan komoditas ikan unggulan perlu dilakukan secara hati-hati dan bijaksana. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menganalisis komoditas hasil tangkapan unggulan adalah metode location quotient (LQ). Location Quotient (LQ) merupakan suatu indikator sederhana yang menunjukkan “kekuatan” atau besar kecilnya peranan suatu sektor di dalam suatu daerah dibandingkan dengan peranan sektor yang sama di daerah lain (Budhiharsono 2005).
2.5 Strategi Pengembangan Menurut Rangkuti (1997), strategi adalah alat untuk mencapai tujuan. Strategi pengembangan adalah suatu strategi yang mengikat semua bagian usaha menjadi satu. Salah satu strategi yang dapat digunakan dalam pembangunan perikanan adalah analisis keragaan yang dikenal sebagai analisis SWOT. Analisis SWOT umum digunakan karena memiliki kelebihan, yakni sederhana, fleksibel, menyeluruh, menyatukan dan berkolaborasi. Dalam analisis ini dapat diketahui keterkaitan antara faktor eksternal dan internal, sehingga dapat menghasilkan kemungkinan alternatif strategis. Faktor-faktor internal meliputi kekuatan dan kelemahan, yaitu faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberadaan suatu sektor dan berasal dari dalam sektor tersebut. Faktor-faktor eksternal terdiri atas peluang
13
dan ancaman, yaitu hal-hal yang dapat mempengaruhi suatu sektor yang berasal dari luar sektor tersebut (Rangkuti 1997). Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai sektor secara sistematis untuk merumuskan strategi pengembangan suatu sektor. Analisis ini didasarkan pada logika
yang
dapat
memaksimalkan
kekuatan
(Strengths)
dan
peluang
(Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian, perencana strategi perusahaan harus mempertimbangkan dan memadukan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang dimiliki perusahaan dalam kondisi yang ada saat ini (Rangkuti 1997).
14
3 KERANGKA PENDEKATAN STUDI
Keberhasilan subsektor perikanan tangkap di Kota Pekalongan mampu memberikan kontribusi yang besar bagi pendapatan daerah. Faktor-faktor yang menjadi potensi subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan untuk mencapai keberhasilan tersebut antara lain sumberdaya manusia, kelembagaan, sarana prasarana dan teknologi. Peranan perekonomian terhadap pembangunan Kota Pekalongan dapat dilihat dari PDRB dan tenaga kerjanya. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui peranan subsektor perikanan tangkap terhadap perekonomian daerah dan dampak yang ditimbulkannya bagi perekonomian Kota Pekalongan. Keragaan perikanan tangkap di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan merupakan bagian penting yang perlu dilihat, seperti konstruksi kapal, produktivitas dan komoditas hasil tangkapan unggulan. Fokusnya perhatian terhadap dua hal tersebut dapat membantu dalam mengetahui apakah perikanan tangkap merupakan sektor basis dalam pembanguan daerah serta dapat mempermudah dalam merencanakan strategi yang tepat untuk diterapkan pada sub sektor perikanan tangkap. Penentuan strategi pengembangan, serta basis atau tidaknya subsektor perikanan tangkap digunakan metode analisis sebagai berikut : 1)
Analisis LQ untuk mengetahui peran subsektor perikanan tangkap apakah merupakan sektor basis atau non basis dan untuk mengetahui jenis komoditas hasil tangkapan unggulan di Kota Pekalongan;
2)
Analisis shiftshare untuk mengetahui besarnya kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap PDRB Kota Pekalongan;
3)
Analisis multiplier effect untuk mengetahui seberapa besar dampak dan pengaruh perubahan tenaga kerja serta pendapatan sektor lainnya sebagai faktor pengganda dalam wilayah;
4)
ICOR digunakan untuk mengetahui seberapa besar kebutuhan investasi yang diperlukan untuk mengembangkan subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan;
5)
Analisis SWOT untuk menetapkan strategi pengembangan yang bisa dilakukan terhadap subsektor perikanan tangkap.
15
Kerangka pendekatan studi pada penelitian ini secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 3.
SDM
Kelembagaan
Sarana Prasarana
Teknologi
Perikanan Tangkap
Keragaan Perikanan Tangkap
Peranan Perekonomian
Data PDRB dan Tenaga Kerja - Peranan - Dampak - Kebutuhan investasi
- LQ dan shift share -Multiplier effect - ICOR
Strategi Pengembangan
Gambar 3 Kerangka Pendekatan Studi.
- Konstruksi - Produktivitas - Komoditas Unggulan
16
4. METODE PENELITIAN
4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan data di lapangan dilaksanakan pada bulan Februari 2011. Tempat penelitian berlokasi di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pekalongan dan beberapa instansi terkait seperti Dinas Kelautan dan Perikanan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Badan Penanaman Modal Daerah, Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan dan Badan Pusat Statistik baik di Kota Pekalongan maupun di Provinsi Jawa Tengah.
4.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dan kamera. Bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi data hasil tangkapan yang didaratkan di PPN Pekalongan, data unit penangkapan ikan purse seine dan gillnet, data pendapatan daerah serta data statistik yang terkait dengan penelitian dan kuesioner.
4.3 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus. Studi kasus atau penelitian kasus (Case Study) adalah penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Subjek penelitian dapat saja individu, kelompok, lembaga maupun masyarakat. Tujuan studi kasus adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta gambaran karakter-karakter yang khas dari suatu kasus, ataupun status dari individu, yang kemudian dari sifat-sifat khas tersebut aka menjadi suatu hal yang bersifat umum (Nazir 2003). . 4.4 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif adalah data yang berupa angka-angka dari hasil observasi. Data kualitatif adalah data yang tidak dapat dinyatakan dalam bentuk
17
angka-angka (Soeratno dan Arsyad 1993). Data kuantitatif dan kualitatif tersebut bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer mengenai komponen-komponen perikanan tangkap baik secara fisik, aktivitas maupun pengelolaannya. Data primer dikumpulkan dengan metode observasi, wawancara dan pengisian kuisioner. Observasi dilakukan terhadap komponen-komponen perikanan tangkap dari segi kondisi fisik, kapasitas, ukuran, pemanfaatan dan pengelolaannya. Wawancara dan pengisian kuesioner ditujukan kepada stakeholder sektor perikanan tangkap, diantaranya Dinas Perikanan, pengelola pelabuhan, nelayan dan masyarakat sekitar yang terlibat. Data sekunder merupakan data time series tahun 2003-2009 sebagai data utama yang digunakan dalam penenlitian, terdiri atas data produksi perikanan tangkap, jumlah unit penangkapan ikan, jumlah nelayan, kependudukan dan PDRB Kota Pekalongan. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota Pekalongan, Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Pekalongan, Kantor Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan dan Badan Perencanaan dan Pembangunan daerah Kota Pekalongan.
4.5 Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling atau pemilihan responden dengan sengaja. Pemilihan responden nelayan dilakukan dengan pertimbangan bahwa responden mampu berkomunikasi dengan baik dalam pengisian kuisioner dan berpengalaman dalam pengoperasian alat tangkap purse seine dan gillnet yang menjadi objek penelitian. Pemilihan responden dari instansi dilakukan dengan pertimbangan bahwa responden memiliki posisi penting dalam instansi dan memiliki pengetahuan yang lebih di bidang yang menjadi objek penelitian. Pengambilan sampel dilakukan dengan memilih sub kelompok dari populasi, sehingga sampel yang dipilih mempunyai sifat yang mewakili sifatsifat populasi. Responden pemerintahan Kota
yang
diwawancarai
Pekalongan dan
dikelompokkan nelayan.
menjadi
instansi
Responden dari instansi
pemerintahan yang diwawancarai berjumlah lima orang, terdiri atas Staf Divisi
18
Pengembangan dan Penelitian Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Pekalongan, Staf Badan Penanaman Modal Daerah Kota Pekalongan, Kepala Divisi Operasional Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan, Kepala Sub Bidang Perikanan Laut dan Staf bagian Statistik Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Pekalongan, Responden nelayan yang diwawancarai berjumlah 10 orang, terdiri atas lima orang nelayan purse seine dan lima orang nelayan gillnet yang mendaratkan hasil tangkapannya di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan. Penelitian ini hanya memfokuskan pada alat tangkap purse seine dan gillnet, karena kedua alat tangkap tersebut merupakan alat tangkap yang paling dominan mendaratkan hasil tangkapannya di PPN Pekalongan.
4.6 Metode Analisis Data Analisis data adalah proses penyederhanaan data dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif, selanjutnya ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan kondisi dan keragaan pembangunan subsektor perikanan tangkap di Kota Pekalongan. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini diuraikan lebih lanjut.
4.6.1 Analisis teknis subsektor perikanan tangkap Analisis teknis digunakan untuk mengetahui hubungan faktor-faktor teknik yang mempengaruhi produksi unit penangkapan ikan purse seine dan gillnet. Aspek teknik yang digunakan sebagai tolak ukur seperti konstruksi alat tangkap, daerah penangkapan ikan, metode penangkapan ikan serta produktivitas dari alat tangkap purse seine dan gillnet, Menurut Hanafiah (1986), produktivitas adalah suatu alat untuk melihat efisiensi teknik dan suatu proses produksi yang merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan input sumberdaya yang dipergunakan. Produktivitas
dihitung
menggunakan
data
sekunder
untuk
mengetahui
produktivitas per alat tangkap, produktivitas per trip, produktivitas per nelayan dan produktivitas per biaya operasional. Keempat jenis produktivitas tersebut digunakan karena merupakan aspek penting yang nilainya dapat digunakan untuk
19
melihat efisiensi teknik dan produksi suatu alat tangkap. Rumus produktivitas tersebut, yaitu :
Produktivitas per alat tangkap =
Produktivitas per trip =
Jumlah produksi (ton) Jumlah alat tangkap(unit)
Jumlah produksi (ton) Jumlah trip (trip)
Produktivitas per nelayan =
Jumlah produksi (ton) Jumlah nelayan (orang)
4.6.2 Analisis peranan subsektor perikanan tangkap a) Shift share Analisis shift share digunakan untuk menganalisis dan mengetahui pergeseran dan peranan perekonomian di daerah. Metode itu dipakai untuk mengamati struktur perekonomian dan pergeserannya dengan cara menekankan pertumbuhan sektor di daerah, yang dibandingkan dengan sektor yang lain pada daerah yang sama (Badan Pusat Statistik 2006). Sumbangan subsektor perikanan terhadap PDRB dapat dihitung dengan menggunakan analisis perubahan sumbangan (shift share) terhadap PDRB setiap tahun : Pi = Si / Ti x 100% Keterangan : Si = PDRB subsektor perikanan pada tahun i Ti = Total PDRB pada tahun i Pi = Besarnya kontribusi pada tahun i
b) Location Quotient (LQ) Penentuan apakah subsektor perikanan tangkap merupakan sektor basis atau bukan dalam pembangunan daerah, dianalisis dengan menggunakan metode Location Quotient (LQ). Metode LQ merupakan analisis untuk mengetahui kondisi PDRB, laju pertumbuhan ekonomi dan tenaga kerja, sehingga dapat
20
ditentukan arahan pembangunan selanjutnya. Analisis LQ digunakan untuk mengetahui besarnya peranan sektor perikanan dalam menunjang pembangunan wilayah Kota Pekalongan. Peranan tersebut merupakan kontribusi dari sektor perikanan
terhadap
pertumbuhan wilayah.
Kontribusi perikanan
berupa
kemampuan perikanan dalam penyerapan tenaga kerja. Besar kecilnya peranan sektor perikanan dilihat dari perikanan tersebut sebagai sektor basis atau non basis (Kadariah 1985). Budiharsono (2001) menyatakan bahwa metode Location Quotient (LQ) merupakan perbandingan antara pangsa relatif pendapatan dan tenaga kerja pada sektor perikanan di tingkat wilayah terhadap pendapatan dan tenaga kerja dari total wilayah. Metode ini juga membandingkan pangsa relatif pendapatan dan tenaga kerja pada sektor perikanan di tingkat kota terhadap pendapatan dan tenaga kerja total kota. Hal tersebut secara matematis dinyatakan sebagai berikut:
=
Keterangan : vi : Total pendapatan dan tenaga kerja subsektor perikanan tangkap di Kota Pekalongan vt : Total pendapatan dan tenaga kerja sektor perikanan di Kota Pekalongan Vi : Total pendapatan dan tenaga subsektor perikanan tangkap di Provinsi Jawa Tengah Vt : Total pendapatan dan tenaga kerja sektor perikanan di Provinsi Jawa Tengah Kriteria penentuan sektor basis : Jika LQ < 1, maka subsektor perikanan tangkap merupakan sektor non basis Jika LQ > 1, maka subsektor perikanan tangkap merupakan sektor basis.
4.6.3 Analisis dampak subsektor perikanan tangkap Setiap peningkatan yang terjadi pada kegiatan basis akan menimbulkan efek pengganda (Multiplier Effect) pada perekonomian wilayah secara keseluruhan (Glasson 1977). Multiplier Effect jangka pendek dalam hal ini dihitung berdasarkan indikator pendapatan dan dapat dinyatakan dalam rumus :
21
=
Keterangan : MS y : Koefisien pengganda jangka pendek untuk indikator pendapatan ΔY : Perubahan pendapatan sektor perikanan Kota Pekalongan ΔYb : Perubahan pendapatan subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan Perhitungan Multiplier Effect berdasarkan indikator tenaga kerja menggunakan rumus :
=
Keterangan : MS e : Koefisien pengganda jangka pendek untuk indikator tenaga kerja ΔE : Perubahan tenaga kerja sektor perikanan Kota Pekalongan ΔYe : Perubahan tenaga kerja subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan 4.6.4 Analisis kebutuhan investasi Hubungan antara peningkatan unsur investasi terhadap PDRB yang dikenal dengan Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yaitu suatu ukuran yang menunjukkan besarnya tambahan investasi baru yang diperlukan untuk meningkatkan output sebesar satu unit. Secara teoritis, terdapat beberapa rumus yang dapat digunakan dalam penghitungan ICOR. Rumus dibawah ini mengasumsikan bahwa investasi yang dilakukan dalam tahun itu langsung dapat menghasilkan PDB/PDRB pada tahun yang bersangkutan. Model matematikanya adalah sebagai berikut :
ICOR =
∆
Keterangan : I : Besarnya tambahan investasi pada tahun t ICOR : Angka yang menunjukkan besarnya tambahan investasi yang diperlukan untuk meningkatkan satu unit output pada tahun t ΔY : Besarnya tambahan output (PDB atau PDRB) pada tahun t
22
4.6.5 Analisis komoditas hasil tangkapan unggulan Penentuan
jenis ikan unggulan
yang dijadikan
prioritas
dalam
pengembangan perikanan tangkap di Kota Pekalongan dapat diketahui melalui matrik dari pendekatan Location Quotient (LQ). Secara lebih operasional, LQ didefinisikan sebagai rasio persentase dari total aktivitas perikanan tangkap pada sub wilayah ke-i terhadap persentase aktivitas total terhadap wilayah yang diamati. Model matematikanya adalah sebagai berikut :
=
Keterangan : LQ : Location Quotient qi : produksi ikan jenis ke-i di Kota Pekalongan qt : produksi total perikanan tangkap Kota Pekalongan Qi : produksi ikan jenis ke-i Provinsi Jawa Tengah Qt : prosuksi total perikanan tangkap Provinsi Jawa Tengah Pendekatan adanya pemusatan produksi perikanan tangkap dengan LQ dibedakan dalam dua kelompok, setiap kelompok masing-masing terdiri atas 3 kriteria dan 2 kriteria. Kelompok pertama dilihat dari nilai perhitungan LQ itu sendiri, yaitu terpusat (LQ > 1), mendekati terpusat (LQ = 0,80 sampai 0,99) dan tidak terpusat (LQ < 1). Masing-masing kelompok secara berurutan dibobot dengan nilai 3, 2 dan 1. Kelompok kedua dilihat dari nilai pertumbuhan LQ, yaitu nilai LQ yang mengalami pertumbuhan positif diberi bobot 3, nilai LQ yang mengalami pertumbuhan tetap diberi bobot 2, dan untuk nilai LQ yang mengalami pertumbuhan negatif diberi bobot 1. Dari kedua hasil bobot LQ tersebut, nilai penjumlahan tertinggi merupakan ikan unggulan dan dijadikan prioritas untuk pengembangan produksi perikanan tangkap di Kota Pekalongan. Data yang digunakan dalam penentuan komoditas unggulan adalah data selama enam tahun yaitu tahun 2003-2008. Penentuan suatu komoditas unggulan dapat dilakukan setelah mengetahui selang kelas. Selang kelas didapatkan melalui penjumlahan nilai bobot LQ dan pertumbuhan LQ yang memiliki nilai tertinggi serta menjumlahkan nilai LQ dan nilai pertumbuhan yang memiliki nilai terendah.
23
Selisih antara kedua nilai tersebut kemudian dibagi tiga. Hasil yang didapatkan adalah merupakan selang yang digunakan dalam penentuan kelas komoditas unggulan, kelas komoditas netral dan kelas komoditas non unggulan. Skor tertinggi didapatkan sebesar 20 dan skor terendah sebesar 8. Selisih antara kedua nilai tersebut adalah 12, kemudian dibagi tiga dan hasil yang didapatkan adalah 4. Selang untuk komoditas unggulan adalah 17-20, selang untuk komoditas netral adalah 13-16 dan selang untuk komoditas non unggulan adalah 8-12.
4.6.6 Analisis strategis pengembangan subsektor perikanan tangkap Perencanaan pembangunan wilayah berbasis perikanan tangkap secara terpadu di Pekalongan dapat dirumuskan melalui analisis SWOT. Hasil analisis SWOT dapat digunakan untuk menetapkan suatu kebijakan pengembangan perikanan tangkap di wilayah Kota Pekalongan dalam jangka pendek. Analisis ini dapat menjawab permasalahan perikanan tangkap dan menghindari permasalahan baru. Pada gilirannya pembangunan terpadu dapat meningkatkan produksi ikan, konsumsi ikan, pemasaran hasil perikanan, pendapatan nelayan, memperluas lapangan kerja, memberikan dukungan terhadap pembangunan bidang industri tanpa melupakan kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan, sehingga dapat meningkatkan pendapatan asli daerah. Analisis SWOT adalah identifikasi secara sistematik antara kekuatan dan kelemahan dari faktor internal dan eksternal yang dihadapi suatu sektor. Faktor internal tersebut antara lain keadaan sumberdaya, lingkungan, operasional dan pemasaran, sedangkan faktor eksternal terdiri dari analisis pasar, masyarakat, pemerintah, sektor lain di wilayah pesisir dan kelembagaan. Analisis SWOT umumnya memiliki kelebihan, yakni sederhana, fleksibel, menyeluruh, menyatu, mengkolaborasi dan menghasilkan perencanaan terpadu. Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor di dalam dan di luar komponen atau sistem perikanan secara sistematis untuk merumuskan suatu strategi perencanaan terpadu. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats).
24
Rangkuti
(1997)
mengemukakan
bahwa
matrik
SWOT
dapat
menghasilkan empat set kemungkinan strategi, yaitu SO, ST, WO dan WT. Masing-masing strategi tersebut, sebagai berikut: 1) Strategi SO (Strength-Opportunity) Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran suatu sektor, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. 2) Strategi ST (Strength-Threat) Strategi ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman. 3) Strategi WO (Weakness-Opportunity) Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. 4) Strategi WT (Weakness-Threat) Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Penggambaran matrik SWOT yang disusun dengan peluang dan ancaman ekternal dan disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang ada secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Matrik SWOT Internal
Strengths (S) Tentukan faktor-faktor Eksternal kekuatan Internal Opportunities (O) I. Strategi SO Tentukan peluang Ciptakan strategi yang eksternal menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang Threats (T) II. Strategi ST Tentukan ancaman Ciptakan strategi yang eksternal menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman Sumber : Rangkuti (1997).
Weakness (W) Tentukan faktor-faktor kelemahan internal III. Strategi WO Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang IV. Strategi WT Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman
25
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa masing-masing faktor, yaitu faktor
internal
dan
eksternal
selalu
dikaitkan.
Matrik
SWOT
dapat
mengilustrasikan bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi oleh suatu perusahaan dapat dipertemukan dengan kelemahan dan kekuatan internal untuk menghasilkan empat kelompok kemungkinan alternatif strategis. Empat kemungkinan tersebut yaitu SO, ST, WO dan WT. Pada Gambar 4 dapat terlihat terdapat empat kuadran pada Diagram Analisis SWOT.
Peluang 3. Mendukung strategi
1. Mendukung strategi
turn around
agresif
Kelemahan
Kekuatan
4. Mendukung
2. Mendukung
strategi defensif
strategi diversifikasi Ancaman
Gambar 4 Diagram analisis SWOT (Rangkuti 1997).
Berikut adalah uraian dari Gambar 4 di atas : Kuadran 1
: Kuadran ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth oriented strategy).
Kuadran 2
: Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara stratifikasi diversifikasi produk.
Kuadran 3
: Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi dipihak lain, ia menghadapi beberapa kendala atau kelemahan
26
internal. Fokus strategi perusahaan ini adalah meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik. Kuadran 4
: Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan
tersebut
menghadapi
berbagai
ancaman
dan
kelemahan internal. Untuk membuat analisis SWOT, dibutuhkan analisis terhadap lingkungan internal dan eksternal yang dihadapi suatu wilayah. Analisis lingkungan internal dan eksternal dilakukan dengan membuat matriks Evaluasi Faktor Internal (Internal Factor Evaluation – IFE) dan Evaluasi Faktor Eksternal (External Factor Evaluation – EFE). Langkah-langkah yang dilakukan dalam membuat matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE), yaitu : a) Menyusun daftar faktor-faktor yang dianggap berpengaruh penting sebagai faktor internal dan eksternal subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan. Faktor-faktor strategis internal dan faktor-faktor strategi eksternal dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3.
Tabel 2 Faktor strategi internal Faktor Strategi Internal Kekuatan A. Kesempatan kerja cukup besar di subsektor perikanan tangkap B. Sarana dan prasarana pelabuhan cukup lengkap C. Terdapatnya komoditas hasil tangkapan unggulan D. Kontribusi perikanan tangkap besar terhadap PDRB Kota Pekalongan Kelemahan E. Kualitas SDM rendah F. Potensi sumberdaya laut rendah G. Regulasi perikanan dari pemerintah yang berbelit-belit H. Kurangnya pendampingan kepada nelayan
27
Tabel 3 Faktor strategi eksternal Faktor Strategi Eksternal Peluang A. Jumlah SDM nelayan tinggi B. Tingkat permintaan dari luar terhadap produk perikanan tinggi C. Adanya laboratorium pengujian mutu hasil perikanan D. Terdapat kapal khusus pengangkut ikan Ancaman E. Persaingan pasar dengan daerah lain F. Harga BBM untuk unit penangkapan ikan yang cukup tinggi G. Adanya sindikat penjualan ikan di tengah laut H. Banyak nelayan yang melakukan pendaratan hasil tangkapannya di tempat lain b) Penilaian bobot setiap faktor strategi internal dan faktor strategi eksternal; konsisten dalam subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan. Pembobotan bertujuan untuk mengkuantifikasi faktor-faktor internal maupun faktor-faktor eksternal yang telah dianalisis. Rentang nilai bobot yang digunakan adalah satu sampai tiga. Aturan yang digunakan dalam pengisian kolom adalah: 1 = jika faktor horizontal kurang penting daripada faktor vertikal 2 = jika faktor horizontal sama penting dengan faktor vertikal 3 = jika faktor horizontal lebih penting daripada faktor vertikal Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel terhadap jumlah keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus (Kinnear dan Taylor 1996 diacu dalam Dewi 2008)
а =
Keterangan : а : Bobot variabel ke-i Xi : Nilai variabel ke-i i : A, B, C, .......n n : jumlah faktor-faktor strategis
⅀
28
Penilaian bobot faktor stategis internal dan faktor strategis eksternal masingmasing dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5.
Tabel 4 Penilaian bobot faktor strategis internal Faktor Strategis Internal Kekuatan Indikator A Indikator B Indikator C Indikator D Kelemahan Indikator E Indikator F Indikator G Indikator H Total
Kekuatan
Kelemahan Total
A B C D
E
F
G
Bobot
H Xa Xb Xc Xd Xe Xf Xg Xh Σxi
Tabel 5 Penilaian bobot faktor strategis eksternal Faktor Strategis Eksternal Peluang Indikator A Indikator B Indikator C Indikator D Ancaman Indikator E Indikator F Indikator G Indikator H Total
Peluang A
B
C
Ancaman D
E
F
G
Total
Bobot
H Xa Xb Xc Xd Xe Xf Xg Xh Σxi
c) Selanjutnya adalah membuat matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan matriks External Factor Evaluation (EFE). Pemberian bobot pada setiap faktor dimulai dari 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (sangat penting). Bobot yang diberikan pada suatu faktor menunjukkan seberapa penting faktor tersebut
29
untuk menunjang keberhasilan. Jumlah dari semua bobot harus sama dengan 1,0. Pembobotan ditempatkan pada kolom kedua matriks. d) Penentuan peringkat terhadap variabel-variabel hasil analisis situasi dilakukan dengan skala berikut : Nilai untuk matriks IFE, skala peringkat yang digunakan yaitu : 1 = sangat lemah
3 = kuat
2 = lemah
4 = sangat kuat
Nilai untuk matriks EFE, skala peringkat yang dibutuhkan yaitu : 1 = rendah
3 = tinggi
2 = sedang
4 = sangat tinggi
e) Tiap peringkat dikalikan masing-masing bobotnya untuk setiap variabel, sehingga dapat ditentukan nilai yang dibobot. f) Nilai yang dibobot dari setiap variabel dijumlahkan untuk menentukan nilai bobot total bagi subsektor perikanan tangkap di Kota Pekalongan. Matriks internal factor evaluation dan matriks external factor evaluation dapat dilihat pada Tabel 6 dan 7.
Tabel 6 Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) Faktor Strategi Internal
Bobot Nilai
Nilai Dibobot
Kekuatan A. Kesempatan kerja cukup besar di subsektor perikanan tangkap B. Sarana dan prasarana perikanan tangkap yang cukup lengkap C. Terdapatnya komoditas hasil tangkapan unggulan D. Kontribusi perikanan tangkap besar terhadap PDRB Kota Pekalongan Kelemahan E. Kualitas SDM rendah F. Potensi sumberdaya laut kurang G. Regulasi perikanan dari pemerintah berbelit-belit H. Kurangnya pendampingan kepada nelayan Total
1
………
30
Tabel 7 Matriks External Faktor Evaluation (EFE) Faktor Strategi Eksternal
Peluang A. Jumlah sumberdaya nelayan tinggi B. Tingkat permintaan dari luar terhadap produk perikanan yang tinggi C. Adanya Laboratorium Pengujian Mutu Hasil Perikanan D. Terdapat kapal khusus pengangkut ikan Ancaman E. Persaingan pasar dengan daerah lain F. Harga BBM untuk unit penangkapan ikan yang cukup tinggi G. Adanya sindikat penjualan ikan di laut H. Banyak nelayan mendaratkan ikan ditempat lain Total
Bobot Nilai
Nilai yang Dibobot
1
g) Nilai bobot berkisar antara 1-4 dengan rata-rata 2,5. Nilai lebih kecil dari 2,5 menunjukkan bahwa posisi internal dan eksternal lemah, sedangkan nilai bobot total di atas 2,5 menunjukkan bahwa posisi internal dan eksternalnya berada pada tingkat yang kuat. Nilai bobot yang berada pada nilai 2,5 menunjukkan situasi eksternal dan internalnya berada pada posisi rata-rata. Pemilihan alternatif strategi yang terbaik dilakukan dengan memberikan nilai dan ranking sesuai dengan tingkat kepentingannya. Pemberian nilai ini diberikan kepada setiap unsur SWOT dan pemberian ranking dilakukan dengan cara penjumlahan dari penilaian bobot setiap faktor strategis internal dan eksternal yang didapat dari jawaban para responden.
4.7 Batasan Konsep dan Pengukuran Batasan konsep yang dilakukan pada penelitian ini antara lain : 1) Penelitian ini menganalisis subsektor perikanan tangkap; 2) Peranan subsektor perikanan tangkap dalam pembangunan adalah kedudukan subsektor perikanan tangkap dalam pembangunan wilayah yang diukur berdasarkan indikator pendapatan wilayah dan kesempatan kerja;
31
3) Sektor basis perikanan tangkap adalah perbandingan relatif kemampuan subsektor perikanan tangkap pada wilayah penelitian dibandingkan dengan wilayah administrasi di atasnya atau tingkat provinsi, serta subsektor perikanan tangkap mampu memenuhi kebutuhan komoditas perikanan Kota Pekalongan dan mengekspor ke luar Kota Pekalongan; 4) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah pendapatan total suatu wilayah dari seluruh kegiatan perekonomian selama setahun. PDRB yang dimaksud dalam penelitian ini adalah PDRB atas dasar harga konstan; 5) Kesempatan kerja adalah jumlah angkatan kerja yang bekerja. Kesempatan kerja subsektor perikanan tangkap adalah jumlah angkatan kerja yang bekerja pada subsektor perikanan tangkap. Kesempatan kerja dinyatakan dalam orang atau jiwa; 6) Efek pengganda yang diperoleh dari perhitungan pendapatan per tenaga kerja adalah koefisien yang menunjukkan kemampuan setiap peningkatan dalam wilayah terhadap pertumbuhan wilayah yang bersangkutan; 7) Faktor internal adalah kekuatan yang merupakan keunggulan yang dimiliki oleh subsekor perikanan tangkap serta kelemahan yang merupakan keterbatasan
atau
kekurangan
subsektor
perikanan
tangkap
yang
mempengaruhi kinerja pembangunan; 8) Faktor eksternal adalah peluang yang merupakan kesempatan yang dimiliki subsektor perikanan tangkap untuk dimanfaatkan dan ancaman yang merupakan hambatan yang berasal dari luar subsektor perikanan tangkap; 9) Strategi pembangunan adalah rencana pengembangan secara bertahap dan teratur dari kondisi rill saat ini menuju sasaran yang diinginkan.
32
5. KEADAAN UMUM
5.1 Keadaan Umum Kota Pekalongan Kota Pekalongan terletak di dataran rendah Pantai Utara Pulau Jawa. Kota Pekalongan terletak pada ketinggian kurang lebih 1 meter di atas permukaan laut dengan posisi antara 6050’42’’ - 6 055’44’’ Lintang Selatan dan 109037’55’’ – 1090 42’19’’ Bujur Timur (Anonim 2008a). Anonim (2008a) menyatakan bahwa batas-batas wilayah administratif Kota Pekalongan adalah : Sebelah Utara
: Laut Jawa
Sebelah Selatan
: Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Batang
Sebelah Timur
: Kabupaten Batang
Sebelah Barat
: Kabupaten Pekalongan
Kota Pekalongan merupakan kota yang strategis karena mudah dijangkau dari berbagai kota lainnya. Kondisi jalan dan transportasi yang baik di Kota Pekalongan merupakan faktor utama mudahnya akses dari kota lainnya. Posisi Kota Pekalongan yang terletak di tengah Pulau Jawa juga memberikan pengaruh yang strategis. Kota Pekalongan memiliki luas 4.525 ha atau 0,14% dari luas wilayah Jawa Tengah, dibagi menjadi empat kecamatan, yaitu Kecamatan Pekalongan Barat, Pekalongan Timur, Pekalongan Selatan dan Pekalongan Utara. Jumlah penduduk Kota Pekalongan pada tahun 2009 sebanyak 276.158 jiwa, terdiri atas 134.402 laki-laki atau 48,67% dan 141.756 perempuan atau 51,33% dari total penduduk Kota Pekalongan. Sex ratio antara penduduk laki-laki dan perempuan di Kota Pekalongan sebesar 95. Artinya setiap 100 orang perempuan terdapat 95 orang laki-laki. Penyebaran hampir merata di empat kecamatan. Jumlah penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Pekalongan Barat, dengan jumlah penduduk sebesar 87.905 jiwa. Tingkat kepadatan penduduk tertinggi juga terdapat pada Kecamatan Pekalongan Barat yaitu dengan tingkat kepadatan 8,747 jiwa per km2. Jumlah penduduk dan tingkat kepadatan per kecamatan di Kota Pekalongan disajikan secara terperinci pada Tabel 8.
33
Tabel 8 Jumlah penduduk kota Pekalongan tahun 2009 No 1 2 3 4
Kecamatan Pekalongan Barat Pekalongan Timur Pekalongan Selatan Pekalongan Utara Total
Luas (km2 ) 10,05 9,52 10,80 14,88 45,25
Penduduk (jiwa) 87.905 64.274 51.354 72.625 276.158
Kepadatan (jiwa/km2) 8.747 6.751 4.755 4.881 6.103
Sumber : Pekalongan Dalam Angka 2009.
Penduduk usia kerja didefinisikan sebagai penduduk yang berumur 10 tahun ke atas yang terdiri atas angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Usia “angkatan kerja” yaitu penduduk dalam usia kerja (14-55 tahun) yang bekerja, mempunyai pekerjaan sementara tetapi tidak bekerja, dan orang tidak bekerja yang mencari pekerjaan, sedangkan usia “bukan angkatan kerja” yaitu penduduk dalam usia kerja (14-55 tahun) yang tidak bekerja, tidak mencari pekerjaan, tetapi kegiatan golongan ini masih bersekolah (BPS Pekalongan 2010). Sektor perikanan merupakan sektor yang cukup mendominasi diantara industri-industri lainnya yang ada di Kota Pekalongan. Hal ini didukung adanya Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan yang merupakan Pelabuhan Perikanan Nusantara terbesar di Provinsi Jawa Tengah. Jumlah penduduk dan angkatan kerja tahun 2003-2008 Kota Pekalongan dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Jumlah Penduduk dan angkatan kerja di Kota Pekalongan 2003-2008 Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Jumlah penduduk (jiwa) 264.217 264.932 267.574 268.470 271.990 273.911
Total angkatan kerja (jiwa) 5.633 3.622 3.430 3.574 3.493 4.901
Sumber: Pekalongan Dalam Angka 2003-2008.
5.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Kota Pekalongan Kota Pekalongan merupakan salah satu daerah yang terletak di kawasan Pantai Utara Jawa. Subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan memiliki
34
potensi yang dapat dikembangkan. Hal ini ditunjukkan dengan tersedianya sarana dan prasarana kegiatan perikanan tangkap yang cukup lengkap serta tingginya volume produksi perikanan tangkap di Kota Pekalongan.
5.2.1 Sarana dan prasarana perikanan tangkap Adanya Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan sangat menunjang kemajuan kegiatan perikanan tangkap di Kota Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah. Aktivitas yang terjadi di PPN Pekalongan sangat tinggi. Hal tersebut dikarenakan adanya sarana penunjang berupa dua buah sarana Tempat Pelelangan Ikan (TPI), pabrik es dan 871 armada penangkapan ikan yang mendaratkan hasil tangkapan di pelabuhan tersebut. Sarana dan prasarana perikanan tangkap merupakan faktor pendukung dalam pembangunan subsektor perikanan tangkap. Sarana dan prasarana yang lengkap dapat memberi dukungan bagi kegiatan perikanan tangkap dalam upaya pemanfaatan potensi perikanan tangkap di Kota Pekalongan. Semakin lengkap sarana dan prasarananya, kegiatan perikanan tangkap dapat terlaksana dengan efektif, efesien, dan berkelanjutan, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan dan memberikan kontribusi yang besar terhadap pendapatan daerah. Sarana perikanan tangkap yang terdapat di Kota Pekalongan antara lain unit penangkapan ikan purse seine dan gillnet yang banyak dioperasikan oleh nelayan-nelayan PPN Pekalongan. Dominannya unit penangkapan ikan purse seine dan gillnet diindikasikan oleh banyaknya kapal purse seine dan gillnet di pelabuhan perikanan ini. Jumlah armada penangkapan purse seine pada periode tahun 2003-2009 cenderung menurun, sedangkan armada penangkapan gillnet cenderung meningkat. Model persamaan linear yang diperoleh dari grafik hubungan tahun dan jumlah armada penangkapan purse seine Kota Pekalongan adalah y = -63,07x + 550,7. Artinya setiap tahunnya jumlah armada penangkpan purse seine Kota Pekalongan mengalami penurunan sebesar 63,07 satuan. Model persamaan linear yang diperoleh dari grafik hubungan tahun dan jumlah armada penangkapan gillnet Kota Pekalongan adalah y = 4,642x + 104. Artinya setiap tahunnya jumlah armada penangkpan gillnet Kota Pekalongan mengalami peningkatan sebesar 4,642 satuan. Pada tahun 2009, jumlah kapal menurut jenis
35
alat tangkap di PPN Pekalongan didominasi oleh kapal purse seine, yakni berjumlah 146 unit dan diikuti oleh kapal
gillnet sebanyak 116 unit.
Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan yang paling dominan di Kota Pekalongan dapat dilihat pada Tabel 10 dan Gambar 5.
Tabel 10 Jumlah armada penangkapan ikan menurut jenis alat tangkap di Kota Pekalongan Tahun 2003-2009 Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Pukat Cincin 484 482 353 229 225 170 146
Jaring insang 84 135 96 137 180 110 116
Lain-lain 57 93 50 38 0 6 0
Sumber: Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan, 2010.
600 500
Armada penangkpan ikan Kota Pekalongan
400 y = -63.071x + 550.71
300 200
y = 4.6429x + 104
100 y = -14.107x + 91.286 0
-100
2003
2004 Pukat Cincin
2005 Tahun
2006 jaring insang
2007
2008
2009
Lain-lain
Gambar 5 Jumlah armada penangkapan ikan berdasarkan alat tangkap di Kota Pekalongan Tahun 2003-2009. Prasarana perikanan tangkap yang ada di Kota Pekalongan antara lain dermaga, tempat pelelangan ikan, kantor syahbandar dan lain-lain. Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan adalah Unit Pelaksana Teknis Departemen Kelautan dan Perikanan di bidang prasarana. Pelabuhan perikanan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perikanan Tangkap. Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan merupakan pelabuhan perikanan yang
36
memiliki potensi untuk diusahakan, karena sebagian sarana dan prasarana yang produktif dan ekonomis dikelola oleh Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang Pekalongan. Berdasarkan Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan, Pasal 41A ayat 2 menyatakan bahwa fungsi Pelabuhan Perikanan adalah sebagai sarana penunjang kegiatan perikanan. Selanjutnya dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. PER.06/MEN/2007 disebutkan fungsi pelabuhan perikanan sebagai berikut: 1) Perencanaan, pembangunan, pengembangan, pemeliharaan pengawasan dan pengendalian serta pendayagunaan sarana dan prasarana pelabuhan perikanan; 2) Pelayanan teknis kapal perikanan dan kesyahbandaran di pelabuhan perikanan; 3) Pelayanan jasa dan fasilitasi usaha perikanan; 4) Pengembangan dan fasilitasi penyuluhan serta pemberdayaan masyarakat perikanan; 5) Pelaksanaan fasilitasi dan koordinasi di wilayahnya untuk peningkatan produksi, distribusi dan pemasaran hasil perikanan; 6) Pelaksanaan fasilitasi publikasi hasil riset, produksi, dan pemasaran hasil perikanan di wilayahnya; 7) Pelaksanaan fasilitasi pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari; 8) Pelaksanaan pengawasan penangkapan sumber daya ikan, dan penanganan, pengolahan, pemasaran, serta pengendalian mutu hasil perikanan; 9) Pelaksanaan pengumpulan, pengolahan dan penyajian data perikanan serta pengelolaan sistem informasi; 10) Pelaksanaan urusan keamanan, ketertiban, dan pelaksanaan kebersihan kawasan pelabuhan perikanan; dan 11) Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga. Fasilitas-fasilitas yang berada di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan terdiri atas fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas pendukung. Fasilitas-fasilitas tersebut secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 11, 12, 13 dan 14.
37
Tabel 11 Fasilitas Pokok di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan No 1 2 3 4 5 6
Fasilitas Penahan gelombang (Break Water) sebelah timur Penahan gelombang ( Break Water) sebelah barat Dermaga (Quay ) sebelah barat Dermaga (Quay) sebelah timur Alur pelayaran Sarana navigasi
Keterangan 275 m 320 m 345 m 220 m -
Sumber : Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan (2011).
Tabel 12 Fasilitas fungsional milik Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Fasilitas Tanah Tempat parker Menara air bersih dan jaringan instalasi air Tempat peristirahatan nelayan Pasar pengecer ikan Rumah genset dan genset Kantor PPNP Balai pertemuan PPNP Unit pengolah limbah Pagar keliling Pos pemeriksaan terpadu Drainase Pos keamanan Jalan komplek pelabuhan Tempat pelelangan ikan higienis Talud sebelah timur sungai Depo logistic Kantor syahbandar Laboratorium mini Timbangan digital
Sumber : Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan (2011).
Keterangan Luas 13.050 m2 2 Unit Luas 131 m2 Luas 135 m2 1 Unit Luas 376 m2 Luas 214 m2 2 Unit 600 m Luas 132 m2 1.000 m Luas 18 m2 1.150 m Luas 400 m2 70 m -
38
Tabel 13 Fasilitas fungsional milik Perum di PPN Pekalongan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Fasilitas Tanah areal industri sebelah timur sungai Tanah sebelah barat sungai Perbengkelan Slip Way Tempat perbaikan Menara air bersih dan jaringan instalasi air Tempat Pelelangan Ikan (TPI) sebelah selatan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) sebelah utara Rumah genset dan genset Kantor Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang Pekalongan Gudang perlengkapan Bangunan penyaluran BBM Gudang keranjang ikan
Keterangan Luas 308.560 m2 Luas 45.280 m2 1 Unit 1 Unit 2 Unit Luas 1.930 m2 Luas 3.704 m2 1 Unit
Luas 180 m2 Luas 342,73 m2 Luas 243 m2
Sumber : Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan (2011).
Tabel 14 Fasilitas pendukung di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan No 1 2 3 4 5 6 7 8
Fasilitas Waserda Rumah dinas Kawasan wisata bahari Mushola Aquarium Anjungan Gedung pertemuan Kantin
Keterangan Luas 120 m2 Luas 60 m2 Luas 1 Ha -
Sumber : Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan (2011).
5.2.2 Volume dan nilai produksi perikanan tangkap Kota Pekalongan Kota Pekalongan merupakan satu daerah di Provinsi Jawa Tengah yang terdapat di kawasan Pantai Utara Jawa. Daerah ini memiliki dua jenis subsektor perikanan, yaitu perikanan budidaya dan perikanan tangkap. Berdasarkan laporan statistik Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Pekalongan tahun 2009, volume produksi perikanan laut sebesar 24.896,44 ton atau 98,9 % dari total perikanan Kota Pekalongan dengan produksi perikanan tangkap lebih besar jika dibandingkan dengan produksi perikanan budidaya.
39
Produksi perikanan tangkap Kota Pekalongan tahun 2003 sampai dengan 2009 berfluktuasi, namun berdasarkan data yang didapat lebih cenderung menurun di setiap tahunnya. Hal tersebut ditunjukkan oleh model persamaan linear yang didapatkan dari grafik hubungan tahun dan volume produksi perikanan tangkap Kota Pekalongan, yaitu y = -6283x + 63230. Artinya volume produksi perikanan tangkap Kota Pekalongan setiap tahunnya mengalami penurunan sebesar 6.283 satuan. Pada rentang waktu tersebut jumlah produksi tertinggi terjadi pada tahun 2004, yaitu sebesar 58.962,50 ton, dan jumlah produksi terendah terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 23.109,94 ton. Nilai produksi perikanan tangkap Kota Pekalongan dari tahun 2003-2009 juga berfluktuasi dan menunjukkan trend yang menurun. Hal tersebut ditunjukkan oleh model persamaan linear yang didapatkan dari grafik hubungan antara tahun dan nilai produksi perikanan tangkap Kota Pekalongan, yaitu y = 8E + 06x + 2E + 08. Artinya nilai produksi perikanan tangkap Kota Pekalongan setiap tahunnya mengalami penurunan sebesar 8E + 06 satuan. Pada rentang tahun tersebut, nilai produksi perikanan tangkap tertinggi terjadi pada tahun 2004, yaitu sebesar Rp181.549.499.000,00 dan nilai produksi perikanan tangkap terendah terjadi pada tahun 2007, yaitu sebesar Rp131.742.543.000,00. Perkembangan volume dan nilai produksi subsektor perikanan tangkap di Kota Pekalongan dapat dilihat dalam Tabel 15, serta Gambar 6 dan 7. Tabel 15 Perkembangan volume dan nilai produksi subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan Tahun 2003-2009 Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Jenis Produksi (Ton) 54.956,43 58.962,51 43.350,32 32.099,18 29.285,46 23.109,94 24.896,44
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Pekalongan 2003-2009.
Nilai Produksi (Rp) 168.376.130.000,00 181.549.499.000,00 177.962.018.000,00 151.235.197.000,00 131.742.543.000,00 146.336.900.000,00 134.354.474.000,00
Produksi (ton)
40
70,000.00 60,000.00 50,000.00 40,000.00 30,000.00 20,000.00 10,000.00 0.00
y = -6283.9x + 63230
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun
Nilai Produksi (Rp.000)
Gambar 6 Perkembangan volume produksi perikanan tangkap Kota Pekalongan tahun 2003-2009. 200,000,000 180,000,000 160,000,000 140,000,000 120,000,000 100,000,000 80,000,000 60,000,000 40,000,000 20,000,000 0
y = -8E+06x + 2E+08
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun
Gambar 7 Perkembangan nilai produksi perikanan tangkap di Kota Pekalongan tahun 2003-2009. 5.2.3 Daerah pemasaran hasil perikanan Hasil tangkapan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan adalah ikan segar yang sebelumnya sudah melalui proses pengawetan dengan es di atas kapal. Ikan tersebut kemudian didistribusikan melalui pasar lokal dan melalui perdagangan luar kota. Pemasaran lokal biasanya dilakukan oleh nelayan di TPI Kota Pekalongan
melalui proses lelang kepada pengumpul,
kemudian pengumpul menjual hasil tangkapan tersebut ke pasar-pasar maupun ke kelompok usaha pengolahan yang ada di Kota Pekalongan. Pemasaran melalui perdagangan luar kota dilakukan oleh nelayan dan pengusaha perikanan Kota Pekalongan dengan menjual hasil tangkapannya ke PPI Muara Angke Jakarta,
41
Lampung, Palembang, dan daerah Sumatera lainnya. Ikan yang dipasarkan ke daerah tersebut berupa ikan segar dan ikan olahan seperti ikan asin dan ikan kaleng. Saluran pemasaran hasil perikanan di Kota Pekalongan dapat dilihat pada Gambar 8.
Kapal
Ikan atau Hasil Tangkapan
TPI
Pengumpul dan Pedagang
Ikan segar
Pengolah
Ikan Asin
Ikan kaleng
Ekspor
Pasar Lokal dan luar kota
Konsumen
Gambar 8 Diagram alir pemasaran hasil perikanan Kota Pekalongan.
5.2.4 Daerah dan musim penangkapan ikan Unit penangkapan ikan yang dioperasikan oleh nelayan Kota Pekalongan mulai tahun 2009 hanya alat tangkap purse seine dan gillnet. Daerah penangkapan ikan yang menjadi tujuan
nelayan purse seine Kota Pekalongan adalah
Karimunjawa, Selat Makasar, Selat Karimata, Laut Utara Nusa Tenggara Barat
42
dan Laut Cina Selatan. Daerah operasi nelayan gillnet dan alat tangkap lainnya hanya di sekitar Laut Jawa dan Karimunjawa. Musim puncak penangkapan ikan terjadi pada bulan Maret hingga Juni, sedangkan musim sedikit ikan atau paceklik terjadi di bulan Januari- Februari. Daerah pengoperasian purse seine dan gillnet dari Kota Pekalongan dapat dilihat pada Lampiran 1.
43
6. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Keragaan Unit Penangkapan Ikan Kota Pekalongan Keragaan unit penangkapan ikan Kota Pekalongan dapat dijabarkan melalui dua aspek. Aspek tersebut yaitu aspek teknik alat tangkap dan produktivitas subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan.
6.1.1 Unit penangkapan ikan pukat cincin Unit penangkapan ikan pukat cincin terdiri atas alat penangkapan ikan, kapal ikan dan
nelayan. Komponen tersebut saling berkaitan dalam suatu
kegiatan operasi penangkapan ikan.
6.1.1.1 Alat tangkap Purse seine Kota Pekalongan umumnya berukuran besar. Ukuran purse seine di Kota Pekalongan rata-rata memiliki panjang 200 meter dan lebar sepanjang 410 meter. Bahan yang digunakan dalam pembuatan alat tangkap purse seine adalah PA multifilament untuk bagian badan dan kantong, serta bahan PE untuk tali temali. Pelampung yang digunakan terbuat dari bahan styrofoam dan pemberat dari timah. Konstruksi alat penangkapan purse seine dari Kota Pekalongan dapat dilihat pada Gambar 9. Metode pengoperasian purse seine Kota Pekalongan umumnya sama dengan purse seine yang terdapat di daerah lain. Ketika tiba di fishing ground, nelayan melakukan deteksi keberadaan ikan. Setelah ada tanda-tanda keberadaan ikan, nelayan melakukan setting dengan menurunkan jaring dan dilakukan penarikan tali kerut hingga jaring berbentuk seperti mangkuk. Proses melingkari gerombolan ikan berlangsung selama 30 menit. Kemudian bagian bawah jaring langsung ditarik hingga mengkerut dan kemudian diangkat. Satu trip pengoperasian unit penangkapan purse seine yang dilakukan memerlukan waktu yang relatif lama, yaitu sekitar 2-3 bulan.
44
Gambar 9 Alat penangkapan ikan purse seine Kota Pekalongan.
6.1.1.2 Kapal Kapal purse seine yang mendaratkan ikannya di PPN Pekalongan terbuat dari bahan kayu jati (Tectona grandis) dan berukuran sekitar 29 GT. Kapal purse seine Kota Pekalongan memiliki panjang (L) 15,35 m, lebar (B) 5,8 m dan dalam (D) 1,5 m. Tenaga penggerak yang digunakan adalah mesin inboard berkekuatan 120 PK. Bahan bakar yang digunakan untuk menggerakkan mesin adalah solar dan untuk genset adalah bensin. Kapal purse seine Kota Pekalongan dapat dilihat pada Lampiran 3.
6.1.1.3 Nelayan Nelayan purse seine Pekalongan setiap trip penangkapan ikan berjumlah sekitar 15-22 orang, terdiri atas seorang nakhoda, dua orang fishing master, dua orang juru mesin dan nelayan lainnya sebagai anak buah kapal. Nelayan yang bertindak sebagai nakhoda pada kapal purse seine Kota Pekalongan umumnya lebih berpengalaman dalam melakukan operasi penangkapan bila dibandingkan dengan nelayan yang bertindak sebagai fishing master, juru mesin maupun anak buah kapal. Nakhoda kapal bertugas mengemudikan kapal selama kegiatan operasi penangkapan ikan. Fishing master bertugas menentukan daerah penangkapan dan keberadaan ikan. Juru mesin bertanggungjawab atas mesin yang
45
digunakan, mulai dari persiapan sebelum melaut, pada saat operasi dan melakukan perawatan. ABK bertugas mengoperasikan alat tangkap, mulai dari setting hingga hauling.
6.1.1.4 Hasil tangkapan Jenis ikan yang ditangkap oleh nelayan purse seine Pekalongan adalah ikan tongkol (Euthynnus spp), tenggiri (Scomberomerus commersoni), layang, (Rastrelliger sp.), selar (Caranx leptolepis) dan lemuru (Clupea longiceps). Ikan yang tertangkap disimpan sementara di dalam tempat penyimpanan dengan diberi es agar tetap segar. Hasil tangkapan purse seine Kota Pekalongan tidak selalu didaratkan di TPI Pekalongan. Pada kondisi tertentu hasil tangkapan didaratkan di pelabuhan-pelabuhan yang letaknya dekat dengan daerah penangkapan ikan.
6.1.1.5 Daerah dan musim penangkapan ikan Daerah penangkapan ikan atau fishing ground yang menjadi tujuan nelayan purse seine Kota Pekalongan adalah Perairan Karimunjawa, Laut Jawa, Selat Karimata, Selat Makasar, Perairan di utara Nusa Tenggara Barat dan Laut Cina Selatan. Nelayan Kota Pekalongan disetiap musim selalu melakukan operasi penangkapan ikan menuju ke lokasi-lokasi tersebut. Musim puncak penangkapan ikan terjadi pada bulan Maret hingga Juni, sedangkan musim paling sedikit ikan atau paceklik terjadi di bulan Januari- Februari. Daerah penangkapan ikan purse seine dapat dilihat pada Lampiran 1.
6.1.2 Unit penangkapan jaring insang Unit penangkapan ikan gillnet terdiri atas alat penangkapan ikan, kapal ikan dan nelayan. Komponen tersebut saling berkaitan dalam suatu kegiatan operasi penangkapan ikan.
6.1.2.1 Alat Tangkap Jaring insang hanyut merupakan unit penangkapan ikan yang digunakan untuk menangkap ikan tenggiri dan ikan tongkol. Alat tangkap ini biasa disebut oleh penduduk Pekalongan adalah jaring nilon. Bahan pembuat untuk alat tangkap
46
ini adalah nilon monofilament dengan panjang jaring 1.750 m, tinggi 15 m dan meshsize 4 inci. Konstruksi alat penangkapan ikan drift gillnet Kota Pekalongan dapat dilihat pada Gambar 10. Metode pengoperasian alat tangkap drift gillnet Pekalongan adalah mencari tempat keberadaan ikan ketika sampai di fishing ground, kemudian nelayan melakukan setting, yaitu menurunkan jaring di lokasi penangkapan ikan, setting dilakukan selama 1 jam. Drifting dilakukan selama kurang lebih 4-5 jam dan kemudian dilakukan proses hauling atau pengangkatan jaring ke atas kapal, hauling berlangsung selama selama 1 jam. Setiap satu trip pengoperasian drift gillnet biasanya dilakukan selama 10 hari, namun terdapat beberapa nelayan yang mengoperasikan drift gillnet hingga 15 hari, dengan melakukan sekali setting dan hauling setiap harinya. Jaring insang dasar merupakan unit penangkapan ikan yang digunakan untuk menangkap ikan demersal, yaitu manyung dan bawal hitam. Penduduk Kota Pekalongan menyebut alat tangkap ini sama halnya dengan menyebut alat tangkap jaring insang hanyut, yaitu dengan sebutan jaring nilon. Bahan pembuat untuk alat tangkap ini sama dengan bahan pembuat alat tangkap jaring insang hanyut, yaitu nilon monofilament dengan panjang jaring 1.750 m, lebar 15 m dan meshsize 4 inci. Konstruksi alat penangkapan ikan bottom gillnet Kota Pekalongan dapat dilihat pada Gambar 10. Metode pengoperasian alat tangkap gillnet Pekalongan adalah mencari tempat keberadaan ikan ketika sampai di fishing ground, kemudian nelayan melakukan setting, yaitu menurunkan jaring di lokasi penangkapan ikan, setting dilakukan selama 1 jam. Pemasangan alat ke dasar perairan selama 1 jam. Selanjutnya jaring didiamkan selama kurang lebih 4-5 jam dan kemudian dilakukan proses hauling atau pengangkatan jaring ke atas kapal, hauling berlangsung selama selama 1-2 jam. Setiap satu trip pengoperasian bottom gillnet biasanya dilakukan selama 10 hari, namun terdapat beberapa nelayan yang mengoperasikan bottom gillnet hingga 15 hari, dengan melakukan sekali setting dan hauling setiap harinya.
47
Drift Gillnet
Bottom Gillnet
Gambar 10 Alat tangkap gillnet Kota Pekalongan.
6.1.2.2 Kapal Kapal gillnet Pekalongan dibuat dari kayu jati (Tectona grandis) berbobot 27 GT. Kapal yang digunakan memiliki dimensi panjang (L) 14,65 m, lebar (B) 6,15 m dan dalam (D) 1,35 m. Tenaga penggerak yang digunakan adalah mesin inboard berkekuatan 80 PK. Bahan bakar yang digunakan dalam pengoperasian kapal adalah solar dan untuk genset menggunakan bensin. Gambar kapal gillnet Kota Pekalongan dapat dilihat pada Lampiran 3.
48
6.1.2.3 Nelayan Nelayan gillnet Pekalongan untuk setiap trip penangkapan ikan berjumlah 12-15 orang, terdiri atas seorang nakhoda, seorang fishing master, dua orang juru mesin dan nelayan lainnya sebagai anak buah kapal. Nelayan yang bertindak sebagai nakhoda pada kapal gillnet Kota Pekalongan umumnya memiliki pengalaman lebih besar dalam melakukan operasi penangkapan bila dibandingkan dengan nelayan yang bertindak sebagai fishing master, juru mesin maupun anak buah kapal. Nakhoda kapal bertugas mengemudikan kapal selama kegiatan operasi penangkapan ikan. Fishing master bertugas menentukan daerah penangkapan dan keberadaan ikan. Juru mesin bertanggungjawab atas mesin yang digunakan, mulai dari persiapan sebelum melaut, pada saat operasi dan melakukan perawatan. ABK bertugas mengoperasikan alat tangkap, mulai dari setting hingga hauling.
6.1.2.4 Hasil tangkapan Jenis ikan yang tertangkap drift gillnet Pekalongan adalah ikan tongkol (Euthynnus spp) dan tenggiri (Scomberomerus commersoni). Jenis ikan yang tertangkap bottom gillnet Kota Pekalongan adalah ikan bawal hitam (Formio niger) dan manyung (Arius sp). Hasil tangkapan disimpan sementara di dalam tempat penyimpanan dan diberi es agar tetap segar. Hasil tangkapan akan dijemput oleh kapal pengangkut ikan untuk diangkut dan didaratkan di PPN Pekalongan.
6.1.2.5 Daerah dan musim penangkapan ikan Daerah penangkapan ikan atau fishing ground yang menjadi tujuan nelayan gillnet Kota Pekalongan adalah Perairan Karimunjawa dan sekitar Laut Jawa. Daerah penangkapan ini menjadi pilihan nelayan gillnet karena lokasinya yang tidak terlalu jauh dari PPN Pekalongan, sehingga dapat menghemat BBM dan dapat lebih efektif bagi kapal pengangkut dalam menjemput hasil tangkapan. Musim puncak penangkapan ikan terjadi pada bulan Oktober-November, sedangkan musim paling sedikit ikan atau paceklik terjadi di bulan JanuariFebruari. Daerah penangkapan ikan gillnet dapat dilihat pada Lampiran 1.
49
6.1.3 Produktivitas subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan Keragaan perikanan tangkap suatu daerah dapat diketahui yaitu dengan melihat tingkat produktivitas perikanan tangkap daerah tersebut. Berkembangnya perikanan tangkap Kota Pekalongan dipengaruhi oleh besarnya nilai produktivitas per trip penangkapan ikan, produktivitas per unit penangkapan ikan dan produktivitas per nelayan Kota Pekalongan.
a) Produktivitas per trip penangkapan ikan Perkembangan produktivitas per trip penangkapan ikan purse seine dan gillnet di Kota Pekalongan mengalami penurunan selama periode tahun 20032008. Penurunan produktivitas purse seine per trip penangkapan terlihat tajam, yaitu dari 10,39 ton per tahun pada tahun 2003 menjadi 3,77 ton per tahun pada tahun 2008. Sementara penurunan produktivitas gillnet per trip penangkapan ikan hampir mendatar, yaitu 3,48 ton per tahun pada tahun 2003 menjadi 3,19 ton per tahun pada tahun 2008. Produktivitas per trip penangkapan di Kota Pekalongan dapat dilihat secara terperinci pada Tabel 16. Berdasarkan Gambar 11, model persamaan linear yang didapatkan dari grafik hubungan antara tahun dan produktivitas per trip penangkapan ikan Kota Pekalongan yaitu untuk alat tangkap purse seine persamaannya adalah y = -1,475x + 12,49 dan untuk alat tangkap gillnet persamaannya adalah y = -0,110x + 4,206. Hal ini menjelaskan bahwa setiap tahunnya produktivitas per trip penangkapan ikan purse seine dan gillnet Kota Pekalongan mengalami penurunan sebesar 1,475 dan 0,11 satuan.
Tabel 16 Produktivitas per trip penangkapan ikan Kota Pekalongan tahun 2003- 2008 (ton per trip) Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Sumber : Data diolah, 2011.
Pukat cincin 10,39 9,00 10,85 5,34 4,65 3,77
Jaring insang 3,48 3,72 3,75 6,93 1,85 3,19
50
Produktivitas (ton per trip)
12.00 10.00 8.00 y = -1.4754x + 12.497 6.00 4.00 y = -0.1104x + 4.2063
2.00 0.00 2003
2004
2005 Tahun
2006
2007 Pukat cincin Jaring insang
2008
Gambar 11 Kecenderungan produktivitas per trip penangkapan ikan Pekalongan tahun 2003-2008.
b) Produktivitas per unit penangkapan ikan Perkembangan produktivitas per unit penangkapan ikan Kota Pekalongan setiap tahunnya cenderung mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan jumlah alat tangkap yang ada di Kota Pekalongan dari tahun ke tahun semakin menurun, sehingga
menyebabkan
penurunan
volume
produksi
disetiap
tahunnya.
Produktivitas unit penangkapan pukat cincin pada tahun 2004 bernilai 113,14 ton per unit dan menurun terus hingga tahun 2008 menjadi 98,06 ton per unit. Produktivitas unit penangkapan gillnet pada tahun 2004 mencapai 20,10 ton per unit dan menurun hingga tahun 2008 menjadi 18,87 ton per unit. Produktivitas unit penangkapan purse seine dan gillnet selama periode tahun 2004-2008 secara rinci dapat dilihat pada Tabel 17. Berdasarkan Gambar 12, model persamaan linear yang didapatkan dari grafik hubungan antara tahun dan produktivitas per unit penangkapan ikan Kota Pekalongan yaitu untuk alat tangkap purse seine persamaannya adalah y = -4,709x + 112.4 dan untuk alat tangkap gillnet persamaannya adalah y = -0,781x + 23,86. Hal ini menjelaskan bahwa setiap tahunnya produktivitas per unit penangkapan ikan purse seine dan gillnet Kota Pekalongan mengalami penurunan sebesar 4,709 dan 0,781 satuan.
51
Tabel 17 Perkembangan produktivitas per unit penangkapan ikan Kota Pekalongan tahun 2004-2009 (ton per unit) Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Pukat cincin 113,14 108,51 89,49 87,33 79,42 98,06
Jaring Insang 20,10 25,09 26,26 14,53 21,93 18,87
Sumber : Data diolah, 2011.
Produktivitas (ton per unit)
120.00 100.00
y = -4.7096x + 112.48
80.00 60.00 40.00 y = -0.7814x + 23.864 20.00 0.00 2004
2005
2006 Tahun
Gambar
12
2007
2008
2009
Pukat cincin
Kecenderungan produktivitas per unit penangkapan Kota Pekalongan pada periode tahun 2004-2009.
ikan
c) Produktivitas per nelayan Produktivitas nelayan di Kota Pekalongan secara umum memiliki trend yang menurun. Hal ini dikarenakan terjadinya penurunan jumlah nelayan dan volume produksi pada periode tahun 2003-2009. Produktivitas nelayan pada tahun 2003 mencapai 3 ton per orang, menurun pada tahun 2009 menjadi 1 ton. Produktivitas nelayan Kota Pekalongan tahun 2003-2009 dapat dilihat secara rinci pada Tabel 18. Berdasarkan Gambar 13, model persamaan linear yang didapatkan dari hubungan antara tahun dan produktivitas per nelayan Kota Pekalongan adalah y = -0,3078x + 3,7601. Hal ini menjelaskan bahwa setiap tahunnya produktivitas nelayan Kota Pekalongan mengalami penurunan sebesar 0,3078 satuan.
52
Tabel 18 Perkembangan produktivitas nelayan Kota Pekalongan tahun 2003-2009 (ton per orang) Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Produktivitas nelayan 2.89 3.07 3.09 3.09 2.98 1.46 1.13
Sumber : Data diolah, 2011.
4
Produktivitas (ton per orang)
4 3 3 2 y = -0.3078x + 3.7601
2 1 1 0 2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun Gambar 13 Kecenderungan produktivitas nelayan Kota Pekalongan tahun 2003- 2009. 6.2 Kondisi Perekonomian Kota Pekalongan Kondisi perekonomian daerah yang semakin membaik ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi yang positif dan mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya.
Adanya
kebijakan-kebijakan
pemerintah
guna
perbaikan
perekonomian daerah selama beberapa tahun setelah terjadinya krisis ekonomi di Indonesia nampaknya sudah menunjukkan hasil sejak tahun 2000 hingga sekarang. Hal ini terlihat dengan adanya pertumbuhan ekonomi dari tahun 2000 terus meningkat dan berada di atas 3 persen. Keadaan ekonomi Kota Pekalongan tidak berbeda jauh dari kondisi ekonomi secara nasional maupun regional Propinsi Jawa Tengah. Sektor-sektor yang memberikan sumbangan besar terhadap PDRB Kota Pekalongan mengalami
53
pertumbuhan yang cukup signifikan. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi di Kota Pekalongan Tahun 2009 yang lebih tinggi dari tahun sebelumnya yakni sebesar 4,78%, sedangkan pada tahun 2008 laju pertumbuhan ekonomi Kota Pekalongan sebesar 3,73%. Pekalongan merupakan suatu wilayah yang memiliki sektor-sektor yang selalu berkoordinasi dan berjalan dengan baik, baik dari sektor pemerintahan, politik maupun ekonomi. Indikator yang dapat digunakan untuk melihat peningkatan tersebut diantaranya adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), PDRB per kapita, perubahan dan laju perekonomian Kota Pekalongan.
6.2.1 PDRB dan PDRB per kapita Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan jumlah nilai tambah yang ditimbulkan oleh berbagai sektor atau lapangan uasaha yang melakukan kegiatan usahanya di suatu daerah tertentu tanpa memperhatikan pemilikan atas faktor produksi. Data statistik PDRB berguna untuk memperhitungkan tingkat pertumbuhan ekonomi regional baik secara menyeluruh maupun sektoral. Nilai PDRB Kota Pekalongan menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 2000 dari tahun 2003-2009 cenderung meningkat. Pada Tabel 19, dapat dilihat nilai PDRB tahun 2003 adalah sebesar Rp1.574.763.630.000,00, mengalami peningkatan pada tahun 2009 sebesar Rp1.978.085.980.000,00. Nilai PDRB sektor pertanian dan perikanan mengalami penurunan pada periode 20032009, demikian juga dengan nilai PDRB subsektor perikanan tangkap. Secara rinci perkembangan PDRB Kota Pekalongan dapat dilihat dalam Tabel 19. Pada
tahun
2009
PDRB
Kota
Pekalongan
berjumlah
Rp1.978.085.980.000,00. Kontribusi sektor perikanan terhadap sektor pertanian di Kota Pekalongan mencapai 71,34%. Persentase kontribusi sektor perikanan terhadap sektor pertanian PDRB Kota Pekalongan pada tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar 14.
54
Tabel 19 PDRB Kota Pekalongan menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000 tahun 2003-2009 (juta rupiah) No
1
2
Lapangan
Tahun
Usaha
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Sektor pertanian a.Tanaman bahan makanan
223.317,00
247,901.00
220.482,44
196.939,56
183.003,98
171.591,09
165.803,04
17.654,00
21,602.00
17.343,83
18.912,10
18.964,65
20.181,73
20.680,86
b.Peternakan
20.623,00
20,871.00
20.491,11
19.888,17
22.717,32
25.297,29
26.836,67
c Perikanan Perikanan tangkap
185.040,00
205,429.00
182.647,50
158.139,29
141.322,01
126.112,07
118.285,51
184.923,55
204,468.19
182.122,21
157.168,02
140.126,02
124.512,34
116.980,22
Lainnya
1.351.446,63
1,390,890.52
1.480.841,81
1.556.466,17
1.636.997,25
1.716.262,61
1.812.282,94
Total PDRB
1.574.763,63
1,638,791.52
1.701.324,25
1.753.405,73
1.820.001,23
1.887.853,70
1.978.085,98
Sumber : BPS Kota Pekalongan Tahun 2003-2009.
12.47% 16.19% Tanaman bahan makanan Peternakan Perikanan
71.34%
Gambar 14 Persentase nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor pertanian Kota Pekalongan tahun 2009. Berdasarkan Tabel 19, PDRB tertinggi terjadi pada tahun 2004, yaitu untuk sektor pertanian mencapai Rp247.901.000.000,00, sedangkan sektor perikanan mencapai Rp205.429.000.000,00 atau 82,86% dari sektor pertanian. PDRB dari subsektor perikanan tangkap
pada
tahun 2004
mencapai
Rp204.468.190.000,00 atau 82,47% dari sektor pertanian atau 99,53% dari sektor perikanan. Nilai PDRB sektor pertanian dan perikanan, serta subsektor perikanan tangkap pada tahun 2004 dibandingkan dengan sektor lain adalah yang tertinggi selama periode 2003-2009 dan pada tahun 2005 hingga tahun 2009 terus mengalami penurunan. Hal tersebut dikarenakan pada tahun 2005 terjadi kenaikan
55
harga BBM yang menyebabkan banyak nelayan Kota Pekalongan yang berhenti melaut. Berkurangnya jumlah nelayan yang beroperasi sangat mempengaruhi jumlah hasil tangkapan Kota Pekalongan, sehingga tahun 2005 nilai PDRB subsektor perikanan tangkap mengalami penurunan hingga sekarang. Model persamaan linear yang didapatkan ddari grafik hubungan tahun dan PDRB subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan adalah y = -14491x + 21657. Hal ini diartikan bahwa PDRB subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan setiap tahunnya
mengalami penurunan sebesar
14.491
satuan.
Kecenderungan
perkembangan PDRB tersebut dapat dilihat pada Gambar 15.
Nilai PDRB Perikanan Tangkap Kota Pekalongan
250000 200000 150000 y = -14491x + 216577
100000 50000 0 2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun
Gambar 15 Nilai PDRB subsektor perikanan tangkap atas dasar harga konstan tahun 2000 tahun 2003-2009. Pendapatan per kapita merupakan pendapatan per tahun yang diterima oleh masing-masing penduduk. Nilai PDRB per kapita Kota Pekalongan tiap tahun mengalami peningkatan. Nilai PDRB per kapita di Kota Pekalongan pada tahun 2003 mencapai 5,96 juta rupiah per jiwa. Nilai ini meningkat pada tahun 2009 menjadi 7,16 juta rupiah per jiwa. Nilai PDRB per kapita Kota Pekalongan dapat dilihat pada Tabel 20.
56
Tabel 20 Nilai PDRB per kapita Kota Pekalongan Tahun 2003-2009 menurut lapangan usaha Tahun 2000 Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
PDRB (Juta Rupiah) 1,574,763.63 1,638,791.52 1,701,324.25 1,753,405.73 1,820,001.23 1,887,853.70 1,978,085.98
Jumlah penduduk (Jiwa) 264,217 264,932 267,574 268,470 271,990 273,911 276,158
PDRB Per Kapita (Juta Rupiah per Jiwa) 5.96 6.19 6.36 6.53 6.69 6.89 7.16
Sumber : Pekalongan dalam angka 2009.
6.2.2 Laju Pertumbuhan Laju pertumbuhan PDRB dapat dikatakan sebagai rata-rata pertumbuhan tiap tahun yang ditunjukkan oleh Indeks Berantai Produk Domestik Regional Bruto. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah bergantung pada potensi sumberdaya alam dan kemampuan sumberdaya manusia untuk mengelola dan memanfaatkan potensi yang ada di daerah tersebut. Apabila laju pertumbuhan yang diamati adalah harga konstan, maka dapat disebut sebagai pertumbuhan ekonomi secara riil. Pertumbuhan ekonomi Kota Pekalongan pada periode 2003-2009 mengalami peningkatan, yaitu 3,86 pada tahun 2003 menjadi 4,78 pada tahun 2009. Pada tahun 2004 mengalami peningkatan yang jauh dan pada tahun 2005 mengalami penurunan yang signifikan. Pada tahun 2009 mengalami peningkatan lagi yang cukup tinggi dan merupakan laju pertumbuhan tertinggi selama periode 2003-2009. Lebih lengkap mengenai nilai laju pertumbuhan ekonomi di Kota Pekalongan dapat dilihat pada Tabel 21 dan Gambar 16. Laju pertumbuhan ekonomi pada sektor perikanan mengalami penurunan selama periode 2003-2009. Laju pertumbuhan ekonomi di sektor perikanan sebesar 1,64%
pada tahun 2003, menjadi -6,21% pada tahun 2009. Laju
pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2004, yaitu mencapai angka 11,02%. Model persamaan linear yang didapatkan dari hubungan antara tahun dan laju pertumbuhan
ekonomi
sektor
perikanan
Kota
Pekalongan
adalah
y = -2,380x + 3,885. Artinya adalah laju pertumbuhan ekonomi sektor perikanan
57
Kota Pekalongan tiap tahunnya mengalami penurunan sebesar 2,380 satuan. Lebih lengkap mengenai hal ini dapat dilihat pada Tabel 21 dan Gambar 16.
Tabel 21 Laju pertumbuhan ekonomi Kota Pekalongan tahun 2003-2009 No
Lapangan Usaha
Tahun 2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Sektor pertanian a.Tanaman bahan makanan
2,19
11,01
-11,06
-10,68
-7,08
-6,24
-3,37
0,13
22,36
-19,71
9,04
0,28
6,42
2,47
b. Peternakan
9,43
1,20
- 1,82
-2,94
14,23
11,36
6,09
c. Perikanan
1,64
11,02
-11,09
-13,42
-10,63
-10,76
-6,21
Total PDRB 3,86 4,07 Sumber : PDRB Kota Pekalongan 2010.
3,82
3,06
3,80
3,73
4,78
1
Laju Pertumbuhan Ekonomi Sektor Perikanan (%)
15 10 5 0 -5
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
-10 y = -2.3804x + 3.8857 -15
Gambar 16
Tahun
Laju Pertumbuhan ekonomi sektor perikanan Kota Pekalongan tahun 2003-2009.
6.2.3 Nilai LQ sektoral Kota Pekalongan Peranan sektoral keseluruhan terhadap perekonomian daerah Kota Pekalongan dapat diketahui melalui LQ dan PDRB. Besarnya nilai LQ yang didapat oleh setiap sektor dapat menunjukkan apakah sektor tersebut merupakan sektor basis atau tidak terhadap perekonomian daerah. Nilai LQ sektor perikanan adalah 5,39. Angka ini menyatakan bahwa sektor perikanan merupakan sektor basis terhadap perekonomian daerah. Nilai LQ sektoral keseluruhan Kota Pekalongan tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 22.
58
Tabel 22 Nilai Location Quotient sektoral keseluruhan terhadap PDRB daerah secara keseluruhan di Kota Pekalongan tahun 2009 Lapangan Usaha Sektor pertanian a.Tanaman bahan makanan
Vi
Vt
Pi
Pt
LQ
Keterangan
165.803,04
1.978.085,98
34.949.138
175.685.268
0,42
Non Basis
20.680,86
1.978.085,98
24.399.756
175.685.268
0,08
Non Basis
b. Peternakan
26.836,67
1.978.085,98
4.662.640
175.685.268
0,51
Non Basis
c. Perikanan
118.285,51
1.978.085,98
1.949.677
175.685.268
5,39
Basis
Sumber : Pekalongan dalam Angka 2009.
6.3 Peranan Subsektor Perikanan Tangkap Kota Pekalongan Peran subsektor perikanan tangkap terhadap suatu daerah dapat diketahui dengan melihat besar kontribusinya terhadap perekonomian daerah tersebut. Posisi basis atau tidaknya subsektor perikanan tangkap juga mempengaruhi besar atau kecilnya peran subsektor perikanan tangkap di daerah itu. Besarnya peran subsektor perikanan tangkap di Kota Pekalongan dapat memberikan suatu kontribusi bagi perekonomian dan pembangunan daerah Kota Pekalongan.
6.3.1 Kontribusi perikanan tangkap Perikanan tangkap merupakan salah satu subsektor yang sangat memiliki peran dalam perekonomian Kota Pekalongan. Peranan tersebut dapat dilihat dari PDRB yang merupakan output atau jumlah nilai tambah yang ditimbulkan oleh berbagai faktor atau lapangan usaha yang melakukan kegiatan usahanya di suatu daerah tertentu tanpa memperhatikan pemilikan atas faktor produksi. Data statistik PDRB umumnya digunakan untuk menghitung tingkat pertumbuhan ekonomi regional baik secara menyeluruh maupun sektoral, untuk mengetahui tingkat kemakmuran daerah, untuk mengetahui tingkat inflasi dan deflasi dalam waktu tertentu dan untuk mengetahui besarnya potensi suatu daerah terhadap regional secara keseluruhan maupun sektoral. Kontribusi sektor perikanan dan subsektor perikanan tangkap terhadap sektor pertanian Kota Pekalongan selama tujuh tahun terakhir cenderung menurun, yaitu 82,86% dan 82,81% pada tahun 2003, menurun hingga 71,34% dan 70,55% pada tahun 2009. Kontribusi sektor perikanan dan subsektor perikanan tangkap terhadap total PDRB Kota Pekalongan, yaitu 11,75% dan 11,74% pada tahun 2003, menurun hingga 5,98% dan 5,91% pada tahun 2009. Persentase kontribusi subektor perikanan dan
59
perikanan tangkap terhadap PDRB sektor pertanian dan PDRB keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 23, serta Gambar 17 dan 18. Berdasarkan Gambar 17 dan 18, model persamaan yang diperoleh pada grafik hubungan antara tahun dan nilai kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap sektor pertanian Kota Pekalongan adalah y = -2,236x + 87,14 dan terhadap total PDRB Kota Pekalongan adalah y = -1,152x + 13,76. Hal ini menjelaskan bahwa setiap tahunnya kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap sektor pertanian Kota Pekalongan akan mengalami penurunan sebesar 2,236 satuan dan terhadap total PDRB Kota Pekalongan akan mengalami penurunan sebesar 1,152 satuan.
Tabel 23 Persentase kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap sektor pertanian dan keseluruhan sektor tahun 2003-2009 (persen) %PDRB Perikanan a. Terhadap Sektor Pertanian Perikanan Perkanan tangkap b. Terhadap Total PDRB Perikanan Perikanan Tangkap
2003
2004
2005
Tahun 2006
2007
2008
2009
82,86 82,81
82.87 82,48
82,84 82,60
80,30 79,81
77,22 76,57
73,50 72,56
71,34 70,55
11,75 11,74
12,54 12,48
10,74 10,70
9,02 8,96
7,76 7,70
6,68 6,60
5,98 5,91
Kontribusi Perikanan Tangkap terhadap Sektor Pertanian (%)
Sumber : Data diolah 2011.
90.00 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00
y = -2.2366x + 87.144
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun
Gambar 17 Kontribusi sektor perikanan dan subsektor perikanan tangkap terhadap sektor pertanian Kota Pekalongan Tahun 2003-2009.
Kontribusi Perikanan Tangkap terhadap Total PDRB (%)
60
14.00 12.00 10.00 8.00 6.00
y = -1.152x + 13.765
4.00 2.00 0.00 2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun
Gambar 18 Kontribusi sektor perikanan dan subsektor perikanan tangkap terhadap total PDRB Kota Pekalongan tahun 2003-2009. 6.3.2 Nilai LQ subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator PDRB Untuk mengetahui nilai LQ diperlukan PDRB sebagai indikator dalam menunjukkan
besarnya
peranan
subsektor
perikanan
tangkap
terhadap
perekonomian Kota Pekalongan secra keseluruhan. Nilai LQ subsektor perikanan tangkap secara keseluruhan Kota Pekalongan dapat dilihat pada Tabel 24.
Tabel 24 Nilai Location Quentient (LQ) subsektor perikanan tangkap terhadap total PDRB di Kota Pekalongan Tahun 2003-2009 Tahun
Vi
Vt
Pi
Pt
LQ
Keterangan
2003
184.923,55
1.574.763,63
1.245.545,00
129.166.462,45
12,18
Basis
2004
204.468,19
1.638.791,52
1.274.127,00
135.789.872,31
13,30
Basis
2005
182.122,21
1.701.324,25
1.145.789,00
143.051.213,88
13,36
Basis
2006
157.168,02
1.753.405,73
1.175.653,00
150.682.654,74
11,49
Basis
2007
140.126,02
1.820.001,23
1.073.238,00
159.110.253,77
11,41
Basis
2008
124.512,90
1.887.853,70
1.127.730,00
167.790.369,85
9,81
Basis
2009 116.980,20 1.978.085,98 Sumber : Data diolah 2011.
1.167.646,00
175.685.267,56
8,90
Basis
Keterangan : vi : Nilai total PDRB subsektor perikanan tangkap di Kota Pekalongan vt : Nilai total PDRB seluruh sektor Kota Pekalongan Vi : Nilai total PDRB subsektor perikanan tangkap di Provinsi Jawa Tengah Vt: Nilai total PDRB seluruh di Provinsi Jawa Tengah
Berdasarkan Tabel 24, dapat dilihat bahwa peranan subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan terhadap keseluruhan sektor merupakan sektor basis
61
dalam pengembangan perekonomian daerah Kota Pekalongan. Sektor basis artinya kebutuhan ikan untuk masyarakat Kota Pekalongan sudah terpenuhi, sehingga dapat melakukan ekspor atau distribusi ke luar daerah. Hal ini ditunjukkan dengan nilai LQ subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan pada kurun waktu 2003-2009 selalu lebih dari 1. Pada tahun 2003, nilai LQ yang diperoleh adalah sebesar 12,18; pada tahun 2004 dan 2005 mengalami peningkatan yaitu memperoleh nilai sebesar 13,30 dan 13,36. Pada tahun 2006 hingga 2009 nilai LQ yang diperoleh cenderung menurun. Pada tahun 2006 mengalami penurunan menjadi sebesar 11,49 hingga pada tahun 2009 menurun menjadi sebesar 8,90. Model persamaan yang diperoleh dari hubungan tahun dan nilai LQ subsektor perikanan tangkap terhadap pendapatan daerah yaitu y = -0,669x + 14,17. Hal ini menunjukkan bahwa setiap penambahan satu tahun maka peran subsektor perikanan tangkap terhadap PDRB di Kota Pekalongan mengalami penurunan sebesar 0,669 satuan. Nilai LQ subsektor perikanan tangkap terhadap PDRB secara keseluruhan menurun dari tahun ke tahun dan
Nilai LQ Perikanan Tangkap terhadap Total PDRB
dapat dilihat pada Gambar 19.
16.00 14.00 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00
y = -0.6699x + 14.173
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun
Gambar 19 Nilai Location Quotient (LQ) subsektor perikanan tangkap terhadap PDRB daerah keseluruhan di Kota Pekalongan tahun 2003-2009. 6.3.3 Nilai LQ subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja Nilai LQ tenaga kerja dihitung dengan membandingkan antara kontribusi penyerapan tenaga pada subsektor perikanan tangkap di Kota Pekalongan dengan
62
kontribusi penyerapan tenaga kerja pada subsektor perikanan tangkap di Provinsi Jawa Tengah. Nilai LQ lebih atau kurang dari satu menunjukkan bahwa suatu sektor dapat menyerap tenaga kerja dan membuka lapangan pekerjaan baru atau tidak di bidang perikanan tangkap. Nilai LQ subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja memiliki angka lebih dari satu. Artinya di Kota Pekalongan subsektor perikanan tangkap merupakan sektor basis dalam penyediaan kesempatan kerja. Hal ini mengindikasikan bahwa subsektor perikanan tangkap dapat menciptakan kesempatan kerja di Kota Pekalongan. Nilai LQ subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja selama periode tahun 2003-2008 mengalami penurunan. Hanya pada Tahun 2004 saja yang mengalami peningkatan yaitu memiliki nilai sebesar 10,52 yang meningkat dari nilai 6,5 yang diperoleh pada Tahun 2003. Penurunan nilai LQ terjadi pada tahun 2005-2008. Pada tahun 2005 memiliki nilai sebesar 8,23 dan hingga tahun 2008 turun menjadi 4,43. Model persamaan yang diperoleh dari hubungan tahun dan nilai LQ subsektor perikanan tangkap terhadap tenaga kerja yaitu y = -0,533x + 9,545. Hal ini menunjukkan bahwa setiap penambahan satu tahun maka peran subsektor perikanan tangkap terhadap tenaga kerja di Kota Pekalongan mengalami penurunan sebesar 0,533 satuan. Fluktuasi nilai LQ selama periode 2003-2008 lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 25 dan Gambar 20.
Tabel 25 Nilai Location Quotient (LQ) subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja tahun 2003-2008 Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Vi 19.005 19.235 14.120 10.400 9.835 15.825
Sumber : Data diolah, 2011
Vt 5.633 3.622 3.430 3.574 3.493 4.901
Pi 167.072 172.418 222.688 167.173 198.837 176.969
Pt 321.638 341.668 445.365 508.572 532.890 242.554
LQ 6,50 10,52 8,23 8,85 7,55 4,43
Keterangan Basis Basis Basis Basis Basis Basis
63
12.00
Nilai LQ
10.00 8.00 y = -0.5332x + 9.5455
6.00 4.00 2.00 2003
2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Gambar 20 Nilai Location Quotient subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja di Kota Pekalongan tahun 2003-2008 6.4 Dampak Subsektor Perikanan Tangkap Kota Pekalongan Dampak subsektor perikanan tangkap di Kota Pekalongan diketahui dengan menggunakan analisis efek pengganda dan analisis Shift Share. Besarnya tingkat kekuatan efek pengganda dapat mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi wilayah yang ditunjukkan oleh koefisien pengganda yang dihasilkan.
6.4.1 Multiplier effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator PDRB daerah Koefisien efek pengganda yang diperoleh pada periode tahun 2003-2008 menunjukkan fluktuatif. Koefisien efek pengganda tertinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar 4,35, artinya setiap peningkatan pendapatan subsektor perikanan tangkap sebesar Rp1,00, maka dapat meningkatkan pendapatan sektor lainnya yang terkait dengan subsektor perikanan tangkap di wilayah tersebut sebesar Rp4,35. Koefisien efek pengganda terendah terjadi pada tahun 2006 sebesar 2,09, artinya setiap peningkatan pendapatan subsektor perikanan tangkap sebesar Rp1,00 akan meningkatkan pendapatan sektor lainnya yang terkait dengan subsektor perikanan tangkap di wilayah tersebut sebesar Rp2,09. Efek pengganda tersebut yaitu berupa pengaruh ke belakang bagi sektor industri seperti industri es, garam, bahan jaring, pelampung, pemberat, kapal dan bagi sektor pertambangan seperti bahan bakar.
Pengaruh ke depan yang ditimbulkan yaitu bagi sektor
perdagangan dan sektor industri seperti pengolahan ikan, pemindangan dan
64
distribusi pemasarannya, serta sektor jasa seperti restoran. Hasil analisis efek pengganda subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator PDRB daerah dapat dilihat pada Tabel 26.
Tabel 26. Analisis efek pengganda subsektor perikanan tangkap berdasarkan PDRB daerah Kota Pekalongan Tahun 2003-2009 Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Y 1.574.763,63 1.638.791,52 1.701.324,25 1.753.405,73 1.820.001,23 1.887.853,70
Yb 184.923,55 204.468,19 182.122,21 157.168,02 140.126,02 124.512,94
∆Y 64.028 62.533 52.081 66.596 67.852
∆Yb 19.545 22.346 24.954 17.042 15.613
MSy 3,28 2,80 2,09 3,91 4,35
Sumber : Data diolah, 2011.
Keterangan : Y (Jumlah Pendapatan Seluruh Sektor Kota Pekalongan) Yb (Jumlah Pendapatan Subsektor Perikanan Tangkap Kota Pekalongan) ∆Y (Perubahan Pendapatan Seluruh Sektor Kota Pekalongan) ∆Yb (Perubahan Pendapatan Subsektor Perikanan Tangkap Kota Pekalongan) MSy (Koefisien Multiflier Effect)
6.4.2 Multiplier Effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja Koefisien efek pengganda berdasarkan indikator tenaga kerja pada tahun 2003-2008 mengalami fluktuatif dengan nilai yang cenderung menurun. Hal ini terlihat pada koefisien efek pengganda pada tahun 2005 sebesar 0,04 mengalami penurunan yang sangat signifikan dari tahun 2004 sebesar 8,74. Koefisien efek pengganda terbesar terjadi pada tahun 2004 sebesar 8,74. Hal ini menjelaskan bahwa perubahan satu satuan tenaga kerja subsektor perikanan tangkap akan mempengaruhi perubahan total tenaga kerja Kota Pekalongan sebesar 8,74 satuan. Besarnya nilai multiplier effect yang dihasilkan dari perikanan tangkap Kota Pekalongan dapat memberikan pengaruh bagi sektor-sektor lain yang menunjang kegiatan perikanan tangkap. Pengaruh ke depan yang ditimbulkan adalah meningkatnya jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan pada usaha pengolahan maupun pemindangan bagi sektor industri, kegiatan pemasaran hasil perikanan bagi sektor perdagangan, rumah makan dan restoran bagi sektor jasa. Pengaruh ke belakang yang ditimbulkan adalah semakin tingginya jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan guna memenuhi kegiatan perikanan tangkap, seperti pada sektor
65
industri membutuhkan penambahan tenaga kerja pada galangan kapal ikan, pabrik jaring, pelampung, pemberat dan kelengkapan alat tangkap lainnya, perusahaan yang memproduksi perbekalan seperti es dan garam, serta pertambangan seperti bahan bakar minyak. Pengaruh juga ditimbulkan di sektor jasa yaitu penambahan tenaga kerja pada resto atau rumah makan yang menyediakan kuliner hasil perikanan. Nilai koefisien efek pengganda subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 27.
Tabel 27 Efek pengganda subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja tahun 2003-3008 Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008
E 5.633 3.622 3.430 3.574 3.493 4.901
Eb 19.005 19.235 14.120 10.400 9.835 15.825
∆E 2.011 192 144 81 1.408
MSe
∆Eb 230 5.115 3.720 565 5.990
8,74 0,04 0,04 0,14 0,24
Sumber : Data diolah, 2011.
Keterangan : E (Jumlah Angkatan Kerja Kota Pekalongan) Eb (Jumlah Tenaga Kerja Subsektor Perikanan Tangkap Kota Pekalongan) ∆E (Perubahan Angkatan Kerja Kota Pekalongan) ∆Eb (Perubahan Tenaga Kerja Subsektor Perikanan Tangkap Kota Pekalongan) MSe (Koefisien Multiplier Effect)
6.5 Kebutuhan Investasi Subsektor Perikanan Tangkap Kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap pada tahun ke-I dapat dihitung dengan menggunakan ICOR. Data yang digunakan adalah data nilai perubahan pendapatan subsektor perikanan tangkap di Kota Pekalongan tahun 2003-2008. Nilai ICOR sektor perikanan hasil perhitungan PKSPL-IPB tahun 2004 ada dua sumber yaitu berdasarkan Tabel Input-Output tahun 1995 sebesar 3,42 dan berdasarkan Tabel Input-Output 2000 sebesar 3,31. Kebutuhan investasi subsektor perikanan secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 28.
66
Tabel 28 Kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap Tahun 2003-2008 Tahun
∆Yb
2003/2004 2004/2005 2005/2006 2006/2007 2007/2008
19.545 22.346 24.954 17.042 15.613
Investasi (I) ICOR = 3,31 64.693,95 73.965,26 82.597,74 56.409,02 51.679,03
ICOR = 3,42 66.843,90 76.423,32 85.342,68 58.283,64 53.396,46
Sumber : Data diolah, 2011
Keterangan : ∆Yb (Perubahan Pendapatan Subsektor Perikanan Tangkap) ICOR (Tingkat Efisiensi Penyerapan Investasi) I (Investasi di Subsektor Perikanan Tangkap)
Berdasarkan
Tabel
28,
maka
dapat
dihitung
persamaan
linear
perkembangan investasi berdasarkan nilai ICOR 3,31 dan 3,42 (Gambar 21). Perkembangan investasi subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan Tahun 2003-2008 berdasarkan nilai ICOR 3,31 diperoleh persamaan linear y = -4358,6x + 78945 dan 3,42 dengan persamaan linear y= -4503,5x + 81568. Artinya perkembangan
investasi
subsektor
perikanan
tangkap
Kota
Pekalongan
berdasarkan nilai ICOR 3,31 dan 3,42 setiap tahunnya mengalami penurunan
Perkembangan Investasi
sebesar 4.358 dan 4.503,5 satuan.
90000 80000 70000 60000 50000 40000 30000 20000 10000 0
y = -4503.5x + 81568 y = -4358.6x + 78945
2003/2004
2004/2005
2005/2006
2006/2007
2007/2008
Tahun
Gambar 21 Perkembangan investasi subsektor perikanan tangkap Pekalongan tahun 2003-2008. Berdasarkan kedua persamaan linear yang diperoleh, maka dapat diperkirakan kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap yang diperlukan pada Tahun 2008-2013 di Kota Pekalongan. Kebutuhan investasi subsektor
67
perikanan tangkap tahun 2010-2011 berkisar antara Rp44.076.000.000,00 – Rp45.540.000.000,00, sedangkan untuk tahun 2012-2013 berkisar antara Rp35.359.000.000,00 – Rp36.533.000.000,00. Kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap pada Tahun 2008-2013 dapat dilihat pada Tabel 29.
Tabel 29 Kebutuhan investasi subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan Tahun 2008-2013 (juta rupiah) Investasi (juta Rp)
Tahun
ICOR 3,31 52.793 48.434 44.076 39.717 35.359
2008/2009 2009/2010 2010/2011 2011/2012 2012/2013
ICOR 3.42 54.547 50.043 45.540 41.036 36.533
Sumber : Data diolah, 2011.
ICOR I Sumber nilai ICOR
: Tingkat efisiensi penyerapan investasi : Investasi subsektor perikanan tangkap : Kajian Strategi Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PKSPL-IPB 2004).
Investasi yang dibutuhkan oleh subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan adalah sebagian besar digunakan untuk perbaikan, pengelolaan, serta pengembangan sarana dan prasarana Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan. Perbaikan sarana dan prasarana pelabuhan dapat memberikan pemasukan bagi sektor lain seperti sektor industri dalam pengadaan material yang diperlukan untuk perbaikan sarana serta sektor jasa terkait dengan distribusi air bagi penunjang kegiatan di lingkungan pelabuhan.
6.6 Komoditas Unggulan Perikanan Tangkap Kota Pekalongan Komoditas unggulan dapat ditentukan dengan melakukan perhitungan terhadap volume produksi dari subsektor perikanan tangkap. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan metode Location Quentient (LQ). Analisis LQ dalam penentuan hasil tangkapan unggulan yaitu dengan cara membandingkan hasil tangkapan di Provinsi Jawa Tengah dengan hasil tangkapan Kota Pekalongan (Lampiran 3 dan 4). Produksi subsektor perikanan tangkap dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu kelompok ikan demersal, kelompok ikan pelagis besar, kelompok ikan pelagis kecil dan kelompok binatang lunak.
68
Ikan atau hasil tangkapan Kota pekalongan yang menjadi objek perhitungan dalam penentuan komoditas unggulan adalah ikan yang paling dominan dan memiliki volume produksi yang relatif tinggi di Kota Pekalongan. Ikan tersebut antara lain: 1)
Kelompok ikan demersal adalah manyung (Arius sp) dan bawal hitam (Formio niger);
2)
Kelompok ikan pelagis besar adalah tongkol (Euthynnus spp) dan tenggiri (Scomberomerus commersoni);
3)
Kelompok ikan pelagis kecil adalah selar (Caranx leptolepis), layang (Decapterus roselli), tembang (Clupea fimbriata), lemuru (Clupea longiceps), kembung (Rastrelliger); dan
4)
Kelompok binatang lunak adalah cumi-cumi (Loligo sp.)
Ikan pelagis besar yang terdapat di Kota Pekalongan dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu tongkol (Euthynnus spp) dan tenggiri (Scomberomerus commersoni). Nilai LQ kelompok ikan pelagis besar Kota Pekalongan tahun 2003-2008 menunjukkan kecenderungan yang meningkat (Tabel 30 dan Gambar 22). Nilai LQ ikan tongkol tertinggi terjadi pada tahun 2006 sebesar 3,83, sedangkan untuk nilai LQ ikan tenggiri tertinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar
Nilai LQ
0,61.
4.50 4.00 3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00
y = 0.2498x + 1.847
y = 0.0311x + 0.3376
2003
2004
2005
2006 Tahun
2007 Tongkol
2008 Tenggiri
Gambar 22 Nilai LQ ikan tongkol dan ikan tenggiri Kota Pekalongan 2003-2008
69
Tabel 30 Nilai LQ kelompok ikan di Kota Pekalongan Tahun 2003-2008
No
1
Nilai LQ Komoditas Unggulan Kota Pekalongan terhadap Provinsi jawa tengah 2003 2004 2005 2006 2007 2008 LQ LQ LQ LQ LQ LQ
Jenis Ikan
Pelagis kecil a. selar b. layang c. tembang d. lemuru e. kembung Pelagis besar a. Tongkol b. Tenggiri Demersal a. Manyung b. Bawal hitam Mollusca (cumi-cumi)
2
3
4
1,70
1,24
1,92
1,17
1,18
0,66
1,56 0,65 2,31 1,11
1,83 0,64 1,95 3,42
1,94 0,63 2,11 4,02
2,13 0,79 1,86 5,15
1,97 0,87 1,89 4,89
1,52 1,63 2,55 6,16
2,22 0,41
2,40 0,42
2,00 0,36
3,83 0,48
2,05 0,40
3,82 0,61
0,04 1,24 0,12
0,06 0,80 0,07
0,16 0,79 0,25
0,41 0,64 0,37
0,44 0,98 0,31
0,43 2,10 0,39
Sumber : Data diolah 2011.
Nilai LQ tiap jenis ikan pelagis kecil bervariasi selama periode tahun 2003-2008. Nilai yang tertinggi untuk ikan pelagis kecil selama periode 2003- 2008 terjadi pada kembung. Ada tiga jenis ikan yang menunjukkan nilai LQ selalu di atas satu, yaitu ikan layang, lemuru dan kembung. Nilai LQ jenis kelompok ikan pelagis kecil lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 30 dan Gambar 23.
7.00
Nilai LQ
6.00 5.00 4.00
Selar
3.00
Bawal Hitam
Layang
2.00
Tembang
1.00 0.00
Lemuru 2003
2004
2005
2006
2007
2008
Banyar
Tahun
Gambar 23 Nilai LQ ikan pelagis kecil Kota Pekalongan tahun 2003-2008.
70
Ikan demersal yang termasuk dalam hasil tangkapan dominan di Kota Pekalongan adalah ikan manyung. Pada periode Tahun 2003-2008 ikan manyung tidak pernah memperoleh nilai LQ lebih dari satu. Nilai LQ tertinggi diperoleh pada tahun 2007 sebesar 0,44 dan nilai terendah diperoleh pada tahun 2003 sebesar 0,04. Nilai LQ ikan manyung lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 30 dan Gambar 24. 0.60 y = 0.0965x - 0.0807 R² = 0.871
Nilai LQ
0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 0.00 2003
2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Gambar 24 Nilai LQ ikan demersal (ikan manyung) Kota Pekalongan tahun 2003-2008. Kelompok Mollusca atau hewan lunak cukup dominan di Kota Pekalongan adalah cumi-cumi (Loligo sp). Nilai LQ cumi-cumi pada periode 2003-2008 selalu memiliki nilai LQ di bawah satu. Nilai LQ tertinggi cumi-cumi yaitu pada tahun 2008 sebesar 0,39, sedangkan yang terkecil cumi-cumi pada tahun 2004 sebesar yaitu sebesar 0,07. Nilai LQ cumi-cumi untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 30 dan Gambar 25. 0.50 y = 0.0619x + 0.0359
Nilai LQ
0.40 0.30 0.20 0.10 0.00 2003
2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Gambar 25 Nilai LQ cumi-cumi Kota Pekalongan Tahun 2003-2008.
71
Berdasarkan perhitungan nilai LQ, maka dapat ditentukan nilai bobot LQ dan nilai bobot trend. Ketentuan untuk nilai bobot LQ adalah apabila nilai LQ > 1 maka diberi bobot 3. Apabila nilai 0,8 < LQ < 0,99 maka diberi bobot 2 dan apabila nilai LQ < 0,8 maka diberi bobot 1. Adapun ketentuan untuk nilai bobot trend adalah apabila trend nya mengalami peningkatan, maka diberi bobot 3, apabila trend nya tetap, maka diberi bobot 2 dan apabila trend nya mengalami penurunan, maka diberi bobot 1. Berdasarkan pembobotan nilai LQ, pada periode tahun 2003-2008 Ikan layang, lemuru, tongkol dan kembung setiap tahunnya selalu mendapatkan nilai bobot LQ sama dengan 3. Ikan tenggiri, manyung dan cumi-cumi selalu mendapatlkan nilai bobot LQ sama dengan 1. Nilai LQ yang selalu tetap setiap tahunnya menyebabkan komoditas tersebut mendapatkan nilai bobot trend sama dengan 2. Ikan lainnya memiliki nilai LQ dan nilai bobot trend yang bervariasi antara 1, 2 dan 3, sehingga trend perkembangan nilai LQ tahun 2003-2008 ada yang menurun dan ada yang meningkat. Penilaian bobot LQ dan bobot trend selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 31. Berdasarkan Tabel 31, menunjukkan bahwa ikan yang memiliki nilai bobot total tertinggi dengan total bobot sebesar 20 adalah terdapat empat ikan yaitu layang, lemuru, tongkol dan kembung. Ikan yang memiliki bobot terendah adalah tenggiri, manyung dan cumi-cumi, dengan total bobot sebesar 8. Selang yang digunakan untuk penentuan suatu kelas komoditas, yaitu untuk kelas komoditas unggulan adalah 17-20, untuk kelas komoditas netral adalah 13-16 dan untuk kelas komoditas non unggulan adalah 8-12. kelompok ikan yang menjadi komoditas unggulan adalah selar dengan nilai LQ sebesar 17 serta ikan layang, lemuru, tongkol dan kembung yang memiliki nilai LQ sebesar 20.
72
Tabel 31 Penilaian bobot LQ dan bobot trend kelompok ikan di Kota Pekalongan tahun 2003-2008 Nilai LQ Komoditas Unggulan Kota Pekalongan terhadap Provinsi jawa tengah
Nilai
Total
Komoditas
2003
2004
2005
2006
2007
2008
bobot
LQ
LQ
LQ
LQ
LQ
LQ
trend
a. Selar
3
3
3
3
3
1
1
17
Unggulan
b. Layang
3
3
3
3
3
3
2
20
c. Tembang
1
1
1
1
2
3
3
12
Unggulan Non Unggulan
d. Lemuru
3
3
3
3
3
3
2
20
Unggulan
e. Kembung
3
3
3
3
3
3
2
20
Unggulan
a. Tongkol
3
3
3
3
3
3
2
20
b. Tenggiri
1
1
1
1
1
1
2
8
Unggulan Non Unggulan
a. Manyung 1 b. Bawal hitam 3 Mollusca 4 (cumi-cumi) 1 Sumber : Data diolah 2011.
1
1
1
1
1
2
8
Non Unggulan
3
3
3
3
3
3
15
1
1
1
1
1
2
8
No 1
2
3
Jenis Ikan Pelagis kecil
Pelagis besar
Demersal
Netral Non Unggulan
Berdasarkan hasil perhitungan LQ dalam penentuan kelas komoditas hasil tangkapan di Kota Pekalongan, ikan yang menjadi komoditas unggulan adalah kelompok ikan pelagis yaitu selar, layang, lemuru, kembung dan tongkol. Ikan tersebut ditangkap oleh alat tangkap purse seine. Daerah penangkapan ikan yang menjadi tujuan pengoperasian alat tangkap purse seine jauh dari fishing base, yaitu sekitar Laut Jawa hingga Laut Cina Selatan. Hal tersebut menjadi faktor penting dalam penentuan strategi pengembangan perikanan tangkap Kota Pekalongan, yaitu perlu dilakukan peningkatan kualitas sarana dan prasarana pelabuhan, sehingga dapat memberikan kenyamanan pada nelayan dalam melakukan aktifitas dan menjadikan nelayan untuk tetap memilih mendaratkan hasil tangkapannya di PPN Kota Pekalongan.
73
6.7 Strategi Pengembangan Strategi pengembangan subsektor perikanan tangkap di Kota Pekalongan sangat diperlukan. Penjabaran hasil identifikasi terhadap komponen-komponen analisis SWOT yang terdapat di Kota Pekalongan diuraikan lebih lanjut.
6.7.1 Identifikasi unsur SWOT subsektor perikanan tangkap 1) Kekuatan (Strenght) S1) Kesempatan kerja di subsektor perikanan tangkap cukup besar. Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan merupakan salah satu pelabuhan perikanan terbesar di Jawa Tengah. Penyerapan tenaga kerja di sektor perikanan relatif besar. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Location Quotient (LQ) tenaga kerja yang lebih dari satu, berarti kebutuhan tenaga kerja di subsektor perikanan tangkap dapat terpenuhi dan dapat menyumbang tenaga kerja ke sektor perikanan lainnya. Pada tahun 2008, nilai multiplier effect berdasarkan indikator tenaga kerja Kota Pekalongan adalah 0,24. Hal ini menjelaskan bahwa perubahan satu satuan tenaga kerja subsektor perikanan tangkap akan mempengaruhi perubahan tenaga kerja sektor lainnya yang berkaitan dengan subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan sebesar 0,24 satuan. Jumlah kesempatan kerja subsektor perikanan tangkap yang besar di Pekalongan dapat menjadi kekuatan dalam pengembangan subsektor perikanan tangkap dan dapat meningkatkan kontribusi dari subsektor perikanan tangkap terhadap PDRB Kota Pekalongan.
S2) Sarana dan prasarana cukup lengkap. Alat penangkapan ikan yang paling dominan di Kota Pekalongan adalah purse seine, sehingga sarana perikanan tangkap seperti kapal motor, motor tempel dan alat-alat penangkapannya sudah tergolong baik. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata nelayan yang menangkap ikan di perairan yang jauh dari konsentrasi nelayan atau tempat melabuhkan kapalnya, karena kekuatan kapal yang digunakan mampu melakukan operasi penangkapan ikan di lautan lepas. Prasarana yang dimiliki Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan tergolong lengkap, seperti halnya terdapat TPI, dermaga, pabrik es dan prasarana lainnya. Fasilitas-fasilitas penunjang lainnya masih perlu diaktifkan kembali agar penggunaannya pada
74
kegiatan penangkapan ikan dapat lebih optimal, sehingga akan memberikan pengaruh positif terhadap kualitas dan kuantitas hasil tangkapan nelayan Kota Pekalongan.
S3) Terdapatnya komoditas hasil tangkapan unggulan. Beberapa hasil perikanan tangkap di Kota Pekalongan merupakan komoditas unggulan. Adanya komoditas unggulan akan memberikan dampak positif, yaitu berupa kontribusi yang besar terhadap pendapatan di subsektor perikanan tangkap. Pada kelompok ikan pelagis besar terdapat tongkol sebagai komoditas unggulan, mempunyai nilai LQ sebesar 20. Pada kelompok pelagis kecil ada empat jenis ikan yang menjadi komoditas unggulan, yaitu selar dengan nilai LQ sebesar 17, layang dengan nilai LQ sebesar 20, lemuru dengan nilai LQ sebesar 20 dan banyar dengan nilai LQ 20, serta pada kelompok demersal terdapat bawal hitam yang menjadi komoditas unggulan, dengan nilai LQ sebesar 15.
S4) Kontribusi perikanan tangkap besar terhadap PDRB Kota Pekalongan. Kontribusi subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan terhadap perekonomian Kota Pekalongan relatif besar. Hal tersebut ditunjukkan pada persentase kontribusi nilai PDRB subsektor perikanan tangkap dari tahun 20032009 yang mencapai lebih dari setengah dari total nilai presentase perikanan secara umum. Pada tahun 2003 subsektor perikanan tangkap memberikan kontribusi sebesar 11,74% dari total kontribusi perikanan sebesar 11,75%, hingga pada tahun 2009 perikanan tangkap memberikan kontribusi sebesar 5,91% dari total kontribusi perikanan sebesar 5,98%. Pada tahun 2003-2009 nilai LQ subsektor perikanan tangkap selalu memperoleh nilai lebih dari 1. Pada tahun 2009 nilai LQ mencapai 8,9. Nilai tersebut menyatakan bahwa subsektor perikanan tangkap merupakan sektor basis di Kota Pekalongan. Koefisien efek pengganda yang tinggi juga mmemberikan kontribusi yang baik bagi PDRB Kota Pekalongan. Nilai Multiplier effect
tertinggi terjadi pada tahun 2008, yaitu
sebesar 4,35, artinya setiap peningkatan pendapatan subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan sebesar Rp1,00, maka dapat meningkatkan pendapatan sektor lainnya yang terkait dengan subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan sebesar
75
Rp4,35. Hal tersebut dapat memberikan pengaruh bagi besanya kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap PDRB Kota Pekalongan.
2) Kelemahan (Weakness) W1) Kualitas sumberdaya manusia rendah. Kualitas sumberdaya manusia yang rendah diindikasikan dari banyaknya nelayan di Kota Pekalongan yang berpendidikan hanya tamat SD. Hal tersebut dikarenakan kurang tepatnya pola pikir masyarakat nelayan yang menganggap bahwa untuk menjadi seorang nelayan tidak memerlukan pendidikan yang tinggi, melainkan hanya cukup dengan keterampilan dan pengalaman saja. Tingginya biaya untuk melanjutkan pendidikan juga menjadi faktor kendala bagi nelayan Kota Pekalongan, sehingga mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia menjadi rendah. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia menyebabkan masyarakat nelayan di Kota Pekalongan melakukan pengelolaan dan penanganan hasil tangkapan masih menggunakan cara-cara yang tradisional, sehingga tidak dapat meningkatkan nilai ekonomis hasil tangkapan, yang nantinya dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga.
W2) Potensi sumberdaya laut rendah. Produksi perikanan tangkap Kota Pekalongan cukup besar, namun tidak sejalan dengan potensi yang dimiliki Perairan Kota Pekalongan, karena besarnya capaian produksi Kota Pekalongan sebagian besar didapatkan dari luar wilayah Perairan Kota Pekalongan, seperti daerah Karimunjawa, Laut Cina Selatan, Perairan Makasar dan perairan daerah timur lainnya. Perairan Kota Pekalongan masih perlu pengelolaan yang lebih baik agar potensi perikanannya dapat meningkat kembali dan dapat dimanfaatkan secara efektif sehingga dapat lebih menguntungkan.
W3) Regulasi perikanan dari pemerintah berbelit-belit Sektor perikanan merupakan salah satu sektor di bawah koordinasi pemerintah Kota Pekalongan. Banyak pula instansi terkait yang berperan serta dalam kemajuan sektor ini. Instansi tersebut terdiri atas Dinas Kelautan dan
76
Perikanan, syahbandar perikanan, pengelola TPI, KUD Makaryo Mino dan kantor Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan. Sampai saat ini koordinasi antara Pemerintah Kota dengan instansi-insatansi tersebut masih kurang baik, sehingga menyebabkan terjadinya regulasi yang berbeli-belit dalam menangani kegiatan di subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan. Hal ini menjadikan nelayan Kota Pekalongan malas untuk mengurus segala administrasi yang berkaitan dengan kegiatan penangkapan ikan. Contohnya, Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Pekalongan memiliki alokasi dana gratis untuk perpanjangan surat atau dokumen yang berkaitan dengan ijin melakukan operasi penangkapan ikan, namun dana tersebut tidak termanfaatkan dengan maksimal karena masih banyak nelayan yang belum mengetahui adanya alokasi dana tersebut. Koordinasi dengan pihak swasta atau PERUM yang sebagian besar memegang kepemilikan fasilitas pelabuhan juga kurang baik. Hal ini terlihat dari terdapatnya beberapa fasilitas pelabuhan yang tidak berfungsi, sehingga banyak nelayan lebih memilih mendaratkan hasil tangkapnnya ke daerah lain.
W4) Kurangnya pendampingan kepada nelayan. Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Pekalongan telah mencanangkan program penyuluhan kepada nelayan. Program tersebut merupakan media koordinasi antara dinas dengan nelayan yang bertujuan untuk memberi pembekalan kepada nelayan terkait peningkatan kualitas sumberdaya, namun adanya penyuluhan tersebut belum efektif dalam meningkatkan kualitas sumberdaya nelayan. Kekurangan pemerintah dalam melaksanakan program ini adalah tidak diadakannya kegiatan pendampingan oleh pemerintah kepada nelayan, sehingga bekal yang didapat di penyuluhan tidak bermanfaat dengan maksimal.
3) Peluang (Opportunity) O1) Jumlah sumberdaya nelayan tinggi. Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan merupakan pelabuhan perikanan nusantara terbesar di Jawa Tengah. Adanya PPN dan fasilitasfasilitasnya sangat menunjang dalam pelaksanaan kegiatan perikanan tangkap.
77
Perikanan tangkap Kota Pekalongan memiliki peran yang baik bagi daerah karena selain memberikan kontribusi terhadap PDRB yang cukup besar, perikanan tangkap juga menyerap banyak tenaga kerja, sehingga dapat mengurangi pengangguran di Kota Pekalongan. Hal ini dapat menjadi salah satu peluang dalam pengembangan perikanan tangkap Kota Pekalongan.
O2) Tingkat permintaan dari luar terhadap produk perikanan yang tinggi. Tingginya pertumbuhan jumlah penduduk dan meningkatnya kesadaran manusia akan arti penting produk perikanan bagi kesehatan dan kecerdasan, diyakini akan meningkatkan permintaan terhadap produk perikanan di masa mendatang. Tata guna lahan di daratan yang semakin menyempit dikarenakan pembangunan dan pengembangan kegiatan ekonomi lainnya akan memperkecil penggunaan lahan untuk kegiatan pertanian. Dengan demikian berkurangnya lahan produksi menyebabkan pasokan bahan pangan dari sektor pertanian semakin kecil. Produk pertanian menjadi alternatif bagi penyediaan sumber bahan pangan sebagai pengganti produk pertanian. Tingkat permintaan perikanan dipengaruhi pula oleh pola konsumsi masyarakat yang mengarah pada pola konsumsi berimbang. Hal tersebut sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan dan pendidikan masyarakat yang semakin baik. Dengan pola pangan yang berimbang, maka konsumsi protein hewani akan semakin besar, khususnya dari ikan.
O3) Adanya laboratorium pengujian mutu hasil perikanan. Produksi perikanan tangkap Kota Pekalongan cukup tinggi setiap tahunnya. Hasil tangkapan sebesar 20% dipasarkan di pasar lokal yaitu Kota Pekalongan, Kabupaten Batang, Tegal dan daerah di sekitar Kota Pekalongan. Sementara 80% lainnya dipasarkan ke daerah Jakarta, Sumatera dan Tujuan ekspor. Ikan yang dipasarkan berupa ikan olahan, seperti ikan asin dan ikan kaleng. Adanya Laboratorium Pengujian Pengawasan Mutu Hasil Perikanan sangat menunjang dalam penentuan kualitas ikan, baik segar maupun olahan yang siap atau layak untuk dipasarkan ke luar daerah maupun ekspor.
78
O4) Terdapat kapal khusus pengangkut ikan. Adanya kapal khusus pengangkut ikan di suatu pelabuhan sangat prospektif bagi kemajuan perikanan tangkap daerah tersebut. Kapal khusus pengangkut ikan dapat menjadi solusi alternatif bagi nelayan dalam menjaga dan menangani hasil tangkapan agar tetap segar, sehingga ikan tetap memiliki nilai ekonomis dan harga jual yang tinggi. Pemerintah Kota Pekalongan mulai tahun 2011 telah mengadakan kapal khusus pengangkut ikan. Hal ini bertujuan untuk mengatasi masalah dan memfasilitasi nelayan agar tetap mendaratkan hasil tangkapannya ke TPI Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan. Kelebihan diadakannya kapal pengangkut ikan adalah ikan yang didaratkan lebih segar, karena tidak lama tersimpan di atas kapal. Selain itu jumlah produksi juga akan kembali meningkat, karena nelayan yang biasanya mendaratkan hasil tangkapan di tempat lain akan kembali mendaratkan hasil tangkapan di Pelabuhan Kota Pekalongan. Adanya program pengadaan kapal khusus belum menunjukkan dampak yang begitu besar, karena program ini belum berjalan maksimal atau masih perlu perbaikan dan akan terus dilakukan pengembangan. Adanya kapal khusus ini dianggap sangat propektif bagi pengembangan perikanan tangkap untuk kedepannya.
4) Ancaman (Threats) T1) Persaingan pasar dengan daerah lain. Posisi Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan terletak tidak jauh dari Pusat Pendaratan Ikan Kabupaten Batang. Hal tersebut merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya persaingan pasar. Selain itu kesamaan komoditas yang diproduksi dengan daerah tersebut juga mempengaruhi yaitu akan terjadi persaingan dalam penjualan komoditas. Hal ini akan menyebabkan turunnya harga jual komoditas tersebut dan akan menjadi ancaman pada perkembangan subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan.
T2) Harga bahan bakar minyak yang cukup tinggi. Tingginya harga bahan bakar dapat menjadi hambatan bagi nelayan Kota Pekalongan. Hal ini sangat berpengaruh ketika nelayan akan melakukan operasi
79
penangkapan ikan. Bahan bakar merupakan suatu bekal yang sangat diperlukan oleh nelayan, karena akan digunakan untuk bahan bakar penggerak mesin kapal dan juga bahan untuk lampu genset. Semakin tinggi harga bahan bakar, maka modal yang diperlukan dalam operasi penangkapan ikan akan semakin besar. Hal tersebut sering menjadikan nelayan Kota Pekalongan jadi malas melaut dan memilih untuk berpindah profesi. Artinya tingginya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) menjadi ancaman bagi pengembangan subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan.
T3) Adanya sindikat penjualan ikan di laut. Menurunnya sumberdaya ikan di Laut Utara Jawa menyebabkan nelayan Kota Pekalongan memilih daerah penangkapan di daerah makasar dan daerah timur lainnya. Jauhnya daerah penangkapan maka modal yang diperlukan untuk perbekalan juga semakin tinggi. Setiap melakukan operasi penangkapan ikan, nelayan memiliki satu tujuan yaitu memperoleh keuntungan. Hal tersebut yang umumnya membuat nelayan melakukan segala cara untuk mencapai keuntungan. Salah satunya adalah melalui kegiatan penjualan ikan di laut. Nelayan melakukan penjualan di laut biasanya karena adanya tawaran harga yang lebih menarik, selain itu nelayan tidak perlu melakukan penangan ikan diatas kapal.
T4) Banyak nelayan mendaratkan ikan di tempat lain. Daerah penangkapan ikan yang jauh dari Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan adalah salah satu alasan nelayan Pekalongan melakukan pendaratan di tempat lain. Hal itu dilakukan, karena nelayan ingin menjaga kesegaran ikan agar nilai jualnya tetap tinggi. Selain itu, faktor lain yang menyebabkan pendaratan di tempat lain adalah lokasinya dekat dengan daerah penangkapan ikan, nilai jual ikan yang lebih tinggi dan lebih ramainya kegiatan jual beli di pasar tersebut. Maka diperlukan solusi untuk mengatasi hal tersebut, karena jika tidak
diatasi
subsektor
pengembangannya.
perikanan
tangkap
akan
terancam
dalam
80
6.7.2 Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) Faktor strategi internal yang memiliki nilai bobot total tertinggi adalah faktor sarana dan prasarana yang cukup lengkap. Nilai yang didapatkan sebesar 2.786 poin. Faktor dengan nilai bobot total terendah adalah kurangnya potensi sumberdaya laut, yaitu dengan nilai yang didapatkan sebesar 1.107 poin. Nilai rata-rata bobot total pada matriks IFE ini adalah 13.361. Hal tersebut menunjukkan
bahwa
Kota
Pekalongan
mampu
menggunakan
kekuatan
internalnya dalam menangani kelemahan yang terdapat di dalam Kota Pekalongan.Matriks IFE Kota Pekalongan disajikan pada Tabel 32 dan Lampiran 5.
Tabel 32 Matriks IFE Kota Pekalongan Faktor Strategi Internal
Bobot Nilai
Nilai yang di bobot
Kekuatan A. Kesempatan kerja cukup besar di subsektor perikanan tangkap
0.580
3
1.741
B. Sarana dan prasarana cukup lengkap
0.696
4
2.786
C. Terdapatnya komoditas hasil tangkapan unggulan D. Kontribusi subsektor perikanan tangkap besar terhadap PDRB Kota Pekalongan Kelemahan E. Kualitas SDM rendah F. Potensi sumberdaya laut rendah
0.589
4
2.357
0.509
3
1.527
0.732
2
1.464
0.554
2
1.107
G. Regulasi perikanan dari pemerintah berbelit-belit
0.777
2
1.554
H. Kurangnya pendampingan kepada nelayan
0.563
2
1.125
TOTAL
13.661
Sumber : Data diolah, 2011.
6.7.3 Matriks EFE (External Factor Evaluation) Faktor strategi eksternal yang memiliki nilai bobot total tertinggi adalah permintaan dari luar terhadap produk perikanan yang tinggi dengan nilai sebesar 3,071 poin. Faktor dengan nilai bobot total terendah adalah faktor persaingan pasar dengan daerah lain, yaitu dengan nilai sebesar 0,554 poin. Jumlah nilai yang dibobot adalah sebesar 12.393.
Nilai tersebut menunjukkan bahwa Kota
Pekalongan tepat berada pada nilai rata-rata dalam usahanya untuk menjalankan
81
strategi yang memanfaatkan peluang. Matriks EFE Kota Pekalongan dilihat dari aspek peluang dan ancaman yang dihadapi dapat dilihat pada Tabel 33 dan Lampiran 6.
Tabel 33 Matriks EFE Kota Pekalongan Faktor Strategi Eksternal Peluang A. Jumlah sumberdaya nelayan tinggi B. Tingkat permintaan dari luar terhadap produk perikanan yang tinggi C. Adanya laboratorium pengujian mutu hasil perikanan D. Terdapatnya Kapal khusus pengangkut ikan Ancaman E. Persaingan pasar dengan daerah lain F. Harga BBM unit penangkapan ikan yang cukup tinggi G. Adanya sindikat penjualan ikan di laut H. Banyak nelayan mendaratkan ikan di tempat lain
Bobot
Nilai
Nilai yang di bobot
0.705
3
2.116
0.768 0.420 0.607
4 4 3
3.071 1.679 1.821
0.554 0.527 0.741 0.679
1 2 1 2
0.554 1.054 0.741 1.357 12.393
TOTAL Sumber : Data diolah, 2011.
Hasil analisis pada matriks IFE dan EFE memperlihatkan posisi kuadran dari strategi pengembangan subsektor perikanan tangkap di Kota Pekalongan (Gambar 26), yaitu didapatkan titik ordinat (3,16;4,98) yang terletak pada kuadran I. Posisi kuadran I mengindikasikan bahwa strategi pengembangan subsektor perikanan tangkap di Kota Pekalongan memiliki kekuatan dan peluang yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung kebijakan pengembangan secara agresif.
Peluang (3,16;4,98) Kelemahan Internal
Kekuatan Internal
Ancaman Gambar 26 Diagram analisis SWOT pengembangan susbsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan.
82
6.7.4 Matriks SWOT Alternatif strategi pengembangan perikanan tangkap Kota Pekalongan ditunjukkan dalam matriks SWOT yang diperoleh dari kombinasi strategi SO (Strenght-Opportunities), WO (Weakness-Opportunities), ST(Strenght-Threats) dan WT (Weakness-Threats) yang terdapat di Kota Pekalongan. Alternatif stretegi tersebut dijelaskan pada Tabel 34.
6.7.5 Perumusan strategi utama Tiga strategi utama yang perlu dilakukan dalam pengembangan subsektor perikanan tangkap di Kota Pekalongan adalah 1)
Memfokuskan
dalam
peningkatan
mutu
hasil
tangkapan
dengan
memaksimalkan kapal pengangkut ikan dan laboratorium pengujian mutu, guna menghasilkan kualitas produk ikan segar dan olahan yang memiliki nilai ekonomis tinggi serta memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam akses sarana dan prasarana dalam mengembangkan usaha baru di bidang perikanan tangkap; 2)
Melakukan pengembangan subsektor perikanan tangkap yang berkelanjutan dengan memanfaatkan kesempatan kerja yang besar dan hasil tangkapan unggulan guna memenuhi permintaan yang tinggi dari luar daerah, sehingga dapat meningkatkan kontribusi perikanan tangkap terhadap PDRB daerah; dan
3) Memberi kemudahan bagi nelayan dalam segala regulasi dan urusan administrasi sehingga nelayan dapat tetap konsisten dan dapat memanfaatkan potensi sumberdaya laut yang tersedia dan dapat memenuhi permintaan produk dari luar daerah.
83
Tabel 34 Matriks SWOT pengembangan subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan
Peluang : 1. Tingginya jumlah SDM atau nelayan 2. Tingkat permintaan produk perikanan dari luar yang tinggi 3. Adanya lab pengujian mutu hasil perikanan 4. Terdapat kapal khusus pengankut ikan
Ancaman : 1. Persaingan pasar dengan daerah lain 2. Harga BBM untuk unit penangkapan tinggi 3. Adanya sindikat penjualan ikan di laut 4. Banyak nelayan melakukan pendaratan ikan di tempat lain
Sumber : Data diolah, 2011.
Kekuatan : 1. Kesempatan kerja yang cukup besar 2. Sarana dan prasarana cukup lengkap 3. Terdapat komoditas tangkapan unggulan 4. Kontribusi terhadap PDRB cukup besar Strategi SO : 1. Pengembangan subsektor perikanan tangkap yang berkelanjutan dengan memanfaatkan kesempatan kerja yang besar dan hasil tangkapan unggulan guna memenuhi permintaan yang tinggi dari luar daerah, sehingga dapat meningkatkan kontribusi perikanan tangkap terhadap PDRB daerah. 2. Memfokuskan dalam peningkatan mutu hasil tangkapan dengan memaksimalkan kapal pengankut ikan dan lab pengujian mutu guna menghasilkan kualitas produk ikan segar dan olahan yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam akses sarana dan prasarana agar dapat mengembangkan usaha baru di bidang perikanan.
Kelemahan : 1. Kualitas SDM yang rendah 2. Kurangnya potensi sumberdaya laut 3. Regulasi perikanan dari pemerintah berbeli-belit 4. Kurangnya pendampingan nelayan Strategi WO : 1. Meningkatkan pendampingan kepada nelayan guna meningkatkan keterampilan nelayan sehingga dapat memanfaatkan potensi sumberdaya laut dengan maksimal dan sesuai aturan. 2. Memberi kemudahan bagi nelayan dalam segala regulasi dan urusan administrasi sehingga nelayan dapat tetap konsisten dan dapat memenfaaakan potensi sumberdaya laut yang tersedia dan dapat memenuhi permintaan produk dari luar daerah.
Strategi ST : 1. Pemanfaatan secara maksimal terhadap sarana dan komoditas hasil tangkapan unggualan merupakan suatu langkah yang dapat dilakukan dalam bersaing dengan pasar dengan daerah lain. 2. Peningkatan pengawasan terhadap kegiatan-kegiatan penangkapan agar tidak melanggar peraturan seperti sindikat penjualan ikan di laut guna meningkatkan volume produksi Pekalongan segingga dapat bersaing dengan daerah lain.
Strategi WT : 1. Meningkatkan keteramapilan nelayan dalam memanfatatkan secara maksimal sumberdaya laut yang tersedia guna menghadapi persaingan pasar yang ada. 2. Memberikan kemudahan dalam regulasi dan menydiakan subsidi BBM bagi nelayan agar nelayan tetap melakukan pendaratan di PPN Pekalongan dan tidak melakukan penjualan ikan di laut dalam meningkatkan penghasilan.
84
Tabel 35 Perankingan alternatif strategi pengembangan subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan No
Alternatif
Unsur-unsur
strategi
terkait
1
SO1
2
SO2
Jumlah pembobotan
S1, S2, S3, S4, O2,
1,741+2,786+2,357+
O3
1,527+3,071+1,679
S2, S3, S4,O2, O3,
2,786+2,357+1,527+
O4
3,071+1,679+1,821
Skor
Rangking
13,161
2
13,241
1
3
WO1
W5, W6, W7, O1
1,464+1,107+1,554+2,116
6,241
4
4
WO2
W5, W6, W7, O2
1,464+1,107+1,554+3,071
7,196
3
5
ST1
S2, S3, T5
2,786+2,357+0,554
5,697
5
6
ST2
T5, T7, T8
0,554+0,741+1,557
2,849
8
7
WT1
W5, W6, T5
1,464+1,107+0,554
3,125
7
8
WT2
W7, T6, T7, T8
1,554+1,054+0,741
3,349
6
Sumber : Data diolah, 2011.
85
7. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini adalah : 1) Subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan merupakan sektor basis. Pada tahun 2009 kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap total PDRB Kota Pekalongan sebesar 5,91% dengan nilai LQ yang diperoleh sebesar 8,9; 2) Pada tahun 2008 multiplier effect yang ditimbulkan pada setiap peningkatan pendapatan subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan sebesar Rp1,00 akan meningkatkan pendapatan sektor lainnya yang terkait subsektor perikanan tangkap di wilayah tersebut sebesar Rp4,35 dan setiap terjadi perubahan satu satuan tenaga kerja subsektor perikanan tangkap akan mempengaruhi perubahan total tenaga kerja sektor lainnya di Kota Pekalongan sebesar 0,24 satuan; 3) Hasil tangkapan unggulan di Kota Pekalongan adalah ikan selar, layang, lemuru dan kembung yang didapat dari alat tangkap purse seine, serta ikan tongkol yang didapat oleh alat tangkap gillnet; 4) Strategi utama untuk pengembangan subsektor perikanan tangkap Kota Pekalongan adalah : a) Memfokuskan
pada
peningkatan
mutu
hasil
tangkapan
dengan
memaksimalkan kapal pengangkut ikan dan laboratorium pengujian mutu serta memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam akses sarana dan prasarana untuk mengembangkan usaha baru di bidang perikanan tangkap; b) Melakukan
pengembangan
subsektor
perikanan
tangkap
yang
berkelanjutan dengan memanfaatkan kesempatan kerja yang besar dan hasil tangkapan unggulan guna memenuhi permintaan yang tinggi dari luar daerah; dan c) Memberi kemudahan bagi nelayan dalam segala regulasi dan urusan administrasi sehingga tetap konsisten dalam memanfaatkan potensi sumberdaya laut yang tersedia dan dapat memenuhi permintaan produk dari luar daerah.
86
7.2 Saran Saran yang dapat diberikan mengenai penelitian ini adalah : 1) Subsektor perikanan tangkap hendaknya menjadi prioritas dalam pembangunan daerah Kota Pekalongan; 2) Komoditas hasil tangkapan unggulan yang telah diketahui dari perhitungan nilai LQ harus terus dikembangkan dan ditingkatkan jumlah produktivitasnya; 3) Penanganan hasil perikanan Kota pekalongan diharapkan dapat terus ditingkatkan dengan penambahan armada atau kapal khusus penangkapan ikan dan pemanfaatan Laboratorium Pengujian Pengawasan Mutu Hasil Perikanan guna menghasilkan produk ikan segar dan olahan yang berkulalitas dan memiliki nilai ekonomis tinggi, sehingga dapat menambah pendapatan daerah; 4) Mengaktifkan kembali sarana dan prasarana yang terdapat di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan agar mempermudah nelayan dalam segala kegiatan yang berhubungan dengan operasi penangkapan ikan.
87
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2008. http://mediadata.co.id/Multi-Client-Studies/MCS-IndonesianEdition/KINERJA-EKSPOR-SEKTOR-PERIKANAN-INDONESIA.html [21 Desember 2008] Ayodhyoa. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Bogor: Yayasan Dewi Sri. 97 hal. [BPS] Badan Pusat Statistik Kota Pekalongan. 2010. Hasil Sensus Penduduk 2010. Pekalongan: BPS.382 hal. [BPS] Badan Pusat Statistik Jawa Tengah. 2009. Hasil Sensus Penduduk 2009. Jawa Tengah: BPS. 422 hal. von Brandt A. 2005. Fish Catching Methods of the World 4 th Edition. England: Fishing New Book Ltd. 523hal. Budiharsono S. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Jakarta: PT. Pradnya Paramitha. Dewi M. 2008. Analisis Strategi Pemasaran Pengelola Pariwisata Pantai Pangandaran Pasca Tsunami, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. [Skripsi] (tidak dipublikasi). Bogor: Program Studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 112 hal. [DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Pekalongan. 2010. Profil dan Statistik Kelautan dan Perikanan 2010. Pekalongan: DKP. 113 hal [DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Tengah. 2009. Laporan Statistik Kelautan dan Perikanan 2009. Jawa Tengah: DKP. 116 hal Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Tengah. 2008. Laporan Tahunan Produksi dan Raman Ikan Pelabuhan Perikanan/ Pangkalan Pendaratan Ikan di Jawa Tengah. Dinas Perikanan dan Kelauatan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Semarang. [DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan. 2006. Statistik Kelautan dan Perikanan Tahun 2005. Jakarta. Fyson J. 1985. Design of Small Fishing Vessel. England: Fishing News Book Ltd. 320 pp. Glasson J. 1977. Pengantar Perencanaan Regional. Sitohang P. Penerjemah. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia. Terjemaahan dari Introduction of Regional Planning. Nasional. Hal 63-64
88
Hendayana R. 2003. Aplikasi Metode Location Quetient (LQ) dalam Penentuan Komoditas Unggulan Nasional. Informatika Pertanian. Kadariah. 1985. Ekonomi Perencanaan. Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia. Jakarta. 79 hal. Larasati B. 2007. Kontribusi Perikanan Tangkap Terhadap Pertumbuhan Ekonomi wilayah Kabupaten Garut, Jawa barat. Bogor. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 102 hal. Monintja DR. 1989. Perikanan Tangkap Indonesia : Suatu Pengantar. Bogor. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 49 hal. Nazir M. 2005. Metode Penelitian (cetakan keenam). Bogor: Ghalia Indonesia. 622 hal. Nomura M. 1981. Fishing techniques (2). Compilation of Transcript of Lectures Presented at the Kanagawa International Fisheries Training Center. Tokyo: Japan International Coorperation Agency. 183p. [PPNP] Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan. 2010. Statistik Kelautan dan Perikanan 2010. Pekalongan: PPNP. 86 hal. Rangkuti F. 1997. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Hal 18-20. Sadhori S N. 1985. Teknik Penangkapan Ikan. Bandung : Angkasa. Hal 75-108. Singarimbun M dan S Effendi. 1989. Metode Penelitian Survai Edisi Revisi. LP3ES. Jakarta. 336 hal. Soeratna dan Arsyad. 1993. Metode Penelitian untuk Ekonomi dan Bisnis, Cetakan Revisi. Yogyakarta: Akademi Manajemen Perusahaan UPP YKPN. Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jakarta : Balai Penelitian dan Perikanan Laut. Departemen Pertanian. Hal 219-221. Syafaat N dan Supena. 2000. Analisis Dampak Krisis Ekonomi terhadap Kesempatan Kerja dan Identifikasi Komoditas Andalan Sektor Pertanian di Wilayah Sulawesi : Pendekatan Input Output. Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Vol. XL VIII No. 4.
90
Lampiran 1. Peta fishing ground nelayan Kota Pekalongan
BT
100⁰
105⁰
110⁰
115⁰
120⁰
125⁰
130⁰
135⁰
140⁰ LS 10⁰
5⁰
LAUT CINA SELATAN SE LA T MA KA SS
LAUT JAWA
0⁰
5⁰
LAUT FLORES
SAMUDERA HINDIA
10⁰ Pekalongan
Keterangan : Fishing ground gillnet Fishing ground purse seine
15⁰
90
91
Lampiran 2. Unit Penangkapan ikan
Pelampung
Kompas
Jaring
Pemberat
Kapal
Lampu / genset
91
92
Mesin/Mitsubishi
Hasil Tangkapan
92
Lampiran 3. Perhitungan Komoditas Unggulan
Produksi berdasarkan Tahun dan Wilayah (dalam Ton) No
Jenis Ikan
2003 Pekalongan
2004 Jateng
Pekalongan
2005 Jateng
Pekalongan
2006 Jateng
2007
Pekalongan
Jateng
Pekalongan
2008 Jateng
Pekalongan
Jateng
(qi) 5,149.0
(Qi) 13,001.3
(qi) 3,808.0
(Qi) 12,744.2
(qi) 4,356.0
(Qi) 10,131.5
(qi) 2,510.0
(Qi) 11941.3
(qi) 2222.0
(Qi) 9882.7
(qi) 881.0
(Qi) 10,104.4
22,793.0
62,958.6
31,391.0
71,330.9
16,291.0
37,420.5
13,580.0
35498.3
11905.0
31811.7
7,475.0
37,351.1
1
Selar
2 3
Layang Bawal hitam
392.0
1,364.3
259.0
1,339.9
372
2,099.1
315
2726.5
456.0
2441.3
403.0
1,460.0
4
Tembang
3,033.0
20,048.0
2,498.0
16,348.9
1,990.0
14,031.9
2,548.0
18074.0
2,440.00
14809.7
3,411.0
15,948.7
5
Lemuru
6,872.0
12,783.4
6,521.0
13,897.2
3,820.0
8,083.2
2,581
7715.0
3,114
8671.6
3,063.0
9,143.2
6
Tongkol
6,243.0
12,075.6
5,584.0
9,663.5
4,444
9,896.9
4,468
6,496.0
3,326
8546.8
2,634.0
5,242.2
7
Banyar
3,774.0
14,657.0
4,148.0
5,038.2
3,482.0
3,861.5
2,158.0
2,332.6
1,790
1924.0
1,392.0
1,718.1
8
Tenggiri
204.0
2,161.1
288.0
2,844.9
224
2,795.7
259
2,980.5
240
3184.1
251.0
3,114.5
9
Manyung Cumi – cumi Total Pekalongan Total Jateng
34.0
3,506.8
40.0
2,987.4
72.0
2,059.0
83.0
1,120.2
95
1127.0
104.0
1,823.7
71.0
2,534.7
43
2,446.9
115
2,023.9
134
2,012.7
117.00
2005.3
106.0
2,066.9
10
54,956.43
58,748.28
43,159.88
31,942.78
29,220.46
22,998.42
236,235
244,389.50
192,586.50
177,981.90
153,698.40
174,830.70
Lampiran 4. Perhitungan LQ Komoditas Unggulan
No
Jenis Ikan
2003 qi
Qi
qt
Qt
2004 Qi Qt
Produksi berdasarkan Tahun dan Wilayah (dalam Ton) 2005 2006
Qi
qi
Qt
qt
Qi
qi
Qt
qt
Qi Qt
2007
2008
qi
Qi
qi
qt
Qt
qt
Qi Qt
1
Selar
0.0937
0.0550
0.0648
0.052147
0.1009
0.052608
0.0786
0.0671
0.0760
0.0643
0.0383
0.0578
2
Layang
0.4147
0.2665
0.5343
0.291874
0.3775
0.194305
0.4251
0.1994
0.4074
0.2070
0.3250
0.2136
3
Bawal hitam
0.0071
0.0058
0.0044
0.005483
0.0086
0.0109
0.0099
0.0153
0.0156
0.0159
0.0175
0.0084
4
Tembang
0.0552
0.0849
0.0425
0.066897
0.0461
0.07286
0.0798
0.1015
0.0835
0.0964
0.1483
0.0912
5
Lemuru
0.1250
0.0541
0.1110
0.056865
0.0885
0.041972
0.0808
0.0433
0.1066
0.0564
0.1332
0.0523
6
Tongkol
0.1136
0.0511
0.0950
0.039541
0.1030
0.051389
0.1399
0.0365
0.1138
0.0556
0.1145
0.0300
7
Banyar
0.0687
0.0620
0.0706
0.020615
0.0807
0.020051
0.0676
0.0131
0.0613
0.0125
0.0605
0.0098
8
Tenggiri
0.0037
0.0091
0.0049
0.011641
0.0052
0.014517
0.0081
0.0167
0.0082
0.0207
0.0109
0.0178
9
Manyung
0.0006
0.0148
0.0007
0.012224
0.0017
0.010691
0.0026
0.0063
0.0033
0.0073
0.0045
0.0104
10
Cumi-cumi
0.0013
0.0107
0.0007
0.010012
0.0027
0.010509
0.0042
0.0113
0.0040
0.0130
0.0046
0.0118
Lampiran 5. Penilaian Bobot Faktor Strategi Internal
Faktor Strategi Internal
Kekuatan A B C D
E
Kelemahan F G H
3 3 1 1
3 3 3 2
3 3 2 2
3 3 1 1
3
3 1
2 1 1
Kekuatan
3
A. Jumlah kesempatan kerja yang cukup besar di subsektor perikanan tangkap B. Sarana dan prasarana cukup lengkap C. Terdapatnya komoditas hasil tangkapan unggulan D. Daya beli masyarakat Kota Pekalongan yang tinggi
3 3
1 1 1
1 1
1
1 1 1 1
1 1 1 1
3 1 2 3
3 3 3
Kelemahan E. Kualitas SDM yang rendah F. Kurangnya potensi sumberdaya laut G. Regulasi perikanan dari pemerintah yang berbelit-belit H. Kurangnya pelatihan dan penyuluhan kepada nelayan
Keterangan :
1 = jika faktor horizontal kurang penting daripada faktor vertikal 2 = jika faktor horizontal sama penting daripada faktor vertikal 3 = jika faktor horizontal lebih penting daripada faktor vertikal
3 2 2 3
1 1 2
3 3
3
Total
Bobot
Lampiran 5. (Lanjutan) Penilaian Bobot Faktor Strategi Internal
Kekuatan A B C D
Faktor Strategi Internal
E
Kelemahan F G H
1 1 3 1
3 3 3 3
1 1 1 1
3 3 3 3
3
1 1
3 1 3
Kekuatan
1
A. Jumlah kesempatan kerja yang cukup besar di subsektor perikanan tangkap B. Sarana dan prasarana cukup lengkap C. Terdapatnya komoditas hasil tangkapan unggulan D. Daya beli masyarakat Kota Pekalongan yang tinggi
1 1
3 3 1
3 1
1
3 1 3 1
3 1 3 1
1 1 3 1
3 3 3
Kelemahan E. Kualitas SDM yang rendah F. Kurangnya potensi sumberdaya laut G. Regulasi perikanan dari pemerintah yang berbelit-belit H. Kurangnya pelatihan dan penyuluhan kepada nelayan
TOTAL Keterangan :
1 = jika faktor horizontal kurang penting daripada faktor vertikal 2 = jika faktor horizontal sama penting daripada faktor vertikal 3 = jika faktor horizontal lebih penting daripada faktor vertikal
3 1 3 1
1 3 1
3 3
1
Total
Bobot
Lampiran 5. (Lanjutan) Penilaian Bobot Faktor Strategi Internal
Kekuatan A B C D
Faktor Strategi Internal
E
Kelemahan F G H
3 3 1 3
3 1 3 3
1 1 3 1
3 3 3 3
3
2 1
1 1 2
Kekuatan
3
A. Jumlah kesempatan kerja yang cukup besar di subsektor perikanan tangkap B. Sarana dan prasarana cukup lengkap C. Terdapatnya komoditas hasil tangkapan unggulan D. Daya beli masyarakat Kota Pekalongan yang tinggi
1 3
1 3 1
1 3
1
1 1 3 1
1 3 3 1
3 1 1 1
3 1 3
Kelemahan E. Kualitas SDM yang rendah F. Kurangnya potensi sumberdaya laut G. Regulasi perikanan dari pemerintah yang berbelit-belit H. Kurangnya pelatihan dan penyuluhan kepada nelayan
TOTAL Keterangan :
1 = jika faktor horizontal kurang penting daripada faktor vertical 2 = jika faktor horizontal sama penting daripada faktor vertikal 3 = jika faktor horizontal lebih penting daripada faktor vertikal
1 1 3 1
1 2 3
3 3
2
Total
Bobot
Lampiran 5. (Lanjutan) Penilaian Bobot Faktor Strategi Internal
Kekuatan A B C D
Faktor Strategi Internal
E
Kelemahan F G H
3 2 1 1
3 3 1 1
3 3 3 1
3 3 1 1
3
3 1
2 1 1
Kekuatan
3
A. Jumlah kesempatan kerja yang cukup besar di subsektor perikanan tangkap B. Sarana dan prasarana cukup lengkap C. Terdapatnya komoditas hasil tangkapan unggulan D. Daya beli masyarakat Kota Pekalongan yang tinggi
3 3
1 1 1
1 1
3
1 1 1 1
2 1 1 1
3 3 1 3
3 3 1
Kelemahan E. Kualitas SDM yang rendah F. Kurangnya potensi sumberdaya laut G. Regulasi perikanan dari pemerintah yang berbelit-belit H. Kurangnya pelatihan dan penyuluhan kepada nelayan
TOTAL Keterangan :
1 = jika faktor horizontal kurang penting daripada faktor vertikal 2 = jika faktor horizontal sama penting daripada faktor vertikal 3 = jika faktor horizontal lebih penting daripada faktor vertikal
3 3 3 3
1 1 2
3 3
3
Total
Bobot
Lampiran 6. Penilaian Bobot Faktor Strategi Eksternal
Faktor Strategi Eksternal
A
Peluang B C
D
E
Ancaman F G H
3 3 1
1 3 1 1
3 3 1 3
3 3 1 2
3 3 1 2
3
1 1
3 1 2
Peluang
1
A. Tingginya jumlah SDM / Nelayan B. Tingkat permintaan dari luar terhadap produk perikanan yang tinggi C. Adanya Lab pengujian Pengawasan Mutu Hasil Perikanan D. Terdapatnya Kapal khusus pengangkut ikan
3 3
3 1 1
1 1
3
3 1 1 1
1 1 1 1
3 3 3 3
Ancaman E. Persaingan pasar dengan daerah lain F. Harga suku cadang untuk unit penangkapan ikan yang cukup tinggi G. Adanya sindikat penjualan ikan di laut H. banyak nelayan yang melakukan pendaratan di tempat lain
TOTAL Keterangan :
1 = jika faktor horizontal kurang penting daripada faktor vertikal 2 = jika faktor horizontal sama penting daripada faktor vertikal 3 = jika faktor horizontal lebih penting daripada faktor vertical
3 1 2 2
1 3 1
3 3
2
Total
Bobot
Lampiran 6. (Lanjutan) Penilaian Bobot Faktor Strategi Eksternal
Faktor Strategi Eksternal
A
Peluang B C
D
E
Ancaman F G H
3 3 1
1 1 1 1
1 1 1 1
1 1 1 3
1 1 1 3
1
1 3
1 3 2
Peluang
1
A. Tingginya jumlah SDM / Nelayan B. Tingkat permintaan dari luar terhadap produk perikanan yang tinggi C. Adanya Lab pengujian Pengawasan Mutu Hasil Perikanan D. Terdapatnya Kapal khusus pengangkut ikan
3 3
3 1 1
1 1
3
3 3 3 3
3 3 3 3
3 3 3 3
Ancaman E. Persaingan pasar dengan daerah lain F. Harga suku cadang untuk unit penangkapan ikan yang cukup tinggi G. Adanya sindikat penjualan ikan di laut H. banyak nelayan yang melakukan pendaratan di tempat lain
TOTAL Keterangan :
1 = jika faktor horizontal kurang penting daripada faktor vertikal 2 = jika faktor horizontal sama penting daripada faktor vertikal 3 = jika faktor horizontal lebih penting daripada faktor vertikal
3 3 1 1
3 3 3
1 1
2
Total
Bobot
Lampiran 6. (Lanjutan) Penilaian Bobot Faktor Strategi Eksternal
Faktor Strategi Eksternal
A
Peluang B C
D
E
Ancaman F G H
1 1 1
3 3 1 3
3 3 1 3
3 1 1 2
3 1 1 2
1
1 1
1 1 2
Peluang
3
A. Tingginya jumlah SDM / Nelayan B. Tingkat permintaan dari luar terhadap produk perikanan yang tinggi C. Adanya Lab pengujian Pengawasan Mutu Hasil Perikanan D. Terdapatnya Kapal khusus pengangkut ikan
3 3
1 1 3
1 3
3
1 1 1 1
1 1 3 3
3 3 3 3
Ancaman E. Persaingan pasar dengan daerah lain F. Harga suku cadang untuk unit penangkapan ikan yang cukup tinggi G. Adanya sindikat penjualan ikan di laut H. banyak nelayan yang melakukan pendaratan di tempat lain
TOTAL Keterangan :
1 = jika faktor horizontal kurang penting daripada faktor vertikal 2 = jika faktor horizontal sama penting daripada faktor vertikal 3 = jika faktor horizontal lebih penting daripada faktor vertical
1 1 2 2
3 3 3
3 3
2
Total
Bobot
Lampiran 6. (Lanjutan) Penilaian Bobot Faktor Strategi Eksternal
Faktor Strategi Eksternal
A
Peluang B C
D
E
Ancaman F G H
3 3 3
3 3 3 2
3 3 3 3
1 2 1 1
2 3 1 1
1
1 1
1 1 2
Peluang
1
A. Tingginya jumlah SDM / Nelayan B. Tingkat permintaan dari luar terhadap produk perikanan yang tinggi C. Adanya Lab pengujian Pengawasan Mutu Hasil Perikanan D. Terdapatnya Kapal khusus pengangkut ikan
3 3
3 1 1
1 1
1
1 1 3 2
1 1 2 1
1 1 3 3
Ancaman E. Persaingan pasar dengan daerah lain F. Harga suku cadang untuk unit penangkapan ikan yang cukup tinggi G. Adanya sindikat penjualan ikan di laut H. banyak nelayan yang melakukan pendaratan di tempat lain
TOTAL Keterangan :
1 = jika faktor horizontal kurang penting daripada faktor vertikal 2 = jika faktor horizontal sama penting daripada faktor vertikal 3 = jika faktor horizontal lebih penting daripada faktor vertical
2 1 3 3
3 3 3
3 3
2
Total
Bobot